Antraknosa Dan Virus Stroberi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Antraknosa Dan Virus Stroberi

Citation preview

Antraknosa dan Penyakit karena Virus pada Tanaman StroberiDiajukanuntuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Miranti Aprihilda150510120035Yoga Enjang150510120044Windy Lugina Utami150510120069Angga Manggala Putra150510120140Deni150510120229

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIMINAT HAMA PENYAKIT TUMBUHANFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS PADJADJARAN2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kuasa-Nya kami dapat membuat makalah yang berjudul Antraknosa dan Penyakit karena Virus pada Tanaman Stroberi.Terima kasih kami ucapkan kepada dosen-dosen mata kuliah Sisten Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman atas segala bimbingannya, serta pihak lain yang telah bekerjasama dalam membuat makalah ini.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan maupun isi dari makalah ini. Kritik dan saran yang kontruktif untuk perbaikan makalah ini sangat kami harapkan.Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya.Terima kasih.Kelompok 3

Jatinangor, Mei 2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR2DAFTAR ISI3BAB I5PENDAHULUAN51.1Latar belakang51.2Rumusan masalah51.3Tujuan6BAB II7ISI DAN PEMBAHASAN72.1Penyakit Antraknosa pada Tanaman Stroberi72.1.1Penyebab dan Sifat Patogen72.1.2Rumus van der Plank82.1.3Tipe Kurva Perkembangan Penyakit82.1.4Cara Pengendalian Berdasarkan Rumus van der Plank92.1.5Efek Pengendalian terhadap Perkembangan Penyakit132.1.6Efek Cara Pengendalian terhadap Epidemi132.1.7Komponen yang Paling Harus Ditekankan Lingkungan142.2Penyakit karena Virus pada Tanaman Stroberi152.2.1Penyebab penyakit virus stroberi152.2.2Rumus van der Plank172.2.3Deskripsi gejala makroskopis dan mikroskopis182.2.4Sifat penyakit/patogen terkait dan siklusnya192.2.5Cara pengendalian didasarkan pada sifat patogen202.2.6Grafik analisis masing-masing pengendalian terkait dengan epideminya212.2.7Jelaskan efek grafik tersebut terhadap epidemi242.2.8Komponen yang harus ditekankan terkait dengan sifat penyakit/epidemi242.2.9Cara atau Prinsip Peramalan25BAB III26KESIMPULAN26DAFTAR PUSTAKA27

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakangStroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di Chili, Amerika.Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis Lmenyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia. Selanjutnya spesies lain,yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi inipula yang pertama kali masuk ke Indonesia. Stroberi yang kita temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang dihasilkan daripersilangan F. virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara dengan F. chiloensis L.var Duchesne asal Chili. Persilangan itu menghasilkan hibrid yang merupakanstroberi modern (komersil) Fragaria x annanassa var Duchesne.Varitas stroberi introduksi yang dapat ditanam di Indonesia adalah Osogrande, Pajero, Selva, Ostara, Tenira, Robunda, Bogota, Elvira, Grella dan Red Gantlet. DiCianjur ditanam varitas Hokowaze asal Jepang yang cepat berbuah. Petani Lembang (Bandung) yang sejak lama menanam stroberi, menggunakan varitas local Benggala dan Nenas yang cocok untuk membuat makanan olahan dari stroberi seperti jam.Salah satu kendala dalam produksi tanaman stroberi adalah keberadaan hama dan penyakit tanaman yang menyerang pada tanaman stroberi, yang diantaranya adalah keberadaan penyakit antraknosa dan penyakit yang disebebkan oleh virus.1.2 Rumusan masalah1. Bagaimana ciri dan perkembangan penyakit antraknosa pada stroberi?2. Bagaimana ciri dan perkembangan penyakit yang disebabkan oleh virus pada stroberi?

1.3 TujuanAdapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah 1. Untuk mengetahui bagaimana cirri dari penyakit antraknosa dan penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman stroberi.2. Dapat mengetahui dan meramalkan perkembangan penyakit antraknosa dan penyakit yang disebabkan oleh virus ada tanaman stroberi.

BAB IIISI DAN PEMBAHASAN2.1 Penyakit Antraknosa pada Tanaman Stroberi2.1.1 Penyebab dan Sifat PatogenPenyebab penyakit busuk antraknosa pada tanaman stroberi yaitu pathogen berupa jamur Colletotrichum fragariae. Gejala penyakit antraknosa yaitu menyerang buah, stolon, petiol dan crown. Buah masak menjadi kebasah-basahan berwarna cokelat muda. Buah dipenuhi massa spora yang berwarna merah muda. Pada stolon dan tangkai daun, pathogen ini menyebabkan luka berwarna hitam memanjang sepanjang stolon dan akhirnya mengelilingi seluruh stolon.Berikut ini merupakan siklus penyakit antraknosa pada beberapa komoditas (termasuk stroberi).

Gambar 1. Siklus penyakit antraknosaBerdasarkan siklus penyakitnya, dapat diketahui bahwa jamur C. fragariae merupakan pathogen tular udara (air borne) karena inoculum patogen ini dapat berpindah dari satu tanaman ke tanaman lainnya, membuat pathogen ini sangat mudah menyebar. Pathogen ini dapat menyerang tanaman sejak masih berupa calon daun, hal ini disebabkan daun muda lebih rentan diserang penyakit antraknosa dibandingkan dengan daun tua (Stamps et al., 1994).2.1.2 Rumus van der PlankBerikut ini adalah dasar rumus van der Plank.Xt = X0ert

2.1.3 Tipe Kurva Perkembangan Penyakit

Peningkatan penyakit pada populasi tanaman dapat dianalogikan dengan teori bunga bank (interest), dengan penyakit yang disebabkan pathogen polisiklik dianalogikan sebagai bunga majemuk. Peningkatan bunga majemuk sama seperti epidemic penyakit yang disebabkan oleh pathogen polisiklik. Akan tetapi peristiwa eksponensial penyakit ini tidak bertahan lama, hal ini disebabkan karena: Jumlah jaringan tanaman yang sehat menjadi terbatas, kemudian perkembangan penyakit menurun Infeksi berlangsung singkat, tidak terus menerus Jaringan terbaru tidak segera terinfeksi Penyakit terjadi pada bagian tanaman, tidak berlangsung di lapangan.2.1.4 Cara Pengendalian Berdasarkan Rumus van der PlankBanyaknya faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit antraknosa, maka diperlukan adanya berbagai cara pengendalian terpadu yang dapat mengurangi laju pertumbuhan maupun jumlah inokulum awal saat pertanaman stroberi. Faktor-faktor teresebut di antaranya seperti tanah, pengairan, kelembaban, suhu, pupuk, dan ketahanan varietas.Upaya pengendalian untuk mengurangi faktor inokulum awal (Xo)Penyakit antraknosa merupakan penyakit yang sifatnya termasuk ke dalam jenis polisiklik, yaitu mempunyai lebih dari satu generasi per musim tanam.Epidemik dapat terjadi apabila terjadi infeksi yang lengkap dan berulang mulai infeksi diikuti perkembangan pathogen, pembentukan inokulum baru dan infeksi baru selama satu musim.Strategi untuk menangani penyakit akibat pathogen polisiklik bergantung pada jumlah inokulum awal dan laju karakteristik dari peningkatan eksponensial pathogen tertentu.AB

1. Strategi pengendalian yang dilakukan untuk menurunkan jumlah inokulum awal pada perkembangan epidemik penyakit antraknosa pada stroberi yaitu seperti berikut. Penggunaan bahan tanam yang bebas pathogen, seperti penggunaan benih dan bibit yang sehat. Karena pathogen penyakit antraknosa ini dapat tertular melalui benih. Pencegahan penularan pathogen terbawa benih dapat dilakukan dengan perlakuan perendaman air panas 570C benih selama 10 menit, atau dengan perendaman jamursida Agrimycin 0.02% selama 10 jam. Penanaman varietas yang mempunyai ketahanan vertical. Varietas tahan memiliki sifat tahan terhadap infeksi serangan pathogen, sehingga inokulum awal pathogen tersebut dapat terminimalisir. Contoh varietas tahan penyakit antraknosa yaitu Sweet Charlie yang berasal dari Amerika Serikat. Sanitasi lahan atau upaya pembersihan tanaman maupun gulma dapat mengurangi jumlah inokulum awal pada pertanaman. Pembersihan lahan ini mampu mengurangi jumlah inokulum awal Rotasi tanaman dapat mengurangi jumlah inokulum awal, karena dilakukan pergiliran tanaman dengan famili yang berbeda. Misalnya menanam kacang-kacangan. Pemberaan lahan dengan tidak melakukan penanaman pada jangka waktu tertentu. Hal ini bertujuan memutus siklus hidup pathogen karena tidak adanya penanaman tanaman inang pathogen tersebut.

1. Efek pengendalian untuk penurunan jumlah inokulum awal terhadap perkembangan penyakit polisiklik. Pada penyakit polisiklik, Xo tidak memiliki peran yang begitu dominan karena walaupun inokulum awal telah diperkecil tetapi jika laju infeksinya tetap besar, maka masih akan tetap terjadi epidemic. Dalam hal ini penurunan Xo hanya akan menunda terjadinya epidemi.Upaya untuk mengurangi laju infeksi (r)Laju infeksi merupakan faktor yang dominan dalam penyebaran epidemic penyakit bersifat polisiklik.Faktor r merupakan penentu garis kemiringan/slope dari garis perkembagan penyakit (hasil transformasi). Oleh karena itu, penurunan r akan menurunkan kemiringan garis tersebut yang berarti dapat menurunkan tingkat epidemi yang terjadi.

ABB

1. Pengendalian di awal pertanaman untuk mengurangi laju infeksi Pembuatan saluran drainase yaitu untuk mengurangi kelebihan air. Terdapat dua macam pembuatan saluran drainase yaitu saluran drainase di atas permukaan tanah untuk mengurangi genangan, mencegah kejenuhan air yang berkepanjangan dan mempercepat aliran kearah pembuangan tanah tanpa terjadinya erosi tanah. Drainase ini mencakup parit pemasukan dan pembuangan dalam petak penanaman termasuk di dalamnya parit yang berada di antara bedengan pertanaman. Kemudian saluran drainase di bawah permukaan dimaksudkan untuk memindahkan kelebihan air dalam tanah. Drainase ini dapat menurunkan tingginya kandungan air baik arena curah hujan, air irigasi permukaan, limpasan dari dataran yang lebih tinggi, dan air resapan. Bentuknya drainase di antaranya gorong-gorong, drainase batu, drainase kotak, dan drainase bambu. Hindari adanya genangan air di areal pertanaman, pembersihan lahan termasuk penyiangan gulma. Pengaturan waktu tanam, yaitu menghindari waktu penanaman pada bulan Oktober hingga Maret karena pada bulan tersebut musim hujan sedang tinggi. Selain itu persediaan air yang lebih tinggi (menguntungkan tanaman) mempengaruhi lingkungan udara yang lembab. Tingginya tingkat kelembaban ini menjadi kondisi yang baik bagi perkembangan tumbuhnya jamur bahkan jamur. Akibatnya, risiko serangan penyakit di musim hujan menjadi lebih tinggi dibandingkan pada saat musim kemarau. Pengaturan jarak tanam, dengan jarak yang tidak begitu rapat/optimal maka akan mengurangi perkembangan penyakit karena kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan aerasi tidak cocok bagi pathogen Colletotrichum sp. Dengan jarak tanam yang terlalu dekat, maka akan mempengaruhi laju perkembangan penyakit serta mudahnya penularan penyakit serta infeksi ke tanaman lain. Dengan adanya pengaturan jarak tanam maka akan mengurangi kelembaban di sekitar tanaman, mengurangi embun dan air gutasi, serta mengurangi gesekan daun antar tanaman. Pemupukan. Berikan pupuk dengan kandungan P, K, dan Ca tinggi agar jaringan tanaman lebih kuat. Jangan melakukan pemupukan N berlebihan, karena akan menyebabkan jaringan tanaman berair sehingga rentan terhadap serangan cendawan. Selain itu, Berikan pupuk organik yang banyak. Pemupukan organik akan meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama maupun penyakit. Pencegahan menggunakan pestisida kimia. Beberapa bahan aktif yang bisa digunakan untuk mengendalikan penyakit patek atau antraknosa adalah fungisida sistemik dengan bahan aktif benomil, karbendazim, metil tiofanat, difenokonazol. Fungisida kontak dengan bahan aktif mankozeb, klorotalonil, dan propineb. Lakukan penyelingan bahan aktif tersebut setiap kali melakukan penyemprotan dengan dosis atau konsentrasi sesuai pada kemasan. Varietas tahan horizontal Tumpangsari stroberi dan kacang panjang, bawang merah1. Pengendalian pada saat pertanaman di tengah pertanaman untuk mengurangi laju infeksi Tanaman disemprot dengan fungisida berbahan aktif tembaga seperti Kocide 80 AS, Funguran 82 WP dan Cupravit OB 21. Penyemprotan dilakukan secara taratur seminggu sekali. Pada musim hujan, frekuensi penyemprotan ditingkatkan menjadi tiga hari sekali. Sanitasi lahan atau upaya pembersihan tanaman maupun gulma dapat mengurangi jumlah inokulum awal pada pertanaman. Pemupukan. Berikan pupuk dengan kandungan P, K, dan Ca tinggi agar jaringan tanaman lebih kuat. Jangan melakukan pemupukan N berlebihan, karena akan menyebabkan jaringan tanaman berair sehingga rentan terhadap serangan cendawan. Selain itu, Berikan pupuk organik yang banyak. Pemupukan organik akan meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama maupun penyakit. Penggunaan pupuk berlebih dapat mengakibatkan tanaman yang terlalu rimbun (karena pemupukan akan lari menuju daun) sehingga iklim mikro di sekitar pertanaman sangat lembab dan memicu penularan jamur.2.1.5 Efek Pengendalian terhadap Perkembangan PenyakitPada penyakit polisiklik, Xo tidak memiliki peran yang begitu dominan karena walaupun inokulum awal telah diperkecil tetapi jika laju infeksinya tetap besar, maka masih akan tetap terjadi epidemik. Dalam hal ini penurunan Xo hanya akan menunda terjadinya epidemi.2.1.6 Efek Cara Pengendalian terhadap EpidemiA. Efek pengendalian terhadap jumlah inokulum (Xo)Pada penyakit polisiklik, Xo tidak memiliki peran yang begitu dominan karena walaupun inokulum awal telah diperkecil tetapi jika laju infeksinya tetap besar, maka masih akan tetap terjadi epidemic. Dalam hal ini penurunan Xo hanya akan menunda terjadinya epidemi.Berdasarkan contoh kasus, lahan yang tidak disanitasi dengan lahan yang disanitasi memiliki laju infeksi penyakit yang sama. Misalnya, sebuah lahan yang tisak disanitasi terlebih dahulu, memiliki jumlah inokulum awal sebesar Xo, sementara untuk lahan yang disanitasi terlebih dahulu memiliki jumlah inokulum sebesar Xos. Maka, laju peningkatan intensitas penyakit pad akedua lahan yaitu dari Xos ke Xs atau Xo ke X akan memiliki laju infeksi yang sama. Karena, pengendalian kultur teknis dengan melakukan sanitasi hanya akan memperlambat atau menunda laju infeksi serta penyebaran epideminya. Sementara, waktu yang dubutuhkan bagi inokulum awal pada lahan yang disanitasi (Xos) mencapai inokulum awal pada lahan yang tidak disanitasi (Xo) merupakan jeda waktu penundaan epidemi.B. Efek dari pengendalian tehadap laju infeksi (r)Laju infeksi merupakan faktor yang dominan dalam penyebaran epidemic penyakit bersifat polisiklik.Faktor r merupakan penentu garis kemiringan/slope dari garis perkembagan penyakit (hasil transformasi). Oleh karena itu, penurunan r akan menurunkan kemiringan garis tersebut yang berate dapat menurunkan tingkat epidemi yang terjadi.2.1.7 Komponen yang Paling Harus Ditekankan LingkunganBerkembangnya epidemi akan dipengaruhi oleh jumlah inokulum awal atau inokulum primer pathogen yang terbawa oleh agen penyebar, seperti angin atau vector penyakit ke beberapa tanaman segera setelah tumbuhan tersebut rentan terhadap pathogen. Kelembaban dan suhu yang cocok bagi pathogen akan mendukung terjadinya perkembangan dan infeksi penyakit pada tanaman. Kemudian, setelah terjadinya infeksi dan didukung dengan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan reproduksi patogennya secara cepat (periode inkubasi gejala pendek, daur penyakit pendek), sehingga akan menghasilkan inokulum yang lebih banyak dalam waktu singkat. Kemudian cuaca seperti hujan, kabut, dan embun, yang mendukung dan stabil dalam kondisi lama akan turut mendukung perkembangan inokulum. Angin dengan tingkat kelembaban dan kecepatan yang cocok bagi pathogen, akan membantu penyebaran pathogen terutama terhadap tanaman-tanaman rentan.Pathogen membutuhkan keadaan kelembaban, suhu, angin, dan cuaca, atau vector yang sama harus terjadi berulangkali, maka infeksi, reproduksi, dan proses penyebaraan patogen yang baru di lingkungan tersebut juga akan terjadi dengan cepat. Infeksi yang berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada setiap individu tanaman dalam areal epidemic, meski keseragaman tanamn dan ukuran areal yang diusahakan, bersama dengan cuaca yang menguntungkan akan menentukan akhir penyebaran epidemi.Pada penyakit hawar daun jamur, untuk dapat menurunkan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangannya, maka harus dilakukan tindakan pengendalian setiap musim untuk menghindari keadaan lingkungan yang menguntungkan, serta untuk menghindari terjadinya epidemi.2.1.8 Cara atau Prinsip Peramalan1. Pertanaman, tanaman penting, misalnya: tanaman pangan, tanaman perkebunan, yang mempunyai nilai tinggi2. Penyakit dapat menimbulkan kerugian besar, tetapi hanya pada keadaan - keadaan tertentu saja. Kalau pengendalian dilakukan terus menerus akan memerlukan biaya tinggi tetapi jika tidak dilakukan dapat berbahaya terjadi epidemi.3. Perlu terdapat cukup keterangan, baik hasil pengamatan maupun penelitian, mengenai pengaruh berbagai faktor lingkungan terhadap perkembangan penyakit4. Para penanam (petani) cukup siap dan mengerti prakiraan epidemi penyakit5. Untuk penyakit yang bersangkutan telah tersedia cara pengendalian yang tepat6. Terdapat jarak (tenggang) waktu yang cukup antara diumumkannya hasil prakiraan dengan timbulnya epidemi penyakit2.2 Penyakit karena Virus pada Tanaman Stroberi2.2.1 Penyebab penyakit virus stroberiTujuh aphid transmisi virus dilaporkan pada tanaman stroberi: Strawberry crinkle virus (SCV), SMYEV, Strawberry mottle virus (SMoV), Strawberry vein banding virus (SVBV), Strawberry pseudo mild yellow edge virus (SPMYEV), Strawberry chlorotic fleck virus (SCFV), and Strawberry latent C virus (SLCV). SCV, SMYEV, SMoV, and SVBV. Strawberry mild yellow edge virus (SMYEV) pertama kali dilaporkan di California pada tahun 1922 dan di Eropa pada tahun 1933, dan penyakit ini adalah salah satu penyakit virus yang paling luas dari budidaya strawberry. Hal ini juga terjadi pada F. chiloensis di daerah terpencil di Chile. Laporan yang saling bertentangan tentang dampak ekonomi dari SMYEV mungkin hasil dari perbedaan strain virus, kultivar dievaluasi, kemungkinan bahwa infeksi campuran sering terjadi di lapangan sehingga efek sinergis dengan SMYEV, dan kondisi lingkungan dalam studi yang berbeda. Melaporkan kerugian hasil berkisar dari 0 sampai 30%. Strawberry mild yellow edge virus (SMYEV) disebabkan oleh kutu aphid dengan ukuran panjang sekitar 482 nm. Aphid utama dalam tanaman stroberi yang merupakan serangga vektor adalah Chaetosiphon fragaefolii.

Gambar 2. Aphid Chaetosiphon fragaefolii. (Bertone, Matt. 2013)Strawberry mottle virus (SMoV) disebabkan oleh vektor kutu aphid dengan ukuran 28 nm (Thompson et al., 2002). Vektor SMoV tergolong dalam genus Chaetosiphon dan Aphis gossypii.Transmisi vektor kutu tidak selalu berhasil karena beberapa strain tidak efisien dari kutu daun atau beberapa strain virus tidak begitu mudah menular. Nimfa, apterae dan alatae C. fragaefolii semua menularkan virus sama baiknya. Transmisi 100% terjadi dengan periode akuisisi makan dari 2 hari dan 8 hari (Krczal, 1979).Sifat patogen dari penyakit virus stroberi adalah parasit obligat, karena siklus patogen penyakit ini dimulai ketika vektor menularkan virus ke dalam jaringan tanaman dan mulai menginfeksi tanaman sampai tanaman tidak bisa produktivitas dengan baik. 2.2.2 Rumus van der PlankSecara matematis, model perkembangan penyakit dapat diperkirakan menggunakan rumus van der Plank (1963), yakni Xt = X0.ert dengan arti lambang bahwa Xt = berat serangan pada waktu t, X0 = berat serangan pada waktu awal, e = konstanta bilangan normal, r = laju penyakit, dan t = waktu. Perlindungan tanaman menggunakan pendekatan matematis ini pada prinsipnya adalah mengusahakan nilai Xt sekecil mungkin. Nilai Xt akan menjadi kecil jika serangan awal (X0 ) kecil, laju penyakit (r) lambat, dan waktu (t) interaksi sebentar. Oleh karena itu, van der Plank juga membedakan perlindungan tanaman menjadi dua tujuan, yaitu mengurangi penular (X0) dan menurunkan laju penyakit (r).Pada penyakit virus stroberi merupakan penyakit polisiklik, dimana patogen penyebab penyakit ini dapat tertular melalui vektor serangga yang dapat hinggap pada pertanaman stroberi secara luas. Virus yang masuk ke dalam jaringan tanaman akan memberikan efek yang buruk bagi pertanaman stroberi, yaitu terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga tanaman kerdil dan tidak dapat menghasilkan buah. Adapun kurva perkembangan penyakit virus stroberi yaitu:

r

XotKurva tersebut menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan laju penyakit virus stroberi ini adalah patogen yang disebabkan oleh serangga vektor hama kutu daun menyerang saat tanaman mulai mengalami pembentukan tunas baru dan/atau pada fase pembentukan bunga dan buah. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman stroberi hingga pada proses pembentukkan bunga dan buah. Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit ini ialah lingkungan, perkembangan kutu aphid sangat cepat terutama pada awal musim kemarau.2.2.3 Deskripsi gejala makroskopis dan mikroskopisGejala SMYEV serupa di F. vesca 'UC-4', 'UC-5', dan bibit 'Alpine', sementara 'UC-6' biasanya tanpa gejala. Gejala pertama kali muncul 8 sampai 10 hari setelah inokulasi dengan strain parah; sedangkan strain ringan dapat menyebabkan gejala yang tertunda atau tidak. Penggunaan F. vesca 'EMC', yang terinfeksi dengan laten A strain SCV, dapat meningkatkan kepekaan terhadap strain yang sangat ringan SMYEV. Gejala standar awal, indikator sehat termasuk epinasty dari daun yang baru muncul bersama-sama dengan bintik-bintik klorosis kecil. Sebagai gejala yang berkembang, klorosis yang meningkat dan secara bertahap menjadi nekrotik. Diikuti dengan nekrosis interveinal, dan akhirnya seluruh daun runtuh. Daun baru terus bermunculan dan pergi melalui siklus yang sama dengan gejala yang meniingkat. Delapan sampai 12 minggu setelah infeksi strain parah SMYEV, terdapat cincin daun mati dan daun muda menunjukkan berbagai gejala yang dijelaskan di atas. Kurangnya gejala pada grafted tanaman 'UC-6' membantu dalam mengidentifikasi SMYEV.Ketika SMYEV adalah satu-satunya penyakit yang menginfeksi tanaman stroberi, gejala tidak terlihat secara kasat mata. Bagaimanapun, ketika tanaman terinfeksi oleh SMYEV, tanaman akan menimbulkan gejala seperti gejala, daun yang menggulung atau rusak, nekrosis pada daun dan penurunan vigor tanaman. Virus yang kedua ialah luetovirus, sebuah genus virus tanaman dalam keluarga Luteoviridae yang ditandai dengan partikel ikosahedral yang mengandung satu molekul linear, positif-sense, asam ribonukleat untai tunggal, barley kuning virus kerdil adalah spesies jenis. Juga dikenal sebagai barley kuning kelompok virus kerdil.

Gambar 3. Makroskopis tanaman stroberi yang terserang Strawberry mild yellow edge virus (SMYEV) (kiri) dan yang tidak terserang (kanan)2.2.4 Sifat penyakit/patogen terkait dan siklusnyaVirus patogen penyebab penyakit Strawberry mild yellow edge virus (SMYEV) masuk ke dalam jaringan tanaman ditularkan melalui vektor kutu aphid. Kutu daun dapat menusukkan bagian mulutnya ke daun, tunas dan batang, lalu mengisap nutrisi tumbuhan inang. Tunas-tunas yang dimakan daunnya menjadi terganggu. Pada kepadatan yang tinggi, kutu daun dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan layu. Kerusakan pada ujung tumbuhan dapat mengurangi jumlah bunga. Kutu daun tidak hanya mengisap sari makanan tanaman, tetapi juga sebagai agen penyebar penyakit virus. Kutu aphid Chaetosiphon fragaefolii pada penyakit SMYEV dilaporkan lebih dari 2 jam untuk menularkan virus dan siap untuk di transmisi sekitar 8 - 24 jam, dan bersifat persisten selama 2 3 minggu pada jaringan tanaman yang hidup.

Gambar 4. Siklus patogen virus yang ditularkan oleh kutu aphid2.2.5 Cara pengendalian didasarkan pada sifat patogenPenyakit virus stroberi diketahui disebabkan oleh kutu aphid yang hidup di balik permukaan daun. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menanam varietas tahan dan pengaplikasian insektisida yang mampu menekan pertumbuhan aphid. Sehingga intensitas penyakit virus stroberi secara otomatis akan berkurang. Oleh karena itu, di daerah di mana kutu daun ini tidak terjadi, penggunaan bahan tanam bebas virus akan menjadi strategi manajemen yang efektif. Tidak ada perlawanan yang dikenal untuk SMYEV dalam genus Fragaria, tetapi kebanyakan kultivar ditanam saat ini toleran terhadap infeksi virus ini dengan sendirinya. Kultivar sensitif seperti 'Hood', 'Puget Beauty', dan 'Marshall' mengembangkan pengerdilan, klorosis marjinal, distorsi daun, dan buah kecil, sedangkan kultivar toleran seperti 'Totem' dan 'Sumas' tidak menunjukkan gejala jika terinfeksi ganda oleh SMYEV dan SMoV atau SVBV. Namun, infeksi oleh strain parah tiga atau lebih dari virus ini menyebabkan penurunan kultivar tersebut.Pemasangan yellow sticky trap di area pertanaman stroberi mampu menurunkan populasi hama aphid yang merupakan vektor dari penyakit virus pada stroberi ini. Aplikasi pemasangan yellow sticky trap pada setiap 10 tanaman stroberi. Hal ini dilakukan agar meminimalisir biaya penggunaan yellow sticky trap namun masih tetap efektif dan efisien.

Gambar 5. Pemasangan Yellow sticky trap 2.2.6 Grafik analisis masing-masing pengendalian terkait dengan epideminyaBanyaknya faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit virus stroberi ini, maka diperlukan adanya berbagai cara pengendalian terpadu yang dapat mengurangi laju pertumbuhan maupun jumlah inokulum awal saat pertanaman stroberi. Faktor-faktor tersebut di antaranya seperti serangga vektor patogen, lingkungan, dan sistem budidaya.Upaya pengendalian untuk mengurangi faktor inokulum awal (Xo)Penyakit virus stroberi tergolong ke dalam jenis penyakit polisiklik, yaitu memiliki lebih dari satu generasi per musim tanam. Epidemik dapat terjadi apabila terjadinya infeksi yang lengkap dan berulang mulai infeksi diikuti perkembangan patogen, pembentukan inokulum baru dan infeksi baru selama satu musim tanam

ABA. Strategi pengendalian yang dilakukan untuk menurunkan jumlah inokulum awal pada perkembangan epidemic penyakit virus stroberi adalah sebagai berikut. Pengendalian virus dapat dicapai dengan thermotherapy atau meristem budaya, dikombinasikan dengan penanaman bersertifikat bahan bebas virus. Thermotherapy untuk SMYE berhasil pada sekitar 50% ketika titik tumbuh sentral dipotong dan tanaman hampir sepenuhnya defoliated selama pengobatan selama 9 minggu pada 38 C. Teknik ini mendorong pengembangan mahkota sisi, yang kemudian bisa dipotong dan berakar di pasir pada suhu rumah kaca normal (Converse et al., 1987). Pergiliran varietas tahan agar penggunaan varietas tahan tidak terpatahkan. Pergiliran benih varietas tahan untuk mencegah penyebaran penyakit yang berasal dari pertanaman yang terjangkit penyakit, mencegah terjadinya infeksi bibit. Penanaman varietas yang mempunyai ketahanan vertical. Varietas tahan memiliki sifat tahan terhadap infeksi serangan pathogen, sehingga inokulum awal pathogen tersebut dapat terminimalisir. Contoh variaetas tahan adalah totem dan sumas. Rotasi tanaman dapat mengurangi jumlah inokulum awal, karena dilakukan pergiliran tanaman dengan family yang berbeda. Misalnya menanam wortel atau kentang. Pengaturan jarak tanam, dengan jarak yang tidak begitu rapat/optimal maka akan mengurangi pertumbuhan kutu aphid karena dengan jarak tanam yang terlalu dekat, maka akan mempengaruhi laju perkembangan penyakit serta mudahnya penularan penyakit serta infeksi ke tanaman lain. B. Pada penyakit polisiklik, Xo tidak memiliki peran yang begitu dominan karena mesikpun inokulum awal telah diperkecil tetapi jika laju infeksinya tetap besar, maka masih akan tetap terjadi epidemic. Dalam hal ini penurunan Xo hanya akan menunda terjadinya epidemi.Upaya untuk mengurangi laju infeksi (r)Faktor laju infeksi (r) merupakan penentu garis kemiringan/slope dari garis perkembagan penyakit. Oleh karena itu, penurunan r akan menurunkan kemiringan garis yang dapat menurunkan tingkat epidemi yang terjadi.

B

A

A. Pengendalian di awal pertanaman untuk mengurangi laju infeksi Penanaman bersertifikat bahan bebas virus, kultivar toleran seperti 'Totem' dan 'Sumas' tidak menunjukkan gejala jika terinfeksi ganda oleh penyakit virus stroberi. Pengaturan waktu tanam, yaitu menghindari waktu penanaman pada bulan April Oktober karena pada bulan tersebut sudah mulai memasuki musim kemarau. Aphid mengehendaki keadaan pada saat memasuki awal musim kemarau. Varietas tahan horizontal Pemberian pupuk organik. Pemupukan organik akan meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama maupun penyakit.B. Pengendalian pada saat pertanaman di tengah pertanaman untuk mengurangi laju infeksi Pemetikan daun yang terdapat kutu aphid pada tanaman tersebut. Apabila dalam satu tanaman kutu aphidnya terlalu banyak yang menyerangnya lebih baik tanaman tersebut dihancurkan. Pengaplikasian insektisida untuk mencegah pertumbuhan kutu aphid pada permukaan belakang daun stroberi. Insektisida yang dapat dipakai adalah Fastac 15 EC & Confidor 200 LC. Pemasangan yellow sticky trap pada area tanaman stroberi mampu mengurangi populasi hama aphid.

2.2.7 Jelaskan efek grafik tersebut terhadap epidemiEfek pengendalian terhadap jumlah inokulum (Xo)Berdasarkan contoh kasus, tanaman yang tidak dibudidayakan secara benar dapat mempercepat laju perkembangan penyakit. Maka dari itu teknik budidaya sangat penting dilakukan dari mulai pemilihan benih yang tahan pada virus atau tidak toleran terhadap pertumbuhan kutu aphid, pemeliharaan tanaman dengan memperhatikan setiap bagian tanaman salah satunya pada permukaan daun yang biasanya dijadikan sebagai tempat bersembunyi sekaligus inang dari kutu aphid dan pengendalian hama dan penyakit. Namun, kedatangan atau munculnya kutu aphid tidak dapat diketahui apabila keadaan menghendaki kutu aphid untuk tumbuh maka pertumbuhan kutu aphid akan dengan cepat. Pengendalian kultur teknis dengan melakukan pemeliharaan hanya akan memperlambat atau menunda laju infeksi serta penyebaran epideminya. Pada penyakit polisiklik, Xo tidak memiliki peran yang begitu dominan karena mesikpun inokulum awal telah diperkecil tetapi jika laju infeksinya tetap besar, maka masih akan tetap terjadi epidemic. Dalam hal ini penurunan Xo hanya akan menunda terjadinya epidemi.Efek dari pengendalian tehadap laju infeksi (r)Laju infeksi merupakan faktor yang dominan dalam penyebaran epidemic penyakit bersifat polisiklik. Faktor r merupakan penentu garis kemiringan/slope dari garis perkembagan penyakit. Oleh karena itu, penurunan r akan menurunkan kemiringan garis tersebut yang juga dapat menurunkan tingkat epidemi yang terjadi. 2.2.8 Komponen yang harus ditekankan terkait dengan sifat penyakit/epidemiLingkunganBerkembangnya epidemi akan dipengaruhi oleh jumlah inokulum awal atau inokulum primer pathogen yang terbawa oleh agen penyebar, seperti angin atau vector penyakit ke beberapa tanaman segera setelah tumbuhan tersebut rentan terhadap pathogen. Setelah terjadinya infeksi dan didukung dengan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan reproduksi patogennya secara cepat (periode inkubasi gejala pendek, daur penyakit pendek), sehingga akan menghasilkan inokulum yang lebih banyak dalam waktu singkat. Angin dengan tingkat kelembaban dan kecepatan yang cocok bagi pathogen, akan membantu penyebaran pathogen terutama terhadap tanaman-tanaman rentan. Begitu halnya terhadap kutu aphid yang penyebarannya dapat dengan cepat apabila kecepatan angin yang dapat membantu aphid dalam berpindah tempat dan kelembaban suhu yang sesuai dengan pertumbuhan kutu aphid.PatogenPada kasus kali ini, penyebab utama dari penyakit strawberry mild yellow edge virus (SMYEV) di sebabkan oleh aphid Chaetosiphon fragaefolii. Maka dari itu diperlukannya cara peramalan yang tepat agar pertumbuhan populasi hama ini di lapangan tidak begitu banyak. Pengendalian secara mekanik diharapkan mampu menjadi alternatif pengendalian, yaitu dengan penggunaan yellow sticky trap. Karena dengan penggunaan perangkap ini juga akan memberikan efek yang positif bagi lingkungan.2.2.9 Cara atau Prinsip Peramalan1. Mengetahui sejarah lahan yang akan ditanami2. Melihat/monitoring areal disekitaran lahan, untuk mengetahui hama utama apa yang sedang menyerang tanaman di sekitar areal tersebut3. Monitoring lahan yang akan ditanami, dengan memasang perangkap. Lalu dilihat dan diidentifikasi jenis hama yang terperangkap.4. Perlu terdapat cukup keterangan, baik hasil pengamatan maupun penelitian, mengenai pengaruh berbagai faktor lingkungan terhadap perkembangan hama dan penyakit5. Untuk hama yang bersangkutan telah tersedia cara pengendalian yang tepat dan ramah lingkungan

BAB IIIKESIMPULANHama dan penyakit pada tanaman perlu dan sangat penting untuk dikendalikan, oleh sebab itu diperlukan ilmu dan sumber daya manusia yang mencukupi untuk meramalkan dan mengamati perkembangan penyakit pada tanaman tersebut untuk dapat menjaga produktivitas dari segi kualitas dan kuantitas tanaman tersebut.

DAFTAR PUSTAKABudiman, S. & Saraswati, D. 2005. Berkebun Stroberi Secara Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta.Stamps RH, James OS & Gary WS. 1994. Some General Recommendation Regarding the Prevention and Management of Anthracnose in Leatherleaf Fern. Diakses dari http://mrec.ifas.ufl.edu/cutfol/cutpubs/rh_94_b.htm. (pada 31 Mei 2015.)Stroberi Ciwidey. 2013. Varietas Stroberi. Diakses dari http://stro-beri.com/varietas-stroberi/ (pada 31 Mei 2015)Turechek, B. and Heidenreich, C. 2005 Strawberry Antrachnose. Diakses dari http://www.fruit.cornell.edu/tfabp/strawanthracnose.pdf (pada 30 Mei 2015)Louws, Frank. Ridge, Garret. 2014. Strawberry Viruses. North Carolina: North Carolina State University. Diakses melalui:http://content.ces.ncsu.edu/strawberry-mottle-smov-of-strawberry/(pada 30 Mei 2015 pukul 22:43 WIB)Martin, Robert R. Tzanetakins, Ioannis E. 2006. Characterization adn Recent Advances in Detection of Strawberry Viruses. Corvallis: Oregon State University. Diakses melalui:apsjournals.apsnet.org/doi/pdf/10.1094/PD-90-0384(pada 30 Mei 2015 pukul 20:44 WIB)Purnomo, Bambang. 2006. Dasar-dasar PerlindunganTanaman: Konsepsi dan Cara Perlintan.Diakses melalui: http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.geocities.ws%2Fbpurnomo51%2Fdas_files%2Fdas4.pdf(pada 30 Mei 2015 pukul 20:51 WIB)

53