12
TUGAS MATA KULIAH SIG & PENGINDERAAN JAUH Oleh : Novia Florensia Inatadon H1F010065 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI PURBALINGGA 2012

Analisis Lahan Kawasan Karst Gombong Selatan

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS MATA KULIAH SIG & PENGINDERAAN JAUH

Oleh : Novia Florensia Inatadon H1F010065

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI PURBALINGGA 2012

Analisis Lahan Kawasan Karst Gombong Selatan (KKGS) dengan Data Penginderaan Jauh

The main problems faced by countries in developing as Indonesia is to improve peoples living standard is how to manage and preserve natural resources owned by that natural resources can be used sustainably and not damage the environment. Land-use planning should be adjusted well to his ability. With a land evaluation can be known that the lands ability level can be determined which land can be developed in advance and the type of land use so as not to damage the quality of the land (Cahyo, 2007). Land usage is any human intervention, either permanently or moving to a group of natural resources and built resources, which collectively, the land, in order to satisfy the needs of both material and spiritual, ataupu both needs (Malingreau, 1978 ). Land as a study of the interaction between physical phenomena and social importance in environmental, land use associated with the community as a subject that affects the function and use of land. Communities tend to use land conditions and views of the potential results of the use. The use of the land has been recognized as one important factor in planning and environmental modeling. Development today also shows that remote sensing has been accepted as one of the main tools for the extraction of information and pemetaannya. Nevertheless, the presence of a variety of images and information extraction methods as well terestris mapping method has spawned a variety of information cover / land use are not mutually compatible. Regional development planning is basically a resource allocation activities and activities in the area concerned in order to obtain economic benefits, ecological, or social and economic (Danoedoro, 2004). Analysis and detection with remote sensing system known as the visual interpretation and digital intepreasi. Interpretation of digital images can be used aerial photographs and satellite images multispektral, but the interpretation of digital interpretation can only be done using satellite imagery analysis multispektral with the use of either composites or the use of color-formual algorithm faormula. Aerial photographs systematically include some basic characteristic appearance depicted in the photographs, the characteristics / basic characteristic is used as a reference in doing aerial photography interpretation. As consideration in conducting the aerial photo interpretation can be based on seven basic characteristics or variations, namely: the color or colors, shapes, textures, sizes, patterns, shadows, site, and associations. Masalah pokok yang dihadapi negara-negara sedang berkembang seperti di Indonesia ini untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya adalah bagaimana mengelola

dan memelihara sumberdaya alam yang dimiliki sehingga sumberdaya alam tersebut dapat digunakan secara lestari dan tidak merusak lingkungan hidup. Perencanaan penggunaan lahan yang baik harus disesuaikan dengan kemampuannya. Dengan evaluasi lahan dapat diketahui tingkat kemampuan lahan sehingga dapat ditentukan lahan mana yang dapat dikembangkan terlebih dahulu dan jenis penggunaan lahannya agar tidak merusak kualitas lahan tersebut (Cahyo, 2007). Penggunaan Lahan merupakan segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya binaan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupu kebutuhan kedua-duanya (Malingreau, 1978). Lahan sebagai kajian interaksi antara fenomena fisik dan social yang memberikan arti penting dalam lingkungan, penggunaan lahan terkait dengan masyarakat sebagai subyek yang mempengaruhi fungsi lahan dan penggunaannya. Masyarakat cenderung memanfaatkan kondisi lahan dilihat dari potensi dan hasil dari kegiatan terhadap penggunaan. Penggunaan lahan telah diakui sebagai salah satu factor penting dalam perencanaan dan pemodelan lingkungan. Perkembangan dewasa ini juga menunjukkan bahwa penginderaan jauh telah diterima sebagai salah satu alat utama untuk ekstraksi informasi dan pemetaannya. Meskipun demikian, kehadiran berbagai macam citra dan metode ekstraksi informasi disamping metode pemetaan terestris telah melahirkan berbagai macam informasi penutup/penggunaan lahan yang tidak saling bersesuaian. Perencanaan pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan aktivitas alokasi sumberdaya dan kegiatan dalam ruang supaya wilayah yang bersangkutan dapat memperoleh keuntungan ekonomis, ekologis, dan atau social ekonomis (Danoedoro, 2004). Analisis dan deteksi dengan sistem penginderaan jauh dikenal dengan adanya intepretasi secara visual dan intepreasi secara digital. Intepretasi secara digital dapat digunakan citra foto udara maupun citra satelit multispektral, akan tetapi intepretasi mengenai intepretasi digital hanya dapat dilakukan dengan menggunakan citra satelit multispektral dengan berbagai analisis baik secara penggunaan komposit warna maupun penggunaan faormula-formual algoritma. Secara sistematik foto udara meliputi beberapa sifat khas dasar kenampakan yang tergambar dalam foto, karakteristik/sifat khas dasar digunakan sebagai acuan dalam melakukan interpretasi foto udara. Sebagai pertimbangan dalam melakukan interpretasi foto udara maka dapat didasarkan pada tujuh karakteristik dasar atau variasinya, yaitu : rona atau warna, bentuk, tekstur, ukuran, pola, bayangan, situs, dan asosiasi.

a. Rona atau Warna Rona atau warna merupakan merupakan kecerahan relative obyek pada foto. Rona dalam foto udara hitam-putih bervariasi dari hitam sampai putih dengan berbagai bayangan kelabu. Rona dilukiskan beberapa bentuk, yaitu pola seperti seragam (uniform), berbintik (mottled), bargaris (badded), dan berkerak (scabbed). Rona atau warna ditekankan relative seragam pada obyek-obyek yang sama. Salah satu factor yang mempengaruhi rona adalah kendungan kelembaban tanah dan vegetasi. Romn apada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spectrum tampak dengan panjang gelombang (04 0,5) m (Sutanto, 1986). b. Bentuk Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka obyek atau variable kualitatif kerangka suatu obyek, bentuk menggambarkan kenampakan obyek di lapangan yang terlihat dari atas, sehingga dengan melalui foto udara dapat dikenali dan diidentifikasi. Obyek-obyek tersebut dapat dikenali secara dua dimensi pada foto udara tunggal dan tiga dimensi dengan menggunakan pandangan foto udara stereoskopis. c. Ukuran Dalam foto udara ukuran merupakan pertimbangan yang penting dalam interpretasi, ukuran menggambarkan obyek dilapangan yang sesuai dengan skala foto. Sehingga dalam interpretasi foto udara penafsiran suatu obyek harus dikaitkan dengan skala yang ada. Ukuran pada obyek dapat berupa jarak, luas, tinggi, lereng. dan volume. d. Pola Pola merupakan suatu aturan keruangan dari obyek-obyek di permukaan. Karakteristik dari obyek yang terekam dalam foto udara sangat bervariasi. Hubungan susunan spasial obyek sangat membantu dalam interpretasi, sehingga dalam melakukan intepretasi foto udara pola dapat digunakan sebagai landasan dan mempermudah dalam mengenali obyek. Sebagai contoh pada foto udara terdapat obyek yang berbentuk persegi dalam jumlah yang relative banyak, dari pola tersebut dalam interpretasi didapatkan informasi yang mempunyai pola teratur, sehingga dapat dambil kesimpulan bahwa obyek tersebut merupakan pemukiman/perumahan.

e. Bayangan Bayangan merupakan suatu bentuk atau profil dari obyek pada foto udara, yang dapat memberikan kesan tiga dimensi/stereoskopis. Dari bayangan tersebut dapat diketahui ketinggian antara obyek, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan arah. Misalnya dalam foto udara terdapat obyek yang berupa jalan layang, tanpa adanya efek bayangan tersebut maka jalan layang akan terkesan sebagai jalan biasa yang terletak pada permukaan tanah. f. Tekstur Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi yang merupakan hasil perubahan-perubahan rona yang menentukan susunan rona yang khas (Lillesand dan Kiefer, 1979). Sehingga kumpulan unit kenampakan yang mungkin terlalu kecil dapat dibedakan secara individual pada foto udara. g. Situs Situs merupakan lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain, atau merupakan kaitan obyek dengan lingkungan sekitar yang berguna dalam membantu pengenalan obyek. Dengan mendasarkan pada situs, obyek-obyek yang tidak/kurang dikenali dapat diketahui dengan cara mempertimbangkan kenampakan obyek disekitarnya, kaitan/hubungan obyek tersebut dapat dianalisis untuk mengenali kenampakan obyek. Sebagai contoh situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengatusan yang baik, situs pemukiman memanjang pada umumnya pada igir beting pantai, pada tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan (Sutanto, 1986). h. Asosiasi Asosiasi atau pemusatan bukit adalah suatu ketrampilan yang dikembangkan oleh penafsir yang meliputi suatu proses penalaran yang menggunakan semua asas penafsiran untuk menghubungkan suatu obyek terhadap sekelilingnya. Sebagai contoh stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu/bercabang, gedung sekolah pada ditandai dengan ukuran bangunan yang besar serta berbentuk menyerupai huruf I, L, atau U dan ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan olah raga. Citra landsat TM (Thematic Mapper) merupakan salah satu jenis citra multispektral, Citra Landsat TM merupakan sensor citra penginderaan jauh yang

sering digunakan pada saat ini, citra ini mempunyai 7 Saluran yang terdiri dari spektrum tampak pada saluran 1, 2, dan 3, spektrum inframerah dekat pada saluran 4, 5, dan 7 dan spektrum inframerah termal pada saluran 6. resolusi spasial pada saluran 1- 5 dan 7 mencapai 30 meter, sedangkan untuk saluran 6 resolusi spasial mencapai 60 meter. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi spasial suatu wilayah dapat dilakukan dengan mudah. Penggunaan data penginderaan jauh dan SIG (sistem informasi geografis) dalam ekstraksi informasi mengenai keruangan dan kewilayahan dapat digunakan untuk pengkajian wilayah secara menyeluruh dalam hubungannya dengan sumberdaya air. Keterbatasan-keterbatasan data permukaan yang memerlukan suatu pengkaitan obyek dengan mudah, cepat dan akurat dapat dianalisis dengan menggunakan data penginderaan jauh. SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial berikut atribut-atributnya. Unsur-unsur yang terdapat dipermukaan bumi dapat diuraikan ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial. Dengan layers ini permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan dalam bentuk nyata (real world tiga dimensi) dengan menggunakan data ketinggian berikut layers tematik yang diperlukan (Prahasta, 2001). Kawasan Karst Gombong Selatan (KKGS) merupakan satu kawasan eko-karst atau kawasan ekologi kapur, penetapan wilayah eko-karst berdasarkan Keputusan Menteri nergi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 961.K/40/MEM/2003 tanggal 23 Juli 2003 dan Nomor: 1659 K/40/MEM/2004 tanggal 1 Desember 2004. dinilai memiliki unsur strategis tinggi. Unsur yang mencakup aspek ilmiah, ekonomi, kemanusiaan, dan konservasi itu merupakan dasar dan pilar utama bagi kegiatan pengelolaan kawasan yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Kawasan karst gombong selatan memiliki aneka fungsi yang berkaitan erat dengan situs pengembangan iptek, sumber daya alam hayati dan nirhayati yang memberi nilai ekonomi jangka pendek dan jangka panjang, tatanan sosio-budaya masyarakat setempat yang khas, dan konservasi sumberdaya alam. (kompas cyber media, 2009) Kawasan Karst merupakan salah satu ekosistem yang penting namun keberadaannya belum banyak diperhatikan. Beberapa kebijakan konservasi belum banyak menyentuh pada kawasan karst sebagai sebuah ekosistem yang layak untuk dilindungi dan diselamatkan. Ada beberapa alasan mengapa kawasan karst perlu di lindungi (diadopsi dari Watson et al. 1997), kal ini karena wilayah karst Sebagai ; HABITAT berbagai jenis flora-fauna yang terancam punah ; lokasi atau situs yang

mempunyai mineral yang langka dan bentuk lahan yang unik : situs yang penting untuk mempelajari geologi, geomorfologi, palaentologi dan disiplin lainnya ; situs bersejarah yang penting baik ditinjau dari segi sejarah maupun pra-sejarah ; bentukan yang bernilai spiritual maupun keagamaan ; Untuk pertanian yang khusus dan kepentingan industri ; untuk memahami hidrologi regional ; sumber bahan yang berekonomi sangat penting khususnya air bawah tanah ; .Untuk berwisata dan segala bentuk keuntungan ekonomi yang mengikutinya ; Sebagai tempat wisata yang alami baik pemandangan maupun tantangannya (Rahmadi, 2008). Masyarakat pada umumnya sangat menggantungkan oleh ketersediaan air, pada daerah karst air hujan lebih banyak yang masuk ke dalam permukaan dari pada yang mengalir menjadi runoff. Air tanah pada daerah gamping mempunyai permukaan yang teratur, yang berarti didalam lapisan batu gamping terdapat adanya pipa yang berhubungan. Air tanah bergerak dalam akifer karbonat dengan aliran difusi, aliran yang lambat atau aliran bebas. Torehan air terhadap lapisan batugamping yang keras dapat berupa aliran sungai yang permanen dan periodik, dapat juga merupakan alur drainase yang melewati bagian-bagian yang lemah. Sehingga membentuk cekungan-cekungan pada bagian yag tererosi dan meninggalkan bagian yang lebih tinggi yang susah tererosi. Sehingga keberadaan/ketersediaan air pada suatu wilayah sangat menentukan jenis penggunaan lahannya. Pada penelitian ini untuk penyelidikan mengenai penggunaan lahan digunakan data citra penginderaan jauh satelit landsat tm, peta digital rupa bumi skala 1:25.000, serta data-data sekunder kewilayahan. Methodologi penelitian menggunakan analisis spasial guna mengetahui jenis penutup lahan, dan hasil akan diklasifikasi menjadi jenis-jenis penggunaan lahan di kawasan karst gombong selatan. Gambar 1. merupakan peta citra satelit landsat tm komposit RGB 321 klasifikasi unsupervised isodata citra di kawasan karst gombong selatan.

Gambar 1. Peta Citra Landsat TM (A : Komposit RGB 321 dan B : KlasifikasiCitra Unsupervised isodata ) Gambar 1. A merupakan peta citra Landsat komposit warna asli RGB 321, pada saluran 3 (0,63 0,69 m) diberikan warna merah, saluran 2 (0,53 0,69 m) diberikan warna hijau dan saluran 1 (0,45 0,52 m) diberikan warna biru sesuai dengan kenampakan aslinya. Tutupan lahan pada kawasan karst gombong selatan meliputi tiga jenis yaitu tutupan vegetasi, lahan terbuka, serta lahan terbangun. Jenis penutup lahan vegetasi pada wilayah ini paling mudah dikenali terlihat dari warna, bentuk dan pola yang ada, Sebagian besar penutup lahan dalam kawasan merupakan penutup vegetasi, topografi semakin tinggi terlihat jenis penutup lahan vegetasi semakin tinggi. Tutupan vegetasi ini dapat berbagai macam jenis penggunaan lahan, kebun campur, ladang, semak/belukar, tegalan dengan berbagai tingkat kerapatan serta dapat juga berupa pemukiman desa yang masih banyak penutup vegetasinya. Penutup lahan jenis lahan terbangun sangat relatif sedikit dengan pola penyebaran yang tidak teratur, hanya berada di kawasan topografi rendah dah sangat jarang di daerah topografi tinggi. Identifikasi penutup lahan jenis lahan terbuka dari citra semua permukaan yang mempunyai spektral tinggi akan pantulan, hal ini tidak terkecuali lahan kering persawahan tadah hujan. Dari peta citra tersebut juga terlihat bahwa tutupan vegetasi rapat hanya terdapat pada daerah dengan topografi yang tinggi, hal ini memperlihatkan bahwa lahan-lahan pertanian basah jarang/ tidak ada

pada lokasi perbukitan sehingga dapat diketahui bahwa aliran permukaan pada sistem sungai tidak bersifat kontinyuitas. Gambar 2. A merupakan hasil klasifikasi tak terselia dengan menggunakan metode isodata. Hasil klasifikasi teridentifikasi meliputi ; laut, pasir pantai, vegetasi, lahan terbuka, pemukian, lahan pertanian rapat, lahan pertanian jarang, lahan pertanian basah. Pada lokasi penelitian pemukiman banyak ditemukan di sekitar perbukitan, tidak pada topografi dan kelerengan yang tinggi. Jenis penutup lahan terbuka pada penggunaan lahan meliputi pasir darat, lahan pertanian tanaman jarang, sawah tadah hujan pada musim kering. Pasir pantai meliputi semua pesisir dan banyak ditemukan di muara sungai cicingguling. Hasil klasifikasi tak terselia tersebut memberikan informasi a. Merah : air laut ; b. hijau : endapan pasir ; c. Ungu : vegetasi kerapatan jarang ; d. Magenta : lahan terbuka ; e. Biru : lahan pertanian basah ; f. Biru muda : vegetasi kerapatan tinggi ; g. Kuning : vegetasi kerapatan sedang. Selain data citra pada penelitian ini juga digunakan data sekunder sebagai pembanding guna mendapatkan hasil yang maksimal. Data-data penduduk serta kewilayahan dijadikan dalam bentuk spasial guna mempermudah dalam analisis mengetahui potensi dari sudut pandang penggunaan lahan. Gambar 2. merupakan peta penggunaan lahan kawasan karst gombong selatan. Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kawasan Karst Gombong Selatan

Pada lokasi penelitian terdapat 42 desa dengan 9 jenis penggunaan lahan, jenis penggunaan lahan daerah penelitian disajikan pada tabel. 1 Tabel 1. Jenis Penggunaan Lahan Daerah Penelitian Berdasarkan Analisis Sistem Informasi Geografis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Empang Kebun/Perkebunan Pemukiman Rawa Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak Belukar Tanah Kosong Tegalan/Ladang OBJEK HECTARES 13,136 6,797,531 2,338,985 14,139 1949,58 300,398 2436,74 20,371 1,543,618 % 0,1 44,1 15,2 0,1 12,6 1,9 15,8 0,1 10,0

Sumber : Pengolahan SIG, 2009 Jenis penggunaan lahan empang merupakan jenis penggunaan lahan yang termasuk pada tubuh perairan darat, pada lokasi penelitian mempunyai luas 13, 136 hektar yang berada di Desa Ayah. Penggunaan lahan ini berasosiasi dengan sungai, sehingga wilayahnya relatif tergenang. Peruntukan lahan empang ini dapat digunakan sebagai jenis budidaya perikanan ataupun biota air tawar yang keberadaannya secara alami ataupun secara buatan. Secara alami ini dipengaruhi oleh faktor bentuklahan (landform) dimana wilayah terbentuk karena adanya proses alami sedngkan secara buatan dikarenakan adanya campur tangan manusia dalam mempengaruhi/membentuk peruntukan lahan ini, secara buatan terkait adanya potensi lahan yang dipandang adanya nilai ekonomis sehingga mendorong untuk membuat jenis penggunaan lahan ini. Perkebunan merupakan jenis penggunaan lahan paling tinggi di lokasi penelitian yaitu sekitar 44,1 % dari total jenis penggunaan lahanya, hal menandakan bahwa

lokasi penelitian masih mempunyai taraf kelas desa dimana lokasi pemukiman lebih rendah dari jenis penggunaan lahan perkebunan. Jenis penggunaan lahan ini memberikan gambaran bahwa sebagian penduduk pada lokasi penelitian masih banyak yang menggunakan lahan sebagai mata pencaharian. Secara spasial penggunaan lahan kebun/perkebunan ini merata hampir menempati seluruh perbukitan karst. Dengan menggunakan citra satelit terlihat bahwa sebagian besar perbukitan tertutup oleh lahan vegetasi, yang kesemuanya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi lahan perkebunan, lahan tegalan, serta semak belukar. Perbedaan dari ketiga pola ini hanya pada klasifikasi tanaman, kerapatan vegetasi, periodik tanaman serta dapat juga dipengauhi oleh kesuburannya. Pada lahan perkebunan ini terkesan sebagai lahan hutan namun demikian peruntukan hasil pertaniannya banyak dgunakan untuk masyarakat sekitar dengan waktu yang tidak lama seperti pada hasil hutan. Perbandingan antara sawah irigasi dengan sawah tadah hujan memperlihatkan bahwa jenis penggunaan lahan sawah irigasi lebih besar dari pada sawah tadah hujan yaitu sekitar 1 berbading 6,63. Penyebaran lahan sawah tadah hujan berada di lereng bawah perbukitan karst sehingga kondisi pengaliran air tidak tersedia dengan baik dan hanya mengandalkan air hujan pada musim penghujan. Tingginya peruntukkan lahan sawah irigasi ini menandakan bahwa aliran permukaan terjadi kontinuitas sehingga adanya kestabilan kondisi hidrologisnya, penyebaran penggunaan lajan jenis sawah irigasi ini tidak ada yang berada pada perbukitan karst atau pada topografi yang tinggi, sawah irigasi hanya berada di di daerah datar dengan topografi yang landai dan juga terdapat aliran sungai yang stabil. Kawasan karst merupakan salah satu kawasan penampungan/tandon air raksasa yang menjanjikan ketersediaan air. Sungai bawah tanah yang mengalir di dalam mengalirkan air kontinuitas. Kawasan karst Gombong terdapat pipa pralon dipasang di dalam gua untuk mengambil air bersih dari dalam gua untuk keperluan hidup masyarakat sehari-hari (Rahmadi, 2008). Hasil perhitungan dengan menggunakan sistem informasi geografis didapatkan 42 desa yang tercakup dalam lokasi penelitian (lampiran 1). Jenis penggunaan lahan ladang/tegalan dengan luasan lebih dari 100 hektar berada di Desa Tugu, Sikayu, Pasir, Argopeni, Karangduwur, dan Desa Karangbolong, dengan luasan tertinggi di Desa Karangduwur sekitar 209, 872 Hektar, wilayah ini merupakan desa yang berada di zona selatan pada lokasi penelitian, terdapat aliran sungai bertipe ephemeral (air hanya mengalir pada waktu hujan) sehingga jenis pertaniannya berupa lahan kering. Desa yang memiliki jenis penggunaan lahan perkebunan paling dominan dengan luasan di atas 100 hektar meliputi desa Adiwarno, Kalipoh, Argosari, Wonodadi, Rogodadi, Kalibangkang, Pakuran,

Tlogosari, Wangunweni, Candirenggo, Demangsari, Jatijajar, Tugu, Banyumudal, Kalisari, Buayan, Sikayu, Pasir, Argopeni, Karangduwur, Srati, Jintung, Banjararjo, Karangbolong dan Jladri, dengan luasan perkebunan paling luas di Desa Pakuran sekitar 643, 637 Hektar. Desa Pakuran ini termasuk wilayah yang berada pada daerah topografi yang tinggi yaitu sekitar 200 370 dpal, berada pada kawasan karst (batu gamping) sehingga daerah ini sangat sulit dalam pertanian lahan basah. Sedangkan luasan sawah irigasi lebih dari 100 hektar antara lain berada di Desa Mergosono, Candirenggo, Kedungweru, Bulurejo, Redisari, Pringtutul, dan Rowokele, dengan luasan tertinggi berada di Desa Candirenggo seluas 283, 722 hektar. Penyebaran jenis penggunaan lahan sawah irigasi ini berada pada zona aluvium dengan ketinggian yang relatif datar yaitu 0 50 dpal dan dilalui oleh aliran sungai sehingga aliran-aliran permukaan pada sistem sungai dapat digunakan sebagai wahana irigasi. Jenis penggunaan lahan pemukiman pada lokasi penelitian yang mempunyai luasan lebih dari 100 hektar berada di Desa Nogoraji, Candirenggo, Demangsari, Tugu, Sikayu, dan Rowokele, dengan area terluas berada di Desa Tugu seluas 181, 092 hektar. Desa Tugu ini berada di sebelah utara pada lokasi penelitian, kecenderungan aksesibilitas ke tempat lain lebih mudah di jangkau karena kota terdekat berada di utara wilayah penelitian sehingga banyak penduduk yang mendirikan permukiman di wilayah tersebut. ***