Upload
others
View
25
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KELAYAKAN DIVERSIFIKASIUSAHA TANI PADI – LEBAH Trigona sp.
DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
TESIS
DADAN AHMAD HUDAYA21160921000001
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNISFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2019 M / 1440 H
ANALISIS KELAYAKAN DIVERSIFIKASIUSAHA TANI PADI – LEBAH Trigona sp.
DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
DADAN AHMAD HUDAYA21160921000001
TesisSebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pertanian pada Program Magister AgribisnisFakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNISFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2019 M / 1440 H
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang (Provinsi Banten) pada
10 Oktober 1980, anak ketiga dari tujuh bersaudara dari
ayah bernama H. Irsyad Mulyadi dan Ibu Hj. Entin
Supartini (Almarhumah). Masa pendidikan SD hingga
SLTA dilalui di kota asalnya, yaitu SDN Pandeglang 03
(1987-1992), SMPN 1 Pandeglang (1992-1995), dan
SMAN 1 Pandeglang (1995-1998). Sedangkan masa kuliah diemban di Institut
Pertanian Bogor jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (saat ini Departemen
Proteksi Tanaman), lulus tahun 2003.
Saat ini, penulis sudah dikaruniai 6 anak dari istri bernama Raissadina
Wirdaningsih, yaitu: Adzkia Maulida Fatiha (16), Aisyi Aqida Shaliha (14),
Khansa Dzakira Aslama (12), Karima Taqiya Al-Husna (10), M. Hadziq Haidar
Arhab (7), dan M. Shidqi Hamidzan An Nabhaniy (3). Tinggal di Kota
Pandeglang, penulis berprofesi sebagai penyuluh pertanian sejak tahun 2009.
Profesi lain yang pernah diemban penulis adalah sebagai jurnalis di Radar Banten
(Jawa Pos Grup) selama 5 tahun (2004-2009).
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Magister Agribisnis,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2016.
ABSTRACT
Dadan Ahmad Hudaya, Feasibility Analysis of Rice Farming Diversification –Trigona sp. in Pandeglang Regency, Banten Province. (Guided by Elpawatiand Ujang Maman)
This study aims to determine the total income, contribution of income, andbusiness analysis and feasibility study of Trigona sp. conducted by paddy ricefarmers with land ownership of less than 0.3 hectares (ha) in Pandeglang District,Banten Province. The location of the study was conducted purposively in threeselected sub-districts; Pandeglang, Majasari, and Menes Districts. Furthermore, itwas determined by respondents namely Trigona sp. cultivators. which has anumber of Trigona sp. honeycomb colonies of at least 30 units and managing ricefields of no more than 3.000m2. The total number of respondents is 7 people, as asource of data in this study. The interview method is carried out directly with therespondent using a question or questionnaire tool that has been preparedbeforehand. Interviews were conducted simultaneously with field observations.Data analysis and calculating business feasibility were carried out withquantitative methods using the Microsoft Excel program. The results of the studyshow: (1). Diversification of rice business with bee cultivation Trigona sp.contribute good income. Income contribution from bee cultivation Trigona sp.with the number of nests of 30 boxes or stup in one year reaching an average of59.46% or Rp. 13,291,857 while income from rice cultivation with an area of 0.3ha reached Rp 8,872,257 or 40.54%. (2). The income of paddy rice farmers withan area of 0.3 ha which simultaneously carries out cultivation of Trigona sp. rice,is able to achieve an average income of Rp. 22,164,114 in a year. (3). Feasibilityanalysis of Trigona sp. beekeeping paddy farmers with 0.3 ha of paddy fieldsshow that they are worth the effort. That is, NPV analysis reaches an average ofRp. 10,227,723, IRR analysis of 30.98%, ROI analysis 54.51%, Net analysis ofB/C 1.46, BEP analysis Production of 1.62 liters of honey per month, BEPanalysis of Sales of Rp.730,035 per month, and PBP analysis 2.1 years old. (4).Sensitivity Analysis Test on increasing variable costs 5% and 10%, decreasingincome by 5% and 10%, and combined increase in variable costs by 5% anddecreasing income by 5%, and combined increase in variable costs 10% anddecreasing income by 10%, indicating that business diversification of beekeepingTrigona sp. farmers are still feasible, even though the four business analysisindicators fell significantly, namely NPV up to 8.513.832, IRR 17.46%, Net B / C1,17, and PBP 2.7 years.
Keywords: Income Contributions, Business Feasibility Analysis, SensitivityAnalysis, Cultivation of Trigona sp.
ABSTRAK
Dadan Ahmad Hudaya, Analisis Kelayakan Diversifikasi Usaha Tani Padi –Lebah Trigona Sp. di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. (Dibimbingoleh Elpawati dan Ujang Maman)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan total, kontribusipendapatan, serta analisa usaha dan studi kelayakan budidaya lebah Trigona sp.yang dilakukan petani padi sawah dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,3hektar (ha) di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Lokasi penelitiandilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di tiga kecamatan terpilih; KecamatanPandeglang, Majasari, dan Menes. Selanjutnya, ditetapkan responden yaitupembudidaya Trigona sp. yang memiliki jumlah koloni sarang lebah Trigona spminimal 30 unit dan mengelola lahan padi tidak lebih 3.000 m2. Jumlahkeseluruhan responden yaitu 7 orang. Metode wawancara dilakukan menggunakanalat bantu kuisioner. Analisis data serta menghitung kelayakan usaha dilakukandengan metode kuantitatif dengan menggunakan bantuan program MicrosoftExcel. Hasil penelitian menunjukkan: (1). Diversifikasi usaha padi denganbudidaya lebah Trigona sp. memberikan kontribusi pendapatan yang baik.Kontribusi pendapatan dari budidaya lebah Trigona sp. dalam satu tahunmencapai rata-rata 59,46% atau Rp. 13.291.857 sedangkan pendapatan daribudidaya padi sawah mencapai Rp 8.872.257 atau 40,54%. (2). Pendapatan petanipadi sawah bersamaan melakukan budidaya lebah Trigona sp., mampu mencapairata-rata pendapatan sebesar Rp 22.164.114 dalam setahun. (3). Analisiskelayakan usaha budidaya lebah Trigona sp. pada petani padi sawah menunjukkanlayak usaha. Yaitu, analisis NPV mencapai rata-rata Rp. 10.227.723, analisis IRR30,98%, analisis RoI 54,51%, analisis Net B/C 1,46, analisis BEP Produksi 1,62liter madu per bulan, analisis BEP Penjualan Rp.730.035 per bulan, dan analisisPBP 2,1 tahun. (4). Uji Analisis Sensitivitas pada kenaikan biaya variabel 5% dan10%, penurunan pendapatan 5% dan 10%, serta gabungan kenaikan biaya variabel5% dan penurunan pendapatan 5%, serta gabungan kenaikan biaya variabel 10%dan penurunan pendapatan 10%, menunjukkan bahwa usaha diversifikasibudidaya lebah Trigona sp. masih layak dilakukan petani, meski empat indikatoranalisis usaha turun signifikan, yaitu NPV menjadi Rp. 8.513.832, IRR 17,46%,Net B/C 1,17, dan PBP 2,7 tahun.
Kata Kunci: Kontribusi Pendapatan, Analisis Kelayakan Usaha, AnalisisSensitivitas, Budidaya Trigona sp.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan tesis dengan judul “Analisis Kelayakan
Diversifikasi Usaha Tani Padi - Lebah Trigona sp. di Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten” selesai dilakukan. Semoga buah pemikiran ini memiliki manfaat
untuk khalayak sehingga bisa dikembangkan di berbagai tempat.
Penulis menyampaikan penghargaan tak terhingga untuk semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Serta, penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud., Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
2. Dr. Iwan Aminudin, M.Si, Ketua Program Magister Agribisnis, Fakultas
Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3. Dr. Ir. Elpawati, M.P, Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan
memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.
4. Dr. Ujang Maman, M.Si, Pembimbing II, atas segala masukan dan saran
dalam penyusunan tesis ini kepada penulis.
5. Dr. Akhmad Riyadi Wastra, S.IP., M.M, atas kesediaanya menjadi Penguji I.
6. Dr. Achmad Tjachja Nugraha, M.P, atas kesediaannya menjadi Penguji II.
7. Dosen pada Program Magister Agribisnis, yang telah memberikan beragam
pengetahuan yang tentu sangat bermanfaat bagi penulis.
ix
8. Rekan mahasiswa Program Magister Agribisnis yang saling memberikan
informasi, semangat, serta motivasi yang baik kepada penulis.
9. Bapak dan Almarhumah Ibunda (Allahummagfirlaha) penulis yang tidak
pernah berhenti mendoakan untuk putera dan puterinya.
10. Raissadina Wirdaningsih, istri penulis yang tidak pernah lelah mengingatkan
untuk diselesaikannya tesis ini serta bantuan lain yang sangat berharga.
11. Putera dan puteri penulis yang memberikan kesejukan dalam pandangan.
12. Rekan di BPP Pertanian Kecamatan Mandalawangi yang selalu memahami
keadaan penulis dan tak pernah berhenti menghibur diri.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga karya ini bisa
bermanfaat dan menjadi amal jariyah penulis kelak.
Pandeglang, Juli 2019
Dadan Ahmad Hudaya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................ 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.4. Batasan Penelitian............................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 9
2.1 Petani ............................................................................................... 9
2.2 Diversifikasi Usaha Tani ................................................................. 14
2.2.1. Integrasi Usaha Pertanian dengan Peternakan ...................... 16
2.2.2. Integrasi Usaha Pertanian dengan Perikanan ........................ 18
2.2.3. Integrasi Usaha Pertanian dengan Lebah Trigona sp. .......... 20
2.3 Lebah Trigona sp ............................................................................ 25
2.4 Produk Lebah Trigona sp................................................................. 29
2.5 Manfaat Lebah Trigona Untuk Pertanian ....................................... 31
2.6 Potensi Madu di Kabupaten Pandeglang ......................................... 32
2.7 Peran Diversifikasi Usaha Lebah Trigona sp. ............................... 34
2.8 Analisis Kelayakan Usaha dan Analisis Sensitivitas ....................... 37
2.9 Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................... 38
2.10 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 44
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 47
3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................. 47
xi
3.2 Waktu Penelitian ............................................................................. 47
3.3 Bentuk Penelitian ............................................................................ 47
3.4 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 48
3.5 Responden Penelitian ...................................................................... 50
3.6 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 51
3.7 Analisis Data.................................................................................... 52
3.8 Analisis Kontribusi Pendapatan ...................................................... 53
3.9 Analisis Kelayakan Usaha .............................................................. 55
a. Net Present Value (NPV)............................................................. 55
b. Internal Rate of Return................................................................ 56
c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)................................................. 57
d. Payback Period (PBP) ................................................................ 58
e. Return of Investment (RoI) .......................................................... 59
f. Analisis Sensitivitas ..................................................................... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 61
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 61
4.2 Keadaan Petani Pembudidaya Lebah Trigona sp. .......................... 72
4.3 Analisis Finansial Usaha Budidaya Lebah Trigona sp. .................. 78
4.3.1 Sumber Biaya ........................................................................ 78
4.3.2 Penerimaan (Inflow) ............................................................... 79
4.3.3 Pengeluaran (Outflow) ........................................................... 84
1. Biaya Investasi ................................................................ 84
2. Biaya Operasional ........................................................... 87
4.4 Kontribusi Pendapatan Budidaya Lebah Trigona sp. ..................... 89
4.5 Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.................. 93
4.5.1 Net Present Value (NPV) ...................................................... 94
4.5.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) .......................................... 96
4.5.3 Internal Rate Return (IRR) .................................................... 97
4.5.4 Return on Investment (RoI) ................................................... 98
4.5.5 Break Even Point (BEP) ........................................................ 99
xii
4.5.6 Payback Period (PBP) ........................................................... 101
4.6 Analisis Sensitivitas ........................................................................ 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 107
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 107
5.2 Saran ............................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
LAMPIRAN .................................................................................................. 118
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1.1. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Gurem diProvinsi Banten Berdasarkan Sensus Pertanian 2003 dan 2013 ...... 2
2.1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) dan RTUPGurem Berdasarkan Sensus Pertanian Tahun 2013 ......................... 10
2.2. Perkiraan Kontribusi Ternak dalam Sistem Tanaman-TernakTerhadap Pendapatan Petani............................................................. 17
2.3. Biaya dan Pendapatan Integrasi Usahatani Padi - Sapi di LahanSawah Tadah Hujan di Desa Lok Tangga, KecamatannKarangintan, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan,Tahun 2010....................................................................................... 18
2.4. Analisis Ekonomi Penanaman Padi dengan Metode Tanam SRI -Mina dan Konvensional.................................................................... 20
2.5. Penelitian Terdahulu Mengenai Kelayakan Usaha Budidaya LebahMadu dan Kontribusi Pendapatan Petani Diversifikasi Usaha Tani 38
3.1. Responden Penelitian yaitu Petani Padi yang Melakukan BudidayaLebah Trigona sp.............................................................................. 51
4.1. Data Rumah Tangga Petani (RTP) di Lokasi Penelitian .................. 62
4.2. Penerimaan Budidaya Padi dan Budidaya Lebah Trigona sp.Selama Satu Tahun ........................................................................... 81
4.3 Biaya Investasi Budidaya Lebah Trigona sp. .................................. 85
4.4. Biaya Operasional Budidaya Lebah Trigona sp. ............................. 88
4.5. Kontribusi Pendapatan Petani Padi dengan Diversifikasi BudidayaLebah Trigona sp.............................................................................. 90
4.6. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Lebah Trigona sp. ................. 94
4.7. Simulasi Perolehan PBP Salah satu Petani Pembudidaya LebahTrigona sp. ....................................................................................... 104
4.8. Analisis Sensitivitas dengan Simulasi Biaya Variabel danPendapatan pada Budidaya Lebah Trigona sp. ................................ 105
xiv
4.9. Hasil Rata-rata Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan BiayaVariabel dan Penurunan Pendapatan pada Petani Budidaya UsahaLebah Trigona sp. di Kabupaten Pandeglang................................... 107
4.10. Analisis Sensitivitas dengan Simulasi Biaya Variabel danPendapatan Bersamaan pada Budidaya Lebah Trigona sp............... 111
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1.1. Sarang Lebah Trigona sp. pada Rongga Bambu ........................... 5
2.1. Lebah Trigona sp ........................................................................... 27
2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................... 45
4.1. Peta Kabupaten Pandeglang .......................................................... 61
4.2. Jumlah Rumah Tangga Petani (RTP) di Tiga Kecamatan padaTahun 2003 (biru) dan Tahun 2013 (merah) ................................. 68
4.3. Jumlah Warga di Kecamatan Menes Berdasarkan Profesi ............ 70
4.4. Kotak Sarang Lebah Trigona sp. Hasil Pindahan Petani dariRongga Bambu atau Kayu d Hutan ............................................... 74
4.5. Petani Menunjukkan Proses Pemanenan Madu ............................. 78
4.6. Perbandingan Penerimaan Petani dari Gabah, Madu, dan PropolisLebah Trigona sp. .......................................................................... 75
4.7. Biaya Investasi Masing-masing Petani Lebah Trigona sp. ........... 85
4.8. Biaya Operasional Masing-masing Petani Lebah Trigona sp. ...... 83
4.9. Perbandingan Kontribusi Pendapatan Petani dari Budidaya Padidan Budidaya Lebah Trigona sp. dalam Satu Tahun ..................... 91
4.10. Nilai NPV Masing-masing Petani Lebah Trigona sp. ................... 95
4.11. Nilai Return on Investment (RoI) Masing-masing Petani LebahTrigona sp. ..................................................................................... 99
4.12 Nilai BEP Unit Masing-masing Petani Lebah Trigona sp. danRata-rata BEP Unit Keseluruhan ................................................... 95
4.13. Hasil Analisa Payback Period (PBP) Masing-masing PetaniLebah Trigona sp. .......................................................................... 96
4.14. Rata-rata Penurunan NPV Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.dengan Simulasi Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel5% dan 10% serta Penurunan Pendapatan 5% dan 10% ............... 107
4.15. Rata-rata Penurunan IRR Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.dengan Simulasi Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel5% dan 10% serta Penurunan Pendapatan 5% dan 10% .............. 108
xvi
4.16. Rata-rata Penurunan Net B/C Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.dengan Simulasi Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel5% dan 10% serta Penurunan Pendapatan 5% dan 10% ............... 109
4.17. Rata-rata Kenaikan Payback Period (PBP) Usaha BudidayaLebah Trigona sp. dengan Simulasi Analisis SensitivitasKenaikan Biaya Variabel 5% dan 10% serta PenurunanPendapatan 5% dan 10% ................................................................. 110
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuisioner Penelitian ........................................................................ 124
2. Rekapitulasi Kuisioner Penelitian .................................................... 129
3. Jumlah Petani Pembudidaya Lebah Trigona sp. di KabupatenPandeglang ...................................................................................... 131
4. Biaya Modal Budidaya Padi ............................................................ 133
5. Biaya Investasi Budidaya Lebah Trigona sp. .................................. 140
6. Biaya Operasional Budidaya Lebah Trigona sp. ............................. 147
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Pandeglang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Banten
yang menjadi lumbung pangan. Luas areal sawah mencapai 54.739 hektar (ha)
dengan jenis pengairan irigasi dan non irigasi. Tahun 2017, produksi padi
mencapai 793.375 ton dengan luas panen 143.475 ha. Jumlah petani yang
berkiprah dalam produksi padi tersebut diperkirakan mencapai 33,03 persen dari
jumlah penduduk usia kerja yaitu mencapai 272.720 orang petani (BPS
Pandeglang, 2018). Mereka tersebar di berbagai kecamatan dan beraktivitas
budidaya padi umumnya dua kali dalam setahun.
Petani di Pandeglang mayoritas adalah petani gurem atau petani kecil.
Mengacu pada hasil Sensus Pertanian Tahun 2013 (ST2013) Provinsi Banten,
jumlah rumah tangga petani (RTP) gurem mencapai 86.000 RTP dari total petani
mencapai 151.599 RTP (Tabel 1.1). Petani gurem tersebut umumnya hanya
memiliki lahan garap kurang dari 0,5 hektar (ha) dan memiliki pendapatan yang
rendah. Biasanya, petani gurem hanya menggarap lahan untuk memperoleh upah
atau mengolah lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil pada saat panen
(Bappenas, 2014). Petani gurem juga identik dengan kemiskinan, bahkan minim
terhadap akses pasar, teknologi, dan informasi (Suratiyah, 2001). Demikian juga
Suproyo (1979), mengidentifikasi bahwa petani gurem atau petani kecil memiliki
ciri inovasi yang rendah serta kepemilikan modal yang kecil. Akibatnya,
2
produktivitas tanaman yang diusahakan pun minim yang berdampak pada
perolehan pendapatan yang juga kecil. Petani gurem selalu dikelompokkan dalam
masyarakat miskin.
Tabel 1.1. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Gurem diProvinsi Banten Berdasarkan Sensus Pertanian 2003 dan 2013.
Kabupaten/KotaRumah Tangga Usaha Pertanian Gurem
Tahun 2003 Tahun 2013 Pertumbuhan%
Pandeglang 111.833 86.000 - 23,10
Lebak 104.810 115.758 10,45
Tangerang 199.467 61.928 - 68,95
Serang 141.606 85.045 - 39,94
Kota Tangerang 19.006 7.561 - 60,22
Kota Cilegon 14.005 6.072 - 56,64
Kota Serang 22.526 12.841 - 42,99
Kota Tangerang Selatan 21.162 4.683 - 77,87
Jumlah 634.415 379.888 - 40,12* satuan rumah tanggaSumber: BPS Banten, 2013
Keberadaan petani gurem yang sangat besar menjadikan perhatian
sejumlah pihak untuk membantu meningkatkan pendapatannya. Bahkan, Bank
Dunia pernah memberikan saran kepada setiap negara yang memiliki petani
gurem tinggi untuk menggalakkan peningkatan produktivitas, menumbuhkan
diversifikasi usaha tani, sekaligus memberikan tambahan usaha yang
berkontribusi positif kepada pendapatan petani (Bank Dunia, 2007).
Kementerian Pertanian dalam Rencana Startegis Tahun 2015-2019
menuangkan kebijakan tentang reorientasi multiproduk pertanian. Kebijakan ini
mengarahkan petani untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya, lalu
3
diintegrasikan sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka. Bahkan, pola
integrasi yang disebutkan berkaitan erat dengan tanaman – hewan – hutan.
Pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia secara bersama akan meningkatkan
efisiensi hayati dari ekosistem. Selain itu, dengan sistem integrasi maka akan
memberikan tingkat pendapatan dari produk yang beragam, dengan kata lain tidak
menggantungkan pendapatan petani hanya dari satu jenis komoditas. Rencana
strategis tersebut sudah harus diterapkan seiring dengan pedapatan petani yang
didorong untuk terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya
(Kementerian Pertanian, 2015).
Selama ini, di Kabupaten Pandeglang dan umumnya di Provinsi Banten,
upaya membantu petani gurem untuk meningkatkan pendapatannya dilakukan
dengan pendekatan-pendekatan program pemerintah yang bersifat diversifikasi
usaha. Sekaligus integrasi antara tanaman pangan dengan budidaya hortikultura.
Ada juga memadukan dengan sektor peternakan (sapi, domba, ayam kampung,
dan itik) serta perikanan (ikan nila, mas, dan lele). Namun, petani gurem memiliki
keterbatasan dalam pengelolaan berkelanjutan sehingga program yang diberikan
tidak bertahan lama. Tentu saja program diversifikasi usaha yang bertujuan
meningkatkan pendapatan petani tersebut tidak tercapai. Sehingga hal ini menjadi
perhatian sejumlah pihak untuk menemukan upaya lain dalam meningkatkan
pendapatan petani dengan cara diversifikasi usaha dengan jenis ternak lainnya.
Sebagai alternatif integrasi atau diversifikasi usaha bagi petani gurem,
maka perlu pendekatan yang tidak terlalu rumit, kebutuhan modal tidak besar,
budaya dan kebiasaan yang sejalan atau tidak bertentangan, serta memiliki
4
efisiensi aktivitas yang tinggi. Selain itu, integrasi dengan pendekatan
diversifikasi usaha tersebut perlu melihat potensi pasar yang terbuka dan
berkelanjutan. Juga mempertimbangkan keseimbangan alam dalam rangka
kelestarian lingkungan dan perbaikan ekosistem, khususnya di lingkungan
pertanian.
Potensi yang bisa dijadikan andalan dalam pengembangan diversifikasi
usaha tani dengan memanfaatkan ternak lain adalah bubdidaya lebah Trigona sp.
Jenis lebah Trigona yang ada di Provinsi Banten adalah T. laeviceps dan T. itama.
Sama halnya dengan jenis Trigona yang ada di Bali, Sumatera, Kalimantan, dan
Sulawesi (Wulandari, dkk, 2016). Perbedaan T. laeviceps dan T. itama adalah
antara lain dari ukuran lebah. T. laeviceps berukuran lebih kecil dan banyak di
temukan di berbagai tempat termasuk di rumah-rumah penduduk.
Lebah ini sudah banyak dibudidayakan terutama oleh masyarakat yang ada
di dekat hutan pegunungan. Umumnya budidaya yang dilakukan hanya sekadar
sebagai pesediaan obat alami bagi anggota keluarganya yang sakit. Madu yang
dihasilkan dipanen sekedarnya, lalu sarang lebah di simpan kembali ke tempatnya
seperti sedia kala.
Khususnya di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, pembudidaya
lebah T. laeviceps cukup banyak dan tersebar di beberapa kecamatan yang
letaknya dekat pegunungan, yakni Gunung Karang, Gunung Aseupan, dan
Gunung Pulosari. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(2017), ada sekitar 240-an petani pembudidaya lebah Trigona sp. (lihat Lampiran
5
1). Namun, pada mulanya, budidaya yang dilakukan bukan untuk kepentingan
bisnis, melainkan sekedar hobi atau persiapan obat alami keluarga.
Namun akhir-akhir ini, seiring dengan terbukanya pasar madu Trigona sp.,
propolis, dan royal jeli, pembudidaya sudah banyak melakukan pembenahan
budidaya. Misalnya, adanya perbaikan sarang lebah, pemeliharaan dari serangga
atau hewan predator, serta menanam tanaman yang menghasilkan bunga
sepanjang tahun. Harapan dengan adanya upaya sedemikian rupa, maka akan
dihasilkan madu atau propolis yang berkualitas.
Pembudidaya lebah Trigona sp. umumnya adalah petani pangan atau
hortikultura. Meski awalnya hanya hobi atau tidak memiliki niat untuk budidaya,
akhirnya setelah tahu bahwa lebah klanceng (Bahasa Jawa) atau teuweul (Bahasa
Gambar 1.1. Sarang Lebah Trigona sp. pada Rongga Bambu.Sumber: www.tokomerdeka.com
6
Sunda) ini memiliki nilai ekonomi yang baik, para petani tersebut serius
melakukan budidaya. Bahkan, petani melakukan pencarian sarang lebah Trigona
sp. ke hutan untuk dibudidayakan di rumahnya.
Sehingga, upaya untuk meningkatkan pendapatan petani gurem khususnya
di Pandeglang adalah dengan melakukan diversifikasi usaha budidaya lebah
Trigona sp. sehingga dihasilkan madu dan propolis. Jumlah sarang lebah yang
diteliti disesuaikan dengan kepemilikan sarang terbanyak petani yaitu 30 kotak
dan luas lahan sawah yang digarap petani adalah 0,3 hektar (ha).
Berdasakan Latar Belakang ini, maka dilakukan penelitian mengenai
“Analisis Kelayakan Diversifikasi Usaha Tani Padi - Lebah Trigona sp. di
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten”. Penelitian ini diharapkan bisa
memberikan alternatif diversifikasi usaha petani gurem atau kecil di pedesaan
dengan budidaya lebah Trigona sp. yang bisa memberikan kontribusi pendapatan
petani dari produk yang dihasilkan, antara lain madu dan propolis.
Juga, diharapkan penelitian ini dapat mengukur kontribusi pendapatan
dari budidaya lebah Trigona sp dan pertanian utama dari petani yaitu budidaya
padi sehingga bisa terlihat seberapa besar kontribusi pendapatan yang diperoleh
petani tersebut dalam satuan per tahun. Sekaligus membandingkan dengan pola
diversifikasi usaha yang selama ini dilakukan petani, yaitu di bidang peternakan
dan perikanan.
1.2. Rumusan Masalah
a. Berapa pendapatan total petani padi dengan kepemilikan lahan kurang dari
0,3 ha yang melakukan diversifikasi usaha budidaya lebah Trigona sp.?
7
b. Bagaimana kontribusi usaha budidaya lebah Trigona sp. terhadap pendapatan
petani padi dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,3 ha?
c. Bagaimana kelayakan usaha budidaya lebah Trigona sp. yang dipelihara
petani padi dengan kepemilikan sawah 0,3 ha di Kabupaten Pandeglang?
d. Bagaimana sensitivitas usaha budidaya lebah Trigona sp. dengan biaya
variabel naik dan pendapatan menurun?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kontribusi pendapatan diversifikasi usaha budidaya lebah
Trigona sp. yang dilakukan petani padi dengan kepemilikan lahan kurang dari
0,3 ha.
b. Untuk mengetahui pendapatan total petani padi dengan kepemilikan lahan
kurang dari 0,3 ha yang melakukan diversifikasi usaha budidaya lebah
Trigona sp.?
c. Untuk mengetahui analisa usaha dan studi kelayakan usaha budidaya lebah
Trigona sp. oleh petani padi di Kabupaten Pandeglang.
d. Untuk mengetahui analisis sensitivitas budidaya lebah Trigona sp. yang
dilakukan petani padi dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,3 ha dengan
biaya variabel naik dan pendapatan menurun.
1.4. Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi oleh objek penelitian yaitu petani padi dengan
kepemilikan lahan kurang dari 0,3 ha yang melakukan diversifikasi usaha dengan
8
budidaya lebah Trigona sp. dengan jumlah sarang tidak lebih dari 30 kotak atau
stup berlokasi di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Lokus petani yang
dilakukan penelitian adalah di tiga kecamatan, yaitu Pandeglang, Majasari, dan
Menes.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Petani
Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Selain karena alasan lahan
pertanian yang subur, juga sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor
pertanian. Bedasarkan data Sensus Pertanian 2013 (ST2013) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS), terdapat 26.135.469 rumah tangga petani se-Indonesia. Terdiri
dari petani di sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan kehutanan (BPS, 2014).
Hanya saja, sebanyak 55,33 persen atau 14.248.870 rumah tangga petani
tersebut memiliki lahan garap pertanian (sawah) kurang dari 0,5 hektar (ha)
sehingga mereka disebut sebagai petani gurem (Bappenas, 2014). Petani gurem
identik dengan kemiskinan, pendapatan yang kecil, bahkan minim terhadap akses
pasar, teknologi, dan informasi. Serta, petani gurem atau petani kecil memiliki ciri
inovasi yang rendah serta kepemilikan modal yang kecil (Suproyo, 1979;
Suratiyah, 2001). Akibatnya, produktivitas tanaman yang diusahakan pun minim
yang berdampak pada perolehan pendapatan yang juga kecil. Petani gurem selalu
dikelompokkan dalam masyarakat miskin.
Komposisi rumah tangga petani gurem terbanyak berada di Pulau Jawa,
yaitu 10,18 juta rumah tangga atau 71 persen dari total rumah tangga petani gurem
se-Indonesia (Tabel 2.1). Berdasarkan analisis rumah tangga, lahan, dan usaha
pertanian di Indonesia yang dilakukan Bappenas (2014), yang mengacu pada
10
ST2013, secara agregat dari 2003 hingga 2013, rumah tangga petani gurem
mengalami penurunan, terutama di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Selainnya,
justru berkebalikan. Bahkan, di Provinsi Papua rum ah tangga petani gurem
mengalami peningkatkan jumlah terbesar yaitu mencapai 79,87 persen.
Tabel 2.1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) dan RTUPGurem Berdasarkan Sensus Pertanian Tahun 2013
No ProvinsiRTUP Pengguna Lahan RTUP Gurem
Tahun Tahun2003 2013 2003 2013
1. Aceh 691.454 637.778 248.823 276.729
2. Sumatera Utara 1.451.813 1.308.392 751.330 570.184
3. Sumatera Barat 695.739 640.695 357.797 275.135
4. Riau 511.395 568.070 125.418 68.568
5. Jambi 401.052 426.647 101.836 65.499
6. Sumatera Selatan 946.858 949.801 218.091 110.932
7. Bengkulu 275.769 275.559 49.147 35.974
8. Lampung 1.272.932 1.218.927 447.126 362.148
9.Kep. BangkaBelitung
127.412 117.488 52.891 26.069
10. Kepulauan Riau 56.086 50.230 28.379 20.545
11. DKI Jakarta 47.262 9.515 45.428 8.611
12. Jawa Barat 4.242.003 3.039.716 3.501.867 2.298.193
13. Jawa Tengah 5.697.473 4.262.608 4.629.877 3.312.235
14. DI Yogyakarta 573.092 495.401 479.780 424.557
15. Jawa Timur 6 189.481 4.931.502 4.893.626 3.755.833
16. Banten 875.287 584.259 634.415 379.888
17. Bali 485.531 404.507 313.111 257.181
18.Nusa TenggaraBarat
686.172 587.617 446.040 350.130
19.Nusa TenggaraTimur
722.039 770.864 224.987 289.917
11
20.KalimantanBarat
594.483 616.895 120.575 81.287
21.KalimantanTengah
273.806 261.227 45.564 29.083
22.KalimantanSelatan
450.903 420.352 193.773 133.853
23.KalimantanTimur
180.515 165.413 56.075 27.326
24.KalimantanUtara
34.595 39.369 9.084 6.343
25. Sulawesi Utara 300.834 246.394 103.154 72.055
26. Sulawesi Tengah 372.636 387.258 69.935 74.073
27. Sulawesi Selatan 1.049.449 950.241 408.673 338.108
28.SulawesiTenggara
293.555 299.926 72.188 63.809
29. Gorontalo 118.257 117.251 44.791 40.962
30. Sulawesi Barat 160.863 179.814 43.560 50.696
31. Maluku 178.497 170.169 68.913 78.140
32. Maluku Utara 124.480 127.865 19.679 21.857
33. Papua Barat 71.131 65.458 39.344 37.570
34. Papua 266.728 424.058 169.774 305.380
Indonesia 30.419.582 25.751.266 19.015.051 14.248.870
Sumber: BPS (2013)
Keberadaan petani gurem semakin meningkat di sebuah wilayah, diduga
karena bertambahnya penduduk yang berkiprah di sektor pertanian, sementara
lahan yang dikelola semakin mengecil akibat dikonversi ke penggunaan non-
pertanian. Sedangkan jumlah petani gurem menurun di sebuah wilayah, diduga
karena petani gurem tersebut tidak lagi berkiprah di dunia pertanian akibat lahan
garapannya sudah tidak ada. Lahan pertanian mereka sudah berubah menjadi
kawasan industri, kawasan perdagangan dan bisnis, sarana pendidikan, sarana
infrastruktur lain yang berhubungan dengan kepentingan bisnis dan sosial
12
manusia. Hasil penelitian Irawan (2008), konversi lahan sawah umumnya
digunakan untuk perumahan penduduk (sekitar 49% lahan) selain untuk
pembangunan infrastruktur publik, perkantoran, pertokoan, serta industri. Juga
diduga petani gurem tersebut sudah tidak menjadi petani lagi karena usia yang
sudah lanjut, sementara anggota keluarga lainnya tidak melanjutkan aktivitas
pertanian orangtuanya (Susilowati, 2016).
Istilah yang digunakan oleh Badan Pusat Statitisk (BPS) dalam sensus
pertanian untuk menyebut rumah tangga pertanian yang menguasai lahan kurang
dari 0,5 hektar (ha) yaitu dengan sebutan rumah tangga petani gurem.
Penghitungan jumlah rumah tangga petani gurem berdasarkan jumlah luas lahan
yang dikuasai oleh rumah tangga baik lahan pertanian maupun lahan bukan
pertanian. Jumlah petani gurem di Indonesia di tahun 2013 mencapai 14.248.870
rumah tangga. Angka ini menurun sebanyak 4.766.181 rumah tangga atau minus
25,06 persen selama satu dasawarsa, yakni di tahun 2003 (BPS, 2013).
Jumlah petani gurem menurun di tahun 2013 bukan akibat dari
betambahnya luas lahan mereka. Melainkan, petani gurem tersebut tidak lagi
menjadi petani melainkan beralih menjadi profesi lain yang dianggap mampu
meningkatkan kesejahteraannya. Antara lain menjadi buruh, kuli bangunan, atau
bekerja kasar di kota.
Menurut catatan Direktorat Pangan dan Pertanian, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(2014), rumah tangga petani gurem tersebut tingkat kesejahteraannya identik
dengan kemiskinan. Bahkan, hasil Susenas bulan September 2013 menunjukkan
13
sebagian besar rumah tangga miskin adalah rumah tangga pertanian, yaitu sebesar
48,8 persen. Hal ini terkait dengan pendapatan petani dan buruh tani yang rendah
dibandingkan upah di sektor lainnya. Upah buruh tani per hari pada tahun 2013
sebesar Rp. 40.302, lebih rendah dibandingkan upah buruh bangunan yaitu
sebesar Rp. 65.148 (BPS, 2014).
Upaya meningkatkan pembangunan pertanian di Indonesia, Bappenas
berpendapat masih mengalami tantangan, antara lain; Pertama, lahan pertanian
yang luasnya relatif stagnan sementara jumlah penduduk semakin meningkat.
Kedua, kurangnya ketersediaan infrastruktur pennunjang pertanian, seperti waduk
dan irigasi. Ketiga, keterbatasan penggunaan teknologi dalam mengelola pertanian
yang mengakibatkan produk pertanian Indonesia kurang bersaing di pasar global.
Keempat, akses terhadap sumber modal cukup rendah, sehingga produktivitas
juga rendah. Kelima, mata rantai tata niaga pertanian yang panjang, sehingga
petani tidak bisa menikmati harga yang lebih baik.
Selain itu, faktor lain yang menjadi penghambat dalam pembangunan
pertanian di Indonesia, di antaranya adalah alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian, banyaknya bencana alam seperti banjir dan kekeringan, pencemaran
lingkungan, sehingga sangat signifikan terhadap penurunan produktivitas
pertanian. Belum lagi faktor kualitas tenaga kerja, dari sisi pendidikan dan
rendahnya kemampuan adopsi teknologi oleh petani, yang akan berakibat pada
rendahnya tingkat kesejahteraan petani.
Rumah tangga petani gurem selama ini selalu menjadi objek pembangunan
yang diselenggarakan instansi terkait. Dengan alasan membantu permasalahan
14
yang mereka hadapi, berbagai pendekatan program yang diselenggarakan
pemerintah bermuara dengan kepentingan petani ini. Antara lain, hadirnya pupuk
bersubsidi, diharapkan bisa memberikan kemudahan bagi petani untuk
mendapatkannya sehingga bisa diaplikasikan di lahan sempit milik mereka yang
berpengaruh terhadap produksi budidaya tanaman yang diusahakan. Harapannya,
pupuk bersubsidi yang harganya diharapkan terjangkau dapat meningkatkan
produksi padi yang diusahakan, dan ketika dijual bisa memperoleh pendapatan
yang bisa memenuhi kebutuhan kehidupan keluarganya.
Pendekatan lain yang juga dilakukan untuk mengurangi pengeluaran
keuangan rumah tangga petani gurem yaitu dengan bantuan sarana produksi
pertanian benih padi, racun hama dan penyakit, serta alat mesin pertanian yang
bisa digunakan bersama-sama dalam satu kelompok tani seperti handtraktor,
mesin panen (combine harvester), mesin perontok padi (power threser), dan
mesin pompa air. Termasuk perbaikan sarana irigasi desa yang bisa membantu
mengalirkan air secara kontinyu yang diharapkan petani bisa menanam padi atau
jenis tanaman hortikultura berkali-kali dalam satu tahun.
2.٢. Diversifikasi Usaha Tani
Dalam rangka meningatkan pendapatan petani yang memiliki lahan
garapan yang sempit, Budhi (2010) menyebut solusinya adalah dilakukan dengan
pengaturan pola tanam serta diversifikasi usaha. Pengaturan pola tanam artinya
memadukan aneka jenis tanaman dalam satu lahan, dengan target panen harian,
mingguan,atau bulanan. Misalnya, lahan dibagi menjadi beberapa petak yang
ditanami jenis tanaman berbeda dengan waktu panen berbeda. Harapannya,
15
pendapatan petani akan bertambah. Atau, dalam satu tahun dilakukan berbeda-
beda tanaman. Pola tanam yang dikembangkan bisa padi – hortikultura – padi,
atau padi – padi – hortikultura. Dengan penanaman hortikultura, yang memiliki
nilai harga di pasar lebih menjanjikan, maka petani akan memperoleh tambahan
pendapatan yang lebih baik.
Diversifikasi usaha model lain adalah dengan melakukan integrasi usaha
dengan bidang lain. Sesuai perhatian Kementerian Pertanian dalam Rencana
Strategis Kementeian Pertanian 2015-2019, bahwa keterbatasan lahan yang
dimiliki petani menjadi salah satu penyebab pendapatan mereka kecil. Namun,
dengan diverisifikasi usaha tani atau mengintegrasikan dengan usaha tani lainnya,
diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani, baik karena adanya faktor
input budidaya tani yang tersedia karena diversifikasi usaha tadi, atau karena
adanya pendapatan baru yang diperoleh petani akibat produk baru yang
dihasilkan.
Misalnya, di saat petani melakukan integrasi diversifikasi usaha dengan
ternak, maka petani diharapkan bisa menggunakan pupuk kompos yang dihasilkan
ternak untuk budidaya pertaniannya. Sehingga petani tidak perlu membeli pupuk
yang menjadi beban selama ini. Artinya, ada pengugrangan belanja modal yang
dilakukan. Selain itu, ternak atau hasil ternak seperti susu, daging, telur yang bisa
dijual merupakan perolehan produk baru petani yang bisa meningkatkan
pendapatan.
Diversivikasi usaha tani merupakan salah satu upaya yang dilakukan
petani untuk melepaskan diri dari kemiskinan seraya meningkatkan kesejahteraan
16
keluarganya (Wahyuningsih, 2008). Petani melakukan usaha tani dengan beragam
yang diharapkan menjadi acuan dalam perolehan pendapatan keluarganya. Dari
sisi keterlibatan usaha tani tersebut, keluarga menjadi penopangnya. Beberapa
syarat keberhasilan diversifikasi sehingga bisa dijalankan petani adalah
berkembangnya ekonomi usaha tani yang tangguh serta keterampilan petani
dalam menerapkan inovasi untuk terus meningkatkan produktivitas usaha.
2.٢.1. Integrasi Usaha Pertanian dengan Peternakan
Diversifikasi usaha pertanian yang dilakukan selama ini umumnya
mengintegrasikan dengan peternakan dan perikanan. Alasan mengintegrasikan
dengan peternakan yaitu diharapkan petani selain bisa menambah penghasilannya
dengan menjual hasil ternak, sampingannya berupa limbah dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk. Konsep ini dikenal dengan zero waste atau nihil limbah
(Kementan, 2015). Hewan ternak yang diintegrasikan antara lain sapi, kerbau,
domba, kambing, ayam kampung, puyuh, bebek, serta itik. Namun, yang menjadi
program yang diberikan kepada petani oleh Kementerian Pertanian umumnya
adalah sapi, kerbau, domba, dan akhir-akhir ini ayam kampung.
Menurut Indrawanto dan Atman (2018), integrasi tanaman-ternak memiliki
keuntungan bagi petani (Tabel 2.1). Model diversifikasi ini, pendapatan petani
dapat meningkat. Namun kendala yang dihadapi adalah, pemeliharaan ternak
menyita waktu petani gurem lebih besar sekaligus biaya pemeliharaan yang cukup
besar.
17
Tabel 2.2. Perkiraan Kontribusi Ternak dalam Sistem Tanaman-TernakTerhadap Pendapatan Petani.
Sistem Tanaman – TernakKontribusi
Pendapatan dariTernak (%)
Tanaman pangan – Ayam 17,6Tanaman pangan+perkebunan – Kambing 16,2Tanaman pangan – Sapi 13,9Tanaman pangan – Ayam+Kambing+Sapi 35,2Tanaman pangan+perkebunan – Ayam+Kambing+Sapi 34,9Tanaman sayuran –Domba 10,4Kelapa sawit – Domba 5-10Karet – Domba 15-20Kelapa – Sapi 75Kelapa – Domba 50
Sumber: Indrawanto dan Atman (2018)
Di Provinsi Kalimantan Selatan, Galib (2010) meneliti pendapatan petani
yang mengintegrasikan usaha tani padi dengan ternak sapi di sawah tadah hujan,
mampu memberikan pendapatan bersih sebesar Rp. 15.309.950/ha (dua kali
tanam) (Tabel 2.3). Pendapatan itu diperoleh dari panen gabah padi yang
meningkat akibat pemberian pupuk kandang sekaligus sewa sapi untuk
pengolahan lahan.
Sementara Basuni dkk (2010) dan Yuliani (2014) menyebutkan, selain
mampu menjamin produktivitas lahan karena perbaikan mutu dan kesuburan
tanah akibat pemberian pupuk kandang organik secara kontinyu, pola integrasi
ternak dengan tanaman pangan bisa meningkatkan pendapatan petani hingga 70%.
Hal ini dalam skala luas lahan 5 ha dan 20 ekor sapi. Sedangkan Sariubang (2010)
menyebut pembibitan sapi sebanyak 10 ekor yang diintegrasikan dengan padi
seluas 1 ha di Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, dalam setahun
mampu memperoleh pendapatan Rp 34,488 juta.
18
Tabel 2.3. Biaya dan Pendapatan Integrasi Usahatani Padi-Sapi di LahanSawah Tadah Hujan di Desa Lok Tangga, KecamatannKarangintan, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan SelatanTahun 2010.
Uraian Biaya (Rp)Penerimaan
(Rp)Pendapatan
(Rp) R/C
Petani konvensional
Tanam (MH) 2.015.500 6.000.000 3.985.000 2,97
Sapi 2.500.000 2.875.000 325.000 1,11
Jumlah 4.515.000 8.875.000 4.310.000 1,96
Petani – Ternak Sapi
Tanam I (MK) 1.756.500 7.920.000 6.163.500 4,51
Tanam II (MH) 2.001.500 9.980.000 7.978.500 4,99
Sapi 2.669.550 3.867.500 1.197.950 1,43
Jumlah 6.427.550 21.767.500 15.309.950 3,39
Sumber: Galib, 2010
2.٢.2. Integrasi Usaha Pertanian dengan Perikanan
Sementara di bidang perikanan, integrasi usaha yang sudah sangat lama
diterapkan adalah mina-padi, yakni memelihara ikan di sawah bersamaan dengan
menanam padi. Menurut Sujaya, dkk (2018), sistem minapadi memiliki
keunggulan tersendiri bagi petani. Selain menyediakan pangan sumber
karbohidrat, minapadi juga menyediakan protein sehingga cukup baik dalam
meningkatan gizi pangan yang dikonsumsi masyarakat pedesaan. Minapadi juga
memiliki keuntungan lain, yaitu mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk
anorganik serta mengurangi biaya untuk penyiangan dan pengolahan tanah (Arlius
dan Ekaputra, 2011). Bukan tanpa alasan, di tahun 2016 lalu dilakukan program
minapadi kembali di berbagai provinsi dengan anggaran berasal dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP). Program ini bertujuan untuk meningkatkan
19
produktivitas lahan sawah tanpa mengurangi hasil panen padi sekaligus bagian
upaya meningkatkan nilai tambah bagi petani.
Hasil penelitian tentang minapadi dituliskan Nurhayati dkk (2013), yang
menyebutkan bahwa petakan sawah (500 m2 hingga 1.500 m2) yang ditebar ikan
mas sebanyak 3.000 ekor seukuran 10 cm, dalam satu musim mampu memperoleh
pendapatan hingga Rp. 4,4 juta. Selain itu produktivitas padi meningkat 0,57 ton
dalam satuan hektar. Sebelumnya, penelitian Arlius dan Ekaputra (2011)
menyebut, dalam satu hektar pola minapadi dengan system rice intensification
(SRI) mampu memberikan pendapatan petani mencapai Rp 26,5 juta di banding
pola konvensional yakni, Rp 8,885 juta (Tabel 2.4).
Hanya saja, pendekatan integrasi dan diversifikasi usaha antar pertanian-
peternakan dan atau pertanian-perikanan memiliki biaya yang sangat tinggi.
Belum lagi dengan proses pemeliharaan yang sangat intensif. Bagi petani gurem,
untuk memiliki hewan ternak ada keterbatasan modal, demikian juga dengan
pengelolaan perikanan di lahannya. Belum lagi keahlian dalam pemeliharaan
merupakan faktor penentu keberhasilan usaha. Petani gurem pada faktanya kurang
memiliki pengetahuan mengenai peternakan secara menyeluruh, pun dengan
perikanan.
Sebagai alternatif integrasi atau diversifikasi usaha bagi petani gurem,
maka perlu pendekatan yang tidak terlalu rumit, kebutuhan modal tidak besar,
budaya dan kebiasaan yang sejalan atau tidak bertentangan, serta memiliki
efisiensi aktivitas yang tinggi. Selain itu, integrasi dengan pendekatan
diversifikasi usaha tersebut perlu melihat potensi pasar yang terbuka dan
20
berkelanjutan. Juga mempertimbangkan keseimbangan alam dalam rangka
kelestarian lingkungan dan perbaikan ekosistem, khususnya di lingkungan
pertanian.
Tabel 2.4. Analisis Ekonomi Penanaman Padi dengan Metode Tanam SRI-Mina dan Konvensional
Faktor ProduksiSRI-Mina Konvensional
Volume Biaya Volume BiayaPembiayaanBenih Padi 7 kg Rp. 35.000 25 kg Rp. 125.000Urea 100 kg Rp. 180.000 200 kg Rp. 360.000SP-36 50 kg Rp. 115.000 100 kg Rp. 230.000KCl 50 kg Rp. 125.000 100 kg Rp. 250.000Pupuk Organik 10.000 kg Rp. 1.400.000Penyiapan lahan 18 HOK Rp. 450.000 18 HOK Rp. 450.000Tenaga Kerja
Pemupukan 6 HOK Rp. 150.000 4 HOK Rp. 100.000Penanaman 24 HOK Rp. 600.000 32 HOK Rp. 800.000Penyiangan 28 HOK Rp. 700.000 14 HOK Rp. 350.000Panen 40 HOK Rp. 900.000 40 HOK Rp. 900.000
Benih Ikan 80 kg Rp. 3.200.000 - -Total Biaya Rp. 7.855.000 Rp. 3.365.000PendapatanPadi 7800 kg Rp. 19.500.000 4.860 kg Rp. 12.250.500Ikan 280 kg Rp.7.000.000 - -Keuntungan Rp. 26.500.000 Rp. 8.885.000Selisih keuntungan SRI-Mina
Rp. 17.615.500
* dalam satuan 1 hektarSumber: Arlius dan Ekaputra, 2010.
2.2.3. Integrasi Usaha Pertanian dengan Budidaya Lebah Trigona sp.
Madu merupakan kekayaan alami Indonesia yang potensinya belum digali
maksimal. Beraneka macam madu dihasilkan dari aneka lebah. Antara lain telah
dikenal madu berdasarkan jenis pakan lebah, misalnya madu lengkeng, madu
21
mahoni, madu randu, madu kopi, atau madu rambutan (Kementerian Kehutanan,
2013). Artinya, lebah penghasil madu tersebut dipelihara di perkebunan tanaman
sesuai nama madu tersebut. Madu lengkeng, misalnya, dipelihara di perkebunan
lengkeng, madu randu dipelihara di perkebunan randu, madu kopi dipelihara di
perkebunan kopi, dan seterusnya. Juga madu diklasifikasikan berdasarkan warna,
antara lain madu putih, merah, dan hitam, karena warna madu yang dihasilkan
oleh lebah tertentu berdasarkan pengaruh jenis bunga serta iklim (Kuntadi, 2014).
Secara garis besar, madu dihasilkan dari lebah yang bersengat dan lebah
tidak bersengat (stingless bee) (Bogdanov, et al 2008; Chaudari, et al 2012).
Umumnya, madu yang dikonsumsi masyarakat berasal dari lebah yang bersengat
dari genus Apis, yaitu Apis dorsata, Apis mellifera, dan Apis cerana. Lebah-lebah
ini dipelihara maupun liar menghasilkan madu yang layak dikonsumsi. Madu
yang dihasilkan lebah dari genus Apis ini sudah umum dikonsumsi masyarakat
dan dipasarkan di berbagai tempat. Bahkan, beberapa bagian dari sarang lebah
sudah diolah menjadi produk yang dibutuhkan masyarakat, antara lain royal jeli,
propolis, dan lilin (Mahani, dkk 2014).
Lebah Apis dikembangbiakkan dan dipelihara di daerah-daerah hutan yang
keadaaan alamnya masih baik. Tidak ada gangguan karena cemaran kimia. Atau,
gangguan lain yang menyebabkan kelestarian alam terganggu. Karena, lebah lebih
mampu menyesuaikan diri berdasarkan lingkungan. Jika alam rusak, maka lebah
tidak akan mampu berkembang biak yang tentu saja tidak akan mampu
memproduksi madu dengan maksimal. Produksi madu ditentukan oleh jumlah
22
bunga dan jumlah lebah pekerja yang berperan sebagai penghisap putik sari pada
bunga (Agussalim, 2017).
Sementara lebah yang tidak bersengat termasuk dalam genus Trigona sp.
Berdasarkan para ahli, lebah tanpa sengat ini memiliki jenis yang juga beragam.
Madu yang dihasilkan lebih sedikit dibanding dengan lebah lainnya. Rasanya
lebih masam memiliki khasiat untuk kesehatan yang lebih tinggi. Tidak banyak
yang melirik lebah ini, padahal potensi pasar dan harga produk lebah yang
ditawarkan lebih mahal dibanding produk lebah Apis (Hadisoesilo, 2001).
Ukuran lebah trigona ini sangat kecil, sekitar 1-2 cm. Warnanya hitam
dengan sayap bening (Hrncir et al, 2016). Wikipedia (2018) menuliskan ada 22
jenis spesies lebah Trigona yang hidupnya menyebar di berbagai tempat, antara
lain Indonesia, Brazil, Mexico, Australia, Malaysia, hingga negara tropis di
Afrika. Michener dalam Dowrschak dan Blüthgen (2010) menyebutkan bahwa
ada 400 spesies lebah tanpa sengat (stingless bee) di negara tropis dan berperan
besar sebagai polinator.
Di Indonesia, di semua pulau terdapat lebah Trigona sp. dengan spesies
tertentu. Bahkan, ada yang berukuran sekitar 1-2 mm saja dengan sarang di tanah.
Lebah ini menempati ruang yang ada di pepohonan, bambu, tanah, celah bebatuan
atau ruang lain yang memiliki celah sebagai pintu masuk (Inoe, dkk (1989) dalam
Putra, dkk 2016).
Jenis lebah Trigona yang ada di sekitar Provinsi Banten diketahui adalah
T. laeviceps dan T. itama. Sama halnya dengan jenis Trigona yang ada di Bali,
Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi (Wulandari, dkk 2016). Perbedaan T.
23
laeviceps dan T. itama adalah antara lain dari ukuran lebah. T. laeviceps
berukuran lebih kecil dan banyak di temukan di berbagai tempat termasuk di
rumah-rumah penduduk. Sudah banyak dibudidayakan terutama para masyarakat
yang ada di dekat hutan pegunungan. Umumnya budidaya yang dilakukan
masyarakat hanya sekadar sebagai pesediaan obat alami di saat anggota
keluarganya sakit meriang. Madu yang dihasilkan dipanen sekedarnya, lalu sarang
lebah di simpan kembali ke tempatnya seperti sedia kala.
Di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, pembudidaya lebah T.
laeviceps cukup banyak dan tersebar di beberapa kecamatan yang letaknya dekat
pegunungan, yakni Gunung Karang, Gunung Aseupan, dan Gunung Pulosari.
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2017), ada
sekitar 240-an petani pembudidaya lebah Trigona sp.. Namun, pada mulanya,
budidaya yang dilakukan bukan untuk kepentingan bisnis, melainkan sekedar hobi
atau persiapan obat alami keluarga.
Namun, akhir-akhir ini, seiring dengan terbukanya pasar madu Trigona
sp., propolis, dan royal jeli, pembudidaya sudah banyak melakukan pembenahan
budidaya. Misalnya, adanya perbaikan sarang lebah, pemeliharaan dari serangga
atau hewan predator, serta menanam tanaman yang menghasilkan bunga
sepanjang tahun. Harapannya, dengan adanya upaya sedemikian rupa, maka akan
dihasilkan madu atau propolis yang berkualitas.
Pembudidaya lebah Trigona sp. umumnya adalah petani pangan atau
hortikultura. Meski awalnya hanya hobi atau tidak memiliki niat untuk budidaya,
akhirnya setelah tahu bahwa lebah klanceng (Bahasa Jawa) atau teuweul (Bahasa
24
Sunda) ini memiliki nilai ekonomi yang bagus, para petani tersebut serius
melakukan budidaya. Bahkan, petani melakukan pencarian sarang lebah Trigona
sp ke hutan untuk dibudidayakan di rumahnya.
Petani Indonesia sebagian besar adalah dikelompokkan sebagai petani
gurem atau kecil. Hanya memiliki lahan garapan seluas 0,3 hektar, tidak memiliki
akses kepada lembaga keuangan, dan hasil panen yang kecil akibat sering kali
terkena gangguan hama dan penyakit. Selain itu, pola budidaya yang berkonsep
garap lahan, menjadikan hasil pertanian dibagi dua meski hasilnya sedikit.
Akibatnya, petani Indonesia umumnya miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya. Pendapatan rata-rata petani per bulan tidak melebihi
Rp 600.000 bahkan lebih kecil dari itu. Pendapatan tersebut sebagian besar
dihasilkan dari jasa buruh yang dilakukannya di dunia pertanian, bukan dari hasil
menjual produk pertanian yang dibudidayakan.
Berbagai upaya pemerintah dilakukan untuk membantu petani gurem ini.
Misalnya dengan pengadaan benih padi secara gratis, subsidi pupuk pertanian,
pencegahan hama dan penyakit bersama-sama, hingga bantuan alat dan mesin
pertanian. Harapannya, biaya produksi budidaya pertanian bisa lebih kecil
dibandingkan sebelumnya. Namun, keadaan ini ternyata tidak cukup membantu.
Biaya budidaya pertanian tidak bisa dikurangi secara drastis. Kesulitan-kesulitan
petani tetap saja menyelimuti kehidupannya. Ditambah hasil pertaniannya tidak
mampu dibayar mahal oleh mekanisme pasar. Alih-alih mendapatkan harga
bagus, di saat panen raya malah terjadi harga yang anjlok. Akibatnya, petani
hanya mendapat sisa hutang yang tidak bisa dibayar dengan tuntas di setiap
25
musim. Upaya lain yang sering dijadikan solusi oleh para pengambil kebijakan
adalah dengan adanya diversifikasi usaha di bidang lain yang terukur dan bisa
dijalankan dengan maksimal.
2.3. Lebah Trigona sp.
Serangga sosial yang memiliki manfaat untuk manusia salah satunya
adalah lebah. Di bidang pertanian, lebah berperan sebagai serangga penyerbuk
yang mampu meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kesehatan, produk lebah
seperti madu dan propolis, memiliki khasiat obat yang berguna menyembuhkan
aneka penyakit. Begitu juga di bidang industri garmen, lilin yang berada di sarang
lebah bisa menjadi bahan baku pewarna alami yang khas dan unik.
Di antara banyak lebah, kelompok lebah yang tidak memiliki sengat
(stingless bee) yaitu bergenus Trigona. Hidup di daerah tropis dan sub tropis,
Trigona sp menghasilkan madu, propolis, dan bee bread. Hanya saja, produksi
madu lebah ini tidak sebanyak lebah madu hutan lainnya, namun menghasilkan
propolis yang melimpah di banding dengan lebah lainnya (Riendriasari dan
Krisnawati, 2017; Singh, 1962). Disebutkan, dalam setahun Trigona sp. hanya
menghasilkan madu kurang dari 1 kilogram (kg). Sedangkan propolis bisa
mencapai 1 kilogram lebih. Namun, hal tersebut tergantung jumlah pakan yang
tersedia di sekitar aktivitas lebah. Semakin banyak pakan, maka madu dan
propolis yang dihasilkan di setiap sarang semakin banyak.
Trigona sp. hidup liar di hutan. Membuat sarang di bawah tanah atau
kayu-kayu pohon yang berlubang. Sering juga ditemukan di lubang bambu atap
rumah-rumah di perkampungan yang berdekatan dengan pegunungan. Hidup
26
berkoloni menempati selubung bambu atau kayu. Juga bisa bersarang di sepatu
karet, celah pintu, celah kursi, atau kotak-kotak lemari yang minim gangguan.
Tidak ada keterangan pasti umur hidup lebah ini. Predator seperti kadal, cicak,
tokek, dan laba-laba adalah musuh alami lebah Trigona yang dikenal dengan
sebutan kelulut atau teuweul ini.
Berdasarkan penamaan Biologi, lebah Trigona sp. termasuk ke dalam
hewan serangga atau insekta. Dalam klasifikasi dunia binatang, lebah ini
dimasukkan ke dalam ordo Hymenoptera yang artinya “bersayap bening”.
Penggolongan zoologisnya adalah sebagai berikut (Singh, 1962; Free, 1982;
Gojmerac, 1983; Pujirahayu, 2015; Sihombing 2005 dalam Bonawu (2016)):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Subordo : Apocrita
Famili : Apidae (lebah madu)
Genus : Trigona
Spesies : Trigona sp.
Trigona memiliki spesies cukup banyak. Wikipedia menyebut ada 17
spesies yang sama tersebar di berbagai benua, yaitu Amerika, Australia, Asia, dan
Afrika. Namun, Siregar dkk (2011) menyebut bahwa di dunia ada sekitar 150-an
jenis lebah Trigona sp, dan sebanyak 37 spesies di antaranya ada di Indonesia dan
tersebar di berbagai pulau. Jenis Trigona yang paling populer karena
penyebarannya meluas adalah T. laeviceps dan T.itama. Diikuti spesies T.
27
apicalis, T. fuscobalteata, T.baldezi, T. collina, dan T. terminate. Berdasarkan
pulau, berdasarkan penelitian yang sama, Trigona di Kalimantan ada sebanyak 40
jenis, Sumatera ada 31 jenis, di Jawa ada 14 jenis, dan Sulawesi ada 3 jenis.
Setiap koloni lebah terdiri dari 300 hingga 80.000 ekor lebah Trigona sp..
Hasil penelitian Ramadani (2016) tentang spesies lebah Trigona sp. di
perkebunan sawit dan karet di Provinsi Jambi menunjukkan ada 3 jenis spesies
Trigona yang teramati yaitu Lepidotrigona terminata, T. dresscheri, dan
Sundatrigona moorei. Semuanya berperan dalam penyerbukan bunga pada kelapa
sawit di perkebunan. Tidak ada laporan pasti mengenai pengaruh kehadiran
berbagai jenis Trigona terhadap penyerbukan kelapa sawit. Di Hutan Pendidikan
Lampake, Samarinda, Kalimantan Timur, Syafrizal dkk (2014) berhasil
mengidentifikasi jenis lebah Trigona. Dituliskan dalam laporannya, ada sebanyak
9 jenis lebah Trigona yang teridentifikasi, yaitu T. incisa, T.apicalis, T.melina,
Gambar 2.1. Lebah Trigona sp.Sumber: www.art.com.
28
T.itama, T. fuscibasis, T. fuscobalteata, T. laeviceps, T. drescheri, dan T.
terminata. Penemuan lebah Trigona tersebut umumnya terlihat dari sarang di
celah pohon, rongga kayu keras, serta permukaan tanah. Sedangkan di Pulau Bali,
Putra (2014) menyebutkan bahwa lebah tanpa sengat itu ditemukan hanya ada
satu jenis, yakni T. laeviceps. Lebah tersebut bersarang di tempurung kelapa,
rongga bambu, lubang kayu, serta celah-celah bebatuan. Di Lombok, Nusa
Tenggara Barat, jenis Trigona yang dikembangkan juga adalah jenis T. laeviceps.
Sama halnya di Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Kabupaten Lebak dan
Pandeglang (Banten), serta sejumlah wilayah lain di Pati (Jawa Tengah) dan
Sidoarjo (Jawa Timur).
Penyebaran lebah Trigona sp. di Indonesia cukup luas dan di semua pulau
diyakini ada. Namun, yang sudah dilakukan budidaya masih terbatas. Antara lain
di Pandeglang (Banten); Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Cianjur (Jawa Barat),
Malang (Jawa Timur), Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Pada beberapa
daerah di Indonesia, Riyandoko dan Riendriasari (2016) menyebutkan bahwa
Trigona sp. mempunyai sebutan yang beragam, di antaranya adalah: klanceng
(Jawa Tengah dan Jawa Timur), teuweul (Jawa Barat dan Banten), galo-galo
(Sumatera Barat), kelulut (Banjarmasin, Kalimantan Tengah), rentelan atau
sentelan (Sumbawa), nyanteng dan keledan (Lombok), udep (Dayak/Kalimantan
Timur), serta ketape atau ummu (Sulawesi).
Mengenai potensi ekonomi madu lebah Trigona sp, beberapa sumber
menyebut tertinggi di banding dengan madu lainnnya. Kemasan 200 ml madu
lebah Trigona ini dibandrol dengan harga Rp. 100.000 hingga Rp. 150.000.
29
Sedangkan propolis dihargai Rp 500.000 hingga 1.000.000 per kilogram (kg).
Harga ini cukup tinggi dikarenakan produksi madu dan propolis lebah Trigona sp.
sangat sedikit. Trubus Edisi Juli 2017 menyebut, satu sarang lebah yang terbuat
dari bambu dengan ukuran 40 cm dengan diameter 10 cm menghasilkan 100 gram
propolis per tahun. Sementara madu yang dihasilkan hanya sekitar 200-300 mL
per sarang selama 6 bulan. Meski demikian, hal ini tergantung banyaknya sumber
bunga dan iklim. Jika melimpah maka madu dan propolis yang dihasilkan bisa
semakin melimpah (Trubus, 2017).
2.4. Produk Lebah Trigona sp.
Propolis berasal dari kata “pro” dan “polis”. Bahasa Yunani ini bermakna
“pertahanan kota” (Karim dkk, 2015). Propolis yang diproduksi lebah salah
satunya berfungsi untuk menjaga sarangnya dari gangguan, baik oleh serangga
maupun mikroorganisme. Karena propolis lengket, serangga yang hendak masuk
ke dalam sarang lebah akan terkena propolis yang akhirnya menempel hingga
mati. Sementara mikroorganisme, berdasarkan penelitian tidak dapat hidup karena
propolis diduga memiliki sejumlah zat yang bisa menginaktivasi mikroorganisme
(Mahani dkk, 2011).
Lebah Trigona sp memiliki kemampuan memproduksi propolis yang
cukup tinggi dibanding madu. Dalam setahun, dari 6 koloni lebah yang dipelihara
di daerah dengan ketinggian 200 meter dpl, mampu memproduksi hingga 200
gram (Reindiasari dan Krisnawati, 2017). Sedangkan madunya hanya sedikit,
tidak lebih dari 100 gram. Mahani, dkk (2011) pun menyatakan bahwa propolis
merupakan produk andalan Trigona sp dibanding madunya. Jumlah produksi
30
propolis di suatu tempat juga dipengaruhi oleh curah hujan, kelembaban udara,
serta bahan pakan lebah di sekitar sarang (Heard, 1999; Kakutani, dkk, 1993).
Propolis adalah sebutan untuk sarang lebah serta kantung madu yang
dihasilkan aneka lebah, termasuk lebah Trigona sp. Propolis terbentuk dari
substansi resin (sejenis getah tanaman) yang berasal dari getah kulit kayu dan
pucuk tanaman, yang dikumpulkan lebah dan kemudian dicampur dengan lilin
dan air liur lebah (Ichwan, 2016). Propolis lebah Trigona sp sangat mudah
ditemui, yaitu di sekitar sarang lebah atau di celah-celah sarang juga di sekitar
lubang keluar masuk lebah. Berwarna hitam serta coklat tua, propolis mengikat
erat sisi-sisi sarang sehingga tidak ada celah masuk sedikitpun bagi serangga.
Sedangkan di dalam sarang, propolis berada di sekitar kantung madu.
Mengelilingi beberapa bagian sarang hingga ke kumpulan telur. Propolis ada yang
keras kering, ada juga yang lengket.
Warna propolis menunjukkan baru atau lamanya propolis tersebut
dibentuk. Jika berwarna coklat terang atau kemerahan, maka propolis itu masih
muda. Seiring bertambahnya waktu, propolis akan menjadi lebih gelap hingga
kehitaman (Harmely, dkk, 2014). Bahkan, warna propolis juga ditentukan
berdasarkan lokasi, jenis pakan, serta jenis lebah Trigona (Salatino et al, 2005).
Krell (1996) menyebutkan bahwa kandungan propolis terdiri dari senyawa
kimia yang kompleks. Propolis sebagian besar mengandung 45-55% senyawa
resin. Senyawa tersebut memiliki komponen flavonoid, asam fenolat, lilin, dan
asam lemak sebesar 25-35%, minyak esensial sebesar 10%, pollen sebesar 5%,
serta komonen mineral, vitamin, dan zat organik lainnya sebesar 5%.
31
2.5. Manfaat Lebah Trigona Untuk Pertanian
Pertanian dalam aspek budidaya dan peningkatan produksi membutuhkan
peran penyerbukan atau polenisasi. Peran ini mungkin selama ini diabaikan,
padahal fase tersebut sangat penting. Jika hanya mengandalkan angin atau
serangga liar yang ukurannya besar, penyerbukan tidak akan maksimal. Namun,
di saat serangga kecil yang melakukan penyerbukan karena mampu membawa
serbuk sari serta menyentuh putik sari, maka polenisasi terjadi secara sempurna.
Putra dkk (2016) meneliti bahwa T. laeviceps merupakan polinator mayoritas
sejumlah tanaman buah, terutama mangga, durian, serta kabocha. Aktif di siang
hari menunjukkan bahwa T.laeviceps toleran terhadap suhu tinggi, di banding
serangga liar lain yang biasanya aktif di pagi hari. Bahkan, kualitas buah dan
jumlah produksi buah dari tanaman kabocha (Cucurbita maxima) yang
diaplikasikan dengan penyerbuk dari T. laeviceps lebih tinggi dibanding dengan
penyerbukan alami.
Penelitian lain tentang peran Trigona sp dalam penyerbukan juga
dilakukan oleh Mariyana dan Naim (2016), yang menyebutkan bahwa ada
pengaruh signifikan dalam pemanfaatan Trigona sp. untuk meningkatkan
produksi wijen. Disebutkan, penyerbukan wijen dengan menggunakan Trigona sp
memberikan hasil terbaik dari kualitas dan kuantitas. Salatnaya (2012) juga
melaporkan bahwa penyerbukan menggunakan Trigona sp meningkatkan hasil
panen pada berbagai spesies tanaman, yaitu diukur dari jumlah, bobot biji, dan
buah yang terbentuk. Sejumlah tanaman yang dilakukan uji penyerbukan
menggunakan Trigona sp mengalami peningkatan hasil panen sebesar 41% pada
32
cranberry, 7% pada blueberry, 26% pada tomat, 45% pada strawberry, 22-24%
pada kapas, 25% pada orok-orok (Crotalaria juncea), dan 4% pada kubis bunga.
Sementara, Widhiono (2015) menyebut bahwa di lereng Gunung Slamet
lebah Trigona sp. adalah serangga yang cukup penting dalam penyerbukan aneka
tanaman buah. Namun, gangguan utama terhadap kehidupan lebah di wilayah
tersebut adalah aktivitas petani yang melakukan penyemprotan dengan
menggunakan pestisida yang sangat intensif. Serangga yang bermanfaat banyak
yang mati bahkan ditemukan dalam populasi yang sangat sedikit, termasuk lebah
Trigona. Karena itu, populasi lebah Trigona sp. di sejumlah tempat terus
mengalami pengurangan akibat terganggu karena adanya racun pestisida yang
terus diaplikasikan. Akibatnya, organ tanaman sekaligus nektar bunga tanaman
yang terpapar racun tidak lagi bisa menjadi pakan, yang berdampak mortalias
lebah terus meningkat.
2.6. Potensi Madu di Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Pandeglang terletak di bagian paling barat Pulau Jawa. Dengan
wilayah terluas kedua di Provinsi Banten (2.746,89 km2), Pandeglang memiliki
kawasan pertanian dan pegunungan yang lebih banyak di banding wilayah
kabupaten/kota lainnya di Banten. Sehingga, keanekaragaman usaha di bidang
agribisnis lebih berkembang yang di dukung alam dan lingkungan yang kondusif.
Salah satu pontensi yang berkembang dan mengandalkan alam yaitu
budidaya lebah madu. Di kawasan perbatasan Taman Nasional Ujung Kulon
(TNUK), Kecamatan Sumur, terdapat lebah hutan atau Apis dorsata yang
diusahakan masyarakat setempat. Potensinya, menurut Dinas Lingkungan Hidup
33
dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Pandeglang (2016) mencapai 5.000 kg dalam
setahun. Jumlah pemburu madu liar mencapai 120 orang, yaitu warga setempat.
Madu yang dipanen warga ditampung oleh koperasi bernama “Hanjuang” untuk
ditingkatkan kualitasnya serta dikemas dengan kemasan botol yang seragam untuk
di pasarkan ke berbagai tempat bahkan menembus pasar global Oriflame
(www.ujungkulon.org, diakses 2018). Ada juga madu yang dijual curah kepada
pengumpul lalu dijual langsung kepada pembeli yang datang atau secara online.
Sayangnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Pandeglang tidak mencatat data
poduksi madu. Sementara DLHK Pandeglang mengelompokkan madu sebagai
hasil hutan bukan kayu. DLHK hanya bisa memperkirakan bahwa madu yang
dipanen warga di hutan-hutan sekitar Kecamatan Sumur mencapai 5.000 kg se
tahun. Madu yang dipanen warga tersebut diberi merek “Madu Odeng” dan dijual
ke berbagai tempat. Bahkan Koperasi Hanjuang sudah menjual secara rutin
kepada perusahaan kosmetik berjaringan.
Sementara mengenai madu lebah Trigona sp., banyak di budidayakan oleh
sejumlah masyarakat yang tinggal dekat dengan pegunungan. Atau di kawasan
pedesaan dan kampung-kampung yang masih lestari. Lebah Trigona sp.
dibudidayakan di sekitar rumah tempat tinggal dengan menggantung kotak
pemeliharaan secara sembarang di bagian dekat atap. Atau masyarakat tidak
sengaja memeliharanya, namun lebah tersebut bersarang di lubang bambu atau
celah lain yang ada di sekitar rumah. Biasanya, akan dipanen jika madunya
dibutuhkan. Selama tidak dibutuhkan, lebah Trigona tetap bersarang di lubang
tersebut tanpa diganggu sedikitpun.
34
Seiring dengan waktu, sejak tahu 2000-an setelah adanya sosialisasi dari
pemerintah mengenai manfaat dari madu lebah Trigona, banyak masyarakat lalu
membudidayakannya. Membuat sarang-sarang berbentuk kotak yang terbuat dari
kayu albasiah atau kayu lainnya dan menatanya di sekitar rumah tempat tinggal.
Serta memanen madu serta propolis dalam waktu tertentu untuk dijual ke
sejumlah pengumpul yang datang. Hal ini mendorong sejumlah masyarakat
lainnya untuk turut berbudidaya. Dan terus menyebar hingga ke sejumlah warga
kecamatan lain sehingga pembudidaya lebah Trigona sp. semakin banyak. Hanya
saja, karena pasar yang masih terbatas maka madu atau propolis yang dihasilkan
belum menjadi sumber utama pendapatan pembudidaya. Padahal, madu dan
propolis merupakan produk kesehatan yang harganya sangat mahal di pasaran.
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan pernah mengulas, bahwa harga propolis Trigona sp. per
kilogram harganya mencapai Rp.400.000, sedangkan harga madunya mencapai
Rp 300.000 (www.forda-mof.org diakses 2018).
2.7. Peran Diversifikasi Usaha Lebah Trigona sp.
Pertanian di Indonesia secara umum masih didominasi oleh pertanian
keluarga skala kecil, sehingga upaya untuk meningkatkan pendapatan dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki petani adalah dengan
diversifikasi usaha. Luas garapan sawah yang sempit mendorong petani
memaksimalkan pendapatan dengan cara mengembangkan potensi komoditas
baru, baik di bidang peternakan, perikanan, atau jenis tanaman selain yang
diusahakan, seperti hortikultura. Upaya ini juga dilakukan sebagai salah satu cara
35
petani tetap mempertahankan lahan miliknya agar tidak beralih fungsi menjadi
bukan lahan pertanian.
Diversifikasi usaha tani merupakan salah satu upaya pemerintah yang
sudah dilakukan sejak Pelita I (1969-1974), melengkapi program intensifikasi,
ekstensifikasi, dan rehabilitasi. Diversifikasi dipandang memiliki banyak
keuntungan bagi petani, meski dipengaruhi juga oleh berbagai faktor meliputi
lingkungan pertanian, ketersediaan teknologi, struktur dan kinerja pasar, dan
seperangkat kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pertanian (Budhi, 2010).
Hanya saja, jika saat itu diversifikasi hanya dilakukan dengan mengatur pola
tanam tanaman pangan dan hortikultura, integrasi dengan budidaya ternak atau
budidaya ikan, maka di era sekarang diversifikasi usaha pertanian dilakukan
dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis. Antara
lain, pengembagan agrowisata, agroresto, serta pengembangan jenis usaha baru
seperti budidaya lebah.
Keberhasilan diversifikasi usaha dalam mendongkrak pendapatan petani
gurem sudah tercatat dalam sejumlah penelitian terdahulu. Kasryno (2010)
menyebutkan diversifikasi usaha tani petani di lahan sawah irigasi telah mampu
memenuhi permintaan pasar sekaligus meningkatkan pendapatan keluaga petani.
Jika di awal diversifikasi usaha tani yang dilakukan sebatas memenuhi kebutuhan
protein hewani serta produk hortikultura untuk keluarga, namun pada saat ini
berkembang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan aspek bisnis dan
pemasaran. Misalnya, petani gurem sekaligus memelihara itik petelur, ikan,
36
domba, bebek, lebah, atau bidang usaha lain yang bersinergi dengan budidaya tani
yang dilakukannya setiap hari.
Mengenai diversifikasi usaha tani dengan membudidayakan lebah Trigona
sp. belum pernah ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan tentang
kelayakan usaha serta pengaruhnya terhadap pendapatan. Sehingga, penelitan ini
harapannya bisa menghitung kontribusi pendapatan bagi petani kecil sekaligus
menganalisis kelayakan usaha budidaya lebah Trigona sp. yang dilakukan petani
gurem di Kabupaten Pandeglang. Lebah yang dinilai sangat mudah dalam
pemeliharaan ini menghasilkan produk yang bernilai ekonomi yang cukup baik,
yakni madu dan propolis. Sehingga, inisiatif petani melakukan budidaya lebah ini
didorong untuk menambah pendapatan sekaligus menjaga kelestarian alam.
Hal ini sejalan dengan arahan dari pemerintah dalam Rencana Strategis
Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 (Kementerian Pertanian, 2015), bahwa
dalam rangka penambahan pendapatan petani, maka perlu dilakukan diversifikasi
jenis usaha yang dilakukan dengan mengoptimalkan potensi wilayah serta pasar
yang terbuka luas. Sekaligus mewujudkan transformasi bahan baku terbarukan
yaitu era bioekonomi yang digerakkan oleh revolusi bioteknologi dan
bioenjinering yang mampu menghasilkan biomasa sebesar-besarnya untuk diolah
kemudian menjadi bahan pangan, pakan, energi, obat-obatan, bahan kimia, dan
beragam bioproduk lainnya secara berkelanjutan.
Diversifikasi usaha tani yang dilakukan petani dengan memelihara lebah
Trigona sp. memiliki harapan keberlanjutan pasar yang baik serta bisa menjadi
sumber obat-obatan yang akhir-akhir ini mengarah kepada bahan baku alami.
37
Dorongan kepada petani untuk budidaya juga perlu ditunjang dengan analisa
kelayakan usaha sehingga memiliki alasan yang lebih logis secara perencanaan
ekonomi agribisnis.
2.8. Analisis Kelayakan Usaha dan Analisis Sensitivitas
Analisis kelayakan usaha merupakan suatu analisis yang membandingkan
antara biaya dengan manfaat yang diperoleh untuk menunjukkan apakah suatu
proyek akan menguntungkan atau tidak. Sejumlah analisis yang digunakan untuk
melihat kelayakan usaha antara lain net present value (NPV), net B/C ratio,
internal rate of return (IRR), payback period (PBP), dan break even point (BEP).
Dengan hasil analisis tersebut, keputusan yang timbul adalah menerima atau
menolak, memilih satu atau beberapa proyek, atau menetapkan skala prioritas dari
proyek yang layak.
Budidaya lebah Trigona sp. sudah mulai dilakukan budidaya oleh
masyarakat. Namun, alasan untuk melakukan budidaya tersebut selain karena hobi
ada juga yang dilatarbelakangi bisnis. Hanya saja, keputusan untuk bisnis dengan
budidaya tersebut belum dilandasai perhitungan kelayakan usaha. Petani
pembudidaya yang melakukan diversifikasi usaha cukup penting mengetahui
kelayakan usaha tersebut. Sehingga bisa terukur kontribusi pendapatan yang
diperoleh yang kemudian memutuskan proses budidaya dilanjutkan atau tidak.
Kelayakan usaha dalam budidaya lebah ini bukan hanya tergantung pada
aspek biaya dan penerimaan saja, namun juga tergantung pada alam. Yaitu,
penyediaan pakan lebah yang menjadi salah satu faktor penentu kuantitas dan
kualitas produk madu dan propolis yang dihasilkan. Karena itu, selain analisis
38
kelayakan usaha, dalam usaha budidaya lebah Trigona sp. yang dijalankan petani
padi ini juga diperkirakan mengenai sensitivitasnya terhadap biaya dan
penerimaan. Sehingga, analisis sensitivitas perlu diperhitungkan sebagai respon
jika ada kenaikan biaya atau penurunan penerimaan.
Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisis sensitivitas adalah
penelaahan kembali suatu analisis untuk melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi
akibat keadaan yang berubah-ubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk
menghadapi ketidakpastian yang dapat terjadi pada keadaan yang telah
diperkirakan.
2.9. Kajian Penelitian Terdahulu
Sejumlah penelitian mengenai kelayakan usaha budidaya lebah serta
kontribusi pendapatan yang diterima petani yang melakukan diversifikasi usaha
tani, tertuang dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Penelitian Terdahulu Mengenai Kelayakan Usaha BudidayaLebah Madu dan Kontribusi Pendapatan Petani DiversifikasiUsaha Tani.
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Kesimpulan
1. Novita NiarsariFilly (2018)
Kontribusi UsahaBudidaya Lebah MaduTerhadap Pendapatan danKesejahteaan PetaniLebah Madu Desa BuanaSakti, KecamatanBatanghari, KabupatenLampung Timur.
Hasil penelitianmenunjukkan bahwakontribusi pendapatanusaha lebah madu(Apis cerana) pertahun masih rendahdan masih didominasipendapatan usahatanion farm. Kontibusipendapatan terbesarmencapai 27,71% dari
39
pendapatan total.
2. Yelin Adalina(2008)
Analisis Finansial UsahaLebah Madu Apismellifera L.
Hasil penelitianmenunjukkan bahwanilai rata-rata produksimadu adalah 14,38-30,62 kg/koloni/tahun.Sehingga analisiskelayakan usahadengan B/C Ratiomencapai 1,0-1,39;PBP mencapai 41-58bulan; IRR mecapai10,2 – 75%.Sedangkan NPVsebesar Rp. 218.900 –Rp. 228.945.600,dinyatakan layak.
3. Nurhasanah (2007) Analisis KelayakanFinansial UsahaBudidaya Lebah MaduApis mellifera (StudiKasus Peternakan LebahMadu Sari Bunga di DesaTitisan, KecamatanSukaraja, KabupatenSukabumi).
Hasil penelitianmenunjukkan selama10 tahun usahadiperoleh NPV sebesar126.949.659 denga ndiscount factor 7%.Sedangkan nilai IRRadalah 10,7%.Sehingga secara umumdinyatakan layak.Mengenai analisissensitivitas, penurunanpenerimaan memilikitingkat sensitivitasyang paling tnggidibanding peningkatanharga pakan tambahandan peningkatan gajikaryawan.
4. Jan EdmonPapilaya, Grace AJRumagit, LyndonRJ Pangemanan,Martha M. Sendow(2015)
Analisis Finansial UsahaLebah Madu (StudiKasus di PusatPerlebahan Halmahera,Desa Linaino, ProvinsiMaluku Utara)
Secara finansial, usahalebah madu di PusatPerlebahbanHalmahera layak untukdiusahakan. Hal inidilihat dari net presentvalue yang mencapainilai positif
40
(Rp.57.659.816,77),internal rate of returnsebesar 50,5%, netbenefit/cost sebesar2,34 dan break evenpoint setelah 2 tahun 1bulan 28 hari.
5. Hendri Banowu(2016)
Studi PerkembanganKoloni dan ProduksiLebah Trigona sp. dariPosisi Stup yang Berbeda
Hasil penelitianmenunjukkan bahwastup vertikal dalamsebulan mampumemproduksi rata-ratamadu 216,67 gram,propolis 216,67 gram,polen 475 gram, dansel telur 166,67 gram.Sedangkan stuphorizontal hasilnyalebih sedikit yaituhanya berkisar madu68,33 gram, propolis82,17 gam, polen 330gram, dan sel telur151,67 grarm.
6. R. Saepudin, AMFuah, C. Sumantri,L Abdullah, S.Hadisoesilo. (2011)
PeningkatanProduktivitas LebahMadu Melalui PenerapanSistem Integrasi denganKebun Kopi
Integrasi lebah maduperkebunan kopimeningkatkan baikproduktivitas madusampai dengan 114%maupun oroduksi bijikopi hingga 10,55%.Produksi madu diperkebunan kopimeningkat karenakelimpahan pakan danjumlah populasi yangbesar.
7. Imron Zahri danAhmad Febriansyah(2014)
Diversifikasi Usaha danPengaruhnya TerhadapPendapatan RumahTangga Petani Padi diLebak
Divesifikasi usaha tanisudah berkembangmenjadi cabangkegiatan ekonomiproduktif yang terdiriatas kegiatan usahatani padi sebagai usaha
41
pokok, kegiatanpertanian non padi, dankegiatan luar usahatani.
Berkembangnyadiversifikasi usaha tanitelah meningkatkanpendapatan rumahtangga petani yangmencapai rata-rata Rp21,55 juta per tahun.
Hasil penelitian jugamenyarankanpengembangandiversifikasi usahadilakukan denganmemeperbanyakcabang usaha,perbaikan pengolahanhasil dan pemasaran,dan peningkatanproduktivitas usaha.
8. Harmadi, HeruAgustanto,AgustinusSuryantoro, ArumSetyowati
Pemberdayaan EkonomiPetani MelaluiDiversifikasi Usaha danSistem PertanianTerintegrasi (IntegratedFarming) di Sukoharjodan Kabupaten TTS,TTU, Nusa TenggaraTimur
Model diversifikasiusaha mampumeningkatkan hasilpendapatan petanisehingga mereka dapatmempertahankanaktivitas usaha sebagaipetani denganpenghasilan yanglayak. Modeldiversifikasi usahaterkait dapat diterapkandengan tepat padapetani dengan lahanproduktif seluas 0,3-0,75 ha dan berada didaerah penyanggapenghasil padi. Poladiversifikasi terkaitdapayt membantupetani untukmenggunakan semuasumberdaya alam dan
42
lingkungan yangtersedia di wilayahmereka sekaligusmendorong petanidalam memeliharalingkungan denganlocal wisdom daerahmasing-masing.
9. Matheus Sariubangdan Daniel Pasambe(2005)
Sistem IntegrasiTanaman Jagung-SapiPotong di KabupatenTakalar, Sulawesi Selatan
Penelitian ini tentangkajian integrasi sapiyang memanfaatkantanaman jagungsebagai pakan dankotoran sapi sebagaipupuk organik dalamkonsep diversifikasiusaha petani. Hasilpenelitianmenunjukkankelayakan finansialusaha tersebutmemperolehpendapatan Rp.6.834.722/ha/tahundengan B/C Ratio 1,8.
10. Ruli Basuni,Muladno, CecepKusmana,Suryahadi (2010)
Model Sistem IntegrasiPadi-Sapi Potong diLahan Sawah
Hasil penelitianmenunjukkan, sistemintegrasi usaha tanidengan luas 5 ha dansapi 20 ekor dapatmeningkatkanpendapatan dan nilaiR/C. Pendapatan bisamencapai Rp60.675.333 per musimdan B/C ratiomencapai 1,44. Denganbegitu, pendapatapetani meningkathingga 69,45%.
11. Eka Mulyana danMaryanah Hamzah
Kontribusi PendapatanUsaha PerikananTerhadap Pendapatan
Hasil penelitianmenunjukkan bahwakontribusi pendapatan
43
Rumah Tangga PetaniPadi Sawah di DesaKalibening KecamatanTugumukyo KabupatenMusi Rawas
rumah tangga petanisawah dengan luas0,47 ha yang dilakukandiversifikasi denganbudidaya ikan nilamencapai Rp.24.108.206,84 pertahun atau Rp.2.009.017,24 per bulanatau sebesar 39,10persen dari pendapatantotal.
12. Anggreny PramithaWulandari, TriAtmowidi, dan SihKahono (2017)
Peranan Lebah Trigonalaeviceps (Hymenoptera:Apidae) dalam ProduksiBiji Kailan (Brassicaoleracea var. Alboglabra)
Hasil penelitianmenunjukkan bahwalebah Trigonalaeviceps mampumeningkatkan produksibiji kailan. Ini terjadikarena penyerbukanoleh lebah padatanaman yang dikurungmeningkatkan 141%jumlah polong pertanaman, 48% julahbiji per polong, 204%bobot biji per tanaman,dan 177%perkecambahan bijidibandingkanpertanaman kontrol.
13. Septiantina DyahRiendriasari danKrisnawati (2017)
Produksi PropolisMentah Lebah MaduTrigona spp di PulauLombok
Hasil penelitianmenunjukkan produksipropolis mentah di duatempat berbeda akibatdari keadaanlingkungan. Di DesaLendang Nangka,produksi mencapai94,38 gram dari 6sarang sedangkan diDesa Sigar Penjalinmencapai 102,84 gramdari 4 stup.
44
2.10. Kerangka Pemikiran
Petani dengan kepemilikan sawah yang sempit tidak mampu memenuhi
kebutuhan keluarganya jika hanya mengandalkan budidaya padi. Perolehan
pendapatan dengan penanaman padi dua kali dalam setahun, hasilnya tidak akan
bisa menutupi kebutuhan keluarganya, yang meliputi biaya pendidikan, kesehatan,
serta biaya rumah tangga lainnya yang meliputi sandang, pangan, dan papan.
Seringkali keadaan ini menjadikan petani meninggalkan aktivitas usaha tani yang
dilakukan karena tidak bisa menjamin ekonomi keluarganya. Petani beralih
profesi menjadi buruh di kota atau pekerja yang dipandangnya bisa menjamin
kebutuhan keluarganya. Bahkan, petani bisa menjual aset lahan miliknya untuk
dijadikan modal usaha di sektor lainnya.
Kebijakan pemerintah belum menyentuh pengembangan usaha tani
yang beragam sesuai potensi wilayah. Periode pemerintah saat ini cenderung
mengarahkan kebijakan pada peningkatan produksi, baik padi, jagung, dan
kedelai. Petani juga dituntut mengeluarkan modal lebih besar lagi terutama untuk
belanja sarana produksi, antara lain pupuk, benih, dan pestisida. Di sisi lain, harga
komoditi yang diusahakan tersebut di pasaran tidak mampu mengembalikan
modal atau meningkatkan keuntungan sehingga petani bisa lebih sejahtera.
Keadaan sulit yang dihadapi petani ini perlu ada pendekatan dengan
menawarkan solusi yang baik. Diversifikasi usaha tani merupakan salah satu
solusi dalam meningkatkan pendapatan petani padi sawah yang terkategori petani
kecil atau gurem. Karena dengan beragam usaha yang dijalankan maka
pendapatan yang diperoleh akan semakin banyak. Namun, jenis dan model
45
diversifikasi yang dikakukan harus tepat. Jangan sampai, jika tidak sesuai dengan
harapan, diversifikasi itu menjadi beban yang ditanggung petani. Alih-alih
memperoleh keuntungan, akibat yang terjadi malah petani mengalami kerugian.
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis Sensitivitas(Biaya variabel naik 5%, 10%)(Pendapatan turun 5%, 10%)(NPV, IRR, Net B/C, PBP)
LAYAK TIDAK LAYAK
Analisis Kelayakan Usaha(NPV, IRR, RoI, Net B/C, BEP, PBP)
Kontribusi Pendapatan
Perhitungan perolehanpendapatan dalam 1 tahun
Perhitungan perolehanpendapatan dalam 1 tahun
Petani Kecil/Gurem
Budidaya Padi Sawah
(lahan sawah < 0,3ha)
Budidaya Lebah Trigona sp.
(kepemilikan sarang < 30 kotak)
Diversifikasi Usaha Tani
46
Salah satu alternatif diversifikasi usaha bagi petani gurem adalah
dengan melakukan aktivitas usaha budidaya lebah Trigona sp. Alasannya, produk
yang dihasilkan memiliki nilai harga yang tinggi, pemeliharaan mudah, serta tidak
membutuhkan biaya modal yang besar. Selain itu, lebah ini bisa dipelihara dengan
hanya memanfaatkan ruang yang terbatas serta pemenuhan pakan yang relatif
mudah. Bagi masyarakat petani di pedesaan, lebah tanpa sengat ini biasanya
selalu ada di lingkungan rumah yang asri dan produknya yaitu madu bisa
dimanfaatkan sebagai obat kesehatan keluarga. Berdasarkan hal tersebut, maka
bagan kerangka pemikiran penelitian ini ada pada Gambar 2.1.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten,
tepatnya di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Pandeglang, Majasari, dan Menes.
Pemilihan tiga kecamatan ini besifat sengaja dan dipilih secara khusus untuk
tujuan penelitian atau teknik sampling bertujuan (purposive sampling). Alasannya
karena jumlah pembudidaya lebah Trigona sp. di tiga kecamatan tersebut
memiliki data jumlah pembudidaya terbesar se-Kabupaten Pandeglang.
3.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan sejak September hingga Desember
2018 bertempat di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
3.3. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk studi kasus mengenai diversifikasi usaha yang
dilakukan petani kecil dengan melakukan budidaya lebah Trigona sp di
Kabupaten Pandeglang. Studi kasus ini untuk melihat kelayakan usaha yang
dijalankan petani sekaligus menguji analisis sensitivitas.
Pendekatan penelitian studi kasus ini adalah eksplorasi untuk memperoleh
data dari sebuah sistem atau aktivitas tertentu dengan melibatkan sumber
informasi yang tidak terpisah dengan tujuan penelitian. Sistem tersebut terikat
48
oleh waktu dan tempat, sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program,
peristiwa, aktivitas, atau suatu individu (Yin, 1989 dalam Kusmarni, 2012)
Sedangkan Rahardjo (2017) menyebutkan bahwa studi kasus ialah suatu
serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam
tentang suatu program, peristiwa, aktivitas, baik pada tingkat perorangan,
sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan
mendalam tentang peristiwa tersebut. Biasanya, peristiwa yang dipilih yang
selanjutnya disebut kasus adalah hal yang aktual, yang sedang berlangsung, bukan
sesuatu yang sudah lewat. Bahkan, studi kasus disebutkan harus merupakan yang
memiliki keunikan untuk dilakukan penelitian.
Penelitian ini mengkaji aktivitas petani kecil dengan pemilikan lahan
sawah 3.000 m2 yang melakukan usaha budidaya lebah Trigona sp. minimal
sebanyak 30 kotak sarang. Hal ini didasarkan atas kepemilikan sarang terbanyak
oleh petani serta perjalanan usaha lebih dari 2 tahun, serta petani tersebut
memiliki lahan tani maksimal 3.000 m2
3.4. Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat
terdiri dari data primer dan data sekunder (Sugiyono, 2014). Data primer adalah
data yang diperoleh langsung berdasarkan survei lapangan dari sumber utama,
baik individu atau perseorangan. Sedangkan data sekuder adalah data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada
masyarakat pengguna.
49
Data primer penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan
petani pembudidaya lebah Trigona sp. yang telah ditetapkan sebagai responden
dengan alat bantu daftar pertanyaan atau kuisioner. Petani responden adalah
pembudidaya lebah Trigona sp. dengan kepemilikan koloni lebah tidak kurang
dari 30 sarang sekaligus juga melakukan aktivitas usaha budidaya padi dengan
luas lahan sawah tidak lebih dari ٣.000m2. Penentuan 30 sarang berdasarkan
jumlah terbanyak sarang yang dimiliki pembudidaya, sedangkan luas sawah
3.000m2 adalah rata-rata kepemilikan lahan oleh petani di Kabupaten Pandeglang.
Data yang diperlukan meliputi: hasil produksi, harga jual produk lebah
Trigona sp. (madu dan propolis), serta data input yang merupakan pengeluaran
petani meliputi: upah tenaga kerja, harga sarang lebah, biaya peralatan, biaya
perawatan, serta biaya lain yang mempengaruhi pengeluaran. Juga diperlukan data
pendapatan petani dari usaha non budidaya lebah Trigona sp., antara lain jumlah
produksi, harga jual, serta pengeluaran petani untuk mengusahakan aktivitas non
budidaya lebah Trigona sp.
Sementara itu, dalam menunjang penelitian ini juga dibutuhkan data
sekunder, yaitu data tertulis yang bersumber dari berbagai pihak untuk
mendukung penelitian ini. Dapat juga dikatakan, data sekunder merupakan data
yang menjadi pendukung data pimer penelitian. Data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber, antara lain studi kepustakaan, jurnal-jurnal ilmiah, buku, hasil
penelitian, publikasi terbatas penelitian, arsip serta data lain yang mendukung
yang diperoleh dari BPS Pandeglang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(DLHK) Kabupaten Pandeglang, serta pihak kecamatan dan kelompok
50
pembudidaya lebah Trigona sp. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu daftar
petani pembudidaya lebah Trigona sp, jumlah penduduk, jumlah koloni lebah,
luas wilayah, serta data lain yang bisa menjadi penunjang.
3.5. Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah petani pembudidaya lebah madu
Trigona sp. yang merupakan sampel yang diambil dari jumlah populasi petani.
Penentuan responden dilakukan dengan terlebih dulu mengetahui data petani
pembudidaya lebah Trigona sp. keseluruhan berdasarakan data yang dimiliki
instansi di Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan data tersebut, maka
lokasi penelitian ditetapkan dengan cara memilih tiga wilayah kecamatan dengan
jumlah petani pembudidaya lebah Trigona sp. terbanyak.
Tahapan untuk menentukan responden dilakukan sebagai berikut:
Tahap pertama, meminta informasi kepada instansi terkait, dalam hal ini
DLHK Kabupaten Pandeglang, untuk mengetahui data pembudidaya lebah
Trigona sp. berdasakan lokasi kecamatan (Lampiran 2). Hasil data tersebut, lokasi
penelitian ditetapkan yaitu di tiga kecamatan terpilih; Kecamatan Pandeglang,
Majasari, dan Menes.
Tahap kedua, dilakukan penetapan responden yaitu petani pembudidaya
Trigona sp. yang memiliki jumlah koloni sarang lebah Trigona sp minimal 30 unit
dan mengelola lahan padi tidak lebih 3.000m2 yang berada di lokasi kecamatan
terpilih. Penetapan responden tersebut juga berdasarkan kelayakan usaha yang
dinilai oleh instansi terkait, dengan salah satu indikatornya adalah petani tersebut
sudah melakukan usaha budidaya lebah melebihi 2 tahun dan terus melakukan
51
pengembangan usaha budidaya lebah Trigona sp. tersebut. Berdasarkan hal
tersebut, maka jumlah petani yang bisa dijadikan informan tertera pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Responden Penelitian yaitu Petani Padi yang MelakukanBudidaya Lebah Trigona sp.
No. Kecamatan
Informan
Jumlah Nama Simbol
1. Menes 3 orang Iwa Kartiwa Petani A
Adi Supriadi Petani B
Suhani Petani C
2. Pandeglang 2 orang Gito Petani D
Suginanja Petani E
3. Majasari 2 orang Masruci Petani F
Saefudin Petani G
Jumlah 7 orang
3.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan cara survei,
wawancara, dan dokumentasi. Metode wawancara dilakukan langsung dengan
responden petani pembudidaya lebah Trigona sp. menggunakan alat bantu
pertanyaan atau kuisioner yang telah disusun sebelumnya. Wawancara dilakukan
sekaligus dengan observasi lapangan. Selain responden, wawancara juga
dilakukan kepada pihak terkait antara lain penyuluh kehutanan, pamong desa,
serta aparatur kecamatan atau pihak lain yang berhubungan dengan keberadaan
petani yang melakukan budidaya lebah Trigona sp. Dokumentasi dilakukan
dengan mengadakan survei terhadap data-data yang ada di tingkat desa dan
52
kecamatan maupun instansi lain yang terkait dengan penelitian ini. Menganalisis
data tersebut, mengembangkan teori serta mengkaji dengan mengaitkan
penelitian-penelitian terdahulu.
Informasi yang dibutuhkan dalam perhitungan kelayakan usaha antara
lain: biayamodal/investasi, biaya produksi, biaya tetap, biaya variabel, biaya semi
variabel serta data-data lain yang terkait dengan kajian kelayakan usaha finansial
budidaya lebah Trigona sp. ini. Data tersebut berasal dari petani pembudidaya
lebah di Kabupaten Pandeglang.
3.7. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian disederhanakan dalam bentuk
tabulasi berdasarkan pengelompokannya agar mudah dalam perhitungan dan
pembahasannya. Analisis data dilakukan dengan metode kuantitatif dengan
menggunakan bantuan program Microsoft Excel.
Data yang diperoleh dari responden antara lain:
1. Lama waktu budidaya dari awal hingga saat ini.
2. Jenis produk lebah yang telah dijual selama satu bulan
3. Jumlah produk lebah yang dijual selama satu bulan.
4. Harga masing-masing produk lebah yang dijual.
5. Persentase tambahan pendapatan dibanding usaha tani utama.
6. Kebutuhan alat dan bahan untuk budidaya lebah.
Sedangkan untuk melakukan analisa kelayakan usaha budidaya lebah
Trigona sp. yang dilakukan petani padi sawah dengan kepemilikian sawah 0,3 ha,
maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:
53
a. Biaya investasi
b. Biaya produksi
c. Struktur finansial
d. Estimasi penjualan produk (madu dan propolis)
e. Estimasi biaya produksi
f. Cash flow
g. Pemenuhan kriteria kelayakan usaha terdiri dari: analisis Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Return on Investment (RoI),
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), serta Payback Period (PBP).
h. Analisis sensitivitas dari kelayakan usaha dengan simulasi kenaikan biaya
variabel sebesar 5% dan 10%, serta penurunan pendapatan sebesar 5% dan
10%. Selain itu, analisis sensitivitas di saat kenaikan biaya variabel dan
penurunan pendapatan bersamaan naik masing-masing 5% dan 10% juga
dilakukan.
Data-data untuk menghitung analisis di atas berasal dari responden yang
diwawancara langsung dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan
sebelumnya. Serta dilengkapi dengan data-data sekunder yang berasal dari
literatur yang menunjang.
3.8. Analisis Kontribusi Pendapatan
Kontribusi pendapatan petani yang melakukan budidaya lebah Trigona sp.,
akan dibandingkan dengan analisa usaha budidaya padi dengan luas tidak lebih
dari 0,3 ha. Sementara budidaya lebah Trigona sp. dilakukan di areal luas tidak
54
lebih 25 m2 dengan jumlah sarang lebah sebanyak tidak kurang dari 30 kotak atau
stup.
Analisa usaha budidaya padi dilakukan terhadap masing-masing
responden. Jika diperlukan, analisa usaha budidaya padi merujuk pada hasil
penelitian Siagian dkk (2015), di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kontribusi pendapatan petani
budidaya lebah Trigona sp, yaitu dengan mengetahui terlebih dahulu pendapatan
total petani. Pendapatan total petani dirumuskan dengan persamaan matematika:
Ppt = Pbp + Pbl + Pl
Dimana:
Ppt = Pendapatan petani total (Rp/tahun)
Pbp = Pendapatan budidaya padi (Rp/tahun)
Pbl = Pendapatan budidaya lebah (Rp/tahun)
Pl = Pendapatan lainnya (Rp/tahun)
Sehingga, untuk menghitung kontribusi pendapatan dari usaha budidaya lebah
Trigona sp., sebagai berikut:
KR = x 100%
Dimana:
KR = Kontribusi pendapatan dari budidaya lebah (%)
Pbl = Pendapatan budidaya lebah (Rp/tahun)
Ppt = Pendapatan petani total (Rp/tahun)
55
3.9. Analisis Kelayakan Usaha
Untuk mengetahui kelayakan usaha budidaya lebah Trigona sp., maka
dilakukan sejumlah analisis, sebagai berikut:
a. Net Present Value (NPV)
Kriswanto (2011) menyebut bahwa NPV atau nilai sekarang bersih adalah
analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya
suatu proyek usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang (present value)
arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang
dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Untuk menghitung NPV dari suatu
proyek usaha, diperlukan data sebagai berikut: 1). Jumlah investasi yang
dikeluarkan; 2). Arus kas bersih per tahun sesuai umur ekonomis dari alat-
alat produksi yang digunakan untuk menjalankan proyek usaha yang
bersangkutan (Constancinestu, 2010).
Sedangkan menurut Ardalan (2012), ada beberapa syarat arus kas untuk
menghitung NPV yaitu: 1) pengeluaran investasi awal dimana biaya aset
tetap ditambah dengan peningkatan modal kerja bersih; 2) arus kas operasi
yaitu arus kas masuk yang dihasilkan dari operasi tahunan proyek; dan 3)
arus kas terminal yaitu pengembalian modal kerja bersih dan nilai sisa
bersih.
Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang
praktis untuk mengetahui apakah proyek yang dijalankan menguntungkan
atau tidak (Arshad, 2012). Keuntungan suatu proyek usaha adalah
besarnya penerimaan dikurangi pembiayaan yang dikeluarkan. Sehingga,
jika suatu proyek mempunyai NPV kurang dari nol maka proyek usaha
56
tersebut tidak layak dijalankan. Sedangkan jika nilai NPV lebih dari nol,
maka proyek usaha tersebut layak dijalankan.
Rumus NPV dalam analisis proyek usaha dituliskan Nurmalina dkk (2014)
sebagai berikut :
Keterangan:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0,1,2,3, ....., n)
i = tingkat discount rate (sesuai KUR 9%)
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat pengembalian internal yang
perhitungannya bertujuan untuk mengetahui persentase keuntungan dari
suatu proyek usaha dalam tiap-tiap tahun (Kriswanto, 2011). Selain itu,
IRR juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan
bunga pinjaman. Pada dasarnya IRR menunjukkan tingkat bunga yang
menghasilkan NPV sama dengan nol. Bila tingkat bunga ini lebih besar,
maka investasi dapat dikatakan layak dan apabila tingkat bunga yang
terjadi lebih kecil, maka investasi tersebut tidak layak.
Rumus yang digunakan untuk menghitung analisis IRR dalam Adalina
(2008) yaitu:
n
0t 1NPV ti
CtBt
57
1221
11 ii
NPVNPV
NPViIRR
Keterangan:
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
i1 = tingkat suku bunga saat menghasilkan NPV yang bernilai positif
i2 = tingkat suku bunga saat menghasilkan NPV yang bernilai negatif
c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net benefit cost ratio (Net B/C) adalah besarnya manfaat tambahan pada
setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Net B/C adalah merupakan
perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang
positif dengan net benefit yang negatif. Net B/C juga bisa disebut
Profitability Index (PI) (Nurmalina, 2014). Yakni metode menghitung
perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di
masa datang dengan nilai sekarang investasi. Jika PI lebih besar dari satu,
maka proyek dikatakan menguntungkan. Tetapi jika kurang dari satu maka
dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana metode analisis NPV, maka
metode ini perlu menentukan dulu tingkat bunga yang akan digunakan.
Rumus yang digunakan untuk mencari PI atau Net B/C adalah sebagai
berikut:
Net B/C =
∑ ( )∑ ( )
58
Keterangan:
Bt = Manfaat pada tahun ke t
Ct = Biaya pada tahun ke t
i = discount rate (%)
t = umur usaha (tahun)
Kriteria pengambilan keputusan untuk Net B/C :
Net B/C > 1 berarti usaha atau proyek feasible atau layak
Net B/C < 1 berarti usaha atau proyek tidak layak
Net B/C = 1 berarti proyek berada dalam keadaan BEP
d. Payback Period (PBP)
Payback period (PBP) ialah jangka waktu pengembalian biaya awal.
Semakin cepat pengembaliannya maka alternatif tersebut lebih menarik
dibandingkan dengan alternatif lainnya. Rachadian dkk (2013)
mengungkapkan bahwa kelebihan metode PBP adalah mudah dalam
penggunaan dan perhitungan, berguna untuk memilih investasi yang mana
yang mempunyai pemulihan dana modal tercepat. Masa pemulihan modal
dapat digunakan untuk alat prediksi risiko ketidakpastian pada masa
mendatang, dan masa pemulihan tercepat memiliki risiko lebih kecil
dibandingkan dengan masa pemulihan yang relatif lebih lama.
Sedangkan kelemahannya adalah mengabaikan adanya perubahan nilai
uang dari waktu ke waktu, mengabaikan arus kas setelah pemulihan modal
dicapai, mengabaikan nilai sisa proses dan sering menjebak disaat biaya
59
modal atau bunga kredit tidak diperhitungkan dalam arus kas
menyebabkan usaha tidak likuid.
PBP dirumuskan dengan:
Payback Period = x 1 tahun
Jika PBP lebih kecil dibanding dengan target pengembalian investasi maka
proyek usaha layak dijalankan.
e. Return of Invesment (RoI)
Return of Invesment (RoI) merupakan pengukuran kemampuan perusahaan
secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah
keseluruhan aktiva yang tersedia di perusahaan. Nurmalina dkk (2014)
menyebut bahwa RoI adalah rasio yang menunjukan seberapa banyak laba
bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki
perusahaan.
Adapun untuk menghitung RoI dengan menggunakan rumus:
Retrun On Investment = x 100%
f. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan analisa yang dilakukan untuk melihat
sensitivitas proyek yang hendak dilakukan terhadap perubahan-perubahan
yang mungkin terjadi selama berjalannya waktu investasi. Analisis
sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah variabel yang dapat
60
mempengaruhi usaha, dengan demikian dapat dilihat sejauh mana proyek
yang akan dijalankan tersebut dapat bertahan.
Pada analisa usaha budidaya lebah Trigona sp. ini, dlakukan
simulasi perubahan dengan beberapa kondisi dengan mempertimbangkan
fluktuasi harga alat yang digunakan serta harga madu dan propolis di
pasaran. Berdasarkan informasi dari responden, kenaikan dan penurunan
harga madu tidak lebih dari 10%.
Analisis Sensitivitas dilakukan pada kondisi I yaitu, biaya variabel
naik 5% dan 10%. Kondisi II yaitu, penurunan pendapatan 5% dan 10%.
Serta, kondisi III yaitu, gabungan dari kenaikan biaya variabel dan
penurunan pendapatan, yaitu masing-masing 5% dan 10%. Indikator
kelayakan usaha menggunakan analisis net present value (NPV), internal
rate of return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback
Period (PBP).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan di Kabupaten Pandeglang, yaitu
Kecamatan Pandeglang, Majasari, dan Menes. Tiga kecamatan tersebut berada
tidak jauh dari perbukitan Gunung Karang dan Gunung Pulosari. Sehingga, dari
sisi keadaan alam masih asri dan jauh dari pencemaran industri. Wilayah di tiga
kecamatan tersebut juga memiliki lahan pertanian yang cukup luas, ditunjang
dengan air dari pegunungan yang mengalir sepanjang tahun.
Gambar 4.1. Peta Kabupaten PandeglangSumber: petatematikwordpress.com
62
Kabupaten Pandeglang adalah salah satu wilayah di Provinsi Banten yang
memiliki potensi uggulan di bidang pertanian. Selain tanaman pangan seperti
padi, jagung, dan kedelai, potensi pertanian lain yang dikembangkan yaitu
hortikultura sayuran (cabe, kacang panjang, mentimun), hortikultura buah (durian,
pisang, pete, sirsak), perkebunan (kakao, kelapa dalam,kelapa sawit) serta
peternakan (domba, kerbau, ayam). Mayoritas masyarakat adalah berprofesi
petani, yaitu sebanyak 151.384 rumah tangga (BPS Pandeglang, 2013). Namun,
selama 2003 hingga 2013 berdasarkan pencacahan sensus pertanian, jumlah
rumah tangga petani menurun sebesar 19,55 persen. Penurunan angka rumah
tangga pertanian tebesar ada di Kecamatan Pandeglang, sebesar 55,88 persen,
disusul Kecamatan Majasari 47,33 persen, Kecamatan Bojong 41,88 persen,
Kecamatan Menes 39,52 persen, dan Kecamatan Cikedal 38,69 persen.
Tabel 4.1. Data Rumah Tangga Petani (RTP) di Lokasi Penelitian
No KecamatanTahun (KK) Pertumbuhan
2003 2013 Angka Persen
1. Pandeglang 3.948 1.742 - 2.206 - 55,88
2. Majasari 4.363 2.298 - 2.065 - 47,33
3. Menes 4.155 2.513 - 1.642 - 39,52
Sumber: BPS Pandeglang (2013)
Penurunan angka RTP dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain lahan
yang menjadi garapan pertanian berubah menjadi sarana publik seperti pasar,
perumahan, dan perkantoran. Sehingga, petani dipaksa meninggalkan aktivitas
usaha pertaniannya. Selain itu, petani meninggalkan profesinya karena usaha yang
dilakukan tidak menguntungkan lagi.Hal ini akibat sarana pertanian produksi
63
pertanian semakin mahal sehingga tidak tertutupi oleh harga produk pertanian
yang semakin murah.
Ada 35 kecamatan di Kabupaten Pandeglang dengan 326 desa, 1.900 RW
dan 5.981 RT. Dengan jumlah penduduk di tahun 2017 mencapai 1.205.203 jiwa,
yaitu laki-laki 615.297 jiwa dan perempuan 589.906 jiwa, laju pertumbuhan
penduduk per tahun mencapai 0,39. Berdasarkan komposisi lapangan kerja, dari
100 orang penduduk usia kerja, sebesar 33,03% bekerja pada lapangan usaha
pertanian, 22,44% terserap pada lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran,
serta 16,77% bekerja pada lapangan usaha jasa kemasyarakatan. Sedangkan
lapangan usaha industri pengolahan hanya mampu menyerap tenaga kerja
11,51%. Melihat data ini (BPS Pandeglang, 2018), menunjukkan bahwa pertanian
memiliki peluang penyerapan tenaga kerja yang tinggi di banding lapangan usaha
lainnya.
Kabupaten Pandeglang dikenal sebagai lumbung pangan Provinsi Banten.
Dengan luas panen tahun 2017 mencapai 141.219 ha mampu menghasilkan gabah
789.311 ton. Namun, angka produksi tersebut menurun dibandingkan tahun 2016
dan 2015 yang cukup signifikan, dari sebelumnya 6 ton/ha, menjadi 5,6 ton/ha.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan produktivitas, yaitu adanya
gangguan organisme pengganggu tanaman, penggunaan pupuk tidak maksimal di
beberapa wilayah kecamatan, serta bencana kekeringan dan kebanjiran di sentra
padi.
Bagi petani, penurunan produksi adalah kerugian. Apalagi diiringi dengan
harga gabah yang anjlok saat panen raya. Petani gurem yang memiliki luas lahan
64
garap antara 0,3 ha hingga 0,5 ha tentu akan lebih merasakan kerugian. Jika tidak
ditopang oleh pendapatan lain, maka dipastikan petani tersebut jauh dari sejahtera.
Sehingga, upaya yang dilakukan petani dalam rangka menambah pendapatannya
yaitu dengan melakukan usaha di sektor lain atau melakukan diversifikasi usaha.
Kecamatan Pandeglang merupakan ibukota kabupaten yang memiliki luas
16,7 km2 atau 1.670 hektar (ha). Terdiri dari empat kelurahan, yaitu Kelurahan
Pandeglang, Kabayan, Kadomas, dan Kalanganyar. Jumlah penduduk sebanyak
43.223 jiwa, mayoritas adalah petani. Penduduk di Keluarahan Babakan
Kalanganyar sebanyak 78,6 persen bermata pencaharian di bidang pertanian,
disusul penduduk di Kelurahan Kadomas, Kabayan, lalu Pandeglang. Meski
wilayah ini terletak diperkotaan, namun pertanian menjadi sumber
penghidupannya, selain berdagang dan menjadi pegawai pemerintahan (BPS
Pandeglang, 2018).
Luas lahan sawah di Kecamatan Pandeglang mencapai 779 ha atau
46,64% dari luas wilayah. Tahun 2017, berdasarkan data dari Balai Penyuluhan
Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Pandeglang, rata-rata
kepemilikan lahan petani hanya 0,32 ha. Meski produktivitas padi mencapai 5,4
ton per ha, petani masih harus mencari usaha tambahan lain, yakni dengan
memanfaatkan lahan di ladang dan kebun dengan aneka tanaman buah, baik
kelapa, pisang, melinjo, peuteuy, atau jengkol. Juga memelihara ternak yang
mudah pemeliharaanya, baik ayam kampung, itik, bebek, atau domba. Usaha-
usaha pertanian lain yang diperkirakan akan membawa perubahan ekonomi
dengan cepat, sering dilakukan masyarakat petani. Bahkan, usaha dilakukannya
65
secara otodidak atau tanpa ikut serta dalam pelatihan profesional. Antara lain,
budidaya jamur tiram, budidaya ikan lele, budidaya cacing, hingga budidaya
kencur, jahe, serta jarak pagar. Namun, budidaya jenis ternak atau tanaman
tersebut tidak berlangsung lama dan berakhir dengan rasa kecewa disebabkan jauh
dari laba yang diharapkan.
Sehingga, segala iming-iming usaha yang ditawarkan pihak luar
masyarakat, di saat belum ada bukti yang mampu memperoleh pendapatan yang
layak, maka tidak akan dilakukan masyarakat. Berkebalikan di saat ada seseorang
yang telah berhasil dalam usaha tertentu, maka biasanya akan berbondong-
bondong masyarakat mengikutinya. Seperti halnya budidaya Trigona sp. di
Kelurahan Kalanganyar. Setelah ada bukti seorang petani yang mampu melakukan
perubahan ekonomi keluarganya dengan memelihara 30 sarang atau kotak lebah
Trigona sp. tersebut, sejumlah masyarakat lain mengikutinya, meski belum
maksimal.
Kecamatan Pandeglang berdasarkan letak, sebelah barat berbatasan
dengan Kecamatan Karangtanjung, timur berbatasan dengan Kecamatan
Warunggunung (Kabupaten Lebak), utara berbatasan dengan Kecamatan
Koroncong, dan selatan berbatasan dengan Kecamatan Majasari. Ketinggian
lokasi antara 137 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 274 mdpl memiliki
pengembangan potensi pertanian yang baik ditambah dengan curah hujan yang
mencukupi.
Tidak berbeda kondisi iklim di Kecamatan Pandeglang dengan Kecamatan
Majasari. Memiliki luas wilayah 20,09 km2atau 2.009 ha, Kecamatan Majasari
66
terdiri dari lima kelurahan, yaitu Kelurahan Sukaratu, Karaton, Cilaja, Saruni, dan
Pagerbatu. Dua kelurahan bertopografi lereng, yaitu Cilaja dan Pagerbatu, karena
letaknya di pegunungan. Tiga kelurahan sisanya bertopografi datar (BPS
Pandeglang, 2018).
Jumlah penduduk di Kecamatan Majasari mencapai 49.272 jiwa.
Mayoritas bermata pencaharian di sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Petani sawah merupakan jumlah penduduk terbanyak. Rata-rata kepemilikan
sawah atau sawah garapan tiap petani hanya 0,38 ha. Umumnya tergabung dalam
kelompok tani, namun tidak semuanya aktif (BP3K Kecamatan Majasari, 2017).
Petani yang tidak aktif dalam kelompok tani dikarenakan informasi yang minim
serta aktivitas kelompok yang seringkali tidak sejalan dengan petani setempat.
Adanya anggapan bahwa kelompok tani dikuasai oleh orang-orang tetentu
menyebabkan petani sungkan untuk bergabung. Padahal, faktor penentu
keberhasilan program pertanian di lapangan adalah keseluruhan petani. Selain itu,
pelaku yang memberikan peran penting dalam pembangunan pertanian tentu saja
keseluruhan petani yang terorganisasi dalam kelompok. Peningkatan produksi,
penerapan teknologi terbaru, hingga kelestarian lingkungan adalah tujuan yang
harus digapai bersama-sama.
Kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan pohon serta galian liar
pasir dan batu (galian C) yang massif di kawasan perbukitan dan pegunungan,
mengakibatkan sejumlah sawah mengalami kekeringan. Sumber-sumber mata air
tidak lagi memancarkan air karena alam sudah rusak. Penebangan pohon di
kawasan tandon air tidak bisa dihindari karena kebutuhan ekonomi masyarakat.
67
Upaya menghentikan penebangan pohon di kawasan tersebut pernah dilakukan PT
Krakatau Steel (PT KS) dengan memberikan kompensasi kepada pemilik pohon,
yaitu diberikan insentif berupa dana ketika pohon tidak ditebang selama 10 tahun.
PT KS berkepentingan karena jika kerusakan alam semakin menjadi, suplai air
baku ke perusahaannya bisa terganggu. Namun, upaya tersebut belum terlihat
berhasil karena pemilik pohon lebih memilih menjual pohonnya daripada
mendapat dana insentif tersebut.
Sedangkan mengenai penggalian liar batuan galian C, proses tersebut di
kawasan perbukitan sudah dilakukan sejak 20 tahun lalu. Ada 23 hektar lahan
yang rusak diakibatkan penggalian ini dan proses penataan dengan penanaman
kembali sudah dilakukan sejak 3 tahun lalu, yaitu tahun 2015 (DLHK Kabupaten
Pandeglang, 2017). Dampak utama adanya penambangan liar tersebut selain
berpotensi bencana alam adalah hilangnya sumber mata air yang mengaliri
pesawahan di wilayah hilir.
Akibatnya banyak sawah beralih fungsi menjadi aneka sarana kepentingan
masyarakat, baik sarana olahraga, pemukiman, perkantoran, serta perkebunan.
Alih fungsi lahan ini tetap terus berjalan yang menjadikan banyak petani beralih
profesi karena tidak dirasakan lagi keuntungan bertani. Alih profesi tersebut
sebagai jawaban atas kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat. Bahkan,
berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, jumlah petani di Kecamatan Majasari
selama 2003 hingga 2013 berkurang 47,33 persen atau 2.065 orang petani (BPS
Pandeglang, 2013) (lihat Gambar 4.2).
68
Gambar 4.2. Jumlah Rumah Tangga Petani (RTP) di Tiga Kecamatan padaTahun 2003 (biru) dan Tahun 2013 (merah).Sumber: BPS Pandeglang, 2013 (diolah)
Faktor utama menurunnya jumlah petani di Majasari selama satu
dasawarsa itu banyak disebabkan tidak lagi menguntungkan usaha budidaya tani.
Petani juga tidak melakukan upaya diversifikasi usaha yang memadukan potensi
yang dimilikinya. Akibatnya, pendapatan tidak bertambah sementara kebutuhan
terus meningkat. Diversifikasi yang pernah dilakukan petani di Kecamatan
Majasari, antara lain: budidaya kelinci, kambing, ayam kampung, pembibitan
tanaman hortikultura, serta budidaya lebah Trigona sp.
Bedasarkan lokasi, sebelah barat Kecamatan Majasariberbatasan dengan
kawasan hutan lindung Gunung Karang, sebelah utara dengan Kecamatan
Pandeglang, sebelah timur dengan Kecamatan Banjar (Pandeglang), dan sebelah
selatan dengan Kecamatan Kaduhejo (Pandeglang).
4.363
3.9484.155
2.298
1.742
2.513
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Majasari Pandeglang Menes
Rum
ah T
angg
a (K
K)
69
Sementara itu, Kecamatan Menes berada sekitar 30 km sebelah selatan
Kecamatan Pandeglang. Bukan daerah pegunungan, melainkan wilayah
bertopografi datar. Data dari BPS Pandeglang (2018) bahwa luas wilayah
Kecamatan Menes mencapai 27,03 km2 atau setara dengan 2.703 ha yang terdiri
dari 12 desa, yaitu Alaswangi, Tegalwangi, Menes, Kananga, Cilabanbulan,
Sindangkarya, Cigandeng, Purwaraja, Muruy, Kadupayung, Sukamanah, dan
Ramaya. Jumlah penduduk pada tahun 2017 mencapai 36.766 jiwa terdiri dari
18.584 jiwa laki-laki dan 18.182 jiwa perempuan..
Penduduk Kecamatan Menes yang bermata-pencaharian di bidang
pertanian, peternakan, dan perikanan sebanyak 16.775 orang atau 45,62 persen
dari total jumlah penduduk produktif. Jumlah terbesar dari profesi lainnya yang
ada di Kecamatan Menes, antara lain profesi di bidang pertambangan dan
penggalian, industri dan kerajinan, perdagangan, hotel dan restoran, listrik, gas
dan air minum, transportasi dan komunikasi, jasa, serta lainnya.
Luas lahan sawah di Kecamatan Menes mencapai 1.134 ha yang terdiri
dari sawah beririgasi setengah teknis seluas 696 ha dan irigasi sederhana 438 ha.
Sedangkan lahan pertanian bukan sawah mencapai 1.569 ha yang terdiri dari
kebun atau tegal 647 ha, pekarangan dan pemukiman 889 ha, empang atau kolam
22 ha, serta lainnya 11 ha. Produksi gabah dalam setahun mencapai 11.917 ton
berasal dari lahan panen 1.960 ha dengan rata-rata produktivitas 6,08 ton/ha.
Sejumlah petani juga memiliki produksi jenis tanaman lain, seperti jagung manis,
ubi jalar, kacang tanah, serta ketela pohon atau singkong. Di musim kedua tanam,
70
banyak petani memanfaatkan lahannya dengan tanaman palawija dan hortikultura,
seperti cabe merah, kacang panjang, mentimun, serta tomat.
Gambar 4.3. Jumlah warga di Kecamatan Menes Berdasarkan Profesi
Sumber: BPS Pandeglang, 2018 (diolah)
Sementara lahan kebun atau tegalan yang dimiliki warga umumnya
ditanami pohon buah seperti kelapa, alpukat, durian, serta pohon kayu. Salah satu
pohon yang memiliki nilai ekonomis yang baik dan terus dipelihara dan
dikembangkan adalah melinjo. Buah melinjo yang sudah matang umumnya
dijadikan bahan baku emping. Para perajin emping di Kecamatan Menes adalah
ibu tumah tangga yang melakukan usaha secara turun-temurun. Ada juga di antara
mereka adalah istri dari petani penggarap sawah.
Kehidupan petani dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,3 ha
menjadikan mereka melakukan usaha tambahan. Antara lain dengan memelihara
16775
483
2645
9667
2268
1515
2166
2254
0 4000 8000 12000 16000
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri dan Kerajinan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Listrik, Gas, dan Air Minum
Transportasi dan Komunikasi
Jasa
Lainnya
71
ikan, bebek, itik, ayam kampung, serta domba. Namun usaha tambahan itu tidak
dijadikan sebagai sumber pendapatan utama, tetapi lebih ke orientasi tabungan,
yakni sebagai antisipasi memenuhi kebutuhan keluarga di saat anggota keluarga
menghadapi biaya pendidikan, acara keagamaan, ataupun di saat kebutuhan
mendadak lainnya. Sehingga, alternatif tambahan penghasilan petani selalu
menjadi harapan dengan memaksimalkan potensi yang ada juga prospek pasar
yang berkelanjutan.
Petani di Kecamatan Menes terbilang mudah mengakses pasar. Karena,
pasar tradisional di Menes merupakan pusat pasar bagi 5 kecamatan lain yang
berdampingan, yaitu Pulosari, Cisata, Cikedal, Jiput, dan Saketi. Selain itu, di
pusat Kecamatan Menes berdiri banyak lembaga pendidikan pesantren level
nasional yang membutuhkan hasil pertanian secara berkelanjutan, antara lain
beras, sayuran, bahkan ikan. Setidaknya, aneka jenis produk pertanian yang
dihasilkan petani jika proses pascapanennya ditangani dengan baik, maka pasar
akan lebih terbuka. Konsumen akan lebih menerima produk petani yang sudah
mengalami proses sortasi dan memiliki kualitas yang baik. Hanya saja, proses ini
yang belum dilakukan petani. Pendampingan petani juga masih mengarah kepada
teknis pemeliharaan budidaya tanaman. Sementara pascapanen belum disentuh
dengan baik. Data dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Menes (2018), tidak
ada kelompok tani atau petani yang melakukan proses sortasi pascapanen dan
melakukan pemasaran dengan metode klasifikasi. Kelompok tani atau petani
secara umum menjual hasil pertanian ke tengkulak tanpa dibedakan kualitasnya.
72
Cabe, tomat, ceisin, ubi jalar, atau mentimun semuanya dijual tanpa ada sortasi.
Padahal, sortasi merupakan upaya menambah nilai pendapatan (Samad, 2006).
4.2. Keadaan Petani Pembudidaya Lebah Trigona sp
Petani padi yang melakukan diversifikasi budidaya lebah Trigona sp di
tiga kecamatan umumnya baru melakukan usaha 2,5 hingga 3 tahun berjalan.
Petani tersebut memulai budidaya lebah Trigona sp. karena alasan memanfaatkan
madu lebah yang ada di seputar rumah. Alasan yang paling kuat adalah iming-
iming keuntungan yang bisa diperoleh dari budidaya lebah, yang disosialisasikan
pengumpul madu dan propolis yang datang ke kampung petani serta informasi
keunggulan madu dan propolis yang banyak di sosialisasikan melalui sosial media
dan televisi.
Petani mulai melakukan pemeliharaan meski dengan sekadarnya, tanpa
pengetahuan yang pasti. Sehingga, dengan semakin sering melihat perilaku lebah,
petani memiliki pemahaman sedikit demi sedikit mengenai apa yang seharusnya
dilakukan agar budidaya lebah Trigona sp. ini bisa berkembang. Termasuk
melakukan pemeliharaan aneka bunga yang bisa menjadi pakan lebah, yaitu bunga
matahari (Helianthus annuus), turi (Sesbania grandiflora), airmata pengantin
(Antigognon leptopus), kenikir (Cosmos caudatus), dan lain-lain.
Kebutuhan pakan mudah dipenuhi karena kemampuan lebah Trigona sp.
tersebut mengambil nektar dan polen dari beragam bunga jenis tanaman
(Reindrasari dan Krisnawati, 2017). Sejumlah bunga tanaman yang bisa menjadi
sumber pakan antara lain kopi, jambu mede, durian, melinjo, tebu, belimbing,
rambutan, nangka, sirsak, mangga, kelapa, kakao, serta manggis. Namun,
73
dikarenakan tanaman tersebut berbunga tidak sepanjang tahun, maka petani
melakukan upaya penyediaan pakan lebah dengan menanam tanaman yang bisa
berbunga sepanjang tahun. Semakin pakan lebah tersedia banyak, maka produksi
madu dan propolis yang dihasilkan juga semakin banyak serta perkembangbiakan
lebah semakin pesat (Agussalim dkk, 2017).
Pada awalnya, petani mendapatkan lebah Trigona sp. yang bersarang di
lubang bambu atap rumah atau di lubang pohon yang ada di kebun. Petani
memindahkan sarang tersebut ke bambu yang lebih besar atau kotak yang terbuat
dari papan kayu dengan ukuran 30 cm x 20 cm x 15 cm. Semua bagian sarang
yang ada di dalam bambu dipindahkan ke kotak baru yang telah disiapkan.
Pemindahan dilakukan biasanya sore hari. Ini dilakukan untuk mengindari lebah
kabur atau gagal mengisi sarang yang baru.
Lebah yang kabur bukan hanya karena ketidakcocokan sarang, namun
yang lebih utama adalah faktor ketersediaan pakan, kelembaban udara, suhu
lingkungan, serta adanya predator atau pengganggu kehidupan lebah (Widhiono,
2015). Petani lebah penting memahami keadaan lingkungan sebelum melakukan
proses budidaya secara besar-besaran. Perhatian terhadap sumber predator juga
menjadi penentu keberlanjutan budidaya. Pakan tersedia namun mengabaikan
lingkungan, sama halnya menanggung resiko besar dalam proses budidaya lebah.
Produksi madu dan propolis akan tidak akan maksimal, atau justru tidak akan
terbentuk madu dan propolis karena lebah meninggalkan sarang yang telah
disediakan.
74
Kecamatan Pandeglang, Majasari, maupun Menes memiliki suhu rata-rata
280-310 C, dengan kelembaban udara 67-70%. Kondisi ini menentukan kecocokan
budidaya lebah Trigona spp. Suhu yang tinggi serta kelembaban udara yang
rendah menyebabkanbudidaya lebah tidak maksimal, meski lebah memiliki daya
adaptasi yang baik. Penelitian Asmini (2016) menyebutkan bahwa lebah Trigona
sp memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan, yaitu terhadap
suhu dan kelembaban, sehingga tidak mudah mengalami stress. Selain itu,
Guntoro (2013) menyebut bahwa aktivitas lebah Trigona sp. dipengaruhi suhu
(83%) dan cahaya (84%). Sedangkan faktor lingkungan (suhu, kelembaban,
intensitas cahaya) kecil pengaruhnya terhadap produktivitas lebah Trigona
sp.Penempatan sarang lebah dilakukan petani di tempat yang teduh dan terbebas
dari air hujan. Biasanya di dinding luar rumah, kandang ternak, atau di halaman
dekat pepohonan rindang.
Gambar 4.4. Kotak Sarang Lebah Trigona sp hasil Pindahan Petani dariRongga Bambu atau Kayu di Hutan.
75
Petani pembudidaya lebah Trigona sp. umumnya adalah lulusan tingkat
SLTP dan SLTA, berusia 43-58 tahun. Kemampuan pengenalan mengenai
perilaku lebah selain dari pengamatan sendiri juga diperoleh dari hasil diskusi
dengan petani lebah lain serta pembeli madu dan propolis. Misalnya, tentang
teknik memeras madu menggunakan sarung tangan plastik dan menyaring madu
dengan kain saring bersih. Alat untuk melakukan aktivitas ini tidak pernah
dilakukan sebelum bertemu dengan pembeli madu. Karena peduli dengan kualitas
madu yang dihasilkan, maka hal tersebut dilakukan. Kualitas madu semakin baik
berpengaruh terhadap harga madu yang semakin mahal. Tidak ada pembelajaran
khusus yang dilakukan petani dalam budidaya lebah ini.
Kualitas dan kuantitas madu menjadi perhatian petani. Sehingga, berbagai
upaya dilakukan untuk meningkatkan dua hal ini. Harapannya, prospek pasar yang
menjadi tujuan bisa lebih luas dan produk yang dihasilkan dipercaya konsumen.
Peningkatan kualitas madu dan propolis dilakukan dengan penggunaan alat yang
bersih dan bebas kontaminasi kimia maupun biologi. Sedangkan mengenai
kuantitas, petani memperbanyak pakan lebah dengan menanam sejumlah tanaman
bunga.
Selain itu, pembuatan kotak sarang dengan ukuran yang tepat serta kayu
yang kering mempengaruhi terhadap kualitas dan kuantitas madu dan propolis
yang dihasilkan lebah. Banowu (2016) meneliti perkembangan koloni dan
produksi lebah Trigona sp. di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Tenggara dengan perlakuan stup berbeda, yaitu vertikal dan horizontal. Hasilnya
76
menunjukkan bahwa stup vertikal berpengaruh lebih baik dibanding horizontal
terhadap produksi madu, propolis, jumlah telur dan polen.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan perilaku petani lebah di
Pandeglang. Mereka memposisikan stup atau kotak pemeliharaan lebah Trigona
sp. berdasarkan keadaan pada saat pengambilan awalnya. Umumnya berasal dari
bambu untuk atap yang posisinya ada pada kemiringan kurang dari 45°. Sehingga
kotak sarang lebah diposisikan vertikal meski tidak seluruhnya. Ini sejalan dengan
penelitian Oliveira, et al (2013) yang menyebutkan bahwa kecenderungan lebah
membuat sarang dengan posisi menggantung. Sehingga, pemasangan kotak sarang
buatan pun setidaknya mengikuti keadaan alami yang dilakukan lebah tersebut.
Petani sekaligus pembudidaya lebah Trigona sp. memiliki harapan bahwa
usaha baru yang ditekuninya itu mampu meningkatkan ekonomi rumahtangganya.
Meski budidaya padi merupakan aktivitas utama yang dilakukan petani, namun
budidaya lebah Trigona sp. adalah sebagai penopang ekonomi petani bulanan.
Karena, pemanfaatan lahan sawah milik atau garap adalah sebagai penyokong
ekonomi keluarga, terutama kebutuhan pokok, yang bisa menghasilkan
pendapatan per empat bulan. Dari sisi ekonomi, budidaya padi dengan luas lahan
kurang dari 0,5 hektar memang mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga
namun masih belum sesuai harapan. Keuntungan selama dua musim tanam dalam
satu tahun, bisa memperoleh keuntungan rata-rata per bulan dengan kisaran
Rp.1.180.500 – Rp.2.187.750 (lihat Lampiran 2). Keuntungan ini kadang tidak
pernah dirasakan petani ketika panen mengalami kegagalan akibat hama dan
penyakit serta kekeringan.
77
Sementara budidaya lebah Trigona sp, selama satu tahun terakhir ini
petani mampu menghasilkan pendapatan rata-rata Rp. 688.417– Rp. 1.552.500 per
bulan (lihat Lampiran 2). Pendapatan ini hasil dari penjualan madu dan propolis.
Tinggi rendahnya pendapatan tergantung jumlah dan kualitas madu yang
dihasilkan. Kondisi ini berhubugan erat dengan keadaan cuaca dan jumlah pakan.
Di saat cuaca kemarau, madu lebih banyak dihasilkan terlebih di saat banyak
pepohonan yang menghasilkan bunga. Jika musim hujan, terlebih ketiadaan
pakan, maka jumlah madu akan sedikit. Demikian juga dengan keberadaan
propolis.
Proses budidaya lebah Trigona sp yang dilakuan petani dilakukan secara
bertahap. Awalnya petani hanya memiliki 5 (lima) hingga 10 (sepuluh) sarang
yang diperoleh dari sekitar rumah dan berburu di hutan. Sarang tersebut dalam
jangka waktu setahun dipecah hingga dihasilkan 30 sarang. Proses pembentukan
sarang lebah baru dilakukan petani di saat petani memiliki pandangan yang positif
mengenai nilai (harga) madu dan propolis serta adanya kemudahan dalam
pemasaran. Sehingga, sejak itu peralatan pendukung budidaya dilengkapi dan
khusus. Misalnya, besi alat pengungkit, wadah galon penampung madu, sarung
tangan, serta lap penyaring madu.
Proses budidaya lebah ini hanya melibatkan keluarga, baik istri atau anak.
Keterlibatan tidak secara penuh, melainkan hanya pada saat proses panen madu
serta penjagaan kebersihan. Petani yang menjadikan budidaya lebah ini sebagai
sumber pendapatan lain selain budidaya padi, telah melibatkan keluarganya
dengan penuh, yakni hingga pemeliharaan tanaman bunga sebagai pakan
78
lebah.Sehingga, kompensasi keterlibatan keluarga ini dicatat sebagai tenaga kerja
yang mendapatkan upah.
Gambar 4.5. Petani Menunjukkan Proses Pemanenan Madu.
4.3. Analisis Finansial Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui jumlah modal, jenis-jenis
dan penggunaannya dalam usaha budidaya lebah Trigona sp. dengan menghitung
aliran kas (cashflow) yang ada. Aliran kas dihitung berdasarkan pemasukan
(inflow) dan pengeluaran (outflow). Analisis finansial ini untuk melihat
pendapatan total petani yang melakuan budidaya lebah, masing-masing sebanyak
30 kotak sarang.
4.3.1. Sumber Biaya
Sumber biaya atau dana yang digunakan petani untuk melakukan usaha
budidaya lebah Trigona sp. seluruhnya adalah modal sendiri. Tidak ada
sedikitpun dana yang diperoleh dari pinjaman pihak manapun. Dana sendiri
79
ini didapatkan dari hasil usaha tani padi atau upah aktivitas kerja di sawah
dan kebun.
Biaya untuk budidaya lebah dibagi menjadi dua, yaitu biaya investasi
dan biaya operasional. Biaya investasi dilakukan satu kali, terdiri dari biaya
untuk pembelian peralatan kerja budidaya dan peralatan kerja panen,
termasuk biaya pembuatan kotak sarang lebah serta saung untuk
penyimpanan sarang. Sedangkan biaya operasional antara lain untuk
pemeliharaan dan panen. Jumlah biaya investasi keseluruhan yang digunakan
modal budidaya lebah Trigona sp. setiap petani rata-rata Rp. 2.285.000.
Sedangkan biaya operasional bulanan mencapai Rp 504.143 (lihat Lampiran
5 dan 6)
4.3.2. Penerimaan (Inflow)
Penerimaan dalam usaha budidaya lebah Trigona sp. adalah hasil jual
produk lebah, yaitu madu dan propolis. Jumlah produk dikali dengan harga.
Pada Tabel 4.2, harga jual madu adalah Rp 450.000 per liter sedangkan harga
propolis Rp 50.000 per kilogram (kg). Harga ini berdasarkan faktual petani
menjual ke tengkulak atau konsumen langsung. Perhitungan penerimaan
dilakukan dalam satu periode panen, yakni satu bulan.
Tiap-tiap petani memiliki perbedaan jumlah produksi madu dan
propolis setiap bulan. Ini terjadi karena setiap wilayah pembudidaya memiliki
perbedaan keadaan yang mendukung pemeliharaan lebah, baik sumber pakan
maupun iklim. Produksi madu dan propolis juga beragam. Di musim hujan
akan mengalami pengurangan, namun di musim kemarau madu dan propolis
80
akan semakin banyak. Hal ini sejalan dengan penelitian Ichwan dkk (2016) di
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, yang menyebutkan bahwa madu dan
propolis lebah Trigona sp. di musim kemarau lebih banyak daripada di
musim hujan karena kemampuan lebah untuk mencari pakan lebih maksimal
serta keberadaan bunga melimpah. Apabila curah hujan tinggi maka lebah
akan sulit mencari pakan, selain itu nektar dan polen pada tanaman
berkurang. Sama halnya di Lombok, hasil penelitian Reindriasari dan
Krisnawati (2017) menyebutkan bahwa produksi madu, propolis, dan roti
lebah (bee bread) dipengaruhi faktor lingkungan, temperatur, curah hujan,
ketersediaan pakan, serta pengelolaan koloni lebah. Selain itu, rentang normal
kelembaban yang disukai lebah Trigona sp. adalah berkisar 60,5 – 71% dan
suhu normal yang disukai adalah 27-29 °C.
Pada Tabel 4.2, penerimaan petani yang berasal dari budidaya lebah
Trigona sp. yang menghasilkan madu dan propolis tampak lebih besar
dibanding pendapatan budidaya padi, yakni 55,77% madu dan 7,57%
propolis. Hal ini dikarenakan budidaya padi dalam setahun hanya dilakukan
dua kali dengan biaya yang cukup tinggi, sementara penerimaan dalam
budidaya lebah, panen madu dan propolis dilakukan sebulan sekali, atau 12
kali dalam setahun sementara biaya yang digunakan untuk investasi hanya
satu kali. Seperti pengadaan kotak sarang lebah serta bangunan untuk
menyimpan sarang tersebut. Biaya penanaman padi yang tinggi tidak
sebanding dengan harga jual gabah. Selain itu, produktivitas padi petani
cukup rendah yaitu tidak lebih dari 5 ton per ha.
81
Tabel 4.2. Penerimaan Budidaya Padi dan Budidaya Lebah Trigona sp.Selama Satu Tahun.
NO PETANIPENERIMAAN 1 TAHUN (Rp)
TOTAL
GABAH % MADU % PROPOLIS %
1 A 13.132.800 34.80 21.600.000 57.24 3.000.000 7.95 37.732.800
2 B 12.654.000 40.49 16.200.000 51.83 2.400.000 7.68 31.254.000
3 C 11.850.000 39.30 16.200.000 53.73 2.100.000 6.97 30.150.000
4 D 12.924.000 32.13 24.300.000 60.41 3.000.000 7.46 40.224.000
5 E 13.386.000 38.26 18.900.000 54.02 2.700.000 7.72 34.986.000
6 F 12.648.000 40.48 16.200.000 51.84 2.400.000 7.68 31.248.000
7 G 12.330.000 31.11 24.300.000 61.32 3.000.000 7.57 39.630.000
RATA-RATA 12.703.543 36.65 19.671.429 55.77 2.657.143 7.57 35.032.114
Sumber: Lampiran 2
Gambar 4.6. Perbandingan Penerimaan Petani dari Gabah, Madu, danPropolis Lebah Trigona sp.Sumber: data diolah (2019)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
Pen
erim
aan
(R
p. j
uta)
GABAH MADU PROPOLIS
82
Lebah Trigona sp. yang dipelihara dengan baik, mampu menghasilkan
madu dan propolis yang melimpah. Rata-rata dalam satu bulan dihasilkan 3
liter hingga 4 liter madu dari 30 sarang lebah. Kondisi pakan yang baik serta
keadaan sarang terbebas dari gangguan fisik dan tekanan biologis, maka
madu dan propolis sesuai hasil yang diharapkan. Sebaliknya, jika tanpa
pemeliharaan yang baik lebah dibiarkan hidup begitu saja, maka hasilnya
tidak akan maksimal. Justru gangguan yang datang tersebut malah akan
menjadikan sarang kosong.
Jika dibandingkan berdasarkan lokasi, petani pembudidaya lebah di
Kecamatan Pandeglang menghasilkan madu dan propolis terbanyak. Dalam
sebulan rata-rata dihasilkan 4,5 liter (lt) madu dan 4,75 kilogram (kg)
propolis (lihat Lampiran 2). Hal ini selain dipengaruhi pemeliharaan yang
baik, juga sekitar lokasi budidaya memiliki lingkungan yang asri dan banyak
pohon besar yang menjadi sumber pakan lebah. Antara lain pohon nangka,
melinjo, durian, petai, dan rambutan.
Sedangkan di dua kecamatan lokasi penelitian lainnya, Menes dan
Majasari, produksi madu dan propolis tidak sebanyak di Kecamatan
Pandeglang. Hal ini dikarenakan pola pemeliharaan petani masih apa adanya
serta lingkungan sekitar yang berdekatan langsung dengan lahan sawah.
Terlebih sawah yang berdekatan dengan lokasi budidaya intensif disemprot
menggunakan racun pestisida yang pasti mempengaruhi kelangsungan hidup
lebah.
83
Widhiono (2015) menyebutkan, kematian lebah Trigona sp. banyak
terjadi akibat pengaruh pestisida. Petani di sekitar sarang lebah melakukan
pengendalian hama dan penyakit untuk tanaman yang dipeliharanya secara
tidak bijaksana yang berdampak pada berkurangnya kualitas lingkungan yang
berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan lebah. Bahkan, memungkinkan
lebah terpengaruh hingga terjadi kematian yang masif.
Besarnya perbedaan penerimaan dari budidaya lebah dibanding
budidaya padi dengan lahan tidak lebih dari 0,3 ha dalam setahun
menunjukkan kemampuan budidaya lebah menopang ekonomi petani.
Diversifikasi usaha yang dilakukan dengan pola ini diharapkan bisa
meningkatkan pendapatan petani gurem yang selama ini selalu terkelompok
dalam warga miskin. Pemeliharaan yang minim biaya, produksi yang
ditopang sumber pakan yang cukup baik, serta pemasaran yang relatif mudah
bisa menjadi pilihan petani melakukan diversifikasi usaha dan menambah
perolehan pendapatannya. Satu hal,budidaya lebah ini memiliki keunggulan
dibanding budidaya lain, yaitu waktu pemeliharaan minimalis, hasil yang
baik, serta harga yang menarik. Petani tidak perlu berlama waktu mencari
pakan, karena lebah mengambil pakan sendiri. Petani juga tidak repot dalam
proses pemanenan, karena menggunakan alat yang cukup sederhana dan biasa
ada di setiap rumah tangga. Begitupun dengan produk yang dihasilkan,
memiliki waktu simpan yang panjang sehingga bisa mengatur pemasaran.
84
Meski demikian, ada kekurangan yang dimiliki dalam proses budidaya
lebah Trigona sp. ini, yaitu terjadinya kematian yang tinggi di saat
terkontaminasi racun dari pestisida dan tidak terjaga dari predator lebah.
4.3.3. Pengeluaran (Outflow)
Outflow dalam analisis kelayakan usaha budidaya Trigona sp. terdiri
dari biaya-biaya investasi dan biaya operasional. Biaya-biaya tersebut
mencerminkan pengeluaran yang terjadi pada setiap periode produksi.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal usaha untuk
memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
mewujudkan usaha tersebut. Pada usaha budidaya lebah Trigona sp., biaya
investasi terdiri dari biaya pembuatan kotak sarang lebah, saung tempat
penyimpanan kotak sarang lebah, peralatan budidaya, dan peralatan panen
(Tabel 4.3). Biaya investasi disediakan petani secara mandiri atau tidak
diperoleh dari pihak manapun.
Perbedaan biaya investasi yang dikeluarkan masing-masing petani
dikarena adanya perbedaan model budidaya yang dilakukan. Ada petani yang
memenuhi kebutuhan sarang lebah dengan maksimal, seperti pembuatan
saung tempat penyimpanan kotak sarang hingga penananam aneka tanaman
pakan. Besarnya biaya investasi mempengaruhi pendapatan.
85
Tabel 4.3. Biaya Investasi Budidaya Lebah Trigona sp.
INVESTASI
(Rupiah)Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
Sarang 1.500.000 1.800.000 1.200.000 2.400.000 1.050.000 1.050.000 1.500.000
Saung/Rak 1.000.000 - 500.000 500.000 - 250.000 -
AlatBudidaya
155.000 175.000 175.000 200.000 140.000 190.000 165.000
Alat Panen 370.000 265.000 200.000 340.000 250.000 305.000 315.000
Jumlah 3.025.000 2.240.000 2.075.000 3.440.000 1.440.000 1.795.000 1.980.000
Sumber: Lampiran 5
Gambar 4.7. Biaya Investasi Masing-masing Petani Lebah Trigona sp.
Tidak semua petani melakukan budidaya lebah secara ideal. Artinya,
kelengkapan budidaya serta pemeliharaan ada yang dipenuhi ada juga yang
tidak. Misalnya saung sarang, tidak semua petani menyiapkannya. Sarang
atau kotak lebah ada yang hanya sekedar digantung, ada juga yang di simpan
3,025
2,242,075
3,44
1,44
1,7951,98
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
Jum
lah
Bia
ya (
Rp.
jut
a)
86
di tempat tertentu yang dipandang petani strategis, terbebas dari gangguan
predator dan mudah dijangkau di saat panen.
Hal ini tergantung modal yang dimiliki, juga kreatifitas petani dalam
melakukan aktivitas budidaya ini. Kreatifitas petani ditunjang pengalaman
berbudidaya serta saran dari berbagai pihak yang sudah memahami mengenai
teknis budidaya lebah Trigona sp. Petani yang belum pernah mendapatkan
ilmu mengenai budidaya lebah, ketika mendapatkan saran langsung
menerapkan informasi yang diterimanya.
Beberapa saran yang telah diterapkan petani yaitu; menyediakan
sumber pakan berupa tanaman bunga, menggantung kotak sarang lebah dan
tidak menempel ke dinding, kotak sarang dijauhkan dari gangguan hama
predator, kotak sarang tidak berdekatan dengan lampu, serta lubang masuk
lebah di sarang mengarah ke barat atau ke selatan. Namun, semua itu tidak
dikelompokkan dalam investasi.
Pada Tabel 4.3, jumlah investasi terbesar yaitu milik petani D di
Kecamatan Pandeglang, sebesar Rp. 3.440.000. Penyediaan sarang adalah
komponen biaya investasi terbesar, karena sarang lebah diperoleh dengan
membeli dari masyarakat dengan harga yang cukup tinggi, kisaran Rp 50.000
hingga Rp. 80.000 per unit. Petani D di Kecamatan Pandeglang telah
melakukan budidaya lebih dari 1 tahun, sehingga teknik budidaya dilakukan
dengan baik. Sementara biaya investasi terkecil dilakukan Petani E di
Kecamatan Pandeglang, sebesar Rp. 1.440.000. Tanpa menggunakan saung
sarang, Petani E menyimpan sarang-sarang lebah menggantung di sekitar
87
rumahnya. Meski sudah melakukan budidaya selama 15 bulan, Petani E tidak
melakukan perubahan pola budidaya lebah sehingga investasi yang dilakuka
tetap.
Sementara itu, dari penggunaan alat budidaya dan panen, semua petani
tidak menggunakan alat khusus, melainkan perkakas yang biasanya ada di
rumah tangga. Obeng sebagai alat pengungkit, golok, pisau, dan gergaji
sebagai pemotong. Juga sendok, mangkuk, baskom, serta wadah yang
berfungsi untuk penyimpan madu dan propolis. Semuanya sebagai alat
ivestasi yang digunakan khusus. Namun, tidak ada alat spesifik dari sisi
bentuk dan bahan yang digunakan dalam budidaya lebah ini. Semua alat
bersifat sederhana dan mudah didapatkan.
Sehingga, dengan melihat Tabel 4.2, secara keseluruhan biaya investasi
yang dimanfaatkan oleh setiap petani memiliki keragaman. Petani
menginvestasikan modal sesuai kebutuhan yang ada. Kreatifitas petani
memiliki peran dalam mempengaruhi besarnya modal investasi, termasuk
pola budidaya yang diterapkan.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan saat proses budidaya
lebah Trigona sp. dan pemanenan madu dan propolis oleh petani. Biaya ini
disebut juga biaya habis pakai pada saat aktivitas dilakukan seta biaya untuk
upah panen.
Biaya pemeliharaan antara lain terdiri dari biaya perawatan tanaman
pakan, transportasi,komunikasi, listrik, serta keamanan dan kebersihan.
88
Sedangkan biaya panen antara lain untuk pembelian alat-alat operasional
panen seperti sarung tangan, masker, botol kemasan, wadah plastik untuk
menyimpan propolis, dan upah panen.
Tabel 4.4. Biaya Operasional Budidaya Lebah Trigona sp.
PetaniBiaya Operasional (Rp)
Total (Rp)Pemeliharaan Pemanenan
Petani A 210.000 454.000 664.000
Petani B 200.000 233.000 433.000
Petani C 155.000 136.000 291.000
Petani D 185.000 256.000 441.000
Petani E 205.000 332.000 537.000
Petani F 160.000 552.000 712.000
Petani G 200.000 338.500 538.500
RATA-RATA 187.857 328.785 516.643Sumber: Lampiran 6
Gambar 4.8. Biaya Operasional Masing-masing Petani Lebah Trigona sp.
664
433
291
441
537
712
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F
Jum
lah
Bia
ya (
Rp.
rib
u)
89
Pada Tabel 4.4, Petani F di Kecamatan Majasari menghimpun biaya
operasional total bulanan terbesar, yaitu Rp. 712.000. Sedangkan Petani C di
Kecamatan Menes menghimpun biaya operasional bulanan terkecil yaitu Rp.
291.000. Dari dua komponen biaya operasional, rata-rata biaya pemanenan
lebih besar dibanding biaya pemeliharaan. Biaya pemanenan lebih besar
hampir 2 kali biaya pemeliharaan. Komponen terbesarnya yaitu pada biaya
upah. Harga yang dibayar petani untuk mengupah panen cukup besar karena
memperhitungkan lamanya waktu panen, kualitas madu yang dihasilkan, serta
proses mengemas dengan botol. Dalam sebulan, panen yang dilakukan bisa 4
hingga 5 kali, sesuai dengan keadaan madu di sarang lebah. Tidak semua
sarang lebah dipanen pada satu waktu, melainkan dilakukan rotasi atau
pergiliran, bisa 5 sarang atau lebih dalam sekali panen.
Banyaknya proses panen yang dilakukan tersebut, petani yang juga
melakukan aktivitas di sawah untuk budidaya padi, mengandalkan orang lain
dalam pemanenan. Konsekuensi ini mengakibatkan adanya upah yang harus
dikeluarkan petani.
4.4. Kontribusi Pendapatan Budidaya Lebah Trigona sp.
Sumber pendapatan utama rumah tangga petani umumnya hanya
mengandalkan pendapatan dari budidaya tani yang dilakukan, yaitu budidaya
padi. Upaya diversifikasi usaha dengan budidaya lebah Trigona sp. diharapkan
menjadi tambahan pendapatan petani yang selama ini terkelompok dalam petani
kecil atau gurem, yakni hanya memiliki penguasaan luas lahan garapnya kurang
90
dari 0,5 hektar. Kontribusi pendapatan dalam se-tahun dari diversifikasi usaha
budidaya lebah disajikan dalam Tabel 4.5.
Kontribusi pendapatan adalah perbandingan pendapatan yang diperoleh
satu jenis usaha dengan total pendapatan usaha yang diterima (Mulyana dan
Hamzah, 2014).
Tabel 4.5. Kontribusi Pendapatan Petani Padi dengan Diversifikasi
Budidaya Lebah Trigona sp.
No PetaniPendapatan
Gabah(Rp)
%PendapatanTrigona sp.
(Rp)%
PendapatanTotal (Rp)
1 Petani A 9.282.800 38,40 14.885.000 61,59 24.167.800
2 Petani B 7.374.000 39,77 11.164.000 60,22 18.538.000
3 Petani C 7.098.000 35,79 12.733.000 64,21 19.831.000
4 Petani D 9.094.000 39,87 13.716.000 60,13 22.810.000
5 Petani E 10.296.000 35,67 18.568.000 64,33 28.864.000
6 Petani F 9.828.000 41,74 13.716.000 58,26 23.544.000
7 Petani G 9.133.000 52,51 8.261.000 47,49 17.394.000
RATA-RATA 8.872.257 40,54 13.291.857 59,46 22.164.114
Sumber: Lampiran 2
Kontribusi pendapatan petani padi yang melakukan diversifikasi dengan
budidaya lebah terlihat beragam. Rata-rata, pendapatan total mencapai Rp
22.164.114, dengan 59,46% berasal dari kontribusi hasil Trigona sp, sedangkan
40,54% berasal dari hasil budidaya padi. Tertinggi, kontribusi pendapatan
diperoleh Petani E dari Pandeglang, yakni Rp. 28.864.000. Namun, kontribusi dari
budidaya lebah diperoleh Petani C dari Menes sebesar Rp. 12.733.000 atau
64,21%.
91
Gambar 4.9. Perbandingan Kontribusi Pendapatan Petani dari BudidayaPadi dan Budidaya Lebah Trigona sp. dalam Satu Tahun.
Pendapatan dari budidaya lebah Trigona sp di atas 50 persen dalam
setahun merupakan kontribusi yang baik. Petani memiliki harapan dalam
menambah pendapatannya dari sektor lain, selain budidaya padi. Biaya investasi
dan operasional yang terjangkau juga mempengaruhi pendapatan petani semakin
besar. Sementara kontribusi pendapatan dari sektor budidaya padi yang lebih
rendah, bisa jadi karena faktor biaya operasional yang tinggi serta masa produksi
dalam setahun hanya dua kali panen. Sedangkan lebah Trigona sp, dalam setahun
setiap sarang bisa panen 12 kali.
Melihat kontribusi pendapatan dari budidaya lebah Trigona sp yang
lebih besar dibanding pendapatan budidaya padi, merupakan peluang usaha
diversifikasi yang bisa diandalkan. Budidaya lebah Trigona sp. bisa menjadi
alternatif baru usaha yang dikembangkan petani gurem untuk menopang ekonomi
rumah tangganya. Rata-rata dalam setahun, kontribusi pendapatan bagi petani dari
38,4 39,7735,79
39,8735,67
41,74
52,51
61,59 60,2264,21
60,1364,33
58,26
47,49
-5
5
15
25
35
45
55
65
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
Per
sent
ase
(%)
Pendapatan Gabah Pendapatan Trigona sp.
92
budidaya lebah Trigona sp. mencapai 59,46% sedangkan dari budidaya padi
40,54%. Faktor yang sangat menunjang tingginya pendapatan ini adalah harga
madu dan propolis yang diterima pengumpul cukup tinggi yaitu Rp 450.000 per
liter serta Rp 50.000 per kg.
Perbedaan kontribusi pendapatan masing-masing petani dikarenakan
adanya perbedaan biaya operasional dan biaya investasi yang dikeluarkan serta
dipengaruhi perbedaan hasil produksi baik gabah maupun produk Trigona sp.
Intensitas panen madu dan harganya yang tinggi menjadi penentu tingginya
kontribusi hasil dari budidaya lebah Trigona sp.
Dibandingkan penelitian Mulyana dan Hamzah (2014) di Kabupaten
Musi Rawas, Provinsi Riau, tetang kontribusi pendapatan budidaya ikan nila oleh
petani padi yang mengkonversi lahan sawahnya menjadi kolam ikan diperoleh
penerimaan Rp. 22.733.333,33/0,47 ha/8 bulan. Sedangkan pendapatannya adalah
Rp. 9.441.366.67/0,47ha/8 bulan. Sedangkan Prasetyo dkk (2016) mengukur
kontribusi pendapatan petani padi sawah yang juga melakukan budidaya itik dan
ikan nila di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, menunjukkan bahwa
budidaya itik memiliki kontribusi pendapatan sebesar Rp. 4.428.594/tahun atau
30%, sedangkan kontribusi pendapatan dari budidaya ikan nila
Rp.3.514.361/tahun atau 24%. Tidak disebutkan dalam penelitian itu jumlah ekor
itik atau jumlah luasan kolam pemeliharaan ikan nila.
Filly (2018) menghitung kontribusi pendapatan usaha budidaya lebah
madu (Apis cerana) di Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. Hasil
penenilitiannya menunjukkan bahwa kontribusi usaha budidaya lebah madu per
93
tahun terhadap pendapatan rumah tangga pembudidaya lebah madu adalah
27,71%. Kontribusi ini lebih kecil dibandingkan dengan usaha lainnya
dikarenakan sejumlah faktor, salah satunya harga madu yang dibeli
pengumpulmadu terlalu rendah.
4.5. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.
Analisis kelayakan usaha disebut juga dengan kriteria investasi, yakni
upaya mengukur sejumlah pendekatan kelayakan usaha dengan melihat aliran kas
yang ada. Analisis ini untuk menghitung mengenai feasibility atau layak tidaknya
usahabudidaya lebah Trigona sp. Analisis kriteria investasi ini mencakup net
present value (NPV), internal rate of return (RoI), net benefit cost ratio (Net
B/C), break event point (BEP) unit dan rupiah, serta payback period (PBP). Hasil
keseluruhan perhitungan analisis kriteria investasi tertera pada Tabel 4.6.
Dari semua perhitungan analisis terhadap petani padi yang juga melakukan
budidaya lebah Trigona sp, semua menunjukkan kelayakan usaha. Standar-standar
yang ditetapkan telah terlampaui. Selain itu, usaha budidaya lebah yang sudah di
jalankan lebih dari 1 tahun tersebut secara perhitungan telah memberikan
keuntungan yang baik dan petani pembudidaya juga mampu mengembangkan
usahanya secara bertahap dari keuntungan yang diperoleh. Bahkan, secara sosial
petani mampu membuktikan bahwa diversifikasi usaha yang dijalankan telah
menunjukkan keberhasilan tanpa mengganggu usaha utama yang dilakukan, yaitu
budidaya padi di lahan sawah.
Sebanyak 7 petani yang dijadikan responden, semuanya menunjukkan
kelayakan usaha yang baik, meski dari nilai analisis yang dihitung memiliki
94
keragaman. Tempat tinggal petani atau lokasi penelitian juga tidak berpengaruh
dalam hasil analisis, semuanya menunjukkan kelayakan usaha.
Tabel 4.6. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.
Petani NPV (Rp) NetB/C
IRR(%)
RoI(%)
BEPPBP
(tahun)Unit(Liter) Rupiah
Petani A 4.255.245 1,12 15,63 41,38 1,99 896.320 2,7
Petani B 4.327.687 1,19 19,23 43,85 1,70 765.171 2,5
Petani C 4.563.026 1,19 19,02 43,71 1,51 678.709 2,5
Petani D 9.821.979 1,25 11,33 46,29 1,99 897.347 2,4
Petani E 17.364.213 2,06 61,78 77,77 1,29 578.571 1,4
Petani F 8.132.050 1,38 29,27 51,58 1,38 620.919 2,1
Petani G 23.129.860 2,03 60,6 76,99 1,50 673.208 1,4
Rata-rata 10.227.723 1,46 30,98 54,51 1,62 730.035 2,1
Sumber: data diolah (2019)
4.5.1. Net Present Value (NPV)
Net present value (NPV) diartikan nilai sekarang dari selisih antara
benefit (keuntungan) dengan cost (biaya). NPV menunjukkan kelebihan
keuntungan dibandingkan dengan biaya. NPV bisa menggunakan discount
rate nol persen (0%) atau suku bunga berlaku saat ini. Dalam penelitian ini,
discount rate yang digunakan adalah 9%, atau menggunakan perhitungan
pemanfaatan dana pinjaman dari pihak bank versi kredit usaha rakyat (KUR).
Apabila NPV lebih besar dari 0, maka usaha tersebut
menguntungkan. Sebaliknya, jika NPV lebih kacil dari 0, maka usaha tersebut
tidak layak dijalankan. Pada Tabel 4.6, menunjukkan bahwa rata-rata NPV
95
budidaya lebah Trigona sp. yang dilakukan petani adalah Rp. 10.227.723
dalam setahun.
Petani pembudidaya lebah yang diteliti memiliki NPV lebih besar
dari 0 dengan nilai yang beragam. Hal ini karena masing-masing petani
memiliki perbedaan biaya investasi, biaya operasional, jumlah madu dan
propolis yang dihasilkan, sementara harga jual madu dan propolis relatif
sama. NPV secara sederhana mempresentasikan keuntungan di masa depan
pada saat sekarang, yaitu dengan mengukur sejumlah biaya yang digunakan
serta produksi yang dihasilkan saat ini.
Gambar 4.10. Nilai NPV Masing-masing Petani Lebah Trigona sp.
Pada Tabel 4.6 juga disajikan perbandingan NPV masing-masing
petani. Petani G di Kecamatan Pandeglang memiliki NPV tertinggi yaitu Rp.
31.627.064 sedangkan NPV terendah yaitu Petani B dari Kecamatan Menes
sebesar Rp. 9.420.200.Perbedaan nilai NPV yang cukup jauh ini dipengaruhi
oleh biaya investasi dan biaya operasional yang digunaan petani serta
4 4 5
10
17
8
23
0
5
10
15
20
25
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
NP
V (d
alam
juta
Rp)
96
produksi madu dan propolis yang dihasilkan. Sementara harga madu dan
propolis yang dijual petani tidak mempengaruhi nilai NPV, karena nilainya
sama.
Menurut Ardalan (2012), NPV adalah nilai yang akan
mempertimbangkan resiko dari arus kas masuk masa depan untuk
pengembalian modal investasi. Sehingga, NPV positif diterima karena akan
dapat menaikkan nilai perusahaan, sebaliknya NPV negatif ditolak karena
akan menurunkan nilai perusahaan. Sedangkan NPV sama dengan nol maka
investasi tersebut tidak akan mengubah nilai perusahaan.
4.5.2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Nilai net benefit cost ratio atau Net B/C adalah nisbah manfaat
terhadap biaya. Nisbah ini merupakan hasil pembagian nilai sekarang arus
manfaat (inflow) dengan nilai sekarang arus biaya (outflow). Bila nisbah
manfaat terhadap biaya memiliki nilai kurang dari satu, maka pengembalian
untuk investasi yang ditanamkan pada suatu usaha tidak akan kembali.
Namun, jika nilainya lebih dari satu, maka biaya investasi akan kembali
mengikuti besarnya nisbah yang dihasilkan. Nilai Net B/C menurut Gittinger
(1986), tergantung besaran bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, maka
semakin rendah nisbah manfaat terhadap biaya yang dihasilkan, bahkan bisa
kurang dari satu.
Budidaya lebah Trigona sp. yang dilakukan petani padi memiliki Net
B/C lebih dari 1. Bahkan Petani E dari Kecamatan Majasari nilai Net B/C
yang diperoleh mencapai 2,06 yang berarti, setiap Rp 100.000 nilai investasi
97
yang diberikan akan mampu dikembalikan sebesar Rp 106.000 atau 106%.
Sedangkan Net B/C terkecil diperoleh Petani A dari Kecamatan Menes, yakni
hanya 1,12. Perbedaan nilai Net B/C ini dipengaruhi besarnya investasi dan
produksi madu dan propolis yang dihasilkan masing-masing petani.
Namun, dari keseluruhan petani, rata-rata Net B/C adalah 1,46.
Menujukkan bahwa budidaya lebah Trigona sp. layak dibudidayakan oleh
petani karena menguntungkan.
4.5.3. Internal Rate Return (IRR)
Internal Rate Return (IRR) merupakan alat untuk menghitung
tingkat pengembalian investasi. IRR yang memiliki nilai lebih tinggi dari
tingkat bunga bank yang berlaku mengindikasikan usaha ini layak. Hasil
perhitungan IRR budidaya lebah Trigona sp. pada Tabel 4.6 menunjukkan
nilai IRR terkecil adalah 11,33% sedangkan terbesar 61,78%. Sementara rata-
rata IRR keseluruhan petani mencapai 30,98%. IRR terkecil dan terbesar
sama-sama dihasilkan petani dari Kecamatan Majasari, yaitu Petani D dan
Petani E. Jika merujuk pada besarnya bunga bank untuk kredit usaha rakyat
(KUR) sebesar 9%, maka semua petani dikategorikan layak. Namun, jika
yang dijadikan standar adalah bunga bank umum, yakni 16%, maka dua
petani, yaitu A dan D, dinyatakan tidak layak sedangkan sisanya terkategori
layak. Hanya saja, petani yang melakukan budidaya Trigona sp. ini tidak
melakukan investasi pinjaman kepada pihak manapun, termasuk bank.
Sehingga, kelayakan usaha masih tetap terjamin dengan nilai IRR terkecil
sekalipun. Namun, jika petani menginginkan tambahan modal dari luar,
98
dengan nilai IRR yang ada maka petani lebah Trigona sp. masih dinyatakan
memiliki kelayakan usaha.
4.5.4. Return on Investment (RoI)
Return on Investment (RoI) merupakan perbandingan atau rasio
antara laba bersih dengan investasi yang tersedia. Rasio ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa
efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen.
Berdasarkan Tabel 4.6, petani yang memiliki RoI terbesar adalah
Petani E, mencapai 77,77%, sedangkan terkecil Petani A sebesar 41,38%.
Sedangkan dari keseluruhan petani, rata-rata RoI diperoleh 54,51%. Artinya,
rata-rata petani memperoleh keuntungan dalam setahun mencapai 54,51%.
Angka RoI yang tinggi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah
satunya adalah efektivitas budidaya sehingga menghasilkan produksi madu
dan propolis cukup baik. Selain itu, petani telah melakukan efisiensi
penggunaan dana investasi sehingga mampu menghasilkan pendapatan cukup
tinggi. Dengan nilai RoI rata-rata mencapai 54,51% berarti petani telah
memanfaatkan modal yang diinvestasikan sehingga menghasilkan laba
54,51%. Petani yang masih memperoleh RoI di bawah rata-rata perlu
melakukan upaya lebih baik lagi dalam proses budidaya sehingga dihasilkan
produk dengan jumlah dan kualitas yang baik sehingga memperoleh harga
yang maksimal.
Meski RoI tinggi bukan berarti proses budidaya lebah Trigona sp.
selalu dipastikan memiliki keunggulan keuntungan yang baik. Namun perlu
99
dilakukan pengamatan terhadap manajemen pengelolaan budidaya. Aspek ini
turut memberikan kontribusi dalam RoI, terutama perencanaan dalam
peningkatan produksi sehingga diperoleh keuntungan yang lebih besar.
Gambar 4.11. Nilai Return on Investment (RoI) Masing-masing PetaniLebah Trigona sp.
Pada Gambar 4.11, terlihat Petani E dan G memiliki RoI tertinggi.
Petani yang berasal dari Kecamatan Pandeglang dan Majasari ini mampu
memiliki rasio antara laba dengan biaya investasi yang cukup tinggi 77,77 %
dan 76,99 %. Ini terjadi karena dua petani tersebut tidak menggunakan dana
investasi yang besar sedangkan produksi madu dan propolis cukup tinggi.
Sehingga, hal ini menyebabkan penghasilan yang diperoleh cukup besar.
4.5.5. Break Even Point (BEP)
Penghitungan analisis break even point (BEP) atau titik impas
digunakan untuk mengetahui pada volume penjualan dan volume produksi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G Rata-rata
Ret
urn
on I
nves
tmen
t(%
)
100
berapa usaha yang dijalankan tidak menderita kerugian maupun tidak
memperoleh laba atau keuntungan. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan
impas jika jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau
apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap
saja. BEP juga digunakan untuk menentukan tingkat penjualan yang harus
dicapai oleh perusahaan agar tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak
memperoleh keuntungan.
Gamar 4.12. Nilai BEP Unit Masing-masing Petani Lebah Trigona sp.dan Rata-rata BEP Unit Keseluruhan (kuning).
Budidaya lebah Trigona sp. yang dilakukan petani di tiga kecamatan
di Kabupaten Pandeglang menunjukkan BEP yang beragam (lihat Tabel 4.6).
Petani A dan D memiliki nilai BEP Unit 1,99 liter madu sebulan atau setara
dengan BEP nominal uang senilai Rp 896.320 dan Rp 897.347, lebih besar di
banding petani lainnya. Sementara BEP terkecil oleh Petani F, yakni 1,38 liter
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G Rata-rata
BE
P (
Uni
t/lit
er)
101
madu sebulan atau setara Rp. 620.919. Dari semua petani, hasil analisa BEP,
baik unit maupun nominal rupiah, lebih kecil dibandingkan dengan produksi.
Artinya masing-masing petani lebah sudah mampu menghasilkan madu dan
propolis melampaui BEP, sehingga berdasarkan hal ini bahwa budidaya lebah
madu sebanyak 30 kotak sarang yang dilakukan petani dikatakan layak untuk
diusahakan.
4.5.6. Payback Period (PBP)
Analisis Payback Period (PBP) atau tingkat pengembalian
investasi yaitu penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu
pengembalian investasi. Dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah
aliran kas. Semakin cepat biaya modal kembali, maka semakin baik usaha
yang dijalankan. Sebaliknya, semakin lama biaya modal kembali maka
dianggap usaha yang dijalankan tidak layak atau memiliki keurangan.
Pada budidaya lebah Trigona sp. yang dilakukan petani padi sawah
sebanyak 30 kotak sarang, menunjukkan bahwa PBP masing-masing petani
beragam, namun rata-rata PBP semua petani mencapai 2,1 tahun atau setara 2
tahun 2 bulan. Sedangkan PBP terlama adalah Petani A, B, C, D dan F karena
melebihi 2 tahun. Sedangkan petani selainnya, yakni Petani E dan G
memiliki PBP di bawah 2 tahun, yaitu mencapai hanya 1,4 tahun atau 1 tahun
8 bulan. Bagi investor, pengembalian modal yang lama dipandang kurang
layak karena pengembangan usaha dirasakan lambat.
Namun, budidaya Trigona sp dengan modal tertentu dan bisa
kembali dalam jangka waktu 2 tahun adalah hal yang sangat baik. Karena,
102
dibandingkan dengan budidaya madu jenis Apis mellifera yang melebih 2,8
tahun (Nurhasanah, 2007).
Komponen yang mempengaruhi PBP antara lain adalah besarnya
keuntungan yang diperoleh serta biaya modal yang kecil. Usaha budidaya
lebah Trigona sp. yang dilakukan petani memiliki modal yang terbilang kecil,
namun memiliki potensi hasil yang besar. Selain itu, harga jual produk lebah
saat ini cukup mahal, sehingga keuntungan yang diperoleh pun lumayan
tinggi. Inilah yang menjadikan PBP budidaya lebah Trigona sp. terbilang
singkat.
Gambar 4.13. Hasil Analisa Payback Period (PBP) Masing-masingPetani Lebah Trigona sp.
Waktu pengembalian modal yang cepat, bagi petani pembudidaya
lebah akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan usahanya dengan
baik. Pengadaan kembali kotak sarang lebah dan berbagai peralatan
pendukung akan menambah pendapatan petani di tahun-tahun berikutnya,
sehingga penghasilan pun akan bertambah dua kali lipat jika keadaan
faktor-faktor produksi dan harga tetap.
2,72,5 2,5
2,4
1,4
2,1
1,4
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
103
Hasil analisis PBP ini menunjukkan bahwa, meski kepemilikan
lahan garap kecil, petani yang melakukan diversifikasi usaha dengan
budidaya lebah Trigona sp. diyakini akan memiliki tambahan perolehan
penghasilan yang cukup baik. Hal ini tergantung dari perolehan madu dan
propolis pada saat panen. Lebah Trigona sp. akan menghasilkan madu dan
propolis dalam jumlah banyak ketika pakan di sekitar sarang melimpah.
Pakan tersebut adalah bunga-bunga aneka jenis tanaman, baik pohon buah
atau bunga. Karena itu, sebagai anjuran bagi petani pembudidaya lebah,
untuk memperoleh hasil panen madu dan propolis yang banyak maka perlu
menanam aneka jenis tanaman yang berbunga sepanjang tahun. Serbuk
sari yang ada di bunga menjadi pakan lebah dan penghasil madu yang
baik.
Kondisi lingkungan yang terbebas dari predator, kontaminasi racun
serangga, serta penempatan posisi sarang lebah yang baik, juga menjadi
faktor lain penentu perolehan madu dan propolis. Sedangkan iklim serta
cuaca lingkungan tidak terlalu berpengaruh, karena lebah Trigona sp.
dikenal sebagai lebah yang mudah beradaptasi.
Simulasi salah satu petani pembudidaya lebah Trigona sp.
sehingga menghasilkan PBP tertera pada Tabel 4.7. Simulasi ini
berdasarkan biaya-biaya yang digunakan petani dan perolehan pendapatan
yang juga diterima petani.
97
Tabel 4.7. Simulasi Perolehan PBP Salah Satu Petani Pembudidaya Lebah Trigona sp.
Uraian SatuanTahun
1 2 3
Biaya Investasi 1 paket 5,100,000 200,000 200,000
Biaya Operasional 1 paket 7,968,000 7,968,000 7,968,000
Biaya Penyusutan 606,000 606,000
Biaya Total 13,068,000 8,374,000 8,374,000
Hasil Penjualan Madu + Propolis Rp. 24,600,000 24,400,000 24,400,000
Laba Rp. 11,532,000 15,826,000 15,826,000
PBP 11,532,000
13,068,000
-1,536,000 -1,536,00015,826,000
14,290,000 14,290,000
Pada tahun kedua, biaya PBPtercapai, namun belum
memperoleh keuntunganbesar
15,826,000
30,116,000
Pada tahun ketiga,perolehan keuntungan
signifikan
104
105
4.6. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat apakah yang akan terjadi
pada proyek tersebut jika proyek tidak sesuai dengan rencana (Astanu, 2013).
Tabel 4.8. Analisis Sensitivitas dengan Simulasi Biaya Variabel danPendapatan pada Budidaya Lebah Trigona sp.
Analisis Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
Biaya Variabel Naik 5%
NPV(Rp) 10.420.500 8.475.200 9.252.000 18.439.593 22.745.000 12.822.864 30.657.764
IRR (%) 14,07 17,38 17,6 21,37 59,57 27,66 58,89
Net B/C 1,09 1,15 1,16 1,23 2,01 1,35 1,99
PBP(thn)
2,7 2,6 2,6 2,4 1,4 2,2 1,4
Biaya Variabel Naik 10%
NPV(Rp) 9.225.300 7.530.200 8.472.600 17.719.593 21.823.400 12.027.264 29.688.464
IRR (%) 12,51 15,52 16,18 20,58 57,36 26,04 57,18
Net B/C 1,09 1,12 1,13 1,22 1,96 1,32 1,96
PBP(thn)
2,8 2,7 2,6 2,4 1,4 2,2 1,4
Pendapatan Turun 5%
NPV(Rp) 7.925.700 6.630.200 7.286.400 15.064.593 20.426.600 10.828.464 27.532.064
IRR (%) 10,80 13,73 13,99 17,62 53,99 23,58 53,36
Net B/C 1,03 1,09 1,09 1,16 1,89 1,27 1,88
PBP(thn)
2,9 2,8 2,7 2,6 1,5 2,3 1,5
Pendapatan Turun 10%
NPV(Rp) 4.235.700 3.840.200 4.541.400 10.969.593 17.186.600 8.038.464 23.437.064
IRR (%) 5,85 8,08 8,84 12,99 46,05 17,75 46,01
Net B/C 0,94 0,98 1,00 1,07 1,72 1,16 1,72
PBP(thn)
3,2 3,1 3,0 2,8 1,7 2,6 1,7
Sumber: Data diolah (2019)
Bedasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 4.8, menunjukkan bahwa
budidaya lebah Trigona sp. memiliki kelayakan usaha yang baik. Dengan empat
106
jenis simulasi, yakni peningkatan biaya variabel 5% dan 10% serta penurunan
pendapatan 5% dan 10%, usaha budidaya lebah yang dilakukan petani padi sawah
di Pandeglang masih menunjukkan kelayakan usaha, yakni diuji dengan analisis
NPV, IRR, Net B/C, serta PBP, kecuali pada petani A dan B.
Petani E dan Petani G terlihat memiliki kelayakan usaha terbaik di saat
biaya variabel naik 5% maupun 10%. Dengan NPV tertinggi memastikan bahwa
pola usaha budidaya lebah Trigona sp. yang dilakukan Petani E dan Petani G
sangat baik. Kedua petani tersebut juga memiliki Net B/C berada di atas petani
lainnya, yakni hampir mencapai angka 2. Artinya keuntungan yang diperoleh bisa
mencapai hampir 100 persen, yang memastikan usaha dilakukan memiliki
keuntungan dalam satu periode melebihi biaya modal yang diinvestasikan. Serta,
payback period (PBP) yang singkat, yakni 1,4 tahun menunjukkan bahwa tingkat
pengembalian modal bisa mencapai 18 bulan.
Secara umum, kenaikan biaya variabel 5% maupun 10% serta penurunan
pendapatan 5% dan 10% akan mempengaruhi terhadap hasil perhitungan empat
indikator analisis kelayakan usaha, yaitu NPV, IRR, Net B/C dan PBP. Yakni
semua perhitungan analisis tersebut angkanya mengalami penurunan. Namun,
meski terjadi penurunan, usaha budidaya lebah Trigona sp. masih terkategori
layak diusahakan.
Hasil rata-rata empat indikator analisis kelayakan usaha keseluruhan
petani dengan simulasi kenaikan biaya variabel 5% dan 10% serta penurunan
pendapatan 5% dan 10% disajikan pada Tabel 4.9. Pada tabel tersebut, terlihat
bahwa kelayakan usaha budidaya lebah Trigona sp. akan dipengaruhi cukup besar
dengan adanya penurunan pendapatan 10%. Hal tersebut mengakibatkan
107
penurunan semua bentuk analisis, baik NPV, IRR, Net B/C dan bertambahnya
masa PBP. Meski demikian, usaha budidaya lebah Trigona sp. masih
dikategorikan layak.
Tabel 4.9. Hasil Rata-rata Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan BiayaVariabel dan Penurunan Pendapatan pada Petani BudidayaUsaha Lebah Trigona sp. di Kabupaten Pandeglang
IndikatorKelayakan
UsahaNormal
BiayaVariabelNaik 5%
BiayaVariabel
Naik 10%
PenurunanPendapatan
5%
PenurunanPendapatan
10%
NPV (Rp) 17.019.86016.116.132(-5,31%)
15.212.403(-10,62%)
13.670.574(-19,68%)
10.321.289(-39,36%)
IRR (%) 30,9830,93
(-0,15%)27,55
(-11,07%)26,72
(-13,74%)20,80
(-32,87%)
Net B/C 1,46 1,43 1,40 1,34 1,23
PBP (tahun) 2,1 2,2 2,2 2,3 2,6
Sumber: Data diolah (2019)
Gambar 4.14. Rata-rata Penurunan NPV Usaha Budidaya Lebah Trigonasp. dengan Simulasi Analisis Sensitivitas Kenaikan BiayaVariabel 5% dan 10% serta Penurunan Pendapatan 5% dan10%
-5,31%
-10,62%
-19,68%
-39,36%-40,00%
-35,00%
-30,00%
-25,00%
-20,00%
-15,00%
-10,00%
-5,00%
0,00%BV+5% BV+10% P-5% P -10%
108
Pada Gambar 4.14, terlihat bahwa penurunan pendapatan cukup
mempengaruhi NPV. Akibat adanya penurunan pendapatan 10% berakibat
menurunkan NPV hingga 39,36% atau dari Rp. 17.019.860 menjadi Rp.
10.321.289. Meski mengalami penurunan NPV yang cukup besar, hal ini masih
menjadikan usaha budidaya lebah Trigona sp. layak dilakukan. NPV > 0
menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan terkategori layak.
Indikator lainnya yaitu IRR yang menunjukkan bahwa penurunan
pendapatan hingga 10% akan membuat IRR turun hingga 32,87%, dari 30,93%
menjadi 20,80% (Gambar 4.15). Namun, IRR ini masih di atas bunga bank secara
umum, yaitu sekitar 14%.Sehingga budidaya usaha lebah Trigona sp. ketika
mengalami penurunan pendapatan hingga 10% masih layak diusahakan. IRR
adalah analisis yang menjadi salah satu alat indikator untuk melihat kemampuan
sebuah usaha untuk menghasilkan pengembalian atas investasi bersih yang dapat
dicapainya.
Gambar 4.15. Rata-rata Penurunan IRR Usaha Budidaya Lebah Trigona sp.dengan Simulasi Analisis Sensitivitas Kenaikan BiayaVariabel 5% dan 10% serta Penurunan Pendapatan 5% dan10%
-0,15%
-11,07%-13,74%
-32,87%-35,00%
-30,00%
-25,00%
-20,00%
-15,00%
-10,00%
-5,00%
0,00%BV+5% BV+10% P-5% P -10%
109
Sementara itu, mengenai analisis Net B/C bedasarkan data simulasi
analisis sensitivitas dengan perubahan biaya vaiabel dan penurunan pendapatan,
tidak terlalu berpengaruh kecuali penurunan pendapatan hingga 10%. Tabel 4.9
menunjukkan, penurunan pendapatan 10% mempengaruhi penurunan Net B/C
hingga 8,21 % dari 1,46 menjadi 1,23. Semakin besar Net B/C maka usaha yang
dijalankan semakin layak. Karena Net B/C merupakan tingkat besarnya manfaat
tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Meski terjadi
penurunan pendapatan hingga 10%, Net B/C yang dihasilkan memberi makna
bahwa setiap Rp 100 yang diinvestasikan maka akan menghasilkan tambahan
manfaat Rp 23.
Gambar 4.16. Rata-rata Penurunan Net B/C Usaha Budidaya LebahTrigona sp. dengan Simulasi Analisis Sensitivitas KenaikanBiaya Variabel 5% dan 10% serta Penurunan Pendapatan5% dan 10%
Sementara itu, mengenaianalisis PBP terlihat bahwa kenaikan biaya
variabel maupun penurunan pendapatan akan menyebabkan semakin lama modal
bisa kembali. Penurunan pendapatan 5% maupun 10% memiliki pengaruh
-2,05 -2,10
-4,29
-8,21
BV+5% BV+10 P-5% P-10%
110
signifikan dibanding kenaikan biaya variabel 5% maupun 10%, yakni masing-
masing mencapai 2,3 tahun atau setara dengan 30 bulan dan 2,6 tahun atau setara
dengan 32 bulan (Gambar 4.17).
Gambar 4.17. Rata-rata Kenaikan Payback Period (PBP) Usaha BudidayaLebah Trigona sp. dengan Simulasi Analisis SensitivitasKenaikan Biaya Variabel 5% dan 10% serta PenurunanPendapatan 5% dan 10%
Berbeda halnya analisis sensitivitas dengan menggabungkan dua hal yang
menjadi beban usaha secara bersamaan yakni kenaikan biaya variabel dan
penurunan pendapatan, dengan besaran 5% dan 10%. Pada Tabel 4.9 terlihat,
masing-masing petani budidaya usaha lebah Trigona sp. menunjukkan respon
yang beragam. Meski demikian, usaha budidaya Trigona sp. yang dilakukan
petani gurem di Pandeglang masih terkategori layak diusahakan.
Analisis sensitivitas dengan kenaikan biaya variabel 5% dan penurunan
pendapatan 5% menunjukkan bahwa, untuk analisis NPV, Petani D, E, F, dan G
menunjukkan angka di atas Rp 10.000.000. Sedangkan IRR, Petani A, B, dan C
menunjukkan ketidakayakan, karena berada di bawah angka rata-rata bunga bank
4,764,55
9,09
21,74
BV+5% BV+10 P-5% P-10%
111
14%. Analisis Net B/C, Petani D, E, F, dan G memiliki nilai lebih dari 1,1.
Sedangkan Petani A, B, dan C memiliki nilai Net B/C terendah, yaitu 1,00 yang
berarti setiap Rp 100 biaya investasi yang diberikan tidak memberikan manfaat
atau sangat kecil. Meski demikian, jika merujuk kelayakan Net B/C > 1 maka
dinyatakan bahwa hanya Petani A yang tidak terkategori layak usaha. Begitu
halnya dengan PBP, hanya Petani E dan G yang mampu mengembalikan modal
dalam jangka waktu tecepat yaitu 1,5 tahun, sedangkan petani lainnya di atas 2
tahun. Bahkan, Petani A mencapai 3,2 tahun atau 40 bulan.
Tabel 4.10. Analisis Sensitivitas dengan Simulasi Biaya Variabel danPendapatan Bersamaanpada Budidaya Lebah Trigona sp.
Analisis Petani A Petani B Petani C Petani D Petani E Petani F Petani G
Biaya Variabel Naik 5% Pendapatan Turun 5%
NPV(Rp) 6.730.500 5.685.200 6.507.000 14.344.593 19.505.000 10.032.864 26.562.764
IRR 9,21 11,83 12,54 16,81 51,75 21,93 51,63
Net B/C 1,00 1,05 1,07 1,14 1,84 1,24 1,84
PBP(thn)
3,2 2,8 2,8 2,6 1,5 2,4 1,5
Biaya Variabel Naik 10% Pendapatan Turun 10%
NPV(Rp) 1.845.300 1.950.200 2.982.600 9.529.593 15.343.400 6.447.264 21.498.464
IRR 1,57 4,15 5,86 11,33 41,47 14,37 42,48
Net B/C 0,89 0,91 0,94 1,04 1,63 1,10 1,65
PBP(thn)
3,4 3,3 3,2 2,9 1,8 2,7 1,8
Sumber: Data diolah (2019)
Sedangkan analisis sensitivitas dengan kenaikan biaya variabel hingga
10% dan penurunan pendapatan hingga 10% menunjukkan bahwa, berdasarkan
analisis IRR hanya Petani E dan G yang dinyatakan layak karena hasil IRR lebih
dari suku bunga yang ditetapkan bank yaitu 14%. Sedangkan jika menggunakan
indikator NPV, semua petani dinyatakan layak melakukan usaha budidaya lebah
112
Trigona sp. Sedangkan jika menggunakan indikator Net B/C, Petani A, B, dan C
dinyatakan tidak layak, sedangkan Petani D dan F memiliki hasil yang sangat
kecil, meski nilainya lebih dari 1. Hanya Petani E dan G yang memiliki nilai Net
B/C terbesar, yaitu di atas 1,6. Lain halnya ketika menggunakan ukuran PBP,
hanya petani E dan G yang memiliki waktu pegembalian investasi kurang dari 2
tahun, sehingga dinyatakan layak, sedangkan petani lainnya lebih dari 2 tahun.
Keadaan kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan masing-
masing 10% bisa menjadikan kelayakan usaha budidaya lebah Trigona sp. rendah
bahkan tidak mencapai batas ambang layak. Hal ini perlu dijadikan perhatian bagi
petani untuk sebisa mungkin menjaga tidak terjadinya kenaikan biaya variabel
atau penurunan pendapatan melebihi 10%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Diversifikasi usaha padi dengan budidaya lebah Trigona sp. memberikan
kontribusi pendapatan yang baik. Kontribusi pendapatan dari budidaya lebah
Trigona sp. dengan jumlah sarang sebanyak 30 kotak atau stup dalam satu
tahun mencapai rata-rata 59,46% atau Rp. 13.291.857 sedangkan pendapatan
dari budidaya padi dengan luas 0,3 ha mencapai Rp 8.872.257 atau 40,54%.
2. Pendapatan petani padi sawah dengan luas 0,3 ha yang bersamaan melakukan
budidaya lebah Trigona sp., mampu mencapai rata-rata pendapatan sebesar
Rp 22.164.114 dalam setahun.
3. Semua perhitungan analisis kelayakan usaha budidaya lebah Trigona sp. pada
petani padi dengan kepemilikian sawah seluas 0,3 ha menunjukkan layak
usaha. Yaitu, analisis NPV mencapai rata-rata Rp. 10.227.723, analisis IRR
30,98%, analisis RoI 54,51%, analisis Net B/C 1,46, analisis BEP Produksi
1,62 liter madu per bulan, analisis BEP Penjualan Rp.730.035 per bulan, dan
analisis PBP 2,1 tahun.
4. Hasil analisis sensitivitas, menunjukkan bahwa penurunan pendapatan
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam analisis kelayakan usaha,
dibanding dengan kenaikan biaya variabel. Meski demikian, usaha budidaya
lebah Trigona sp. yang dilakukan analisis dengan empat indikator analisis
114
usaha, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan PBP, masih dinyatakan layak
diusahakan petani. Sedangkan analisis sensitivitas dengan memadukan
kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan, menyebabkan nilai
kelayakan usaha semakin menurun, meski masiih terkategori layak usaha.
Terlebih, kenaikan biaya variabel dan penurunan pendapatan dengan masing-
masing 10% menyebabkan rata-rata kelayakan usaha budidaya lebah Trigona
sp. dengan empat indikator analisis usaha turun signifikan, yaitu NPV
menjadi Rp. 8.513.832, IRR 17,46%, Net B/C 1,17, dan PBP 2,7 tahun.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, beberapa saran yang
diberikan antara lain:
1. Diperlukan sosialisasi, promosi, sekaligus upaya berkelanjutan dalam
pengembangan budidaya lebah Trigona sp. kepada petani padi sebagai salah
satu sumber pendapatan yang memiliki kontribusi yang cukup baik.
2. Diperlukan pendekatan kepada pelaku pengambil kebijakan, dalam hal ini
pemerintah, untuk menjadikan budidaya lebah Trigona sp. sebagai alternatif
diversifikasi usaha bagi petani yang tidak membutuhkan biaya besar serta
memiliki kelayakan usaha yang baik.
3. Diperlukan pembinaan dan pendampingan kepada petani padi sekaligus
sebagai pembudidaya lebah Trigona sp. sehingga mampu mengakses
informasi untuk menambah permodalan, peningkatan kualitas produk lebah,
serta pemasaran sehingga memiliki nilai tambah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Tanpa tahun. Adakah Prospek Diversifikasi Usaha Tani di Lahan SawahIrigasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Adalina, Yelin. 2008. Analisis Finansial Usaha Lebah Madu Apis mellifera L.Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. V No 3: 217-237.
Agussalim, Ali Agus, Nafiatul Umami, I Gede Suparta Budisatria. 2017. VariasiJenis Tanaman Pakan Lebah Madu Sumber Nektar dan PpolenBerdasarkan Ketinggian Tempat di Yogyakarta. Buletin Peternakan Vol.41 (4): 448-460.
Ardalan, Kavous. 2012. Payback Period and NPV: Their Different Cash Flows.Journal of Economics and Finance Education. Nol 11 Number 2:10-16.
Arena, Maria, Fabio Sgolastra. 2014. A-meta Analysis Comparing The Sensitivityof Bees to Pesticides. Journal Ecotoxicology.
Arlius, Feri, Eri Gas Ekaputra. 2011. Sistem Pertanian Terpadu Sri-Mina dalamMendukung Ketahanan Pangan Nasional. Seminar Nasional: ReformasiPertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan. Fakultas PertanianUniversitas Trunojoyo 20 Oktober 2011. Hal 1-5.
Arshad, Asma. 2012. Net Present Value is Better Than Internal Rate Return.Interdiciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Vol. 4No.8:211-219.
As Shadiqy, M. Chalid. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Propolis Trigonasp. Asal Cibubur Menggunakan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2Picrylhydrazil).Skripsi. Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Asmini. 2016. Peranan Lebah Trigona spp. (Apidae:Melliponinae) dalamPenyerbukan dan Pembentukan Biji Tanaman Sawi (Brassica rapa L:Brassicaceae). Tesis. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Astanu DA, Ismono H, dan Rosanti N. 2013. Analisis Kelayakan FinansialBudidaya Intensif Tanaman Pala di Kecamatan Gisting, KabupatenTanggamus. JIIA I (3): 218-225.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013. Potret Usaha Pertanian ProvinsiBanten Menurut Subsektor (Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian
116
2013 dan Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian 2013). BPSBanten: Serang.
Badan Pusat Statistik, 2014. Potensi Pertanian Indonesia (Analisi HasilPencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2013). BPS: Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2018. Kabupaten Pandeglang dalamAngka. BPS Pandeglang. Pandeglang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2018. Statistik Daerah KabupatenPandeglang 2018. BPS Pandeglang. Pandeglang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2018. Kecamatan Majasari dalamAngka. BPS Pandeglang. Pandeglang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2018. Kecamatan Menes dalamAngka. BPS Pandeglang. Pandeglang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2018. Kecamatan Pandeglangdalam Angka. BPS Pandeglang. Pandeglang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2018. Statistik KesejahteraanRakyat Kabupaten Pandeglang 2017. BPS Pandeglang. Pandeglang.
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Menes. 2018. Monografi PertanianKecamatan Menes Tahun 2018. BPP Menes. Pandeglang.
Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) KecamatanMajasari. 2017. Monografi Pertanian Kecamatan Majasari Tahun 2017.BP3K Majasari. Pandeglang.
Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) KecamatanPandeglang. 2017. Monografi Pertanian Kecamatan Pandeglang Tahun2017. BP3K Pandeglang. Pandeglang.
Bank Dunia. 2007. Revitalisasi Pertanian di Indonesia: Prioritas Kebijakan untukTahun 2010 dan Selanjutnya. Kantor Bank Dunia Jakarta.
Bappenas, 2014. Analisis Rumah Tangga, Lahan, dan Usaha Pertanian diIndonesia: Sensus Pertanian 2013. Bapenas: Jakarta.
Basuni, Ruli., Muladno, Cecep Kusmana, Suryahadi. 2010. Model SistemIntegrasi Padi-Sapi Potong di Lahan Sawah. Forum Pascasarjana Vol. 33No. 3 Juli 2010:177-190.
117
Bogdanov, Stefan, Tomislav Jurendic, Robert Sieber, Peter Gallman. 2008. Honeyfor Nutrition and Health: A Review. Journal of the American College ofNutrition Vol 27 No 6: 667-689.
Bonawu, Hendri. 2016. Studi Perkembangan Koloni dan Produksi Lebah Trigonasp. dari Posisi Stup yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Kehutanan dan IlmuLingkungan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Budhi, Gelar Satya. 2010. Dilema Kebijakan dan Tantangan PengembanganDiversifikasi Usahatani Tanaman Pangan. Jurnal Analisis KebijakanPertanian. Volume 8 No 3, September 2010:241-258.
Chinh TX, MJ Sommeijer, WJ Boot, CD Michener. 2005. Nest and ColonyCharacteristics og Three Stngless Bee Spesies in Vietnam with The FirstDescription of The Nest of Lisotrigona carpenteri (Hymenoptera: Apidae:Meliponini). Journal of The Kansas Entomological Society 78 (4): 363-372).
Chaudari, Milind K, Sachin A Punekar, Ramchandra V. Ranade, KishoreM.Paknikar. 2012. Antimicrobial Activity of Stingless Bee (Trigona sp)Propolis Used in the Folk Medicine of Western Maharashtra, India.Journal of Ethnopharmacology 141: 363-367.
Constantinescu, Maria. 2010. Net Present Value Simulating With a Spreadsheet.Journal of Defense Resources Management. No. 1(1):33-40.
Correia-Oliviera, ME, Julio Cesar MP, Adailton FF, Ricardo AO, Genesio TR.2012. Impact of Aqueous Plant Extracts on Trigona spinipes(Hymenoptera: Apidae). J. Sociobiology Vol 59. Nomor 3 p.1-11.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Pandeglang. 2017.Laporan Tahunan Lingkungan Hidup Kabupaten Pandeglang: Akarsari.DLHK Kabupaten Pandeglang. Pandeglang.
Dowrschak, Kai, Nico Blüthgen. 2010. Network and Dominance Hierarchies:Does Interspesific Aggression Explain Flower Partitioning AmongStingless Bees? Ecological Entomology 35:216-225.
Elly, Femi Hadidjah, Bonar M. Sinaga, Sri Utami Kuntjoro, Nunung Kusnadi.2008. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Rakyat Melalui Integrasi Sapi –Tanaman di Sukawesi Utara. Jurnal Litbang Pertanian Vol 27 No 2: 63-68.
Filly, Novita Niarsari. 2018. Kontribusi Usaha Budidaya Lebah Madu TerhadapPendapatan dan Kesejahteraan Petani Lebah Madu Desa Buana Sakti,Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. UniversitasLampung. Bandar Lampung.
118
Free, JB. 1982. Bees and Mankind. George Allen & Unkwin. London.
Galib, Rosita. 2010. Pengembangan Sistem Integrasi Padi – Sapi di Lahan SawahTadah Hujan Kalimantan Selatan. Seminar Nasinal Teknologi Peternakandan Veteriner. hal 289-295.
Gittinger, James Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian.Universitas Indonesia. Jakarta.
Guntoro, Yoppy Priyo. 2013. Aktivitas dan Produktivitas Lebah Trigonalaeviceps di Kebun Polikultur dan Monokuktur Pala (Myristica fragrans).Skripsi. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Gojmerac WL. 1983. Bee, Beekeeping, Honey, and Pollination. Westport. Avi.
Hadisoesilo, Soesilawati. 2001. Keanekaragaman Spesies Lebah Madu AsliIndonesia. Biodiversitas Vol 1 No 1: 123-128.
Harmely, Fifi, Wilda, Yufri Aldi. 2014. Formulasi Gel Ekstrak Propolis dariSarang Lebah Trigona itama (Cockrell) dan Aktivitas AntibakteriTerhadap Staphylococcus epidermidis. Prosiding Seminar Nasional danWorkshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV.
Heard,Tim A. 1999. The Role of Stingless Bees in Crop Pollination. AnnualReview of Entomology. Volume 44: p. 183-205.
Hrncir, Michael, Stefan Jarau, Friedrich G.Barth. 2016. Stingless Bee(Meliponini): Senses and Behavior. J Comp Physiol A 202: 597-601.
http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Dr.-Ir.-Euis-Sunarti KESEJAHTE-RAAN-KELUARGA-PETANI.pdfdiakses September 2018.
http://www.forda-mof.org/berita/post/2509. Prospek Budidaya Lebah Trigona spdi Riau. Diakses September 2018.
https://media.neliti.com/media/publications/44041-ID-aksesibilitas-petani-kecil-pada-sumber-kredit-pertanian-di-tingkat-desa-studi-ka.pdf diakses pada 20September 2018.
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_2007-MU_Harianto.pdfdiakses pada 20 September 2018.
http://siteresources.worldbank.org/INTEMPOWERMENT/Resources/486312-1095094954594/draft2.pdf diakses pada 20 September 2018.
119
http://www.ujungkulon.org/berita/275-madu-hutan-odeng-ujung-kulon-tembus-produk-oriflame-indonesia diakses pada 20 September 2018.
https://media.neliti.com/media/publications/724-ID-dinamika-kebijakan-dan-ketersediaan-lahan-pertanian.pdf diakses pada 20 September 2018.
https://www.tokopedia.com/sugiartolebah/bibit-lebah-trigona-sp-bambu-alamidiakses pada 20 September 2018.
https://www.art.com/products/p14440544511-sa-i6713470/eric-tourneret-the-stingless-trigona-bees-scaptotrigona.html. diakses pada 20 September2018.
https://petatematikindo.wordpress.com/2013/09/05/peta-kabupaten-pandeglang/diakses pada 2 November 2018.
Ichwan, Fadly, Defri Yoga, Evi Sri Budiani. Prospek Pengembangan BudidayaLebah Trigona spp. di Sekitar Hutan Larangan Adat Rumbio, KabuaptenKampar. Jom Faperta UR Vol 3 No 2. Oktober 2016. Hal 1-10.
Indrawanto, Chandra, Atman. 2018. Integrasi Tanaman-Ternak SolusiMeningkatkan Pendapatan Petani. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. IAARD Press. Jakarta.
Kahono, Sih, Ernawati. 2014. Keragaman dan Kelimpahan Lebah Sosial (Apidae)pada Bunga Tanaman Pertanian Musiman yang Diaplikasi Pestisida diJawa Barat. Jurnal Berita Biologi 13 (3).
Kakutani, Takehiko, Tamiji Inoue, Toshiyuki Tezuka, Yasuo Maeta. 1993.Pollination of Strawberry by The Stingless Bee, Trigona minangkabau, andThe Honey Bee, Apis mellifera: An Experimental Study of FertilizationEfficiency. Res. Popul. Ecol. Vol 35: 95-111.
Karim, Rokim Abdul,Mahani, Nunung Nurjanah. 2015. Keajaiban PropolisTrigona. Pustaka Bunda. Bogor.
Kasryno, Faisal, Achmad M. Fagi, Effendi Pasandaran. 2010. Kebijakan ProduksiPadi dan Diversifikasi Pertanian. Forum Penelitian AgroEkonomi. Vol8(2):34-43.
Kementerian Pertanian, 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun2015-2019. Kementan RI. Jakarta.
120
Kementerian Kehutanan. 2013. Budidaya Lebah Madu. Kementerian Kehutanan.Jakarta.
Krell, R. 1996. Value-added Products from Beekeeping. FAO AgriculturalServices Bulletin Number 124.
Kriswanto. 2011. Analisis Strategi Bisnis NPV, IRR, PI dan DPB Pada GoldenRestaurant Jakarta. Binus Business Review. Vol 2 No 1 Mei 2011: 274-285.
Kuntadi. 2014. Pengembangan Budidaya Madu dan Permasalahannya. PusatPenelitian dan Pengembangan Konsevasi dan Rehabilitasi. Bogor (ID):Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Kusmarni Y. 2012. Studi Kasus. UGM Jurnal Edu. UGM Press.
Mahani, B. Nurhadi, E Subroto, M. Herudiyanto. 2011. Bee Propolis Trigona spp.Potential and Uniquenees in Indonesia. Proceeding University MalaysiaTerengganu Annual Sciences. Terengganu. Malaysia.
Mariyana, A. Irma., Muhammad Naim. 2016. Potensi Pemanfaatan Lebah(Trigona sp.) pada Penyerbukan Produksi Wijen. Jurnal PertanianBerkelanjutan Vol 4 No 3.
Mulyana, Eka, Maryanah Hamzah. 2014. Kontribusi Pendapatan Usaha PerikananTerhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah di DesaKalibening Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas. ProsidingSeminar Nasiona BKS PTN Barat: hal 833-840. Bandarlampung, 19-21Agustus 2014.
Nurhasanah. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Lebah MaduApis mellifera (Studi Kasus Peternakan Lebah Madu Sari Bunga di DesaTitisan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi). Skripsi. ProgramStudi Sosial Ekonomi Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhayati, Atikah, Ikeu Rustikawati, Ine Maulina. 2013. Analisis OptimalisasiMinapadi yang Berkelanjutan (Studi Kasus di Kecamatan CiparayKabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Makalah Seminar Minapadi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Nurmalina, Rita, Tintin Sarianti, Arif Karyadi. 2014. Studi Kelayanan Bisnis. IPBPress. Bogor.
Oliveira, Ricardo Caliari, Cristiano Menezes, Ademilson Espencer Egea Soares,Vera Lucia Imperatriz Fonseca. 2013. Trap-nest for Stingless bees
121
(Hymenoptera, Meliponini). Apidologie. Januari 2013. Vol 44 No 1. Pp29-37.
Papilaya, Jan Edmon, Grace AJ Rumagit, Lyndon RJ Pangemanan, Martha M.Sendow. 2015. Analisis Finansial Lebah Madu (Studi Kasus di PusatPerlebahan Halmahera, Desa Linaino, Provinsi Maluku Utara). JurnalSosial Ekonomi Unsrat. 3(1):12-16.
Prasetyo, Satria Ageng, M. Mustopa Romdhon, Redy Badrudin. 2016. KontribusiPendapatan Usahatani Padi Sawah, Itik Petelur, dan Ikan Air TawarTehadap Pendapatan Total Usahatani di Kabupaten Lebong. JurnalAgrisep Vol 16 No 1. Maret 2016. Hal 91-100.
Pujirahayu, Niken. Halimatussaddiyah Ritonga, Satya Agustina, AkiahUslinawaty. 2015. Antybacterial Activityof Oil Extract of TrigonaPropolis. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.Vol 7 Issue 6: 419-422.
Putra, Hinduari Putu Ade, Ni Luh Watiniasih, Ni Made Suartini. 2014. Strukturdan Produksi Lebah Trigona spp pada Sarang Berbentuk Tabung dan Bola.Jurnal Biologi 18 (2): 60-64.
Putra, Niko Susanto, Ni Luh Watiniasih, Made Suartini. 2016. Jenis LebahTrigona (Apidae: Meliponinae) Pada Ketinggian Tempat Berbeda di Bali.Jurnal Simbiosis IV (1): 6-9.
Qomariyah, Retna. Lelya Pramudyani. 2014. Analisis Usahatani Cabai Merah(Capsicum annum L) Organik dalam Polybag dengan Konsep KawasanRumah Pangan Lestari (KRPL). Prosiding Seminar Nasional PertanianOrganik. Bogor, 18-19 Juni 2014.
Rachadian, F,R., Agassi, E, A.,Wahyu, S. 2013. Analisa Kelayakan InvestasiPenambahan Mesin Frais Baru Pada Cv. Xyz. Journal J@TI Undip, Vol.VIII.No.1.
Rahardjo, Mudjia. 2017. Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif: Konsep danProsedurnya. Program Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.Kota Malang.
Ramadani, Rosi Fitri. 2016. Kenakeragaman Polen dari Beberapa SpesiesStingless Bee pada Perkebunan Kepala Sawit dan Karet. Tesis. IPB Bogor.
Reindriasari, Septiantina Dyah dan Krisnawati. 2017. Produksi Propolis MentahKebah Madu Trigona spp. di Pulau Lombok. J Hut Trop 1(1):71-75.
122
Riyandoko, Septiantina Dyah Riendriasari. 2016. Memelihara Lebah Trigona:Panen Madu Tanpa Tersengat. Lembar Informasi Kanoppi. WorldAgroforestry Center (ICRAF) Southeast Asia Regional Program. Bogor.
Ruoff, Kaspar. 2006. Authentication of The Botanical Origin of Honey. DoctoalTesis. ETH Zurich Library.
Saba ZH, Suzanna M, Yasmin Anum MY. 2o13. Honey: Food or Medicine. Med& Health 8 (1): 3-18.
Saepudin, R, AM Fuah, C. Sumantri, L. Abdullah, S. Hadisoesilo. 2011.Peningkatan Produktivitas Lebah Madu Melalui Penerapan SistemIntegrasi dengan Kebun Kopi. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 21 (1):24-30.
Salatino, A., E.W. Teixeira, G. Negri, dan D. Message. Ori and ChemicalVariation of Bralizian Propolis. Evid-Ba Compl Alt. 2(1): 33-38.
Salatnaya, Hearty. 2012. Produktivitas Lebah TrigonaI spp. Sebagai PenghasilPropolis Pada Perkebunan Pala Monokultur dan Polikultur di Jawa Barat.Tesis. Sekolah Pascsarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Samad, M Yusuf. 2006. Pengaruh Penanganan Pascapanen Terhadap MutuKomoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.8 No.1April 2006. H 31-36.
Sariubang, M. 2010. Sistem Usahatani Integrasi Pembibitan Sapi Bali denganTanaman Padi pada Lahan Sawah. Jurnal AgrosistemVol 6 No 1: 36-41.
Siagian, Viktor. Dewi Widyastuti, Iin Setiowati, Rina Sintawati. 2015. KondisiAktual Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Pandeglang, Banten. Pros SemNas Masy Biodiv Indon. Volume 1, Nomor 5, Agustus 2015. Hal 1251-1255.
Singh, Sardar. 1962. Beekeeping in India. Indian Council Agricultural Reaserach:New Delhi: p. 491-496.
Sugiyono. 2007. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bogor.
Sujaya, Dedi Herdiansyah, Tito Hardiyanto, Agus Yuniawan Isyanto. 2018.Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Produktivitas UsahataniMinapadi di Kota Tasikmalaya. Jurnal Pemikiran Masyarakat IlmiahBerwawasan Agribisnis. Vol 4(1):25-39.
123
Suproyo. 1979. Ciri-ciri Pengertian Petani Kecil. Jurnal Agro Ekonomi No 12Tahun 1979: hal 57-68
Suratiyah, Ken. 2001. Pekerjaan Luar Usaha Tani (Kasus Rumah Tangga PetaniGurem di Jawa). Jurnal Agro Ekonomi. Vol 8. No 2. Hal 65-72.
Syafrizal, Daniel Tarigan, RoosenaYusuf. 2014. Keragaman dan Habitat LebahTrigona pada Hutan Sekunder Tropis Basah di Hutan PendidikanLempake, Samarinda, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol9 No 1: 34-38.
Tri Tjahyo Purnomo (Editor). 2016. Statsitik Daerah Kabupaten Pandeglang 2016.BPS Pandeglang.
Trubus Majalah. Muhammad Fajar Ramadhani (ed). 2017. Lebah Trigona:Tingkatkan Propolis 35%. Edisi 572/XLVIII. Juli 2017. Hal 24-25.
Wahyuingsih, Sri. 2008. Diversifikasi Pertanian Menuju Pertanian Tangguhdalam Upaya Memantapkan Struktur Ekonomi Pedesaan. Jurnal MediagroVol.4 No.1. Hal1-11.
Wibowo, Bagus Arif, Muhmmad Rivai, Tasripan. 2014. Alat Uji Kualitas MaduMenggunakan Polarimeter dan Sensor Warna. Jurnal Teknik ITS Vol 5No. 1.
Widhiono, Imam. 2015. Strategi Konservasi Serangga Pollinator. UniversitasJenderal Soedirman. Purwokerto.
Wulandari AP, Tri Atmowidi, Sih Kahono. 2016. Peranan Lebah Trigonalaeviceps (Hymenoptera: Apidae) dalam Produksi Biji Kailan (Brassicaoleracea var. alboglabra). J. Agron Indonesia 45 (2) : 197-204.
Yin, Robert K. Studi Kasus: Desain dan Metode (Terj). PT Raja GrafindoPersada. Jakarta.
Yuliani, Dini. 2014. Sistem Integrasi Padi Ternak Untuk Mewujudkan KedaulatanPangan. Jurnal Agroteknologi Vol 4 No 2 Februari 2014:15-26.
124
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN
Tanggal Wawancara: ........................................................
I. Identitas
Nama L/P Usia Pendidikan JumlahKeluarga
Alamat
II. Kepemilikan Aset Sumber Pendapatan
1. Jumlah sarang lebah Trigona sp yang dimiliki Unit
2. Luas lahan sawah yang digarap
Kepemilikan : a. Sendiri b. Orang lain(penggarap)
m2
3. Ternak (milik sendiri/bukan*)
a. .......................................................
b. .......................................................
c. .......................................................
.................................
.................................
.................................
ekor
ekor
ekor
4. Usaha lain (perikanan /perkebunan/dll)
a. .......................................................
b. .......................................................
c. .......................................................
.................................
.................................
.................................
ha/ekor
ha/ekor
ha/ekor
Assalamu’alaikum wr wbBapak/Ibu/Saudara, kuisioner ini merupakan alat untuk melakukan penelitiantentang “Analisis Kelayakan Diversifikasi Usaha Tani Padi – Lebah Trigona sp diKabupaten Pandeglang, Provinsi Banten”. Dimohon pertanyaan di bawah inidijawab dengan sebenarnya.Terimakasih.Wassalamu’alaikum wr wb
125
III. Budidaya Lebah Trigona sp.
1. Sudah berapa lama Saubudidaya lebah Trigona sp.
............................. tahun ......................................... bulan
2. Berapa jumlah sarang yang dimiliki ketika memulai memelihara Trigona sp.?
a. Kurang dari 20 sarang b. Antara 21 sd 29 sarang c. Lebih dari 30
sarang
3. Apakah usaha budidaya lebah Trigona sp ini merupakan usaha pokok Saudara?
a. Ya b. Tidak
4. Jika bukan, apa usaha pokok Saudara?
a. Padi b. Ikan c. Hasil Kebun
5. Berapa modal awal Saudara untuk memuali usaha budidaya lebah Trigona sp ini?
Rp. .............................................................
6. Dari mana Saudara mendapatkan sarang-sarang lebah Trigona sp ini?
a. Beli sendiri ............................. kotak/stup, tahun ...............................
b. Bantuan .................................. kotak/stup, tahun ...............................
c. Mengambil di hutan .......................... kotak/stup ..............................
d. Mengembangkan sendiri..................... kotak/stup .............................
e. Sumber lain ..................... kotak/stup ......................................
7. Apakah alasan Saudara melakukan usaha budidaya lebah Trigona sp ini?
a. Untuk menambah pendapatan b. Usaha turun temurun
c. Hobi d. Mencoba-coba f. Ikut-ikutan
IV. Pengeluaran, Pemasukan dan Pendapatan Usaha
NoKomponen Kebutuhan
Alat dan BahanUnit Harga Satuan
(Rp)Harga Total
(Rp)
ASPEK FINANSIAL
Modal awal usaha budidaya lebahTrigona sp.
1. Berapa biaya tetap yangdikeluarkan
a. Biaya pembuatan sarang lebah
b. Harga perkakas pemeliharaandan panen
- Baskom
- Sendok
126
- Pisau
- Saringan madu
- Kemasan madu
- Kemasan propolis
c. Upah tenaga kerja keluarga
d. Penanaman tanaman sumberpakan
e. Penyusutan sarang lebah
f. Penyusutan alat
g. Alat kebersihan
2. Berapa biaya variabel yangdikeluarkan
a. Pembelian bibit lebah Trigona sp
b. Biaya listik
c. Biaya air
d. Biaya transportasi
e. Biaya telepon
f. Biaya keamanan
g. Biaya lain-lain
TOTAL BIAYA
Pendapatan
Tahun
Sumber Pendapatan (Rp)
Madu Propolis Sarang
Jumlah HargaTotal Jumlah Harga
Total Jumlah HargaTotal
Harga madu lebah Trigona sp : Rp. ............................................... per ...........
Harga propolis lebah Trigona sp : Rp. ............................................... per ...........
Harga sarang lebah Trigona sp : Rp. ............................................... per ...........
127
ANALISA USAHA BUDIDAYA PADI
1. Luas lahan garapan sawah : .................................... m2
2. Kepemlikian lahan : a. Milik sendiri
b. Garap/bagi hasil
c. Sewa (Rp ................/............)
3. Dalam setahun berapa kali tanam :..................................... kali
4. Jumlah keluarga :..................................... orang
5. Biaya ongkos kerja:
Jenis Kegiatan
Tenaga KerjaTotal
Pengeluaran(Rp)
Keluarga Luar Keluarga
Jumlah(HOK)
Upah(Rp)
Jumlah(HOK)
Upah(Rp)
Biaya
Pengolahan Tanah
Pembibitan/penyemaian
Penanaman
Pemeliharaan tanaman
- Penyiangan dan penyulaman- Pemupukan- Pemberantasan OPT- Pengairan
Pemanenan
Pengelolaan hasil panen
Lain-lain..........................................................................................................................................................................................................................................................
TOTAL BIAYA KERJA
6. Biaya Saprodi:
Jenis Jumlah SatuanHarga
Satuan (Rp)Harga
Total (Rp)Ket
Benih padi
Pupuk
128
- Urea
- Ponska
- SP-36
- Organik
- POC
Pestisida
-
-
-
-
7. Pendapatan
Pendapatan Jumlah Konsumsi Dijual Harga(Rp)
Total
Produksi Gabah
- Musim Tanam ke-1
- Musim Tanam ke-2
Produksi Beras
- Musim Tanam ke-1
- Musim Tanam ke-2
Pendapaatan Lainnya (bantuan pemerintah diabaikan)
1. Buruh kerja Rp ............................................ / bulan (Ket: aktivitas
suami istri)
2. ............................................... Rp ............................................ / bulan
3. ............................................... Rp ............................................ / bulan
107
Lampiran 2. Rekapitulasi Kuisioner Penelitian
REKAPITULASI KUISIONER PENELITIAN"ANALISIS KELAYAKAN DIVERSIFIKASI USAHATANI PADI - LEBAH TRIGIONA SP
DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN"
NAMA L/P USIAPENDIDIK
AN
JUMLAHKELUAR
GAALAMAT
JUMLAHSARANGLEBAHYANG
DIMILIKI
KEPEMILIKANTERNAK
USAHA LAINMASA
PEMELIHARAANLEBAH
(BULAN)DOMB
AAYAM
PADI(ha)
KEBUN (ha)
IKAN(m2)
Iwa Kartiwa L 43 SLTA 5 MENES 30 5 0 0.3 0,1 0 26
Adi Supriadi L 54 SMP 7 MENES 30 0 0 0.3 0 0 18
Suhani L 58| SLTA 9 MENES 30 2 0 0.3 0,1 0 14
30
Gito L 60 SD 5PANDEGLAN
G30 2 0 0.3 0,2 0 16
Suginanjar L 50 SMP 6PANDEGLAN
G30 0 10 0.3 0,1 100 28
30
Masruci L 55 SD 5 MAJASARI 30 0 0 0.3 0 0 13
Saefudin L 43 SLTA 4 MAJASARI 30 3 12 0.3 0,1 100 32
129
108
Lampiran 2. (lanjutan)
RATA-RATA HASILPRODUKSI PER BULAN
HARGA PRODUK PENDAPATAN DARI PRODUKTRIGONA SETAHUN (Rp)
RATA-RATA PENDAPATANTRIGONA (Rp)
RATA-RATA PENDAPATAN PADI (Rp)
MADU(Liter)
PROPOLIS
(kg)
POLLEN(kg)
MADU(Rp/Liter)
PROPOLIS(Rp/kg) MADU PROPOLIS TOTAL MADU PROPOLIS TOTAL MUSIM 1 MUSIM 2 TOTAL
4 5 0 450,000 50,000 21,600,000 3,000,000 24,600,000 1,800,000 250,000 2,050,000 7,660,800 5,472,000 13,132,800
3 4 0 450,000 50,000 16,200,000 2,400,000 18,600,000 1,350,000 200,000 1,550,000 6,840,000 5,814,000 12,654,000
3 3.5 0 450,000 50,000 16,200,000 2,100,000 18,300,000 1,350,000 175,000 1,525,000 6,720,000 5,130,000 11,850,000
4.5 5 0 450,000 50,000 24,300,000 3,000,000 27,300,000 2,025,000 250,000 2,275,000 6,804,000 6,120,000 12,924,000
3.5 4.5 0 450,000 50,000 18,900,000 2,700,000 21,600,000 1,575,000 225,000 1,800,000 6,426,000 6,960,000 13,386,000
3 4 0 450,000 50,000 16,200,000 2,400,000 18,600,000 1,350,000 200,000 1,550,000 6,888,000 5,760,000 12,648,000
4.5 5 0 450,000 50,000 24,300,000 3,000,000 27,300,000 2,025,000 250,000 2,275,000 5,670,000 6,660,000 12,330,000
130
107
131
Lampiran 3. Jumlah Petani Pembudidaya Lebah Trigona di Kab. Pandeglang
No KecamatanJumlah Petani
(orang)Jumlah KoloniLebah (unit)
1. Cadasari 15 45
2. Koroncong 8 30
3. Karangtanjung 5 20
4. Pandeglang 17 234
5. Majasari 23 185
6. Kaduhejo 4 20
7. Banjar 3 12
8. Mekarjaya 3 20
10. Cimanuk 3 25
11. Mandalawangi 12 30
12. Cipeucang 8 35
13. Pulosari 13 30
14. Kaduhejo 9 20
15. Menes 15 280
16. Saketi 12 40
17. Cisata 8 15
18. Jiput 12 25
19. Cikedal 2 6
20. Labuan 0 0
21. Carita 5 10
22. Panimbang 0 0
23. Bojong 2 5
24. Picung 2 5
132
25. Sindangresmi 3 7
26. Munjul 8 10
27. Angsana 12 20
28. Sukaresmi 0 0
29. Patia 0 0
30. Cigeulis 20 30
31. Pagelaran 0 0
32. Sobang 0 0
33. Cibaliung 9 40
34. Cimanggu 4 10
35. Sumur 5 8
Total 243 713
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kabupaten Pandeglang 2017
133
Lampiran 4. Biaya Modal Budidaya Padi
BIAYA MODAL BUDIDAYA PADIIwa Kartiwa
Uraian Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp)Harga Total
(Rp)
SAPRODIBenih padi 10 kg 15,000 150,000Pupuk Urea 50 kg 2,000 100,000
Pupuk Ponska (NPK) 20 kg 2,500 50,000
Pupuk SP-36 - kg 2,500 -
Pupuk Organik/Kandang - kg 700 -
Pupuk Cair 1 liter 30,000 30,000
Pestisida Furadan 1 kg 20,000 20,000
Pestisida Hama 1 liter 70,000 35,000
Pestisida Penyakit 1 liter 80,000 40,000
Jumlah Biaya Saprodi 425,000
UPAH KERJAOlah tanah 8 HOK 50,000 400,000
Tanam/tandur 4 HOK 50,000 200,000
Penyiangan/ngoyos 4 HOK 50,000 200,000
Pemupukan 2 HOK 50,000 100,000
Penyemprotan 4 HOK 50,000 200,000
Pemanenan 4 HOK 50,000 200,000
Penjemuran 4 HOK 50,000 200,000
Jumlah Upah Kerja 1,500,000TOTAL BIAYA 1,925,000
PendapatanHasil gabah GKGMusim 1
1,824 kg 4,200 7,660,800
Hasil gabah GKGMusim 2
1,440 kg 3,800 5,472,000
Keuntungan (Laba)Musim 1 5,735,800
Musim 2 3,547,000
Keuntungan sebulanMusim 1 1,433,950Musim 2 886,750
134
Lampiran 4. (Lanjutan)
BIAYA MODAL BUDIDAYA PADI
Adi Supriadi
Uraian Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp) HargaTotal (Rp)
SAPRODIBenih padi 10 kg 15,000 150,000
Pupuk Urea 75 kg 2,000 150,000
Pupuk Ponska (NPK) 50 kg 2,500 125,000
Pupuk SP-36 20 kg 2,500 50,000PupukOrganik/Kandang
300 kg 700 210,000
Pupuk Cair - liter 30,000 -
Pestisida Furadan 1 kg 20,000 20,000
Pestisida Hama 1 liter 70,000 35,000
Pestisida Penyakit - liter 80,000 -
Jumlah Biaya Saprodi 740,000
UPAH KERJAOlah tanah 6 HOK 50,000 300,000
Tanam/tandur 6 HOK 50,000 300,000
Penyiangan/ngoyos 6 HOK 50,000 300,000
Pemupukan 4 HOK 50,000 200,000
Penyemprotan 4 HOK 50,000 200,000
Pemanenan 8 HOK 50,000 400,000
Penjemuran 4 HOK 50,000 200,000
Jumlah Upah Kerja 1,900,000TOTAL BIAYA 2,640,000
PendapatanHasil gabah GKGMusim 1
1,710 kg 4,000 6,840,000
Hasil gabah GKGMusim 2
1,530 kg 3,800 5,814,000
Keuntungan (Laba)Musim 1 4,200,000
Musim 2 3,174,000
Keuntungan sebulanMusim 1 1,050,000
Musim 2 793,500
135
Lampiran 4. (Lanjutan)
BIAYA MODAL BUDIDAYA PADI
Suhani
Uraian Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp) Harga Total(Rp)
SAPRODI
Benih padi 8 kg 15,000 120,000
Pupuk Urea 50 kg 2,000 100,000
Pupuk Ponska (NPK) 20 kg 2,500 50,000
Pupuk SP-36 - kg 2,500 -PupukOrganik/Kandang
100 kg 700 70,000
Pupuk Cair 1 liter 30,000 30,000
Pestisida Furadan 1 kg 20,000 10,000
Pestisida Hama 1 liter 70,000 56,000
Pestisida Penyakit 1 liter 80,000 40,000Jumlah BiayaSaprodi
476,000
UPAH KERJAOlah tanah 6 HOK 50,000 300,000
Tanam/tandur 6 HOK 50,000 300,000
Penyiangan/ngoyos 6 HOK 50,000 300,000
Pemupukan 4 HOK 50,000 200,000
Penyemprotan 4 HOK 50,000 200,000
Pemanenan 8 HOK 50,000 400,000
Penjemuran 4 HOK 50,000 200,000
Jumlah Upah Kerja 1,900,000TOTAL BIAYA 2,376,000
PendapatanHasil gabah GKGMusim 1
1,680 kg 4,000 6,720,000
Hasil gabah GKGMusim 2
1,350 kg 3,800 5,130,000
Keuntungan (Laba)Musim 1 4,344,000
Musim 2 2,754,000
Keuntungan sebulanMusim 1 1,086,000Musim 2 688,500
136
Lampiran 4. (Lanjutan)
BIAYA MODAL BUDIDAYA PADI
Gito
Uraian Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp) Harga Total(Rp)
SAPRODI
Benih padi 12 kg 15,000 180,000
Pupuk Urea 50 kg 2,000 100,000
Pupuk Ponska (NPK) 50 kg 2,500 125,000
Pupuk SP-36 - kg 2,500 -
Pupuk Organik/Kandang - kg 700 -
Pupuk Cair - liter 30,000 -
Pestisida Furadan - kg 20,000 -
Pestisida Hama 1 liter 70,000 70,000
Pestisida Penyakit 1 liter 80,000 40,000
Jumlah Biaya Saprodi 515,000
UPAH KERJAOlah tanah 6 HOK 50,000 300,000
Tanam/tandur 4 HOK 50,000 200,000
Penyiangan/ngoyos 4 HOK 50,000 200,000
Pemupukan 2 HOK 50,000 100,000
Penyemprotan 3 HOK 50,000 150,000
Pemanenan 5 HOK 50,000 250,000
Penjemuran 4 HOK 50,000 200,000
Jumlah Upah Kerja 1,400,000TOTAL BIAYA 1,915,000
PendapatanHasil gabah GKGMusim 1
1,620 kg 4,200 6,804,000
Hasil gabah GKGMusim 1
1,530 kg 4,000 6,120,000
Keuntungan (Laba)Musim 1 4,889,000
Musim 2 4,205,000
Keuntungan sebulanMusim 1 1,222,250Musim 2 1,051,250
137
Lampiran 4. (Lanjutan)
BIAYA MODAL BUDIDAYA PADI
Suginanjar
Uraian Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp) HargaTotal (Rp)
SAPRODI
Benih padi 8 kg 15,000 120,000
Pupuk Urea 50 kg 2,000 100,000
Pupuk Ponska (NPK) 20 kg 2,500 50,000
Pupuk SP-36 - kg 2,500 -
Pupuk Organik/Kandang 100 kg 700 70,000
Pupuk Cair 1 liter 30,000 30,000
Pestisida Furadan - kg 20,000 -
Pestisida Hama 1 liter 70,000 35,000
Pestisida Penyakit 1 liter 80,000 40,000
Jumlah Biaya Saprodi 445,000
UPAH KERJAOlah tanah 4 HOK 50,000 200,000
Tanam/tandur 4 HOK 50,000 200,000
Penyiangan/ngoyos 4 HOK 50,000 200,000
Pemupukan 2 HOK 50,000 100,000
Penyemprotan 2 HOK 50,000 100,000
Pemanenan 4 HOK 50,000 200,000
Penjemuran 2 HOK 50,000 100,000
Jumlah Upah Kerja 1,100,000TOTAL BIAYA 1,545,000
PendapatanHasil gabah GKG Musim1
1,530 kg 4,200 6,426,000
Hasil gabah GKG Musim1
1,740 kg 4,000 6,960,000
Keuntungan (Laba)Musim 1 4,881,000
Musim 2 5,415,000
Keuntungan sebulanMusim 1 1,220,250Musim 2 1,353,750
138
Lampiran 4. (Lanjutan)
BIAYA MODAL BUDIDAYA PADIMasruci
Uraian Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp) Harga Total(Rp)
SAPRODIBenih padi 8 kg 12,000 90,000
Pupuk Urea 50 kg 2,000 100,000
Pupuk Ponska (NPK) 30 kg 2,500 75,000
Pupuk SP-36 20 kg 2,500 50,000
Pupuk Organik/Kandang 100 kg 700 70,000
Pupuk Cair 1 liter 30,000 30,000
Pestisida Furadan 1 kg 20,000 20,000
Pestisida Hama 1 liter 70,000 35,000
Pestisida Penyakit 1 liter 80,000 40,000
Jumlah Biaya Saprodi 510,000
UPAH KERJAOlah tanah 2 HOK 50,000 100,000
Tanam/tandur 4 HOK 50,000 200,000
Penyiangan/ngoyos 2 HOK 50,000 100,000
Pemupukan 2 HOK 50,000 100,000
Penyemprotan 2 HOK 50,000 100,000
Pemanenan 4 HOK 50,000 200,000
Penjemuran 2 HOK 50,000 100,000
Jumlah Upah Kerja 900,000TOTAL BIAYA 1,410,000
PendapatanHasil gabah GKGMusim 1
1,722 kg 4,000 6,888,000
Hasil gabah GKGMusim 1
1,440 kg 4,000 5,760,000
Keuntungan (Laba)Musim 1 5,478,000
Musim 2 4,350,000
Keuntungan sebulanMusim 1 1,369,500Musim 2 1,087,500
139
Lampiran 4. (Lanjutan)
BIAYA MODAL BUDIDAYA PADI
Saefudin
Uraian Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp) HargaTotal (Rp)
SAPRODI
Benih padi 8 kg 12,000 96,000
Pupuk Urea 50 kg 2,000 100,000
Pupuk Ponska (NPK) 50 kg 2,500 125,000
Pupuk SP-36 25 kg 2,500 62,500
Pupuk Organik/Kandang 200 kg 700 140,000
Pupuk Cair - liter 30,000 -
Pestisida Furadan - kg 20,000 -
Pestisida Hama 1 liter 70,000 35,000
Pestisida Penyakit 1 liter 80,000 40,000
Jumlah Biaya Saprodi 598,500
UPAH KERJAOlah tanah 2 HOK 50,000 100,000
Tanam/tandur 4 HOK 50,000 200,000
Penyiangan/ngoyos 3 HOK 50,000 150,000
Pemupukan 3 HOK 50,000 150,000
Penyemprotan 2 HOK 50,000 100,000
Pemanenan 4 HOK 50,000 200,000
Penjemuran 2 HOK 50,000 100,000
Jumlah Upah Kerja 1,000,000TOTAL BIAYA 1,598,500
PendapatanHasil gabah GKG Musim1
1,350 kg 4,200 5,670,000
Hasil gabah GKG Musim1
1,665 kg 4,000 6,660,000
Keuntungan (Laba)Musim 1 4,071,500
Musim 2 5,061,500
Keuntungan sebulanMusim 1 1,017,875Musim 2 1,265,375
140
Lampiran 5. Biaya Investasi Budidaya Lebah Trigona sp.
BIAYA INVESTASI BUDIDAYA LEBAH Trigona sp. DI KECAMATAN MENESIwa Kartiwa
Biaya Investasi JumlahSatuanJumlah
UsiaEkonomis
(th)
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran (Rp)
%
Koloni/sarang lebah 30 stup 50000 1500000 49.59
Bangunanpenyimpanan sarang
1 unit 10 1000000 1000000 33.06
Sub Total 2500000Peralatan KerjaBudidayaGergaji 1 buah 5 50000 50000 1.65
Palu 1 buah 5 20000 20000 0.66
Golok 1 buah 5 50000 50000 1.65
Pisau 1 buah 5 20000 20000 0.66
Alat kebersihan (sapu) 1 buah 1 15000 15000 0.50
Sub Total 155000
Peralatan Kerja Panen
Pengungkit besi kecil 1 buah 5 30000 30000 0.99
Sendok 5 buah 2 5000 25000 0.83
Corong 1 buah 1 10000 10000 0.33
Sinduk 3 buah 1 5000 15000 0.50
Gelas ukur plastik 1 buah 1 20000 20000 0.66
Kain penyaring madu 2 lembar 1 10000 20000 0.66
Galon kecil 1 buah 1 40000 40000 1.32
Timbangan digital 1 buah 2 100000 100000 3.31
Baskom stainless 2 buah 2 25000 50000 1.65
Sarung tangan 1 pak 20000 20000 0.66
Lap/kanebo 1 buah 20000 20000 0.66
Masker 1 pak 20000 20000 0.66
Sub Total 370000
TOTAL 3,025,000 100
141
Lampiran 5. (Lanjutan)
Adi Supriadi
Biaya Investasi Jumlah
SatuanJumlah
UsiaEkonom
is (th)
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran (Rp) %
Koloni/sarang lebah 30 stup 60000 1800000 80.36
Sub Total 1800000
Peralatan KerjaBudidayaGergaji 1 buah 5 50000 50000 2.23
Palu 1 buah 5 20000 20000 0.89
Tang/Gegep 1 buah 5 35000 35000 1.56
Golok 1 buah 5 50000 50000 2.23
Pisau 1 buah 5 20000 20000 0.89
Sub Total 175000Peralatan KerjaPanenPengungkit besi kecil 1 buah 5 30000 30000 1.34
Corong 1 buah 1 10000 10000 0.45
Sendok 5 buah 2 5000 25000 1.12
Sinduk 3 buah 1 5000 15000 0.67
Kain penyaring madu 2 lembar 1 10000 20000 0.89
Galon kecil 1 buah 2 40000 40000 1.79
Baskom stainless 2 buah 2 25000 50000 2.23
Sarung tangan 1 pak 0.5 20000 20000 0.89
Masker 1 pak 0.5 20000 20000 0.89
Gelas ukur plastik 1 buah 1 15000 15000 0.67
Lap kain 2 buah 1 10000 20000 0.89
Sub Total 265000TOTAL 2,240,000 100
142
Lampiran 5. (Lanjutan)
Suhani
Biaya Investasi Jumlah SatuanJumlah
UsiaEkono
mis(th)
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp)
%
Koloni/sarang lebah 30 stup 40000 1200000 57.83Bangunanpenyimpanan sarang
1 unit 10 500000 500000 24.10
Sub Total 1700000Peralatan KerjaBudidayaGergaji 1 buah 5 50000 50000 2.41
Palu 1 buah 5 20000 20000 0.96
Golok 1 buah 5 50000 50000 2.41
Tang 1 buah 35000 35000 1.69
Pisau 1 buah 5 20000 20000 0.96
Sub Total 175000Peralatan KerjaPanenPengungkit besi kecil 1 buah 5 30000 30000 1.45
Corong 1 buah 10000 10000 0.48
Sendok 5 buah 2 5000 25000 1.20
Sinduk 3 buah 1 5000 15000 0.72
Lap kain 2 buah 5000 10000 0.48
Kain penyaring madu 2 lembar 1 10000 20000 0.96
Baskom stainless 2 buah 2 25000 50000 2.41
Sarung tangan 1 pak 20000 20000 0.96
Masker 1 pak 20000 20000 0.96
Sub Total 200000
TOTAL 2,075,000 100
143
Lampiran 5. (Lanjutan)
BIAYA INVESTASI BUDIDAYA LEBAH Trigona sp. DI KECAMATANPANDEGLANGGito
Biaya Investasi Jumlah SatuanJumlah
UsiaEkono
mis(th)
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran (Rp) %
Koloni/sarang lebah 30 stup 80000 2400000 69.77
Rak dinding 5 paket 5 100000 500000 14.53
Sub Total 2900000Peralatan KerjaBudidayaGergaji 1 buah 5 50000 50000 1.45
Pisau stainless 1 buah 3 25000 25000 0.73
Tang 1 buah 2 35000 35000 1.02
Golok 1 buah 5 50000 50000 1.45
Sapu ijuk 1 buah 1 30000 30000 0.87
Sapu lidi 1 buah 1 10000 10000 0.29
Sub Total 200000
Peralatan KerjaPanenPengungkit besi kecil 1 buah 5 30000 30000 0.87
Obeng panjang 2 buah 2 20000 40000 1.16
Corong 1 buah 1 10000 10000 0.29
Sendok 5 buah 2 5000 25000 0.73
Sinduk 3 buah 1 5000 15000 0.44
Kain penyaring madu 2 lembar 1 10000 20000 0.58
Galon kecil 1 buah 1 40000 40000 1.16
Mangkok beling 6 buah 10000 60000 1.74
Corong 1 buah 10000 10000 0.29
Baskom stainless 2 buah 2 25000 50000 1.45
Sarung tangan 1 pak 20000 20000 0.58
Masker 1 pak 20000 20000 0.58
Sub Total 340000
TOTAL 3,440,000 100
144
Lampiran 5. (Lanjutan)
Suginanjar
Biaya Investasi Jumlah SatuanJumlah
UsiaEkono
mis(th)
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran (Rp) %
Koloni/sarang lebah 30 stup 35000 1050000 72.92
Sub Total 1050000
Peralatan KerjaBudidayaGergaji 1 buah 5 50000 50000 3.47
Tang 1 buah 5 20000 20000 1.39
Golok 1 buah 5 50000 50000 3.47
Pisau 1 buah 5 20000 20000 1.39
Sub Total 140000Peralatan KerjaPanenObeng 1 buah 5 20000 20000 1.39
Mangkuk beling 6 buah 10000 60000 4.17
Sendok 3 buah 2 5000 15000 1.04
Sinduk stainless 3 buah 1 5000 15000 1.04
Kain penyaring madu 2 lembar 1 10000 20000 1.39
Galon kecil 1 buah 1 40000 40000 2.78
Corong 1 buah 10000 10000 0.69
Baskom stainless 2 buah 2 25000 50000 3.47
Masker 1 pak 20000 20000 1.39
Sub Total 250000
TOTAL 1,440,000 100
145
Lampiran 5. (Lanjutan)
BIAYA INVESTASI BUDIDAYA LEBAH Trigona sp. DI KECAMATAN MAJASARIMasruci
Biaya Investasi Jumlah SatuanJumlah
UsiaEkonomis
(th)
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp) %
Koloni/sarang lebah 30 stup 35000 1050000 58.50
Rak dinding 5 paket 5 50000 250000 13.93
Sub Total 1300000Peralatan KerjaBudidayaGergaji 1 buah 5 50000 50000 2.79
Pisau 1 buah 3 25000 25000 1.39
Tang 1 buah 2 35000 35000 1.95
Golok 1 buah 5 50000 50000 2.79
Alat kebersihan 1 buah 1 30000 30000 1.67
Sub Total 190000
Peralatan KerjaPanenPengungkit besi kecil 1 buah 5 30000 30000 1.67
Obeng panjang 1 buah 2 20000 20000 1.11
Corong 1 buah 1 10000 10000 0.56
Sendok 5 buah 2 5000 25000 1.39
Sinduk 3 buah 1 5000 15000 0.84
Kain penyaring madu 2 lembar 1 10000 20000 1.11
Galon kecil 1 buah 1 40000 40000 2.23
Mangkok beling 2 buah 10000 20000 1.11
Corong 1 buah 10000 10000 0.56
Baskom stainless 3 buah 2 25000 75000 4.18
Sarung tangan 1 pak 20000 20000 1.11
Masker 1 pak 20000 20000 1.11
Sub Total 305000
TOTAL 1,795,000 100
146
Lampiran 5. (Lanjutan)
Saefudin
Biaya Investasi Jumlah SatuanJumlah
UsiaEkono
mis(th)
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran (Rp) %
Koloni/sarang lebah 30 stup 50000 1500000 75.76
Sub Total 1500000
Peralatan KerjaBudidayaGergaji 1 buah 5 50000 50000 2.53
Tang 1 buah 5 20000 20000 1.01
Palu 1 buah 5 25000 25000 1.26
Golok 1 buah 5 50000 50000 2.53
Pisau stainless 1 buah 5 20000 20000 1.01
Sub Total 165000Peralatan Kerja PanenObeng 1 buah 5 30000 30000 1.52
Mangkuk beling 6 buah 10000 60000 3.03
Sendok 5 buah 2 5000 25000 1.26
Sinduk stainless 3 buah 1 5000 15000 0.76
Kain penyaring madu 2 lembar 1 10000 20000 1.01
Galon kecil 1 buah 1 40000 40000 2.02
Corong 1 buah 10000 10000 0.51
Baskom stainless 2 buah 2 25000 50000 2.53
Ember 1 buah 1 20000 20000 1.01
Masker 1 pak 20000 20000 1.01
Kanebo 1 buah 25000 25000 1.26
Sub Total 315000
TOTAL 1,980,000 100
147
Lampiran 6. Biaya Operasional Budidaya Lebah Trigona sp.
BIAYA OPERASIONAL BUDIDAYA LEBAH Trigona sp. DI KECAMATANMENES (PER BULAN)
Iwa Kartiwa
Biaya Operasional Jumlah SatuanJumlah
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp) %
PemeliharaanBiaya budidaya bunga pakan 1 paket 50000 50000 7.53
Biaya transportasi 1 paket 50000 50000 7.53
Biaya komunikasi 1 paket 50000 50000 7.53
Biaya listrik 1 paket 20000 20000 3.01
Biaya air 1 paket 20000 20000 3.01Biaya keamanan dankebersihan
1 paket 20000 20000 3.01
Sub Total 210,000PemanenanUpah panen 1 orang 300000 300000 45.18
Beli botol 500 ml 10 buah 7000 70000 10.54
Beli botol 150 ml 20 buah 1500 30000 4.52
Beli sarung tangan 5 buah 2000 10000 1.51
Beli plastik bening 4 buah 1000 4000 0.60
Beli label kemasan 2 paket 20000 40000 6.02
Sub Total 454,000TOTAL 664,000 100
148
Lampiran 6. (Lanjutan)
Adi Supriadi
Biaya Operasional Jumlah SatuanJumlah
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp) %
PemeliharaanBiaya budidaya bunga pakan 1 paket 50000 50000 11.55
Biaya transportasi 1 paket 50000 50000 11.55
Biaya komunikasi 1 paket 50000 50000 11.55
Biaya listrik 1 paket 25000 25000 5.77
Biaya air 1 paket 10000 10000 2.31
Biaya keamanan 1 paket 15000 15000 3.46
Sub Total 200,000PemanenanUpah panen 1 orang 200000 200000 46.19
Beli botol 600 ml 7 buah 3000 21000 4.85
Beli sarung tangan 4 buah 2000 8000 1.85
Beli plastik bening 4 buah 1000 4000 0.92
Sub Total 233,000TOTAL 433,000 100
149
Lampiran 6. (Lanjutan)
Suhani
Biaya Operasional Jumlah SatuanJumlah
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp) %
PemeliharaanBiaya budidaya bunga pakan 1 paket 20000 20000 6.87
Biaya transportasi 1 paket 70000 70000 24.05
Biaya komunikasi 1 paket 20000 20000 6.87
Biaya listrik 1 paket 20000 20000 6.87
Biaya air 1 paket 5000 5000 1.72Biaya keamanan dankebersihan
1 paket 20000 20000 6.87
Sub Total 155000PemanenanUpah panen 1 orang 100000 100000 34.36
Beli botol 600 ml 8 buah 3000 24000 8.25
Beli sarung tangan 4 buah 2000 8000 2.75
Beli plastik bening 4 buah 1000 4000 1.37
Sub Total 136000TOTAL 291,000 100
150
Lampiran 6. (Lanjutan)
Gito
Biaya Operasional Jumlah SatuanJumlah
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp) %
PemeliharaanBiaya budidaya bunga pakan 1 paket 20000 20000 4.54
Biaya transportasi 1 paket 40000 40000 9.07
Biaya komunikasi 1 paket 50000 50000 11.34
Biaya listrik 1 paket 20000 30000 6.80
Biaya air 1 paket 20000 20000 4.54Biaya keamanan dankebersihan
1 paket 10000 25000 5.67
Sub Total 185000PemanenanUpah panen 1 orang 200000 200000 45.35
Beli botol 600 ml 12 buah 3000 36000 8.16
Beli sarung tangan 5 buah 2000 10000 2.27
Masker 2 buah 3000 6000 1.36
Beli plastik bening 4 buah 1000 4000 0.91
Sub Total 256000TOTAL 441,000 100
151
Lampiran 6. (Lanjutan)
Suginanjar
Biaya Operasional Jumlah SatuanJumlah
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp) %
PemeliharaanBiaya budidaya bunga pakan 1 paket 50000 50000 9.31
Biaya transportasi 1 paket 40000 40000 7.45
Biaya komunikasi 1 paket 50000 50000 9.31
Biaya listrik 1 paket 20000 30000 5.59
Biaya air 1 paket 10000 10000 1.86Biaya keamanan dankebersihan
1 paket 10000 25000 4.66
Sub Total 205000PemanenanUpah panen 1 orang 250000 250000 46.55
Beli botol 600 ml 6 buah 3000 18000 3.35
Beli botol 150 ml 20 buah 1500 30000 5.59
Beli label kemasan 1 paket 20000 20000 3.72
Beli sarung tangan 5 buah 2000 10000 1.86
Beli plastik bening 4 buah 1000 4000 0.74
Sub Total 332000TOTAL 537,000 100
152
Lampiran 6. (Lanjutan)
Masruci
Biaya Operasional Jumlah SatuanJumlah
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp) %
PemeliharaanBiaya budidaya bunga pakan 1 paket 40000 40000 5.62
Biaya transportasi 1 paket 50000 50000 7.02
Biaya komunikasi 1 paket 20000 20000 2.81
Biaya listrik 1 paket 20000 30000 4.21Biaya keamanan dankebersihan
1 paket 10000 20000 2.81
Sub Total 160000PemanenanUpah panen 2 orang 250000 500000 70.22
Beli botol 600 ml 8 buah 4000 32000 4.49
Beli sarung tangan 5 buah 2000 10000 1.40
Masker 2 buah 3000 6000 0.84
Beli plastik bening 4 buah 1000 4000 0.56
Sub Total 552000TOTAL 712,000 100
153
Lampiran 6. (Lanjutan)
Saefudin
Biaya Operasional JumlahSatuanJumlah
HargaSatuan
(Rp)
Pengeluaran(Rp)
%
Pemeliharaan
Biaya budidaya bunga pakan 1 paket 50000 50000 8.97
Biaya transportasi 1 paket 40000 40000 7.17
Biaya komunikasi 1 paket 30000 30000 5.38
Biaya listrik 1 paket 30000 20000 3.59
Biaya snack/kopi 2 orang 25000 50000 8.97Biaya keamanan dankebersihan
1 paket 10000 25000 4.48
Sub Total 215000
Pemanenan
Upah panen 1 orang 250000 250000 44.84
Beli botol 500 ml 10 buah 3000 30000 5.38
Beli botol 150 ml 15 buah 1500 22500 4.04
Beli label kemasan 1 paket 20000 20000 3.59
Beli sarung tangan 5 buah 2000 10000 1.79
Masker 2 buah 3000 6000 1.08
Beli plastik bening 4 buah 1000 4000 0.72
Sub Total 342500
TOTAL 557,500 100