Upload
lebao
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB IV
ANALISIS
A. Penggambaran dan Citra Wanita dalam Cerpen-cerpen
Femina tahun 1975
1. Analisis Tokoh Wanita dalam Cerpen-cerpen Femina Tahun 1975
a. Hadiah Ulang Tahun
Cerpen Hadiah Ulang Tahun (HUT) berkisah tentang keteguhan
hati seorang ibu tiri yang mendapatkan penolakan dari anak tirinya.
Meskipun kehadirannya tidak pernah dianggap, dengan jiwa yang besar
ia tetap mencurahkan kasih sayangnya kepada anak tirinya. Melihat sikap
dan kebesaran hati sang ibu tiri akhirnya hati anak tiri pun luluh dan
mulai bisa menerima kehadiran ibu tirinya tersebut.
Cerpen HUT ini diceritakan di dalam sebuah rumah dengan
menggunakan alur sorot balik atau alur mundur. Melalui tokoh Yani yang
menceritakan kembali kehidupan masa kecilnya ketika berusia 8 tahun
hingga ia dewasa dan berkeluarga. Alur dimulai dari Yani yang
mengingat kenangan semasa kecilnya, ketika ia harus kehilangan ibu
kandungnya dan mau tidak mau harus menerima kedatangan ibu tiri.
Yani menceritakan kembali perilakunya dulu yang teramat membenci ibu
tirinya, ketika bersikap ketus, berbicara kasar, kemudian memberikan
tikus sebagai hadiah ulang tahun. Hingga akhirnya ia dipertemukan
kembali pada acara yang sama tetapi dengan situasi yang berbeda, yaitu
ketika ulang tahun ibu tirinya. Kondisi Yani pun saat itu telah berubah, ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
sudah berkeluarga dan bisa menerima serta menyanyangi ibu tirinya,
meskipun tanpa kehadiran ayahnya lagi.
Sudut pandang yang digunakan di dalam HUT ini adalah sudut
pandang „orang pertama-utama‟ dengan tokoh utama sebagai pencerita.
Hal itu ditandai dengan penyebutan „aku‟ pada setiap penyebutan tokoh
utama. Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah gaya bahasa
sastra yang bersayap, seperti pada kutipan berikut.
Ibuku mempunyai perawakan yang kecil mungil dan lembut,
dengan mata yang besar hitam dan ibu tiriku berbadan tinggi
besar dan tegap. Tangannya kuat dan hidungnya agak kebesaran.
Dia memakai kacamata yang berlensa tebal, sehingga matanya
yang bagus itu kelihatan kecil seakan terapung (Anonim,
1975:19).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa pemilihan bahasa pada
HUT menggunakan pilihan kata yang indah dan menarik, seperti pada
kata „perawakan yang kecil mungil‟ dan „matanya yang bagus itu
kelihatan kecil seakan terapung‟.
Terdapat satu simbol yang muncul pada cerpen HUT. Simbol
tersebut adalah tikus. Tikus dalam kenyataannya adalah salah satu hewan
yang dianggap sebagai hama dan menjijikkan bagi sebagian orang.
Namun, berbeda pada HUT tikus justru menjadi satu-satunya benda yang
teramat istimewa khususnya oleh Yani. Baginya tikus adalah segala-
galanya, seperti pada kutipan berikut.
“Ya. Aku lebih senang pada tikus ini daripada apapun di dunia
ini.” (Anonim, 1975:20).
Kutipan tersebut dilontarkan oleh Yani untuk menegaskan
bahwa tikus adalah segalanya baginya. Di dalam HUT tikus menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
simbol kasih sayang yang tulus, baik dari Yani ataupun ibu tirinya. Tikus
menjadi pemecah batu karang pada hati Yani dan pencair ketenangan di
antara ibu dan anak tiri. Melalui tikus pula kasih sayang yang
tersembunyi rapat di balik hati Yani akhirnya mampu terungkap.
Selain unsur-unsur di atas, unsur yang harus dikupas lebih
mendalam adalah tokoh dan penokohan (karakter). Tokoh dan penokohan
dalam sebuah cerita merupakan salah satu unsur yang sangat penting,
karena dengan melihat tokoh peneliti mampu mengetahui apa yang
dipikirkan oleh pengarang. Cerpen HUT menyoroti dua tokoh yang
berperan besar dalam cerita, yaitu Yani dan Ibu Tiri.
1) Yani
Yani seorang anak kecil yang hatinya bergejolak karena
kepergian ibu kandungnya yang meninggal dunia. Ia juga harus bisa
menerima kehadiran sosok baru dalam rumahnya yang bertindak
sebagai ibu tiri baginya. Di usianya yang masih kecil, 8 tahun, ia
harus merasakan pahitnya sebuah perpisahan dengan orang
terdekatnya. Kepergian ibunya menjadikan Yani sebagai anak yang
lebih pendiam dan tertutup. Kehilangan seorang ibu adalah pukulan
terberat baginya, karena ia belum mengerti dan siap untuk ditinggal
seorang ibu, hanya kekesalan dan kemarahan pada keadaan yang
bisa ia rasakan.
Bagi saudara-saudaraku yang lain kematian ibu dapat mereka
mengerti, tapi aku masih terlalu muda untuk ditinggalkan ibu.
Tak seorangpun di antara teman-temanku yang tidak
mempunyai ibu. Apa maksud ibuku meninggalkan aku?
Alangkah teganya dia? (Anonim 1975:19).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Kutipan tersebut menunjukkan kondisi psikologis Yani
setelah kepergian ibu kandungnya. Betapa terpukulnya Yani pada
saat itu, seakan dia belum bisa menerima kenyataan yang ada. Di
usianya yang masih kecil kepergian sosok ibu memang sangat
menggoncang jiwa, karena masa-masa itulah kasih sayang seorang
ibu sangat diperlukan, terlebih lagi ia terlahir sebagai anak bungsu.
Anak seusia Yani belum dapat berpikir secara dewasa, yang ada di
benaknya hanyalah kekesalan dan kemarahan ketika ia harus
kehilangan sesuatu yang berharga baginya.
Kehadiran ibu tiri dalam kehidupan Yani menjadikan sifat
manjanya berubah menjadi dingin, keras, kaku, pribadinya menjadi
semakin tertutup bahkan terhadap keluarganya. Namun, ia justru
tumbuh menjadi wanita mandiri. Hal itu dikarenakan rasa gengsi dan
keengganan yang tinggi dari Yani untuk mendapatkan bantuan
ataupun perhatian ibu tirinya.
Aku tak tahu apakah aku kemudian mengalihkan
kemarahanku pada ibu tiriku atau aku hanya membencinya
karena dia mencoba menggantikan kedudukan ibuku. Tapi
semenjak aku melihatnya di rumah kami, dan maklum
mengapa dia ada di situ, segala sesuatu dalam tubuhku
berubah menjadi dingin dan beku…. (Anonim, 1975:19).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa rasa marah dan
belum mampu menerima sosok baru dalam kehidupan ditunjukkan
begitu nyata oleh Yani. Rasa itulah yang menjadikannya bersikap
dingin. Kehadiran ibu tiri dalam kehidupannya tidak akan pernah
mampu menggantikan sosok ibu kandung yang sangat ia sayangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Namun, di balik itu semua Yani sebenarnya memiliki hati
yang baik, tulus, dan kagum terhadap ibu tirinya hanya saja ia terlalu
naif untuk mengungkapnya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
… Walaupun sebenarnya aku mengakui kecantikan kulitnya
yang kuning dan bersih, rambutnya yang lebat dan panjang
berombak dan senyumnya yang manis sungguh pun mulutnya
agak terlalu lebar, aku akan mengingkarinya (Anonim,
1975:19).
Kekaguman dan rasa simpati itu juga terlihat pada kutipan
berikut.
… Dia tidak saja membuat ayahku berbahagia, tapi sangat
kerasan. Rumah kami kelihatan bersih dan rapi, masakannya
enak dan selalu siap pada waktunya. Bila dia pernah berkata
pedas dan mengeluh, aku tak pernah mendengarnya. Tentu
aku tak menghargai semua ini pada waktu itu (Anonim,
1975:20).
Kutipan di atas menunjukkan sifat Yani yang sebenarnya
memiliki kekaguman dan simpati tinggi. Namun, sifatnya yang keras
menutupi segalanya. Yani sebenarnya juga memiliki sifat yang baik
dan hati yang lembut, tetapi rasa gengsi dan naif cenderung lebih
menguasainya.
Namun, sifat dingin dan keras Yani lambat laun berubah
mencair setelah kejadian di hari ulang tahun ibu tirinya. Yani
tumbuh menjadi wanita yang dewasa dan berhati lebih lapang,
kebaikan dan ketulusan hatinya mulai ditunjukkan, tidak ada lagi
gengsi dan kenaifan. Hal itu terbukti dengan sikapnya yang mulai
bisa menerima kehadiran ibu tirinya, bahkan tidak ada lagi sekat di
antara keduanya. Hanya kejujuran dan ketulusan yang tampak.
Seperti pada kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
“Terimakasih ibu,” kataku sambil memeluk dan berbisik di
telinganya. “Terimakasih untuk selamanya” (Anonim,
1975:53).
Kutipan tersebut menunjukkan perubahan sifat Yani setelah
ia tumbuh dewasa. Ia tumbuh menjadi wanita yang lebih baik dan
dewasa serta mulai mengakui keberadaan dan kasih sayang yang
tulus dari ibu tirinya
2) Ibu Tiri
Ibu tiri dalam HUT digambarkan sebagai sosok ibu yang
baik, tangguh dan memiliki jiwa besar. Ibu tiri dalam HUT ini
mampu mematahkan mitos „ibu tiri yang kejam‟. Kesabarannya
dalam menghadapi dinginnya sikap Yani kepadanya adalah hal yang
luar biasa. Meskipun Yani berlaku ketus ia tetap saja sabar dan
lembut menyambutnya, seperti dalam kutipan berikut.
“O, bagus sekali kalau begitu,” Suaranya dalam dan berat,
tapi lembut. “Ibu rupanya mendidik kalian dengan baik
sekali.” (Anonim, 1975:19).
…
“… Yani, kau senang betul dengan tikusmu itu, ya?”
“Ya. Aku lebih senang pada tikus ini daripada apapun di
dunia ini” (Anonim, 1975:20).
Petikan tersebut menunjukkan betapa lembut dan baiknya
hati ibu tiri Yani, meskipun ia telah mendapatkan keketusan dan
kekasaran dari Yani, ia tetap saja berbesar hati bahkan masih mau
memuji Yani dan almarhumah ibunya yang berarti juga mantan istri
dari suaminya. Kebaikan dan kebesaran hati ibu tiri Yani semakin
terlihat ketika ia tidak sedikit pun menceritakan kepada suaminya
tentang sikap Yani dan apa yang telah dilakukannya. Ia masih
bertindak sewajarnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Sikap yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
ditunjukkan oleh ibu tiri Yani itu menunjukkan kebesaran jiwa dan
kesabarannya dalam menghadapi anak tirinya yang belum bisa
menerima keberadaannya. Terlebih lagi ketika hari ulang tahunnya,
Yani bertindak semakin kurang ajar, Yani memberikan hadiah ulang
tahun berupa tikus putih kesayangannya. Bagi sebagian orang,
hadiah seperti itu sebenarnya adalah hadiah yang menjijikkan dan
tidak sopan. Akan tetapi, ini berbeda bagi ibu tiri Yani, bukan
kemarahan yang muncul dari ibu tiri Yani justru air mata haru yang
ia keluarkan. Baginya itu adalah hadiah terindah karena Yani mau
memberikan sesuatu yang paling berharga darinya. Hadiah itulah
yang akhirnya memecahkan batu di hati Yani.
…
Dia tidak berteriak ketika dilihatnya apa isi kotak itu. Dia
duduk terdiam dengan sebuah ekspresi pada wajahnya yang
tak bisa kubaca. Juga ketika tikus itu berlari keluar dari kotak
dan menjalari tangannya, dia tetap duduk terdiam. Dan ketika
akhirnya tikus itu bertengger di atas kepalanya dia sama
sekali tidak berteriak (Anonim, 1975:53).
Kutipan di atas merupakan tindakan dan ekpresi dari ibu tiri
Yani ketika membuka hadiah ulang tahun dari Yani. Ketulusan hati
dan kebesaran hati ibu tiri Yani sangat terlihat di sana. Ia dapat
berpikir dengan logika yang sangat cerdas, tikus hadiah ulang tahun
itu bukanlah pertanda bahwa Yani membenci ibu tirinya, tetapi alam
bawah sadar Yani justru menunjukkan bahwa ia sangat
menyayanginya. Hal itu dapat terbaca dengan baik dan cerdas oleh
ibu tiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Dan tikus itulah yang dihadiahkannya kepadaku pada hari
ulang tahunku. Sesuatu yang paling berarti baginya. Umurnya
hanya 9 tahun waktu itu, tapi dia sudah mengerti tentang
memberi sesuatu kepada seseorang. (Anonim, 1975:53).
Kutipan tersebut merupakan kisah yang dituturkan ibu tiri
kepada saudara-saudara Yani ketika telah dewasa. Kutipan tersebut
menunjukkan bahwa seorang wanita (ibu) memiliki kebesaran hati
yang tidak bisa digantikan oleh apa pun dan kepada siapa pun.
Kebesaran hati ibu tiri Yani yang sungguh luar biasa itu
mampu menjadikannya semakin terhormat di mata keluarganya. Ia
mampu menutup rapat-rapat bagaimana sikap dan tindakan Yani
terhadapnya selama 12 tahun dari anak-anak dan suaminya.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen HUT mengangkat tema tentang
ketegaran dan ketulusan hati seorang wanita (ibu tiri) serta
pengabdiannya terhadap suami dan keluarganya. Tema ini sekaligus
mampu menunjukkan bahwa cerpen HUT turut mengangkat kisah
tentang kekuatan seorang wanita dengan segala sifatnya yang ada.
Cerpen HUT juga mampu memecahkan sebuah mitos bahwa ibu tiri
selalu kejam dan bertindak semena-mena. Ibu tiri yang digambarkan
adalah ibu tiri yang memiliki ketulusan dan kebaikan hati layaknya orang
tua kandung. Kasih sayangnya tidak berbeda sedikit pun dengan ibu-ibu
lainnya, bahkan ibu tiri dalam cerpen HUT digambarkan sebagai sosok
ibu yang jauh lebih kuat dan tegar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b. Bila Sedang Bercinta
Bila Sedang Bercinta (BSB) mengisahkan tentang kekhawatiran
Ny. Sutanto terhadap anak perempuannya yang sedang jatuh cinta. Di
balik kekhawatirannya itu, ia sebenarnya sangat menyayangi anaknya.
Sikap kehati-hatian, selektif dan protektif ditunjukkan oleh Ny. Sutanto
terhadap anaknya dalam memilih pasangan hidupnya kelak.
Cerpen BSB diceritakan menggunakan bahasa sederhana dan
dengan alur mundur, mengambil latar di dalam rumah serta di pulau Bali.
Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang „orang pertama-
utama‟ dengan tokoh utama (Ny. Sutanto) sebagai pencerita. Alur
dimulai dari kepanikan Ny. Sutanto dalam mempersiapkan jamuan
makan malam untuk keluarga dan kekasih Nani. Ny. Sutanto kembali
teringat akan percakapannya dengan Nani ketika pertama kali
memberitahu tentang kekasihnya dan keinginannya untuk menikah. Sifat
selektif, ingin tahu, protektif dan kehati-hatian Ny. Sutanto tentang
kekasih Nani mulai muncul. Namun, rasa khawatir dan kecemasan Ny.
Sutanto hilang setelah mengenal kekasih Nani. Ternyata ia memiliki
kepribadian yang baik, sikapnya juga sopan jadi tidak ada alasan lagi
untuk mencemaskannya.
Di dalam cerpen BSB terdapat beberapa tokoh yang ikut
membangun cerita. Tokoh tersebut adalah sebagai berikut.
1) Ny. Sutanto
Ny. Sutanto seorang ibu rumah tangga yang memiliki
seorang anak perempuan yang mulai beranjak dewasa. Ia seorang ibu
yang sangat sayang terhadap anaknya, ia juga ibu yang selektif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
penuh kehati-hatian. Ia juga tipe wanita yang selalu ingin tampil
sempurna. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
Matanya mencari-cari lagi kesalahan pada wajahnya, dan
berkesimpulan bahwa garis-garis bibir begini tidak cocok
untuk wajahnya. Akhirnya dihapusnya semua warna ungu itu,
kemudian ia memoleskan warna yang sering dipakainya,
Solitaire. Nah, kelihatan lebih baik (Anonim, 1975:26).
Kutipan di atas menunjukkan tentang sifat Ny. Sutanto yang
ingin selalu terlihat sempurna. Sempurna dalam kutipan di atas lebih
condong mengarah pada kesempurnaan dalam hal kecantikan.
Seorang wanita selalu memiliki sifat yang selalu ingin tampil
sempurna, meskipun ia telah berstatus menjadi ibu dan memiliki
anak. Selain dalam hal kecantikan, Ny. Sutanto juga ingin sempurna
dalam memberikan jamuan kepada tamunya serta dalam hal
menyeleksi calon menantunya. Oleh karena itu, ia bersikap lebih
berhati-hati dan selektif dalam menilai orang. Sikap tersebut
ditunjukkan dengan rasa ingin tahunya yang begitu tinggi mengenai
latar belakang dari kekasih Nani seperti berikut.
…
“Berapa lama kau kenal dia?”
…
“Apakah ia juga tinggal di tempat pemondokanmu?” ibunya
bertanya lagi.
“Apakah ia teman Yusni juga?”
…
“Apakah ia bekerja?”
…
“Ah, jangan berpikir aku menyelidikinya, nak. Tapi setelah
Agus, kemudian Hari, dan aku belum lupa waktu engkau
kacau balau karena Dedy. Dan sekarang siapa, Brahmantya?
Engkau harus pasti hati-hati menentukan pilihan. Menikah
tidak setiap hari bukan?”( Anonim, 1975:27).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Kutipan tersebut menunjukkan selektifnya seorang ibu
terhadap anaknya dalam hal mencari pendampingnya. Sifat itu
muncul karena rasa terlalu sayang seorang ibu terhadap anaknya, ia
ingin yang terbaik untuk Nani. Seorang ibu tidak akan pernah rela
melihat anaknya bertemu dengan orang yang salah.
2) Nani
Nani anak tunggal dari Ny. Sutanto yang telah beranjak
dewasa. Ia sedang jatuh cinta kepada orang yang baru dikenalnya
ketika berlibur di pulau Bali. Ia termasuk orang yang senang
berwisata di alam terbuka. Ia mudah bergaul dan tidak memilih-
milih orang, ia menilai orang dari hati bukan dari materi ataupun
fisik, seperti pada kutipan berikut.
… Justru Agus, Hari dan Dedy yang membuat saya pasti
tentang Bram ini. Mungkin ini yang membuat saya tidak
bercerita pada ibu, sebelumnya. Saya merasa lain dengan
Bram ini. Ia baik hati, sopan dan selalu memperhatikan
kepentingan saya. Ibu tidak perlu kuatir (Anonim, 1975:27).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Nani adalah wanita
yang menilai orang dari ketulusan hati, bukan menilai dari hal-hal
lainnya.
3) Brahmantya
Brahmantya seorang pria yang baik hati ia juga bertanggung
jawab, sopan dan bersahaja. Ia sangat menghormati orang yang
lebih tua, bahkan ia tidak segan untuk membantu pekerjaan rumah
tangga yang jarang dikerjakan seorang pria, seperti pada kutipan
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Ketika mereka berdiri untuk pindah ke ruang tamu, Bram
menemuinya dan berkata agak malu: “Bolehkah saya
menolong mencuci piring? Saya bisa mengerjakannya di
rumah kalau pembantu sudah pulang, dan saya belum pernah
menjatuhkannya” (Anonim, 1975:28).
Kutipan tersebut menunjukkan sikap Brahmantya
menghormati orang yang lebih tua. Bentuk penghormatan itu bisa
dilihat dengan pengucapan kata „bolehkah‟. Kata tersebut diucapkan
oleh Brahmantya sebagai permintaan izin kepada ibu Nani untuk
membantunya. Kesediaan Brahmantya untuk membantu mencuci
piring juga menunjukkan bahwa ia seorang pria yang tidak termakan
oleh gengsi. Ia mau dan tidak mau harus melakukan pekerjaan yang
biasanya jarang dilakukan oleh seorang tamu. Hal itu menunjukkan
bahwa Brahmantya seorang pria yang baik, sopan, dan menghargai
orang lain. Sikap yang ditunjukkan oleh Bramantya tersebut
dimaksudkan untuk lebih dekat dan diterima dalam keluarga Nani
sebagai calon menantu.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen BSB mengangkat tema tentang seorang
ibu yang selektif, protektif dan selalu menginginkan yang terbaik untuk
anaknya. Sikap itu muncul karena rasa sayang dari seorang ibu terhadap
anaknya. Cerpen BSB ini juga menunjukkan bahwa seorang wanita itu
selalu ingin terlihat sempurna, baik dalam hal fisik ataupun batin.
c. Biarkan Ia Berkembang
Cerpen Biarkan Ia Berkembang (BIB) berkisah tentang
kekhawatiran seorang ibu terhadap anak semata wayangnya yang hendak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
pergi berkemah. Cerpen BIB diceritakan menggunakan sudut pandang
„orang pertama-utama‟ dengan tokoh utama ibu Bobi sebagai pencerita.
Latar cerpen BIB berada pada rumah di sebuah kota. Konflik yang terjadi
dalam BSB merupakan konflik batin yang dialami oleh ibu Bobi.
Alur yang digunakan dalam cerpen BIB adalah alur maju, mulai
dari Bobi memberitahu ibunya tentang rencana sekolahnya yang akan
mengadakan acara berkemah di Bogor hingga kekhawatiran ibunya
muncul. Ibu Bobi berusaha melawan konflik dalam batinnya dan bertemu
pak Danu untuk menyakinkan bahwa acara tersebut tidak akan melukai
Bobi. Sampai akhirnya ia memberikan izin kepada Bobi untuk mengikuti
acara berkemah.
Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen BIB adalah gaya
bahasa sastra dengan menggunakan bahasa bersayap atau bahasa tingkat
dua, seperti dengan menggunakan majas-majas tertentu. Seperti pada
kutipan berikut.
“Rasanya otot-otot perutku mulai mengeras dan tegang. Aku
kenal rasa itu, emosi itu-ketakutan”( Anonim, 1975:58).
“Setahun yang lalu dia akan segera menghujani aku dengan
rengekan dan desakan-desakan yang menjengkelkan” (Anonim,
1975:59).
Majas yang digunakan pada cerpen BIB seperti yang
ditunjukkan di atas dengan garis tebal menggunakan majas hiperbola dan
personifikasi.
Unsur intrinsik yang juga turut membangun cerpen BIB adalah
tokoh dan penokohan. Di dalam cerpen BIB terdapat dua tokoh sentral
yaitu Bobi dan ibunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1) Bobi
Bobi seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang masih
duduk di bangku SD. Meskipun masih kecil ia sudah menjadi anak
yatim sekaligus anak tunggal. Namun, ia tumbuh menjadi anak yang
mandiri, dewasa dan rajin. Usia tiga tahun ia sudah tidak mau
dipegang tangannya ketika belanja. Pada usia 12 tahun ia juga sudah
mampu membantu pekerjaan ibunya menata halamannya.
Pada hari Rabu, selesai sekolah, Bobi tanpa disuruh
membersihkan halaman dan mencabut rumput. Seperti biasa
dia mencongkel tanah di sekitar setiap tanaman dan
merapikannya, dan ini selalu memberikan perasaan senang
dalam hatiku (Anonim, 1975:60).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa di usia Bobi yang
masih kecil, ia sudah mengerti akan tanggung jawabnya. Ia
membantu ibunya dalam mengurus rumah, tanpa diperintah lagi ia
sudah mau mengerjakan kewajibannya.
2) Ibu Bobi
Ibu Bobi merupakan seorang single parent yang harus
mengasuh sendiri anak semata wayangnya. Ia memiliki sifat
penyayang, tanggung jawab, dan selektif terhadap anaknya. Sifat
selektif yang ditunjukkan oleh ibu Bobi ini cenderung mengarah
pada sifat protektif, hal itu dikarenakan rasa sayang dan khawatir
terlalu berlebih terhadap anak semata wayangnya. Seperti yang
terdapat dalam kutipan berikut.
Serentetan gambar-gambar, jelas dan terang seperti slides
fujicolor di bioskop, bergantian memenuhi benakku. Aku
melihat Bobi menaiki sepeda di jalan-jalan kecil desa dengan
kepala tertunduk, asyik dengan pikirannya. Dia tertinggal dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
rombongannya, mengikuti jalan lain. Anak-anak yang lain
jalan terus. Bobi tersesat… (Anonim, 1975:58).
Kutipan di atas merupakan bentuk kekhawatiran ibu Bobi,
ia mulai berkhayal tentang apa yang akan terjadi jika Bobi ikut
berkemah, rasa was-was itu semakin menjadi-jadi. Sikap yang
ditunjukkan ibu Bobi memang terlihat sangat berlebihan, tetapi di
balik itu semua ibu Bobi sebenarnya sangat menyayangi dan
mencemaskan keadaan Bobi. Ia hanya tidak ingin kejadian buruk
menimpa anaknya dan mengusik kembali trauma akan kehilangan
seseorang yang dikasihinya (suaminya). Hal itu ditunjukkan pada
kutipan berikut.
Kecelakaan bukanlah sesuatu yang hanya bisa terjadi pada
orang lain. Aku tahu itu dari pengalaman ketika mas Wid,
suamiku, meninggal. Rasa sakit kehilangan orang yang
dikasihi memang menipis bersama lalunya waktu, tapi
kesepian dan ketakutan bertambah terus. Bobi adalah
tanggung jawabku sepenuhnya-tanggung jawabku sendiri
(Anonim, 1975:59).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa sesungguhnya ibu
Bobi masih menyimpan rasa trauma akan kehilangan seseorang yang
dikasihinya. Sikapnya yang sedikit selektif itu merupakan efek dari
rasa kasih sayangnya yang besar terhadap Bobi dan rasa tanggung
jawabnya untuk menjaga Bobi sepeninggal suaminya.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen BIB mengangkat tema tentang
tanggung jawab seorang ibu terhadap anaknya yang teramat ia sayangi.
Rasa tanggung jawab dan sayang yang besar dari seorang ibu
menjadikannya bersikap sedikit selektif dan berhati-hati dalam menjaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
anaknya. Kehati-hatian dan selektif itulah yang menjadikannya Ibu Bobi
cenderung protektif kepada Bobi.
d. Benteng Kasih
Cerpen Benteng Kasih (BK) berkisah tentang pengabdian
pembantu bernama mbok Imah serta seorang ibu bernama Mien. Mbok
Imah adalah pembantu rumah tangga yang sudah sangat dekat
hubungannya dengan keluarga pak Joko. Namun, ia terpaksa dijauhkan
dari keluarga pak Joko, terutama dari anaknya bernama I‟in karena ia
terkena penyakit TBC. Mien adalah ibu rumah tangga sekaligus wanita
karir yang memiliki kesibukan yang cukup banyak. Cerpen BK
menceritakan bagaimana keduanya mengabdi baik terhadap keluarganya
ataupun terhadap majikannya.
Cerpen BK ditulis dengan menggunakan gaya bahasa yang
sederhana tetapi indah. Seperti pada kutipan berikut.
“Aku hanya dapat termenung. Sampai hatikah aku melihat mbok
Imah pergi dari rumah ini dalam keadaan sakit?” (Mira W,
1975:67).
Latar diambil di sebuah rumah dan rumah sakit. Alur yang
digunakan adalah alur maju dan diceritakan dengan menggunakan sudut
pandang „orang pertama-utama‟ dengan tokoh utama sebagai pencerita.
Melalui tokoh Mien yang menceritakan tentang mbok Imah yang
didiagnosa dokter terkena penyakit TBC, sehingga atas permintaan pak
Joko, mbok Imah harus segera dijauhkan dari I‟in. Permasalahan muncul
ketika I‟in tidak mau dijauhkan dari orang yang merawatnya selama ini.
Orang yang mendidik dan menemaninya selama kedua orang tuanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
sibuk bekerja. Perdebatan pun semakin tak terhindarkan sehingga
akhirnya mbok Imah memilih untuk keluar dari rumah dan Mien harus
melepaskan karirnya demi mengurus sendiri anaknya. Hingga akhirnya
I‟in jatuh sakit karena merindukan sosok yang telah merawatnya selama
ini. Rasa sayang dan pengabdian yang tulus dari mbok Imah, akhirnya ia
mau kembali lagi bersama keluarga I‟in dan pak Joko pun dengan legowo
mau menerima kembali mbok Imah.
Judul dari cerpen BK ini juga dapat dijadikan sebuah simbol dari
kasih sayang yang tulus dan tak terkira. „Benteng Kasih‟ merupakan
sebuah perlambang akan kekuatan cinta dan kasih, di mana benteng
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “bangunan tempat
berlindung atau bertahan dari serangan musuh” (Dendy Sugono,
2008:151). Begitu pula dalam cerpen BK ini, kasih sayang yang tulus dari
mbok Imah kepada I‟in tidak mampu ditembus oleh apapun, meskipun
dengan sebuah penyakit, layaknya sebuah benteng yang selalu berdiri
tegak. Hal ini juga diperkuat pada akhir cerpen seperti berikut.
Aku sempat melihat kerinduan yang hebat di wajah kedua orang
yang sedang menangis sambil berpelukan ini. Seandainya ada
kuman-kuman tbc dalam dada Mbok Imah saat ini, Tuhan
tolonglah semoga kuman-kuman itu tidak mampu menembus
Benteng Kasih Sayang yang melingkupi mereka berdua!” (Mira
W, 1975:68).
Selain unsur-unsur di atas, unsur yang harus dikupas lebih
mendalam adalah tokoh dan penokohan (karakter). Tokoh dan penokohan
dalam sebuah cerita merupakan salah satu unsur yang sangat penting,
karena dengan melihat tokoh peneliti mampu mengetahui apa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dipikirkan oleh pengarang. Di dalam cerpen BK terdapat tokoh yang akan
disoroti dalam penelitian ini, yaitu:
1) Mbok Imah
Mbok Imah seorang pembantu rumah tangga yang bekerja
pada keluarga pak Joko. Hubungannya dengan keluarga pak Joko
sudah sangat dekat karena sejak Mien (istri Joko) kecil ia sudah
menjadi pengasuhnya. Namun, ia terpaksa harus dijauhkan dari
keluarga pak Joko, terutama dari anak semata wayangnya bernama
I‟in karena ia terkena penyakit TBC. Mbok Imah memiliki hati yang
baik dan tulus terhadap setiap orang meskipun tidak ada hubungan
darah sekalipun. Tanggung jawabnya serta pengabdiannya sebagai
pembantu juga besar. Terbukti dengan pengabdiannya pada keluarga
Mien selama 30 tahun. Walaupun usianya sudah renta ia tetap
melakukan tugasnya dengan baik.
“Si Mbok telah mengabdikan dirinya 30 tahun untuk
keluargaku! Ketika aku kawin denganmu, aku yang berlutut
di muka ibu sambil menangis memohon agar si Mbok dapat
turut bersamaku kemari!” Aku benar-benar marah. Belum
pernah sesengit ini aku kepada suamiku. Sungguh. Aku
sangat tersinggung. Rupanya kemarahanku menyadarkan
Mas joko kembali (Mira W, 1975:66).
Petikan di atas menunjukkan pengabdian dan ketulusan
mbok Imah kepada keluarga Mien. Usianya yang renta tidak
menjadikan alasannya untuk berhenti bekerja, sehingga kebaikan,
ketulusan dan pengabdiannya menjadikan orang-orang di
sekelilingnya menghormati dan menyayanginya layaknya keluarga
kandung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Mbok Imah mewakili sosok wanita tua yang berprofesi
sebagai pembantu rumah tangga. Meskipun ia menjadi pembantu,
tetapi ia bukanlah menjadi sosok wanita tua lemah yang hanya
bekerja di dapur dan bisa diperintah saja. Justru sosok mbok Imah
menjadi sosok wanita tua yang berhati kuat dan berjiwa besar. Ia
bukan hanya seorang pembantu biasa, tetapi ia memiliki posisi yang
penting dalam keluarga.
Jiwa besar mbok Imah juga terlihat ketika Joko
memperlakukannya dengan kasar, dengan ucapannya yang keras dan
tindakannya yang kasar. Mbok Imah tidak sakit hati ataupun
melakukan perlawanan sedikit pun. Bahkan, ketika mbok Imah
diasingkan karena penyakit TBC-nya, mbok Imah tetap legowo.
Tindakan yang dilakukan mbok Imah ini juga dikarenakan ia sadar
posisi. Mbok Imah menyadari statusnya di dalam keluarga Joko
hanyalah seorang pembantu yang kewenangan mutlak terletak pada
atasannya. Jiwa besar dan pengabdian mbok Imah yang paling besar
yaitu ketika ia sudi kembali merawat I‟in setelah penolakan dan
keluarnya ia dari rumah pak Joko. Tanpa rasa dendam ataupun
kecewa mbok Imah dengan ikhlas kembali mengasuh I‟in.
2) Mien
Mien seorang ibu rumah tangga sekaligus menjadi wanita
karir. Ia telah memiliki seorang anak bernama I‟in. Kesibukannya
dalam rangka ikut membantu kondisi ekonomi keluarga justru
menjadikannya sedikit lalai akan kewajibannya dalam hal dalam
mencurahkan kasih sayang terhadap I‟in. Mien termasuk seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
yang pekerja keras, sehingga ia lebih mempercayakan mbok Imah
dalam mendidik dan mengurusi I‟in karena mbok Imah telah
dianggapnya sebagai keluarga setelah mbok Imah mengabdi
kepadanya selama 30 tahun. Namun, keadaan yang demikian
menjadikan I'in justru memiliki kedekatan yang lebih erat dengan
mbok Imah daripada dengan ibu kandungnya. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut.
… Mas Joko cuma seorang pegawai negeri kelas menengah.
Aku terpaksa harus bekerja untuk membantu perekonomian
rumah tangga kami. Akibatnya aku hampir-hampir tak punya
waktu untuk anakku. Semuanya tak pernah ku sadari sampai
malam ini. (Mira W, 1975:68).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mien memiliki jiwa
pekerja keras serta tanggung jawab. Meskipun ia seorang istri, ia
mau membanting tulang demi ikut menyokong kondisi ekonomi
keluarganya. Hal itu juga menunjukkan bahwa ia mau dan mampu
membagi beban dari suaminya. Namun, di balik itu semua Mien
ternyata sedikit lalai akan waktu kebersamaannya dengan I‟in.
Mien juga menunjukkan sifat wanita (ibu dan istri) yang
memiliki kelembutan dan ketulusan hati. Ia tidak menilai orang
dengan sebelah mata, tetapi melihat dari ketulusan dan pengabdian
orang tersebut. Ia juga lebih menggunakan hati dan perasaanya
dalam berpikir dan bertindak. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan
berikut.
“Pokoknya suruh dia pulang ke kampung.” Suamiku
memotong dengan ketus. “Beri uang secukupnya. Dia toh
bisa tinggal bersama saudara-saudaranya.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
“Dia tidak punya siapa-siapa lagi kecuali kita, Mas,” erangku
getir. “Dia sudah tak punya kerabat satupun. Siapa yang
harus merawat dia di kampung? Lagi pula … ia perlu
pengobatan yang teratur….” (Mira W, 1975:66).
Aku hanya dapat termenung. Sampai hatikah aku melihat
mbok Imah pergi dari rumah dalam keadaan sakit? Kalau
tidak bagaimana dengan I‟in, anakku satu-satunya? (Mira W,
1975:67).
Kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa Mien lebih
menggunakan hati dan perasaanya dalam berpikir dan bertindak. Ia
masih memiliki rasa sungkan dan rasa simpati yang tinggi. Di dalam
situasi dan kondisi yang terjepit ia masih mampu menahan egonya,
ia masih mau memikirkan perasaan dan kondisi mbok Imah sekali
pun ia telah mengidap penyakit menular. Mien masih menunjukkan
sikap baiknya kepada orang lain sekali pun itu pembantunya.
3) Joko
Joko adalah suami dari Mien, ia seorang pegawai negeri
tingkat satu yang telah memiliki seorang anak perempuan. Ia
gambaran seorang suami yang bertanggung jawab. Akan tetapi
sifatnya sedikit kasar, ia lebih menggunakan ego dan logikanya dari
pada hati untuk mengambil suatu keputusan. Hal itu dapat dilihat
dari kutipan berikut.
“Kesanalah kau! Kau mau anak ini ketularan penyakitmu?!”
(Mira W, 1975:68).
Kutipan di atas adalah salah satu bentuk kekasaran Joko
terhadap mbok Imah. Ia berbicara dengan kasar kepada orang yang
lebih tua darinya. Ia berbicara mengikuti ego dan kemarahannya,
tanpa menggunakan hatinya, dan tanpa memandang dengan siapa ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
bicara serta pengabdian apa yang telah diberikan oleh tersebut.
Sikap serupa juga dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Besok suruh si Mbok pulang.”
“Pulang? Pulang kemana?” bantahku putus asa.
“Si Mbok tidak punya rumah lain kecuali rumah
ini!”
“Pokoknya suruh dia pulang ke kampung.”
Suamiku memotong dengan ketus. “Beri uang
secukupnya. Dia toh bisa tinggal bersama
saudara-saudaranya” (Mira W, 1975:66).
Kutipan di atas menunjukkan tentang bagaimana Joko
dalam mengambil sikap, baginya uang dianggap dapat
menyelesaikan segala permasalahan. Namun, di balik itu semua
sebenarnya ia memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap
keluarganya. Sikap yang ditunjukkan itu semata-mata demi
kebahagiaan dan kesejahteraan keluarganya.
4) I‟in
I‟in adalah seorang anak dari Mien dan Joko yang masih
berusia 6 tahun. Ia masih memiliki jiwa anak-anak yang selalu ingin
dimanja. Ia memiliki kedekatan yang sangat kuat terhadap
pembantunya (mbok Imah). Ia memiliki hati yang tulus terhadap
siapapun termasuk kepada pembantunya. Justru ia lebih memiliki
kedekatan pada mbok Imah daripada denga ayah ataupun ibunya
sendiri. Seperti dalam kutipan berikut.
“Tidak! Tidak!”, ia menggeleng keras-keras. “Si mbok mesti
tidur di sini! Cerita raksasa itu belum habis!” (Mira W,
1975:67).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa I‟in masih memiliki
sifat anak-anak yang manja. Ia juga benar-benar tidak bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
dipisahkan dari mbok Imah, bahkan sebelum tidur pun Mien tidak
mampu menggantikan peran mbok Imah dalam menceritakan cerita.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen BK mengangkat tema tentang
pengabdian wanita, baik istri terhadap suami dan keluarganya serta
seorang pembantu terhadap majikannya. Keduanya memiliki ketulusan
hati yang sungguh luar biasa. Ketulusan yang diberikan itu mampu
menjadikan sebuah ikatan yang sangat kuat di antara semua pihak.
Pengabdian yang sesungguhnya bukan dinilai dari materi, tapi dinilai dari
ketulusan hati.
e. Menanti Putusan Hakim
Menanti Putusan Hakim (MPH) berkisah tentang seorang istri
bernama Nana yang dihadapkan dengan peristiwa pengadilan. Ia menjadi
tersangka dalam kasus kematian Darmi (Istri muda dari suaminya).
Sangkaan tersebut muncul karena Nana adalah satu-satunya saksi kunci
dalam kasus tersebut. Peristiwa itu terjadi bermula dari kelicikan dan
kejahatan Darmi yang hendak membunuh Nana karena Tris lebih sayang
pada Nana. Namun, atas kuasa Tuhan, Nana mampu menyelamatkan diri
dari upaya Darmi untuk membunuhnya dengan cara memberi obat
dengan takaran yang berlebihan. Kejadian tersebut kemudian diceritakan
kembali oleh Nana di meja persidangan. Oleh karena itu, alur yang
digunakan dalam cerpen ini adalah alur mundur.
Latar MPH berada pada sebuah rumah. Sudut pandang yang
digunakan adalah sudut pandang „orang pertama-utama‟ dengan tokoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
utama Nana sebagai pencerita. Gaya bahasa yang digunakan dalam MPH
ini sederhana tetapi tetap mengandung nilai estetika tersendiri, seperti
pada kutipan berikut.
…
Jelas kulihat pembela dan suamiku menarik napas putus asa dan
pucat. Segala yang telah kukatakan pada tuan hakim, akan
kuceritakan padamu dengan berurutan seakan engkau merupakan
hakim yang kedua…. (Anonim, 1975:63).
Cerpen MPH secara tersirat memunculkan sebuah simbol bahwa
„kejahatan dapat dikalahkan dengan kebaikan‟. Hal itu terbukti di dalam
cerpen ini, meskipun secara fisik Nana tidak berdaya tetapi berkat adanya
sebuah mukjizat ia mampu menyelamatkan dirinya dari kekejaman
Darmi.
Ada tiga tokoh dalam MPH yaitu Nana, Darmi, dan suami Nana.
Ketiganya memiliki perwatakan masing-masing seperti berikut.
1) Nana
Nana seorang istri yang mengalami kelumpuhan selama 6
tahun. Semua badan tidak bisa ia gerakkan kecuali kepala dan tangan
kirinya. Ia seorang istri yang sabar, setia dan berbakti kepada
suaminya. Ia juga menjadi istri yang kuat, baik dalam hal hati
ataupun mata batinnya. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan
berikut.
Aku pandangi matanya, dan suamiku tunduk. Kemudian
perempuan itu, yang tinggi dengan hidung beo, tapi cantik.
Cuma matanya! Matanya bukanlah mata juru rawat yang
dingin, tapi panas, galak dan nakal. Aku tak suka mata begitu
(Anonim, 1975:64).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa mata batin seorang
istri kepada suaminya itu begitu kuat. Walaupun baru sekali bertatap
muka, tetapi seorang istri tahu mana orang baik-baik dan mana orang
jahat. Hal itu kembali terbukti pada kutipan berikut.
Dan bagaimanakah aku dapat menolak permintaan suamiku?
Demi cintaku dan kesetiaan seorang isteri aku cuma
mengiyakan saja! Mulailah aku merasakan masa sepi di
rumah. Suamiku tetap sayang dan kata-katanya tetap lembut,
tapi dalam hatiku mulai pula timbul perasaan lain. Mata hati
seorang isteri lebih tajam dari apapun juga. Demikian pula
aku. Aku tidak bisa melihat karena karena gerakku terbatas,
tapi hatiku dapat menceritakan apa yang terjadi di luar kamar
(Anonim, 1975:64).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Nana memiliki
feeling yang begitu kuat, meskipun ia lumpuh dia tetap memiliki
kepekaan perasaan yang tajam. Serapi apapun rahasia yang
disembunyikan oleh suminya, Nana bisa mengetahuinya. Namun,
rasa kesetiaan dan bakti Nana yang begitu dalam kepada suaminya
mampu mengalahkan semuanya. Rasa sakit hati maupun fisik yang
dirasakan Nana tidak menjadikan alasan untuk Nana marah, benci
ataupun tidak mencintai suaminya lagi. Oleh karena itu, di dalam
MPH ini Nana menjadi seorang wanita yang kuat dan tangguh, baik
dari segi fisik maupun batin. Secara fisik Nana mampu bertahan
hidup dalam kelumpuhan selama 6 tahun tanpa mengeluh. Secara
batin justru Nana semakin terlihat sebagai wanita yang kuat karena
ia mampu melewati segala tekanan batin yang tertuju padanya.
Tekanan batin ia rasakan ketika ia hanya mampu melaksanakan
kewajibannya sebagai istri, mengurus suami dan rumah tangga dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
atas ranjang saja. Tekanan itu semakin hebat ketika ia harus
mengetahui dan menerima bahwa suaminya telah menikah lagi
dengan Darmi yang menjadi perawatnya. Istri mana yang tak
bergejolak batinnya ketika melihat suaminya menikah lagi dengan
wanita yang memperlakukannya dengan keji dan hendak
membunuhnya. Tekanan-tekanan itulah yang menjadikan Nana
menjadi seorang istri yang kuat dan tangguh.
2) Darmi
Darmi adalah wanita yang diperkenalkan suami Nana
sebagai perawat. Namun, seiring berjalannya waktu Nana tahu
bahwa Darmi adalah istri kedua dari suaminya. Darmi seorang
wanita yang bermuka dua, di hadapan suaminya ia bersikap lembut,
ramah dan baik, tapi di hadapan Nana ia berubah menjadi orang
yang galak, kasar, jahat dan keji. Seperti yang terlihat pada kutipan
berikut.
“Pergi!”
“Ah nyonya tua! (kata ini diucapkan dengan nada ejek),
tidaklah begitu mudah untuk mengusirku. Engkau tak tahu
kedudukanku di sini. Kau kira aku perawatmu? Enak! Lihat
nih” (Anonim, 1975:64).
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana kekasaran Darmi
dalam berucap, tidak ada rasa hormat sedikit pun kepada Nana.
Bahkan ia mengejek majikannya dengan kata „nyonya tua‟.
Kesadisan Darmi lainnya yaitu ketika ia hendak membunuh Nana
dengan kelicikannya memberikan obat dengan takaran yang
berlebihan agar dikira Nana bunuh diri dan Darmi lolos dari tuduhan,
seperti pada kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
“Aku sudah mengambil keputusan sekarang – mumpung bibi
pulang kampung – untuk menyingkirkan engkau! Selama kau
masih ada, selama itu pula aku tak bisa jadi isteri
sesungguhnya. Engkau tak bisa melayani suami, dan
seharusnya kau mau. Hidupmu tak punya arti apa-apa. Kau
minum saja pil ini, hingga semua menyangka kau bunuh diri.
Bukankah begitu lebih baik? Nyonya tua, kau turuti saja
kataku ini, dan jika tidak, toph aku akan memaksamu”
(Anonim, 1975:65).
Kutipan tersebut menjadi salah satu bukti bentuk kekasaran,
kelicikan dan kejahatan yang dilakukan oleh Darmi kepada Nana.
Seperti kekasarannya dalam bertutur kata, kelicikan dan
kejahatannya dalam rencana pembunuhan serta merebut suami
orang.
3) Suami Nana
Suami Nana awalnya adalah seorang pria yang sabar, teliti
dan setia. Ia dengan sabar dan teliti merawat istrinya yang lumpuh
selama enam tahun. Namun, kesetiannya tergoyahkan seiring dengan
kehadiran Darmi. Ia mudah luluh dan percaya dengan orang baru.
Bahkan ia tidak percaya dengan keganjilan yang dirasakan oleh
Nana, ia sudah termakan dengan sikap dan muka dua dari Darmi.
Sikap tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Aku tak suka perawat itu.”
“Tapi dia begitu baik, Nana. Apapun juga dikerjakannya.”
“Cuma di mukamu. Suruhlah dia keluar. Sebelum ada dia,
bukankah aku dan bibi bisa memberesi semuanya?”
“Akan ku nasihati dia, Nana. Sabarlah tentu berubah
sikapnya” (Anonim, 1975:64).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa suami Nana mulai
dibutakan dengan kebaikan palsu dari Darmi. Kesetiaannya pada
Nana mulai luntur, ia tidak mempercayai keganjilan yang dirasakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
oleh Nana. Namun, suami Nana masih menghargai Nana dengan
berusaha meredamkan hati Nana dengan usahanya untuk mencoba
bicara dengan Darmi.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen MPH mengangkat tema tentang
kekuatan hati seorang istri dalam menjalani kehidupan serta bakti istri
kepada suaminya. Rasa hormat, bakti dan kesetiaan seorang istri kepada
suamilah yang menjadi sumber kekuatan baru. Cerpen MPH ini juga
menunjukkan bahwa keajaiban dan mukjizat itu ada pada orang-orang
yang berhati bersih dan mulia. Selain itu, MPH juga menunjukkan
tanggung jawab seorang wanita lumpuh akan perbuatannya yang telah
menghilangkan nyawa seseorang yang hendak membunuhnya.
f. Katakan bahwa Aku Cemburu
Katakan bahwa Aku Cemburu (KAC) bercerita tentang
kecemasan dan kecemburuan dalam rumah tangga antara istri dan suami.
Rasa cemas, khawatir dan cemburu itu ditunjukkan oleh Rina kepada
Tris, karena kehadiran karyawan baru di kantornya yang tidak lain adalah
mantan tunangan Tris. Kecemburuan Rina yang berlebihan ini justru
semakin menjadikannya ingin tampil baik dan sempurna di hadapan
suami dan teman-teman Tris. Sempurna dalam hal penampilan, memasak
dan mengurus rumah tangganya.
Cerpen KAC diceritakan dengan menggunakan alur maju,
dengan menggunakan sudut pandang „orang pertama-utama‟ dengan
tokoh utama (Rina) sebagai pencerita. KAC ini menggunakan latar di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
sebuah rumah di salah satu kota. Gaya bahasa yang digunakan dalam
KAC adalah gaya bahasa sastra dengan diksi-diksi yang indah dan
menarik, seperti pada kutipan berikut.
Kulempar selimutku dengan perasaan jemu lalu kutukar baju
tidurku dengan kimono. Kupandang wajahku di cermin tanpa
perasaan, walau aku sadar kecantikanku masih sama dengan tujuh
tahun yang lalu ketika aku menghadapi hari perkawinanku. Tetapi
seri kegembiran yang terpancar sudah lenyap dari wajah itu
(Maria A Sarjono, 1975:62).
Di dalam kutipan di atas ditunjukkan pemilihan kata yang indah
dan menarik seperti pada kata „perasaan jemu‟, „seri kegembiraan‟,
„terpancar‟ dan „lenyap‟ memperindah kalimat-kalimat pada cerpen KAC.
Terdapat beberapa tokoh yang muncul dalam cerpen KAC, yaitu:
1) Rina
Rina seorang ibu rumah tangga yang telah memiliki dua
anak perempuan, ia merupakan istri dari Tris. Ia adalah istri yang
berbakti kepada suaminya, sekaligus seorang ibu yang bertanggung
jawab. Seperti wanita pada umumnya, Rina termasuk orang yang
selalu ingin terlihat sempurna. Namun, ia memiliki sifat yang sedikit
judes dan pencemburu. Sifat tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut.
“Apa aku baru kali ini kelihatan rapi ya?”
“Bukan begitu. Kau memang selalu rapi, tapi akhir-akhir ini
kau seperti malas, sehingga kalau di kantor setiap ingat
kepadamu aku selalu membayangkan dirimu dengan kimono
dan rol-rol rambut di kepala.”
“Biar” jawabku pendek (Maria A Sarjono, 1975:62).
Kutipan di atas menunjukkan tentang sifat Rina yang judes
terhadap suaminya, meskipun kejudesan itu dikarenakan rasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
cemburu yang berlebih. Kecemburuan tersebut dapat dilihat pada
kutipan berikut.
“Itu terserah padaku.”
“Jangan Rina, betul-betul jangan. Aku ingin menjamu
tamuku dengan masakanmu.”
“Ya, ya, maklum aku, ada tamu istimewanya.” Sindirku. Mas
Tris melongo sebentar kemudian tertawa.
“Yang mana?” Tanyanya pura-pura tak tahu.
“Kira-kira yang mana?” Aku ganti bertanya (Maria A
Sarjono, 1975:63).
Kutipan di atas menunjukkan sikap Rina kepada Tris yang
cemburu akan kehadiran Nani pada daftar tamu jamuan makan di
rumahnya. Kecemburuan itu dilampiaskan dengan menunjukkan
kejudesan dan kejutekannya pada Tris. Namun, di balik sifat yang
ditunjukkan di atas, Rina adalah seorang istri yang baik, bertanggung
jawab, dan begitu sayang dengan keluarganya. Hal itu terbukti
dengan keinginannya menyajikan perjamuan makan yang terbaik,
baik dalam bentuk penyajian makanan dan penampilan. Rina ingin
mempersembahkan yang terbaik dan sempurna untuk rekan-rekan
kerja suaminya. Hal itu dilakukan semata-mata karena rasa cinta dan
pengabdiannya sebagai seorang istri.
2) Tris
Tris seorang suami yang sangat mencintai keluarganya, ia
suami yang bijaksana, bertanggung jawab, humoris, setia dan
romantis. Namun, di balik sifat baiknya itu Tris juga seorang yang
pencemburu. Sifat-sifat tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut.
“Tentu saja. Aku heran kenapa masih selalu ingat hari ulang
tahunmu. Dan kartu ucapan itu selalu bergambar bunga
mawar. Kau pernah mengatakan bahwa bunga itu pernah
menjadi lambang kalian” (Maria A Sarjono, 1975:65).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Kutipan tersebut merupakan salah satu bentuk kecemburuan
Tris terhadap perhatian Nanang (mantan kekasih Rina) yang selalu
mengirimkan kartu ucapan setiap Rina berulang tahun.
“Sebetulnya begini, ini mungkin istri saya sendiri tak tahu.
Tadi „kan aku sudah bilang bukan Rin, bahwa kau telah
melupakan sesuatu, yaitu hari ini adalah tepat tujuh tahun
saya berkenalan dengan istri saya.” Aku terkejut memandang
ke arahnya. Tak dapat kupercaya bahwa mas Tris akan
mengingat hal-hal seperti itu (Maria A Sarjono, 1975:64).
Kutipan tersebut menunjukkan sisi romantis dari Tris
kepada Rina, selain itu dalam kutipan di atas juga menunjukkan
kesetiaan Tris kepada Rina, sekaligus menunjukkan bahwa
kecemburuan Rina selama ini tidak terbukti, justru Tris
menunjukkan bahwa ia benar-benar menyayangi Rina. Rasa sayang
tersebut juga diwujudkan dengan memamerkan kepandaian Rina
memasak kepada rekan-rekannya di kantor dengan cara mengadakan
perjamuan makan malam di rumahnya.
3) Nani
Nani adalah mantan tunangan sekaligus teman sekantor
Tris. Ia seorang janda yang berusaha mencoba merebut kembali hati
Tris. Hidupnya dipenuhi dengan foya-foya dan tidak mau kalah
dengan orang lain. Sifat itu sesuai perkataan dari Tris dalam kutipan
berikut.
“Aku kan bukan sebentar bergaul dengannya. Aku tahu betul
sifatnya, tak mau kalah dengan orang lain, senang foya-foya.
Aku merasa beruntung bahwa dia tak jadi istriku, dan
bersyukur bahwa aku kemudian bertemu denganmu” (Maria
A Sarjono, 1975:65).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Kutipan tersebut menunjukkan karakter Nani yang
digambarkan langsung oleh tokoh Tris dalam percakapannya dengan
istrinya.
4) Lili dan Lita
Lili dan Lita merupakan dua buah hati dari Tris dan Rina.
Lita masih duduk dibangku TK dan Lili sudah duduk di bangku SD.
Keduanya merupakan anak perempuan yang cantik dan
menggemaskan di keluarga Tris.
5) Zus Erna
Zus Erna adalah teman dari Rina, ia seorang penjahit
langganan Rina. Ia seorang wanita yang mahir dalam segala hal, ahli
menjahit, seorang penata rambut sekaligus penata rias. Orangnya
supel dan luwes sehingga ia memiliki pelanggan yang cukup banyak.
6) Zus Ani, pak Mardi, pak Toto dan bu Toto
Zus Ani, pak Mardi, pak Toto dan bu Toto adalah rekan-
rekan kerja dari Tris di kantor. Mereka semua telah memiliki
kedekatan dengan Tris sekeluarga, sehingga tidak ada kecanggungan
lagi di antara mereka. Kedekatan tersebut dapat menunjukkan bahwa
Tris adalah orang yang mudah bergaul dan diterima baik dalam
lingkungan kerjanya.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen KAC mengangkat tema tentang
kecerdasan seorang istri. Kecerdasan itu dilihat dari segi kecerdasan
seorang istri dalam mengurusi rumah tangga. Membesarkan anak,
mengurusi dan melayani suami. Selain itu cerpen KAC juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
menunjukkan bahwa wanita selalu ingin terlihat sempurna di mata
keluarga ataupun orang lain. Cerpen KAC juga menunjukkan bahwa
kecemburuan itu bisa dirasakan oleh siapa saja, baik suami maupun istri.
Kecemburuan bisa menjadi boomerang dalam rumah tangga jika tidak
mampu mengatasinya. Namun, sebaliknya kecemburuan bisa menjadi
sebuah bukti cinta, karena dengan cintalah segala masalah yang muncul
bisa diselesaikan dengan baik.
g. Gempa di Hatiku
Gempa di Hatiku (GH) bercerita tentang perjuangan seorang
wanita single parent bernama Atik (sering dipanggil Tiek). Ia bekerja
membanting tulang demi menghidupi anak semata wayangnya. Hal itu
harus dilakukannya semata-mata untuk menebus kesalahannya di masa
lalu. Kekhilafannya semasa muda mengharuskannya membesarkan Rina
seorang diri tanpa kehadiran ayah yang tidak bertanggung jawab.
Pengalaman pahit itu menjadi pengalaman berharga baginya dan
sahabatnya bernama Lili. Namun, kenyataan berkata lain Rina justru
terjerumus dalam hal yang sama dan dengan orang yang sama. Kejadian
itulah yang menjadikan hati Tiek terguncang, ayah dari anaknya kini
menjadi kekasih sekaligus calon ayah dari bayi yang dikandung
sahabatnya.
Kisah dalam cerpen GH tersebut kemudian diceritakan
pengarang dengan alur maju, menggunakan sudut pandang „orang
pertama-utama‟ dengan tokoh utama (Tiek) sebagai pencerita. Latar
cerpen GH berapa pada sebuah rumah di salah satu kota. Gaya bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
yang digunakan dalam GH yaitu dengan menggunakan diksi yang indah,
menarik serta menggunakan majas, seperti pada kutipan berikut.
Kuhela nafasku. Hidup ini memang penuh teka-teki. Manusia tak
pernah bisa mengira apa-apa yang akan terjadi kelak. Yang terang
hidup ini bagaikan sabut di permukaan laut. Terombang-ambing
oleh alunan gelombang. Kadang-kadang hanyut dengan tenang,
kadang-kadang pula terhempas–hempas. Begitu juga dengan
kehidupanku (Maria A Sarjono, 1975:62).
Di dalam kutipan di atas dapat terlihat bahwa bahasa dalam GH
menggunakan kata-kata pilihan yang indah serta majas perumpamaan
seperti „hidup penuh teka-teki‟, „terhempas-hempas‟. Pilihan kata-kata
tersebutlah yang menjadikan bahasa penulisan dalam GH terlihat lebih
indah dan menarik.
Di dalam cerpen GH terdapat beberapa tokoh yang ikut
membangun cerita. Tokoh tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tiek
Tiek seorang wanita single parent yang harus membesarkan
anak semata wayangnya yang bernama Rina. Ia seorang ibu pekerja
keras dan bertanggung jawab terhadap keluarganya, apapun
dilakukannya demi kebahagiaan keluarga. Waktunya dihabiskan
untuk mengajar. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Mulai kemarin tambah empat lagi. Sebetulnya ada tujuh
yang menjawab iklanku. Soalnya susah membagi waktunya,
mana rumah yang satu dengan yang lainnya terlalu jauh
jaraknya”.
…
“Pagi-pagi mengajar sekolah lalu sore mengajar piano, mana
ada waktu untuk keluarga, terutama Rina, mbak? Tanyanya
kemudian” (Maria A Sarjono, 1975:60).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Tiek bertindak sebagai
ibu sekaligus ayah bagi Rina, bekerja pagi hingga sore demi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
kebahagiaan keluarganya. Tanggung jawabnya begitu tinggi karena
ia harus berjuang menghidupi keluarganya seorang diri. Baginya
kebahagiaan Rina adalah segalanya, karena ia sangat mengerti
kondisi Rina yang hanya mendapatkan kasih sayang darinya. Tiek
memiliki sifat yang baik dan ramah terhadap setiap orang, termasuk
kepada Lili. Meskipun usia mereka terlampau jauh, mereka bisa
menjalin sebuah persahabatan yang erat. Tiek juga seorang wanita
yang rela berkorban. Tiek rela mengalah demi kebaikan Lili,
mengikhlaskan ayah dari anaknya untuk menjadi suami Lili dan
dengan bijak Tiek memberi selamat sekaligus doa kepada Lili,
seperti pada kutipan berikut.
“Kau beruntung Lili. Aku percaya kalian pasti akan bahagia,”
kata-kataku kukeluarkan dengan hati yang tulus” (Maria A
Sarjono, 1975:63).
Kutipan tersebut juga menunjukkan bahwa Tiek adalah
seorang ibu yang kuat dalam segala hal, terutama dalam masalah
hati. Tiek menjadi korban dari seorang pria yang tidak bertanggung
jawab, ia harus menelan pil kegetiran karena dicampakkan seorang
pria. Kekecewaan itu menjadikan trauma tersendiri bagi Tiek untuk
dekat kembali dengan seorang pria. Hal itu dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
“… Hanya terkadang rasa sakit di ulu hatiku timbul lagi bila
melihat sepasang suami isteri sedang menggandeng anak-
anak mereka.”
“Tidak Lil, aku sudah cukup kapok dengan pengalaman dulu.
Malahan pernah kuceritakan segala jejak-jejak hitamku agar
ia mengurungkan maksudnya yang ingin mendekati diriku…”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
“Ah, kau, seperti ibu saja. Kan aku sudah sering bilang
bahwa aku masih belum bisa menerima kehadiran seorang
laki-laki dalam hatiku” (Maria A Sarjono, 1975:61).
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan masih ada rasa
trauma pada diri Tiek terhadap pria. Rasa sakit hati dan pengalaman
buruknya masa lalu yang menjadikan Tiek bersikap demikian.
Pengalaman baginya adalah hal yang paling berharga, maka dari itu
ia tidak ingin terjebak di dalam lobang yang sama. Tiek menjadi
orang yang berhati besar ketika ia harus diingatkan kembali tentang
kepahitannya pada masa lalu melalui kisah Lili yang harus
mengulangi kesalahannya masa muda. Hal yang lebih menggetarkan
hatinya lagi yaitu ketika ia tahu orang yang hendak menikahi Lili
adalah pria yang mencampakkannya dulu, yang tidak lain adalah
ayah biologis dari Rina. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Aku melihat Lili berjalan bergandengan dengan seorang pria
yang tidak lain adalah Herman. Ya, Herman ayah anakku.
Terhuyung-huyung aku lari ke dalam kamarku. Segala
macam perasaan mengaduk-aduk hatiku. Sakitnya tak
terkatakan, kugigit bibirku kuat-kuat tanpa sadar (Maria A
Sarjono, 1975:63).
Aku mencari-cari kekuatan. Segala doa kusemburkan dari
mulutku yang menggetar. Suatu permohonan paling berapi-
api yang pernah kupanjatkan kepada Tuhan. Kuteguk segelas
air dingin, kemudian berusaha dengan segala daya
menentramkan diriku dan menghentikan badanku yang
gemetar (Maria A Sarjono, 1975:63).
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan betapa kuatnya hati
Tiek dalam menghadapi kenyataan pahit itu. Segala macam doa dan
cara ia usahakan untuk menenangkan hati dan menerima kenyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
itu, hanya orang berhati kuatlah yang mampu menghadapi kenyataan
yang menggoncangkan jiwa.
2) Lili
Lili seorang gadis berusia 22 tahun yang sedang dilanda
asmara. Ia orang yang baik hati, perhatian, supel dan tidak memilih-
milih teman. Hal itu terbukti lewat persahabatannya dengan Tiek
yang usianya jauh lebih tua, memiliki anak dan memiliki latar
belakang yang kurang bagus. Ia juga seorang yang penyayang dan
teman curhat yang baik. Seperti pada kutipan berikut.
“Aku benar-benar kagum kepadamu mbak. Betapa tolol dan
kejamnya laki-laki yang mempermainkan dan menyia-
nyiakan dirimu!” (Maria A Sarjono, 1975:60).
Kutipan tersebut merupakan salah satu bentuk perhatian dan
ketulusan hati Lili dalam berteman dengan Tiek. Lili mampu
memposisikan dirinya dan seolah-olah ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh sahabatnya. Namun, Lili termasuk orang yang
ceroboh, ia tidak mampu mengikuti amanat serta belajar dari
pengalaman sahabatnya. Sehingga ia harus mengulangi kesalahan
yang pernah dilakukan oleh Tiek.
3) Herman atau Tom
Ia seorang pria pengecut yang tidak bertanggung jawab. Ia
termasuk pria yang tidak gentle karena lari dan mencapakkan wanita
yang mengandung anaknya. Ia selalu mengulangi kesalahannya,
tidak mau belajar dari pengalaman kelamnya terdahulu. Rasa yang
muncul pada diri Herman hanyalah penyesalan seperti pada kutipan
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
“Atik, bagaimana aku bisa melupakan segalanya dan
mengendalikan perasaanku ini? Bagaimana mungkin Atik.
Aku sangat menyesal. Kudatangi tempat pondokmu, engkau
telah pergi. Kucari ke kotamu tanpa jejal sedikitpun, sehingga
akhirnya aku menjadi putus asa dan pergi dari kota itu”
(Maria A Sarjono, 1975:63).
Kutipan tersebut menunjukkan pembelaan dan penyesalan
dari Herman yang telah mencampakkan Tiek sekian tahun.
Penyesalan tersebutlah yang akhirnya menimbulkan kebimbangan
pada dirinya setelah ia bertemu dengan Rina anak kandungnya.
Bimbang dikarenakan dia dihadapkan pada dua orang wanita yang
sama-sama memiliki anak darinya.
4) Rina
Rina seorang anak kecil yang masih polos dan lugu. Ia
seorang anak yang periang dan penurut. Tingkahnya lucu dan
menggemaskan, sehingga semua orang di sekelilingnya sayang
padanya. Keluguan Rina terlihat dalam kutipan berikut.
“Tante Lili bawa apa untuk Rina?” pertanyaan Rina yang
tiba-tiba membunyarkan lamunanku. Mendengar kata-kata
Rina, Lili jadi tertawa” (Maria A Sarjono, 1975:61).
Kutipan tersebut menunjukkan tentang keluguan seorang
anak kecil yang sering terjadi dimanapun berada. Hal itu wajar
terjadi dilakukan seorang anak kepada orang yang dirasa sudah
memiliki kedekatan.
5) Ibu
Ibu dalam cerpen GH hanya menjadi tokoh pendukung
sebagai pelengkap jalannya cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas,
dapat dilihat bahwa cerpen GH mengangkat tema tentang perjuangan dan
tanggung jawab seorang ibu (single parent) dalam menghidupi
keluarganya serta kebesaran jiwanya yang begitu hebat. Cerpen GH
memberikan sebuah contoh kerelaan dan ketulusan hati seorang wanita
yang hatinya pernah hancur. Selain itu GH juga menunjukkan bahwa
tiada guna selalu berkubang dalam lobang yang sama, justru itu akan
menjadikan boomerang, keluarlah dan bangkit maka akan ada cahaya
yang menanti.
h. Nyonya Karina
Cerpen Nyonya Karina (NK) berkisah tentang perjuangan
seorang ibu dalam melahirkan anaknya, mulai dari sebelum sampai
sesudah melahirkan. NK menceritakan tentang dua orang ibu yang
sedang cemas dan gelisah menanti kelahiran anaknya. Seorang ibu
membagi pengalamannya dalam menghadapi kelahiran kepada Ny.
Karina, seorang ibu misterius yang baru pertama kali melahirkan.
Keduanya memiliki masalah yang sama, yaitu harus mendapatkan pil dan
suntik perangsang kelahiran agar bayi mereka segera keluar.
Berdasarkan kronologi penceritaan tersebut, NK termasuk dalam
kategori cerpen yang diceritakan dengan menggunakan alur maju. Sudut
pandang yang digunakan adalah sudut pandang „orang pertama-utama‟
dengan tokoh utama sebagai pencerita, hal itu ditandai dengan
penyebutan „aku‟ pada setiap penyebutan tokoh utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
NK berlatar di sebuah rumah sakit bersalin di salah satu kota di
Indonesia. Gaya bahasa yang digunakan dalam NK adalah bahasa yang
sederhana, tetapi tetap memiliki estetika tersendiri seperti pada kutipan
berikut.
Akhirnya aku tak dapat menahan rasa penasaranku untuk
mengajaknya bicara. Aku turunkan kedua kakiku yang dari tadi
kulonjorkan ke atas meja kecil di depanku. Kupakai sandal
capitku, pelan-pelan kudekati dia dan duduk di sebelahnya (Annie
Perwata, 1975:27).
Kutipan di atas merupakan salah satu contoh gaya bahasa yang
digunakan dalam NK, gaya yang seederhana tetapi tetap memiliki nilai
estetika tersendiri.
Ada beberapa tokoh yang hadir sebagai penggerak cerita di
dalam cerpen NK, yaitu:
1) Tokoh Aku
Tokoh Aku adalah seorang ibu yang sedang menanti
kelahiran anak ketiganya di sebuah rumah sakit. Meskipun itu
merupakan pengalaman ketiga dalam melahirkan, rasa cemas dan
khawatir tetap saja menderanya. Ia juga seorang ibu yang baik,
ramah dan mudah bersosialisasi. Hal itu terbukti di dalam kutipan
berikut.
Aku tersenyum memperhatikan wajahnya yang manis. Sudah
dua kalimat diucapkannya dengan diakhiri „kok‟. Apalagi
yang harus kuucapkan untuk membuka percakapan yang
lancar? Aku diam sebentar, lalu kataku:…
(Annie Perwata, 1975:27).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh aku memiliki
sifat yang ramah dan mudah bersosialisasi. Ia menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
keramahannya dengan menebar senyum dan terlihat selalu ingin
membuka percakapan kepada orang yang baru ia kenal. Ia termasuk
seorang ibu yang memiliki semangat dan perjuangan tinggi dalam
melakonkan perannya sebagai ibu. Rasa sakit akibat obat dan
suntikan perangsang kelahiran tidak mengurangi semangat dan
perjuangannya melahirkan anak ketiganya. Ia pintar
menyembunyikan kecemasan dan kekhawatirannya di muka umum
termasuk pada Karina. Justru ia masih menunjukkan kedewasaan,
kebijaksanaan dan ketenangannya, dengan meyakinkan Karina
bahwa melahirkan tidak akan terjadi apa-apa ketika melahirkan
kelak. Ia sangat mengayomi dan menenangkan Karina, seperti pada
kutipan berikut.
“Oh, baru belajar dong ya, nggak sakit kok dik, asal kita
tenang. Bayangkan saja wajah ibu kita yang tercinta” (Annie
Perwata, 1975:27).
“Ya, rasa sakit atau perih apapun dalam hidup ini akan segera
musnah setelah selamat melahirkan” (Annie Perwata,
1975:27).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh aku begitu
bijak bersikap, meskipun ia didera rasa cemas tapi ia masih mampu
memberi ketenangan pada Karina. Selain itu, ia seorang ibu yang
penuh tanggung jawab dan sayang terhadap keluarganya. Ia
berantusias untuk segera melahirkan agar ia bisa segera pulang dan
berkumpul lagi dengan kedua anak beserta suaminya.
2) Ny. Karina
Ny. Karina adalah seorang ibu muda yang sedang
dirundung kecemasan dalam menghadapi kelahiran anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
pertamanya. Ia merupakan ibu yang tangguh, karena ia berjuang
untuk melahirkan anak pertamanya seorang diri, tanpa keluarga,
suami atau siapa pun yang menemani serta memberinya semangat.
Tanggung jawab kepada anaknya sangat besar, meskipun ada sedikit
kegetiran pada dirinya, ia masih bertekat kuat untuk melahirkan dan
membesarkan anaknya. Kegetiran yang dialami oleh Ny. Karina
dikarenakan ia merasa kesepian dalam kehidupannya, tetapi ia sangat
ingin memiliki anak, seperti pada kutipan berikut.
“Tahukah kakak akan rasa sepi yang menguasai kami isteri
pelaut?”
…
“Bayangkan betapa sepinya hidupku, kak. Dan kini.. kini..
aku mengandung hanya tinggal menunggu saatnya
melahirkan. Aku membiarkan kandunganku besar. Aku ingin
punya anak, kak” (Annie Perwata, 1975:28).
Ny. Karina sebenarnya adalah seorang yang misterius,
karena tidak ada yang mengetahui latar belakang ataupun
keluarganya. Bahkan suster-suster yang merawatnya tidak ada yang
tahu. Sifat tersebut juga diungkapkan oleh tokoh aku seperti pada
kutipan berikut.
“Aku segera diam. Di mataku terbayang teman ngobrolku
yang agak misterius kemarin” (Annie Perwata, 1975:28).
“Perempuan aneh, Karina itu. Keterangannya tak jelas.
Alamatpun tiada tentu” (Annie Perwata, 1975:28).
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan kemisteriusan Ny.
Karina, tidak ada satu pun orang yang mengetahui latar belakang
dari Ny. Karina. Ia hanya seorang diri selama dirawat di rumah sakit
bersalin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
3) Suster-suster dan suami
Suster dan suami adalah tokoh-tokoh pelengkap di dalam
cerpen NK, mereka muncul sebagai pendukung penggerak cerita
pada cerpen. Meskipun kemunculannya tidak banyak, tetapi mereka
mempunyai andil dalam jalannya cerita.
Suster-suster adalah perawat di rumah sakit bersalin yang
selalu membantu penanganan pasien yang akan segera melahirkan.
Mereka bertugas untuk membimbing dan merawat pasiennya dengan
baik, oleh karena itu suster di sana baik dan ramah-ramah. Sifat itu
harus diterapkan agar pasien mendapatkan pelayanan yang
memuaskan.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen NK mengangkat tema tentang
perjuangan seorang ibu dalam melahirkan anak. Perjuangan seorang ibu
yang teramat besar, menaruhkan nyawa demi kelangsungan hidup
anaknya. Perjuangan ibu menghadapi rasa, takut, cemas dan khawatir
menghadapi kelahiran. Cerpen NK juga menunjukkan bahwa seorang
wanita (ibu) juga menjadi seorang pejuang dengan melahirkan, merawat
dan mendidik bayi hingga kelak menjadi seorang manusia dewasa yang
siap berkecimpung dalam masyarakat.
i. Jalan itu Licin dan Berbahaya
Jalan itu Licin dan Berbahaya (JLB) sebuah cerpen yang
mengisahkan tentang problematika kehidupan rumah tangga. Tidak ada
jalan yang lurus dan mulus dalam kehidupan, pasti ada sedikit hambatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
dalam sebuah perjalanan, itulah isi dari cerpen JLB. Cerpen ini bercerita
tentang dua orang manusia yang memiliki latar belakang yang berbeda
disatukan dalam pernikahan. Setelah berjalan beberapa tahun, pernikahan
tersebut mengalami masalah, sang suami (Haryo) memiliki wanita
idaman lain dan terganggu dengan tangisan-tangisan anaknya setiap
malam. Perpisahan akhirnya terjadi, keduanya melanjutkan kehidupan
dan kesibukannya masing-masing. Hingga akhirnya cinta menyatukan
mereka kembali untuk kembali hidup bersama.
Kisah tersebut diceritakan oleh pengarang dengan menggunakan
alur maju dan sudut pandang „orang ketiga-tidak terbatas‟, dimana
“pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikan sebagai
orang ketiga” (Stanton, 2007:54). Latar yang digunakan yaitu disalah
satu kota di Indonesia. Diceritakan dengan bahasa yang sederhana tetapi
tetap memiliki keindahan.
Ada beberapa tokoh dalam JLB, yaitu sebagai berikut.
1) Yeni
Yeni adalah seorang ibu berusia 32 tahun yang telah
memiliki dua orang anak. Ia seorang ibu yang baik, setia,
bertanggung jawab dan penuh kasih sayang. Ia juga menjadi seorang
istri yang tegar dan mudah bangkit dari keterpurukan. Hal itu
terbukti ketika perpisahan terjadi, ia tidak terus menurus larut dalam
kesedihan dan putus asa, tetapi ia segera bangkit dengan kembali
melanjutkan kuliahnya dan bekerja untuk menghidupi kedua
anaknya. Ia berjuang demi kebahagiaan dan kelangsungan hidupnya
dan kedua anaknya, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Waktu berjalan terus, Yeni kuliah, melukis, mengurusi anak-
anak dan memecahkan segala macam persoalan yang muncul
begantian. Badannya makin kurus karena kurang makan,
kurang tidur, terus menangis, dan bekerja keras. (Anonim,
1975:41).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Yeni seorang ibu
yang tidak mudah putus asa, bertanggung jawab dan berjuang keras
menghidupi keluarganya. Ia termasuk seorang ibu yang tangguh
dalam hal hati maupun fisik, karena meskipun hatinya sedang hancur
ia mampu melanjutkan hidupnya dengan baik. Yeni seorang istri
yang setia, meskipun hatinya telah dilukai dan dikhianati oleh
suaminya, ia tetap saja mencintai suaminya. Hal itu terbukti dengan
tidak tergodanya ia dengan teman-teman di kampusnya yang
mencoba mendekatinya.
2) Haryo
Haryo semasa mudanya adalah orang yang urakan dan masa
depannya tidak begitu jelas, tapi ia satu-satunya orang yang mampu
meluluhkan hati Yeni. Kini ia bisa menunjukkan keraguan orang-
orang di sekitarnya karena sekarang ia telah menjadi penulis yang
berpenghasilan. Namun, setelah mapan ia menjadi sedikit terlena,
lalai, egois, dan tidak bertanggung jawab. Ia menjadi suami yang
tidak memiliki kepekaan perasaan, hatinya mudah tergoyahkan, hal
itu terbukti pada kutipan berikut.
Suatu hari Haryo pulang dari Bali membawa koper penuh
pakaian kotor dan sekedar berita, bahwa dia telah jatuh cinta.
Mereka bertemu di seminar itu. Dia adalah salah seorang
peserta seminar. Orangnya manis, pintar, pernuh pengertian
dan punya kepribadian. Dan entah apa lagi Yeni sudah tidak
mendengarkan (Anonim, 1975:40).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Kutipan tersebut menjelaskan Haryo mulai berpaling dari
Yeni dan mulai berpindah hati. Tanpa ada rasa dosa dan bersalah ia
jujur mengatakan kepada Yeni, tindakan yang dilakukan Haryo itu
justru menunjukkan bahwa ia seorang pria yang sadis dan tidak bisa
menghargai perasaan istrinya. Ia seorang suami yang tidak bisa
mengontrol tutur katanya, ia juga tidak mengerti situasi dan kondisi
keluarganya, seperti pada kutipan berikut.
“Kalau yang ini pun menangis terus sepanjang malam selama
tiga bulan, aku pindah dari rumah ini” (Anonim, 1975:40).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Haryo sangat egois,
ia merasa terganggu degan tangisan anak kandungnya. Ia juga tidak
bisa memahami situasi dan kondisi pada keluarganya saat itu. Ia juga
tidak bisa bertindak sebagai ayah yang baik, saat anak kandungnya
menangis justru ia menyalahkan istrinya bukan membantu
menolongnya. Hal itu juga menunjukkan bahwa ia bukan suami yang
bertanggung jawab karena hanya dengan hal-hal yang wajar
dilakukan seorang anak, ia harus mengancam untuk keluar dari
rumah. Sebagai kepala keluarga awalnya Haryo termasuk orang yang
gagal karena tidak mampu menghadapi masalah yang ada, justru ia
menambah masalah. Namun, ketika ia tersadar dan kembali
mendapatkan kekuatan cinta itu, ia mampu menyatukan kembali
puing-puing hati yang sempat retak tersebut.
3) Oni dan Didi
Oni dan Didi adalah anak dari Yeni dan Haryo, keduanya
dalam hal ini memang ditampilkan hanya sekilas saja. Namun,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
kemunculan mereka di dalam JLB dijadikan sebagai pemicu konflik
dalam jalannya cerita.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen JLB mengangkat tema keteguhan,
ketegaran, perjuangan serta kebesaran jiwa seorang ibu dalam
mempertahankan keluarganya. JLB juga membuktikan bahwa wanita
(ibu) bukanlah sosok yang lemah dan mudah putus asa. Justru
sebaliknya, JLB menunjukkan bahwa ibu adalah sosok yang kuat dan
mudah bangkit dari keterpurukan. Sakit hati bukan menjadi alasan untuk
menjadi lemah, tetapi justu untuk bangkit dan menunjukkan bahwa
dirinya mampu bangkit dan berkembang menjadi manusia yang lebih
baik. Secara keseluruhan cerpen JLB menggambarkan bahwa kekuatan
cintalah yang menyelamatkan sebuah keluarga.
j. Kekasih Ayah
Cerpen Kekasih Ayah (KA) mengisahkan tentang kecerdasan
seorang wanita (istri) dalam menghadapi sebuah problematika rumah
tangga. Saat sang suami gelisah dan tertekan karena akan diberhentikan
kerja, sang istri justru menggunakan kesabaran dan ketenangan hati
dalam menghadapi dan menyelesaikan masalahnya. Kegalauan suami
itulah yang menjadi konflik dalam cerpen KA ini. Istri dalam KA ini
menjadi sosok yang kuat dalam memainkan alur cerita.
Cerpen KA ini diceritakan dengan menggunakan alur maju.
Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang „orang ketiga-
tidak terbatas‟, di mana “pengarang mengacu pada setiap karakter dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
memposisikan sebagai orang ketiga” (Stanton, 2007:54). Hal itu ditandai
dengan penyebutan nama langsung dan „dia‟ pada setiap penceritaan.
Kisah ini menggunakan latar di sebuah rumah di kota Jakarta dan di
Jakarta Fair. Gaya bahasa yang digunakan dalam KA adalah bahasa yang
sederhana tetapi indah, terdapat pula majas perumpamaan dibeberapa
bagian seperti pada kutipan berikut.
“Setengah jam berikut uang berpindah tangan tak henti-hentinya.
Seperti hujan uang saja, pikir Andi dengan geram” (Anonim,
1975:55).
Selain unsur intrinsik di atas, terdapat unsur tokoh dan
penokohan yang ikut membagun unsur-unsur cerpen. Tokoh-tokoh
tersebut yaitu sebagai berikut.
1) Eni
Eni adalah seorang istri dan ibu yang cerdas, baik hati, sabar
periang, tenang dan tidak pernah ingkar janji. Cerdas yang
dimaksudkan adalah kemampuannya sebagai istri dan ibu dalam
mengendalikan situasi, kondisi serta memecahkan sebuah masalah
dalam keluarganya. Eni mampu menutupi segala kegundahannya
dengan tetap tenang dihadapan suami dan anaknya. Hal itu dilakukan
sebagai salah satu upayanya dalam menjaga situasi dan kondisi
keluarganya.
Ia juga seorang ibu yang sangat sayang kepada anaknya,
meskipun kondisi keuangan sedang tak baik ia tidak melupakan
janjinya pada anaknya untuk mengunjungi Jakarta Fair, seperti pada
kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
“Aku mengerti. Besok kita ke Jakarta Fair” (Anonim,
1975:55).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa apapun yang melanda
keluarganya, baginya janji adalah janji yang harus ditepati.
Meskipun yang terlontar dari mulutnya kalimat-kalimat singkat,
tetapi itu cukup untuk membuktikan bahwa Eni adalah seorang ibu
yang selalu menepati janjinya pada sang anak.
Eni juga merupakan seorang istri yang bijaksana dan setia
pada suaminya. Ia selalu berada di samping suaminya untuk
membantu menyelesaikan permasalahan keluarganya. Ia juga
mampu mendinginkan kekakuan dan kepanasan hati suaminya ketika
sang suami sedang terpuruk. Hal itu dapat ditunjukkan pada kutipan
berikut.
“Jangan terlalu serius, sayang. Ikanpun jadi.”
…
“Dan kalau uang tidak cukup untuk beli ikan mujair, ikat
teripun jadilah. Banyak proteinnya.”
…
“Selama cinta kita cukup kuat, kita pasti jaya. Ada Manti
tempat curahan kasih sayang kita, dan tak lama lagi insya
Allah ada seorang adiknya lagi. Aku tahu semua itu akan
makan biaya. Tetapi apa arti uang, bila kita dapat melihat
buah percintaan kita tumbuh menjadi besar?” (Anonim,
1975:56).
Kutipan di atas menunjukkan kesabaran dan ketenangan Eni
dalam menyikapi sebuah permasalahan. Sifat-sifat itulah yang
menjadikan Eni berfikir dengan kepala dingin untuk mencari jalan
keluar permasalahannya. Eni begitu bijaksana dalam menyikapinya,
hal itulah yang menjadikan kegalauan dan kegelisahan pada
suaminya perlahan mulai sirna. Eni memiliki tanggung jawab yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
kuat terhadap keluarganya baik ketika bertindak sebagai ibu yang
mengasihi anak-anaknya ataupun sebagai seorang istri yang selalu
berada di samping suami dalam kondisi apapun.
2) Andi
Andi seorang suami yang bekerja pada salah satu perkantoran
di Jakarta yang sedang mengalami kebangkrutan. Perusahaannya
dalam tiga bulan ke depan akan segera gulung tikar. Situasi itulah
yang menjadikan Andi menjadi galau, gundah, cemas dan takut.
Andi bersikap demikian karena ia merasa memiliki tanggung jawab
yang besar terhadap anak dan istrinya. Jika ia tidak memiliki
pekerjaan maka ia merasa gagal membahagiakan keluarga kecilnya,
seperti pada kutipan berikut.
“Itulah akibat tanggung jawabku,” kata Andi perlahan-lahan,
mencoba menjelaskan sikapnya pada isterinya. “Tapi
kupandang kedua belah tanganku, lalu aku berpikir: Dengan
sepasang tanganku dan otak dikepalaku, aku harus memberi
nafkah pada keluargaku. Aku harus mencari uang untuk
melunasi sepeda motor, membayar rekening listrik, rekening
air, les menari dan berenang untuk Manti. Sekarang, pada
saat aku menghadapi kemungkinan tidak dapat memenuhi
kewajibanku terhadap keluargaku, aku merasa
mengecewakan kalian. Seolah-olah tanpa kuhendaki tercabut
hakku untuk melindungi keluargaku… Dan aku tidak tahu
apa yang harus kuperrbuat” (Anonim, 1975:56).
Kutipan tersebut menggambarkan kegalauan, kegundahan
dan kecemasan Andi sebagai kepala keluarga yang takut akan nasib
keluarganya ke depan setelah ia tidak bekerja lagi. Hal itu terjadi
karena Andi memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap
keluarganya. Sebagai seorang suami dan ayah, baginya kebahagiaan,
ketentraman dan kelangsungan hidup keluarganya berada padanya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
jika ia tidak mampu berarti dia gagal menjadi suami serta ayah.
Sikap tersebut adalah sikap seorang ayah dan suami sejati.
Selain bertanggung jawab, Andi juga seorang ayah yang
sangat sayang dan peduli terhadap anak dan istrinya. Demi janji dan
melihat senyum ceria anaknya ia rela mengeluarkan banyak uang di
Jakarta Fair, meskipun terasa berat untuk mengeluarkan uang karena
ia harus berhemat. Baginya, kebahagiaan anak adalah segalanya,
seperti pada kutipan berikut.
“Berapa semuanya? Tanya Andi dan penjual itu berpaling.
Meskipun harganya cukup mengedipkan mata Andi, tetapi
diborongnya semuanya” (Anonim, 1975:57).
Kutipan tersebut menunjukkan besarnya rasa sayang
seorang ayah kepada anaknya. Kondisi ekonomi yang menghimpit
bukan menjadi alasan untuk mengurangi rasa sayang seorang ayah
kepada anaknya.
3) Manti
Manti adalah anak dari Eni dan Andi yang masih berusia 5
tahun. Ia seorang anak kecil dan polos yang belum paham akan
kondisi keluarganya. Seperti layaknya seorang anak-anak seusianya,
rasa ingin tahunya begitu tinggi, ia belum memahami kondisi di
sekitarnya yang ia tahu hanyalah bermain dan mendapatkan hiburan.
Dilihat dari keseluruhan unsur intrinsik cerpen yang telah diulas
di atas dapat dilihat bahwa cerpen KA mengangkat tema tentang
kecerdasan seorang istri dalam menghadapi problematika di dalam
keluarganya. Kecerdasan ini dilihat dari bagaimana ia mampu
memposisikan dirinya sebagai istri yang mendampingi suami saat senang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dan susah serta ibu yang melindungi anaknya. Selain itu, juga kesabaran
dan ketenangan hati seorang istri dalam menghadapi sebuah
permasalahan dalam keluarganya. KA juga menggambarkan tanggung
jawab seorang kepala keluarga terhadap keluarganya.
2. Citra Wanita dalam Cerpen-cerpen Majalah Femina Tahun 1975
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, maka kesepuluh
cerpen Femina tahun 1975 dapat dikategorikan dalam berbagai kelompok
citra, sebagai berikut.
a) Wanita sebagai Pejuang Sejati
Citra wanita sebagai pejuang sejati terdapat pada cerpen
Benteng Kasih, Gempa di Hatiku, dan Nyonya Karina. Pejuang sejati
yang dimaksud adalah wanita yang mau berjuang dengan tulus ikhlas
untuk melakukan sesuatu hal. Bentuk dari perjuangan wanita tersebut
bermacam-macam. Bisa berbentuk perjuangan seorang ibu atau istri
dalam bekerja untuk menghidupi anaknya seperti pada cerpen BK dan
GH, serta perjuangan ibu saat melahirkan anaknya seperti pada cerpen
NK.
Seorang ibu yang bekerja di luar rumah mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan keluarga bukanlah hal yang tabu dan memalukan.
Hal itu justru membuktikan bahwa wanita (istri atau ibu) juga mampu
berjuang memeras keringat demi menstabilkan ekonomi keluarga. Seperti
pada cerpen BK dan GH, terdapat dua orang wanita Mien dan Tiek yang
bekerja keras demi menghidupi keluarganya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Mien di dalam cerpen BK hadir sebagai seorang pejuang sejati
yang mulai tampil di masyarakat. Ia sebagai contoh wanita karir yang
tidak hanya duduk di rumah menerima dan memanfaatkan apa yang
diperoleh suaminya. Namun, ia bekerja memanfaatkan kemampuannya
untuk ikut mencari nafkah. Kelangsungan hidup keluarga kecilnya tidak
hanya digantungkan dari keringat suami. Hal itu dikarenakan gaji
suaminya sebagai pegawai negeri kelas menegah itu tidak cukup untuk
menghidupi keluarganya. Hal itu terbukti pada kutipan berikut.
“…. Mas Joko cuma seorang pegawai negeri kelas menengah.
Aku terpaksa harus bekerja untuk membantu perekonomian
rumah tangga kami. Akibatnya aku hampir-hampir tak punya
waktu untuk anakku. Semuanya tak pernah ku sadari sampai
malam ini” (Mira W, 1975:68).
Kutipan tersebut mencerminkan bahwa wanita tidak harus selalu
berdiam diri di rumah untuk menikmati hasil yang diperoleh suaminya.
Wanita tidak hanya mengandalkan pria untuk menopang kehidupannya.
Wanita bukan lagi sosok rumahan yang hanya bisa terkungkung dalam
ranjang dan dapur saja.
Seorang wanita harus mampu bekerja untuk memperoleh nafkah
membantu ekonomi keluarga. Hal seperti ini memang sudah sewajarnya
terjadi, saat kondisi perekonomian keluarga kurang baik, wanita tidak
harus selalu bersembunyi di punggung pria. Ia harus mampu berdiri dan
berjalan bersama pria untuk memperbaiki kondisi tersebut. Wanita juga
dapat diandalkan untuk mencari nafkah, bahkan posisi wanita tidak selalu
lebih rendah dari pria, terkadang posisi atau jabatan wanita itu bisa saja
lebih tinggi. Namun, itu bukan berarti untuk menyaingi kaum pria, hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
sekedar untuk menyejajarkan dan membantu menyeimbangkan kondisi
keuangan keluarga.
Hal serupa juga terjadi pada kondisi Tiek dalam cerpen GH.
Tiek harus berjuang membanting tulang demi kelangsungan hidup anak
semata wayangnya. Namun, kondisinya berbeda Tiek hanya berjuang
seorang diri dalam menghidupi sekaligus mengurus dan mendidik
anaknya, karena ayahnya tidak bertanggung jawab dan hendak menikah
lagi.
“…Tetapi kalau aku hanya menuruti kemauan itu bagaimana aku
bisa membiayai hidup keluarga ini. Dengan begini aku juga bisa
menyenangkan hati Rina dengan kemampuan untuk membelikan
baju yang bagus-bagus dan permainan yang diinginkannya.
Habis siapa lagi kalau bukan aku” (Maria A Sarjono, 1975:60).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa perjuangan Tiek jauh lebih
besar daripada Mien. Hal itu dikarenakan Tiek harus berjuang seorang
diri tanpa sosok suami yang membantunya. Ia harus bangkit dari
keterpurukan masa lalu karena telah dicampakkan oleh ayah biologis
Rina, demi menghidupi dan membahagiakan Rina. Kegagalan bukanlah
hambatan baginya, justru itu cambukkan baginya untuk menjadi wanita
yang lebih mandiri dan bermanfaat bagi orang lain. Seperti pada kutipan
berikut.
Setelah Rina lahir aku berusaha melupakan kegagalan ini dengan
mengajar di suatu sekolah. Di samping itu aku memang tak mau
menjadi beban ibu yang hidup hanya dengan pensiunan yang tak
seberapa (Maria A Sarjono, 1975:61).
Selain itu, Tiek harus berjuang menata kembali hatinya setelah
menerima kenyataan bahwa ayah dari anaknya kini harus menikahi
sahabatnya sendiri. Menata kembali hati yang hancur itu tidak mudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
bagi seorang wanita, perlu keikhlasan untuk menjalaninya. Hal itu juga
menunjukkan bahwa wanita juga bisa berjuang, dalam hal ini berjuang
untuk bangkit dari keterpurukan hatinya, seperti pada kutipan berikut.
“Nah, lakukanlah itu dan jangan kau ingat-ingat peristiwa yang
lalu. Ini demi kebahagiaan kita semua terutama untuk Lili dan
untukku sendiri. Luka di hatiku telah sembuh, jangan kau utik-
utik lagi” (Maria A Sarjono, 1975:63).
Kutipan tersebut menunjukkan bentuk lain perjuangan dari Tiek,
yaitu perjuangan keluar dari kegagalan masa lalu untuk menata kembali
hatinya agar bisa melanjutkan kehidupannya mendatang yang lebih baik.
Bangkit dari masa lalu bukanlah hal yang mudah bagi seorang wanita,
perlu kekuatan hati dan mental yang kuat untuk melakukannya. Hal itu
dikarenakan bersinggungan langsung dengan hati, dan wanita pada
umumnya lebih mengedepankan hati daripada logikanya.
Perjuangan seorang wanita tidak berhenti pada hal-hal di atas
saja. Ada perjuangan yang jauh lebih besar dan menantang, yaitu
perjuangan seorang ibu dalam melahirkan. Seperti kisah Ny. Karina dan
tokoh aku di dalam cerpen NK. Keduanya adalah wanita-wanita super
yang berjuang mati-matian demi kelahiran seorang bayi ke dunia.
Perjuangan tersebut bukan hanya saat melahirkan saja, tetapi dimulai dari
mengandung selama sembilan bulan hingga setelah melahirkan.
Perjuangan tersebut bukanlah perjuangan biasa, karena bersangkutan
dengan nyawa seseorang dan hanya bisa dilakukan seorang wanita saja.
Seperti pada kutipan berikut.
“Aku diam saja. Memang dia tak akan merasakan betapa
menderitanya seorang ibu yang hamil tua seolah dipermainkan
demikian. Belum nanti saatnya mengadu tenaga, berjuang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
melahirkan sang bayi. Tak ada sakit yang bisa mengatasi sakit
diwaktu melahirkan. Aku berkata manis kepada Karina bahwa
melahirkan tidak sakit dan seterusnya, hanya sekedar basa-basi
saja. Siapa yang bisa melupakan detik-detik mau bersalin?”
(Annie Perwata, 1975:30).
Kutipan tersebut membuktikan bahwa tidak mudah menjalani
hidup sebagai wanita. Kodratnya sebagai wanita yang telah
mengharuskannya untuk berjuang mati-matian menahan sakit demi
melahirkan seorang anak. Perjuangan tersebut adalah perjuangan terbesar
seorang wanita dalam hidupnya. Belum lagi ketika mendapatkan kendala
saat masa kandungan melewati jadwal dan bayi tak kunjung keluar, si ibu
harus diberi rangsangan berupa obat ataupun suntikan, seperti kutipan
berikut.
…
Disuntik lima kali setiap setengah jam sangat menyakitkan. Tapi
aku betul-betul pasrah karena ingin segera melahirkan. Sudah
lewat dua minggu kandunganku (Annie Perwata, 1975:30).
Kutipan di atas merupakan salah satu contoh bentuk perjuangan
wanita sebelum melahirkan, mau tak mau harus mendapatkan suntikan
secara terus menerus agar segera melahirkan. Rasa sakit oleh suntikan
tersebut harus ditambah lagi ketika bayi itu benar-benar akan segera
lahir. Namun, perjuangan besar tersebut akan terbayarkan ketika
terdengar suara tangisan bayi di dekatnya, karena itu berarti ia telah
sempurna menjadi seorang wanita karena berhasil melahirkan seorang
anak di muka bumi.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
wanita termasuk seorang pejuang sejati. Perjuangan itu dapat dilihat dari
berbagai sisi, berjuang untuk melahirkan seorang anak, membesarkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
merawat, mendidik bahkan menghidupinya. Perjuangan lainnya berupa
berjuang untuk bangkit dari sebuah keterpurukan dan berjuang untuk
menghadapi serta menyelesaikan permasalahan hidup tersebut.
b) Wanita Sebagai Sosok yang Cerdas
Citra wanita sebagai sosok yang cerdas tercermin pada cerpen
Katakan bahwa Aku Cemburu, Kekasih Ayah dan Jalan itu Licin dan
Berbahaya. Wanita cerdas dalam hal ini bukan hanya dipandang dari segi
akademis saja, tetapi cedas sesuai pada posisinya. Cerdas dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti “sempurna perkembangan akal budinya
(pandai, tajam pikiran dsb)” (Dendy Sugono, 2008:262). Wanita cerdas
dalam hal ini adalah wanita yang mampu memposisikan dirinya sesuai
dengan perannya. Di dalam KAC cerminan sosok wanita cerdas terlihat
pada tokoh Rina. Kecerdasannya terlihat dalam hal membahagiakan dan
memberikan rasa nyaman pada anak dan suaminya. Rina adalah
cerminan dari sosok ibu yang mampu mengayomi keluarganya, salah
satunya dengan kemahirannya dalam hal memasak. Bagi seorang ibu
mahir memasak bukan hanya sebuah keharusan, tetapi juga sebuah
kebanggan tersendiri. Seorang ibu akan merasa bangga dan terhormat
ketika keluarganya merasa puas dan senang dengan masakannya. Hal itu
berarti ia telah berhasil membahagiakan keluarganya melalui
masakannya. Memasak bukanlah sebuah pekerjaan enteng, tetapi justru
sebaliknya memasak adalah pekerjaan yang sulit. Masakan lezat banyak
didapat di segala tempat, tetapi masakan yang paling lezat dan nikmat
adalah masakan yang dimasak dengan hati dan ketulusan. Masakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
tersebut hanya bisa diperoleh dari olahan tangan seorang ibu. Seperti
halnya dalam kutipan berikut.
“Alasannya… yah, aku ingin memamerkan kepandaianmu
memasak” (Maria A Sarjono, 1975:62).
“Baik, tapi janji lho, kau yang masak, jangan pesan di luar.”
“Itu terserah padaku.”
“Jangan Rina, betul-betul jangan. Aku ingin menjamu tamuku
dengan masakanmu” (Maria A Sarjono, 1975:63).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tris sangat bangga akan
kemahiran istrinya dalam memasak, maka dari itu ia ingin
memamerkannya kepada para koleganya. Hal itu mencerminkan bahwa
kecerdasan seorang wanita bisa saja dilihat dari kemahirannya memasak.
Seperti halnya Tris yang bangga kepada istrinya karena ia mampu
memasak makanan yang lezat. Hal tersebut merupakan nilai tersendiri
bagi seorang wanita di mata pria.
Kecerdasan seorang wanita lainnya dapat dilihat pada tokoh Eni
dalam cerpen KA. Wanita yang cerdas adalah wanita yang mampu
memposisikan dirinya sebagai istri dari suaminya dan ibu dari anaknya.
Wanita sebagai istri yang dimaksud adalah wanita yang berlaku layaknya
seorang istri yang mendampingi suami saat senang ataupun susah serta
sebagai tempat berbagi. Wanita sebagai ibu adalah wanita yang berlaku
layaknya seorang ibu yang mengayomi dan melindungi anaknya dengan
ketulusan hati. Wanita yang demikian tercermin pada sosok Eni dalam
cerpen KA. Eni adalah seorang istri yang cerdas, karena ia mampu
mendampingi suaminya dalam menghadapi masalah yang menjadi beban
suaminya karena hendak diberhentikan dari pekerjaanya. Ia menyikapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
masalah tersebut dengan pikiran dan hati yang tenang. Hal itu dilakukan
Eni untuk mengimbangi suaminya yang menyikapi permasalahannya
dengan hati yang panas, seperti pada kutipan berikut.
“Jangan terlalu serius, sayang. Ikan pun jadi.”
“Tetapi bagaimana kalau untuk beli ikan pun tidak cukup uang?”
…
“Dan kalau uang tidak cukup untuk beli ikan mujair, ikan teri pun
jadilah. Banyak proteinnya.”
…
“Selama cinta kita cukup kuat, kita pasti jaya. Ada Manti tempat
curahan kasih sayang kita, dan tak lama lagi insya Allah ada
seorang adiknya lagi. Aku tahu semua itu akan makan biaya.
Tetapi apa arti uang, bila kita dapat melihat buah percintaan kita
tumbuh menjadi besar?” (Anonim, 1975:56).
Kutipan tersebut merupakan cara Eni memperlakukan Andi,
dengan hati-hati, halus dan tenang ia membantu memecahkan masalah
suaminya. Eni dengan kesabarannya mampu meredam emosi suaminya
dan sekaligus membukakan jalan keluar penyelesaian masalah. Inilah
yang disebut istri yang mampu memposisikan dirinya dengan baik. Istri
yang berada di samping suami untuk memberikan ketenangan dan
meredam emosi suaminya, bukan istri yang justru menambah masalah.
Eni menjadi seorang ibu yang cerdas dalam hal mengayomi,
melindungi dan membahagiakan Manti anaknya. Hal itu terbukti dengan
menjaga hati anaknya yang masih kecil dan belum mengerti apa-apa
termasuk dengan masalah berat dalam keluarganya. Eni tetap menepati
janjinya untuk mengajak Manti ke Jakarta Fair meskipun keadaan
ekonomi keluarganya sedang kacau. Semua keinginan Manti diturutinya
semata-mata untuk membahagiakan anaknya yang belum mengerti apa-
apa kecuali bersenang-senang. Apapun permasalahan dalam keluarga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
anak tidak berhak menjadi korban, kebahagiaan anak dan keluarga adalah
harta yang paling berharga. Seperti pada bagian cerpen berikut.
“Anak kita pasti mengerti, kalau kita jelaskan. Umurnya baru lima
tahun, tetapi ia akan belajar apa yang benar-benar penting dalam
hidup.”
…
“Tetapi hari ini dapat kita berikan pada anak kita” (Anonim,
1975:56).
Kutipan tersebut sebagai bukti tentang kecerdasan seorang
wanita sebagai ibu yang selalu memahami kondisi anaknya.
Pembelajaran dari seorang ibu bukanlah pembelajaran yang keras dalam
hal fisik, tetapi pembelajaran dari ibu lebih menggunakan pendekatan
melalui hati. Untuk hal seperti ini kecerdasan seorang ibu diperlukan,
karena ibu cerdas adalah ibu yang mampu memberi ketenangan dan
pengayoman bagi anaknya, sehingga anak tersebut akan merasa aman
dan nyaman berada di sisinya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa wanita merupakan seorang yang cerdas. Kecerdasan tersebut
meliputi berbagai aspek, wanita cerdas sebagai ibu yang selalu
mengayomi, melindungi, menyayangi dan memberikan ketenangan bagi
anaknya. Wanita cerdas sebagai istri yang mampu menyeimbangi suami
dan selalu berada di samping suami dalam segala keadaan. Wanita
sebagai ibu dan istri bagian dari sebuah keluarga yang saling membagi
perannya dengan baik, memberikan kebahagian keluarganya salah
satunya dengan memberikan sajian makanan yang mampu mengikat rasa
sayang di antara mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
c) Wanita Sebagai Sosok yang Selektif
Citra wanita sebagai sosok yang selektif tercermin pada dua
cerpen yaitu Biarkan Ia Berkembang dan Bila Sedang Bercinta. Kedua
cerpen tersebut menunjukkan sifat selektif seorang ibu kepada anaknya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, selektif adalah
“mempunyai daya pilih” (Dendy Sugono, 2008:1398). Sifat tersebut
muncul bukan karena seorang ibu ingin mengekang, menyiksa atau
melihat anaknya menderita. Akan tetapi, pada dasarnya sifat tersebut
muncul karena rasa sayang yang teramat besar dari seorang ibu kepada
anaknya, terlebih lagi kepada anak semata wayangnya. Ibu hanya ingin
yang terbaik untuk anaknya, dan kebahagiaan pada masa yang akan
datang.
Sifat selektif di dalam cerpen BIB dan BSB terjadi dalam kasus
yang berbeda. BIB sang ibu selektif dalam hal kegiatan yang akan
dilakukan anaknya, sedangkan BSB sang ibu selektif dalam hal memilih
pasangan hidup. Seperti pada kutipan BIB berikut.
…
Bagaimana mungkin aku tega melepasnya pergi? Bagaimana
kalau terjadi sesuatu pada dirinya? Dia adalah anakku satu-
satunya. Kecelakaan bukanlah sesuatu yang hanya bisa terjadi
pada orang lain (Anonim, 1975:59).
Kutipan tersebut memperlihatkan keselektifan seorang ibu
terhadap anaknya. Untuk sekedar memberikan izin anaknya berkemah
dalam acara sekolah saja sang ibu penuh dengan pertimbangan dan
kehati-hatian dalam mengambil keputusan. Sifat selektif tersebut muncul
dari naluri seorang ibu yang takut akan terjadi sesuatu terhadap anaknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Terlebih lagi dalam BIB sang ibu memiliki trauma tersendiri karena
pernah ditinggal orang terdekatnya (suami) meninggal dunia akibat
kecelakaan. Ia tidak ingin hal tersebut kembali terulang pada anak semata
wayangnya.
Lain halnya pada BSB, sifat selektif seorang ibu lebih
ditunjukkan kepada anaknya yang mulai beranjak dewasa dan mulai
mengenal cinta. Sifat tersebut muncul karena seorang ibu ingin melihat
anaknya mendapatkan jodoh yang terbaik dari segi bobot, bibit, bebet.
Seperti pada istilah Jawa, bobot merupakan penilaian yang dilihat dari
nilai yang ada pada diri seperti kepribadian, pendidikan, pekerjaan,
agama dan dsb, bibit dilihat dari keturunannya dan asal usul, sedangkan
bebet dilihat dari keluarganya dan lingkungannya. Seperti yang
tergambar dalam kutipan berikuti ini.
“Susah juga punya anak gadis yang romantis. Jatuh cinta dengan
laki-laki yang dikenalnya di pantai, laki-laki tanpa pekerjaan.
Nani jatuh cinta pada wajah rupawan, rupawan tanpa apa-apa,
itulah kesimpulannya. Ia merasa tiba-tiba sakit, waktu diingatnya
kata-kata Nani padanya” (Anonim, 1975:27).
Kutipan tersebut merupakan reaksi dari Ny. Sutanto kepada
Nani anak gadisnya setelah ia berbincang-bincang mengenai pria yang
hendak dikenalkan Nani kepadanya. Banyak pertanyaan yang dilontarkan
oleh Ny. Sutanto kepada Nani mengenai pria tersebut. Rasa ingin tahu
Ny. Sutanto begitu tinggi, seperti terlihat dalam kutipan berikut.
…
“Berapa lama kau kenal dia?”
…
“Apakah ia juga tinggal di tempat pemondokanmu?” ibunya
bertanya lagi.
“Apakah ia teman Yusni juga?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
…
“Apakah ia bekerja?”
…
“Ah, jangan berpikir aku menyelidikinya, nak. Tapi setelah Agus,
kemudian Hari, dan aku belum lupa waktu engkau kacau balau
karena Dedy. Dan sekarang siapa, Brahmantya? Engkau harus
pasti hati-hati menentukan pilihan. Menikah tidak setiap hari
bukan?”( Anonim, 1975:27).
Kutipan tersebut merupakan pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan Ny. Sutanto kepada Nani. Hal itu memang biasa dilakukan
seorang ibu kepada anaknya mengenai latar belakang dari teman
terdekatnya. Seorang ibu akan selalu memantau pergaulan anaknya agar
tidak terjerumus pada orang yang salah. Tindakan yang dilakukan oleh
Ny. Sutanto tersebut merupakan salah satu bentuk dari sifat selektifnya
kepada anaknya.
Sifat selektif dan ngati-ati yang ditunjukkan ibu kepada anaknya
pada cerpen BIB dan BSB merupakan sifat naluri seorang ibu. Naluri
seorang ibu yang selalu ingin menjaga dan melindungi anaknya, serta
selalu melihat anaknya hidup dalam kebahagiaan. Sifat selektif yang
ditunjukkan seorang ibu kepada anaknya itu hanyalah wujud dari kasih
sayang yang besar dari seorang ibu.
d) Wanita yang Bertanggung Jawab
Citra wanita yang bertanggung jawab terdapat pada cerpen
Menanti Putusan Hakim, Gempa di Hatiku, Benteng Kasih dan Hadiah
Ulang Tahun. Bertaggung jawab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah “berkewajiban menanggung; memikul tanggung jawab” (Dendy
Sugono, 2008:1397). Di dalam citra ini, wanita bertanggung jawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
adalah wanita yang melakukan apa yang telah menjadi tanggungan atau
kewajibannya sebagai seorang wanita secara ikhlas.
Bentuk dari tanggung jawab tersebut bermacam-macam, seperti
pada cerpen MPH menunjukkan tanggung jawab seorang wanita akan
perbuatannya yang telah menyebabkan kematian seseorang. Wanita
tersebut adalah Nana, ia merupakan seorang tersangka dan satu-satunya
saksi atas kematian Darmi. Meskipun tindakannya adalah sebuah
ketidaksengajaan, tetapi ia termasuk seorang wanita yang bertanggung
jawab karena berani mengakui dan berkata jujur. Ia sebenarnya hanyalah
seorang korban percobaan pembunuhan yang ingin membela diri karena
hendak dibunuh, tetapi naasnya justru tindakan pembelaan diri tersebut
menyebabkan kematian Darmi. Seperti pada kutipan berikut.
Besok pagi! Hari ini Minggu dan besok Senen-tuan hakim akan
menjatuhkan ponisnya. Suami dan pembelaku sudah berlarut-larut
membujuk, agar aku memungkiri setiap tuduhan jaksa, dan karena
pula tidak seorang saksipun yang memperkuatnya. Tapi kemarin
dulu, di muka tuan hakim dan sidang yang separoh terdiri dari
kaum wanita-aku telah mengakui seluruhnya (Anonim, 1975:63).
Kutipan tersebut merupakan bukti bahwa Nana adalah seorang
yang bertanggung jawab. Ia melakukan apa yang semestinya ia lakukan,
ia berkata sejujur-jujurnya kepada hakim, meskipun orang-orang
disekelilingnya telah memintanya untuk memungkirinya. Nana hanya
menjalankan konsekuensi dari perbutannya karena telah menghilangkan
nyawa seseorang, walaupun sebenarnya ia hanya menyelamatkan diri.
Tindakan Nana tersebut merupakan tindakan seorang wanita yang hebat
karena jika dilihat dari kondisi Nana yang lumpuh dan dilihat dari kasus
kronologi kejadiannya, Nana hanyalah seorang korban yang justru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
tertimpa imbasnya. Imbas dari kasus percobaan pembunuhan
terhadapnya yang berakhir pada terbunuhnya pelaku utama.
Bentuk tanggung jawab seorang wanita berikutnya adalah
tanggung jawab seorang ibu terhadap anaknya yang terdapat pada cerpen
GH. Tanggung jawab tersebut dilakukan oleh Tiek kepada anaknya
bernama Rina. Tiek bertanggung jawab atas kekhilafannya semasa muda
karena melalukan hubungan cinta di luar pernikahan yang
mengakibatkan tumbuhnya janin di rahimnya kala itu. Bentuk tanggung
jawab yang dilakukan oleh Tiek yaitu dengan cara tetap mempertahankan
janin tersebut hingga lahir dan membesarkannya hingga tumbuh menjadi
manusia selayaknya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
Kutinggalkan kuliahku yang belum selesai, kawan-kawanku dan
semuanya, pulang ke rumah ibu di kota M (Maria A Sarjono,
1975:61).
Setelah Rina lahir aku berusaha melupakan kegagalan ini dengan
mengajar di suatu sekolah (Maria A Sarjono, 1975:61).
Kutipan di atas menunjukkan pengorbanan yang dilakukan Tiek
demi tanggung jawabnya terhadap kelangsungan hidup Rina selanjutnya.
Ia harus berpindah-pindah tempat dan meninggalkan bangku kuliahnya
demi membesarkan Rina. Tanggung jawab Tiek bukan hanya sebatas itu,
Tiek juga bekerja membanting tulang dari pagi hingga sore demi
menghidupi Rina seorang diri karena ayah biologis Rina telah
mencampakkan mereka.
“Pagi-pagi mengajar sekolah lalu sore mengajar piano, mana ada
waktu keluarga, terutama Rina, mbak?”
…
…Tetapi kalau aku hanya menuruti kemauan itu bagaimana aku
bisa membiayai hidup keluarga ini. Dengan begini aku juga bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
menyenangkan hati Rina dengan kemampuan untuk membelikan
baju yang bagus-bagus dan permainan yang diinginkannya. Habis
siapa lagi kalau bukan aku (Maria A Sarjono, 1975:60).
Kutipan di atas adalah bentuk tanggung jawab seorang ibu
(single parent), ia harus memenuhi segala kebutuhan dari anaknya, baik
kebutuhan materi ataupun batin. Tanggung jawab seorang single parent
jauh lebih besar dari pada seorang ibu biasa. Ia harus bisa menjadi sosok
ayah sekaligus sosok ibu, karena pada dasarnya seorang anak dalam masa
pertumbuhan sangat memerlukan kedua sosok tersebut untuk membentuk
kepribadian si anak.
Wanita yang bertanggung jawab juga dapat dilihat pada sosok
mbok Imah dalam cerpen BK. Mbok Imah merupakan contoh dari
seorang wanita tua yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang
memiliki rasa tanggung jawab tinggi. Pengabdian terhadap majikannya
luar biasa, selama kurang lebih tiga puluh tahun ia dengan setia
mengabdi pada keluarga Mien. Tiga puluh tahun bukanlah waktu yang
sebentar untuk bekerja, tapi mbok Imah menjalani pekerjaan tersebut
dengan tulus. Kondisi tubuhnya yang mulai lemah dan sakit-sakitan tidak
menjadi halangan baginya untuk tetap mengabdi pada keluarga Mien.
Hal itu dilakukan mbok Imah demi tanggung jawabnya sebagai pembantu
di keluarga Mien.
…
Si Mbok telah mengabdikan dirinya 30 tahun untuk keluargaku!
Ketika aku kawin denganmu, aku yang berlutut di muka ibu
sambil menangis memohon agar si Mbok dapat turut bersamaku
kemari! (Mira W, 1975:66).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Kutipan tersebut adalah bukti pengabdian mbok Imah pada
keluarga Mien selama tiga puluh tahun. Tanggung jawabnya sebagai
pembantu yang tinggi menjadikan Mien dan I‟in anaknya memiliki
kedekatan khusus. Kedekatan tersebut justru merekatkan hubungan di
antara mereka, tetapi hal itu tidak menjadikan mbok Imah lalai akan
tanggung jawab dan statusnya dalam rumah Mien sebagai pembantu.
Ketika mbok Imah dijauhkan dari I‟in dan bahkan diminta keluar oleh
Joko, mbok Imah pasrah dan mengikuti perintah majikannya, hal itu
merupakan satu bentuk tanggung jawab dari mbok Imah dalam
menghargai keputusan majikannya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
wanita adalah sosok yang bertanggung jawab dalam berbagai hal.
Tanggung jawab seorang wanita dalam kasus dugaan pembunuhan,
tanggung jawab seorang ibu kepada anaknya dan tanggung jawab
seorang pembantu terhadap majikannya. Hal-hal tersebut juga
membuktikan bahwa wanita juga memiliki tanggung jawab yang besar,
apa yang telah menjadi kewajibannya merupakan tanggung jawab
baginya harus dilakukan dengan keikhlasan.
e) Wanita Berjiwa Besar dan Tangguh
Citra wanita berjiwa besar dan tangguh terdapat pada beberapa
cerpen, yaitu: Menanti Putusan Hakim, Gempa di Hatiku, Jalan itu Licin
dan Berbahaya, Hari Ulang Tahun dan Benteng Kasih. Tangguh dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “kukuh; tidak lembek atau lemah
(tentang pendirian); tabah dan tahan (menderita) (Dendy Sugono,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
2008:1397) dan jiwa besar adalah menerima sesuatu hal dengan hati yang
besar (keikhlasan).
Ketangguhan dan ketegaran jiwa seorang wanita pada kelima
cerpen tersebut melingkupi berbagai hal. Seperti pada cerpen MPH, JLB
dan GH ketiganya memiliki sedikit kemiripan, yaitu kemiripan pada
tokoh wanita yang sama-sama menjadi korban ketidaksetiaan pria. Ketiga
tokoh wanita tersebut adalah Nana, Yeni, dan Tiek. Mereka sama-sama
memiliki ketangguhan dan jiwa yang besar dalam menghadapi masalah-
masalahnya. Seperti Nana yang selama ini mengira bahwa suaminya
adalah orang setia karena masih menerima dan merawat dirinya yang
lumpuh, ternyata ia harus dikecewakan. Nana harus menerima kenyataan
bahwa Darmi perawatnya adalah istri muda dari suaminya. Nana
merupakan seorang wanita yang berjiwa besar dan tangguh karena
mampu menghadapi tekanan-tekanan dalam hidupnya, terutama tekanan
dari Darmi. Hidup dalam kelumpuhan fisik selama 6 tahun bukanlah hal
yang mudah bagi Nana, perlu kekuatan hati dalam menghadapinya. Ia
tidak mampu beraktivitas selayaknya wanita pada umumnya,
pergerakannya hanya terbatas di atas ranjang saja. Ketangguhan hati
Nana semakin diuji saat Darmi memasuki kehidupannya. Perlahan-lahan
Nana harus menerima kenyataan bahwa perhatian suaminya mulai
terbagi dengan Darmi, seperti pada kutipan berikut.
Mulailah aku merasakan masa sepi di rumah. Suamiku tetap
sayang dan kata-katanya tetap lembut, tapi dalam hatiku mulai
pula timbul perasaan lain. Mata hati seorang isteri lebih tajam dari
apapun juga. Demikian pula aku. Aku tidak bisa melihat karena
karena gerakku terbatas, tapi hatiku dapat menceritakan apa yang
terjadi di luar kamar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
…
Perawat itu di depan suamiku saja baik dan sopan, tapi jika
suamiku pergi, matanya yang paling kubenci, mengawasiku
dengan galaknya (Anonim, 1975:64).
Kutipan di atas merupakan gambaran tekanan-tekanan yang
diperoleh Nana setelah kedatangan Darmi. Nana semakin hari semakin
terusik dengan situasi dan sikap Darmi kepadanya yang mulai tidak
bersahabat. Namun, Nana masih memiliki ketangguhan hati ketika Darmi
menindasnya dengan ocehan-ocehan yang sangat keji seperti pada
kutipan berikut.
“Ah nyonya tua! (kata ini diucapkan dengan nada ejek), tidaklah
begitu mudah untuk mengusirku. Engkau tak tahu kedudukanku
di sini. Kau kira aku perawatmu? Enak! Lihat nih.”
Dan dia mengibaskan sehelai surat kawin. Walaupun aku telah
menduga sebelumnya, tak urung hatiku hancur (Anonim,
1975:64).
Aku heran, mengapa engkau tahan hidup siksa begini? Apa
gunanya hidup jika hanya menjadi beban suami? Kalau engkau
mati, tentulah segalanyaakan jadi punyaku. Seluruhnya, juga
suamimu! (Anonim, 1975:65).
Selama kau masih ada, selama itu pula aku tak bisa jadi isteri
sesungguhnya. Engkau tak bisa melayani suami, dan seharusnya
kau mau. Hidupmu tak punya arti apa-apa. Kau minum saja pil
ini, hingga semua menyangka kau bunuh diri. Bukankah begitu
lebih baik? Nyonya tua, kau turuti saja kataku ini, dan jika tidak,
toh aku akan memaksamu (Anonim, 1975:65).
Kutipan tersebut merupakan ucapan-ucapan Darmi yang
dilontarkan kepada Nana. Perilaku keji Darmi tersebut sangat
menyakitkan bagi Nana. Namun, Nana masih memiliki kesabaran yang
mampu menguatkan hatinya untuk menghadapi Darmi. Melihat suaminya
memiliki istri baru itu sudah menyakitkan bagi Nana, apalagi mengetahui
bahwa wanita yang dipilih suaminya itu adalah wanita keji yang berniat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
membunuhnya. Hanya wanita berjiwa besar dan tangguhlah yang mampu
menghadapinya, seperti Nana.
Cerpen JLB memiliki kesamaan, Yeni juga menjadi korban
ketidaksetiaan pria. Haryo suami Yeni secara tiba-tiba memberikan kabar
mengejutkan, ia telah jatuh cinta lagi dengan seorang peserta seminar
yang ia jumpai di Bali. Kabar tersebut bagi Yeni merupakan cambukkan
besar, terlebih lagi ketika Haryo memutuskan untuk berpisah darinya.
Hati seorang istri akan sakit mendengar kabar tersebut. Namun, Yeni
memiliki ketangguhan hati, meskipun hatinya hancur ia tidak jatuh begitu
saja. Yeni justru semakin bangkit menghadapi permasalahannya tersebut,
bahkan ia bisa kembali melanjutkan pendidikannya yang sempat
tertunda. Sikap yang ditunjukkan Yeni tersebut menunjukkan bahwa ia
seorang wanita yang tangguh, karena ia mampu tetap berdiri tegar
menghadapi permasalahannya. Hal itu terbukti pada kutipan berikut.
Begitulah mereka berpisah. Yeni tetap tinggal di rumah itu
dengan anak-anaknya. Dia memutuskan untuk kembali mengikuti
kuliah. Dia akan menyelesaikan pelajarannya, setelah itu mencari
pekerjaan. Ibunya akan menjaga anak-anaknya. Tidak ada pilihan
lain (Anonim, 1975:41).
Di dalam cerpen GH Tiek juga menjadi wanita korban
ketidaksetiaan pria. Tiek seorang wanita yang harus menanggung
kekhilafannya masa lalu seorang diri. Ia harus membesarkan anak akibat
hubungan terlarangnya dengan Herman. Tiek dicampakkan begitu saja
oleh Herman setelah tahu bahwa ada janin yang tumbuh di rahimnya.
Perbuatan Herman tersebut tidak saja meninggalkan luka, tetapi juga
meninggalkan trauma tersendiri bagi Tiek. Namun, karena Tiek seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
wanita yang tangguh ia mampu segera bangkit dan perlahan-lahan
melupakan kejadian masa lalunya dengan melakukan hal-hal yang jauh
lebih bermanfaat.
Ketangguhan hati Tiek semakin terlihat ketika Lili sahabatnya
mengalami kejadian yang sama dengannya, yaitu hamil di luar
pernikahan. Ingatan Tiek seakan-akan dibawa kembali pada masa
kepahitannya dulu. Satu kenyataan pahit yang harus diterima Tiek yaitu
pria yang diperkenalkan Lili sebagai calon suaminya adalah Herman,
yang tidak lain adalah ayah biologis dari Rina anaknya, seperti pada
kutipan berikut.
Aku melihat Lili berjalan bergandengan dengan seorang pria yang
tidak lain adalah Herman. Ya, Herman ayah anakku. Terhuyung-
huyung aku lari ke dalam kamarku. Segala macam perasaan
mengaduk-aduk hatiku. Sakitnya tak terkatakan, kugigit bibirku
kuat-kuat tanpa sadar (Maria A Sarjono:63).
Kutipan di atas menunjukkan kaget dan terpukulnya Tiek
melihat kenyataan yang ada. Hati Tiek seakan-akan digoncang kembali,
tapi dengan sekuat tenaga ia mencoba mengendalikan perasaannya agar
seolah-olah keadaan baik-baik saja. Tiek berusaha mengontrol
perasaannya sendiri, meredam emosi dan membesarkan hatinya agar ia
kuat menghadapi kenyataan yang ada. Hal itu dapat dilihat pada kutipan
berikut.
Aku mencari-cari kekuatan. Segala doa kusemburkan dari
mulutku yang menggetar. Suatu permohonan paling berapi-api
yang pernah kupanjatkan kepada Tuhan. Kuteguk segelas air
dingin, kemudian berusaha dengan segala daya menentramkan
diriku dan menghentikan badanku yang gemetar (Maria A
Sarjono, 1975:63).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Kutipan tersebut menunjukkan upaya Tiek mengendalikan
perasaannya setelah ia tahu bahwa calon suami Lili adalah Herman.
Hatinya kembali hancur, tetapi demi persahabatan dan masa depan Lili,
Tiek mengesampingkan perasaannya dan berpura-pura tidak mengenal
Herman. Tiek memang seorang wanita yang berjiwa tegar dan tangguh,
demi kebahagiaan sahabatnya ia rela menahan sakit pada hatinya. Seperti
pada kutipan berikut.
Setiap kata kuucapkan dengan tekanan untuk mengenai sasaran di
hatinya, akan tetapi hatiku ikut merasai tikaman-tikaman yang
tajam. Tetapi itu sudah merupakan keharusan yang tak dapat
ditawarkan lagi. Kebahagiaan atau kehancuran hidup Lili terletak
di tanganku (Maria A Sarjono, 1975:63).
… Ini demi kebahagiaan kita semua terutama untuk Lili. Luka
dihatiku telah sembuh, jangan kau utik-utik lagi. Sekarang
duduklah dengan tenang, jangan kau perlihatkan perasaanmu
(Maria A Sarjono, 1975:63).
Kutipan tersebut menunjukkan betapa kuatnya hati Tiek dalam
menghadapi kenyataan yang ada. Orang yang seharusnya bertanggung
jawab akan dirinya dan anaknya harus direlakan bersanding dengan
wanita lain yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. Sikap Tiek tersebut
justru menunjukkan bahwa Tiek adalah seorang wanita yang kuat dan
tangguh.
Dari cerpen MPH, JLB dan GH menunjukkan ketangguhan
seorang wanita menghadapi masalah-masalahnya. Meskipun mereka
menjadi korban ketidaksetiaan pria, bukan berarti mereka bisa diinjak-
injak dan menjadi sosok yang lemah. Justru kejadian tersebut
menunjukkan bahwa wanita merupakan sosok yang kuat, tangguh dan
berjiwa besar. Wanita mampu menghadapinya dengan kebesaran jiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
dan mampu segera bangkit untuk menjadi sosok yang jauh lebih baik dan
kuat.
Citra wanita berjiwa besar dan tangguh pada cerpen HUT dan
BK berbeda lagi. Di dalam HUT wanita berjiwa besar dan tangguh
terdapat pada tokoh ibu tiri. Ia mendapat perlakuan yang kurang baik
oleh Yani anak tirinya. Kehadirannya sebagai sosok ibu baru bagi belum
bisa diterima oleh Yani. Oleh karena itu, Yani selalu membuat ulah,
bersikap ketus dan berlaku kasar kepada ibu tirinya tersebut. Seperti pada
kutipan berikut.
“O, bagus sekali kalau begitu,” Suaranya dalam dan berat, tapi
lembut. “Ibu rupanya mendidik kalian dengan baik sekali.”
(Anonim, 1975:19).
…
“… Yani, kau senang betul dengan tikusmu itu, ya?”
“Ya. Aku lebih senang pada tikus ini daripada apapun di dunia
ini” (Anonim, 1975:20).
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana keketusan yang
dilakukan Yani kepada ibu tirinya. Namun, ibu tirinya tetap
memperlakukan Yani dengan lembut selayaknya anak kandung. Berkali-
kali Yani memperlakukan ibu tirinya seperti itu, tetapi tidak sekalipun
ibu tirinya membalas dengan kasar atau bahkan melaporkan kepada
suaminya. Ia tetap menyayangi Yeni dengan tulus seolah-olah tidak
pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Sikap tersebut menunjukkan
bahwa ibu tiri Yani adalah seorang wanita berjiwa besar, karena ia
mampu dengan sabar menghadapi anak tirinya yang sangat
membencinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Sikap Yani yang kurang ajar kepadanya dihadapinya dengan
kebesaran hati dan disikapi dengan pemikiran yang jernih. Seperti ketika
hari ulang tahunnya, Yani memberikan hadiah tikus kesayangannya. Ibu
tiri Yani menanggapi hadiah yang diberikan Yani tersebut bukanlah
sebuah penghinaan, tetapi justru sebagai penghargaan karena telah
diberikan benda yang paling berharga bagi Yani. Hal tersebut dapat
dibuktikan pada kutipan berikut.
Dia tidak berteriak ketika dilihatnya apa isi kotak itu. Dia duduk
terdiam dengan sebuah ekspresi pada wajahnya yang tak bisa
kubaca. Juga ketika tikus itu berlari keluar dari kotak dan
menjalari tangannya, dia tetap duduk terdiam. Dan ketika
akhirnya tikus itu bertengger di atas kepalanya dia sama sekali
tidak berteriak (Anonim, 1975:53).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Yani belum mampu
menerima ibu tirinya sebagai sosok ibu baru. Sikap dan kelakuannya
masih seenaknya. Namun, sikap Yani tersebut justru direspon baik oleh
ibu tirinya. Hadiah seekor tikus bukan dijadikan sebuah penghinaan,
justru itu menjadi sebuah hadiah yang indah karena Yani memberikan
hewan yang dianggapnya paling berharga karena tikus itu peliharaan
kesayangannya. Tanpa ada jiwa yang besar dari ibu tiri Yani, maka tidak
akan ada keluluhan hati Yani untuk menerima sosok ibu baru.
Di dalam cerpen BK wanita berjiwa besar dan tangguh terdapat
pada tokoh mbok Imah. Ia seorang pembantu yang memiliki ketangguhan
hati yang sangat luar biasa. Hal itu terlihat ketika ia harus diasingkan dan
dijauhkan dari I‟in karena ia terkena penyakit TBC. Joko memperlakukan
mbok Imah seolah-olah manusia berpenyakit ganas yang harus segera
dimusnahkan, seperti pada kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
“Sudahlah sini sama Mbok sebentar.” Mbok Imah mendekat
sambil membuka lengannya. Tetapi Mas Joko mendorongnya
dengan kasar.
“Kesanalah kau! Kau mau anak ini ketularan penyakitmu?!”
(Mira W, 1975:68).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Joko tidak
menginginkan I‟in disentuh sedikit pun oleh mbok Imah. Sikap kasar
yang dilakukan oleh Joko tidak membuat mbok Imah sakit hati. Mbok
Imah tetap berbesar hati menghadapinya. Sikap yang ditunjukkan mbok
Imah juga menunjukkan bahwa mbok Imah memiliki jiwa yang besar
karena setelah mendapat penolakan keluarga Joko tidak ada rasa dendam
di hatinya, ia masih mau merawat I‟in kembali.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa wanita merupakan sosok yang berjiwa besar dan tangguh. Berjiwa
besar dalam menghadapi segala permasalahan yang ada serta tangguh
dalam menjalami hidupnya. Wanita bukan lagi sosok yang lemah, justru
ia memiliki ketangguhan yang luar biasa dalam hal hati. Ketangguhan
bagi seorang wanita bukan hanya dilihat dari segi fisik, tetapi dilihat dari
bagaimana tangguhnya ia dalam menghadapi permasalahan.
Ketangguhan juga dilihat bagaimana seorang wanita mampu menjadikan
sebuah permasalahan tersebut menjadi batu loncatan untuk menjadi
manusia yang lebih baik dan tangguh lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
B. Peran Wanita yang Digambarkan Pengarang dalam Cerpen-
cerpen Femina Tahun 1975
Setiap pengarang memiliki kebebasan dalam memberikan peran kepada
setiap tokohnya, begitupula para pengarang cerpen Femina tahun 1975. Mereka
menggambarkan peran wanita sesuai dengan keinginannya. Berdasarkan analisis
yang telah diulas pada rumusan sebelumnya, pengarang-pengarang Femina secara
keseluruhan menggambarkan peran wanita sebagai sosok yang hampir sama.
Peneliti mengklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu wanita domestik dan
wanita publik. Keduanya akan dijelaskan lebih mendetail sebagai berikut.
1. Wanita Domestik
Wanita pada cerpen-cerpen Femina tahun 1975 hampir secara
keseluruhan digambarkan oleh pengarang sebagai wanita domestik.
Maksudnya, wanita yang berada pada lingkungan rumah dan berperan
sebagai ibu rumah tangga. Di dalam cerpen-cerpen Femina tahun 1975 wanita
tersebut menduduki peran sebagai istri, ibu dan pembantu. Meskipun
demikian, sosok wanita di sini memiliki peran sentral, ia menjadi tokoh yang
sangat berperan dalam keluarga. Seperti pada cerpen HUT, KAC, BSB, BIB,
BK, MPH, GH, NK, KA, dan JLB wanita digambarkan sebagai istri sekaligus
ibu yang memiliki peranan besar dalam mengurus rumah tangga dan
membesarkan anaknya. Berbeda lagi pada cerpen BK, juga terdapat wanita
yang berperan sebagai pembantu rumah tangga yang kehadirannya sangat
dibutuhkan di dalam keluarga.
Wanita yang digambarkan pengarang dalam cerpen adalah wanita-
wanita yang beraktivitas di dalam rumah, tetapi mereka menonjol, aktif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
dominan dan memiliki peran yang penting. Bukan wanita rumahan yang
hanya dipandang sebelah mata atau memiliki peran sampingan saja. Dari
kesepuluh cerpen, rata-rata wanita berperan sebagai istri dan ibu yang bijak,
kuat, cerdas, dan bertanggung jawab, bukan hanya menjadi ibu atau istri yang
selalu berada di belakang atau di balik suaminya.
Pengarang-pengarang Femina dalam cerpennya ingin menunjukkan
bahwa wanita yang ia ciptakan adalah wanita yang memiliki kedudukan serta
memiliki andil yang besar dalam keluarga. Kedudukan bagi seorang wanita
tidak harus dilihat dari ia memiliki pangkat atau jabatan yang tinggi. Akan
tetapi, dilihat dari jasa dan pengabdiannya serta bagaimana ia berjuang dan
berperan sesuai dengan kewajibannya.
Seperti pengarang cerpen-cerpen Femina tahun 1975 pada
umumnya, ia menggambarkan wanita sebagai seorang istri sekaligus ibu.
Wanita sebagai ibu adalah sosok wanita yang paling penting dan berjasa
dalam keluarga. Jasanya dalam melahirkan, merawat dan membesarkan anak
bukanlah hal yang mudah, perlu keahlian dan kecerdasan khusus. Di balik
kesuksesan seorang anak, ada tangan emas seorang ibu. Oleh karena itu,
peran ibu dalam mendidik dan membentuk kepribadian anaknya sangat besar.
Seperti pada cerpen NK yang menunjukkan seberapa besar perjuangan ibu
sebelum melahirkan hingga saatnya melahirkan. Perjuangan dan jasa ibu
sangat besar, karena ia harus mempertaruhkan nyawanya untuk
menyelamatkan anaknya. Seperti halnya tokoh Ny. Karina ia telah berjuang
sekuat tenaga untuk menyelamatkan anak dalam kandungannya, meskipun ia
harus mempertaruhkan nyawa. Peran seorang ibu belum berhenti di situ saja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
ia masih harus merawat dan mendidiknya hingga tumbuh menjadi anak yang
cerdas dan hebat serta mampu diterima di masyarakat. Seperti tokoh Yeni
dalam cerpen JLB yang harus bangun tiap malamnya untuk mengurusi
anaknya yang selalu menangis. sedangkan suaminya hanya marah-marah
ketika mendengar tangisan tersebut. Ketika si anak mulai besar dan
bersekolah ia harus memikirkan dan mempersiapkan segala kebutuhan anak-
anaknya. Seperti tokoh Rina dalam cerpen KAC selalu mempersiapkan
sarapan untuk anak-anaknya. Adapun Ibu Bobi dalam cerpen BIB yang selalu
memantau kegiatan anaknya di sekolah. Tokoh Eni dalam cerpen KA yang
memberikan hiburan kepada anaknya agar selalu ceria layaknya anak-anak
pada umumnya. Seorang ibu masih memiliki peran ketika anak tersebut telah
tumbuh dewasa, seperti pada cerpen BSB Ny. Sutanto selaku ibu berhak dan
bertugas menilai dan mengarahkan anaknya untuk memilih pasangan hidup
yang terbaik demi kebahagiaannya kelak.
Tugas-tugas seorang ibu yang telah dipaparkan di atas dapat
menunjukkan secara nyata bahwa peran seorang ibu dalam keluarga itu
amatlah besar. Ibu merupakan seorang pendidik yang pertama dan utama.
Maksudnya, sebelum anak mengenal lingkungan luar seperti masyarakat dan
akademis, seorang ibulah yang berjasa mendidik dan mengenalkan tentang
dunia kepada anak. Melakukan tugas-tugas tersebut tidaklah mudah, butuh
kesabaran, ketelitian, keuletan, kecerdasan dan keikhlasan yang berlebih. Ibu
yang mampu melakukan perannya dengan baik adalah ibu yang memiliki
kedudukan tinggi. Ibu yang demikianlah yang digambarkan oleh pengarang-
pengarang Femina tahun 1975.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Sama halnya pada wanita yang berperan sebagai istri. Pengarang-
pengarang Femina tahun 1975 tidak lagi menggambarkan istri sebagai
pelayan suami di dapur atau pun di ranjang saja. Akan tetapi, istri pada
cerpen-cerpen Femina tahun 1975 berperan sebagai pendamping suami,
bukan berada di belakang suami. Mereka berada di samping suami sebagai
penyeimbang untuk meringankan beban suami, layaknya peran suami istri
yang semestinya yaitu harus selalu ada saat senang ataupun susah. Seperti
halnya tokoh Eni dalam cerpen KA yang meredamkan emosi Andi dan
membantu memikirkan jalan keluar permasalahannya serta tokoh Mien pada
cerpen BK yang turut membantu keuangan suaminya. Hal-hal seperti itulah
yang diangkat pengarang dalam cerpen-cerpennya sehingga menunjukkan
bahwa wanita (istri) memiliki kedudukan yang sejajar dengan pria.
Selain itu salah satu pengarang Femina tahun 1975 Mira Wijaya juga
menggambarkan seorang wanita bernama mbok Imah yang berperan sebagai
pembantu dalam cerpen BK. Meskipun statusnya sebagai seorang pembantu,
perlu dilihat juga bahwa pembantu yang digambarkan Mira W adalah
pembantu yang kuat dan berpengabdian tinggi. Pembantu bukanlah orang
yang hanya sekedar diperintah saja, tetapi di sini pembantu berperan layaknya
orang tua kandung, yang memiliki kasih sayang tulus. Pengabdian dan kasih
sayang tersebut menjadikannya seorang wanita (pembantu) yang bertanggung
jawab besar. Bentuk pengabdian dan tanggung jawab tersebut yang justru
mengangkat kedudukan wanita ke dalam posisi yang lebih terhormat.
Secara keseluruhan pengarang-pengarang Femina tahun 1975
memiliki tujuan yang sama dalam menulis cerpen. Mereka ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
menunjukkan bahwa wanita memiliki kedudukan yang sejajar dengan pria.
Meskipun wanita digambarkan sebagai wanita domestik, tetapi wanita
tersebut memiliki nilai dan peran yang penting serta utama dalam keluarga.
Kedudukan wanita bukan hanya dilihat dari pangkat tetapi dilihat dari bentuk
pengabdiaannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengarang-pengarang
Femina tahun 1975 ingin mencitrakan sosok wanita domestik yang kuat,
tangguh, cerdas, tanggung jawab serta mandiri.
2. Wanita Publik
Ada beberapa wanita dalam cerpen-cerpen Femina tahun 1975 yang
berperan sebagai wanita publik. Namun, wanita yang demikian tidaklah
banyak, hanya beberapa di antara sepuluh cerpen yang dibahas. Wanita
publik hanya ditemukan pada tokoh Tiek dalam cerpen GH dan Mien pada
cerpen BK.
Tiek dan Mien sama-sama menjadi wanita publik sebagai pekerja
kantor dan guru, tetapi keduanya memiliki latar belakang dan kondisi yang
berbeda. Tiek menjadi seorang wanita publik karena memang sebuah tuntutan
hidup. Ia hidup bersama anak semata wayangnya tanpa seorang suami yang
harusnya menafkahinya. Jadi, menjadi wanita publik adalah tanggung jawab
moral bagi Tiek. Maria Sarjono menciptakan tokoh Tiek untuk menunjukkan
bahwa wanita pun mampu keluar dalam masyarakat, ia bisa bekerja mencari
nafkah layaknya seorang pria. Maria Sarjono juga ingin menunjukkan bahwa
tidak ada salahnya wanita bekerja di luar rumah. Meskipun ia menjadi wanita
publik, ia tetap mampu berperan sebagai ibu yang mengurusi dan
membesarkan anaknya di rumah seorang diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Berbeda lagi dengan Mira W, ia menciptakan tokoh Mien sebagai
wanita publik yang gagal. Mien menjadi wanita publik karena ia harus
membantu keuangan keluarga, gaji yang diperoleh suminya dirasa kurang
untuk memenuhi keluarganya. Namun, seiring waktu ternyata menjadi
seorang wanita publik justru menjadikannya harus mengorbankan keluarga.
Wanita publik tidak selamanya memiliki jalan mulus, cerpen BK ini
menunjukkan bahwa tidak semua wanita mampu menjadi wanita publik.
Pilihan menjadi wanita publik itu tidaklah mudah, harus memikirkan dan
menimbang dari berbagai faktor. Jika pertimbangan itu salah maka ia akan
gagal menjadi seorang wanita publik dan keluarga yang akan menjadi korban.
Namun, sebaliknya jika mampu mengatur dengan baik maka ia akan berhasil
menjadi seorang wanita publik seperti pada cerpen GH.
Wanita adalah tiang Negara, karena dalam sebuah Negara terdapat
pejuang-pejuang, pemimpin serta aparatur Negara yang terdidik oleh seorang
wanita yaitu ibu. Tanpa kehadiran sosok ibu tidak akan bisa menjadi apa-apa,
karena lewat tangan seorang ibulah mereka menjadi sosok yang cerdas. Sosok
yang mampu menjadi seorang yang berguna bagi masyarakat, nusa dan
bangsa.
Wanita-wanita yang digambarkan pengarang rata-rata mencerminkan
wanita yang condong masuk dalam kaum feminis liberal. Wanita mulai sadar
dan menuntut hak dan kedudukannya agar sejajar dengan kaum pria. Citra
dan peran yang digambarkan oleh para pengarang tersebutlah yang menjadi
wujud dan bentuk dari upaya memperjuangkan haknya untuk mendapatkan
kedudukan yang sama di lingkungan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, secara keseluruhan.
cerpen yang ditulis oleh pengarang-pengarang Femina tahun 1975 memiliki
kesamaan gagasan dan gambaran peran wanita dalam cerpennya. Dari
kesepuluh cerpen yang diteliti terdapat 80% pengarang yang menggambarkan
peran wanita sebagai wanita domestik meliputi cerpen HUT, KAC, BSB, BIB,
BK, MPH, GH, NK, KA, dan JLN. Serta 20% menggambarkan peran wanita
sebagai wanita publik meliputi cerpen BK dan GH. Pada dasarnya pengarang-
pengarang Femina tahun 1975 ingin mengangkat harkat wanita baik sebagai
wanita domestik ataupun publik. Meskipun pengarang biasanya menciptakan
wanita domestik, tetapi wanita tetap memiliki peran yang utama dan penting
khususnya dalam lingkungan keluarga. Pengarang-pengarang Femina tahun
1975 ingin menyejajarkan kaum wanita dengan pria, salah satu caranya
dengan menciptakan seorang wanita yang kuat, tangguh, tanggung jawab,
cerdas dan mandiri.