Upload
vuongkhanh
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-
2015
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh :
EMILDA SARI
B300130073
PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN – S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-
2015
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
EMILDA SARI
B300130073
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Eni Setyowati, SE, M.Si.
ii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-
2015
EMILDA SARI
B300130073
Telah diperiksa didepan Dewan Penguji
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada Hari Selasa, 1 April 2017
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
DEWAN PENGUJI
1. Penguji I:
Dr. Didit Purnomo, SE, M.Si ( )
2. Penguji II:
Dr. Agung Riyardi, SE, M.Si ( )
3. Penguji III:
Siti Fatimah NH, SE, M.Si (
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta
( Dr. Triyono, M.Si )
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 1 April 2017
Penulis
EMILDA SARI
B300130073
1
ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-
2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, inflasi dan
upah minimum regional terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera. Jenis
penelitian ini merupakan gabungan time series dan cross section. Jenis data yang
digunakan adalah data sekunder dengan tipe data panel. Sampel dalam penelitian ini
adalah 10 Provinsi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menggunakan Indeks
Williamson hasil menunjukkan Ketimpangan pendapatan tertinggi terdapat di Provinsi
Riau dan ketimpangan pendapatan terendah terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi panel.
Model yang paling tepat diipilih dalam penelitian ini adalah Random Effect Method
(REM). Hasil uji koefisien determinan (R2) menunjukkan bahwa besarnya nilai R-square
0,390569, atau sebesar 39,06%. Artinya variasi ketimpangan pendapatan dapat dijelaskan
oleh variabel independen yang ada dalam model statistik seperti pendapatan asli daerah
(PAD), inflasi (INF), dan upah minimum regional (UMR). Berdasarkan uji validitas
pengaruh (uji t) pada signifikansi (α) sebesar 0,10, variabel pendapatan asi daerah dan
upah minimum regional memiliki berpengaruh negatif signifikan sedangkan variabel
inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera
tahun 2011-2015.
Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Inflasi, dan Upah Minimum Regional,
Ketimpangan Pendapatan
Abstract
This research aims to analyze the influence of the original regional income,
inflation and regional minimum wage against the inequality of income on the
island of Sumatra. This type of research is a composite time series and cross
section. Types of data used are secondary data with panel data type. The sample
in this study was 10 provinces. Income inequality was measured using the Index
result showed Williamson highest revenue Imbalances found in Riau Province and
the lowest income inequality exists in the province of Bangka Belitung. Methods
of data analysis used in this study is the regression of the panel. The most
appropriate model of diipilih in this research is the Random Effect Method
(REM). Determinant of the coefficients of test results (R2) showed that the
magnitude of R-square value is 0.390569, or of 39,06%. This means that the
variation of income inequality can be explained by the independent variables that
exist in the model statistics like the original income area (PAD), inflation (INF),
and the regional minimum wage (UMR). Based on a test of the validity of the
influence (t-test) on significance (α) of 0.10, variable income asi area and
regional minimum wage have a significant negative effect while the inflation
variables have no effect on inequality of income on the island of Sumatra in 2011-
2015.
Key words: Native Income, inflation, and the Regional Minimum wage, Inequality
of income
2
1. PENDAHULUAN
Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang
berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan
distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan
kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau
jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Tambunan,2001).
Perbedaan karakteristik alam, sosial, ekonomi, dan sumber daya alam yang
penyebarannya berbeda disetiap wilayah. Perbedaan tersebut menjadi hambatan
dalam pemerataan pembangunan ekonomi dikarenakan terkonsentrasinya suatu
kegiatan perekonomian yang berdampak meningkatnya ekonomi di beberapa
wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan alam yang
dimiliki seharusnya dapat menjadikan nilai tambah dalam meningkatkan
pembangunan ekonomi. Kelebihan yang dimiliki tesebut diharapkan memberikan
dampak menyebar (trickle down effect). Hanya saja kekayaan alam ini tidak
dimiliki oleh seluruh Provinsi di Indonesia secara merata. Hal inilah yang menjadi
salah satu penyebab timbulnya ketimpangan atau kesenjangan antar wilayah
(Kuncoro, 2003).
PDRB per kapita merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat
kesejahteraan penduduk di suatu daerah, dimana semakin besar PDRB
perkapitanya maka bisa diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya apabila PDRB perkapita semakin kecil
maka bisa diartikan semakin buruk tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Tabel 1.1
Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita ADHK Menurut Provinsi
Tahun 2013-2015 (Milyar Rupiah)
Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Aceh 22.705 23.099 23.229 23.129 22.525 22.937
Sumut 26.711 28.037 29.339 30.477 31.637 29.240
Riau 71.638 72.396 72.297 72.385 70.761 71.895
Sumbar 22.639 23.744 24.858 25.978 27.044 24.853
Kep. Riau 68.024 70.930 73.743 76.330 78.643 73.534
Jambi 30.857 32.418 34.012 35.876 36.753 33.983
Bengkulu 17.282 18.144 18.919 19.626 20.304 18.855
3
Sumsel 27.158 28.578 29.657 30.611 31.547 29.510
Kep. Babel 30.212 31.172 32.081 32.860 33.480 31.961
Lampung 20.739 21.795 22.771 23.646 24.580 22.706
Sumber : BPS Indonesia
Tabel 1.1 Menunjukan tingkat perolehan PDRB perkapita dari sepuluh
provinsi di Sumatera mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun nilai PDRB
perkapita antar provinsi belum merata, apabila dilihat pada tabel hanya ada dua
provinsi yang memiliki rata-rata PDRB perkapita sangat jauh jaraknya dari
provinsi lainnya yaitu propinsi Kepulauan Riau (Rp. 73.534 Ribu) dan Provinsi
Riau (Rp. 71.895Ribu). Tingginya PDRB perkapita di provinsi Kepulauan Riau
dan Riau disebabkan pendapatan dari sektor migas yang lebih besar karena
merupakan provinsi penghasil minyak di Sumatera.
Arsyad (2010) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan
ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang yaitu
Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan
per kapita; Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara
proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang; Ketidakmerataan
pembangunan antar daerah.
1.1. Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan
penduduknya (Dumairy, 2004).
Sjafrizal (2014) mengatakan bahwa ukuran ketimpangan ekonomi antar
wilayah yang mula-mula ditemukan oleh Williamson yang kemudian digunakan
dalam studinya pada pertengahan tahun enam puluhan (1965). Secara ilmu
statistik, indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim
digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah williamson index muncul
sebagai penghargaan kepada Jeffrey G. Williamson yang mula-mula
menggunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar
wilayah. Formulasi Indeks Williamson sebagai berikut :
4
Keterangan :
IW = Indeks Williamson
Yi = PDRB per kapita ( kabupaten/kota/provinsi)
Y = PDRB per kapita (nasional/propinsi)
fi = Jumlah penduduk ( kabupaten/kota/provinsi)
n = Jumlah penduduk (nasional/provinsi)
Angka koefisien Indeks Williamson adalah 0 < IW < 1. Jika Indeks
Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang
semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin besar
menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar.
1.2. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Warsito (2001) Pendapatan asli daerah (PAD) adalah
pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah.
Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha
milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah.
1.3. Inflasi
(Sukirno, 2006) Inflasi didikatakan sebagai tarikan permintaan, karena
inflasi biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan
pesat.Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi
dan selanjutnya menimbulakan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
mengeluarkan barang dan jasa.Sedangkan Inflasi desakan biaya, yaitu Inflasi yang
berlaku pada masa perekonomian berkembang dengan pesat dan tingkat
pengangguran sangat rendah.
1.4. Upah Minimum
Upah Minimun sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksudkan adalah
sejumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap da teratur pembanyarannya,
yang tidak terkait dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan
5
dari penetapan upah minimum adalah mewujudkan penghasilan yang layak dari
pekerja.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan tipe data panel. Data
panel yaitu gabungan time series dan cross section. Data time series merupakan
data dari satu objek dalam beberapa periode waktu tertentu, sedangkan data cross
section merupakan data dari satu atau lebih objek penelitian dalam satu periode
yang sama (Gujarati, 2012). Data time series dalam penelitian ini ada 5 tahun (t =
5) dari tahun 2011 sampai 2015, dan data cros section dalam penelitian ini ada 10
Provinsi di Pulau Sumatera (n = 10). Sehingga total data dalam penelitian ini
adalah 10 x 5 = 50 observasi. Data dalam penelitian ini bersumber dari publikasi
BPS serta literatur-litelatur lainya yang sesuai dan mendukung penelitian ini.
2.2 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi panel least square
(PLS). Spesifikasi model ketimpangan pendapatan yang digunakan dalam
penelitian ini diduga dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah, inflasi,dan upah
minimum provinsi. Model regresi dalam penelitian ini sebagai berikut :
Yit= α + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + u
Keterangan :
Yit = Indeks Williamson Provinsi (%)
X1 = PAD Provinsi (Rp)
X2 = Inflasi Provinsi (%)
X3 = UMP Provinsi (Rp)
α = Konstanta
β1, 2, 3 = Koefisien Regresi
u = Variabel Gangguan / Terms of error
i = Provinsi di Pulau Sumatera
t = Periode Waktu (2011-2015)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil estimasi data panel untuk memilih model yang terbaik
dengan uji chow dan uji hausman, maka terpilih model yang terbaik yaitu
Random Effect Method. Adapun Hasil Regresi Metode Random Effect (REM)
6
sebagai berikut :
Tabel 3.1
Hasil Estimasi Random Effect Method
= 0.606325 – 8.70E-09 - 0.000921 - 2.09E-8 +0.018270
(0.0178)* (0.1323) (0.0983)*
= 0.390569; DW-Stat = 1.397972; F-Stat = 9.826738; Sig.F-Stat= 0.000040
Sumber: Hasil output regresi data panel dengan Eviews 7.0 (lihat lampiran)
Keterangan :
*Angka Signifikan pada α = 0.10; angka dalam kurung adalah nilai probabilitas t.
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis yang diperoleh secara umum,
bahwa variabel pendapatan asli daerah berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien
regresi sebesar -8.70E-09. Artinya apabila variabel pendapatan asli daerah naik
sebesar Rp.1.000.000,00 maka ketimpangan pendapatan akan mengalami
penurunan sebesar -8.70E-09%. Variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien
regresi sebesar -0.000921. Artinya apabila variabel inflasi naik 1% maka
ketimpangan pendapatan akan mengalami penurunan sebesar -0.000921%.
Variabel upah minimum regional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien regresi
sebesar -2.09E-08. Artinya apabila variabel upah minimum regional naik
sebesar Rp.1.000,00 maka tingkat ketimpangan pendapatan akan mengalami
penurunan sebesar -2.09E-08%. Bila variabel independen bernilai nol maka
ketimpangan pendapatan sebesar 0.606325 dengan error term sebesar
0.018270, nilai R-square 0.390569 atau 39,06% dan F-statistik 9.826738
dengan prob(F-statistik) 0,000040.
Tabel 3.2
Estimasi Intersep Cross Section Random Effect Variable
Provinsi Effect Konstanta
Aceh -0.084581 0.521744
Sumut 0.044635 0.65096
Riau 0.272949 0.879274
Sumbar -0.236581 0.369744
7
Sumber : Hasil output regresi data panel dengan Eviews 7.0
Berdasarkan tabel 3.2 dapat diketahui nilai konstanta masing-masing provinsi.
Nilai konstanta tertinggi adalah Provinsi Riau yaitu sebesar 0.879274 berarti
tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Riau sebesar 0.87% pada saat
variabel pendapatan asli daerah, inflasi dan upah minimum regional sama
dengan atau dianggap nol (konstan). Sementara konstanta terendah adalah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar 0.295234 berarti tingkat
ketimpangan pendapatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar
0.29% pada saat variabel pendapatan asli daerah, inflasi dan upah minimum
regional sama dengan atau dianggap nol (konstan).
Adapun interpretasi ekonomi sebagai berikut :
1. Pendapatan Asli Daerah dan Ketimpangan Pendapatan
Berdasarkan hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel
pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan
pendaptan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dilakukan (Ni
Putu Valentina Shanty Puti dan I ketut Suardhika Natha, 2014) yang berjudul
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal
terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan”. hasil penelitian menjelaskan
pemerintah seharsunya menaruh perhatian besar terhadap kegiatan atau
program-program yang dapat meningkatkan PAD, guna belanja pembangunan
dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar di masa mendatang mampu
mengurangi ketimpangan pendapatan antar wilayah.
2. Inflasi dan Ketimpangan Pendapatan
Berdasarkan hasil estimasi dari data panel yang sudah diolah
menunjukkan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kep.Riau 0.010557 0.616882
Jambi -0.034041 0.572284
Bengkulu -0.139825 0.4665
Sumsel 0.214391 0.820716
Kep.Babel -0.311091 0.295234
Lampung 0.263587 0.869912
8
ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera pada tahun 2011-2015. Hasil dari
penelitian ini bertentangan dengan teori dan penelitian sebelumnya.
3. Upah Minimum Provinsi dan Ketimpangan Pendapatan
Berdasarkan hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel
upah minimum provinsi berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan di Pulau Sumatera.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Muara
Nangarumba, 2015) yang berjudul “Analisis Pengaruh Struktur Ekonomi,
Upah minimum Provinsi, dan Investasi Terhadap Ketmpanga Pendapatan di
Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2014” dengan hasil penelitian
bahwa peningkatan variabel upah minimum provinsi akan mengurangi
ketimpangan pendapatan dikarenakan mampu mengurangi arus migrasi
khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Migrasi
terjadi salah satunya karena faktor ekonomi, dalam artian peningkatan
penghasilan, dimana salah satunya diukur dengan upah. Jika upah meningkat
maka sebagian tenaga kerja yang berpenghasilan rendah dan menengah diduga
akan mengurangi tingkat migrasi karena daya beli mereka naik.
4. PENUTUP
4.1. Simpulan
Ketimpangan pendapatan antar provinsi di Pulau Sumatera pada tahun
2011-2015 yang memiliki ketimpangan tertinggi adalah Provnsi Riau, sedangkan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Provinsi yang memiliki Ketimpangan
terendah. Pengujian model menggunakan uji chow dapat menunjukkan bahwa
model FEM lebih tepat digunakan dalam penelitian ini dari pada model PLS dan
pengujian model dengan uji hausman menunjukkan bahwa model REM adalah
model yang paling tepat digunakan dibandingkan model FEM. Maka dari
pemilihan model yang paling tepat diipilih dalam penelitian ini adalah Random
Effect Method (REM). Hasil uji koefisien determinan (R2) menunjukkan bahwa
besarnya nilai R-square 0,390569 atau sebesar 39,06%. Artinya variasi
ketimpangan pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada
9
dalam model statistik seperti pendapatan asli daerah (PAD), inflasi (INF), dan
upah minimum regional (UMR). Sedangkan sisanya sebesar 60,94% dijelaskan
oleh faktor-faktor yang lain yang tidak disertakan dalam model. Berdasarkan uji
validitas pengaruh (uji t) pada signifikansi (α) sebesar 0,10, variabel pendapatan
asli daerah dan upah minimum provinsi memiliki pengaruh signifikan terhadap
ketimpangan pendapatan, sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.
4.2. Saran
Pemerintah diharapkan dapat lebih maksimal dalam menggali potensi-
potensi daerahnya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) masing-
masing provinsi di Pulau Sumatera, serta dialakukannya pengalokasian yang
efektif dan efisien terutama untuk pelayanan publik dan pembangunan
infrakturtur. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan kenaikan tingkat
upah minimum sesuai dengan tingkat inflasi dan tingkat kebutuhan dasar pekerja.
Strategi lain yaitu memberi pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja yang
diharapakan bisa mendorong kemandirian tenaga kerja untuk menciptakan
peluang usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Sharafat. 2014. Inflation, Income Inequality and Economic Growth in
Pakistan: A Cointegration Analysis. International Journal of Economic
Practices and Theories. Vol. 4 No. 1.
Anonim : https://www.bps.go.id/, diakses tanggal 23 Desember 2016.
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan Edisi ke-5. Yogyakarta: STIEM
YKPN.
Boediono. 1997. Ekonomi Makro: Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2.
Yogyakarta: BPFE.
Borjas, George J. 2010. Labor Economic. New York: Mc Graw Hill.
Gujarati, D. N., & Dawn C. P. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta:
Salemba Empat
Hasna, Shofwatun. 2013. Analisis Spasial Pengaruh Dana Perimbangan
Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-
2011. Jurnal BPPK. Vol. 6 No. 2.
10
Horácio C., & ValibCarim F. 2011. The Effects of Globalisation on OECD
Income Inequality: A static and Dynamic Analysis. Technical University Of
Libsbon.
Hutabarat, D. E. M. 2015. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan
Pendapat di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Stindo Profesional. Vol. 4 No.
1.
Juanda, B., & Junaidi. 2012. Ekonomi Deret Waktu. Bogor: PT Penerbit IPB
Press.
Kuncoro, Mundrajad. 2004. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Litwin, Benjamin S. 2015. Determining the Effect of the Minimum Wage on
Income Inequality. Student Publications.
Mardiyasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI.
Nangurumba Muara. 2015. Analisis Pengaruh Struktur Ekonomi, Upah Minimum
Provinsi, Belanja Modal, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan
di Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2014. JESP. Vol. 7 No. 2.
Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II Edisi 1. Yogyakarta : BPFE.
Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum.
Putri, N. P., & Natha, I. K. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Belanja Modal Terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. 4
No. 1.
Raswita, N. P., & Utam, M. S. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar. E-
Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. 2 No. 9.
Sari, P. D., & Budhi, M. K. 2013. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar
Kecamatan di Kabupaten Buleleng. E-Jurnal EP Unud. Vol. 2 No 3.
Siddik, M., Brodjonegoro, Mahi,R., & Simanjutak. 2002. Dana Alokasi Konsep,
Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Buku Kompas.
Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
11
Sukirno, Sadono. 2009. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suwarto. 2003. Hubungan Industrial Dalam Praktek. Jakarta: Asosiasi Hubungan
Industrial Indonesia.
Teweldemedhin, M. Y. 2015. Factors Influencing Income Inequality in Namibia.
British Journal of Economics, Management & Trade. Vol. 10 No. 4.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi Di
Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Warsito. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Yeniwati. 2013. Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi di Sumatera. Jurnal Kajian
Ekonomi. Vol. 2 No. 3.
Yue, Yin Ho, 2011. Income Inequality, Economic Growth and Inflation: A Study
on Korea. J. Eco. Res.Vol. 2 No. 5.