Anemia Hipokromik Mikrositer

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    1/23

    1

    ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK

    Patogenesis dasar dari kelompok anemia ini ialah berkurangnya penyedian besi atau

    gangguan utilasi besi oleh progenitor eritroid dalam sumsum tulang. Anemia hipokromikmikrositer dengan gangguan metabolisme besi merupakan penyebab anemia tersering yang

    dijumpai, baik dalam praktek klinik maupun di lapangan. Yang termasuk dalam kelompook

    anemia hipokromik mikrositer adalah :

    1. Anemia Defisiensi Besi

    2.

    Thalasemia

    3. Anemia akibat penyakit kronik

    4.

    Anemia sideroblastik

    ANEMIA DEFISIENSI BESI (ADB)

    DEFINISI

    Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan zat

    besi (Fe) tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang,

    yang pada akhirnya pembentukan Hb berkurang.

    Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan

    dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam

    metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang

    bekerjanya membutuhkan ion besi.

    Anemia jenis ini paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau negara

    dunia ketiga karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi.

    ZAT BESI (Fe)

    Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan.

    Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam

    bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    2/23

    2

    sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang

    terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang

    nonesensial.

    Fe esensial ini terdapat pada :

    1. Hemoglobin 66 %

    2. Mioglobin 3 %

    3.

    Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase,

    suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%

    4. Pada transferin 0,1 %.

    Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak

    25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.

    Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan

    kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan

    nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal.

    Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-

    2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber

    utama zat besi.

    METABOLISME ZAT BESI

    Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di

    duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin

    berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :

    1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)

    Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa

    kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino

    dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+). Bentuk fero diabsorpsi oleh

    sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang

    selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke

    peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    3/23

    3

    direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk

    transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar,

    limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi

    tubuh.

    Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan

    bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme

    membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi

    menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus

    seperti di atas.

    2.

    Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)

    Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan

    enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel

    mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri

    dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.

    Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

    1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron

    2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri

    3.

    Asam lambung akan membantu penyerapan besi

    4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat

    5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses

    pertumbuhan

    6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein

    7. Asam askorbat dan asam organik tertentu

    Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan

    absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat

    cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal

    akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,

    maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    4/23

    4

    Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat

    mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah

    hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin.

    Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum

    tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam

    tubuh

    ETIOLOGI

    Anemia Defisiensi Besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan

    absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

    1.

    Kehilangan besi akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

    Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,

    divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

    Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia

    Saluran kemih : hematuria

    Saluran nafas : hemoptoe

    2.

    Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi totaldalam makanan, atau kualitas

    besitotal dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik

    (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)

    3.

    Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan

    dan kehamian.

    4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

    Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal,di negara

    tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering

    karena menorrhagia/metrorhagia.

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    5/23

    5

    PATOFISIOLOGI

    Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang

    berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi

    terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :

    Iron depletion

    Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan

    Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.

    Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis

    Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang

    eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi

    transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.

    Iron deficiency anemia

    Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai

    dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah,

    saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah.

    GEJALA

    Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu :

    1.

    Gejala umum anemia

    Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpa pada anemia

    defisiensi besi apabila kadar Hb turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan

    lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada

    anemia defisiensi besi karena penurunan kadar Hb yang terjadi secara perlahan-lahan

    sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok deibandingkan dengan anemia

    yang lain yang penurunan kadar Hb-nya terjadi lebih cepat.

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    6/23

    6

    2. Gejala khas akibat defisiensi besi

    Koilonychia/kuku sendok (spoon nail) : kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

    vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

    Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papillidah menghilang.

    Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak

    sebagai becak berwarna pucat keputihan.

    Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

    contoh koilonychia

    GAMBAR

    3. Gejala penyakit dasar

    Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi

    penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit

    cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan

    berwarna kuning, seperti jerami.

    PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang apat dijumpai adalah :

    I.

    Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit

    Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan Hb mulai dari

    ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCV

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    7/23

    7

    ddapatkan pada ADB dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution

    width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit

    sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar Hb menurun. Kadar Hb

    sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok

    karena anemia timbul perlahan-lahan.

    Apusan darah menunjukan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,

    poikillositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target.

    contoh sel pensil

    II.

    Kadar besi serum menurun 350mg/dl, an saturasi transferin

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    8/23

    8

    DIAGNOSIS

    Untuk menegakkan diagnosis ADB harus dilkukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

    yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk

    menegakkan diagnosis ADB dapat dipakai kriteria diagnosis ADB (modifikasi dari kriteria

    Kerlin et al) sebagai berikut :

    Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    9/23

    9

    Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous

    glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi

    elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung

    kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek

    samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat

    menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi

    bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi

    absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan selama 2

    bulan setelah anemia pada penderita teratasi.

    2. Terapi parental

    Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal.

    Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.

    Indikasi parenteral:

    i. Tidak dapat mentoleransi Fe oral

    ii. Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi

    dengan Fe oral.

    iii. Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan

    pemberian Fe oral (colitis ulserativa).

    iv.

    Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.

    v. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa

    Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung

    50 mg besi/ml. Besarnya dosis dapat dihitung dari rumus dibawah ini :

    C. Pengobatan lain

    Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

    terutama yang berasal dari protein hewani.

    Vitamin C : vitamin c diberikan 3 x 100mg /hari untuk meningkatkan

    absorpsi besi.

    Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x3

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    10/23

    10

    Transfusi darah : anemia kekurangan besi jarang memerlukan transfusi

    darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada ADB adalah :

    i. Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah

    jantungii.

    Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan

    gejala pusing yang sangat mencolok

    iii. Penderita memerlukan eningkatan kadar Hb yang cepat, sepeti

    pada kehamilan trimester akhir atau preoprasi.

    Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk

    mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat

    dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.

    PENCEGAHAN

    Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi

    pada awal kehidupan adalah sebagai berikut :

    Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

    Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.

    Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan

    asam askorbat (jus buah).

    Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.

    Pemakaian PASI yang mengandung besi.

    PROGNOSIS

    Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui

    penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan

    manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

    THALASEMIA

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    11/23

    11

    DEFINISI

    Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah

    merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya

    penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan

    sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.

    Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang

    dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan

    protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting

    untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh yang membutuhkannya

    sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi

    yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi

    tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara

    normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari

    ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk

    hemoglobin.

    Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan

    penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.

    ETIOLOGI

    Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam

    pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk

    menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya

    1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak

    menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

    Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang

    utama adalah :

    1. AlfaThalasemia (melibatkan rantai alfa) AlfaThalasemia paling sering ditemukan

    pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).

    2.

    BetaThalasemia (melibatkan rantai beta) Beta Thalasemia pada orang di daerah

    Mediterania dan Asia Tenggara.

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    12/23

    12

    Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :

    1)

    Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.

    Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar

    hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa

    menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak

    dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi

    darah untuk memperpanjang hidupnya

    Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18

    bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala

    lain seperti jantung berdetak lebih kencang danfacies cooley. Facies cooley adalah ciri

    khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi

    menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi

    kekurangan hemoglobin.

    Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus.

    Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan

    pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia

    mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.

    Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dariberat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita

    harus menjalani transfusi darah.

    2) Thalasemia Minor

    Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup

    normal,tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak

    bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi

    masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis

    keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai

    ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami

    pendarahan.

    Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup

    penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya

    MANIFESTASI KLINIS

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    13/23

    13

    Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.

    Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat,

    misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit

    (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa.

    Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran

    tulang, terutama tulang kepala dan wajah.Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah

    patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan

    mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.

    Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka

    kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya

    bisa menyebabkan gagal jantung.

    Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak,

    dilakukan dengan pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3

    bulan hingga 18 bulan.Bila tidak dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor

    ini hidup hingga 8 tahun saja

    Satu-satunya perawatan dengan tranfusi darah seumur hidup. jika tidak diberikan

    tranfusi darah, penderita akan lemas, lalu meninggal.

    DIAGNOSA

    Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Hitung

    jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular

    volume). Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalasemia.

    Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan

    hemoglobin khusus.

    PENATALAKSANAAN

    Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan

    asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi danobat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    14/23

    14

    menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan

    pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

    PENCEGAHAN

    Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik

    untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia.

    Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan

    hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di

    dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan bantuan obat, melalui urine.

    Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami

    atau istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki

    kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalassemia.

    ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONIK

    DEFINISI

    Merupakan anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat infeksi kronis,

    peradangan trauma atau penyakit neoplastik yang telah berlangsung 1-2 bulan dan tidak

    disertai penyakit hati,ginjal dan endokrin. Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan

    metabolisme besi, sehingga terjadi hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag.

    ETIOLOGI

    Anemia Penyakit kronik dapat dsebabkan oleh beberapa penyakit atau kondisi seperti

    infeksi kronik (infeksi paru,endokarditis bakterial), inflamasi kronik (artritis reumatoid,

    demam reumatik), penyakit hati alkoholik,gagal jantung kongestif dan idiopatik.

    PATOFISIOLOGI

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    15/23

    15

    Secara garis besar patogenensis anemia penyakit kronis dititik beratkan pada 3

    abnormalitas utama :1) Ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis

    eritrosit,2) adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu atau

    menurun, 3) Gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.

    Terdapatnya peradangan dapat mengacaukan interpretasi pemeriksaan status besi.

    Proses terjadinya radang merupakan respon fisiologis tubuh terhadap berbagai rangsangan

    termasuk infeksi dan trauma. Pada fase awal proses inflamasi terjadi induksi fase akut oleh

    makrofag yang teraktivasi berupa penglepasan sitokin radang seperti Tumor Necrotizing

    Factor (TNF)-, Interleukin (IL)-1, IL- 6 dan IL-8. Interleukin-1 menyebabkan absorbsi besi

    berkurang akibat pengelepasan besi ke dalamsirkulasi terhambat, produksi protein fase akut

    (PFA),lekositosis dan demam. Hal itu dikaitkan dengan IL-1 karena episode tersebut

    kadarnya meningkat dan berdampak menekan eritropoesis. Bila eritropoesis tertekan, maka

    kebutuhan besi akan berkurang,sehingga absorbsi besi di usus menjadi menurun. IL-1 bersifat

    mengaktifasi sel monosit dan makrofag menyebabkan ambilan besi serum meningkat. TNF-

    juga berasal dari makrofag berefek sama yaitu menekan eritropoesis melalui penghambatan

    eritropoetin. IL-6 menyebabkan hipoferemia dengan menghambat pembebasan cadangan besi

    jaringan ke dalam darah.

    Pada respon fase akut sistemik diperlihatkan bahwa akibat induksi IL-1, TNF- dan

    IL-6, maka hepatosit akan memproduksi secara berlebihan beberapa PFA utama seperti C-

    reactiveprotein, serum amyloid A (SAA) dan fibrinogen. Selain itu terjadi pula perangsangan

    hypothalamus yang berefek menimbulkan demam serta perangsangan di sumbu hipothalmus-

    kortikosteroid di bawah pengaruh adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang berefek

    sebagai akibat umpan balik negatif terhadap induksi PFA oleh hepatosit. Selain CRP, SAA,

    dan fibrinogen, protein fase akut lain yang berhubungan penting dengan metabolisme besi

    antara lain: apoferritin, transferin, albumin dan prealbumin.

    Pada proses infllamasi sintesis apoferritin oleh hepatosit dan makrofag teraktivasi

    meningkat. Kadar fibrinogen meningkat 23 kali normal, sedangkan transferin, albumin dan

    prealbumin merupakan protein fase akut yang kadarnya justru menurun saat proses inflamasi.

    Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan

    keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter

    besi yang lain diperlukan untuk membedakannya. Rendahnya besi di anemia penyakit kronis

    disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    16/23

    16

    penurunan saturasi transferin diakibatkan oleh degradasi transferin yang meningkat. Kadar

    feritin pada keadaan ini juga meningkat melalui mekanisme yang sama. Berbeda dengan

    anemia defisiensi, gangguan metabolisme besi disebabkan karena kurangnya asupan besi atau

    tidak terpenuhinya kebutuhan besi sebagai akibat meningkatnya kebutuhan besi atau

    perdarahan.

    GAMBARAN KLINIK

    Anemia pada penyakit kronis biasanya ringan sampai dengan sedang terjadi setelah 1-

    2 bulan menderita sakit.Anemianya tidak bertambah progresif atau stabil dan berat ringannya

    anemia yang diderita seseorang tergantung pada beratnya penyakit yang dideritanya dan

    lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari anemianya sering tertutupi oleh

    gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik).Pada pasien-pasien lansia oleh

    karena menderita penyakit vaskular degeneratif kemungkinan juga dapat ditemukan gejala-

    gejala kelelahan lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada jantung keluhannya

    dapat berupa palpitasi,angina pektoris dan gangguan serebral.

    DIAGNOSIS

    1. Tanda dan gejala klinis yang dapat dijumpai seperti kelelahan,lemah ,berdebar-

    debar dan lain-lain

    2. Pemeriksaan laboratorium :

    Derajat anemia,biasanya ringan sampai sedang

    Gambaran morfologi darah tepi biasanya normositik normokromik atau

    mikrositik ringan.

    Nilai MCV biasanya normal atau menurun sedikit ( 80 fl)

    Besi serum (serum iron) menurun (

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    17/23

    17

    PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan pada penyakit kronis tidak ada yang spesifik, biasanya apabila

    penyakit dasarnya telah diberikan pengobatan dengan baik maka anemianya juga akan

    membaik. Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang

    mungkin dapat membantu anemia akibat penyakit kronis, antara lain :

    1. Rekombinan eritropoetin (EPO), dapat diberikan pada pasien-pasien anemia

    penyakit kronis yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Aquired Immuno

    Deficiency Syndrome (AIDS) dan Inflamatory Bowel Disease.Dosisnya dapat

    dimulai 50-100 unit/ Kg,3xseminggu, pemberiannya secara intra vena

    (IV),atau subcutan (SC).

    2. Transfusi darah berupa Packed Red Cell (PRC), dapat diberikan bila

    anemianya telah memberikan keluhan atau gejala.Tetapi ini jarang diberikan

    karena anemianya jarang sampai berat.

    3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang.Diberikan

    pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasar artritis temporal,

    reumatik dan polimialgia.Hemoglobin akan segera kembali normal demikian

    juga dengan gejala-gejala polimialgia akan segera ilang dengan cepat.

    4.

    Kobalt klorida bermanfaat untuk memperbaiki anemia penyakit kronis.cara

    kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi karena efek

    toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.

    ANEMIA SIDEROBLASTIK

    DEFINISI

    Anemia sideroblastik adalah anemia hipokromik-mikrositik yang ditandai dengan

    adanya sel-sel darah imatur (sideroblast) dalam sirkulasi dan sumsum tulang. Anemia

    sideroblastik primer dapat terjadi akibat cacat genetik pada kromosom X yang jarang

    ditemukan (terutama dijumpai pada pria), atau dapat timbul secara spontan terutama pada

    orang tua. Penyebab sekunder anemia soderoblastik adalah obat-obat tertentu, misalnya

    beberapa obat kemoterapi dan ingesti timah. Anemia sideroblastik merupakan anemia dengan

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    18/23

    18

    cincin sideroblas (ring sideroblastik) dalam sumsum tulang. Anemia ini relatif jarang

    dijumpai, tetapi perlu mendapat perhatian karena merupakan salah satu diagnosis banding

    anemia hipokromik mikrositik.

    KLASIFIKASI

    I. Anemia sideroblastik primer

    1. Herediter sex linked sideroblastic anemia

    2.

    Primary acuquired sideroblastic anemia (PASA) atau idiopatic acuired

    sideroblastic anemia (IASA). Dapat dimasukkan disini adalah refractory

    anemia with ring sideroblast (RARS) yang tergolong dalam sindrom

    mielodisplastic.

    II. Anemia sideroblastik sekunder

    1.

    Akibat obat ;INH, pirasinamid dan sikloserin

    2. Akibat alkohol

    3. Akibat keracunan timah hitam

    III.

    Pyridoxin responsive anemia

    PATOFISIOLOGI

    Perubahan pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi kegagalan inkorporasi besi

    ke dalam senyawa hem pada mitokondria yang mengakibatkan besi mengendap pada

    mitokondria sehingga jika yang dicat dengan cat besi akan terlihat binyik-bintik yang

    mengelilingi inti yang disebut sebagai sideroblas cincin. Hal yang menyebabkan kegagalan

    pemnbentukan hemoglobin yang disertai eritropoesis inefektif dan menimbulkan anemia

    hipokromik mikrositik.

    BENTUK KLINIK

    Anemia sideroblastik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu bentuk herediter

    dan bentuk didapat.

    1. Bentuk herediter

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    19/23

    19

    Jarang dijumpai, herediter dan sex linked (X-linked). Sebagian besar

    menunjukkan bentuk defek enzim ALA synthetase.

    2.

    Idiopathic acquired sideroblastic anemia

    a. Mutasi somatik pada progenitor eritroid

    b. Tergolong sebagai sindrom mielodisplastik

    c.

    Menurut klasifikasi FAB sideroblastik sekunder disebut sebagai refractory

    anemia with ring sideroblastik (RARS)

    3. Anemia sideroblastik sekunder

    Akibat alkohol, obat anti TBC: INH dan keracunan Pb.

    4. Anemia yang responsif pada terapi piridoksin (piridoksin responsif anemia)

    Gangguan inkorporasi besi ke dalam protoporfirin

    (pembentukan heme)

    Besi menumpuk gangguan pembentukan hemoglobin

    dalam mitokondria

    ring sideroblastik hipokromik mikrositer

    eritropeisis inefektif

    Skema patofisiologi anemia sideroblastik

    GAMBARAN KLINIK

    Gambaran anemia sideroblastik sangat bervariasi dimana pada bentuk yang didapat

    dijumpai anemia refrakter terhadap pengobatan. Telah dilaporkan adanya suatu sindroma

    anemia sideroblastik yang refrakter pada 4 orang anak dengan adanya vakuolalisasi prekurser

    sel-sel sumsum dan gangguan fungsi eksokrin pancreas. Anemia sideroblastik kongenital

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    20/23

    20

    terjadi pada orang dewasa dengan berbagai proses peradangan dan keganasan atau pada

    alkoholisme.

    GAMBARAN LABORATORIUM

    Pada anemia sideroblastik dijumpai :

    1. Anemia bervariasi dari ringan6 sampai berat.

    2.

    Anemia bersifat hipokromik mikrositer dengan gamabaran populasi ganda

    (double population) dimana dijumpai eritrosit hipokromik mikrositer

    berdampingan dengan normokromik normositer.

    3. Pada bentuk didapat (RARS) dijumpai tanda displastik terutama pada eritrosit,

    kadang-kadang juga pada leukosit dan trombosit.

    4.

    Besi serum dan feritin serum normal atau meningkat.

    5. Pada pengecatan besi sumsum tulang dengan pewarnaan prussian blue

    (memakai biru prusia) dijumpai sideroblas cincin > 15 % dari sel eritroblas.

    TERAPI

    1. Terapi untuk anemia sideroblastik berupa terapi simptomatik yaitu dengan

    transfusi darah.

    2. Pemberian vitamin B6 dapat dicoba karena pada sebagian kecil penderita bersifat

    responsif terhadap piridoksin. Untuk anak-anak diberikan dalam dosis 200-500

    mg/24 jam, kendatipun tidak dijumpai kelainan metabolisme triptofan atau

    defensiensi vitamin B6 lainnya. Vitamin B6 merupakan kofaktor enzim ALA-

    sintase.

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    21/23

    21

    TABEL DIAGNOSA ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

    T

    ANEMIA

    DEFISIENSI

    BESI

    ANEMIA

    AKIBAT

    PENYAKIT

    KRONIK

    THALASSEMIA ANEMIA

    SIDEROBLASTIK

    Derajat

    anemia

    Ringan

    sampai berat

    Ringan Ringan Ringan sampai berat

    MCV menurun Menurun/N menurun Menurun/N

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    22/23

    22

    MCH menurun Menurun/N menurun Menurun/N

    TIBC meningkat Menurun N/menurun Normal/N

    Saturasi

    tranferin

    Menurun

    20%

    Meningkat

    >20%

    Besi sumsum

    tulang

    negatif Positif Positif kuat Positif dengan ring

    sideroblast

    Protoporfirin

    eritrosit

    meningkat Meningkat N N

    Feritin serum Meningkat

    50g/dl

    Meningkat

    >50g/dl

    Elektroforesis

    Hb

    N N meningkat N

    Besi serum menurun Menurun N/meningkat N/ meningkat

  • 5/21/2018 Anemia Hipokromik Mikrositer

    23/23

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    Bruce M. Camitta. Nelson Textbook of Pediatric,Anemia. 17th edition. United State

    of America;Saunders;2004

    Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. EGC;2006

    Mansjoer Arif dkk.,2001, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media

    Aesculaplus.

    Price Sylvia A,dkk, 2005,Patofisiologi edisi 6Jilid 1.Jakarta : EGC

    Sudoyo Aru W.,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II 2. Jakarta: FKUI

    Supandiman.I. Hematologi Klinik. AnemiaEdisi 2. Alumni 1997

    Wulan, Arum. 2012. Anemia. Available at http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/

    118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf diakses pada 21 Agustus

    2014

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/%20118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/%20118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/%20118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/%20118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/%20118/jtptunimus-gdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf