Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS TINGKAT MOTIVASI PETERNAK SAPI PERAH DI
KABUPATEN ENREKANG DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
ANALYSIS OF DAIRY FARMERS’ MOTIVATION LEVEL IN
ENREKANG AND FACTORS WHICH INFLUENCE THE
LEVEL OF MOTIVATION
IRMAYANI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
ANALISIS TINGKAT MOTIVASI PETERNAK SAPI PERAH DI
KABUPATEN ENREKANG DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu dan Teknologi Peternakan
Disusun dan diajukan oleh
I R M A Y A N I
Kepada
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
TESIS
ANALISIS TINGKAT MOTIVASI PETERNAK SAPI PERAH DI
KABUPATEN ENREKANG DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
Disusun dan diajukan oleh
I R M A Y A N I
Nomor Pokok P 4000211011
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal 31 Juli 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasehat
Dr. Sitti Nurani Sirajuddin, S.Pt,M.Si Dr. Syahdar Baba, S.Pt,M.Si Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Ilmu Dan Teknologi Peternakan Universitas Hasanuddin Prof.Dr.Ir.Djoni Prawira Rahardja, M.Sc
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : IRMAYANI
Nomor Pokok : P 4000211011
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Peternakan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apanila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebahagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, September 2013
IRMAYANI
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun
tesis yang berjudul “Analisis Tingkat Motivasi Peternak Sapi Perah Di
Kabupaten Enrekang Dan Faktor Yang Mempengaruhiya”
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat selesai berkat bantuan
dan partisipasi berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini dengan
ketulusan hati dan keikhlasan penulis menghaturkan terima kasih kepada
Dr. Sitti Nurani Sirajuddin, S.Pt, M.Si dan Dr. Syahdar Baba, S.Pt, M.Si,
selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran dalam menyelesaikan karya akhir ini kedua pembimbing ini bagi
saya pokoknya is the best.
Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada :
Kepada Ayahanda Muslimin dan Ibunda Hajrah yang telah
memberikan didikan yang terbaik, semangat dan motivasi adalah
ikhtiar bagi saya, tutur kata dan doa bagiku, serta setiap langkah
dan geraknya adalah perjuangan bagi ananda setiap aktivitas. Dan
seluruh keluarga besar penulis yang telah mendoakan serta
memberikan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
pada Ilmu Dan Teknologi Peternakan.
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan, program
pasca sarjana UNHAS, Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahadja, M.Sc
yang banyak membantu dan sekaligus penyemangat penulis dalam
menyelesaikan tesis.
Bapak Dekan Fakultas Peternakan beserta seluruh Stake holder
yang ada di tataran Fakultas Peternakan yang telah banyak
memberikan tuntunan selama proses belajar penulis diperguruan
tinggi.
Dosen Penguji : Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc, Dr. Ir. Palmarudi,
M.SU dan Dr. Agustina Abdullah S.Pt, M.Si untuk kesedian
waktunya dan saran-sarannya dalam melengkapi tesis ini.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang
yang banyak memberikan informasi, masukan dan bimbingan.
Kepada seseorang Irwan Patekkai, SE yang selalu memberikan
motivasi dan bantuan pada penulis dalam penyusunan Tesis.
Special thankz for all of my best frends angkatan kedua Program
Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan, program pasca sarjana
UNHAS, saudara dan saudariku k’uya, k’wati, k’upi, k’rahmal,
k’adnan, k’andy, k’ragil, k’tayeb, k’mia, k’eky, k’haja, k’sahir,
k’merpati, arga. Hal yang terindah telah bersama kalian, menerima
kakurangan dan kelebihan masing-masing, sedih dan tawa yang
kita lalui bersama dalam perjuangan mencapai ilmu Allah…Amin
Saudara-Saudara Imajinasi’06 cici ’n ipe (Close Friends), Uci, S.Pt
(seperjuanganku), wiwi’puput (Makan Terus), Pia n wati Nunu
wana, herni, Diana, Imhe (Terus bergabung dengan imajinasi),
acha (always cheerfull), Ilo (Than’s), erik, many2u, syaha,
uchenk, brontoks, opi, diman, enal, maman, achi, iwan,
bacoke’, fajar, angga ( Imajinasi ada karena kalian semua), atas
kerjasama, membantu, sharing, keakraban doa tulus kepada pulis.
Kalian semua teman-teman yang baik, lucu dan gagah dan cantik.
Penulis menyadari sepenuhnya akan segala kekurangan dalam
penyusuan skripsi ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menjadikan tulisan ini lebih sempuna. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi kita semua. AMIN..
Semoga amal ibadah semua pihak yang telah membantu penulis
mendapatkan ridha dari Allah SWT. Amin
Makassar , Agustus 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR GRAFIK xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Motivasi 8
B. Teori-Teori Motivasi 11
C. Faktor Internal Yang Mempengaruhi Motivasi 19
D. Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Motivasi 23
E. Teknologi Budidaya Sapi Perah 26
F. Kerangka Pikir 32
G. Hipotesis 37
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 38
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 39
C. Populasi Dan Sampel 39
D. Metode Pengumpulan Data 41
E. Analisa Data 43
F. Konsep Operasional 48
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan dan Keadaan Geografis 50
1. Keadaan Penduduk 52
2. Pertanian dan Peternakan 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Responden
1. Umur 56
2. Tingkat Pendidikan 58
3. Jumlah Kepemilikan Ternak 59
4. Jumlah Tanggungan Keluarga 60
5. Lama Usaha Ternak 62
B. Tingkat Motivasi Peternak Sapi Perah di Kabupaten Enrekang 63
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Motivasi Peternak Sapi Perah Di Kabupaten Enrekang 67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 79
B. Saran 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Data Populasi Sapi Perah 4
2. Variabel Penelitian 42
3. Persentase Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Enrekang 51
4. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Enrekang 53
5. Distribusi Responden Menurut Umur 56
6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan 58
7. Distribusi Responden Menurut Jumlah Kepemilikan Ternak 59
8. Distribusi Responden Menurut Jumlah Tanggungan
Keluarga 61
9. Distribusi Peternak Menurut Lama Beternak 62
10. Indeks Kesesuain Model SEM 73
11. Hasil Pengujian Kausalitas 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Hierarki-hierarki Kebutuhan Berbeda Dari Kultur Ke Kultur 12
2. Skema kerangka Pikir 37
3. Diagram faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Peternak Sapi Perah di Kabupaten Enrekang 46
4. Nilai t-Value Sebelum Model Diperbaiki 70
5. Nilai Estimasi Sebelum Model Diperbaiki 70
6. Nilai t – Value Setelah Model Diperbaiki 72
7. Nilai Estimasi Setelah Model Diperbaiki 72
8. Estimasi Model Pengukuran 75
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuisioner Penelitian 85
2. Idenstitas Responden Kecamatan Cendana (Wilayah Sentra 88
3. Idenstitas Responden Daerah Non Sentra 90
4. Nilai Tingkat Motivasi Peternak 93
5. Mann-Whitney Test 101
6. Nilai VIF 102
7. Nilai Correlations 103
8. Nilai VIF 105
DAFTAR GRAFIK
Nomor Halaman
1. Diagram Penyebaran Nilai Variabel Independen terhadap Variabel Dependen 68
ABSTRAK
IRMAYANI. Analisis Tingkat Motivasi Peternak Sapi Perah di Kabupaten Enrekang dan Faktor Yang Mempengaruhi (dibimbing oleh Sitti Nurani Sirajuddin dan Syahdar Baba).
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat motivasi peternak sapi perah pada daerah sentra dan nonsentra di Kabupaten Enrekang dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat motivasi peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei noneksperimen. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Enrekang. Populasi penelitian sebanyak 273 peternak. Dari populasi tersebut terpilih 100 responden (51 orang di daerah sentra dan 49 orang di daerah nonsentra) sebagai responden. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi peternak adalah Mann-Whitney (uji dua sampel independen) dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi digunakan alat analisis structure equation modelling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan tingkat motivasi dalam hal relatednes tidak berbeda antara daerah sentra dan nonsentra. Perbedaan terjadi ada pada tingkat motivasi dalam hal growth yang dibuktikan melalui uji dua sampel independen (α = 0,005). Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah faktor eksternal yang terdiri atas dukungan pasar, dukungan pemerintah, dan dukungan pemerintah. Kata kunci : peternak sapi perah, tingkat motivasi, Kabupaten Enrekang
ABSTRACT
IRMAYANI. Analysis of Dairy Farmers’ Motivation Level in Enrekang and Factors which influence the Level of Motivation. (Supervised by Sitti Nurani Sirajuddin and Syahdar Baba) The aims of the research are to (1) acknowledge the level of dairy farmers motivation in the centre and non-centre area in Enrekang Regency, (2) acknowledge the factor influencing the level of dairy farmers’ motivation in Enrekang Regency. The research was conducted in Enrekang Regency. The research method was a non-experiment survey. The respondents were 100 persons, 51 of them were in the centre of region and 49 in non-center region. The tool of analysis for motivation level was Mann Whiytyney (two independent sampe test), and factors influencing motivation level was tested with Structural Equation Modelling (SEM). The result of the research indicated that the motivation level, in terms of relatedness, of the center region is not different from the non-center region, the difference of motivation level exists in growth indicated in the two independen samples (α = 0,005). Factor influencing the level of dairy farmers’ motivation in Enrekang Regency are external which includes market, government support and capital support. Keywords : dairy farmers, motivation level, Enrekang.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pembangunan peternakan merupakan salah satu faktor penentu
pengembangan wilayah di Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan karena
peternakan memiliki peranan yang strategis dalam kehidupan
perekonomian dan pembangunan sumberdaya manusia. Peranan ini
dapat dilihat dari fungsi produk peternakan sebagai penyedia protein
hewani yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh
manusia. Selain itu, peningkatan kesejahteraan masyarakat akan diikuti
dengan peningkatan konsumsi produk-produk peternakan, yang dengan
demikian maka turut menggerakan perekonomian pada sub sektor
peternakan.
Salah satu usaha peternakan yang memegang peranan penting
adalah usaha sapi perah. Selain sebagai penghasil susu juga sebagai
penghasil daging yang dihasilkan dari sapi afkir betina dan jantan. Susu
merupakan sumber protein hewani yang lengkap diantaranya kalori,
protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi dan asam amino
essensial yang tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh manusia (Suryana,
2012). Selain itu usaha peternakan merupakan usaha yang memberikan
kontribusi pendapatan yang tinggi bagi peternak.
Usaha sapi perah yang berkembang di luar pulau Jawa berada di
Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sinjai.
Populasi terbesar terdapat di Kabupaten Enrekang dengan jumlah
populasi 1443 ekor dan di Kabupaten Sinjai 397 ekor (Dinas Peternakan
Sul-Sel, 2011). Ditambahkan hasil penelitian Sirajuddin et al (2013) yang
menyatakan bahwa keuntungan usaha dangke sistem mandiri lebih tinggi
di Kabupaten Enrekang dibandingkan usaha susu pasteurisasi pada
sistem kemitraan di Kabupaten Sinjai.
Di Kabupaten Enrekang, tipologi usaha sapi perah yang
dikembangkan berbeda dengan usaha di Pulau Jawa ataupun di
Indonesia pada umumnya. Peternak sapi perah merupakan pengolah
susu, sehingga tidak ada peternak yang menjual susu segar melainkan
menjual dangke. Penjualan dangke dilakukan langsung ke konsumen
atau ke pedagang pengumpul. Dangke dari pedagang pengumpul disebar
ke konsumen baik yang ada di Kabupaten Enrekang maupun yang berada
di luar Kabupaten Enrekang. Sasaran pemasaran meliputi Kabupaten
Enrekang dan kota Makassar (Syahrir, 2008) yang dikutip dalam Baba
(2011).
Berdasarkan survey awal pengembangan usaha sapi perah di
Kabupaten Enrekang terbagi dua yaitu daerah sentra dan non sentra.
Daerah yang berkembang usaha sapi perahnya berada di sentra
(Kecamatan Cendana) di mana populasi sebesar 141 ekor dibandingkan
dengan daerah non sentra (Kecamatan Alla, Curio, Baroko, Masalle,
Anggeraja, Buntu Batu, Malua, Baraka dan Enrekang) yang keseluruhan
jumlah populasi semua kecamatan di daerah non sentra 132 ekor (Dinas
Peternakan dan Perikanan, 2012).
Salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan
adalah motivasi peternak. Motivasi ini yang nantinya akan memberikan
dorongan kepada peternak untuk menjalankan usahanya. Peternak yang
memiliki motivasi yang tinggi akan berdampak pada kelangsungan usaha
yang mereka jalankan, dalam hal ini hasil yang mereka peroleh dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan secara tidak langsung akan
meningkatkan kesejahteraan hidup peternak, hal ini sesuai dengan
pendapat Hambali (2005) yang menyatakan bahwa motivasi peternak
untuk memenuhi kebutuhan keberadaan, yaitu kepuasan peternak
terhadap pendapatan yang diperoleh sebagai hasil dari usaha ternaknya.
Sementara itu hasil penelitian Rahman (2012) menyatakan bahwa salah
satu alasan masyarakat di daerah sentra beternak sapi perah karena
dengan usaha sapi perah dapat meningkatkan pendapatan.
Populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang dalam waktu 5 (lima)
tahun cenderung terjadi penurunan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Populasi Sapi Perah Tahun 2003-2011
No Tahun Populasi (Ekor) Produksi Susu
1 2003 50 400.000
2 2004 587 688.536
3 2005 620 363.000
4 2006 1.056 619.000
5 2007 1.342 1.398.240
6 2008 1.519 1.999.755
7 2009 1.508 1.314.720
8 2010 1.494 1.660.000
9 2011 1.443 1.222.000
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang, 2011.
Tabel 1 menunjukkan bahwa kenaikan populasi pada tahun 2003 –
2007 sangat tinggi yang berbeda dengan kenaikan pada tahun 2007 -
2011. Pada tahun 2007-2011 terjadi penurunan kenaikan jumlah
populasi. Dengan terjadinya penurunan populasi akan berdampak pada
penurunan produksi susu sapi perah di Kabupaten Enrekang.
Berdasarkan hasil suvey awal harga dangke sekarang ini berkisar
Rp.12.000,- Rp.17.000/biji. Bila dikonversi ke harga susu berkisar Rp.
7.500 per liter yang menandakan harga susu di Kabupaten Enrekang
sangat tinggi. Dibanding dengan harga susu di Jawa berdasarkan laporan
GKSI (2013) hanya berkisar Rp. 3.700 - Rp.3.800 per liter. Hal ini
menunjukkan bahwa prospek pengembangan usaha sapi perah di
Kabupaten Enrekang sangat menjanjikan. Seyogyanya motivasi peternak
di Kabupaten Enrekang tinggi, tetapi kenyataannya menurun yang
ditandai dengan penurunan populasi, produksi susu, dan ada peternak
yang memilih berhenti beternak hal ini sesuai dengan penelitian Rahman
(2011) yang mengatakan bahwa terjadi penurunan motivasi peternak sapi
perah di Kabupaten Enrekang yang ditandai dengan ada peternak yang
memilih berhenti beternak. Menurut teori kepuasan (Content Theory)
yang menyatakan seseorang termotivasi bekerja adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan materiil Hasibuan (2010).
Faktor internal yang mempengaruhi motivasi peternak dalam
menjalankan usahanya yaitu umur (Kartikaningsih, 2009 ; Hambali, 2005;
Sumiati, 2011 dan Susantyo, 2001), pendidikan (Kartikaningsih, 2009 ;
Hambali, 2005, ; Sumiati, 2011 dan Susantyo, 2001), lama usaha tani
(Kartikaningsih, 2009 ; Hambali, 2005 ; Sumiati, 2011 dan Susantyo,
2001), dan kosmopolit (Kartikaningsih, 2009 ; Sumiati, 2011 dan
Susantyo, 2001). Sedangkan faktor eksternal yaitu ketersediaan sarana
produksi (Kartikaningsih, 2009 ; Hambali, 2005, ; Sumiati, 2011 dan
Susantyo, 2001), dukungan pasar/jaminan pasar (Sumiati, 2011 dan
Susantyo, 2001), dan dukungan modal (Sumiati, 2011).
Usaha peternakan di Kabupaten Enrekang merupakan usaha yang
memberikan kontribusi pendapatan yang besar pada masyarakat.
Seyogyanya usaha yang memiliki tarikan pasar yang tinggi mampu
memberikan motivasi untuk meningkatkan kinerjanya, namun di Enrekang
justru terjadi sebaliknya, kinerja usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang
menurun. Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu dilakukan
penelitian tentang tingkat motivasi peternak sapi perah pada daerah
sentra dan non sentra di Kabupaten Enrekang dan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat motivasi peternak sapi perah di Kabupaten
Enrekang.
B. Rumusan Masalah
Usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang menghasilkan produk
akhir berupa dangke yang memiliki harga yang tinggi. Karena harga
dangke yang tinggi maka motivasi peternak seharusnya meningkat dalam
menjalankan usahanya tetapi kenyataan motivasi peternak menurun yang
ditandai oleh penurunan populasi, produksi susu dan ada peternak yang
lebih memilih berhenti beternak. Motivasi ini akan berimplikasi pada
perilaku kerja para peternak, seperti timbulnya ketidakdisiplinan serta
kurangnya kreativitas dan inisiatif para peternak sehingga produktivitas
usaha ternak sapi perahnya. Hal ini sesuai dengan Herzberg’s Two
Factor Motivation Theory (Hasibuan, 2010) yang menyatakan faktor-faktor
yang mempengaruhi seseorang melakukan suatu pekerja adalah faktor
ekonomi dalam hal ini hasil yang akan diperoleh dari usaha yang mereka
jalankan. Semakin tinggi hasil yang diperoleh maka semakin tinggi pula
motivasi yang akan terbangun dari dirinya sebaliknya semakin rendah
hasil yang diperoleh semakin rendah pula motivasi yang dimiliki dalam
menjalankan usahanya.
Melihat pentingnya penelitian ini yakni melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat motivasi peternak di Kabupaten Enrekang. Untuk
menjawab permasalahan itu maka pertanyaan yang diusulkan adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat motivasi peternak sapi perah pada daerah sentra
dan non sentra di Kabupaten Enrekang?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat motivasi peternak
sapi perah pada daerah sentra dan non sentra di Kabupaten
Enrekang?
C. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat motivasi peternak sapi perah pada daerah
sentra dan non sentra di Kabupaten Enrekang
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat motivasi
peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Memperkuat teori-teori sebelumnya mengenai motivasi
2. Pemerintah atau penyuluh dapat menyusun sebuah strategi untuk
meningkatkan motivasi peternak sapi perah pada daerah sentra dan
non sentra di Kabupaten Enrekang berdasarkan faktor-faktor yang
telah diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian Motivasi
Motivasi adalah suatu kekuatan, motivasi dapat membujuk,
meyakinkan, dan mendorong anda kepada tindakan. Dengan kata lain,
motivasi dapat didefinisikan sebagai alasan untuk bertindak (motive for
action). Motivasi adalah kekuatan yang dapat mengubah hidup anda.
Motivasi adalah daya pendorong dalam hidup ini. Motivasi berasal dari
keinginan untuk berhasil. Tanpa keberhasilan, hanya sedikit sekali
kebanggaan dalam hidup kita, tidak ada kenikmatan atau kepuasan di
tempat kerja dan di rumah (Khera, 2002).
Motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motiv (motive) yang
berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu.
Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau
menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang
berlangsung secara sadar. Dari pengertian tersebut berarti pula semua
teori motivasi bertolak dari prinsip utama bahwa manusia (seseorang)
hanya melakukan suatu kegiatan, yang menyenangkan untuk dilakukan.
Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa dalam keadaan terpaksa
seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya.
Dalam kenyataannya kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang tidak
disukai cenderung berlangsung tidak efektif dan tidak efisien (Nawawi,
2001).
Menurut Khera (2002) motivasi adalah kekuatan yang dapat
mengubah hidup seseorang sedangkan Nawawi (2001) menyatakan
motivasi adalah kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang
melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung sadar. Dari
kedua pendapat di atas maka motivasi merupakan dorongan yang
dilandasi oleh kekuatan untuk melakukan suatu perbuatan/kegiatan
dengan tujuan mengubah hidup yang dilakukan secara sadar.
Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai
suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-
reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan,
kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi
kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan, telah terjadi di dalam diri
seseorang.
Menurut Hasibuan (2010) Motivasi berarti dorongan atau daya
penggerak. Motivasi hanya diberikan kepada manusia, khususnya
kepada para bawahan atau pengikut. Selanjutnya Zainun (1989)
menyatakan motivasi dapat ditafsirkan dan diartikan berbeda oleh setiap
orang sesuai tempat dan keadaan daripada masing-masing orang itu.
Salah satu diantaranya penggunaan istilah dan konsep motivasi ini adalah
untuk menggambarkan hubungan antara harapan dengan tujuan. Setiap
orang dan organisasi ingin dapat mencapai tujuan dalam kegiatan-
kegiatannya. Satu tujuan biasanya ditampilkan oleh berbagai tanggapan
yang ditentukan lebih lanjut oleh banyak faktor.
Menurut Winardi (2011) ada beberapa pengertian motivasi dari
beberapa ahli :
1. Motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang
menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadi persistensi
kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah
tujuan tertentu (Mitchell, 1982:81)
2. Motivasi adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi
untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya, untuk memenuhi
kebutuhan individual tertentu (Robbins, dkk, 1995 : 50).
3. Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal
atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan
timbulnya sikap entusiasme dan persistensi dalam hal
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu (Gray, dkk, 1984:69).
Menurut Mitchell (1982 : 81); Robbins dkk (1995 : 50); Gray dkk
(1984 :69) dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan proses yang
bersifat internal dan eksternal bagi individu untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu. Dari ketiga pendapat para ahli di atas maka motivasi
merupakan proses psikologi, proses yang bersifat internal dan eksternal
yang dilakukan untuk mrncapai suatu tujuan dan melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu.
Menurut Soemanto (1987); Hasibuan (2010); Zainun (1989) dapat
disimpulkan bahwa motivasi adalah penggambaran antara hubungan
dengan harapan. Dari ketiga pendapat di atas maka motivasi merupakan
dorongan untuk bergerak melakukan sesuatu agar apa yang diharapkan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan seseorang.
B. Teori-Teori Motivasi
1. Teori Kebutuhan dari Maslow
Setiap manusia memiliki kebutuhan dalam hidupnya, kebutuhan
tersebut terdiri dari kebutuhan fisik, kebutuhan psikologis dan kebutuhan
spiritual. Dalam teori ini kebutuhan diartikan sebagai kekuatan atau
tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi individu untuk
melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan
tersebut. Kebutuhan yang sudah terpenuhi/terpuaskan tidak berfungsi
atau kehilangan kekuatan dalam memotivasi suatu kegiatan, sampai saat
timbul kembali sebagai kebutuhan baru, yang mungkin saja sama dengan
yang sebelumnya (Nawawi, 2001).
Maslow dalam teorinya mengetengahkan tingkatan (herarchi)
kebutuhan yang berbeda kekuatannya dalam memotivasi seseorang
melaukakan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan bersifat
bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalan memotivasi
suatu kegiatan termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan tersebut dari
yang terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri dari :
kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan
status/kekuasaan dan kebutuhan aktualisasi. (Nawawi, 2001).
Aktualisasi Diri dalam
Pegabdian kepada Masyarakat
Kebutuhan akan Keamanan
Kebutuhan Fisiologi
Kebutuhan untuk tergolong pada kelompok tertentu
Gambar 1. Hierarki-hierarki kebutuhan berbeda dari kultur ke kultur.
Sebuah contoh dari negara R.R.C (Nevis,1983) dikutip dari Winardi (2011)
Maslow memandang motivasi manusia sebagai suatu hierarki lima
macam kebutuhan yang berkisar sekitar kebutuhan-kebutuhan yang
paling dasar, hingga kebutuhan-kebutuhan yang paling tinggi untuk
aktualisasi diri. Menurut Maslow, para individu akan termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan mana saja yang bersifat prepoten atau yang paling
kuat untuk kebutuhan tersebut pada saat tertentu. Prepotensi suatu
kebutuhan tergantung pada situasi individual yang berlaku dan
pengalaman-pengalaman yang baru saja dialami. Ia memenuhi dengan
kebutuhan-kebutuhan fiskal yang bersifat paling mendasar, di mana
masing-masing kebutuhan perlu dipenuhi sebelum individu yang
bersangkutan berkeinginan untuk memenuhi sesuatu kebutuhan pada
tingkatan berikutnya lebih tinggi (Winardi, 2011).
Dasar Maslow’s Need Hierarchy Theory (Hasibuan, 2010)
a. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan, ia selalu
menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus menerus, baru
berhenti jika akhir hayatnya tiba.
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi
bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang
menjadi alat motivasinya.
c. Kebutuhan manusia bertingkat-tingkat (hierarchy) sebagai berikut :
1. Physiological Needs
Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan
yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seseorang, seperti makan, minum, udara, perumbahan dan lain-
lainnya.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang
seseorang berperilaku dan bekerja giat. Kebutuhan fisik ini
termasuk kebutuhan utama, tetapi merupakan tingkat kebutuhan
yang bobotnya paling rendah.
2. Safety and Security Needs
Safety and Security Needs (keamanan dan keselamatan) adalah
kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari
ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan
pekerjaan.
Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk, yaitu :
1). Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di
tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di
waktu jam-jam kerja.
2). Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan
pada waktu jam-jam kerja.
3. Affiliation or Acceptance Needs (Belongingness)
Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman,
dicintai dan mencitai serta diterima dalam pergaulan kelompok
karyawan dan lingkungannya.
4. Esteem or Status Needs
Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan
diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan
masyarakat lingkungannya.
5. Self Actualization
Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi
optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan
atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.
Dari teori Maslow’S mengemukakan ada 5 (lima) tingkatan
(herarchi) dalam memotivasi seseorang dalam melakukan sesuatu yaitu
pertama kebutuhan fisik, diantaranya makan dan minum. Kedua
kebutuhan rasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam
melakukan pekerjaa. Ketiga kebutuhan sosial diantaranya kebutuhan
akan teman, pergaulan, dicintai dan mencintai. Keempat kebutuhan
status/kekuasaan terdiri dari pengakuan serta penghargaan dari
masyarakat. Kelima kebutuhan aktualisasi terdiri dari kecakapan,
kemampuan, penggunaan potensi yang optimal dalam meraih prestasi
kerja yang memuaskan yang bagi orang lain sulit untuk mencapainya.
2. Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory
Teori ERG juga mengandung suatu dimensi frustrasi-regresi. Anda
ingat, Maslow berargumen bahwa seorang individu akan tetap pada suatu
tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi. Teori
ERG menyangkalnya dengan mengatakan bahwa bila suatu tingkat
kebutuhan dari urutan lebih tinggi terhalang, akan terjadi hasrat individu itu
untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih-rendah. Ketidakmampuan
memuaskan suatu kebutuhan akan interaksi sosial, misalnya, mungkin
meningkatkan hasrat memiliki lebih banyak uang atau kondisi kerja yang
lebih baik. Jadi frustrasi halangan dapat mendorong pada suatu
kemunduran ke kebutuhan yang lebih Rendah (Kadji, 2012).
Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory ini
dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale Univerdity.
Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang
dikemukakan oleh A. H. Maslow. ERG Theory ini oleh para ahli dianggap
lebih mendekati keadaan sebenarnya berdasarkan fakta-fakta empiris
(Hasibuan, 2010).
Teori ERG merupakan teori yang menyempurnakan teori Maslow
yang lebih mengarah atau mendekati pada keadaan sebenarnya
berdasarkan fakta-fakta yang empiris. Dalam teori ERG ada 3 (tiga)
kebutuhan yaitu pertama kebutuhan akan keberadaan (Exixtence Needs)
yang merupakan kebutuhan dasar yang ada pada diri seseorang yang
terdiri dari kebutuhan psikologi (physiological needs) dan kebutuhan akan
rasa aman (safety needs) dari Maslow’s. Kedua kebutuhan akan Afiliasi
(Relatedness Needs) yang merupakan pentingnya hubungan dengan
orang lain dan bermasyarakat, kebutuhan ini juga berkaitan dengan
kebutuhan kebutuhan mencintai (love needs) dan kebutuhan akan
penghargaan diri (Esteem Needs) dari Maslow’s. Ketiga Kebutuhan akan
kemajuan yang merupakan keinginan dari dalam diri seseorang untuk
majua atau lebih meningkatkan kemampuan pribadi yang dimilikinya.
Alderfer mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang
utama (Hasibuan, 2010), yaitu :
1) Kebutuhan akan Keberadaan (Exixtence Needs)
Exixtence Needs berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk di
dalamnya Physiological Needs dan Safety Needs dari Maslow.
2). Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs)
Relatedness Needs menekankan akan pentingnya hubungan antar
individu (interpersonal relationship) dan juga bermasyarakat (social
relationship). Kebutuhan ini berkaitan juga dengan Love Needs dan
Esteem Needs dari Maslow
3). Kebutuhan akan Kemajuan (Growth Needs).
Growth Needs adalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk
maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.
Menurut Winardi (2011) apabila mengurutkannya menurut
kebutuhan tingkat terendah hingga tingkat tertinggi, maka kebutuhan-
kebutuhan yang dimaksud adalah
1. Kebutuhan-kebutuhan akan eksistensi (Existence Needs)
2. Kebutuhan-kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain
(Relatedness Needs)
3. Kebutuhan-kebutuhan akan pertumbuhan (Growth Needs)
Kebutuhan-kebutuhan berkaitan satu sama lain dalam sebuah
hierarki prepoten atau anak tangga. Akhirnya dikatakan, bahwa frustrasi
kebutuhan-kebutuhan tingkat lebih tinggi dianggap mempengarui
keinginan akan kebutuhan-kebutuhan tingkat lebih rendah. Dengan kata
lain, tidak seperti halnya dorongan ke atas primer dari hierarki Maslow,
teori Alderfer memiliki dorongan ke atas maupun dorongan ke bawah
Winardi (2011).
Alderfer yang dikutip dari Kadji (2012) berargumen bahwa ada tiga
kelompok kebutuhan inti-eksistensi [existence], hubungan [relatedness],
dan pertumbuhan [growth] jadi disebut teori ERG. Kelompok eksistensi
mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materil dasar kita,
mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali
dan keamanan. Kelompok kebutuhan kedua adalah kelompok hubungan
hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang
penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang
lain agar dipuaskan, dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial
Maslow dan komponen eksternal dari klasifikasi penghargaan Maslow.
Akhirnya, Alderfer memencilkan kebutuhan pertumbuhan suatu hasrat
intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari
kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang
tercakup pada aktualisasi diri
Di samping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, apa beda
teori ERG Alderfer dari teori Maslow. Berbeda dengan teori hierarki
kebutuhan, teori ERG memperlihatkanbahwa (1) dapat beroperasi
sekaligus lebih dari satu kebutuhan, dan (2) jika kepuasan dari suatu
kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, hasrat untuk memenuhi kebutuhan
tingkat lebih rendah meningkat. Hierarki kebutuhan Maslow mengikuti
kemajuan yang bertingkat-tingkat dan kaku. Teori ERG tidak
mengandaikan suatu hierarki yang kaku di mana kebutuhan yang lebih
rendah harus lebih dahulu cukup banyak dipuaskan sebelum orang dapat
maju terus. Misalnya, seseorang dapat mengusahakan pertumbuhan
meskipun kebutuhan eksistensi dan hubungan belum dipuaskan; atau
ketiga kategori kebutuhan dapat beroperasi sekaligus (Kadji, 2012).
Ringkasnya teori ERG berargumen seperti Maslow, bahwa
kebutuhan tingkat lebih rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat
untuk memenuhi kebutuhan tingkat lebih tinggi; tetapi kebutuhan ganda
dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus, dan halangan dalam
mencoba memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dapat menghasilkan
regresi ke suatu kebutuhan tingkat lebih rendah. Teori ERG lebih
konsisten dengan pengetahuan kita mengenai perbedaan individual di
antara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga,
dan lingkungan budaya dapat mengubah pentingnya atau kekuatan
dorong yang dipegang sekelompok kebutuhan untuk seorang individu
tertentu(Kadji, 2012).
C. Faktor Internal Yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Hariadja (2002) bahwa motivasi internal adalah sebagai
dorongan internal. Motivasi sebagai dorongan internal, yaitu motif atau
dorongan sebagai kata kunci. Suatu motivasi dapat muncul sebagai
akibat dari keinginan pemerintahan kebutuhan yang tidak terpuaskan
dimana kebutuhan itu muncul sebagai dorongan internal atau dorongan
alamiah (naluri), seperti makan, minum, tidur, berprestasi, berinteraksi
dengan orang lain, mencari kesenangan, berkuasa, dan lain – lain yang
cenderung bersifat internal, yang berarti kebutuhan itu muncul dan
menggerakkan perilaku semata – mata karena tuntutan fisik dan
psikologis yang muncul melalui mekanisme sistem biologis manusia.
Motivasi internal adalah rasa kepuasan dari dalam diri, bukan
karena keberhasilan atau kemenangan, tetapi karena kepuasan telah
melakukan sesuatu. Motivasi internal adalah perasaan berprestasi, yang
lebih dari sekedar pencapaian sebuah tujuan. Mencapai tujuan yang tidak
bernilai tidak akan menimbulkan rasa puas. Motivasi internal ini dapat
bertahan lama, karena berasal dari dalam diri dan ditafsirkan ke dalam
motivasi diri (self-motivation). Motivasi perlu diidentifikasikan dan harus
terus menerus diperkuat untuk mencapai keberhasilan. Dua faktor
terpenting yang memotivasi adalah pengakuan dan tanggung jawab.
Pengakuan berarti dihargai diperlakukan dengan hormat dan bermartabat
dan mempunyai perasaan memiliki. Tanggung jawab menimbulkan
perasaan memiliki dan hak kepemilikan akan sesuatu. Perasaan ini
kemudian menjadi bagian dari gambaran yang lebih besar. Kurangnya
tanggung jawab akan menyebabkan menurunnya motivasi (Khera, 2002).
Motivasi intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari
dalam diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai
pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakannya.
Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan,
baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau menyenangkan, atau
memungkinkan mencapai suatu tujuan, maupun karena memberikan
harapan tertentu yang positif di masa depan. Misalnya pekerjaan yang
bekerja secara berdedikasi semata-maa karena merasa memperoleh
kesempatan untuk mengaktualisasikan atau mewujudkan realisasi dirinya
secara maksimal (Nawawi, 2002).
Seperti yang telah dikemukakan, motivasi seorang individu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun
eksternal. Termasuk dalam faktor internal adalah (a) persepsi seseorang
mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhan; (e)
keinginan; (f) kepuasan kerja; dan (g) prestasi kerja yang dihasilkan
(Angelia, 2010). Termasuk pada faktor internal adalah :
a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri
b) harga diri
c) harapan pribadi
d) kebutuhaan
e) keinginan
f) kepuasan kerja
g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Menurut Saemanto (1987) motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh
faktor internal. Faktor Internal merupakan faktor yang berasal dari dalam
diri individu, terdiri atas:
1) Persepsi individu mengenai diri sendiri, seseorang termotivasi atau
tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses
kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya
sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang
untuk bertindak.
2) Harga diri dan prestasi, faktor ini mendorong atau mengarahkan
inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang
mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan
status tertentu dalam lingkungan masyarakat serta dapat
mendorong individu untuk berprestasi.
3) Harapan, adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini
merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi
sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan
tujuan dari perilaku.
4) Kebutuhan, manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan
dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu
meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan
mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari,
mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang
dialaminya.
5) Kepuasan kerja lebih merupakan suatu dorongan afektif yang
muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang
diinginkan dari suatu perilaku.
Hasil penelitian dari Hambali (2010) hasilnya menemukan faktor-
faktor internal yang mempengaruhi motivasi beternak domba adalah umur,
pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga. Dilanjutkan penelitian
(Susantyo, 2001) faktor internal yang mempengaruhi motivasi petani
adalah tingkat pendidikan, kebutuhan rumah tangga dan sifat kosmopolit.
Dari beberapa pendapat di atas yang menyangkut masalah faktor
internal yang mempengaruhi motivasi peternak adalah umur, pendidikan,
pengalaman beternak, dan kosmofolit. Faktor internal ini yang dimaksud
adalah karakteristik peternak yang terdiri dari umur, pendidikan,
pengalaman beternak dan sifat kosmopolit.
D. Faktor Ekternal yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Hariadja (2002) bahwa motivasi eksternal adalah sebagai
dorongan eksternal. Motivasi ekternal adalah kebutuhan juga dapat
berkembang sebagai akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya,
misalnya kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi sebagai dorongan
biologis dapat berubah ketika dia berinteraksi dengan lingkungan kerja
dimana disana terdapat suatu norma kelompok yang tidak menghendaki
prestasi individu. Ini akan mengakibatkan motif berprestasi menurun,
sebaliknya seorang yang tidak memiliki motif berprestasi yang tinggi dapat
berubah ketika orang tersebut berada dalam lingkungan kelompok kerja
dimana prestasi individu sangat dihargai. Ini akan mengakibatkan
munculnya motif berprestasi yang tinggi.
Motivasi Ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari
luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang
mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Mislanya
berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi,
jabatan/posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar
(Nawawi, 2001).
Menurut Khera (2002) motivasi eksternal berasal dari luar diri,
seperti uang, pengakuan, sosial popularitas atau ketakutan sedangkan
menurut Angelia (2010) faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi
seseorang, antara lain: (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja
dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi
lingkungan pada umumnya; dan (e) sistem imbalan yang berlaku serta
cara penerapannya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi
motivasi seseorang, antara lain ialah :
a) jenis dan sifat pekerjaan
b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung
c) organisasi tempat bekerja
d) situasi lingkungan pada umumnya
e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Menurut Saemanto (1987) motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh
faktor eksternal. Faktor eksternal faktor yang berasal dari luar diri individu
terdiri atas:
1. Jenis dan sifat pekerjaan, dorongan untuk bekerja pada jenis dan
sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang
tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau
pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat
dipengartuhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh
objek pekerjaan dimaksud,
2. Kelompok kerja dimana individu bergabung, kelompok kerja atau
organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong
atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan
perilaku tertentu, peranan kelompok atau organisasi ini dapat
membantu individu mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai
kebenaran, kejujuran, kebajikan serta dapat memberikan arti bagi
individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial.
3. Situasi lingkungan pada umumnya, setiap individu terdorong untuk
berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi
secara efektif dengan lingkungannya,
4. Sistem imbalan yang diterima, imbalan merupakan karakteristik
atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang
yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah
tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai
imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat
mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan;
perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai
maka akan timbul imbalan.
Hasil penelitian dari Dewandini (2010) hasilnya menemukan
lingkungan ekonomi terdiri atas ketersediaan kredit usahatani,
ketersediaan sarana produksi, dan adanya jaminan pasar. Keuntungan
terdiri dari tingkat kesesuaian potensi lahan, tingkat ketahanan terhadap
resiko, tingkat penghematan waktu budidaya, dan tingkat kesesuaian
dengan budaya setempat.
Hasil penelitian dari Hambali (2010) hasilnya menemukan faktor-
faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi beternak domba adalah
pengetahuan informasi pasar dilanjutkan penelitian Susantyo (2001) faktor
eksternal yang mempengaruhi motivasi petani adalah kemudahan
pemasaran dan intensitas penyuluh.
Dari beberapa pendapat di atas yang menyangkut masalah faktor
eksternal yang mempengaruhi motivasi peternak di kabupaten Enrekang
adalah ketersediaan sarana produksi, jaminan pasar (permintaan pasar),
dukungan dari Dinas Peternakan dan Persepsi peternak terhadap
penggunaan modal.
E. Teknologi Budidaya Sapi Perah
Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang populasinya
tersebar luas di seluruh dunia, terutama pada daerah yang produksi
pertaniannya memungkinkan. Dewasa ini produksi air susu yang
dihasilkan dari ternak sapi perah belum mampu mensuplai kebutuhan
susu masyarakat di Indonesia, dimana kebutuhan akan air susu ini
semakin lama semakin meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk.
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap susu (Baron,
1999).
Industri sapi perah di Indonesia mempunyai struktur yang relatif
lengkap yakni adanya peternak, pabrik pakan dan pabrik pengolahan susu
yang realtif maju dengan kapasitas yang besar, dan tersedia kelembagaan
peternak yaitu GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Kelengkapan
ini dimungkinkan sebagai akibat kebijakan penanaman modal asing (PMA)
dan kebijakan persusuan. Struktur produksi sapi perah terdiri atas usaha
besar (lebih dari 100 ekor), usaha menengah (30 – 100 ekor), usaha kecil
(10 – 30 ekor) dan usaha rakyat (1 – 9 ekor) dengan kontribusi produksi
berturut-turut adalah 1%, 5%, 7% dan 87%. Rata-rata kepemilikan setiap
rumah tangga adalah 3 – 9 ekor dengan produktivitas 10 liter per ekor.
Sekitar 80% dari susu segar diserap oleh industri pengolahan susu
melalui koperasi, 10% dikonsumsi langsung, 5% diserap oleh pengolahan
susu skala kecil, dan 5% digunakan untuk konsumsi bagi anak sapi
(Panggabean, 2004) dalam Baba (2011).
1. Pengembangan Usaha Sapi Perah
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 259.000.000 jiwa
(Kementerian Dalam Negeri, 2011) merupakan pasar yang potensial untuk
berbagai produk makanan dan minuman, termasuk untuk industri
pengolahan susu sapi. Prospek yang cukup menjanjikan di dalam industri
pengolahan susu menjadikan para investor baik dari dalam maupun luar
negeri tertarik menanamkan modalnya pada bidang tersebut dan bagi
pemain lama cenderung ekspansif baik dari segi produksi maupun ragam
produk. Jumlah perusahaan yang cukup banyak menyebabkan kondisi
persaingan di dalam industri tersebut semakin ketat. Untuk itu, setiap
perusahaan dituntut untuk selalu melakukan inovasi di dalam
pengembangan produknya agar bisa diterima oleh konsumen dan
memenangkan persaingan tersebut (Nurcahyadi, 2003).
Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan permintaan akan bahan
pangan asal ternak, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya susu sebagai salah satu sumber
protein hewani (Baron, 1999).
Saat ini produksi susu dalam negeri baru mencapai 30% dari
kebutuhan konsumsi nasional, selebihnya diimport dari luar negeri.
Produksi susu nasional baru mencapai 1,2 juta liter/hari berasal dari
kurang lebih 400.000 ekor sapi perah. Jumlah produksi ini masih jauh dari
harapan dengan jumlah permintaan susu sebesar 4 – 4,5 juta liter/ hari.
Produksi susu tersebut terutama berasal dari industri persusuan yang
berlokasi di Jawa Barat sebesar 450 ton/ tahun, Jawa Tengah sebesar
110 ton/tahun dan Jawa Timur sebesar 510 ton/ tahun. Sedangkan nilai
import masih sangat tinggi yaitu mencapai 173.080 ton/ tahun (Dirjen
Peternakan, 2012).
Ada beberapa faktor penyebaran sapi perah di Indonesia. Adapun
faktor-faktor tersebut meliputi temperature, daerah konsumen, dan faktor
komunikasi (Muljana, 2005).
1. Temperatur
Pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia ini
adalah jenis Fries Holland dan peranakan Fries Holland yang berasal
dari daerah Eropa yang mempunyai suhu temperatur dingin sekitar 22
derajat celcius maka dari itu, untuk menyesuaikan suhu temperatur
terhadap sapi-sapi tersebut, di Indonesia hanya dapat diternakkan di
daerah-daerah dingin.
2. Daerah Konsumen
Untuk mendirikan usaha pemerahan susu sapi ini, kita harus
mempelajari dan sekaligus mengikuti jalur-jalur atau daerah-daerah
konsumen. Walaupun keadaan temperaturnya memungkinkan untuk
beternak sapi perah, tetapi keadaan daerahnya tidak memungkinkan
untuk dijadikan daerah peternakan sapi perah akan sia-sia usaha
tersebut. Sebab apabila daerah usaha itu jauh dari daerah konsumen
ataupun sulit transportasinya, akan mengakibatkan kemacetan usaha.
Hal ini harus diingat bahwa susu sapi tidak dapat bertahan kualitasnya
jika disimpan terlalu lama.
3. Komunikasi
Faktor komunikasi, terutama sekali komunikasi adalah benar-
benar menentukan sekali. Jika usaha kita berada di daerah yang
mempunyai fasilitas jalan yang baik, juga banyak-banyak kendaraan-
kendaraan bermotor untuk umum akan lebih menunjang kesuksesan
usaha ternak sapi perah. Kita dapat dengan lancar memasarkan hasil
susu tersebut dan lebih mudah memperoleh bahan makanan bagi
ternak itu sendiri.
2. Hal-hal yang Membuat Sapi Perah Berkembang
Usaha sapi perah akan berkembang, jika memenuhi beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor ekonomis, serba guna,
bimbingan dan motivasi, makanan dan bibit, serta marketing (Muljana,
2005).
1. Faktor Ekonomis
Orang tidak ragu-ragu lagi untuk beternak sapi perah karena
kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan serta banyak orang yang
telah mengetahui akan tingginya gizi susu sapi. Sebab produksinya
sangat mudah untuk dipasarkan di kota-kota besar. Kemudian
keberanian orang untuk mengusahakan usaha perahan susu sapi
semakin meningkat setelah pemerintah sendiri menggalakkan
pemenuhan gizi makanan.
2. Serbaguna
Usaha sapi perah ini selain menghasilkan susu, juga
berhubungan erat dengan pertanian. Selain susu, sapi perah juga
menghasilkan kotoran yang dapat dibuat menjadi pupuk. Kemudian
yang lebih penting lagi, sapi perah ini telah tidak berfungsi atau
katakanlah afkiran, maka dagingnya dapat dijual seperti daging sapi
potong. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usaha sapi ternak
ini merupakan usaha serbaguna.
3. Bimbingan dan Motivasi
Telah diterangkan bahwa produksi susu tidak tahan lama dan
mudah rusak serta usaha sapi perah di Indonesia ini masih dianggap
cukup unik. Berkaitan dengan hal itu, maka pemerintah berusaha
untuk memberikan bimbingan-bimbingan kepada para pengusahanya.
Memelihara sapi perah membutuhkan penanganan yang serius, tekun
dan cermat. Bahkan jika bolah dikatakan, memerlukan kepandaian
skill yang memadai. Terutama yang menyangkut breeding, feeding,
dan management yang cukup berat serta rumit. Oleh karena itu,
bimbingan dalam hal ini mutlak perlu, baik itu langsung dan kadang-
kadang motivasi.
4. Makanan dan Bibit
Makanan bagi sapi perah terbagi menjadi dua macam yaitu
makanan pokok dan makanan tambahan. Untuk mencukupi makanan
bagi sapi, maka kita dapat memberikan makanan ekstra, yaitu
campuran antara dedak, katul, bungkil kelapa, dan juga bungkil
kacang tanah. Jika perlu diberi campuran kacang hijau.
Makanan pokok sapi yaitu rumput-rumputan. Alangkah
baiknya jika kita mengadakan sebidang tanah luas yang
menghasilkan rumput hijau yang segar untuk makanan pokok ternak
sapi kita. Rumput hijau yang masih segar itu mutlak diperlukan oleh
sapi perah.
Kemudian untuk menjaga kesinambungan dari usaha sapi
perah ini, kita juga harus memikirkan tentang pembibitan. Tentu saja
yang dimaksud disini adalah bibit sapi unggul atau paling tidak
keturunan dari sapi yang telah benar-benar terbukti kehebatannya.
Dalam usaha pemerintah yang ikut memikirkan pembibitan ini, maka
pemerintah telah melakukan beberapa percobaan bahkan sekarang
telah menjadi kenyataan.
5. Pemasaran
Semua usaha apapun tidak bisa tanpa memperhatikan
marketing. Pemeliharaan sapi perah dapat berjalan lancar dan
menguntungkan jika kita dapat mengatur pemasaran yang baik.
Apalagi dalam usaha sapi perah ini produksinya mudah rusak
dan tidak tahan lama. Dengan demikian, kelincahan dan kesuksesan
marketing benar-benar mengambil peranan yang sangat penting
bahkan sangat dominan.
F. Kerangka Pikir
Untuk mengidentifikasi variabel-variabel tersebut dalam situasi
yang relevan dengan masalah penelitian, maka perlu suatu kerangka
pemikiran yang berlandaskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang.
Motivasi merupakan hal yang sangat utama dalam mendorong
moral, kedisiplinan dan prestasi kerja dalam beternak sapi perah.
Peternak dengan motivasi tinggi diharapkan akan mengutamakan
pekerjaannya dalam melaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh
rasa tanggung jawab. Untuk menerangkan motivasi beternak sapi perah
akan digunakan teori ERG Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah : (1)
kebutuhan akan keberadaan (existence), (2) kebutuhan berhubungan
(relatedness) dan (3) kebutuhan untuk berkembang (growth need).
Alasan menggunakan teori ERG karena salah satu teori motivasi
yang konverensif dimana dalam teori ERG ada tiga kebutuhan yaitu (1)
kebutuhan akan keberadaan (Psikologi), (2) kebutuhan berhubungan
(sosial) dan (3) kebutuhan untuk berkembang (ekonomi). Sementara
fakta di lapangan menunjukkan bahwa motivasi peternak berusaha sapi
perah di Kabupaten Enrekang berdarakan 3 (tiga) kebutuhan yaitu :
1. Kebutuhan akan keberadaan (psikologi) yang ditandai dengan
tingkat motivasi yang fluktuatif.
2. Kebutuhan akan berhubungan (sosial) yang ditandai dengan
usaha sapi perah di kabupaten Enrekang merupakan usaha
yang turun temurun dan masyarakat beternak sapi perah
karena melihat tetangga atau kerabatnya beternak.
3. Kebutuhan untuk berkembang (ekonomi) yang ditandai dengan
harga dangke di Kabupaten Enrekang sangat tinggi.
Faktor yang mempengaruhi motivasi beternak sapi perah dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal terdiri dari : umur, pendidikan, pengalaman
beternak, dan kosmopolit. Sedangkan untuk faktor eksternal terdiri dari :
ketersediaan sarana produksi, jaminan pasar, dukungan dari Dinas, dan
persepsi peternak terhadap penggunaan modal.
Umur adalah merupakan salah satu karakteristik internal dari
individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan fisiologis individu
tersebut. Umur akan mempengaruhi seseorang dalam mempelajari,
memahami dan menerima pembaharuan, umur juga berpengaruh
terhadap peningkataan produktivitas kerja yang dilakukan seseorang.
Hasil penelitian Hambali (2010) faktor internal yang mempengaruhi
motivasi peternak adalah umur, ini tidak sesuai dengan pendapat Febrina
dkk (2009) yang hasil penelitiannya menunjukkan umur tidak berhubungan
dengan motivasi peternak.
Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam menerima
teknologi baru, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang tentunya
akan semakin tinggi pula daya serap teknologi dan semakin cepat untuk
menerima inovasi yang datang dari luar dan begitu juga sebaliknya. Hasil
penelitian Hambali (2010) faktor internal yang berhubungan dengan
motivasi adalah pendidikan, hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
Sumiati (2011) yang hasil penelitiaannya menunjukkan pendidikan tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat motivasi.
Pengalaman peternak sangat erat kaitannya dengan keterampilan
yang dimiliki. Semakin lama pengalaman beternak seseorang maka
keterampilan yang dimiliki akan lebih tinggi dan berkualitas. Hasil
penelitian Sumiati (2011) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
nyata antara pengalaman usaha tani/ternak terhadap motivasi, hal ini
didukung oleh hasil penelitian Luanmase (2011) yang menunjukkan
bahwa faktor internal yang berpengaruh signifikan terhadap motivasi
adalah pengalaman berusaha tani/ternak. Di lain pihak tidak sesuai
dengan pendapat Hambali (2010) yang hasil penelitiannya menunjukkan
tidak ada hubungan antara pengalaman beternak terhadap motivasi.
Sifat kosmopolit, dimungkinkan terjadinya peningkatan wawasan
dan belajar di kalangan petani atas keberhasilan orang yang berada di
luar daerahnya sehingga petani tersebut dapat terpacu, dan tanggap
terhadap peluang pasar yang berpotensi dapat meningkatkan pendapatan
dengan banyaknya output produksi yang dihasilkan. Hasil penelitian
Sumiati (2011) menunjukkan bahwa sifat kosmopolit tidak berpengaruh
nyata terhadap motivasi petani/peternak dalam menjalankan usahanya.
Ketersediaan sarana produksi yaitu sejauh mana peternak mampu
menjangkau atau memenuhi kebutuhan sarana produksi yang diperlukan
dalam menjalankan usaha ternaknya. Hasil penelitian Hambali (2010)
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antaran ketersediaan saran
produksi terhadap motivasi peternak.
Jaminan pasar sangat berpengaruh terhadap permintaan hasil
produk yang dihasilkan dalam beternak. Apabila produk yang dihasilkan
memiliki jaminan pasar yang baik maka usaha yang dijalankan mampu
berjalan dengan baik begitupun sebaliknya. Hasil penelitian Hambali
(2010) menunjukkan adanya hubungan antara jaminan pasar dengan
motivasi dalam beternak, ini juga didukung oleh hasil penelitian Sumiati
(2011) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi
petani adalah jaminan pasar.
Dukungan dari pemerintah merupakan hal yang sangat penting
dalam keberhasilan usaha peternakan. Dukungan ini akan memberikan
hasil yang baik bagi peternak dalam menjalankan usahanya. Penggunaan
modal dalam usaha ternak akan berdampak pada keseriusan peternak
dalam menjalankan usahanya, semakin tinggi modal yang digunakan
semakin baik peternak dalam menjalankan usahanya, begitu pun
sebaliknya. Semakin mudah peternak memperoleh modal maka semakin
tinggi pula keinginan mereka untuk berusaha. Hasil penelitian Dewandini
(2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan tidak signifikan anatar
penggunaan modal dengan motivasi peternak.
Faktor yang mempengaruhi motivasi beternak sapi perah dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal terdiri dari : umur, pendidikan, pengalaman
beternak, dan kosmopolit. Sedangkan untuk faktor eksternal terdiri dari :
ketersediaan sarana produksi, jaminan pasar, dukungan dari Dinas, dan
persepsi peternak terhadap penggunaan modal. Hal ini diperoleh dari
teori dan fakta yang ada di lapangan.
Secara ringkas, kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Skema Kerangka Pikir
G. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Motivasi peternak sapi perah di daerah sentra lebih tinggi
dibanding di daerah non sentra
2a. Faktor internal (umur, pendidikan, pengalaman beternak dan
kosmopolit) mempengaruhi tingkat motivasi.
2b. Semakin meningkat dukungan faktor eksternal (ketersediaan
sarana produksi, jaminan pasar, dukungan dari pemerintah dan
penggunaan modal) maka tingkat motivasi peternak semakin
meningkat pula.
Faktor Internal (FI)
Faktor Eksternal
(FE)
Motivasi
Umur
Pendidikan
Pengalam
beternak
Beternak Kosmopolit
Ketersediaan
Sarana Produksi
Jaminan Pasar
Dukungan Dari
Pemerintah
Existence
Needs
Relatedness
Needs
Growth
Needs
Persepsi peternak
Terhadap
Penggunaan
Modal
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka jenis penelitian
yaitu : Penelitian non eksperiment desain survey, penelitian
noneksperiment adalah telaah empirik sistematis dimana variabel tidak di
kontrol secara langsung, karena kejadiannya telah muncul. Inferensi
tentang relasi antar variabel dibuat, tanpa intervensi langsung,
berdasarkan variasi yang muncul sering dalam variabel bebas dan
variabel terikatnya.
Variabel bebas (Independen Variabel) dalam penelitian ini adalah
umur, pendidikan, lama beternak, kosmopolit, ketersediaan sarana
produksi, jaminan pasar, dukungan dari Dinas dan penggunaan modal.
Sedangkan variabel terikat (Dependent Variabel) adalah tingkat motivasi.
Penelitian survey mengkaji populasi (universe) yang besar maupun
kecil dengan menyeksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi
itu, untuk menemukan insiden, distribusi, dan interelasi relatif dari
variabel-variabel sosiologi dan psikologi (Kerlinger, 2003).
Dalam melihat keterkaitan variabel jenis penelitian ini adalah
eksplanatory yang melihat pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan
Maret 2013 di kabupaten Enrekang.
Alasan memilih kabupaten Enrekang sebagai lokasi penelitian
karena di Sulawesi Selatan Kabupaten yang berkembang peternakan sapi
perahnya adalah Kabupaten Enrekang yang didukung oleh iklim yang
sesuai dengan pengembangan ternak sapi perah dan populasi terbesar
sapi perah di Kabupaten Enrekang.
Pengembangan wilayah sapi perah di Kabupaten Enrekang terbagi
menjadi dua yaitu sentra dan non sentra. Kabupaten Enrekang memiliki
12 Kecamatan, wilayah sentra yaitu kecamatan cendana sedangkan untuk
wilayah non sentra yaitu kecamatan Alla, Curio, Baroko, Masalle,
Anggeraja, Buntu Batu, Malua, Baraka dan Enrekang. Kecamatan
Cendana menjadi daerah sentra peternakan sapi perah karena memiliki
populasi yang tinggi dibandingkan daerah non sentra.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi meliputi seluruh peternak sapi perah di kabupaten
Enrekang yang berjumlah 273 orang.
2. Sampel
Populasi peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang sebanyak
273 orang. Maka ukuran sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 74
orang peternak yang ditentukan dengan menggunakan rumus
pengambilan sampel menurut Slovin dalam Umar (2001) sebagai berikut :
n = 2)(1 eN
N
Dimana : n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Tingkat Kelonggaran (10%)
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sampel
sebagai berikut:
n = 2)1,0(2731
273
n =
)01,0(2731
273
n = 73,21
273
n = 73,3
273
n = 74 orang
Untuk memenuhi kriteria alat analisis maka sampel sebanyak 100
orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Widhiarso (2010) menyarankan
ukuran sampel yang sesuai untuk alat analisis SEM adalah antara 100-
200 responden dengan maksud agar dapat digunakan dalam
mengestimasi interpretasi dengan SEM.
Untuk menentukan sampel maka teknik yang digunakan adalah
Quata Sampling berdasarkan wilayah, di mana cara penentuannya
sebagai berikut :
Jumlah peternak di wilayah non sentra = 132 orang
Jumlah peternak di wilayah sentra = 141 orang
Jumlah peternak di Kabupaten Enrekang = 273 orang
Maka :
Jumlah sampel di wilayah non sentra
= 100273
132x
= 49
Jumlah sampel di wilayah sentra
= 100273
141x
= 51
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu :
1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung
terhadap situasi dan kondisi peternakan sapi perah di kabupaten
Enrekang.
2. Kusioner berisi daftar pertanyaan yang menyangkut variabel penelitian.
Untuk mendukung analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini
diperlukan data yang valid, baik berupa data primer maupun data
sekunder. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Data primer adalah data yang bersumber dari wawancara langsung
dengan responden dengan menggunakan kuesioner seperti data
identitas responden, tanggapan responden terhadap variabel
penelitian.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang
terkait seperti data monografi kabupaten dan data populasi ternak sapi
perah di Kabupaten Enrekang.
Untuk mengetahui variabel, sub variabel dan indikator pengukuran
pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap motivasi peternak sapi
perah di kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Variabel Penelitian
No Variabel Sub Variabel Indikator
A.
1.
Varibel Dependen Motivasi
1.Existence Needs 2.Relatedness Needs
- Memenuhi kebutuhan hidup
keluarga - Memenuhi kebutuhan
sekolah anak-anak - Memenuhi kebutuhan
sekunder (motor, mobil, handphone)
- Hubungan dengan tetangga - Hubungan dengan penyuluh - Hubungan dengan
pemerintah - Hubungan dengan kelompok
B.
1.
2.
Variabel Independen Faktor Internal Faktor Eksternal
3.Growth Needs 1.Umur 2.Pendidikan 3.Pengalaman
beternak 4.Kosmopolit 1.Persepsi terhadap
ketersediaan sarana produksi
2.Persepsi terhadap
jaminan pasar 3.Persepsi terhadap
dukungan dinas 4.Persepsi peternak
terhadap penggunaan modal
- Meningkatkan kesejahteraan hidup
- Memperoleh penghargaan - Menjadi pemimpin/pengurus
kelompok Umur Tingkat pendidikan formal Lamanya usaha sapi perah - Jumlah sumber informasi - Tingkat keseringan keluar
dari daerah - Keberadaan - Harganya - Keterjangkauan
- Kemudahan menjual - Harga dangke
menguntungkan - Layanan pemerintah - Perhatian pemerintah - Kebutuhan dari pemerintah - Ketersediaan modal - Modal yang dimanfaatkan
E. Analisa Data
Untuk mengetahui motivasi peternak sapi perah digunakan metode
analisis deskriptif yang di bantu dengan teknik skoring data yang bersifat
ordinal. Ukuran motivasi peternak dicari dengan menggunakan metode
analisa penilaian dengan skor, untuk mengukur motivasi peternak yaitu
berdasar pada
4. Kebutuhan-kebutuhan akan eksistensi (Existence Needs),
5. Kebutuhan-kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain
(Relatedness Needs)
6. Kebutuhan-kebutuhan akan pertumbuhan (Growth Needs)
Untuk mengetahui tingkat motivasi yang diukur oleh tiga indikator
yaitu existensi, relatednes dan growth di daeah sentra dan non sentra
digunkan rumus sebagai berikut
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah responden x jumlah
item pertanyaan
Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden x jumlah
item pertanyaan
Rentang Kelas = skor tertinggi – skor terendah
4
Nilai rendah = skor terendah + rentang
Nilai sedang = skor terendah + 2 (rentang)
Nilai tinggi = skor terendah + 3 (rentang)
Nilai sangat tinggi = skor terendah + 4 (rentang)
Untuk menguji perbedaan tingkat motivasi peternak sapi perah
daerah sentra dan non sentra digunakan analisis Mann-Whitney uji dua
sampel independen.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah dengan digunakan
analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan
program LISREL 8.30 (Wijanto, 2008).
Alasan menggunakan alat analisis SEM (Structural Equation
Modelling) karena pada SEM terdiri dari 2 bagian yaitu model variabel
laten dan model pengukuran. Kedua model SEM ini mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan regresi biasa. Regresi biasa,
umumnya, menspesifikasikan hubungan kausal antara variabel-variabel
teramati (observed variables), sedangkan pada model variabel laten SEM,
hubungan kausal terjadi di antara variabel-variabel tidak teramati
(unobserved variables) atau variabel-variabel laten. Pada SEM selain
memberikan informasi tentang hubungan kausal simultan di antara
variabel-variabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor
dan kesalahan-kesalahan pengukuran (Wijanto, 2008).
Adapun prosedur dalam analisis SEM adalah sebagai berikut :
a) Menyusun diagram jalur
Diagram jalur dalam penelitian ini sebagai berikut (Gambar 2) :
Keterangan simbol-simbol dari Gambar 2. adalah sebagai berikut :
: adalah tanda yang menunjukkan variabel laten/unobserved
variable yaitu variabel yang tidak diukur secara langsung, tetapi
dibentuk melalui dimensi-dimensi atau indikator-indikator yang
diamati.
: adalah tanda yang menunjukkan variabel terukur/observed
variable yaitu
variabel yang datanya harus dicari melalui lapangan, misalnya
melalui instrumen-instrumen.
: menunjukkan adanya pengaruh yang dipotesakan antara dua
variabel, variabel yang dituju oleh anak panah merupakan
variabel dependen.
1
2 1
2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
Gambar 3. Diagram faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi peternak
sapi perah di kabupaten Enrekang
b) Persamaan Struktural
c) Persamaan Model Pengukuran
X1 = 1 1 + 1
X2 = 2 1 + 2
X3 = 3 2 + 3
X4 = 4 2 + 4
X5 = 5 2 + 5
X6 = 6 2 + 6
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
Y1
Y2
Y3
X8
X7 = 7 2 + 7
X8 = 8 2 + 8
y1 = 8 1 + 1
y2 = 9 1 + 2
y3 = 10 1 + 3
Keterngan:
X1 : umur (tahun) X2 : pendidikan X3 : pengalaman beternak (tahun) X4 : kosmopolit X5 : ketersediaan sarana produksi X6 : jaminan pasar (permintaan pasar) X7 : dukungan dari dinas X8 : persepsi peternak terhadap penggunaan modal
: ksi 1, faktor internal (variabel laten eksogen 1)
: ksi 2, faktor ekternal (variabel laten eksogen 2)
Y1 : Exixtence Needs Y2 : Relatedness Needs Y3 : Growth Needs
i-j gamma, f aktor loading untuk variabel laten
i-j lamda, faktor loading untuk variabel teramati
1 : eta 1, jenis motivasi
ij : error term untuk variabel laten eksogen
ij : error term untuk variabel laten endogen
: kesalahan dalam persamaan
F. Konsep Operasional
1. Kebutuhan akan keberadaan (existence), yaitu kebutuhan peternak
untuk memperoleh tambahan pendapatan dari beternak sapi perah
yang terdiri dari : (a) memenuhi kebutuhan hidup keluarga, (b)
memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak , (d) memenuhi kebutuhan
sekunder (motor, mobil, handphone).
2. Kebutuhan berhubungan (relatedness), yaitu kebutuhan peternak
untuk diterima dalam pergaulan di lingkungan masyarakat tempat
mereka tinggal terdiri dari : (a) hubungan dengan tetangga, (b)
hubungan dengan penyuluh, (c) hubungan dengan pemerintah, (d)
hubungan dengan kelompok.
3. Kebutuhan untuk berkembang (growth need), yaitu kebutuhan
peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak, memperoleh
penghargaan dan pengakuan dari masyarakat terhadap keberhasilan
usaha ternaknya terdiri dari (a) meningkatkan skala usaha, (b)
memperoleh penghargaan, (c) menjadi pemimpin/pengurus kelompok.
4. Umur adalah usia peternak mulai pada saat lahir sampai dengan
sekarang dalam menjalankan usaha sapi perah (tahun).
5. Pendidikan adalah tingkat pendidikan tertinggi yang pernah dicapai
oleh peternak sapi perah di kabupaten Enrekang
6. Pengalaman Beternak adalah lamanya peternak melakukan kegiatan
beternak sapi perah (tahun).
7. Kosmopolit adalah jumlah sumber informasi peternak dan tingkat
keseringan keluar dari daerah.
8. Persepsi terhadap ketersediaan sarana produksi adalah keberadaan,
harga dan keterjangkauan sarana produksi yang diperoleh peternak.
9. Persepsi terhadap jaminan pasar adalah kemudahan menjual dan
kelayakan harga yang diterima oleh peternak dari hasil penjualan
dangke.
10. Persepsi terhadap dukungan dari pemerintah adalah layanan
pemerintah, perhatian pemerintah dan kebutuhan dari pemerintah
yang diterima peternak sapi perah
11. Persepsi peternak terhadap penggunaan modal adalah ketersediaan
modal dan modal yang dimanfaatkan oleh peternak.
12. Daerah sentra adalah merupakan daerah pusat pengembangan usaha
sapi perah di Kabupaten Enrekang (Kecamatan Cendana).
13. Daerah non sentra adalah merupakan daerah di luar Kecamatan
Cendana yang tidak merupakan pusat pengembangan usaha sapi
perah (Alla, Curio, Baroko, Masalle, Maiwa, Anggeraja, Buntu Batu,
Malua, Baraka dan Enrekang.
BAB IV
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
A. Letak dan Keadaan Geografis
Letak geografis Kabupaten Enrekang berada di Jantung Propinsi
Sulawesi Selatan yang batas dalam peta wilayah berbentuk seperti
jantung terletak antara 314 ‘ 56 35 ‘ 0 LS dan 190,40’ 53 120, 633 BT
dengan jarak dari ibu kota Propensi Selawesi Selatan (kota Makassar) ke
kota Enrekang dengan jalan darat 235 km.
Kabupaten Enrekang secara administrasi merupakan salah satu
kabupaten di Sulawesi Selatan yang terdiri dari 12 Kecamatan, dengan
luas wilayah 1.786, 01 km atau sebesar 2,83 % dari luas Propensi
Sulewesi Selatan. Jarak ibukota Enrekang dari Kota Makassar adalah
220 km. Pemerintahan Kabupaten Enrekang terbagi 12 kecamatan dan
129 Desa/Kelurahan. Kecamatan terluas yang memiliki persentase luas
wilayah melebihi 10% yaitu kecamatan Maiwa 22%, kecamatan Enrekang
16% dan kecamatan Bungin 13%. Batas administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanah Toraja
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng
Rappang
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pinrang
Kabupaten Enrekang terdiri dari 12 Kecamatan dengan luas
masing-masing Kecamatan tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 . Persentase luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Enrekang.
NO Kecamatan Luas (km2)
Persentase (%)
1 Maiwa 392,87 22,00
2 Bungin 236,84 13,26
3 Enrekang 291,19 16,30
4 Cendana 91,01 5,10
5 Baraka 159,15 8,91
6 Buntu Batu 126,65 7,09
7 Anggeraja 125,34 7,02
8 Malua 40,36 2,26
9 Alla 34,66 1,94
10 Curio 178,51 9,99
11 Masalle 68,35 3,83
12 Baroko 41,08 2,30
Jumlah 1.786,01 100
Sumber : Data Sekunder Kabupaten Enrekang, 2013.
Tabel 3 menunjukkan bahwa luas keseluruhan wilayah Kabupaten
Enrekang 1.786,01 km2. Dimana di antara 12 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Enrekang, Kecamatan Maiwa memiliki wilayah terbesar
dengan luas wilayah 392,87 km2. Sedangkan Kecamatan Malua
merupakan desa terkecil yang ada di Kabupaten Enrekang dengan luas
40,36 km2.
Kabupaten Enrekang terletak antara 3o14’36” – 3o50’0” Lintang
Selatan dan 119o40’53” – 120o6’33” Bujur Timur. Ketinggiannya bervariasi
antara 47 meter sampai 3.329 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan
Oldeman (1975), Kabupaten Enrekang termasuk tipe iklim C dimana
dalam sepuluh tahun terakhir, terdapat 5 bulan basah dan 7 bulan kering.
Ada tiga karakteristik ketinggian dari permukaan laut, yaitu daerah rendah
meliputi kecamatan Maiwa dan Cendana dicirikan oleh udara panas,
daerah sedang meliputi kecamatan Enrekang dicirikan cuaca sedang dan
daerah ketinggian meliputi kecamatan Anggeraja, Malua, Baraka, Baroko
dan Alla yang dicirikan daerah dingin. Jika ditinjau dari kesesuaian iklim,
daerah non sentra (Malua, Anggeraja, Baraka dan Alla) lebih cocok untuk
pemeliharaan sapi perah, karena cuaca lebih sejuk dibanding daerah
sentra yang cenderung lebih panas.
1. Keadaan Penduduk
Mata pencaharian utama penduduk di Kabupaten Enrekang adalah
pertanian dan berdagang. Usaha pertanian yang dilakukan sangat
beragam baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Enrekang
No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. Maiwa 23.119
2. Bungin 4.245
3. Enrekang 30.568
4. Cendana 8.695
5. Baraka 21.201
6. Buntu Batu 12.779
7. Anggeraja 23.825
8. Malua 7.641
9. Alla 20.657
10. Curio 14.841
11. Masalle 12.298
12. Baroko 10.279
Jumlah 190.248
Sumber : Data Sekunder Kabupaten Enrekang, 2013.
2. Pertanian Dan Peternakan
Jenis tanaman pangan yang paling banyak ditanam adalah padi
(12.308 ha) dan tanaman jagung (12.201 ha). Terdapat pula tanaman
kacang kedelai (1.038 ha), ubi jalar (615 ha), ubi kayu (317 ha) dan
kacang tanah (245 ha). Tanaman hortikultura yang banyak ditanam
meliputi bawang merah (1.454 ha), tomat (868 ha), kol (693 ha) dan cabe
merah (628 ha). Salak (856.441 pohon), pisang (387.987 pohon) dan
pepaya (355.894 pohon) merupakan tanaman perkebunan utama petani di
Kabupaten Enrekang selain kebun kopi (11.736 ha) dan kakao (8.140 ha).
Keberadaan tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan
mendukung pengembangan usaha sapi perah. Berdasarkan pengalaman
peternak, limbah jerami padi, daun kacang tanah dan jerami jagung
merupakan sumber hijauan utama bagi peternak sapi perah di daerah
sentra pada musim kemarau, dimana rumput gajah sulit dipotong. Dedak
padi dan jagung juga merupakan sumber konsentrat utama. Di daerah
non sentra, daun ubi jalar merupakan salah satu sumber hijauan yang
paling banyak digunakan peternak, karena mampu meningkatkan produksi
susu dan dangke. Limbah hortikultura seperti limbah daun kol, buncis,
wortel juga dimanfaatkan oleh peternak. Sumber konsentrat yang
digunakan peternak di daerah non sentra meliputi ubi jalar dan ubi kayu
hasil sortiran yang diberikan dalam bentuk segar ke ternaknya (Baba, et
al. 2010). Pemanfaatan limbah perkebunan seperti kulit kopi dan kakao
masih terbatas, karena ketidaktahuan peternak mengolah dan
menggunakannya. Keberadaan usaha pertanian tanaman pangan,
perkebunan dan hortikultura turut mendukung pelaksanaan usaha sapi
perah di Kabupaten Enrekang utamanya dalam penyediaan pakan hijauan
maupun konsentrat.
Peternakan yang berkembang di Kabupaten Enrekang yakni ayam
ras petelur dan sapi perah. Untuk ayam ras petelur berkembang di
Kecamatan Maiwa sedangkan untuk sapi perah berkembang di
Kecamatan Cendana. Untuk usaha peternakan sapi perah di Kabupaten
Enrekang menghasilkan produk akhir berupa dangke yang merupakan
makanan khas masyarakat Kabupaten Enrekang. Dari tahun ke tahun
permintaan dangke semakin meningkat, selain sebagai makanan khas
masyarakat dangke juga diolah menjadi keripik dangke.
Perkembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang didorong
oleh permintaan dangke yang tinggi. Awalnya, dangke diproduksi dari
susu kerbau. Sapi perah yang dikembangkan di Kabupaten Enrekang
yakni jenis Sapi bread FH cross yang didatngkan dari Pulau Jawa. Sejak
sejak saat itu, perkembangan populasi meningkat tajam pada tahun 2004
populasi sapi perah hanya 567 ekor menjadi 1.508 ekor pada tahun 2008.
Dari segi pusat penyebaran sapi perah dapat dibedakan menjadi daerah
sentra, yaitu kecamatan Cendana dan daerah Non Sentra yaitu
kecamatan Enrekang dan di daerah pegunungan, yaitu Anggeraja,
Baraka, Malua dan Alla.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.KEADAAN UMUM RESPONDEN
1. Umur
Umur merupakan salah satu karakteristik internal dari individu yang
ikut mempengaruhi fungsi biologis dan fisiologis peternak. Umur akan
mempengaruhi peternak dalam mempelajari, memahami dan mengadopsi
inovasi dalam usaha peternakan yang dijalankannya, umur juga
berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan
peternak.’
Adapun distribusi peternak berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi responden menurut umur Di Kabupaten Enrekang
No Umur Daerah Sentra Daerah Non Sentra
Jumlah (org)
Persentase (%)
Jumlah (Org)
Persentase (Org)
1. Belum Produktif ( <15 ) - - - -
2. Produktif (15 – 64 ) 50 98,03 48 98
3 Tidak Produktif (>65) 1 1,97 1 2
Jumlah 51 100 49 100
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2013.
Tabel 5 menunjukkan jumlah responden di daerah sentra dan non
sentra dengan kelompok usia produktif lebih banyak jika dibandingkan
dengan jumlah responden kelompok usia tidak produktif. Di daerah sentra
50 responden dengan persentase 98,04 % yang berusia produktif dan
responden dengan usia tidak produktif sebanyak 1 orang dengan
persentase 1,97 % dan untuk daerah non sentra 48 responden dengan
persentase 98 % yang berusia produktif dan responden dengan usia tidak
produktif sebanyak 1 orang dengan persentase 2 %. Jika keadaan umur
dihubungkan dengan produktivitas kerja, maka peternak di Kabupaten
Enrekang berada pada usia produktif, tentunya akan berpengaruh
terhadap keberhasilan usaha peternakannya. Dalam hal ini kemampuan
kerja peternak juga sangat dipengaruhi oleh tingkat umur peternak
tersebut, produktivitas kerja akan terus menurun dengan semakin
lanjutnya usia peternak. Umur peternak akan mempengaruhi kemampuan
fisik bekerja dan cara berfikir, dimana umur seseorang berkaitan erat
dengan kematangan psikologis dan kemampuan fisiologisnya. Semakin
tinggi umur seseorang semakin tinggi motivasi dan tingkat kemampuan
fisiologisnya hingga sampai pada titik tertentu, namun setelah melewati
titik tersebut, semakin tinggi umur seseorang akan semakin menurun
kemampuan fisiologisnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiati (2011)
yang menyatakan bahwa kemampuan kerja seseorang peternak sangat
dipengaruhi oleh tingkat umur. Semakin produktif umur peternak maka
semakin mempunyai semangat ingin tahu hal-hal baru yang belum
diketahui. Selain itu usia juga mempengaruhi kondisi fisik dan motivasi
peternak.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani pada umumnya akan mempengaruhi
cara dan pola pikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang
relatif muda menyebabkan petani tersebut relatif dinamis. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin berkembang wawasan berfikirnya dan
keputusan yang diambil semakin baik dalam menentukan cara-cara
berusaha tani yang lebih produktif. Pendidikan juga dikenal sebagai
sarana belajar dalam meningkatkan pengetahuan yang selanjutnya
diperkirakan akan menanamkan suatu sikap yang menguntungkan menuju
praktek pertanian yang lebih modern. Keterbatasan pendidikan yang
dimiliki oleh petani sangat berpengaruh kepada pola pikir dan wawasan
petani dalam memutuskan kegiatan yang akan dilakukan.
Tabel 6. Distribusi responden menurut tingkat pendidikan peternak sapi perah Di Kabupaten Enrekang.
No Tingkat Pendidikan Daerah Sentra Daerah Non Sentra
Jumlah (org)
Persentase (%)
Jumlah (Org)
Persentase (Org)
1. Tidak Tamat SD - - - -
2. SD/Sederajat 11 21,5 3 6,12
3 SMP/Sederajat 7 13,72 5 10,20
4. SMA/Sederajat 26 51 31 63,27
5. D3/Sederajat 1 1,96 1 2,04
6. S1/Sederajat 6 11,76 9 18,37
Jumlah 51 100 49 100
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2013.
Tabel 6 menunjukkan tingkat pendidikan peternak di daerah sentra
relatif tinggi dengan proporsi terbesar SMA (51%) dan terkecil D3 (1,96%)
dan untuk daerah non sentra proporsi terbesar SMA (31%) dan terkecil D3
(2,04%). Terlihat bahwa kebanyakan peternak memiliki tingkat pendidikan
formal SMA. Tingkat pendidikan merupakan faktor internal yang
mempengaruhi motivasi peternak dalam menjalankan usahanya.
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang ditempuh peternak maka
semakin tinggi pula tingkat motivasinya dalam menjalankan usaha. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hendrayani dkk (2009) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang tentunya akan semakin tinggi
pula daya serap teknologi dan semakin cepat untuk menerima inovasi
yang datang dari luar dan begitu juga sebaliknya.
3 Jumlah Kepemilikan Ternak
Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah ternak yang dipelihara
oleh peternak. Pada umumnya peternak memiliki ternak 1-10 ekor yang
merupakan usaha peternakan rakyat.
Adapun distribusi peternak berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Distribusi peternak menurut jumlah kepemilikan ternak di Kabupaten Enrekang
No Jumlah Sapi Perah (ekor)
Daerah Sentra Daerah Non Sentra Jumlah
(org) Persentase
(%) Jumlah (Org)
Persentase (Org)
1. 1 – 10 44 86,27 48 98
2. 11 – 20 6 11,77 - -
3. 21 – 30 1 1,96 - -
4. 31 – 40 - - - -
5. 41 – 50 - - 1 2
Jumlah 51 100 49 100
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2013.
Tabel 7 menunjukkan adanya variasi jumlah ternak yang dimiliki
oleh responden. Daerah sentra responden terbanyak dengan jumlah
kepemilikan ternak 1-10 ekor dengan persentase 86,27 % dan terendah
dengan jumlah kepemilikan sapi perah 21 - 30 ekor dengan persentase
1,96% dan untuk daerah non sentra responden terbanyak dengan jumlah
kepemilikan 1 – 10 ekor dengan persentase 98 % dan terendah dengan
jumlah kepemilikan sapi perah 41 – 50 ekor dengan persentase 2 %.
Pada umumnya peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang dalam
mengelola usaha ternak dengan skala usaha rakyat, sesuai Yusdja (2005)
skala usaha sapi perah merupakan usaha rakyat (1-9 ekor)/peternak.
4. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang
harus ditanggung oleh peternak. Semakin banyak jumlah tanggungan
keluarga seorang peternak semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan
dalam setiap bulannya.
Adapun distribusi peternak berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Distribusi peternak menurut jumlah tanggungan keluarga Kabupaten Enrekang
No Jumlah Sapi Perah (ekor)
Daerah Sentra Daerah Non Sentra Jumlah
(org) Persentase
(%) Jumlah (Org)
Persentase (Org)
1. 1 – 3 5 9,8 18 36,74
2. 4 – 6 40 78,43 25 51,02
3. 7 – 9 6 11,77 5 10,20
4. 10 – 12 - - 1 2,04
Jumlah 51 100 49 100
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2013.
Tabel 8 menunjukkan jumlah tanggungan keluarga di daerah
sentra yang dimiliki oleh responden sebagian besar jumlah tanggungan
keluarga 4-6 orang dengan persentase 78,43% dan peternak yang
memiliki jumlah tanggungan keluarga 10-12 orang dengan persentase
9,8% dan untuk daerah non sentra yang dimiliki oleh responden sebagian
sebagian besar jumlah tanggungan keluarga 5 – 6 orang dengan
persentase 51,02% dan peternak memiliki jumlah tanggungan keluarga
10-12 orang dengan persentase 2,04%. Semakin kecil jumlah
tanggungan keluarga maka semakin kecil pula biaya yang dikeluarkan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga biaya yang diperoleh
dapat digunakan untuk meningkatkan skala usaha. Hal ini sesuai dengan
pendapat Febrina (2009) yang menyatakan bahwa besarnya tanggungan
keluarga secara nyata memang belum dapat meningkatkan produksi
tetapi dapat mempengaruhi dan memotivasi petani, sebab dengan
besarnya tanggungan keluarga maka kebutuhan sehari-hari keluarga
petani tentu menjadi besar. Makin besar jumlah anggota keluarga, maka
makin besar pula beban yang ditanggung oleh kepala keluarga,
sebaliknya makin kecil jumlah anggota keluarga tentu beban yang akan
ditanggung akan semakin kecil pula.
5. Lama Usaha Ternak
Pengalaman usaha ternak erat hubungannya dengan keterampilan
yang dimiliki, semakin lama pengalaman beternak seseorang maka
keterampilan yang dimiliki akan lebih tinggi dan berkualitas. Aadapun
distribusi peternak berdasarkan lama usaha ternak dapat dilihat pada
tabel 9.
Tabel 9. Distribusi peternak menurut lama beternak di Kabupaten Enrekang
No Jumlah Sapi Perah (ekor)
Daerah Sentra Daerah Non Sentra Jumlah
(org) Persentase
(%) Jumlah (Org)
Persentase (Org)
1. Rendah < 4 tahun 6 11,77 25 51,02
2. Sedang 4 -11 tahun 39 76,47 23 46,94
3. Tinggi > 11 tahun 6 11,76 1 2,04
Jumlah 51 100 49 100
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2013.
Tabel 9 menunjukkan lama beternak sapi perah di daerah sentra
yaitu mulai tingkat sedang 4 - 11 tahun dengan persentase 76,47 %, tinggi
> 11 tahun dan rendah < 4 tahun masing-masing dengan persentase
11,76 % dan untuk daerah non sentra yaitu mulai tingkat rendah < 4 tahun
dengan persentase 51,02 dan tinggi > 11 tahun dengan persentase
2,04%. Pengalaman peternak sangat erat kaitannya dengan keterampilan
yang dimiliki. Semakin lama pengalaman beternak seseorang maka
keterampilan yang dimiliki akan lebih tinggi dan berkualitas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hernanto dalam Febrina (2009) yang menyatakan
bahwa pengalaman bertani/beternak merupakan modal penting untuk
berhasilnya suatu kegiatan usaha tani. Berbedanya tingkat pengalaman
masing-masing petani maka akan berbeda pula pola pikir mereka dalam
menerapkan inovasi pada kegiatan usaha taninya. Penerapan teknologi
dan manajemen yang baik akan mempengaruhi perilaku berusaha petani
dalam melakukan usaha taninya. yang dimiliki. Semakin lama
pengalaman beternak seseorang maka keterampilan yang dimiliki akan
lebih tinggi dan berkualitas.
B. TINGKAT MOTIVASI PETERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN
ENREKANG
Tingkat motivasi peternak sapi perah di Kabuapaten Enrekang diukur
berdasarkan 3 kebutuhan yaitu 1) existensi atau kebutuhan dasar yang
menyangkut kebutuhan hidup keluarga, kebutuhan sekolah anak dan
kebutuhan sekunder (motor, handphone dan mobil), 2) relatednes atau
kebutuhan akan berhubungan dengan orang lain yang menyangkut
hubungan dengan tetangga, hubungan dengan penyuluh, hubungan
dengan pemerintah dan hubungan dengan kelompok, 3) Growth atau
kebutuhan untuk bertumbuh yang menyangkut meningkatkan
kesejahteraan hidup, dihargai orang lain dan menjadi pemimpin dan
pengurus kelompok.
Existensi (kebutuhan dasar) peternak sapi perah di daerah sentra
dan non sentra memenuhi kebutuhan hidup keluarga sekolah anak dan
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bahkan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder. Usaha sapi perah memberikan kontribusi
pendapatan yang besar bagi peternak, di daerah sentra dan non sentra
sebagian peternak memiliki pekerjaan pokok memelihara sapi perah
sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semata-mata dari usaha
sapi perahnya.
Relatednes (kebutuhan untuk berhubungan) peternak sapi perah
dengan penyuluh pemerintah dan kelompok terjalin dengan baik. Dengan
usaha sapi perah peternak mampu berhubungan dengan penyuluh
pemerintah dan dengan kelompok. Dalam menjalankan usaha sapi perah
peternak harus menjalin kerjasama dengan penyuluh, pemerintah dan
kelompok demi kelancaran usahanya. Di daerah sentra dan non sentra
hubungan peternak dengan penyuluh, pemerintah dan sesama anggota
kelompok terjalin dengan baik.
Keinginan peternak untuk bertumbuh dan berkembang dalam
menjalankan usahanya sangat tinggi. Sebagian peternak di daerah sentra
dan non sentra beternak sapi perah karena ingin dihargai orang. Semakin
besar populasi dan berkembangnya usaha maka semakin besar peluang
peternak tersebut meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan dihargai
masyarakat sekitarnya. Adapun tingkat motivasi peternak sapi perah di
Kabupaten Enrekang
Daerah sentra
1. Existensi 794 (tinggi)
153 Rendah (382,5) sedang (612) tinggi (841,5) sangat tinggi (1.071)
2. Relatednes 1.320 (sangat tinggi)
204 Rendah (510) Sedang (816) Tinggi (1122) sangat tinggi (1.428)
3. Growth 797 (tinggi)
153 rendah (382,5) sedang (612) tinggi (841,5 sangat tinggi (1.071)
Daerah Non Sentra
1. Existensi 751 (tinggi)
147 rendah (367,5) sedang (588) tinggi (808,5) sangat tinggi (1.029)
2. Relatednes 1189 (sangat tinggi)
196 rendah (490) sedang (784) tinggi (1.078) sangat tinggi (1.372
3. Growth 850 (sangat tinggi)
147 rendah (367,5) sedang (588) tinggi (808,5) sangat tinggi (1.029)
Data di atas menunjukkan tingkat motivasi dalam hal existensi dan
relatednes tidak ada perbedaan antara daerah sentra dan non sentra.
Perbedaan terjadi ada pada motivasi dalam hal growth (kebutuhan untuk
berkembang) yang dibuktikan oleh hasil analisis Mann-Whitney yang
menunjukkan nila (α = 0,005) dimana 0,005 < 0,01 (berbeda sangat
signifikan) (lampiran 5).
Terjadinya perbedaan dalam hal growth (kebutuhan untuk
berkembang) di daerah sentra dan non sentra diduga disebabkan oleh
tiga hal yang pertama di daerah non sentra pada umumnya peternak yang
baru berkembang sehingga memiliki motivasi untuk bertumbuh atau
berkembang sangat tinggi. Kedua ketersediaan pakan di daerah non
sentra yang cukup tinggi dimana menggunakan limbah holtikultura yang
mampu meningkatkan produksi susu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ako dkk (2012) yang menyatakan bahwa pemberian silase complete feed
dari limbah pertanian khususnya limbah tanaman pangan dan sayur lebih
baik dibanding perlakuan masyarakat selama ini yang hanya memberikan
hijaun rumput dan lamtoro. Sedangkan untuk daerah sentra
menggunakan fermentasi limbah jagung dan jerami padi. Ketiga populasi
di daerah non sentra menyebar di beberapa kecamatan sedangkan
daerah sentra hanya satu kecamatan sehingga daya dukung pakan dan
wilayah masih terbuka untuk pengembangan peternakan sapi perah.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
MOTIVASI PETERNAK SAPI PERAH 1. Uji Asumsi SEM
Uji asumsi SEM dimaksudkan untuk mengetahui apakah prasyarat
yang diperlukan dalam pemodelan SEM dapat terpenuhi. Beberapa
prasayarat yang harus dipenuhi adalah asumsi normalitas dan tidak
adanya multikolinieritas.
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas mengandung maksud, bahwa pola distribusi data
variabel penelitian secara multivariat mengikuti model distribusi normal
(Kusnendi, 2008). Untuk mengetahui apakah tidak melanggar asumsi
normalitas dapat dilihat dari penyebaran data pada sumbu diagonal grafik
(Grafik 1). Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Adapun penyebaran data dapat dilihat pada Grafik 1
Grafik 1. Diagram penyebaran nilai variabel independent terhadap
variabel dependent.
Grafik tersebut dapat dilihat, bahwa titik-titik data penelitian
menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis normal. Model tersebut layak dipakai untuk memprediksi faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat motivasi peternak sapi perah.
b. Uji Multikolinieritas
Uji asumsi multikolineritas dimaksudkan untuk menguji apakah
terdapat korelasi yang kuat, eksak, atau sempurna diantara variabel
independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem
multikolinieritas (Hair et al. 2006 dalam Kusnendi, 2008). Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat pada nilai VIF
(Variance Inflation Factor) serta besaran korelasi antarvariabel
independen (Santoso, 2004). Nilai VIF yang baik adalah mendekati 1
serta koefisien korelasi yang lemah yaitu di bawah 0,5.
Berdasarkan Lampiran 6 diketahui, bahwa variabel ketersediaan
sarana produksi (X5) dan permintaan dangke (X7) memiliki nilai VIF yang
melebihi 2, sehingga dicurigai variabel ini memiliki multikolinieritas. Untuk
itu, perlu diketahui besaran nilai korelasi kedua variabel tersebut. Nilai
korelasi kedua variabel adalah 0,703 yang berarti lebih besar dari 0,5
(Lampiran 7) sehingga kedua variabel memiliki sifat multikolinieritas.
Jalan keluarnya adalah dengan mengeluarkan variabel ketersediaan
sarana produksi (X5) dari model pengukuran. Setelah mengeluarkan
variabel X5 dari model pengukuran maka nilai semua variabel independen
< 2. Sehingga masalah multikolinieritas menjadi hilang dan hasil estimasi
parameter model cenderung lebih baik (dapat dilihat pada lampiran 8)
c. Analisis Struqtural Equation Model (SEM)
Setelah mengeluarkan variabel yang memiliki sifat multikolinieritas,
maka pengukuran variable laten dapat dilanjutkan dengan uji kesesuaian
model dengan menggunakan metode one-step approach. Penggunaan
metode ini dilakukan dengan alasan memanfaatkan kelebihan penerapan
prosedur SEM secara sekaligus terhadap sebuah model hybrid/full yang
mampu melakukan kombinasi antara model pengukuran dan model
struktural (Wijanto, 2008).
d. Uji Kesesuaian Model Hasil analisis awal sebelum adanya perbaikan model, dapat dilihat
pada Gambar 4. berikut ini:
Gambar 4. Nilai t-value pada Sebelum Model Diperbaiki
Gambar 5 Nilai Estemates
Gambar 5. Nilai Estemates Sebelum Model Diperbaiki
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui, bahwa model belum fit
untuk memprediksi nilai populasi yang dibuktikan oleh nilai probability
0,00% lebih kecil dari 5% dengan nilai RMSEA 0,143 lebih besar dari
0,09. Kemudian terdapat beberapa jalur yang tidak signifikan yang
ditandai oleh nilai t-value lebih kecil dari 1,96 yang ditunjukkan oleh garis
berwarna merah dan nilai estimasi rendah. Jalur tersebut meliputi faktor
internal terhadap tingkat motivasi (t-value = -0,16 < 1,96), pengaruh faktor
eksternal terhadap tingkat motivasi (t value 0,17 < 1,96) serta pengaruh
Relatednes (Y2) yang memiliki nilai estimasi rendah (0,48) dapat dilihat
pada gambar 5. Untuk mendapatkan model yang lebih signifikan dalam
memprediksi nilai populasi yakni langkah pertama yang dilakukan yaitu
jalur yang tidak signifikan dihapus yaitu faktor internal terhadap tingkat
motivasi dan Relatednes (Y2) dikeluarkan dari model.
Dalam rangka memperbaiki model, ada dua cara yang ditempuh
yaitu menghilangkan jalur yang tidak signifikan serta menghilangkan
variabel observed yang berada di bawah nilai cut-off value.
Adapun model SEM yang telah fit dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Nilai t-value pada Setelah Model Diperbaiki
Gambar 7. nilai Estimates Setelah Model Diperbaiki
Setelah perbaikan model dilakukan, diperoleh model sebagaimana
dalam Gambar 6 dan gambar 7. Untuk mengetahui kelayakan model
dilakukan analisis Goodness of Fit dari model yang telah diperbaiki.
Indikator yang digunakan untuk menilai kelayakan model meliputi nilai chi
square, significance probability, RMSEA, GFI, dan CFI. Adapun nilai dari
beberapa indikator untuk menilai kelayakan basic (hybrid) model dapat
dilihat pada Tabel 11 sebagai berikut:
Tabel 10. Indeks Kesesuain Model SEM
Kriteria Nilai Cut-Off Hasil Perhitungan Keterangan
Chi-Square
Sigfinance Prob.
RMSEA
GFI
AGFI
NNFI
CFI
Diharapkan kecil
≥ 0,05
≤ 0,08
≥ 0,90
≥ 0,90
≥ 0,90
≥ 0,90
20,41
0,060
0,081
0,95
0,87
0,93
0,96
Perfect Fit
Good Fit
Good Fit
Marginal Fit
Good Fit
Good Fit
Sumber : Output Lisrel
Tabel 11 menunjukkan, dari 7 kriteria yang digunakan untuk menilai
kelayakan model SEM yang digunakan kesemuanya menunjukkan bahwa
model baik untuk memprediksi variasi nilai dari populasi. Nilai significance
probability sebesar 6% yang berarti lebih besar dari 5%. Demikian pula
nilai RMSEA sebesar 0,081 yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 serta
CFI 0,96 yang berarti lebih besar dari 0,90 yang merupakan nilai yang
dipersyaratkan. Dapat disimpulkan, model ini dapat diterima yang berarti
ada kesesuaian antara model dengan data yang digunakan.
Setelah melakukan perbaikan model, diperoleh dua variabel laten
yang akan diestimasi, yaitu faktor eksternal dan tingkat motivasi. Dari
kedua variabel laten tersebut, hanya satu variabel eksogen, yaitu faktor
eksternal. Tingkat motivasi merupakan variabel endogen. Hasil
perbaikan menunjukkan, bahwa jalur telah signifikan yang dibuktikan oleh
nilai mutlak t-value > 1,96. Faktor eksternal terhadap motivasi signifikan
dengan nilai t-value [2,20] yang berarti nilai mutlak 2,20 > 1,96. Berarti
bahwa faktor eksternal berpengaruh positif terhadap tingkat motivasi
peternak.
Validitas dan realibilitas variabel observed dalam merefleksikan
nilai variabel laten dapat dilihat dari nilai koefisien estimasi yang
distandarkan. Menurut Kusnendi (2008) batas toleransi vailiditas dan
realibilitas variabel observed adalah nilai koefisien estimasi yang
distandarkan lebih dari 0,4. Berdasarkan nilai cut-off value tersebut,
variabel laten faktor eksternal direfleksikan oleh dukungan pasar (X6 =
1,12 > 0,4), dukungan pemerintah (dinas) (X7 = 0,53 > 0,4) dan dukungan
modal (X8 = 0,55 > 0,4). Adapun variabel laten tingkat motivasi peternak
direfleksikan secara valid dan realibel oleh variabel observed Exixtensi
(kebutuhan dasar) (Y1 = 1,18 > 0,4) dan Growth (Pertumbuhan) (Y3 =
1,11> 0,4).
e. Uji Kausalitas
Setelah diperoleh model yang fit, langkah selanjutnya adalah
menguji kausalitas hipotesis yang dikembangkan dalam model penelitian.
Estimasi pengaruh antarvariabel dapat dilihat dari nilai koefisien estimasi
dari setiap jalur. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 8 berikut ini:
Gambar 8. Estimasi Parameter Model Struktural
Ringkasan nilai kebermaknaan antar variabel laten disajikan pada
Tabel 12 berikut ini:
Tabel 11. Hasil Pengujian Kausalitas
Hubungan Antarpeubah Estimasi Pengaruh Variabel
Langsung Tak Lgs Total
Faktor eksternal tingkat motivasi
0,92 - 0,92
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2013
Berdasarkan hasil yang diperoleh faktor internal yang terdiri dari umur,
pendidikan, lama usaha ternak dan kosmopolit tidak menentukan naik
turunnya motivasi peternak karena ada faktor lain yang lebih kuat yaitu
faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat motivasi
peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang yaitu dukungan pasar (X6),
dukungan pemerintah (X7) dan dukungan modal (X8), hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Hendrayani (2009) yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara umur, pendidikan, pengalaman berusaha
terhadap tingkat motivasi peternak.
1. Dukungan Pasar (X6)
Dukungan pasar dalam hal ini permintaan dan harga dangke
sangat berpengaruh terhadap tingkat motivasi peternak. Harga dangke ini
akan mempengaruhi tingkat motivasi peternak dalam menjalankan usaha
sapi perahnya. Harga dangke di kabupaten enrekang cenderung tinggi
yakni berkisar antara Rp.10.000 sampai Rp.15.000/biji, untuk hari-hari
tertentu seperti bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri harga dangke
berkisar Rp.17.000 sampai Rp.20.000/biji. Apabila dikonversi ke harga
susu maka sekitar Rp. 7.500,- per liter. Pengolahan dangke sekarang ini
yang banyak diproduksi oleh peternak yakni keripik dangke. Permintaan
dangke juga mengalami peningkatan, hal inilah yang memotivasi peternak
untuk melanjutkan usaha sapi perah. Hal ini sesuai dengan teori
Kepuasan (Content Theory) dikutip dalam Hasibuan (2010) yang
menyatakan bahwa hal yang memotivasi semangat bekerja seseorang
adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiil maupun non
materiil yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.
1. Dukungan Pemerintah (Dinas Peternakan)
Dukungan Dinas dalam hal ini Dinas Peternakan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi tingkat motivasi peternak sapi perah di
Kabupaten Enrekang. Peternak akan lebih termotivasi apabila ada
dukungan dari Pemerintah (Dinas Peternakan), bentuk dukungan ini
seperti pemberian bantuan bibit sapi, kunjungan rutin dari Dinas dilakukan
dalam bentuk penyuluhan, pengadaan pelatihan bagi peternak mengenai
pengelolaan usaha sapi perah dan pengolahan hasil dan mengikutkan
peternak untuk berkunjung ke Jawa melihat peternakan sapi perah yang
maju. Peternak di Kabupaten Enrekang akan lebih giat menjalankan
usahanya apabila mendapatkan perhatian khusus dari Dinas setempat.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Muatip (2008) yang menyatakan
faktor yang mempengaruhi peternak dalam menjalankan usaha sapi perah
diantaranya ketersedian sarana, prasarana dan informasi, kelembagaan
peternak, kelembagaan penyuluh, kelembagaan sosial dan kebijakan
pemerintah. Hal ini dijelaskan oleh pendapat Sung (2009) yang
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi peternak adalah
dilakukannya pelatihan-pelatihan publik dan pengawasan.
2. Dukungan modal
Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang
membutuhkan modal yang besar. Salah satu kendala keberhasilan usaha
sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah modal. Banyaknya modal yang
tersedia akan memotivasi peternak untuk berusaha, karena pada
umumnya peternak akan memanfaatkan modal yang baik untuk usaha
sapi perahnya. Dengan adanya bantuan modal ini peternak akan memiliki
rasa tanggung jawab yang besar terhadap pinjaman modal sehingga
peternak menjalankan usahanya dengan sungguh-sungguh. Bentuk
modal ini bersumber dari pihak perbankan dalam bentuk pinjaman uang,
pihak perbankan tidak akan ragu dalam memberikan pinjaman pada
peternak karena telah melihat prospek pengambangan usaha sapi perah
di Kabupaten Enrekang yang menjanjikan. Modal yang bersumber dari
Pemerintah (Dinas Peternakan) dalam bentuk pemberian bibit yang
dilakukan dengan sistem pendanaan sharing peternak dan pemerintah.
Sistem shering ini dilakukan dengan pemberian bantuan induk (sapi betina
induk) kepada masyarakat setelah menghasilkan anak maka akan
diberikan kepada peternak lain yang belum mendapatkan bantuan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Firman (2010) yang menyatakan bahwa
usaha sapi perah memiliki investasi yang cukup besar, namun usaha sapi
perah cukup prospektif untuk diusahakan karena mampu menghasilkan
keuntungan per harga pokok produksi sebesar 3,4 % per bulan atau
melebihi suku bunga bank.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
1. Tingkat motivasi antara daerah sentra dan non sentra berbeda
sangat signifikan dalam hal growth (kebutuhan untuk berkembang)
sedangkan untuk tingkat motivasi dalam hal existensi dan
relatednes tidak berbeda nyata antara daerah sentra dan daerah
non sentra, dimana daerah sentra berada pada kategori tinggi dan
daerah non sentra berada pada kategori sangat tinggi.
2. Faktor eksternal berpengaruh siginifikan dan positif terhadap
tingkat motivasi peternak. Semakin tinggi dukungan pasar,
dukungan pemerintah dan dukungan modal maka semakin tinggi
pula tingkat motivasi peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang.
Faktor internal yang terdiri dari umur, pendidikan, lama beternak
dan kosmopolit tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
motivasi peternak sapi perah di Kabupaten Enrekang.
B. SARAN
Berdasarkan hasil, pembahasan dan kesimpulan maka saran yang
dapat dikemukakan dalam penelitian adalah:
1. Sebaiknya peneliti selanjutnya meneliti pengaruhkarakteristik usaha
terhadap tingkat motivasi peternak sapi perah di Kabupaten
Enrekang.
2. Sebaiknya pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Peternakan
Kabupaten Enrekang lebih memperhatikan peternak dalam
penyediaan sarana produksi seperti menyediakan tenaga
inseminator, menyediakan modal usaha untuk peternak dan
membantu peternak dalam hal pengelolaan hasil.
3. Perlunya keterlibatan perbankan dalam peningkatan modal usaha
peternak sapi perah di Kabupaten.
DAFTAR PUSTAKA
Ako, A., Fatma, Jamila, S. Baba S. 2012. Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah yang Diberi Silase Complete Feed Berbahan baku Limbah Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Angelia. 2010. Cara Meningkatkan Motivasi Kerja. Diakses tanggl 2 November 2012.
Baba, S. 2011. Model Penyuluhan Untuk Meningkatkan Partisipasi Peternak Sapi Perah di kabupaten Enrekang .Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Baron, I. 1999. Manajemen Usaha Ternak Sapi Perah di Desa. Sidomulyo Kecamatan Batu Kotatatif Batu. Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah, Malang.
Dewandini, S. 2010. Motivasi Petani Dalam Budidaya Tanaman Mendong (Fimbristylis globulosa) Di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Skripsi. Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta, Surakarta.
Direktorat Jendral Peternakan. 2012. Berita Pertanian Online. http://www.deptan.go.id.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang. 2012. Data Populasi, Produksi Susu dan Jumlah Peternak, Dinas Peternakan dan Perikanan, Kabupaten Enrekang.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Data Populasi Ternak.. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Propinsi Sulawesi Selatan.
Firman A, Drajoga, dan Hermawan. 2010. Peran Usaha Perbibitan Dalam Pengembangan Ternak Sapi Perah di Indonesia. Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2010, 10 (1) : 7 – 13.
Hendrayani, E. dan D.Febrina . 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Beternak Sapi Di Desa Koto Benai Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal Peternakan. 6 (2) : 53 – 62.
Hambali, R. 2005. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Beternak Domba (Kasus Peternak di Kelurahan Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Sosial
Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Pertanian Bogor, Bogor.
Hariandja E.T.M M.Si 2002 . Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit PT Grasindo, Jakarta.
Hasibuan M. 2010. Organisasi & Motivasi. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Luanmase, C.M.,S.N, T. Haryadi. 2011. Analisis Motivasi Beternak Sapi Potong Bagi Peternak Lokal Dan Transmigrasi Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Di Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal Peternakan. Vol. 35(2): Hal 113-123.
Kadji, Y. 2012. Tentang Teori Motivasi. Jurnal InovasI, 9 (1) : 1693 – 9034.
Kartikaningsih, A. 2009. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Petani Dalam Berusaha Tebu (Studi Kasus : Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati). Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Universitas Pertanian Bogor, Bogor.
Kementerian Dalam Negeri. 2011. Jumlah Penduduk. www.kemendagri.go.id . Diakses 12 Desember 2012.
Kerlinger, F. 2003. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Khera, S. 2002. You Can Win (Kiat Menjadi Pemenang). Ikrar Mandiri Abadi. Indonesia.
Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Alfabeta. Bandung.
Muatip, K, Basita G, Sugihen, D. Susanto dan P.S. Asngari. Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah Kasus Peternak Sapi Perah Di Kabupaten Bandung Jawa Barat. (2008) Jurnal Penyuluhan. 4 (1) : 1858 – 2664.
Muljana. 2005 Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Penerbit Aneka Ilmu. Semarang.
Nawawi, H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Nurcahyadi. 2003. Strategi pengembangan usaha pt. industri susu alam murni. Tesis. Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahman, S. 2012. Adopsi Usaha Sapi Perah di Desa Cendana. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Santoso. 2007. Struktural Equation Modeling (SEM) dan Aplikasi dengan Amos. Pt Alex Media Komputindo.Jakarta.
Sirajuddin, S.N., H. Siregar., A. Amrawaty., K. Jusoff., S. Nurlaelah., S. Rohani., Hastang. 2013. Comparative Advantage Analysis on Self Dependent and Business Partnership of Dairy Farmers. Global Veterinaria. 10 (2) : 165 – 170.
Soemanto, W. 1987. Psikologi Pendidikan. PT Bina Aksara, Jakarta.
Sumiati. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Dan Faktor-Faktor Yang Memotivasi Petani Dalam Kegiatan Agroforestri. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sung. S. Y and J.N Choi. 2009. Do Big Five Personality Factor Effect
Individual Creativity The Moderating Role Of Extrinsic Motivation.
Social Behavior And Personality,37 (7) : 941 – 956.
Suryana, A. 2012. Menggali Kekayaan Susu. http://www.tropicanaslim.com.
Susantyo, B. 2001. Motivasi Petani Berusahatani Di Dalam Kawasan Hutan Bandung Selatan (Kasus Petani Peserta Program Perhutanan Sosial di Wilayah Kesatuan Pemangku Hutan Bandung Selatan). Tesis. Pascasarjana Universitas Pertanian Bogor, Bogor.
Umar, H. 2001. Metode Riset Akuntansi. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Widhiarso, W 2010. Jumlah Sampel dalam Pemodelan Persamaan Struktural (SEM). http://widhiarso.staff.ugm.ac.id . Diakses 12 Desember 2012.
Wijanto. 2008. Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Winardi, 2011. Motivasi & Pemotivasian Dalam Manajemen. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Zainun B. 1989. Manajemen Dan Motivasi. Balai Aksara, Jakarta.
GKSI. 2013. Harga Susu. www. Tempo.co.id. Diakses 12 Desember 2012.
Yusdja, Y. 2005. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Yusdja, Yusmichad. http://pse.litbang.deptan.go.id . Diakses Tanggal 20 Maret 2013.
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN MOTIVASI PETERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN ENREKANG
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Nama : Pekerjaan : J.Tang. Keluarga` : J.Kepm.Ternak :
I. Mengukur Motivasi
Exixtensi (Kebutuhan Dasar)
Pernyataan Skala
1 2 3 4 5 6 7
1. Usaha sapi perah memenuhi kebutuhan hidup keluarga
2. Usaha sapi perah memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak
3. Usaha sapi perah memenuhi kebutuhan sekunder (mobil, motor, handphone)
Relatednes (Hubungan)
Pernyataan Skala
1 2 3 4 5 6 7
1. Usaha sapi perah membuat tetangga saya senang dengan saya
2. Usaha sapi perah membuat saya kenal dengan baik dengan penyuluh
3. Usaha sapi perah membuat saya memperoleh bantuan dari pemerintah
4. Usaha sapi perah lebih mempererat hubungan dengan kelompok
Growth (Pertumbuhan)
Pernyataan Skala
1 2 3 4 5 6 7
1. Usaha sapi perah mampu meningkatkan kesejahteraan hidup saya
2. Dengan usaha sapi perah maka saya merasa lebih dihargai orang
3. Dengan usaha sapi perah maka memiliki peluang untuk menjadi pemimpin/pengurus kelompok
II. Faktor Internal
Umur peternak :
Tingkat pendidikan formal :
Lamanya usaha sapi perah :
Kosmopolit 1. Sumber informasi tentang usaha sapi perah diperoleh dari :
a. Penyuluh
b. Buletin
c. Brosur
d. Media Cetak
2. Seberapa sering keluar dari desa/daerah?
III. Faktor Eksternal
Ketersediaan sarana produksi
Pernyataan Skala
1 2 3 4 5 6 7
1. Sarana produksi diperoleh di sekita Kabupaten Enrekang
2. Harga sarana produksi dalam usaha sapi perah dapat di beli oleh peternak
3. Sarana produksi terjangkau walaupun di luar Kabupaten Enrekang atau di luar Propinsi (Memiliki akses untuk memperoleh sarana produksi).
Keterangan : Sarana Produksi (Bibit, pakan, peralatan)
Jaminan Pasar
Pernyataan Skala
1 2 3 4 5 6 7
1. Dangke mudah dijual
2. Harga dangke menguntungkan
Dukungan Pemerintah
Pernyataan Skala
1 2 3 4 5 6 7
1. Layanan pemerintah (Dinas Peternakan) sangat mendukung pengembangan usaha sapi perah
2. Pemerintah (Dinas Peternakan) sangat memperhatikan usaha sapi perah
3. Pemerintah (Dinas Peternakan) mampu memenuhi kebutuhan peternak
Ketersediaan modal
Pernyataan Skala
1 2 3 4 5 6 7
1. Banyak modal yang tersedia untuk usaha sapi perah
2. Modal yang tersedia dimanfaatkan oleh peternak sapi perah
Keterangan 1 – 7 = Sangat tidak setujuh sampai sangat setujuh
1 = Sangat tidak setujuh ; 7 = Sangat setujuh
Lampiran 2. Identitas Responden Daerah sentra
No. Nama J.
Ternak (Ekor)
Umur (Tahun)
Pendidikan J.T.
Keluarga (Orang)
Pekerjaan
Lama Usaha Ternak
1. Basri C 10 48 D3 9 Petani 9
2. Amran 4 40 SMA 5 Petani 3
3. Nasruddin 12 50 SMA 7 Peternak 10
4. Hatta 8 58 SD 5 Petani 8
5. Rusyid 4 35 SMA 8 Petani 7
6. Badrun 3 58 SD 4 Petani 8
7. Baktiar 2 45 SMA 5 Petani 6
8. Sarifuddin 2 44 SMA 5 Petani 6
9. Nurdin.L 5 52 SD 4 Petani 11
10. Wawan 5 30 SMA 4 Peternak 7
11. Sappe 5 51 SD 8 Peternak 9
12. M. Saad 7 48 SD 4 Peternak 11
13. Muh. Saleh 11 50 SMA 4 Peternak 10
14. Kahar 4 36 SMA 5 Peternak 9
15. Nasruddin 3 32 SD 3 Peternak 7
16. Muhadir 11 44 SMA 4 Peternak 14
17. Abdul Halim 11 47 SMA 6 Peternak 11
18. Hasbullah 7 43 SMA 8 Peternak 9
19. Paibing 5 57 SD 4 Peternak 5
20. Muhadir 9 45 SMA 4 Peternak 15
21. Agussalim 8 39 SMA 5 Peternak 10
22. H. Alimin 15 46 SMA 5 Peternak 10
23. Basri 8 45 SMA 4 Peternak 10
24. M.Tahir 3 35 SMP 5 Peternak 1
25. Bakri 2 56 SD 6 Peternak 5
26. Kahar 5 46 SD 4 Peternak 10
27. Mahyuddin 22 48 SMA 4 Peternak 15
28. Ikhsan 8 43 SMA 5 Peternak 6
29. Dahlan 5 44 SMA 6 Peternak 5
30. Abd.Majid 2 45 SMA 4 Peternak 5
31. Ismail 6 40 SMP 4 Peternak 8
32. Hasanuddin 3 67 S1 6 Peternak 15
33. Suriadi 4 47 SMP 4 Peternak 8
34. Muh.Nasir 4 48 SMP 7 Peternak 9
35. Rusli 3 41 SMA 3 Peternak 5
36. Marzuki 5 58 SMP 6 Peternak 8
37. Drs.Isran Pangga 4 47 S1 5 Peternak 10
38. Darwan 2 26 S1 3 Peternak 3
39. Anwar 2 53 SD 5 Peternak 8
40. Awaluddin 12 35 S1 6 Peternak 10
41. Saharuddin 2 50 SD 4 Peternak 2
42. Lestari 6 43 SMA 5 Peternak 10
43. Hasyim 3 41 SMA 4 Peternak 10
44. Hading 4 58 SMA 6 Peternak 15
45. Syarif 3 55 SMP 4 Peternak 20
46. Sarman 2 32 SMA 4 Peternak 3
47. Nasma 3 34 SMA 4 Peternak 8
48. Abd.Wahab 2 50 S1 5 Peternak 6
49. Syahrul 3 46 SMA 4 Peternak 7
50. Munawir 2 28 S1 3 Peternak 2
51. Salama 5 50 SMP 3 Peternak 8
Lampiran 3. Identitas Responden Pada Daerah Non Sentra
No. Nama J.
Ternak (Ekor)
Umur (Tahun)
Pendidikan J.T.
Keluarga (Orang)
Pekerjaan
Lama Usaha Ternak (Tahun)
1. Sanusi
50 50 SMA 5 Peternak
20
2. Nasir
5 35 SMA 6 Peternak
7
3. Hasran Macca
5 49 S1 6 Peternak
7
4. Sampe
1 50 SD 5 Peternak
1
5. Syamsul
1 32 S1 1 Peternak
1
6. Tahir
1 50 SMP 7 Peternak
3
7. Muh.Safii
4 26 S1 1 Peternak
1
8. Siara
1 47 SMA 5 Peternak
1
9. Wariah
7 39 SMA 3 Petani
7
10. Samadi
1 40 SMA 3 Peternak
7
11. Reviandi
1 23 SMA 2 Petani
1
12. Indrayanti
1 22 SMA 1 Petani
1
13. Jufri
1 45 SMA 4 Petani
1
14. Nasruddin
7 39 S1 6 Petani
10
15. Mahmud
2 56 SMP 5 Peternak
2
16. Daeratmo Hasri
10 45 S1 5 PNS
10
17. Herman
1 24 SMA 1 Peternak
1
18. Natto
1 29 SMP 4 Petani
1
19. Azia
1 39 SMP 1 Petani
1
20. Suparman
4 51 SMA 8 Petani
10
21. Alimuddin
8 43 SMA 3 Petani
8
22. Ruslan
4 56 SMA 5 Petani
8
23. Hajar
6 54 SMA 10 Petani
5
24. Kamaruddin
4 58 SMA 8 Pensiunan
5
25. Masdaruddin
6 45 SMA 2 Peternak
5
26. Rahman L
9 45 SMA 3 PNS
8
27. Kadang
6 55 SMA 8 Peternak
10
28. Ruslan SH
5 48 S1 3 Petani
7
29. Baharuddin
5 43 S1 4 Petani
5
30. Subir
5 38 SMA 4 Peternak
8
31. Mustari
6 52 SMP 5 Petani
10
32. Supriadi,S.Pd
3 48 S1 6 PNS
5
33. Ahmad Panda
8 65 D3 4 PNS
10
34. Daman
1 28 SMA 6 Petani
1
35. Tahir
5 32 S1 1 Peternak
4
36. Junardi
1 44 SMA 3 Petani
2
37. Masdar
5 37 SMA 4 Petani
5
38. Sarifuddin
1 32 SMA 7 Petani
1
39. Asri
1 27 SMA 1 Petani
1
40. Neto
1 31 SMA 4 Petani
1
41. Musdar
3 57 SMA 4 Petani
3
42. Ojong
1 42 SMA 3 Petani
1
43. Olleng
1 39 SD 4 Petani
2
44. Sudirman
5 44 SMA 5 Petani
4
45. Edi
1 42 SMA 3 Peternak
1
46. Accing
2 35 SMA 6 Petani
2
47. Samri
1 30 SMA 3 Petani
1
48. Adi 1 32 SMA 4 Petani
1
49. Eko
1 29 SD 5 Petani
1
Lampiran 4. Menghitung Nilai Tingkat Motivasi Peternak
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah responden x jumlah item pertanyaan
Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden x jumlah item pertanyaan
Rentang Kelas = skor tertinggi – skor terendah
4
Nilai rendah = skor terendah + rentang
Nilai sedang = skor terendah + 2 (rentang)
Nilai tinggi = skor terendah + 3 (rentang)
Nilai sangat tinggi = skor terendah + 4 (rentang)
Daerah Sentra
1. Existensi Nilai terendah = 1 x 51 x 3 = 153 Nilai tertinggi = 7 x 51 x 3 = 1.071 Rentang = 1.071 – 153 4 = 229,5 Nilai rendah = 153 + 229,5 = 382,5 Nilai sedang = 153 + 2 ( 229,5) =612 Nilai tinggi = 153 + 3 (229,5) = 841,5 Nilai sangat tinggi = 153 + 4 (229,5) = 1.071
2. Relatednes
Nilai terendah = 1 x 51 x 4 = 204 Nilai tertinggi = 7 x 51 x 4 = 1.428 Rentang = 1.428 – 204 4 = 306 Nilai rendah = 204 + 306 = 510 Nilai sedang = 204 + 2 ( 306) = 816 Nilai tinggi = 204 + 3 (306) = 1122 Nilai sangat tinggi = 204 + 4 (306) = 1.428
3. Growth Nilai terendah = 1 x 51 x 3 = 153 Nilai tertinggi = 7 x 51 x 3 = 1.071 Rentang = 1.071 – 153 4 = 229,5 Nilai rendah = 153 + 229,5 = 382,5 Nilai sedang = 153 + 2 ( 229,5)
= 612 Nilai tinggi = 153 + 3 (229,5) = 841,5 Nilai sangat tinggi = 153 + 4 (229,5) = 1.071
Daerah Non Sentra
1. Existensi Nilai terendah = 1 x 49 x 3 = 147 Nilai tertinggi = 7 x 49 x 3 = 1.029 Rentang = 1.029 – 147 4 = 220,5 Nilai rendah = 147 + 220,5 = 367,5 Nilai sedang = 147 + 2 ( 220,5) = 588 Nilai tinggi = 147 + 3 (220,5) = 808,5 Nilai sangat tinggi = 147 + 4 (220,5) = 1.029
2. Relatednes Nilai terendah = 1 x 49 x 4 = 196
Nilai tertinggi = 7 x 49 x 4 = 1.372 Rentang = 1.372 – 196 4 Nilai rendah = 196 + 294 = 490 Nilai sedang = 196 + 2 ( 294) = 784 Nilai tinggi = 196 + 3 (294) = 1.078 Nilai sangat tinggi = 196 + 4 (294) = 1.372
3. Growth Nilai terendah = 1 x 49 x 3 = 147 Nilai tertinggi = 7 x 49 x 3 = 1.029 Rentang = 1.029 – 147 4 Nilai rendah = 147 + 220,5 = 367,5 Nilai sedang = 147 + 2 ( 220,5) = 588 Nilai tinggi = 147 + 3 (220,5) = 808,5 Nilai sangat tinggi = 147 + 4 (220,5) = 1.029
Lampiran 5
Mann-Whitney Test
Test Statisticsa
Y1 Y2 Y3
Mann-Whitney U 1.242E3 1.196E3 850.000
Wilcoxon W 2.568E3 2.422E3 2.176E3
Z -.056 -.386 -2.783
Asymp. Sig. (2-tailed) .956 .699 .005
a. Grouping Variable: daerah
Lampiran 6
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta
Toleran
ce VIF
1 (Constant) -.548 .869 -.630 .530
X1 .012 .013 .083 .903 .369 .603 1.658
X2 .209 .110 .159 1.905 .060 .735 1.361
X3 -.042 .029 -.129 -1.469 .145 .657 1.521
X4 .006 .026 .020 .243 .808 .755 1.324
X5 .562 .119 .523 4.704 .000 .412 2.428
X6 .393 .095 .373 4.151 .000 .630 1.586
X7 -.225 .139 -.170 -1.616 .110 .462 2.166
X8 .110 .087 .101 1.266 .209 .793 1.261
a. Dependent Variable: Y3
Lampiran 7
Correlations
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
X1 Pearson Correlation 1 -.226* .513
** .160 .212
* .250
* .233
* -.102
Sig. (2-tailed) .024 .000 .112 .035 .012 .019 .313
N 100 100 100 100 100 100 100 100
X2 Pearson Correlation -.226* 1 -.009 .365
** -.008 .074 .052 .146
Sig. (2-tailed) .024 .933 .000 .940 .466 .606 .148
N 100 100 100 100 100 100 100 100
X3 Pearson Correlation .513** -.009 1 .186 .351
** .222
* .279
** -.037
Sig. (2-tailed) .000 .933 .064 .000 .026 .005 .714
N 100 100 100 100 100 100 100 100
X4 Pearson Correlation .160 .365** .186 1 .096 .114 -.033 .067
Sig. (2-tailed) .112 .000 .064 .343 .260 .746 .508
N 100 100 100 100 100 100 100 100
X5 Pearson Correlation .212* -.008 .351
** .096 1 .504
** .703
** .241
*
Sig. (2-tailed) .035 .940 .000 .343 .000 .000 .016
N 100 100 100 100 100 100 100 100
X6 Pearson Correlation .250* .074 .222
* .114 .504
** 1 .413
** .381
**
Sig. (2-tailed) .012 .466 .026 .260 .000 .000 .000
N 100 100 100 100 100 100 100 100
X7 Pearson Correlation .233* .052 .279
** -.033 .703
** .413
** 1 .222
*
Sig. (2-tailed) .019 .606 .005 .746 .000 .000 .026
N 100 100 100 100 100 100 100 100
X8 Pearson Correlation -.102 .146 -.037 .067 .241* .381
** .222
* 1
Sig. (2-tailed) .313 .148 .714 .508 .016 .000 .026
N 100 100 100 100 100 100 100 100
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 8.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Const
ant) -.456 .964
-.473 .637
X1 .003 .015 .020 .198 .844 .616 1.623
X2 .120 .120 .091 1.000 .320 .758 1.320
X3 -.013 .031 -.039 -.407 .685 .690 1.449
X4 .026 .028 .083 .926 .357 .776 1.289
X6 .525 .100 .498 5.232 .000 .691 1.447
X7 .183 .120 .139 1.522 .132 .756 1.323
X8 .124 .096 .114 1.285 .202 .794 1.259
a. Dependent Variable: Y3