Upload
doancong
View
225
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KINERJA BIDAN DESA DAN HUBUNGANNYA
DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PERBAIKAN GIZI
DAN KESEHATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Y A T I N O
A54103306
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
2
ANALISIS KINERJA BIDAN DESA DAN HUBUNGANNYA
DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PERBAIKAN GIZI
DAN KESEHATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
bidang Gizi Masyarakat pada Fakultas Pertanian
Institut Pertenian Bogor
Oleh:
YATINO
A54103306
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
3
RINGKASAN YATINO. Analisis Kinerja Bidan Desa dan Hubungannya dengan Keberhasilan Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat (Dibimbing oleh RETNANINGSIH)
Penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja bidan desa dan hubungannya dengan keberhasilan program perbaikan gizi dan kesehatan di Kabupaten Lampung Barat. Secara khusus penelitian bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja bidan desa, mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja, menilai keberhasilan program perbaikan gizi dan kesehatan serta mengkaji hubungan kinerja bidan desa dengan keberhasilan program perbaikian gizi dan kesehatan di Kabupaten Lampung Barat.
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2005 di Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung. Populasi adalah Bidan desa yang bertugas di Kabupaten Lampung Barat. Contoh sebanyak 48 orang dipilih secara acak. Jenis data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data keberhasilan program gizi,data keberhasilan program kesehatan, data kinerja bidan dan data faktor internal (umur, masa kerja, pendidikan, pelatihan, asal daerah, status perkawinan dan motivasi) serta data faktor eksternal (sarana dan prasana, insentif, supervisi dan mitra kerja), sedangkan data sekunder mencakup data gambaran umum wilayah, gambaran umum bidan desa Data dikumpulkan melalui wawancara dengan mengunakan kuisioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang atau distribusi frekuensi dan menggunakan program Micsosoft Excel dan SPSS. 10.0
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kinerja bidan desa berada pada kategori kurang sebesar 95,9% dan kategori sedang sebesar 4,1% tidak ada satupun bidan yang memiliki kategori kinerja baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa antara lain; faktor internal yaitu; Umur bidan desa berkisar antara 23 sampai 32 tahun dengan modus 28 tahun dan 79,6% bidan desa berumur < 30 tahun, sedangkan selebihnya 18,4% berumur lebih dari 30 tahun, masa kerja bidan desa berkisar 3 sampai 11 tahun dengan modus 9 tahun, 87,5% bidan desa yang memiliki masa kerja 5-10 tahun, 8,3% bidan desa memiliki masa kerja >10 tahun dan 4,2% bidan desa memiliki masa kerja <5 tahun. Tingkat pendidikan yang dimiliki bidan desa yaitu 59,2% bidan desa memiliki tingkat pendidikan PPB A dan 38,8% bidan desa memiliki memiliki tingkat pendidikan PPB C, dari penelitian ini juga diketahui semua bidan desa pernah mengikuti pelatihan yang diadakan Dinas Kesehatan Kabupaten/Propinsi, sedangkan jika dilihat berdasarkan asal daerah 60,4% bidan desa yang ada di Kebupaten Lampung Barat merupakan bidan pendatang dan 39,6% adalah penduduk asli, semua bidan desa berstatus kawin (100%) dan bidan desa yang memiliki motivasi baik sebesar 66,7%, bidan desa yang memiliki motivasi kurang sebesar 33,3%. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kinerja yaitu; sarana kesehatan dan gizi. Untuk kelengkapan sarana kesehatan, 36,6% bidan desa memiliki sarana lengkap, 61% bidan desa memiliki sarana kesehatan dengan kategori sedang dan 2,4% bidan desa memiliki sarana kesehatan dengan kategori tidak
4
lengkap. Sedangkan untuk kelengkapan sarana gizi, sebagian besar (95,8%) bidan desa memiliki kelengkapan sarana gizi dan sisanya 4,2% bidan desa memiliki sarana gizi dengan kategori sedang. Bidan desa yang menjawab menerima insentif dengan kategori memuaskan sebesar 50% dan 50% lagi menyatakan insentif yang mereka terima tidak memuaskan, sedangkan pembinaan yang dilakukan Kepala Puskesmas, 60,4% bidan desa menjawab pembinaan yang dilakukan Kepala Puskesmas memiliki kategori baik, 10,4% bidan desa menjawab pembinaan yang dilakukan Kepala Puskesmas memiliki kategori sedang dan 29,2 bidan desa menjawab kurang, bidan desa yang dapat berkerja dengan mitra kerjanya di wiliayah kerjanya yaitu 68,8% bidan desa memiliki mitra kerja dengan katergori baik, 27,1% bidan desa memiliki mitra kerja dengan kategori sedang dan 4,2% bidan desa memiliki mitra kerja dengan kategori kurang.
Berdasarkan tingkat keberhasilan program gizi maka sebagian besar bidan desa mempunyai tingkat keberhasilan dengan kategori kurang yaitu sebesar 73,5% dan 18,4% bidan desa yang mempunyai tingkat keberhasilan dengan kategori sedang sebesar 18,4% dan sisanya 8,2% bidan desa mempunyai tingkat keberhasilan dengan kategori baik sebesar 8,2%, untuk keberhasilan program kesehatan, maka bidan desa mempunyai tingkat keberhasilan dengan kategori kategori sedang sebesar 39,6%, dan bidan desa yang mempunyai tingkat keberhasilan dengan kategori kurang sebesar 33,3% serta bidan desa yang mempunyai tingkat keberhasilan dengan kategori baik sebesar 27,1%
Dari hasil uji korelasi Rank-Spearman tidak terdapat hubungan antara faktor internal (umur, masa kerja, pendidikan, pelatihan, asal daerah, status perkawinan dan motivasi) dengan kinerja Bidan desa (p>0,005), dan pada faktor eksternal (sarana dan prasana, insentif, supervisi dan mitra kerja) juga tidak terdapat hubungan dengan kinerja bidan desa kecuali pada sarana gizi terdapat hubungan negatif (p<0,005). Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kinerja bidan desa dengan pencapaian program gizi dan kesehatan (p>0,005)
Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan ; 1. Kepada Dinas Kesehatan diharapkan untuk lebih meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan-pelatihan kepada tenaga kesehatan umumnya dan bidan desa khususnya guna meningkatkan cakupan program kesehatan secara menyeluruh, 2. Kepada Dinas Kesehatan diharapkan untuk lebih memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan dan gizi guna meningkatkan kinerja bidan desa, 3. Kepala Puskesmas diharapkan lebih meningkatan fungsi pengawasan dan bimbingan teknis serta memberikan insentif yang memadai guna lebih meningkatkan cakupan dan kinerja bidan desa dan 4. Kepada bidan desa diharapkan lebih menyadari tugas dan fungsinya sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dan perpanjangan tangan dari Puskesmas guna melayani masyarakat.
5
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karuniah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Bidan Desa dan Hubungannya dengan Keberhasilan Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan di Kabupaten Lampung Barat” berhasil selesai. Terima kasih penulis ucapakan kepada: 1. Ir. Retnaningsih, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan bimbingan dan masukan sejak penyusunan proposal penelitian
sampai selasianya skripsi ini.
2. Ir. M.D. Djamaluddin, M.Sc, sebagai dosen pemandu dan dosen penguji atas
masukan dan arahannya yang berharga untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Ketua Program Studi GMSK beserta seluruh dosen dan staf yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan pengalaman di
Program Studi GMSK, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat dan khususnya Kabid Kesga
beserta staf yang banyak memberikan masukan dan informasi dalam penulisan
kripsi ini
5. Seluruh Bidan Desa yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
6. Istri dan anak-anakku tercinta yang memberikan dorongan moril dan meteril serta
doanya setiap saat
7. Teman-teman AJ-40 dan semua adik-adik GMSK angkatan 38 dan 39
Dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga karya kecil
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, September 2005
Yatino
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada Tanggal 04 Mei 1969. Penulis adalah
anak ke enam dari keluarga Bapak Amad Junur (Alm) dan Ibu Munirah (Alm).
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) dari tahun 1978 sampai
1984 di SDN II Sukarami Pelembang. Tahun 1984 penulis melanjutkan sekolah ke
SLTPN XI Talang Betutu Palembang hingga tahun 1987 dan pada tahun 1990
penulis menyelesaikan pendidikan SMAN XIII Palembang. Pada tahun 1990 penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) Depkes RI di
Palembang dan selesai pada tahun 1991. Pada tahun 1992 penulis diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat. Tahun 1998
penulis melanjutkan pendidikan tugas belajar pada Akademi Gizi (Akzi) Depkes RI
Jakarta dan selesai tahun 2000.
Pada tahun 1996 penulis menikah dengan Kusmiati dan sekarang telah
dikaruniahi dua orang putri (Elsa Rahmatika dan Elsyfa Rohmadoni) dan satu orang
putra (Shidqie Giantino). Tahun 2003 kembali penulis mendapat kesempatan
mengikuti tugas belajar dan diterima pada Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga (GMSK) Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL….. ………………………………………………………. i
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... ii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. iv
PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
Latar Belakang…………………………………………………………. 1
Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4
KegunaanPenelitian……………………………………………………. 4
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….. 5
Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Bidan Desa…………………… 5
Kinerja Bidan Desa…………………………………………………….. 7
Faktor Internal Bidan Desa…………………………………………….. 8
Faktor Eksternal Bidan Desa…………………………………………… 11
Keberhasilan Program………………………………………………….. 14
KERANGKA PEMIKIRAN………………………………………………. 16
METODE PENELITIAN…………………………………………………. 19
Desain, Tempat dan Waktu……………………………………………. 19
Populasi Dan Sampel…………………………………………………... 19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data...…………………………………… 20
Pengolahan dan Analisa Data………………………………………….. 20
Definisi Operasional…………………………………………………… 22
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………… 24
Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………………… 24
Karakteristik Contoh…………………………………………………… 26
Faktor Internal…………………………………………………………. 26
Faktor Eksternal……………………………………………………….. 30
Kinerja Bidan Desa…………………………………………………….. 36
8
Hasil Cakupan Program Kesehatan dan Gizi…………………………... 39
Hubungan Faktor Internal dengan Kinerja Bidan Desa………………. 43
Hubungan Faktor Eksternal dengan Kinerja Bidan Desa……………… 46
Hubungan Kinerja Bidan Desa dengan Keberhasilan Program ……….. 49
Kesehatan dan Gizi…………………………………………………….
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………… 51
Kesimpulan…………………………………………………………….. 51
Saran……………………………………………………………………. 52
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 53
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 55
9
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Kategori Faktor Internal dan Eksternal...................................................... 21
2 Sebaran Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Ketenagaan di Kabupaten
Lampung Barat.......................................................................................... 25
3 Jumlah Angkatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Lampung Barat.......................................................................................... 25
4 Sebaran Contoh berdasarkan Kategori Umur............................................ 26
5 Sebaran Contoh berdasarkan Masa Kerja.................................................. 27
6 Sebaran Contoh berdasarkan Pendidikan................................................... 27
7 Sebaran Contoh berdasarkan Asal Daerah................................................. 28
8 Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban terhadap Motivasi......................... 29
9 Sebaran Contoh berdasarkan Motivasi...................................................... 30
10 Gambaran Kelengkapan Sarana Kesehatan dan Gizi pada Bidan Desa..... 31
11 Sebaran Contoh berdasarkan Sarana Kesehatan dan Gizi.......................... 33
12 Sebaran Contoh berdasarkan Insentif........................................................ 33
13 Gambaran berdasarkan Jawaban Supervisi Kepala Puskesmas................. 34
14 Sebaran Contoh berdasarkan Kategori Supervisi Kepala Puskesmas........ 34
15 Sebaran Contoh berdasarkan Mitra Kerja.................................................. 36
16 Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban Aspek Kinerja............................... 37
17 Sebaran Contoh berdasarkan Kinerja......................................................... 38
18 Sebaran Contoh berdasarkan Kategori Kinerja dan Puskesmas................. 39
19 Sebaran Contoh berdasarkan Cakupan Program Gizi pada Puskesmas..... 41
20 Sebaran Contoh berdasarkan Cakupan Program Gizi................................ 41
21 Sebaran Contoh berdasarkan Cakupan Program Kesehatan pada
Puskesmas..................................................................................................
42
22 Sebaran Contoh berdasarkan Cakupan Program Kesehatan...................... 43
23 Sebaran Contoh berdasarkan Faktor Internal dan Kinerja ........................ 45
24 Sebaran Contoh berdasarkan Faktor Eksternal dan Kinerja....................... 48
10
25 Sebaran Contoh berdasarkan Kinerja dan Hasil Cakupan Program
Kesehatan dan Gizi
50
11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Kabupaten Lampung Barat ................................................................
2 Hasil Uji Rank-Spearman...........................................................................
3 Cakupan Program Perbaikan Gizi Bidan Desa..........................................
4 Cakupan Program Kesehatan Bidan Desa..................................................
5 Cakupan Hasil Penimbangan Bidan Desa..................................................
6 Kategori Bidan Desa..................................................................................
12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan pembangunan di bidang kesehatan pada saat ini adalah mewujudkan
manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan kesehatan menitikberatkan
pada program-program yang mempunyai daya ungkit besar guna mencapai Indonesia
Sehat 2010 yang merupakan visi pembangunan di bidang kesehatan (Depkes RI,
2000).
Masalah gizi masyarakat digunakan sebagai salah satu indikator kualitas
hidup karena masalah gizi dapat dipandang sebagai muara atau resultan dari berbagai
faktor sosial, ekonomi dan budaya yang saling berkaitan. Rendahnya status gizi
masyarakat yang bersifat multidimensional biasanya disebabkan oleh
keterbelakangan sosial budaya, sehingga dalam pemecahan masalah tidak hanya
menjadi tanggung jawab Departemen Kesehatan semata melainkan harus melibatkan
beberapa departemen lain, diantaranya Departemen Pertanian (Syarief, Rustiawan &
Julita, 1992).
Usaha pembangunan di bidang gizi dan kesehatan secara langsung bertujuan
untuk meningkatkan usia harapan hidup yang merupakan cermin kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). Peningkatan kualitas SDM ini menjadi sangat penting karena
dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar akan menjadikan sebagai salah satu
modal dasar pembangunan (Khomsan, 2002). Data UNDP tentang Human
Development Index (HDI) menunjukkan bahwa pada tahun 2000 dari 147 negara,
Indonesia terletak pada posisi yang kurang menggembirakan yaitu peringkat ke-109.
Pada tahun 1996 – 1998, HDI Indonesia tidak jauh berbeda dengan Fhilipina yaitu
urutan ke-95 dan 98. Namun sejak tahun 1999, posisi Indonesia merosot menjadi
urutan ke-105 dan Fhilipina di urutan ke-77 (Khomsan, 2002).
Banyak faktor yang menentukan kualitas SDM, salah satunya yang cukup
mendasar adalah faktor gizi. Dari berbagai kajian WHO yang dilaporkan UNICEF
(1999), diperkirakan 55 % penyebab kematian bayi dan anak baik langsung maupun
tidak langsung di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah gizi
13
(Depkes RI, 2000). Selain itu, timbulnya krisis ekonomi yang berkepanjangan telah
menyebabkan penurunan kegiatan produksi yang drastis sebagai akibat lapangan
kerja berkurang dan pendapatan per kapita menurun. Hal ini jelas berdampak
terhadap status gizi dan kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan
konsumsi makanan dan timbulnya berbagai penyakit menular akibat lingkungan yang
tidak sehat. Akibat krisis ekonomi tersebut, status gizi balita secara umum menurun
yang ditunjukkan dari Kurang Energi Protein (KEP) pada kelompok usia 6-23 bulan
meningkat dari 29,0 % pada tahun 1995 menjadi 30,5 % pada tahun 1998. Menurut
hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2003,
sebanyak 1.8 % balita menderita gizi buruk, 7,1 % menderita gizi kurang dan
selebihnya gizi baik dan gizi lebih yaitu 87,4 % dan 3,8 %. Untuk cakupan program
perbaikan gizi pada tahun yang sama, vitamin A anak balita 59,9 %, cakupan tablet
besi pada ibu hamil pada trimester I (Fe 1) dan cakupan tablet besi pada ibu hamil
pada trimester III(Fe 3) sebesar 69,9 % dan 74,8 % (Dinkes Lampung Barat, 2003).
Menurut Khomsan (2003), pemecahan masalah gizi tidak hanya mungkin
dilakukan oleh Ahli Gizi (AG) saja tetapi harus melibatkan beberapa jalur atau
institusi yang ada di masyarakat baik jalur teknis maupun non teknis seperti
Puskesmas, Polindes, Bidan Desa, Posyandu (Depkes RI, 2002). Departemen
Kesehatan mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
dan perbaikan gizi masyarakat. Pengelolaan program gizi pada Departemen
Kesehatan dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat, propinsi,
kabupaten/ kota, kecamatan sampai ke tingkat desa (Depkes RI, 1995). Sejalan
dengan terbentuknya Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2000 mengenai
wewenang propinsi atau kabupaten/ kota sebagai daerah otonomi, maka peranan
pemerintah daerah dan masyarakat akan makin menentukan terhadap keberhasilan
program gizi dan kesehatan di wilayahnya.
Sejak tahun 1980, Departemen Kesehatan melalui Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat melakukan terobosan dalam membantu program kesehatan
ditingkat desa yaitu melalui penempatan 54.120 bidan di desa (Depkes RI, 2002).
Bidan desa sebagai tenaga pelaksana pelayanan kesehatan yang langsung
14
berhubungan dengan masyarakat luas juga berperan sebagai perpanjangan tangan dari
Puskesmas. Bidan desa mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam
meningkatkan status kesehatan masyarakat. Salah satu peran Bidan di desa adalah
mendata sasaran pelayanan kebidanan dasar dan perbaikan gizi masyarakat serta
menyebarkan informasi/penyuluhan ke seluruh masyarakat di wilayah kerjanya
(Depkes RI, 1999). Menurut Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat,
jumlah bidan desa sampai tahun 2003 adalah sebanyak 92 orang atau 54,1 % dari 170
desa. Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah desa di Kabupaten
Lampung Barat telah ditempati oleh bidan.
Pada tingkat Puskesmas, upaya perbaikan gizi dilakukan oleh Ahli Gizi (AG)
dan Pembantu Ahli Gizi (PAG). Namun harus disadari bahwa jumlah tenaga gizi di
Puskesmas masih terbatas, di Kabupaten Lampung Barat, puskesmas yang terisi
tenaga gizi baru mencapai 38,8 % dari 18 Puskesmas yang ada (Dinkes Lampung
Barat, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa masih sedikitnya tenaga gizi yang
ditempatkan di Kabupaten Lampung Barat terutama di Puskesmas. Dengan
memanfaatkan tenaga profesional dibidang kesehatan selain tenaga gizi dalam hal ini
yaitu bidan desa, dapat diharapkan akan mempercepat keberhasilan program
perbaikan gizi dan kesehatan di masyarakat. Hal ini sejalan dengan program
pemerintah khususnya Departemen Kesehatan yaitu dengan menempatkan para bidan
di desa yang merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan sehingga langsung
menangani masyarakat di desa.
Dari uraian di atas terlihat bahwa masih minimnya jumlah tenaga gizi di
puskesmas dibandingkan dengan penyebaran tenaga bidan di desa. Dengan
memanfaatkan tenaga profesional selain tenaga gizi, dalam hal ini yaitu bidan yang
ada di Kabupaten Lampung Barat, diharapkan dapat membantu mempercepat
keberhasilan program perbaikan gizi dan kesehatan di masyarakat. Bertolak dari
kondisi lapang ini, maka penulis bermaksud menganalisis kinerja bidan desa dan
hubungannya dengan keberhasilan program perbaikan gizi dan kesehatan di
Kabupaten Lampung Barat.
15
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis kinerja Bidan Desa dan hubungannya dengan keberhasilan
program perbaikan gizi dan kesehatan di Kabupaten Lampung Barat.
Tujuan Khusus
1. Melakukan penilaian terhadap kinerja bidan desa
2. Mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa
3. Menilai keberhasilan program perbaikan gizi dan kesehatan bidan desa
4. Mengkaji hubungan kinerja bidan desa dengan keberhasilan program perbaikan
gizi dan kesehatan.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi dan masukan bagi pemerintah Kabupaten dalam rangka
peningkatan kualitas SDM daerah
2. Memberikan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam rangka
peningkatan kinerja bidan desa
3. Memberikan informasi dan masukan bagi Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) untuk perencanaan pembangunan dibidang kesehatan di
Kabupaten Lampung Barat
4. Penelitian ini juga diharapakan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
terhadap kinerja bidan desa dalam melayani masyarakat pada program gizi dan
kesehatan.
16
TINJAUAN PUSTAKA
Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Bidan Desa
Kedudukan
Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program
pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku (Depkes RI, 1994). Bidan desa adalah bidan yang
ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa,
dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medis baik di dalam maupun diluar jam
kerja, bidan harus bertanggung jawab kepada kepala puskesmas (Depkes RI,1992).
Tugas Pokok
Bidan desa mempunyai tugas utama yaitu melaksanakan kegiatan puskesmas
di wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi
sesuai dengan wewenang yang dimilikinya. Selain itu, seorang bidan juga dituntut
untuk berperan serta dalam menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah
kerjanya agar tumbuh kesadaran untuk berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 1989).
Menurut Depkes (1994), selain tugas pokok bidan desa juga diberi wewenang
dalam melaksanakan tugas antara lain :
1. Memberi penerangan dan penyuluhan tentang:
a. Kehamilan
b. Persalinan
c. Nifas, menyusui dan perawatan buah dada
d. Keluarga Berencana (KB)
e. Perawatan bayi
f. Perawatan anak pra sekolah
g. Gizi
2. Melaksanakan pembinaan dan bimbingan tenaga kesehatan lain yang juga bekerja
dalam pelayanan kebidanan dengan kemampun yang lebih rendah termasuk para
dukun bayi (paraji)
17
3. Melayani kasus ibu untuk:
a. Pengawasan kehamilan
b. Pertolongan persalinan normal, termasuk persalinan letak sungsang
c. Episiotomi dan penjahitan luka perinium tingkat I dan tingkat II
d. Perawatan nifas dan menyusui, termasuk pemberian utero tonik
e. Pemakaian cara kontrasepsi tertentu, sesuai dengan kebijakan pemerintah.
4. Melayani bayi dan anak pra sekolah untuk:
a. Pengawasan pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Pemberian imunisasi
c. Perawatan
d. Petunjuk pemberian makan
5. Pemberian obat-obatan:
a. Robonsia
b. Pertolongan tertentu dalam bidang kebidanan, sepanjang hal itu tidak melalui
suntikan,
Pelaksanaan tugas dalam kegiatan program gizi, meliputi:
1. Merencanakan kegiatan gizi yang dilaksanakan di desanya bersama kepala
puskemas dan Tenaga Gizi Puskesmas.
2. Melaksanakan kegiatan pelatihan gizi.
3. Melaksanakan kegiatan gizi dalam rangka memperbaiki status gizi masyarakat,
seperti:
a. Penyuluhan Gizi Mayarakat
b. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
c. Usaha Perbaikan Gizi Institusi
d. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
4. Melaksanakan koordinasi kegiatan gizi di desa
5. Melaksanakan pemantauan dan penilaian gizi di wilayahnya
6. Melaksanakan bimbingan teknis dan pembinaan kepada kader dan kelompok
dasawisma
7. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan (Depkes, 1995).
18
Fungsi Bidan Desa di Wilayah Kerjanya
Dalam melaksanakan tugas di desa, bidan desa memiliki beberapa fungsi
yaitu memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat di rumah–rumah,
menangani persalinan, pelayanan keluarga berencana, serta menggerakkan dan
membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan yang sesuai dengan
permasalahan kesehatan setempat. Selain itu, bidan desa juga melaksanakan fungsi
pembinaan dan bimbingan kader, dukun bayi, posyandu, dan dasa wisma yang ada di
wilayah kerjanya serta membina kerjasama lintas program dan lintas sektor termasuk
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bidan desa juga berperan dalam
memberikan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke puskesmas atau fasilitas
kesehatan lainnya yang lebih tinggi serta mendeteksi secara dini adanya efek samping
dan komplikasi pemakaian kontrasepsi atau kasus penyakit lain serta berusaha
mengatasinya sesuai dengan kemampuan (Depkes RI, 1992)
Kinerja Bidan Desa
Kinerja merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan
dalam menjalankan tugas yang diberikan (Depkes RI, 1996). Menurut Kusnadi
(2003), suatu kinerja yang tidak terukur dan tidak diukur akan cenderung
menyimpang keluar dari tujuan yang diharapkan dan akibatnya kinerja menjadi tidak
efektif dan efisien, sedangkan menurut Robbin (1999) kinerja merupakan ukuran dari
sebuah hasil. Pengukuran kinerja mutlak diperlukan untuk disesuaikan dengan tujuan
dan target yang akan dicapai. Melalui pengukuran pula maka akan dapat
diperhitungkan tingkat efektivitas dan efisiensinya.
Menurut Gibson (1987), ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang
yaitu faktor individu (kemampuan, keterampilan, latar belakang, demografi), faktor
psikologi (persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi) dan faktor organisasi yang
merupakan faktor eksternal.
Faktor Internal Bidan Desa
Bidan desa adalah tenaga yang langsung menghadapi masyarakat. Peranan
bidan desa ini sangat penting karena harus dapat mengidentifikasi dan menganalisis
19
masalah gizi dan kesehatan yang ada, merencanakan, melaksanakan dan melaporkan
kegiatan-kegiatan dalam rangka menanggulangi masalah gizi dan kesehatan Oleh
karena itu, bidan desa diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat khususnya di bidang gizi dan kesehatan sesuai dengan kemampuan
profesionalnya.
Pendidikan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), terdapat penjelasan bahwa
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Menurut pengertian yang lebih luas, pendidikan adalah proses seseorang dalam
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman, atau mengembangkan sikap serta
keterampilan (Baihaqi, 2001 dalam Mujiono, 2002). Pendidikan merupakan hal yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan secara sengaja untuk memperoleh hasil yang
berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang (Arikunto, 1988).
Pendidikan dalam arti yang sebenarnya adalah suatu proses penyampaian
bahan, materi pendidikan kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai
perubahan tingkah laku (tujuan). Karena pendidikan itu adalah suatu proses, maka
dengan sendirinya mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan
adalah sasaran pendidikan atau anak didik yang mempunyai berbagai karakteristik,
sedangkan keluaran proses pendidikan adalah tenaga/ lulusan yang mempunyai
kualifikasi tertentu sesuai dengan tujuan pendidikan institusi yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 1992).
Jenis Pendidikan tenaga bidan di Indonesia dilaksanakan oleh Departemen
Kesehatan melalui Politeknik Tenaga Kesehatan (Poltekes). Program Pendidikan
Bidan (PPB) dilakukan beberapa jenjang tingkat pendidikan, yaitu PPB A yang
dilaksanakan selama satu tahun dan menerima siswa dari lulusan Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK) yang disebut Bidan A; PPB B dengan lama masa pendidikan satu
tahun tetapi menerima siswa dari lulusan Akademi Perawat (Akper) yang disebut
Bidan B dan biasanya sebagai pengajar pada PPB A; serta PPB C dengan masa
20
pendidikan tiga tahun dan menerima siswa dari SMP yang disebut Bidan C. Pada
tahun 2000 telah dibuka PPB selama tiga tahun yaitu Akademi Kebidanan yang
menerima siswa dari SMA yang lulusannya setara Diploma 3 (Depkes RI, 2004)
Pelatihan
Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki kinerja pekerja pada suatu
pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya atau suatu pekerjaan
yang ada kaitannya dengan pekerjaannya (Gomez, 2001). Menurut Notoatmodjo
(1992), pelatihan merupakan bagian dari proses pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok
orang.
Pelatihan juga merupakan cara untuk membekali tenaga kerja yang tidak
mempunyai pendidikan formal sesuai tugasnya, sehingga meningkatkan kualitas
kerjanya. Dengan pelatihan diharapkan seseorang dapat lebih mudah melaksanakan
tugasnya. Tujuan dilakukannya pelatihan adalah untuk menutup jarak antara
kecakapan dan kemampuan pegawai dengan tugas dalam jabatannya serta untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam mencapai sasaran yang telah
ditetapkan dalam pekerjaan saat ini (Handoko, 1989).
Masa Kerja
Lama kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui seseorang sejak menekuni
pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam
menguasai bidang tugasnya.
Pada umumnya, petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak
memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya
sedikit. Menurut Ranupendoyo dan Saud (1990), semakin lama seseorang bekerja
pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga
kecakapan kerjanya semakin baik.
21
Motivasi
Motivasi adalah sesuatu hal yang berasal dari internal individu yang
menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja keras (Ilyas, 1999). Menurut
Hasibuan (2003), motivasi adalah daya penggerak yang menciptakan kegairahan
kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi
dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan, sedangkan motivasi menurut
Seng (2001) adalah Motivation is the inner force which stir people fro their lethergic
attitude into dinamic ection. It is function of stimulting other towards productive
performence. From the viewpoint of psicology, motivation is anchored by hed that
operate within a person and goals in the environment towart which a person attempts
to move.
Pada dasarnya, organisasi bukan saja mengharapkan tenaga kerja yang
mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan
berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan dan
keterampilan tenaga kerja tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau
bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan dan keterampilan
yang dimilikinya. Motivasi merupakan hal yang penting, karena dengan adanya
motivasi diharapkan setiap individu sebagai tenaga kerja mau bekerja keras dan
antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.
Status Perkawinan
Status perkawinan tidak cukup untuk menarik kesimpulan terhadap
produktifitas kerja. Namun berdasarkan penelitian yang konsisten menunjukan
bahwa karyawan yang telah menikah lebih sedikit melakukan absensi, mengalami
pergantian yang lebih rendah dan lebih puas terhadap pekerjaan yang mereka lakukan
dibandingkan karyawan yang belum menikah. Perkawinan menuntut suatu
peningkatan tanggung jawab yang membuat sebuah pekerjaan menjadi lebih berharga
dan penting (Hasibuan, 2003).
22
Faktor Eksternal Bidan Desa
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu alat penunjang bagi seseorang
dalam menjalankan tugasnya. Depkes RI (2000) menyatakan bahwa salah satu
komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana
kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada
tingkat individu maupun institusi.
Bidan desa sebagai alat perpanjangan tangan dari Puskesmas memiliki peran
yang penting dalam melaksanakan tugas. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan
baik perlu didukung dengan sarana yang memadai. Sarana fisik dasar yang harus
dimiliki Bidan desa antara lain:
1. Ruang pemeriksaan terpisah dari pemakaian keluarga
2. Ukuran dan keadaan ruang periksa yang memadai untuk keperluan pemeriksaan
ibu hamil, nifas, serta pelayanan keluarga berencana, ruang untuk pemeriksaan
bayi dan anak pra sekolah
3. Tersedia satu tempat tidur pemeriksaan, satu meja kursi, serta satu lemari untuk
meletakkan perlengkapan pemeriksaan.
Sedangkan persyaratan sarana perlengkapan medis antara lain: tensimeter, stetoskop,
timbangan dewasa, timbangan bayi, buku catatan khusus, buku laporan, dll (Depkes
RI, 1994).
Mitra Kerja
Mitra kerja merupakan faktor penting yang harus dibina dalam organisasi
sehingga semua tugas dapat dilaksanakan secara efektif oleh semua petugas di dalam
organisasi. Mitra kerja adalah orang, organisasi, instansi yang bekerja sama dengan
Bidan desa dalam pelaksanaan program perbaikan gizi. Mitra kerja Bidan Desa
meliputi lintas program dan lintas sektor yang secara bersama-sama membantu
pelaksanaan program perbaikan gizi dan kesehatan.
23
Suatu kerja sama dikatakan berjalan dengan baik, efektif dan efisien apabila
target dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Menurut Chester I. Barnard
(Kusnadi, 2003), kerja sama merupakan suatu sistem yang rumit baik dari aspek
fisik, biologis, psikologis, maupun sosial dari dua orang atau lebih yang mengarah
kepada suatu target atau tujuan tertentu. Suatu organisasi dalam bentuk apapun tidak
akan mencapai tujuan yang diharapkan jika tidak dapat mengembangkan sistem kerja
sama yang baik. Kerja sama merupakan kebutuhan mutlak setiap organisasi.
Terdapat korelasi positif antara kualitas kerja sama dengan hasil yang dicapai.
Pembinaan
Pembinaan adalah suatu kegiatan bimbingan dan pengawasan oleh Kepala
Puskesmas terhadap pelaksana di tingkat administrasi yang lebih rendah, dalam
rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan (Depkes RI, 1999). Selanjutnya dijelaskan bahwa tujuan pembinaan
adalah meningkatkan kualitas pengelolaan program perbaikan gizi dan kesehatan
dalam rangka menunjang pencapaian tujuan, sasaran dan target program perbaikan
gizi dan kesehatan yang telah ditetapkan.
Apabila pembinaan yang dilakukan terencana dan terarah, diharapkan semua
kemajuan pelaksanaan program dapat dimonitor. Demikian juga halnya dengan
kendala yang dihadapi petugas di lapangan dapat dideteksi sehingga dapat dicarikan
cara-cara untuk mengatasinya.
Insentif
Insentif adalah perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja
kepada para petugas agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi organisasinya. Insentif ada dua macam yaitu insentif positif dan
insentif negatif. Insentif positif adalah pimpinan memotivasi bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan insentif positif ini
semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang
menerima yang baik-baik saja. Sedangkan insentif negatif adalah pimpinan
24
memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang
pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan insentif negatif ini semangat
kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat (Hasibuan, 2003).
Insentif dalam penelitian ini berupa penghargaan yang diberikan pimpinan kepada
bawahannya/bidan desa. Insentif yang biasa diberikan berupa uang atau paket
lebaran yang diberikan setiap triwulan atau menjelang lebaran/idul fitri.
Keberhasilan Program
Keberhasilan program adalah jumlah sasaran yang berhasil diliput atau
dijangkau oleh program perbaikan gizi yang dilaksanakan dihubungkan dengan target
yang telah ditetapkan. Target adalah jumlah sasaran yang direncanakan dalam
program perbaikan gizi yang ditentukan oleh pengelolah program perbaikan gizi
propinsi/ kabupaten kota (Depkes RI, 1999). Keberhasilan program gizi dan
kesehatan yang dilakukan oleh bidan desa dapat diketahui dengan melihat pencapaian
target tugas pokok dan tugas tambahan yang diberikan kepada bidan desa.
Pengukuran dilakukan berdasarkan kegiatan program gizi dan kesehatan yang
dilaksanakan di desa.
Keberhasilan Program Gizi
Keberhasilan program gizi dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan bidan di
desanya kemudian di bandingkan dengan target yang telah ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan. Kegiatan-kegiatan yang dinilai ada yang bersifat rutin ada juga yang
tidak, misalnya kegiatan penimbangan ini bersifat rutin setiap satu bulan skali
sedangkan yang tidak rutin pelatihan kader dimana kegiatan tersubut tergantung dari
kegiatan Puskesmas.
Adapun kegiatan yang menjadi tugas bidan desa yang dapat dilihat
keberhasilannya meliputi : perencanaan, kegiatan penimbangan, merencanakan
kegiatan distribusi obat gizi, ikut dalam kegiatan pelatihan kader gizi, penyuluhan
gizi, ikut dalam kegiatan UPGK, ikut dalam kegiatan UPGI, ikut dalam kegiatan
SKPG desa, melaksanakan koordinasi kegiatan UPGK, mendukung kegiatan lintas
sektor, melaksanakan bimbingan kepada kelompok penimbangan, melaksnakan
25
bimbingan kepada kelompok dasa wisma, melaporkan kegiatan program gizi setiap
bulan, dan melaksanakan pemantauan dan penilaian kegiatan penimbangan. Apakah
bidan desa telah melaksanakan kegitan tersebut serta ikut merencanakan kegitan
bersama instansi/dinas terkait guna mencapai keberhasilan progran yang maksimal.
Keberhasilan Program Kesehatan
Untuk keberhasilan program kesehatan, bidan desa melakukan kegiatan
pelayanan kesehatan yang dapat di ukur keberhasilannya meliputi : melaksanakan
pemeriksaan berkala pada ibu hamil, melakukan pertolongan persalinan, melakukan
deteksi dini pada ibu hamil resiko dini, melakukan perawatan nifas, melakukan
pembinaan terhadap dukun bayi, melakukan otopsi verbal, melakukan rujukan ibu
hamil resti, dan melakukan pendampingan persalinan non nakes. Sebagai indikator
keberhasilan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota telah membuat batasan
keberhasilan/cakupan dengan menetapkan target sesuai yang sesuai dengan keadan
wilayah, jumlah penduduk, dan kelompok sasaran (Purwanto, 2002).
26
KERANGKA PEMIKIRAN
Keberhasilan program perbaikan gizi dan kesehatan yang di lakukan bidan
desa dapat dilihat dari kinerja bidan desa tersebut. Kinerja bidan desa yang baik
diharapkan keberhasilan program kesehatan dan gizi akan baik pula. Untuk menilai
kinerja bidan dapat dilihat dari berbagai aspek penilaian, aspek penilaian kinerja
program gizi meliputi merencanakan kegiatan penimbangan selama satu tahun ,
merencanakan kegiatan distribusi obat gizi, ikut dalam kegiatan pelatihan kader
gizi/posyandu, penyuluhan gizi di masyarakat untuk penimbangan, penyuluhan gizi di
masyarakat tentang program gizi, ikut dalam kegiatan UPGK untuk penimbangan,
ikut dalam kegiatan UPGI, ikut dalam kegiatan SKPG di desa, melaksanakan
koordinasi kegiatan UPGK/Posyandu, mendukung kegiatan lintas program dalam
pelaksanaan program gizi, mendukung kegiatan lintas sektor dalam pelaksanaan
program gizi, melaksanakan bimbingan kepada kelompok penimbangan/Posyandu,
melaksanakan bimbingan kepada kelompok dasa wisma, melaporkan kegiatan
program gizi setiap bulan ke Puskesmas, melaksanakan pemantauan dan penilaian
kegiatan penimbangan, sedangkan pada aspek program kesehatan penilaian kinerja
meliputi melaksanakan pemeriksaan berkala pada ibu hamil, melakukan pertolongan
persalinan, melakukan deteksi dini pada ibu hamil resiko tinggi, melakukan
perawatan nifas, melakukan pembinaan terhadap dukun bayi, melakukan otopsi
verbal maternal-perinatal, melakukan rujukan ibu hamil resiko tinggi, mendampingi
persalinan non nakes.
Kinerja bidan desa ini sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pelatihan, asal
daerah, status perkawinan dan motivasi, sedangkan faktor eksternal meliputi; arana
kesehatan, sarana gizi, insentif, pembinaan dan mitra kerja. Dengan didukung faktor
internal dan faktor ekternal yang baik dan memadai diharapkan dapat menunjang
kinerja bidan desa yang baik, sehingga nantinya diharapkan kinerja yang baik dan
terarah dapat mempercapat tercapainya keberhasilan program gizi dan kesehatan.
Sebagai ilustrasi dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini secara
skematis pada Gambar 1.
27
KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
Gambar 1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan Desa Terhadap Keberhasilan Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan
Faktor Internal - Umur - Masa Kerja - Pendidikan - Pelatihan - Asal Daerah - Status Perkawinan - Motivasi
KINERJA BIDAN DESA
- Program Perbaikan Gizi
- Program Kesehatan
Faktor Eksternal - Sarana dan Prasana - Insentif - Pembinaan - Mitra Kerja
Program Kesehatan
Program Gizi
28
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional
study, Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja yaitu di Kabupaten Lampung
Barat, adapun yang menjadi pertimbangan dipilihnya Kabupaten Lampung Barat
yaitu; belum adanya penelitian terhadap bidan desa dan masih minimnya jumlah
tenaga gizi dibandingkan bidan desa selain itu juga peneliti berasal dari Kabupaten
Lampung Barat. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan
Mei 2005.
Populasi dan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah Bidan Desa yang ditugaskan dan tinggal
di desa yang ada di wilayah Kabupaten Lampung Barat pada 2004 yang berjumlah 92
orang, jumlah ditentukan dengan menggunakan estimasi yang biasa digunakan dalam
penelitian kesehatan (Ariawan, 1998), yaitu:
Keterangan : N = Jumlah populasi n = Jumlah sampel
Z )2/1( α− = Nilai Z pada tingkat kepercayaan 95 % (1,96) d = Presisi (0,1) P = Proporsi (0,5)
Dengan demikian dapat dihitung jumlah Contoh minimal, yaitu :
n = )5,01(5,0.)96,1()192()1,0(
92)5,01(05)96,1(22
2
−+−−
n = 8704,13568,88
= 47,23 ≈ 48
Dari rumus di atas didapatkan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 48 orang
bidan desa. Teknik pengambilan contoh dilakukan secara acak sederhana (simple
random sampling) dimana setiap unit penelitian atau contoh dari populasi
n = )1()1(
)1(2
)2/1(2
2)2/1(
PPZNd
NPPZ
−+−−
−
−
α
α
29
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai contoh (Singarimbun,
1995).
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi data faktor internal (masa kerja, pendidikan, asal
daerah, status perkawinan, dan motivasi), data faktor eksternal (sarana dan prasarana,
insentif, Pembinaan, pelatihan, dan mitra kerja) dan data kinerja Bidan Desa
(merencanakan kegiatan penimbangan, merencanakan kegiatan distribusi obat gizi,
ikut dalam kegiatan pelatihan kader gizi, penyuluhan gizi, ikut dalam kegiatan
UPGK, ikut dalam kegiatan UPGI, ikut dalam kegiatan SKPG desa, melaksanakan
koordinasi kegiatan UPGK, mendukung kegiatan lintas sektor, melaksanakan
bimbingan kepada kelompok penimbangan, melaksanakan bimbingan kepada
kelompok dasa wisma, melaporkan kegiatan program gizi setiap bulan, melaksanakan
pemantauan dan penilaian kegiatan penimbangan, melaksanakan pemeriksaan berkala
pada ibu hamil, melakukan pertolongan persalinan, melakukan deteksi dini pada ibu
hamil resiko dini, melakukan perawatan nifas, melakukan pembinaan terhadap dukun
bayi, melakukan otopsi verbal, melakukan rujukan ibu hamil resti, dan melakukan
pendampingan persalinan non nakes). Sedangkan data sekunder meliputi data
karakteristik wilayah dan data cakupan keberhasilan program gizi dan kesehatan.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dan dianalisis secara deskriptif
dan statistik inferensial. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer
program SPSS. Data faktor internal (umur, pendidikan, pelatihan, masa kerja,
pelatihan, motivasi, asal daerah, status perkawinan) dan faktor eksternal (sarana
kesehatan, sarana gizi, insentif, pembinaan, mitra kerja) dianalisis dengan
menggunakan tabulasi langsung atau distribusi frekuensi. Untuk mengetahui
hubungan antara faktor internal dengan kinerja bidan desa dan hubungan faktor
eksternal dengan kinerja serta hubungan kinerja bidan desa dengan keberhasilan
progran perbaikan gizi dan kesehatan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan uji
30
korelasi Rangk-Spearman. Pengkategorian faktor internal dan eksternal dapat dilihat
pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kategori Variabel Faktor Internal dan Faktor Eksternal
No Variabel Pertanyaan Kategori Kriteria 1. Umur Jumlah 1 <30 tahun
>30 tahun
2. Masa Kerja Jumlah 1 < 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun
3. Pendidikan Jumlah 1 PPB A, PPB B, PPB C dan AKBID
4. Pelatihan Jumlah 1 Pernah Tidak Pernah
≥ 1 0
5. Pengetahuan Jumlah 15 Skor 0 - 15
Baik Sedang Kurang
> 80 % 50 – 80 % <50 %
6. Motivasi Jumlah 5 Skor 0 - 25
Baik Sedang Kurang
>80 % 50 – 80 % < 50 %
7. Sarana Jumlah 40 Skor 0 - 40
Baik Sedang Kurang
>80 % 50 – 80 % < 50 %
8. Beban Kerja Jumlah 1 Tunggal Ganda
Sebagai Bidan Desa Bidan + Program lain
9. Mitra Kerja Jumlah 11 Skor 0 – 11
Baik Sedang Kurang
> 80 % 50 – 80 % < 50 %
10. Pembinaan Jumlah 5 Skor 0 - 5
Baik Sedang Kurang
> 80 % 50 – 80 % < 50 %
11. Insentif Jumlah 5 Skor 0 - 5
Memadai Tidak Memadai
Skor > rata-rata contoh Skor ≤ rata-rata contoh
12. Keberhasilan progran gizi
Jumlah 13 Skor 0 - 13
Baik Sedang Kurang
> 80 % 50 – 80 % < 50 %
13. Keberhasilan progran kesehatan
Jumlah 9 Skor 0 - 9
Baik Sedang Kurang
> 80 % 50 – 80 % < 50 %
14. Kinerja Bidan Desa
Jumlah 23 Skor 0 - 23
Baik Sedang Kurang
> 80 % 50 – 80 % < 50 %
31
Definisi Operasional
Bidan Desa adalah Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang ditempatkan dan
bertugas di desa mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa dan dalam
melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam maupun diluar jam
kerjanya bidan harus tetap bertanggung jawab kepada kepala puskesmas.
Cakupan Hasil Program adalah sasaran yang berhasil diliput/ dicapai oleh program
perbaikan gizi yang dilakukan oleh bidan desa di wilayah kerjanya
dibandingkan dengan target.
Insentif adalah pemberian imbalan baik berupa uang atau bentuk lain yang diterima
oleh bidan desa selain gaji bulanan yang diberikan oleh atasan/kepala
Puskesmas yang berkaitan dengan tugas pokok.
Kinerja Bidan Desa adalah kemampuan bidan desa melaksanakan tugas dalam
kegiatan program gizi dan kesehatan.
Keberhasilan Program Gizi adalah tingkat pencapaian target program perbaikan
gizi selama tahun 2004 dalam persentase (Vitamin A, tablet besi, kapsul
yodium, pengukuran LILA, dan kegiatan penimbangan K/S, D/S, N/S, N/D)
Keberhasilan Program kesehatan adalah tingkat pencapaian program kesehatan
dasar selama tahun 2004 (pemeriksaan berkala pada ibu hamil yaitu
cakupan K1 dan K4 pada ibu hamil, melakukan pertolongan persalinan
termasuk pengenalan dini kehamilan dan resiko tinggi serta rujukan
meliputi:a. Cakupan persalian nakes, b. Cakupan deteksi dini bumil resti, c.
Cakupan rujukan bumil resti, melakukan perawatan nifas meliputi:a.
Cakupan perawatan nifas, b. Cakupan Vit.A
Motivasi adalah suatu dorongan baik internal maupun eksternal bidan desa yang
mendorong bidan desa memilih profesi bidan.
Masa Kerja adalah lama waktu kerja yang dihitung dalam satuan tahunsejak saat
mulai bekerja/ SK pengangkatan.
Mitra Kerja adalah orang, organisasi, instansi yang bekerja sama dengan bidan desa
dalam pelaksanaan program perbaikan gizi dan kesehatan.
32
Pembinaan adalah kunjungan yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas/ Dinas
Kesehatan Kabupaten/ petugas gizi tingkat Kabupaten/ Kota dalam rangka
pembinaan secara teknis.
Status Perkawinan adalah status contoh apakah sudah menikah atau belum menikah.
Sarana/Prasarana adalah semua sarana/fasilitas fisik yang harus digunakan untuk
pelaksanaan program gizi dan kesehatan
Pendidikan adalah ijazah terakhir yang dimiliki oleh bidan desa yang diakui oleh
pemerintah sebagai syarat pendidikan bidan.
Pelatihan adalah jenis pendidikan non formal untuk bidan desa yang diselenggarakan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota maupun tingkat Propinsi.
Target adalah jumlah sasaran yang direncanakan dan terjangkau dalam program
perbaikan gizi dan kesehatan.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Lampung Barat memiliki luas 4.950,4 km2 atau 14,0% dari luas
wilayah Provinsi Lampung. Sebelah barat kabupaten ini berbatasan dengan
Samudera India, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu
(Sumatera Selatan) dan Kabupaten Bengkulu Selatan (Peta Kabupaten Lampung
Barat disajikan pada lampiran 3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Tanggamus dan Selat sunda, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung
Utara dan Lampung Tengah. Secara administrasi, Kabupaten Lampung barat
dibentuk berdasarkan UU No. 6 Tahun 1991, tanggal 16 Juli 1991 dan diundangkan
tanggal 16 Agustus 1991 yang merupakan pemekaran wilayah Kabupaten Lampung
Utara.
Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat tahun 2001 sebanyak 371.787
jiwa, meningkat pada tahun 2002 menjadi 377.018 jiwa dan pada tahun 2003 menjadi
383.737 jiwa. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2003, jumlah penduduk berusia 10
tahun ke atas yang pernah mendapatkan pendidikan sebanyak 79,5%. Rinciannya
adalah 30,1% tidak punya ijazah, 44,8% SD/MI sederajat, 16,2%
SLTP/MTs/Kejuruan, 7,3% SMU/MA sederajat, 1,2% SA Kejuruan, 0,1% Diploma
I/II , 0,2% Diploma III/sarjana muda, 0,1% diploma IV/S1 dan 0,1% S2/S3.
Gambaran sarana kesehatan tahun 2003, puskesmas induk berjumlah 17 buah
dengan 58 puskesmas pembantu. Puskesmas Krui Kecamatan Pesisir Tengah
merupakan puskesmas dengan jumlah desa binaan terbanyak mencapai 20 desa.
Puskesmas Bungin Kecamatan Sumber Jaya memiliki jumlah desa terkecil yaitu 5
desa. Persentase KK miskin tahun 2001 adalah 16,9% (24.866 KK), tahun 2003
jumlah keluarga miskin mencapai 29.191 KK (29,7%).
Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Lampung Barat sebanyak 367 orang,
dengan jumlah terbanyak yaitu 37.6% tenaga perawat, 32.9% tenaga Bidan, 3.9%
dokter umum, sementara persentasi tenaga terkecil 0.5% yaitu pasca sarjana dan
dokter spesialis, rincian tenaga kesehatan dapat dilihat pada (Tabel 2).
34
Tabel 2. Sebaran Tenega Kesehatan menurut Jenis Ketenagaan di Kabupaten Lampung Barat
Jumlah No Tenaga Kesehatan
Orang %
1 Pasca sarjana (S2) no medis 2 0.5
2 Dokter spesialis 2 0.5
3 Dokter umum 29 7.9
4 Dokter gigi 6 1.6
5 Sarjana Kesehatan Masyarakat (S1) 14 3.8
6 Apoteker 10 2.7
7 Perawat 138 37.6
8 Bidan 121 32.9
9 Gizi 23 6.6
10 Sanitasi 22 6.0
Jumlah 367 100
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003
Lebih dari separuh penduduk Kabupaten Lampung Barat tergolong pada usia
kerja (76,7%). Namun demikian, dari total penduduk usia produktif hanya 44,7%
yang masuk dalam kelompok angkatan kerja yang terdiri dari 4,8% bekerja, sisanya
sedang mencari kerja. Berdasarkan lapangan usaha, sektor pertanian adalah sektor
yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Selanjutnya diikuti oleh sektor
konstruksi, lembaga keuangan, dan perdagangan (Tabel 3).
Tabel 3. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat
No Lapangan Usaha % 1 2 3 4 5 6 7
Pertanian Konstruksi Bank, lembaga keuangan lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Industri pengolahan Listrik, gas dan air minum Pertambangan/penggalian
87,2 4,7 4,2 1,7 1,3 0,8 0,1
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003
35
Gambaran Umum Bidan Desa
Di Indonesia bidan yang bertugas dapat dibedakan menjadi dua yaitu Bidan
Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang biasanya ditugaskan di desa-desa dan Bidan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di Puskesmas atau Rumah Sakit. Di
Kabupaten Lampung Barat terdapat 121 orang tenaga bidan yang terdiri dari bidan
desa PTT sebanyak 92 orang dan 29 orang bidan PNS. Sembilan puluh dua bidan
desa ini ditempatkan di desa-desa diwiliyah kerja secara merata dari 170 desa yang
ada di Kabupaten Lampung Barat. Penempatan bidan desa di Kabupaten Lampung
Barat telah dimulai sejak tahun 1994 yang dimulai dari bidan PTT angkatan I, II, III
dan terakhir angkatan IV dari berbagai Program Pendidikan Bidan (PPB) baik dari
Propinsi Lampung maupun diluar Propinsi Lampung. Bidan desa PTT adalah bidan
desa yang dikontrak oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan selama 3 (tiga)
tahun dan setiap habis kontrak dapat diperpanjang kembali untuk 3 (tiga) tahun
kemudian, selama masa kontrak mereka mendapatkan gaji dan beberapa fasilitas yang
diberikan. Bidan desa mendapatkan gaji sebesar Rp 450.000/bulan dan tunjangan
daerah terpencil sebesar Rp.200.000/bulan, dan bidan desa juga mendapat insentif
terhadap pelayanan jasa yang mereka berikan misalnya memberikan pertolongan
persalinan berkisar antara Rp 150.000,- sampai dengan Rp 200.000,- , sedangkan
untuk fasilitas Pemerintah daerah menyediakan Polindes (Pondok Bersalin Desa),
kendaraan/sepeda dan alat kesehatan berupa Bidan Kit.
Tidak semua bidan desa mendapatkan fasilitas dari pemerintah/Departemen
Kesehatan berupa Polindes, kendaraan sepeda dan Bidan Kit. Bidan desa yang
mendapat inventaris polindes dan kendaraan sepeda diutamakan mereka yang
bertugas di desa terpencil atau juah dari pelayanan Puskesmas atau Rumah Sakit,
sedangkan bidan kid semua bidan desa memperolehnya. Bidan desa yang tidak
mendapat polindes biasanya mereka tinggal di rumah penduduk dengan cara kontrak
atau tinggal bersama penduduk dalam satu rumah (kost).
36
Karakteristik Contoh Faktor Internal
Umur. Kisaran umur contoh antara 23 sampai dengan 32 tahun dengan
modus 28 tahun. Berdasarkan kategori umur, sebagian besar 79,6% berada pada
kategori umur <30 tahun atau dewasa muda. Usia yang masih muda diharapkan
membuat contoh memiliki kinerja yang bagus dan memiliki semangat untuk bekerja
serta berprestasi. Bila ditinjau dari segi umur, berarti contoh belum lama
menyelesaikan pendidikan kebidanannya sehingga diharapkan bidan dapat
melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab yang pernah dipelajari di bangku
pendidikan. Kategori umur contoh dibagi menjadi dua yaitu kategori <30 tahun dan
•30 tahun. Lebih jelasnya dapat dil ihat pada T abel 4.
Tabel 4. Sebaran Contoh berdasarkan Kategori Umur
No Umur (Tahun) n % 1 <30 39 79,6 2 •30 9 18,4
Total 48 100,0 Rata-rata Modus
Minimal Maksimal
28,2 28 23 32
Masa kerja. Masa kerja menggambarkan pengalaman seseorang dalam
menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya petugas dengan pengalaman kerja yang
banyak tidak memerlukan banyak bimbingan dibandingkan dengan petugas yang
pengalaman kerjanya sedikit.
Masa kerja contoh berkisar dari 3 tahun sampai dengan 11 tahun dengan
modus 9 tahun. Pada Tabel 5 terlihat bahwa umumnya (87,5%) contoh mempunyai
masa kerja pada kategori >5 tahun. Dengan demikian, karena sebagian besar contoh
mempunyai masa kerja yang >5 tahun diharapkan contoh memiliki pengalaman yang
memadai sehingga pelaksanaan program kesehatan dan gizi berlangsung optimal.
Hal ini sejalan dengan Ranupendoyo dan Saud (1990), yang menyatakan semakin
37
lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, maka ia akan semakin berpengalaman
sehingga memiliki kecakapan kerja yang semakin baik. Berdasarkan kategori masa
kerja, sebaran contoh disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sebaran Contoh berdasarkan Masa Kerja
No Masa Kerja (Tahun) n % 1 <5 2 4,2 2 5 – 10 42 87,5 3 >10 4 8,3
Total 48 100,0 Rata-rata Modus
Minimal Maksimal
8,4 9,0 3,0 11,0
Pendidikan. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kinerja seseorang.
Melalui pendidikan yang profesional diharapkan dapat terbentuknya tenaga kerja
yang siap latih. Contoh merupakan bidan yang berasal dari berbagai institusi
pendidikan kebidanan baik pendidikan bidan yang ada di Provinsi Lampung maupun
dari luar provinsi. Pada tabel (Tabel 6) terlihat bahwa lebih dari setengah contoh
(59,2%) menempuh pendidikan bidan pada Program Pendidikan Bidan A (PPB A).
PPB A merupakan penyelenggaraan pendidikan bidan setelah responden
menyelesaikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) kemudian melanjutkan dengan
program bidan selama 1 tahun. Dengan keadaan ini diharapkan contoh memiliki
cukup pengetahuan tentang program kesehatan dan gizi karena contoh memiliki
pendidikan setingkat Diploma 1. PPB C adalah bidan yang menempuh pendidikan
selama 3 tahun setelah tamat SMP atau setara SMA.
Tabel 6. Sebaran Contoh berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan N % 1 PPB A 29 59,2 2 PPB C 19 38,8
Total 48 100,0
38
Pelatihan. Pelatihan adalah pendidikan non formal yang pernah diikuti
bidan selama melaksanakan tugas. Dengan mengikuti pelatihan diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan bidan desa dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan pelatihan yang pernah diterima maka seluruh contoh menyatakan bahwa
mereka semuanya (100,0%) pernah mengikuti pelatihan. Pelatihan yang pernah
mereka ikuti antara lain pelatihan mengenai bimbingan konseling dan teknis
fungsional bidan desa. Tujuan dilakukannya pelatihan adalah untuk mengurangi
jarak antara kecakapan dan kemampuan bidan dengan tugas dalam jabatannya serta
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam mencapai sasaran yang
telah ditetapkan (Handoko, 1989). Oleh karena semua contoh pernah mengikuti
pelatihan maka diharapkan kemampuan mereka dalam mencapai target pekerjaan
yang telah ditetapkan semakin baik.
Asal daerah. Contoh dibagi dua yaitu contoh yang asli berasal dari Lampung
Barat dan contoh yang merupakan pendatang baik dari dalam Provinsi Lampung
maupun di luar propinsi (Tabel 7). Lebih dari setengah (60,4%) contoh merupakan
pendatang baik pendatang yang masih berasal dari Provinsi Lampung (39,6%)
maupun dari luar Provinsi Lampung (20,8%). Akan tetapi, hal tersebut seharusnya
bukanlah merupakan suatu halangan. Walaupun merupakan pendatang, contoh telah
memiliki dasar sebagai seorang bidan sehingga perbedaan daerah tempat bertugas
seharusnya tidak menjadi suatu rintangan. Hal ini terbukti dengan penerimaan contoh
terhadap penempatan mereka di Lampung Barat.
Tabel 7. Sebaran Contoh berdasarkan Asal Daerah
No Asal Daerah n % 1 Asli (Kab.Lampung Barat) 19 39,6 2 Pendatang
- Dalam Provinsi Lampung - Luar Provinsi Lampung
19 10
39,6 20,8
Total 48 100,0
39
Status Perkawinan. Seluruh contoh (100%) berstatus kawin. Walaupun
berstatus kawin, contoh tetap dituntut untuk melaksanakan tugas dengan baik dan
lebih mementingkan kepentingan umum daripada kepentingannya sendiri.
Motivasi. Pertanyaan yang diajukan merupakan pertanyaan motivasi
menjadi bidan desa bukan motivasi setelah menjadi bidan, kepada contoh diberikan
dua jenis pertanyaan meliputi satu pertanyaan terbuka dan lima pertanyaan dengan
jawaban skala. Pertanyaan terbuka berupa apa yang menjadi metivasi menjadi bidan,
pertanyaan tersebut, contoh yang menjawab ingin cepat kerja sebesar 45,8%, sesuai
cita-cita (16,6%), anjuran orang tua (14,6), ingin membantu pemerintah (14,6) dan
yang menjawab ingin membantu orang tua sebesar 8,4%.(Tabel 8).
Tabel 8. Sebaran Contoh berdasarkan Motivasi Menjadi Bidan Desa
No Jawaban n %
1 Ingin cepat kerja 22 45,8
2 Sesuai cita-cita 8 16,6
3 Anjuran orang tua 7 14,6
4 Ingin membantu pemerintah menurunkan AKI dan AKB 7 14,6
5 Tidak mau merepotkan/Membantu orang tua 4 8,4
Jumlah 48 100
Dari hasil penelitian ini juga diperoleh gambaran bahwa contoh merasa setuju
dalam melaksanakan tugas gizi dan kesehatan sebesar 27% dan contoh yang
menjawab sangat setuju dalam melaksanakan tugas sebesar 73%. Jika dilihat
besarnya persentase bidan desa yang menjawab sangat setuju (73%) dalam
melaksanakan tugas hal ini dimungkinkan karena mereka bekerja sesuai dengan
keinginan yaitu ingin cepat kerja (45,8%) (tabel 8) sedangkan 83,3% contoh setuju
menjadi penanggung jawab program gizi dan 16,7% contoh tidak setuju. Lebih dari
setengah contoh 62,5% menyatakan suka bekerja dalam tim dan hanya 37,5% contoh
yang tidak suka bekerja dalam tim. Masih kecilnya persentase bidan desa yang
40
menjawab suka bekerja dalam tim (62,5%) dikarenakan mereka kurang memahami
pentingnya kerjasama dalam bekerja dan juga mereka kurang memahami buku
panduan bidan yang telah mereka dapat sehingga dalam melaksanakan tugas mereka
lebih suka sendiri-sendiri. Untuk pelaksanaan tugas semua contoh menyatakan
segera (100%) dan Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban terhadap Motivasi
Jawaban No Pertanyaan
1 % 2 % 3 % 4 % 5 %
1 Apakah Saudara bersemangat dalam melaksanakan tugas program gizi dan kesehatan?
0 0 0 0 13 27 35 73 0 0
2 Apakah Saudara setuju bila program perbaikan gizi menjadi tanggung jawab Saudara?
0 0 8 16,7 40 83,3 0 0 0 0
3 Apakah bila ada tugas, Saudara segera melaksanakannya?
0 0 0 0 48 100 0 0 0 0
4 Apakah Saudara selalu melaksanakan program gizi?
0 0 0 0 39 81,2 9 18,8 0 0
5 Apakah Saudara suka bekerja dalam tim?
0 0 18 37,5 30 62,5 0 0 0 0
Berdasarkan kategori motivasi, sebagian besar contoh 66,7% mempunyai
motivasi dengan kategori baik, 33,3% contoh mempunyai kategori kurang dan tidak
satupun contoh dengan kategori sedang. Hal ini cukup beralasan karena jika dilihat
motivasi contoh menjadi bidan adalah ingin cepat kerja, sehingga dengan motivasi
yang baik ini diharapkan dapat menunjang kinerja yang lebih baik pula. (Tabel 10).
Tabel 10. Sebaran Contoh berdasarkan Motivasi
No Motivasi n % 1 Baik 32 66,7 2 Sedang 0 0 3 Kurang 16 33,3
Total 48 100,0
41
Faktor Eksternal
Sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan salah satu alat
penunjang bagi seseorang dalam menjalankan tugasnya. Tanpa sarana dan prasarana
yang baik maka bidan tidak bisa bekerja secara maksimal. Kelengkapan sarana dan
prasarana diharapkan dapat meningkatkan kinerja bidan desa, sehingga hasil cakupan
program-program kesehatan dapat menjadi lebih baik.
Dari hasil penelitian sarana kesehatan diperoleh gambaran bahwa bidan desa
yang memiliki Polindes hanaya 10,4% hal ini dikarenakan tidak semua bidan
mendapat fasilitas Polindes dari pemerintah daerah hanya daerah terpencil dan jauh
dari fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Bidan desa dengan
ruang periksa (20,8%) ini diduga karena kebanyakan bidan desa tinggal dirumah
penduduk atau kontrak jadi ruang periksa hanya disekat saja dengan mengunakan
kain atau papan triplek. Untuk kendaraan dinas, contoh yang memiliki sebanyak
14,6%. Hal ini hampir sama dengan Polindes karena tidak semua bidan mendapat
kendaraan dinas berupa sepeda. Tetapi ketidaklengkapan sarana kesehatan ini bukan
merupankan kendala untuk melaksanakan tugas, karena jika dilihat persyaratan
sarana kesehatan dasar yang harus dimiliki bidan telah memenuhi syarat.
Untuk sarana gizi, contoh yang tidak memiliki kapsul yodium sebesar 10,4%.
Hal ini disebabkan karena tidak semua daerah tempat bidan bertugas melaksanakan
program yodium atau kegiatan distribusi kapsul yodium sering dilakukan oleh TPG
Puskesmas. Sedangkan untuk pengukur tinggi badan sebesar 75,0%, hal ini diduga
bidan beranggapan pengukuran tinggi badan tidak dilakukan setiap hari. Apabila
diperlukan mereka dapat meminjam di Puskesmas atau pada TPG Puskesmas
(Tabel 11).
42
Tabel 11. Gambaran Kelengkapan Sarana Kesehatan dan Gizi pada Bidan Desa
Ya Tidak No Kelengkapan Sarana n % n %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Sarana Kesehatan Polindes Ruang periksa Kendaraan dinas Tensimeter Stetoskop biasa Stetoskop bidan Timbangan bayi Timbangan dewasa Bak sarung tangan Sarung tangan steril Bak kapas lisol kecil Tensimeter air raksa Bak kapas lisol besar Waskom Piala ginjal Termometer badan Spekulum vagina Tensimeter stril Reagen obat cair Spoit 5ml Jarum suntik Obat suntik Obat suntik darurat
5 10 7 48 48 45 35 30 48 48 25 20 23 48 48 48 48 35 24 48 48 48 48
10,4 20,8 14,6
100,0 100,0 93,8 72,9 62,5
100,0 100,0 52,1 41,6 47,9
100,0 100,0 100,0 100,0 72,9 50,0
100,0 100,0 100,0 100,0
43 38 41 0 0 3 13 18 0 0 23 28 25 0 0 0 0 13 24 0 0 0 0
89,6 79,2 85,4
0 0
6,2 27,1 37,5
0 0
48,8 58,4 52,1
0 0 0 0
27,1 50,0
0 0 0 0
24 25 26 27 28 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Buku catatan kasus Kartu pasien Buku laporan Bidan kit IUD kit Sarana Gizi KMS Balita KMS Bumil Vitamin A bayi Vitamin A balita Tablet tambah darah Kapsul iodium Balok SKDN Meja/kursi Pengukur tinggi badan Pengukur lila
48 48 48 48 45
48 48 48 48 48 5 48 48 36 48
100,0 100,0 100,0 100,0 93,8
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 10,4
100,0 100,0 75,0
100,0
0 0 0 0 3
0 0 0 0 0 43 0 0 12 0
0 0 0 0
6,2
0 0 0 0 0
89,6 0
27,1 25,0
0
43
Dari beberapa aspek sarana dan prasarana kesehatan diperoleh skor berkisar
13 sampai 28 dengan rata-rata 20,3 dan standar deviasi 3,4. Untuk sarana gizi
diperoleh skor berkisar 8 sampai 10 dengan rata-rata 10,7 dan standar deviasi 1,2.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelengkapan sarana yang berkaitan
dengan program kesehatan pada kategori sedang (61,0%), kategori baik (36,6%) dan
kategori kurang (2,4%) (Tabel 12). Sarana kesehatan yang umumnya dimiliki para
bidan adalah tensimeter, stetoskop, timbangan bayi, timbangan dewasa, waskom,
piala ginjal, sarung tangan steril, termometer badan, jarum suntik, kartu pasien dan
buku laporan.
Dalam hal kelengkapan sarana gizi, diperoleh bahwa bidan yang memiliki
sarana gizi baik sebesar 95,8%, sarana giz sedang hanya 4,2% dan tidak ada bidan
desa yang memiliki kategori kurang (Tabel 12). Dengan adanya sarana gizi yang
memadai ini diharapkan bidan desa dapat bekerja dengan baik dalam membantu
keberhasilan program gizi di daerahnya terutama di Puskesmas tempat dia bekerja,
sedangkan sarana gizi yang umum dimiliki adalah Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita,
KMS ibu hamil, vitamin A bayi, vitamin A balita, tablet tambah darah, balok SKDN,
dan pengukur Lingkar Lengan Atas (LILA).
Tabel 12. Sebaran Contoh berdasarkan Kelengkapan Sarana Kesehatan dan Gizi
No Sarana kesehatan n % 1 Lengkap 15 36,6 2 Sedang 25 61,0 3 Tidak Lengkap 1 2,4
Total 48 100,0 Sarana Gizi 1 Lengkap 46 95,8 2 Sedang 2 4,2 3 Tidak Lengkap 0 0
Total 48 100,0
Insentif. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 50% responden menyatakan
bahwa insentif yang diterima sudah memadai, sedangkan 50% responden menyatakan
bahwa insentif yang diberikan tidak memadai. Contoh yang menyatakan insentif
44
memadai karena mendapat tugas tambahan dari Puskesmas sehingga dengan tugas
tambahan tersebut contoh sering mendapat insentif misalnya pada saat Idul Fitri,
tugas piket pada Puskesmas Rawat Inap. Sedangkan contoh yang menyatakan
penerimaan insentif tidak memadai diduga disebabkan contoh tidak mendapat tugas
tambahan dari Puskesmas. Biasanya insentif rutin saja misalnya setiap Idul Fitri.
Hasil insentif bidan desa ini tidak termasuk penghasilan hasil praktek bidan misalnya
biaya menolong persalinan atau memberikan pelayanan pengobatan. Berdasarkan
pemberian insentif, distribusi contoh disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Contoh berdasarkan Insentif
No Insentif n %
1 Memadai 24 50,0
2 Tidak Memadai 24 50,0
Total 48 100,0
Pembinaan. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa masih
sedikitnya kepala puskesmas yang memberikan petunjuk dalam melaksanakan tugas
kepada bidan desa (58,3%) begitu juga dengan jadwal kunjungan/ Pembinaan
(41,7%) (Tabel 14). Hal ini cukup memprihatinkan sebab bidan desa yang bekerja
sebagai perpanjangan tangan dari puskesmas perlu mendapat perhatian/ pantauan
sehingga kinerja yang terbentuk diharapkan dapat lebih baik. Namun kenyataan yang
dihadapi adalah kepala puskesmas sendiri kurang perhatian terhadap program yang
dikerjakan bawahannya.
45
Tabel 14. Gambaran Pembinaan Kepala Puskesmas
Ya Tidak No Pertanyaan Pembinaan n % n %
1 2 3 4 5
Apakah kepala puskesmas melakukan kunjungan ke wilayah saudara secara berkala? Apa ada jadwal kunjungan? Apakah kepala puskesmas selalu mengecek hasil kerja Saudara? Apakah kepala puskesmas selalu memberi petunjuk dalam melaksanakan tugas yang dberikan? Apakah kepala puskesmas memberikan perhatian terhadap keberhasilan program gizi dan kesehatan di wilayah Saudara?
30
20 35
28
40
62,5
41,7 72,9
58,3
83,3
18
28 13
20 8
31,5
58,3 27,1
41,7
16,7
Beberapa aspek Pembinaan yang ditanyakan diperoleh skor berkisar 0 sampai
dengan 5 dengan rata-rata 3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembinaan
dengan kategori baik sebesar 60,4%, pembinaan dengan kategori sedang (10,4%) dan
kurang (29,2%) (Tabel 15)
Tabel 15. Sebaran Contoh berdasarkan Kategori Pembinaan
No Kategori n % 1 Baik 29 60,4 2 Sedang 5 10,4 3 Kurang 14 29,2
Total 48 100,0
Pembinaan yang dilakukan umumnya berupa kunjungan kepala puskesmas ke
wilayah kerja bidan desa. Tujuan dilakukannya pembinaan adalah untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan program dalam rangka menunjang pencapaian
tujuan, sasaran dan target program perbaikan yang telah ditetapkan. Pembinaan yang
dilakukan dengan terencana dan terarah diharapkan dapat mampu menunjang
pelaksanaan program dan mampu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi petugas
di lapangan. Melalui pembinaan, pelaksanaan program dapat dimonitor dan dapat
mencari cara-cara yang efektif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Penelitian ini memperoleh gambaran bahwa pembinaan kepala puskesmas
secara umum masih berada pada kategori sedang. Namun demikian, belum ada
46
jadwal secara sistematis dari kepala puskesmas untuk melaksanakan Pembinaan ke
wilayah kerja dan mengecek hasil kerja bidan desa, sehingga bila ada pekerjaan
bidan desa yang tidak sesuai dengan standar dapat segera diperbaiki. Sebagian besar
kepala puskesmas selalu memberikan petunjuk pada bidan desa sebelum bidan
tersebut melaksanakan tugas yang diberikan. Contoh yang menyatakan bahwa kepala
puskesmas selalu memeriksa hasil pekerjaan bidan desa sebesar (72,9%) (Tabel 14).
Mitra kerja. Mitra kerja adalah orang, organisasi, instansi yang bekerja
sama dengan bidan desa dalam pelaksanaan program. Mitra kerja bidan desa meliputi
lintas program dan lintas sektor yang secara bersama-sama membantu pelaksanaan
program perbaikan gizi dan kesehatan. Mitra kerja merupakan faktor penting yang
harus dibina sehingga bidan desa mampu melaksanakan tugas secara efektif dan
efisien. Adapun mitra kerja bidan desa antara lain: Kepala Desa, Ketua TP PKK,
LMD, BPD, Tokoh Masyarakat Pemuka Agama, Dasawisma dan Kader. Dukungan
mitra kerja terhadap contoh dijelaskan pada (Tabel 16).
Lebih dari setengah contoh (68,8%) menyatakan memiliki dukungan mitra
kerja pada kategori baik. Hal ini berarti bidan desa mampu menjalin kerjasama yang
baik dengan lintas program dan lintas sektor terkait. Dengan adanya jalinan
kerjasama yang baik maka diharapkan program kesehatan dan gizi dapat
dilaksanakan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.
Tabel 16. Sebaran Contoh berdasarkan Mitra Kerja
No Mitra Kerja N % 1 Baik 33 68,8 2 Sedang 13 27,1 3 Kurang 2 4,2
Total 48 100,0
Kinerja Bidan Desa
Beberapa aspek yang ditanyakan untuk mengukur kinerja diperoleh skor
berkisar 1 sampai 23 dengan rata-rata 21,0 dan modus 23. Dari hasil penelitian ini
diperoleh gambaran bahwa contoh yang merencanakan distribusi paket pertolongan
47
gizi hanya 58,3%. Hal ini diduga tidak semua bidan desa melaksanakan paket
pertolongan gizi secara lengkap. Misalnya pada kapsul yodium tidak semua wilayah
kerja bidan desa merupakan daerah endemik gondok. Contoh yang ikut dalam
kegiatan UPGI adalah sebesar 29,2%. Hal ini dimungkinkan karena tidak semua
wilayah kerja bidan desa memiliki institusi yang melaksanakan penyelenggaraan
makanan. Institusi yang ikut serta dalam UPGI biasanya bidan desa yang ada di
Kabupaten. Sedangkan sedikitnya bidan desa dalam melukukan bimbingan dasa
wisma yaitu sebesar 39,6% dikarenakan tidak semua desa memiliki kelompok dasa
wisma dan hanya beberapa bidan desa saja yang memiliki kelompok dasawisma di
wilayah kerjanya. Selanjutnya, contoh yang melaksanakan koordinasi kegiatan
UPGK dan mendukung kegiatan lintas program dan lintas sektor masing-masing
sebesar 79,2% (Tabel 17).
48
Tabel 17. Sebaran Contoh berdasarkan Aspek Kinerja
Ya Tidak No Aspek Kinerja Bidan Desa n % n %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Merencanakan kegiatan penimbangan Merencanakan distribusi paket pertolongan gizi* (Vit.A, Fe, Yodium, PMT) Ikut dalam pelatihan kader posyandu Melakukan penyuluhan gizi Melakukan penyuluhan tentang program gizi Ikut dalam kegiatan Upaya Perbaikan Gizi Keluarga ( UPGK) Ikut dalam kegiatan Upaya Perbaikan Gizi Institusi (UPGI)** Ikut dalam kegiatan Sistim Kewaspadaan Pangandan Gizi ( SKPG) Melaksanakan koordinasi kegiatan UPGK Mendukung kegiatan lintas program Mendukung kegiatan lintas sektor Melaksanakan bimbingan ke posyandu Melaksanakan bimbingan kepada dasawisma*** Melaporkan kegiatan gizi Melaksanakan pemantauan dan penilaian Melaksanakan kegiatan berkala ibu hamil Melakukan pertolongan persalinan Melakukan deteksi dini biu hamil resiko tinggi Melakukan perawatan nifas Melakukan pembinaan terhadap dukun bayi Melakukan otopsi verbal maternal-perinatal Melakukan rujukan ibu hamil resiko tinggi Mendampingi persalinan non nakes
43 28
48 48 38 48
14
33
38 38 38 43 19 48 48 48 43 43 48 48 48 48 43
89,6 58,3
100,0 100,0 79,2
100,0
29,2
68,8
79,2 79,2 79,2 89,6 39,6
100,0 100,0 100,0 89,6 89,6
100,0 100,0 100,0 100,0 89,6
5 20
0 0
10 0
30
15
10 10 10 5
27 0 0 0 5 5 0 0 0 0 5
10,3 41,7
0 0
20,8 0
70,8
31,2
20,8 20,8 20,8 10,4 60,4
0 0 0
10,4 10,4
0 0 0 0
10,4
Keterangan: * Bidan Desa yang memberikan paket pertolongan gizi lengkap ** Bidan Desa yang melaksanakan Kegiatan UPGI *** Bidan Desa yang melaksanakankegiatab dasawisma
Rendahnyak kinerja bidan desa terutama terjadi karena umumnya para bidan
tersebut tidak merencanakan kegiatan distribusi obat, tidak berpartisipasi dalam
kegiatan SKPG, tidak melakukan koordinasi terhadap kegiatan posyandu, tidak
terlibat dalam kegiatan lintas program dan lintas sektor. Dengan demikian terlihat
jelas bahwa kinerja bidan desa yang berada pada kategori kurang (95,9%) tersebut
dikarenakan faktor individu dan faktor organisasi. Contohnya responden tidak
49
memiliki kemampuan merencanakan kegiatan dengan baik, tidak menguasai wilayah
tempat bertugas karena sebagian besar responden adalah pendatang. Selain itu,
responden kurang teribat dalam kegiatan lintas sektor dan lintas program sehingga
responden kurang memiliki keterampilan sebagai tenaga kesehatan. Padahal, sebagai
tenaga kesehatan yang ditempatkan di desa mereka diharapkan mampu melakukan
berbagai hal walaupun tidak termasuk dalam tugas dan tanggung jawabnya.
Masyarakat hanya mengetahui bahwa bidan adalah tenaga kesehatan sehingga
masyarakat berpendapat sebagai seorang tenaga kesehatan maka bidan pasti bisa
melakukan segala hal yang berkaitan dengan keadaan kesehatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada contoh yang mempunyai
kinerja baik. Kinerja bidan desa berada pada kategori kurang (95,9%) dan sedang
4,1% (Tabel 18).
Tabel 18. Sebaran Contoh berdasarkan Kinerja
No Kategori Kinerja n % 1 Baik 0 0 2 Sedang 2 4,1 3 Kurang 46 95,9
Total 48 100,0
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada 2 orang responden yang
memiliki kinerja pada kategori sedang yaitu responden yang berasal dari Puskesmas
Pugung Tampak (2,1%) dan Puskesmas Krui (2,1%). Responden yang memiliki
kinerja kurang paling banyak ditemukan pada Puskesmas Krui (12,5%) (Tabel 19).
Hal ini cukup beralasan karena jika dilihat dari supervise, kepala puskesmas tidak
dilaksanakan secara rutin sehingga bidan desa tidak ada evaluasi kegiatan untuk
meningkatkan kinerja.
50
Tabel 19. Sebaran Contoh berdasarkan Kategori Kinerja dan Puskesmas
Kategori Kinerja Sedang Kurang
No Nama Puskesmas
n % n % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pugung Tampak Liwa Buay Nyerupa Sekincau Batu Brak Lemong Krui Karya Penggawa Biha Bungin Sumber Jaya Fajar Bulan Sri Mulyo Kenali Ngambur
1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
1 4 5 2 2 1 6 2 5 1 6 3 2 2 3
2,1 8,3
10,4 4,2 4,2 2,1
12,5 4,2
10,4 2,1
12,5 6,3 4,2 4,2 6,3
Total 2 4,2 46 95,8
Hasil Cakupan Program Kesehatan dan Gizi
Keberhasilan program kesehatan dan gizi yang dilakukan oleh bidan desa
diketahui dengan melihat pencapaian target tugas pokok dan tugas tambahan yang
diberikan kepada bidan desa. Pengukuran dilakukan berdasarkan kegiatan program
gizi dan kesehatan yang dilaksanakan di desa. Keberhasilan program gizi dapat
dilihat dengan perencanaan kegiatan penimbangan, merencanakan kegiatan distribusi
obat gizi, ikut dalam kegiatan pelatihan kader gizi, penyuluhan gizi. Selain itu, bidan
desa juga diharapkan ikut serta dalam kegiatan UPGK, UPGI, SKPG yang ada di
desa, melaksanakan koordinasi kegiatan UPGK, mendukung kegiatan lintas sektor.
Bidan desa juga diharapkan untuk ikut serta dalam melaksanakan bimbingan kepada
kelompok penimbangan, melaksanakan bimbingan kelompok dasa wisma,
melaporkan kegiatan program gizi setiap bulan, melaksanakan pemantauan dan
penilaian kegiatan penimbangan.
51
Bila dilihat cakupan program gizi per Puskesmas, maka masih banyak
Puskesmas yang mempunyai cakupan program gizi kurang (11 Puskesmas atau
73,3%) dan Puskesmas yang mempunyai cakupan gizi sedang (4 Puskesmas atau
26,7%) (Tabel 20). Puskesmas yang mempunyai cakupan sedang meliputi
Puskesmas Pugung Tampak, Puskesmas Batu Berak, Puskesmas Bungindan
Puskesmas Kenali. Sedangkan Puskesmas yang mempunyai cakupan program gizi
kurang meliputi Puskesmas Liwa, Puskesmas Buay Neyerupa, Puskesmas Sekincau,
Puskesmas Lemong, Puskesmas Krui, Puskesmas Lemong, Puskesmas Karya
Penggawa, Puskesmas Biha, Puskesmas Sumber Jaya, Puskesmas Fajar Bulan,
Puskesmas Sri Mulyo dan Puskesmas Ngambur. Hal ini diduga kurangnya kontribusi
Bidan Desa dalam mendukung program gizi di tingkat Puskesmas, karena cakupan
program gizi Puskesmas merupakan hasil komulatif dari beberapa program gizi yang
dilaksanakan di Desa atau yang dulakukan oleh Bidan Desa (Cakupan Program
Gizi/Penimbangan disajiakn pada lampiran 1), dan juga Bidan Desa beranggapan
bahwa program gizi merupakan tanggung jawab Tenaga Pelaksana Gizi (TPG)
Puskesmas.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan program gizi adalah
tanggung jawab TPG. Akan tetapi, pelaksanaan program gizi di desa merupakan
tanggung jawab bidan desa yang mana hal tersebut termuat dalam buku panduan
bidan di desa. TPG hanya melakukan koordinasi dan memantau pelaksanaan
kegiatan gizi di puskesmas. Hal ini sesuai dengan ketetapan menteri kesehatan yang
menyatakan bahwa satu orang TPG hanya diperuntukkan untuk satu puskesmas.
Sebuah puskesmas memiliki wilayah kerja yang terdiri dari beberapa desa, sehingga
dengan demikian jelas bahwa tanggung jawab di desa sepenuhnya merupakan
tanggung jawab bidan desa. TPG diharapkan dapat membantu bidan desa
melaksanakan program gizi di setiap desa.
Pada Tabel 21 terlihat bahwa sebaran contoh berdasarkan program gizi lebih
dari separuhnya yaitu sebesar 73,5% mempunyai kategori kurang dan sedikit sekali
responden yang mempunyai kategori baik yaitu hanya (8,2%). Hal ini cukup
berasalan karena jika dilihat cakupan program gizi per Puskesmas hanya empat
52
Puskesmas saja yang mempunyai kategori sedang, sedangkan selebihnya mempunyai
kategori kurang (11 Puskesmas). Rendahnya cakupan ini diduga masih kurang
aktifnya dalam kegiatan penimbangan yang dilakukan bidan desa dan juga kurangnya
dukungan pimpinan dengan kegiatan Pembinaan yang masih rendah dan tidak
terjadwal.
Tabel 21. Sebaran Contoh berdasarkan cakupan Program Gizi
No Kategori Program Gizi n % 1 Baik 4 8,2 2 Sedang 9 18,4 3 Kurang 35 73,5
Total 48 100,0 Lain halnya dengan program kesehatan, hasil cakupan program kesehatan
relatif lebih baik dibanding dengan program gizi. Puskesmas yang mempunyai
kategori baik (4 Puskesmas atau 26,7%), puskesmas yang mempunyai kategori
sedang (6 Puskesmas atau 40%) dan yang mempunyai kategori kurang (5 Puskesmas
atau 33,3%). Hal ini cukup beralasan karena bidan desa dalam melaksanakan tugas
tidak hanya pada jam kerja saja, sehingga cakupan program kesehatan dapat
dilakukan diluar jam kerja bidan (praktek bidan) sedangkan pada program gizi
biasanya hanya dilakukan pada saat penimbangan saja/ waktu Posyandu. Puskesmas
yang mempunyai kategori baik meliputi; Puskesmas Pugung Tampak, Puskesmas
Buay Nyerupa, Puskesmas Batu Berak dan Puskesmas Biha. (Hasil cakupan
program kesehatan disajikan pada lampiran 2) (Tabel 22).
Berdasarkan keberhasilan program kesehatan maka contoh terdistribusi pada
kategori sedang (39,6%) dan baik (27,1%) (Tabel 22). Hal ini menunjukkan bahwa
kehadiran bidan desa masih sangat sedikit memberikan kontribusi bagi keberhasilan
program kesehatan. Terjadinya hal tersebut disinyalir disebabkan oleh karena bidan
desa yang seharusnya bertugas di desa-desa yang memerlukan lebih memilih untuk
bertugas di wilayah perkotaan dan kepala puskesmas meminta bidan desa untuk
masuk ke puskesmas padahal jelas sebagai seorang bidan desa, bidan tersebut harus
53
masuk kerja ke desa bukan ke puskesmas. Memang, bidan desa memerlukan
koordinasi dan Pembinaan dari puskesmas namun hal tersebut seharusnya tidak
membuat bidan desa lebih mengutamakan kehadirannya ke puskesmas daripada ke
desa.
Tabel 23. Sebaran Contoh berdasarkan Cakupan Program Kesehatan
No Kategori Program Kesehatan n % 1 Baik 13 27,1 2 Sedang 19 39,6 3 Kurang 16 33,3
Total 48 100,0
Hubungan Faktor Internal dengan Kinerja Bidan Desa
Hubungan Umur dengan Kinerja Bidan Desa
Usia diharapkan membuat responden memiliki kinerja yang baik, dengan usia
tersebut responden memiliki semangat untuk berkerja dan berprestasi. Terlihat pada
(Tabel 4) responden yang berumur < 30 tahun yaitu 77.1% mempunyai kinerja
kurang, dan 4.2% mempunyai kinerja baik, sedangkan contah yang berumur >= 30
tahun yaitu 18.8% mempunyai kinerja kurang. Secara statistik menunjukan tidak
terdapat hubungan antara umur dengan kinerja bidan desa (p>0.05) (Tabel 24).
Hubungan Masa Kerja dengan Kinerja Bidan Desa
Masa kerja contoh berkisar antara 3 – 11 tahun, rata–rata contoh memiliki
masa kerja 8,4 tahun dengan masa kerja maksimal 11 tahun dan masa kerja minimal 3
tahun. Contoh yang masa kerjanya < 5 tahun terdapat 4,2% mempunyai kinerja
kurang, contoh yang masa kerjanya 5 – 10 tahun terdapat 4,2% mempunyai kinerja
sedang dan 83,3% mempunyai kinerja kurang, sedangkan masa kerja > 10 tahun
terdapat 8,3% mempunyai kinerja sedang. Secara statistik tidak ada hubungan yang
signifikan antara masa kerja dengan kinerja bidan desa (p>0.05) (Tabel 24). Ini
diduga penyebabnya contoh merasa jenuh sehingga menganggap kegiatan mereka
laksanakan hanya merupakan kegitan rutin dan sekedar melaksanakan tugas serta
54
contoh sering meninggalkan tugas karena apabila dilihat dari asal daerah, lebih dari
setengah (60,4%) contoh berasal dari luar daerah.
Hubungan Pendidikan dengan Kinerja Bidan Desa
Melalui pendidikan yang profesional diharapkan akan menciptakan kinerja
yang lebih baik dibandingkan pendidikan non professional. Terlihat pada (Tabel 24),
contoh yang berpendidikan PPB A dan PPB C mempunyai kinerja sedang yaitu 2,1%,
sedangkan yang mempunyai kinerja kurang cenderung pada PPB A yaitu 58,3% dan
PPB C mempunyai kinerja kurang hanya 37,5%. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Nurani (2000) mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kinerja TPG di Kabupaten Cirebon, yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara pendidikan dengan kinerja TPG. Dari hasil penelitian ini dapat
diartikan bahwa contoh yang memiliki pendidikan lebih tinggi belum tentu
mempunyai kinerja sedang/ baik. Secara statistik tidak terdapat hubungan antara
pendidikan dengan kinerja bidan desa (p>0.05) (Tabel 24).
Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Bidan Desa
Hasil penelitian menunjukkan semua responden pernah mengikuti pelatihan,
yang mana 4,2% contoh mempunyai kinerja sedang dan 95,8 % contoh mempunyai
kinerja kurang. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Purwanto (2003) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja TPG di Kabupaten
Tanah Datar Sumatera Barat. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara
pelatihan dengan kinerja Bidan (p>0.05) (Tabel 24). Hal ini diduga disebabkan
bidan desa yang ikut pelatihan tidak menerapkan hasil pelatihan yang didapat atau
pelatihan yang mereka dapat tidak sesuai dengan fungsinya sebagai bidan desa serta
tidak adanya feetback dari pelatihan yang mereka terima sehingga sulit menilai
keberhasilannya.
55
Tabel 24. Sebaran Contoh berdasarkan Faktor Internal dan Kinerja
Kinerja Faktor Internal n Sedang (%) Kurang (%)
Nilai P
Umur • <30 Tahun • •30 T ahun
39 9
4,2 0,0
77,1 18,8
0,498
Jumlah 48 4,2 95,8 Masa Kerja
• <5 Tahun • 5 – 10 Tahun • >10 Tahun
2 42 4
0,0 4,2 0,0
4,2 83,3 8,3
0,860
Jumlah 48 4,2 95,8 Pendidikan
• PPB A • PPB C
29 19
2,1 2,1
58,3 37,5
0,764
Jumlah 48 4,2 95,8 Pelatihan
• Pernah • Tidak Pernah
48 0,0
4,2 0,0
95,8 0,0
1,0
Jumlah 48 4,2 95,8 Status Perkawinan
• Kawin • Tidak Kawin
48 0,0
4,2 0,0
95,8 0,0
1,0
Jumlah 48 4,2 95,8 Motivasi
• Baik • Kurang
32 16
2,1 2,1
64,6 31,2
0,619
Jumlah 48 4,2 95,8
Hubungan Status Perkawinan dengan Kinerja Bidan Desa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua contoh berstatus kawin, yang
mana 4,2% contoh mempunyai kinerja sedang dan 95,8% mempunyai kinerja kurang.
Dari uji statistik tidak terdapat hubungan antara status perkawinan dengan kinerja
bidan desa (p>0.05) hal ini diduga masih rendahnya sarana dan prasarana yang
menunjang kinerja bidan bidan desa ini terlihat dari kelengkapan sarana kesehatan
yang berkategori sedang yaitu sebesar 36,6% (Tabel 24).
56
Hubungan Motivasi dengan Kinerja Bidan Desa
Motivasi merupakan proses batin atau psikologi yang terjadi pada diri
seseorang dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Contoh yang memiliki
motivasi baik adalah sebesar 66,7% yang mana mereka memiliki kinerja sedang
hanya 2,1% dan yang mempunyai kinerja kurang sebesar 64,6%. Sedangkan 33,3%
contoh mempunyai motivasi kurang, yang mana dari persentase tersebut 2,1%
mempunyai kinerja sedang dan 31,2% mempunyai kinerja kurang. Apabila dilihat
dari persentasi contoh yang memiliki motivasi baik mempunyai kinerja kurang. Hal
ini diduga responden tidak mendapat insentif yang memadai dari Kepala Puskesmas
(50%) dan juga lebih dari setengah contoh merupakan pendatang (60,4%). Dari hasil
uji statistik tidak terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja Bidan Desa
(p>0.05) (Tabel 24).
Hubungan Faktor Eksternal dengan Kinerja Bidan Desa
Hubungan Sarana Kesehatan dengan Kinerja Bidan Desa
Salah satu faktor untuk mendukung kelancaran program kesehatan adalah
tersedianya sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang memadai sangat membantu
kelancaran tugas dan sangat berpengaruh dengan kinerja yang akan dicapai. Hasil
penelitian menunjukkan contoh yang memiliki sarana kesehatan baik sebesar 36,6%
dan mempunyai kinerja kurang. Sedangkan responden yang memiliki sarana sedang
adalah sebesar 61% dengan kinerja sedang sebesar 2,4% dan kinerja kurang sebasar
58,5%. Untuk responden yang memiliki sarana kurang sebesar 2,4% dengan kinerja
sedang 2,4%. Berdasarkan persentase tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar
contoh memiliki sarana sedang dengan kinerja kurang. Dari hasil uji korelasi
sperman tidak terdapat hubungan antara sarana kesahatan dengan kinerja bidan desa
(p>0.05) (Tabel 25). Hal ini diduga sarana kesehatan yang dimiliki oleh bidan desa
tidak memadai lagi atau sarana kesehatan tersebut telah rusak. Karena sebagian besar
sarana kesehatan yang dimiliki bidan desa adalah milik sendiri yang dibeli sejak
mulai bertugas yang cukup lama (diatas lima tahun).
57
Hubungan Sarana Gizi dengan Kinerja Bidan Desa
Sama halnya dengan sarana kesehatan, sarana gizipun cukup membantu dalam
memperlancar kegiatan dan pelaksanaan program gizi di desa. Hasil penelitian
menunjukkan 95,8% responden memiliki sarana gizi yang baik dengan kinerja sedang
sebesar 2,1% dan kinerja kurang sebesar 93,8%. Sedangkan responden yang memiliki
sarana gizi sedang sebanyak 4,2% dengan kinerja sedang dan kurang masing-masing
2,1% (Tabel 24). Dari hasil uji statistik terdapat hubungan antara sarana gizi dengan
kinerja bidan desa (p=0.001) (Tabel 25). Hal ini sesuai dengan pernyataan Depkes RI
(2000) bahwa salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan dan gizi adalah tersedianya sarana yang memadai.
Hubungan Pembinaan dengan Kinerja Bidan Desa
Pelaksanakan Pembinaan yang dilakukan atasan/ kepala puskesmas terhadap
bidan desa diharapkan akan memacu kinerjanya dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai bidan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60,4% contoh
menyatakan Pembinaan yang dilakukan baik, 58,3% mempunyai kinerja kurang dan
2,1% mempunyai kinerja sedang. 10,3% responden menyatakan Pembinaan yang
sedang dengan kinerja sedang (2,1%) dan kinerja baik (8,3%), sedangkan responden
yang menyatakan Pembinaan yang dilakukan kurang sebanyak 29,2% yang semuanya
memiliki kinerja kurang (Tabel 25). Apabila dilihat dari persentase tersebut,
walaupun Pembinaan yang dilakukan baik namun kinerja yang dihasilkan kurang.
Dari uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara Pembinaan dengan kinerja
Bidan Desa (p>0.005) (Tabel 25).
58
Tabel 25. Sebaran Contoh berdasarkan Faktor Eksternal dan Kinerja
Kinerja Faktor Internal n Sedang (%) Kurang (%)
Nilai P
Sarana Kesehatan • Baik • Sedang • Kurang
15 25 1
0,0 2,4 2,4
36,6 58,5 0,0
0,054
Jumlah 41 4,9 95,1 Sarana Gizi
• Baik • Sedang • Kurang
46 2 0
2,1 2,1 0
93,8 2,1 0
0,001*
Jumlah 48 4,2 95,8 Pembinaan
• Baik • Sedang • Kurang
29 5 14
2,1 2,1 0,0
58,3 8,3 29,2
0,907
Jumlah 48 4,2 95,8 Mitra Kerja
• Baik • Sedang • Kurang
33 13 2
2,1 2,1 0,0
66,7 25,0 4,2
0,615
Jumlah 48 4,2 95,8
Hubungan Mitra Kerja dengan Kinerja Bidan Desa
Kegiatan program gizi dan kesehatan di desa yang dilakukan bidan desa tidak
terlepas dari kerja sama lintas sektor maupun lintas program. Dengan menjalin
hubungan yang baik dengan mitra kerja diharapkan akan mempermudah dan
memperlancar pelaksanaan pekerjaan guna mencapai kinerja yang optimal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki mitra kerja sedang
dan baik yaitu masing-masing sebesar 68,8% dan 27,1%. Sedangkan yang
mempunyai mitra kerja kurang sebanyak 4,2% yang semuanya memiliki kinerja
kurang (Tabel 25). Walaupun persentase mitra kerja baik namun kinerja yang
dihasilkan oleh mereka kurang. Hal ini diduga bidan desa dalam melaksanakan lintas
sektor hanya diawalnya saja dan untuk kegiatan selanjutnya dilakukan masing-masing
sektor dan juga semua contoh berstatus kawin sehingga waktu mereka lebih sedikit
59
untuk kegiatan luar rumah. Uji korelasi Spearman tidak menunjukkan hubungan
antara mitra kerja dengan kinerja bidan desa (p>0.005) (Tabel 25).
Hubungan Kinerja Bidan Desa dengan Keberhasilan
Program Kesehatan dan Gizi
Pelayanan kesehatan dasar yang harus dilakukan oleh seorang bidan desa
antara lain adalah melaksanakan pemeriksaan berkala ibu hamil, melakukan
pertolongan persalinan, melakukan deteksi dini pada ibu hamil resiko tinggi. Bidan
desa merupakan pelaku perawatan nifas, pembina dukun bayi, dan pelaku otopsi
verbal. Selain itu, bidan desa juga harus melakukan rujukan ibu hamil resiko tinggi
dan melakukan pendampingan persalinan non nakes.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil cakupan program kesehatan dan gizi
tidak berhubungan dengan dengan kinerja bidan desa (Tabel 26). Hal ini
dimungkinkan, karena jika dilihat dari keberhasilan program hampir semua bidan
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan begitupun dengan cakupan. Baik untuk
cakupan program gizi dan kesehatan, semua bidan desa masih dibawah target yang
telah ditentukan Dinas Kesehatan. Mungkin hanya satu atau dua orang bidan saja
yang mencapai target dalam program. Berdasarkan pengamatan dilapang terlihat
semangat/ etos kerja bidan desa relatif rendah, bidan desa kurang memahami tugas
dan fungsinya sebagai bidan desa yang merupakan ujung tombak pelayanan
dimasyarakat. Hal ini dimungkinkan karena bidan tidak menerapkan buku-buku
panduan yang ada, kemudian bidan desa beranggapan mereka tidak di perhatikan oleh
pemerintah terutama Departemen Kesehatan karena sejak mereka diangkat/
ditugaskan menjadi bidan desa (PTT) tidak juga diangkat menjadi pegawai (PNS).
Padahal sebelumnya pemerintah menjanjikan mereka akan diangkat setelah mengabdi
2 (dua) tahun, sedangkan beban kerja mereka sama dengan bidan PNS bahkan lebih
berat kerena mereka tinggal di desa dan bidan PNS kebanyakan tinggal di Ibukota
Kecamatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Depkes RI tahun
2000 yang menyatakan bahwa keterlibatan bidan desa dalam keberhasilan program
60
kesehatan dan gizi sangat kecil. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa program
bidan desa hanya dapat meningkatkan program sebesar 0,05 %. Dengan demikian
program bidan desa tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan yaitu sebagai
pelaksana pelayanan kesehatan yang langsung berhubungan dengan masyarakat dan
juga sebagai perpanjangan tangan dari Puskesmas.
Tabel 26. Sebaran Contoh berdasarkan Kinerja dan Hasil Cakupan Program Kesehatan dan Gizi
Kinerja Hasil Cakupan n
Sedang (%) Kurang (%) Nilai P
Program Kesehatan • Baik • Sedang • Kurang
13 19 16
2,1 2,1 0,0
25,0 37,5 33,3
0,401
Jumlah 48 4,2 95,8 Program Gizi
• Baik • Sedang • Kurang
4 8 36
0,0 0,0 4,2
8,2 18,9 68,8
0,286
Jumlah 48 4,2 95,8
61
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa antara lain;
faktor internal yaitu; Umur bidan desa sebagian besar < 30 th (79,6%) dan >=30
(18,4%), masa kerja bidan desa berkisar 5-10 th yaitu 87,5% dan sisanya masa
kerja <5 th sebesar 4,2% dan >10 th sebesar 8,3%, tingkat pendidikian bidan desa
terbayak adalah PPB A sebesar 59,2% dan PPB C sebesar 38,8%, semua bidan
desa pernah mengikuti pelatihan (100%), bidan desa yang merupakan penduduk
asli Lampung Barat sebesar 39,6% dan selebihnya pendatang yaitu 60,4%, bidan
desa yang berstatus berkeluerga/kawin sebesar 100%, Bidan desa yang memiliki
motivasi baik sebesar 66,7% dan yang bermotivasi kurang sebesar 33,3%,
faktor eksternal yaitu; sarana kesehatan, contoh yang mempunyai sarana
kesehatan dengan kategori lengkap sebesar 36,6% dan kategori sedang sebesar
61,0%, untuk sarana gizi contoh yang mempunyai sarana gizi dengan kategori
lengkap sebesar 95,8% dan yang mempunyai sarana gizi dengan kategori sedang
sebesar 4,2%, bidan desa menerima insentif dengan kategori memadai sebesar
50%, bidan desa dengan pembinaan dengan kategori baik sebesar 36,6%, bidan
desa yang mempunyai mitra kerja dengan kategori baik sebesar 68,8%.
2. Bidan desa yang memiliki kinerja dengan kategori kurang sebesar 95,9% dan
bidan desa yang memiliki kategori sedang sebesar 4,1% dan dari hasil penelitian
ini tidak ada satupun bidan desa yang memiliki kinerja dengan kategori baik.
3. Berdasarkan tingkat keberhasilan program gizi maka sebagian besar contoh
memiliki tingkat keberhasilan dengan kategori kurang sebesar 73,5%, contoh
dengan tingkat keberhasilan pada kategori sedang sebesar 18,4% dan contoh yang
memiliki kategori baik sebesar 8,2%, sedangkan tingkat keberhasilan program
kesehatan, maka contoh yang mempunyai keberhasilan dengan kategori sedang
sebesar 39,6%, contoh yang memiliki keberhasilan dengan kategori kurang
sebesar 33,3% dan contoh yang memiliki keberhasilan dengan kategori baik
sebesar 27,1%.
62
4. Tidak terdapat hubungan antara faktor internal (umur, masa kerja, pendidikan,
pelatihan, asal daerah, status perkawinan dan motivasi) dengan kinerja bidan desa
(p>0,005), dan pada faktor eksternal (sarana dan prasana, insentif, supervisi dan
mitra kerja) juga tidak terdapat hubungan dengan kinerja bidan desa kecuali pada
sarana gizi terdapat hubungan negatif. (p<0,005) sedangkan pada Uji Statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kinerja bidan desa dengan
pencapaian program gizi dan kesehatan (p>0,005)
Saran
1. Diharapkan Kepada Dinas Kesehatan untuk lebih meningkatkan kemampuan
Sumber Daya Manusia (SDM) dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan-
pelatihan kepada tenaga kesehatan umumnya dan bidan desa khususnya guna
meningkatkan cakupan program kesehatan secara menyeluruh
2. Diharapkan Kepada Dinas Kesehatan untuk lebih memperhatikan kelengkapan
sarana dan prasarana kesehatan dan gizi guna meningkatkan kinerja bidan desa.
3. Kepala Puskesmas diharapkan lebih meningkatan fungsi pengawasan dan
bimbingan teknis serta memberikan insentif yang memadai guna lebih
meningkatkan cakupan dan kinerja bidan desa
4. Kepada bidan desa diharapkan lebih menyadari tugas dan fungsinya sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan dan perpanjangan tangan dari Puskesmas guna
melayani masyarakat.
63
DAFTAR PUSTAKA
Ariawan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan, FKM. UI,
Jakarta.
Arikunto, S. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara, Jakarta
_________ 1992. Panduan Bidan Desa di Tingkat desa Bagia II, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
1994a. Buku Saku Bidan Desa, Direktorad Jenderal Pembinaan
Masyarakat Direktorad bina kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
_________ 1995. Pedoman Kerja Badan Perbaikan Gizi Daerah (BPGD).
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
_________ 1996. Konsep Kebidanan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
_________ 1999. Pedoman Teknis Program Jaring Pengaman Sosial Bidang
Kesehatan (JPS-BK) Bagi Bidan Desa, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
_________ 2000. Buku Panduan Pengelolaan Program Gizi Kabupaten/Kota.
Dinas Kesehatan Lampung Barat, 2003. Laporan Tahunan Seksi Ibu Anak dan
Usila, Dinkes Lampung Barat, Lampung.
Ditjen Kesmas, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Gibson, J., Vancevich., Donelly. 1987. Organisasi dan Manajemen ; Perilaku,
Struktur dan Proses, Edisi ke-4 (Djoerban Wahid, penerjemah). Erlangga,
Yogyakarta.
Gitosudarmo, I. Dan A. Mulyono. 1996. Prinsip Dasar Manajemen, Edisi Ketiga.
BPFE, Yogyakarta.
Gomez, J. F. C. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia. Andi Offset, Yogyakarta.
Handoko, T. H. 1989. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi Ke-2.
BPFE, Yogyakarta.
Hasibuan, M. S. P. 2003. Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas.
PT Bumi Aksara, Jakarta.
Ilyas, Y. 1999. Kinerja ; Teori, Penilaian, dan Penelitian. Penerbit FKM UI, Jakarta.
64
Khomsan, A. 2002. Pangan dan Gizi dalam Dimensi Kesejahtaraan. Jurusan GMSK,
Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Kusnadi. 2003. Masalah, Kerja Sama, Konflik dan Kinerja. Taroda, Malang.
Mujiono, 2002. analisis Kinerja Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas dan
Hubungannya dengan Upaya Perbaiakan Gizi di Kabupaten Barito Selatan.
Skripsi Sarjana Jurusan GMSK, Fakultas Peratanian, IPB, Gogor.
Notoatmodjo, S. 1992. Pengembangan Sumberdaya Manusia. PT Rineka Cipta,
Jakarta.
Syarif, H,. A. Rustiawan & V. Julita. 1992, Petunjuk Laboraturim, Kaji tindak
Pertisifatif dalam Sistim Pangan dan Gizi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas, Bogor.
Pusat Bahas, Depdikbud. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka,
Jakarta.
Purwanto, 2003. Kinerja Tenaga Pelaksana Gizi dan Hubungannya dengan
Keberhasilan Program Gizi di Kabupaten Tanah Datar. Skripsi Sarjana Jurusan
GMSK, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Ranupandoyo, H. Dan Husnan Saud. 1990. Manajemen Personalia, Edisi ke-4.
BPFE, Yogyakarta.
Rao, T. V. 1986. Penilaian Prestasi Kerja ; Teori dan Praktek. Binawan Presindo,
Jakarta.
65
Lampiran 2. Hasil Uji Rank-Spearman antara Kinerja dengan Faktor Internal dan
Faktor Eksternal serta CakupanProgram
Variabel Dependent Variabel Independent r p. Value
Faktor Internal
Kinerja Bidan Desa Umur
Masa Kerja
Pendidikan
Pelatihan
Status Perkawinan
Motivasi
0,100
0,028
0,044
-0,167
-0,145
-0,074
0,498
0,860
0,764
1,0
1,0
0,619
Faktor Eksternal
Kinerja Bidan Desa Sarana Kesehatan
Sarana Gizi
Supervisi
Mitra Kerja
-0,304
-0,478
0,017
-0,074
0,054
0,001*
0,907
0,615
Cakupan Program
Kinerja Bidan Desa Program Kesehatan
Program Gizi
-0,123
0,155
0,401
0,286
66