Upload
puspita-yulianto
View
278
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
2012
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
S U R A B A Y A
ANALISA
LOKASI DAN
KERUANGAN PENENTUAN LOKASI INDUSTRI DAN PERGUDANGAN
DI KAWASAN PERBATASAN SURABAYA BARAT-GRESIK
Oleh :
Dwi Puspita Y. 3609100045
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan suatu wilayah secara tidak langsung selalu berkaitan dengan
pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian suatu
wilayah dalam lingkup terkecil sebuah kota di Indonesia, mayoritas didukung oleh adanya
industri. Makna industri sendiri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah
atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
mendapatkan keuntungan (Wikipedia,2012). Lokasi pendirian industri secara umum adalah
di kota besar (City Location), pinggir kota (Sub Urban Location), dan luar kota (Country
Location) yang sangat dipengaruhi oleh teori lokasi.
Dalam Tarigan, 2006, teori lokasi didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata
ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari
sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap
keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Secara
umum, beberapa faktor penentu lokasi adalah faktor teknologi yang terkait dengan
penyediaan infrastruktur (jalan raya, pelabuhan, bandara, irigasi, dll); faktor ekonomi dan
geografi yang berupa kenyamanan lingkungan, kemampuan membayar (willingness to pay),
akses terhadap pasar, dll; faktor politis yaitu terkait kewenangan pemerintah, zoning,
kemudahan fiskal, dll; serta faktor sosial yang terkait perilaku masyarakat, sosial-budaya,
privasi, dll (presentasi Pengertian Dasar Teori Lokasi ,2012).
Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Surabaya merupakan lokasi strategis
untuk pengembangan industri. Menurut RTRW Kota Surabaya Tahun 2013, pembangunan
industri di Kota Surabaya diarahkan pada industri non polutif yang dapat menghasilkan
keunggulan kompetitif serta ditujukan untuk memperkokoh struktur ekonomi kota dengan
keterkaitan yang kuat terhadap sektor unggulan lainnya, memperluas kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha dan sekaligus mendorong berkembangnya kegiatan di berbagai
sektor pembangunan lainnya. Pembangunan industri ini dikembangkan secara bertahap,
terencana dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan baik antar sektor industri dengan
sektor ekonomi lainnya , dan penyebaran pembangunan industri sesuai dengan rencana tata
ruang kota.
Di dalam RTRW Kota Surabaya, kawasan industri yang dimaksud terdiri dari
Industrial Estate dan Komplek Industri. Salah satu kawasan industri akan dikembangkan di
Kota Surabaya seluas 2,960,39 Ha, diarahkan di wilayah Surabaya Barat, yaitu di
Kecamatan Tandes, Benowo, dan Asemrowo (perbatasan Surabaya Barat dan Gresik) yang
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
2
sekaligus memiliki fungsi sebagai pergudangan. Penentuan tersebut tentunya telah
didasarkan pada teori lokasi karena memiliki banyak pertimbangan yang berkaitan dengan
dampak terhadap perkembangan ekonomi di wilayah sekitarnya. Penentuan lokasi tersebut
penting untuk dipahami karena akan menjadi penentu arah pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi industri dan pergudangan.
1.2 Rumusan Masalah
Penentuan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik
tentunya melalui beberapa faktor. Hal-hal tersebut akan dibahas dalam makalah ini
dengan rumusan sebagai berikut :
1. Apa saja yang menjadi dasar-dasar penentu lokasi industri dan pergudangan?
2. Apa saja faktor yang menjadi criteria penentuan lokasi suatu industri dan
pergudangan?
3. Bagaimanakah implikasi teori lokasi industri terhadap penentuan lokasi industri dan
pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik (Kecamatan Benowo, Kecamatan
Tandes, dan Kecamatan Asemrowo)?
1.3 Tujuan dan Sasaran Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan penulisan makalah
adalah untuk memaparkan penelitian tentang teori lokasi yang menjadi acuan untuk
menentukan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasaran yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Penjelasan mengenai berbagai teori yang menentukan lokasi industri dan
pergudangan
2. Identifikasi faktor-faktor penentu pertimbangan lokasi industri dan pergudangan
3. Identifikasi faktor-faktor penentu pertimbangan lokasi dalam implikasinya terhadap
industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam penulisan makalah ini adalah di Kota
Surabaya, Jawa Timur, khususnya Kecamatan Benowo, Kecamatan Tandes, dan
Kecamatan Asemrowo yang secara administratif masuk bagian Surabaya Barat
yang berbatasan langsung dengan Gresik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Peta 1.1
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
3
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam penulisan makalah ini adalah teori-teori
penentuan lokasi industri dan pergudangan serta implikasi teori tersebut terhadap
lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik (Kecamatan
Benowo, Kecamatan Tandes, dan Kecamatan Asemrowo).
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
dalam penulisan makalah ini, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup pembahasan,
serta sistematika penulisan.
BAB II Konsep Dasar Teori Penentuan Lokasi
Bab ini menjelaskan teori-teori lokasi yang berkaitan dengan teori lokasi industri yang
nantinya digunakan sebagai dasar penentu dari lokasi suatu industri dan pergudangan.
BAB III Pembahasan
Bab ini memuat hasil analisa dan pembahasan data eksisting lokasi atau informasi teori
lokasi yang telah diperoleh. Analisa yang telah dilakukan tersebut akan digunakan untuk
memaparkan kondisi eksisting kawasan industri dan pergudangan di perbatasan
Surabaya Barat-Gresik, mulai dari alasan pemilihan lokasi, faktor-faktor penentu lokasi,
serta implikasinya terhadap wilayah studi.
BAB IV Penutup
Bab ini berisi kesimpulan serta pembelajaran oleh penulis yang dapat diambil dari
keseluruhan isi makalah, mulai dari pemaparan teori-teori lokasi sampai dengan implikasi
teori lokasi yang relevan terhadap penentuan lokasi industri dan pergudangan di
perbatasan Surabaya Barat-Gresik.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
4
Peta 1.1
Ruang Lingkup Wilayah Studi
U
KETERANGAN
Batas Administratif
Surabaya Barat
Wilayah Studi
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
5
BAB II
KONSEP DASAR PENENTUAN LOKASI
Makna industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
mendapatkan keuntungan (Wikipedia,2012). Warehouse atau pergudangan berfungsi
menyimpan barang untuk produksi atau hasil produksi dalam jumlah dan rentang waktu
tertentu yang kemudian didistribusikan ke lokasi yang dituju berdasarkan permintaan
(Wikipedia,2012).
Teori lokasi didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order)
kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang
potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai
macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan,2006). Menurut salah satu
presentasi Pengertian Dasar Teori Lokasi, 2012, secara umum, beberapa faktor penentu
lokasi adalah sebagai berikut :
faktor teknologi, terkait dengan penyediaan infrastruktur (jalan raya, pelabuhan,
bandara, irigasi, dll)
faktor ekonomi dan geografi, terkait kenyamanan lingkungan, kemampuan membayar
(willingness to pay), akses terhadap pasar, dll.
faktor politis, terkait kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, zoning,
kemudahan fiskal, dll.
faktor sosial, terkait perilaku masyarakat, sosial-budaya, privasi, dll.
2.1 Teori Lokasi Industri
Teori lokasi industri pertama diformulasikan oleh Alfred Weber pada tahun 1909
yang didasarkan pada minimalisasi biaya. Inti dari formulasinya adalah lokasi setiap industri
tergantung dari total biaya tenaga kerja dan transportasi yang minimum dimana tingkat
keuntungan diasumsikan maksimum. Weber menetapkan tiga faktor penting yang
mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan
aglomerasi atau deaglomerasi.
Konsep ini dijelaskan dengan menggunakan Segitiga Lokasional, dimana lokasi
optimum (P) adalah keseimbangan antara kekuatan yang ditimbulkan oleh sumber bahan
baku (input 1 dan input 2) dan titik pasar (market). Untuk mengetahui apakah lokasi optimum
lebih dekat ke sumber input atau pasar, digunakan Indeks Bahan, yaitu perbandingan berat
input bahan lokal dengan berat produk akhir.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
6
Gambar 2.1 Segitiga Lokasional Weber
Sumber : presentasi Analisa Lokasi Keruangan-Teori Weber:Industrial Location Theory, 2012
IB = Bobot Bahan Baku Lokal / Bobot Produk Akhir
Apabila IB > 1, maka industri akan berlokasi dekat dengan bahan baku, dan apabila
IB < 1, maka industri akan berlokasi dekat ke pasar.
2.3 Teori Tempat Pusat
Teori ini dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun 1933 dalam buku yang
berjudul Central Places In Southern Germany. Menurut teori ini, suatu pusat aktivitas yang
melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu lokasi yang sentral, yaitu
suatu tempat/ wilayah/ kawasan yang memungkinkan partisipasi manusia dalam jumlah yang
maksimum, baik yang terlibat dalam aktivitas pelayanan ataupun yang menjadi konsumen.
Tempat sentral tersebut merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal.
Wilayah yang terletak dalam segi enam itu merupakan daerah yang penduduknya mampu
terlayani oleh tempat sentral tersebut. Teori ini mampu menjelaskan dengan baik bentuk
spasial dari suatu kota dengan prinsip ekonomi dan hirarki kota, yaitu hubungan antara
tempat sentral dengan kawasan yang lebih besar serta wilayah yang mengitarinya “the
relationship between a central place--higher order place--and its tributary areas—lower order
places”, serta mampu menjelaskan dengan baik lokasi perdagangan dan jasa.
Gambar 2.2 Konsep Tempat Pusat
Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
7
Konsep ini menunjukkan pemenuhan kebutuhan penduduk membentuk hierarki
pelayanan, dengan sebuah pusat utama yang didukung oleh beberapa pusat pelayanan
dengan skala yang lebih rendah. Tempat sentral dan daerah yang dipengaruhinya
(komplementer), pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Tempat sentral yang berhirarki 3 (K=3), merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang
selalu menyediakan bagi daerah sekitarnya, sering disebut kasus pasar optimal.
Wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi sepertiga
bagian dari masing-masing wilayah tetangganya.
Gambar 2.3 Tempat Central Hirarki 3
Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012
b. Tempat sentral yang berhirarki 4 (K=4), dimana wilayah ini dan daerah sekitarnya yang
terpengaruh memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien. Tempat
sentral ini disebut pula situasi lalu-lintas yang optimum, yang memiliki pengaruh
setengah bagian di masing-masing wilayah tetangganya.
Gambar 2.4 Tempat Central Hirarki 4
Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
8
c. Tempat sentral yang berhirarki 7 (K=7), dimana wilayah ini selain mempengaruhi
wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi seluruh bagian (satu bagian) masing-masing
wilayah tetangganya. Wilayah ini disebut juga situasi administratif yang optimum,
yaitu dapat berupa kota pusat pemerintahan.
Gambar 2.5 Tempat Central Hirarki 7
Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012
2.3 Teori Keseimbangan Spasial
Teori keseimbangan spasial yang diungkapkan oleh August Losch (1954) melalui
bukunya yang berjudul Economics of Location, merupakan perluasan dari teori Christaller
(1933). Losch adalah orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan
memperhatikan segi permintaan sebagai variabel utama serta kemudahan akses yang
didapatkan pembeli dalam memperoleh barang hasil produksi.
Pemikiran Lösch adalah untuk mencari lokasi yang memaksimasi keuntungan,
dimana total pendapatan melebihi total biaya pada jumlah produksi yang terbesar Aplikasi
konsepnya dicontohkan pada produksi pertanian yang memungkinkan adanya perdagangan
jika terdapat surplus produksi komoditas dengan asumsi lokasi yang homogen dengan
distribusi material dan harga transportasi yang sama. Inti konsep Losch adalah sebagai
berikut :
1. Memperkenalkan potensi permintaan (demand) sebagai faktor penting dalam lokasi
industri.
2. Mengemukakan bagaimana economic landscape terjadi yang merupakan keseimbangan
(equilibrium) antara supply dan demand.
3. Lokasi produsen berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya.
4. Makin jauh dari pasar, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin
jauh tempat penjualan) semakin mahal.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
9
5. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar.
6. Losch menyarankan lokasi produksi ditempatkan di dekat pasar (Center Business
District).
Teori Losch menguraikan prinsip–prinsip dasar analisis spasial dan
menginterpretasikan ekonomi spasial dalam persaingan monopolistik (presentasi Central
Place Theory, 2012).
1. Tidak terdapat variasi dalam biaya dan tidak ada perbedaan–perbedaan spasial dalam
sumberdaya, termasuk tenaga kerja dan modal di seluruh wilayah (wilayah dianggap
homogen). Berdasar anggapan ini, maka perusahaan dapat ditempatkan di mana saja.
2. Penduduk tersebar merata, kepadatan dianggap uniform, selera konstan, dan
perbedaan pendapatan diabaikan. Berdasarkan asumsi ini dapat dijelaskan bahwa
permintaan mempunyai korelasi negatif terhadap jarak secara langsung, semakin jauh
dari lokasi pabrik maka jumlah permintaan semakin berkurang.
3. Wilayah pasar dan permintaan terhadap barang–barang hasil suatu perusahaan tidak
dipengaruhi oleh lokasi perusahaan–perusahaan saingannya.
Gambar 2.6 Pola Roda Bergerigi yang Melingkari Kota Sentral Menurut Losch
Sumber : http://auliaardhian.blogspot.com/2010/10/teori-lokasi-august-losch.html
2.4 Teori Eksternalitas Dinamis
Teori-teori eksternalitas dinamis percaya bahwa kedekatan geografis memudahkan
transmisi ide, maka transfer teknologi merupakan hal penting bagi kota (Glaeser, et.al. dalam
Situmorang, 2008). Teori eksternalitas dinamis didasarkan pada teori yang dikemukakan
oleh Marshall-Arrow-Romer (MAR), Porter dan Jacob. Teori-teori ini mencoba menjelaskan
secara simultan bagaimana membentuk kota dan mengapa kota tumbuh dari industrial distrik
dan juga cluster dengan cara knowledge spillovers.
Menurut Situmorang (2008), eksternalitas MAR menekankan pada transfer
pengetahuan antarperusahaan dalam suatu industri. Menurut MAR monopoli lokal
merupakan hal yang lebih baik dibandingkan dengan kompetisi lokal sebab lokal monopoli
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
10
menghambat aliran ide dari industri lain dan eksternalitas diinternalisasi oleh inovator.
Seperti halnya MAR, Porter mengatakan bahwa dengan transfer pengetahuan tertentu,
konsentrasi industri secara geografis akan mendorong pertumbuhan. Berbeda dengan MAR,
Porter menyatakan bahwa kompetisi lokal lebih penting untuk mempercepat adopsi inovasi.
Tidak seperti MAR dan Porter, Jacob percaya bahwa transfer pengetahuan paling
penting adalah berasal datang dari industri-industri inti. Variasi dan keberagaman industri
yang berdekatan secara geografis akan mendukung inovasi dan pertumbuhan dibandingkan
dengan spesialisasi secara geografis.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
11
BAB III
PEMBAHASAN
Wilayah studi yang dibahas dalam makalah ini terletak di Surabaya Barat, meiputi
Kecamatan Benowo, Tandes, dan Asemrowo yang menjadi satu Unit Pengembangan IX,
yang dapat dilihat pada gambar 3.1. Terlihat bahwa dari kondisi eksisting tahun 2001
mengalami perluasan kawasan industri dan pergudangan sampai 2013. Menurut RTRW
2013, struktur kegiatan utama sebagai kota industri, selain kawasan industri di Rungkut
Industri tetap dipertahankan, kawasan industri baru diarahkan ke Barat dan Utara di
sepanjang jalan Gresik (di Benowo, Tandes, Krembangan, dan Osowilangun). Arahan untuk
industri non kawasan tergantung pada masing-masing karakter jenis industrinya. Jenis
industri yang menimbulkan polutan akan diarahkan ke Barat atau Utara Kota Surabaya,
berdekatan dengan lokasi kawasan industri.
Dalam arahan RTRW, UP IX diklasifikasikan sebagai UP pinggiran dengan fungsi
kegiatan untuk permukiman, industri, pergudangan, dan konservasi, serta memiliki titik
pertumbuhan di terminal dan industri pergudangan pada kawasan terminal. Jenis industri
yang diperbolehkan untuk masuk adalah industri kecil berbentuk sentra industri dengan
pemantapan Kecamatan Asemrowo (Greges, Asemrowo) dengan kegiatan industri kecil
garam dan kompor dengan tidak ada lagi penambahan sentra industri kecil baru di dalam
kota. Untuk kawasan industri sedang dan besar, pemantapan di tiga kecamatan tersebut
untuk dipertahankan keberadaannya, dan diarahkan untuk lebih berkembang ke arah
Kecamatan Benowo, Tandes, Krembangan, dan Osowilangun.
Berikut ini adalah batas wilayah studi yang meliputi :
Sebelah Utara : Teluk Lamong
Sebelah Selatan :Kecamatan Pakal, Kecamatan Sambikerep, Kecamatan
Sukomanunggal
Sebelah Barat : Kabupaten Gresik
Sebelah Timur : Kecamatan Krembangan. Kecamatan Bubutan, Kecamatan Sawahan
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
12
Gambar 3.1 Land Use Wilayah Studi Tahun 2000 dan 2013
KETERANGAN
Batas Wilayah Studi
Penggunaan Lahan
untuk Industri dan
Pergudangan
Sumber : olahan RTRW Kota Surabaya 2013
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
13
3.1 Alasan Pemilihan Lokasi
Surabaya sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur memiliki potensi yang besar dalam
menarik investor asing. Hal itu dikarenakan infrastruktur yang paling memadai dan modern
dibandingkan dengan kabupaten ataupun kota yang lainnya di Jawa Timur. Jawa Timur
sendiri dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir mengalami kemajuan yang cukup
signifikan di bidang ekonominya. Banyak kota yang mengalami modernisasi setelah
munculnya otonomi daerah. Kesempatan Surabaya menjadi mega city pun tidak dapat
terhindarkan. Hal ini dapat terlihat dari semakin terintegrasinya Kabupaten Sidoarjo, Gresik,
Pasuruan dan juga Mojokerto dengan Kota Surabaya.
Tidak dapat dipungkiri, hal yang memicu semakin terintegrasinya Kota Surabaya dan
sekitarnya adalah industri. Industri ini memancing perluasan wilayah Surabaya karena
memancing tenaga kerja untuk masuk sehingga sektor-sektor perekonomian yang lainnya
ikut tumbuh dan berkembang. Industri di Surabaya sendiri yang sudah berkembang dan
cukup terkenal adalah kawasan SIER. Semakin terbatasnya lahan di Kota Surabaya pada
akhirnya memaksa perencana untuk mencari alternatif lokasi yang tetap memiliki nilai
investasi tinggi dan mampu bersaing dengan kawasan industri lainnya. Hal ini dapat terlihat
pada arahan pengembangan industri di wilayah studi dalam makalah ini, yaitu Kecamatan
Benowo, Tandes, dan Asemrowo.
Potensi sektor utama dari ketiga kecamatan tersebut merupakan industri, dengan
rincian Kecamatan Benowo memiliki sektor basis Tanaman pangan, perikanan, pertanian
lainnya; Kecamatan Tandes memiliki sektor basis industri pengolahan, dan Kecamatan
Asemrowo memiliki sektor basis perikanan. Kegiatan industri dan gudang diperkirakan
kebutuhan lahannya mencapai 4.067,39 Ha, di mana pengembangan industri baru
diarahkan pada kawasan yang telah ada seperti di Kecamatan Benowo, Tandes,
Krembangan, dan Osowilangun.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah studi
memiliki potensi besar menjadi suatu lokasi industri dan pergudangan baru yang ke
depannya dapat menjadi kawasan industri unggulan di Surabaya dan mampu bersaing
dengan kawasan industri yang sudah ada. Berangkat dari hal tersebut, maka timbul suatu
ketertarikan untuk meneliti faktor-faktor penentu lokasi industri di perbatasan Surabaya
Barat-Gresik tersebut dengan menggunakan pendekatan teori-teori para pakar terkait
penentuan suatu lokasi industri.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
14
3.2 Faktor-faktor Lokasi
Banyak faktor yang dapat menjadi pertimbangan untuk menentukan lokasi industri
yang tepat. Dari teori Weber, dijabarkan faktor lokasi dari sisi makro dengan rincian sebagai
berikut :
1. Transportasi
Jarak terhadap pemasok, konsumen
Ketersediaan komunikasi (pos, bank, Telkom, dll)
Posisi terhadap jaringan jalan (arteri, kolektor, tol)
Posisi terhadap jaringan kereta api dan terminal container
Posisi terhadap kanal, angkutan sungai dan penyeberangan.
Posisi terhadap bandara, pelabuhan
2. Tenaga Kerja
Ketersediaan tenaga kerja
Kemampuan/ketrampilan (profesional, tukang,buruh)
Upah tenaga kerja
Tempat pelatihan tenaga kerja (BLK)
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
3. Iklim (temperatur, kelembagaan, curah hujan, dll)
4. Pajak, retribusi, pungutan, insentif
Untuk faktor lokasi dari sisi mikro, Weber merincikannya sebagai berikut :
1. Lahan
2. Layanan transportasi
3. Penyediaan energi
Kelistrikan (tegangan, kinerja, gardu induk, biaya SAMB)
Gas (jenis pelayanan, jaringan distribusi, harga, biaya, SAMB)
Batubara
4. Penyediaan air bersih
Layanan jaringan PDAM (sambungan, kinerja, sumber air, harga jual)
Penggunaan air tanah (kualitas, kuantitas)
5. Pengolahan limbah cair
6. Pengelolaan limbah padat
7. Kegiatan usaha yang berdekatan
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
15
Selain dari perincian Weber, terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi
industri menurut Djojodipuro (1992), yaitu :
1. Faktor Endowment
Tersedianya faktor produksi secara kualitatif dan kuantitatif di suatu daerah berupa
tanah (topografi, struktur tanah, cuaca, harga tanah), tenaga dan manajemen (fringe
benefit, labour turn over, absenteeism, techno-structure), dan modal (industrial inertia,
industrial nursery).
2. Pasar dan Harga
Suatu daerah yang berpenduduk banyak secara potensial perlu diperhatikan. Bila
daerah ini disertai pendapatan per kapita yang tinggi, maka pasar tersebut akan menjadi
efektif dan semakin meningkat bila disertai dengan distribusi pendapatan yang merata.
Luas pasar ditentukan oleh jumlah penduduk, pendapatan per kapita, dan distribusi
pendapatan. Pasar mempengaruhi lokasi melalui ciri pasar, biaya distribusi, dan harga
yang terdapat di pasar yang bersangkutan. Harga ditentukan oleh biaya produksi dan
permintaan.
3. Bahan Baku dan Energi
Proses produksi merupakan usaha untuk mentransformasikan bahan baku ke dalam
hasil akhir yang memiliki nilai lebih tinggi. Jarak antara lokasi pabrik dengan
ketersediaan bahan baku mempengaruhi biaya pengangkutan. Beberapa industri karena
sifat dan keadaan dari proses pengolahannya mengharuskan untuk menempatkan
pabriknya berdekatan dengan sumber bahan baku.
4. Aglomerasi, Keterkaitan Antarindustri, dan Penghematan Ekstern
Aglomerasi adalah pengelompokan beberapa industri dalam suatu daerah atau wilayah
sehingga membentuk daerah khusus industri. Beberapa sebab yang memicu terjadinya
aglomerasi antara lain :
Tenaga kerja tersedia banyak dan memiliki keahlian yang lebih baik disbanding di
luar daerah tersebut.
Suatu perusahaan menjadi daya tarik bagi perusahaan lain.
Berkembangnya suatu perusahaan dari kecil menjadi besar sehingga menimbulkan
perusahaan lain untuk menunjang perusahaan yang membesar tersebut.
Perpindahan suatu kegiatan produksi dari suatu tempat ke beberapa tempat lain
5. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah terkait dengan kawasan industri, kawasan berikat, kawasan
ekonomi khusus (KEK), kawasan perdagangan bebas (FTZ)
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
16
3.3 Implikasi Teori Lokasi Industri Terhadap Penentuan Lokasi Industri dan
Pergudangan Perbatasan Surabaya Barat-Gresik
Berdasarkan penjabaran konsep dasar teori lokasi industri oleh beberapa pakar
terdahulu dan faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri, maka teori yang
sesuai adalah teori yang dikemukakan oleh Weber (1909), bahwa :
“Lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.”
Dalam studi kasus kawasan industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-
Gresik, terlihat bahwa faktor utama yang menjadi pendorong adalah aksesibilitas kawasan
yang tinggi sebagai jalan masuknya bahan baku yang mayoritas berasal dari Gresik melalui
arteri primer Jl. Raya Benowo dan dari pesisir utara Surabaya sendiri (untuk perikanan),
serta juga kedekatannya dengan pelabuhan Teluk Lamong sehingga dapat meminimumkan
biaya pengangkutan. Untuk lokasi pergudangan, kawasan ini sangat strategis karena
aksesibilitas itu pula. Aglomerasi yang dibentuk yaitu tiga kecamatan yang merupakan satu
kawasan dapat membantu memajukan ekonomi kawasan. Barang produksi yang dikirim dari
luar daerah akan dengan mudah disimpan di kawasan tersebut sebelum didistribusikan ke
seluruh wilayah Surabaya. Hal itu dapat menjadi potensi untuk menarik investor.
Pemilihan lokasi di pinggir kota (Sub Urban Location) juga menguntungkan karena
semi-sklilled atau female labour mudah diperoleh, pajak tidak seberat ketika berada di pusat
kota, tenaga kerja dapat tinggal berdekatan dengan lokasi industri, harga tanah yang relatif
tidak semahal di pusat kota, serta populasi yang tidak begitu besar sehingga masalah
lingkungan tidak banyak timbul.
Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri, teori-teori yang
dikemukakan oleh beberapa pakar mungkin telah menjadi landasan dalam penentuan
kebijakan yang telah dibuat pemerintah. Penjabaran mengenai implikasi teori faktor-faktor
lokasi dapat dilihat dalam tabel berikut.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
17
Tabel 3.1
Matrikulasi Faktor Penentu Lokasi Berdasarkan Teori
Terhadap Implikasi Lokasi Industri di Perbatasan Surabaya Barat-Gresik
Faktor
Pakar
Bahan Baku Tenaga Kerja Transportasi (Aksesibilitas) Pasar Infrastruktur Aglomerasi Kebijakan Sosi-Bud
Weber
Christaller
Losch
MAR-
Porter,
Jacob
Djojodipuro
Sumber : Hasil Analisa, 2012
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan
Surabaya Barat-Gresik lebih cenderung mengarah pada teori Weber dan juga Djojodipuro. Pada teori Weber memang mengutamakan upah
minimum tenaga kerja dan transportasi serta aglomerasi. Akan tetapi setelah penjabaran makro dan mikro faktor-faktor lokasi, dapat diketahui
bahwa faktor infrastruktur, kebijakan kawasan (pajak,retribusi, pungutan, insentif) juga berpengaruh.
Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa ada faktor baru yang jarang digunakan yaitu sosial-budaya yang berupa knowledge spillover
atau pelimpahan pengetahuan kepada tenaga kerja dengan cara pelatihan. Hal ini dikarenakan karakteristik penduduk di perbatasan Surabaya
Barat-Gresik (calon tenaga kerja) yang masih sangat kental dengan ciri gotong royong atau sosialisasi. Hal ini jug adapt meminimumkan
transaction cost (dana CSR). Terlihat pula faktor transportasi atau aksesibilitas dimiliki oleh semua pakar yang berarti industri yang dibuat
aglomerasi akan meminimumkan biaya transportasi.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini antara lain :
a. Teori yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi industri antara lain oleh Alfred
Weber (Teori Lokasi Industri), Walter Christaller (Teori Tempat Pusat), August Losch
(Teori Keseimbangan Spasial), serta Marshall-Arrow-Romer (MAR), Porter dan Jacob
(Teori Eksternalitas Dinamis).
b. Kawasan industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik merupakan
kawasan potensial yang telah diarahkan oleh pemerintah untuk mengatasi
keterbatasan lahan di Surabaya dewasa ini. Kawasan ini meliputi UP IX (UP
pinggiran) yang terdiri dari Kecamatan Benowo, Kecamatan Tandes, dan Kecamatan
Asemrowo.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri dan pergudangan adalah
faktor aksesibilitas yang meliputi transportasi dan infrastruktur pendukungnya;
aglomerasi yang meliputi industrial distrik dan cluster; kebijakan yang meliputi
rencana, pajak, retribusi, insentif; tenaga kerja, pasar, dan sosial-budaya untuk
menekan transaction cost.
d. Teori yang paling tepat untuk mendasari peletakan industri dan pergudangan di
perbatasan Surabaya Barat-Gresik adalah teori lokasi industri yang dikemukakan
oleh Alfred Weber serta Djojodipuro.
4.2 Lesson Learned
Pembelajaran yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah seiring
berkembangnya suatu kota yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi kota dan juga
meningkatkan keterbatasan lahan perkotaan, maka dibutuhkan suatu inovasi dalam
penentuan lokasi industri yang masih dapat diintegrasikan dengan kebijakan setempat yang
telah ada dan juga kondisi sosial-budaya masyarakat sekitar karena hal tersebut yang juga
dapat menekan pengeluaran perusahaan.
Pemilihan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik
tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah perekonomian masyarakat di kawasan
tersebut sehingga dapat memajukan kawasan tersebut sama seperti bagian Surabaya yang
lainnya. Pengembangan kawasan tersebut juga tentunya nanti akan berdampak terhadap
makin meluasnya Kota Surabaya sebagai mega city dan semakin tidak ada batasan antara
Kota Surabaya dengan kawasan sekitarnya. Hal ini akan membutuhkan kebijakan baru.
Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045
19
DAFTAR PUSTAKA
Ardhian, Aulia. 2010. Teori Lokasi August Losch. Diunduh dari
http://auliaardhian.blogspot.com/2010/10/teori-lokasi-august-losch.html pada
tanggal 10 April 2012 Pukul 10.00 WIB
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Robinson, Tarigan. 2005. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
RTRW Kota Surabaya 2013. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang.
Surabaya.
Situmorang, Yosua Partogi Monang. 2008. Analisis Arah Transformasi Struktural Pada
Sektor Primer, Sekunder, dan Tersier. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Jakarta. Diunduh dari http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123315-6134-
Analisis%20arah-Literatur.pdf pada tanggal 10 April 2012 Pukul 10.00 WIB