102
ANALISIS RANTAI PASOK SAYURAN UNGGULAN DI KECAMATAN SUKAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Skripsi) Oleh Yulita Siska Paramita JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2018

ANALISIS RANTAI PASOK SAYURAN UNGGULAN DI …digilib.unila.ac.id/54739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · rantai pasok sayur memiliki kriteria baik karena mencapai nilai foodscor

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS RANTAI PASOK SAYURAN UNGGULAN DI KECAMATAN

SUKAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(Skripsi)

Oleh

Yulita Siska Paramita

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2018

ABSTRACT

Analysis Of Superior Vegetable Supply Chains In Sukau District, West

Lampung Regency

By

Yulita Siska Paramita

This research aims to determine (1) supply chain flow patterns, (2) flow of goods,

information and financial, (3) supply chain performance, and (4) marketing

efficiency. The research was carried out in two villages namely Tanjung Raya

Village and Hanakau Village, Sukau District. Determination of the location of the

study was conducted purposively by considering the area as a center for vegetable

production in West Lampung Regency. The respondents involved in this study

were 74 people, consisting of 30 vegetable farmers, 10 agents, 12 wholesalers,

and 22 retailers. The first and second objectives were analyzed by descriptive

method, the third objective was analyzed using supply chain performance

measurement, and the fourth objective was analyzed using marketing efficiency.

The results of this study prove that (1) stakeholders involved in the vegetable

supply chain consist of farmers, agents, wholesalers, retailers, and consumers, (2)

the flow of goods occurs from upstream to downstream, the flow of information

occurs from upstream to downstream and vice versa , meanwhile, financial flows

from downstream to upstream, (3) the vegetable supply chain performance has

good criteria because it reaches the foodscor card value, meanwhile, (4) vegetable

distribution is inefficient because the overall ratio of profit margins among

marketing institutions is spread unevenly and not zero.

Keywords : marketing efficiency, performance, supply chain, vegetable

ABSTRAK

ANALISIS RANTAI PASOK SAYURAN UNGGULAN DI KECAMATAN

SUKAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

Yulita Siska Paramita

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pola aliran rantai pasok, (2) aliran

barang, informasi dan keuangan, (3) kinerja rantai pasok, serta (4) efisiensi

pemasaran. Penelitian dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Tanjung Raya dan

Desa Hanakau Kecamatan Sukau. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive dengan pertimbangan daerah tersebut sebagai sentra produksi sayuran

di Kabupaten Lampung Barat. Responden yang terlibat dalam penelitian ini

adalah 74 orang, terdiri dari 30 petani sayur, 10 agen, 12 pedagang besar, dan 22

pedagang pengecer. Tujuan pertama dan kedua dianalisis dengan metode

deskriptif, tujuan ketiga dianalisis menggunakan pengukuran kinerja rantai pasok,

dan tujuan keempat dianalisis menggunakan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian

ini membuktikan bahwa (1) stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok sayuran

terdiri dari petani, agen, pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen, (2)

aliran barang terjadi dari hulu sampai hilir, aliran informasi terjadi dari hulu ke

hilir dan sebaliknya, sementara itu, aliran keuangan dari hilir ke hulu, (3) kinerja

rantai pasok sayur memiliki kriteria baik karena mencapai nilai foodscor card, dan

(4) distribusi sayuran tidak efisien karena keseluruhan ratio profit margin di

antara lembaga pemasaran tersebar tidak merata dan tidak sama dengan nol.

Kata kunci : efisiensi pemasaran, kinerja, rantai pasok, sayur

ANALISIS RANTAI PASOK SAYURAN UNGGULAN DI KECAMATAN

SUKAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Oleh

YULITA SISKA PARAMITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28

Juli 1996 dari pasangan Bapak Syafricans dan Ibu

Nurhayati. Penulis merupakan anak ke sepuluh dari

sepuluh bersaudara. Riwayat pendidikan yang telah

ditempuh penulis adalah menyelesaikan studi tingkat

Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Nurul Islam pada tahun 2002, tingkat Sekolah

Dasar (SD) di SD Negeri 03 Liwa pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama

(SMP) di SMP Negeri 01 Liwa pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas

(SMA) di SMA Negeri 01 Liwa tahun 2014. Penulis diterima di Jurusan

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui

Ujian Masuk Lokal (UML).

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, penulis pernah aktif menjadi

anggota Bidang IV (Kewirausahaan) pada organisasi Himpunan Mahasiswa

Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2014-2016. Penulis pernah menjadi asisten

dosen mata kuliah evaluasi proyek pada semester ganjil tahun ajaran 2017/2018.

Pada tahun 2015 penulis mengikuti kegiatan homestay (Praktik Pengenalan

Pertanian) selama 7 hari di Desa Gisting Kabupaten Tanggamus. Pada Januari

2017, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Pandan,

Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari.

Selanjutnya, pada Juli 2017 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di

Hortipark Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Timur selama 30 hari kerja

efektif.

SANWACANA

Bismillahirahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Rantai Pasok Sayuran Unggulan

Di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat”.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan, arahan, bimbingan, dan dukungan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis

yang telah memberikan arahan, saran, dan nasihat.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S., sebagai Dosen Pembimbing

Pertama dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat, motivasi, nasihat, arahan, dan bimbingan selama proses

penyelesaian skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Irfan Affandi, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing

Kedua yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat, motivasi, nasihat,

arahan, dan bimbingan selama proses penyelesaian skripsi.

5. Ibu Dr. Ir. Ktut Murniati, M.T.A., sebagai Dosen Penguji atas saran dan

arahan yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi.

6. Keluargaku tercinta, Ayahanda tercinta Syafricans dan Ibunda Nurhayati,

kakak-kakak ku tersayang Uda Oyon, Uni Yanti, Abang Adi, Abang Dede,

Kak Ria, Bang Imul, Bang Hendrik, serta kakak ipar ku Prof. Dr. Ir. Irwan

Effendi, M.S., Om Tono, Teteh Nyai, Uni Tika, Mbak Tri dan keluarga besar

atas semua limpahan kasih sayang, doa, nasihat, semangat, kebahagiaan, dan

perhatian yang tak pernah putus kepada penulis selama ini.

7. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis, atas semua ilmu yang telah diberikan

selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

8. Karyawan-karyawati di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Ayi, Mba Tunjung,

Mas Bukhari, dan Mas Boim atas semua bantuan dan kerjasama yang telah

diberikan.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis semasa kuliah, Rohayani, Wayan Elpa

Andela, Septi Permata Sari, Rosita, Sita Virgiana, dan Rizkia Fortuna Utami

atas bantuan, saran, dukungan, dan semangat yang telah diberikan.

10. Sahabat-sahabat penulis dari SMA, Dwi Purwati, Anis Nurmala Sari, Shinta

Puspita Wati, Anisa Padila atas dukungan dan semangat yang selalu

diberikan dan Alm. Tiya Nikita Miranda doa kami selalu menyertaimu ngah.

11. Teman-teman Nuy, Fadli, Fitriyanto, Agung, Wawan, dan Rurisa atas semua

bantuan, yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2014, Aurora, Ghea, Faakhira, Vita,

Pingky, Measi, Adek, Nate, Dwi Novita, Yuni Ayu, Shelma, Yolanda, Vidia,

Yudi, Mamat, Kiki, Syendita, Yunita, Vero, Suci, Viona Tiara, Rizki

Fitrianingsih, Rosi Triafni, Rosi Jayanti, Shintia, Selvi, Yohana, Viona

Pramayang, Shofia, Vania, Wigas, Wernat, Ryan, Saka, Roy, Satria, Tegar,

Yazid, Yoga, Surya, Prana, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

13. Kakak-kakak Agribisnis angkatan 2012 (Muhammad Rizky Adityas, Siti

Meiska) dan 2013 (Ibrohim Saputra, Tsuraya Khoirinisa, Rini Yunita,

Syafrizal, Pandu Praditiya) serta adik-adik Agribisnis angkatan 2015, 2016,

dan 2017 atas bantuan dan saran yang telah diberikan.

14. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu, yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan masih jauh

dari kata sempurna, akan tetapi semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi berbagai pihak di masa yang akan datang. Penulis meminta maaf atas segala

kekurangan dan semoga Allah SWT membalas budi baik berbagai pihak atas

semua hal yang telah diberikan kepada penulis. Aamiin.

Bandar Lampung, 31 Oktober 2018

Penulis,

Yulita Siska Paramita

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 11

D. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 11

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Hortikultura ........................................................................ 12

2. Sayuran .............................................................................................. 13

3. Rantai Pasok ....................................................................................... 17

4. Manajemen Rantai Pasok ................................................................... 18

5. Kinerja Rantai Pasok .......................................................................... 22

6. Teori Pemasaran ................................................................................. 23

7. Saluran Pemasaran ............................................................................. 27

8. Efisiensi Pemasaran ........................................................................... 30

B. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 38

C. Kerangka Pemikran .................................................................................. 46

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian .................................................................................... 49

B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional .................................................. 49

C. Lokasi, Waktu, dan Sampel Penelitian .................................................... 51

D. Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 52

E. Metode Analisis Data ............................................................................... 53

1. Sistem Rantai Pasok ........................................................................... 53

2. Kinerja Rantai Pasok .......................................................................... 55

3. Analisis Efisiensi Pemasaran ............................................................. 58

ii

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Umum Kabupeten Lampung Barat ........................................... 63

B. Letak Geografis dan Luas Wilayah .......................................................... 64

C. Topografi dan Iklim ................................................................................. 65

D. Penggunaan Lahan ................................................................................... 65

E. Keadaan Penduduk Kecamatan Sukau ..................................................... 66

1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 66

2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ....................... 67

3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian .............................. 68

4. Sarana dan Prasarana ........................................................................ 69

5. Keadaan Umum Pertanian ................................................................. 70

F. PDRB menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat ................. 71

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Responden ..................................................................... 74

1. Umur Responden ............................................................................... 74

a. Petani ............................................................................................ 74

b. Agen Sayuran ............................................................................... 75

c. Pedagang Besar ............................................................................ 76

d. Pedagang Pengecer ...................................................................... 76

2. Tingkat Pendidikan Responden ......................................................... 77

a. Petani ............................................................................................ 77

b. Agen Sayuran ............................................................................... 78

c. Pedagang Besar ............................................................................ 79

d. Pedagang Pengecer ...................................................................... 79

3. Jumlah Tanggungan Petani Responden ............................................. 80

4. Pengalaman Usahatani Responden .................................................... 81

5. Penguasaan Lahan Usahatani ............................................................. 82

B. Pola Aliran Rantai Pasok Sayuran ........................................................... 83

C. Mekanisme Aliran Produk, Aliran Informasi, dan Aliran

Keuangan ................................................................................................. 85

1. Aliran Produk ..................................................................................... 86

2. Aliran Informasi ................................................................................. 87

a. Aliran informasi antara petani sayur dengan agen sayur ............. 88

b. Aliran Informasi antara agen sayur dengan pedagang

besar dan pedagang pengecer ....................................................... 88

c. Aliran Informasi antara pedagang pengecer dengan

konsumen ..................................................................................... 89

3. Aliran Keuangan ................................................................................ 89

D. Kinerja Rantai Pasok ................................................................................ 90

a. Kinerja Petani ..................................................................................... 91

b. Kinerja Agen Sayur ..........................................................................105

iii

c. Kinerja Pedagang Besar ...................................................................117

E. Analisis Efisiensi Pemasaran .................................................................125

VI. KESIMPULAN

A. Kesimpulan ............................................................................................146

B. Saran ......................................................................................................147

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................149

LAMPIRAN .......................................................................................................153

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produksi tanaman sayuran semusim (ton) di indonesia ............................... 2

2. Jenis dan produksi tanaman sayuran berdasarkan kabupaten ...................... 4

3. Produksi sayuran Kecamatan Sukau tahun 2016 ......................................... 5

4. Tingkat konsumsi sayuran di provinsi lampung tahun 2012-2016 .............. 7

5. Harga sayur-sayuran Kecamatan Sukau tahun 2016 ................................... 8

6. Penelitian terdahulu ...................................................................................38

7. Kriteria pencapaian kinerja rantai pasok ...................................................58

8. Penggunaan lahan di Kecamatan Sukau Kabupaten

Lampung Barat ..........................................................................................66

9. Sebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2017 ........................66

10. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2017 ...67

11. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencarian yang bekerja sebagai

petani menurut lapangan usaha utama tahun 2017 ....................................68

12. Sarana dan prasarana di Kecamatan Sukau tahun 2017 ............................69

13. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman hortikultura

Kecamatan Sukau tahun 2017 ...................................................................71

14. Produk Domestik Bruto katagori pertanian, kehutanan, dan perikanan ....73

15. Sebaran responden petani berdasarkan kelompok umur ...........................74

16. Sebaran responden agen sayur berdasarkan kelompok umur ....................75

17. Sebaran responden pedagang besar berdasarkan kelompok umur ............76

v

18. Sebaran responden pedagang pengecer berdasarkan kelompok umur ......77

19. Tingkat pendidikan responden petani sayuran ..........................................78

20. Tingkat pendidikan agen sayuran ..............................................................78

21. Tingkat pendidikan pedagang besar ..........................................................79

22. Tingkat pendidikan pedagang pengecer ....................................................80

23. Sebaran tanggungan keluarga petani .........................................................81

24. Pengalaman usahatani sayuran di Desa Tanjung Raya dan Hanakau........81

25. Luas lahan petani responden di Desa tanjung Raya dan Hanakau ............82

26. Siklus pemenuhan pesanan petani .............................................................94

27. Cash to Cash cycle time petani ..................................................................97

28. Kinerja pengiriman petani cabai ...............................................................99

29. Kinerja pengiriman petani tomat ........................................................... 100

30. Kinerja pengiriman petani wortel .......................................................... 100

31. Pemenuhan pesanan petani cabai............................................................ 101

32. Pemenuhan pesanan petani tomat ........................................................... 102

33. Pemenuhan pesanan petani wortel .......................................................... 102

34. Kesesuaian dengan standar petani cabai ................................................. 103

35. Kesesuaian dengan standar petani tomat ................................................ 104

36. Kesesuaian dengan standar petani wortel ............................................... 105

37. Lead time pemenuhan pesanan agen....................................................... 107

38. Siklus pemenuhan pesanan pedagang besar ........................................... 108

39. Siklus pemenuhan pesanan pedagang pengecer ..................................... 109

40. Cash to cash cycle time agen .................................................................. 111

41. Kinerja pengiriman agen ke pedagang besar .......................................... 113

vi

42. Kinerja pengiriman agen ke pedagang pengecer .................................... 113

43. Pemenuhan pesanan ke pedagang besar ................................................. 114

44. Pemenuhan pesanan ke pedagang pengecer ........................................... 115

45. Kesesuaian dengan standar agen ke pedagang besar .............................. 116

46. Kesesuaian dengan standar agen ke pedagang pengecer ........................ 117

47. Lead time pedagang besar ke pedagang pengecer .................................. 118

48. Siklus pemenuhan pesanan pedagang besar ke pedagang pengecer ....... 119

49. Kinerja pengiriman pedagang besar ke pedagang pengecer ................... 123

50. Pemenuhan pesanan pedagang besar ke pedagang pengecer ................. 124

51. Kesesuaian dengan standar pedagang besar ke pedagang pengecer ....... 124

52. Analisis marjin tataniaga komoditas cabai saluran I .............................. 127

53. Analisis marjin tataniaga komoditas cabai saluran II ............................. 128

54. Analisis marjin tataniaga komoditas cabai saluran III ............................ 129

55. Perbandingan efisiensi pemasaran saluran pemasaran cabai .................. 130

56. Analisis marjin tataniaga komoditas tomat saluran I .............................. 131

57. Analisis marjin tataniaga komoditas tomat saluran II ............................ 132

58. Analisis marjin tataniaga komoditas tomat saluran III ........................... 133

59. Perbandingan efisiensi pemasaran saluran pemasaran tomat ................. 134

60. Analisis marjin tataniaga komoditas wortel saluran I............................. 135

61. Analisis marjin tataniaga komoditas wortel saluran II ........................... 136

62. Analisis marjin tataniaga komoditas wortel saluran III .......................... 137

63. Perbandingan efisiensi pemasaran saluran pemasaran wortel ................ 138

64. Identitas responden petani sayuran (cabai, tomat, dan wortel) ............... 154

65. Penguasaan lahan petani responden........................................................ 156

vii

66. Identitas responden agen sayuran ........................................................... 157

67. Identitas responden pedagang besar ....................................................... 158

68. Identitas responden pedagang pengecer ................................................. 159

69. Nilai kinerja rantai pasok petani berdasarkan indikator kinerja

pengiriman, pemenuhan pesanan dan kesesuaian dengan standar

komoditas cabai ...................................................................................... 160

70. Nilai kinerja rantai petani berdasarkan indikator input dan output

pemasaranke agen komoditas cabai ........................................................ 161

71. Nilai kinerja rantai pasok agen pembelian dari petani dan pemasaran

ke pedagang besar komoditas cabai ........................................................ 162

72. Nilai kinerja rantai pasok agen pembelian dari petani dan pemasaran

ke pedagang pengecer komoditas cabai .................................................. 163

73. Nilai kinerja rantai pasok agen berdasarkan indikator input dan

output pembelian dari petani dan pemasaran ke pedagang pengecer .... 164

74. Nilai kinerja rantai pasok agen berdasarkan indikator input dan

output pembelian dari petani dan pemasaran ke pedagang besar .......... 165

75. Nilai kinerja rantai pasok pedagang besar pembelian dari agen dan

pemasaran ke pedagang pengecer komoditas cabai................................ 166

76. Nilai kinerja rantai pasok pedagang besar berdasarkan indicator

input dan output pembelian dari agen dan pemasaran ke

pedagang pengecer.................................................................................. 167

77. Nilai kinerja rantai pasok petani berdasarkan indikator kinerja

pengiriman, pemenuhan pesanan dan kesesuaian dengan standar

komoditas tomat...................................................................................... 168

78. Nilai kinerja rantai pasok petani berdasarkan indikator input dan

output pemasaran ke agen komoditas tomat .......................................... 169

79. Nilai kinerja rantai pasok agen berdasarkan pembelian dari petani

dan pemasaran ke pedagang besar komoditas tomat .............................. 170

80. Nilai kinerja rantai pasok agen pembelian dari petani dan pemasaran

ke pedagang pengecer komoditas tomat ................................................. 171

81. Nilai kinerja rantai pasok agen berdasarkan indikator input dan

output pembelian dari petani dan pemasaran ke pedagang besar ........... 172

viii

82. Nilai kinerja rantai pasok agen berdasarkan indikator input dan

output pembelian dari petani dan pemasaran ke pedagang pengecer ..... 173

83. Nilai kinerja rantai pasok pedagang besar berdasarkan pembelian

dari agen dan pemasaran ke pedagang pengecer komoditas tomat ........ 174

84. Nilai kinerja rantai pasok pedagang besar berdasarkan indikator

input dan output pembelian dari agen dan pemasaran ke

pedagang pengecer.................................................................................. 175

85. Nilai kinerja rantai pasok petani berdasarkan indikator kinerja

pengiriman, pemenuhan pesanan dan kesesuaian dengan standar

komoditas wortel .................................................................................... 176

86. Nilai kinerja rantai pasok petani berdasarkan indikator input dan

output pemasaran ke agen komoditas wortel .......................................... 177

87. Nilai kinerja rantai pasok agen pembelian dari petani dan pemasaran

ke pedagang besar komoditas wortel ...................................................... 178

88. Nilai kinerja rantai pasok agen pembelian dari petani dan pemasaran

ke pedagang pengecer komoditas wortel ................................................ 179

89. Nilai kinerja rantai pasok agen berdasarkan indikator input dan

output pembelian dari petani dan pemasaran ke pedagang besar ........... 180

90. Nilai kinerja rantai pasok agen berdasarkan indikator input dan

output pembelian dari petani dan pemasaran ke pedagang pengecer ..... 181

91. Nilai kinerja rantai pasok pedagang besar pembelian dari agen dan

pemasaran ke pedagang besar komoditas wortel .................................... 182

92. Nilai kinerja rantai pasok pedagang besar berdasarkan indikator

input dan output pembelian dari agen dan pemasaran ke

pedagang pengecer.................................................................................. 183

93. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke

pedagang besar sayuran komoditas cabai ............................................... 184

94. Volume pembelian pedagang besar dari agen dan pemasaran

pedagang besar ke pedagang pengecer sayuran komoditas cabai .......... 185

95. Volume pembelian pedagang pengecer dari pedagang besar dan

pemasaran pedagang pengecer ke konsumen komoditas cabai ............. 186

96. Saluran I pemasaran komoditas cabai..................................................... 190

ix

97. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke

pedagang pengecer sayuran komoditas cabai ......................................... 191

98. Volume pembelian pedagang pengecer dari agen dan pemasaran

pedagang pengecer ke konsumen komoditas cabai ............................... 193

99. Saluran II pemasaran komoditas cabai .................................................. 195

100. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke

pedagang besar sayuran komoditas cabai ............................................... 196

101. Volume pembelian pedagang besar dari agen dan pemasaran

pedagang besar ke konsumen sayuran komoditas cabai ......................... 197

102. Saluran III pemasaran komoditas cabai ................................................. 198

103. Elastisitas Transmisi Harga Sayuran Cabai ..................................................... 199

104.Analisis Regresi Sederhana Komoditas Cabai ................................................. 200

105. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke pedagang

besar sayuran komoditas tomat ............................................................. 202

106. Volume pembelian pedagang besar dari agen dan pemasaran

pedagang besar ke pedagang pengecer sayuran komoditas tomat ......... 204

107. Volume pembelian pedagang pengecer dari pedagang besar dan

pemasaran pedagang pengecer ke konsumen komoditas tomat............ 206

108. Saluran I pemasaran komoditas tomat ................................................... 208

109. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke

pedagang pengecer sayuran komoditas tomat ....................................... 209

110. Volume pembelian pedagang pengecer dari agen dan pemasaran

pedagang pengecer ke konsumen komoditas tomat .............................. 211

111. Saluran II pemasaran komoditas tomat .................................................. 213

112. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke pedagang

besar sayuran komoditas tomat .............................................................. 214

113. Volume pembelian pedagang besar dari agen dan pemasaran pedagang

besar ke konsumen sayuran komoditas tomat ....................................... 215

114. Saluran III pemasaran komoditas tomat ................................................ 216

115. Elastisitas Transmisi Harga Sayuran Tomat .................................................... 217

x

116. Analisis Regresi Sederhana Komoditas Tomat............................................... 218

117. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke

pedagang besar sayuran komoditas wortel ............................................ 220

118. Volume pembelian pedagang besar dari agen dan pemasaran

pedagang besar ke pedagang pengecer sayuran komoditas wortel ........ 222

119. Volume pembelian pedagang pengecer dari pedagang besar dan

pemasaran pedagang pengecer ke konsumen komoditas wortel .......... 224

120. Saluran I pemasaran komoditas wortel .................................................. 226

121. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke

pedagang pengecer sayuran komoditas wortel ..................................... 227

122. Volume pembelian pedagang pengecer dari agen dan pemasaran

pedagang pengecer ke konsumen komoditas wortel ............................ 229

123. Saluran II pemasaran komoditas wortel ................................................ 231

124. Volume pembelian agen dari petani dan pemasaran agen ke

pedagang besar sayuran komoditas wortel ............................................ 232

125. Volume pembelian pedagang besar dari agen dan pemasaran

pedagang besar ke konsumen sayuran komoditas wortel ...................... 233

126. Saluran III pemasaran komoditas wortel ............................................... 234

127. Elastisitas Transmisi Harga Sayuran Wortel ................................................... 235

128. Analisis regresi sederhana komoditas wortel......................................... 236

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rantai pasok menurut Heizer dan Render (2004) ................................... 17

2. Rantai pasok siagian (2005) .................................................................... 18

3. Aliran dua arah dalam rantai pasok ......................................................... 20

4. Kerangka pemikiran ................................................................................ 48

5. Pola aliran rantai pasok sayurang di Kecamatan Sukau .......................... 84

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam

struktur pembangunan perekonomian nasional antara lain sebagai penyedia

bahan pangan, pemasok bahan baku, pembuka lapangan kerja dan sumber

devisa negara. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional

semakin nyata, pada tahun 2012 – 2016 rata-rata kontribusi sektor pertanian

terhadap Produk Domestik Bruto mencapai pertumbuhan 1,77 %. Indonesia

merupakan salah satu negara penghasil sayuran dan buah-buahan semusim.

Tahun 2016, lima komoditas sayuran semusim dengan produksi terbesar

adalah kubis, bawang merah, kentang, cabai besar, cabe rawit dan jamur

mengalami peningkatan karena meningkatnya luas lahan (Badan Pusat

Statistk, 2016).

Subsektor yang memiliki peranan penting dalam pertanian adalah tanaman

bahan makanan yang mencakup komoditas padi, palawija, sayuran, buah-

buahan dan makanan lainnya. Hortikultura sebagai salah satu komoditas

pertanian yang memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional

dengan berdasarkan harga berlaku sebesar 1,45 % pada tahun 2012 menjadi

1,52 % pada tahun 2015 (Badan Pusat Statistik, 2016).

2

Kondisi agroklimat yang baik dan tersedianya sumberdaya yang sangat

mendukung tumbuh kembangnya tanaman hortikultura menjadikan Indonesia

memiliki potensi untuk mengembangkan beragam produk dari tanaman

hortikultura. Berikut perkembangan produksi tanaman hortikultura di

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi tanaman sayuran semusim (ton) di Indonesia tahun 2012 –

2016.

No Jenis Tanaman Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

1 Bawang Daun 58.427 57.264 58.357 52.895 57.510

2 Bawang Merah 99.519 98.937 120.704 122.126 149.635

3 Bawang Putih 2.632 2.479 1.910 2.563 2.407

4 Kacang Merah 19.962 18.881 16.141 15.367 17.379

5 Kembang Kol 11.776 12.422 11.303 11.195 11.990

6 Kentang 65.989 70.187 76.290 66.983 66.450

7 Kubis 64.277 65.248 63.116 64.625 71.934

8 Lobak 2.269 2.074 2.056 1.427 1.285

9 Petsai (Sawi) 61.059 62.951 60.810 58.652 60.600

10 Wortel 29.331 32.070 30.762 30.280 31.814

11 Bayam 46.211 45.294 45.343 42.138 43.458

12 Buncis 31.021 30.094 28.632 25.645 25.104

13 Cabai Besar 120.275 124.110 128.419 120.847 123.404

14 Cabai Rawit 122.091 125.122 134.891 134.869 136.818

15 Jamur 5.755,05 5.842,25 5.858,04 5.355,04 4.671,51

16 Kacang Panjang 75.739 76.209 72.475 63.177 60.923

17 Kangkung 53.353 54.125 52.577 48.996 52.542

18 Ketimun 51.283 49.296 48.586 43.573 42.214

19 Labu Siam 10.588 10.938 9.510 9.436 8.828

20 Paprika 157 284 317 183 117

21 Terung 50.559 50.718 50.886 45.919 44.829

22 Tomat 56.724 59.758 59.027 54.544 57.688

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016

Berdasarkan Tabel 1, Indonesia mengalami produksi tanaman sayuran yang

berfluktuatif. Tahun 2016 terdapat beberapa sayuran dengan produksi

3

tertinggi yaitu produksi tanaman bawang merah sebesar 149,635 ton, kentang

sebesar 66,450 ton, kubis sebesar 71,934 ton, cabai besar sebesar 123,404

ton, cabai rawit sebesar 136,818 ton, jamur sebesar 4.671,51 ton. Salah satu

provinsi di Indonesia yang berperan untuk pengembangan budidaya tanaman

sayuran adalah Provinsi Lampung.

Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki luas wilayah sebesar

3.528.835 hektar dengan persentase penggunaan lahan pertanian 13% dan

sebagian datarannya mempunyai kondisi geografis yang berbukit, sangat

menunjang untuk dijadikan wilayah pertanian tanaman hortikultura terutama

sayur dan buah-buahan. Subsektor hortikultura pada jenis tanaman sayuran

memiliki potensi keberlanjutan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Tanaman sayuran dapat digolongkan menjadi dua katagori yaitu tanaman

sayuran yang dipanen sekaligus dan tanaman sayuran yang dipanen berulang

kali. Tanaman sayuran yang dipanen sekaligus merupakan tanaman yang

pemanenannya dilakukan sekali kemudian dibongkar untuk diganti dengan

tanaman lain seperti wortel, dan tanaman yang dipanen berulang kali

merupakan tanaman yang biasa pemanenannya lebih dari satu kali dan

biasanya dibongkar apabila panenan terakhir sudah tidak memadai lagi

seperti cabai dan tomat.

Pembangunan subsekor hortikultura memiliki tujuan untuk memenuhi

kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani.

Pada Tahun 2016 Kontribusi subsektor hortikultura pada jenis tanaman

sayuran mencapai 2,67 % pada sektor pertanian di Lampung. Kabupaten

4

yang memiliki potensi tertinggi untuk produksi tanaman sayuran yaitu

Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan produksi tanaman sayuran berdasarkan kabupaten di

Provinsi Lampung (Ton) 2016

Kabupaten/Kota

Bawang

Merah Cabe

Kentang Kubis Petsai Lainnya

Lampung Barat 390 18.292 3.576 102.189 61.524 381.235

Tanggamus 3.933 11.242 40 9.100 8.083 62.515

Lampung Selatan 19.598 55.101 ─ ─ 6.315 268.442

Lampung Timur ─ 2.894 ─ ─ 236 99.175

Lampung Tengah 1.580 6.113 ─ ─ 971 231.019

Lampung Utara ─ 12.915 ─ ─ 3.237 212.538

Way Kanan ─ 3.082 ─ ─ ─ 19.070

Tulang Bawang ─ 2.072 ─ ─ 563 51.163

Pesawaran 80 5.595 ─ ─ 4.669 88.159

Pringsewu 80 580 ─ ─ 661 16.245

Mesuji ─ 2.895 ─ ─ 26.800 65.184

Tulang Bawang

Barat ─ 1.343 ─ ─ ─ 76.915

Pesisir Barat ─ 6.826 ─ ─ ─ 33.030

Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2017

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan Kabupaten Lampung Barat memiliki

tingkat produksi sayuran tertinggi dan diikuti oleh Kabupaten Tanggamus

sebagai urutan kedua sehingga potensi produksi tanaman sayuran di

Kabupaten Lampung Barat cukup baik. Selain itu, petani di Kabupaten

Lampung Barat secara terus-menerus melakukan usaha budidaya tanaman

sayuran. Komoditas sayuran merupakan komoditas yang banyak di

budidayakan di dataran tinggi. Sayuran dataran tinggi banyak dikembangkan

di daerah perbukitan dengan kemiringan > 16 – 60 persen yang pada

umumnya daerah rawan erosi.

5

Daerah penghasil sayur-sayuran yang berkontribusi dalam pemenuhan

produksi sayuran di Kabupaten Lampung Barat salah satunya adalah

Kecamatan Sukau. Menurut peraturan daerah Kabupaten Lampung Barat

nomor 08 tahun 2004 tentang penataan wilayah Kabupaten Lampung Barat

kawasan tanamah hortikultura terletak di Kecamatan Sukau, Balik Bukit,

Belalau, Sekincau, Way Tenong, dan Sumberjaya. Berikut produksi sayuran

Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi sayuran Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat

tahun 2016.

Produksi (Ku)

No Komoditas 2013 2014 2015 2016

1 Bawang Merah - - - -

2 Bawang Putih - - - -

3 Bawang Daun 15.600 16.200 11.280 10.160

4 Kentang 1.350 1.480 985 1.010

5 Kubis 57.600 41.550 31.000 31.500

6 Kembang Kol 3.158 940 890 840

7 Wortel 34.640 23.900 23.600 19.000

8 Lobak - - - -

9 Kacang Merah 2.100 2.230 3.250 2.865

10 Kacang Panjang 12.305 8.665 4.780 5.560

11 Cabe Besar 13.290 15.220 7.340 10.860

12 Cabe Rawit 7.150 5.036 3.960 3.695

13 Paprika - - - -

14 Jamur - - - -

15 Tomat 38.160 32.940 21.730 31.915

16 Terung 9.200 9.285 6.510 4.260

17 Buncis 9.500 11.849 11.210 11.640

18 Ketimun 10.825 10.939 4.370 2.190

19 Labu Siam 26.370 23.081 11.050 16.950

20 Kangkung 3.960 1.752 1.030 1.255

21 Bayam 3.660 2.926 1.480 1.615

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung Barat, 2017

6

Berdasarkan Tabel 3, menyajikan perolehan produksi tanaman sayuran

Kecamatan Sukau berdasarkan komoditas, dapat dilihat bahwa Kecamatan

Sukau memiliki produksi sayuran yang beragam. Kecamatan Sukau

merupakan wilayah dataran tinggi sehingga memiliki potensi yang baik

dalam usaha budidaya tanaman beriklim dingin seperti komoditas sayuran

dan memiliki produksi sayuran tertinggi kedua setelah sekincau. Cabai,

tomat, dan wortel merupakan sayuran unggulan di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat dengan pertimbangan adanya tingkat produksi

yang tinggi yaitu cabai dengan produksi 10,860 kuintal, tomat mencapai

31,915 kuintal , dan wortel mencapai 19,000 kuintal. Selain itu, ketiga

komoditas tersebut sangat berperan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan

memiliki khasiat untuk kesehatan. Cabai merupakan sayuran yang dominan

diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi, tomat sering digunakan oleh

masyarakat untuk dijadikan pelengkap bahan masakan, sedangkan sayuran

wortel memiliki kandungan kesehatan seperti sumber vitamin A, kandungan

vitamin dan mineral, dan sebagiannya.

Faktor penting yang mempengaruhi tingkat produksi sayuran di Kecamatan

Sukau adalah konsumsi masyarakat terhadap sayur-sayuran. Kecamatan

Sukau merupakan salah satu Kecamatan yang menjadi pemasok sayuran di

Kota Bandar Lampung. Apabila tingkat konsumsi sayuran tinggi maka petani

akan berlomba-lomba memproduksi sayuran karena dapat memberikan

keuntungan yang besar dengan besarnya tingkat permintaan. Namun adanya

tingkat konsumsi sayuran yang setiap tahunnya mengalami penurunan

7

mengakibatkan kelebihan pasokan. Berikut tingkat konsumsi sayuran di

Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Konsumsi Sayuran di Provinsi Lampung Tahun 2012-2016

Tahun Tingkat Konsumsi (Kg/Kap/Tahun)

2012 71,8

2013 69,6

2014 64,2

2015 51,7

2016 51,4

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, 2017

Berdasarkan pada Tabel 4, tingkat konsumsi sayuran oleh penduduk Provinsi

Lampung terus mengalami penurunan tiap tahunnya. Tabel 4 menunjukkan

bahwa konsumsi sayuran di Provinsi Lampung pada tahun 2012 dan 2013

cukup tinggi yaitu 71,8 kg/kap/tahun dan 69,6 kg/kap/tahun. Namun pada

tahun selanjutnya terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2016 tingkat

konsumsi sayuran mencapai 51,4 kg/kap/tahun. Tingkat konsumsi sayuran

ini akan berpengaruh terhadap produksi sayuran oleh petani di Kecamatan

Sukau.

Produksi sayuran cabai besar, tomat, dan wortel di Kecamatan Sukau masih

berfluktuatif. Produksi sayuran cabai besar mengalami peningkatan pada

tahun 2015 sebesar 7,340 kuintal, pada tahun 2016 mencapai 10,860 kuintal.

Produksi sayuran tomat mengalami peningkatan pada tahun 2015 sebesar

21.730 kuintal, pada tahun 2016 mencapai 31,915 kuintal. Produksi sayuran

wortel mengalami penurunan pada tahun 2015 sebesar 23.600 kuintal, pada

tahun 2016 hanya mencapai 19,000 kuintal. Peningkatan dan penurunan

tersebut dapat terjadi karena penggunaan luas lahan yang digunakan untuk

8

produksi sayuran dapat berubah sesuai dengan informasi harga yang akan

diterima oleh petani. Berikut harga sayuran setiap bulan di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Harga Sayur-Sayuran di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung

Barat tahun 2016

No Bulan Cabai Wortel Tomat

1 Januari 35.000 4.500 2.800

2 Februari 9.000 3.500 1.000

3 Maret 7.000 2.400 1.200

4 April 5.000 700 1.000

5 Mei 11.000 600 2.500

6 Juni 28.000 1.800 2.500

7 Juli 28.000 1.800 1.250

8 Agustus 20.000 2.000 1.000

9 September 22.000 5.500 2.000

10 Oktober 10.000 7.500 5.000

11 November 14.000 7.500 6.500

12 Desember 30.000 9.000 5.700

Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, 2017

Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan harga

sayuran setiap bulan. Hasil panen berlimpah dapat menurunkan harga.

Selain itu, dipengaruhi oleh panjang dan pendeknya saluran pemasaran.

Menurut Hasyim (2012) proses distribusi produk sampai kepada pemakai

akhir dapat panjang atau pendek, sesuai dengan tujuan dan kebijakan tiap

perusahaan. Harga yang diterima petani, pedagang, hingga konsumen

dipengaruhi oleh sistem pemasaran suatu produk sehingga penelitian

mengenai rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan Sukau Kabupaten

Lampung Barat untuk mengkaji bagaimana pola aliran yang berpengaruh

terhadap kinerja rantai pasok dalam pemenuhan pesanan konsumen dan

9

mengkaji efisiensi pemasaran pada komoditas cabai, tomat, dan wortel di

Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.

B. Rumusan Masalah

Rantai pasok yaitu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau

menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Konsep rantai pasok

digunakan untuk menciptakan kerjasama antara pelaku rantai pasok sayuran

sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dengan adanya rantai pasok

yang terstruktur maka akan memberikan kepuasan dan menciptakan

kepercayaan pada pelanggan. Aplikasi manajemen rantai pasok untuk

mengetahui posisi kinerja rantai pasok yang ada. Sebelum mengetahui

bagaimana kinerja dalam rantai pasok akan digambarkan terlebih dahulu pola

aliran yang membentuk suatu mata rantai sayuran terdiri dari beberapa

lembaga yang terlibat didalamnya.

Harga yang terbentuk antara konsumen dan produsen disebabkan oleh

banyaknya lembaga yang terlibat. Apabila terdapat kesenjangan harga antara

konsumen dan produsen dapat disebabkan oleh sistem pemasaran dan

mekanisme penentuan harga yang sebagian besar dikendalikan oleh pelaku

pemasaran. Pemasaran dikatakan efisien apabila dapat memberikan bagian

yang adil bagi setiap lembaga pemasaran yang terlibat.

Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten yang menghasilkan

produksi sayuran tertinggi. Tanaman sayuran sangat baik dibudidayakan di

dataran tinggi yang beriklim dingin. Tabel 3 menunjukkan banyaknya

keberagaman tanaman sayuran yang dibudidayakan di Kabupaten Lampung

10

Barat. Berdasarkan Tabel 4, komoditas sayuran yang memiliki produksi

tertinggi adalah cabai, tomat, dan wortel yang merupakan sayuran unggulan

di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat dan ketiga komoditas

tersebut sangat berperan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan memiliki

khasiat untuk kesehatan. Cabai merupakan sayuran yang dominan diminati

oleh masyarakat untuk dikonsumsi, tomat sering digunakan oleh masyarakat

untuk dijadikan pelengkap bahan masakan, sedangkan sayuran wortel

memiliki kandungan kesehatan seperti sumber vitamin A, kandungan vitamin

dan mineral, dan sebagiannya

Apabila tingkat konsumsi sayuran tinggi maka petani akan berlomba-lomba

memproduksi sayuran karena dapat memberikan keuntungan yang besar

dengan besarnya tingkat permintaan. Namun adanya tingkat konsumsi

sayuran yang setiap tahunnya mengalami penurunan mengakibatkan

kelebihan pasokan sehingga menyebabkan harga yang diterima petani rendah.

Kontribusi yang diberikan pada tiap proses pemasaran sayuran berbeda

tergantung pada struktur pasar di setiap tingkatan, posisi tawar, dan efisiensi

usaha masing-masing pelaku pemasaran. Dalam penentuan harga, pelaku

pemasaran lebih banyak berperan dibandingkan dengan petani, sehingga

petani menjadi lemah posisinya dalam penentuan harga. Sehubungan dengan

itu maka dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini, adalah :

1. Bagaimana pola aliran rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan

Sukau Kabupaten Lampung Barat.

2. Bagaimana aliran produk, aliran finansial, dan aliran informasi pada rantai

pasok sayuran unggulan di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.

11

3. Bagaimana kinerja rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat.

4. Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran sayuran di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan rumusan masalah diatas penelitian bertujuan :

1. Mengetahui pola aliran rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan

Sukau Kabupaten Lampung Barat.

2. Mengetahui aliran produk, aliran finansial, dan aliran informasi pada

rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung

Barat.

3. Mengetahui kinerja rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat.

4. Mengetahui tingkat efisiensi pemasaran sayuran di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna sebagai :

1. Bahan pertimbangan informasi bagi lembaga-lembaga yang terkait.

2. Informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan untuk

pengembangan sistem pemasaran sayuran.

3. Bahan masukan atau pembanding bagi peneliti lainnya sebagai sumber

informasi

12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Hortikultura

Hortikultura berasal dari bahasa latin, yaitu hortus (kebun) dan colere

(menumbuhkan). Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu yang

mempelajari pembudidayaan kebun. Hortikultura adalah pertanian

berbasis tanaman untuk tanaman selain tanaman agronomi (pangan dan

pakan) dan tanaman kehutanan. Hortikultura merupakan cabang pertanian

yang berurusan dengan budidaya intensif tanaman yang diajukan untuk

bahan pangan manusia obat-obatan dan pemenuhan kepuasan (Zulkarnain,

2009).

Secara lebih khusus hortikultura disebut seni menanam tanaman buah,

sayuran, dan hias atau ilmu pertanian yang berkaitan dengan

pembudidayaan kebun, termasuk penanaman tanaman sayuran, buah,

bunga, dan semak serta pohon hias. Hortikultura adalah budidaya

pertanian yang dicirikan oleh penggunaan tenaga kerja dan prasarana serta

sarana produksi secara intensif. Konsekuensinya, tanaman yang

dibudidayakan dipilih yang berdaya menghasilkan pendapatan tinggi

(alasan ekonomi) atau yang berdaya menghasilkan kepuasan pribadi besar

13

(alasan hobi), dan terbagi dalam sauan-satuan usaha terbatas

(Notohadinegoro dan Johara 2005).

Produk hortikultura merupakan produk yang mudah rusak (perisable).

Sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen.

Penanganan pasca panen buah dan sayuran seperti indonesia belum

mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan

pasca panen sebesar 25% - 28%. Oleh sebab itu, agar produk hortikultura

terutama buah-buahan dan sayur-sayuran dapat sampai ke tangan

konsumen dengan kondisi baik perlu penanganan pasca panen yang benar

dan sesuai. Bila pasca panen dilakukan dengan baik, kerusakan-kerusakan

yang timbul dapat diperkecil bahkan dihindari. Sehingga kerugian di

tingkat konsumen dapat ditekan (Sukardi, 1992).

2. Sayuran

Sayuran merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

(bahan makanan nabati). Bagian tumbuhan yang dapat dimakan dan

dijadikan sayur adalah daun, batang, bunga dan buah muda sehingga dapat

dikatakan bahwa semua bagian tumbuhan dapat dijadikan sayur (Rukmana,

1996).

Sayuran didefinisikan sebagai tanaman atau bagian tanaman yang dapat

dimakan atau dilalap untuk makanan utama, pelengkap, dan memiliki

banyak variasi. Sayuran memiliki kandungan gizi dan fisiologi yang

berlainan, akibat perbedaan jenis, bagian yang dipanen, atau tingkat

pertumbuhan saat dipanen. Keragaman sayuran tersebut memerlukan

14

suatu penerapan teknologi penanganan panen dan pasca panen yang

berlainan. Tujuannya agar konsumen mendapatkan sayuran dengan mutu

terbaik. Tanaman sayuran dapat dibagi atas tiga jenis yang dipilah menurut

bagian tanaman yang dipanen, yaitu: (1) sayuran daun yang dipanen

bagian daunnya, seperti bayam, kangkung, katu, selada dan sawi, (2)

sayuran biji dan polong, yang dipanen bagian polong dan bijinya seperti

kapri, kacang hijau, kedelai, dan petadan (3) sayuran umbi dan buah yang

dipanen bagian umbi dan buahnya (Haryanto, 2007).

Sayuran Cabai

Masyarakat Indonesia secara umum sudah tidak asing lagi dengan tanaman

cabai. Buah dari tanaman ini biasa dipergunakan sebagai bumbu masak

maupun dimakan segar bersama makanan ringan. Tanaman ini memiliki

beragam varietas, mulai dari cabai rawit, cabai keriting, cabai besar,

hingga cabai paprika yang merupakan jenis cabai termahal saat ini. Cabai

pada dasarnya terbagi atas dua golongan utama, yaitu cabai besar

(Capsicum annum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.) (Setiadi,

2008).

Cabai memiliki anatomi perakaran tunggang yang terdiri atas akar utama

(primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut-

serabut akar (akar tersier). Panjang akar primer tanaman berkisar 35–50

cm. Akar lateral menyebar dengan panjang berkisar 35–45 cm. Batang

cabai utama tanaman tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 30–40 cm, dan

diameter batang sekitar 1,5–3,0 cm. Batang utama tanaman berkayu dan

15

berwarna cokelat kehijauan. Pada budidaya cabai intensif pembentukan

kayu pada batang utama mulai terjadi pada umur 30–40 hari setelah tanam

(HST). Pada setiap ketiak daun cabai akan tumbuh tunas baru yang

dimulai pada umur 10–15 HST, namun pada budidaya cabai intensif,

tunas-tunas baru itu harus dirempel. Dilihat dari pertumbuhan tanaman,

pertambahan panjang tanaman cabai diakibatkan oleh pertumbuhan

kuncup secara terus-menerus. Pertumbuhan tanaman seperti ini disebut

pertumbuhan simpodial. Cabang primer akan membentuk percabangan

sekunder dan cabang sekunder membentuk percabangan tersier terus-

menerus. Pada budidaya cabai secara intensif akan terbentuk sekitar 11–

17 percabangan pada satu periode pembungaan. Tanaman cabai tidak

menghendaki curah hujan yang tinggi karena tidak tahan terhadap guyuran

air hujan secara terus-menerus. Curah hujan yang baik bagi tanaman cabai

antar 600-1250 mm

Sayuran Tomat

Tanaman Tomat merupakan tanaman sayuran dengan famili Cultivar.

Budidaya tanaman tomat dengan cara persemaian. Penanaman tomat

dengan melubangi plastik berdiameter 10 cm pada jarak tanam. Jarak

tanam yang dipakai adalah double row (dua baris tanaman) per bedengan

dengan jarak 30 cm dan 70 cm jarak antara tanaman dan barisan. Sebelum

penanaman dilakukan penyiraman bedengan sedalam 25–30 cm.

Penanaman dilakukan pada bibit yang sudah berumur 4–6 minggu atau

sudah mempunyai 3–5 helai daun. Satu lubang tanam diisi satu buah bibit.

Pemeliharaan tanaman tomat yaitu dengan cara penyulaman. Penyulaman

16

dilakukan pada tanaman yang tidak sehat pertumbuhannya dengan bibit

baru yang kira-kira umurnya sama. Penyulaman dilakukan pada satu

minggu setelah tanam. Pengajiran dlakukan 3-4 minggu setelah tanam.

Ajir terbuat dari bambu 2 x 100 cm, ditancapkan 10 cm dari pohon.

Ditanam sedalam 20–30 cm dengan posisi miring keluar. Pengikatan

tanaman pada ajir dilakukan pada umur 3-4 minggu. Panen pada tanaman

tomat dilakukan mulai 3 bulan setelah tanam. Panen berikutnya setelah 7

hari sekali. Saat pemanenan jangan terlalu matang agar bertahan lama.

Buah yang telah dipanen segera disortir (dipisahkan) berdasarkan grade

yang sesuai dengan pesanan pasar.

Sayuran Wortel

Wortel merupakan tanaman sayuran cultivar. Persiapan lahan untuk

kedalaman tanah 40 cm atau lebih. Bedengan yang dibutuhkan pada

tanaman berkisar 15 cm, panjang 10 cm, jarak antar bedengan sekitar 40

cm. Pada beberapa bedengan dibuat beberapa parit dengan lebar 15 cm

dan kedalaman 25 cm, serta jarak 40 cm. Pada penanaman buat garis

memanjang pada tanaman yang telah diberi pupuk kandang. Taburkan

pada alur tersebut biji wortel, tutup kembali biji yang dialur dengan pupuk

kandang setebal 1 cm, lalu tutup dengan jerami atau daun pisang dibuka

setelah tanaman tumbuh. Pemeliharaan tanaman wortel dilakukan dengan

penyiraman terus-menerus hingga biji berkecambah, Penjarangan

dilakukan untuk tanaman yang tumbuh rapat. Pembubunan pangkal umbi

yang kelihatan di permukaan tanah. Saat umur tanaman 1-1,5 bulan

berikan pupuk ke dua pada tanaman. Panen pada umumnya sekitar 3-4

17

bulan, tergantung varietasnya. Saat panen yang tepat umbi tidak terlalu

tua dan tidak terlalu muda. Pasca panen setelah dikumpulkan umbi dicuci

bersih dengan air yang mengalir.

3. Rantai Pasok

Rantai pasok merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi

yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik

mungkin menyelenggarakan pengadaaan atau penyaluran barang tersebut

(Indrajit dan Djokoprantoro, 2002). Rantai pasok mencakup seluruh

interaksi antara pemasok, manufaktur, distributor, dan pelanggan. Interaksi

ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi, penjadwalan, transfer

kredit, dan tunai serta transfer bahan baku antara pihak-pihak yang terlibat

(Heizer dan Render, 2004). Rantai pasokan menurut Heizer dan Render

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rantai Pasok (Heizer dan Render, 2004)

Informasi Penjadwalan

Persediaan Arus Kas

Arus Persediaan

Arus Kreatif

Arus Bahan Baku

Persediaan

Pemasok

Pemasok

Pemasok

Perusahaan

Manufaktur

Konsumen

Konsumen

Konsumen Distributor

18

Siagian (2005), menyatakan bahwa rantai pasokan berkaitan langsung

dengan siklus bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang dan distribusi

kemudian sampai ke konsumen. Perusahaan meningkatkan kemampuan

bersaing melalui penyesuaian produk, kualitas yang tinggi, pengurangan

biaya, dan kecepatan meraih pasar dengan penekanan pada rantai pasok.

Rantai pasokan menurut Siagian (2005) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rantai Pasok (Siagian, 2005)

4. Manajemen Rantai Pasok

Supply chain management merupakan sebuah pendekatan yang

menggambarkan koordinasi dari arus barang, arus informasi, dan arus

keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi.

a. Arus material atau barang melibatkan arus produk fisik dari pemasok

sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari

layanan, daur ulang dan pembuangan.

Pemasok Persediaan Perusahaan Distributor Pelanggan

- Arus Informasi

- Arus Penjadwalan

- Arus Kas

- Arus Pesanan

- Arus Kredit

- Arus Bahan Baku

19

b. Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan

laporan status pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen

akhir dan penyedia material mentah.

c. Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit,

jadwal pembayaran dalam penetapan kepemilikan dan pengiriman

(Kalakota dan Robinson, 2000).

Menurut Guritno (2014) aliran rantai pasok terdiri dari Alur pertama adalah

aliran dua arah produk dan jasa, konsumen berharap pesanan mereka akan

sampai tepat waktu seperti yang dijanjikan di dalam kondisi baik. Jalur

produk dua arah menunjukkan dua arah kepentingan, pengiriman produk

sampai ke konsumen serta pengembalian produk karena rusak, kadaluwarsa,

atau sebab lainnya.

Alur kedua adalah aliran informsi dua arah, pemahaman tradisional yang

terjadi adalah informasi berjalan dari konsumen melalui wholesaler menuju

ke produsen untuk selanjutnya ke vendor, sedangkan informasi berjalan dua

arah.

Alur ketiga adalah aliran finansial atau arus kas. Secara tadisional arus uang

dilihat dengan berjalan dari hilir ke hulu, yaitu dari konsumen berupa

pembayaran barang atau jasa menuju ke wholesaler, selanjutnya menuju ke

anggota rantai pasok lainnya. Rantai pasok menurut Guritno (2005) dapat

dilihat pada Gambar 3.

20

Uang

Gambar 3. Aliran Dua Arah dalam Rantai Pasok

Menurut Pujawan (2005), terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola

yaitu :

1. Aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).

Contohnya bahan baku yang dikirim dari pemasok ke pabrik. Setelah

produk selsai diproduksi, produk dikirimkan ke distributor lalu

dikirimkan ke pengecer atau ritel, kemudian ke konsumen akhir.

2. Aliran keuangan dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.

3. Aliran informasi yang dapat terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.

Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing

outlet penjualan dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi

tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh pemasok

juga dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan

baku dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan

menerima.

Manajemen rantai pasok mengatur aliran barang dan jasa serta informasi

yang diteruskan ke pesanan untuk mencapai tingkat keselarasan atau

sinkronisasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Masing-masing

segmen dari rantai pasokan diatur secara terpisah (berdiri sendiri) yang lebih

fokus pada tujuannya masing-masing. Tujuan dari rantai pasokan adalah

Vendors WholeSalers

s

Manufactur

ers

WholeSalers Retailers /

Customers

Produk, Jasa

Informasi

21

mencapai kepuasan pelanggan. Rantai pasok mencakup empat proses

penting, yaitu memperoleh pesanan pelanggan, memperoleh bahan baku,

dan komponen pendukung dari pemasok, memproduksi pesanan dan

memenuhi pesanan pelanggan (Rusell dan Taylor, 2003).

Simici-Livi et al (2000) menyatakan manajemen rantai pasok sebagai

sebuah pendekatan yang diterapkan untuk menyatukan pemasok, pengusaha,

gudang, dan tempat penyimpanan lainnya (distributor, retailer, pengecer)

secara efisien sehingga produk dapat dihasilkan dan didistribusikan dengan

jumlah yang tepat untuk menurunkan biaya dan memenuhi kebutuhan

pelanggan. Definisi tersebut berdasarkan atas beberapa hal :

a. Manajemen rantai pasok perlu mempertimbangkan bahwa semua

kegiatan mulai dari pemasok, manufaktur, gudang, distributor, retailer

sampai ke pengecer berdampak pada biaya produk yang diproduksi

sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

b. Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah agar total biaya dari semua

bagian, mulai dari transportasi dan distribusi, persediaan bahan baku,

barang dalam proses, dan barang jadi menjadi lebih efektif dan efisien

sehingga mengurangi biaya.

Manajemen rantai pasok berputar pada integrasi yang efisien dari pemasok,

manufaktur, gudang, distributor, retailer, dan pengecer yang mencakup

semua aktivitas perusahaan, mulai dari tingkat starategis sampai tingkat

taktik operasional.

22

Siagian (2005) menyatakan terdapat dua hal penting dalam manajemen

rantai pasok. Pertama, manajemen rantai pasok adalah kolaborasi usaha

bersama antar setiap bagian atau proses dalam siklus produk. Kedua,

manajemen rantai pasok harus mencakup seluruh kegiatan siklus proyek.

Ruang lingkup manajemen rantai pasok meliputi :

a. Rantai pasok mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang

mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan pelanggan

termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah

rangkaian dari rantai pasokan.

b. Rantai pasok sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang

produksi.

5. Kinerja Rantai Pasok

Pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang sebenarnya

diperoleh dengan yang direncanakan, dengan kata lain sasaran-sasaran

yang telah ditargetkan harus diteliti sejauh mana pencapaian yang telah

dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Ruky, 2001). Kinerja mengacu pada

hasil output dan sesuatu yang dihasilkan dari proses suatu produk yang

dapat dinyatakan dalam istilah finansial dan nonfinansial (Hertz, 2009).

Kendala utama rantai pasok komoditas pertanian adalah perencanaan,

sosialisasi, pengiriman, dan ekspektasi. Perencanaan dalam rantai pasok

memegang peranan yang sangat penting. Lead time dan siklus dalam

pemenuhan pesanan bagi setiap pelaku rantai pasok sangat dipengaruhi

oleh perencanaan yang telah dibuat oleh anggota rantai pasok tersebut.

23

Selain itu, lead time yang digunakan untuk memenuhi pesanan juga akan

mempengaruhi biaya rantai pasok yang akan digunakan. Semakin lama

waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi pesanan, maka diperlukan biaya

tambahan untuk mengurangi resiko terjadinya kerusakan suatu komoditas.

Mengingat produk pertanian merupakan produk yang mudah rusak, waktu

menjadi salah satu faktir input yang paling bermasalah dalam kinerja rantai

pasok (Morgan, 2004).

Sistem pengukuran kinerja diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka

mengoptimalisasikan jaringan rantai pasok. Pengukuran kinerja bertujuan

untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan

langkah-langkah ke depan baik pada level strategi, taktik, dan operasional

(Vorst, 2006).

6. Teori Pemasaran

Salah satu faktor penentu berlanjutnya suatu proses produksi barang atau

jasa yang dihasilkan ialah keberhasilan dalam memasarkan hasil produksi

tersebut di pasaran. Untuk menunjang keberhasilan dalam memasarkan

suatu produk diperlukan suatu kegiatan yang dapat mengenalkan,

menginformasikan, dan menyampaikan hasil produksi dengan cara yang

sesuai sampai ke pihak konsumen, sehingga akan tercipta pemasaran yang

efisien serta menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi di setiap periode

usahanya. Berkaitan dengan hal di atas, diperlukan suatu kegiatan

pemasaran dengan sistem manajemen yang tepat. Pemasaran adalah proses

sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang

24

mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk

serta nilai dengan pihak lain ( Kotler, Armstrong, 2001).

Menurut American Marketing Association dalam Hasyim (2012),

pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk

menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan

dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang

menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. Selanjutnya

Hasyim (2012) mengatakan pemasaran adalah proses penciptaan,

pengkomunikasian, dan penyampaian nilai kepada pelanggan dan untuk

mengelola hubungan baik dengan pelanggan, dengan cara yang

menguntungkan baik bagi perusahaan maupun pelanggan.

Menurut Azzaino (1992), kegunaan yang diciptakan oleh tataniaga adalah:

1. Kegunaan tempat (place utility)

Hasil komoditas pertanian biasanya berpencar di daerah yang berlainan

sehingga peranan transportasi pergudangan dan ongkos-ongkos yang

menyangkut kegiatan ini mempunyai pengaruh terhadap kepuasan

konsumen. Kegunaan tempat adalah suatu kegiatan untuk mengubah

nilai suatu barang menjadi lebih berguna karena telah terjadi proses

pemindahan dari satu tempat ke tempat lain.

2. Kegunaan bentuk (form utility)

Perubahan suatu produk menjadi produk yang lebih berguna akan

menambah kepuasan konsumen. Proses standarisasi akan

mempengaruhi ongkos tataniaga serta marjin pedagang perantara dari

25

produk tersebut. Kegiatan meningkatkan barang dengan cara

mengubah bentuk menjadi barang lain yang lebih bermanfaat disebut

kegunaan bentuk.

3. Kegunaan waktu (time utility)

Kegunaan waktu merupakan kegiatan menambah kegunaan suatu

barang karena adanya proses waktu atau perbedaan dalam waktu.

Produk pertanian dihasilkan secara musiman sedangkan konsumsinya

sepanjang tahun, maka peranan penyimpanan antara musim panen

adalah sangat penting.

4. Kegunaan milik (posession utility)

Kegiatan yang disebabkan oleh bertambahnya kegunaan suatu barang

karena terjadi proses pemindahan pemilikan dari satu pihak ke pihak

lain disebut kegunaan milik.

Swastha (2002) menyatakan pemasaran adalah sistem keseluruhan dari

kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,

mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat

memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli

potensial.

Pemasaran adalah semua kegiatan yang membantu memuaskan

kebutuhan konsumen dengan mengkoordinir aliran barang dan jasa

konsumen atau pengguna. Dengan demikian pemasaran merupakan

kegiatan penyediaan dan menyalurkan barang atau jasa secara tepat,

baik kepada orang yang tepat, waktu yang tepat serta harga yang tepat

26

dengan memanfaatkan komunikasi atau promosi yang tepat pula

(Rahim, 2008).

Dalam proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke konsumen

diperlukan berbagai kegiatan yang dapat memperlancar poses

penyampaian barang atau jasa bersangkutan. Kegiatan-kegiatan

tersebut dinamankan fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemaaran

dikelompokkan menjadi tiga fungsi yaitu : (1) fungsi pertukaran, (2)

fungsi fisik (3) fungsi fasilitas (Hasyim, 1994).

(1) Fungsi pertukaran

Pertukaran adalah tindakan untuk memperoleh produk yang

dikehendaki dari seseorang dengan menawarkan suatu yang lain

sebagai balasannya (Kotler, 1995). Pertukaran ini terjadi melalui

proses pembelian dan penjualan. Pembelian dalam pemasaran

terdiri dari berbagai kegiatan yang berbeda tetapi saling

berhubungan yang dijalankan oleh produsen, pedagang, pengecer.

Penjualan merupakan kegiatan pelengkap atau suplemen dari

pembelian untuk memungkinkan terjadinya transaksi. Kegiatan

penjualan ini terdiri dari serangkaian kegiatan yang meliputi

penciptaan permintaan, menemukan si pembeli, negoisasi harga,

dan syarat-syarat pembayaran (Asauri, 1992).

(2) Fungsi fisik

Proses yang tercakup dalam fungsi fisik adalah pengolahan,

penyimpanan, dan pengangkutan. Proses-proses tersebut akan

menciptakan kegunaan bentuk,kegunaan tempat, dan kegunaan

27

waktu. Menuut Hasyim (1994) kegunaan bentuk adalah kegiatan

meningkatkan nilai barang dengan cara mengubah bentuknya

menjadi barang lain yang secara umum lebuh bermanfaat.

(3) Fungsi fasilitas

Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk

memperlancar kegiatan yang terjadi antara produsen dan

konsumen. adapun fungsi fasilitas ada empat, antara lain : fungsi

standarisasi dan grading, fungsi penanggulang risiko, fungsi

pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

7. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-

barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke konsumen.

Menurut Soekartawi (1993), saluran pemasaran pada prinsipya merupakan

aliran barang dari produsen ke konsumen dan terjadi karena adanya

lembaga pemasaran sangat bergantung dari sistem pasar yang berlaku dan

karakteristik barang yang dipasarkan. Dari saluran pemasaran tersebut

dapat dilihat tingkat harga pada masing-masing lembaga pemasaran.

Menurut Hasyim (2012), saluran pemasaran produk sampai kepada

konsumen akhir dapat panjang atau pendek, sesuai dengan tujuan dan

kebijakan perusahaan. Apabila rantai tataniaga panjang, maka produk

tersebut sebelum sampai kepada konsumen akhir melewati berbagai macam

perantara. Sebaliknya, rantai tataniaga yang pendek menandakan bahwa

28

produk tersebut langsung didistribusikan kepada konsumen akhir tanpa

memakai perantara.

Saluran tataniaga yang dilalui setiap komoditas pertanian dapat berupa

rantai tataniaga yang pendek ataupun rantai tataniaga yang panjang

tergantung dari banyaknya lembaga tataniaga yang aktif dalam sistem

tataniaga tersebut. Terdapat lima saluran tataniaga dapat digunakan dalam

pendistribusian produk pertanian, yaiu :

a. Produsen – konsumen

Saluran ini disebut saluran distribusi langsung. Produsen dapat menjual

barang dihasilkan melalui media pos, internet, dan lain-lain atau

langsung mendatangi rumah konsumen.

b. Produsen – pengecer – konsumen akhir

Saluran ini termasuk saluran distribusi langsung. Komoditas yang

dipasarkan oleh produsen sebelum sampai pada konsumen hanya

melalui satu perantara saja yaitu pengecer. Alternatif lain, ada sebagian

produsen yang mempunyai toko pengecer untuk melayani konsumen

secara langsung, tetapi bentuk distribusi seperti ini tidak lazim dipakai.

c. Produsen – Pedagang kecil – pedagang besar – pengecer- konsumen

akhir

Saluran ini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar

kepada pedagang besar saja dan tidak menjual kepada pedagang

pengecer. Pembelian oleh pengecer hanya dilayani pedagang besar, dan

pembeli oleh konsumen dilayani pengecer saja.

29

d. Produsen – pedagang kecil – pengecer – konsumen akhir

Saluran ini produsen memilih pedagang pengumpul sebagai penyalur.

Kadang-kadang pedagang pengumpul disebut juga sebagai agen.

Pedagang pengumpul menjalankan penjualannya kepada pedagang

besar. Sasaran penjualan pedagang besar terutama ditujukan untuk

melayani pengecer besar. Kemudian pengecer melayani penjual ke

konsumen.

e. Produsen – pedagang besar – pengecer – konsumen akhir

Saluran ini diawali dengan menggunakan pedagang pengumpul sebagai

perantara untuk menyalurkan barangnya ke pedagang di atasnya

sekaligus merangkap sebagai pemilik fasilitas pengolahan (Hasyim,

2002).

Lebih Lanjut, Lembaga-lembaga tataniaga pertanian dapat dirinci

sebagai berikut :

1. Tengkulak, yaitu lembaga yang secara langsung mengadakan

transaksi dengan petani. Transaksi tersebut bisa secara tunai, ijon,

atau kontrak pembelian.

2. Pedagang Pengumpul, adalah lembaga tataniaga yang melakukan

pembelian produk pertanian langsung kepada petani dan atau dari

tengkulak. Umumnya volume pembelian relatif kecil dan agar lebih

efisien biasanya mereka melakukan proses pengumpulan

(konsentrasi) dari banyak petani dan tengkulak.

3. Pedagang Besar, yaitu lembaga tataniaga yang melayani pembelian

dari pedagang-pedagang pengumpul. Artinya ini telah

30

meningkatkan efisiensi dengan melakukan konsentrasi, sehingga

volume perdagangan menjadi lebih besar. Pedagang ini selain

melakukan proses pengumpulan (konsentrasi), juga melaksanakan

proses distribusi (penyebaran) ke agen-agen penjualan atau

pengecer.

4. Agen Penjualan, adalah lembaga tataniaga yang biasanya membeli

produk pertanian yang dimiliki pedagang dalam jumlah besar

dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan pengecer.

5. Pengecer, adalah lembaga tataniaga yang berhadapan langsung

dengan konsumen atau pemakai akhir. Pengecer ini sesungguhnya

adalah ujung tombak dari proses produksi yang bersifat komersil,

yaitu keberlanjutan dari proses produksi dari produsen melalui

lembaga-lembaga tataniaga sangat tergantung dengan kegiatan

pengecer dalam memasarkan produk-produk pertanian kepada

konsumen.

8. Efisiensi Pemasaran

Cara menganalisis efisiensi dapat dilihat dari organisasi pasar komoditas

yang meliputi struktur, prilaku, dan keragaan pasar yang dikenal dengan

model S-C-P (structure, product,dan performance). Pada dasarnya

organisasi/kinerja pasar secara umum dapat dikelompokkan kedalam tiga

komponen :

1. Struktur Pasar (market structure) merupakan karakteristik organisasi

yang menggambarkan hubungan antara penjual dan pembeli yang

31

dilihat dari jumlah lembaga pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi

keluar masuk pasar (entry condition). Struktur pasar yang bersaing

sempurna bila jumlah pembeli dan penjual banyak, penjual dan pembeli

hanya menguasai sebagian kecil dari barang yang dipasarkan sehingga

masing-masing tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker).

Tidak ada gejala konsentrasi produk yang diperdagangkan homogen

dan ada kebebasan untuk keluar masuk pasar. Sebaliknya struktur pasar

tidak bersaing sempurna seperti monopoli (dicirikan oleh adanya

penjual tunggal). Oligopoli adalah pasar dengan beberapa penjual,

sedangkan ologopsoni adalah pasar dengan hanya beberapa pembeli.

2. Prilaku pasar (market conduct) merupakan tingkah laku lembaga

pemasaran dalam menghadapi struktur pasar tertentu untuk tujuan

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Prilaku pasar

menggambarkan tingkah laku kegiatan pembeli dan penjual dalam

melakukan kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga dan siasat

pasar (seperti potongan harga, prilaku curang dalam menimbang, atau

praktek kolusi pasar lainnya) untuk memperkuat posisi di dalam pasar.

3. Keragaan Pasar (market performance) adalah gejala yang tampak

sebagai akibat dari interaksi antara struktur pasar (market structure) dan

prilaku pasar (market conduct). Interaksi antara struktur dan prilaku

pasar pada kenyataannya cendrung bersifat kompleks dan saling

pengaruh dan mempengaruhi secara dinamis (market performance)

32

digunakan indikator-indikator dalam menentukan keragaan pasar,

antara lain :

a. Farmer Share

Analisis pangsa produsen (PS) bermanfaat untuk mengetahui

bagian harga yang diterima produsen yang dinyatakan dalam

persentase (Hasibuan, 1991). Semakin tinggi PS maka kinerja

pasar semakin baik dari sisi produsen.

............................................................................(1)

Keterangan :

PS = Bagian harga yang diterima produsen

Pf = Harga di tingkat produsen

Pr = Harga di tingkat konsumen.

b. Marjin Pemasaran

Menurut Mubyarto (1989), sistem pemasaran dikatakan efisien bila

memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Barang sampai ketangan konsumen akhir dengan harga

serendah-rendahnya.

2. Ada pembagian keuntungan yang adil terhadap setiap pelaku

pasar.

Berdasarkan Hasyim (2012), terdapat empat faktor sebagai

indikator efisiensi pemasaran, yaitu marjin pemasaran, harga di

tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan

persaingan pasar. Indikator marjin pemasaran lebih sering

33

digunakan dalam analisa atau penelitian efisiensi pemasaran,

karena melalui analisis marjin pemasaran dapat diketahui tingkat

efisiensi operasional (teknologi) serta efisiensi harga (ekonomi)

dari pemasaran.

Marjin pemasaran juga merupakan perbedaan antara harga suatu

barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayarkan

konsumen yang terdiri atas biaya pemasaran dan keuntungan

lembaga pemasaran. Menganalisis efisiensi sistem pemasaran

melalui analisis marjin pemasaran dapat menggunakan sebaran

ratio profit marjin (RPM) atau rasio marjin keuntungan pada setiap

lembaga pemasaran yang ikut serta dalam suatu proses pemasaran.

RPM merupakan perbandingan antara keuntungan yang diterima

lembaga tataniaga dengan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga

tersebut. Secara matematis marjin pemasaran dapat dinyatakan

sebagai:

mji = Psi – Pbi, atau

mji = bti + πi, atau

i = mji – bti

Total marjin pemasaran adalah

Mji = mji atau

Mji = Pr – pf

Ratio profit marjin dapat dinyatakan sebagai:

RPM =

34

Keterangan :

mji = marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i

Mji = total marjin pada satu saluran pemasaran

Psi = harga jual pada lembaga pemasaran tingkat ke-i

Pbi = harga beli pada lembaga pemasaran tingkat ke-i

bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i

i = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Pr = harga pada tingkat konsumen

Pf = harga pada tingkat produsen

i = 1,2,3,....,....,..n

c. Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transimisi harga merupakan rasio perubahan harga rata

rata di tingkat pengecer dengan perubahan harga rata-rata di tingkat

produsen. Menurut Sudiyono (2002) elastisitas transmisi harga

merupakan perbandingan perubahan nisbi dari harga di tingkat

pengecer dengan perubahan di tingkat petani. Sementara menurut

Widyastuti (2002), elastisitas transmisi harga digunakan untuk

mengetahui respon komoditas karena perubahan harga di tingkat

konsumen melalui informasi harga, dengan kata lain merupakan

rasio perubahan relatif harga rata-rata tingkat pengecer dengan

perubahan relatif harga di tingkat produsen.

Menurut Sudiyono (2002), jika diketahui besar elastisitas

transimisi, dapat diketahui pula besar perubahan harga di tingkat

pengecer dan perubahan harga di tingkat petani. Dengan

diketahuinya hubungan tersebut diharapkan ada mafaat informasi

35

pasar tentang : pertama, kemungkinan adanya peluang kompetisi

yang efektif dengan memperbaiki “market tranpereny”; kedua,

keseimbangan penawaran dan permintaan antara petani dan

pedagang sehingga dapat mencegah fluktuasi yang berlebihan;

ketiga, kemungkinan pengembangan pedagang antar daerah dengan

menyajikan informasi perkembangan pasar nasional atau lokal;

keempat, kemungkinan pengaruh risiko produksi dan pemasaran

sehingga dapat mengurangi kerugian; kelima, peluang perbaikan

pemasaran (terutama campur tangan harga) dengan menyediakan

analisis yang relevan pada pembuatan keputusan (decision marker).

Untuk menganalisis elastisitas transmisi harga digunakan rumus

sebagai berikut.

................................................................................. (2)

Atau

................................................................................. (3)

Haga mempunyai hubungan linier, dimana Pf merupakan fungsi

dari Pr, yang secara matematis dapat ditulis sebagai :

.............................................................................. (4)

Dari persamaan (4) diperoleh bahwa :

........................................................................................ (5)

Jika persamaan (5) dimasukkan kedalam pesamaan (3), maka

diperoleh :

................................................................................... (6)

36

Keterangan :

Et : Elastisitas transmisi harga

: Diferensiasi atau turunan

: Harga rata-rata di tingkat produsen

Pr : Harga rata-rata di tingkat konsumen akhir

a : Konstanta

b : Koefisien regresi

1. Jika Et > 1, persentase perubahan harga di tingkat pengecer

mengakibatkan perubahan harga lebih besar daripada di tingkat

petani. Dengan kata lain, persentase kenaikan harga di tingkat

konsumen lebih tinggi dibandingkan di tingkat produsen.

Keadaan tersebut mencerminkan praktik lembaga pemasaran yang

mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna.

2. Jika Et < 1, persentase perubahan harga di tingkat pengecer

mengakibatkan perubahan lebih kecil daripada di tingkat petani.

Dengan kata lain, persentase kenaikan harga di tingkat konsumen

lebih rendah dibandingkan tingkat produsen.

3. Jika Et = 1, persentase perubahan harga yang sama di tingkat

pengecer mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen.

Perubahan sebesar 1% di tingkat petani diikuti dengan perubahan

harga sebesar 1% di tingkat konsumen. Keadaan tersebut

menyebabkan terjadi perbedaan harga di tingkat produsen dan

harga di tingkat konsumen hanya dibedakan oleh margin

pemasaran yang tetap sehingga kecendrungan ini dapat dikatakan

persaingan sempurna.

37

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini berjudul Analsis Rantai Pasok Sayuran Unggulan di Kecamatan

Sukau Kabupaten Lampung Barat. Tujuan dari penelitian ini untuk

mengetahui sistem rantai pasok, kinerja dan efisiensi pemasaran. Dalam

penelitian ini, penulis menyerahkan kajian penelitian terdahulu sebagai acuan

dalam penulisan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah

penulis menggunakan tiga komoditas sayuran di Kabupaten Lampung Barat,

kelebihan penelitian ini yaitu penentuan aliran rantai pasok yang terdiri dari

aliran produk, aliran informasi dan aliran keuangan akan menggambarkan

bagaimana pola aliran yang terbentuk untuk mengukur kinerja rantai pasok

dalam pemenuhan kebutuhan konsumen sehingga dapat dinilai baik atau

kurang baik kinerja pada setiap lembaga yang ada, sedangkan dari beberapa

lembaga yang terlibat akan diukur efisiensi pemasaran sehingga akan

diketahui perbedaan harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga

yang dibayarkan konsumen atas biaya pemasaran dan keuntungan yang

diperoleh dari beberapa lembaga pemasaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan penelitian ini

dengan penelitian terdahulu yaitu lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten

Lampung Barat Kecamatan Sukau, penentuan pola aliran rantai pasok, kinerja

rantai pasok, dan efisiensi pemasaran.

38

Tabel 6. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Metode Analsisis Hasil Penelitian

1 Ali (2017) Analisis Efisiensi Sistem

Pemasaran Kubis di Kecamatan

Gisting Kabupaten Tanggamus

Metode analisis yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu :

1. Metode S-C-P

(Structure, Conduct and

Performance).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sistem pemasaran kubis di

Kecamatan Gisting tidak efisien,

dimana (a) struktur pasar yang

dihadapi adalah struktur pasar

oligopsoni, (b) prilaku pasar

menunjukkan bahwa petani masih

dirugikan dan bertindak sebagai

price taker (c) terdapat dua belas

saluran pemasaran dengan pangsa

produsen (PS) masih dibawah 55%,

marjin pemasaran tinggi dan rasio

marjin keuntungan (RPM) tidak

menyebar merata, serta elastisitas

transmisi harga lebih dari satu.

2 Noviantari (2015) Analisis Rantai Pasok dan Nilai

Tambah Agroindustri Kopi Luwak

di Provinsi Lampung

Metode analisis yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu :

1. Metode Deskriptif

2. Metode Hayami

3. Efisiensi Pemasaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

1. Pihak-pihak yang terkait dalam

rantai pasok agroindustri kopi

luwak di Provinsi Lampung ini

adalah terdiri dari petani kopi,

pedagang pengumpul, pedagang

buahkopi, agroindustri kopi

luwak, pedagang besar, pedagang

pengecer, eksportir, dan

konsumen.

2. Saluran distribusi yang paling

efisien adalah saluran 1, yaitu

39

penyaluran langsung produk kopi

luwak kepada konsumen dengan

nilai efisiensi pemasaran sebesar

31,62 persen.

3. Rata-rata nilai tambah yang

diperoleh dari pengolahan satu

kilgram buah kopi menjadi kopi

luwak biji Rp67.123,95, kopi

luwak biji menjadi kopi luwak

bubuk Rp78.887,87 dan buah

kopi menjadi kopiluwak bubuk

Rp42.666,01. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa agroindustri

kopi luwaktersebut

menguntungkan.

3 Lestari (2016) Analisis Kinerja Rantai Pasok Dan

Nilai Tambah Produk Olahan

Kelompok Wanita Tani Melati di

Desa Tribudisyukur Kecamatan

Kebun Tebu Lampung Barat

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. SCOR Versi 9,0 untuk

mengukur kinerja rantai pasok

2. Metode Hayami untuk

menganalisis nilai tambah

Hasil dari penelitian

ini adalah :

1. Kinerja kopi bubuk yaitu,

kemasan 25gr dengan POF =

79,17%, COGS= 76,43%, TSMC

= 76,14%. Kemasan 50gr POF =

92,19%, COGS= 72,25% , TSMC

= 54,34% . Kemasan 1kg POF=

94,19%, COGS= 60,52%, TSMC

= 60,49%. Kinerja untuk gula

aren adalah gula aren cetak

dengan POF = 97,33%, COGS=

98,56%, TSMC = 98,49%, gula

aren kristal dengan POF = 98,3%,

COGS= 57,23%, TSMC =

53,46%. Kinerja untuk produk

40

madu dengan POF=96,5%,

COGS=77,8%, TSMC 77,1%

Terdapat ketidakefektifan pada

atribut biaya manajemen yaitu

metrik TSMC.

(3) Analisis nilai tambah kopi, yaitu

kemasan 25gr memberikan rasio

nilai tambah sebesar 55,68%,

kemasan 50gr 14,17%, dan

kemasan reguler 39,07%. Nilai

tambah aren kristal sebesar

53,48%. Nilai tambah madu

sebesar 24,63%. Produk yang

memberikan nilai tambah terbesar

untuk KWT Melati adalah kopi

kemasan 25gr.

4 Sari (2017) Rantai Pasok dan Nilai Tambah

Keripik Nangka dan Keripik Pisang

Pada Agroindustri Keripik Panda

Alami di Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran

Metode yang digunakan pada

penelitian ini yaitu :

1. Pengukuran kinerja dilakukan

dengan membandingkan

indikator keripik dengan

indikator FoodScor Card

2. Pengukuran Efisiensi

menggunakan software deap 2.1.

Hasil penelitian menunjukkan pola

aliran rantai pasok dimulai dari

petani sebagai pemasok bahan baku,

kinerja rantai pasok petani

menunjukkan selutuh indikatir sudah

baik berdasarkan perbandingan

dengan FoodScor Card, Pengukuran

efisiensi menunjukkan hanya 37,5

persen pelaku rantai pasok yang

sudah efisien untuk katagori DMU

petani, dan 100 persen untuk

katagori DMU agroindustri dan

retail,.

41

5 Adityas (2017) Strategi Pengembangan Komoditas

Sayur Unggulan Kawasan

Agropolitan Kabupaten Tanggamus

Metode yang digunakan pada

penelitian ini yaitu :

1. Analisis Pendapatan dan Analisi

R/C

2. Marjin Pemasaran dan Pangsa

Produsen

3. SWOT

Hasil analisis menunjukkan bahwa

keuntungan usahatani sayuran di

Kawasan Agropolitan Kabupaten

Tanggamus layak dan

menguntungkan untuk diusahakan

dengan nilai R/C>1. Sayuran cabai

merupakan komoditas yang lebih

unggul pada tingkat pendapatan

petani. Strategi prioritas untuk

mengembangkan usahatani sayuran

yaitu; (1) memanfaatkan tenaga kerja

secara efektif untuk meningkatkan

kualitas produk agar daya beli

konsumen semakin tinggi, (2)

mengoptimalkan lokasi usahatani

sebagai sentra agropolitan sayuran

agar memungkinkan adanya harga

tetap sayur tingkat petani, (3)

meningkatkan kemampuan SDM

agar tercapainya kemandirian dalam

berusahatani.

6 Prayitno (2013) Efisiensi Pemasaran Cabai Merah

di Kecamatan Adiluwih Kabupaten

Pringsewu Provinsi Lampung

Metode yang digunakan pada

penelitian ini yaitu :

1. Analisis Pangsa Produsen

2. RPM (Rasio Profit Marjin)

3. Korelasi Harga

4. Elastisitas Transmisi Harga

Hasil analisis menunjukkan sistem

pemasaran cabai merah sudah efisien

dilihat dari pangsa produsen

(PS>70), walaupun struktur pasar

yang terjadi yaitu pasar oligopsoni ,

Prilaku pasar bahwa harga banyak

ditentukan oleh pedagang, keragaan

pasar menunjukkan terdapat tiga

saluran pemasaran dengan

penyebaran marjin dan RPM yang

42

tidak merata antar lembaga

pemasaran.

7 Nisa (2017) Analisis Pendapatan dan Pemasaran

Cabai Merah di Kecamatan

Kalianda Kabupaten Lampung

Selatan

Metode yang digunakan pada

penelitian ini yaitu :

1. Perhitungan R/C Ratio

2. Efisiensi Pemasaran

menggunakan model S-C-P

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

usahatani cabai merah di Kecamatan

Kalianda menguntungkan dengan

Pendapatan sebesar Rp

91.519.527,08 perhektar. Pemasaran

cabai merah di Kecamatan Kalianda

Kabupaten LampungSelatan belum

Efisien.

8 Heriani (2013) Analisis Keuntungan dan Risiko

Usahatani Tomat di Kecamatan

Sumberejo Kabupaten

Tanggamus

Metode yang digunakan pada

penelitian ini yaitu :

1. Perhitungan R/C Ratio

2. Tingkat Risiko dihitung

berdasarkan nilai Koefisien

Variasi

Hasil penelitian menunjukkan

usahatani tomat di Kecamatan

Sumberejo Kabupaten

Tanggamus menguntungkan

dengan nilai R/C 3,03 atas biaya

total. Usahatani mengandung

risiko dengan nilai koefisien

variasi sebesar 0,86 dan nilai

batas bawah keuntungan sebesar

Rp. – 5.985.235,54 hal ini berarti

petani berpeluang mengalami

kerugian.

9 Cahyono (2013) Anaisis Efisiensi Pemasaran

Sayuran Wortel di SUB

Terminal Agribisnis (STA)

Kabupaten Karanganyar

Metode yang digunakan pada

penelitian ini yaitu :

1. Marjin Pemasaran

2. Farmer Share

3. Efisiensi Operasional

4. Efisiensi Harga

Hasil penelitian menunjukkan

marjin pemasaran, Farmer Share,

dan efisiensi harga sayuran

wortel di STA Karanganyar

belum efisien. Perubahan harga

di tingkat pedagang pengecer

43

tidak di transmisikan dengan baik

pada tingkat harga di petani.

10 Sari (2017) Kinerja Rantai Pasok Sayuran

dan Penerapan Contract

Farming Models

Metode yang digunkan pada

penelitian ini yaitu :

1. Pengukuran kinerja rantai

pasok menggunakan metode

Supply Operasional

Reference (SCOR)

2. Penentuan kontak kemitraan

menggunakan analisis

contract farming models

Hasil penelitian menunjukkan

kinerja rantai pasok dari atribut

reliability hanya mencapai posisis

adventage sehingga kinerja rantai

pasok sayuran harus lebih

ditingkatkan. Atribut

Responsivitas dan Fleksibilities

perusahaan sudah mencapai

superior. Hasil analisis kontak

kemitraan pertanian yang cocok

ditetapkan untuk menunjang

kinerja rantai pasok adalah

Centralized Model.

44

Pada Tabel 6 terlihat bahwa penelitian terdahulu yang menganalisis rantai

pasok dan efisiensi pada rantai pasok, yaitu Ali (2017), Noviantari (2015),

Lestari (2016), Sari (2017), Adityas (2017), metode analisis yang

digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode

analisis kualitatif untuk mengetahui pola aliran rantai pasok, dan

mengetahui bagaimana aliran produk, aliran finansial, dan aliran

informasi. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis

efisiensi pada rantai pasok dengan menggunakan farmer share, margin

pemasaran, dan rasio keuntungan dan terhadap biaya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi dalam

melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat, penelitian sebelumnya belum ada yang

dilakukan di Kecamatan Sukau Kabuapaten Lampung Barat selain itu,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola saluran serta

aliran barang, aliran finansial, dan aliran informasi yang terdapat pada

sayuran unggulan dengan tiga komoditas yaitu cabai, tomat, dan wortel.

Serta Penelitian ini juga menghitung kinerja rantai pasok. Pengukuran

kinerja dilakukan dengan membandingkan indikator dari setiap sayuran

cabai, tomat, dan wortel dengan indikator yang terdapat pada FoodScor

Card dan menghitung efisiensi penasaran dengan farmer share, margin

pemasaran, dan rasio keuntungan terhadap biaya pada tiga komoditas

unggulan di Kabupaten Lampung Barat.

45

Pengukuran kinerja rantai pasok digunakan untuk mengoperasionalkan

rantai pasok dengan baik, sehingga dapat efektif dan efisien, adanya

pengukuran kinerja manajemen rantai pasok untuk memperbaiki kinerja

agar dapat lebih baik lagi. Margin pemasaran merupakan perbedaan antara

harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani,

lebih lanjut dapat dianalisis sebagai berikut : harga yang dibayarkan

konsumen merupakan harga di tingkat pengecer (retail) yaitu merupakan

perpotongan antara kurva permintaan primer dengan kurva penawaran

turunan, sementara itu harga di tingkat petani merupakan perpotongan

antara kurva permintaan turunan dengan kurva penawaran primer.

Permintaan konsumen atas suatu produk ditingkat pengecer disebut

permintaan primer. Sementara itu suatu produk ditingkat petani disebut

permintaan turunan sebab permintaan ini diturunkan dari permintaan

konsumen ke tingkat pengecer.

Semakin panjang rantai pemasaran, biaya pemasaran akan semakin besar.

Hal ini berakibat semakin banyaknya margin pemasaran sehingga harga

yang diterima petani (farmer share) semakin kecil. Rasio keuntungan

terhadap biaya merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga

pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran yang telah dilakukan.

Nilai rasio keuntungan tehadap biaya sama dengan satu menunjukkan

bahwa biaya yang dikeluarkan sama besar dengan keuntungan yang

diperoleh.

46

C. Kerangka Pemikiran

Lampung Barat merupakan kabupaten sebagai sentra produksi sayuran di

lampung. Salah satu kecamatan yang memiliki produksi tertinggi komoditas

sayuran di Kabupaten Lampung Barat adalah Kecamatan Sukau. Usahatani

yang banyak dikembangkan di Kecamatan Sukau seperti cabai, tomat, dan

wortel. Usahatani yang dikelola oleh petani di Kecamatan Sukau merupakan

serangkaian kegiatan yang akan menghasilkan output untuk dijual ke

konsumen. Output atau hasil produksi sayuran tersebut untuk memenuhi

permintaan konsumen sehingga akan tercapainya kepuasan konsumen dalam

pemenuhan kebutuhan sayuran sesuai dengan waktu yang diinginkan

konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah petani telah mampu

memenuhi kebutuhan sayuran sesuai dengan waktu yang diinginkan konsumen

sehingga dilakukan pengukuran bagaimana kinerja petani dalam memenuhi

permintaan sayuran, namun untuk mengukur kinerja petani perlu diketahui

terlebih dahulu bagaimana pola rantai pasok yang menghubungkan distribusi

produk sampai ke tangan konsumen akhir sehingga akan diketahui bagaimana

kinerja petani dan pedagang yang terlibat. Pengukuran kinerja rantai pasok

terdiri dari reliabilitas ( kemampuan dalam memenuhi permintaan konsumen),

responsivitas (waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen),

fleksibilitas (kemampuan untuk memenuhi permintaan tambahan dari pembeli

yang terjadi secara mendadak atau tiba-tiba), Biaya (perputaran uang atau

pembayaran ke tangan pemasok).

47

Adanya lembaga pemasaran yang berperan aktif dalam distribusi produk

menyebabkan harga yang diterima petani rendah. Sehingga peneliti tertarik

untuk mengukur efisiensi pemasaran yang terdiri dari struktur pasar, perilaku

pasar dan keragaan pasar. Keragaan pasar meliputi pangsa produsen dan

margin pemasaran. Efisiensi pemasaran dianalisis guna mengetahui

keseluruhan kegiatan pemasaran dari produk sayuran unggul. Pangsa produsen

dianalisis untuk mengetahui bagaimana kinerja pasar dari produk sayuran dari

sisi produsen, karena pangsa produsen menggambarkan bagaimana persentase

perbandingan harga pada tingkat produsen dan konsumen. Analisis margin

tataniaga untuk mengetahui saluran pemasaran yang paling efektif untuk petani

di Kecamatan Sukau, setelah itu diukur elastisitas transmisi harga yang

diterima petani dan harga yang diterima konsumen sehingga akan diketahui

apakah pemasaran di Kecamatan Sukau efisien atau tidak efisien. Berdasarkan

uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dapat diringkas seperti Gambar 4.

48

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Analisis Rantai Pasok Sayuran Unggulan di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.

Usahatani Cabai,

Tomat dan Wortel

Output / hasil

produksi (cabai,

tomat, wortel)

Harga

Lembaga Pemasaran :

1. Petani

2. Agen

3. Pedagang Besar

4. Pedagang Pengecer

5. Konsumen

Lembaga Penunjang

1. Pemerintah

2. Koperasi

3. Penyuluhan

Struktur Pasar

Prilaku Pasar

Keragaan Pasar

1. Marjin Pemasaran

2. Elastisitas

Transmisi Harga

Efisiensi

Pemasaran Pola Rantai Pasok

Kinerja Rantai

Pasok

Reliabilitas

o Kinerja Pengiriman

o Pemenuhan

Pesanan

o Kesesuaian dgn

Standar

Responsivitas

o Lead Time

o Siklus Pemenuhan

Pesanan

Fleksibilitas

Fleksibilitas Rantai

Pasok

Biaya

Cash to Cash Cycle

Time

Baik / Kurang

Baik

49

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Metode survei merupakan penelitian yang dilakukan kepada beberapa

anggota populasi dimana responden akan diberikan pertanyaan-pertanyaan

terkait dengan topik penelitian. Penelitian Survei adalah penelitian yang

mengambil sampel dari satu populasi menggunakan kuesioner sebagai alat

pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1987).

B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional meliputi semua pengertian yang

digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan

penelitian.

Rantai pasok merupakan jaringan dari berbagai organisasi terkait yang saling

terhubung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

menyelenggarakan pengadaan atau penyalur barang.

Manajemen rantai pasok adalah jaringan kerja dalam pengadaan dan

penyaluran bahan baku dari pemasok hingga ke konsumen akhir dengan

mengkoordinasikan arus barang, arus informasi, dan arus modal antar rantai.

50

Tataniaga adalah segala kegiatan yang bersangkut paut dengan semua aspek

proses yang terletak diantara fase kegiatan sektor produksi barang-barang dan

jasa-jasa sampai kegiatan sektor konsumen.

Pola aliran rantai pasok adalah pola yang terbentuk dari kegiatan bisnis dalam

rantai pasok yaitu dimulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan,

pendistribusian, hingga produk sampai ke konsumen akhir.

Kinerja rantai pasok mengacu pada output dari proses rantai pasok sayuran

yang dapat dinyatakan secara finansial dan nonfinansial.

Harga sayuran adalah harga yang dibayarkan konsumen kepada pedagang

pengecer sayuran pada waktu terjadinya transaksi jual beli sayuran, diukur

dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Harga sayuran tingkat pedagang pengecer adalah harga sayuran yang

dibayarkan pedagang pengecer kepada pedagang besar dan agen pada waktu

transaksi jual beli, diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Harga sayuran tingkat pedagang besar adalah harga sayuran yang dibayarkan

pedagang besar kepada pihak agen pada waktu transaksi jual beli, diukur

dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Harga sayuran tingkat agen adalah harga sayuran adalah harga sayuran yang

dibayarkan agen kepada petani, diukur dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang

menyelenggarakan pemasaran. Menyalurkan jasa dan komoditas dari

51

produsen ke konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha

atau individu lainnya.

Margin pemasaran adalah perbedaan harga-harga pada berbagai tingkat

sistem tataniaga atau dengan kata lain margin pemasaran adalah perbedaan

jumlah yang dibayar konsumen dan jumlah yang diterima produsen atas

produk yang diperjualbelikan.

Sistem Tataniaga sayuran adalah keseluruhan kegiatan menyampaikan

sayuran dari produsen ke konsumen.

Agen atau pedagang pengumpul ialah lembaga pemasaran yang melakukan

pembelian produk pertanian langsung kepada petani ataupun tengkulak.

Pedagang besar adalah lembaga pemasaran yang menjual sayuran dengan

melakukan pengumpulan dan penyebaran ke pedagang pengecer.

Pedagang pengecer ialah lembaga pemasaran yang berhadapan langsung

dengan konsumen atau pemakai akhir.

C. Lokasi Penelitian Responden dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Barat Kecamatan Sukau pada

dua desa yaitu Desa Tanjung Raya dan Desa Hanakau. Penentuan lokasi

penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan daerah

tersebut sebagai sentra produksi sayuran di Kabupaten Lampung Barat.

Tingginya produksi menyebabkan banyaknya lembaga yang berperan dalam

52

memasarkan produk namun adanya permasalahan petani yang lemah dalam

penentuan harga sayuran.

Pengambilan sampel petani merujuk pada teori Sugiyono (2009) yang

menyatakan bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30-

500, sehingga sampel petani yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 30.

Sampel lembaga perantara dengan cara snowball. Snowball sampling

merupakan teknik non-probability sampling (sample dengan probabilitas

yang tidak sama). Metode ini merupakan metode pengambilan sample

dengan cara berantai, yaitu dengan cara menentukan satu sample kemudian

dari sample tersebut dicari keterangan lebih lanjut mengenai keberadaan

sample lain dengan cara mengikuti aliran barang. Alasan penggunaan metode

ini karena objek sample yang kita inginkan bersifat terpencar dan

keberadaannya tidak pasti. Pengumpulan data dalam penelitian dilaksanakan

pada bulan Februari sampai Maret 2018.

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, data primer

diperoleh dari sumber pertama, biasa disebut dengan responden. Data atau

informasi diperoleh melalui pertanyaan tertulis dengan menggunakan

kuesioner atau lisan dan menggunakan wawancara pengamatan secara

langsung di lapangan (observasi). Data sekunder diperoleh dari berbagai

literatur yang terdapat di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lampung, Badan Pusat Satatistik, instansi atau lembaga terkait seperti Dinas

53

Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung Barat, laporan-laporan,

publikasi dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif

menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku metode penelitian kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis mekanisme rantai

pasok yaitu pola saluran sayuran unggulan di Kabupaten Lampung Barat dan

aliran produk, aliran finansial, serta aliran informasi sayuran di Kabupaten

Lampung Barat. Analisis deskriptif kuantitatif merupakan jenis penelitian

yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai (diperoleh)

dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari

kuantifikasi (Sujarweni, 2014). Analisis deskriptif kuantitatif digunakan

untuk menganalisis kinerja rantai pasok dan efisiensi pemasaran sayuran

unggulan di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat dengan

menganalisis marjin pemasaran.

1. Sistem Rantai Pasok

Analisis rantai pasok digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan

kedua, yaitu mengetahui pola saluran sayuran unggulan dan mengetahui

aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi pada rantai pasok

sayuran. Rantai pasok merupakan sistem yang menghubungkan sayuran

54

dari sektor hulu hingga ke tangan konsumen. Analisis yang digunakan

merupakan analisis deskriptif kualitatif, mengenai bagaimana proses

sayuran dapat sampai kepada konsumen akhir. Informasi yang diperoleh

dari analisis ini adalah bagaimana pola saluran sayuran dari produsen

sampai konsumen akhir.

Pada tiap-tiap lembaga pemasaran yang terdapat di saluran pemasaran

akan menerapkan fungsi-fungsi pemasaran dengan mengetahui pola

saluran pemasaran akan dapat diketahui peranan yang dijalankan oleh

masing-masing lembaga pemasaran, saluran pemasaran dianalisis pada

setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pendistribusian

sayuran. Jika saluran pemasaran panjang namun fungsi pemasaran yang

dilakukan sangat dibutuhkan (sulit diperpendek), maka dapat dikatakah

efisien. Sebaliknya jika saluran pemasaran panjang, namun ada fungsi

pemasaran yang tidak perlu dilakukan, maka dapat dikatakan tidak

efisien, serta akan diketahui bagaimana aliran produk, finansial, dan

informasi dalam rantai pasok sayuran. Aliran produk dalam manajemen

rantai pasok sayuran merupakan penyaluran produk sampai ke konsumen

akhir, aliran finansial merupakan penyaluran nilai dalam bentuk rupiah

dimana aliran tersebut terdiri dari biaya yang dibayarkan dan keuntungan

yang diterima oleh setiap mata rantai yang terlibat dalam rantai pasok

sayuran. Aliran informasi berkaitan proses komunikasi antar mata rantai

yang terlibat dalam rantai pasok sayuran.

55

2. Kinerja Rantai Pasok

Kinerja rantai pasok untuk menjawab tujuan ketiga. Indikator yang

digunakan dalam pengukuran kinerja rantai pasok sayuran didasarkan

pada matriks kerja SCOR (Supply Chain Operation Refference). Dimana

SCOR meliputi reliability, responsiveness, flexibility, cost, dan asset

(Setiawan, 2011). SCOR didasarkan pada tiga hal, yakni pemodelan

proses, pengukuran performa atau kinerja rantai pasok, dan penerapan

best practices (Marimin, 2010). Indkator-indikator kinerja rantai pasok

sayuran unggulan di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat

sebagai berikut :

1. Kinerja Pengiriman

Kinerja pengiriman merupakan persentase pengiriman pesanan tepat

waktu yang sesuai dengan tanggal pesanan konsumen dan atau

tanggal yang diinginkan konsumen, yang dinyatakan dalam persen.

Secara matematis, dapat dilihat sebagai berikut :

2. Pemenuhan Pesanan

Pemenuhan pesanan adalah persentase jumlah permintaan konsumen

yang dapat dipenuhi tanpa menunggu, yang dinyatakan dalam persen.

Secara matematis, dapat dilihat sebagai berikut :

Total pesanan yang dikirim tepat waktu x 100 %

Total pesanan yang dikirim

Permintaan konsumen yang dapat dipenuhi tanpa menunggu x 100 %

Total Pesanan yang dikirim

56

3. Kesesuaian dengan Standar

Kesesuaian standar adalah persentase jumlah permintaan konsumen

yang dikirimkan sesuai dengan standar yang ditentukan konsumen,

yang dinyatakan dalam persen. Secara matematis, dapat dilihat

sebagai berikut:

4. Lead Time Pemenuhan Pesanan

Lead Time pemenuhan pesanan adalah menerangkan waktu yang

dibutuhkan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan konsumen, yang

dinyatakan dalam satuan jam.

5. Siklus Pemenuhan Pesanan

Siklus pemenuhan pesanan adalah waktu yang dibutuhkan oleh petani

pada satu siklus order, yang dinyatakan dalam satuan jam. Secara

matematis, dapat dilihat sebagai berikut:

6. Fleksibilitas Rantai Pasok

Fleksibilitas Rantai Pasok adalah waktu yang dibutuhkan untuk

merespon rantai pasok apabila ada pesanan yang tak terduga baik

peningkatan atau penurunan pesanan tanpa terkena biaya penalti, yang

dinyatakan dalam satuan hari. Secara matematis, dapat dilihat sebagai

berikut

Total Pesanan yang dikirim sesuai dengan standar x 100 %

Total pesanan yang dikirim

Siklus mencari barang + Siklus mengemas Barang + Siklus

Mengirim Barang

Waktu Perencanaan + Waktu Pengemasan + Waktu Pengiriman

57

7. Cash to cash cycle time

Cash to cash cycle time adalah perputaran uang mulai dari

pembayaran produk ke pemasok, sampai pembayaran atau pelunasan

produk ke konsumen, atau dapat diartikan sebagai waktu antara

pedagang membayar sayuran ke pemasok dan menerima pembayaran

dari konsumen, yang dinyatakan dalam satuan hari, secara metematis

dapat dilihat sebagai berikut :

8. Persediaan Harian

Persediaan harian adalah lamanya persediaan yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan jika tidak ada pasokan lebih lanjut, yang

dinyatakan dalam satuan hari secara matematis, dapat dilihat sebagai

berikut :

Menurut Bolstroff (2011), setelah diukur nilai pada setiap indikator

nilai-nilai tersebut akan dibandingkan dengan nilai Superior

FoodSCOR card yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council.

Kinerja rantai pasok yang diukur meliputi kinerja petani dan kinerja

lembaga. Kinerja rantai pasok merupakan akumulasi dari hasil

Cash to cash cycle time : Rata-rata persediaan (Inventory days

of supply) + waktu yang dibutuhkan konsumen membayar ke

pedagang (days sales outsending) – waktu yang dibutukan

pedagang membayar ke pemasok untuk barang yang sudah

diterima (days payeble outsending)

Persediaan Harian = Rata-Rata Persediaan

Rata-Rata Kebutuhan

58

kesimpulan setiap pelaku rantai pasok. Jika kinerja pelaku rantai

pasok baik, maka kinerja rantai pasok sayuran baik.

Tabel 7. Kriteria Pencapaian Kinerja Rantai Pasok

Indikator

Target Untuk

mencapai

Kriteria Baik

Target Untuk

Mencapai Kriteria yang

Kurang Baik

Lead Time Pemenuhan

Pesanan < 3 hari > 3 hari

Siklus Pemenuhan

Pesanan < 14 hari > 14 hari

Fleksibilitas Rantai

Pasok < 10 hari > 10 hari

Biaya Total Rantai

Pasok

Cash to Cash Cycle

Time < 29 hari > 29 hari

Persediaan Harian < 23 hari > 23 hari

Kinerja Pengiriman > 95.00 % < 95.00 %

Pemenuhan Pesanan > 88.00 % < 88.00 %

Kesesuaian dengan

Standar > 99.00 % < 99.00 %

Sumber : Bolstorff dan Rosenbaum, 2011

3. Analisis Efisiensi Pemasaran

Efisiensi sistem pemasaran digunakan untuk menjawab tujuan keempat

dalam penelitian ini dianalisis dengan model S-C-P (structure, conduct,

dan performance) atau model pendekatan organisasi pasar. Pada

dasarnya, organisasi pasar dapat dikelompokkan ke dalam tiga

komponen, yaitu :

a. Struktur Pasar (market structure)

Struktur pasar merupakan gambaran hubungan antara penjual dan

pembeli yang dilihat dari jumlah lembaga pemasaran, diferensiasi

produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry condition). Struktur

pasar dikatakan bersaing bila jumlah pembeli dan penjual banyak,

59

tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker), tidak ada gejala

konsentrasi, produk homogen, dan bebas untuk keluar masuk pasar.

Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna terjadi pada pasar

monopoli (hanya ada penjual tunggal), pasar monopsoni (hanya ada

pembeli tunggal), pasar oligopoli (ada beberapa penjual), dan pasar

oligopsoni (ada beberapa pembeli).

b. Perilaku Pasar (market conduct)

Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam

menghadapi struktur pasar tertentu dalam rangka mendapatkan

keuntungan yang sebesar-besarnya, dalam penelitian ini perilaku

pasar akan dilihat praktek transaksi dan pembentukan harga.

c. Keragaan Pasar (market performance)

Keragaan pasar merupakan gambaran gejala pasar yang tampak

akibat interaksi antara struktur pasar (market structure) dan perilaku

pasar (market conduct). Interaksi antara struktur dan perilaku pasar

cenderung bersifat kompleks dan saling mempengaruhi secara

dinamis. Selanjutnya, untuk menganalisis keragaan pasar digunakan

beberapa indikator, yaitu :

1. Farmer Share

Analisis pangsa produsen bertujuan untuk mengetahui bagian

harga yang diterima petani yang dinyatakan dalam persentase.

Apabila PS semakin tinggi, maka kinerja pasar semakin baik

dari sisi produsen. Dalam Farmer Share dirumuskan sebagai :

60

Keterangan :

PS = Bagian harga sayuran yang diterima produsen

Pf = Harga sayuran di tingkat (produsen)

Pr = Harga sayuran di tingkat (konsumen)

2. Marjin Pemasaran dan Rasio Profit Marjin

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui

perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat

konsumen.

Perhitungan marjin pemasaran dirumuskan sebagai berikut :

mji = Psi – Pbi, atau

mji = bti + πi, atau

i = mji – bti

Total marjin pemasaran adalah

Mji = mji atau

Mji = Pr – pf

Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat berdasarkan

persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran (Ratio Profit

Margin/RPM) pada masing-masing lembaga pemasaran,

dirumuskan sebagai :

RPM = bti

i

Keterangan :

mji = marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i

Mji = total marjin pada satu saluran pemasaran

Psi = harga jual pada lembaga pemasaran tingkat ke-i

Pbi = harga beli pada lembaga pemasaran tingkat ke-i

bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i

61

i = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Pr = harga pada tingkat konsumen

Pf = harga pada tingkat produsen

i = 1,2,3,....,....,..n

3. Elastisitas transmisi harga

Elastisitas transmisi harga menggambarkan sejauh mana

dampak dari perubahan harga suatu barang di suatu

tempat/tingkatan terhadap perubahan harga barang di tempat

lain. Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana diantara

dua harga pada dua tingkat pasar, yang selanjutnya dihitung

elastisitasnya (Hasyim, 2012), Selanjutnya Hasyim menyatakan

kriteria pengukuran pada analisis elatisitas transmisi harga

adalah :

a. Jika Et = 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen

(pengecer) sama dengan laju perubahan harga di tingkat

produsen, sehingga pasar dianggap sebagai pasar yang

bersaing sempurna dan sistem pamasaran telah efisien.

b. Jika Et > 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen

(pengecer) lebih besar dibandingkan laju perubahan harga di

tingkat produsen. Hal ini menggambarkan bahwa pemasaran

yang terjadi merupakan pemasaran bersaing tidak sempurna.

Dengan kata lain, sistem pemasaran yang berlangsung tidak

efisien.

c. Jika Et < 1, berati laju perubahan harga di tingkat konsumen

(pengecer) lebih kecil dari pada laju perubahan harga di

62

tingkat produsen, artinya pasar yang dihadapi oleh pelaku

pasar adalah pasar bersaing tidak sempurna, dan dengan

demikian sistem pemasaran yang berlangsung tidak efisien.

63

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat

1. Kondisi Geografis

Kabupaten Lampung Barat merupakan dataran tinggi dengan ketinggian

645 meter diatas permukaan laut dengan Ibukota Liwa terbentuk melalui

undang-undang No.6 Tahun 1991 yang merupakan pemekaran dari

Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun 2012 kabupaten ini dimekarkan

menjadi Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat. Secara geografis

Kabupaten Lampung Barat terletak pada koordinat 4o 47’ Lintang Utara,

5o 56’ Lintang Selatan dan antara 103

o 35’ – 104

o 33’ Bujur Timur dengan

batas wilayah sebagai berikut :

1. Utara berbatasan dengan Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera

Selatan dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu.

2. Timur berbatasan dengan Kabupaten Kabupaten Lampung Utara

3. Selatan berbatasan dengan Laut Indonesia dan Selat Sunda

4. Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Wilayah administratif Kabupaten Lampung Barat terdiri dari lima belas

wilayah kecamatan masing-masing kecamatan yaitu Balik Bukit, Sukau,

Lumbok Seminung, Batubrak, Belalau, Batu Ketulis, Bandar Negeri, Suoh,

64

Pagar Dewa, Sekincau, Sumber Jaya, Way Tenong, Gedung Surian, Kebun

Tebu, serta Air Hitam.

2. Keadaan Iklim

Kabupaten Lampung Barat memiliki kelembaban udara tergolong basah.

Kelembaban berkisar antara 50-80% dengan curah hujan tahunan yang

tinggi. Regim suhu berkisar dari panas pada dataran pantai sampai dingin

di daerah perbukitan. Curah hujan Lampung Barat berkisar antara 2.500-

3.000 milimeter setahun. Lampung Barat memiliki tipe iklim yaitu :

1. Zone A, dengan jumlah bulan basah > 9 bulan, terdapat di bagain

Barat Taman Bukit Barisan Selatan .

2. Zone B, dengan jumlah bulan basah 7 – 9 bulan. Terdapat di bagian

Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

3. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2017

berdasarkah hasil proyeksi penduduk adalah 298.286 jiwa yang terdiri

dari laki-laki 158.831 jiwa dan perempuan 139.905 jiwa. Lampung Barat

memiliki luas wilayah 2.346,07 km2, dengan rata-rata kepadatan

penduduk 92-93 orang per kilometer persegi. Jika dibandingkan

proyeksi penduduk tahun 2015, pertumbuhan penduduk Lampung Barat

sebesar 1,06 % (Badan Pusat Statistik, 2017).

B. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Sukau

Wilayah Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat terdiri dari sepuluh

desa yaitu Tanjung Raya, Hanakau, Buay Nyerupa, Tapak Siring, Pagar

Dewa, Jagaraga, Sukamulya, Bandar Baru, Bumi Jaya, Teba Pering Raya.

65

Kecamatan Sukau memiliki luas wilayah 17.622 ha atau 130,64 Km2.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Raya dan Desa Hanakau secara

geografis kecamatan sukau berbatasan dengan :

1. Sebelah Timur dengan Kecamatan Balik Bukit.

2. Sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Selatan.

3. Sebelah Utara dengan Balik Bukit.

4. Sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan

C. Topografi dan Iklim

Secara topografis Kecamatan Sukau sebagian besar daerahnya lembah, hanya

sebagian kecil saja lereng dengan dataran daerah bergelombang dan berbukit.

Kondisi iklim wilayah Kecamatan Sukau Beriklim Subtropis. Curah hujan

berkisar 2.500-3.000 mm/ch/th. Suhu wilayah siang hari 23-250

C, malam

hari 20-220C. Musim kemarau terjadi pada bulan april – September dan

musim penghujan terjadi pada bulan Oktober – Maret. Kecamatan Sukau

terletak pada ketinggian 600 – 900 m dpl. Jarak wilayah berkisar antara 12 -

30 km dari ibukota Kabupaten Lampung Barat dan antara 260 – 275 km dari

ibukota Propinsi Lampung.

D. Penggunaan Lahan

Sebagian besar wilayah di Kecamatan Sukau digunakan untuk lahan

pertanian. Berikut Sebaran Penggunaan lahan di Kecamatan Sukau dapat

dilihat pada Tabel 8.

66

Tabel 8. Penggunaan lahan di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.

No Penggunaan Lahan Hektar Persentase

1 Sawah 1,790 16.36

2 Pekarangan 301 2.750

3 Perkebunan 6,239 57.01

4 Kolam 27 0.247

5 Lainnya 2,587 23.64

Jumlah 10944 100

Sumber : BP3K Kecamatan Sukau, 2017.

Tabel 8 menunjukkan penggunaan lahan sawah 1,790 ha (16,39), Perkebunan

6,239 ha (57,01) sehingga Kecamatan Sukau memiliki potensi yang sangat

baik di dalam mengembangkan sektor pertanian.

E. Keadaan Penduduk Kecamatan Sukau

1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Sebaran penduduk menurut jenis kelamin pada setiap desa di Kecamatan

Sukau Kabupeten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan

Sukau tahun 2017

No Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Tanjung Raya 2813 2668 5481

2 Hanakau 1682 1475 3157

3 Buay Nyerupa 1599 1406 3005

4 Tapak Siring 920 895 1815

5 Paga Dewa 1323 1246 2569

6 Jagaraga 591 547 1138

7 Sukamulya 597 505 1102

8 Bandar Baru 593 565 1158

9 Bumi Jaya 410 361 771

10 Teba Piring Raya 511 388 899

Jumlah 11.039 10.056 21.095

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat, 2017

67

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat jumlah penduduk tertinggi di

Kecamatan Sukau terdapat pada dua desa yaitu Desa Tanjung Raya dan

Desa Hanakau diikuti oleh Desa Buay Nyerupa. Desa tanjung raya

memiliki jumlah penduduk laki-laki 2813 jiwa dan perempuan sebesar

2668 jiwa sedangkan Desa Hanakau memiliki penduduk laki-laki

sebesar 1682 jiwa dan perempuan sebesar 1475 jiwa. Kecamatan Sukau

memiliki jumlah penduduk sebesar 5.391 kepala keluarga terdiri dari

laki-laki 11.309 jiwa (52%) dan perempuan 10.056 (48%) jadi jumlah

penduduk secara keseluruhan sebesar 21.095 jiwa.

2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Penduduk Kecamatan Sukau ditinjau dari pendidikan formal memiliki

pendidikan yang beragam yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah

Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi. Sebaran jumlah

penduduk Kecamatan Sukau berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat

pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di

Kecamatan Sukau tahun 2017

No Tingkat Pendidikan Jiwa Persentase

1 Belum atau tidak sekolah 3130 14,84

2 Sekolah Dasar 6900 32,71

3 SMP/SLTP 5900 27,97

4 SMA/SLTA 4222 20,01

5 Perguruan Tinggi / akademi 943 4,47

Jumlah 21095 100

Sumber : Statistik Kecamatan Sukau, 2017

Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Kecamatan Sukau

tertinggi berada pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar yaitu sebesar 6900

68

jiwa (32,71%), sedangkan tingkat pendidikan tertinggi kedua berada pada

tingkat pendidikan SMP/SLTP yaitu sebesar 5900 (27,97%). Tingkat

pendidikan akan berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam

mengelola usahataninya.

3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian

Mata pencarian penduduk di Kecamatan Sukau terdiri dari berbagai jenis

pekerjaan, namun yang paling dominan penduduk bekerja sebagai petani.

Berikut sebaran penduduk berdasarkan mata pencarian yang berkerja

sebagai petani menurut lapangan usaha utama per desa di Kecamatan

Sukau Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencarian yang bekerja

sebagai petani menurut lapangan usaha utama di Kecamatan

Sukau tahun 2017

No Desa Lapangan Usaha Utama

Jumlah 1 2 3 4 5 6

1 Tanjung Raya 720 360 201 10 270 29 1590

2 Hanakau 579 100 257 5 274 50 1265

3 Buay Nyerupa 40 535 181 47 485 82 1370

4 Tapak Siring 407 371 201 151 150 80 1360

5 Pagar Dewa 40 370 160 142 328 119 1159

6 Jagaraga 220 258 70 14 68 137 767

7 Sukamulya 45 293 81 3 150 50 622

8 Bandar Baru 145 142 128 24 51 61 551

9 Bumi Jaya 45 187 10 7 145 5 399

10 Teba Piring 169 129 66 5 41 0 410

Jumlah 2410 2745 1355 408 1962 613 9493

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat, 2017

*)Lapangan usaha utama

1. Hortikultura 5. Tanaman Pangan

2. Perkebunan 6. Kehutanan

3. Peternakan

4. Budidaya Ikan

69

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat jumlah penduduk yang bekerja

sebagai petani menurut lapangan usaha utama di bidang pertanian.

Penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Tanjung Raya dan

Desa Hanakau dengan pertimbangan yang memiliki lapangan usaha di

bidang hortikultura, dilihat pada tabel Desa Tanjung Raya dan Desa

Hanakau memiliki jumlah petani yang tertinggi yang bekerja pada bidang

hortikultura yaitu Tanjung Raya sebesar 720 jiwa dan Desa Hanakau

sebesar 579 jiwa.

4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung

Barat dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Sukau Kabupaten

Lampung Barat tahun 2017

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 TK 11

2 SD 20

3 SMP/MTS 6

4 SMA 2

5 Puskesmas 4

6 Klinik Kesehatan 1

7 Apotek 1

8 Masjid 51

9 Kendaraan

Bus 5

Truk 40

Sepeda Motor 2193

Mobil Pribadi 41

10 Pasar 3

11 Pertokoan 7

12 KUD 2

Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Sukau, 2017

70

Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan sarana dan prasarana di Kecamatan

Sukau cukup baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya prasarana yang

ada mampu mencukupi kebutuhan masyarakat setempat termasuk di

bidang pendidikan dan di bidang pertanian. Fungsi koperasi unit desa di

Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat yaitu untuk menangani

penyediaan sarana produksi dan penyediaan modal sehingga petani tidak

mengalami kesulitan. Selain di kelompok unit desa di dalam pemenuhan

sarana produksi petani juga bisa mendapatkan dari pertokoan pertanian

yang terdapat di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.

Sarana dan prasarana merupakan bagian yang menunjang masyarakat

untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas di dalam kehidupan,

khususnya di bidang pertanian sarana dan prasarana dapat

menghubungkan kegiatan transportasi dapat menghubungkan kawasan

Sukau dengan daerah lainnya. Kegiatan hasil pertanian khususnya cabai,

tomat, dan wortel sangat membutuhkan sarana dan prasarana untuk

penjualan hasil produksi ke pasar.

5. Keadaan Umum Pertanian

Kecamatan Sukau merupakan salah satu sentra produksi sayuran di

Kabupaten Lampung Barat. Jenis tanaman yang banyak ditanam di

Kabupaten Lampung Barat Kecamatan Sukau antara lain kubis, wortel,

cabe besar, tomat, labu siam, buncis, dsb. Berikut produksi sayuran di

Kecamatan Sukau dapat dilihat pada Tabel 13.

71

Tabel 13. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman hortikultura

di Kecamatatan Sukau tahun 2017

No Jenis Tanaman Luas Panen

(ha)

Produksi

(Ton) Produktivitas

1 Bawang Daun 72 10.160 141,1

2 Kentang 9 1.010 112,2

3 Kubis 126 31.500 250,0

4 Kembang Kol 12 840 70,0

5 Wortel 76 19.000 250,0

6 Kacang Merah 39 2.862 73,4

7 Kacang Panjang 55 5.560 101,1

8 Cabai Besar 102 10.860 106,5

9 Cabai Rawit 54 3.695 68,4

10 Tomat 143 31.915 223,2

11 Terung 59 4.260 72,2

12 Buncis 119 11.640 97,8

13 Labu Siam 61 16.950 277,9

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortkultura Kabupaten Lampung

Barat, 2017

Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat produkusi tanaman sayuran terbesar

di Kecamatan Sukau adalah tomat yaitu mencapai 31,915 ton/ha. Selain

itu, produksi sayuran tertinngi lainnya adalah tanaman kubis mencapai

31,500 ton/ha, wortel 19,000 ton/ha dan cabai besar 10,860 ton/ha. Hal

ini menunjukkan adanya tingkat produksi sayuran tinggi di Kecamatan

Sukau menjadikan banyaknya kebututuhan konsumen pada permintaan

sayuran.

F. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha di

bidang pertanian, Kehutanan, Perikanan Tahun 2012-2016

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Barat

menurut lapangan usaha dirinci menjadi 17 katagori lapangan usaha dan

sebagian besar katagori diirinci lagi menjadi subkatagori. Kategori ini

mencakup subkategori Pertanian, perternakan, perburuan dan jasa pertanian

72

yang terdiri atas golongan tanaman pangan, golongan tanaman hortikultura,

golongan tanaman perkebunan, golongan peternakan, dan golongan jasa

pertanian dan perburuan, dan subkategori perikanan. Kategori ini masih

menjadi tumpuan dan harapan dalam penyerapan tenaga kerja masyarakat,

mengingat setengah dari Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten

Lampung Barat berasal dari kategori ini.

Peranan lapangan usaha terhadap PDRB kategori pertanian, kehutanan dan

perikanan. Pada tahun 2016 kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan

memberi peranan terbesar terhadap PDRB atas dasar harga berlaku yaitu

sebesar 51,86 persen. Subkategori pertanian, peternakan, perburuan dan jasa

pertanian merupakan penyumbang utama terhadap kategori pertanian,

kehutanan dan perikanan yaitu sebesar 94,58 persen. Golongan tanaman

hortikultura tahunan dan lainnya, perkebunan tahunan, dan tanaman pangan

merupakan tiga pemberi share terbesar dalam subkategori pertanian,

peternakan, perburuan dan jasa pertanian yaitu masing-masing 35,39 persen,

27,67 persen dan 14,32 persen. Golongan Hortikultura semusim memiliki

peranan sebesar 10,56 persen. Sedangkan golongan jasa pertanian dan

perburuan memiliki peranan sebesar 4,12 persen. Golongan peternakan

memiliki peranan sebesar 2,52 dan golongan perkebunan semusim memiliki

peranan terendah pada pembentukan subkategori pertanian, peternakan,

perburuan dan jasa pertanian yaitu hampir sebesar 0,00 persen. Berikut tabel

peranan lapangan usaha terhadap PDRB katagori pertanian, kehutanan, dan

perikanan (persen).

73

Tabel 14. Peranan lapangan usaha terhadap PDRB katagori pertanian,

kehutanan, dan perikanan (persen)

Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian, Peternakan, Perburuan

dan Jasa Pertanian 94,87 94,71 94,50 94,48 94,58

a. Tanaman Pangan 14,84 14,23 14,42 14,24 14,32

b. Tanaman Hortikultura Semusim 10,76 12,07 11,13 10,62 10,56

c. Perkebunan Semusim 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

d. Tanaman Hortikultura Tahunan

dan Lainnya 32,50 33,34 33,48 34,93 35,39

e. Perkebunan Tahunan 30,64 29,03 29,17 28,04 27,67

f. Peternakan 2,44 2,33 2,36 2,36 2,52

g. Jasa Pertanian dan Perburuan 3,69 3,70 3,95 4,30 4,12

2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 0,84 0,84 0,83 0,97 1,15

3 Perikanan 4,29 4,45 4,67 4,55 4,27

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat, 2016.

Berdasarkan pada Tabel 14, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan PDRB

kategori pertanian, kehutanan dan perikanan cenderung berfluktuatif setiap

tahunnya. Pada tahun 2013 laju pertumbuhan kategori pertanian, kehutanan

dan perikanan mencapai 6,82 persen. Laju pertumbuhan tersebut mengalami

perlambatan hingga 4,05 persen pada tahun 2013. Akan tetapi pada tahun 2015

laju pertumbuhan kategori pertanian mengalami kenaikan menjadi menjadi

5,14 persen. Namun pada tahun 2016 laju pertumbuhan kategori pertanian

kembali melambat menjadi 4,67 persen.

Laju pertumbuhan PDRB di Lampung salah satunya dipengaruhi oleh laju

pertumbuhan di Kabupaten Lampung Barat selama periode tahun 2013-2016

pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa perkebunan cendrung berfluktuatif

subkatagori ini memiliki laju pertumbuhan 6,83 persen pada tahun 2012

kemudian kembali melambat menjadi 4,85 persen pada tahun 2016.

146

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai

berikut :

1. Pola aliran rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat dimulai dari petani sebagai pemasok sayur,

agen sayuran, pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen.

2. Mekanisme tiga macam aliran yang terdapat di Kecamatan Sukau

Kabupaten Lampung Barat yaitu :

a. Aliran produk mengalir dari petani ke agen didistribusikan ke

pedagang besar dan pedagang pengecer hingga sampai ke konsumen

akhir aliran produk ini berupa sayuran hasil panen petani yaitu cabai,

tomat dan wortel.

b. Aliran informasi terbagi menjadi dua yaitu aliran informasi yang

terjadi diantara sesama petani dan aliran antara anggota yang terjadi

pada setiap mata rantai yang terlibat dalam rantai pasok.

c. Aliran keuangan mengalir dari hilir ke hulu yaitu konsumen langsung

membayar ke pedagang pengecer, pedagang pengecer membayar ke

agen dan pedagang besar setelah barang habis, pedagang besar

147

membayar ke agen dengan via transfer dan agen akan membayar ke

petani dalam waktu tujuh hari.

3. Kinerja rantai pasok sayuran unggulan di Kecamatan Sukau Kabupaten

Lampung Barat memiliki kriteria yang baik. Hal ini berdasarkan

pengukuran indikator input dan output pada setiap anggota rantai pasok

yang memiliki nilai yang telah mencapai standar kinerja dengan kriteria

baik karena telah memenuhi standar nilai dari foodSCOR card.

4. Berdasarkan hasil penelitian keseluruhan ratio profit margin di antara

lembaga pemasaran tersebar tidak merata dan tidak sama dengan nol.

Elastisitas transmisi harga yaitu Et < 1 dari hasil penelitian perhitungan

Et sebesar 0,58 (Et < 1) pada komoditas cabai, Et 0,44 (Et < 1) pada

komoditas tomat, dan Et 0,42 (Et < 1) pada komoditas wortel sehingga

pemasaran sayuran belum efisien.

B. Saran

Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah :

1. Perlu diupayakan peningkatan daya tawar petani melalui kerja sama

dengan gabungan kelompok tani dalam penentuan harga hasil produksi

sehingga harga yang diterima petani tidak terlalu randah.

2. Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Lampung

Barat agar menambah sarana dan prasarana salah satunya seperti adanya

pasar induk di Kabupaten Lampung Barat agar petani dalam penjualan

hasil produksi tidak terlalu jauh dan dapat menjadi salah satu upaya untuk

meningkatkan daya saing petani dalam memasarkan hasil produksinya.

148

3. Penelitian selanjutnya agar menganalisis pendapatan dan tingkat

keuntungan petani sayuran di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung

Barat karena perolehan keuntungan petani di lokasi penelitian masih

sangat randah.

149

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. F. 2017. Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran Kubis di Kecamatan Gisting

Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Adityas, M. R. 2017. Strategi Pengembangan Komoditas Sayur Unggulan

Kawasan Agropolitan Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Fakultas Pertanian

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Azzaino, Z. 1992. Pengantar Tataniaga Pertanian. Dapartemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan

Semusim. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2017. Provinsi Lampung Dalam Angka.

Publikasi Badan Pusat Statistik. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik Lampung Barat. 2016. Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Lapangan Usaha. Badan Pusat Statistik. Liwa.

Badan Pusat Statistik Lampung Barat. 2017. Lampung Barat Dalam Angka.

Publikasi Badan Pusat Statistik. Liwa.

Badan Pusat Statistik Lampung Barat. 2017. Sukau Dalam Angka. Publikasi

Badan Pusat Statistik. Liwa.

Bogdan, R.C. dan S.K. Biklen. 1982. Qualitative Research for Education : An

Introduction to Theory and Methods. Boston : Allyn and Bacon, Inc.

Bollstroff, P. dan Rosenbaum R. 2011. Supply Chain Excellence. : A Handbook

For Dramatic Improvement Using the SCOR Model (US). Prentice Hall.

New York.

150

Cahyono, W. Kusnandar dan Marwanti. S. 2013. Analisis Efisiensi Pemasaran

Sayuran Wortel di Sub Terminal Agribisnis (STA) Kabupaten

Karanganyar. Jurnal Pertanian. 1 (1) : 1 – 20.

https://media.neliti.com/media/publications/22999-ID-analisis-efisiensi-

pemasaran-sayuran-wortel-di-sub-terminal-agribisnis-sta-kabup.pdf.

Diakses pada tanggal 20 Oktober 2017.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2017. Realisasi Tanaman Panen.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. Liwa.

Hasyim, A. I. 2012. Tataniaga Pertanian. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Hasyim, A.I. 1994. Manajemen Tataniaga. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Heizer, J dan B Render. 2004. Operations Management. Person Education, Inc.

New Jersey.

Heriani, N., Zakaria, W.A., dan A. Soelaiman. 2013. Analisis Keuntungan dan

Risiko Usahatani Tomat di Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus.

JIIA. 1 (2) : 1-5. jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/244.

Diakses pada tanggal 20 Oktober 2017.

Hertz, H.S. 2009. The 2009-2010 Criteria for Performance Excellence. Baldrige

National Quality Program Gaithersburg. USA.

Indrajit, R.E. dan R, Djokoprantoro.2002. Konsep Manajemen Supply Chain. PT

Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Kalakota, R. Dan R, Robinson. 2000. E-Business :Roadmap to Sucess. Adison

Wesley. USA.

Kotler, P. dan G, Amstrong,. 2001. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi kesembilan.

Erlangga. Jakarta.

Lestari, S. Abidin. Z., dan Sadar S. 2016. Analisis Kinerja Rantai Pasok dan Nilai

Tambah Produk Olahan Kelompok Wanita Tani Melati di Desa

Tribudisyukur Kecamatan Kebun Tebu Kabupaten Lampung Barat. JIIA. 4

(1) : 1-6. jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/viewFile/1211/1108 .

Diakses pada tanggal 18 Oktober 2017.

Marimin dan Maghfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam

Manajemen Rantai Pasok. IPB Press. Bogor.

Morgan, W. Iwantoro, S. Dan Lestari, A.S. 2004. Improving Indonesian

Vegetable Supply Chains. ACIAR. Bali.

151

Mubyarto. 1989. Penganter Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Nisa, U. C. 2017. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Cabai Merah di Kecamatan

Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Notohadingoro, T dan Johara. 2005. Faktor Tanah dalam Pengembangan

Hortikultura. UGM Press. Yogyakarta.

Noviantari, K., Hasyim A.I., dan Rosanti N. 2015. Analisis Rantai Pasok dan

Nilai Tambah Agroindustri Kopi Luwak Di Provinsi Lampung. JIIA.

3 (1): 1-8. jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1012. Diakses

pada tanggal 18 Oktober 2017.

Prayitno, A.B., Hasyim, A.I., dan Achdiansyah. 2013. Efisiensi Pemasaran Cabai

Merah Di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.

JIIA. 1 (1) : 1-7.

jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/download/131/135. Diakses

pada tanggal 20 Oktober 2017.

Pujawan, I. N. 2005. Supply Chain Management. Guna Jaya. Surabaya.

Rahim, A.B.D. 2008. Ekonometrika Pertanian (Pengantar, Teori dan Kasus).

Penebar Swadaya. Jakarta.

Rukmana, 1996. Usaha Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius.

Yogyakarta.

Ruky, A. 2001. Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System) :

Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Gramedia.

Jakarta.

Sari, R. Y. 2017. Rantai Pasok dan Nilai Tambah Keripik Nangka dan Keripik

Pisang Pada Agroindustri Keripik Panda Alami di Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Sari, R., Winandi M.R., dan Tinaprilla N. 2017. Kinerja Rantai Pasok Sayuran

dan Penerapan Contract Farming Models. Jurnal ilmiah Manajemen

Institus Pertanian Bogor. 7 (3) : 1 – 20.

https://media.neliti.com/media/publications/224239-kinerja-rantai-pasok-

sayuran-dan-penerap.pdf. Diakses pada tanggal 03 Desember 2017.

Setiawan, A. 2011. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran

Dataran Tinggi di Jawa Barat. Agritech. 31 (1) : 60-70.

https://media.neliti.com/media/publications/98493-ID-studi-peningkatan-

kinerja-manajemen-rant.pdf. Diakses pada tanggal 20 0ktober 2017.

152

Siagian, Y.M. 2005. Aplikasi supply Chain Management dalam Dunia Usaha.

Grasindo, Jakarta.

Simci-Levi, D., P, Kaminsky dan E. Simchi –Levi. 2000. Designing and

Managing The Supply Chain Concepts, Strategies and Case Studie.

MeGraw-Hill. New York.

Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1987. Metode Penelitian Survey. PT. Pustaka

LP3ES. Jakarta.

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang.

Malang.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Bandung.

Sukardi. 1992. Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayuran, PAU Pangan dan

Gizi. UGM. Yogyakarta.

Susila A. D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Dapartemen Agronomi

dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB.

Swastha, B. 1984. Azas-Azas Marketing. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Vorst V. D. 2006. Performance Measurement in Agri-food Supply-chain

Networks : An Overview. Springer. Netherlands.

Widyastuti, N. 2002. Efisiensi Pemasaran Produk Susu Lanjutan SGM 2 PT Sari

Husada Yogyakarta. Tesis. Program Studi Magister Manajemen

Agribisnis, Kelompok Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana.

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yolandika, C.S. 2016. Analysis Supply Chain Management Brokoli di Kecamatan

Lembang Minahasa Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman : Solusi Perbanyakan Tanaman

Budidaya. Bumi Aksara. Jakarta.