Upload
trantu
View
241
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS STRES KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK PEKERJA,
KONDISI PEKERJAAN DAN LINGKUNGAN KERJA PADA DOSEN DI FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH:
TETIK WULANDARI SETYANI
NIM: 108101000001
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M
1434 H
ii
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2013
Tetik Wulandari Setyani, NIM : 108101000001
ANALISIS STRES KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTRISTIK PEKERJA,
KONDISI PEKERJAAN DAN LINGKUNGAN KERJA PADA DOSEN DI FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013
xii + 138 Halaman, 26 Tabel, 4 Bagan, 3 Lampiran
ABSTRAK
Stres kerja adalah suatu kondisi dimana satu atau beberapa faktor di tempat kerja
berinteraksi dengan pekerja sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik dan psikologik.
Dampak stres ini tidak hanya mengganggu tubuh sipekerja saja, tetapi juga mempengaruhi kinerja.
Pada kenyataannya, fungsi dosen adalah mengemban amanah tri dharma perguruan tinggi yaitu
pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Selain menjalankan tri dharma
perguruan tinggi, dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan juga mengerjakan tugas
administrasi, seperti absensi dan honor tim teaching, pembuatan surat menyurat, dan lain – lain.
Banyaknya tuntutan peran dan tugas yang harus dijalankan oleh seorang dosen FKIK akan
berdampak pada kondisi-kondisi seperti tertekan, depresi, produktifitas menurun, tugas yang
diberikan tidak tepat waktu, menyendiri, dll. Ini merupakan gejala-gejala terjadinya stres dalam
organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat stres kerja dan
hubungannya dengan karekteristik pekerja, kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja .
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Juni 2013 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan
desain cross sectional study. Sampel pada penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode simple
random sampling sejumlah 50 orang. Pengambilan data yang dilakukan yaitu melalui data primer
dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan
menggunakan chi square.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa dosen yang tidak mengalami stres kerja yaitu
sebanyak 36 orang (72.0%,), sedangkan 14 orang (28.0%) mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil
analisis bivariat, diketahui bahwa variabel yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen adalah
variabel masa kerja, beban kerja, dan gaji.
Untuk itu, disarankan agar institusi menyesuaikan beban kerja yang diterima seorang dosen
baik itu beban kerja fisik maupun mental dengan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki oleh
dosen tersebut, diharapkan agar melakukan penyesuaian honor terhadap beban kerja yang diterima
dosen. Serta kepada dosen diharapkan tetap menjaga komunikasi yang baik, lingkungan kerja yang
kondusif, serta rasa kekeluargaan yang erat.
Daftar bacaan : 77 (1964 – 2013)
Kata Kunci : Stres kerja, dosen, masa kerja, beban kerja, gaji.
iv
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduated Thesis, July 2013
Tetik Wulandari Setyani, NIM : 108101000001
ANALYSIS OF WORK STRESS AND RELATED WITH CHARACTERISTICS OF
WORKERS, WORKING CONDITIONS AND WORK ENVIRONMENTAL
IN LECTURER AT FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
UIN SYARIF HIDAYATULLAH YEAR 2013
xii + 138 Pages, 26 Tables, 4 Charts, 3 Attachments
ABSTRACT
Work stress is a condition in which one or several factors at work that interacts with workers
so disrupt physiological and psychological balance. The effects of stress are not only annoying
worker’s body, but also will affect on performance. In fact, the function of the lecturer is carried tri
dharma college of education and teaching, research and community service. In addition to
implements the tri dharma college, lecturer at the Faculty of Medicine and Health Sciences is also
working on administrative duties, such as attendance and team teaching’s honors, making
correspondence, and extrecra . Many demands of the role and the tasks to be carried out by a
FKIK’s lecturer will have an impact on conditions such as stress, depression, decreased
productivity, a task that is not timely given, outs, etc. This is an occurrence of symptoms of stress in
the organization. Therefore, this study was conducted to determine the level of work stress and its
relation with the characteristics of workers, working conditions and work environment.
This study was conducted in May-June 2013 in the Faculty of Medicine and Health Sciences
UIN Syarif Hidayatullah. This study is an study quantitative using cross-sectional study design. The
samples in this study were selected using simple random sampling method some 50 people. Data
collection was conducted with the primary data through questionnaires spread. The data obtained
were then tested using the chi square statistic.
The results of univariate analysis, showed that the lecturers who not got work stress are 36
people (72.0%), whereas 14 people (28.0%) who got work stress. Based on the results of the
bivariate analysis, it is known that variable associated with the level of work stress in lecturer is
variable period of work, workload, and salary.
Therefore, it is suggested that institutions adjust workloads that received a lecturer as
workload with physical or mental ability or capacity owned by the lecturer, it is expected that
adjustments to the salary received by faculty workload. As well as to lecturer while keeping good
communication, positive work environment, and a strong sense of family.
Reading List : 77 (1964 – 2013)
Keywords : Work stres, lecturer, period of work, workload, salary.
iii
vi
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Bapak,, Ibu..
Dengan do’a darimu aku melangkah..
Dengan restu darimu aku berjuang,,
Do’amu penerangku,, restumu kekuatanku..
Ibu,, dengan kesabaranmu engkau besarkanku,,
Selalu engkau ajarkan aku tentang kasih
sayang, pengertian, dan kesabaran..
Terima kasih telah menjadi malaikatku, Bu..
Bapak,, dengan ketegasanmu engkau didik
aku..
Selalu engkau bekali aku dengan kemandirian
dan keberanian..
Terima kasih telah menjadi panutanku, Pak..
Ketika gejolak perasaan menekanku,
kalian berusaha mengalah untukku,
kalian berusaha menuruti keinginanku,
apa yang bisa aku balas atas semua itu,,??
Hanya do’a yang bisa ku panjatkan,,
Semoga ibu dan bapak selalu diberi kesehatan
dan keselamatan dari-Nya dalam setiap
langkah,,
Terima kasih untuk semua yang telah bapak
dan ibu berikan padaku,,
Diri ini tak akan menjadi apa – apa dan siapa –
siapa tanpa do’a dan dukungan darimu..
Dalam untaian kata dengan segenap rasa cinta,
kasih, sayang, syukur dan hormat,
kupersembahkan skripsi ini untuk:
Kedua orang tuaku,
Kedua adikku,
Keluarga besarku,
Lentera hatiku.
vii
CURICULUM VITAE
Nama : Tetik Wulandari Setyani
TTL : Pulau Panggung / 18 Januari 1991
Alamat : Komplek Rumah Tumbuh blok C no. 8 Jalan Ade Irma Suryani, Muara
Enim.
Agama : Islam
Gol. Darah : A
No. Telp : 0852 680 92599
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
1994 – 1996 TK Bhayangkari, Muara Enim
1996 – 2002 Sekolah Dasar Negeri VI, Muara Enim
2002 – 2005 Sekolah Menengah Pertama Negeri I, Muara Enim
2005 – 2008 Sekolah Menengah Atas Negeri I, Muara Enim
2008 – 2013 S1 - Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI
Tahun
2005 – 2007 Rohis Karimatha SMA Negeri I, Muara Enim
2008 – 2010 Anggota Divisi Seni dan Olahraga BEMJ Kesmas UIN
2010 – 2011 Koordinator Divisi Hubungan Luar Kampus BEMJ Kesmas UIN
2010 – 2011 Bendahara Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia
(ISMKMI) Wilayah II
2010 – 2011 Biro Kesekretariatan Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI)
2010 – 2013 Anggota Bidang Pengembangan Akademik dan Keprofesian, Sumber Daya
Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakt Indonesia (IAKMI)
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT
karena atas limpahan rahmat, hidayah, dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Analisis Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karakteristik Pekerja,
Kondisi Pekerjaan, dan Lingkungan Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013”. Sholawat serta salam
juga dihaturkan kepada Baginda Rasulullah saw, semoga kita mendapat syafaat di akhirat
nanti. Amien.
Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat
bantuan, masukan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
sekali mengucapkan terima kasih kepada :
1. Teristimewa dan sangat tercinta, kedua orang tuaku, ibu Eliva Nur’aini dan Bapak
Teguh Suyatmo. Terima kasih banyak Bu, atas segala pelajaran tentang kasih
sayangnya, pengertiannya, kesabarannya. Terima kasih banyak Pak, atas segala
pelajaran tentang kemandirian dan keberaniannya. Teruntuk adikku, Teddy Dwi
Nuryanto, semoga kita selalu bisa menjadi kebahagiaan dan kebanggaan Bapak dan Ibu.
Teruntuk adikku, yang telah mendahului kami, (alm.) Triyono, semoga engkau bahagia
disana.
2. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yuli Amran, SKM., MKM. selaku Pembimbing I. Terima kasih atas segala
pelajaran, arahan dan bimbingan yang telah Ibu berikan untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan laporan ini. Mohon maaf atas semua kesalahan.
5. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku Pembimbing II. Terima kasih atas segala waktu,
arahan dan bimbingan yang telah Ibu berikan untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan laporan ini. Mohon maaf atas semua kesalahan.
ix
6. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS. selaku pembimbing akademik sekaligus ketua
penguji skripsi. Terima kasih atas semua kesempatan, arahan dan bimbingan yang telah
Bapak berikan. Mohon maaf atas semua kesalahan.
7. Ibu Fase Badriah, M.Kes, Ph.D dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK sekalu penguji
skripsi. Terima kasih atas semua kesempatan, arahan dan bimbingan yang telah
diberikan. Mohon maaf atas semua kesalahan.
8. Bapak Ghozali, terima kasih atas bantuan administrasi semala kuliah. Mohon maaf atas
semua kesalahan.
9. Terima kasih kepada kak Pia, kak Pipit, pak Ajib, kak Oshira, kak Mia, dan semua pihak
yang telah membantu selama penelitian.
10. Terkasih untukmu, Andriyan Hidayat, SKM. Tempat segala canda, tawa, tangis, dan
amarah tertumpah. Terima kasih atas semua kesabaran dalam kebersamaan ini, ya
habibi. Terus ajarkanku tentang arti keikhlasan dan kesabaran.
11. Teman – teman organisasi, terima kasih atas semua pengalaman dan kebersamaan.
12. Teman – teman seperjuangan, angkatan ’08 serta teman – teman angkatan ’09. Terima
kasih atas semua cerita yang pernah terjadi. Kebersamaan selama kuliah maupun ketika
menunggu para dosen saat magang dan skripsi . Moga kita semua dapat meraih
kesuksesan, Amien..
13. Untuk ndud, terima kasih untuk kebersamaan selam 5 tahun ini. Mohon maaf atas semua
kesalahan. Untuk dirimu ingat ndud, kebahagiaan tidak akan datang pada orang yang
pantas bahagia, maka pantaskanlah dirimu bahagia. Begitupun dengan jodoh, jodoh
tidak akan datang pada orang yang salah, maka perbaikilah dirimu maka kau akan
mendapat jodoh yang baik.
14. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selalu memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amien. Dengan segala kerendahan hati penulis
menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna. Namun penulis berharap
semoga laporan ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak.
Tanggerang Selatan, Juli 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan ............................................................................................................ i
Abstrak ............................................................................................................................... ii
Abstract .............................................................................................................................. iii
Lembar Persetujuan ........................................................................................................... iv
Lembar Pengesahan Panitia Ujian ..................................................................................... v
Lembar Persembahan ......................................................................................................... vi
Riwayat Hidup ................................................................................................................... vii
Kata Pengantar ................................................................................................................... viii
Daftar Isi ............................................................................................................................ x
Daftar Tabel ....................................................................................................................... xiii
Daftar Bagan ...................................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ................................................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................ 8
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres Kerja
2.1.1. Pengertian Stres Kerja ........................................................................... 12
2.1.2. Tahapan Stres Kerja ............................................................................... 13
2.1.3. Dampak Stres Kerja ............................................................................... 17
2.1.4. Indikator Stres Kerja .............................................................................. 19
2.1.5. Cara Pengukuran Stres Kerja ................................................................. 21
2.1.6. Faktor Penyebab Stres Kerja ................................................................. 24
2.2. Dosen
2.2.1. . Pengertian Dosen ................................................................................... 59
2.2.2. Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Dosen ................................................ 59
2.2.3. Beban Kerja Dosen ................................................................................ 60
xi
2.2.4. Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik ............... 60
2.2.5. Hak dan Kewajiban Dosen .................................................................... 63
2.3. Kerangka Teori ............................................................................................... 68
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................ 68
3.2. Definisi Operasional........................................................................................ 74
3.3. Hipotesis .......................................................................................................... 77
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
5.1. Desain Penelitian ............................................................................................ 79
5.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 79
5.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 79
5.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 80
5.5. Instrumen Penelitian........................................................................................ 81
5.6. Pengolahan Data.............................................................................................. 82
5.7. Analisis Data ................................................................................................... 83
BAB V HASIL
5.1. Analisis Univariat
5.1.1. Gambaran Stres Kerja ................................................................................ 85
5.1.2. Usia ............................................................................................................ 86
5.1.3. Masa Kerja ................................................................................................. 86
5.1.4. Asal Program Studi .................................................................................... 87
5.1.5. Beban Kerja ............................................................................................... 87
5.1.6. Rutinitas Kerja ........................................................................................... 88
5.1.7. Struktur dan Iklim Organisasi .................................................................... 88
5.1.8. Peran dalam Organisasi .............................................................................. 89
5.1.9. Pengembangan Karir .................................................................................. 90
5.1.10. Gaji ............................................................................................................. 90
5.1.11. Lingungan Kerja Fisik ............................................................................... 91
5.1.12. Lingkungan Kerja Sosial ............................................................................ 92
5.3. Analisis Bivariat
5.3.1. Hubungan antara Usia dengan Stres Kerja ................................................ 92
5.3.2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja ..................................... 93
5.3.3. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Stres Kerja ........................ 94
5.3.4. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja .................................... 95
5.3.5. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Stres Kerja ............................... 96
5.3.6. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan
Stres Kerja .................................................................................................. 96
xii
5.3.7. Hubungan antara Peran dalam Organisasi dengan Stres Kerja .................. 97
5.3.8. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Stres Kerja ...................... 98
5.3.9. Hubungan antara Gaji dengan Stres Kerja ................................................. 99
5.3.10. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja.................. 100
5.3.11. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres Kerja ................ 100
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 102
6.2. Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ......................................................................... 102
6.3. Hubungan antara Usia dengan Stres Kerja ......................................................... 105
6.4. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja .............................................. 107
6.5. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Stres Kerja ................................. 109
6.6. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja ............................................. 111
6.7. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Stres Kerja ........................................ 113
6.8. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja ................. 115
6.9. Hubungan antara Peran dalam Organisasi dengan Stres Kerja ........................... 117
6.10. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Stres Kerja ............................... 119
6.11. Hubungan antara Gaji dengan Stres Kerja .......................................................... 121
6.12. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja........................... 123
6.13. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres Kerja ......................... 125
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan ............................................................................................................... 128
7.2. Saran ..................................................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 132
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
2.1. Penilaian Pekerjaan 38
2.2. Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori
yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan 39
3.1 Definisi Operasional 74
5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 85
5.2. Distribusi Responden Menurut Usia pada Dosen
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 86
5.3. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 86
5.4. Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 87
5.5. Distribusi Responden Menurut Beban Kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 87
5.6. Distribusi Responden Menurut Rutinitas Kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 88
5.7. Distribusi Responden Menurut Struktur dan
Iklim Organisasi pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 89
5.8. Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi
xiv
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 89
5.9. Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 90
5.10. Distribusi Responden Menurut Gaji pada Dosen
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 91
5.11. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 91
5.12. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Sosial
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 92
5.13. Distribusi Responden Menurut Usia dengan Stres Kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 93
5.14. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja dengan Stres Kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 93
5.15. Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi
dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 94
5.16. Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dengan
Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 95
5.17. Distribusi Responden Menurut Rutinitas Kerja dengan
Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 96
5.18. Distribusi Responden Menurut Struktur dan Iklim Organisasi
dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
xv
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 97
5.19. Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi
dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 98
5.20. Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir
dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 98
5.21. Distribusi Responden Menurut Gaji dengan Stres Kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 99
5.22. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik
dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 100
5.23. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Sosial dengan
Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 101
xvi
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
2.1.Model kejadian Stres Kerja menurut Cooper dan Davidson 25
2.2.Peta Konsep Sertifikasi Dosen 63
2.3.Kerangka Teori 68
3.1.Kerangka Konsep 73
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
Lampiran 3. Hasil Analisis SPSS
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perguruan tinggi yang inovatif, bermutu, dan tanggap terhadap
perkembangan global dan tantangan lokal, keberhasilannya terletak pada upaya
perkembangan dan pembinaan para dosennya. Penggerak utama pertumbuhan, yaitu
para dosen perguruan tinggi (Hendrajaya, 1999, dalam Sumardjoko, 2010).
Peran utama dosen dalam proses penyelenggaraan pendidikan seperti belajar
mengajar yaitu menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya, seperti
memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affektif) dan keterampilan
(psikomotor) kepada mahasiswa. Oleh karena itu seorang dosen dituntut untuk dapat
mengelola kelas, penggunaan metode mengajar maupun sikap dan karakteristik
dosen dalam mengelola proses belajar mengajar yang efektif, mengembangkan
bahan perkuliahan dengan baik, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk
mengikuti mata kuliah dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai
(Djamarah, 2000).
Persoalan mendasar dalam Sistem Pendidikan Nasional yang telah
berlangsung separuh abad lamanya, khusus ditinjau dari aspek profesi seorang dosen
menurut Sidi (2001) dalam Djaramah (2000) bahwa seorang dosen profesional
dituntut sejumlah persyaratan, antara lain memiliki kualifikasi pendidikan profesi
dan kompetensi keilmuan, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan
2
anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan
komitmen yang tinggi terhadap profesinya serta selalu melakukan pengembangan
diri secara terus-menerus. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya penuh dengan
keterbatasan secara institusional. Beberapa permasalahan tersebut berkisar pada
persoalan kurang memadainya kualifikasi dan kompetensi dosen, kurangnya tingkat
kesejahteraan dosen, rendahnya etos kerja dan gairah dosen serta kurangnya
penghargaan masyarakat terhadap profesi dosen.
Selain menjadi tempat mengajar, fakultas juga merupakan tempat kerja yang
sering menjadi sumber stres bagi dosen. Salah satu yang dapat dikatakan sebagai
sumber stres adalah banyaknya jam mengajar yang bertabrakan dengan kegiatan lain
karena membutuhkan waktu dan pikiran yang ekstra. Masalah beban kerja pun
menjadi tidak terelakkan, dimana dosen dihadapkan pada banyaknya mahasiswa
yang konsultasi skripsi (Archibong et al., 2010).
Dampak yang ditimbulkan dari stres kerja sangat besar pengaruhnya. Hal
pertama yang terjadi adalah gangguan psikis dan emosi, bila terus berlanjut maka
akan mengakibatkan gangguan fisik. Dampak stres ini tidak hanya mengganggu
tubuh seseorang saja, akan tetapi juga akan mempengaruhi kinerja. Menurut Robbins
(2003) stres memiliki beberapa dampak negatif yaitu physiological symptoms seperti
meningkatnya tekanan darah, sakit kepala dan merangsang penyakit jantung,
phychological symptoms seperti ketidakpuasan, kebosanan, dan ketegangan serta
behavioral symptoms seperti perubahan pola makan dan sulit tidur.
Sebuah studi di Eropa menemukan banyaknya prevalensi stres kerja dan
menjadikannya sebuah masalah penting. Hasil studi tersebut menemukan bahwa satu
3
dari empat pekerja merasa stres oleh pekerjaannya. Dari studi tersebut juga
ditemukan bahwa stres yang dialami pekerja sedikit berbeda pada tiap – tiap negara.
Pengakuan terhadap adanya stres bukan hanya sebuah fenomena di Eropa, World
Health Organization (WHO) menganggap stres sebagai “penyakit abat dua puluhan”
yang mengindikasikan bahwa stres kerja lebih banyak hampir di setiap pekerjaan di
seluruh dunia dan telah menjadi “epidemi global” (Greenberg, 2002).
Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Faulina (2011) menunjukkan
bahwa stres kerja dan motivasi kerja berpengaruh significant terhadap produktivitas
dosen di Politeknik Negeri Medan. Hal tersebut berarti jika stres kerja mengalami
kenaikan maka akan menurunkan produktivitas dosen dan jika motivasi mengalami
penurunan maka akan berdampak pada produktivitas dosen. Berdasarkan pengujian
secara parsial, stres kerja merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh
terhadap produktivitas dosen di Politeknik Negeri Medan, yang berarti bahwa stres
kerja sangat menentukan produktivitas dosen di Politeknik Negeri Medan.
Menurut Kaiser (1982) dalam Faulina (2011) ada 6 karakteristik internal
yang berhubungan dengan stres dosen yaitu: kesiapan mengajar, kepuasan kerja,
kepuasan hidup, gejala-gejala sakit, pengendalian diri (locus of control) dan harga
diri (self-esteem). Frustasi dan tekanan hidup sehari-hari yang dapat menyebabkan
stres banyak yang berasal dari lingkungan sosial, pribadi, dan kehidupan kerja.
Perubahan yang sangat cepat yang selalu dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat
menyebabkan stres. Semua stressor yang ditemui dan pengalaman stres yang pernah
dirasakan dapat mempengaruhi kekebalan seseorang terhadap stres. Orang yang
sering tertimpa tekanan tetapi dapat keluar dari tekanan tersebut akan lebih kebal
4
terhadap stressor. Peran yang berhubungan dengan stres adalah sebuah fungsi
kepribadian dosen dan kesiapan dosen mengajar.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah,
sebagai sebuah institusi pendidikan yang mewadahi dosen, karyawan lainnya, dan
mahasiswa tidak luput dari tuntutan para anggotanya, baik itu dari pihak mahasiswa
maupun dosen dan karyawan dalam hal perubahan pengelolaan berbagai bidang
permasalahan menuju pada suatu kondisi yang lebih diinginkan oleh berbagai pihak.
Fakultas ini memiliki 4 program studi yaitu program studi pendidikan dokter,
program studi kesehatan masyarakat, program studi farmasi dan program studi ilmu
keperawatan. Sebagai fakultas yang konsen mempelajari tentang kesehatan
masyarakat maka tugas dan fungsi dosen pada tiap – tiap program studi ini berbeda–
beda sesuai dengan tuntutan kompetensi program studi yang dibutuhkan.
Ardini (2013) mengatakan bahwa sistem perkuliahan di program studi
pendidikan dokter memakan waktu lebih panjang, karena menerapkan sistem modul,
tutorial, diskusi kelompok, dan lain-lain menyebabkan beban kerja dosen menjadi
relatif tinggi. Rata-rata beban kerja dosen adalah 18,4sks/dosen pada semester ganjil
dan 21,8 sks/dosen pada semester genap. Beban kerja ini jauh melampaui beban
kerja maksimal yang diberlakukan di UIN yaitu 16 sks. Lebih lanjut lagi FKIK juga
mengajukan usulan format rubrik beban kerja dosen.
Berdasarkan fakta diatas, diketahui bahwa beban kerja yang diterima oleh
dosen program studi pendidikan dokter jauh lebih tinggi dibandingkan fakultas
lainnya. Tentu saja hal ini dapat memicu adanya stres kerja dikarenakan tuntutan
pekerjaan tidak sesuai dengan kapasitas yang dimiliki seorang dosen. Seperti
5
pendapat Munandar (2001) bahwa ketidaksesuaian antara tuntutan tugas dengan
kapasitas yang dimiliki pekerja maka akan menimbulkan stres kerja.
Sehnert (1981) dalam Handoyo (2001) tanda – tanda stres yang dialami
berkaitan dengan tingkat beban kerja yaitu : jika terlalu sedikit beban, maka akan
tampak kebosanan, terlalu mampu dalam pekerjaan, apatis, tidur yang tak menentu
dan terganggu, lekas marah, menurunnya semangat kerja, perubahan dalam nafsu
makan, kelesuan, sikap yang negatif. Namun jika terlalu banyak beban, maka akan
tampak hubungan yang tegang, insomnia (tidak dapat tidur), penilaian yang tidak
baik, kesalahan yang meningkat, keragu-raguan, pengunduran diri, ingatan yang
berkurang.
Oleh karena itu dengan banyaknya akibat negatif dari stres kerja yang
dialami seorang dosen, misalnya dapat menyebabkan terganggunya kesehatan kerja
seorang dosen, dapat menurunkan produktivitas kerja seorang dosen yang akan
berdampak pada sistem pembelajaran, serta belum ada penelitian serupa yang
dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta maka mendorong penulis untuk meneliti tentang stres kerja dan faktor apa
saja yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Seorang dosen profesional dituntut sejumlah persyaratan, antara lain
memiliki kualifikasi pendidikan profesi dan kompetensi keilmuan, memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa
6
kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap
profesinya serta selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus.
Tuntutan kompetensi professional telah ditemukan menjadi sumber stres untuk
beberapa dosen. Dosen yang merasa kurang berpengetahuan, kurang berpengalaman
dapat menyebabkan kurang percaya diri terhadap pekerjaannya, dosen merasa tidak
kompeten sehingga dapat menjadi sumber stres.
Selain itu berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 10
responden diketahui bahwa dari 10 responden yang diteliti, 8 responden (80%)
sering merasakan dan mengalami gejala stres antara lain perubahan psikologi
(marah-marah, cemas, mudah tersinggung), perubahan fisiologis (pusing, letih/lesu,
tegang otot leher, bahu dan/atau punggung, bermasalah pada pencernaan, serta badan
lemah) dan perubahan perilaku (malas berangkat ke tempat kerja, sukar/kurang
konsentrasi, cepat lupa dan bingung, cenderung berbuat salah, serta perubahan pola
konsumsi). Jika diketegorikan menjadi stres kerja ringan dan berat maka diketahui
ada 8 responden (80%) yang mengalami stres kerja ringan dan 2 responden (20%)
yang mengalami stres kerja berat. Stres kerja merupakan tahap awal terjadinya
penyakit pada individu yang rentan karena menurunnya daya tahan tubuh sehingga
menurunkan kesehatan pekerja yang juga diiringi dengan menurunnya performa dan
produktivitas kerja. Maka hal ini mendorong penulis untuk meneliti tentang stres
kerja dan faktor apa saja yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran tentang stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013?
b. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia dan masa kerja) pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun
2013?
c. Bagaimana gambaran faktor kondisi pekerjaan (asal program studi, beban kerja,
rutinitas kerja, struktur dan iklim organisasi, peran dalam organisasi,
pengembangan karir, gaji) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013?
d. Bagaimana gambaran faktor lingkungan kerja fisik (lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja sosial) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013?
e. Bagaimana hubungan faktor karakteristik pekerja (usia dan masa kerja) dengan
stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013?
f. Bagaimana hubungan faktor kondisi pekerjaan (asal program studi, beban kerja,
rutinitas kerja, struktur dan iklim organisasi, peran dalam organisasi,
pengembangan karir, gaji) dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013?
g. Bagaimana hubungan faktor lingkungan kerja fisik (lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja sosial) dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013?
8
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui stres kerja dan hubungannya dengan karakteristik
pekerja, kondisi pekerjaan, dan lingkungan kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran tentang stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
b. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia dan masa kerja)
pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013.
c. Diketahuinya gambaran faktor kondisi pekerjaan (asal program studi,
beban kerja, rutinitas kerja, struktur dan iklim organisasi, peran dalam
organisasi, pengembangan karir, gaji) pada dosen Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan kerja fisik (lingkungan kerja
fisik dan lingkungan kerja sosial) pada dosen Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
e. Diketahuinya apakah faktor usia berhubungan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun
2013.
9
f. Diketahuinya apakah faktor masa kerja berhubungan stres kerja pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Tahun 2013.
g. Diketahuinya apakah faktor asal program studi berhubungan stres kerja
pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013.
h. Diketahuinya apakah faktor beban kerja berhubungan stres kerja pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Tahun 2013.
i. Diketahuinya apakah faktor rutinitas kerja berhubungan stres kerja pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Tahun 2013.
j. Diketahuinya apakah faktor struktur dan iklim organisasi berhubungan
stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
k. Diketahuinya apakah faktor peran dalam organisasi berhubungan stres
kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013.
l. Diketahuinya apakah faktor pengembangan karir berhubungan stres kerja
pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013.
10
m. Diketahuinya apakah faktor gaji berhubungan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun
2013.
n. Diketahuinya apakah faktor lingkungan kerja fisik berhubungan stres
kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013.
o. Diketahuinya apakah faktor lingkungan kerja sosial berhubungan stres
kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang stres
kerja dan faktor yang berhubungan stres kerja dan sebagai bahan
masukan/informasi untuk menjadi tolak ukur dalam mengetahui stres kerja
pada dosen, serta meningkatkan kinerja, kualitas dan produktivitas kerja
dosen demi membangkitkan citra institusi.
1.5.2 Bagi dosen
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi dosen stres
kerja yang dialami agar dapat melakukan pencegahan dan memanajemen
strategi coping stres demi meningkatkan produktivitas kerjanya.
11
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi atau referensi bagi
mahasiswa Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) mengenai stres kerja pada dosen.
1.5.4 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi atau referensi bagi peneliti
lain yang akan atau sedang meneliti terkait stres kerja.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir Peminatan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah pada bulan Mei - Juni 2013 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
stres kerja dan hubungannya dengan karakteristik pekerja, kondisi pekerjaan, dan
lingkungan kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2013. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional study. Populasi penelitian ini adalah dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Data primer diperoleh dengan menggunakan
kuesioner yaitu karakteristik pekerja, kondisi pekerjaan, dan lingkungan kerja serta
stres kerja.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres Kerja
2.1.1. Pengertian Stres Kerja
Setiap aktivitas normal akan menghasilkan stres, dan stres tak dapat
dihindari. Stres dapat ditoleransi hanya dalam waktu yang terbatas. Tidak
pernah ada dua orang yang identik, maka stres yang sama akan berpengaruh
secara berbeda terhadap masing-masing individu, serta berat ringannya juga
sangat bervariasi (Harrianto, 2005).
Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah
berbeda pada masing-masing individu dan perbedaan ini disebabkan oleh
banyak faktor. Penilaian kognitif bisa mengubah cara pandang akan stres.
Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap
diri dalam menghadapi situasi yang stresfull. Sehingga respon terhadap stresor
bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu (Widyasari, 2007).
Menurut Sarafino (1990) yang dikutip oleh Smet (1994), stres adalah
suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan
yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari
situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari
seseorang. Sedangkan menurut Anoraga (2005) secara sederhana stres
sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik
13
maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan
mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Menurut Soewondo (1993) stres kerja adalah suatu kondisi dimana satu
atau beberapa faktor di tempat kerja berinteraksi dengan pekerja sedemikian
rupa sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik dan psikologik. Faktor-
faktor tersebut misalnya beban kerja yang terlalu berat, pekerjaan yang terlalu
sedikit, hubungan atasan bawahan yang kurang serasi dan peran yang tidak
jelas.
Stres kerja adalah respon dari bahaya fisik dan emosional yang terjadi
ketika persyaratan ataupun tuntutan kerja tidak sesuai dengan kapabilitas,
sumber daya, atau kebutuhan dari pekerja (NIOSH, 1998).
Lebih jauh Selye (1983) membedakan bentuk stres menjadi dua, yaitu :
Eustres dan Distres. Eustres adalah respon positif dari suatu kejadian yang
menghasilkan perasaan yang menyenangkan, menantang dan menghasilkan
prestasi yang tinggi. Sedangkan distres adalah respon negatif dari suatu
kejadian yang dipersepsikan sebagi sesuatu yang merugikan atau yang
menyakitkan.
2.1.2. Tahapan Stres Kerja
Gejala – gejala stres pada diri seseorang sering kali tidak disadari karena
perjalanan awal tahapan stres timbul secara lamban. Baru dirasakan bila
tahapan stres sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupan di rumah, di
tempat kerja ataupun di lingkungan sosial lainnya. Menurut hasil penelitian
14
Amberg dalam Hawari (2001) bahwa tahapan stres terbagi menjadi beberapa
tahapan berikut ini :
1. Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan
biasanya disertai dengan perasaan – perasaan sebagai berikut :
a. Merasakan gangguan dengan perutnya.
b. Merasa diluar kendali serta berlebihan dalam semua kegiatan.
c. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
d. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
e. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; namun
tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup
yang berlebihan.
2. Stres Tahap II
Tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” mulai
menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena
cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup
waktu untuk beristirahat. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh
seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut:
a. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman serta meningkatnya
nafsu makan.
b. Tidak bisa santai (melamun, suka merokok, dan merasa resah).
c. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
d. Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
15
e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
3. Stres Tahap III
Stres tahap III akan menunjukkkan keluhan-keluhan yaitu :
a. Koordinasi tubuh terganggu (badan serasa mau pingsan), pusing dan
sering merasakan sakit kepala.
b. Gangguan lambung dan usus semakin nyata ; misalnya keluhan
“maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).
c. Ketegangan otot-otot semakin terasa.
d. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin
meningkat.
e. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk
tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini hari dan
tidak dapat kembali tidur (late insomnia).
4. Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, yaitu:
a. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan
serta sering mengkonsumsi kafein.
b. Merasa jengkel, pesimis, turunnya rasa percaya diri, kurang
berkoordinasi, dan suka menggigit kuku.
c. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
16
d. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan
untuk merespon secara memadai (adequate).
e. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.
f. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan.
g. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan
apa penyebabnya
5. Stres Tahap V
Stres tahap V ditandai dengan hal-hal berikut :
a. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang
ringan dan sederhana serta selalu mengambil inisiatif terlebih dahulu.
b. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal
disorder) dan sembelit.
c. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and
psychological exhaustion).
d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat,
mudah bingung dan panik, merasa cemburuan, curiga, gelisah, serta
kurangnya motivasi.
6. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Gambaran stres
tahap VI ini adalah sebagai berikut :
17
a. Sukar mengambil keputusan.
b. Debaran jantung teramat keras.
c. Susah bernafas (sesak).
d. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran.
e. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.
f. Pingsan atau kolaps (collapse).
g. Rambut rontok dan mengalami iritasi pada tenggorokan.
h. Suka mengkonsumsi obat.
2.1.3. Dampak Stres Kerja
Stres kerja dapat merugikan diri sendiri, pekerjaan, perusahaan serta
masyarakat. Stres kerja yang berlebihan akan menurunkan produktivitas
seseorang dalam bekerja. Jika banyak pekerja yang mengalami stres kerja,
maka produktivitas tempat kerja akan menurun juga. Widyasari (2007),
menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres
kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan
psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan
keputusan.
Handoyo (2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat
ditimbulkan stres kerja yaitu :
1. Pengaruh psikoligis, yang berupa kegelisahan, agresif, kelesuan, kebosanan,
depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang
rendah.
18
2. Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu
makan atau nafsu makan yang berlebihan, penyalahgunaan obat – obatan,
menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya
beberapa penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan intensitas
kesalahan dan kecelakaan kerja baik di rumah, di tempat kerja ataupun di
jalan.
3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya
konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.
4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang
berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya atau memicu timbulnya
penyakit tertentu.
Sedangkan menurut Lubis (2006), stres kerja dapat mengakibatkan hal–
hal sebagai berikut :
1. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, tukak lambung, asma, gangguang menstruasi, dan lain – lain.
2. Kecelakaan kerja, terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi,
serta bekerja secara bergilir.
3. Absensi kerja.
4. Lesu kerja, pegawai kehilangan motivasi kerja.
5. Gangguan jiwa, mulai dari gangguan ringan sampai ketidakmampuan yang
berat. Gangguan jiwa yang ringan misalnya mudah gugup, tegang, marah –
marah, apatis, dan kurang konsentrasi. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat
berupa depresi, gangguan kecemasan.
19
2.1.4. Indikator Stres Kerja
Stres mengandung unsur – unsur fisik, psikologis, dan emosional.
Pengaruh stres terhadap setiap orang berbeda – beda, dan tidak ada petunjuk
yang tepat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi stres pada orang lain
(Williams, 1997).
Berikut pendapat tentang indikator stres kerja, yaitu :
No. Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Kadang–
Kadang
Sering Setiap Hari
1. Hilang nafsu makan
2. Memeriksa pekerjaan secara
berlebihan
3. Gugup
4. Perut merasa kosong
5. Menurunkan berat badan
6. Perut mulas
7. Tidak dapat mengontrol diri
8. Jantung berdebar
9. Sakit perut
10. Lesu
11. Sakit pada bagian punggung
12. Merasa lelah ketika bangun tidur
13. Magh
14. Merasa lelah terus menerus
15. Meningkatnya nafsu makan/ingin
ngemil
16. Resah/gelisah
17. Merokok
18. Suka melamun
19. Tidak bisa tidur, terbangun saat tidur
20. Rentan terhadap penyakit
21. Sensitif/mudah tersinggung
22. Diare
23. Merasa bingung terhadap pekerjaan
20
24. Cepat frustasi
25. Sakit kepala
26. Migraine/sakit kepala sebelah
27. Tidur yang berlebihan
28. Menggunakan obat tidur
29. Percaya diri yang menurun
30. Merasa jengkel
31. Suka murung
32. Gangguan konsentrasi
33. Mimpi buruk
34. Gangguan koordinasi
35. Pesimis
36. Hilang rasa humor
37. Mudah kaget
38. Menggigit kuku
39. Peningkatan konsumsi kafein (teh,
kopi)
40. Menunda pekerjaan
41. Lupa
42. Ragu – ragu
43. Bersikap curiga
44. Merasa kewalahan dengan pekerjaan
banyak
45. Merasa panik
46. Mengurangi produktivitas kerja
47. Sembelit
48. Cemburu
49. Kurang motivasi
50. Sering mengerdipkan mata
51. Suka mengambil inisiatif terlebih
dahulu
52. Membuang – buang waktu pekerjaan
53. Gemetar
54. Keringat berlebihan
55. Sulit bernafas
56. Menggertakkan gigi pada saat tidur
57. Merasa ingin bunuh diri
58. Depresi
21
59. Rambut rontok
60. Iritasi pada tenggorokan
61. Mulut kering
62. Mengkonsumsi obat stres
Sumber : http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf
2.1.5. Cara Pengukuran Stres Kerja
Teknik pengukuran stres yang banyak studi di Amerika menurut
Karoley dalam Hawari (2001) dapat digolongkan kedalam 4 cara, yaitu :
1. Self Report Measure
Cara ini menggunakan kuesioner untuk mengukur stres yaitu dengan
menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan
fisik yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Cara ini juga
dikenal sebagai “Life Event Scale” yang berisi beberapa pertanyaan sebagai
indikator dalam menentukan stres kerja. Metode ini digunakan karena
metode ini cukup mewakili berbagai peristiwa yang dialami seseorang yang
stres. Metode ini juga dapat dengan mudah dan cepat untuk diisi.
Berdasarkan pertanyaan pada daftar pertanyaan metode Life Event
Scale setiap pertanyaan bernilai 0-4. Untuk melakukan penilaian indikator
stres kerja, dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). Sistem
penilaian yang digunakan sebagai indikator untuk masing-masing
kelompok adalah nilai <71 termasuk kategori stres ringan, untuk nilai ≥71
termasuk kategori stres berat. Pertanyaan yang digunakan tidak bersifat
mutlak, artinya pertanyaan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan
22
kondisi saat itu. Sehingga penilaian dan pengelompokannya juga dapat
disesuaikan (Karoley,1985 dalam Hawari, 2001).
2. Performance Measure
Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-
perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya,
penurunan prestasi kerja terlihat dari gejala - gejala seperti cenderung
berbuat salah, cepat lupa, kurang perhatian terhadap hal yang detail dan
menjadi lamban dalam bereaksi.
3. Physiological Measure
Pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan yang terjadi pada
fisik seseorang akibat stres, seperti perubahan tekanan darah, ketegangan
pada otot bahu, leher dan pundak, dan sebagainya. Cara ini sering dianggap
paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si pengukur sendiri
dan pada alat yang digunakan pada saat pengukuran.
4. Biochemical Measure
Teknik pengukuran ini melihat stres melalui respon biokimia individu
berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah
pemberian suatu stimulus. Reabilitas dari cara ini tergolong paling tinggi
namun hasil pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya adalah
perokok, peminum alkohol dan kopi. Hal ini karena rokok, kopi dan
alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh.
23
Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam
penelitian stres adalah life event scale, karena metode ini cukup mewakili
berbagai peristiwa yang dialami seseorang yang stres. Metode ini juga
dapat dengan mudah dan cepat untuk diisi, paling mudah diatur,
manageable, dan membutuhkan biaya yang relatif lebih murah walaupun
ada beberapa kelemahan, misalnya :
a. Terjadi pemalsuan jawaban. Responden dapat dengan sengaja
memalsukan jawabannya yaitu memberikan jawaban yang
menguntungkan dirinya. Pemalsuan itu dapat ke arah baik (faking
good) atau dapat pula kearah buruk (faking bad).
b. Terdapat perbedaan pemahaman kusioner antar responden. Perbedaan
karakteristik individu antar responden akan mengakibatkan perbedaan
pandangan yang dimunculkan responden.
c. Responden memberikan jawaban menurut cara yang biasa
dilakukannya. Ada individu – individu yang cenderung untuk
menjawab dengan jawaban “ya”, sebaliknya ada juga yang cenderung
untuk menjawab “tidak” terlepas dari isi kuesioner yang dihadapinya.
Pada kuesioner yang menyajikan alternatif jawaban lebih dari dua,
sementara orang cenderung untuk memberikan jawaban yang berkisar
di sekitar alternatif yang ada ditengah, dan menghindarkan diri dari
jawaban yang ekstrim.
24
2.1.6. Faktor Penyebab Stres Kerja
Konsep stres di tempat kerja beserta faktor yang berpengaruh di
dalamnya, secara komprehensif diuraikan oleh Cooper dan Davidson (1987).
Menurutnya stres di tempat kerja dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu :
1. Work area, yaitu suatu stressor yang bersumber dari situasi dan kondisi
yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya beban kerja, jam kerja,
jenis pekerjaan, hubungan interpersonal, dan lain – lain.
2. Home area, yaitu stressor yang bersumber dari kehidupan rumah,
misalnya perubahan sosial atau teknologi, keluarga, keadaan ekonomi
dan keuangan, ras dan kelas, keadaan tempat tinggal atau komunitas, dan
lain – lain.
3. Sosial area, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan
bermasyarakat atau diluar rumah dan pekerjaan, misalnya lokasi kerja,
sarana dan fasilitas kerja, lingkungan kerja.
4. Individual area, yaitu karakteristik yang melekat pada individu itu
sendiri, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
perkawinan, dan lain–lain.
Semua faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi sehingga
menghasilkan suatu gejala – gejala dalam ruang lingkup manifestasi stres
(manifestation area).
25
Model kejadian stres kerja menurut Cooper dan Davidson (1987)
The Work Arena
Number of working years, position, duty, assingment, supervisory responsibilities.
Factors Interinsic to the Job :
Person/Envirentment fit and Job satisfaction, Equipment, Training, Shift work, Work over-load, Work
underload, Physical danger, Work related self esteem.
Role in the organization :
Role ambiguity, Role conflict, Responsibility for people, organizational boundaries.
Career development :
Over/under promption, lack of Job security, Job future ambiguity, Status congruency,
Satisfaction with pay
Relationship/sosial support :
Colleagues, supervisors, subordinates
Organizational stucture and climate :
Politics, consultation/communication, Participation in decesing making, Restriction on behavior, Rigidity
of departemental policis, Significan others.
The Individual Arena
Genetics traitss, history (demographigs e.g.: agem education,
religion, nationality), Stress, Copping ability, Type A personality,
Extraversion versus Introversion, Neuorosis, Life Events,
Significant others.
The Manifestation Arena : Stress Outcome
Job dissatisfaction, Work-related self esteem, Alcohol consumption, Cigarette smoking,
Marital dissafaction, Divorce or separation, Drug use, Obesity or diet, Coronary heart
disease, Hypertention, Migraine, Asthma, Mental illness, Total mental and physocal
illness, Level of performance, Accidents, Physiological measures.
The Social Arena
Allenation and anomy,
Climate, diet etc, Frequent
moving, Driving, |Urban
versus rural living, Exercise,
Sport, Hobbies, Social
contact and activities.
The Home Arena
Family dinamics, Marital relations,
General social supports from
spouse/closest friend of opposite sex,
Relations with children, Famili concern
for safety, Living environment,
Financial concern, Development phase.
26
a. Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki ambanag stres yang berbeda – beda.
Karakteristik seseorang akan mempengaruhi kadar stres yang dialaminya.
Menurut pandangan interaktif tentang stres, dikatakan bahwa stres itu
sendiri dapat ditentukan oleh individunya sendiri, semua tergantung sejauh
mana individu itu melihat situasi sebagai stres. Menurut Evayanti (2003)
tidak semua orang yang menghadapi sumber stres yang sama akan
mengalami stres kerja karena adanya perbedaan karakteristik individu.
Karakteristik individu yang merupakan faktor internal terdiri dari
beberapa faktor, seperti usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, masa
kerja, dan lain – lain.
1) Usia
Peranan faktor usia pada individu dalam bereaksi dalam situasi yang
potensial menimbulkan stres juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain.
Individu yang telah berusia 50 tahun menurut Rustika (1997), akan
mengalami kemunduran pada jaringan tubuh yang diantaranya jaringan
otak menyusut karena atropi, jaringan paru menjadi kurang elastik,
jantung mulai melemah, gerakan yang sering kuat dan kurang
terkoordinasi. Levi (1984) mengatakan bahwa mereka yang berusia diatas
50 tahun telah mengalami penurunan kemampuan fisik sehingga tidak
lagi dapat mengerjakan pekerjaan–pekerjaan dengan beban kerja yang
lebih berat dan mereka sering merasakan gejala–gejala stres seperti badan
letih dan lemah, serta merasa tidak bertenaga.
27
Hubungan antara usia dengan stres kerja memiliki kesamaan dengan
hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. Namun, tidak selamanya
usia dengan stres kerja dapat dihubungkan dengan masa kerja. Ada
beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan usia, terutama
yang berhubungan dengan sistem indra dan kekuatan fisik. Namun dalam
beberapa pekerjaan lain, faktor usia yang lebih tua biasanya memiliki
pengalaman dan pemahanan bekerja yang lebih banyak, sehingga pada
jenis pekerjaan tertentu usia dapat menjadi kendala dan dapat pula
menjadi pemicu terjadinya stres kerja (Munandar, 2001).
Menurut European Commision for Employment and Social Affair
(1999) dalam Hidayat (2012), pada usia 20 – 29 tahun individu berusaha
untuk menempatkan diri pada lingkungan sosial yang berubah dengan
cepat, adanya konflik, kebimbangan, dan nilai sosial, individu pada usia
ini juga mulai memasuki masa bekerja secara formal dan tentulah mereka
mempunyai harapan – harapan yang besar di dalam karirnya, namun
apabila dirasakan ketidaksesuaiaan dengan kondisi pekerjaan yang
dimilikinya saat ini, maka individu akan merasa tidak puas dan cenderung
mengalami stres kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Sugijanto (1999) diketahui bahwa usia
≥40 tahun memiliki tingkat stres yang tinggi sebesar 55,2% dibandingkan
dengan usia <40 tahun yang hanya 48,6%. Namun berdasarkan uji
statistik tidak diketahui adanya hubungan yang bermakna antara usia
dengan stres kerja dengan p value 0,236. Menurut Desy (2002)
28
menyatakan bahwa pekerja yang telah berusia 35 tahun lebih kebanyakan
telah mempunyai pengalaman kerja yang lama, sehingga dapat bertindak
lebih bijaksana dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri
yang lebih baik terhadap perubahan – perubahan di sekitar lingkungan
kerjanya dan karena sudah bekerja lama, maka pekerja tersebut sudah
lebih mengenal dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.
Menurut Schultz (1998), pekerja muda dilaporkan mempunyai
kepuasan dalam bekerja yang rendah, terutama sewatu mereka bekerja
untuk pertama kali. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya pengalaman
serta tanggung jawab terhadap pekerjaan serta ingin mencari pekerjaan
yang lebih menantang. Sedangkan pekerja dewasa mempunyai pilihan
yang lebih baik untuk mencari pemenuhan aktualisasi diri dalam
pekerjaannya. Pada umumnya usia dan pengalaman bekerja lebih
meningkatkan keyakinan, kemampuan, penghargaan, dan tanggung jawab
bekerja.
Menurut penelitian Undari (2006) berdasarkan hasil uji statistik
diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres
kerja dengan p value 0,001.
2) Pendidikan
Menurut Effendi dalam Jurnal Pendidikan dan Kebidayaan No. 043
(2003) yang dikutip oleh Adas (2006) baik disadari atau tidak pendidikan
mempunyai pengaruh dalam stres kerja, hal ini disebabkan seseorang
pekerja harus memiliki kualifikasi sebagai gambaran keserasian
29
seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, yang secara
internal dipengaruhi oleh kemampuan, pendidikan dan pengetahuan yang
dimiliki. Pada umumnya pendidikan yang lebih tinggi menggambarkan
tingkat profesional dan tanggung jawab yang lebih besar, serta
kedudukan yang memerlukan otoritas yang “lebih” dibandingkan level
pendidikan yang berada dibawahnya.
Sedangkan menurut Anderson dalam Suhartini (2004), karyawan baru
dengan harapan tinggi dengan latar belakang pendidikan yang tidak
menunjang pekerjaan akan sering mengalami stres kerja.
Berdasarkan hasil penelitian Lelyana (2003) diketahui bahwa ada
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan stres kerja
dengan p value 0,002.Namun kondisi berbeda didapatkan dari hasil
penelitian Utami (2009) yang diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian stres kerja dengan p
value 0,585.
3) Status pernikahan
Menurut European Commision for Employment and Social Affair
(1999) mereka yang berstatus pernah menikah (duda), mereka yang
menjadi orang tua tunggal (pernah menikah dan memiliki anak)
merupakan kelompok yang lebih rentan mengalami stres sebab mereka
dihadapkan pada masalah sosial dan emosional dari lingkungan dan
anggota keluarga.
30
Evayanti (2003) mengatakan bahwa bagi pekerja yang berstatus
menikah, keadaan keluarga bisa jadi penghambat, mempercepat atau
menjadi penangkal pross terjadinya stres. Bila seseorang mempunyai
masalah gawat di rumah kecenderungan untuk mendapatkan stres di
tempat kerja akan lebih besar. Sebaliknya bila rumah tangga dirasakan
aman, nyaman, dan menyenangkan maka masalah – masalah ditempat
kerja dapat dihadapi dengan lebih baik.
Menurut Apelbaum (1981) menyatakan jika seorang pekerja
mendapatkan dukungan dalam karir dari istri maka ia akan mendapatkan
kepuasan kerja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu hubungan
pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau
mengurangi stres kerja.
Seseorang yang belum menikah memiliki kebebasan yang lebih besar
serta rasa tanggung jawab yang lebih ringan, namun dengan tidak adanya
pendamping hidup maka membuat stressor sulit untuk dikendalikan. Jika
seseorang telah menikah meski memiliki tanggung jawab yang besar
namun karena adanya pendamping hal ini dimungkinkan akan membuat
beban yang dirasakan menjadi lebih ringan karena adanya tempat berbagi
dan dirasakan menjadi lebih dapat ditoleransi (Gita, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009), menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna anatar status pernikahan dengan
stres kerja deng p value 0,031. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Vierdelina (2008) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa
31
responden yang berstatus sudah menikah dan mengalami stres kerja
sedang yaitu sebanyak 55,8%. Hal ini diduga karena tanggung jawab
kelangsungan hidup keluarga yang dipikul oleh responden yang sudah
menikah semakin berat, apalagi dengan meningkatnya harga kebutuhan
yang tentu akan mempengaruhi meningkatnya pengeluaran keluarga,
namun tidak didukung dengan peningkatan pendapatan responden.
4) Masa kerja
Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah
menjalani pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita
simpan, semakin banyak keterampilan yang kita pelajari, maka akan
semakin banyak hal yang kita kerjakan (Malcom, 1998).
Menurut Munandar (2001), baik masa kerja yang sebentar maupun
yang lama dapat memicu terjadinya stres dan diperberat dengan adanya
beban kerja yang besar. Namun masa kerja yang lama mempengaruhi
pekerja karena menimbulkan kebosanan, disertai dengan lingkungan
kerja yang terbatas membuat pekerja menjadi jenuh. Pekerja yang telah
bekerja diatas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih
tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya
tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja.
Hasil penelitian Gautama (2008) diketahui ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja dengan stres kerja dengan p value 0,000.
Namun tidak demikian dengan hasil penelitian Diah (2009), yang
32
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja
dengan stres kerja dengan p value 0,795.
5) Kepribadian
Ketika berbicara tentang stres kerja pada pekerja, maka kita akan
melihat bagaimana seseorang memandang stres sebagai suatu gangguan,
sehingga stres sangat bergantung pada kepribadian individu yang terkena
stres tersebut. Orang dengan tipe kepribadian A lebih mudah stres
dibandingkan dengan tipe kepribadian B, orang dengan tipe kepribadian
introvert lebih mudah stres daripada tipe kepribadian extrovert.
Pengalaman hidup orang yang pernah mengalami kegagalan di masa
lampau akan mudah membuatnya menilai kegagalan sebagai hal yang
sudah biasa. Orang yang belum dewasa dalam menghadapi perkara akan
mudah goyah dalam sikap, pendirian, dan arah hidupnya dibandingkan
orang yang berkepribadian matang (Nasution, 2000).
Seyle (1983) mengemukakan bahwa individu tipe A identik dengan
sangat kompetitif, brusaha keras untuk memperoleh penghargaan, agresif,
tidak sabaran, tergesa- gesa, mudah gelisah, sangat waspada, suka
berbicara meledak–ledak, dan berada pada suatu tekanan waktu. Hal
tersebut menunjukkan bahwa orang dengan tipe A lebih sering menaruh
perhatian lebih pada pekerjaan, sedangkan aspek kehidupan lainnya
sering diabaikan. Dalam hal ini, orang yang berkepribadian tipe A
biasanya dapat diketahui/disembuhkan oleh orang yang ahli dalam
bidangnya.
33
6) Nilai dan kebutuhan
Setiap organisasi dan perusahaan atau instansi memiliki budaya dan
nilai masing–masing. Para tenaga kerja diharapkan dapat mengikuti nilai
budaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Proses sosialisasi pekerja
dalam mengikuti nilai dan budaya tidak sepenuhnya berhasil. Bagi
pekerja yang gagal biasanya akan mengundurkan diri, dan bila ada yang
tidak mengundurkan diri karena tidak adanya pekerjaan lain atau karena
sebab lain maka tenaga kerja tersebut akan mengalami stres (Munandar,
2001).
7) Kecakapan
Kecakapan merupakan variabel yang ikut menentukan stres sesorang.
Jika seorang pekerja mengalami masalah yang ia rasakan tak mampu ia
pecahkan, maka ia akan mengalami stres dan menimbulkan
ketidakberdayaan (disstress), sebaliknya jika ia merasa mampu maka ia
merasa tertantang dan motivasinya meningkat (eustress).
Ketidakmampuan individu menyelesaikan masalah sehingga
menyebabkan terjadinya stres berkaitan dengan kecakapan dan
kemampuan masing – masing individu (Munandar, 2001).
b. Kondisi Pekerjaan
Sebagian besar dari waktu manusia digunakan untuk bekerja, maka
lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan
seseorang yang bekerja (Munandar, 2001). Setiap pekerjaan mempunyai
34
faktor penyebab stres yang berbeda – beda, sesuai dengan kondisi pekerjaan
dan lingkungan kerjanya.
1) Divisi
Divisi merupakan organ/lembaga/unit/ yang melaksanakan hukum
dengan tujuan utamanya yaitu pencapaian sesuai dengan keahliannya
(Koeswadji, 2002). Divisi pada suatu pekerjaan akan mengakibatkan
perbedaan tingkat stres karena adanya perbedaan tanggung jawab dan
beban kerja. Divisi pada suatu institusi pendidikan seperti fakultas dapat
dikenal dengan istilah jururan/program studi. Jurusan dapat diartikan
sebagai unit pelaksana akademik yang melaksanakan pendidikan dalam
satu cabang ilmu pengetahuan. Masing – masing jurusan memiliki
karakteristik yang berbeda – beda sesuai dengan bidang keilmuannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nordin, dkk (2009)
diketahui ada perbedaan yang signifikan antara kesehatan mental dengan
jenis jurusan yang diambil oleh mahasiswa. Hal ini diperkirakan adanya
perbedaan materi dan sifat pembelajaran pada tiap jurusan. Namun
berdasarkan hasil penelitian Sayiner (2006) diketahui tidak adanya
hubungan yang bermakna antara jenis jurusan dengan tingkat stres.
2) Beban kerja
Dengan melakukan aktivitas pekerjaan, tubuh akan menerima beban
dari luar tubuhnya. Dengan kata lain, bahwa setiap pekerjaan merupakan
beban bagi pekerjanya. Beban tersebut dapat berupa beban kerja fisik dan
mental (Tarwaka, et al, 2004).
35
Menurut Schlutz (1998), beban kerja terbagi atas dua macam yaitu
beban kerja yang berlebihan (over load) dan beban kerja yang kurang
(under load). Pada beban kerja yang berlebihan dapat dilihat melalui
kondisi dari banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan dengan waktu
yang terbatas/ditentukan atau suatu pekerjaan yang sangat sulit untuk
dikerjakan karena kurangnya kemampuan. Sedangkan beban kerja yang
kurang (under load) diakibatkan adanya pekerjaan yang dilakukan secara
rutinitas/monoton yang pada akhirnya mengakibatkan kebosanan pada
pekerja. Everly dan Giordano (1980) dalam Munandar (2001)
berpendapat bahwa faktor – faktor yang menjadi penyebab beban kerja
berat atau tidak yaitu :
a) Tugas yang diemban terlalu besar sementara waktu terbatas.
b) Rutinitas/pekerjaan monoton.
c) Adanya fluktuasi dalam beban kerja, seperti pada jangka waktu
tertentu beban kerja ringan namun di lain waktu beban kerja berat.
d) Tingginya kemajemukan pekerjaan sebagai dampak dari
peningkatan dari jumlah informasi yang harus digunakan dan
sebagai alternatif dari perluasan metode pekerjaan.
e) Adanya over laping pekerjaan membuat beban kerja semakin besar
dan menimbulkan stres pada pekerja.
Lebih lanjut menurut Munandar (2001) beban kerja dibedakan
menjadi beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualititif. Beban kerja
36
kuantitatif yaitu beban kerja yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas
yang diberikan harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Sedangkan
beban kerja kualitatif yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan atau
potensi dari tenaga kerja. Beban kerja kuantitatif dan kualitatif yang
berlebih dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam
yang sangat banyak, maka sumber terjadinya stres akan lebih banyak.
French dan Caplan (1973) yang dikutip oleh Pratiwi (2002),
mengemukakan adanya perbedaan antara kelebihan secara kuantitatif
dengan kualitatif. Kuantitatif berarti mempunyai „banyak hal yang dapat
dilakukan‟, sedangkan kelebihan secara kualitatif yang melibatkan
pekerjaan adalah „terlalu sulit‟. Orang yang menerima banyak telpon,
menerima banyak tamu kantor, dan pertemuan setiap jam kerja
ditemukan lebih banyak merokok daripada orang yang jarang mempunyai
perjanjian. Pada penelitian 100 orang penderita jantung koroner, Russek
dan Zohman (1958) menemukan bahwa 25% memiliki dua pekerjaan,
dan 45% bekerja pada pekerjaan yang memerlukan (berkewajiban untuk
bekerja overload) 60 jam atau lebih.
Jumlah dan tingkat kesulitan seseorang dalam melakukan suatu
pekerjaan bisa menyebabkan orang menjadi stres. Bekerja dengan beban
kerja secara kuantitatif yang berlebihan telah menjadi fokus banyak
penelitian, karena dampak yang ditimbulkan tidak hanya berkaitan
dengan fisiologis seseorang tetapi juga psikologinya. Hasil penelitian
37
menunjukkan bahwa hipertensi tinggi atau tekanan darah tinggi terkait
dengan beban kerja yang tinggi diikuti dengan tingginya kegelisahan dan
frustasi. (Spector et al , 1988 dalam Anugrah, 2009). Jones et all (1988)
dalam Anugrah (2009) menemukan bahwa pekerja yang dituntut bekerja
cepat dan mempunyai banyak pekerjaan yang harus diselesaikan (having
too much work) mempunyai resiko mengalami tekanan kerja 4,5 kali
lebih besar dibandingkan pekerja biasa. Penelitian yang dilakukan oleh
ahli jantung Meyer Friedmen dan Ray Resenmen (1974) dalam Anugrah
(2009) menunjukkan bahwa desakan waktu kronis tampaknya memberi
pengaruh yang tidak baik terhadap sistem kardiovaskular, yang hasilnya
secara khusus adalah serangan jantung prematur dan tekanan darah
tinggi.
Beban kerja berlebih secara fisik maupun mental seperti harus
melakukan banyak hal merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan.
Banyak atau sedikitnya, berat atau ringannya beban kerja yang diterima
seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama
seseorang dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan
kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan tanpa mengalami
kelelahan. Dimana semakin berat beban kerja sehingga melampaui
kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja bahkan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja (Tarwaka et al, 2010).
Selain beban berlebih, yang menjadi stresor lain, salah satunya adalah
desakan waktu yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat
38
mungkin secara tepat dan teratur. Pada saat-saat tertentu, deadline justru
dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang
tinggi. Namun bila desakan waktu justru menyebabkan timbulnya banyak
keasalahan atau menyebabakan kondisi kesehatan seseorang berkurang,
maka hal ini cerminan adanya beban berlebihan kuantitatif (Anugrah,
2009).
Beban kerja dihitung dengan menggunakan rumus estimating
metabolic heat production rates by task analysis, seperti yang tertera
pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1
Penilaian Pekerjaan
A. Posisi dan Pergerakan Badan Kcal/min*
Sitting 0,3
Standing 0,6
Walking 2,0 – 3,0
Walking Uphill Add 0,8 for every meter (yard) rise
*For a “standart” worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1,8m2
body surface (19,4 ft2).
Sumber : ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
B. Type of Work Average Kcal/min Range Kcal/min
Hand Work
Light 0,4 0,2 – 1,2
Heavy 0,9
Work : One Arm
Light 1,0 0,7 – 2,5
Heavy 1,7
Work : Both Arm
Light 1,5 1,0 – 3,5
Heavy 2,5
Work : Whole Body
Light 3,5 2,5 – 15,0
Moderate 5,0
Heavy 7,0
Very Heavy 9,0
C. Basal Metabolism 1,0 1,0
39
Adapun klasifikasi beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang
dikeluarkan dalam emalakukan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2
Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam
melakukan pekerjaan
Kategori Kcal/jam
Pekerjaan Ringan Sampai dengan 200 Kcal/jam
Pekerjaan Sedang 200 – 350 Kcal/jam
Pekerjaan Berat >350 Kcal/jam
Sumber : ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Siswanti (2004)
mengatakan bahwa dari 170 responden yang diteliti, 75% diantaranya
menyatakan bahwa beban kerja mereka sangat berat sehingga
menyebabkan stres. Kemudian menurut Bida (1995) dari 56,3% yang
diteliti menyatakan bahwa beban kerja mereka berat sehingga
menyebabkan stres dan 38,1% mengalami stres walaupun beban kerja
mereka cenderung normal. Hasil uji statistiknya menyatakan p value
0,01007 yang artinya ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.
Namun hasil lain dari penelitian Desy (2002) diketahui bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara tingkat beban kerja dengan stres
kerja. Begitu pula hasil penelitian Desy (2002) yang menyatakan tidak
ada hubungan yang bermakna antara tingkat beban kerja dengan stres
kerja di PT. Unilever Indonesia dengan p value 0,125.
3) Waktu kerja
Waktu kerja menunjukkan efisiensi dan produktivitas
seseorang.Umumnya seseorang dapat bekerja baik yaitu pada 6 – 8 jam
40
perhari atau 40 – 50 jam seminggu. Pekerjaan yang biasa tidak terlalu
berat atau ringan, produktivitasnya akan mulai menurun setelah 4 jam
bekerja. Keadaan ini sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah.
Sehingga perlu istirahat dan kesempatan untuk makan guna
meningkatkan kembali kadar gula darah (Suma‟mur, 1997). Penambahan
jam kerja diluar standar dapat meningkatkan usaha adaptasi pekerja, yang
kemudian dapat meningkatkan ekskresi katoholamin yaitu hormon
adrenalin dan non-adrenalin (Munandar, 2001).
Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering apalagi
tanpa kontrol dan jumlah jam kerja yang berlebihan ternyata tidak hanya
mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja akan tetapi juga seringkali
meningkatkan kuantitas absen dengan alasan sakit atau kecelakaan kerja
(Chairin, 2006).
Menurut penelitian Noer (2004) diketahui bahwa 87,5% responden
yang bekerja >12 jam menunjukkan gejala stres sedang. Hal ini diperkuat
dengan hasil uji statistik yang menunjukkan p value sebesar 0,002 yang
artinya ada kecenderungan hubungan yang bermakna anatar jam kerja
dengan stres kerja.
Penelitian lain yang berhubungan dengan jam kerja berlebihan yang
dilakukan oleh Margolis dkk yang dikuti oleh Suprapto (2008) pada
penduduk Amerika secara nasional yang diwakili oleh 1.496 pekerja.
Mereka menemukan bahwa kelebihan jam kerja secara signifikan
berhubungan dengan beberapa gejala atau indikator stres kerja, seperti
41
minum minuman berakohol, ketidakhadiran dalam bekerja, motivasi yang
rendah untuk bekerja, kepercayaan diri yang rendah untuk bekerja,
kepercayaan diri yang rendah serta adanya saran untuk tidak masuk
dalam berkerja.
Sedangkan menurut Desy (2002) hasil penelitiannya menunjukkan
tidak adanya hubungan yang bermakna antara waktu bekerja dengan stres
kerja dengan p value 0,752.
4) Shift kerja
Menurut ILO (2000), kerja shift adalah kerja yang dilakukan di luar
jam kerja normal. Kerja shift ini dapat berupa kerja malam secara
permanen, kerja sore secara permanen atau dapat pula bergilir/berotasi
sesuai dengan pola shift yang diambil oleh suatu perusahaan. Ciri khas
kerja shift adalah adanya kontinuitas, pergantian gilir/rotasi dan jadwal
kerja yang khusus.
Bagi pekerja shift, jadwal kerja dianggap baik bila waktu istirahat
adekuat. Pekerja yang tidak cukup mendapat waktu libur dapat menderita
karena masalah psikososial yang sama kompleksnya dengan masalah
fisiologik. Jadwal kerja yang dibuat kualitas, kuantitas dan waktu istirahat
yang fleksibel akan mampu memecahkan sebagian masalah (Suma‟mur,
1997).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sofrina (2005) diketahui
bahwa ada hubungan anatar kerja shift dengan kejadian stres kerja
dengan p value 0,01. Sedangkan menurut hasil penelitian Vierdelina
42
(2008) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna anatar shift
kerja dengan stres kerja dengan p value 1,000.
5) Rutinitas kerja
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan gerakan
anggota badan yang berulang-ulang secara monoton, yang kadang-
kadang pula disertai posisi kerja yang sulit atau sambil membawa beban
atau menahan beban seringkali sangat memberatkan individu pekerja
(Harrianto, 2005). Menurut Walsh dkk (2005) dalam Harrianto (2005)
menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pekerjaan yang banyak
menggerakkan tangan berulang dan membosankan seperti pada para
pekerja penggergajian kayu lebih banyak menimbulkan penyakit-
penyakit psikosomatik dan gejala-gejala stres mental lainnya sehingga
meningkatkan frekuensi cuti sakit.
Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan
gerak akan timbul rasa bosan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja
rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus
dilakukan dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara
potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat
dalam keadaan darurat. Kebosanan ditemukan sebagai sumber stres yang
nyata pada operator kran (Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar,
2001).
Menurut penelitian Siswanti (2004) diperoleh bahwa 83% responden
yang mengalami stres, menyatakan bahwa rutinitas yang mereka lakukan
43
monoton. Selain itu 44% responden lainnya mengalami stres walaupun
rutinitas mereka tidak monoton. Hasil statistik menyatakan p value
sebesar 0,015 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara rutinitas
kerja yang monoton dengan stres kerja. Selain itu hasil penelitian
Nugrahaeni (2008) berdasarkan uji statistik menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara rutinitas pekerjaan dengan kejadian stres kerja
dengan p value 0,001.
Tetapi hal itu tidak sejalan dengan sahil penelitian Soebakti (2006)
dan Adas (2006) yang masing – masing menyatakan tidak ada hubungan
yang bermakna anatar rutinitas dengan timbulnya kejadian stres kerja.
6) Struktur dan iklim organisasi
Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasan
dan iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber-
sumber stres potensial sebagai hasil dari beradanya mereka dalam
organisasi : kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan dengan penilaian
dari struktur dan iklim organisasi. Faktor stres yang dikenali dalam
kategori ini terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau
berperan serta dan pada support social. Penelitian menunjukkan bahwa
kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan
berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang negatif, misalnya
menjadi perokok berat. Peningkatan peluang untuk berperan serta
menghasilkan peningkatan unjuk-kerja dan peningkatan taraf dari
kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2001).
44
Sumber stres kerja yang potensial adalah iklim dan struktur organisasi
yang hanya terjadi dalam suatu organisasi, yang dapat mengancam pada
kebebasan individu, otonomi dan identitas sikapnya. Pendapat-pendapat
lainnya, seperti terlalu sedikit/tidak ada partisipasi (terlibat) dalam proses
pengambilan keputusan, tidak mempunyai rasa memiliki, kurang
efektifnya konsultasi dan komunikasi, pembatasan tingkah laku dan
politik di kantor merupakan hal yang sering terjadi pada sumber stres ini
(Novendra, 1994).
Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung
karyawan biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja,
yang akhirnya dapat menyebabkan stres (Cooper, 1989 dalam Munandar
2001). Struktur dan iklim tersebut meliputi :
a) Kebijakan perusahaan yang terlalu ketat
b) Administrasi dan manajemen perusahaan yang terlalu birokratis
c) Peraturan-peraturan perusahaan yang terlalu mengikat pekerja
Menurut Gibson dkk (2006), stresor berupa struktur organisasi jarang
dipelajari. Satu studi tentang tenaga penjual di bidang perdagangan
menguji akibat dari organisasi yang strukturnya panjang (struktur
birokratis), medium dan pendek terhadap kepuasan kerja, stres dan
penampilan. Para peneliti mendapatkan bahwa tenaga penjual di dalam
organisasi yang strukturnya paling kurang birokratis mengalami stres
yang kecil dan kepuasan kerja lebih besar dan berperan lebih efektif
45
daripada tenaga penjual di dalam organisasi struktur medium dan
panjang. Para peneliti telah mempertimbangkan hanya sampel kecil dari
sejumlah besar riset medis dan perilaku terhadap stresor, stres dan kaitan
akibatnya. Informasi yang terhimpun, seperti riset organisasi lainnya,
mengandung kontradiksi dalam beberapa kasus. Meskipun demikian, riset
yang bisa digunakan mengandung hal-hal penting :
a) Stresor pada pekerja berkaitan dengan perubahan fisik, psikologis
dan emosional di dalam individu.
b) Tanggapan penyesuaian terhadap stresor pada pekerjaan telah
ditentukan dengan mengukur diri (self-rating), penampilan
prestasi dan pengujian biokimia.
c) Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal.
Setiap organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik.
d) Perbedaan-perbedaan individual menjelaskan mengapa suatu
stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang
berubah pada orang yang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri (1998) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
Namun, menurut Nugroho (2004) diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
46
7) Peran dalam organisasi
Sumber utama stres kerja lainnya adalah yang berhubungan dengan
peranan seseorang di tempat kerja. Para peneliti di bidang ini bersepakat
untuk memfokuskan pada peranan yang mempunyai dua makna (role
ambiguity) dan peranan yang mempunyai dua makna yang saling
bertentangan (role conflict) (Munandar, 2001).
a) Role Ambiguity
Hal ini terjadi ketika seseorang mempunyai informasi yang tidak
selaras tentang peranan pekerjaannya, dimana terdapat kekurang-
jelasan tentang tujuan yang akan dihasilkan dari suatu pekerjaan yang
dipengaruhi oleh peraturan, tentang ruang lingkup dan tanggung
jawab dari suatu pekerjaan dan tentang harapan rekan-rekan kerja dari
peranan kerjanya. Kahn et al (1964) dalam Munandar (2001)
menyatakan bahwa seseorang yang mengalami role ambiguity yang
berlebihan akan mengalami kepuasan kerja yang rendah,
meningkatnya ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan,
kepercayaan terhadap diri sendiri yang semakin rendah dan kesia-
siaan yang bertambah besar. Indikator stres kerja yang berhubungan
dengan role ambiguity adalah mengalami keadaan yang tertekan,
ketidakpuasan pada kehidupannya, ketidakpuasan pada pekerjaan,
rendahnya motivasi kerja, keinginan untuk meninggalkan pekerjaan
dan rasa menghargai diri sendiri yang semakin rendah.
47
b) Role Conflict
Hal ini terjadi ketika seseorang berada dalam situasi peranan kerja
tertentu yang berlawanan dengan tuntutan pekerjaan / menghadapi
masalah oleh keharusan melaksanakan suatu pekerjaan yang
sebenarnya tidak ingin dilakukan oleh orang tersebut. Sebagian besar
frekuensi manifestasi dari role conflict adalah ketika seseorang
dihadapkan pada dua kelompok orang yang menginginkan perbedaan
perilaku atau mengharapkan bahwa pekerjaan seharusnya
menghasilkan fungsi yang berbeda-beda. Kahn et al (1964) dalam
Munandar (2001) mengatakan bahwa seseorang yang mengalami role
conflict yang berlebihan akan mengalami kepuasan kerja yang rendah,
meningkatnya ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Apabila seorang karyawan tidak diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan dirinya, maka hal tersebut dapat
menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam bekerja. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja
yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat
menyebabkan stres (Frenh dan Chaplan, 1970 dalam Munandar, 2001).
Miles dan Perreault (1976) yang dikutip oleh Munandar (2001) jenis
konflik peran dibedakan menjdai empat, yaitu :
48
(1) Konflik peran-pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas
berbeda dari yang disarankan dalam uraian pekerjaannya.
(2) Konflik Intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa
memiliki tenaga kerja yang cukup untuk dapat menyelesaikan
tugas dengan berhasil.
(3) Konflik Intersender : tenaga kerja diminta untuk berperilaku
sedemikian rupa sehingga ada orang merasa puas dengan
hasilnya, sedangkan orang lain tidak.
(4) Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan
kerja yang terlalu banyak dan tidak dapat ia tangani secara efektif.
Kiev dan Kohn (1979) yang dikutip oleh Munandar (2001)
menyatkan bahwa dalam penelitian mereka menemukan bahwa konflik
peran juga merupakan salah satu sumber stres utama pada para manajer
puncak dan menengah. Hasil penelitian tidak jelas menunjukkan bahwa
konflik peran merupakan pembangkit stres pada para pekerja pabrik.
Menurut Sutherland dan Cooper (1988) yang dikutip oleh Munandar
(2001), bahwa mungkin para pekerja pabrik lebih merasakan konflik
”intersender” sebagai pembangkit stres. Menurut Cooper dan Marshall
(1978) dalam Munandar (2001) konflik peran lebih dirasakan sebagai
pembangkit stres oleh mereka yang bekerja pada batas-batas organisasi
(organizational boundaries), seperti para manajer menengah pada
umumnya.
49
8) Pengembangan karir
Pengembangan karir seperti promosi tentu saja sangat diharapkan
oleh setiap pekerja atau pegawai. Karena dengan pengembangan karir ini
akan mendapat hak – hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh
sebelumnya, baik secara materi maupun non materi. Dalam hal
pengembangan karir seperti yang diungkapkan Handoko (1992),
pengembangan karir adalah peningkatan – peningkatan pribadi yang
dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir.
a) Job insecurity
Job insecurity adalah pandangan individu terhadap situasi yang
ada dalam organisasi tempatnya bekerja yang menimbulkan
ketidaknyamanan akan kelanjutan pekerjaannya, dan hal ini
menyebabkan individu merasa tidak berdaya. Komponen – komponen
job insecurity yaitu :
(1) Keparahan ancaman (severity of threat)
Keparahan ancaman meliputi seberapa besar individu
mempersepsikan adanya ancaman terhadap aspek – aspek dalam
pekerjaannya secara keseluruhan.
(2) Ancaman terhadap aspek – aspek dalam pekerjaan
Aspek – aspek yang berkaitan dengan pekerjaan, meliputi
kesempatan untuk promosi, kebebasan menentukan jadwal
pekerjaan, dll. Persepsi seseorang mengenai besarnya ancaman
aspek – aspek itu dirasakan penting dan seberapa besar
50
kemungkinan individu akan kehilangan aspek – aspek tersebut.
Semakin penting dan semakin tinggi aspek – aspek tersebut
dipersepsikan mungkin hilang, maka semakin tinggi tingkat
ancaman aspek – aspek dalam pekerjaan yang dirasakan individu
tersebut.
(3) Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan
Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan merupakan
persepsi seseorang mengenai adanya kejadian – kejadian negative
yang dapat mempengaruhi pekerjaannya, seperti diberhentikan
untuk sementara waktu. Ancaman tersebut dapat diketahui
melalui seberapa penting dan seberapa mungkin kejadian –
kejadian tersebut dipersepsikan akan mempengaruhi pekerjaannya
secara keseluruhan.
b) Promosi
Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk
mendapatkan promosi berbeda – beda tergantung kepada kebutuhan
perusahaan (Munandar, 2001). Bentuk promosi pada pekerja
bermacam – macam, seperti kenaikan jabatan/pangkat, mendapatkan
pendidikan atau pelatihan, mengikuti seminar atau symposium, dan
lain – lain. Menurut Averly dan Girdano dalam Munandar (2001)
menyatakan adanya promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan
mencegah timbulnya frustasi pada tenaga kerja yang bertujuan
51
mengurangi turn over pekerja. Dengan promosi kerja, mereka tidak
hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga mencari
peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru
(Munandar, 2001).
Menurut penelitian yang dilakukan Gautama (2008), terdapat
hubungan yang signifikan antara promosi jabatan dengan stres kerja
perawat. Dari hasil uji korelasi didapatkan angka korelasi sebesar
0,386 dengan angka p value = 0,009. Rata – rata perawat mengalami
stres kerja sedang. Berdasarkan presentase total sampel didapatkan,
sebagian besar perawat yang merasakan ketidakpuasan ringan dalam
promosi jabatan akan mengalami tingkat stres kerja ringan pula
(11,1%), sebagian perawat yang merasakan ketidakpuasan sedang
dalam hal promosi jabatan akan mengalami tingkat stres kerja sedang
pula (46,7%), begitupun dengan yang merasakan ketidakpuanan berat
dalam promosi jabatan juga akan mengalami tingkat stres kerja berat
(11,1%).
9) Kepuasan gaji
Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerjan apabila
ia telah menyelesaikan pekerjaannya. Menurut Schultz (1998) salah satu
penyebab tingginya turn over pekerja disebabkan gaji yang mereka
terima sewaktu bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Selain
itu gaji dapat mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua
faktor oleh Heizberg (1990) menyatakan kepuasan bekerja sangat
52
menetukan motivasi untuk bekerja, salah satu komponennya adalah upah.
Berdasarkan penelitian pada masyarakat di AS diketahui adanya
diskriminasi dalam pemberian upah seperti pekerja golongan minoritas
atau pekerja wanita mendapatkan gaji sedikit lebih rendah dari pada
pekerja golongan mayoritas atau pekerja laki – laki (Schultz, 1998).
Menurut penelitian Nugrahaeni (2008) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kepuasan gaji dengan kejadian stres kerja dengan p
value = 0,018.
c. Lingkungan kerja
1. Lingkungan kerja fisik
a) Kebisingan
Kebisingan (Noise) adalah suara yang tidak dikehendaki. Menurut
Wall (1979) dalam Setiawan (2007), kebisingan adalah suara yang
menganggu. Sedangkan menurut Permenakertrans Per.13/Men/X/2011
Tahun 2011, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja
yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua,
yaitu (Wisnu, 1996 dalam Setiawan, 2007) :
(1) Sumber kebisingan statis : pabrik, mesin, tape, dan lainnya.
(2) Sumber kebisingan dinamis : mobil, pesawat terbang, kapal laut,
dan lainnya.
53
Pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat
dikategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya
intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama,
pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) dan
kedua, pengaruh kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB)
(Sanders & McCormick, 1987; Pulat, 1992 dan WHS,1993 dalam
Tarwaka, 2004).
(1) Pengaruh kebisingan intensitas tinggi
Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB)
adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat
menyebabkan penurunan daya dengan baik yang bersifat sementara
maupun bersifat permanen atau ketulian. Secara fisiologis,
kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut
jantung, resiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan.
(2) Pengaruh kebisingan intensitas rendah
Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB secara fisiologis
tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian,
kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi
kerja, sebagai salah satu penyebab stress dan gangguan kesehatan
lainnya. Stress yang disebabkan karena pemaparan kebisingan
dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan, dan
54
depresi. Secara spesifik stress karena kebisingan tersebut dapat
menyebabkan antara lain:
(a) Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan
gangguan tidur.
(b) Gangguan reaksi psikomotor.
(c) Kehilangan konsentrasi.
(d) Gangguan komunikasi antara lawan bicara.
(e) Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan
bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktifitas kerja
(Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian Suprapto (2008) menyatakan bahwa responden
yang merasa bising di tempat kerja sebesar 50,9% sdangkan yang
merasa tidak bising ditempat kerja sebesar 59,1%. Namun kebisingan
tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap
kejadian stres kerja.
b) Pencahayaan
Menurut Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004) penerangan
yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau
kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang
kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan :
1) Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
2) Kelelahan mental.
55
3) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
4) Kerusakan indera mata, dll.
Standar penerangan yang ada di Indonesia telah ditetapkan seperti
tersebut dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun
1964, Tentang syarat – syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan
di tempat kerja (pasal 14). Secara ringkas intensitas penerangan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Penerangan untuk halaman dan jalan – jalan di lingkungan
perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling
sedikit 20 lux.
2) Penerangan untuk pekerjaan – pekerjaan yang hanya
membedakan barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 50 lux.
3) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya
membedakan barang – barang kecil secara sepintas lalu paling
sedikit mempunyai intensitas penerangan 100 lux.
4) Penerangan untuk pekerjaan yang membeda – bedakan barang
kecil agak teliti paling sedikit mempunyai intensitas penerangan
200 lux.
5) Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari
barang – barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 300 lux.
56
6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda – bedakan
barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu lama,
harus mempunyai paling sedikit intensitas penerangan 500 –
1.000 lux.
7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda – bedakan
barang sangat halus dengan kontras yang kurang dan dalam
waktu yang lama, harus mempunyai paling sedikit intensitas
penerangan 2.000 lux.
Terlalu kuatnya cahaya penerangan dapat menimbulkan dampak
psikologis pada pekerja, seperti kelelahan dan pusing. Bahkan dapat
menimbulkan kecelakaan kerja akibat silaunya penerangan di ruang
kerja, begitu pula sebaliknya dengan penerangan yang suram
(Munandar, 2001). Pencahayaan yang kurang atau terlalu berlebihan
di tempat kerja menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal.
Sehingga apabila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan seorang pekerja mengalami stres dan ketidaknyamanan
dalam bekerja (Sarlito, 1992).
c) Radiasi
Sumber daya radiasi adalah sinar gamma, yaitu gelombang
elektormagnet yang mampu menembus permukaan kulit tanpa terlihat
oleh mata. Energi itu mampu merusak sel – sel hidup. Pemaparan
radiasi tergantung dari dosis, waktu pemaparan, dan jarak sumber ke
57
pekerja. Selain memberi pengaruh buruk, radiasi juga menyebabkan
rasa kurang aman bagi pekerja yang bekerja di tempat yang
mengandung radiasi. Apabila hal ini tidak diperhatikan, maka dalam
waktu–waktu tertentu hal tersebut tidak hanya berbahaya bagi pekerja,
namun dapat menimbulkan keresahan dan stres dalam bekerja
(Munandar, 2001).
d) Suhu
Pada suhu panas dan dingin, dapat menyebabkan pekerja mudah
terkena kelelahan disamping pengaruh kesehatan lainnya. Efek suhu
tempat kerja terhadap pekerja tergantung pada berat pekerjaan, lokasi
kerja di dalam atau di luar ruangan, status kesehatan pekerja,
kelembaban, kecepatan aliran udara, jenis pakaian yang digunakan dan
lama pemaparan. Keadaan ini bila terjadi berlarut–larut menyebabkan
pekerja tidak mampu bekerja dengan baik karena menurunnya gairah
bekerja, atau bila dipaksakan maka akan mengakibatkan stres
(Munandar, 2001).
Menurut penelitian Siswanti (2004) yang dilakukan di PT. Pandu
Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden menyatakan
bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 39%
menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil uji
statistik menyatakan p value sebesar 0,039 yang berati ada hubungan
yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja. Begitu pula
dengan hasil penelitian Suprapto (2008) yang menyatakan tidak ada
58
hubungan yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja dengan
p value 0,454.
2. Lingkungan kerja sosial
Munandar (2001) mengatakan bahwa hidup dengan orang lain
merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan
yang baik antara anggota dari satu kelompok kerja sianggap sebagai
faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja
yang tidak baik terungkap dalam gejala adanya kepercayaan yang rendah,
taraf pemberian support yang rendah dan minat yang rendah dalam
pemecahan masalah dalam berorganisasi. Ketidakpercayaan secara positif
berhubungan dengan role embiguity yang tinggi, yang mengarah ke
komunikasi antar pribasi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan
ketegangan psikososial dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah,
penurunan dari kondisi kesehatan dan rasa diancam oleh atasan dan
rekan–rekan kerjanya.
Contoh hubungan interpersonal, seperti atasan yang menyebalkan,
kurang apresiasi dari pimpinan, keputusan atasan yang berubah – ubah,
tidak cocok dengan teman sekerja, serta kurang terbuka antara atasan
dengan bawahan, dapat mungkin bisa mengakibatkan seseorang dalam
tekanan sehingga dapat memicu terjadinya stres kerja (Hidayat, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara hubungan interpersonal dalam pekerjaan
dengan stres kerja.Namun menurut hasil penelitian Desy (2002) diketahui
59
tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal
dengan stres kerja.
2.2 Dosen
2.2.1 Pengertian Dosen
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat (UU No. 14 Tahun 2005).
2.2.2 Kedudukan, Fungsi, Dan Tujuan Dosen
Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran,
pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada
masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
60
cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab (UU No. 14 Tahun 2005).
2.2.3 Beban Kerja Dosen
Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi
pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan
tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Beban kerja
sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester
dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester. Ketentuan
lebih lanjut mengenai beban kerja dosen diatur oleh setiap satuan pendidikan
tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 14 Tahun
2005).
2.2.4 Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang
dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi
akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui
pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan
bidang keahlian (UU No. 14 Tahun 2005).
61
Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum yang diantaranya
yaitu :
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana;
dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat
diangkat menjadi dosen. Kompetensi tenaga pendidik, khususnya dosen,
diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh dosen dalam
melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional (Dirjen Dikti, 2012).
Kompetensi dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma
Perguruan Tinggi sebagaimana yang ditunjukkan dalam kegiatan profesional
dosen. Dosen yang kompeten untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional adalah dosen yang memiliki kompetensi pedagogik, profesional,
kepribadian dan sosial yang diperlukan dalam praktek pendidikan, penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat (Dirjen Dikti, 2012).
Kualifikasi akademik dan unjuk kerja, tingkat penguasaan kompetensi
sebagaimana yang dinilai orang lain dan diri sendiri, dan pernyataan
kontribusi dari diri sendiri, secara bersama-sama, akan mengindikasikan
profesionalisme dosen. Profesionalisme seorang dosen dan kewenangan
62
mengajarnya dinyatakan melalui pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat
pendidik untuk dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada
perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah (UU No. 14 Tahun
2005).
Sertifikasi dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk
dosen. Sertifikasi dosen bertujuan untuk :
a. menilai profesionalisme dosen guna menentukan kelayakan dosen dalam
melaksanakan tugas,
b. melindungi profesi dosen sebagai agen pembelajaran di perguruan tinggi,
c. meningkatkan proses dan hasil pendidikan,
d. mempercepat terwujudnya tujuan pendidikan nasional, dan
e. meningkatkan kesadaran dosen terhadap kewajiban menjunjung tinggi
kejujuran dan etika akademik terutama larangan untuk melakukan
plagiasi (Dirjen Dikti, 2012).
63
Gambar 2.1. Peta Konsep Sertifikasi
2.2.5 Hak dan Kewajiban Dosen
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi
kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber
belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi
keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan
kelulusan peserta didik; dan
64
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi
profesi keilmuan (UU No. 14 Tahun 2005).
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode
etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa (UU No. 14
Tahun 2005).
2.2.6 Stres Kerja Dosen
Dosen perguruan tinggi mempunyai peran strategis ditinjau dari sisi
pembinaan akademik dan mahasiswa. Dosen merupakan tenaga profesional
yang menetapkan apa yang terbaik untuk mahasiswanya berdasarkan
pertimbangan profesional. Banyak pengakuan yang menyatakan bahwa
65
pengembangan mutu pendidikan dapat ditempuh melalui pengembangan mutu
para dosennya. Hal ini tampak dari temuan penelitian sebelumnya bahwa
dalam pendidikan berlaku “the man behind the system”, manusia merupakan
faktor kunci yang menentukan kekuatan pendidikan (Miller, 1980:76),
pendidikan sebagai industri jasa merupakan “front line provider and
determine the quality of service delivery system”, dosen berada pada garis
terdepan dalam menentukan kualitas pelayanan (Sallis, 1993)
Selain faktor lingkungan pekerjaan didalam organisasi konsekuensi
dari sebuah pekerjaan akan menambah tanggung jawab yang akan ditanggung
individu. Dalam mencapai tujuan organisasi dosen dan rekan-rekan kerja
berkerja sama dalam mewujudkan misi dan visi tersebut, tidak jarang adanya
perselisihan antara dosen dan rekan kerja dalam menjalankan tugas, beda
pendapat dan perbedaan karakter individu juga dapat menimbulkan konflik
dalam suatu pekerjaan diorganisasi, didalam organisasi terdapatnya
perselisihan antar dosen, beda pendapat merupakan suatu hal yang sangat
wajar. Apabila perbedaan pendapat ini dibiarkan berlarutlarut maka dapat
terjadinya konflik antar pribadi dosen yang tidak diinginkan, semakin kecil
konflik antar pribadi yang muncul antar rekan-rekan kerja dapat disimpulkan
semakin kecil tingkat stress yang akan terjadi didalam organisasi tersebut
(Lianita, 2011)
Faktor lain yang dapat menimbulkan tingkat stres yang berbeda dalam
organisasi adalah beban pekerjaan. Beban pekerjaan yang dialami oleh dosen
memiliki kerakteristik yang berbeda-beda dalam setiap pekerjaan. bagi dosen
66
yang selalu dituntut untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik akan
beradaptsi dengan peralatan yang semakin modern (teknologi, dll), ini
merupakan salah satu beban yang dipikul oleh dosen, selain perbedaan tugas,
perbedaan tangung jawab, dan perbedaan wewenang dosen juga harus selalu
update dengan perkembangan teknologi yang setiap saat dapat berubah-ubah
untuk mendukung produktifitas pekerjaan. Dosen tidak hanya menjalankan
tugasnya sebagai dosen tetapi juga merangkap dalam memegang jabatan yang
diberikan oleh organisasi, terkadang dosen juga memiliki dua jabatan
sekaligus dalam satu periode, dengan adanya perbedaan jabatan yang
dipegang oleh dosen maka tangung jawab dan beban pekerjaan yang ada
semakin besar sehingga dapat diperkirakan stress yang akan dialami oleh
dosen memiliki tingkat stres yang berbeda-beda pula. Sedangkan faktor
kompetensi memiliki nilai tersendiri dalam terjadinya stres, dosen yang
memiliki kompetensi harus dapat memiliki pengetahuan, keterampilan,
kecakapan ataupun kemampuan sebagai dosen dalam menentukan atau
memutuskan sesuatu dalam proses pembelajaran ataupun dalam proses
pekerjaan (Lianita, 2011).
Faktor kompetensi merupakan faktor yang menuntut para dosen untuk
dapat memberikan produktifitas yang lebih baik antar sesama rekan,
mahasiswa dan untuk organisasi, secara langsung kompetensi ini akan
menimbulkan terjadinya persaingan antar dosen untuk dapat membuktikan
bahwa dia lebih baik dari pada rekan kerjannya, tugas-tugas yang diberikan
kepadanya akan selesai tepat waktu, keterampilan dia lebih baik dari pada
67
rekan kerja yang lain. Dosen yang tidak memiliki kompetensi tersebuat akan
merasa dirinya lebih rendah dibandingkan dengan dosen yang memiliki
kompetensi, ini akan berdampak pada stres yang akan dialaminya (Lianita,
2011).
Halpin (1985) dalam Faulina (2011) menemukan bahwa pengendalian
diri (locus of control) menjadi karakteristik yang berkorelasi kuat dengan stres
dosen. Dosen yang mempunyai pengendalian diri eksternal lebih baik telah
ditemukan lebih berpengalaman mengatasi stres daripada dengan sebuah
pengendalian diri internal. Self-esteem (harga diri), sebagai sebuah
karakteristik internal telah dilaporkan berhubungan dengan stres kerja.
Seseorang yang memiliki self esteem rendah cenderung lebih peka terhadap
stres daripada mereka yang mempunyai self esteem tinggi. Dosen yang
mempunyai self-esteem tinggi cenderung mampu menghadapi stressor dan
lebih produktif dalam bekerja. Banyaknya tuntutan peran dan tugas yang
harus dijalankan oleh seseorang akan berdampak pada kondisi-kondisi seperti
tertekan, depresi, produktifitas menurun, tugas yang diberikan tidak tepat
waktu, menyendiri, dll. Ini merupakan gejala-gejala terjadinya stres dalam
organisasi.
68
2.3 Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam kerangka teori ini yaitu mengacu kepada teori
yang dikemukakan oleh Cooper dan Davidson (1987) dan didukung teori Hurrel,dkk
(Munandar, 2001).
Gabungan dari teori tersebut digambarkan dalam bagan di bawah ini :
Sumber : Cooper dan Davidson (1987), Hurrel, dkk (Munandar, 2001)
Karakteristik Pekerja :
- Usia
- Tingkat Pendidikan
- Status Perkawinan
- Masa Kerja
- Kepribadian
- Nilai dan Kebutuhan
- Kecakapan
Kondisi Pekerjaan :
- Jurusan/Program Studi
- Beban kerja
- Waktu kerja
- Shift Kerja
- Rutinitas/Pekerjaan yang monoton
- Struktur dan iklim organisasi
- Peran dalam organisasi
- Pengembangan karir (sistem promosi)
- Gaji
Stres Kerja
Lingkungan Kerja :
- Lingkungan fisik :
o Kebisingan
o Pencahayaan
o Suhu
- Lingkungan sosial/hubungan interpersonal
dengan rekan kerja
69
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan studi kepustakaan diketahui bahwa faktor – faktor penyebab
stres kerja bervariasi berdasarkan tempat dan situasi berbeda. Kerangka konsep
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengembangan dan penggabungan dari
beberapa pendapat para ahli serta hasil penelitian sebelumnya.
1. Karakteristik Individu
a. Usia
Semakin muda usia dosen maka semakin kecenderungan untuk
mendapatkan stressor kerja semakin besar. Hal ini disebabkan karena
pengalaman bekerja yang didapat dosen dengan usia muda masih sedikit,
pengalaman berinteraksi dengan mahasiswa serta pengalaman mengatasi
tuntutan institusi masih sedikit, sehingga ada kemungkinan dosen yang
lebih muda kurang dapat mengatasi stres kerja secara efektif. Sedangkan
dosen yang telah mempunyai pengalaman kerja yang lama dapat bertindak
lebih bijaksana dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang
lebih baik terhadap perubahan – perubahan di sekitar lingkungan kerjanya
dan karena sudah bekerja lama, maka dosen tersebut sudah lebih mengenal
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.
70
b. Masa Kerja
Sama halnya dengan usia, semakin lama seorang dosen bekerja dan
berinteraksi dengan pekerjaannya maka semakin berpengalaman seorang
dosen tersebut menghadapi stressor kerja yang ada.
2. Kondisi Pekerjaan
a. Jurusan/Program Studi
Perbedaan jurusan/program studi tentu berbeda pula materi, cara
pembelajaran dan beban kerja yang diterima dosen.
b. Beban kerja
Berdasarkan UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal
72 ayat (1) dijelaskan bahwa beban kerja dosen mencakup kegiatan yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran,
melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan
penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada
masyarakat. Ayat (2) disebutkan beban kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit
semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit
semester.Sedangkan ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.Sedangkan berdasarkan observasi masih ditemukan beberapa
dosen yang mendapat beban kerja melebihi ketentuan satuan kredit
semester.
71
c. Rutinitas kerja
Pekerjaan yang cenderung monoton akan menyebabkan kejenuhan dalam
bekerja sehingga dapat menyebabkan stres kerja.
d. Struktur dan iklim organisasi
Jika sorang dosen kurang dapat beradaptasi dengan iklim organisasi yang
ada, maka hal ini dapat menimbulkan stressor kerja.
e. Peran dalam organisasi
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan
berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang negatif, terlalu
sedikit/tidak ada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kurang
efektifnya konsultasi dan komunikasi, politik yang ada dalam sebuah
organisasi di institusi dapat memicu timbulnya stres kerja pada dosen.
f. Pengembangan karir (sistem promosi)
Jika seorang dosen merasa pengembangan karir terhadap sistem promosi
yang didapat kurang, maka hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan dalam
bekerja yang jika dipaksakan terus menerus bekerja akan menimbulkan
stres kerja pada dosen.
g. Gaji
Sama halnya seperti sistem promosi, jika seorang dosen merasa gaji yang
didapat tidak sesuai atau kurang sesuai dengan beban kerja yang dilakukan,
maka hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja yang jika
dipaksakan terus menerus bekerja akan menimbulkan stres kerja pada
dosen.
72
3. Lingkungan Kerja
a. Lingkungan fisik
Variabel lingkungan fisik, seperti penerangan, kebisingan, suhu tidak
dilakukan pengukuran secara langsung karena dianggap homogen dan
dosen bekerja dalam ruangan perkantoran yang tidak memiliki resiko
melebihi nilai ambang batas (NAB) yang telah ditetapkan, maka untuk
variabel lingkungan fisik hanya ditanyakan pendapat responden tentang
kondisi lingkungan kerja fisik.
b. Lingkungan sosial/hubungan interpersonal dengan rekan kerja
Hubungan kerja yang tidak baik misalnya adanya kepercayaan yang
rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat yang rendah dalam
pemecahan masalah dalam berorganisasi, keputusan atasan yang berubah –
ubah, tidak cocok dengan teman sekerja, serta kurang terbuka antara atasan
dengan bawahan, dapat mungkin bisa mengakibatkan seseorang dala
tekanan sehingga dapat memicu terjadinya stres kerja.
Sedangkan untuk variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini diantaranya :
a. Tingkat Pendidikan
Seorang dosen tentunya memiliki kualifikasi yang dibutuhkan masing –
masing program studi untuk mengajar. Berdasarkan hasil observasi
diketahui lebih dari 60% dosen yang ada telah memiliki gelar strata 2 yang
sebagaimana dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal
46 ayat (1) dijelaskan bahwa kualifikasi akademik dosen diperoleh melalui
73
pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan
bidang keahlian.
b. Status Perkawinan
Variabel status perkawinan tidak diteliti karena hampir seluruh dosen telah
berkeluarga.
c. Shift Kerja
Variabel shift kerja tidak diteliti karena dosen bekerja tidak menggunakan
shift/waktu kerja bergilir.
Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan pada bagan di
bawah ini :
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Stres
Kerja
Karakteristik Pekerja :
- Usia
- Masa Kerja
Kondisi Pekerjaan :
- Asal Program Studi
- Beban Kerja
- Rutinitas Kerja
- Struktur dan Iklim Organisasi
- Peran dalam Organisasi
- Pengembangan Karir
- Gaji
Lingkungan Kerja :
- Lingkungan Kerja Fisik
- Lingkungan Kerja Sosial
74
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Stres kerja Suatu kondisi dimana
beberapa faktor atau
kombinasi beberapa
faktor di dalam dan di
luar pekerjaan
berinteraksi dengan
pekerja yang
mengganggu
keseimbangan emosi,
fisiologis, dan perilaku
kognitif yang ditandai
dengan 3 indikator yaitu
fisik, emosional, dan
perilaku.
Wawancara Kuesioner
dengan uji
life event
scale.
0. Stres (jika n
≥71)
1. Tidak Stres
(jika n <71)
(Kenyon, 2001)
Ordinal
2. Usia Lamanya responden
hidup yang dihitung
dalam tahun sejak lahir
sampai dilakukannya
penelitian.
Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
3. Masa kerja Lamanya kerja yang
terhitung sejak awal
masuk kerja sampai
dilakukan penelitian.
Wawancara Kuesioner 0. <5 tahun
1. ≥5 tahun
(Munandar,
2001)
Ordinal
4. Asal
Program
Studi
Asal unit pelaksana
akademik tempat
responden bekerja.
Wawancara Kuesioner 1. Pendidikan
dokter
2. Kesehatan
masyarakat
Nominal
67
66
75
3. Ilmu
keperawatan
4. Farmasi
5. Beban kerja Pandangan responden
tentang tugas/beban
pekerjaan yang dilakukan
melebihi/kurang dari
kemampuan responden
Wawancara Kuesioner 0. Over load, jika
> 12 sks
1. Under load,
jika ≤ 12 sks
(UU No. 14 Tahun
2005)
Ordinal
6. Rutinitas
kerja
Pekerjaan yang dilakukan
responden secara terus
menerus dan berulang –
ulang setiap hari sehingga
menimbulkan kejenuhan.
Wawancara Kuesioner 0. Membosankan,
jika (total skor
< nilai median)
1. Tidak
membosankan,
jika (total skor
≥ nilai median)
Ordinal
7. Struktur dan
Iklim
organisasi
Peraturan institusi yang
selama ini dirasakan
secara subjektif
mengganggu pekerja
seperti : peraturan yang
terlalu kaku, iklim kerja
yang tidak mendukung,
kesempatan
mengembangkan
kreatifitas.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak
Mendukung,
jika (total skor
< nilai median)
1. Mendukung,
jika (total skor
≥ nilai median)
Ordinal
8. Peran dalam
organisasi
Keikutsertaan responden
dalam pengambilan
keputusan yang
berhubungan dengan
dirinya di institusi.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak Berperan,
jika (total skor
< nilai median)
1. Berperan, jika
(total skor ≥
nilai median)
Ordinal
68
76
9. Pengemba-
ngan karir
(sistem
promosi)
Pendapat responden
tentang kenaikan jabatan,
sistem promosi.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak
memuaskan,
jika (total skor
< nilai median)
1. Memuaskan,
jika (total skor
≥ nilai median)
Ordinal
10. Gaji Pendapat responden
tentang gaji.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak sesuai,
jika (total skor
< nilai median)
1. Sesuai, jika
(total skor ≥
nilai median)
Ordinal
11. Lingkungan
kerja fisik
Pendapat responden
tentang keadaan
lingkungan kerja fisik,
seperti kebisingan,
pencahayaan, suhu.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak baik,
jika (total skor
< nilai median)
1. Baik, jika (total
skor ≥ nilai
median)
Ordinal
12. Lingkungan
sosial
Pendapat responden
tentang keadaan
lingkungan sosial seperti,
hubungan interpersonal
dengan rekan kerja
Wawancara Kuesioner 0. Tidak baik, jika
(total skor <
nilai median)
1. Baik, jika (total
skor ≥ nilai
median)
Ordinal
77
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2013.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2013.
3. Ada hubungan antara asal program studi dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
4. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2013.
5. Ada hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2013.
6. Ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013.
7. Ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
78
8. Ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
9. Ada hubungan antara gaji dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
10. Ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
11. Ada hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
79
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross
sectional study karena pada penelitian ini pengumpulan data variabel dependen dan
variabel independen diamati pada periode waktu yang bersamaan.
4.2.Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2013 dan lokasi penelitian
bertempat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4.3.Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah dosen tetap yang bekerja di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan berjumlah 93 orang. Sampel pada penelitian ini
diambil dengan teknik simple random sampling dengan menggunakan rumus
dibawah ini :
[ Z1-α/2- 2P (1 - P) + Z1-β P1 (1 - P1) + P2 (1 - P2) ] 2
n =
(P1 - P2)2
Keterangan :
n : Besar sampel
P : Rata-rata proporsi pada populasi
80
P1 : Proporsi pekerja yang mengalami stres kerja berat dengan waktu kerja
yang tidak sesuai = 79,2% (0,792) (Lelyana, 2004)
P2 : Proporsi pekerja yang mengalami stres kerja berat dengan waktu kerja
yang sesuai = 30,8% (0,308)
Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5%
Z1-β : Kekuatan uji 95%
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi di atas,
diperoleh besar sampel sebesar : n = 25
n total 25 X 2 = 50 orang
Maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 50 sampel.
4.4.Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan
menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Pengumpulan data primer dangan
kuesioner tentang karakteristik pekerja, kondisi pekerjaan, dan lingkungan
kerja serta stres kerja.
2. Data Sekunder
Sedangkan pengumpulan data sekunder yaitu diperoleh dari penelurusan
dokumen, catatan, serta profil Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
81
4.5.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner
yang dibagi menjadi empat bagian dengan rincian sebagai berikut :
1. Pada bagian awal instrumen penelitian ini berisi data karakteristik responden
yang meliputi nama/inisial, usia, asal program studi, masa kerja.
2. Bagian instrumen kedua yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi kondisi
pekerjaan yang meliputi beban kerja, waktu kerja, rutinitas kerja, sturktur dan
ikim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir (promosi), gaji,
lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja sosial.
3. Bagian instrumen ketiga yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi stres kerja :
diukur dengan menggunakan daftar pertanyaan pada metode self report
measurement atau disebut juga life event scale yang dapat untuk mengukur
tingkat stres. Metode life event scale menggunakan sejumlah pertanyaan yang
berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku.
Pertanyaan ini berjumlah 62 butir pertanyaan dengan skoring 0 (tidak pernah),
1 (jarang), 2 (kadang - kadang), 3 (sering), 4 (setiap hari). Hasil skornya adalah
hasil total skor seluruh jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi 2,
yaitu kategori stres (≥71 ) dan tidak stres (<71).
4. Bagian instrumen keempat yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi beban kerja
dosen berdasarkan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi yang dilakukan.
82
4.6.Pengolahan Data
1. Editing
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti
kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap
jawaban kuesioner.
2. Coding
Kegiatan ini merupakan proses pendeskripsian data dan pemberian kode
pada jawaban responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk
mempermudah proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya.
3. Skoring
Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden,
selanjutnya melakukan proses skoring data atau proses pemberian nilai/skor
pada masing – masing jawaban.
4. Entry
Setelah diberi skor lalu memasukkan data dari kuesioner ke komputer
sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.
5. Cleaning
Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik
dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah
pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.
83
4.7.Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase
dari setiap variabel untuk mengetahui gambaran terhadap variabel yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisis ini merupakan analisis dari variabel independen yang diteliti
yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel dependen. Hal ini dilakukan
untuk menguji hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Adapun dalam analisis
ini digunakan tabulasi silang dari masing – masing variabel dengan
menggunakan uji chi square, sehingga dapat diketahui secara statistik ada
tidaknya hubungan dengan derajat kemaknaan 0,05 (5%).
Persamaan Chi Square:
(O - E)2
X2 =
E
Keterangan :
X2 = Chi Square
O = Frekuensi yang diamati
E = Frekuensi yang diharapkan
Jika p value > 0.05 maka Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan
antara kedua variabel. Sebaliknya jika p value ≤ 0,05 maka Ha diterima yang
berarti terdapat hubungan antara kedua variabel.
84
Untuk mencari hubungan antara variabel rutinitas kerja, struktur dan
ilkim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir, gaji, lingkungan
kerja fisik, dan lingkungan kerja sosial dengan kejadian stres kerja, terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas data. Semua variabel tersebut tidak berdistribusi
normal, oleh karena itu cut of point yang digunakan adalah nilai median.
Begitu juga untuk mencari hubungan antara variabel usia dengan kejadian
stres kerja, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas karena data–data tersebut
bersifat data numerik. Karena hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal,
maka dilanjutkan dengan uji T-test Independent untuk menghubungkan antara
variabel numerik dan kategorik. Setelah mendapat hasil uji T-test Independent,
kemudian dilihat P dari levence test, bila P ≤ 0,05 maka varian beda dan nilai P >
0,05 maka varian sama. Dengan demikian, untuk mengetahui hubungan antara
variabel usia dengan stres kerja dengan derajat kemaknaan P ≤ 0,05 berarti
secara statistik ada hubungan dan P > 0,05 berarti tidak ada hubungan.
85
BAB V
HASIL
5.1.Analisis Univariat
5.1.1.Gambaran Stres kerja
Stres kerja diukur melalui pertanyaan-pertanyaan yang menyatakan
intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang dialami
seseorang. Untuk mengetahui gambaran stres kerja dilakukan uji statistik
univariat berskala ordinal. Tetapi sebelumnya dilakukan pengelompokkan
menjadi 2 kategorik dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor
jawaban yang diperoleh <71 dikategorikan mengalami tidak stres, ≥71
dikategorikan stres. Sehingga dapat diketahui distribusi responden berdasarkan
stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 seperti terlihat pada tabel berikut 5.1.
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Stres Kerja Jumlah (n) Persentasi (%)
Stres 14 28.0
Tidak Stres 36 72.0
Jumlah 50 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.1, diketahui bahwa sebagian besar
responden tidak mengalami stres kerja yaitu sebanyak 72.0%, sedangkan
responden yang mengalami stres kerja yaitu sebanyak 28.0%.
86
5.1.2.Gambaran karakteristik pekerja
A. Usia
Gambaran distribusi usia responden diperoleh hasil yang disajikan
pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Usia pada Dosen di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Berdasarkan hasil tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata
responden memiliki usia 36 tahun dengan usia tertua adalah 51 tahun dan
usia termuda adalah 25 tahun.
B. Masa Kerja
Gambaran distribusi masa kerja responden diperoleh hasil yang
disajikan pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Responden Menurut Masa Kerja pada Dosen di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Variabel Kategori Jumlah %
Masa Kerja <5 tahun 22 44.0
≥5 tahun 28 56.0
Variabel ini diukur dengan mengetahui masa kerja responden.
Berdasarkan hasil penelitian seperti tabel 5.3 diatas, diketahui distribusi
responden sebagian besar memiliki masa kerja ≥ 5 tahun yaitu 56%.
Variabel Mean SD Min - Max
Usia 36.00 5.131 25-51
87
5.1.3.Gambaran kondisi pekerjaan
A. Asal Program Studi
Gambaran distribusi asal program studi responden diperoleh hasil
yang disajikan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi pada Dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013
Variabel Kategori Jumlah %
Asal Program Studi
Pend. Dokter 24 48.0
Kesehatan Masyarakat 7 14.0
Ilmu Keperawatan 10 20.0
Farmasi 9 18.0
Variabel ini diukur untuk mengetahui asal program studi responden.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 5.4 diatas, diketahui
distribusi dosen yang menjadi responden sebagian besar berasal dari program
studi pendidikan dokter yaitu 48.0%, sedangkan paling sedikit berasal dari
program studi kesehatan masyarakat yaitu 14.0%.
B. Beban Kerja
Gambaran distribusi berdasarkan beban kerja responden diperoleh
hasil yang disajikan pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Beban Kerja pada Dosen di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Beban Kerja Overload 26 52.0
Underload 24 48.0
Variabel beban kerja diukur untuk mengetahui beban kerja yang
diterima responden overload atau underload. Hasil ukur beban kerja
88
diperoleh melalui pertanyaan jenis pekerjaan responden, tuntutan tugas
responden, serta tridharma perguruan tinggi yang dilakukan responden.
Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.5 diatas, diketahui bahwa
distribusi responden sebagian besar memiliki beban kerja berat yaitu 52.0%.
C. Rutinitas Kerja
Gambaran distribusi berdasarkan rutinitas kerja responden diperoleh
hasil yang disajikan pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Responden Menurut Rutinitas Kerja pada Dosen
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Rutinitas Kerja Membosankan 21 42.0
Tidak Membosankan 29 58.0
Variabel rutinitas diukur untuk mengetahui apakah rutinitas kerja
yang dilakukan reponden membosankan atau tidak membosankan. Variabel
rutinitas kerja diukur melalui pertanyaan yang jawabannya dikelompokan
menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 1.00. Berdasarkan kategori
tersebut seperti pada tabel 5.6, diketahui bahwa distribusi responden sebagian
besar menyatakan rutinitas kerja membosankan yaitu 58.0%.
D. Struktur dan Iklim Organisasi
Gambaran distribusi struktur dan iklim organisasi responden
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.7.
89
Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Struktur dan Iklim Organisasi pada Dosen
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Struktur dan Iklim
Organisasi
Tidak Mendukung 18 36.0
Mendukung 32 64.0
Variabel struktur dan iklim organisasi diukur untuk mengetahui
apakah struktur dan iklim organisasi tempat responden mengajar mendukung
atau tidak mendukung. Variabel struktur dan iklim organisasi diukur melalui
pertanyaan yang jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan
nilai median yaitu 4.00. Berdasarkan kategori yang seperti tabel 5.7 diatas,
diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan struktur
dan iklim organisasi mendukung yaitu 64.0%.
E. Peran dalam Organisasi
Gambaran distribusi berdasarkan peran dalam organisasi responden
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.8
Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi pada Dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Peran dalam Organisasi Tidak Berperan 22 44.0
Berperan 28 56.0
Variabel peran dalam organisasi diukur untuk mengetahui apakah
responden berperan atau tidak berperan dalam organisasi tempat responden
bekerja. Variabel peran dalam organisasi diukur melalui pertanyaan tentang
keterlibatan responden dalam rapat dan pengambilan keputusan. Kemudian
jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu
90
3.00. Berdasarkan kategori seperti pada tabel 5.8 diatas, diketahui bahwa
distribusi responden sebagian besar menyatakan berperan dalam organisasi
yaitu 56.0%.
F. Pengembangan Karir
Gambaran distribusi berdasarkan pengembangan karir responden
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.9
Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir pada Dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Pengembangan Karir Tidak Puas 25 50.0
Puas 25 50.0
Variabel pengembangan karir diukur untuk mengetahui apakah
responden merasa pengembangan karir yang ada telah memuaskan atau tidak
memuaskan. Variabel pengembangan karir diukur melalui pertanyaan tentang
sistem promosi dosen dan kesempatan memperoleh pendidikan. Kemudian
jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu
1.50. Berdasarkan kategori tersebut seperti pada tabel 5.9, diketahui bahwa
distribusi responden menyatakan baik pengembangan karir yang ada
memuaskan serta tidak memuaskan sama besar yaitu masing – masing 50%.
G. Gaji
Gambaran distribusi berdasarkan gaji responden diperoleh hasil yang
disajikan pada tabel 5.10.
91
Tabel 5.10
Distribusi Responden Menurut Gaji pada Dosen di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Gaji Tidak Sesuai 40 80.0
Sesuai 10 20.0
Variabel gaji diukur untuk mengetahui apakah gaji yang diterima
responden telah sesuai atau tidak sesuai dengan beban kerja yang dilakukan
responden. Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.10, diketahui
bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan gaji yang diterima
tidak sesuai yaitu 80.0%.
5.1.4.Lingkungan Kerja
A. Lingkungan Kerja Fisik
Gambaran distribusi berdasarkan lingkungan kerja fisik responden
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.11
Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik pada Dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Lingkungan Kerja Fisik Tidak Baik 12 24.0
Baik 38 76.0
Variabel lingkungan kerja fisik diukur untuk mengetahui apakah
lingkungan kerja fisik tempat responden bekerja telah baik atau tidak baik.
Variabel lingkungan kerja fisik diukur melalui pertanyaan yang jawabannya
dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 6.00.
Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.11, diketahui bahwa
92
distribusi responden sebagian besar menyatakan lingkungan kerja fisik baik
yaitu 76.0%.
B. Lingkungan Kerja Sosial
Gambaran distribusi berdasarkan lingkungan kerja sosial responden
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.12.
Tabel 5.12
Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja pada Dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah %
Lingkungan Kerja Sosial Tidak Baik 22 44.0
Baik 28 56.0
Variabel lingkungan kerja sosial diukur untuk mengetahui apakah
lingkungan kerja sosial tempat responden bekerja telah baik atau tidak baik.
Variabel lingkungan kerja sosial diukur melalui pertanyaan yang jawabannya
dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 10.00.
Berdasarkan kategori tersebut (tabel 5.12), diketahui bahwa distribusi
responden sebagian besar menyatakan lingkungan kerja sosial baik yaitu
56.0%.
5.2. Analisis Bivariat
5.1.1. Gambaran Hubungan Usia dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara usia dengan stres kerja pada dosen di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.13.
93
Tabel 5.13
Distribusi Responden Menurut Usia dengan Stres kerja pada Dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Stres kerja n Mean Std. Deviasi p value
Usia Stres 14 34.93 5.385 0.363
Tidak stres 36 36.42 5.045
Berdasarkan hasil analisis bivariat seperti pada tabel 5.13, antara
hubungan usia dengan stres kerja, diketahui bahwa rata – rata usia responden
yang tidak mengalami stres kerja adalah 36,42 dengan standar deviasi 5,385.
Sedangkan rata–rata usia responden yang mengalami stres kerja adalah 34,93
dengan standar deviasi 5,045. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Independent T-Test, diperoleh p value sebesar 0,363 (p
value>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak,
jadi tidak ada hubungan antara usia dengan stres kerja.
5.1.2.Gambaran Hubungan Masa Kerja dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.14.
Tabel 5.14
Distribusi Responden Menurut Masa Kerja dengan Stres kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Masa Kerja
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
<5 tahun 10 45.5 12 54.5 22 100
0.034 ≥5 tahun 4 14.3 24 85.7 28 100
Total 14 28 36 72 50 100
94
Pada tabel 5.14, berdasarkan hasil analisis hubungan antara masa kerja
dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 22 responden yang memiliki masa
kerja < 5 tahun sebanyak 45,5% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji
statistik dengan menggunakan chi square, diperoleh p value sebesar 0,034 (p
value<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima,
jadi ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja.
5.1.3.Gambaran Hubungan Asal Program Studi dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara asal program studi dengan stres kerja pada
dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.15.
Tabel 5.15
Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi dengan Stres kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Asal Program
Studi
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Pend. Dokter 6 25.0 18 75.0 24 100
0.286
Kesehatan
Masayarakat 2 28.6 5 71.4 7 100
Ilmu
Keperawatan 5 50.0 5 50.0 10 100
Farmasi 1 11.1 8 88.9 9 100
Total 14 28 36 72 50 100
Seperti pada tabel 5.15, berdasarkan hasil analisis hubungan antara asal
program studi dengan stres kerja diketahui bahwa responden yang berasal dari
program studi pendidikan dokter lebih banyak tidak mengalami stres kerja
sebanyak 75.0% responden yang berasal dari program studi kesehatan
masyarakat lebih banyak tidak mengalami stres kerja sebanyak 71.4%,
95
responden yang berasal dari program studi ilmu keperawatan baik yang
mengalami stres kerja maupun yang tidak mengalami stres kerja sama
banyaknya yaitu 50%, responden yang berasal dari program studi farmasi lebih
banyak tidak mengalami stres kerja sebanyak 88.9%. Berdasarkan hasil uji
statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0,286 (p
value>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak,
jadi tidak ada hubungan antara asal program studi dengan stres kerja.
5.1.4. Gambaran Hubungan Beban Kerja dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.16
Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dengan Stres kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Beban Kerja
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Overload 13 40.6 19 59.4 32 100
0.020 Underload 1 5.6 17 94.4 18 100
Total 14 28 36 72 50 100
Berdasarkan hasil analisis bivariat seperti pada tabel 5.16, antara
hubungan beban kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 32 responden
yang memiliki beban kerja overload sebanyak 40,6% mengalami stres kerja.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p
value sebesar 0,020 (p value <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
96
hipotesis penelitian diterima, jadi ada hubungan antara beban kerja dengan
stres kerja.
5.1.5.Gambaran Hubungan Rutinitas Kerja dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja pada dosen
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.17
Distribusi Responden Menurut Rutinitas dengan Stres kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara rutinitas kerja dengan stres
kerja (tabel 5.17), diketahui bahwa dari 21 responden yang memiliki rutinitas
kerja membosankan sebanyak 42,9% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil
uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0,095 (p
value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak,
jadi tidak ada hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja.
5.1.6.Gambaran Hubungan Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres
kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel
5.18.
Rutinitas Kerja
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Membosankan 9 42.9 12 57.1 21 100
0.095 Tidak
Membosankan 5 17.2 24 82.8 29 100
Total 14 28.0 36 72.0 50 100
97
Tabel 5.18
Distribusi Responden Menurut Struktur dan Iklim Organisasi dengan
Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Struktur dan Iklim
Organisasi
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Tidak Mendukung 8 44.4 10 55.6 18 100
0.106 Mendukung 6 18.8 26 81.2 32 100
Total 14 28.0 36 72.0 50 100
Pada tabel 5.18, berdasarkan hasil analisis hubungan antara struktur dan
iklim organisasi dengan stres kerja diketahui bahwa dari 18 responden yang
memiliki struktur dan iklim organisasi yang tidak mendukung sebanyak 44,4%
mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi
square diperoleh p value sebesar 0,106 (p value >0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara
struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
5.1.7.Gambaran Hubungan Peran dalam Organisasi dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja
pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel
5.19.
98
Tabel 5.19
Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi dengan Stres
kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Peran dalam
Organisasi
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Tidak
Berperan 6 27.3 16 72.7 22 100
1.000 Berperan 8 28.6 20 71.4 28 100
Total 14 28.0 36 72.0 50 100
Berdasarkan hasil analisis bivariat seperti pada tabel 5.19, antara
hubungan peran dalam organisasi dengan stres kerja diketahui bahwa dari 22
responden yang tidak berperan dalam organisasi sebanyak 27,3% mengalami
stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square
diperoleh p value sebesar 1.000 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara peran dalam
organisasi dengan stres kerja.
5.1.8.Gambaran Hubungan Pengembangan Karir dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja pada
dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.20.
Tabel 5.20
Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir dengan Stres kerja
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Pengembangan
Karir
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Tidak Memuaskan 9 36.0 16 64.0 25 100
0.345 Memuaskan 5 20.0 20 80.0 25 100
Total 14 28.0 36 72.0 50 100
99
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengembangan karir dengan
stres kerja (tabel 5.20), diketahui bahwa dari 25 responden yang memiliki
pengembangan karir yang tidak memuaskan sebanyak 36,0% mengalami stres
kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh
p value sebesar 0.345 (p value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara pengembangan
karir dengan stres kerja.
5.1.9. Gambaran Hubungan Gaji dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara gaji dengan stres kerja pada dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.21.
Tabel 5.21
Distribusi Responden Menurut Gaji dengan Stres kerja
Pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Gaji
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Tidak
Sesuai 14 35.0 26 65.0 40 100
0.045 Sesuai 0 0.0 10 100 10 100
Total 14 28.0 36 72.0 50 100
Berdasarkan hasil analisis seperti pada tabel 5.21, antara hubungan
gaji dengan stres kerja diketahui bahwa dari 40 responden yang memiliki gaji
yang tidak sesuai sebanyak 35,0% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil
uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.045
(p value <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
diterima, jadi ada hubungan antara gaji dengan stres kerja.
100
5.1.10. Gambaran Hubungan Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja
pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 5.22
Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres
kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Lingkungan
Kerja Fisik
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Tidak Baik 6 50.0 6 50.0 12 100
0.071 Baik 8 21.1 30 78.9 38 100
Total 14 28.0 36 72.0 50 100
Pada tabel 5.22, berdasarkan hasil analisis hubungan antara
lingkungan kerja fisik dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 12 responden
yang memiliki lingkungan kerja fisik yang tidak baik sebanyak 50,0%
mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan
chi square diperoleh p value sebesar 0.071 (p value >0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan
antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja.
5.1.11. Gambaran Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres kerja
Analisis hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja
pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel
5.23.
101
Tabel 5.23
Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres
kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Lingkungan
Kerja Sosial
Stres Kerja
p value Stres Tidak stres Total
n % n % n %
Tidak Baik 9 40.9 13 59.1 22 100
0.138 Baik 5 17.9 23 82.1 28 100
Total 14 28.0 36 72.0 50 100
Seperti pada tabel 5.23, berdasarkan hasil analisis hubungan antara
lingkungan kerja sosial dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 22
responden yang memiliki lingkungan kerja sosial yang tidak baik sebanyak
40,9% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.138 (p value >0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada
hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja.
102
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian, keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu :
1. Pertanyaan dalam kuesioner yang banyak membuat responden timbul perasaan
malas untuk menjawab.
2. Stres kerja sebagai pusat pengamatan bukan hal yang bersifat menetap,
sehingga hasil pengukuran yang dilakukan pada saat pengambilan data
bukanlah merupakan hasil yang berlangsung seterusnya, dan hal ini hanya
berlaku pada institusi dimana penelitian ini dilakukan.
3. Persepsi responden yang berbeda – beda terhadap gaji yang diteliti pada
penelitian ini.
6.2. Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiap jenis pekerjaan apapun pasti berhadapan dengan berbagai faktor
yang dapat menimbulkan stres, begitu juga dengan pekerjaan belajar mengajar
seperti dosen. Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Lingkungan pekerjaan
berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi
103
pekerjaan yang dipersepsikan pekerja sebagai tuntutan dan dapat menimbulkan
stres kerja (Widyasari, 2007).
Stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan, dan tanggapan dari setiap
individu dalam menghadapainya yang berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut,
orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan
ketegangan pada emosi, proses berfikir dan perubahan kondisi fisik individu.
Sebagai hasil dari adanya stres kerja pekerja mengalami beberapa gejala stres yang
dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah dan agresif,
emosi yang tidak stabil, sikap yang tidak mau bekerja sama, perasaan yang tidak
mampu terlibat, dan kesulitan masalah tidur (Agungpia, 2008).
Pada dasarnya stres kerja merupakan sumber tantangan dan inspirasi dalam
bekerja, karena pada tingkat tertentu akan meningkatkan usahanya untuk
mengontrol atau mengurangi stres yang ada. Pekerja yang tidak mampu mengatasi
stres dan tidak dapat beradaptasi terhadap masalah yang ada dalam pekerjaan dan
lingkungannya maka dapat menjadi beban kerja yang bisa mempengaruhi respon
tubuh (La Dou, 1994).
Cooper (1987) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab stres kerja
adalah pemahaman pekerja terhadap kondisi lingkungan kerja dimana pekerja
tersebut bekerja. Kondisi pekerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab pekerja
mudah sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi, merasa jengkel, menunda pekerjaan
dan menurunnya produktivitas kerja. Pada tingkat yang lebih berat, orang bisa
depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Berdasarkan hasil penelitian
yang terdapat pada tabel 5.1 diketahui bahwa dosen di Fakultas Kedokteran dan
104
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 yang menjadi
responden dalam penelitian ini yang mengalami stres kerja yaitu 28.0%.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rustiana dan Cahyati (2012) yang menyatakan bahwa gambaran mengenai stres
kerja pada dosen di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai stres kerja sedang yaitu
23 responden (76 %).
Diketahui dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ada yang mengalami stres kerja, maka apabila tidak ditangani
secara serius oleh pihak institusi maka akan berdampak negatif dan merugikan
bagi dosen dan institusi. Sebab pekerjaan dosen yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran,
membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta
melakukan pengabdian kepada masyarakat. Semua pekerjaan dosen mempunyai
tanggung jawab yang tidak sedikit. Seperti yang dikemukakan oleh Harrianto
(2005) bahwa semua pekerjaan menanggung beban tangung jawab, masalah-
masalah, tuntutan-tuntutan, kesulitan-kesulitan dan tekanan-tekanan yang
mencetuskan timbulnya stres pada individu seorang pekerja. Pada akhirnya bila
stres berkepanjangan akan menghasilkan respon tubuh dalam bentuk gangguan faal
tubuh, gangguan emosional dan perubahan tingkah laku serta menurunnya
produktivitas kerja.
105
Berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai variabel yang menjadi
faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.3. Hubungan antara Usia dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Stres dapat dialami oleh semua kelompok umur, baik anak – anak, remaja,
dewasa, maupun lanjut usia. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Newport
dan Pelham (2009) pada 650.000 penduduk Amerika, menunjukkan bahwa
kejadian stres meningkat ketika seseorang menginjak umur 20 tahun dan akan
mengalami penurunan ketika seseorang memasuki usia lanjut. Umur berhubungan
dengan tingkat pemahaman seseorang terhadap pemikiran yang matang. Epistein
(1998) mengungkapkan bahwa kematangan (maturity) individu akan terbentuk
seiring dengan bertambahnya umur. Bertambahnya umur membuat pengalaman
yang didapat oleh individu semakin bertambah sehingga mereka memiliki
kesempatan blajar lebih banyak. Individu akan menjadi lebih tahu apa yang mereka
harapkan dalam kehidupan dan apa yang harus dilakukan jika ada hal – hal yang
mengganggu. Banyaknya pengalaman hidup yang didapat akan membuat
seseorang mampu mengidentifikasi dan menghadapi hal – hal yang tidak terduga
(Ryadi, 2002).
Menurut Robbins yang dikutip Herawati (2006) bahwa kelompok usia 35 –
45 tahun merupakan kelompok umur produktif yang mempunyai karaktristik
energik, kompetitif, dan berorientasi tujuan. Karakteristik seperti ini berpotensi
106
menimbulkan stres apalagi jika mereka berperan sebagai ujung tombak
perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata – rata usia dosen di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah
36 tahun dengan usia termuda 25 tahun dan tertua 51 tahun (tabel 5.2). Sedangkan
hasil analisis hubungan antara usia dengan stres kerja, diketahui bahwa usia
responden yang mengalami stres kerja lebih muda dibandingkan dengan usia
responden yang tidak mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan Independent T-Test diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia
dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2009) yang
dilakukan pada pekerja di PT ISM Bogasari Flour Mills, Tbk Tahun 2009 dengan
nilai p value 0,451 dan Prastetyo (2008) pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan
Puncak – Cianjur Tahun 2008. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian Hidayat (2011) yang menunjukkan adanya hubungan antara usia
dengan stres kerja pada pengemudi mini bus di Terminal Kampung Rambutan
Jakarta.
Menurut European Commision for Employment and Social Affair (1999)
dalam Hidayat (2012), pada usia 20–29 tahun individu berusaha untuk
menempatkan diri pada lingkungan sosial yang berubah dengan cepat, adanya
konflik, kebimbangan, dan nilai sosial, individu pada usia ini juga mulai memasuki
masa bekerja secara formal dan tentulah mereka mempunyai harapan – harapan
yang besar di dalam karirnya, namun apabila dirasakan ketidaksesuaiaan dengan
107
kondisi pekerjaan yang dimilikinya saat ini, maka individu akan merasa tidak puas
dan cenderung mengalami stres kerja.
Meskipun untuk variabel usia tidak memiliki hubungan dengan stres kerja,
tetapi untuk dapat meminimalisir terjadinya stres kerja maka yang dapat dilakukan
oleh institusi adalah olahraga bersama yang dijadwalkan rutin. Selain untuk
menjadikan tubuh sehat olahraga bersama ini juga diharapkan dapat menjadikan
hubungan interpersonal antar dosen semakin baik, sehingga risiko untuk stres kerja
dapat berkurang.
6.4. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurut Cooper dalam Munandar (2001) yang mengatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah masa kerja, baik masa kerja
yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu terjadinya stres dan diperberat
dengan adanya beban kerja yang besar.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi responden sebagian besar
memiliki masa kerja ≥ 5 tahun yaitu sebanyak 56%. Sedangkan berdasarkan hasil
analisis hubungan antara masa kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa dari
responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki masa kerja < 5 tahun
dibandingkan yang memiliki masa kerja ≥ 5 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik
dengan menggunakan chi square diketahui bahwa ada hubungan antara masa kerja
dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gautama
108
(2008) diketahui ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dengan p
value 0,000.
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti
(2009) yang menyatakan tidak ada hubungan masa kerja dengan stres kerja pada
pekerja di Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tahun 2009, dengan
nilai p value 0,795.
Sebagian besar dosen yang mengalami stres kerja adalah yang bekerja <5
tahun dapat dikarenakan dosen tersebut belum bisa beradaptasi dengan perubahan–
perubahan yang ada. Selain itu minimnya pengalaman mengajar dan menghadapi
berbagai karakter mahasiswa serta ditambah dengan beban kerja yang besar maka
mengakibatkan mereka mengalami stres kerja.
Pekerja yang telah bekerja diatas 5 tahun biasanya memiliki tingkat
kejenuhan yang lebih daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya
tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja (Munandar,
2001). Namun menurut Wantoro (1999) mengatakan bahwa pekerja dengan masa
kerja yang lebih lama, lebih mempunyai pengalaman yang luas, kematangan
berfikir dan bersikap, sehingga dapat bertindak lebih bijaksana. Begitu pun dosen
yang memiliki masa kerja yang > 5 tahun, lebih sedikit yang mengalami stres kerja
berat dikarenakan mereka sudah bisa beradaptasi dengan berbagai hal yang ada.
Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres kerja
yang dialami dosen adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman,
membina hubungan interpersonal antar dosen yang masa kerjanya sebentar
ataupun yang lama agar semakin baik lagi, serta menciptakan forum tukar
109
pendapat antar dosen yang masa kerjanya sebentar dan yang lama agar dapat
berbagi pengalaman mengajar sehingga dosen yang masa kerjanya sebentar tidak
akan tertekan dengan kondisi yang ada dan terhindar dari stres yang lebih tinggi.
6.5. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Stres Kerja pada Dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Divisi merupakan organ/lembaga/unit yang melaksanakan hukum dengan
tujuan utamanya yaitu pencapaian sesuai dengan keahliannya (Koeswadji, 2002).
Divisi pada suatu pekerjaan akan mengakibatkan perbedaan tingkat stres karena
adanya perbedaan tanggung jawab dan beban kerja. Divisi pada suatu institusi
pendidikan seperti fakultas dapat dikenal dengan istilah jurusan/program studi.
Jurusan dapat diartikan sebagai unit pelaksana akademik yang melaksanakan
pendidikan dalam satu cabang ilmu pengetahuan. Masing – masing jurusan
memiliki karakteristik yang berbeda – beda sesuai dengan bidang keilmuannya.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi dosen yang menjadi
responden sebagian besar berada pada program studi pendidikan dokter yaitu
sebanyak 48.0%, sedangkan paling sedikit berada pada program studi kesehatan
masyarakat yaitu sebanyak 14.0%. Hal ini dikarenakan populasi dosen yang
bekerja di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan paling banyak terdapat di
program studi pendidikan dokter.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara program studi
dengan stres kerja diketahui bahwa responden yang paling sedikit tidak mengalami
stres kerja adalah responden yang berasal dari program studi ilmu keperawatan
110
yaitu sebanyak 50.0%. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi
square diperoleh diketahui bahwa tidak ada hubungan antara asal program studi
dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sayiner (2006), yang diketahui tidak adanya hubungan antara jenis
jurusan dengan tingkat stres.
Namun menurut hasil penelitian Nordin, dkk (2009), diketahui ada
perbedaan yang signifikan antara kesehatan mental dengan jenis jurusan yang
diambil oleh mahasiswa. Hal ini diperkirakan adanya perbedaan materi dan sifat
pembelajaran pada tiap jurusan.
Program studi adalah unsur pelaksana akademik yang menyelenggarakan
dan mengelola jenis pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam sebagian
atau satu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga tertentu (PP
Nomor 17 Tahun 2010).
Tidak adanya hubungan antara program studi tempat dosen bekerja dengan
tingkat stres yang dialami dikarenakan pada masing – masing program studi
sebagian besar dosen mengalami stres kerja ringan. Hal ini dikarenakan dosen
yang mengajar pada masing – masing program studi pasti telah memiliki
kemampuan dan kapasitas yang sesuai dengan bidang keilmuannya yang telah
ditentukan program studinya. Oleh karena itu dosen tidak akan merasa terbebani
untuk mengajar.
Meskipun tidak ada hubungan antara program studi dengan stres kerja,
tetap saja diharapkan kepada institusi untuk memperhatikan kebutuhan dosen agar
111
yang mengalami stres kerja tidak semakin bertambah dan semakin tinggi stres
kerjanya.
6.6. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beban kerja dari segi kualitas yaitu, berat atau ringannya pekerjaan yang
dirasakan pekerja, maupun dari segi kuantitas yaitu, lebih banyak atau sedikitnya
pekerjaan yang dilakukan, mempengaruhi tingkat stres seseorang. Pekerja yang
mendapatkan porsi pekerjaan terlalu sedikit atau ringan, dibandingkan pekerja lain
akan menyebabkan pekerja tersebut kurang memiliki tantangan terhadap
kemampuannya, maupun terhadap kepuasan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Sebaliknya pekerja dengan beban kerja yang berlebihan baik dari segi aspek
jumlah atau tingkat kesulitan dalam pekerjaan tersebut akan membebani
kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan (Munandar, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden
sebagian besar memiliki beban kerja berat yaitu 52.0%. Sedangkan berdasarkan
hasil analisis hubungan antara beban kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa
responden yang mengalami stres kerja memiliki lebih banyak beban kerja overload
dibandingkan responden yang memiliki beban kerja underload. Berdasarkan hasil
uji statistik dengan menggunakan chi square diketahui bahwa ada hubungan antara
beban kerja dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Novayanti (2012) yang
menyatakan adanya hubungan antara beban kerja dengan stres kerja dimana nilai p
112
value 0.0001 serta hasil penelitian Rahmaniaty (2010) yang menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja dengan p value
0.011. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Herawati
(2006) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja
dengan stres kerja dimana nilai p value 0.356.
Beban kerja yang berlebihan seperti yang dikutip Mulyana (2009) bisa
meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani (kelas padat misalnya),
tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan
pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan
individu.
Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan teori Hurrell dkk yang
mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah beban
kerja (Munandar, 2001). Dimana semakin berat beban kerja sehingga melampaui
kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja bahkan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pekerja (Tarwaka, et al, 2010).
Adanya hubungan antara beban kerja dengan stres kerja karena tidak
seimbangnya task demand dengan worker capasity yang dalam hal ini tidak
seimbangnya antara tuntutan pekerjaan dengan kapasitas yang dimiliki seorang
dosen sehingga menimbulkan overstress. Dosen dalam melakukan pekerjaannya
seringkali terjadi tumpang tindih antara kewajibannya. Tidak jarang seorang dosen
memikul beberapa job description yang tentunya melebihi kapasitas yang dimiliki
seorang dosen tersebut.
113
Beban kerja dosen seperti yang tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2005,
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan
evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian,
melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Beban kerja sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit
semester. Sedangkan yang terjadi masih ada dosen yang mendapat beban kerja
yang hanya mengajar telah melebihi 12 sks.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres kerja yang dialami
seorang dosen adalah dengan menyesuaikan beban kerja yang diterima seorang
dosen baik itu beban kerja fisik maupun mental dengan kemampuan atau kapasitas
yang dimiliki oleh dosen tersebut.
6.7. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Kahn dalam Lelyana (2003) bahwa pekerjaan yang rutin yang
dilakukan berulang-ulang dapat menimbulkan kejenuhan karena sifatnya monoton.
Kemudian Cooper (1987) juga menambahkan bahwa rutinitas yang berulang-ulang
dapat mempengaruhi terjadinya stres kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden
sebagian besar menyatakan rutinitas kerja membosankan yaitu 58.0%. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja,
diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki
rutinitas kerja yang membosankan dibandingkan dengan responden yang memiliki
114
rutinitas kerja tidak membosankan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan antara rutinitas
dengan stres kerja.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Herawati (2006), yang didapatkan p
value antara hubungan rutinitas dengan stres kerja adalah 0.138. Selain itu hasil
penelitian Rahmaniaty (2010) juga menyatakan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara rutinitas dengan stres kerja dimana nilai p value 0.238. Namun
hasil penelitian Nugrahani (2008) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara rutinitas kerja dengan stres kerja.
Tidak adanya hubungan antara rutinitas dengan stres kerja dikarenakan
sebagian besar dosen sudah terbiasa menghadapi pekerjaan yang berulang-ulang
dan monoton. Meskipun menurut Munandar (2001) rutinitas kerja yang terlaku
monoton menimbulkan kebosanan, disertai dengan lingkungan kerja yang sangat
terbatas membuat pekerja menjadi jenuh. Namun hal ini dikarenakan dosen
mengajar sehari – harinya pada kelas yang berbeda. Dalam kegiatan belajar
mengajar dosen bertemu pada mahasiswa yang berbeda–beda karakteristiknya. Hal
ini menjadikan dosen merasa bahwa kegiatan belajar mengajar itu membosankan
namun karena mengajar pada kelas yang berbeda, cara belajar mengajar yang
berbeda, maka hal ini dapat dirasakan tidak membosankan. Selain itu menurut
Anoraga (1998) bahwa motivasi merupakan faktor yang dapat menetralisir
kejenuhan. Seseorang yang bermotivasi tinggi akan kurang rasa kebosanannya
dibandingkan orang lain yang bermotivasi rendah. Begitu pula dengan motivasi
115
seorang dosen yang mempunyai tujuan mulia yaitu mecerdaskan anak bangsa
sehingga sebaik mungkin akan memberikan pembelajaran yang optimal.
Untuk mengurangi perasaan membosankan diantara beberapa orang dosen,
sebaiknya dosen tersebut membuat program inovasi dalam rangka meminimalkan
rutinitas kerja yang dialami, misalnya dengan membuat kelas belajar mengajar
dengan suasana baru contohnya mengubah susunan kursi mahasiswa, belajar
dialam terbuka, sistem diskusi baik panel maupun terbuka, kuis, dan lain –lain.
6.8. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja pada
Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung
karyawan biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja, yang
akhirnya dapat menyebabkan stres (Cooper, 1987 dalam Munandar 2001).
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian
besar menyatakan struktur dan iklim organisasi mendukung yaitu 64.0%.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara struktur dan iklim
organisasi dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres
kerja memiliki struktur dan iklim organisasi lebih banyak tidak mendukung
dibandingkan dengan responden yang memiliki struktur dan iklim organisasi yang
mendukung. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square,
diketahui bahwa tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan
stres kerja.
116
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2009) yang
menyatakan tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres
kerja dengan nilai p value 0,166. Selain itu hasil penelitian Nugroho (2004)
diketahui bahwa tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan
stres kerja. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri
(1998) yang menyatakan terdapat hubungan antara struktur dan iklim organisasi
dengan stres kerja.
Iklim organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
stres kerja, kebijakan dan manajemen perusahaan yang terlalu ketat, sanksi yang
memberatkan, merupakan hal yang menyebabkan ketegangan pekerja (Wantoro,
1999). Pada dasarnya peraturan dibuat untuk menciptakan kondisi kerja yang
tertib, namun sering kali dipersepsikan sebagai suatu hal yang memberatkan
karena dirasakan mengekang kebebasan seseorang.
Iklim dan struktur organisasi tidak terbukti memiliki hubungan antara
dengan stres kerja dikarenakan sebagian besar baik dosen menyatakan bahwa iklim
dan struktur organisasi yang berupa peraturan organisasi mendukung mereka
dalam melaksakan pekerjaan sehari – hari. Hal ini dapat dikarenakan peraturan
yang ada bersifat fleksibel dan dapat diubah disesuaikan dengan kebutuhan
institusi pada saat itu, serta dosen mendapat dukungan untuk mengembangkan
kreatifitasnya.
117
6.9. Hubungan antara Peran dalam Organisasi dengan Stres Kerja pada Dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi,
artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan
sesuai dengan aturan – aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh
atasannya. Seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi
tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres (Munandar, 2001). Menurut
Cooper dan Davidson (1987) dalam Kalimo et.al (1987), faktor peran dalam
organisasi pada suatu pekerjaan merupakan sumber utama stres kerja. Stres dapat
terjadi karena adanya ambiguitas peran dan konflik peran.
Berdasarkan hasil univariat, diketahui bahwa distribusi responden sebagian
besar menyatakan berperan dalam organisasi yaitu 56.0%. Sedangkan berdasarkan
hasil analisis hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja, diketahui
bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak berperan dalam
organisasi dibandingkan dengan responden yang tidak berperan dalam organisasi.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa
tidak ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja.
Hal ini dapat dikarenakan meskipun responden berperan dalam organisasi
serta diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan rapat, namun kemungkinan
pendapat yang dikemukakan oleh responden tidak didengar dan diterapkan di
program studi. Sehingga hasil keputusan rapat tidak sesuai dengan keinginan
118
responden. Jadi ada rasa keterpaksaan pada responden untuk menjalani hasil
keputusan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmaniaty (2010) yang
menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peran dalam organisasi
dengan stres kerja dimana nilai p value 0.088. Selain itu hasil penelitian
Airmayanti (2009) juga menyatakan tidak adanya hubungan antara peranan dalam
organisasi dengan stres kerja pada pekerja dengan nilai p value 1.000.
Tidak adanya hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja
dikarenakan sebagian besar responden menyatakan mereka berperan baik dalam
rapat maupun pengambilan keputusan. Karena seperti yang dikemukakan oleh
Margiati (1999), jika tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan di kantor, maka hal ini akan berkaitan dengan kewenangan seseorang
dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja
ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab
dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak
dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
Cooper dan Marshal (1978) dalam Munandar (2001) juga menambahkan,
mereka yang bekerja pada batas – batas organisasi akan lebih merasakan konflik
peran sebagai pembangkit stres. Karyawan yang merasa stres akibat peran dalam
organisasi kemungkinan akan mengalami kegagalan dalam memainkan perannya.
Kurang berfungsinya peran merupakan salah satu faktor pembangkit stres kerja.
Diharapkan institusi dapat meningkatkan komunikasi yang efektif serta
meningkatkan partisipasi karyawan dalam upaya meningkatkan peran organisasi.
119
Selain itu diharapkan kepada dosen, jika ada undangan rapat yang menyangkut
pengembangan karir maupun kewenangan pekerjaanya diharapkan hadir dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini dimaksudkan agar dosen
tidak tertekan dengan hasil keputusan yang ada sehingga dapat mengakibatkan
stres kerja.
6.10. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Stres Kerja pada Dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Everly dan Girdano (Munandar, 2001) menyatakan adanya
promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya frustasi
pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over. Dengan promosi kerja,
mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga mencari
peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru. Promosi
sendiri dapat menjadi pemicu stres kerja pada pekerja apabila tidak dipersiapkan
untuk menerima pekerjaan yang dipromosikan, sehingga yang paling utama adalah
mempersiapkan diri untuk menerima jabatan baru jauh sebelum promosi. Robert
Veninga (1982) dalam Herawati (2006) mengemukakan, sistem reward dan
memberi kesempatan memperoleh pendidikan akan mengurangi stres kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden
menyatakan baik pengembangan karir yang ada memuaskan serta tidak
memuaskan sama besar yaitu masing – masing 50%. Sedangkan berdasarkan hasil
analisis hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja, diketahui bahwa
responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki pengembangan karir
120
yang tidak memuaskan, dibandingkan dengan responden yang memiliki
pengembangan karir yang memuaskan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan chi square, diketahi bahwa tidak ada hubungan antara
pengembangan karir dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Desy (2002) yang
menyatakan tidak adanya hubungan antara sistem promosi di tempat kerja dengan
stres kerja dimana nilai p value yang didapatkan sebesar 0,10. Selain itu menurut
hasil penelitian Airmayanti (2009) juga tidak ada hubungan antara pengembangan
karir dengan stres kerja dengan nilai p value 0,193.
Menurut Munandar (2001), pengembangan karir merupakan pembangkit
stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih,
promosi yang kurang, ketidakamanan dalam bekerja, ketakutan di keluarkan dari
pekerjaan karena tidak ada lagi pekerjaan yang akan dilakukan, pensiun terlalu
dini, frustasi terhadap apa yang telah dicapai oleh karir seseorang. Selain itu,
pengembangan karir karyawan terkait dengan pembangkit stres, diantaranya:
a. Kesempatan mendapat promosi kerja
b. Kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan menyalurkan ide
dan usul atau saran pada perusahaan
c. Kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan atau kursus di dalam atau
di luar perusahaan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja
d. Sistem reward, meliputi pemberian gaji, tunjangan dan penghargaan pada
karyawan berprestasi tidak dijalankan oleh perusahaan dengan baik.
121
Baik responden yang menyatakan puas terhadap pengembangan karir yang
ada maupun tidak, sama – sama mengalami stres ringan lebih banyak dibandingkan
stres berat. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan dosen yang mendapat
promosi bisa beradaptasi dengan keadaan yang ada. Selain itu dosen tidak
menjadikan promosi karir sebagai suatu penghambat untuk bekerja. Karena seperti
pendapat Wantoro (1999), jika pekerja merasa terhalang promosi kerjanya maka
hal itu merupakan salah satu penyakit karyawan.
Untuk mengurangi ketidakpuasan dalam pengembangan karir agar tidak
menjadikan stres ke tingkat yang lebih tinggi, sebaiknya institusi membagi rata
kesempatan dosen untuk mendapatkan promosi, kesempatan mengembangkan
bakat, serta memperoleh pendidikan tambahan, agar tidak ada rasa cemburu dan
rasa tidak adil antar dosen, yang jika ini terjadi berkepanjangan maka akan
menimbulkan stres bagi dosen yang merasa tidak puas dengan pengembangan karir
yang ada.
6.11. Hubungan antara Gaji dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Herzberg dalam Munandar (2001), orang yang menganggap
gajinya rendah, biasanya akan merasa tidak puas. Ketidakpuasan inilah yang
akhirnya dapat memicu munculnya stres kerja. Uang atau imbalan akan
mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika imbalan atau gaji disesuaikan
dengan tinggi prestasi kerjanya.
122
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian
besar menyatakan gaji yang diterima tidak sesuai yaitu 80.0%. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis hubungan antara gaji dengan stres kerja diketahui bahwa
responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki gaji yang tidak
sesuai, dibandingkan dengan responden yang memiliki gaji yang sesuai.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa
ada hubungan antara gaji dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nugrahani (2008) yang
menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara gaji dengan stres kerja. Hasil
penelitian Siswanti (2004) yang meneliti stres kerja pada karyawan PT. Pandu
Dayatama Patria, didapatkan hasil p value sebesar 0,023 serta hasil penelitian Bida
(1995) yang meneliti stres kerja pada karyawan Connoco dan Kontraktor di Pulau
Natuna menyatakan 46,6% responden menyatakan bahwa mereka tidak puas
terhadap gaji yang diterima sehingga menyebabkan stres kerja.
Menurut Cooper (1987) dalam Munandar (2001) bahwa salah satu
penyebab stres kerja pada pekerja adalah kepuasan terhadap gaji. Gaji sebagai
upah dalam bekerja merupakan hal yang penting bagi pekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila gaji yang diterima tidak mencukupi maka
akan menimbulkan berbagai masalah diantaranya adalah stres yang akan
berdampak pada gangguan kesehatan, keselamatan, dan produktivitas kerja yang
juga akan merugikan perusahaan.
Adanya hubungan antara gaji dengan stres kerja dosen, dikarenakan
sebagian besar dosen merasa bahwa gaji yang mereka terima belum sesuai dengan
123
beban kerja yang mereka lakukan serta sistem penggajian yang kurang
memuaskan. Sebaiknya institusi melakukan pengecekan dan penyesuaian gaji
terhadap beban kerja yang diterima dosen secara berkala, sehingga permasalahan
gaji yang tidak sesuai dengan beban kerja dapat diatasi.
6.12. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja pada Dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Munandar (2001), kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan
prestasi kerja yang optimal. Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi
kerja fisik memiliki dampak juga terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja
seseorang. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis
diri seseorang karyawan, sehingga kondisi fisik dapat pula menjadi stressor.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden
sebagian besar menyatakan lingkungan kerja fisik baik yaitu 76.0%. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres
kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak
memiliki lingkungan kerja fisik yang baik, dibandingkan dengan responden yang
memiliki lingkungan kerja fisik tidak baik. Hal ini dapat dikarenakan lingkungan
kerja fisik tidak terlalu mempengaruhi stres kerja pada responden. Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa tidak ada
hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmaniaty (2010) yang
menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara suasana lingkungan kerja
124
fisik dengan stres kerja dimana nilai p value 0.560. Namun bertolak belakang
dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Situngkir (2004) yang
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja dengan stres
kerja dimana nilai p value 0.004. Selain itu menurut penelitian Siswanti (2004)
yang dilakukan di PT. Pandu Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden
menyatakan bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 39%
menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil uji statistik
menyatakan p value sebesar 0,039 yang berati ada hubungan antara suhu panas
dengan stres kerja.
Tidak adanya hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja
dikarenakan sebagian besar dosen merasakan bahwa lingkungan kerja fisik tempat
mereka bekerja telah baik. Mereka tidak bekerja di tempat yang penerangannya
kurang, ada kebisingan, serta suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin. Jikapun
dosen bekerja pada kondisi lingkungan kerja fisik yang kurang baik, tetapi hal itu
tidak berlangsung sehari – hari dan dalam jangka waktu yang lama. Namun
meskipun tidak ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja
dosen, sebaiknya institusi melakukan pemantauan kondisi lingkungan kerja secara
berkala untuk mengetahui faktor risiko yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan pekerja.
125
6.13. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres Kerja pada Dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jika lingkungan kerja sosial baik maka akan menciptakan pola hubungan
interpersonal yang baik pula. Membina hubungan yang baik dengan rekan sekerja,
bawahan dalam hal ini mahasiswa, terutama atasan, merupakan hal yang penting
karena secara tidak langsung mempengaruhi kinerja, membantu terciptanya
suasana kerja yang kondusif dan membantu meringankan beban psikologis.
Menurut Cooper (1987), hubungan dan dukungan sosial yang kurang baik antara
atasan dengan bawahan dan rekan kerja dapat mempengaruhi suasana di tempat
kerja, karena dapat menimbulkan ketegangan sehingga dapat menimbulkan stres
kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden
sebagian besar menyatakan lingkungan kerja sosial baik yaitu 56.0%. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres
kerja diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak
memiliki lingkungan kerja sosial yang tidak baik, dibandingkan dengan responden
yang memiliki lingkungan kerja sosial. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan chi square, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara lingkungan
kerja sosial dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil peneitian Rahmaniaty (2010) yang
menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan interpersonal
dengan stres kerja dimana nilai p value 0.071. Hasil penelitian Siswanti (2004)
126
yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan
interpersonal dengan stres kerja dimana nilai p value 1.000.
Apabila pekerja merasa bahwa hubungan interpersonalnya tidak baik maka
akan menimbulkan ketegangan psikologis, misalnya dalam bentuk kepuasan kerja
yang rendah dan penurunan kondisi kesehatan (Wantoro, 1999).
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat yang
rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara
positif berhubungan dengan role ambiguity yang tinggi, yang mengarah ke
komunikasi antarpribadi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan ketegangan
psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari
kondisi kesehatan dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn
dkk, 1964 dalam Munandar, 2001).
Hubungan sosial yang menunjang (supportive) dengan rekan-rekan kerja,
atasan dan bawahan di pekerjaan, tidak akan menimbulkan tekanan-tekanan
antarpribadi yang berhubungan dengan persaingan. Kelekatan kelompok,
kepercayaan antarpribadi dan rasa senang dengan atasan, berhubungan dengan
penurunan dari stres pekerjaan dan kesehatan yang lebih baik. Perilaku yang
kurang menenggang rasa dari atasan yang ketat dan pemantauan unjuk-kerja yang
kaku dapat dirasakan sebagai penuh stres (Munandar, 2001).
Pada penelitian ini, lingkungan kerja sosial yang dirasakan responden
buruk lebih banyak mengalami stres kerja berat. Hal ini dapat dikarenakan karena
dosen yang mengalami konflik atau hubungan yang tidak baik tidak langsung
127
menyelesaikan permasalahan yang ada secepat mungkin sehingga menjadi pemicu
stres kerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
kerja sosial yang baik harus dilakukan institusi, misalnya bentuk kegiatan sosial
yang dilakukan bersama, meningkatkan komunikasi antar karyawan dengan baik,
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, menciptakan forum diskusi terbuka
tentang masalah konflik antar individu dosen yang terjadi, serta rekreasi yang
mempererat hubungan interpersonal agar rasa kekeluargaan yang tercipta semakin
erat.
128
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Dari 50 orang dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang menjadi
responden, dosen yang mengalami stres kerja sebanyak 14 orang (28.0%).
2. Rata – rata usia dosen adalah 36 tahun dengan usia tertua adalah 51 tahun dan
usia termuda adalah 25 tahun.
3. 56% dosen memiliki masa kerja ≥ 5 tahun.
4. 48.0% dosen berasal dari program studi pendidikan dokter, 14.0% berasal dari
program studi kesehatan masyarakat, 20% berasal dari program studi ilmu
keperawatan, dan 18% lainnya berasal dari program studi farmasi.
5. 52% dosen memiliki beban kerja overload.
6. 42% dosen merasa rutinitas kerja membosankan.
7. 36% dosen merasa struktur dan iklim organisasi tidak mendukung.
8. 44% dosen mengatakan tidak berperan dalam organisasi.
9. 50% dosen merasa pengembangan karir tidak memuaskan.
10. 80% dosen merasa gaji tidak sesuai.
11. 24% dosen merasa lingkungan kerja fisik tidak baik.
12. 44% dosen merasa lingkungan kerja sosial tidak baik.
13. Tidak ada hubungan antara usia dengan stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
129
14. Ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
15. Tidak ada hubungan antara asal program studi dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
16. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
17. Tidak ada hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
18. Tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja
pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013.
19. Tidak ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013.
20. Tidak ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja pada dosen
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.
21. Ada hubungan antara gaji dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
130
22. Tidak ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013.
23. Tidak ada hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja pada
dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013.
7.2. Saran
1. Kepada Dosen
a. Diharapkan agar tetap menjaga komunikasi yang baik, menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif, serta membangun rasa kekeluargaan
yang erat.
2. Kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
a. Diharapkan agar melakukan penyesuaian insentif terhadap beban kerja
yang diterima dosen. Serta diharapkan memberikan insentif secara tepat
waktu kepada dosen.
b. Diharapkan agar menyesuaikan beban kerja yang diterima seorang dosen
baik itu beban kerja fisik maupun mental dengan kemampuan atau
kapasitas yang dimiliki oleh dosen tersebut.
c. Diharapkan agar memberikan pekerjaan kepada dosen dengan
mempertimbangkan jenis pekerjaan lain yang harus diselesaikan dosen
tersebut serta dead line yang diberikan kepada dosen agar tidak terlalu
terburu – buru dalam menyelesaikan tugasnya.
131
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
a. Agar diharapkan mengikutsertakan variabel–variabel lain yang diduga
berhubungan dengan stres kerja yang tidak diteliti pada penelitian ini.
132
DAFTAR PUSTAKA
Adas, Agus Mochammad. 2006. Kajian Hubungan Faktor Risiko Psikososial Kerja
dengan Stres Kerja pada Pekerja Minyak dan Gas Bumi Lepas Pantai di
Pulau Pabelokan PT X Tahun 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Depok. Universitas Indonesia.
Agungpia, 2008. Stres Kerja (Pengertian dan Pengenalan). Diakses melalui
www.damandiri.or.id pada tanggal 6 Juli 2013.
Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Cetakan Ketiga. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Anugrah, Dewi. 2009. Tinjauan Persepsi Bahaya Psikososial Karyawan Departemen
Operational PT Repex Pondok Pinang Jakarta Selatan tahun 2009. Skripsi.
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Appelbaum, H Steven. 1981. Stres Management for Health Care Profesionals. An
Aspen Publication. London.
Archibong., Aniedi, I., Bassey, A.O. and E" om, D.O. 2010. Occupational Stress
Sources among University Academic State. European Journal of Educational
Studies.
Ardini, Witri. 2013. LPM dan FKIK Bahas Rubrik Pengaturan BKD. Diakses melalui
http://lpjm.uinjkt.ac.id/index.php?view=article&id=340:lpm-dan-fkik-bahas-
rubrik-pengaturan-bkd&format=pdf pada tanggal 24 Juli 2013.
Armayanti, Diah. 2009. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada
Pekerja Bagian Produksi PT. ISM Bogasari Flour Mills Tbk. Jakarta: Skripsi
UIN Syarif Hidayatullah.
Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Instrinsik dalam Pekerjaan dan Faktor Rumah
Tangga dengan Stres Kerja Karyawan Conoco dan Kontraktor di Block B
Kepulauan Natuna. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Depok.
Cooper, Cary dan Straw, Alison. 1995. Stres Management yang Sukses. Jakarta :
Kesain Blanc.
Cooper, C, L dan Davidson, M. 1987. Psychosocial Factor at Work and Their
Relation to Helath. Geneva : World Health Organization.
Desy, Vita Helia. 2002. Tingkat Stres dan Faktor – Faktor yang Berhubungan
dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Marketing Service PT Unilever
133
Indonesia. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Depok.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik, Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta. Rineka Cipta.
Dowell, Chad H & Tapp. Loren C. 2007. Evaluation of Heat Stress at a Glass Bottle
Manufacturer. Department of Health and Human Service. National Institude
for Occupational Safety and Health (NIOSH). Cincinnati, Ohio.
Epistein, Seymour. 1998. Contructive Thinking : The Key to Emotional Intellegence.
United States of America: Praegers Publisher.
Evayanti. 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD,
Jakarta Tahun 2002. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Depok.
Faulina. 2011. Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Produktivitas
Dosen di Politeknik Negeri Medan. Tesis FKM USU. Medan.
Gibson, J.L., dkk. 2006. Organiations: Behavior, Structure, Processes. 12th edition.
Boston:McGraw-HillIrwin.
Greenberg, J. S. 2002. Comprehensive Stress Management 7th. Ed. Washington DC.:
Mc GrawHill.
Greenberg, J. S..1999. Stress Management. Boston: Mc Graw Hill.
Handoko, T. Hani. 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia Edisi.2.
Yogyakarta : BPPE.
Handoyo, Seger. 2001. Stres pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media
Psikologi. Subaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Harrianto, Ridwan. 2005. Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanannya. Universal
Medicina.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : FKM UI.
Heerdjan, Soeharto. 1990. Stres sebagai Penghambat Produktivitas Kerja. Majalah
Hyperkes dan Keselamatan Kerja, Volume XXIII No.3, Juli-September
Herawati, Neny. 2006. Studi Stres Kerja para Dokter di Poliklinik PT X Tahun 2006.
Depok: Tesis FKM UI.
Hidayat, Firman. 2012. Tingkat Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karakteristik
Pekerja, Kondisi Pekerjaan dan Lingkungan Kerja pada pengemudi mini bus
di Terminal Kampung Rambutan Jakarta. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
134
ILO, 2000. Mental Health and Work, Impact, Issues and Good Practices diakses dari
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/ed_emp/ifp_skills/documents/publi
cation/wcms_108152.pdf tanggal 17 Maret 2013.
Kalimo, dkk. 1987. Psychosocial Factors at Work and Thei Relation to Health.
England: World Health Organization.
Kenyon. 2011. Stress Questionnaire. diakses melalui
http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf tanggal 16
Maret 2013.
Khan, Robert, L. 1981. Work and Health. USA : Jhon Willey & Sons. Inc.
LaDou, Joseph. 1994. Occupational Health & Safety. National Safety Council. Itasca.
Lelyana, Margareta. 2003. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
pada Perawat di RS. Pelni Petamburan Jakarta Tahun 2004. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.
Levi, Lenhart. 1984. Stres in Industry: Causes, Effect, and Prevention. Geneva : ILO.
Lianita, E. 2011. Analisis Perbedaan Tingkat Stres Dosen Dilihat dari Perbedaan
Gender dan Kelompok Pekerjaan di Universitas Muhammadiyah Yogyakatra.
Skripsi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Lubis, H. S. 2006. Stres Kerja. Modul Kuliah Program Ilmu Kesehatan Kekhususan
Kesehatan Kerja.
Margiati, Lulus. 1999. Stres Kerja : Latar Belakang Penyebab dan Alternatif
Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3.
Miller, David. 2000. Dying to Care? Work Stress and Burnout in HIV/AIDS.
Routledge : London.
Mulyana, Usep. 2009. Fenomena Kejenuhan (Bornout) di Kalangan Pegawai.
Bandung: diakses melalui http://blog.fitb.itb.ac.id/usepm/?p=196.
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
National Institute Occupational Safety & Health, 1998. Stress at Work. Cinsinnati :
Author.
Noer, Muhammad Adhi. 2004. Gambaran Hubungan Faktor – Faktor dengan Stres
Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Terminal Kampung Melayu.
Skripsi FKM UI. Depok.
Nordin, dkk 2009. Personality, Loneliness, and Mental Health Among
Undergraduates at Malaysian Universities. European Journal of Scientific
135
Research. Vol. 36 No. 2. 2009. Diakses melalui
http://www.eurojorunals.com/ejsr.htm tanggal 8 Juni 2013.
Novayanti, Rena. 2012. Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Stres
Kerja pada Guru Honorer SMA di Jakarta Timur Tahun 2012. Depok: FKM
UI.
Novendra, Very. 1994. Gambaran Umum Stres Kerja dan Faktor-faktor yang
Berpengaruh pada Pekerja di Balai Yasa Traksi Manggarai. Skripsi. Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Nugrahani, Salafi. 2008. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan stres kerja pada
Pekerja Bagian Operasional PT. Gunze Indonesia. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyaraka Universitas Indonesia. Depok.
Nugroho, Susanti. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres
Kerja pada Pekerja Vendor Unit Produksi Assembly-Line Divisi Video
Cassette Recorder (VCR)PT LG Eletronics Displey Devices Indonesia Bekasi.
Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Pelham, Frank Newport dan Brett. 2009. Don't Worry, Be 80 : Worry and Stress
Decline With Age. Diakses melalui http://www.gallup.com/poll/124655/dont-
worry-be-80-worry-stress-decline-with-age.aspx tanggal 6 Juli 2013.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun
2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di
Tempat Kerja.
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964, Tentang Syarat – Syarat
Kesehatan, Kebersihan Dan Penerangan di Tempat Kerja.
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan
Pratiwi, Y. M. 2002. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pegawai
PT. Indonesia Comnets Plus Unit Pengendali Telekomunikasi Tahun 2002.
Depok: D3 FKM UI.
Putri, Elvira Eka. 1998. Hubungan Faktor Intrinsik dan Faktor Ekstrinsik dengan
Stres Kerja pada Karyawan Unit Produiksi PT Bakrie & Brothers Pabrik
Pipa baja Talang Tirta Jakarta tahun 1997. Skripsi. Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Rahmaniaty. 2010. Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
Karyawan di Bidang Rekam Medik Rumah Sakit Kanker "Dharmais" Tahun
2010. Depok: FKM UI.
136
Robbins, S. P. 1998. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontoversi, Aplikasi. Edisi ke-8.
Jakarta: PT. Prenhalindo.
Robbins, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.
Ryadi, Ayodya L. 2002. Seri Kesehatan : Bimbingan Dokter pada Stres. Jakarta:
Dian Rakyat.
Rustiana, Eunike. R dan Widya Hary Cahyati. 2012. Hubungan antara stress kerja
dengan pemilihan strategi coping pada dosen. Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Negeri Semarang.
Rustika. 1997. Determinan Aktivitas Kehidupan Sehari – hari (ADL) Penduduk Usia
Lanjut (Analisis Data Susenas 1995). Magister Program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia. Depok.
Sarafino, P. Edward. 2006. Health Psychology. John Wiley & Sons. Inc. New York.
Satar, Yuli Prapanca dan Iting Shofwati. 2009. Hygiene Industri. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sayiner, Banu. 2006. Stress Level of University Students. Istanbul Ticaret Universitesi
Fen Bilimleri Dergisi. Vol. 5 No. 10. Februari 2006.
Schultz, D & Schultz, S. E. 1998. Psychology and Work Today: An Intoduction
Industrial and Organization Psychology. 7th
ed. Prentice Hall : New Jersey.
Selye, Hans. 1983. Seyle to Stress Research Vol.3. USA : Van Nostrand Reinhold
Company Inc.
Setiawan, Ari (editor). 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta : MITRA
CENDIKIA Press.
Sholeh, A. N. 2006. Membangun Profesionalitas Guru, Cet. I. Jakarta: Paramuda.
Siagian, Sondang. 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor – Faktor yang Berhubungan
dengan Terjadinya Stres Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pandu
Dayatama, Patria. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Depok.
Situngkir, Pinta Juliana. 2004. Gambaran Kejadian Stres dan Faktor - Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Stres pada Pekerja di Departemen Operasi PT.
Badak NGL Bontang Kalimantan Timur Tahun 2004. Depok: FKM UI.
Stoner, J. A. 1986. Manajemen, Terjemahan Agus Maulana dkk jilid 2. Jakarta:
Erlangga .
137
Sumardjoko, Bambang. 2010. Kontribusi Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi
Melalui Kompetensi Terhadap Peran Dosen Dalam Penjaminan Mutu Di PTS
Se-Karesidenan Surakarta. Jurnal Varia Pendidikan, Vol. 22, No. 1, Juni 2010
Sugijanto. 1999. Studi tentang Stres pada Guru SLTP Negeri di Wilayah Jakarta
Pusat Tahun 1998. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Depok
Suma'mur. 1967. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung
Agung.
Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis faktor – Faktor yang Berhubungan
dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak – Cianjur.
Skripsi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri, Dasar – Dasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.
Tarwaka, Bakri. Solichul HA, Sudiajeng. Lilik. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press.
Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Urianti, Sepriana. 2000. Tingkatan Stres Kerja dan Identifikasi Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Stres Kerja pada Pekerja di Pabrik Elpiji
Pabrikasi UPPDN III Pertamina Tanjung Priok Tahun 2000. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.
Utami, Gitalia Budhi. 2009. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stres Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap B RS.Pelni Petamburan.
Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
Vierdelina, Nadya. 2008. Gambaran Stres Kerja dan Faktor – Faktor yang
Berhubungan pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat – Cililitan
Jakarta. Skripsi FKM UI. Depok.
Wantoro, Bing. 1999. Stres Kerja. Majalah Hyperkes dan Keselamatan Kerja Vol.
XXXII. No. 3. Jakarta
Widyasari, Putri. 2007. Stres Kerja. Diakses dari
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-kerja.html. tanggal 6 April
2013.
Williams, Stephen. 1997. Menjadikan Tekanan Sebagai Pemicu Kinerja Puncak :
Suatu Pendekatan Positif Terhadap Stres. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Umum.
138
Yuniarti, E. 2003. Hubungan Karakteristik Pekerjaan dengan Stres Kerja Pada
Perawat di Rumah Sakit Internasional M.H. Thamrin Jakarta Tahun 2003.
Depok: FKM UI.
1
2
3
4
KUESIONER PENELITIAN
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Dengan Hormat,
Saya Tetik Wulandari S, mahasiswi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester X bermaksud meneliti tentang “Analisis
Tingkat Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karaktristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan
dan Lingkungan Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013”. Ditengah – tengah kesibukan Bapak/Ibu izinkan
saya memohon bantuan untuk mengisi kuesioner penelitian saya. Kuesioner ini semata-mata
hanya untuk mencari informasi sehubungan dengan penyusunan skripsi saya, mohon agar
Bapak/Ibu dapat membantu saya untuk mengisi kuesioner ini.
Sangat diharapkan Bapak/Ibu menjawab dengan jujur dengan kenyataan yang ada, serta perasaan
Bapak/Ibu masing-masing tanpa pengaruh orang lain. Semua jawaban akan diolah secara
rahasia oleh pihak peneliti. Jawaban yang diberikan semata hanya demi kelancaran
skripsi saya. Jawaban yang diberikan juga tidak akan mempunyai pengaruh terhadap
penilaian prestasi kerja dan kepegawaian Bapak/Ibu.
Semua bagian dari kuesioner ini adalah penting, mohon kiranya agar Bapak/Ibu mengisi secara
lengkap dan sejujurnya. Mohon pengertian dan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengembalikan
kuesioner setelah diisi sesegera mungkin maksimal satu hari setelah penerimaan kuesioner. Atas
perhatian, bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan banyak terima kasih.
Peneliti,
Tetik Wulandari S
5
Nomor Responden :
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk pengisian kuesioner
1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti.
2. Jawablah semua pertanyaan yang ada dalam angket penelitian ini dan diharapkan angket
ini diisi sendiri tanpa diskusi terlebih dahulu dengan orang lain.
3. Pilihlah jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu, dengan cara
memberi tanda silang (X) atau ceklist (√) pada jawaban yang telah disediakan.
Identitas Responden
Nama/Inisial :
No. Telp :
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Diisi oleh
Peneliti
A.1. Berapakah usia Bapak/Ibu pada saat ini ? _______ tahun
A.2. Program Studi (Pilih salah satu)
1. Pendidikan Dokter
2. Kesehatan Masyarakat
3. Ilmu Keperawatan
4. Farmasi
A.3. Sudah berapa lama Bapak/Ibu bekerja sebagai
dosen di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? ______ tahun
Pertanyaan Ya Tidak Diisi oleh
Peneliti
B.1. Apakah Bapak/Ibu merasa waktu kerja di kampus cukup untuk
menyelesaikan semua pekerjaan?
[ ] B.1
A1
A2
A3
6
B.2. Jika tidak, dimana Bapak/Ibu menyelesaikan semua pekerjaan?
1) Di rumah
2) Di tempat kerja lain
3) Lainnya, sebutkan
___________________________________________________
___________________________________________________
[ ] B.2
B.3. Apakah Bapak/Ibu dituntut bekerja cepat dan tepat dalam menyelesaikan
pekerjaan?
[ ] B.3
B.4. Apabila Bapak/Ibu mendapatkan beban kerja yang meningkat, apakah waktu
istirahat yang diberikan di kampus cukup untuk memulihkan tenaga
Bapak/Ibu?
[ ] B.4
B.5. Apakah selain menjadi dosen, Bapak/Ibu mendapatkan tambahan pekerjaan
lain?
[ ] B.5
B.6. Jika ya, jenis pekerjaan apa yang didapat oleh Bapak/Ibu?
Sebutkan,
________________________________________________________
________________________________________________________
[ ] B.6
B.7. Apakah Bapak/Ibu mengetahui peraturan/kebijakan tentang dosen yang
berlaku/diterapkan di program studi Bapak/Ibu?
[ ] B.7
B.8. Jika ya, apa peraturan/kebijakan tentang dosen yang Bapak/Ibu ketahui?
Sebutkan,
________________________________________________________
________________________________________________________
[ ] B.8
B.9. Menurut pendapat Bapak/Ibu, apakah peraturan/kebijakan tentang dosen di
tempat Bapak/Ibu bekerja kaku atau fleksibel? (pilih salah satu)
1) Kaku
2) Fleksibel
[ ] B.9
B.10. Apakah Bapak/Ibu merasa puas tentang sistem promosi/kenaikan jabatan
dan pengembangan karir kerja Bapak/Ibu saat ini?
[ ] B.10
B.11. Apakah Bapak/Ibu merasa mendapatkan kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan atau pelatihan tambahan oleh institusi?
[ ] B.11
7
Pertanyaan Ya Tidak Diisi oleh
Peneliti
B.12. Apakah gaji yang Bapak/Ibu terima telah sesuai dengan beban kerja yang
Bapak/Ibu lakukan?
[ ] B.12
B.13. Bagaimana menurut Bapak/Ibu kondisi pencahayaan di lingkungan kerja
Bapak/Ibu?
1) Kurang
2) Cukup, lewatkan pertanyaan B.14
[ ] B.13
B.14. Apakah Bapak/Ibu bisa fokus melaksanakan pekerjaan dengan kondisi
pencahayaan yang ada?
[ ] B.14
B.15. Bagaimana menurut Bapak/Ibu kondisi suhu yang ada di lingkungan kerja
Bapak/Ibu?
1) Kurang
2) Cukup, lewatkan pertanyaan B.16
[ ] B.15
B.16. Apakah Bapak/Ibu bisa fokus melaksanakan pekerjaan dengan kondisi suhu
yang ada?
[ ] B.16
B.17. Selama di kampus, apakah Bapak/Ibu sering/pernah bekerja di lingkungan
kerja yang bising?
[ ] B.17
B.18. Apakah Bapak/Ibu merasa kurang fokus melaksanakan pekerjaan dengan
adanya suara yang bising?
[ ] B.18
B.19. Apakah Bapak/Ibu pernah merasa bosan melakukan kegiatan perkuliahan
serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan baik di kelas maupun di
laboratorium kepada kelas yang sama setiap harinya?
[ ] B.19
B.20. Apakah Bapak/Ibu pernah merasa bosan melakukan kegiatan membimbing,
baik membimbing seminar mahasiswa, membimbing praktik kerja lapangan
(PKL), membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa termasuk
membimbing, pembuatan laporan hasil penelitian tugas akhir kepada
mahasiswa yang sama setiap harinya?
[ ] B.20
B.21. Apakah Bapak/Ibu merasa mendapatkan kesempatan yang cukup untuk
berkreatifitas (bebas menyalurkan ide dan bakat dalam melaksanakan tugas)
?
[ ] B.21
8
Pertanyaan Ya Tidak Diisi oleh
Peneliti
B.22. Apakah Bapak/Ibu dilibatkan dalam setiap rapat/pertemuan terkait dengan
pekerjaan Bapak/Ibu ?
[ ] B.22
B.23. Apakah Bapak/Ibu dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait
dengan pekerjaan Bapak/Ibu ?
[ ] B.23
B.24. Apakah pendapat Bapak/Ibu terkait pekerjaan didengar dan diterapkan di
program studi?
[ ] B.24
B.25. Apakah Bapak/Ibu merasa ada beberapa dosen yang baik prestasinya dalam
bekerja tidak mendapatkan promosi ?
[ ] B.25
B.26. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah mendapat teguran dari
atasan Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.26
B.27. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan
komunikasi dengan atasan Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.27
B.28. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat
dengan atasan Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.28
B.29. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah mendapat teguran dari
rekan kerja Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.29
B.30. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan
komunikasi dengan rekan kerja Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.30
B.31. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat
dengan rekan kerja Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.31
B.32. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah memberi teguran
dengan staf-staf administrasi Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.32
B.33. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan
komunikasi dengan staf-staf administrasi Bapak/Ibu terkait masalah
pekerjaan?
[ ] B.33
B.34. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat
dengan staf-staf administrasi Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[ ] B.34
B.35. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah memberi teguran
kepada mahasiswa Bapak/Ibu?
[ ] B.35
9
Pertanyaan Ya Tidak Diisi oleh
Peneliti
B.36. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan
komunikasi dengan mahasiswa Bapak/Ibu?
[ ] B.36
B.37. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat
dengan mahasiswa Bapak/Ibu?
[ ] B.37
Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah mengalami hal – hal seperti di
bawah ini? (beri tanda ( √ ) pada pilihan jawaban yang dianggap paling menggambarkan
kondisi Bapak/Ibu. Jawablah dan isilah pertanyaan dengan benar dan sejujurnya)
No. Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Kadang–
Kadang
Sering Setiap Hari
1. Hilang nafsu makan
2. Memeriksa pekerjaan secara berlebihan
3. Gugup
4. Perut merasa kosong
5. Menurunkan berat badan
6. Perut mulas
7. Tidak dapat mengontrol diri
8. Jantung berdebar
9. Sakit perut
10. Lesu
11. Sakit pada bagian punggung
12. Merasa lelah ketika bangun tidur
13. Magh
14. Merasa lelah terus menerus
15. Meningkatnya nafsu makan/ingin ngemil
16. Resah/gelisah
17. Merokok
18. Suka melamun
19. Tidak bisa tidur, terbangun saat tidur
20. Rentan terhadap penyakit
10
No. Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Kadang–
Kadang
Sering Setiap Hari
21. Sensitif/mudah tersinggung
22. Diare
23. Merasa bingung terhadap pekerjaan
24. Cepat frustasi
25. Sakit kepala
26. Migraine/sakit kepala sebelah
27. Tidur yang berlebihan
28. Menggunakan obat tidur
29. Percaya diri yang menurun
30. Merasa jengkel
31. Suka murung
32. Gangguan konsentrasi
33. Mimpi buruk
34. Gangguan koordinasi
35. Pesimis
36. Hilang rasa humor
37. Mudah kaget
38. Menggigit kuku
39. Peningkatan konsumsi kafein (teh, kopi)
40. Menunda pekerjaan
41. Lupa
42. Ragu – ragu
43. Bersikap curiga
44. Merasa kewalahan dengan pekerjaan
banyak
45. Merasa panik
46. Mengurangi produktivitas kerja
47. Sembelit
48. Cemburu
11
No. Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Kadang–
Kadang
Sering Setiap Hari
49. Kurang motivasi
50. Sering mengerdipkan mata
51. Suka mengambil inisiatif terlebih dahulu
52. Membuang – buang waktu pekerjaan
53. Gemetar
54. Keringat berlebihan
55. Sulit bernafas
56. Menggertakkan gigi pada saat tidur
57. Merasa ingin bunuh diri
58. Depresi
59. Rambut rontok
60. Iritasi pada tenggorokan
61. Mulut kering
62. Mengkonsumsi obat stres
B. LEMBAR KEGIATAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI DOSEN
*Tulislah aktivitas mengajar yang Bapak/Ibu lakukan.
No. Mata kuliah yang diajarkan Bapak/Ibu
semester ini
Jumlah
SKS
Jumlah
Kelas
Jumlah sesi
per hari
Jumlah sesi
per minggu
12
*Tulislah aktivitas membimbing mahasiswa yang Bapak/Ibu lakukan.
No. Jenis bimbingan semester ini Jumlah
mahasiwa
Lama jam per hari
total mahasiswa
Jumlah frekuensi
per minggu
1. Skripsi
2. Magang/ PKL
3. Praktek Belajar Lapangan (PBL)
3. Pembimbing Akademik
4. Lain-lain,
………………………………………..
*Tulislah aktivitas penelitian/pembuatan buku yang Bapak/Ibu lakukan.
No. Judul penelitian/buku yang di buat Bapak/Ibu tahun ini Lama waktu pelaksanaan
13
*Tulislah aktivitas pengabdian masyarakat yang Bapak/Ibu lakukan.
No. Jenis pengabdian masyarakat yang dilakukan Bapak/Ibu tahun ini Jumlah frekuensi per
bulan
HASIL ANALISIS SPSS
A. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Stres Kerja
Group Statistics
stress N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
usia stres 14 34.93 5.385 1.439
tidak stres 36 36.42 5.045 .841
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Usia Equal variances
assumed .096 .759 -.919 48 .363 -1.488 1.619 -4.743 1.766
Equal variances not
assumed
-.893 22.420 .381 -1.488 1.667 -4.941 1.965
B. Hubungan antara Masa Kerja dengan Tingkat Stres Kerja
masa_kerja * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
masa_kerja <5 tahun Count 10 12 22
Expected Count 6.2 15.8 22.0
% within masa_kerja 45.5% 54.5% 100.0%
>=5 tahun Count 4 24 28
Expected Count 7.8 20.2 28.0
% within masa_kerja 14.3% 85.7% 100.0%
Total Count 14 36 50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within masa_kerja 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.937a 1 .015
Continuity Correctionb 4.492 1 .034
Likelihood Ratio 6.012 1 .014
Fisher's Exact Test .025 .017
Linear-by-Linear
Association 5.818 1 .016
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.16.
b. Computed only for a 2x2 table
C. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Tingkat Stres Kerja
program_studi * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
program_studi
pend.dokter
Count 6 18 24
Expected Count 6.7 17.3 24.0
% within program_studi 25.0% 75.0% 100.0%
kes.mas
Count 2 5 7
Expected Count 2.0 5.0 7.0
% within program_studi 28.6% 71.4% 100.0%
keperawatan
Count 5 5 10
Expected Count 2.8 7.2 10.0
% within program_studi 50.0% 50.0% 100.0%
farmasi
Count 1 8 9
Expected Count 2.5 6.5 9.0
% within program_studi 11.1% 88.9% 100.0%
Total Count 14 36 50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within program_studi 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 3.782a 3 .286
Likelihood Ratio 3.786 3 .286
Linear-by-Linear
Association .001 1 .975
N of Valid Cases 50
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1.96.
D. Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Stres Kerja
beban_kerja * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
beban_kerja overload Count 13 19 32
Expected Count 9.0 23.0 32.0
% within beban_kerja 40.6% 59.4% 100.0%
underload Count 1 17 18
Expected Count 5.0 13.0 18.0
% within beban_kerja 5.6% 94.4% 100.0%
Total Count 14 36 50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within beban_kerja 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.028a 1 .008
Continuity Correctionb 5.396 1 .020
Likelihood Ratio 8.341 1 .004
Fisher's Exact Test .009 .007
Linear-by-Linear
Association 6.887 1 .009
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.04.
b. Computed only for a 2x2 table
E. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Tingkat Stres Kerja
rutinitas * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
rutinitas membosankan Count 9 12 21
Expected Count 5.9 15.1 21.0
% within rutinitas 42.9% 57.1% 100.0%
tidak membosankan Count 5 24 29
Expected Count 8.1 20.9 29.0
% within rutinitas 17.2% 82.8% 100.0%
Total
Count
14
36
50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within rutinitas 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.964a 1 .046
Continuity Correctionb 2.796 1 .095
Likelihood Ratio 3.951 1 .047
Fisher's Exact Test .061 .048
Linear-by-Linear
Association 3.885 1 .049
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.88.
b. Computed only for a 2x2 table
F. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Tingkat Stres Kerja
iklim * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
iklim tidak mendukung Count 8 10 18
Expected Count 5.0 13.0 18.0
% within iklim 44.4% 55.6% 100.0%
mendukung Count 6 26 32
Expected Count 9.0 23.0 32.0
% within iklim 18.8% 81.2% 100.0%
Total Count 14 36 50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within iklim 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.773a 1 .052
Continuity Correctionb 2.606 1 .106
Likelihood Ratio 3.680 1 .055
Fisher's Exact Test .099 .055
Linear-by-Linear
Association 3.697 1 .055
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.04.
b. Computed only for a 2x2 table
G. Hubungan antara Peran Organisasi dengan Tingkat Stres Kerja
peran_organisasi * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
peran_organisasi tidak
berperan
Count 6 16 22
Expected Count 6.2 15.8 22.0
% within peran_organisasi 27.3% 72.7% 100.0%
berperan Count 8 20 28
Expected Count 7.8 20.2 28.0
% within peran_organisasi 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 14 36 50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within peran_organisasi 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .010a 1 .919
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .010 1 .919
Fisher's Exact Test 1.000 .587
Linear-by-Linear
Association .010 1 .920
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.16.
b. Computed only for a 2x2 table
H. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Tingkat Stres Kerja
pengembangan_karir * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
pengembangan_karir tidak
memuaskan
Count 9 16 25
Expected Count 7.0 18.0 25.0
% within
pengembangan_karir 36.0% 64.0% 100.0%
memuaskan Count 5 20 25
Expected Count 7.0 18.0 25.0
% within
pengembangan_karir 20.0% 80.0% 100.0%
Total
Count
14
36
50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within
pengembangan_karir 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.587a 1 .208
Continuity Correctionb .893 1 .345
Likelihood Ratio 1.604 1 .205
Fisher's Exact Test .345 .173
Linear-by-Linear
Association 1.556 1 .212
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.587a 1 .208
Continuity Correctionb .893 1 .345
Likelihood Ratio 1.604 1 .205
Fisher's Exact Test .345 .173
Linear-by-Linear
Association 1.556 1 .212
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
b. Computed only for a 2x2 table
I. Hubungan antara Gaji dengan Tingkat Stres Kerja
gaji * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
gaji tidak sesuai Count 14 26 40
Expected Count 11.2 28.8 40.0
% within gaji 35.0% 65.0% 100.0%
sesuai Count 0 10 10
Expected Count 2.8 7.2 10.0
% within gaji .0% 100.0% 100.0%
Total Count 14 36 50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within gaji 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.861a 1 .027
Continuity Correctionb 3.280 1 .070
Likelihood Ratio 7.500 1 .006
Fisher's Exact Test .045 .025
Linear-by-Linear
Association 4.764 1 .029
N of Valid Casesb 50
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.80.
b. Computed only for a 2x2 table
J. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Tingkat Stres Kerja
ling_fisik * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
ling_fisik tidak baik Count 6 6 12
Expected Count 3.4 8.6 12.0
% within ling_fisik 50.0% 50.0% 100.0%
baik Count 8 30 38
Expected Count 10.6 27.4 38.0
% within ling_fisik 21.1% 78.9% 100.0%
Total
Count
14
36
50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within ling_fisik 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.791a 1 .052
Continuity Correctionb 2.491 1 .115
Likelihood Ratio 3.546 1 .060
Fisher's Exact Test .071 .060
Linear-by-Linear
Association 3.715 1 .054
N of Valid Casesb 50
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.36.
b. Computed only for a 2x2 table
K. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Tingkat Stres Kerja
ling_sosial * stress Crosstabulation
stress
Total stres tidak stres
ling_sosial tidak baik Count 9 13 22
Expected Count 6.2 15.8 22.0
% within ling_sosial 40.9% 59.1% 100.0%
baik Count 5 23 28
Expected Count 7.8 20.2 28.0
% within ling_sosial 17.9% 82.1% 100.0%
Total Count 14 36 50
Expected Count 14.0 36.0 50.0
% within ling_sosial 28.0% 72.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.247a 1 .072
Continuity Correctionb 2.205 1 .138
Likelihood Ratio 3.252 1 .071
Fisher's Exact Test .113 .069
Linear-by-Linear
Association 3.182 1 .074
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.16.
b. Computed only for a 2x2 table