Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PERMINTAAN PARIWISATA
INDONESIA: STUDI KASUS 6 NEGARA DI
KAWASAN ASIA PASIFIK TAHUN 2009-2015
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Frida Ayu Agesti
135020401111023
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Analisis Permintaan Pariwisata Indonesia : Studi Kasus 6 Negara di Kawasan Asia Pasifik
Tahun 2009-2015
Frida Ayu Agesti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
ABSTRACT
Tourism has shifted as human's basic necessity in this modern era. Data show that world's
tourism demand rises in every year, and so does in Indonesia. A significant rise took place in the
years of 2009-2015 with the biggest demands coming from countries within the Asia Pacific region
like Singapore, Malaysia, Australia, China, Japan, and South Korea. According to demand theory,
variables that influence tourism demand are Nominal Exchange Rate, Consumer Price Index
(CPI), GDP Per Capita and Population.
Data from those six countries from 2009-2015 were examined using data panel analysis in
order to identify the effect that Nominal Exchange Rate, Consumer Price Index, Per Capita PDB,
and Population have towards tourism demand. Tourism demand is determined by the total number
of foreign tourists coming to Indonesia. The result shows that every one of the variables have
positive impact on Indonesian tourism demand.
Keyword : Tourism Demand, Exchange Rate, CPI, GDP Per Capita, Population, Data Panel
ABSTRAK
Pariwisata sebagai kebutuhan dasar manusia semakin diminati masyarakat dunia dewasa ini.
Data menunjukkan terjadi peningkatan permintaan pariwisata dunia di setiap tahunnya. Demikian
pula terjadi di Indonesia. Peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan
penyumbang permintaan terbesar berasal dari negara di kawasan Asia Pasifik yaitu Singapura,
Malaysia, Australia, Cina, Jepang, dan Korea. Menurut teori permintaan, variabel yang dapat
mempengaruhi permintaan pariwisata antara lain, Nilai Tukar Nominal, Consumer Price Index
(CPI), PDB Per Kapita, dan Populasi.
Data ke enam negara pada tahun 2009-2015 diuji menggunakan analisis data panel untuk
mengidentifikasi pengaruh Nilai Tukar Nominal, Consumer Price Index, PDB Per Kapita, dan
Populasi terhadap permintaan pariwisata. Permintaan pariwisata diukur dari jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa seluruh variabel berpengaruh
positif terhadap permintaan pariwisata Indonesia.
Kata Kunci : Permintaan Pariwisata, Nilai Tukar, CPI, PDB Per Kapita, Populasi, Data Panel
A. PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi
kebutuhan primer yang wajib dipenuhi karena banyaknya manfaat yang diperoleh. Dengan
melakukan aktivitas wisata yang menyenangkan, wisatawan dapat merefreshkan pikiran yang
nantinya berdampak baik bagi kesehatan fisik serta mental. Selain dampak positif bagi wisatawan,
pariwisata juga berdampak positif terhadap perekonomian negara yang dikunjungi. Pertumbuhan
pariwisata akan berdampak pada pendapatan negara yang dikunjungi, yaitu melalui pengembangan
objek wisata yang membutuhkan tenaga kerja baru serta melalui devisa pariwisata. Hal tersebut
telah dibuktikan dalam penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Holik (2016), Mudrikah
(2014), Lumaksono (2012), dan Nizar (2011). Dalam dua dekade terakhir, pertumbuhan pariwisata
dunia mengalami kenaikan. Begitu pula terjadi di Indonesia. Menurut World Bank, jumlah
kedatangan wisatawan internasional ke Indonesia sangat fluktuatif pada tahun 1996 hingga tahun
2007. Namun meningkat pada tahun 2008 sebesar 6.234.497 dan terjadi peningkatan yang
signifikan di tiap tahunnya yaitu pada tahun 2009 sebesar 6.323.730 naik hingga 10.230.775 pada
tahun 2015. Peningkatan tersebut didominasi oleh wisatawan dari Asia Pasifik dengan pengunjung
terbesar oleh Singapura yang mencapai rata-rata hingga 1.368.455 wisatawan. Urutan penyumbang
pasar pariwisata di Indonesia terbesar kedua yaitu Malaysia dengan rata-rata sebesar 1.269.414,
dan urutan selanjutnya ditempati oleh Australia sebesar 920.961, Cina 776.686, Jepang 474.607,
dan Korea sebesar 326.386 (Badan Pusat Statistik Indonesia).
Target Indonesia yaitu tahun 2019 sektor pariwisata harus naik dua kali lipat, yakni
memberikan kontribusi pada PDB nasional 8%, devisa yang dihasilkan Rp 240 triliun,
menciptakan lapangan kerja di bidang pariwisata sebanyak 13 juta orang, jumlah kunjungan
wisman 20 juta dan pergerakan wisnus 275 juta, serta indeks daya saing pariwisata Indonesia
berada di rangking 30 dunia (Kemenpar, 2016). Untuk mencapai target tersebut maka diperlukan
analisis faktor yang mempengaruhi pertumbuhan permintaan pariwisata seperti pada keenam
negara penyumbang pasar pariwisata Indonesia terbesar. Analisis tersebut dapat dilakukan
menggunakan teori dalam ilmu ekonomi yang dilihat dari sisi penawaran (supply) dan sisi
permintaan (demand). Kedua sisi sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan aktivitas
wisata.
Sisi penawaran pariwisata merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pariwisata yang
berasal dari produsen atau dalam hal ini yaitu tuan rumah daerah yang dikunjungi, pengelola objek
pariwisata, serta pemerintah. Dari sisi penawaran, pemerintah Indonesia telah menerapkan
berbagai program dan kebijakan untuk mengembangkan pariwisata di Indonesia. Sisi permintaan
berasal dari konsumen atau orang yang melakukan perjalanan wisata dimana permintaan tersebut
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Hal itu sejalan dengan model yang dikembangkan
oleh Mill dan Morrison (1982) bahwa salah satu komponen dari pariwisata yaitu market (pasar)
yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pasar dengan penekanan pada perilaku pasar,
faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perjalanan wisata, dan proses
pengambilan keputusan untuk berwisata. Faktor internal yaitu berasal dari diri sendiri dan faktor
eksternal berasal dari luar yang membutuhkan penelitian untuk mengetahuinya seperti pendapatan
individu, dan harga pada negara yang dikunjungi. Dalam ilmu ekonomi terdapat teori yang dapat
menjelaskan faktor yang mempengaruhi besaran permintaan yaitu teori permintaan. Menurut
Sudarman (1984), hukum permintaan pada hakikatnya adalah jumlah barang yang diminta
konsumen berubah secara berlawanan arah dengan perubahan harga, dimana ketika harga rendah
maka permintaan yang diminta oleh konsumen akan meningkat dan sebaliknya. Lipsey (1995)
menyebutkan bahwa komoditi yang akan dibeli semua rumahtangga pada periode waktu tertentu
dipengaruhi oleh variabel penting yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata penghasilan rumah
tangga, harga komoditi yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan di antara rumah tangga, dan
besarnya populasi.
Penelitian terdahulu yang dilakukan pada beberapa negara di dunia menunjukkan hasil yang
berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2009) menunjukkan hasil bahwa GDP dan Visit
Indonesia Year 1991 berpengaruh positif, sedangkan CPI berpengaruh negatif terhadap permintaan
kunjungan wisata Indonesia oleh Malaysia. Gap research yang ditemukan oleh penulis adalah
pada variabel harga pariwisata yaitu nilai tukar. Penelitian yang dilakukan oleh Saayman (2013)
pada penelitiannya di Afrika Selatan menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan teori dimana
volatilitas nilai tukar lebih berpengaruh ke pengeluaran wisatawan asing daripada kedatangan turis
asing. Hal itu mengindikasikan bahwa meskipun nilai tukar sedang mengalami fluktuasi tinggi
maka tidak menurunkan minat konsumen atau wisatawan untuk tetap berkunjung ke Afrika
Selatan.
Berdasarkan gap tersebut, maka penelitian difokuskan pada sisi permintaan yang ditujukan
untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi permintaan pariwisata di Indonesia.
Variabel permintaan pariwisata ditunjukkan oleh jumlah kedatangan wisatawan yang datang ke
Indonesia. Dengan studi pada periode dimana terjadi kenaikan permintaan yang signifikan di
Indonesia dan pada 6 negara di Asia Pasifik yang menjadi penyumbang pasar wisatawan
internasional terbesar di Indonesia, serta melalui variabel-variabel dalam teori permintaan,
diharapkan dapat menjawab variabel yang mempengaruhi permintaan pariwisata sehingga target
Indonesia tahun 2019 dapat tercapai.
B. KAJIAN PUSTAKA
Pariwisata sebagai Ilmu
Definisi pariwisata berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 2009 adalah kegiatan perjalanan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam waktu sementara. Pariwisata memiliki dampak positif bagi perekonomian suatu
negara. Menurut data Direktorat Bina Pemasaran (1993) menunjukkan bahwa pertumbuhan devisa
pariwisata seiring dengan meningkatnya pertumbuhan wisata internasional yaitu penerimaan
devisa pariwisata dunia pada tahun 1992 meningkat sebesar US$ 279 milyar dari tahun 1991 yang
hanya sebesar US$ 261.07 milyar. Secara keseluruhan, wisata berdampak positif bagi
perekonomian nasional yaitu melalui GDP yang berasal dari meluasnya kesempatan kerja dan
produktivitas serta melalui cadangan devisa akibat permintaan mata uang domestik yang
meningkat.
Manfaat yang besar dari pariwisata terhadap berbagai bidang menjadikan pariwisata sebagai
suatu hal yang penting untuk didalami serta dikembangkan pertumbuhannya. Tanggal 31 Maret
2008 menjadi tonggak sejarah pengakuan Pariwisata sebagai Ilmu. Pada tanggal tersbut keluar
surat dari Dirjen Dikti Depdiknas No. 947/D/T/2008 dan 948/D/T/2008 yang ditujukan kepada
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi dapat menyetujui pembukaan jenjang Program Sarjana (S1) dalam
beberapa program studi pada STP Bali dan STP Bandung. Dengan diizinkannya pembukaan
program studi jenjang sarjana (akademik) ini berarti ada pengakuan secara formal bahwa
pariwisata adalah sebuah disiplin ilmu yang sejajar dengan disiplin ilmu lainnya (Pitana, 2009).
Sebagai suatu sistem, pariwisata dipandang sebagai suatu aktivitas yang kompleks dan terdiri
dari berbagai komponen seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, dan budaya dimana
antarkomponen dalam sistem tersebut terjadi interdependensi yang berarti bahwa perubahan pada
salah satu subsistem akan menyebabkan terjadinya perubahan pada subsistem lain (Pitana, 2009).
Beberapa ahli telah mencoba membuat model sistem dari fenomena yang berkembang dalam
pariwisata, seperti model Mill dan Morrison. Mill dan Morrison (1982) mengembangkan sebuah
model dalam sistem pariwisata, yang terdiri dari empat komponen utama yaitu market (pasar),
marketing (pemasaran), travel (perjalanan), destination (daerah/destinasi tujuan wisata).
Teori Permintaan
Teori permintaan menjelaskan tentang hubungan antara jumlah permintaan dan harga.
Permintaan individu terhadap suatu komoditi adalah jumlah permintaan individu terhadap suatu
komoditi yang tergantung pada harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain, selera, dan
pendapatan (Multifiah, 2011). Hukum permintaan (law of demand) pada hakikatnya adalah jumlah
barang yang diminta konsumen berubah secara berlawanan arah dengan perubahan harga, dengan
anggapan penghasilan dan harga nominal barang-barang lain tetap, dimana semakin rendah harga
suatu barang maka akan permintaan terhadap barang tersebut akan meningkat dan sebaliknya.
Lipsey (1995) menyebutkan bahwa komoditi yang akan dibeli semua rumahtangga pada periode
waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata
penghasilan rumah tangga, harga komoditi yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan di antara
rumah tangga, dan besarnya populasi. Jika terjadi perubahan harga nominal suatu barang maka hal
ini akan berpengaruh terhadap perilaku konsumen, yang dampaknya dapat dilihat dari efek
substitusi dan efek pendapatan (Khusaini, 2013).
Substitution Effect terjadi ketika adanya perubahan harga relatif sementara harga-harga barang
lain tetap, mendorong konsumen untuk mengubah penggunaan barang yang satu dengan barang
yang lain. Jadi mereka akan mengganti barang yang harganya relatif mahal setelah adanya
perubahan harga dengan barang yang harganya relatif murah. Sedangkan Income Effect terjadi
ketika adanya perubahan harga nominal suatu barang (penghasilan konsumen tetap sama)
mengakibatkan pendapatan riil juga berubah karena berubahnya jumlah barang yang dapat dibeli.
Jadi hal tersebut akan berpengaruh pula terhadap kepuasan/guna total konsumen. Perubahan
penghasilan riil konsumen dapat ataupun tidak berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang
tergantung pada preferensi konsumen (Khusaini, 2013). Efek substitusi dan efek pendapatan untuk
barang normal atau superior terjadi jika harga suatu barang berubah sedangkan harga lain dan
tingkat pendapatan nominal konsumen tetap, maka konsumen tersebut akan merubah jumlah
barang-barang yang dibeli. Efek substitusi dan efek pendapatan untuk barang inferior terjadi ketika
ada kenaikan pendapatan riil konsumen, maka akan mengurangi jumlah permintaan dan
berkurangnya pendapatan riil konsumen akan memperbesar jumlah permintaan.
Hubungan Nilai Tukar dengan Permintaan Pariwisata
Berdasarkan kurva permintaan, hubungan harga dengan permintaan adalah negatif. Semakin
kuat nilai tukar suatu negara terhadap negara yang dikunjungi maka permintaan pariwisata akan
naik. Hal itu dikarenakan nilai mata uang negara asal lebih kuat dibandingkan dengan negara yang
akan dikunjungi, atau dengan kata lain, negara yang dikunjungi sedang mengalami depresiasi,
sehingga biaya yang nantinya dikeluarkan akan lebih sedikit dan selanjutnya akan meningkatkan
permintaan pariwisata, demikian pula sebaliknya. Menurut Pratomo (2009), kenaikan harga relatif
(kurs) di negara yang dikunjungi terhadap negara asal wisatawan akan mengakibatkan penurunan
jumlah rata-rata wisatawan yang berkunjung dan sebaliknya.
Hubungan Consumer Price Index dengan Permintaan Pariwisata
Consumer Price Index (CPI) atau Index Harga Konsumen (IHK) merupakan ukuran harga rata-
rata barang dan jasa di suatu negara. Secara teori permintaan, CPI dapat digolongkan ke dalam
harga barang komplementer karena dalam pariwisata, wisatawan tentunya membutuhkan barang
komplementer seperti harga makanan atau tempat tinggal di negara tujuan selama perjalanan
wisata. Oleh sebab itu, perbandingan IHK atau Consumer Price Index (CPI) Indonesia terhadap
negara asal wisatawan menjadi salah satu pertimbangan ketika akan berwisata. Semakin kecil
harga perbandingan tersebut mengindikasikan bahwa daya beli konsumen negara asal semakin
besar daripada negara tujuan dan permintaan akan mengalami peningkatan. Penelitian terdahulu
telah membuktikan bahwa 1% meningkatnya harga relatif atau CPI negara tujuan terhadap negara
asal menurunkan kedatangan wisatawan mancanegara (Vita, 2014). Saayman (2013) juga
menyebutkan dalam penelitiannya bahwa naiknya harga relatif menyebabkan turunnya
pengeluaran.
Hubungan Pendapatan Per Kapita dengan Permintaan Pariwisata
Pendapatan adalah semua penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dimana keduanya
berhubungan positif (Lipsey, 1995). Dalam pariwisata, pendapatan menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata dan kemudian
berpengaruh terhadap permintaan pariwisata. Semakin besar pendapatan seseorang maka
kemungkinan untuk melakukan perjalanan wisata juga akan semakin besar dan sebaliknya.
Dengan demikian, secara teori ekonomi, pendapatan seseorang atau pendapatan per kapita dapat
dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui besaran permintaan pariwisata di suatu negara.
Hubungan Populasi dengan Permintaan Pariwisata
Populasi merupakan jumlah penduduk yang berada di suatu negara. Menurut Lipsey (1995),
pertumbuhan jumlah penduduk akan menambah daya beli sehingga menambah permintaan.
Dengan semakin bertambahnya penduduk maka terjadi penambahan orang berusia kerja yang
tentunya akan menciptakan pendapatan baru dan kemudian pendapatan tersebut akan mendorong
konsumsi oleh masyarakat dan menggeser kurva permintaan ke kanan. Selain itu, minat untuk
melakukan wisata akan semakin tinggi karena semakin banyaknya penduduk. Jadi hubungan
populasi dengan permintaan pariwisata adalah positif. Hal itu telah dibuktikan oleh Hafiz (2010)
bahwa pertumbuhan penduduk mempengaruhi peningkatan permintaan pariwisata.
Penelitian Terdahulu
Research gap yang menjadi dasar dari penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Saayman (2013). Saayman (2013) meneliti tentang “exchange rate volatility and tourism –
revisiting the nature of the relationship” dengan studi pada 7 negara yang berkunjung ke Afrika
Selatan. Dengan metode GARCH untuk mengukur volatilitas nilai tukar dan model lag (ADL)
untuk menguji pengaruh antar variabel menemukan bahwa volatilitas nilai tukar lebih berpengaruh
terhadap pengeluaran wisatawan asing daripada kedatangan wisatawan asing, sedangkan
pendapatan berpengaruh positif dan harga relatif (CPI) berpengaruh negatif terhadap kedatangan
wisatawan asing di Afrika Selatan. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2009) tentang permintaan pariwisata
Indonesia oleh Malaysia. Dalam penelitannya pada tahun 1989 hingga 1997 dengan metode ECM
disimpulkan bahwa GDP dan Visit Indonesia Year 1991 berpengaruh positif, sedangkan CPI
berpengaruh negatif terhadap permintaan kunjungan wisata Indonesia oleh Malaysia.
Penelitian lain oleh Agiomirgianakis (2015), dimana variabel REER, CPI, dan GDP diuji
menggunakan ARDL model ditemukan hasil bahwa volatilitas nilai tukar memberikan kontribusi
terhadap kedatangan turis, sedangkan CPI tidak berpengaruh dan GDP signifikan berpengaruh
terhadap kedatangan turis. Penelitian lain yaitu oleh Falk (2014) yang dilakukan di Swiss Alps
menggunakan metode regresi median menemukan bahwa apresiasi nominal dan riil franc Swiss
berdampak signifikan negatif, CPI berpengaruh signifikan, dan pendapatan berpengaruh positif
dan signifikan pada level 1% terhadap kedatangan wisatawan internasional dan lamanya menginap
di Swiss Alps selama musim dingin. Vita (2014) dalam studinya pada 27 negara OECD dan non-
OECD menemukan bahwa nilai tukar yang stabil dapat menarik wisatawan internasional,
sedangkan populasi dan GDP per kapita negara asal lebih berdampak daripada populasi dan GDP
per kapita negara yang dikunjungi. Hasil lain yaitu 1% meningkatnya CPI negara tujuan terhadap
negara asal menurunkan kedatangan turis dan jarak menjadikan wisatawan lebih memilih
berwisata ke daerah yang dekat dengan negara asalnya. Kılıç (2014) dalam penelitiannya di Turki
pada periode Januari 1994 hingga Agustus 2013 menemukan bahwa terdapat hubungan positif
antara total pendapatan turis, pengeluaran turis, dan volatilitas REER.
Studi lain yaitu meneliti tentang kunjungan wisata Guam oleh Jepang menemukan bahwa dolar
yang lebih kuat dari Yen dapat mengurangi jumlah wisatawan Jepang yang menunjungi Guam.
Selain itu, dengan meningkatnya GDP Jepang dapat mendorong wisatawan Jepang untuk
mengunjungi Guam. Penelitian tersebut dilakukan oleh Ruane (2014) pada periode Oktober 2003
hingga Juli 2013 dengan menggunakan metode OLS. Penelitian pada 14 negara di Asia Timur
yang mengunjungi Thailand diteliti oleh Kiang (2015) pada periode Januari 2007 hingga Maret
2015 dengan menggunakan model regresi mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara
nilai tukar dan abenomics event terhadap turis yang berkunjung ke Thailand.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena dalam pelaksanaannya menggunakan
data angka. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber internet,
antara lain website Badan Pusat Statitik Indonesia (www.bps.go.id), website Bank Indonesia
(bi.go.id), dan World Bank (data.worldbank.org). Data dalam bentuk time series tahunan dari
tahun 2009-2015 dan cross section pada 6 negara di Asia Pasifik yaitu Singapura, Malaysia,
Australia, Cina, Jepang, dan Korea.
Dalam mengidentifikasi pengaruh nilai tukar nominal, Consumer Price Index, pendapatan per
kapita, dan populasi terhadap permintaan pariwisata Indonesia dilakukan uji pada data cross
section dan time series melalui metode ekonometrika yaitu analisis data panel. Berikut model
persamaan data panel dan definisi operasional masing-masing variabel :
α + β1Kurs1it + β2CPI2it + β3GDPPerKapita3it + β4Populasi4it + eit
dimana:
i = entitas ke-i
t = periode ke-t
1. Permintaan Pariwisata, ditunjukkan oleh jumlah wisatawan mancanegara yang datang dari
6 negara di Asia Pasifik ke Indonesia. Data diperoleh Badan Pusat Statitik Indonesia
(www.bps.go.id) dalam satuan jutaan jiwa.
2. NER, merupakan nilai tukar nominal Indonesia terhadap 6 negara di Asia Pasifik yang
diperoleh dari Bank Indonesia (bi.go.id) dalam ribuan rupiah.
3. CPI, merupakan perbandingan Consumer Price Index Indonesia terhadap 6 negara di Asia
Pasifik. Data diperoleh dari World Bank (data.worldbank.org) dalam satuan persen.
4. PDB Per Kapita, merupakan output akhir berupa barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh
suatu negara dalam periode tertentu dan dibagi dengan jumlah penduduk masing-masing 6
negara di Asia Pasifik. Data PDB Per Kapita diperoleh dari World Bank
(data.worldbank.org) yang dinyatakan dalam ribuan USD.
5. Populasi, merupakan jumlah penduduk 6 negara di Asia Pasifik yang diperoleh dari World
Bank (data.worldbank.org) dalam jutaan jiwa.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Langkah pertama uji data panel adalah melakukan estimasi parameter untuk menentukan model
terbaik. Menurut Widarjono (2007), terdapat 3 teknik untuk mengestimasi parameter model
dengan data panel, yaitu model common effect, model fixed effect, dan model random effect.
Berikut hasil estimasi parameter :
Tabel 1. Hasil Uji Model Common Effect
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NER 109.1891 14.42116 7.571450 0.0000
CPI 2950.980 3530.289 0.835903 0.4086
PDB_PER_KAPITA -12.57213 3.030557 -4.148455 0.0002
POPULASI -0.000164 0.000103 -1.598100 0.1185
C 598230.7 378617.1 1.580041 0.1226
R-Square 0.626486
Tabel 2. Hasil Uji Model Fixed Effect
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NER 153.1113 38.24468 4.003468 0.0003
CPI 650.3306 1927.208 0.337447 0.7380
PDB_PER_KAPITA 6.491510 4.726460 1.373440 0.1792
POPULASI 0.000349 0.000137 2.553956 0.0156
C -74858.78 192016.3 -0.389856 0.6992
R-Square 0.929482
Tabel 3. Hasil Uji Model Random Effect
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NER 111.8790 18.71392 5.978383 0.0000
CPI 3097.673 1774.714 1.745450 0.0892
PDB_PER_KAPITA -2.392587 3.512078 -0.681245 0.5000
POPULASI 0.000225 9.78E-05 2.300989 0.0271
C 141510.1 197506.7 0.716482 0.4782
R-Square 0.563104
Pemilihan Model
Dari ketiga model di atas selanjutnya dipilih model mana yang terbaik. Pemilihan model terbaik
dapat dilakukan dengan cara uji chow, uji hausman, dan uji lagrange multiplier.
Tabel 4. Hasil Uji Chow
Effect Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 27.498848 (5,32) 0.0000
Cross-section Chi-square 70.017488 5 0.0000
Sumber: Eviews, diolah (2017)
Nilai probabilitas cross-section F sebesar 0,0000 kurang dari nilai alpha 0,05 yang berarti
signifikan maka model fixed effect lebih tepat dibandingkan dengan model common effect.
Pengujian dapat dilakukan ke tahap selanjutnya yaitu uji hausman untuk melihat perbandingan
model fixed effect dengen model random effect.
Tabel 5. Hasil Uji Hausman
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 24.882983 4 0.0001
Sumber: Eviews, diolah (2017)
Nilai probabilitas cross-section random sebesar 0,0000 berarti signifikan karena nilainya
kurang dari nilai alpha 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang terpilih adalah model
fixed effect dan pengujian tidak perlu dilanjutkan ke tahap uji lagrange multiplier.
Dalam model fixed effect tidak terjadi perbedaan menurut waktu (time variant), namun terdapat
perbedaan intersept antar cross section atau antar negara dalam mempengaruhi permintaan
pariwisata. Untuk mengetahui besaran intersept dapat dilakukan dengan differential intercept
dummies yaitu dengan memasukkan variabel dummy dari masing-masing negara. Model tersebut
sering disebut dengan Least Square Dummy Variable atau LSDV (Gujarati, 2003). Dalam eviews,
differential intercept dummies dapat diuji melalui cross section effect, berikut hasilnya :
Tabel 6. Hasil Uji Differential Intercept Dummies
CROSSID Effect
Singapura -186122
Malaysia 715429
Australia -912358
Jepang 182484
Cina 8135.436
Korea 192431
Sumber: Eviews, diolah (2017)
Negara dengan nilai cross section effect tertinggi yaitu Malaysia, berarti tanpa variabel bebas
permintaan pariwisata dari Malaysia paling tinggi dibandingkan dengan negara lain. Sedangkan
negara dengan nilai cross section effectnya paling rendah yaitu Cina yang berarti permintaan
pariwisata Cina tanpa variabel bebas adalah paling rendah dibandingkan dengan negara lain.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang biasa digunakan dalam regresi linier meliputi uji normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Namun, pada data panel sedikit terjadi
kolinearitas antar variabel sehingga kemungkinan terjadi multikolinearitas sangat kecil (Gujarati,
2012). Oleh sebab itu uji asumsi klasik yang dilakukan pada data panel hanya uji autokorelasi dan
uji heteroskedastisitas. Uji ini dilakukan pada hasil pemilihan model terbaik yaitu pada equation
fixed effect.
Tabel 7. Hasil Uji Autokorelasi
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NER 153.1113 38.24468 4.003468 0.0003
CPI 650.3306 1927.208 0.337447 0.7380
PDB_PER_KAPITA 6.491510 4.726460 1.373440 0.1792
POPULASI 0.000349 0.000137 2.553956 0.0156
Durbin-Watson stat 1.241320
Sumber: Eviews, diolah (2017)
Dari nilai n=42 dan k=4 maka didapat dl=1,35733; du=1,66172; 4-dl=2,64267; 4-du=2,33828.
Nilai durbin-watson stat sebesar 1.241320 lebih kecil dari dw tabel maka dapat disimpulkan
terjadi autokorelasi positif.
Tabel 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NER 1.35E+86 1.12E+86 1.205597 0.2356
CPI -1.98E+88 2.75E+88 -0.720006 0.4760
PDB_PER_KAPITA -1.03E+85 2.36E+85 -0.437176 0.6645
POPULASI -2.90E+80 7.99E+80 -0.362519 0.7190
C 2.32E+90 2.95E+90 0.785694 0.4370
Sumber: Eviews, diolah (2017)
Heteroskedastisitas dapat diketahui apabila terdapat nilai probabilitas yang berada di bawah nilai
alpha. Dalam penelitian ini, nilai alpha yang ditentukan adalah 5% atau 0,5. Dari output di atas,
dapat diketahui bahwa seluruh variabel memiliki nilai probabilitas di atas nilai alpha yang berarti
tidak terjadi heteroskedastisitas.
Hasil Uji Regresi Data Panel
Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini mangalami gangguan
autokorelasi. Masalah dalam uji asumsi klasik tersebut dapat mempengaruhi hasil estimasi
parameter. Langkah yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu merubah ke
bentuk model cross section-SUR (Satria, 2015). Cross section-SUR dapat menyelesaikan
gangguan autokorelasi. Estimasi cross section SUR dilakukan pada equation model terbaik yaitu
model fixed effect. Berikut hasil estimasi cross section SUR menggunakan eviews :
Tabel 9: Hasil Uji Cross Section-SUR
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NER 155.5246 1.614901 96.30596 0.0000
CPI 625.0142 46.20982 13.52557 0.0000
PDB_PER_KAPITA 6.365726 0.137896 46.16317 0.0000
POPULASI 0.000344 4.06E-06 84.82327 0.0000
C -75810.87 3348.906 -22.63750 0.0000
R-Square 0.999967
Adjusted R-squared 0.999958
S.E. of regression 1.113001
F-statistic 107363.2
Prob(F-statistic) 0.000000
Mean dependent var 350.8112
S.D. dependent var 686.7653
Sum squared resid 39.64071
Durbin-Watson stat 2.258520
Sumber: Eviews, diolah (2017)
Output di atas menunjukkan bahwa hasil parameter setelah diestimasi menggunakan cross
section SUR lebih baik daripada sebelumnya yaitu pada model fixed effect awal, dimana nilai
probabilitasnya tinggi dan berada di atas nilai alpha serta masih adanya gangguan autokorelasi.
Hasil uji F menyebutkan bahwa nilai probabilitas F-statistic sebesar 0,0000 lebih kecil dari nilai
alpha 0,05 yang artinya model layak digunakan. Nilai R-square dalam model ini yaitu 0,999967
berarti variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 99%, sedangkan 1%
sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari model terbaik fixed effect pada cross
section-SUR maka model persamaan yang terbentuk dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Yit = α + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + eit
Permintaan Pariwisata = -75810.87 + 155.5246 NER + 625.0142 CPI + 6.365726 PDB Per
Kapita + 0.000344 Populasi + e
Dari persamaan tersebut dapat diketahui hubungan masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat. Melalui uji t, pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen dapat dijelaskan. Pengaruh nilai tukar nominal rupiah terhadap 6 negara di Asia Pasifik
signifikan berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata, dimana setiap kenaikan 1 nilai
tukar nominal menyebabkan peningkatan permintaan pariwisata sebesar 155.5246. Consumer
Price Index berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata dimana kenaikan 1 CPI memiliki
hubungan yang searah dengan permintaan pariwisata yaitu sebesar 625.0142. Variabel PDB per
kapita memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap permintaan pariwisata
dimana kenaikan 1 pendapatan per kapita akan menaikkan 6.365726 permintaan pariwisata.
Hubungan populasi dengan permintaan pariwisata adalah positif dan setiap 1 kenaikan populasi
mempengaruhi kenaikan permintaan pariwisata sebesar 0.000344.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan analisis permintaan pariwisata di Indonesia, maka dapat
disimpulkan yaitu pertama, nilai tukar rupiah terhadap 6 negara di Asia Pasifik berpengaruh
signifikan positif terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Semakin kuat rupiah maka
permintaan akan semakin naik. Kuatnya rupiah mengindikasikan bahwa penukaran mata uang
negara asal wisatawan akan mendapatkan rupiah yang lebih sedikit. Namun, karena nilai rupiah
lebih lemah jika dibandingkan dengan negara asal wisatawan, maka menguatnya rupiah tidak
menjadi penghalang wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata ke Indonesia.
Kedua, perbandingan consumer price index Indonesia dan consumer price index Singapura,
Malaysia, Australia, Jepang, China, dan Korea yang mengunjungi Indonesia berpengaruh
signifikan positif terhadap permintaan pariwisata di Indonesia dimana naiknya CPI Indonesia akan
menyebabkan peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Hal itu dikarenakan
efek pendapatan lebih besar dari efek substitusi sehingga menyebabkan wisatawan memilih tujuan
wisata dengan harga yang lebih mahal namun kualitas tinggi daripada membayar murah namun
kualitas rendah.
Ketiga, pendapatan per kapita negara asal wisatawan signifikan berpengaruh secara positif
terhadap permintaan pariwisata di Indonesia. Ketika pendapatan naik maka permintaan pariwisata
akan naik. Meningkatnya pendapatan selanjutnya akan menaikkan daya beli wisatawan atas harga
yang ditawarkan oleh sektor pariwisata karena turunnya pengorbanan yang harus dikeluarkan
untuk memenuhi kebutuhan berwisata. Ketika harga tetap, kondisi tersebut akan meningkatkan
permintaan pariwisata.
Keempat, populasi berpengaruh signifikan positif terhadap permintaan pariwisata. Ketika
jumlah penduduk negara asal wisatawan naik maka akan menaikkan jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Indonesia. Dengan semakin bertambahnya penduduk maka terjadi penambahan
orang berusia kerja yang tentunya akan menciptakan pendapatan baru dan kemudian pendapatan
tersebut akan mendorong konsumsi oleh masyarakat dan menaikkan permintaan pariwisata di
Indonesia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga
panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi
Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agiomirgianakis, G., Serenis, D., & Tsounis, N. 2015. Effects of Exchange Rate Volatility on
Tourist Flows into Iceland. Procedia Economics and Finance, 24, 25–34.
http://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00608-5.
Badan Pusat Statistik. 2017. Wisatawan Mancanegara yang Datang ke Indonesia Menurut
Kebangsaan, 2000-2015. http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1394. Diakses
pada 13 Januari 2017.
Bank Indonesia. 2000. Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Blanke, J., & Chiesa, T. (Eds.). 2009. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2009:
Managing in a Time of Turbulence. Geneva, Switzerland: World Economic Forum.
Direktorat Bina Pemasaran Wisata. 1993. Analisa Pasar Wisatawan Mancanegara. Jakarta:
Direktorat Bina Pemasaran Wisata.
Gujarati, D. N., (2003). Ekonometri Dasar. Jakarta: Erlangga.
Gujarati, D. N., Porter, D. C. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika. Buku Dua. Edisi Lima. Jakarta:
Salemba Empat.
Hafiz, M., Hanafiah, M., Fauzi, M., & Harun, M. 2010. Tourism Demand in Malaysia : A Cross-
Sectional Pool Time-Series Analysis. International Journal of Trade, Economics and
Finance, 1(1), 80–83.
Holik, A. 2016. Relationship of Economic Growth with Tourism Sector. Journal of Economics
and Policy, 9(8), 16–33.
Kementerian Pariwisata. 2015. Rencana Strategis Pengembangan Destinasi dan Industri
Pariwisata Tahun 2015-2019. Jakarta: Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri
Pariwisata Kementerian Pariwisata.
Kementerian Pariwisata. 2016. Siaran Pers Rakornas Kepariwisataan ke-IV.
http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=3391. Diakses pada 5 Maret 2017.
Khusaini, Muhammad. 2013. Ekonomi Mikro: Dasar-dasar Teori. Malang: UB Press.
Kiang, Y. J., Sarochananjeen, O., Yang, F., & Wang, Y. 2015. Relationship Between Exchange
Rates and Tourist Number in Thailand : Empirical Analysis of Panel Data. Journal of
Accounting, Finance & Management Strategy, 10(2), 107–124.
Kılıç, C., & Bayar, Y. 2014. Effects of Real Exchange Rate Volatility on Tourism Receipts and
Expenditures in Turkey. Advances in Management & Applied Economics, 4(1), 89–101.
Lipsey, Richard G., et all. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jilid Satu. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Lumaksono, A., Priyarsono, D. S., Kuntjoro, & Heriawan, R. 2012. Dampak Ekonomi Pariwisata
Internasional pada Perekonomian Indonesia. Forum Pascasarjana, 35(1), 53–68.
Mieczkowski, D. C. and Z. 1987. An Empirical Analysis of the Effects of the Exchange Rate on
Canadian Tourism. Journal of Travel Research, 13–17.
Mill, R. C dan Morrison, A.M. 1982. The Tourism System: An Introductory Text. Englewood
Cliffs: Prentice-Hall.
Mudrikah, A., Sartika, D., Yuniarti, R., & Satia, A. B. 2014. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap
GDP Indonesia tahun 2004 - 2009. Economics Development Analysis Journal, 3(2), 362–
371.
Multifiah. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Malang: UB Press.
Nizar, M. A. 2011. Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal
Kepariwisataan Indonesia, 6(2), 195–211.
Pindyck, Robert S., Rubinfeld, Daniel L. 2014. Mikroekonomi. Edisi Kedelapan. Jakarta:
Erlangga.
Pitana, I Gde, Diarta, I Ketut S. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Penerbit Andi.
Pratomo, D. S. 2009. Permintaan Pariwisata Indonesia: Studi Kasus Wisatawan Malaysia. Journal
of Indonesian Applied Economics, 3(2), 200–209.
Ruane, M. C. M. 2014. Exchange Rates and Tourism: Evidence from the Island of Guam. Journal
of Economic and Economic Education Research, 15(2), 165–186.
Satria, Dias. 2015. Analisis Regresi: Model Data Panel. http://www.diassatria.com/analisis-
regresi-model-data-panel/. Diakses pada 1 Mei 2017.
Sudarman, Ari. 1984. Teori Ekonomi Mikro Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
http://www.peraturan.go.id/uu/nomor-10-tahun-2009.html. Diakses pada 2 Februari 2017.
UNWTO. 2015. Annual Report 2015. Spain: World Tourism Organization.
Vita, G. De. 2014. The Long-Run Impact of Exchange Rate Regimes on International Tourism
Flows. Tourism Management, 45, 226–233. http://doi.org/10.1016/j.tourman.2014.05.001
World Bank. International Tourism, Number of Arrivals.
http://data.worldbank.org/indicator/ST.INT.ARVL?locations=ID. Diakses pada 26
Januari 2017.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis, edisi
kedua. Yogyakarta: Ekonisia FE Universitas Islam Indonesia.