12
ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS 6 NEGARA DI KAWASAN ASIA PASIFIK TAHUN 2009-2015 JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Frida Ayu Agesti 135020401111023 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA

INDONESIA: STUDI KASUS 6 NEGARA DI

KAWASAN ASIA PASIFIK TAHUN 2009-2015

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Frida Ayu Agesti

135020401111023

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …
Page 3: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

Analisis Permintaan Pariwisata Indonesia : Studi Kasus 6 Negara di Kawasan Asia Pasifik

Tahun 2009-2015

Frida Ayu Agesti

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

[email protected]

ABSTRACT

Tourism has shifted as human's basic necessity in this modern era. Data show that world's

tourism demand rises in every year, and so does in Indonesia. A significant rise took place in the

years of 2009-2015 with the biggest demands coming from countries within the Asia Pacific region

like Singapore, Malaysia, Australia, China, Japan, and South Korea. According to demand theory,

variables that influence tourism demand are Nominal Exchange Rate, Consumer Price Index

(CPI), GDP Per Capita and Population.

Data from those six countries from 2009-2015 were examined using data panel analysis in

order to identify the effect that Nominal Exchange Rate, Consumer Price Index, Per Capita PDB,

and Population have towards tourism demand. Tourism demand is determined by the total number

of foreign tourists coming to Indonesia. The result shows that every one of the variables have

positive impact on Indonesian tourism demand.

Keyword : Tourism Demand, Exchange Rate, CPI, GDP Per Capita, Population, Data Panel

ABSTRAK

Pariwisata sebagai kebutuhan dasar manusia semakin diminati masyarakat dunia dewasa ini.

Data menunjukkan terjadi peningkatan permintaan pariwisata dunia di setiap tahunnya. Demikian

pula terjadi di Indonesia. Peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan

penyumbang permintaan terbesar berasal dari negara di kawasan Asia Pasifik yaitu Singapura,

Malaysia, Australia, Cina, Jepang, dan Korea. Menurut teori permintaan, variabel yang dapat

mempengaruhi permintaan pariwisata antara lain, Nilai Tukar Nominal, Consumer Price Index

(CPI), PDB Per Kapita, dan Populasi.

Data ke enam negara pada tahun 2009-2015 diuji menggunakan analisis data panel untuk

mengidentifikasi pengaruh Nilai Tukar Nominal, Consumer Price Index, PDB Per Kapita, dan

Populasi terhadap permintaan pariwisata. Permintaan pariwisata diukur dari jumlah wisatawan

mancanegara yang datang ke Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa seluruh variabel berpengaruh

positif terhadap permintaan pariwisata Indonesia.

Kata Kunci : Permintaan Pariwisata, Nilai Tukar, CPI, PDB Per Kapita, Populasi, Data Panel

A. PENDAHULUAN

Pariwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi

kebutuhan primer yang wajib dipenuhi karena banyaknya manfaat yang diperoleh. Dengan

melakukan aktivitas wisata yang menyenangkan, wisatawan dapat merefreshkan pikiran yang

nantinya berdampak baik bagi kesehatan fisik serta mental. Selain dampak positif bagi wisatawan,

pariwisata juga berdampak positif terhadap perekonomian negara yang dikunjungi. Pertumbuhan

pariwisata akan berdampak pada pendapatan negara yang dikunjungi, yaitu melalui pengembangan

objek wisata yang membutuhkan tenaga kerja baru serta melalui devisa pariwisata. Hal tersebut

telah dibuktikan dalam penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Holik (2016), Mudrikah

(2014), Lumaksono (2012), dan Nizar (2011). Dalam dua dekade terakhir, pertumbuhan pariwisata

dunia mengalami kenaikan. Begitu pula terjadi di Indonesia. Menurut World Bank, jumlah

kedatangan wisatawan internasional ke Indonesia sangat fluktuatif pada tahun 1996 hingga tahun

2007. Namun meningkat pada tahun 2008 sebesar 6.234.497 dan terjadi peningkatan yang

signifikan di tiap tahunnya yaitu pada tahun 2009 sebesar 6.323.730 naik hingga 10.230.775 pada

tahun 2015. Peningkatan tersebut didominasi oleh wisatawan dari Asia Pasifik dengan pengunjung

terbesar oleh Singapura yang mencapai rata-rata hingga 1.368.455 wisatawan. Urutan penyumbang

Page 4: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

pasar pariwisata di Indonesia terbesar kedua yaitu Malaysia dengan rata-rata sebesar 1.269.414,

dan urutan selanjutnya ditempati oleh Australia sebesar 920.961, Cina 776.686, Jepang 474.607,

dan Korea sebesar 326.386 (Badan Pusat Statistik Indonesia).

Target Indonesia yaitu tahun 2019 sektor pariwisata harus naik dua kali lipat, yakni

memberikan kontribusi pada PDB nasional 8%, devisa yang dihasilkan Rp 240 triliun,

menciptakan lapangan kerja di bidang pariwisata sebanyak 13 juta orang, jumlah kunjungan

wisman 20 juta dan pergerakan wisnus 275 juta, serta indeks daya saing pariwisata Indonesia

berada di rangking 30 dunia (Kemenpar, 2016). Untuk mencapai target tersebut maka diperlukan

analisis faktor yang mempengaruhi pertumbuhan permintaan pariwisata seperti pada keenam

negara penyumbang pasar pariwisata Indonesia terbesar. Analisis tersebut dapat dilakukan

menggunakan teori dalam ilmu ekonomi yang dilihat dari sisi penawaran (supply) dan sisi

permintaan (demand). Kedua sisi sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan aktivitas

wisata.

Sisi penawaran pariwisata merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pariwisata yang

berasal dari produsen atau dalam hal ini yaitu tuan rumah daerah yang dikunjungi, pengelola objek

pariwisata, serta pemerintah. Dari sisi penawaran, pemerintah Indonesia telah menerapkan

berbagai program dan kebijakan untuk mengembangkan pariwisata di Indonesia. Sisi permintaan

berasal dari konsumen atau orang yang melakukan perjalanan wisata dimana permintaan tersebut

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Hal itu sejalan dengan model yang dikembangkan

oleh Mill dan Morrison (1982) bahwa salah satu komponen dari pariwisata yaitu market (pasar)

yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pasar dengan penekanan pada perilaku pasar,

faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perjalanan wisata, dan proses

pengambilan keputusan untuk berwisata. Faktor internal yaitu berasal dari diri sendiri dan faktor

eksternal berasal dari luar yang membutuhkan penelitian untuk mengetahuinya seperti pendapatan

individu, dan harga pada negara yang dikunjungi. Dalam ilmu ekonomi terdapat teori yang dapat

menjelaskan faktor yang mempengaruhi besaran permintaan yaitu teori permintaan. Menurut

Sudarman (1984), hukum permintaan pada hakikatnya adalah jumlah barang yang diminta

konsumen berubah secara berlawanan arah dengan perubahan harga, dimana ketika harga rendah

maka permintaan yang diminta oleh konsumen akan meningkat dan sebaliknya. Lipsey (1995)

menyebutkan bahwa komoditi yang akan dibeli semua rumahtangga pada periode waktu tertentu

dipengaruhi oleh variabel penting yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata penghasilan rumah

tangga, harga komoditi yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan di antara rumah tangga, dan

besarnya populasi.

Penelitian terdahulu yang dilakukan pada beberapa negara di dunia menunjukkan hasil yang

berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2009) menunjukkan hasil bahwa GDP dan Visit

Indonesia Year 1991 berpengaruh positif, sedangkan CPI berpengaruh negatif terhadap permintaan

kunjungan wisata Indonesia oleh Malaysia. Gap research yang ditemukan oleh penulis adalah

pada variabel harga pariwisata yaitu nilai tukar. Penelitian yang dilakukan oleh Saayman (2013)

pada penelitiannya di Afrika Selatan menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan teori dimana

volatilitas nilai tukar lebih berpengaruh ke pengeluaran wisatawan asing daripada kedatangan turis

asing. Hal itu mengindikasikan bahwa meskipun nilai tukar sedang mengalami fluktuasi tinggi

maka tidak menurunkan minat konsumen atau wisatawan untuk tetap berkunjung ke Afrika

Selatan.

Berdasarkan gap tersebut, maka penelitian difokuskan pada sisi permintaan yang ditujukan

untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi permintaan pariwisata di Indonesia.

Variabel permintaan pariwisata ditunjukkan oleh jumlah kedatangan wisatawan yang datang ke

Indonesia. Dengan studi pada periode dimana terjadi kenaikan permintaan yang signifikan di

Indonesia dan pada 6 negara di Asia Pasifik yang menjadi penyumbang pasar wisatawan

internasional terbesar di Indonesia, serta melalui variabel-variabel dalam teori permintaan,

diharapkan dapat menjawab variabel yang mempengaruhi permintaan pariwisata sehingga target

Indonesia tahun 2019 dapat tercapai.

B. KAJIAN PUSTAKA

Pariwisata sebagai Ilmu

Definisi pariwisata berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 2009 adalah kegiatan perjalanan

yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk

tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang

Page 5: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

dikunjungi dalam waktu sementara. Pariwisata memiliki dampak positif bagi perekonomian suatu

negara. Menurut data Direktorat Bina Pemasaran (1993) menunjukkan bahwa pertumbuhan devisa

pariwisata seiring dengan meningkatnya pertumbuhan wisata internasional yaitu penerimaan

devisa pariwisata dunia pada tahun 1992 meningkat sebesar US$ 279 milyar dari tahun 1991 yang

hanya sebesar US$ 261.07 milyar. Secara keseluruhan, wisata berdampak positif bagi

perekonomian nasional yaitu melalui GDP yang berasal dari meluasnya kesempatan kerja dan

produktivitas serta melalui cadangan devisa akibat permintaan mata uang domestik yang

meningkat.

Manfaat yang besar dari pariwisata terhadap berbagai bidang menjadikan pariwisata sebagai

suatu hal yang penting untuk didalami serta dikembangkan pertumbuhannya. Tanggal 31 Maret

2008 menjadi tonggak sejarah pengakuan Pariwisata sebagai Ilmu. Pada tanggal tersbut keluar

surat dari Dirjen Dikti Depdiknas No. 947/D/T/2008 dan 948/D/T/2008 yang ditujukan kepada

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi dapat menyetujui pembukaan jenjang Program Sarjana (S1) dalam

beberapa program studi pada STP Bali dan STP Bandung. Dengan diizinkannya pembukaan

program studi jenjang sarjana (akademik) ini berarti ada pengakuan secara formal bahwa

pariwisata adalah sebuah disiplin ilmu yang sejajar dengan disiplin ilmu lainnya (Pitana, 2009).

Sebagai suatu sistem, pariwisata dipandang sebagai suatu aktivitas yang kompleks dan terdiri

dari berbagai komponen seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, dan budaya dimana

antarkomponen dalam sistem tersebut terjadi interdependensi yang berarti bahwa perubahan pada

salah satu subsistem akan menyebabkan terjadinya perubahan pada subsistem lain (Pitana, 2009).

Beberapa ahli telah mencoba membuat model sistem dari fenomena yang berkembang dalam

pariwisata, seperti model Mill dan Morrison. Mill dan Morrison (1982) mengembangkan sebuah

model dalam sistem pariwisata, yang terdiri dari empat komponen utama yaitu market (pasar),

marketing (pemasaran), travel (perjalanan), destination (daerah/destinasi tujuan wisata).

Teori Permintaan

Teori permintaan menjelaskan tentang hubungan antara jumlah permintaan dan harga.

Permintaan individu terhadap suatu komoditi adalah jumlah permintaan individu terhadap suatu

komoditi yang tergantung pada harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain, selera, dan

pendapatan (Multifiah, 2011). Hukum permintaan (law of demand) pada hakikatnya adalah jumlah

barang yang diminta konsumen berubah secara berlawanan arah dengan perubahan harga, dengan

anggapan penghasilan dan harga nominal barang-barang lain tetap, dimana semakin rendah harga

suatu barang maka akan permintaan terhadap barang tersebut akan meningkat dan sebaliknya.

Lipsey (1995) menyebutkan bahwa komoditi yang akan dibeli semua rumahtangga pada periode

waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata

penghasilan rumah tangga, harga komoditi yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan di antara

rumah tangga, dan besarnya populasi. Jika terjadi perubahan harga nominal suatu barang maka hal

ini akan berpengaruh terhadap perilaku konsumen, yang dampaknya dapat dilihat dari efek

substitusi dan efek pendapatan (Khusaini, 2013).

Substitution Effect terjadi ketika adanya perubahan harga relatif sementara harga-harga barang

lain tetap, mendorong konsumen untuk mengubah penggunaan barang yang satu dengan barang

yang lain. Jadi mereka akan mengganti barang yang harganya relatif mahal setelah adanya

perubahan harga dengan barang yang harganya relatif murah. Sedangkan Income Effect terjadi

ketika adanya perubahan harga nominal suatu barang (penghasilan konsumen tetap sama)

mengakibatkan pendapatan riil juga berubah karena berubahnya jumlah barang yang dapat dibeli.

Jadi hal tersebut akan berpengaruh pula terhadap kepuasan/guna total konsumen. Perubahan

penghasilan riil konsumen dapat ataupun tidak berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang

tergantung pada preferensi konsumen (Khusaini, 2013). Efek substitusi dan efek pendapatan untuk

barang normal atau superior terjadi jika harga suatu barang berubah sedangkan harga lain dan

tingkat pendapatan nominal konsumen tetap, maka konsumen tersebut akan merubah jumlah

barang-barang yang dibeli. Efek substitusi dan efek pendapatan untuk barang inferior terjadi ketika

ada kenaikan pendapatan riil konsumen, maka akan mengurangi jumlah permintaan dan

berkurangnya pendapatan riil konsumen akan memperbesar jumlah permintaan.

Hubungan Nilai Tukar dengan Permintaan Pariwisata

Berdasarkan kurva permintaan, hubungan harga dengan permintaan adalah negatif. Semakin

kuat nilai tukar suatu negara terhadap negara yang dikunjungi maka permintaan pariwisata akan

Page 6: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

naik. Hal itu dikarenakan nilai mata uang negara asal lebih kuat dibandingkan dengan negara yang

akan dikunjungi, atau dengan kata lain, negara yang dikunjungi sedang mengalami depresiasi,

sehingga biaya yang nantinya dikeluarkan akan lebih sedikit dan selanjutnya akan meningkatkan

permintaan pariwisata, demikian pula sebaliknya. Menurut Pratomo (2009), kenaikan harga relatif

(kurs) di negara yang dikunjungi terhadap negara asal wisatawan akan mengakibatkan penurunan

jumlah rata-rata wisatawan yang berkunjung dan sebaliknya.

Hubungan Consumer Price Index dengan Permintaan Pariwisata

Consumer Price Index (CPI) atau Index Harga Konsumen (IHK) merupakan ukuran harga rata-

rata barang dan jasa di suatu negara. Secara teori permintaan, CPI dapat digolongkan ke dalam

harga barang komplementer karena dalam pariwisata, wisatawan tentunya membutuhkan barang

komplementer seperti harga makanan atau tempat tinggal di negara tujuan selama perjalanan

wisata. Oleh sebab itu, perbandingan IHK atau Consumer Price Index (CPI) Indonesia terhadap

negara asal wisatawan menjadi salah satu pertimbangan ketika akan berwisata. Semakin kecil

harga perbandingan tersebut mengindikasikan bahwa daya beli konsumen negara asal semakin

besar daripada negara tujuan dan permintaan akan mengalami peningkatan. Penelitian terdahulu

telah membuktikan bahwa 1% meningkatnya harga relatif atau CPI negara tujuan terhadap negara

asal menurunkan kedatangan wisatawan mancanegara (Vita, 2014). Saayman (2013) juga

menyebutkan dalam penelitiannya bahwa naiknya harga relatif menyebabkan turunnya

pengeluaran.

Hubungan Pendapatan Per Kapita dengan Permintaan Pariwisata

Pendapatan adalah semua penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dimana keduanya

berhubungan positif (Lipsey, 1995). Dalam pariwisata, pendapatan menjadi salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata dan kemudian

berpengaruh terhadap permintaan pariwisata. Semakin besar pendapatan seseorang maka

kemungkinan untuk melakukan perjalanan wisata juga akan semakin besar dan sebaliknya.

Dengan demikian, secara teori ekonomi, pendapatan seseorang atau pendapatan per kapita dapat

dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui besaran permintaan pariwisata di suatu negara.

Hubungan Populasi dengan Permintaan Pariwisata

Populasi merupakan jumlah penduduk yang berada di suatu negara. Menurut Lipsey (1995),

pertumbuhan jumlah penduduk akan menambah daya beli sehingga menambah permintaan.

Dengan semakin bertambahnya penduduk maka terjadi penambahan orang berusia kerja yang

tentunya akan menciptakan pendapatan baru dan kemudian pendapatan tersebut akan mendorong

konsumsi oleh masyarakat dan menggeser kurva permintaan ke kanan. Selain itu, minat untuk

melakukan wisata akan semakin tinggi karena semakin banyaknya penduduk. Jadi hubungan

populasi dengan permintaan pariwisata adalah positif. Hal itu telah dibuktikan oleh Hafiz (2010)

bahwa pertumbuhan penduduk mempengaruhi peningkatan permintaan pariwisata.

Penelitian Terdahulu

Research gap yang menjadi dasar dari penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh

Saayman (2013). Saayman (2013) meneliti tentang “exchange rate volatility and tourism –

revisiting the nature of the relationship” dengan studi pada 7 negara yang berkunjung ke Afrika

Selatan. Dengan metode GARCH untuk mengukur volatilitas nilai tukar dan model lag (ADL)

untuk menguji pengaruh antar variabel menemukan bahwa volatilitas nilai tukar lebih berpengaruh

terhadap pengeluaran wisatawan asing daripada kedatangan wisatawan asing, sedangkan

pendapatan berpengaruh positif dan harga relatif (CPI) berpengaruh negatif terhadap kedatangan

wisatawan asing di Afrika Selatan. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam

penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2009) tentang permintaan pariwisata

Indonesia oleh Malaysia. Dalam penelitannya pada tahun 1989 hingga 1997 dengan metode ECM

disimpulkan bahwa GDP dan Visit Indonesia Year 1991 berpengaruh positif, sedangkan CPI

berpengaruh negatif terhadap permintaan kunjungan wisata Indonesia oleh Malaysia.

Penelitian lain oleh Agiomirgianakis (2015), dimana variabel REER, CPI, dan GDP diuji

menggunakan ARDL model ditemukan hasil bahwa volatilitas nilai tukar memberikan kontribusi

terhadap kedatangan turis, sedangkan CPI tidak berpengaruh dan GDP signifikan berpengaruh

terhadap kedatangan turis. Penelitian lain yaitu oleh Falk (2014) yang dilakukan di Swiss Alps

Page 7: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

menggunakan metode regresi median menemukan bahwa apresiasi nominal dan riil franc Swiss

berdampak signifikan negatif, CPI berpengaruh signifikan, dan pendapatan berpengaruh positif

dan signifikan pada level 1% terhadap kedatangan wisatawan internasional dan lamanya menginap

di Swiss Alps selama musim dingin. Vita (2014) dalam studinya pada 27 negara OECD dan non-

OECD menemukan bahwa nilai tukar yang stabil dapat menarik wisatawan internasional,

sedangkan populasi dan GDP per kapita negara asal lebih berdampak daripada populasi dan GDP

per kapita negara yang dikunjungi. Hasil lain yaitu 1% meningkatnya CPI negara tujuan terhadap

negara asal menurunkan kedatangan turis dan jarak menjadikan wisatawan lebih memilih

berwisata ke daerah yang dekat dengan negara asalnya. Kılıç (2014) dalam penelitiannya di Turki

pada periode Januari 1994 hingga Agustus 2013 menemukan bahwa terdapat hubungan positif

antara total pendapatan turis, pengeluaran turis, dan volatilitas REER.

Studi lain yaitu meneliti tentang kunjungan wisata Guam oleh Jepang menemukan bahwa dolar

yang lebih kuat dari Yen dapat mengurangi jumlah wisatawan Jepang yang menunjungi Guam.

Selain itu, dengan meningkatnya GDP Jepang dapat mendorong wisatawan Jepang untuk

mengunjungi Guam. Penelitian tersebut dilakukan oleh Ruane (2014) pada periode Oktober 2003

hingga Juli 2013 dengan menggunakan metode OLS. Penelitian pada 14 negara di Asia Timur

yang mengunjungi Thailand diteliti oleh Kiang (2015) pada periode Januari 2007 hingga Maret

2015 dengan menggunakan model regresi mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara

nilai tukar dan abenomics event terhadap turis yang berkunjung ke Thailand.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena dalam pelaksanaannya menggunakan

data angka. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber internet,

antara lain website Badan Pusat Statitik Indonesia (www.bps.go.id), website Bank Indonesia

(bi.go.id), dan World Bank (data.worldbank.org). Data dalam bentuk time series tahunan dari

tahun 2009-2015 dan cross section pada 6 negara di Asia Pasifik yaitu Singapura, Malaysia,

Australia, Cina, Jepang, dan Korea.

Dalam mengidentifikasi pengaruh nilai tukar nominal, Consumer Price Index, pendapatan per

kapita, dan populasi terhadap permintaan pariwisata Indonesia dilakukan uji pada data cross

section dan time series melalui metode ekonometrika yaitu analisis data panel. Berikut model

persamaan data panel dan definisi operasional masing-masing variabel :

α + β1Kurs1it + β2CPI2it + β3GDPPerKapita3it + β4Populasi4it + eit

dimana:

i = entitas ke-i

t = periode ke-t

1. Permintaan Pariwisata, ditunjukkan oleh jumlah wisatawan mancanegara yang datang dari

6 negara di Asia Pasifik ke Indonesia. Data diperoleh Badan Pusat Statitik Indonesia

(www.bps.go.id) dalam satuan jutaan jiwa.

2. NER, merupakan nilai tukar nominal Indonesia terhadap 6 negara di Asia Pasifik yang

diperoleh dari Bank Indonesia (bi.go.id) dalam ribuan rupiah.

3. CPI, merupakan perbandingan Consumer Price Index Indonesia terhadap 6 negara di Asia

Pasifik. Data diperoleh dari World Bank (data.worldbank.org) dalam satuan persen.

4. PDB Per Kapita, merupakan output akhir berupa barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh

suatu negara dalam periode tertentu dan dibagi dengan jumlah penduduk masing-masing 6

negara di Asia Pasifik. Data PDB Per Kapita diperoleh dari World Bank

(data.worldbank.org) yang dinyatakan dalam ribuan USD.

5. Populasi, merupakan jumlah penduduk 6 negara di Asia Pasifik yang diperoleh dari World

Bank (data.worldbank.org) dalam jutaan jiwa.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Langkah pertama uji data panel adalah melakukan estimasi parameter untuk menentukan model

terbaik. Menurut Widarjono (2007), terdapat 3 teknik untuk mengestimasi parameter model

Page 8: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

dengan data panel, yaitu model common effect, model fixed effect, dan model random effect.

Berikut hasil estimasi parameter :

Tabel 1. Hasil Uji Model Common Effect

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

NER 109.1891 14.42116 7.571450 0.0000

CPI 2950.980 3530.289 0.835903 0.4086

PDB_PER_KAPITA -12.57213 3.030557 -4.148455 0.0002

POPULASI -0.000164 0.000103 -1.598100 0.1185

C 598230.7 378617.1 1.580041 0.1226

R-Square 0.626486

Tabel 2. Hasil Uji Model Fixed Effect

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

NER 153.1113 38.24468 4.003468 0.0003

CPI 650.3306 1927.208 0.337447 0.7380

PDB_PER_KAPITA 6.491510 4.726460 1.373440 0.1792

POPULASI 0.000349 0.000137 2.553956 0.0156

C -74858.78 192016.3 -0.389856 0.6992

R-Square 0.929482

Tabel 3. Hasil Uji Model Random Effect

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

NER 111.8790 18.71392 5.978383 0.0000

CPI 3097.673 1774.714 1.745450 0.0892

PDB_PER_KAPITA -2.392587 3.512078 -0.681245 0.5000

POPULASI 0.000225 9.78E-05 2.300989 0.0271

C 141510.1 197506.7 0.716482 0.4782

R-Square 0.563104

Pemilihan Model

Dari ketiga model di atas selanjutnya dipilih model mana yang terbaik. Pemilihan model terbaik

dapat dilakukan dengan cara uji chow, uji hausman, dan uji lagrange multiplier.

Tabel 4. Hasil Uji Chow

Effect Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 27.498848 (5,32) 0.0000

Cross-section Chi-square 70.017488 5 0.0000

Sumber: Eviews, diolah (2017)

Nilai probabilitas cross-section F sebesar 0,0000 kurang dari nilai alpha 0,05 yang berarti

signifikan maka model fixed effect lebih tepat dibandingkan dengan model common effect.

Pengujian dapat dilakukan ke tahap selanjutnya yaitu uji hausman untuk melihat perbandingan

model fixed effect dengen model random effect.

Tabel 5. Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 24.882983 4 0.0001

Sumber: Eviews, diolah (2017)

Nilai probabilitas cross-section random sebesar 0,0000 berarti signifikan karena nilainya

kurang dari nilai alpha 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang terpilih adalah model

fixed effect dan pengujian tidak perlu dilanjutkan ke tahap uji lagrange multiplier.

Dalam model fixed effect tidak terjadi perbedaan menurut waktu (time variant), namun terdapat

perbedaan intersept antar cross section atau antar negara dalam mempengaruhi permintaan

pariwisata. Untuk mengetahui besaran intersept dapat dilakukan dengan differential intercept

dummies yaitu dengan memasukkan variabel dummy dari masing-masing negara. Model tersebut

Page 9: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

sering disebut dengan Least Square Dummy Variable atau LSDV (Gujarati, 2003). Dalam eviews,

differential intercept dummies dapat diuji melalui cross section effect, berikut hasilnya :

Tabel 6. Hasil Uji Differential Intercept Dummies

CROSSID Effect

Singapura -186122

Malaysia 715429

Australia -912358

Jepang 182484

Cina 8135.436

Korea 192431

Sumber: Eviews, diolah (2017)

Negara dengan nilai cross section effect tertinggi yaitu Malaysia, berarti tanpa variabel bebas

permintaan pariwisata dari Malaysia paling tinggi dibandingkan dengan negara lain. Sedangkan

negara dengan nilai cross section effectnya paling rendah yaitu Cina yang berarti permintaan

pariwisata Cina tanpa variabel bebas adalah paling rendah dibandingkan dengan negara lain.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang biasa digunakan dalam regresi linier meliputi uji normalitas,

multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Namun, pada data panel sedikit terjadi

kolinearitas antar variabel sehingga kemungkinan terjadi multikolinearitas sangat kecil (Gujarati,

2012). Oleh sebab itu uji asumsi klasik yang dilakukan pada data panel hanya uji autokorelasi dan

uji heteroskedastisitas. Uji ini dilakukan pada hasil pemilihan model terbaik yaitu pada equation

fixed effect.

Tabel 7. Hasil Uji Autokorelasi

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

NER 153.1113 38.24468 4.003468 0.0003

CPI 650.3306 1927.208 0.337447 0.7380

PDB_PER_KAPITA 6.491510 4.726460 1.373440 0.1792

POPULASI 0.000349 0.000137 2.553956 0.0156

Durbin-Watson stat 1.241320

Sumber: Eviews, diolah (2017)

Dari nilai n=42 dan k=4 maka didapat dl=1,35733; du=1,66172; 4-dl=2,64267; 4-du=2,33828.

Nilai durbin-watson stat sebesar 1.241320 lebih kecil dari dw tabel maka dapat disimpulkan

terjadi autokorelasi positif.

Tabel 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

NER 1.35E+86 1.12E+86 1.205597 0.2356

CPI -1.98E+88 2.75E+88 -0.720006 0.4760

PDB_PER_KAPITA -1.03E+85 2.36E+85 -0.437176 0.6645

POPULASI -2.90E+80 7.99E+80 -0.362519 0.7190

C 2.32E+90 2.95E+90 0.785694 0.4370

Sumber: Eviews, diolah (2017)

Heteroskedastisitas dapat diketahui apabila terdapat nilai probabilitas yang berada di bawah nilai

alpha. Dalam penelitian ini, nilai alpha yang ditentukan adalah 5% atau 0,5. Dari output di atas,

dapat diketahui bahwa seluruh variabel memiliki nilai probabilitas di atas nilai alpha yang berarti

tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil Uji Regresi Data Panel

Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini mangalami gangguan

autokorelasi. Masalah dalam uji asumsi klasik tersebut dapat mempengaruhi hasil estimasi

Page 10: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

parameter. Langkah yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu merubah ke

bentuk model cross section-SUR (Satria, 2015). Cross section-SUR dapat menyelesaikan

gangguan autokorelasi. Estimasi cross section SUR dilakukan pada equation model terbaik yaitu

model fixed effect. Berikut hasil estimasi cross section SUR menggunakan eviews :

Tabel 9: Hasil Uji Cross Section-SUR

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

NER 155.5246 1.614901 96.30596 0.0000

CPI 625.0142 46.20982 13.52557 0.0000

PDB_PER_KAPITA 6.365726 0.137896 46.16317 0.0000

POPULASI 0.000344 4.06E-06 84.82327 0.0000

C -75810.87 3348.906 -22.63750 0.0000

R-Square 0.999967

Adjusted R-squared 0.999958

S.E. of regression 1.113001

F-statistic 107363.2

Prob(F-statistic) 0.000000

Mean dependent var 350.8112

S.D. dependent var 686.7653

Sum squared resid 39.64071

Durbin-Watson stat 2.258520

Sumber: Eviews, diolah (2017)

Output di atas menunjukkan bahwa hasil parameter setelah diestimasi menggunakan cross

section SUR lebih baik daripada sebelumnya yaitu pada model fixed effect awal, dimana nilai

probabilitasnya tinggi dan berada di atas nilai alpha serta masih adanya gangguan autokorelasi.

Hasil uji F menyebutkan bahwa nilai probabilitas F-statistic sebesar 0,0000 lebih kecil dari nilai

alpha 0,05 yang artinya model layak digunakan. Nilai R-square dalam model ini yaitu 0,999967

berarti variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 99%, sedangkan 1%

sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari model terbaik fixed effect pada cross

section-SUR maka model persamaan yang terbentuk dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Yit = α + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + eit

Permintaan Pariwisata = -75810.87 + 155.5246 NER + 625.0142 CPI + 6.365726 PDB Per

Kapita + 0.000344 Populasi + e

Dari persamaan tersebut dapat diketahui hubungan masing-masing variabel bebas terhadap

variabel terikat. Melalui uji t, pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel

dependen dapat dijelaskan. Pengaruh nilai tukar nominal rupiah terhadap 6 negara di Asia Pasifik

signifikan berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata, dimana setiap kenaikan 1 nilai

tukar nominal menyebabkan peningkatan permintaan pariwisata sebesar 155.5246. Consumer

Price Index berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata dimana kenaikan 1 CPI memiliki

hubungan yang searah dengan permintaan pariwisata yaitu sebesar 625.0142. Variabel PDB per

kapita memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap permintaan pariwisata

dimana kenaikan 1 pendapatan per kapita akan menaikkan 6.365726 permintaan pariwisata.

Hubungan populasi dengan permintaan pariwisata adalah positif dan setiap 1 kenaikan populasi

mempengaruhi kenaikan permintaan pariwisata sebesar 0.000344.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan analisis permintaan pariwisata di Indonesia, maka dapat

disimpulkan yaitu pertama, nilai tukar rupiah terhadap 6 negara di Asia Pasifik berpengaruh

signifikan positif terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Semakin kuat rupiah maka

permintaan akan semakin naik. Kuatnya rupiah mengindikasikan bahwa penukaran mata uang

negara asal wisatawan akan mendapatkan rupiah yang lebih sedikit. Namun, karena nilai rupiah

lebih lemah jika dibandingkan dengan negara asal wisatawan, maka menguatnya rupiah tidak

menjadi penghalang wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata ke Indonesia.

Kedua, perbandingan consumer price index Indonesia dan consumer price index Singapura,

Malaysia, Australia, Jepang, China, dan Korea yang mengunjungi Indonesia berpengaruh

signifikan positif terhadap permintaan pariwisata di Indonesia dimana naiknya CPI Indonesia akan

menyebabkan peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Hal itu dikarenakan

efek pendapatan lebih besar dari efek substitusi sehingga menyebabkan wisatawan memilih tujuan

Page 11: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

wisata dengan harga yang lebih mahal namun kualitas tinggi daripada membayar murah namun

kualitas rendah.

Ketiga, pendapatan per kapita negara asal wisatawan signifikan berpengaruh secara positif

terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Ketika pendapatan naik maka permintaan pariwisata

akan naik. Meningkatnya pendapatan selanjutnya akan menaikkan daya beli wisatawan atas harga

yang ditawarkan oleh sektor pariwisata karena turunnya pengorbanan yang harus dikeluarkan

untuk memenuhi kebutuhan berwisata. Ketika harga tetap, kondisi tersebut akan meningkatkan

permintaan pariwisata.

Keempat, populasi berpengaruh signifikan positif terhadap permintaan pariwisata. Ketika

jumlah penduduk negara asal wisatawan naik maka akan menaikkan jumlah wisatawan yang

berkunjung ke Indonesia. Dengan semakin bertambahnya penduduk maka terjadi penambahan

orang berusia kerja yang tentunya akan menciptakan pendapatan baru dan kemudian pendapatan

tersebut akan mendorong konsumsi oleh masyarakat dan menaikkan permintaan pariwisata di

Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga

panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi

Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Agiomirgianakis, G., Serenis, D., & Tsounis, N. 2015. Effects of Exchange Rate Volatility on

Tourist Flows into Iceland. Procedia Economics and Finance, 24, 25–34.

http://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00608-5.

Badan Pusat Statistik. 2017. Wisatawan Mancanegara yang Datang ke Indonesia Menurut

Kebangsaan, 2000-2015. http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1394. Diakses

pada 13 Januari 2017.

Bank Indonesia. 2000. Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Blanke, J., & Chiesa, T. (Eds.). 2009. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2009:

Managing in a Time of Turbulence. Geneva, Switzerland: World Economic Forum.

Direktorat Bina Pemasaran Wisata. 1993. Analisa Pasar Wisatawan Mancanegara. Jakarta:

Direktorat Bina Pemasaran Wisata.

Gujarati, D. N., (2003). Ekonometri Dasar. Jakarta: Erlangga.

Gujarati, D. N., Porter, D. C. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika. Buku Dua. Edisi Lima. Jakarta:

Salemba Empat.

Hafiz, M., Hanafiah, M., Fauzi, M., & Harun, M. 2010. Tourism Demand in Malaysia : A Cross-

Sectional Pool Time-Series Analysis. International Journal of Trade, Economics and

Finance, 1(1), 80–83.

Holik, A. 2016. Relationship of Economic Growth with Tourism Sector. Journal of Economics

and Policy, 9(8), 16–33.

Kementerian Pariwisata. 2015. Rencana Strategis Pengembangan Destinasi dan Industri

Pariwisata Tahun 2015-2019. Jakarta: Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri

Pariwisata Kementerian Pariwisata.

Kementerian Pariwisata. 2016. Siaran Pers Rakornas Kepariwisataan ke-IV.

http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=3391. Diakses pada 5 Maret 2017.

Khusaini, Muhammad. 2013. Ekonomi Mikro: Dasar-dasar Teori. Malang: UB Press.

Kiang, Y. J., Sarochananjeen, O., Yang, F., & Wang, Y. 2015. Relationship Between Exchange

Rates and Tourist Number in Thailand : Empirical Analysis of Panel Data. Journal of

Accounting, Finance & Management Strategy, 10(2), 107–124.

Kılıç, C., & Bayar, Y. 2014. Effects of Real Exchange Rate Volatility on Tourism Receipts and

Expenditures in Turkey. Advances in Management & Applied Economics, 4(1), 89–101.

Lipsey, Richard G., et all. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jilid Satu. Jakarta:

Binarupa Aksara.

Page 12: ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA: STUDI KASUS …

Lumaksono, A., Priyarsono, D. S., Kuntjoro, & Heriawan, R. 2012. Dampak Ekonomi Pariwisata

Internasional pada Perekonomian Indonesia. Forum Pascasarjana, 35(1), 53–68.

Mieczkowski, D. C. and Z. 1987. An Empirical Analysis of the Effects of the Exchange Rate on

Canadian Tourism. Journal of Travel Research, 13–17.

Mill, R. C dan Morrison, A.M. 1982. The Tourism System: An Introductory Text. Englewood

Cliffs: Prentice-Hall.

Mudrikah, A., Sartika, D., Yuniarti, R., & Satia, A. B. 2014. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap

GDP Indonesia tahun 2004 - 2009. Economics Development Analysis Journal, 3(2), 362–

371.

Multifiah. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Malang: UB Press.

Nizar, M. A. 2011. Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal

Kepariwisataan Indonesia, 6(2), 195–211.

Pindyck, Robert S., Rubinfeld, Daniel L. 2014. Mikroekonomi. Edisi Kedelapan. Jakarta:

Erlangga.

Pitana, I Gde, Diarta, I Ketut S. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Penerbit Andi.

Pratomo, D. S. 2009. Permintaan Pariwisata Indonesia: Studi Kasus Wisatawan Malaysia. Journal

of Indonesian Applied Economics, 3(2), 200–209.

Ruane, M. C. M. 2014. Exchange Rates and Tourism: Evidence from the Island of Guam. Journal

of Economic and Economic Education Research, 15(2), 165–186.

Satria, Dias. 2015. Analisis Regresi: Model Data Panel. http://www.diassatria.com/analisis-

regresi-model-data-panel/. Diakses pada 1 Mei 2017.

Sudarman, Ari. 1984. Teori Ekonomi Mikro Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.

Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

http://www.peraturan.go.id/uu/nomor-10-tahun-2009.html. Diakses pada 2 Februari 2017.

UNWTO. 2015. Annual Report 2015. Spain: World Tourism Organization.

Vita, G. De. 2014. The Long-Run Impact of Exchange Rate Regimes on International Tourism

Flows. Tourism Management, 45, 226–233. http://doi.org/10.1016/j.tourman.2014.05.001

World Bank. International Tourism, Number of Arrivals.

http://data.worldbank.org/indicator/ST.INT.ARVL?locations=ID. Diakses pada 26

Januari 2017.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis, edisi

kedua. Yogyakarta: Ekonisia FE Universitas Islam Indonesia.