Upload
habao
View
237
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM NOVEL
RUMAH TANPA JENDELA KARYA ASMA NADIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
SUCI GUSTI GUNARSIH
107051002785
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 10 Januari 2014
Suci Gusti Gunarsih
i
ABSTRAK
Suci Gusti Gunarsih, 107051002785, Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Novel
“Rumah Tanpa Jendela” Karya Asma Nadia, dibawah Bimbingan Dr. Rulli Nasrullah,
M.Si.
Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang dimanfaatkan oleh para tokoh
agama ataupun lainnya sebagai sarana dakwah untuk mengajak manusia ke jalan Tuhan (ud’u
ila sabiili rabbika), sehingga tujuan dakwah yaitu agar mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat dapat tercapai. Secara keseluruhan, pesan dakwah yang ditampilkan berkaitan
sangatlah erat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Asma Nadia merupakan salah satu
penulis yang tulisan-tulisannya sebagian besar bermuatan dakwah baik berupa novel, buku
motivasi, maupun cerpen.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan teknik analisis
wacana terhadap novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia. Dalam analisis wacana
lebih melihat pada “bagaimana” dari pesan atau teks komunikasi dengan melihat bagaimana
bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang
tersembunyi di suatu teks. Analisis wacana yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada model Teun A. Van Dijk. Model ini menganalisis wacana dari segi Makro (teks sosial
meliputi tema), Superstruktur (segi skematik), Mikro (segi semantik, segi sintaksis, segi
stilistik, dan segi retoris), Kognisi Sosial dan Konteks Sosial. Melalui model ini, setiap bab
dalam novel diuraikan secara terstruktur sehingga menghasilkan kesimpulan pesan dakwah
yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa novel yang ditulis oleh Asma
Nadia ini menghimpun kisah-kisah yang bermuatan nilai-nilai ajaran islam yang
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang dikemas dalam bentuk bahasa yang ringan,
tidak terkesan menggurui dan menghindarkan kejenuhan dari bahasa formal dan budaya
tradisional. Sehingga membuat para pembaca mudah memahaminya. Adapun pesan dakwah
yang terdapat dalam novel ini adalah pelajaran bagaimana seharusnya impian itu dicapai,
khususnya bagi mereka yang merasa impiannya itu terbentur oleh situasi dan kondisi yang
tidak memungkinkan sehingga tidak pernah menyerah dalam menggapai impian. Karena
impian itu dapat diraih apabila kita terus meyakinkan diri kita lalu berusaha dan selalu berdoa
kepada Allah SWT.
Berdakwah dapatlah dilakukan dengan media tulisan seperti novel, hal ini sangatlah
relevan bagi juru dakwah untuk membuat novel dakwah yang menarik. Setiap individu
sebenarnya memiliki kesempatan yang sama dalam menyampaikan pesan-pesan nilai
keislaman sesuai dengan kodrat kemampuan masing-masing. Novel ini membuktikan bahwa
pesan dakwah dan sosial dapat menjadi sebegitu menarik ketika diolah secara kreatif.
Keyword: Rumah Tanpa Jendela, Asma Nadia, Aqidah, Analisis Wacana Van Dijk.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan segala anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Banyak rintangan, cobaan yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, namun
selangkah demi selangkah serta do’a dan kemudahan yang Allah berikan, Alhamdulillah
kesulitan tersebut dapat teratasi.
Penulis menyadari, betapa skripsi yang sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari
penulis, ternyata adalah suatu kebanggaan dan begitu banyaknya orang yang ikut
memberikan semua yang dibutuhkan oleh penulis dalam proses penyelesaiannya. Maka
dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan
II, Dr. H. Sunandar, MA selaku Wakil Dekan III, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fita
Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
4. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si selaku Pembimbing Skripsi ini, yang telah sangat bijaksana,
serta memberikan semangat dan masukan-masukan di tengah-tengah kesibukan beliau
bersedia membimbing penulis dengan penuh kesabaran.
iii
5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan
ilmunya yang tidak akan habis dimakan waktu. Jasa mereka tak terbayarkan.
6. Seluruh pengelola dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah yang
telah melayani dan meyiapkan fasilitas literatur, selama penulis belajar sampai bisa
menyelesaikan studi di UIN Jakarta.
7. Kedua Orang Tua Saya tercinta, H. Agus Slamet dan Dra. Hj. Yeritza Roslin, yang
dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang tulus dan ikhlas mengasuh mendidik serta
senantiasa mendo’akan penulis, sehingga penulis bisa mengenyam pendidikan formal
tingkat perguruan tinggi, hingga selesai. Semoga selalu sehat dan tidak lelah menasihati
serta mendo’akan anak-anaknya. Terkhusus kepada Almarhumah Mama tercinta, semoga
amal ibadah Beliau diterima di sisi-Nya.
8. Untuk kakak-kakakku tersayang Ronal, Riri, Cici, Anto, serta Adikku Randy yang ikut
andil dalam memberikan motivasi pada penulis, serta Keponakan-keponakanku Amanda,
Dzahwan, Mirai, Ichan, Aisha, Fairuz yang telah mengisi hari-hari penulis.
9. Kawan-kawan terdekatku, Uwy, Kiki, Faizah, Aah, Mila, Upay yang selalu mendukung
saya dalam keadaan apapun.
10. Kawan-kawan KPI A seperjuangan angkatan 2007 yang selalu memberi motivasi dan
semangat yang kuat kepada penulis, serta kawan-kawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi angkatan 2007 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Pada kesempatan ini, Penulis mendo’akan semoga bantuan, dukungan, bimbingan,
dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
iv
Akhirnya besar harapan penulis bahwa apa yang terdapat dalam penyusunan skripsi
ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Jakarta, 10 Januari 2013 M
Suci Gusti Gunarsih
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. v
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………………………. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah …………………………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………… 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………………………. 5
E. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………….. 6
F. Metodologi Penelitian ……………………………………………………………… 7
G. Sistematika Penulisan ………………………………………………………………. 10
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Novel Sebagai Karya Fiksi ………………………………………………………… 12
1. Pengertian Novel ……………………………………………………………….. 12
2. Unsur Intrinsik Novel ………………………………………………………… 14
3. Setting atau Latar ………………………………………………………………. 17
4. Point Of View ………………………………………………………………….. 18
B. Novel Sebagai Media Dakwah …………………………………………………….. 18
1. Pengertian Dakwah ……………………………………………………………. 18
2. Novel Sebagai Media Dakwah ………………………………………………… 24
vi
C. Wacana Dalam Novel ……………………………………………………………… 26
1. Wacana ………………………………………………………………………… 26
2. Aqidah Dalam Islam ……………………………………………………………. 30
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Asma Nadia ………………………………………………………...................32
B. Profil Novel Rumah Tanpa Jendela ……………………….....................................39
BAB IV STRUKTUR ANALISIS DATA
A. Teks Dakwah ………………………………………………………………………. 41
B. Analisis Kognisi Sosial ……....................................................................……….. 82
C. Analisis Konteks Sosial .............................................................................……….. 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………… 89
B. Saran ………………………………………………………………………………. 90
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 91
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Gadis Kecil dan Do’anya …………………………………………………… 45
Tabel 2: Pintu Mimpi Terbuka ………………………………………………………... 51
Tabel 3: Perjalanan Mimpi Teman Kecil Rara ………………………………………. 58
Tabel 4: Seorang Gadis dan Pernikahan ……………………………………………… 64
Tabel 5: Do’a Yang Tak Diminta …………………………………………………… 71
Tabel 6: Cukup Satu Jendela …………………………………………………………. 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang dimanfaatkan oleh para
tokoh agama ataupun lainnya sebagai sarana dakwah untuk mengajak manusia ke
jalan Tuhan (ud’u ila sabiili rabbika), sehingga tujuan dakwah yaitu agar
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat dapat tercapai.
Sastra adalah salah satu karya seni, karya seni itu mengandung unsur
estetika. Karena karya sastra yang berbentuk novel tidak lepas dari latar belakang
pengarangnya, apalagi pengarang tersebut seorang muslim, besar kemungkinan
kelahiran karya tersebut dilatar belakangi oleh motivasinya untuk menyampaikan
pesan moral yang terkandung dalam ajaran agamanya, yaitu peristiwa yang
berlangsung atau dialaminya.1
Setiap novel mengandung tema yaitu dasar pemikiran penulis yang
disampaikan lewat karya-karyanya, maka dasar atau tema cerita merupakan
sasaran atau tujuan yang penting dalam sebuah cerita. Maka apabila sebuah novel
dimuat dengan tema-tema dakwah yang dikemas oleh penulisnya dalam bentuk
sebuah cerita yang imajinatif, agar pesan dakwahnya itu dapat diterima dan
dipahami oleh pembacanya.2
Novel adalah salah satu hasil karya sastra yang tertulis, sejalan dengan
keinginan manusia untuk memahami masalah melalui karya tulis, maka novel
1 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1995), h. 322 2 Arswendo Atmowiloto, Mengarang Itu Gampang, (Jakarta: Suberta Citra Pusaka,
1995), h. 69-70
2
hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai salah satu bentuk komunikasi dengan
media tulisan.
Novel merupakan salah satu buah karya yang dilahirkan dari karya sastra,
novel juga dapat dijadikan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan
yang tersirat pada tulisan-tulisannya yang tercantum di dalam novel tersebut.
Adapun keunggulan dari karya sastra yaitu mampu memberikan ruang
fikir yang lebih luas untuk sepakat atau tidak sepakat terhadap isi pesan yang
terkandung dalam karya sastra tersebut.
Salah satu sifat yang sangat dominan dari sebuah novel ialah mampu
merubah pandangan hidup ataupun cara berfikir pembacanya, oleh karena itu
novel merupakan salah satu bentuk sarana yang efektif dalam kegiatan
berdakwah, karena pada dasarnya kegiatan dakwah itu adalah proses mengubah
prilaku seseorang untuk menjadi lebih baik.
Tatkala seorang pembaca menikmati isi dari novel tersebut, kemudian ia
menangis maka tangisannya itu adalah hasil dari pemikirannya yang panjang, dan
inilah salah satu bentuk ummat yang berkualitas. Berbeda dengan dakwah bil
lisan tatkala seorang da’i berceramah maka yang terjadi adalah tidak adanya ruang
fikir yang banyak bagi seorang mad’u untuk meresapi secara maksimal apa yang
dikatakan oleh da’inya. Pada saat ini novel juga sudah menjamah dan banyak
memuat unsur-unsur keagamaan.
Karena masyarakatlah yang menjadi target utama maka dari itu sastra
Islam lebih mengarah kepada pembentukan jiwa. Sedangkan dari sudut pandang
dakwah, masih perlu diadakan lagi kajian-kajian yang mendalam mengenai novel
tersebut, yaitu mengenai pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
3
Asma Nadia merupakan salah satu penulis, baik berupa novel, buku
motivasi, maupun cerpen. Karya tulisnya banyak digemari oleh remaja, dan tidak
jarang pula ibu-ibu muda yang menyukai karya tulis dari Asma Nadia. Karya
tulisnya bukan bermaksud untuk menggurui para pembaca tetapi hanya sekedar
memberitahu ajaran islam mengenai cinta secara sederhana tapi juga amat sangat
mengena di hati mereka yang membacanya.
Asma Nadia adalah salah satu penulis best seller yang paling produktif di
Indonesia. Dalam waktu 10 tahun ia telah menulis lebih dari 50 buku. Berbagai
penghargaan nasional dan regional di bidang kepenulisan juga telah diraihnya,
antara lain: Pengarang Terbaik Nasional penerima Adikarya Ikapi Award tahun
2000, 2001, dan 2005, peraih Penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara
(Mastera) tahun 2005, Anugerah IBF Award sebagai novelis islami terbaik
(2008), Peserta terbaik lokakarya perempuan penulis naskah drama yang diadakan
FIB UI dan Dewan Kesenian Jakarta.
Kiprah penulis yang masa kecilnya dihabiskan di rumah kontrakan
sederhana di pinggir rel kereta api ini juga merambah ke dunia Internasional. Ia
pernah diundang menghadiri acara kepenulisan di Singapura, Malaysia, dan
Brunei Darussalam. Tahun 2006 ia menjadi satu dari dua sastrawan muda
Indonesia yang diundang untuk tinggal oleh pemerintah Korea Selatan selama 6
bulan. Undangan yang sama diperolehnya dari Le Chateau de Lavigny (2009)
untuk tinggal di Switzerland.3
3 Asma Nadia, Artikel diakses pada 4 November 2012 dari
http://rumahbacaasmanadia.com/profil-pendiri/
4
Salah satu karya tulis Asma Nadia yang fenomenal adalah novel yang
berjudul “Rumah Tanpa Jendela” yang kemudian dibuat dalam bentuk film di
tahun 2011. Sebuah novel yang menceritakan tentang kepercayaan seseorang akan
impiannya yang mungkin sulit untuk dicapai tetapi tetap istiqomah dalam meraih
impiannya.
Novel Rumah Tanpa Jendela mengajak bangkit mereka yang terpuruk.
Mengajak berbesar hati mereka yang kehilangan. Mengajak para pembaca melihat
juga potret sosial di tanah air. Selain, meluruskan keikhlasan untuk menerima
semua pemberian Allah, sebagai sebuah anugerah, bagaimanapun kondisinya.
Maka dari itu, pada penelitian kali ini penulis mengangkat novel yang
berjudul “Rumah Tanpa Jendela” karya Asma Nadia. Dengan alasan bahwa
setiap pesan-pesan yang terkandung dalam novel karya Asma Nadia, banyak
memuat pesan-pesan dakwah dalam setiap rangkaian ceritanya, yang penuh
dengan nuansa islami. Dan ini merupakan salah satu contoh yang baik untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Novel ini menghimpun kisah-kisah yang bermuatan nilai-nilai ajaran islam
yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang dikemas dalam bentuk bahasa
yang ringan dan tidak terkesan menggurui. Sehingga membuat para pembaca
mudah memahaminya. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis
mengambil judul pada penelitian ini yaitu “Analisis Wacana Pesan Dakwah
Dalam Novel ”Rumah Tanpa Jendela” karya Asma Nadia.
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penyusun membatasi penelitian pada karya Asma Nadia terutama
berkenaan dengan wacana dakwah yang terkandung dalam novel Rumah Tanpa
Jendela. Novel tersebut tidak dikaji dari aspek sastrawinya, melainkan dari aspek
pesan yang didekati dari analisis wacana.
2. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:
a. Bagaimana wacana pesan dakwah yang dikemas oleh Asma Nadia di
dalam novel Rumah Tanpa Jendela?
b. Apa pesan dakwah yang diangkat novel “Rumah Tanpa Jendela” jika
dilihat dari segi kognisi sosial dan konteks sosial?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:
a. Untuk mengetahui wacana pesan dakwah yang dikemas oleh Asma
Nadia dalam novel Rumah Tanpa Jendela.
b. Untuk mengetahui apa pesan dakwah yang terkandung dalam novel
Rumah Tanpa Jendela jika dilihat dari segi kognisi sosial dan konteks
sosial.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ialah:
a. Manfaat Akademis
Dari sisi intelektualitas dan pengetahuan akademis, maka penelitian ini
bermanfaat dalam memperkaya bahan kajian pustaka bagi para akademisi studi
6
komunikasi dan penyiaran tentang pengetahuan dalam pembuatan tulisan atau
karangan yang baik dan layak untuk dinikmati dan dibaca oleh khalayak.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah
wawasan untuk Islam bagi mahasiswa, dan elemen masyarakat luas serta para
praktisi dakwah bahwa setiap muslim dapat berperan aktif dalam mengembangkan
tugas dakwah melalui tulisan seperti novel.
E. Tinjauan Pustaka
Terdapat banyak penelitian yang mengangkat tentang novel khususnya
tentang isi pesan yang disajikan. Pada penelitian ini akan disampaikan analisis
wacana pesan dakwah dalam novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia.
Merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu seperti skripsi karya Siti Aminah
Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syatif Hidayatullah Jakarta dengan judul
Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
tahun 2008. Namun, hal ini jelas berbeda, jika yang dilakukan saudari Siti adalah
mengangkat pesan-pesan yang menyangkut aspek kehidupan sosial, penulis dalam
penelitian ini mengungkap pesan dakwah yang berkaitan dengan keagamaan.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Lisa Badriah Mahasiswi Komunikasi
dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2006 dengan judul Analisis
Wacana Pesan Dakwah Melalui Film Koran Gondrong. Pada penelitian yang
peneliti lakukan objek penelitiannya adalah novel sedangkan pada penelitian
terdahulu objek penelitiannya adalah naskah film.
7
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan teknik
analisis wacana terhadap novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia. Pada
analisis wacana lebih melihat pada “bagaimana” dari pesan atau teks komunikasi
dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis
wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi di suatu teks.4
Model yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun A. Van Dijk
menurutnya penelitian wacana tidak hanya terbatas pada teks semata, tetapi juga
bagaimana suatu teks diproduksi. Kelebihan analisis wacana model Van Dijk
adalah bahwa penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks saja,
tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan
yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran serta kesadaran yang
membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.5
Elemen analisis wacana dalam struktur teks yang dipaparkan oleh Van
Dijk dibedakan menjadi tiga struktur atau tingkatan. Dengan struktur tersebut kita
tidak hanya mengetahui apa yang diliput oleh media, tetapi juga bagaimana media
mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa tertentu. Kalau digambarkan
maka struktur teks adalah sebagai berikut:
4 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framming (Bandung: Rasda Karya, 2004), h. 48 5 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006),
h. 224
8
Tabel 1
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat
oleh suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan
gaya yang dipakai oleh suatu teks6
Berikut akan dijelaskan satu per satu elemen wacana Teun A. Van Dijk
yang diterapkan dalam dimensi teks sosial penelitian ini:
Tabel 2
STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema/topik yang dikedepankan
dalam Novel Rumah Tanpa
Jendela
Topik
Superstruktur Skematik
Bagaimana bagian dari urutan
novel dikemas dalam teks yang
utuh
Skema
Struktur Mikro 1. Semantik
Makna yang ingin ditekankan
dalam Novel Rumah Tanpa
Latar,
Detail, dan
Maksud
6 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006),
h. 227
9
Jendela
2. Sintaksis
Bagaimana kalimat (bentuk,
susunan) yang dipilih
3. Stilistik
Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam Novel Rumah
Tanpa Jendela
4. Retoris
Bagaimana dan dengan cara
apa penekanan cerita
dilakukan7
Bentuk
Kalimat
Koherensi,
dan Kata
Ganti
Leksikon
Grafis,
Metafora
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah novel Rumah Tanpa Jendela karya
Asma Nadia, sedangkan objek penelitiannya adalah konstruksi wacana dari segi
atau dimensi teks sosial, kognisi sosial, dan konteks sosial.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh datanya penulis melakukan studi dokumentasi karena
merupakan sumber yang stabil, berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian, hasil
pengkajian dokumen akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti. Dokumen yang dikumpulkan
semuanya berkaitan dengan penelitian.
7 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006),
h. 228-229
10
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data-data atau teori-teori dari
buku, majalah, internet dan yang lainnya yang ada hubungannya dengan masalah
yang diteliti.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian analisis wacana ini, data-data akan disesuaikan dengan
metode yang digunakan Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks,
kognisi sosial dan konteks sosial. Data-data tersebut merupakan data yang
terdapat dalam novel Rumah Tanpa Jendela, kemudian akan ditafsirkan oleh
peneliti dengan disesuaikan pada kerangka dalam analisa wacana.
Dalam analisis wacana, proses penafsiran dari peneliti merupakan hal
utama dalam menganalisis datanya karena dalam penelitian ini, subjek yang
diteliti adalah novel Rumah Tanpa Jendela.
Setelah melakukan penafsiran, selanjutnya melakukan penyajian data yang
berbentuk sekumpulan informasi yang kemudian data tersebut kemungkinan akan
dijadikan sebagai acuan dalam penarikan kesimpulan dan pemberian saran.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Dimana masing-masing bab
dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan. Bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan
Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Teori. Bab ini memuat tentang Ruang Lingkup Novel yang
terdiri dari Pengertian Novel, Unsur Intrinsik Novel, serta Novel
Sebagai Media Dakwah. Konsep Dakwah yang terdiri dari
11
Pengertian Dakwah, Tujuan, Metode, Media dakwah. Konsep
Analisis Wacana yang terdiri dari Pengertian Analisis Wacana dan
Kerangka Analisis Wacana.
BAB III : Gambaran Umum. Bab ini memuat tentang Riwayat Hidup Asma
Nadia, Karya-Karya Asma Nadia, dan Sinopsis Novel Rumah
Tanpa Jendela.
BAB IV : Temuan Data dan Pembahasan. Bab ini memuat Wacana Pesan
Dakwah yang ditampilkan Oleh Asma Nadia di Dalam Novel
Rumah Tanpa Jendela, Analisis Novel Rumah Tanpa Jendela
Dilihat dari Kognisi Sosial, Analisis Novel Rumah Tanpa Jendela
Dilihat dari Konteks Sosial.
BAB V : Penutup. Bab ini memuat Kesimpulan yang merupakan jawaban dari
permasalahan yang dibahas, peneliti juga memberikan saran-saran
dari permasalahan yang dibahas.
12
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Novel Sebagai Karya Fiksi
1. Pengertian Novel
Novel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah karangan prosa
yang panjang mengandung rangkaian cerita seseorang dengan orang-orang
disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.1 Novel
biasanya lebih panjang dan lebih kompleks dari pada cerpen, umumnya novel
bercerita tentang tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari.
Ismail Kusmayadi, menjelaskan dalam bukunya “Think smart bahasa
Indonesia” bahwa Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa narasi, bersifat
imajinatif, ceritanya lebih panjang dari cerpen, merupakan peniruan dari
kehidupan manusia, dan melibatkan banyak tokoh.2
Menurut abdullah Ambary, Novel adalah cerita yang menceritakan suatu
kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap
hidup atau menentukan nasibnya.3
Sedangkan Menurut Zainuddin yang dikutip dari bukunya “Materi Pokok
Bahasa dan Sastra Indonesia” Novel adalah salah satu karya yang berbentuk
prosa, dimana sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar
1 DepDiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3 h.
778. 2 Ismail Kusmayadi , Think Smart Bahasa Indonesia, (Bandung: Media Grafindo Pratama
2006), h. 45. 3 Abdullah Ambary, Inti Sari Sastra Indonesia, (Bandung: Djantika, 1983), h. 16
13
kesusastraan, standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaaan kata yang
indah dan daya bahasa serta gaya cerita yang menarik.4
Novel memiliki istilah sendiri yang sama dengan istilah Roman. Kata
novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan
Amerika Serikat. Sedang istilah Roman berasal dari Genre Romance dari abad
pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan
percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belgia, Perancis, dan bagian-
bagian Eropa daratan yang lain.5
Novel memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai
tempat (ruang) tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi
manusia dalam masyarakat memiliki dimensi ruang dan waktu. Sebuah
masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seorang
tokoh dalam masyarakat berupa dan berkembang dalam waktu. Khasnya, novel
mencapai keutuhannya secara inklusi (inclution), yaitu bahwa novelis
mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.
Novel adalah genre sastra dari Eropa yang muncul di lingkungan kaum
Borjuis di Inggris dalam abad 18. Novel merupakan produk terpelajar,
bermartabat, tergolong highclass (kaya), memiliki banyak waktu ruang untuk
berfikir dan resapi kandungan makna isinya.
Novel merupakan salah satu jenis prosa fiksi. Prosa fiksi adalah karya
sastra yang khasnya mempunyai elemen-elemen seperti : plot, tokoh, setting, dan
4 Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1992), h. 99 5 Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta:Penerbit
Gramedia,1986), cet. ke-1, h. 29
14
lain-lain. Dalam sebuah novel juga cenderung menitikberatkan munculnya
kompleksitas.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara
istilah banyak para ahli mengartikan novel sebagai suatu karya yang menceritakan
tentang kehidupan baik secara fiksi yang mengandung suatu kejadian yang luar
biasa dari kehidupan penulisnya.
2. Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut
membangun cerita. Dengan adanya perpaduan unsur intrinsik inilah yang
membuat sebuah novel terwujud.
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra itu, tetapi secara tidak langsung yang berbeda mempengaruhi. Menurut
Welleck dan Warren, sebagaimana dikutip Burhan Nurgiantoro bahwa unsur-
unsur tersebut antara lain keadaan subjektifitas pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya akan mempengaruhi karya
yang ditulisnya.6
Diantara beberapa unsur intrinsik dalam novel prosa yaitu:
1. Plot
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang
yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur
fiksi lain. Hal itu kiranya beralasan, sebab kejelasan plot, kejelasan tentang
kaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah
pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot dapat
6 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University Press,
1995), h. 23
15
berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita untuk
dimengerti. Sebaliknya plot sebuah karya fiksi yang kompleks dan sulit
dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita
menjadi lebih sulit dipahami.7
Plot sering dikupas menjadi lima elemen penting, yaitu pengenalan,
timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan masalah.8
Secara teoritis plot dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama,
plot progresif atau lurus, yaitu jika peristiwa-peristiwa yang diceritakan
bersifat kronologis, peristiwa yang pertama kali diikuti oleh (atau:
menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau secara
berurutan cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan,
pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir
(penyelesaian). Kedua, plot regresif atau alur sorot balik (flash back),
yakni peristiwa yang diceritakan tidak bersifat kronologis. Cerita tidak
dimulai dari tahap awal melainkan mulai dari tahap tengah atau bahkan
tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Namun tidak ada
novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau sebaliknya sorot-
balik. Maka Burhan Nurgiantoro dalam pembahasan yang sama mengenai
plot, menambahkan satu kategori plot yaitu progresif-regresif atau dapat
dinamakan plot-campuran.9
7 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University Press,
1995), h. 110 8 Ibid, h. 120
9Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University Press,
1995), h. 153-156
16
2. Tokoh dan Penokohan
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya
sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “siapakah tokoh utama novel itu?”,
atau ada berapa jumlah pelaku novel itu?” dan lain sebagainya. Watak,
perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh
seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada sifat dan sikap
para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk kepada
kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi menunjuk
pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam
sebuah cerita. Atau seperti yang dikatakan Jones, sebagaimana dikutip
oleh Burhan Nurgiantoro, penokohan adalah pelukisan gambaran yang
jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.10
Tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama, protagonis, antagonis,
tritagonis, dan tokoh pembantu:
a. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
sebuah novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,
baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, termasuk
konflik sehingga tokoh tersebut mempengaruhi perkembangan plot.11
Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan
frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita, melainkan intensitas
10
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University
Press, 1995), h. 164-165 11
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University
Press, 1995), h. 176
17
keterlibatan tokoh-tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita.12
b. Tokoh Protagonis, Altenberhand dan Lewis, sebagaimana yang
dikutip oleh Burhan Nurgiantoro, mengartikan tokoh protagonis
sebagai tokoh yang kita kagumi, tokoh yang merupakan
pengejawatahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita.13
c. Tokoh Antagonis yaitu tokoh atau pelaku yang menentang tokoh
protagonis sehingga terjadi konflik dalam cerita.14
d. Tokoh Tritagonis yaitu tokoh yang menjadi penengah antara pelaku
protagonis dengan antagonis.
e. Tokoh Pembantu dan tambahan yaitu pelaku yang bertugas membantu
pelaku utama dalam rangkaian mata rantai cerita pelaku pembantu,
mungkin berperan sebagai pahlawan, mungkin juga sebagai pemenang
atu penengah jika terjadi konflik.
3. Setting atau Latar
Latar atau setting, menurut M.H. Abrams adalah sebagaimana yang dikutip
oleh Burhan nurgiantoro, dapat juga disebut sebagai landas tumpu yang menyaran
pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar atau tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu lampau
berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diveritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang
12
Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam
Layar Terkembang, (Bandung: Katarsis, 2003), h. 16 13
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University
Press, 1995) h. 178 14
Ibid, h. 180
18
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi.15
4. Point Of View
Sudut pandang atau point of view oleh Robert Stanton, sebagaimana yang
dikutip oleh Adib Sofia dan Sugihastuti, diartikan sebagai posisi yang merupakan
dasar berpijak kita untuk melihat secara hati-hati agar ceritanya dapat memiliki
hasil yang sangat memadai.16
Unsur lain yang menarik dari novel dapat dilihat dari isi dialog dalam
sebuah novel. Dialog dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti
percakapan (sandiwara atau cerita), atau karya tulis yang disajikan dalam bentuk
percakapan antara dua tokoh atau lebih.17
B. Novel Sebagai Media Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologi (lughatan) kata dakwah berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata da‟a, yad‟u, da‟watun. Kata da‟a mengandung arti
mengajak, menyeru, memanggil, maka kata da‟watun berarti ajakan,
seruan, panggilan.18
Dakwah dapat dipahami sebagai ajakan, seruan,
panggilan kepada Islam.
Menurut Toto Tasmara yang dikutip dari bukunya “Komunikasi
Dakwah” Dakwah merupakan suatu proses penyampaian pesan-pesan
15
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University
Press, 1995), h. 81 16
Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam
Layar Terkembang, (Bandung: Katarsis, 2003) h. 16 17
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), h. 204 18
Ahmad Ghulusy, Al-Da‟wah al-Islamiyah (Kairo: Dar al-Kitab, 1987), h. 9
19
tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain
memenuhi ajakan tersebut.19
Sedangkan secara Terminologi (Istilah), dakwah memiliki
beberapa pengertian atau definisi yang berbeda. Berikut ini definisi
dakwah menurut beberapa tokoh dengan sudut pandangnya masing-
masing:
1) Arifin mendefinisikan dakwah sebagai suatu kegiatan ajakan baik
dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku yang dilakukan secara
sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik
secara individual maupun kelompok agar timbul dalam dirinya
suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengalaman
terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan padanya
tanpa adanya unsur paksaan.20
2) Toha Yahya Omar mendefinisikan dakwah sebagai usaha mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka di dunia dan akhirat.21
3) Hamzah Yaqub dalam bukunya publisistik Islam, memberikan
pengertian dakwah sebagai usaha mengajak manusia dengan
hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah SWT dan
Rasul-Nya.22
19
Drs. H. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h.
31 20
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 6 21
Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah (Jakarta: PT. Widjaja, 1971), h. 1 22
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 19
20
Dari beberapa pengertian dakwah menurut beberapa tokoh diatas,
dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan usaha mengajak manusia
agar masuk ke dalam jalan Allah SWT (sistem Islam) secara menyeluruh,
baik melalui lisan, tulisan maupun perbuatan sebagai ikhtiar muslim dalam
mewujudkan Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan pribadi, dan
kelompok sehingga terwujud Khairul Ummah.
Tujuan dakwah dalam arti luas adalah menegakkan ajaran agama
kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga ajaran
tersebut mampu mendorong suatu perbuatan yang sesuai dengan ajaran
tersebut.23
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan dakwah adalah mengajak
umat manusia kepada jalan yang benar yang diridhai Allah SWT agar
dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat.
a. Pesan dan Materi Pesan Dakwah
1. Pesan Dakwah
Pesan dakwah mengandung arti, “perintah, nasehat,
permintaan, amanat, yang harus dilakukan untuk disampaikan pada
orang lain”.24
Menurut Toto Tasmara yang dikutip dari bukunya
“Komunikasi Dakwah” pesan dakwah merupakan suatu pernyataan
yang bersumber dari al-Qur‟an dan Sunnah, baik itu tertulis
maupun lisan dari pesan-pesan (risalah) tersebut.25
23
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Islam, (Surabaya: al-ikhlas, 1983), h. 46 24
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1983), h. 43. 25
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), Cet. Ke-1,
h. 43
21
Sedangkan yang dimaksud pesan-pesan dakwah itu sendiri
sebagaimana yang digariskan di dalam al-Qur‟an adalah merupakan
pernyataan maupun pesan (risalah) al-Qur‟an dan as-Sunnah yang
diyakini telah mencakup keseluruhan aspek dari setiap tindakan dan
segala urusan manusia di dunia. Tidak ada satu bagianpun dari
aktivitas muslimyang terlepas dari sorotan dan cakupan al-Qur‟an
dan as-Sunnah ini.26
Dengan demikian inti dari pesan dakwah adalah pesan-
pesan yang mengandung seruan untuk pembentukan akhlak mulia
dan bersumber dari al-Qur‟an dan as-Sunnah, nasehat orang bijak,
pengalaman hidup, seni dan budaya, ilmu pengetahuan, filsafat dan
sumber-sumber lainnya. Pesan dakwah ditujukan untuk mengajak
manusia agar menjalankan agama Islam serta mentauhidkan Allah
dengan bersumber kepada al-Qur‟an dan as-Sunnah.
2. Materi Pesan Dakwah
Isi materi pesan dakwah sangat menentukan pada
keberhasilan suatu kegiatan dakwah secara menyeluruh, terutama
pada tujuan yang hendak dicapai. Sumber-sumber materi pesan
dakwah yang sebenarnya dan paling utama adalah dari al-Qur‟an
dan as-Sunnah.
Materi pesan dakwah merupakan bagian dari komponen
dakwah dari sejumlah unsur-unsur dakwah agar proses dakwah
berjalan dengan baik, maka pemilihan materi pesan dakwah yang
26
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), Cet. Ke-1,
h. 43
22
tepat dan sesuai dengan kondisi dan keadaan mad‟u yang dalam hal
ini adalah masyarakat atau umat manusia, akan mempermudah
tercapainya tujuan dakwah itu sendiri, mudah dimengerti dan dapat
diterima oleh mad‟u. Jadi, materi pesan dakwah adalah bahan-
bahan yang hendak disampaikan kepada mad‟u berupa ajaran
Islam, yang bersumber pada al-Qur‟an dan as-Sunnah. Adapun
ajaran Islam tercakup dalam tiga garis besar yaitu: aqidah, akhlak
dan ibadah yang dalam kegiatan dakwah dimanapun dengan media
apapun menjadikan ketiganya sebagai materi-materi pesan dakwah
yang utama.
b. Metode dan Media Dakwah
1. Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu
“meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).27
Dengan demikian
dapat diartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber lain menyebutkan
bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran
tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata
methodos artinya jalan, yang di dalam bahasa Arab disebut
thariq.28
Apabila diartikan secara bebas metode adalah cara yang
telah diatur melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu
maksud.
27
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61. 28
Hasanuddin, Hukum Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35.
23
Jadi metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang
dilakukan oleh seorang da‟i kepada mad‟u dalam menyampaikan
materi dakwah agar mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan
kasih sayang.
2. Media Dakwah
Media dakwah adalah hal, keadaan, benda, yang dapat
digunakan sebagai perantara untuk melaksanakan dakwah yang
digunakan oleh juru dakwah untuk menyampaikan pesan
dakwahnya kepada mad‟u.29
Kepandaian seorang juru dakwah dalam memilih media
merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Hamzah Ya‟qub
membagi sarana atau media dakwah menjadi tiga bagian:
1) Spoken Words, yakni media dakwah yang berbentuk ucapan
atau bunyi yang ditangkap dengan indera telinga, seperti radio,
telephone, handphone dan lainnya.
2) Printed Writing, berbentuk tulisan, gambar, lukisan, dan
sebagainya yang dapat ditangkap mata.
3) Audio Visual, berbentuk gambar hidup yang dapat didengar
sekaligus dapat dilihat, seperti televisi, video, film, dan
sebagainya.30
Dari ketiga sarana atau media dakwah ini, semuanya dapat
digabungkan serta digunakan sekaligus, maupun memilih salah
29
Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, h. 163. 30
Moh. Ardani, Memahami Permasalahn Fikih Dakwah (Jakarta: Mitra Cahaya Utama,
2006), h. 37-38.
24
satu sarana atau media dakwah ini, yang tentunya disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat.
2. Novel Sebagai Media Dakwah
Pengertian Media itu sendiri secara etimologi diambil dari bahasa latin
yaitu “median” yang berarti alat perantara dalam buku Asmuni Syukir
mendefinisikan media sebagai sesuatu yang dapat dijadikan alat perantara untuk
mencapai tujuan tertentu, dapat berupa (material), orang, tempat, kondisi tertentu
dan sebagai.31
Kebutuhan media untuk menyampaikan pesan dakwah sangat urgen sekali
seperti yang diungkapkan oleh M. Bahri Ghazali “kepentingan dakwah terhadap
media atau alat sangat urgen sekali, sehingga dapat dikatakan dengan
menggunakan media, dakwah akan mudah dicerna dan diterima oleh komunikan
(mad‟unya).32
Tulisan merupakan cara atau media informasi yang memiliki kelebihan
diantara media-media dakwah lainnya seperti, elektronik, berceramah, dan
lainnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan cara penyampaiannya.
Berdakwah melalui media elektronik tentu hanya bisa dinikmati pada satu saat,
dalam kesempatan yang berbeda tentu akan berbeda pula yang diterima mad‟u.
Sedangkan pada media bi Al-qolam atau media tulisan, disaat yang berbeda
mad‟u masih bisa menciptakan rasa, pesan, pengertian yang sama dari sumber
tulisan yang pernah dibacanya.
31
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. H.
104 32
M. Bahrti Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu
Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 1984) Cet Ke-2 h. 225
25
Novel Islam sebagai media tulis yang memiliki kelebihan, banyak novelis
Islam yang memasukan nilai-nilai dakwah. Karena hal itu merupakan salah satu
cara mengemas materi dakwah agar selalu terlihat menarik, tidak monoton, dapat
menghibur, dapat dinikmati kapan saja, dalam jangka waktu yang lama, pembaca
juga dapat membaca ulang jika lupa.
Dakwah melalui tulisan adalah salah satu metode dakwah Rasulullah
SAW. Hal ini pernah dilakukan dengan mengirim surat pada sejumlah pengurus
Arab saat itu atau yang paling mungkin lagi karena pesan pertama Al-Qur‟an
adalah membaca, tentu perintah membaca ini erat kaitannya dengan perintah
menulis.33
Sebuah novel bernilai dakwah bila segala unsur yang terdapat dalam novel
tersebut memiliki pesan-pesan dakwah dan nilai-nilai keIslaman. Hal itu juga bisa
dilihat dari pribadi pengarangnya, keinginan pengarang dalam berdakwah, dan
pengetahuan pengarang mengenai Islam.
Berdakwah di era informasi seperti saat ini tidak cukup jika hanya
disampaikan melalui lisan tanpa bantuan alat-alat komunikasi massa, yaitu pers
(percetakan), radio, televisi, atau film. Karena kata-kata yang terucapkan dari
manusia hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas, sedangkan alat-alat
komunikasi itu jangkauannya tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Novel
adalah alat atau media tulisan yang digunakan juru dakwah dalam penyampaian
pesan-pesan dakwah yang berbentuk karya sastra.
Dengan media dan sarana yang tersedia, maka para da‟i dituntut untuk
mempunyai kemampuan berdakwah melalui berbagai aspek. Mengingat
33
Aep Kusnawan, Berdakwah Lewat Tulisan, (Bandung: Mujahid, 2004), h. 5
26
kecenderungan umat saat ini yang sibuk dengan kegiatan masing-masing, dengan
kemampuan seorang da‟i untuk menggunakan media yang ada, artinya kegiatan
dakwah tidak harus selalu diadakan dengan cara tatap muka secara langsung,
sebagaimana kita ketahui sudah banyak orang-orang yang mampu memanfaatkan
karya sastra, terutama fiksi, sebagai media dakwah atau sarana untuk
menyampaikan atau mengekspresikan ajaran-ajaran keislaman (dakwah). Semua
itu biasanya mengandung nilai-nilai moral yang dapat kita ambil dan kita pelajari
yang kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
C. Wacana Dalam Novel
1. Wacana
Wacana dapat berarti rentetan kalimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk
satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat
tersebut. Wacana merupakan kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau
terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,
disampaikan secara lisan dan tertulis.34
Wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa
komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan
pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi ini dapat menggunakan
bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.35
Analisis wacana atau discourse analysis adalah suatu cara atau metode
untuk mengkaji wacana yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-pesan
34
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001),
h. 2 35
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 10
27
komunikasi baik secara tekstual maupun kontekstual. Analisis wacana berkenaan
dengan isi pesan komunikasi, yang sebagian diantaranya berupa teks.36
Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun
belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisaannya
hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa
memalingkan perhatiannya kepada penganalisaan wacana.37
Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa wacana adalah unsur
bahasa yang paling lengkap baik dari segi struktur, makna maupun intonasi.
Wacana merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan antara bunyi, frasa, klausa, maupun kalimatnya.
Wacana sering dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu mulai dari
studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan lain sebagainya.
Arti dari wacana itu sendiri tergantung pada pemakaian atau konteks disiplin ilmu
tersebut, sehingga banyak ahli yang mendefiniskan dan memberi batasan yang
berbeda. Didalam kamus pun, akan mempunyai pengertian yang berbeda.
Metode
a. Teks
Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis atau teks semata, karena teks hanya hasil dari
suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Van Dijk melihat suatu
wacana terdiri atas berbagai struktur atau tingkatan, yang masing-
36
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS, 2007), h. 170 37
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS, 2007), h. 171
28
masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya dalam tiga
tingkatan.38
1. Struktur Makro, merupakan makna global atau umum dari suatu
teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks.
Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu
peristiwa.
2. Superstruktur, merupakan kerangka suatu teks: bagaimana
struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh.
Adapun yang diamati adalah lead, atau teras berita, background
atau latar belakang cerita, ulasan, kutipan, dan sebagainya.
3. Struktur Mikro, merupakan makna wacana yang dapat diamati
dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat,
paraphrase yang dipakai dan sebagainya.
b. Kognisi Sosial
Analisis kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa
dipahami, didefinisikan, dianalisis dan ditafsirkan, kemudian
ditampilkan dalam suatu model dalam memori. Proses terbentuknya
teks pada tahap ini memasukkan informasi yang digunakan untuk
menulis dari suatu wacana tertentu.
c. Konteks Sosial
Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal
yang berada diluar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Dalam
pandangan Van Dijk segala teks bisa bisa dianalisis dengan
38
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Rosdakarya, 2004), h 73.
29
menggunakan elemen tersebut. Berikut adalah penjelasan singkat
tentang elemen-elemen tersebut:
1) Tematik, secara harfiah berarti “segala sesuatu yang telah
diuraikan”. Kata ini berasal dari kata Yunani “thitenai” yang
berarti menempatkan atau meletakkan. Tema adalah pokok
pemikiran penulis yang disampaikan kepada khalayak.39
2) Skematik, menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk
wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau
pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan
masalah, dan penutup. Dalam konteks penyajian berita, meskipun
mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya
secara hipotetik mempunyai dua kategori skema besar. Pertama,
summary yang terdiri dari dua elemen yaitu judul dan lead. Kedua,
story, isi berita secara keseluruhan.
3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna
satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Makna leksikal adalah makna unit semantic yang terkecil yang
disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang
berbentuk dari penggabungan satuan-satuan kebahasaan.40
4) Sintaksis, berasal dari kata Yunani Sun dan Tattein yang berarti
menempatkan. Jadi, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama
kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
39
Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, (Ende- Flores: Nusa
Indah, 1980) h. 107 40
Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik, (Yogyakarta: ANDI, 1996), h.1
30
5) Stilistik, adalah ilmu penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam
kesusatraan. Maksudnya bahasa sebagai sarana yang disampaikan
penulis.
6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan seseorang ketika berbicara
atau menulis. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan yang
berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada
khalayak.41
2. Aqidah Dalam Islam
1. Pengertian Aqidah
Aqidah adalah ketentuan atau ketetapan Allah yang fitrah, selalu
bersandar kepada kebenaran (haq), sah selamanya (tidak pernah berubah),
dan terikat ke dalam hati manusia.
Misalnya: keyakinan manusia akan wujud (adanya) Sang Pencipta,
kekayaan maupun ilmu yang dimiliki-Nya, pertemuan dengan Allah
sesudah mati, adanya hari pembalasan, dan sebagainya.
Manusia akan meyakini bahwa nafas yang mereka hirup sehari-hari
berada ditangan-Nya. Semua persoalan yang mereka hadapi bersandar,
pasrah, dan tawakal kepada Allah.
Tiada Tuhan selain Allah. Tiada yang diimani keculai Dia. Allah
maha penolong dan maha pemberi dengan mencintai-Nya Allah akan
mencintai kita. Dengan membenci-Nya. Allah juga akan membenci kita.
41
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 82-84
31
Secara etimologi (lughatan) aqidah berakar dari kata „aqada-ya‟qidu-
„aqdan-aqidatan. „aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah
terbentuk menjadi „aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata „aqdan
dan „aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh didalam hati, bersifat
mengikat dan mengandung perjanjian.42
Secara teminologis (ishthilahan), terdapat beberapa definisi antara lain:
1. menurut Hasan al-Banna:
“aqa‟id bentuk jamak dari aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati(mu), mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan
yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.”43
2. menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. (Kebenaran) itu dipatrikan (oleh manusia) di dalam
hati (serta) diyakini kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.”44
42
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga pengkajian dan
pengamalan Islam (LPPI), 2000), h. 1 43
Ibid, h. 1 44
Ibid, h. 2
32
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Asma Nadia
Asmarani Rosalba adalah nama asli dari Asma Nadia. Penulis yang lahir di
Jakarta, tanggal 26 maret 1972. Ia lahir dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri
Susanti. Asma Nadia, adik dari penulis Helvy Tiana Rosa.
Asma Nadia juga aktif menulis cerpen, puisi, dan resensi di media
sekolah. Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo Jakarta, Asma Nadia melanjutkan
kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Namun, kuliah
yang dijalaninya tidak tamat. Dia harus menjalani istirahat karena sakit yang
dideritanya.
Asma Nadia memang tidak memiliki gelar kesarjanaan, karena ketika kecil
sakit-sakitan (jantung, paru-paru, gegar otak, tumor) tetapi alhamdulillah, Ia telah
berbicara di hadapan banyak audience termasuk di berbagai universitas ternama di
Indonesia, seperti Universitas Indonesia, ITB, UNPAD, UGM, IPB, Unsyiah,
Universitas Brawijaya, dan perguruan tinggi ternama lainnya.
Perempuan yang berpendirian kuat, tetapi lemah lembut ini, mempunyai
obsesi untuk menulis. Itulah sebabnya, ketika kesehatannya menurun, Ia tetap
semangat untuk menulis. Disamping itu, dorongan dan semangat yang diberikan
keluarga dan orang-orang yang menyayanginya, memotivasi Asma untuk terus
dan terus menulis.
Walaupun sewaktu kecil Asma Nadia tidak pernah bercita-cita ingin
menjadi seorang penulis. Keinginannya sewaktu kecil adalah menjadi seorang
33
Astronom, karena menurutnya banyak keindahan yang ada di langit, dan
menurutnya seperti sebuah pintu bagi banyak rahasia.
Saat usianya 27 tahun, baru Ia berkomitmen untuk menjadi seorang
penulis, walaupun sebenarnya dunia menulis sudah Ia sukai sejak Ia ber-Sekolah
Dasar (SD). Sebelum berkomitmen untuk menjadi penulis, Ia sempat menjadi
pengajar nasyid, sempat mengajar B. Inggris di beberapa perkantoran di Jakarta.1
Asma Nadia merupakan salah satu penulis best seller wanita paling
produktif di Indonesia. Dalam waktu 10 tahun Nadia telah menulis lebih dari 40
buku, dan menyusun puluhan antologi. Diantara penghargaan yang pernah diraih
Nadia termasuk penghargaan Pengarang Terbaik Nasional penerima Adikarya
Ikapi Award tahun 2000, 2001, dan 2005; Penghargaan dari Majelis Sastra Asia
Tenggara (Mastera) tahun 2005; Anugrah IBF Award sebagai novelis islami
terbaik (2008), serta penghargaan sebagai peserta terbaik lokakarya perempuan
penulis naskah drama yang diadakan FIB UI dan Dewan Kesenian Jakarta.
Melalui maling list pembacaasmanadia, Ia berusaha memberdayakan
pembacanya, yang sebagian besar perempuan (sesama istri dan ibu rumah tangga)
serta generasi muda untuk terlibat dalam kampanye Perempuan Indonesia
Menulis! Hasil dari gerakan itu adalah lahirnya puluhan antologi yang ditulisnya
dengan pembaca dan diterbitkan berbagai penerbit.
Dari milis [email protected] perempuan kelahiran
Jakarta 26 Maret ini, dibantu moderator milis lain, berupaya menyemangati kaum
perempuan untuk membaca, sehingga lahir klub buku Asma Nadia (KBA) di
1 Dikutip dari catatan perjalanan pendek seorang penulis, dalam cerpen “Emak Ingin Naik
Haji”
34
berbagai kota di tanah air, sebagai kegiatan alternatif yang berisi, di mana setiap
bulan anggota berkumpul dan berdiskusi tentang buku yang telah mereka baca.
Kiprah penulis yang masa kecilnya dihabiskan di rumah kontrakan
sederhana di pinggir rel kereta api ini juga merambah ke dunia Internasional. Ia
pernah diundang menghadiri acara kepenulisan di Singapura, Malaysia, dan
Brunei Darussalam. Tahun 2006 ia menjadi satu dari dua sastrawan muda
Indonesia yang diundang untuk tinggal oleh pemerintah Korea Selatan selama 6
bulan. Undangan yang sama diperolehnya dari Le Chateau de Lavigny (2009) di
Switzerland.
Nadia juga pernah menjadi pembicara antara lain: pada forum Seoul
Young Writers Festival dan The 2nd Asia Literature Forum di Gwangju, Public
Reading di Jenewa, serta memberikan workshop kepenulisan di berbagai pelosok
tanah air, juga kepada pelajar Indonesia di Mesir, Switzerland, Inggris, Jerman,
Roma dan Vatican, serta buruh migran di Hongkong dan Malaysia.
Ia juga menulis sejumlah lirik lagu, misalnya yang dinyanyikan oleh
kelompok Snada.2 Asma dikenal sebagi penulis yang gencar mengajak kepada
kebaikan. Jenis karyanya berupa Buku fiksi maupun non fiksi, karya yang
ditulisnya kerap mengundang simpati pembacanya. Karyanya yang berupa buku-
buku kumpulan cerpen maupun kumpulan novel remaja cukup digemari, hal ini
dibuktikan dengan karyanya “Cinta Tak Pernah Menar,” kumpulan cerpennya
meraih Pena Award. Rembulan di Mata Ibu (2001), memenangkan penghargaan
Adikarya IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional. Dengan diraihnya Pena
Award Adikarya IKAPI. Hal tersebut membuktikan bahwa karya-karyanya
2 Asma Nadia, Cinta di Ujung Sajadah, (Depok: PT. Lingkar Pena Kreativa, 2008), h.325
35
memilikin pengaruh, terhadap dunia kepenulisan di Indonesia. Serta mendapat
tempat di hati pembacanya.
Dengan karya-karya yang diciptakannya Asma tidak hanya menghibur
pembacanya. Melainkan juga dapat menjadi teladan bagi pembaca-pembacanya.
Di dalam dunia kepengarangan, Asma juga tidak hanya dikenal sebagai pengarang
fiksi remaja, namun juga dikenal sebagai pengarang yang karyanya dapat diterima
oleh berbagai kalangan.
Diantara royalti dari buku-buku yang telah ditulisnya, sebagian bersama
pengarang-pengarang lain, dimanfaatkan untuk mengembangkan RumahBaca
AsmaNadia, perpustakaan dan tempat mengasah kreativitas bagi anak dan remaja
kurang mampu, yang tersebar di Jakarta: Penjaringan, Depok, Ciledug,
Manggarai, Bekasi dan Pulau Lancang Besar (kepulauan seribu), selain di Bogor-
Cigombong, 3 lokasi di Cianjur, Gresik, Jogja, Kebumen, Purwakarta. Luar Jawa:
Balikpapan, Pekanbaru, Riau, Samarinda dan Tenggarong, dll.
Saat ini selain merupakan CEO AsmaNadia Publishing House, penerbitan
yang didirikannya setahun lalu, Nadia sedang giat menularkan semangat menulis
kepada keluarga Indonesia- bersama suami, dan anak-anaknya yang juga telah
diajaknya ikut menulis. Suaminya: Isa Alamsyah telah menulis buku motivasi
berjudul No Excuse! Sementara Putri Salsa (14 th), telah memiliki tujuh buku
yang diterbitkan sejak dia berusia 8 tahun, dan merupakan salah satu penulis cilik
best seller saat ini. Sedangkan si bungsu Adam Putra Firdaus (9 th), baru saja
meluncurkan buku pertamanya Mostly Ghostly: memburu gosip hantu-hantu.
36
Adapun karya-karya yang telah dibuatnya, banyak diantara diterbitkan
oleh Penerbit Mizan, yaitu:
1. Preh (A Waiting), naskah drama dua bahasa, diterbitkan oleh Dewan
Kesenian
2. Jakarta Cinta Tak Pernah Menar, kumpulan cerpen, meraih Pena Award
3. Rembulan di Mata Ibu (2001), novel, memenangkan penghargaan
Adikarya IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional
4. Dialog Dua Layar, memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI, 2002
5. 101 Datang meraih penghargaan Adikarya IKAPI, 2005
6. Jangan Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best seller
7. Emak Ingin Naik Haji: Cinta Hingga Ke Tanah Suci (Asma Nadia
Publishing House)
8. Jilbab Traveler (Asma Nadia Publishing House)
9. Muhasabah Cinta Seorang Istri
10. Catatan Hati Bunda3
Karya-karya berikut ditulis bersama penulis lain:
1. Ketika Penulis Jatuh Cinta, Penerbit Lingkar Pena, 2005
2. Kisah Kasih dari Negeri Pengantin, Penerbit Lingkar Pena, 2005
3. Jilbab Pertamaku, Penerbit Lingkar Pena, 2005
4. Miss Right Where R U? Suka Duka dan Tips Jadi Jomblo Beriman,
Penerbit Lingkar Pena, 2005
5. Jatuh Bangun Cintaku, Penerbit Lingkar Pena, 2005
6. Gara-gara Jilbabku, Penerbit Lingkar Pena, 2006
3 Asma Nadia, Artikel diakses pada 4 November 2012 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Asma_Nadia
37
7. Galz Please Don’t Cry, Penerbit Lingkar Pena, 2006
8. The Real Dezperate Housewives, Penerbit Lingkar Pena, 2006
9. Ketika Aa Menikah Lagi, Penerbit Lingkar Pena, 2007
10. Karenamu Aku Cemburu, Penerbit Lingkar Pena, 2007
11. Catatan Hati di Setiap Sujudku, Penerbit Lingkar Pena, 2007
12. Badman: Bidin
13. Suparman Pulang Kampung
14. Pura-pura Ninja
15. Catatan Hati di Setiap Sujudku (kumpulan tulisan dari mailing list).4
Beliau juga kerap mendapatkan penghargaan, antara lain:
1. Cerpennya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong pernah memenangi
juara I Lomba menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional
yang diadakan majalah Annida 1994 dan 1995.
2. Bukunya rembulan di Mata Ibu meraih Adikarya IKAPI untuk kategori
Buku Remaja Terbaik I tahun 2001.
3. Asma juga pernah mendapat penghargaan dari Adikarya IKAPI.
Penghargaan itu diraihnya tahun 2002.
4. Peserta terbaik dari Majelis Sastra Asia Tenggara.
5. Naskah teaternya yang berjudul “Preh” merupakan salah satu naskah
terbaik lokakarya Perempuan Penulis Naskah Drama dan diterbitkan
dalam dua bahasa oleh Dewan Kesenian Jakarta.
4 Asma Nadia, Artikel diakses pada 4 November 2012 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Asma_Nadia
38
6. Tahun 2003, Asma Nadia menjadi pengarang Fiksi remaja terbaik dari
Mizan Award. Dua cerpennya masuk dalam antologi kumpulan cerpen
terbaik Majalah Annida: Merajut Cahaya (Pustaka Annida).
7. Novel Derai sunyi, memenangkan hadiah dari MASTERA (South East
Asia Literary Council), sebagai peserta terbaik dalam 10 tahun
MASTERA, 2005
8. Buku “Jangan Jadi Muslimah Nyebelin !”, non fiksi, menjadi best seller.
9. Mizan Award untuk penulis fiksi terbaik dalam 20 tahun Mizan (salah
satu penerbit terbesar di Indonesia).
10. Cerita Begitu Senja (sebuah cerita pendek) yang termasuk dalam marga
antologi Kota Bernama Tak Bernama, diterbitkan oleh Dewan Kesenian
Jakarta pada tahun 2003
11. Asma Nadia dinobatkan sebagai salah satu dari 100 penerbit perempuan,
penulis dan peneliti di Indonesia, yang disusun oleh kritikus sastra
terkenal Korrie Layun Rampan, 2001
12. Rianti Menderas (cerita pendek) yang termasuk dalam antologi Nyanyian
Jibril, diterbitkan oleh Republika.
13. Cinta Tak Pernah Menari, memenangkan hadiah pertama untuk Pena
Award.
14. Sebuah cerita untuk anak yang menakjubkan, skrip televisi (24 episode)
untuk Indosiar station, 2003.
15. Dialog 2 Layar, memenangkan Adikarya IKAPI Award, 2002
16. 101 Kencan, memenangkan Adikarya IKAPI Award, 2005
39
Selain hadiah dan penghargaan sastra atas karya fiksinya itu, Asma Nadia
juga pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darussalam,
workshop kepenulisan novel yang diadakan Majelis Sastra Asia
Tenggara(MASTERA). Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia juga pernah
diundang untuk mengisi acara workshop kepenulisan yang diadakan ICMI orsat
Cairo. Pada tahun 2006 Asma Nadia terpilih untuk mengikuti program writers in
residence dan tinggal di Korea Selatan selama 6 bulan. Masih di tahun yang sama
Asma Nadia diundang untuk menjadi pembicara dalam Seoul Young Writer’s
Festival dan The 2nd
Asia Literature Forum di Gwangju.
B. Profil Novel Rumah Tanpa Jendela
Rara, bocah perempuan penghuni rumah tanpa jendela di sebuah
perkampungan kumuh dipinggiran Jakarta. Ia punya mimpi sederhana, memiliki
jendela untuk rumah tripleksnya.
Tak usah banyak-banyak. Cukup satu saja. Agar dari dalam rumah tiap
malam Dia bisa menatap keindahan bulu...., agar tiap pagi dia bisa melihat
senyum matahari...., agar setiap siang dia bisa melihat kupu-kupu, capung dan
ramainya rintik hujan....
Rara tidak sendiri memburu mimpi. Dua pemuda jatuh cinta dan
mengimpikan sosok yang sama. Seorang gadis menyalakan bunga mimpi untuk
kemudian menyerah dan terlupakan.
40
Sementara disebuah rumah megah, seorang bocah laki-laki berjuang untuk
bebas dari kotak pikirannya sendiri. Ia merindukan kehangatan keluarga, juga
uluran persahabatan yang tulus. Tak semua impian bertakdir jadi kenyataan.
Berbagai peristiwa tragis tak hanya menjauhkan Rara dari mimpinya, juga
dari kasih orang-orang tercinta. Lantas, bagaimana ia dapat melanjutkan hidup,
ketika satu persatu kebahagian dan sumber impian kembali kepangkuannya?
Novel Rumah Tanpa Jendela terbit pada tahun 2011. Novel ini bisa dibaca
untuk semua kalangan karena isi dalam novel tersebut merupakan hal yang sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, novel ini mempunyai cerita
yang kuat, dan pesan yang disampaikan di dalam novel ini mudah dicerna.
41
BAB IV
STRUKTUR ANALISIS DATA
A. Teks Dakwah
Pada bab ini penulis akan memaparkan analisis wacana pesan dakwah
yang ditampilkan oleh Asma Nadia di dalam novel Rumah Tanpa Jendela yang
disesuaikan dengan model Teun A. Van Djik. Model Teun A Van Djik
menganilis wacana dari segi teks sosial meliputi tema, skematik, semantik,
sintaksis, stilistik, dan retoris yang diuraikan sebagai berikut:
a. Gadis Kecil dan Doanya
Seorang gadis kecil yang tampak bersedih sedang duduk di dalam ruangan
di sebuah Rumah Sakit. Gadis kecil yang takut dan bingung karena melihat
sesosok tubuh yang tak berdaya tergelatak di ranjang Rumah Sakit. Dalam
kebingungannya, ia teringat pesan Ibunya untuk berdoa kepada Allah. Berdoa dan
yakin jika Allah akan mengabulkan doanya.
1. Tema dakwah
Tema cerita pada bagian ini adalah khusnudzan kepada Allah itu
dianjurkan oleh agama.
Ber-husnu dzon (berbaik sangka kepada Allah) adalah salah satu ibadah
hati yang agung dan tidaklah lengkap keimanan seorang hamba tanpanya. Hal itu
disebabkan karena berbaik sangka kepada Allah merupakan bagian dari
kensekwensi tauhid yang paling dalam. Berbaik sangka kepada Allah adalah
42
berprasangka yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan nama-nama dan sifat-
sifat-Nya yang akan berpengaruh pada kehidupan seorang mukmin seperti yang
diridhoi oleh Allah Azza Wajalla. Dengan kata lain, seorang hamba ber-husnu
dzon manakala ia beranggapan bahwa Allah mengasihinya, memberi jalan keluar
dari kesulitan dan kegundahannya. Hal itu ia lakukan dengan tadabbur
(merenungi) ayat-ayat dan hadits hadits tentang kemuliaan, pengampunan Allah
dan apa-apa yang dijanjikan-Nya bagi orang-orang yang bertauhid.
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wasallam
bersabda : Allah subhanahu wata’ala berfirman : “Aku (akan memperlakukan
hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Maknanya : Allah Ta’ala akan memperlakukan seorang hamba sesuai
dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada
hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka
hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya
kepada Allah Ta’ala.
2. Segi Skematik
Judul cerita pada bagian ini adalah Gadis Kecil dan Doanya. Cerita pada
bagian ini diawali dengan seorang gadis bernama Rara yang sedang menemani
ibunya di sebuah ruangan di suatu rumah sakit.
Cerita ini berisi tentang kegundahan Rara yang sedang memikirkan
kesembuhan ibunya. Ia tidak sanggup apabila harus kehilangan ibu yang telah
43
membesarkannya. Lalu pada saat itu ia teringat akan pesan ibunya untuk selalu
berdoa agar apa yang ia inginkan terkabul.
Inti cerita ini ada pada kalimat “Allah mendengar doa, Ra. Allah nggak
pernah menyia-nyiakan doa yang meminta.”1
Cerita ini ditutup dengan Rara yang bermunajat kepada Allah dan berharap
akan kesembuhan Ibunya.
Kesimpulan dari cerita ini yaitu ketika Rara bersedih, maka ia teringat
untuk berdoa.
3. Segi Semantik
Latar cerita bagian ini berisi tentang Rara yang gundah memikirkan
kesmbuhan Ibunya. Ia tidak sanggup apabila kehilangan Ibunya. Lalu pada saat itu
ia teringat akan pesan Ibunya untuk selalu berdoa agar apa yang ia harapkandapat
tercapai.
Cerita pada bagian ini memiliki alur yang maju mundur. Karena Rara
mengingat pesan yang telah disampaikan oleh sang Ibu kepadanya. Maksud yang
ingin disampaikan pada bagian ini terlihat dengan jelas, terdapat dalam kalimat:
“Tapi apa pasti akan dikabulkan Bu? Rara ingin punya jendela.....” kalimat itu
menggantung sejenak sebelum bersuara pelan,” Rara juga ingin Ibu sembuh.”2
Kalimat ini menandakan bahwa Rara ragu akan dikabulkan doanya.
1Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 2 2 Ibid., h. 2
44
4. Segi Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat berstruktur aktif yaitu yang
meletakkan pelaku sebelum penderita dan biasanya ditandai dengan awalan me-.
Bentuk kalimat berstruktur aktif ini terdapat pada kalimat: “Perempuan dengan
wajah teduh itu menggenggam tangan anak satu-satunya, sebelum berbisik,.....”3
Koherensi atau pertalian/hubungan antar kata atau kalimat yang digunakan
pada seluruh kalimat dalam cerita bagian ini sudah baik dari segi kata ganti
maupun kata penghubung.
Bentuk kanta ganti yang digunakan pada bagian ini yaitu bentuk kata ganti
orang ketiga dengan menggunakan kata dia. Hal ini terdapat pada kalimat: “Dia
harus kuat, percuma menangis.....”4
5. Segi Stilistik
Pilihan kata yang digunakan pengarang pada bagian ini adalah kata-kata
yang bergaya bahasa hiperbola, artinya gaya bahasa yang mebesar-besarkan atau
melebih-lebihkan suatu perkara. Gaya bahasa ini terdapat pada kalimat:“Matanya
berkaca. Butiran air yang ingin tumpah ditahannya sekuat tenaga.....”5 Dan pada
kalimat:“.....Berharap dengan begitu genangan air yang siap menderas akan
berhenti.”6
3Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 2 4 Ibid., h. 2
5 Ibid., h. 1
6 Ibid., h. 1
45
Pemilihan leksikal yang digunakan pengarang ditandai dengan kalimat
Allah. Kata tersebut berasal dari bahasa arab. Dan pemakaian angka 83-84 yang
menunjukkan ayat dari kitab suci Al-Qur’an.
6. Segi Retoris
Pada bagian ini retoris yang digunakan adalah dalam bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring dan huruf kapital (huruf besar).
Cerita pada bagian ini ditekankan pada sikap Rara yang selalu khusnudzon
kepada Allah.
Tabel 1. Gadis Kecil dan Doanya
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema/topik pada bab ini
mengenai Aqidah
Topik
Khusnudzon kepada
Allah
Superstruktur Skematik
Judul cerita pada bagian
ini adalah Gadis Kecil dan
Doanya. Cerita pada
bagian ini diawali dengan
seorang gadis bernama
Rara yang sedang
menemani Ibunya di
sebuah ruangan di suatu
Rumah Sakit. Cerita ini
berisi tentang kegundahan
Rara yang sedang
memikirkan kesembuhan
Ibunya. Ia tidak sanggup
apabila harus kehilangan
Ibu yang telah
membesarkannya. Lalu
pada saat itu ia teringat
akan pesan Ibunya untuk
Inti cerita ini ada pada
kalimat: “Allah
mendengar doa, Ra.
Allah nggak pernah
menyia-nyiakan doa
yang meminta.”7
Cerita ini ditutup dengan
Rara yang bermunajat
kepada Allah dan
berharap akan
kesembuhan Ibunya.
Kesimpulan dari cerita
ini yaitu ketika Rara
bersedih, maka ia
teringat untuk berdoa.
7 Asma Nadia, Rumah tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 2
46
selalu berdoa agar apa
yang ia inginkan terkabul.
Struktur Mikro 1. Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam bab ini
terdapat pada kalimat:
“Tapi apa pasti akan
dikabulkan Bu? Rara ingin
punya jendela.....” kalimat
itu menggantung sejenak
sebelum bersuara pelan,”
Rara juga ingin Ibu
sembuh.”8 Kalimat ini
menandakan bahwa Rara
ragu akan dikabulkan
doanya.
Latar cerita pada bagian
ini berisi tentang Rara
yang gundah
memikirkan kesembuhan
Ibunya.
Detail pada bagian ini
memiliki alur yang maju
mundur.
Maksud yang ingin
ditekankan adalah berdoa
dan berprasangka baik
kepada Allah.
2. Sintaksis
Bentuk kalimat yang
digunakan adalah kalimat
berstruktur aktif.
Koherensi atau
pertalian/hubungan antar
kata atau kalimat yang
digunakan pada seluruh
kalimat dalam cerita
bagian ini sudah baik dari
segi kata ganti maupun
kata penghubung. Bentuk
kanta ganti yang
digunakan pada bagian ini
yaitu bentuk kata ganti
orang ketiga dengan
menggunakan kata dia.
Bentuk kalimat
berstruktur aktif ini
terdapat pada kalimat:
“Perempuan dengan
wajah teduh itu
menggenggam tangan
anak satu-satunya,
sebelum berbisik,.....”9
Bentuk kata ganti yang
digunakan ada pada
kalimat: “Dia harus
kuat, percuma
menangis.....”10
3. Stilistik
Pilihan kata yang
digunakan pengarang pada
bagian ini adalah kata-kata
yang bergaya bahasa
hiperbola. Gaya bahasa ini
terdapat pada
kalimat:“Matanya
berkaca. Butiran air yang
Leksikal yang digunakan
yaitu pemakaian angka
83-84 yang menunjukkan
ayat dari kitab suci
Alquran.
8 Asma Nadia, Rumah tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 2 9 Ibid., h. 2
10Ibid., h. 2
47
ingin tumpah ditahannya
sekuat tenaga.....”11
4. Retoris
Penekanan cerita yang
ditekankan adalah tentang
berdoa dan berprasangka
baik kepada Allah.
Pada bagian ini retoris
yang digunakan adalah
dalam bentuk grafis
berupa pemakaian huruf
miring dan huruf kapital
(huruf besar).
Cerita pada bagian ini
ditekankan pada sikap
Rara yang selalu
khusnudzon kepada
Allah.
b. Pintu Mimpi Terbuka
Rara tidak menyadari bahwa dia sudah berdiri sambil membentangkan
kedua tangannya di dalam kelas. Hal ini bermula ketika Ibu mengajarinya
bagaimana mimpi itu bisa hidup. Rara mulai menutup matanya dan mulai
membayangkan mimpinya. Mulai saat itu Rara memiliki dua dunia, satu dunia
nyatanya dan satu lagi dunia khayalnya.
1. Tema Dakwah
Tema cerita pada bagian ini yaitu impian adalah karunia yang diberikan
Allah agar kita memiliki tujuan hidup.
Dalam Islam, pentingnya memiliki harapan dan optimisme tidak terbatas di
kehidupan dunia ini. Melainkan melintasi dua dimensi kehidupan; dunia dan
akhirat. Harapan dan optimisme dalam kehidupan dunia akan memperkuat
motivasi hidup serta berusaha dalam mewujudkan tujuan-tujuan hidup di dunia.
11 Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 1
48
Sedangkan, di kehidupan akhiratlah puncak dari segala harapan dan optimisme
akan terwujud.
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal shalih, mereka itu penghuni surga;
mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah : 82)
2. Segi Skematik
Judul cerita pada bagian ini adalah Pintu Mimpi Terbuka. Cerita ini
berawal dari kebiasaan Rara yang suka berkhayal. Ia tidak sadar kalau ia berada
didalam kelas dan mengikuti khayalannya. Sehingga membuat teman-temannya
memperhatikannya. Serentak semua teman-temannya tertawa melihat apa yang
dilakukan Rara. Terdengar suara-suara sumbang dari teman-teman Rara yang
mengejek kebiasaan Rara.
Cerita bagian ini berisi tentang kebiasaan Rara yang sering berkhayal.
Kebiasaan barunya ini selalu bisa membuat Rara tersenyum dan tertawa.
Terkadang khayalannya membuat ia merasa seakan-akan ia berada pada dunia
khayalnya.
Inti cerita ini ada pada bagian kalimat: “Mimpi itu bisa hidup, lho Ra...”
Ibu, selalu bisa menghadirkan kerlip dimata Rara.”12
Cerita ini ditutup dengan ingatan Rara tentang sebuah gambar yang
digambar oleh Rara, yakni sebuah rumah tanpa pintu dan jendela. Persis seperti
bangunan sangat sederhana yang mereka tempati saat ini dan gambar ini pula
yang membuat ibu Rara tercenung.
12
Asma Nadia, Rumah tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 5
49
Kesimpulan dari cerita ini yaitu ketika Rara memiliki angan-angan, ia
menuangkan dalam sebuah mimpi (baik khayalan maupun gambar).
3. Segi Semantik
Latar cerita bagian ini berawal dari kebiasaan Rara yang sering berkhayal
tentang dunia yang diinginkan Rara, dunia yang selalu membuat dirinya
tersenyum dan tertawa.
Cerita pada bagian ini cukup detail, karena menceritakan secara naratif
tentang bagaimana Rara bisa masuk kedalam dunia barunya.
Maksud dalam cerita ini disampaikan dengan jelas, terdapat dalam
kalimat: “Tutup mata rara. Lalu bayangkan mimpimu. Bayangkan Rara juga ada
dimimpi itu.”13
Dan pada kalimat: “Sudah bisa liat mimpimu jadi kenyataan Ra?”
kedua mata gadis cilik itu masih terpejam, tapi bibirnya tersenyum. Badannya
mulai bergerak kekanan dan kekiri.”14
Kalimat ini menandakan bahwa Rara
bahagia dalam dunia khayalnya.
4. Segi Sintaksis
Bentuk kalimat yanng digunakan adalah kalimat berstruktur aktif, yaitu
yang meletakkan pelaku sebelum penderita dan biasanya ditandai dengan awalan
me-. Bentuk kalimat berstruktur aktif ini terdapat pada kalimat: “Kali ini ibu tidak
menjawab. Hanya menaruh kedua tangannya menutupi penglihatan Rara,”15
Dan
13
Asma Nadia, Rumah tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 6 14
Ibid., h. 6 15
Ibid., h. 6
50
pada kalimat:“Rafi mendekatkan wajah ke teman-teman kecilnya, memasang
tampang misterius, sebelum menjawab,”16
Koherensi atau pertalian/hubungan antar kata atau kalimat yang digunakan
pada seluruh kalimat dalam cerita bagian ini sudah baik dari segi kata ganti
maupun kata penghubung.
Bentuk kata ganti yang digunakan pada bagian ini yaitu bentuk kata ganti
orang ketiga dengan menggunakan kata dia. Hal ini terdapat pada kalimat:
“Mungkin dia memang pemimpi, tapi Bapak dan Ibu, juga Simbok, serta Bude
Asih, tidak ada yang melarangnya bermimpi.”17
Dan pada kalimat: “.....Rara
menurut. Mula-mula memang agak susah. Tetapi dia lama-lama mengerti apa
yang dimaksudkan Ibu.....”18
5. Segi Stilistik
Pilihan kata yang digunakan pengarang pada bagian ini adalah kata-kata
yang bergaya bahasa metafora, artinya perbandingan secara langsung diantara satu
benda kebenda yang lain. Gaya bahasa ini terdapat pada kalimat: “.....Saat dunia
nyatanya mengabur lalu dunia lain mengambil alih, dan mulai bergerak-gerak
sendiri. Seperti lukisan hidup yang muncul entah darimana.....”19
Pemilihan leksikal yang digunakan pengarang ditandai dengan
penggunaan kata kuntilanak, genderuwo, pocong. Kata-kata tersebut adalah nama
hantu yang diyakini ada oleh warga Indonesia.
16
Asma Nadia, Rumah tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011),
h. 7 17
Ibid., h. 5 18
Ibid., h. 6 19
Ibid., h. 4
51
6. Segi Retoris
Pada bagian ini retoris yang digunakan adalah dalam bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring dan huruf kapital (huruf besar).
Cerita bagian ini ditekankan pada khayalan atau impian Rara yang selalu
membuat ia merasa bahagia.
Tabel 2. Pintu Mimpi Terbuka
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema/topik pada bab ini
mengenai Aqidah
Topik
Impian adalah karunia
yang diberikan Allah
Superstruktur Skematik Judul cerita pada bagian ini
adalah Pintu Mimpi Terbuka.
Cerita ini berawal dari
kebiasaan Rara yang suka
berkhayal. Ia tidak sadar
kalau ia berada didalam
kelas dan mengikuti
khayalannya. Sehingga
membuat teman-temannya
memperhatikannya. Serentak
semua teman-temannya
tertawa melihat apa yang
dilakukan Rara. Terdengar
suara-suara sumbang dari
teman-teman Rara yang
mengejek kebiasaan Rara.
Cerita bagian ini berisi
tentang kebiasaan Rara yang
sering berkhayal. Kebiasaan
barunya ini selalu bisa
membuat Rara tersenyum
dan tertawa. Terkadang
khayalannya membuat ia
merasa seakan-akan ia
berada pada dunia
khayalnya.
Skema Inti cerita ini ada pada
kalimat: “Mimpi itu bisa
hidup, lho Ra...” Ibu,
selalu bisa menghadirkan
kerlip dimata Rara.”20
Cerita ini ditutup dengan
ingatan Rara tentang
sebuah gambar yang
digambar oleh Rara, yakni
sebuah rumah tanpa pintu
dan jendela.
Kesimpulan dari cerita ini
yaitu ketika Rara memiliki
angan-angan, ia
menuangkan dalam sebuah
mimpi (baik khayalan
maupun gambar).
20
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 5
52
Struktur Mikro 1. Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam bab ini
terdapat dalam kalimat:
“Tutup mata rara. Lalu
bayangkan mimpimu.
Bayangkan Rara juga ada
dimimpi itu.”21
Dan pada
kalimat: “Sudah bisa liat
mimpimu jadi kenyataan
Ra?” kedua mata gadis cilik
itu masih terpejam, tapi
bibirnya tersenyum.
Badannya mulai bergerak
kekanan dan kekiri.”22
Kalimat ini menandakan
bahwa Rara bahagia dalam
dunia khayalnya.
2. Sintaksis
Bentuk kalimat yang
digunakan adalah kalimat
berstruktur aktif. Koherensi
atau pertalian/hubungan
antar kata atau kalimat yang
digunakan pada seluruh
kalimat dalam cerita bagian
ini sudah baik dari segi kata
ganti maupun kata
penghubung.
Bentuk kata ganti yang
digunakan pada bagian ini
yaitu bentuk kata ganti orang
ketiga dengan menggunakan
kata dia.
3. Stilistik
Pilihan kata yang digunakan
pengarang pada bagian ini
adalah kata-kata yang
bergaya bahasa metafora,
artinya perbandingan secara
Latar cerita bagian ini
berawal dari kebiasaan
Rara yang sering berkhayal
tentang dunia yang
diinginkan Rara, dunia
yang selalu membuat
dirinya tersenyum dan
tertawa.
Cerita pada bagian ini
cukup detail, karena
menceritakan secara naratif
tentang bagaimana Rara
bisa masuk kedalam dunia
barunya.
Maksud yang ingin
ditekankan adalah impian
adalah karunia yang
diberikan Allah.
Bentuk kalimat berstruktur
aktif ini terdapat pada
kalimat: “Mungkin dia
memang pemimpi, tapi
Bapak dan Ibu, juga
Simbok, serta Bude Asih,
tidak ada yang
melarangnya bermimpi.”24
Dan pada kalimat:
“.....Rara menurut. Mula-
mula memang agak susah.
Tetapi dia lama-lama
mengerti apa yang
dimaksudkan Ibu.....”25
Leksikal yang digunakan
yaitu ditandai dengan
penggunaan kata
kuntilanak, genderuwo,
21
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 6 22
Ibid., h. 6 24
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 5 25
Ibid., h. 6
53
langsung diantara satu benda
kebenda yang lain. Gaya
bahasa ini terdapat pada
kalimat: “.....Saat dunia
nyatanya mengabur lalu
dunia lain mengambil alih,
dan mulai bergerak-gerak
sendiri. Seperti lukisan
hidup yang muncul entah
darimana.....”23
4. Retoris
Cerita bagian ini ditekankan
pada khayalan atau impian
Rara yang selalu membuat ia
merasa bahagia.
pocong. Kata-kata tersebut
adalah nama hantu yang
diyakini ada oleh warga
Indonesia.
Pada bagian ini retoris yang
digunakan adalah dalam
bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring
dan huruf kapital (huruf
besar).
Cerita pada bagian ini
ditekankan pada impian
adalah karunia yang
diberikan Allah.
c. Perjalanan Mimpi Teman Kecil Rara
Rara dan teman-temannya meskipun tinggal di pemukiman kumuh,
mereka tidak pernah memusingkan hal itu. Mereka selalu riang gembira menjalani
kehidupan mereka. Tetapi ada satu hal yang aneh ketika Rara mengungkapkan
mimpinya, yakni Rara menginginkan sebuah jendela terpasang di rumahnya.
Meskipun mimpinya cukup aneh bagi teman-teman dan keluarganya, tapi Rara
tetap ingin mewujudkan mimpinya.
23
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 4
54
1. Tema Dakwah
Tema dakwah pada bagian ini adalah Allah tidak akan memberikan cobaan
melebihi batas kemampuan hambanya.
Firman Allah ال يكلف اهلل نفسًا إال وسعها, bahwa Allah tidak membebani
seseorang diluar kemampuannya (Al-Baqarah: 286) adalah penjelasan yang
menguatkan prinsip tersebut. Pembebanan adalah perkara yang menyulitkan.
Karena itu harus berbanding lurus dengan kemampuan. Imam Qurtuby berkata,
“Allah menggariskan bahwa Dia tidak akan membebani hambanya –sejak ayat ini
diturunkan– dengan amalan-amalan hati atau anggota badan, sesuai dengan
kemampuan orang tersebut. Dengan demikian umat Islam terangkat kesulitannya.
Artinya, Allah tidak membebani apa-apa yang terlintas dalam perasaan dan
tercetus dalam hati.”
Banyak orang memahami ayat ini dengan mengatakan, kemampuan yang
dimaksud dalam ayat ini adalah batasan kemampuan seseorang. Oleh karena itu,
kemampuan dapat berubah-ubah tergantung dengan motivasi. Ada orang yang
tidak mampu, ada orang yang mampu. Tentu saja pendapat ini keliru. Sebab, para
sahabat mencontohkan secara nyata kepada kita bahwa mereka berkomitmen
dengan seluruh kapasitas kemampuan mereka.
2. Segi Skematik
Judul pada bagian ini adalah Perjalanan Mimpi Teman Kecil Rara, cerita
ini diawali dengan rasa syukur Rara atas kasih sayang yang diberikan oleh
keluarganya kepada Rara. Hal ini disebabkan Rara tidakpernah merasakan
kekerasan yang dilakukan oleh keluarganya. Hal ini dikarenakan teman-teman
55
Rara banyak sekali yang mengalami tindak kekerasan, tapi mereka semua tetap
bersikap biasa saja.
Cerita pada bagian ini berisikan tentang rasa syukur Rara kepada Allah
SWT. Rasa syukur atas segala sesuatu yang sudah Allah berikan kepada Rara,
mulai dari keluarga yang sayang dengannya, teman-teman yang selalu ada
untuknya bermain, dan rumah yang meskipun tidak ada jendelanya.
Inti cerita pada bagian ini terletak pada kalimat: “Yang ia tahu, Bapak dan
Ibu meski terlihat mengerjakan sesuatu, cukup sayang padanya. Tidak ada
kumpulan peristiwa kekerasan yang tercatat dimemorinya. Bapak dan ibu tidak
pernah memukulnya.”26
Cerita ini ditutup dengan canda riang Rara dan teman-temannya yang
bermain ditengah-tengah tumpukan sampah dan batu nisan kuburan-kuburan yang
ada disekitar rumah Rara, tapi bagi Rara dan teman-temannya, bagaikan taman
bermain dengan rumah-rumah berjendela besar yang indah, serta lampu-lampu
hias yang mengajaknya bernyanyi.
Kesimpulan bagian ini yaitu Rara dan teman-temannya selalu bisa
melewati ujian yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
26
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 10
56
3. Segi Semantik
Latar cerita pada bagian ini bercerita tentang Rara yang bersyukur karena
mendapatkan orang tua yang mendidiknya tidak dengan kekerasan, hal ini didasari
karena Rara melihat teman-temannya mungkin tidak banyak yang seberuntung
Rara.
Cerita pada bagian ini cukup jelas dan detil, karena diceritakan secara
naratif bagaimana Rara dan kawan-kawannya bisa melewati ujian yang diberikan
Allah sesuai dengaan ujian dan kemampuannya masing-masing.
Maksud yang ingin disampaikan pada bagian ini ada pada kalimat
“Kaleng-kaleng minuman dan botol dipisahkan. Kata Ibu harga gelas plastik
lebih mahal dari botol plastik. Dulu harga gelas plastik bekas air mineral
mencapai empat ribu rupiah perkilo, tetapi sekarang hanya tiga ribuan saja.
Botol plastik lebih murah seribuan dari gelas plastik. Kalau dipikir lucu juga.
Sampah bagi orang, rezeki bagi mereka.”27
Kalimat ini menandakan bahwa
alangkah adilnya Allah dalam memberikan Rezeki kepada setiap hamba-Nya.
4. Segi Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat berstruktur aktif, yaitu
bentuk kalimat yang susunannya meletakkan pelaku sebelum penderita dan
biasanya diawali dengan awalan me-. Bentuk kalimat berstruktur aktif ini ada
pada kalimat: “Rara yang daritadi menahan nafas menunggu kalimat Rafi selesai,
27
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h.15
57
ikut tertawa.....”28
Dan pada kalimat: “.....Ibunya tak hanya memukuli kepala
tetapi suka melempari Yati dengan barang-barang.....”29
Koherensi atau pertalian/hubungan antar kata atau kalimat yang digunakan
pada seluruh kalimat dalam cerita bagian ini sudah baik dari segi kata ganti
maupun kata penghubung.
Bentuk kata ganti yang digunakan pengarang pada bagian ini yaitu bentuk
kata ganti orang ketiga dengan menggunakan kata dia. Hal ini dapat terlihat dalam
kalimat: “..... Semakin besar dia juga semakin tahu bahwa tidak ada cara
lain.....”30
Dan pada kalimat: “.....Kalau saja dia tahu... sesal Rara.....”31
5. Segi Stilistik
Pilihan kata yang digunakan pada seluruh kalimat dalam cerita bagian ini
adalah kata-kata yang bersifat denotatif, artinya kata-kata yang mudah dimengerti
dan tidak mengandung perubahan makna.
Pilihan leksikal yang digunakan pengarang ditandai dengan penggunaan
kata sarap. Kata tersebut berasal dari bahasa Betawi. Penggunaan kata tersebut
oleh pengarang selain sebagai cirinya yang menghargai keberagaman juga untuk
menunjukan ciri bahasa jalanan.
28
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 11 29
Ibid., h 11 30
Ibid., h.17 31
Ibid., h.17
58
6. Segi Retoris
Pada bagian ini retoris yang digunakan adalah dalam bentuk garafis berupa
pemakaian huruf miring.
Penekanan yang digunakan pengarang pada cerita bagian ini adalah pada
rasa syukur yang dipanjatkan Rara karena tidak pernah dididik dengan kekerasan,
lain halnya dengan teman-teman Rara yang lain yang berulang-ulang diceritakan
pada bagian ini.
Tabel 3. Perjalanan Mimpi Teman Kecil Rara
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema/topik pada bab ini
mengenai Aqidah
Topik
Allah tidak akan
memberikan cobaan
melebihi batas
kemampuan hambaNya
Superstruktur Skematik
Judul pada bagian ini adalah
Perjalanan Mimpi Teman
Kecil Rara, cerita ini diawali
dengan rasa syukur Rara atas
kasih sayang yang diberikan
oleh keluarganya kepada
Rara. Hal ini disebabkan
Rara tidakpernah merasakan
kekerasan yang dilakukan
oleh keluarganya. Hal ini
dikarenakan teman-teman
Rara banyak sekali yang
mengalami tindak kekerasan,
tapi mereka semua tetap
bersikap biasa saja.
Cerita pada bagian ini
berisikan tentang rasa syukur
Skema
Inti cerita pada bagian ini
terletak pada kalimat:
“Yang ia tahu, Bapak dan
Ibu meski terlihat
mengerjakan sesuatu,
cukup sayang padanya.
Tidak ada kumpulan
peristiwa kekerasan yang
tercatat dimemorinya.
Bapak dan ibu tidak pernah
memukulnya.”32
Cerita ini ditutup dengan
canda riang Rara dan
teman-temannya yang
bermain ditengah-tengah
tumpukan sampah dan batu
nisan kuburan-kuburan
yang ada disekitar rumah
32
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 10
59
Rara kepada Allah SWT.
Rasa syukur atas segala
sesuatu yang sudah Allah
berikan kepada Rara, mulai
dari keluarga yang sayang
dengannya, teman-teman
yang selalu ada untuknya
bermain, dan rumah yang
meskipun tidak ada
jendelanya.
Rara, tapi bagi Rara dan
teman-temannya, bagaikan
taman bermain dengan
rumah-rumah berjendela
besar yang indah, serta
lampu-lampu hias yang
mengajaknya bernyanyi.
Kesimpulan bagian ini
yaitu Rara dan teman-
temannya selalu bisa
melewati ujian yang
berbeda-beda sesuai
dengan kemampuannya
masing-masing.
Struktur Mikro 1. Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam bab ini
terdapat dalam kalimat:
“Kaleng-kaleng minuman
dan botol dipisahkan. Kata
Ibu harga gelas plastik lebih
mahal dari botol plastik.
Dulu harga gelas plastik
bekas air mineral mencapai
empat ribu rupiah perkilo,
tetapi sekarang hanya tiga
ribuan saja. Botol plastik
lebih murah seribuan dari
gelas plastik. Kalau dipikir
lucu juga. Sampah bagi
orang, rezeki bagi
mereka.”33
Kalimat ini
menandakan bahwa
alangkah adilnya Allah
dalam memberikan Rezeki
kepada setiap hamba-Nya.
2. Sintaksis
Bentuk kalimat yang
digunakan adalah kalimat
Latar cerita pada bagian ini
bercerita tentang Rara yang
bersyukur karena
mendapatkan orang tua
yang mendidiknya tidak
dengan kekerasan, hal ini
didasari karena Rara
melihat teman-temannya
mungkin tidak banyak yang
seberuntung Rara.
Cerita pada bagian ini
cukup jelas dan detil,
karena diceritakan secara
naratif bagaimana Rara dan
kawan-kawannya bisa
melewati ujian yang
diberikan Allah sesuai
dengaan ujian dan
kemampuannya masing-
masing.
Maksud yang ingin
ditekankan adalah rasa
syukur atas apa yang
diberikan Allah.
Bentuk kalimat berstruktur
aktif ini terdapat pada
33
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h.15
60
berstruktur aktif.
Koherensi atau
pertlian/hubungan antar
kata atau kalimat yang
digunakan pada seluruh
kalimat dalam cerita
bagian ini sudah baik dari
segi kata ganti maupun
kata penghubung.
Bentuk kata ganti yang
digunakan pengarang pada
bagian ini yaitu bentuk
kata ganti orang ketiga
dengan menggunakan kata
dia.
3. Stilistik
Pilihan kata yang digunakan
pada seluruh kalimat dalam
cerita bagian ini adalah kata-
kata yang bersifat denotatif,
artinya kata-kata yang
mudah dimengerti dan tidak
mengandung perubahan
makna.
4.Retoris
Penekanan cerita pada
bagian ini adalah
penekanan terhadap rasa
syukur yang dipanjatkan
Rara karena tidak pernah
dididik dengan kekerasan
kalimat:“..... Semakin
besar dia juga semakin
tahu bahwa tidak ada cara
lain.....”34
Dan pada
kalimat: “.....Kalau saja
dia tahu... sesal Rara.....”35
Leksikal yang digunakan
yaitu ditandai dengan
penggunaan kata sarap.
Kata tersebut berasal dari
bahasa Betawi.
Pada bagian ini retoris yang
digunakan adalah dalam
bentuk grafis berupa
pemakaian huruf
miring.Cerita pada bagian
ini ditekankan pada rasa
syukur atas apa yang
diberikan Allah.
d. Seorang Gadis dan Pernikahan
Bu Alia menerima sepucuk surat yang dititipkan melalui anak-anak
kepadanya. Surat yang agak lucu tetapi memiliki kesan tersendiri baginya, karena
34
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 17 35
Ibid., h. 17
61
surat itu mampu membuat Bu Alia tersenyum dan melupakan perjodohan yang
ingin dilakukan Abah dan Uminya dengan seorang lelaki yang bernama Deni.
Padahal Alia tidak menginginkan perjodohan itu. Dia ingin mewujudkan
mimpinya yakni membuat Taman Baca dan Sekolah Singgah.
1. Tema Dakwah
Tema dakwah pada bagian ini adalah perasaan cinta diberikan oleh Allah
kepada makhluknya sebagai bukti tanda-tanda kebesaran-Nya.
Menikah itu adalah anugerah luar biasa dari Allah. Segala kebaikan yang
diperbuat oleh yang menikah pahalanya berlipat ganda daripada yang tidak
menikah.
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang - pasangan, supaya kamu
mengingat kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat 49).
2. Segi Skematik
Judul cerita pada bagian ini yaitu Seorang Gadis dan Pernikahan. Cerita
ini didahului ketika Bu Alia, seorang guru pada lingkungan kumuh daerah rumah
Rara menerima dan membaca sepucuk surat yang dititipkan kepadanya melalui
anak-anak.
Cerita pada bagian ini berisi tentang seorang wanita yang dihadapkan
dengan beberapa persoalan hidup. Bu Alia seorang wanita berusia dua puluh dua
tahun yang bingung karena disuruh menikah oleh kedua orang tuanya.
Kebingungan ini didapati karena bu Alia masih ingin menggapai cita-citanya
yakni menjadi guru.
62
Inti cerita ini terletak pada bagian awal, karena cerita ini bersifat naratif,
terdapat pada kalimat: “Abah sama Ummi ingin Alia menikah. Kalimat berupa
petir di siang hari, ungkapan itu meski klise tapi cukup mewakili perasaan Alia
saat itu.”36
Dan pada kalimat: “Menikah? Kuliahnya baru dimulai tahun ini.
Impian menamatkan jenjang S-1 di jurusan yang sejak awal menjadi pilihan.”37
Cerita ini ditutup dengan dengan perenungan yang dilakukan Bu Alia
tentang lelaki yang disodorkan orang tuanya atau lelaki yang akhir-akhir ini sering
mengiriminya surat-surat cinta yang membuat ia terkesan.
Kesimpulan bagian ini yaitu tentang sepucuk surat yang ia terima dari
seorsng lelaki yang baru ia kenal dan tentang keinginan orang tuanya untuk
menjodohkan ia dengan seorang lelaki yang dulu ia kenal dan pilihan terhadap
cita-citanya.
3. Segi Semantik
Latar cerita bagian ini berawal dari seorang wanita yang dihadapkan
dengan beberapa persoalan hidup. Bu Alia seorang wanita berusia dua puluh dua
tahun yang bingung karena disuruh menikah oleh kedua orang tuanya.
Kebingungan ini didapati karena bu Alia masih ingin menggapai cita-citanya
yakni menjadi guru.
Cerita bagian ini cukup detil, karena menceritakan secara naratif tentang
persoalan demi persoalan yang dihadapi oleh Bu Alia dikarenakan keinginan
36
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 20 37
Ibid., h. 20
63
orang tuanya yang menginginkan anak gadisnya menikah dengan orang pilihan
mereka.
Maksud dari cerita ini disampaikan dengan jelas dan terdapat pada
kalimat: “Padahal Alia benci perokok. Sungguh dia tidak bisa membayangkan
anak-anaknya dan dia akan hidup serumah dengan seorang yang menebar racun
ke udara.”38
. Kalimat ini menandakan bahwa Alia tidak mencintai orang yang
dijodohkan oleh orang tuanya.
4. Segi Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat berstruktur aktif, ia itu
bentuk kalimat yang dalam susunannya meletakan pelaku sesudah sebelum
penderita dan biasanya diawali dengan awalan me-. Bentuk kalimat berstruktur
aktif ini terdapat pada kalimat: “Tapi Alia terus meyakinkan, tidak ada siapa-
siapa dibelakangnya selain Allah”.39
Dan pada kalimat: “Akhirnya Alia
menemukan sesuatu untuk menyalurkan kesukaannya pada anak-anak kecil.”40
Koherensi atau pertalian antar kata atau kalimat yang digunakan pada
seluruh kalimat dalam cerita ini sudah baik dari segi kata ganti maupun kata
penghubung.
Sedangkan bentuk kata ganti yang digunakan pada bagian ini yaitu bentuk
kata ganti orang ketiga dengan menggunakan kata dia. Hal ini terdapat pada
kalimat: “Jika diizinkan, dia ingin membuka sekolah singgah, sekaligus taman
38
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h.25 39
Ibid., h.23 40
Ibid., h.23
64
baca bagi anak-anak disana.”41
Dan pada kalimat: “.....benarkah lelaki ini
menyukai Alia? Atau dia sama terpaksanya dengan gadis itu?.”42
5. Segi Stilistik
Pilihan kata yang digunakan pada seluruh kalimat dalam cerita bagian ini
adalah kata-kata yang bersifat denotatif, artinya kata-kata yang mudah dimengerti
dan tidak mengandung perubahan makna.
6. Segi Retoris
Pada bagian ini retoris yang digunakan adalah dalam bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring dan huruf kapital (huruf besar).
Penekanan yang digunakan pengarang pada cerita bagian ini adalah pada
kegundahan bu Alia ketika ia disuruh oleh kedua orang tuanya dan bertemunya
Alia dengan anak anak diperkampungan kumuh.
Tabel 4. Seorang Gadis dan Pernikahan
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema/topik pada bab ini
mengenai Aqidah
Topik Perasaan cinta diberikan
oleh Allah kepada
makhluknya sebagai bukti
tanda-tanda kebesaran-Nya.
Superstruktur Skematik
Judul cerita pada bagian ini
yaitu Seorang Gadis dan
Pernikahan. Cerita ini
didahului ketika Bu Alia,
seorang guru pada
Skema
Inti cerita ini terletak pada
bagian awal, karena cerita
ini bersifat naratif, terdapat
pada kalimat: “Abah sama
Ummi ingin Alya menikah.
41
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h.23 42
Ibid., h. 25
65
lingkungan kumuh daerah
rumah Rara menerima dan
membaca sepucuk surat
yang dititipkan kepadanya
melalui anak-anak.
Cerita pada bagian ini berisi
tentang seorang wanita yang
dihadapkan dengan beberapa
persoalan hidup. Bu Alia
seorang wanita berusia dua
puluh dua tahun yang
bingung karena disuruh
menikah oleh kedua orang
tuanya. Kebingungan ini
didapati karena bu Alia
masih ingin menggapai cita-
citanya yakni menjadi guru.
Kalimat berupa petir di
siang hari, ungkapan itu
meski klise tapi cukup
mewakili perasaan Alya
saat itu.”43
Dan pada
kalimat: “Menikah?
Kuliahnya baru dimulai
tahun ini. Impian
menamatkan jenjang S-1 di
jurusan yang sejak awal
menjadi pilihan.”44
Cerita ini ditutup dengan
dengan perenungan yang
dilakukan Bu Alia tentang
lelaki yang disodorkan
orang tuanya atau lelaki
yang akhir-akhir ini sering
mengiriminya surat-surat
cinta yang membuat ia
terkesan.
Kesimpulan bagian ini
yaitu tentang sepucuk surat
yang ia terima dari seorsng
lelaki yang baru ia kenal
dan tentang keinginan
orang tuanya untuk
menjodohkan ia dengan
seorang lelaki yang dulu ia
kenal dan pilihan terhadap
cita-citanya.
Struktur Mikro 1. Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam bab ini
terdapat dalam kalimat:
“Padahal Alia benci
perokok. Sungguh dia tidak
bisa membayangkan anak-
anaknya dan dia akan hidup
serumah dengan seorang
yang menebar racun ke
udara.”45
. Kalimat ini
menandakan bahwa Alia
tidak mencintai orang yang
Latar cerita pada bagian ini
berawal dari seorang
wanita yang dihadapkan
dengan beberapa
persoalan hidup.
Cerita bagian ini cukup
detil, karena menceritakan
secara naratif tentang
persoalan demi persoalan
yang dihadapi oleh Bu Alia
dikarenakan keinginan
43
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h.20 44
Ibid., h. 20 45
Ibid., h. 25
66
dijodohkan oleh orang
tuanya.
2. Sintaksis
Bentuk kalimat yang
digunakan adalah kalimat
berstruktur aktif.
Koherensi atau
pertlian/hubungan antar
kata atau kalimat yang
digunakan pada seluruh
kalimat dalam cerita
bagian ini sudah baik dari
segi kata ganti maupun
kata penghubung.
Bentuk kata ganti yang
digunakan pengarang pada
bagian ini yaitu bentuk
kata ganti orang ketiga
dengan menggunakan kata
dia.
.
3. Stilistik
Pilihan kata yang digunakan
pada seluruh kalimat dalam
cerita bagian ini adalah kata-
kata yang bersifat denotatif,
artinya kata-kata yang
mudah dimengerti dan tidak
orang tuanya yang
menginginkan anak
gadisnya menikah dengan
orang pilihan mereka.
Maksud yang ingin
ditekankan adalah Alia
tidak mencintai orang yang
dijodohkan oleh orang
tuanya.
Bentuk kalimat berstruktur
aktif ini terdapat pada
kalimat: “Tapi Alia terus
meyakinkan, tidak ada
siapa-siapa dibelakangnya
selain Allah”.46
Dan pada
kalimat: “Akhirnya Alia
menemukan sesuatu untuk
menyalurkan kesukaannya
pada anak-anak kecil.”47
Bentuk kata ganti yang
digunakan ada pada
kalimat: “Jika diizinkan,
dia ingin membuka sekolah
singgah, sekaligus taman
baca bagi anak-anak
disana.”48
Dan pada
kalimat: “.....benarkah
lelaki ini menyukai Alia?
Atau dia sama terpaksanya
dengan gadis itu?.”49
-
46
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h.23 47
Ibid., h. 23 48
Ibid., h. 23 49
Ibid., h. 25
67
mengandung perubahan
makna.
4.Retoris
Penekanan yang digunakan
pengarang pada cerita bagian
ini adalah pada kegundahan
bu Alia ketika ia disuruh
oleh kedua orang tuanya dan
bertemunya Alia dengan
anak anak di perkampungan
kumuh.
Pada bagian ini retoris yang
digunakan adalah dalam
bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring
dan huruf kapital (huruf
besar).
Cerita pada bagian ini
ditekankan pada perasaan
cinta diberikan oleh Allah
kepada makhluknya
sebagai bukti tanda-tanda
kebesaran-Nya.
e. Do’a yang Tak Diminta
Rara tidak mengerti mengapa Ia bisa bertemu dan bersahabat dengan Aldo.
Rara tidak pernah menyangka dan menduga hal itu. Tetapi semenjak bertemu
Aldo, Rara merasa impian-impiannya tentang jendela semakin dekat, karena
kebaikan Aldo dan keluarganya.
1. Tema Dakwah
Tema dakwah pada bagian ini adalah Allah selalu mengabulkan doa
hambanya yang percaya kepadanya.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 186 yang Artinya: “Dan apabila hamba-
hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-
Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.
68
2. Segi Skemantik
Judul cerita pada bagian ini adalah Doa yang Tak Diminta. Cerita bagian
ini didahului dengan cerita Rara yang menemani neneknya yang sedang dirawat
dirumah sakit.
Bagian ini berisi tentang betapa tidak percayanya Rara bisa memiliki
sahabat seperti Aldo, Rara merasa senang sekali bisa bertemu dengan Aldo, begitu
juga sebaliknya, Aldo tidak pernah menyangka akan berteman dengan Rara, gadis
kecil yang bisa menerima kondisi Aldo apa adanya. Rara merasa pertemuannya
dengan Aldo adalah jawaban-jawaban dari Allah atas doa-doa yang pernah
disampaikannya kepada Allah SWT.
Inti cerita pada bagian ini terletak pada bagian awal cerita, terdapat pada
kalimat: “Sebelum Ibu meninggal, impiannya hanya memiliki sepasang jendela,
agar dia bisa menikmati hujan (tanpa harus hujan-hujanan diluar), juga agar
melihat burung-burung yang terbang, atau untuk merasakan kilau keemasan
cahaya matahari, juga sinar bulan. Sepasang jendela untuk melihat titik-
titikbintang di kejauhan. Itulah yang mengisi doa-doa Rara dan dulu sempat
dituangkan ke dalam buku catatan mimpinya. Dia tidak pernah berfikir, hidup
akan lebih menyenangkan jika memiliki kawan seperti Aldo.”50
Bagian ini ditutup dengan keceriaan hati Rara dan teman-temannya yang
bermain di rumah mewah, rumah mewah yang dimiliki Aldo dan keluarganya
yang dahulu sepi seakan-akan tidak ada penghuninya menjadi ramai dan penuh
dengan keceriaan.
50
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 51
69
Kesimpulan bagian ini yaitu Rara akhirnya menyadari bahwa seluruh doa
yang diucapkan olehnya akan dikabulkan dan digantikan lebih baik lagi oleh
Allah SWT.
3. Segi Semantik
Latar cerita pada bagian ini adalah betapa tidak percayanya Rara bisa
memiliki sahabat seperti Aldo, Rara merasa senang sekali bisa bertemu dengan
Aldo, begitu juga sebaliknya, Aldo tidak pernah menyangka akan berteman
dengan Rara, gadis kecil yang bisa menerima kondisi Aldo apa adanya. Rara
merasa pertemuannya dengan Aldo adalah jawaban-jawaban dari Allah atas doa-
doa yang pernah disampaikannya kepada Allah SWT.
Cerita bagian ini sangatlah detail, karena menceritakan secara gamblang
bagaimana Rara, teman-temannya dan Aldo sangatlah senang dapat berkenalan
dan menjadi sahabat baik. Hal ini menyebabkan Rara merasa menemukan dunia
yang lebih indah dari mimpinya.
Maksud yang ingin disampaikan pada bagian ini sangatlah jelas, terdapat
pada kalimat: “Inikah cara Allah mengabulkan doa Rara seperti yang pernah
dituturkan Ibu? Allah kadang mengabulkan, kadang menunda, kadang
memberikan ganti yang lebih baik dari doa-doa seseorang.”51
Kalimat ini
menandakan bahwa Rara mulai percaya bahwa Allah telah mengabulkan doanya
dengan mengganti yang lebih indah.
51
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 51
70
4. Segi Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat berstruktur aktif, ia itu
bentuk kalimat yang dalam susunannya meletakan pelaku sesudah sebelum
penderita dan biasanya diawali dengan awalan me-. Bentuk kalimat berstruktur
aktif ini terdapat pada kalimat: “Rara memandang berkas sinar matahari yang
masuk melalui jendela ruangan rawat inap ini”.52
Koherensi atau pertalian antar kata atau kalimat yang digunakan pada
seluruh kalimat dalam cerita ini sudah baik dari segi kata ganti maupun kata
penghubung.
Sedangkan bentuk kata ganti yang digunakan pada bagian ini yaitu bentuk
kata ganti orang ketiga dengan menggunakan kata dia. Hal ini terdapat pada
kalimat: “Sebelum Ibu meninggal, impiannya hanya memiliki sepasang jendela,
agar dia bisa menikmati hujan.........”53
Dan pada kalimat: “Dan seperti dia, Aldo
pun mungkin tak pernah terbersit akan mendapatkan uluran tulus
persahabatan.......”54
Dan pada kalimat: ”Awalnya Rara tidak langsung mengerti
kalimat Ibu.....”55
5. Segi Stilisitik
Pilihan kata yang digunakan pengarang pada bagian ini adalah kata-kata
yang bergaya bahasa hiperbola, artinya suatu gaya bahasa yang mebesar-besarkan
52
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 50 53
Ibid., h. 51 54
Ibid., h. 51 55
Ibid., h. 55
71
atau melebih-lebihkan suatu perkara atau benda. Gaya bahasa ini terdapat pada
kalimat: “.....Jendela-jendela yang membuat mulut Rara ternganga.....”56
Pemilihan leksikal yang digunakan pengarang ditandai dengan
penggunaan kata Allah. Kata tersebut merupakan kata dari bahasa arab.
Penggunaan kata tersebut oleh pengarang digunakan karena memang pengarang
merupakan seoarang Muslim.
6. Segi Retoris
Pada bagian ini retoris yang digunakan adalah dalam bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring dan huruf kapital (huruf besar).
Penekanan yang dilakukan oleh pengarang pada bagian ini adalah betapa
senangnya Rara dan teman-temannya dapat berkenalan dengan Aldo, begitupun
sebaliknya, mereka mampu mengisi kekosongan-kekosongan yang tadi menjadi
berisi.
Tabel 5. Do’a yang Tak Diminta
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema/topik pada bab ini
mengenai Aqidah
Topik Allah selalu mengabulkan
doa hambanya yang
percaya kepadanya.
Superstruktur Skematik
Judul cerita pada bagian ini
adalah Doa yang Tak
Diminta. Cerita bagian ini
didahului dengan cerita Rara
yang menemani neneknya
yang sedang dirawat
Skema
Inti cerita pada bagian ini
terletak pada bagian awal
cerita, terdapat pada
kalimat: “Sebelum Ibu
meninggal, impiannya
hanya memiliki sepasang
56
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 52
72
dirumah sakit.
Bagian ini berisi tentang
betapa tidak percayanya
Rara bisa memiliki sahabat
seperti Aldo, Rara merasa
senang sekali bisa bertemu
dengan Aldo, begitu juga
sebaliknya, Aldo tidak
pernah menyangka akan
berteman dengan Rara, gadis
kecil yang bisa menerima
kondisi Aldo apa adanya.
Rara merasa pertemuannya
dengan Aldo adalah
jawaban-jawaban dari Allah
atas doa-doa yang pernah
disampaikannya kepada
Allah SWT.
jendela, agar dia bisa
menikmati hujan (tanpa
harus hujan-hujanan
diluar), juga agar melihat
burung-burung yang
terbang, atau untuk
merasakan kilau keemasan
cahaya matahari, juga
sinar bulan. Sepasang
jendela untuk melihat titik-
titikbintang di kejauhan.
Itulah yang mengisi doa-
doa Rara dan dulu sempat
dituangkan ke dalam buku
catatan mimpinya. Dia
tidak pernah berfikir, hidup
akan lebih menyenangkan
jika memiliki kawan seperti
Aldo.”57
Bagian ini ditutup dengan
keceriaan hati Rara dan
teman-temannya yang
bermain di rumah mewah,
rumah mewah yang
dimiliki Aldo dan
keluarganya yang dahulu
sepi seakan-akan tidak ada
penghuninya menjadi ramai
dan penuh dengan
keceriaan.
Kesimpulan bagian ini
yaitu Rara akhirnya
menyadari bahwa seluruh
doa yang diucapkan
olehnya akan dikabulkan
dan digantikan lebih baik
lagi oleh Allah SWT.
Struktur Mikro 1. Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam bab ini
terdapat dalam kalimat:
“Inikah cara Allah
mengabulkan doa Rara
seperti yang pernah
Latar cerita pada bagian ini
adalah betapa tidak
percayanya Rara bisa
memiliki sahabat seperti
Aldo, Rara merasa senang
sekali bisa bertemu dengan
Aldo, begitu juga
57
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 51
73
dituturkan Ibu? Allah
kadang mengabulkan,
kadang menunda, kadang
memberikan ganti yang
lebih baik dari doa-doa
seseorang.”58
Kalimat ini
menandakan bahwa Rara
mulai percaya bahwa
Allah telah mengabulkan
doanya dengan mengganti
yang lebih indah.
2. Sintaksis
Bentuk kalimat yang
digunakan adalah kalimat
berstruktur aktif.
Koherensi atau
pertalian/hubungan antar
kata atau kalimat yang
digunakan pada seluruh
kalimat dalam cerita
bagian ini sudah baik dari
segi kata ganti maupun
sebaliknya, Aldo tidak
pernah menyangka akan
berteman dengan Rara,
gadis kecil yang bisa
menerima kondisi Aldo apa
adanya. Rara merasa
pertemuannya dengan Aldo
adalah jawaban-jawaban
dari Allah atas doa-doa
yang pernah
disampaikannya kepada
Allah SWT.
Cerita bagian ini sangatlah
detail, karena menceritakan
secara gamblang
bagaimana Rara, teman-
temannya dan Aldo
sangatlah senang dapat
berkenalan dan menjadi
sahabat baik. Hal ini
menyebabkan Rara merasa
menemukan dunia yang
lebih indah dari mimpinya.
Maksud yang ingin
ditekankan adalah sikap
Rara yang mulai percaya
bahwa Allah telah
mengabulkan do’anya
dengan mengganti yang
lebih indah.
Bentuk kalimat berstruktur
aktif ini terdapat pada
kalimat: “Rara
memandang berkas sinar
matahari yang masuk
melalui jendela ruangan
rawat inap ini”.60
Bentuk kata ganti yang
digunakan ada pada
kalimat: “Sebelum Ibu
meninggal, impiannya
hanya memiliki sepasang
jendela, agar dia bisa
58
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 51 60
Ibid., h. 51
74
kata penghubung.
Bentuk kata ganti yang
digunakan pengarang pada
bagian ini yaitu bentuk
kata ganti orang ketiga
dengan menggunakan kata
dia.
3. Stilistik
Pilihan kata yang digunakan
pengarang pada bagian ini
adalah kata-kata yang
bergaya bahasa hiperbola,
artinya suatu gaya bahasa
yang mebesar-besarkan atau
melebih-lebihkan suatu
perkara atau benda. Gaya
bahasa ini terdapat pada
kalimat: “.....Jendela-jendela
yang membuat mulut Rara
ternganga.....”59
4.Retoris
Penekanan yang dilakukan
oleh pengarang pada bagian
ini adalah betapa senangnya
Rara dan teman-temannya
dapat berkenalan dengan
Aldo, begitupun sebaliknya,
mereka mampu mengisi
kekosongan-kekosongan
yang tadi menjadi berisi
menikmati
hujan.........”61
Dan pada
kalimat: “Dan seperti dia,
Aldo pun mungkin tak
pernah terbersit akan
mendapatkan uluran tulus
persahabatan.......”62
Leksikal yang digunakan
yaitu ditandai dengan
penggunaan kata Allah.
Kata tersebut merupakan
kata dari bahasa arab.
Pada bagian ini retoris yang
digunakan adalah dalam
bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring
dan huruf kapital (huruf
besar).
Cerita pada bagian ini
ditekankan pada seorang
hamba yang berdo’a dan
percaya bahwa do’anya
akan dikabulkan oleh
Allah.
59
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 52 61
Ibid., h. 51 6262
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara, 2011), h. 51
75
f. Cukup Satu Jendela
Impian Rara tentang memiliki jendela menjadi hal aneh yang didengar di
kampungnya. Tetapi Rara tidak pernah bergeser sedikitpun dari impiannya,
bahkan hari demi hari impiannya menjadi lebih kuat. Yang Ia inginkan hanya
satu, cukup satu jendela terpasang di rumahnya.
1. Tema Dakwah
Tema dakwah pada bagian ini adalah Impian dapat terwujud dengan cara
berusaha dan berdoa.
Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang, telah
berfirman dalam Al-Qur’an bahwa Dia dekat dengan manusia dan akan
mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Nya.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi-Ku, dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.”(QS.Al-Baqarah[2]:186.
Allah itu dekat kepada setiap orang. Dia Maha Mengetahui keinginan,
perasaan, pikiran, kata-kata yang diucapkan, bisikan, bahkan apa saja yang
tersembunyi di dalam hati setiap orang. Dengan demikian, Allah Mendengar dan
Mengetahui setiap orang yang menghadap dan berdoa kepada-Nya. Inilah karunia
Allah kepada manusia sekaligus sebagai wujud dari sifat kasih, sayang, rahmat,
dan kekuasaan-Nya yang tiada terbatas.
76
2. Segi Skematik
Judul cerita pada bagian ini adalah Cukup Satu Jendela. Cerita ini
didahului dengan keinginan seorang anak yang tinggal di perkampungan menteng
pulo yang menginginkan jendela. Dia selalu membayangi akan sebuah jendela.
Bagian ini berisi tentang keinginan Rara untuk memiliki jendela, keinginan
yang berbeda dari keinginan anak-anak lain seusianya, disaat anak-anak seusianya
menginginkan boneka Barbie, robot atau mobil-mobilan, ia hanya menginginkan
satu jendela terpasang di rumahnya. Karena keinginan aneh inilah yang membuat
Rara kerap kali diledek oleh teman-teman seusianya, tetapi Rara tetap saja tidak
mau mengganti keinginannya itu.
Inti pesan pada bagian ini berada di akhir bagianyakni pada kalimat: “Dia
sendiri belum bisa membayangkan bagaimana mewujudkannya. Uang mengamen
dan ojek payung di perempatan lampu merah, seringkali dipinjam simbok untuk
keperluan ini itu.”63
Bagian ini ditutup dengan ingatan Rara akan kenangan-kenangan bersama
Ibunya, karena ibunyalah wanita yang selalu mengingatkan Rara untuk selalu rajin
berdoa dan berusaha, ditambah dengan ingatannya mengenai Bu Alia yang
menyuruh Rara untuk selalu rajin membaca al-Fatihah untuk dikirim kepada
Ibunya.
63
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 75
77
Kesimpulan dari cerita bagian ini adalah Rara ingin sekali merealisasikan
mimpinya, yakni memiliki sebuah jendela dirumahnya. Oleh sebab itu Rara selalu
berusaha dan berdoa agar mimpinya segera terealisasi.
3. Segi Semantik
Latar cerita pada bagian ini berawal dari keinginan Rara untuk memiliki
sebuah jendela yang terpasang dirumahnya. Memang hal ini cukup tidak masuk
akal. Hal ini didasari karena tempat tinggal mereka bukanlah didaerah perumahan
elit, melainkan disebuah kampung yang berada diatas tanah pemakaman yang
memang kerap kali digusur dan rumah tempat tinggalnya sangatlah sederhana.
Detil cerita pada bagian ini terdapat pada bagian tengah cerita, yakni pada
bagian: “Sejak dulu dia ingin punya jendela. Sejak Ibu masih ada. Sejak Bude
Asih belum pergi. Sejak dia bahkan belum mengenal Aldo. Seharusnya teman-
temannya tahu tidak ada salahnya bermimpi. Obama misalnya, menyitir ucapan
Rafi, mana terbayang dulu akan ada presiden Amerika berkulit hitam?”64
Kalimat ini menandakan bahwa impian itu dapatlah terwujud.
4. Segi Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat berstruktur aktif, ia itu
bentuk kalimat yang dalam susunannya meletakan pelaku sesudah sebelum
penderita dan biasanya diawali dengan awalan me-. Bentuk kalimat berstruktur
aktif ini terdapat pada kalimat: “.....Sementara, Yati yang badannya sejak tadi
64
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 74
78
bergoyang-goyang mendiamkan adik dalam gendongan, akhirnya bersuara.....”65
dan pada kalimat: “Satu dua anak diam-diam mulai membayangkan rumah
mereka yang hanya berupa triplek tipis........”66
Koherensi atau pertalian antar kata atau kalimat yang digunakan pada
seluruh kalimat dalam cerita ini sudah baik dari segi kata ganti maupun kata
penghubung.
Sedangkan bentuk kata ganti yang digunakan dalam bagian ini yaitu
bentuk kata ganti orang ketiga dengan menggunakan kata dia. Hal ini terdapat
pada kalimat: “Kepala Rara tertunduk. Dia sendiri mengalami.”67
Dan pada
kalimat: “Tapi jendela tetap penting. Dia tidak ingin mencoret impian yang satu
ini.”68
5. Segi Stilistik
Pilihan kata yang digunakan pengarang pada bagian ini adalah gaya bahasa
denotatif, artinya kata-kata yang mudah dimengerti dan tidak mengandung
perubahan makna.
Pilihan leksikal yang digunakan oleh penulis pada bab ini, ditandai
denghan penggunaan kata Barbie. Kata tersebut merupakan nama dari sebuah
boneka yang berasal dari negara Amerika.
65
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 72 66
Ibid., h. 74 67
Ibid., h. 71 68
Ibid., h. 71
79
6. Segi Retoris
Pada bagian ini retoris yang digunakan adalah dalam bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring dan huruf kapital (huruf besar).
Penekanan yang dilakukan oleh pengarang pada bagian ini adalah
banyaknya cerita tentang impian Rara akan jendelanya dan bagaimana cara Rara
dalam merealisasikannya meskipun banyak cemoohan yang kerap datang
padanya.
Tabel 6. Cukup Satu Jendela
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema/topik pada bab ini
mengenai Aqidah
Topik Impian dapat terwujud
dengan cara berusaha dan
berdoa.
Superstruktur Skematik
Judul cerita pada bagian ini
adalah Cukup Satu Jendela.
Cerita ini didahului dengan
keinginan seorang anak yang
tinggal di perkampungan
menteng pulo yang
menginginkan jendela. Dia
selalu membayangi akan
sebuah jendela.
Bagian ini berisi tentang
keinginan Rara untuk
memiliki jendela, keinginan
yang berbeda dari keinginan
anak-anak lain seusianya,
disaat anak-anak seusianya
menginginkan boneka
Skema
Inti cerita pada bagian ini
berada di akhir bagianyakni
pada kalimat: “Dia sendiri
belum bisa membayangkan
bagaimana
mewujudkannya. Uang
mengamen dan ojek
payung di perempatan
lampu merah, seringkali
dipinjam simbok untuk
keperluan ini itu.”69
Bagian ini ditutup dengan
ingatan Rara akan
kenangan-kenangan
bersama Ibunya, karena
ibunyalah wanita yang
selalu mengingatkan Rara
untuk selalu rajin berdoa
69
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 75
80
Barbie, robot atau mobil-
mobilan, ia hanya
menginginkan satu jendela
terpasang dirumahnya.
Karena keinginan aneh
inilah yang membuat Rara
kerap kali diledek oleh
teman-teman seusianya,
tetapi Rara tetap saja tidak
mau mengganti
keinginannya itu.
dan berusaha, ditambah
dengan ingatannya
mengenai Bu Alia yang
menyuruh Rara untuk
selalu rajin membaca al-
Fatihah untuk dikirim
kepada Ibunya.
Kesimpulan dari cerita
bagian ini adalah Rara
ingin sekali merealisasikan
mimpinya, yakni memiliki
sebuah jendela dirumahnya.
Oleh sebab itu Rara selalu
berusaha dan berdoa agar
mimpinya segera
terealisasi.
Struktur Mikro 1. Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam bab ini
terdapat dalam kalimat:
“Sejak dulu dia ingin punya
jendela. Sejak Ibu masih
ada. Sejak Bude Asih belum
pergi. Sejak dia bahkan
belum mengenal Aldo.
Seharusnya teman-temannya
tahu tidak ada salahnya
bermimpi. Obama misalnya,
menyitir ucapan Rafi, mana
terbayang dulu akan ada
presiden Amerika berkulit
hitam?”70
Kalimat ini
menandakan bahwa impian
itu dapatlah terwujud.
2. Sintaksis
Bentuk kalimat yang
Latar cerita pada bagian ini
berawal dari keinginan
Rara untuk memiliki
sebuah jendela yang
terpasang dirumahnya.
Memang hal ini cukup
tidak masuk akal. Hal ini
didasari karena tempat
tinggal mereka bukanlah
didaerah perumahan elit,
melainkan disebuah
kampung yang berada
diatas tanah pemakaman
yang memang kerap kali
digusur dan rumah tempat
tinggalnya sangatlah
sederhana.
Maksud yang ingin
ditekankan adalah impian
dapat terwujud apabila mau
berusaha dan berdo’a.
Bentuk kalimat berstruktur
70
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 74
81
digunakan adalah kalimat
berstruktur aktif.
Koherensi atau
pertalian/hubungan antar
kata atau kalimat yang
digunakan pada seluruh
kalimat dalam cerita bagian
ini sudah baik dari segi kata
ganti maupun kata
penghubung.
Bentuk kata ganti yang
digunakan pengarang pada
bagian ini yaitu bentuk kata
ganti orang ketiga dengan
menggunakan kata dia.
.
3. Stilistik
Pilihan kata yang digunakan
pengarang pada bagian ini
adalah gaya bahasa
denotatif, artinya kata-kata
yang mudah dimengerti dan
tidak mengandung
perubahan makna.
4.Retoris
Penekanan yang dilakukan
oleh pengarang pada bagian
ini adalah banyaknya cerita
tentang impian Rara akan
jendelanya dan bagaimana
cara Rara dalam
merealisasikannya meskipun
banyak cemoohan yang
kerap datang padanya.
aktif ini terdapat pada
kalimat: “.....Sementara,
Yati yang badannya sejak
tadi bergoyang-goyang
mendiamkan adik dalam
gendongan, akhirnya
bersuara.....”71
Dan pada
kalimat: “Satu dua anak
diam-diam mulai
membayangkan rumah
mereka yang hanya berupa
triplek tipis........”72
Bentuk kata ganti yang
digunakan ada pada
kalimat: “Kepala Rara
tertunduk. Dia sendiri
mengalami.”73
Dan pada
kalimat: “Tapi jendela
tetap penting. Dia tidak
ingin mencoret impian
yang satu ini.”74
Leksikal yang digunakan
yaitu ditandai dengan
penggunaan kata Barbie.
Kata tersebut merupakan
nama dari sebuah boneka
yang berasal dari negara
Amerika.
Pada bagian ini retoris yang
digunakan adalah dalam
bentuk grafis berupa
pemakaian huruf miring
dan huruf kapital (huruf
besar).
Cerita pada bagian ini
ditekankan pada sikap Rara
yang mau berusaha dan
berdo’a agar impiannya
dapat terwujud.
71
Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela (Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011), h. 72 72
Ibid., h. 74 73
Ibid., h. 71 74
Ibid., h. 71
82
B. Novel “Rumah Tanpa Jendela” Dilihat dari Analisis Kognisi Sosial
Dalam menganalisis wacana struktur teks, kognisi sosial, konteks sosial
adalah bagian yang integral bila menyesuaikan dengan kerangka Teun A. Van
Dijk. Pendekatan kognisi sosial ini bersifat lokal, spesifik, dan psikologis. Hal ini
sangat bersebrangan dengan kecenderungan menghubungkan teks komunikasi
dengan isu besar dalam media seperti kontrol institusi, profesi, modal dan
sebagainya.75
Maksud dari analisis kognisi sosial disini adalah dengan melihat
pemahaman yang dilakukan oleh komunikator (Asma Nadia) terhadap novel
Rumah Tanpa Jendela.
Dalam novel Rumah Tanpa Jendela komunikator berusaha menceritakan
perjalanan seorang anak yang kurang mampu dalam menggapai impiannya.
Komunikator mengangkat sebuah kisah tentang seorang anak yang menginginkan
sebuah jendela terpasang di rumahnya. Asma Nadia mewarnai jalan cerita dalam
novelnya dengan nilai-nilai keTuhanan dan pendidikan.
Novel Rumah Tanpa Jendela merupakan representasi nilai-nilai kehidupan
Asma Nadia. Dalam kehidupan pribadinya Asma Nadia selalu yakin akan cita-
citanya. Karena sikap inilah yang membawa Asma Nadia menjadi salah satu
penulis terbaik di Indonesia.
Dalam novel Rumah Tanpa Jendela sering ditemui pernyataan-pernyataan
tokoh utamanya tentang impian. Persoalan berjuang, dan tetap konsisten dalam
menggapai mimpi selalu keluar dari pernyataan tokoh utamanya. Asma nadia
dalam tulisan ini mencoba membawa pembaca melalui tokoh utamanya agar tidak
75
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: Lkis, 2001),
h. 266
83
pernah lelah dalam menggapai impian. Karena impian dapatlah digapai dengan
usaha dan doa, doa kepada sang maha pencipta karena Ia-lah sang maha segala-
galanya.
Kekuasaan tertinggi dan mutlak tetaplah ditangan Allah. Manusia hanya
diberi akal, dengan akal inilah manusia dapat memilih dalam cara menggapai
impiannya.
Watak tokoh utama dalam novel Rumah Tanpa Jendela digambarkan
sebagai anak yang sangat rajin, cerdas, sopan, imaginer dan memiliki tingkat
spiritualitas yang tinggi. Tokoh utama ini bukanlah tokoh pemberontak pada
lingkungan. Meskipun lingkungan tempat tinggalnya tidak memungkinkan
terealisasi mimpi-mimpinya, ia tetap sabar dan terus berusaha dalam menggapai
impiannya, meskipun cobaan demi cobaan selalu didapatinya.
Dari perjalanan tokoh utama dalam novel Rumah Tanpa Jendela, kita
dapat dengan jelas mengetahui apa yang menjadi pandangan hidup pengarang.
Pengarang adalah seorang muslimah yang taat dan memiliki kepribadian yang
sangat baik. Pengarang juga selalu merujuk pernyataan-pernyataan tokoh
utamanya dalam novel Rumah tanpa Jendela berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan
Hadits.
Setelah diketahui watak dari tokoh utama dan pandangan hidup pengarang,
maka terlihat ada penyesuaian. Penyesuaian ini demikian eratnya, sehingga
sampai pada kesimpulan bahwa Asma Nadia dalam menulis novelnya sedikit
sadar atau tidak, terpengaruh oleh konsep-konsep kepercayaan dalam Islam. Oleh
sebab itu penggambaran tokoh utama dalam novel merupakan anak yang sangat
percaya akan kekuatan doa.
84
Asma Nadia dalam novelnya ini lebih menitikberatkan pembahasannya
pada problema sosial mengenai impian yang selalu ditinggalkan karena situasi dan
kondisi yang tidak memungkinkan. Pengarang berulang kali mengisi jalan cerita
dalam novelRumah Ttanpa Jendela dengan menghadirkan sebuah masalah yang
diikuti proses penyelesaian dengan cara yang memang tidak diduga-duga.
Pengarang selalu membuat tokoh utama dapat menggapai impian dengan
kemampuan sendiri dan selalu berdoa kepada Allah SWT. Hal ini merupakan
penggambaran sifat pengarang yang percaya diri dan merasa bahwa segala impian
dapat dicapai dengan cara berusaha dan berdoa.
Asma Nadia ingin memberikan pelajaran kepada para pembacanya
bagaimana seharusnya impian itu dicapai. Khususnya bagi mereka yang merasa
impiannya itu terbentur oleh situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Ia
menghendaki agar seluruh pembaca tidak pernah menyerah dalam menggapai
impian. Karena impian itu dapat diraih apabila kita terus meyakinkan diri kita lalu
berusaha dan selalu berdoa kepada Allah SWT. Disinilah keunggulan Asma Nadia
yang berhasil menjalin secara cerdas pemikirannya sebagai latar belakang yang
mempengaruhi tokoh utamanya.
Dalam novel Rumah Tanpa Jendela Asma Nadia banyak menyelipkan
pikiran-pikiran bijak tentang ajaran ke-Islaman berkaitan dengan masalah
bersikap dalam masalah-masalah ketika kita ingin menggapai impian. Selain itu
Asma Nadia juga menyisipkan beberapa cerita humor sosial yang memang sering
terjadi pada masyarakat kita. Hal ini selain menjadi ciri dari penulis yang tidak
kaku, juga membuktikan sifat pengarang yang humoris.
85
Pada akhir cerita, pengarang menyelipkan pesan penting mengenai
keyakinan dalam setiap doa, ia menuangkan dengan jelas bahwa Allah selalu
mendengar doa yang dipanjatkan oleh hambanya. Dan pesan mengenai seorang
manusia haruslah selalu bergantung kepada Allah, karena manusia hanyalah
makhluk yang lemah, makhluk yang tidak bisa berdir sendiri di muka bumi ini.
Pesan ini mengisyaratkan bahwa pengarang faham betul akan konsep Iman.
Dalam menyampaikan pesan dakwahnya, Asma Nadia menggunakan
media novel sebagai bentuk kreatifitasnya dalam mengkomunikasikan pikiran-
pikirannya, maka lahirlah novel yang diberi judul Rumah Tanpa Jendela. Dalam
novel tersebut, Asma Nadia mencoba menyampaikan kepada masyarakat tentang
pentingnya sebuah impian yang harus selalu dicoba untuk direalisasikan.
Menurut penulis, tujuan ditulisnya novel tersebut adalah untuk
mengajarkan bagaimana seharusnya manusia tidak menyerah pada keadaan dalam
mengejar impian dan cita-cita. Bagaimana menghadapi masalah dalam
terhambatnya impian. Bagaimana tetap konsisten memperjuangkan impian dengan
terus berusaha dan berdoa. Nilai-nilai luhur yang bisa dipetik antara lain adalah
prinsip-prinsip hidup yang jujur, ikhlas, sederhana, dan perjuangan.
Dengan adanya novel tersebut kompetensi komunikator sebagai pengarang
yang berlandaskan ajaran ke-Islaman semakin jelas. Semoga hal ini dapat diikuti
dengan pemahaman dari masyarakat bahwa novel merupakan salah satu media
dakwah yang efektif.
86
C. Novel “Rumah Tanpa Jendela” Dilihat dari Segi Analisis Konteks Sosial
Dimensi terakhir dari analisis wacana yang dikemukakan oleh Teu A. Van
Dijk adalah konteks sosial. Konteks sosial adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi cerita atau teks yang berasal dari luar, sehingga menjadi salah satu
alasan dari komunikator dalam membuat atau menulis novel tersebut.
Asma Nadia adalah seorang yang memiliki kredibilitas tinggi dalam
menulis, hal ini dibuktikan dengan karya-karyanya yang selalu memberikan
inspirasi tersendiri bagi para pembacanya.
Asma Nadia dikenal juga sebagai muslimah yang memiliki jiwa sosial
yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari perhatiannya yang lebih terhadap
keberlangsungan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu di Indonesia.
Dengan membangun lebih dari 30 taman bacaan di Indonesia yang diberi nama
Rumah Baca Asma Nadia, beliau memusatkan perhatiannya yang sangat bagi
terciptanya insan muda yang pandai dan tidak tertinggal oleh kemodernisasian
meskipun dalam keadaan yang sulit.
Dalam menghasilkan kaya tulis seperti novel, Asma Nadia banyak
dipengaruhi oleh realita yang terjadi. Dengan kreatifitasnya, pengarang mampu
memperkaya alur cerita sekaligus menyelipkan pemikirannya baik melalui watak
maupun isi cerita. Hal ini mengakibatkan susutnya orisinilitas fakta cerita, justru
menambah khasanah nilai yang terkandung dalam novel. Selain memang
diperlukan dalam rangka dramatisasi, hal tersebut juga dibutuhkan sebagai upaya
pengarang membungkus sebuah karya tulis yang memiliki pesan dakwah dengan
penuh warna, menarik dan tidak membosankan.
87
Sebagai seorang pengarang yang memiliki latar belakang aktifis yang
banyak terlibat pada masalah sosial, maka pendekatan yang dilakukan pengarang
lebih banyak dari sudut itu. Hal itu dapat kita temui pada mayoritas karya-
karyanya yang lebih banyak menonjolkan nilai-nilai sosial di banding dengan
kisah-kisah percintaan atau imajinasi fiksi semata.
Menurut penulis, alasan ditulisnya novel Rumah Tanpa Jendela adalah
untuk membuktikan bahwa pesan moral dan sosial dapat sebegitu menarik ketika
di olah secara kreatif. Pesan moral dan sosial yang disampaikan pengarang adalah
pesan yang berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, sehingga dapat dikatakan bahwa
novel Rumah Tanpa Jendela merupakan manifestasi dari pemikiran pengarang.
Pada masa kini penyebaran agama Islam tidak hanya dilakukan dengan
cara-cara tradisional lagi, seperti ceramah diatas mimbar atau hanya dalam sebuah
pengajian. Pesan dakwah dapat disampaikan dalam berbagai media dan metode.
Salah satunya adalah melalui novel. Hal ini sekaligus menyimpulkan bahwa setiap
orang dapat melakukan peran dakwah dengan cara dan porsi masing-masing tanpa
harus terlebih dahulu menjadi ustadz atau dai yang profesional. Asma Nadia
sebagai seorang yang spiritualis merepresentasikan nilai spiritualitasnya ke dalam
bentuk tulisan, sehingga lahirlah novel Rumah Tanpa Jendela. Keberagaman cara
mengkomunikasikan ajaran ke-Islaman tersebut diperlukan agar keluasan ajaran
Islam dapat dihadirkan pada setiap sisi kehidupan.
Novel Rumah Tanpa Jendela adalah salah satu karya Asma Nadia yang
dapat dijadikan acuan bagi masyarakat yang ingin mengenal pesan dakwah tanpa
adanya perasaan digurui dan menghindarkan kejenuhan dari bahasa formal dan
88
budaya tradisional. Dengan lahirnya banyak cara alternatif menuju pemahaman
ajaran ke-Islaman akan menjadikan masyarakat mudah mendapatkannya.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menjelaskan dan menganilisa bahasan-bahasan yang di kemukakan
sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Wacana pesan dakwah dalam novel ini terdiri dari pesan aqidah dan akhlak. Hal
tersebut dapat diketahui setelah menganalisis dan membahas novel ini menggunakan
pendekatan teori analisis wacana Teun A.Van Dijk. Pada bab Gadis Kecil dan
Do’anya berisi tentang: selalu berbaik sangka kepada Allah (aqidah), pada bab Pintu
Mimpi Terbuka berisi tentang: selalu bersyukur kepada Allah (akhlak), pada bab
Perjalanan Mimpi Teman Kecil Rara berisi tentang: selalu berusaha untuk mencapai
mimpi (akhlak), pada bab Seorang Gadis dan Pernikahan berisi tentang: hidup
berdampingan (muamalah), pada bab Do’a Yang Tak Diminta berisi tentang: selalu
berbaik sangka kepada Allah (aqidah), pada bab Cukup Satu Jendela berisi tentang:
selalu berusaha untuk mencapai mimpi (akhlak).
2. Novel Rumah Tanpa Jendela mengandung banyak pesan dakwah tentang percaya dan
pasrah kepada Allah SWT sebagai suatu tanda rasa bersyukur terhadap sang pencipta
dan rasa saling tolong menolong terhadap sesama manusia. Secara garis besar dalam
mengemas pesan dakwahnya Asma Nadia menggunakan kata-kata yang lugas dan
sederhana serta mengemas kisah yang inspiratif dalam novelnya.
3. Jika dilihat dari kognisi sosial dalam novel ini komunikator (Asma Nadia) berusaha
menceritakan perjalanan seorang anak yang kurang mampu dalam menggapai
impiannya. Komunikator mengangkat sebuah kisah tentang seorang anak yang
90
menginginkan sebuah jendela terpasang di rumahnya. Asma Nadia mewarnai jalan
cerita dalam novelnya dengan nilai-nilai keTuhanan dan pendidikan.
4. Dalam konteks sosial dapat diketahui bahwa alasan komunikator dalam menulis novel
ini adalah untuk membuktikan bahwa pesan dakwah dan sosial dapat menjadi
sebegitu menarik ketika diolah secara kreatif. Pesan dakwah dan sosial yang
disampaikan pengarang adalah pesan yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan hadits,
sehingga dapat dikatakan novel Rumah Tanpa Jendela merupakan manifestasi dari
pemikiran dakwah pengarang.
B. Saran
Penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai masukan yang mungkin
bermanfaat bagi semua pihak. Adapun saran-sarannya adalah sebagai berikut:
1. Pada bagian belakang novel Rumah Tanpa jendela tidak terdapat biodata pengarang
secara lengkap, hanya ada paparan tentang karya dan prestasi pengarang saja.
Seharusnya pada bagian belakang berisi tentang biodata pengarang, agar pembaca
dapat mengetahui lebih jelas tentang pengarang.
2. Novel Rumah Tanpa Jendela memiliki banyak alur yang maju mundur, hal ini cukup
menyulitkan para pembaca untuk lebih memahami situasi yang ada.
3. Penokohan karakter utama dalam novel terlalu ditonjolkan, sehingga menutupi
karakter-karakter yang lainnya dalam novel Rumah Tanpa Jendela.
4. Berdakwah dapatlah dilakukan dengan media tulisan seperti novel, hal ini sangatlah
relevan bagi juru dakwah untuk membuat novel dakwah yang menarik.
91
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ambary, Abdullah. Inti Sari Sastra Indonesia. Bandung: Djantika, 1983
Ardani, Moh. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah. Jakarta: Mitra Cahaya
Utama, 2006
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991
________. Psikologi Dakwah. Jakarta: Bumi Aksara, 1994
Atmowiloto, Arswendo. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: Suberta Citra Pusaka,
1995
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS, 2006
Ghazali, Bahrti M. Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu
Komunikasi Dakwah. Jakarta: Media Dakwah, 1984
Ghulusy, Ahmad. Al-Da’wah al-Islamiyah. Kairo: Dar al-Kitab, 1987
Hasanuddin, Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996
Ilyas, Yunahar. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam (LPPI), 2000
Departemen Pendidikan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1988
Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende- Flores: Nusa
Indah, 1980
Kusmayadi, Ismail. Think Smart Bahasa Indonesia, Bandung: Media Grafindo
Pratama, 2006
Kusnawan, Aep. Berdakwah Lewat Tulisan. Bandung: Mujahid, 2004
Nadia, Asma. Cinta di Ujung Sajadah. Depok: PT. Lingkar Pena Kreativa, 2008
__________. Rumah Tanpa Jendela. Jakarta: PT. Kompas Gramedia Nusantara,
2011
92
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2002
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1995
Omar, Toha Yahya. Ilmu Dakwah. Jakarta: PT. Widjaja, 1971
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS, 2007
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001
__________. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framming. Bandung: Rosda Karya, 2004
Sofia, Adib dan Sugihastuti. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan
dalam Layar Terkembang. Bandung: Katarsis, 2003
Sumardjo, Jakob dan K.M, Saini. Apresiasi Kesusastraa. Jakarta: Penerbit
Gramedia,1986
Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983
Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI, 1996
Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan sastra Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1992
Jurnal/ Artikel:
Nadia, Asma. Artikel diakses pada 4 November 2012 dari
http://rumahbacaasmanadia.com/profil-pendiri/
Nadia, Asma. Artikel diakses pada 4 November 2012 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Asma_Nadia