107
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al Ghifari Oleh : ADI JATNIKA D1A140927 UNIVERSITAS AL-GHIFARI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN FARMASI BANDUNG 2018

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI

SALURAN KEMIH DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT

AL ISLAM BANDUNG

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S1)

pada Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al Ghifari

Oleh :

ADI JATNIKA

D1A140927

UNIVERSITAS AL-GHIFARI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN FARMASI

BANDUNG

2018

Page 2: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antibiotik pada

Pasien Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Al Islam

Bandung

PENYUSUN : Adi Jatnika

NIM : D1A140927

Setelah membaca skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami telah

memenuhi persyaratan ilmiah sebagai suatu skripsi.

Bandung, Oktober 2018

Pembimbing I

(Yulia Wardati S.Si., Apt., M.M)

Pembimbing II

(Eni Sofiah S.Si., Apt)

Page 3: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

KATA PENGANTAR

Bismillaahirahmaanirahiim

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Tanpa

pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda kita Nabi

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penyusun dalam

menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al Ghifari. Selain itu, skripsi ini

diharapkan dapat menambah ilmu pembaca dalam bidang farmakoekonomi atau

pun dalam bidang kefarmasian secara umumnya. Skripsi ini disusun oleh penyusun

dengan berbagai macam rintangan. Namun dengan penuh kesabaran dan

pertolongan dari Allah Subhanahu wa ta’ala akhirnya penyusun dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu terlaksananya penyusunan skripsi ini, antara lain

kepada :

1. Bapak Dr. H. Didin Muhafidin, S.I.P.,M.Si, selaku Rektor Universitas Al-

Ghifari.

2. Bapak Ardian Baitariza, M.Si., Apt, selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Al-Ghifari.

3. Ibu Ginayanti Hadisoebroto,. M.Si., Apt, selaku Ketua Program Studi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari.

Page 4: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

4. Ibu Yulia Wardati, S.Si., Apt., M.M, selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen

Wali Non-Reguler A10 C yang telah membimbing dan memberikan

pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Eni Sofiah S.Si.,Apt selaku pembimbing II dan Supervisor Farmasi Rawat

Inap Dua Rumah Sakit Al Islam Bandung yang telah membimbing

penyelesaian penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari Bandung.

7. Kedua orang tua yang dengan kasih sayangnya dan doanya yang tulus dan

segala materi yang telah banyak dikorbankan untuk anak-anaknya, semoga

Allah Subhanahu wa ta’ala membalas semua kebaikannya.

8. Gery, Chandy, Maulana, Rika, Rani, Leni, Shintia, Dora, Rohmat, Yulia Istini,

Prawedyarini selaku teman-teman seperjuangan.

9. Teman-Teman kelas Non-Reguler A10 C dan rekan seperjuangan angkatan

2014 yang telah sama-sama melewati masa-masa kuliah.

Akhir kata, penyusun memohon maaf apabila skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran agar penyusunan

selanjutnya dapat lebih baik lagi dan mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan

manfaat sebesar-besarnya kepada pembaca.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun

Page 5: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

i

ABSTRAK

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi umum yang sering terjadi. Di

Indonesia, jumlah penderita penyakit infeksi saluran kemih mencapai 90-100 kasus

per 100.000 penduduk per tahun. Di Rumah Sakit Al Islam tercatat 304 pasien pada

tahun 2017. Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan infeksi

saluran kemih. Seftazidim seharusnya lebih baik dibandingkan seftriakson karena

dapat menghambat lebih banyak bakteri dalam aktivitasnya. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik mana yang paling cost

effective pada pasien infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Al Islam Bandung.

Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari data rekam medis pasien pada

tahun 2017. Metode farmakoekonomi yang digunakan adalah Analisis Efektivitas

Biaya (AEB). Hasil uji statistik outcome menunjukan nilai 0,524 dan statistik total

biaya 0,423 yang menunjukan P > 0,05. REB seftazidim adalah sebesar Rp.

416.341, sedangkan seftriakson nilai REB nya adalah Rp. 364.907. Berdasarkan

hasil analisis statistik, seftazidim dan seftriakson tidak memiliki perbedaan baik

dalam segi efektivitas maupun biaya pengobatan.

Kata Kunci : Farmakoekonomi, ISK, Antibiotik.

Page 6: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

ii

ABSTRACT

Urinary Tract Infection (UTI) is a common infection that often occurs. In Indonesia,

the number of patients with urinary tract infections reaches 90-100 cases per

100,000 population per year. At Al Islam Hospital there were 304 patients in 2017.

The use of antibiotics is the main choice in the treatment of urinary tract infections.

Seftazidime should be better than ceftriaxone because it can inhibit more bacteria

in its activity. The purpose of this study was to evaluate which antibiotic use is most

cost effective in patients with urinary tract infections at Al Islam Hospital in

Bandung. Retrieval of data was carried out retrospectively from patient medical

record data in 2017. The pharmacoeconomic method used was Cost Effectiveness

Analysis (CEA). The outcome statistical test results show P Value 0.524 and a total

cost statistic 0.423 which shows P > 0.05. ACER ceftazidime is Rp. 416,341, while

the Ceftriaxone is Rp. 364,907. Based on the results of statistical analysis,

ceftazidim and ceftriaxone do not have differences in terms of effectiveness and cost

of treatment.

Keywords : Pharmacoeconomic, UTI, Antibiotic.

Page 7: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

iii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .............................................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Identifkasi Masalah .............................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4

1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 4

1.5 Metodologi Penelitian .......................................................................... 5

1.6 Waktu dan Tempat ............................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6

2.1 Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assesment)........ 6

2.1.1 Pengertian .................................................................................... 6

2.1.2 Intervensi Kesehatan ................................................................... 7

2.1.3 Hubungan antara PTK dan Farmakoekonomi ............................. 7

2.2 Penyakit ............................................................................................... 8

2.2.1 Infeksi Saluran Kemih ................................................................. 8

2.2.2 Epidemiologi ............................................................................... 9

2.2.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih ............................................ 10

2.2.4 Infeksi Saluran Kemih Non Komplikata ................................... 11

2.2.5 Infeksi Saluran Kemih Komplikata ........................................... 12

2.3 Terapi ................................................................................................. 13

2.3.1 Terapi Non Farmakologi ........................................................... 13

2.3.2 Terapi Farmakologi ................................................................... 14

2.4 Penatalaksanaan ................................................................................. 20

2.4.1 Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih Non Komplikata ....... 22

2.4.2 Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih Komplikata ............... 24

Page 8: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

iv

Halaman

2.5 Farmakoekonomi ............................................................................... 25

2.5.1 Pengertian .................................................................................. 25

2.5.2 Metode Farmakoekonomi ......................................................... 26

2.5.3 Analisis Efektivitas Biaya ......................................................... 27

2.6 Pustaka Tempat Penelitian ................................................................. 31

2.6.1 Gambaran Umum Rumah Sakit ................................................ 31

2.6.2 Gambaran Umum Instalasi Farmasi Rumah Sakit .................... 34

2.6.3 Rumah Sakit Al Islam Bandung ................................................ 49

2.6.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung ................... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 57

3.1 Penetapan Kriteria Alternatif ............................................................. 57

3.2 Penetapan Kriteria Populasi ............................................................... 57

3.3 Penetapan Outcome ........................................................................... 57

3.4 Penetapan Perspektif .......................................................................... 63

3.5 Penetapan Komponen Biaya .............................................................. 63

3.6 Analisis Statistik dan Farmakoekonomi ............................................ 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 65

4.1 Distribusi Populasi dan Sampel ......................................................... 65

4.2 Hasil Penentuan Outcome .................................................................. 69

4.2.1 Penentuan Outcome Setiap Alternatif ....................................... 69

4.2.2 Analisis Statistik Outcome ........................................................ 72

4.3 Hasil Penentuan Biaya ....................................................................... 75

4.3.1 Analisis Biaya Satuan................................................................ 75

4.3.2 Analisis Biaya Total .................................................................. 76

4.3.3 Analisis Statistik Biaya ............................................................. 78

4.4 Rasio Efektivitas Biaya ...................................................................... 79

4.5 Tabel Efektivitas Biaya ...................................................................... 80

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 82

5.1 Simpulan ............................................................................................ 82

5.2 Saran .................................................................................................. 82

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83

LAMPIRAN ......................................................................................................... 86

Page 9: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1 Klasifikasi dan Aktivitas Sefalosporin ................................................. 18

Tabel 2. 2 Antibiotik yang Umum Digunakan pada ISK ...................................... 21

Tabel 2. 3 Metode Analisis Farmakoekonomi ..................................................... 26

Tabel 2. 4 Tabel Efektivitas Biaya ....................................................................... 30

Tabel 2. 5 Personalia Rumah Sakit Al Islam Bandung ......................................... 55

Tabel 4. 1 Distribusi Populasi Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 65

Tabel 4. 2 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia .................................................... 67

Tabel 4. 3 Profil Penggunaan Antibiotik Pasien ISK ........................................... 68

Tabel 4. 4 Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan ................................. 69

Tabel 4. 5 Rata-Rata Lama Perawatan Berdasarkan Antibiotik .......................... 70

Tabel 4. 6 Tes Normalitas Outcome ..................................................................... 73

Tabel 4. 7 Uji Homogenitas dan Perbedaan Outcome .......................................... 74

Tabel 4. 8 Harga Satuan Antibiotik....................................................................... 75

Tabel 4. 9 Komponen Biaya Satuan ...................................................................... 76

Tabel 4. 10 Rata-Rata Biaya Antibiotik ............................................................... 76

Tabel 4. 11 Total Biaya Pengobatan .................................................................... 77

Tabel 4. 12 Uji Normalitas Komponen Biaya ....................................................... 78

Tabel 4. 13 Uji Beda Komponen Biaya ................................................................ 79

Tabel 4. 14 Rasio Efektivitas Biaya ..................................................................... 80

Tabel 4. 15 Efektivitas Biaya ............................................................................... 81

Page 10: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Struktur Dasar Sefalosporin ............................................................. 17

Gambar 2. 2 Struktur Kimia Seftazidim ............................................................... 19

Gambar 2. 3 Struktur Kimia Seftriakson............................................................... 20

Gambar 2. 4 Diagram Efektivitas Biaya .............................................................. 31

Gambar 2. 5 Struktur Organisasi IFRS ................................................................. 37

Gambar 4. 1 Struktur Kimia Seftazidim .............................................................. 71

Gambar 4. 2 Struktur Kimia Seftriakson............................................................... 71

Page 11: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

vii

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 4. 1 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 65

Diagram 4. 2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 67

Diagram 4. 3 Rata-Rata Lama Perawatan Berdasarkan Antibiotik....................... 70

Page 12: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN I PRODUK YANG DITELITI ................................................................... 86

LAMPIRAN II ALUR PENELITIAN ............................................................................. 87

LAMPIRAN III SURAT IZIN PENELITIAN ................................................................ 88

LAMPIRAN IV RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG .......................................... 89

LAMPIRAN V TOTAL BIAYA PENGOBATAN DENGAN SEFTAZIDIM............... 90

LAMPIRAN VI TOTAL BIAYA PENGOBATAN DENGAN SEFTRIAKSON ........... 92

Page 13: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat didefinisikan sebagai adanya bakteri

dalam urin dimana bakteri tersebut kemungkinan dapat menyerang jaringan pada

saluran kemih (Dipiro, 2015). Walaupun saluran kemih normalnya bebas dari

pertumbuhan bakteri, bakteri yang umumnya naik dari rektum dapat menyebabkan

terjadinya ISK. Ketika virulensi meningkat atau pertahanan inang menurun, adanya

inokulasi bakteri dan kolonisasi, maka infeksi pada saluran kemih dapat terjadi

(IAUI, 2015). Secara klinis, ISK dikategorikan menjadi ISK komplikasi dan ISK

tanpa komplikasi (Mireles dkk, 2015).

Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi umum yang sering terjadi, sekitar

lebih dari 150 juta orang terjangkit ISK diseluruh dunia. Di Amerika Serikat sendiri

pada tahun 2007 terdapat sekitar 10 juta kunjungan rumah sakit dengan ISK

(Mireles dkk, 2015). Di Indonesia, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan

Republik Indonesia tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit

infeksi saluran kemih mencapai 90 - 100 kasus per 100.000 penduduk per tahun

( Iro, 2017). Prevalensinya sangat bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,

dimana infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan

pria karena perbedaan anatomis antara keduanya (Mantu dkk, 2015). Di Rumah

Sakit Al Islam Bandung sendiri, tercatat pada tahun 2017 jumlah kasus ISK

sebanyak 304 pasien dan pada tahun 2016 sebanyak 179 pasien sesuai informasi

Page 14: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

2

yang disampaikan oleh Kepala Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Al Islam

Bandung.

Secara umum, kasus infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Gram

negatif ataupun Gram positif, agen penyebab paling banyak kasus infeksi saluran

kemih komplikasi atau tanpa komplikasi adalah Urophatogenic Escherichia coli

(UPEC). Untuk agen yang terlibat dalam ISK tanpa komplikasi, UPEC diikuti oleh

prevalensi Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus

aureus dan Candida spp. Untuk ISK komplikasi, agen yang berperan selain UPEC

adalah Enterococcus spp., Klebsiella pneumonia, Candida spp, Staphylococcus

aureus, P. mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa (Mireles dkk, 2015). Untuk

mencegah meluasnya infeksi dan mencegah kekambuhan, maka diperlukan

penatalaksanaan terapi yang tepat untuk penanganan ISK.

Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan infeksi

saluran kemih. Pemakaian antibiotik secara efektif dan optimal memerlukan

pengertian dan pemahaman mengenai bagaimana memilih dan memakai antibiotik

secara benar. Pemilihan berdasarkan indikasi yang tepat, menentukan dosis, cara

pemberian, lama pemberian, maupun evaluasi efek antibiotik (Yunita dkk, 2015).

Berdasarkan panduan praktik klinik Komite Medik Rumah Sakit Al Islam Bandung,

antibiotik yang menjadi pilihan terapi untuk infeksi saluran kemih adalah golongan

sefalosporin spektrum luas seperti seftriakson dan seftazidim.

Antibiotik golongan sefalosporin adalah golongan antibiotik yang umum

digunakan di Indonesia. Antibiotik yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk

obat generik, obat merek dagang, obat originator atau obat yang masih dalam

Page 15: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

3

perlindungan hak paten (obat paten). Harga antibiotik pun sangat beragam. Harga

antibiotik dengan kandungan yang sama bisa berbeda 100 kali lebih mahal

dibanding generiknya. Setepat apapun antibiotik yang diresepkan apabila jauh dari

tingkat kemampuan keuangan pasien tentu tidak akan bermanfaat. Pemilihan

antibiotik harus berdasar pada cost effective dan keamanannya untuk pasien

(Permenkes, 2011).

Berdasarkan dasar pemilihan antibiotik diatas, maka perlu dilakukan upaya

peningkatan efisiensi guna mencapai efektivitas biaya (cost-effectiveness) setinggi

mungkin, yang ditunjukkan dengan perolehan hasil terbaik dengan biaya terendah.

Guna mencapai hasil terbaik dengan biaya terendah perlu digunakan kaidah

farmakoekonomi sebagai alat bantu. Dalam penyusunan Daftar Obat Esensial

Nasional (DOEN) atau Formularium Rumah Sakit, misalnya untuk pemilihan jenis

obat yang akan dimasukkan ke dalamnya perlu dilakukan pembandingan efektivitas

terapi, termasuk frekuensi manfaat dan efek samping yang tidak diinginkan dari dua

atau lebih obat yang berbeda, sekaligus biaya (dalam unit moneter) yang diperlukan

untuk satu periode terapi dari masing-masing obat tersebut (Kemenkes, 2013).

Salah satu metode farmakoekonomi yang banyak digunakan adalah Analisis

Efektivitas Biaya. Analisis Efektivitas Biaya (AEB) cukup sederhana dan banyak

digunakan untuk kajian farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih

intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Kemenkes, 2013).

Dalam penelitian yang berjudul Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan

Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Al Islam Bandung

ini, akan membandingkan dua kriteria alternatif yaitu seftazidim dan seftriakson

Page 16: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

4

dengan menggunakan metode Analisis Efektivitas Biaya, untuk mengetahui

antibiotik mana yang paling cost effective untuk terapi infeksi saluran kemih di

Rumah Sakit Al Islam Bandung.

1.2 Identifkasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan yaitu antibiotik manakah yang paling cost effective pada pasien

infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Al Islam Bandung.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik

mana yang paling cost effective pada pasien infeksi saluran kemih di Rumah Sakit

Al Islam Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Untuk Diri Sendiri

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dalam bidang

kefarmasian khususnya dalam bidang farmakoekonomi.

2. Untuk Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi antibiotik mana yang paling

cost effective pada terapi infeksi saluran kemih di Rumah Sakit Al Islam

Bandung.

3. Untuk Pasien

Diharapkan pasien mendapat pengobatan yang paling cost effective sehingga

Page 17: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

5

terhindar dari pengeluaran biaya yang lebih besar untuk pengobatannya.

1.5 Metodologi Penelitian

1. Penetapan Kriteria Alternatif

2. Penetapan Kriteria Populasi

3. Penetapan Outcome

4. Penetapan Perspektif

5. Penetapan Komponen Biaya

6. Analisis Statistik dan Farmakoekonomi

1.6 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Al Islam Bandung Periode

Agustus sampai dengan Oktober 2018.

Page 18: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assesment)

2.1.1 Pengertian

Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assesment) dalam

program Jaminan Kesehatan Nasional (PTK-JKN) merupakan analisis kebijakan

yang dilakukan secara sistematis dengan pendekatan multidisiplin untuk menilai

dampak penggunaan teknologi kesehatan. Proses Penilaian Teknologi Kesehatan

(PTK) meliputi aspek klinis, epidemiologi, statistika, ekonomis, sosial, budaya,

etika, politik, dan agama (Permenkes, 2017).

PTK-JKN dalam program JKN merupakan bagian dari upaya kendali mutu

dan kendali biaya sebagaimana diamanahkan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2013

tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 43, bahwa “Dalam rangka menjamin kendali

mutu dan dan kendali biaya Menteri Kesehatan bertanggung jawab untuk penilaian

teknologi kesehatan”. Komite PTK dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan

yang terdiri dari unsur Kementrian Kesehatan, akademisi, praktisi di bidang klinis

dan ekonomi kesehatan (Permenkes, 2017).

Komponen penting dalam PTK adalah assesment teknologi kesehatan dan

appraisal hasil assesment teknologi kesehatan. Assesment teknologi kesehatan

dilakukan oleh tenaga teknis komite PTK/agen/tim/unit PTK dan appraisal

dilakukan oleh Komite PTK (Permenkes, 2017).

Page 19: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

7

Assesment dilakukan melalui studi kuantitatif atau kualitatif, berupa

evaluasi efektivitas klinis, evaluasi ekonomi, analisis dampak terhadap anggaran,

maupun analisis tematik/isi. Appraisal dilakukan untuk menelaah hasil assesment

teknologi kesehatan sehingga menghasilkan rekomendasi kebijakan (Permenkes,

2017).

2.1.2 Intervensi Kesehatan

Intervensi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan

(misalnya, melalui pemberian obat atau perawatan kesehatan) dan perilaku

kesehatan yang baik seperti olahraga atau menghindari perilaku kesehatan yang

buruk antara lain merokok, menggunakan obat-obatan terlarang, mengkonsumsi

alkohol secara berlebihan (Kemenkes, 2013).

2.1.3 Hubungan antara PTK dan Farmakoekonomi

Salah satu komponen yang penting dalam PTK adalah evaluasi ekonomi

yang dapat membantu para penentu kebijakan untuk memutuskan apakah suatu

teknologi kesehatan layak untuk dimasukkan ke dalam paket manfaat yang dijamin

oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ataukah tidak (Kemenkes, 2017).

Evaluasi ekonomi, seringkali disebut sebagai evaluasi efisiensi ekonomi,

memberikan informasi penting kepada para penentu kebijakan, dan ingin menjawab

pertanyaan apakah suatu prosedur, layanan, atau program memiliki nilai lebih

(worth doing) dibanding dengan alternatif lain dalam pemanfaatan sumber daya

yang terbatas (Kemenkes, 2017).

Evaluasi ekonomi digunakan dalam PTK dengan maksud membantu me-

mutuskan apakah suatu teknologi kesehatan (yang dapat berupa obat, prosedur, alat

Page 20: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

8

kedokteran, dan lainnya) memiliki value for money, untuk menjadi pertimbangan

masuk dalam paket manfaat yang dijamin oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial

(BPJS) bagi teknologi yang baru (disebut investment), atau dikeluarkan dari paket

manfaat bagi teknologi kesehatan yang sudah dijamin (disinvestment) (Kemenkes,

2017).

Dalam hal ini, farmakoekonomi merupakan alat penting untuk mengetahui

outcome atau dampak pengobatan dan intervensi pelayanan kesehatan sehingga

farmakoekonomi merupakan pendekatan penting untuk melakukan pemilihan

secara rasional dan cost effective suatu intervensi produk farmasi (Budiharto, 2008).

2.2 Penyakit

2.2.1 Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan sebagai kehadiran

mikroorganisme di urin yang tidak dapat diperhitungkan sebaagai kontaminasi.

Organisme memiliki potensi untuk menyerang jaringan saluran kemih pada struktur

yang berdekatan (Dipiro, 2015). Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu

respon inflamasi dari sel uroepitelium yang disebabkan adanya invasi bakteri yang

ditandai dengan bakteriuria dan leukosituria (Saraswati dkk, 2018).

Walaupun saluran kemih normalnya bebas dari pertumbuhan bakteri,

bakteri yang umumnya naik dari rektum dapat menyebabkan terjadinya ISK. Ketika

virulensi meningkat atau pertahanan inang menurun, adanya inokulasi bakteri dan

kolonisasi, maka infeksi pada saluran kemih dapat terjadi (IAUI, 2015).

Page 21: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

9

Secara umum, kasus infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Gram

negatif ataupun Gram positif, agen penyebab paling banyak kasus infeksi saluran

kemih komplikasi atau tanpa komplikasi adalah Urophatogenic Escherichia coli

(UPEC). Untuk agen yang terlibat dalam ISK tanpa komplikasi, UPEC diikuti oleh

prevalensi Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus

aureus dan Candida spp. Untuk ISK komplikasi, agen yang berperan selain UPEC

adalah Enterococcus spp, Klebsiella pneumonia, Candida spp, Staphylococcus

aureus, P. mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa (Ana dkk, 2015).

2.2.2 Epidemiologi

Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi umum yang sering terjadi, sekitar

lebih dari 150 juta orang terjangkit ISK diseluruh dunia. Di Amerika Serikat sendiri

pada tahun 2007 terdapat sekitar 10 juta kunjungan rumah sakit dengan ISK (Ana

dkk, 2015). Di Indonesia, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit infeksi

saluran kemih mencapai 90-100 kasus per 100.000 penduduk per tahun (Iro, 2017).

Prevalensinya sangat bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,

dimana infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan

pria karena perbedaan anatomis antara keduanya (Fajrihatin dkk, 2015).

Faktor risiko utama untuk terjadinya ISK meliputi usia, pemasangan kateter,

kandung kemih neurogenik, inkontinensia urin, diabetes, perempuan, gangguan

ginekologi, hipertrofi prostat pada laki-laki dan lain-lain. Faktor risiko sekunder

termasuk dehidrasi, imobilitas, adanya infeksi lain, kolonisasi dengan organisme

yang resisten, serta kebersihan yang buruk. Orang dewasa yang lebih tua, terutama

Page 22: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

10

wanita, memiliki risiko tinggi infeksi sekunder setelah terpapar infeksi saluran

kemih (Puca, 2014).

Prevalensi ISK meningkat pada wanita. Kehamilan adalah salah satu faktor

yang meningkatkan resiko ISK karena tekanan rahim pada ureter yang

menyebabkan stasisnya aliran urin, selain itu perubahan respon imun juga terjadi

selama kehamilan normal. Penurunan estrogen diduga sebagai faktor resiko untuk

ISK berulang pada wanita pasca menopouse karena perubahan flora vagina,

diantaranya lactobacilli pelindung digantikan oleh E.coli dan uropatogen lainnya

(Puca, 2014).

Seperti yang dijelaskan Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), pasien

berjenis kelamin laki-laki juga rentan terserang infeksi saluran kemih. Seperti pada

kasus infeksi saluran kemih komplikata, dimana terjadi abnormalitas struktural atau

fungsional saluran genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu

mekanisme pertahanan diri individu. Pada kondisi gangguan urologi, seperti

misalnya Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), pasien laki-laki lanjut usia sangat

mungkin menderita infeksi saluran kemih, atau kondisi lain seperti batu ginjal,

diabetes melitus dan gagal ginjal sering kali menjadi penyebab ISK, dimana tidak

hanya pasien berjenis kelamin wanita saja yang rentan, namun juga pasien berjenis

kelamin laki-laki (IAUI, 2015).

2.2.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih

ISK dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis, hasil pemerikasaan

laboratorium, dan penemuan mikrobiologis. Secara praktis, ISK dibagi menjadi

ISK Non Komplikata, ISK Komplikata dan Sepsis. Tujuan umum klasifikasi ini

Page 23: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

11

adalah agar para klinisi dan peneliti mempunyai suatu alat dan nomenklatur yang

terstandarisasi tentang ISK. Panduan yang ada saat ini, merangkum klasifikasi ISK

berdasarkan (IAUI, 2015) :

1. Infeksi sesuai dengan level anatomis yaitu uretra (uretritis), kandung kencing

(sistitis), ginjal (pyelonefritis), darah/sistemik (sepsis).

2. Tingkat keparahan infeksi.

3. Faktor risiko yang mendasari.

4. Temuan mikrobiologi.

Gejala-gejala, tanda-tanda dan hasil pemeriksaan laboratorium dititik

beratkan pada level anatomis dan derajat keparahan infeksi. Analisis faktor risiko

berperanan untuk mendefinisikan terapi tambahan yang diperlukan (misalnya

drainase) (IAUI, 2015).

2.2.4 Infeksi Saluran Kemih Non Komplikata

Yang dimaksud dengan ISK non komplikata adalah ISK yang terjadi pada

orang dewasa, termasuk episode sporadik, episode sporadik yang didapat dari

komunitas, dalam hal ini sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang

sehat. Fakor risiko yang mendasari ISK jenis ini adalah faktor risiko yang tidak

diketahui, infeksi berulang dan faktor risiko diluar traktus urogenitalis. ISK ini

banyak diderita oleh wanita tanpa adanya kelainan struktural dan fungsional di

dalam saluran kemih, maupun penyakit ginjal atau faktor lain yang dapat

memperberat penyakit. Pada pria ISK non komplikata hanya terdapat pada sedikit

kasus. Berdasarkan level anatomis, ISK non komplikata terdiri dari (IAUI, 2015) :

Page 24: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

12

1. Sistitis Non Komplikata

Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang terdiri

dari disuria, frekuensi, urgensi dan kadang adanya nyeri pada suprapubik. Gejala

iritatif berupa disuria, frekuensi, urgensi, berkemih dengan jumlah urin yang

sedikit, dan kadang disertai nyeri supra pubis. Sistitis ditandai dengan adanya

leukosituria, bakteriuria, nitrit, atau leukosit esterase positif pada urinalisis. Bila

dilakukan pemeriksaan laboratorium, kultur urin menunjukan nilai positif.

2. Pielonefritis Akut Non Komplikata

Pielonefritis akut non komplikata adalah infeksi akut pada parenkim dan

pelvis ginjal dengan sindroma klinis berupa demam, menggigil dan nyeri pinggang

yang berhubungan dengan bakteriuria dan piuria tanpa adanya faktor risiko. Faktor

resiko yang dimaksud adalah kelainan struktural dan fungsional saluran kemih atau

penyakit dasar yang dapat meningkatkan resiko infeksi atau kegagalan terapi

antibiotika. Pielonefritis akut ditandai oleh menggigil, demam (>38oC), nyeri pada

daerah pinggang yang diikuti dengan bakteriuria dan piuria yang merupakan

kombinasi dari infeksi bakteri akut pada ginjal.

2.2.5 Infeksi Saluran Kemih Komplikata

Infeksi saluran kemih komplikata adalah sebuah infeksi yang diasosiasikan

dengan suatu kondisi, misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran

genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu dengan mekanisme

pertahanan diri individu, yang meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi atau

kegagalan terapi. Infeksi saluran kemih komplikata disebabkan oleh bakteri dengan

spektrum yang lebih luas dibandingkan infeksi saluran kemih non komplikata dan

Page 25: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

13

lebih sering resisten terhadap antimikroba. Berkenaan dengan prognosis dan studi

klinis pasien. Pasien ISK komplikata dikelompokkan menjadi dua (IAUI, 2015) :

1. Pasien dengan faktor komplikasi dapat dihilangkan oleh terapi seperti ekstraksi

batu dan melepas kateter.

2. Pasien dimana faktor komplikasi tidak bisa atau tidak dapat dihilangkan dengan

terapi, seperti penggunaan kateter menetap, sisa batu setelah tindakan atau

Neurogenic Bladder.

Faktor risiko terjadinya ISK komplikata antara lain Penggunaan kateter,

splint, stent, atau kateterisasi kandung kemih berkala, residual urin >100ml,

obstruksi saluran kemih atas maupun bawah, refluks vesikoureteral, diversi saluran

kemih, kerusakan urotelium karena kimia ataupun radiasi, ISK yang terjadi saat

pre/post tindakan, contoh transplantasi ginjal. Kondisi khusus yang berkaitan

dengan ISK Komplikata yaitu batu saluran kemih, penggunaan kateter, Adult

Polycystic Kidney Diseases (APCKD), nefritis bakterial, abses renal/perinefrik,

pielonefritis emfisematus, transplantasi ginjal (IAUI, 2015).

2.3 Terapi

2.3.1 Terapi Non Farmakologi

Dalam penatalaksanaannya, terapi untuk ISK memang lebih banyak

menggunakan terapi farmakologi dibanding dengan non farmakologi. Hal ini

disebabkan faktor dasar penyebab ISK itu sendiri dimana penyebab utamanya

adalah bakteri, sehingga penatalaksanaannya lebih banyak menggunakan

antibiotik. Berikut ini adalah beberapa terapi non farmakologi yang bisa diberikan

pada penderita ISK seperti memperbanyak minum air putih, mengkonsumsi vitamin

Page 26: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

14

C karena dapat mengurangi jumlah bakteri dalam urin, memberikan kompres

hangat dengan bantal elektrik khusus atau botol berisi air panas pada bagian

abdomen untuk mengurangi rasa tegang pada kandung kemih (Nurarif, 2015).

2.3.2 Terapi Farmakologi

Pemberian obat yang mungkin diberikan pada pasien ISK adalah analgetik,

antiemetik dan antibiotik. Analgetik seperti natrium diklofenak dapat digunakan

untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri pada suprapubik bawah (perut

awah) dan nyeri pinggang yang seringkali menyertai pasien ISK. Sebagian besar

pasien ISK juga mengalami gejala mual, muntah, lemas, hilang nafsu makan, untuk

mengatasi mual dan muntah dapat diberikan antiemetik seperti domperidon

(Musdalipah, 2018).

Pada dasarnya, penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam

pengobatan infeksi saluran kemih. Pemakaian antibiotik secara efektif dan optimal

memerlukan pengertian dan pemahaman mengenai bagaimana memilih dan

memakai antibiotik secara benar. Pemilihan berdasarkan indikasi yang tepat,

menentukan dosis, cara pemberian, lama pemberian, maupun evaluasi efek

antibiotik (Yunita dkk, 2015).

1. Pengertian Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan dari fungi dan bakteri yang

mempunyai khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

toksisitasnya pada manusia relatif kecil. Obat yang digunakan untuk membasmi

mikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin di mana obat

Page 27: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

15

tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk

hospes (Indijah, 2016).

2. Aktivitas dan Spektrum

Berdasarkan aktivitasnya, ada antibiotik yang bersifat menghambat

pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada pula yang

bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Antimikroba

tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila

kadarnya ditingkatkan. Berdasarkan spektrum kerjanya, antibiotik dapat

digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu (Indijah, 2016) :

A. Antibiotik yang berspektrum sempit : hanya efektif untuk jenis bakteri Gram

positif atau negatif saja. Contoh penisilin G, penisilin V, eritomisin, klindamisin,

kanamisin, dan asam fusidat efektif terutama terhadap bakteri Gram positif saja,

sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin B, dan asam nalidiksat khusus

terhadap kuman Gram negatif.

B. Antibiotik yang berspektrum luas : efektif untuk berbagai jenis mikroba. Contoh

tetrasiklin aktif terhadap beberapa jenis bakteri Gram positif, Gram negatif,

Rickettsia, dan Chlamydia.

Walaupun suatu antimikroba berspektrum luas, efektivitas klinisnya belum

tentu seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan

menggunakan obat terpilih untuk menghadapi infeksi yang sedang dihadapi. Di

samping itu, antimikroba berspektrum luas cenderung menyebabkan super infeksi

oleh kuman yang resisten (Indijah, 2016).

Page 28: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

16

3. Mekanisme Kerja

Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu

(Permenkes, 2011) :

A. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam

(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase),

basitrasin, dan vankomisin.

B. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid

kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),

klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.

C. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya

trimetoprim dan sulfonamid.

D. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon,

nitrofurantoin.

4. Antibiotik Betalaktam

Antibiotik beta laktam terdiri dari berbagai golongan yang mempunyai

struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam,

karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam

umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram-

positif dan Gram negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel

bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu

heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri

(Permenkes, 2011).

Page 29: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

17

A. Sefalosporin

Gambar 2. 1

Struktur Dasar Sefalosporin

Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremomium yang

diisolasi pada tahun 1948 oleh brotzu. Inti dasar sefalosporin C ialah asam 7-amino-

sefalosporanat (7-ACA : 7-aminocephalosperinic acid) yang merupakan komplek

cincin dihidrothiazin dan cincin betalaktam. Sefalosporin C resisten terhadap

penisilase, tetapi dirusak oleh sefaloporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C

menghasilkan 7-ACA yang kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai

macam antibiotik sefaslosporin. Modifikasi R1 pada posisi 7 cincin betalaktamase

berhubungan dengan aktivitas antimikrobanya, sedangkan subtitusi R2 pada posisi

3 cincin dihidrothiazin mempengaruhi farmakokinetiknya (FKUI, 2016).

Sumber : Wikipedia.com

Page 30: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

18

Tabel 2. 1

Klasifikasi dan Aktivitas Sefalosporin

Generasi Antibiotik Aktivitas

I

Sefaleksin,sefalotin,

sefazolin,sefradin,

sefadroksil.

Antibiotik yang efektif terhadap Gram-

positif dan memiliki aktivitas sedang

terhadap Gram-negatif.

II

Sefaklor,sefamandol,

sefuroksim,sefoksitin,

sefotetan, sefmetazol,

sefprozil.

Aktivitas antibiotik Gram-negatif yang

lebih tinggi dari pada generasi-I.

III

Sefotaksim,seftriakson

,seftazidim, sefiksim,

sefoperazon,seftizoksi

m,sefpodoksim.

Aktivitas kurang aktif terhadap kokus

Gram-postif dibanding generasi-I, tapi

lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae,

termasuk strain yang memproduksi beta-

laktamase. Seftazidim dan sefoperazon

juga aktif terhadap P.aeruginosa, tapi

kurang aktif dibanding generasi-III

lainnya terhadap kokus Gram-positif.

IV Sefepim, sefpirom Aktivitas lebih luas dibanding generasi-III

dan tahan terhadap beta-laktamase.

Sumber : Katzung, 2015

Page 31: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

19

a. Seftazidim

Gambar 2. 2

Struktur Kimia Seftazidim

Seftazidim memiliki aktivitas terhadap sebagian besar komunitas patogen

Gram negatif dan Pseudomonas aeruginosa. Seftazidim telah efektif dalam

mengobati meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Seftazidim

dapat menginduksi produksi sefalosporinase tingkat tinggi di antara kebanyakan

patogen Gram-negatif nosokomial, termasuk Serratia, Pseudomonas,

Acinetobacter, Citrobacter, dan Enterobacter. Penggunaannya telah menurun

karena potensinya yang lebih besar untuk menginduksi resistensi daripada

cefepime. Waktu paruhnya 1,4 hingga 2,1 jam yang memungkinkan pemberian

dosis setiap 8 jam. Seftazidim kebanyakan dieksresi oleh ginjal (Harrison, 2008).

Sumber : Drugbank.com

Page 32: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

20

b. Seftriakson

Gambar 2. 3

Struktur Kimia Seftriakson

Seftriakson adalah bakterisida untuk patogen Gram negatif, khususnya

semua H influenzae (termasuk strain penghasil beta-laktamase), M catarrhalis,

kebanyakan E coli, Klebsiella pneumoniae, Morganella, Neisseria, Proteus, dan

Enterobacter sp; Serratia marcescens. dan Acinetobacter sp Seftriakson juga aktif

terhadap semua grup A dan grup B streptococci dan hampir semua S pneumoniae

(Harrison, 2008).

Seftriakson umumnya juga aktif terhadap Gram positif, tetapi kurang aktif

dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Waktu paruhnya mencapai 8

jam. Jumlah seftriakson yang terikat pada protein plasma umumnya sekitar 83-96

%. Pada peningkatan dosis, presentase yang terikat protein menurun cepat.

Seftriakson tersedia dalam bentuk obat suntik 0.25, 0.5 dan 1 g (FKUI, 2016).

2.4 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan ISK adalah untuk memberantas organisme yang

menyerang, mencegah atau mengobati konsekuensi sistemik infeksi, dan mencegah

Sumber : Drugbank.com

Page 33: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

21

terulangnya infeksi. Manajemen pasien dengan ISK termasuk evaluasi awal,

pemilihan antibiotik, durasi terapi, dan evaluasi tindak lanjut. Pemilihan awal

antibiotik untuk pengobatan ISK terutama berdasarkan tingkat keparahan dari tanda

dan gejala yang muncul, tempat infeksi, dan apakah infeksi termasuk komplikata

atau non komplikata. Manajemen terapeutik dari ISK paling baik dilakukan dengan

mengelompokkan jenis infeksi sesperti sistitis akut tanpa komplikasi,

asimptomatik bacteriuria, ISK komplikasi, infeksi berulang, atau prostatitis (Dipiro,

2015).

Tabel 2. 2

Antibiotik yang Umum Digunakan pada ISK

Drug Brand Name Adverse Drug Reactions

Oral Theraphy

Trimethoprim–

sulfamethoxazole

Bactrim

Septra

Rash, Stevens–Johnson

Syndrome, renal failure,

photosensitivity,

hematologic (neutropenia,

anemia, etc.)

Nitrofurantoin Macrobid GI intolerance, neuropathies,

and pulmonary reactions

Fosfomycin Monurol Diarrhea, headache, and

Angioedema

Fluoroquinolones

Ciprofloxacin

Levofloxacin

Cipro

Levaquin

Hypersensitivity, photosensitivity,

GI symptoms,

dizziness, confusion, and

tendonitis (black box

warning)

Penicillins

Amoxicillin–

clavulanate

Augmentin Hypersensitivity (rash,

anaphylaxis), diarrhea,

superinfections, and

seizures

Page 34: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

22

Cephalosporins

Cefdnir

Cefpodoximeproxetil

Omnicef

Vantin

Hypersensitivity (rash,

anaphylaxis), diarrhea,

superinfections, and

seizures

Parenteral Theraphy

Aminoglycosides

Gentamicin

Tobramycin

Amikacin

Garamycin

Nebcin

Amikin

Ototoxicity, nephrotoxicity

Penicillins

Ampicillin–

sulbactam

Piperacillin–

tazobactam

Unasyn

Zosyn

Hypersensitivity (rash,

anaphylaxis), diarrhea,

superinfections, and

seizures

Cephalosporins

Ceftriaxone

Ceftazidime

Cefepime

Rocephin

Fortaz

Maxipime

Hypersensitivity (rash,

anaphylaxis), diarrhea,

superinfections, and

seizures

Carbapenems/Monob

actams

Imipenem–cilistatin

Meropenem

Doripenem

Ertapenem

Aztreonam

Primaxin

Merrem

Doribax

Invanz

Azactam

Hypersensitivity (rash,

anaphylaxis), diarrhea,

superinfections, and

seizures

Fluoroquinolones

Ciprofloxacin

Levofloxacin

Cipro

Levaquin

Hypersensitivity,

photosensitivity, GI symptoms,

dizziness, confusion,

and tendonitis (black box

warning)

Sumber : Pharmachotherapy Handbook Ninth Edition

2.4.1 Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih Non Komplikata

Infeksi pada ISK non komplikata terutama disebabkan oleh E. coli, terapi

antimikroba harus diarahkan terhadap organisme yang menjadi penyebab. Karena

organisme penyebab dan kerentanan umumnya sudah diketahui, untuk

Page 35: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

23

mengefektifkan biaya dianjurkan terapi yang mencakup urinalisis dan inisiasi terapi

empiris tanpa kultur urin (Dipiro, 2015).

Pilihan antibiotik untuk terapi sebaiknya dengan panduan pola resistensi

kuman dan uji sensitivitas antibiotik di rumah sakit atau klinik setempat,

tolerabilitas obat dan reaksi negatif, efek ekologi negatif, biaya, dan ketersediaan

obat. Lama pemberian antibiotik tergantung dari obat yang digunakan dan berkisar

dari 1-7 hari. Terapi antibiotik jangka pendek dapat dipikirkan untuk terapi sistitis

non komplikata pada kehamilan. Secara umum terapi sistitits pada kehamilan dapat

diberikan penisilin, sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin (tidak boleh pada masa

akhir kehamilan), trimethoprim (tidak boleh pada masa awal kehamilan), dan

sulfonamide (tidak boleh pada masa akhir kehamilan). Terapi sistitis pada pria

direkomendasikan paling sedikit selama 7 hari, dengan pilihan antibiotik

trimetoprim-sulfametoksazol atau florokuinolon, dengan catatan ada uji

sensitivitas. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal tidak perlu dosis penyesuaian

sampai dengan gromerulus filtration rate < 20 ml/menit, kecuali antibiotik dengan

potensi nefrotoksik seperti aminoglikosida. Untuk pyelonefritis non komplikata,

waktu pemberian antibiotika berkisar antara 10-14 hari, sementara pilihan

antibiotika disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemberian antibiotika juga harus

memperhatikan pola resistensi kuman dan uji sensitivitasnya. Apabila respon klinik

buruk setelah 48-72 jam terapi, perlu dilakukan re-evaluasi bagi adanya faktor

pencetus komplikasi dan efektivitas obat, serta dipertimbangkan perubahan obat

atau cara pemberiannya (IAUI, 2015).

Page 36: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

24

2.4.2 Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih Komplikata

Tujuan terapi infeksi salurah kemih komplikata adalah tata laksana kelainan

urologi, terapi anti mikroba, dan terapi suportif. Perawatan empiris dari ISK

komplikasi membutuhkan suatu pengetahuan tentang patogen penyebab dan pola

resistensi antibiotik lokal, serta tingkat keparahan dari abnormalitas saluran kemih

(termasuk evaluasi fungsi renal). Pemberian antibiotika empiris berkepanjangan

dapat mengarah terjadinya resistensi antimikroba. Terapi empiris sebaiknya

digantikan terapi sesuai dengan kultur urin, oleh karena itu kultur urin harus

dilakukan sebelum terapi antimikroba dimulai (IAUI, 2015).

Pada pasien dengan tingkat keparahan yang tinggi, terapi awal adalah

florokuinolon, aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin, atau sefalosporin

spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida. Jika pasien dirawat di rumah sakit

dalam 6 bulan terakhir, memiliki kateter kemih, atau sedang di panti jompo,

kemungkinan infeksi P. aeruginosa dan enterococci, juga organisme multi-resistan

harus dipertimbangkan. Terapi yang dapat diberikan seperti seftazidim, asam

ticarcillin-klavulanat, piperacillin, aztreonam, meropenem, atau imipenem dalam

kombinasi dengan aminoglikosida (Dipiro, 2015).

Pemberian antibiotik selama 7-14 hari umumnya direkomendasikan, tapi

durasi ini harus melihat pada abnormalitas yang terjadi. Terkadang, perpanjangan

hingga 21 hari, menurut situasi klinis dapat dilakukan (IAUI, 2015).

Page 37: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

25

2.5 Farmakoekonomi

2.5.1 Pengertian

Setiap institusi pelayanan kesehatan, bahkan semua negara di seluruh dunia,

memiliki keterbatasan sumber daya dan dana yang kebutuhannya terus meningkat,

sumber daya manusia (terutama tenaga ahli), waktu, fasilitas dan peralatan dalam

menjalankan sistem pelayanan kesehatan. Keterbatasan ini memaksa dilakukannya

pemilihan prioritas terhadap teknologi kesehatan, terutama obat, yang digunakan

dan mengalokasikan sumber daya yang tersedia seefisien mungkin, sesuai skala

prioritas yang dibuat secara objektif. Untuk pemilihan obat, faktor efikasi

merupakan salah satu pertimbangan yang penting. Agar tercapai peningkatan

kesehatan yang maksimal di tengah keterbatasan yang ada. Kajian farmakoekonomi

yang mempertimbangkan faktor klinis (efektivitas) sekaligus faktor ekonomi

(biaya) dapat membantu para pengambil kebijakan mendapatkan jawaban obyektif.

Dengan demikian, ilmu farmakoekonomi dapat membantu pemilihan obat yang

rasional, yang memberikan tingkat kemanfaatan paling tinggi (Kemenkes, 2013).

Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya terapi

obat pada sistem pelayanan kesehatan dan masyarakat. Lebih spesifik, studi

farmakoekonomi adalah proses identifikasi, pengukuran, dan membandingkan

biaya, resiko, dan manfaat dari program, pelayanan, atau terapi dan menentukan

alternatif yang memberikan keluaran kesehatan terbaik untuk sumber daya yang

digunakan. Farmakoekonomi mengidentifikasi, mengukur, dan membandingkan

biaya (sumber daya yang digunakan) dengan konsekuensi (klinik, ekonomik,

humanistik) dari produk dan pelayanan farmasi. Bagi praktisi, diterjemahkan

Page 38: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

26

sebagai pertimbangan biaya yang diperlukan untuk mendapatkan produk atau

pelayanan farmasi dibandingkan dengan konsekuensi (outcome) yang diperoleh

untuk menetapkan alternatif mana yang memberikan keluaran optimal per rupiah

yang dikeluarkan. Informasi ini dapat membantu pengambil keputusan klinik dalam

memilih pilihan terapi yang paling cost-effective (Tri Murti, 2013).

2.5.2 Metode Farmakoekonomi

Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis, yang dapat

dilihat pada table 2.3 dibawah. Empat metode analisis ini bukan hanya

mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang dibandingkan,

tetapi juga aspek ekonominya. Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi

prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat

memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari

sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya (Kemenkes, 2013).

Tabel 2. 3

Metode Analisis Farmakoekonomi

Metode Analisis Karakteristik Analisis

Analisis Minimalisasi

Biaya (AMiB)

Efek dua intervensi sama (atau setara), valuasi/

biaya dalam rupiah.

Analisis Efektivitas Biaya

(AEB)

Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil

pengobatan diukur dalam unit alamiah / indicator

kesehatan, valuasi / biaya dalam rupiah.

Analisis Utilitas Biaya

(AUB)

Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil

pengobatan dalam quality-adjusted life years

(QALY), valuasi/

biaya dalam rupiah.

Analisis Manfaat Biaya

(AMB)

Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil

pengobatan dinyatakan dalam rupiah, valuasi/biaya

dalam rupiah.

Sumber : Kemenkes 2013

Page 39: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

27

2.5.3 Analisis Efektivitas Biaya

Analisis Efektivitas Biaya (AEB) cukup sederhana dan banyak digunakan

untuk kajian farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih intervensi

kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda. Dengan analisis yang mengukur

biaya sekaligus hasilnya ini, pengguna dapat menetapkan bentuk intervensi

kesehatan yang paling efisien membutuhkan biaya termurah untuk hasil pengobatan

yang menjadi tujuan intervensi tersebut. Dengan kata lain, AEB dapat digunakan

untuk memilih intervensi kesehatan yang memberikan nilai tertinggi dengan dana

yang terbatas jumlahnya, misalnya (Kemenkes, 2013) :

1. Membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang sama tetapi

memberikan besaran hasil pengobatan berbeda, misalnya dua obat antihipertensi

yang memiliki kemampuan penurunan tekanan darah diastolik yang berbeda.

2. Membandingkan dua atau lebih terapi yang hasil pengobatannya dapat diukur

dengan unit alamiah yang sama, walau mekanisme kerjanya berbeda, misalnya

obat golongan proton pump inhibitor dengan H2 antagonis untuk reflux

oesophagitis parah.

Pada AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter (rupiah)

dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah/indikator kesehatan baik klinis

maupun non klinis (non-moneter). Tidak seperti unit moneter yang seragam atau

mudah dikonversikan, indikator kesehatan sangat beragam mulai dari mmHg

penurunan tekanan darah diastolik (oleh obat antihipertensi), banyaknya katarak

yang dapat dioperasi dengan sejumlah biaya tertentu (dengan prosedur yang

berbeda), sampai jumlah kematian yang dapat dicegah (oleh program skrining

Page 40: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

28

kanker payudara, vaksinasi meningitis, dan upaya preventif lainnya). Sebab itu,

AEB hanya dapat digunakan untuk membandingkan intervensi kesehatan yang

memiliki tujuan sama, atau jika intervensi tersebut ditujukan untuk mencapai

beberapa tujuan yang muaranya sama. Jika hasil intervensinya berbeda, misalnya

penurunan kadar gula darah (oleh obat antidiabetes) dan penurunan kadar LDL atau

kolesterol total (oleh obat antikolesterol), AEB tak dapat digunakan. Oleh

pengambil kebijakan, metode kajian farmakoekonomi ini terutama digunakan untuk

memilih alternatif terbaik di antara sejumlah intervensi kesehatan, termasuk obat

yang digunakan, yaitu sistem yang memberikan hasil maksimal untuk sejumlah

dana tertentu (Kemenkes, 2013).

Pada penggunaan metode AEB perlu dilakukan penghitungan rasio biaya

rerata dan rasio inkremental efektivitas-biaya (RIEB = incremental cost-

effectiveness ratio/ICER). Dengan RIEB dapat diketahui besarnya biaya tambahan

untuk setiap perubahan satu unit efektivitas biaya. Selain itu, untuk mempermudah

pengambilan kesimpulan alternatif mana yang memberikan efektivitas-biaya

terbaik, pada kajian dengan metode AEB dapat digunakan tabel efektivitas-biaya.

Dengan menggunakan tabel efektivitas-biaya (tabel 2.4), suatu intervensi kesehatan

secara relatif terhadap intervensi kesehatan yang lain dapat dikelompokkan ke

dalam satu dari empat posisi, yaitu (Kemenkes, 2013) :

1. Posisi Dominan berada pada Kolom G (juga Kolom D dan H)

Jika suatu intervensi kesehatan menawarkan efektivitas lebih tinggi dengan

biaya sama (Kolom H) atau efektivitas yang sama dengan biaya lebih rendah

Page 41: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

29

(Kolom D), dan efektivitas lebih tinggi dengan biaya lebih rendah (Kolom

G), pasti terpilih sehingga tak perlu dilakukan AEB.

2. Posisi Didominasi berada pada Kolom C (juga Kolom B dan F)

Sebaliknya, jika sebuah intervensi kesehatan menawarkan efektivitas lebih

rendah dengan biaya sama (Kolom B) atau efektivitas sama dengan biaya

lebih tinggi (Kolom F), apalagi efektivitas lebih rendah dengan biaya lebih

tinggi (Kolom C), tidak perlu dipertimbangkan sebagai alternatif, sehingga

tak perlu pula diikutsertakan dalam perhitungan AEB.

3. Posisi Seimbang berada pada Kolom E

Sebuah intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas dan biaya yang

sama (Kolom E) masih mungkin untuk dipilih jika lebih mudah diperoleh

dan/atau cara pemakaiannya lebih memungkinkan untuk ditaati oleh pasien,

misalnya tablet lepas lambat yang hanya perlu diminum 1 x sehari versus

tablet yang harus diminum 3 x sehari, sehingga dalam kategori ini ada faktor

lain yang perlu dipertimbangkan di samping biaya dan hasil pengobatan,

misalnya kebijakan, ketersediaan, aksesibilitas, dan lain-lain.

4. Posisi yang memerlukan pertimbangan efektivitas biaya berada pada Kolom

A dan I

Jika suatu intervensi kesehatan yang menawarkan efektivitas yang lebih

rendah dengan biaya yang lebih rendah pula (Kolom A) atau, sebaliknya,

menawarkan efektivitas yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih tinggi,

untuk melakukan pemilihan perlu memperhitungkan RIEB.

Page 42: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

30

Tabel 2. 4

Tabel Efektivitas Biaya

Efektivitas-

Biaya

Biaya lebih rendah Biaya sama Biaya lebih tinggi

Efektivitas lebih

rendah

A

(Perlu perhitungan

RIEB)

B

C

(Didominasi)

Efektivitas sama D E F

Efektivitas lebih

tinggi

G

(Dominan)

H

I

(Perlu perhitungan

RIEB)

Sumber : Kemenkes 2013

Alat bantu lain yang dapat digunakan dalam AEB adalah diagram

efektivitas biaya. Suatu alternatif intervensi kesehatan, termasuk obat, harus

dibandingkan dengan intervensi (obat) standar. Menurut diagram ini, jika suatu

intervensi kesehatan memiliki efektivitas lebih tinggi tetapi juga membutuhkan

biaya lebih tinggi dibanding intervensi standar, intervensi alternatif ini masuk ke

Kuadran I (Tukaran, Trade-off). Pemilihan intervensi Kuadran I memerlukan

pertimbangan sumber daya (terutama dana) yang dimiliki, dan semestinya dipilih

jika sumberdaya yang tersedia mencukupi. Suatu intervensi kesehatan yang

menjanjikan efektivitas lebih rendah dengan biaya yang lebih rendah dibanding

intervensi standar juga masuk kategori Tukaran, tetapi di Kuadran III. Pemilihan

intervensi alternatif yang berada di Kuadran III memerlukan pertimbangan

sumberdaya pula, yaitu jika dana yang tersedia lebih terbatas. Jika suatu intervensi

Page 43: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

31

kesehatan memiliki efektivitas lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah

dibanding intervensi standar, intervensi alternatif ini masuk ke Kuadran II

(Dominan) dan menjadi pilihan utama. Sebaliknya, suatu intervensi kesehatan yang

menawarkan efektivitas lebih rendah dengan biaya lebih tinggi dibanding intervensi

standar, dengan sendirinya tak layak untuk dipilih (Kemenkes, 2013).

Gambar 2. 4

Diagram Efektivitas Biaya

Sumber : Kemenkes 2013

2.6 Pustaka Tempat Penelitian

2.6.1 Gambaran Umum Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan (Siregar, 2003).

Page 44: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

32

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Permenkes, 2010).

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit (Permenkes, 2010).

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal

4 menerangkan bahwa Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna. Selanjutnya dalam pasal 5 untuk

menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai

fungsi :

A. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit.

B. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

C. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

D. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Page 45: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

33

3. Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56

Tahun 2014 pasal 11 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, rumah saki t dibagi

menjadi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

A. Rumah Sakit Umum

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan

spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain, dan 17 pelayanan

medik sub spesialis, 7 Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

b . Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan

spesialis penunjang medik, minimal 8 dari 13 pelayanan medik spesialis lain,

minimal 2 dari 4 pelayanan medik sub spesialis dasar, 3 Pelayanan medik spesialis

gigi dan mulut.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik umum, 4 pelayanan medik

spesialis dasar, 3 pelayanan spesialis penunjang, 1 pelayanan medik spesialis gigi

dan mulut.

Page 46: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

34

d . Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan 4 pelayanan medik umum, paling sedikit 2 dari 4 pelayanan medik

spesialis dasar dan 2 spesialis penunjang medik.

B. Rumah Sakit Khusus

Rumah Sakit Khusus meliputi Rumah Sakit Khusus ibu dan anak, mata,

otak, gigi dan mulut, kanker, jantung dan pembuluh darah, jiwa, infeksi, paru,

telinga-hidung-tenggorokan, bedah, ketergantungan obat, dan ginjal. Rumah Sakit

Khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan, paling sedikit meliputi

pelayanan medik, paling sedikit terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan

medik umum, pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan,

pelayanan medik spesialis dan/atau subspesialis sesuai kekhususan, pelayanan

medik spesialis penunjang.

2.6.2 Gambaran Umum Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau

fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan

kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakititu sendiri. Seperti

diketahui, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, pengelolaan obat, serta

pengembangan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional. Berdasarkan hal-hal tersebut maka IFRS dapat didefinisikan sebagai

Page 47: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

35

suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan

seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara

profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan atau pelayanan kefarmasian (Siregar, 2003).

2. Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Adalah (Siregar, 2003) :

A. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan, dan

profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan memenuhi syarat.

B. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah

sakit yang memenuhi syarat.

C. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan

pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan melalui

peningkatan kesejahtraan ekonomi.

D. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu

farmasetik padaa umumnya.

E. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi

antara apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis yang serumpun.

F. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit.

G. Meningkatkan pengetahuan dan pengetian praktik farmasi kontemporer bagi

masyarakat.

H. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS.

I. Membantu dalam pengembangan proses kefarmasian.

Page 48: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

36

3. Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai

dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan

dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk

semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut,

IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan

menjamin pelayanan bermutu tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya

minimal (Siregar, 2003).

4. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

IFRS berfungsi sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan

yang dimaksud adalah pelayanan yang bersifat manajemen (nonklinik) yaitu

pelayanan yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien dan tenaga kesehatan

lain. Pelayanan IFRS yang menyediakan unsur logistik atau perbekalan kesehatan

dan aspek administrasi. IFRS yang berfungsi sebagai pelayanan nonmanajemen

(klinik) pelayanan yang bersentuhan langsung dengan pasien atau kesehatan

lainnya. Fungsi ini berorientasi pasien sehingga membutuhkan pemahaman yang

lebih luas tentang aspek yang berkaitan dengan penggunaan obat dan penyakitnya

serta menjunjung tinggi etika dan perilaku sebagai unit yang menjalankan asuhan

kefarmasian yang handal dan profesional (Rusli, 2016).

5. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Salah satu persyaratan dalam penerapan sistem manajemen mutu

menyeluruh adalah adanya organisasi yang sesuai, yang dapat mengakomodasi

Page 49: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

37

seluruh kegiatan pelaksanaan fungsi. IFRS juga harus memiliki suatu organisasi

yang pasti dan sesuai dengan kebutuhan sekarang dan kebutuhan mengakomodasi

perkembangan di masa depan, dan mengikuti visi yang telah ditetapkan pimpinan

rumah sakit (Siregar, 2003).

Struktur organisasi IFRS dan fungsinya adalah sebagai berikut (Rusli,

2016):

Gambar 2. 5

Struktur Organisasi IFRS

A. Kepala IFRS adalah Apoteker yang bertanggung jawab secara keseluruhan

terhadap semua aspek penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan

sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan di rumah sakit.

B. Panitia Farmasi dan Terapi adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari

IFRS sehingga tidak mempunyai jalur fungsional terhadap IFRS melainkan jalur

koordinasi dan bertanggung jawab kepada pimpinan rumah sakit. Tugas PFT

adalah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan dan pengelolaan

sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan di rumah sakit. Panitia

Page 50: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

38

ini terdiri unsur tenaga kesehatan profesional (Dokter, Dokter Gigi, Apoteker,

Ners) sehingga kredibilitas dan akuntabilitas terhadap monitoring dan evaluasi

pelayanan dan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan

kesehatan dapat dipertanggung jawabkan.

C. Farmasi Klinik membidangi aspek yang menyangkut asuhan kefarmasian

terutama pemantauan terapi obat. Bidang ini membawahi konseling pasien,

pelayanan informasi obat dan evaluasi penggunaan obat baik pasien di ruangan

maupun pasien ambulatory.

D. Logistik mempunyai tugas dalam hal menyiapkan dan memantau perlengkapan

perbekalan kesehatan, perencanaan dan pengadaan, sistem penyimpanan di

gudang, dan produksi obat dalam kapasitas rumah sakit nonsteril dan aseptik.

E. Distribusi mempunyai tugas bertanggung jawab terhadap alur distribusi sediaan

farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan (obat, bahan baku obat, alat

kesehatan dan gas medis) kepada pasien rawat jalan, instalasi rawat darurat,

intensive care unit, kamar operasi, bangsal atau ruangan.

F. Diklat mempunyai tugas dalam memfasilitasi tenaga pendidikan kesehatan dan

non kesehatan yang akan melaksanakan praktek kerja sebagai tuntutan

kurikulum dan melaksanakan pelatihan.

G. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan

pengetahuan dan pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan

dengan kefarmasian secara berkesinambungan untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan di bidang kefarmasian.

Page 51: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

39

H. Pendidikan dan Pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya

manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk meningkatkan potensi dan

produktivitasnya secara optimal, serta melakukan pendidikan dan pelatihan bagi

calon tenaga farmasi untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan dan

keterampilan di bidang farmasi rumah sakit.

I. Litbang mempunyai tugas memfasilitasi penelitian dan pengabdian pada

masyarakat.

J. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit yaitu : Penelitian farmasetik, termasuk

pengembangan dan menguji bentuk sediaan baru, Formulasi, metode pemberian

(konsumsi) dan sistem pelepasan obat dalam tubuh (Drug Released System).

K. Berperan dalam penelitian klinis yang diadakan oleh praktisi klinis, terutama

dalam karakterisasi terapetik, evaluasi, pembandingan hasil outcome dari terapi

obat dan regimen pengobatan.

L. Penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan, termasuk penelitian

perilaku dan sosioekonomi seperti penelitian tentang biaya keuntungan cost-

benefit dalam pelayanan farmasi.

M. Penelitian operasional operation research seperti studi waktu, gerakan, dan

evaluasi program dan pelayanan farmasi yang baru dan yang ada sekarang.

N. Pengembangan Instalasi Farmasi Rumah Sakit di rumah sakit pemerintah kelas

A dan B (terutama rumah sakit pendidikan) dan rumah sakit swasta sekelas, agar

mulai meningkatkan mutu perbekalan farmasi dan obat-obatan yang diproduksi

serta mengembangkan dan melaksanakan praktek farmasi klinik.

Page 52: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

40

O. Pimpinan dan Tenaga Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus berjuang,

bekerja keras dan berkomunikasi efektif dengan semua pihak agar

pengembangan fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang baru itu dapat

diterima oleh pimpinan dan staf medik rumah sakit.

6. Pengelolaan Perbekalan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan merupakan suatu

siklus kegiatan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menyediakan obat, bahan

obat, alat kesehatan, gas medis, yang dimulai dari pemilihan, perencanaan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian. Pengelolaan sediaan

farmasi dan perbekalan kesehatan di rumah sakit merupakan salah satu unsur

penting dalam fungsi pengelolaan rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak

efisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis

maupun secara ekonomis. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat

dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang

terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu (Rusli, 2016).

Evaluasi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan diperlukan bagi

kegiatan pelayanan kefarmasian dengan tujuan agar diperoleh pengelolaan sediaan

farmasi dan perbekalan kesehatan yang efektif dan efisien, menerapkan

farmakoekonomi dalam pelayanan farmasi, meningkatkan kompetensi atau

kemampuan tenaga farmasi, mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya

guna dan tepat guna serta melaksanakan pengendalian mutu pelayanan farmasi.

Page 53: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

41

Diantara proses pengelolaan perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah

sebagai berikut (Rusli, 2016) :

A. Pemilihan Obat

Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau

masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk

dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,

standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi

obat merupakan peran aktif Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).

Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini

berdasarkan pada formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan

terapi, standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

telah ditetapkan, pola penyakit, efektivitas dan keamanan, pengobatan berbasis

bukti, mutu, harga dan ketersediaan di pasaran.

B. Perencanaaan Obat

Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun

daftar kebutuhan perbekalan farmasi yang berkaitan dengan suatu pedoman atas

dasar konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai

sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan

kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan

sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan dapat digunakan secara efektif dan efisien. Tujuan

perencanaan adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan sesuai

Page 54: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

42

kebutuhan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan

sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta meningkatkan penggunaan secara

efektif dan efisien.

C. Pengadaan Obat

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan

perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,

jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar

mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan

dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi

kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

D. Penyimpanan Obat

Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan

sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas

dan keamanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan persyaratan

kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan

stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan

jenis sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

E. Pendistribusian Obat

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan

atau menyerahkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari tempat

penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap menjamin

mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. IFRS harus menentukan sistem

Page 55: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

43

distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian

sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan.

7. Panitia Farmasi dan Terapi

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197

Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, yang dimaksud

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan antara

para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang

mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari

Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

A. Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi

a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat

serta evaluasinya.

b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru

yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.

B. Organisasi dan Kegiatan

a. Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan

bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit

setempat.

b. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)

Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa

lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.

c. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dokter yang ada di dalam kepanitiaan

dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka

Page 56: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

44

ketuanya adalah ahli farmakologi. Sekertarisnya adalah apoteker dari instalasi

farmasi atau apoteker yang ditunjuk.

d. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2

(dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali.

Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakaar-pakar dari dalam

maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan

Panitia Farmasi dan Terapi.

e. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat Panitia Farmasi dan Terapi

diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.

f. Membina hubungan kerja dengan panitia di rumah sakit yang sasarannya

berhubungan dengan penggunaan obat.

C. Fungsi dan Ruang Lingkup

a. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat

untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara

subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus

meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.

b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak

produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.

c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk

dalam kategori khusus.

d. Membantu instalasi farmasi 'dalam mengembangkan tinjauan terhadap

kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di

rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.

Page 57: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

45

e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji

medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini

dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara

rasional.

f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis

dan perawat.

D. Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi

a. Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya

pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.

b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah

sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.

c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat

terhadap pihak-pihak yang terkait.

d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan

umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.

8. Seleksi Obat

Seleksi merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan

yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,

menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi

sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat

merupakan peran aktif apoteker dalam panitia farmasi dan terapi untuk menetapkan

kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian (Satibi, 2014).

Page 58: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

46

Tujuan seleksi obat yaitu adanya suplai yang menjadi lebih baik, pemakaian

obat lebih rasional, dilihat dari biaya pengobatan lebih terjangkau atau rendah.

Dalam hal ini ada dampak dari seleksi obat yaitu tingginya kualitas perawatan

(Quality of care) dan biaya pengobatan lebih efektif (Satibi, 2014).

Kriteria seleksi obat pada pengelolaan di rumah sakit (Satibi, 2014) :

A. Dibutuhkan oleh sebagian besar populasi.

B. Berdasar pola prevalensi penyakit (10 penyakit terbesar).

C. Aman dan manjur yg didukung dg bukti ilmiah.

D. Mempunyai manfaat yg maksimal dg risiko yg minimal termasuk mempunyai

rasio manfaat-biaya yg baik.

E. Mutu terjamin.

F. Sedapat mungkin sediaan tunggal.

Dalam hal seleksi obat, pemerintah juga melakukan seleksi obat untuk obat

esensial nasional yang dimuat dalam Daftar Obat Esensial Negara (DOEN). Obat

esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,

mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan

tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya (Kepmenkes,

2013). Kriteria pemilihan obat esensial berdasarkan Keputusa Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 312 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :

A. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan

penderita.

B. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.

C. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.

Page 59: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

47

D. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga,

sarana, dan fasilitas kesehatan.

E. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.

F. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan

biaya langsung dan tidak langsung.

G. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa,

pilihan dijatuhkan pada :

a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.

b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan.

c. Obat yang stabilitasnya lebih baik.

d. Mudah diperoleh.

e. Obat yang telah dikenal.

H. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :

a. Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap.

b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi

daripada masing-masing komponen.

c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang

tepat untuk sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi tersebut.

d. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio).

e. Untuk antibiotik kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi

terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya.

Page 60: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

48

9. Formularium Rumah Sakit

Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh

Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada

setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi Formularium terdiri dari halaman

judul, daftar nama anggota, panitia Farmasi dan Terapi, daftar isi, informasi

mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk

digunakan, lampiran. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya

tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan

oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan

menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada dipasaran, dengan lebih

mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Adapun pedoman penggunan

formularium adalah sebagai berikut (Rusli, 2016) :

A. Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada

dokter, apoteker perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam

menerapkan sistem formularium.

B. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan

Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,

organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung Sistem

Formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.

C. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan

tiap-tiap institusi.

Page 61: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

49

D. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh

Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem Formularium yang

dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan terapi.

E. Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik

Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi

Farmasi.

F. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik.

2.6.3 Rumah Sakit Al Islam Bandung

1. Lokasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung

Rumah Sakit Al Islam (RSAI) Bandung berlokasi di Jalan Soekarno Hatta

No. 644 Kelurahan Manjahlega Kecamatan Rancasari Kota Bandung dengan luas

167,85 km2.

2. Sejarah Singkat RSAI Bandung

RSAI merupakan salah satu amal usaha yang didirikan oleh sekumpulan

wanita yang membentuk suatu badan hukum Yayasan RS Islam BKSWI Jabar.

Dalam proses perkembangannya, usaha ini dibantu oleh berbagai pihak sehingga

RSAI Bandung dapat menjadi sebesar sekarang ini.

RSAI mulai dioperasionalkan pada tanggal 1 Agustus 1990. Saat awal

diresmikan, luas bangunan hanya sekitar 1.200 m2 dan hanya memiliki 28 tempat

tidur. Dari tahun ke tahun, kepercayaan yang diberikan masyarakat baik masyarakat

penyumbang maupun pasien kepada RSAI terus meningkat. Hal ini dapat dilihat

dari sumbangan yang terus mengalir dari masyarakat.

Page 62: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

50

Pada tahun 1994 dibangun Gedung Firdaus sehingga menambah kapasitas

tempat tidur RSAI menjadi 90 tempat tidur. Kemudian menyusul dibangunnya

Gedung Raudlah untuk perawatan VIP.

Dengan adanya bantuan pinjaman dana dari Islamic Development Bank

(IDB) dan juga hakekatnya karena adanya pertolongan dari Allah SWT, pada

tanggal 1 November 1997 RSAI meresmikan gedung baru berupa gedung

perawatan yang berjumlah 6 lantai dengan nama Gedung Ibnu Sina. Dengan adanya

Gedung Ibnu Sina, kapasitas tempat tidur bertambah menjadi 175 tempat tidur.

Pengoperasiannya secara bertahap disesuaikan dengan kunjungan pasien dan

kemampuan RSAI Bandung.

Pada Juli 2002 sampai 23 Maret 2003, dilakukan renovasi gedung rawat

jalan terdiri dari 3 lantai dengan dana sumbangan dari berbagai pihak. Pada

tahun 2003, RSAI telah memiliki unit pelayanan Medical Check Up yang

dioperasionalkan di gedung rawat jalan dan pada tahun 2004 dilakukan renovasi

gedung Unit Gawat Darurat yang diharapkan memberikan pelayanan yang cepat,

tepat dan aman serta memberikan kenyamanan bagi para pelanggan. Pada tahun

2007 dilakukan pembangunan rawat inap perinatologi dan pembangunan ruang

rawat intensif (HCU). Pada awal tahun 2008, dilakukan pembangunan perkantoran,

ruang dokter dan ruang kantor perawatan.

Pada pertengahan tahun 2008 dilakukan renovasi dan refungsi Gedung

Rawat Inap Firdaus Lantai 3. Pada pertengahan tahun 2008-2009 dibangun Gedung

Pelayanan Rawat Jalan dan P3D UNISBA, Gedung Pelayanan Rehabilitasi Medis

Page 63: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

51

dan Poliklinik Anak Tumbuh Kembang. Pada tahun 2013 Rumah Sakit Al-Islam

Bandung telah memiliki 251 tempat tidur.

Pada Maret tahun 2017, Rumah Sakit Al Islam meresmikan Gedung VVIP

yang diberi nama Gedung Nuurush Shalihaat yang ditujukan untuk rawat inap dan

rawat jalan pasien umum kelas VVIP (poliklinik eksekutif), poliklinik kemoterapi,

dan pelayanan One Day Care (ODC). Dengan didirikannya Gedung Nuurush

Shalihaat, kapasitas tempat tidur RSAI bertambah menjadi 273 tempat tidur.

3. Visi, Misi, dan Falsafah RSAI

A. Visi RSAI

Visi RSAI adalah menjadi Rumah Sakit yang Unggul, Terpercaya, dan Islami

dalam pealayanan dan pendidikan.

B. Misi RSAI

Misi RSAI adalah :

a. Melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai Islam ke dalam seluruh aspek

pelayanan maupun pengelolaan rumah sakit.

b. Mendukung dan membantu program pemerintah dalam bidang kesehatan dan

pendidikan.

c. Melakukan kerjasama lintas sektoral dan ikut berperan aktif dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

d. Melaksanakan pelayanan kesehatan dengan memberi kepuasan kepada

konsumen sehingga melebihi apa yang diharapkannya.

Page 64: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

52

e. Melaksanakan pendidikan secara komprehensif baik dari sisi intelektual, mental,

spritual dan keterampilan untuk mewujudkan peserta didik yang memiliki

karakter akhlaqul karimah dan professional.

f. Mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan sumber daya

manusia yang dimiliki.

C. Falsafah RSAI

Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bekerja profesional dengan

menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir serta menjunjung tinggi

etika profesi, bekerja sama dengan prinsip “watawaa shoubi al-haq watawaa

shaoubil al-shabr” sebagai pengamalan Al-Quran dan Al-Hadist.

4. Budaya Organisasi dan Moto RSAI

A. Budaya Organisasi

RSAI Bandung adalah sarana kami untuk beramal dengan ikhlas.

Kesungguhan, kejujuran, keramahan, loyalitas, disiplin, dan inovatif adalah

karakter kami. Meningkatkan profesionalisme adalah bagian hidup kami.

Efektifitas dan efisiensi selalu kami upayakan tanpa meninggalkan asas

kemanusiaan. Kepuasan konsumen adalah prioritas kami. Berprasangka baik dan

memuliakan orang lain adalah jiwa kami. Kesabaran, keterbukaan, ketauladanan,

dan keadilan adalah watak kepemimpinan kami.

B. Motto

Moto Internal adalah Bekerja terbaik 100%, hidup manfaat, hidup selamat.

Moto Eksternal adalah sahabat anda menuju sehat bermanfaat.

Page 65: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

53

5. Aktivitas Pelayanan RSAI Bandung

Aktivitas pelayanan kesehatan di RSAI Bandung meliputi :

A. Unit Rawat Jalan

Unit Rawat Jalan terdiri dari klinik umum, klinik gigi dan mulut, klinik paru,

klinik psikiatri, klinik kulit & kelamin, klinik THT, klinik mata, klinik anak, klinik

khitan, klinik jantung, klinik penyakit dalam, klinik saraf, klinik stroke, klinik gizi,

klinik bedah, klinik tumbuh kembang, klinik rehabilitasi medik, klinik obstetri dan

ginekologi.

B. Instalasi Gawat Darurat

Instalasi Gawat Darurat RSAI Bandung siaga 24 jam melayani berbagai

masalah kegawat daruratan dengan didukung oleh tenaga medis dokter, perawat,

dan bidan yang andal, profesional, kompeten, dan tersertifikasi serta ditunjang oleh

peralatan dan fasilitas yang lengkap.

C. Unit Rawat Inap

Terdiri dari perawatan intensif (ICU, HCU, HCCU, NICU & PICU), ruang

persalinan, ruang perawatan obstetri dan ginekologi, dan ruang perawatan umum.

Ruang perawatan umum terdiri dari Ruang Perawatan Paviliun Raudlah, Ruang

Perawatan Darussalam Anak, Ruang Perawatan Darussalam 3 Dewasa, Ruang

Perawatan Darussalam 4, Ruang Perawatan Darussalam 5, Ruang Perawatan

Nuurush Shalihaat.

D. Pelayanan Penunjang

Pelayanan penunjang yang tersedia di RSAI antara lain pelayanan

laboratorium, radiologi, rehabilitasi medis, kamar operasi, farmasi, ambulan gawat

Page 66: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

54

darurat, ambulan transportasi, kendaraan jenazah, bank darah, hemodialisa, dan

pelayanan home care.

6. Fasilitas Pendukung RSAI Bandung

Alat canggih, meliputi : CT Scan Multi Detector, Mammografi,Panoramic,

Endoskopi, USG Doppler Echocardiography, EKG, Treadmill, Laparaskopi,

Laserscope, Audiometri, C-Arm, Micro Surgery, Kimia Klinik, Sysmex

Hematology Analyzer, Microbiology Test.

Fasilitas penunjang, meliputi Computerized System, pelayanan administrasi,

operator telepon 24 jam, sistem pengelolaan air limbah, CSSD, Laundry, pelayanan

gizi, santunan kerohanian, kamar jenazah, masjid, penyediaan air dari sumur artesis,

tenaga listrik & genset, sarana parkir yang luas, kantin dan minimarket.

7. Struktur Organisasi dan Personalia

A. Susunan Direksi Rumah Sakit Al-Islam Bandung periode 2018-2020

Direktur : dr. H. Muhammad Iqbal, Sp.PD

Wakil Direktur Medik & Keperawatan : dr. Hj Rita Herawati, Sp.PK M.Kes

Wakil Direktur Umum & Keuangan : Afiandry S.E A.K

Page 67: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

55

B. Personalia Rumah Sakit Al-Islam Bandung

Tabel 2. 5

Personalia Rumah Sakit Al Islam Bandung

Tenaga Medis Jumlah

Dokter Umum 14 Orang

Dokter Spesialis 20 Orang

Dokter Gigi 4 Orang

Perawat 360 Orang

Perawat Gigi 6 Orang

Bidan 26 Orang

Perekam Medis 4 Orang

Radiografer 7 Orang

Terapi Wicara 2 Orang

Ahli Gizi 7 Orang

Analis Kesehatan 19 Orang

Apoteker 9 Orang

Asisten Apoteker 46 Orang

Penunjang 67 Orang

Administrasi Kesehatan 5 Orang

Administrasi 168 Orang

Sanitarian 2 Orang

Teknik Elektromedik 1 Orang

2.6.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung

1. Falsafah

Beriman kepada Allah SWT dengan berpegangan kepada Al-Qur’an dan

Al- Hadits sebagai landasan utama, bekerja profesional dalam suatu team work

untuk memberikan pelayanan farmasi rumah sakit yang berorientasi kepada

pelayanan pasien, penyediaan obat bermutu, pelayanan asuhan kefarmasian yang

terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Page 68: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

56

2. Visi

Visi Instalasi Farmasi RSAI adalah Unggul, Terpercaya dan Islami dalam

pelayanan dan pengelolaan farmasi.

3. Misi

Misi Instalasi Farmasi RSAI adalah :

A. Melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai islam ke dalam seluruh aspek

pengelolaan dan pelayanan farmasi rumah sakit.

B. Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem pelayanan kesehatan

rumah sakit dalam mendukung dan membantu program pemerintah di bidang

pelayanan farmasi.

C. Melaksanakan kerjasama lintas sektoral dan ikut berperan aktif dalam

melaksanakan program pelayanan farmasi.

D. Melaksanakan pengelolaan dan pelayanan farmasi dengan memberikan

kepuasan kepada konsumen sehingga melebihi apa yang diharapkannya.

E. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sumber daya manusia

yang dimilikinya.

4. Tujuan

Tujuan Instalasi Farmasi RSAI adalah :

A. Terselenggaranya pelayanan farmasi yang optimal dengan standar kualitas

tinggi baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan darurat sesuai dengan

keadaan pasien dan fasilitas yang tersedia.

B. Terselenggaranya pelayanan farmasi yang profesional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan kode etik profesi.

Page 69: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

57

C. Terselenggaranya Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai obat.

D. Terselenggaranya pengawasan obat dan peningkatan kualitas pengelolaan dan

pelayanan kefarmasian.

E. Terselenggaranya penelitian di bidang kefarmasian.

5. Fungsi

Fungsi Instalasi Farmasi RSAI adalah :

A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi.

B. Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit.

C. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi yang efektif.

D. Mengadakan perbekalan farmasi berdasarkan pada kebijakan dan prosedur

perencanaan yang telah ditetapkan oleh Direktur.

E. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang

berlaku.

F. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian.

Instalasi Farmasi berkoordinasi dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

untuk menetapkan dan mengevaluasi penggunaan formularium terdiri dari standar

terapi, nama generik, satuan, dosis, dan informasi obat.

6. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSAI Bandung

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al Islam Bandung berada dibawah Bidang

Pelayanan Farmasi & Gizi dan dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala

IFRS. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al Islam Bandung dibagi menjadi enam

bagian, yaitu Farmasi Rawat Inap I dengan 1 orang apoteker penanggung jawab

Page 70: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

58

dan terdapat 5 orang apoteker klinis, Farmasi Rawat Inap II dengan 1 orang

apoteker penanggung jawab yang sekaligus merangkap menjadi apoteker klinis,

Farmasi Rawat Jalan I dengan 1 orang apoteker penanggung jawab serta 2 orang

apoteker klinis, Farmasi Rawat Jalan II dan Farmasi IGD dengan 1 orang apoteker

penanggung jawab serta 2 orang apoteker klinis, dan Asuhan kefarmasian dengan

1 orang apoteker penanggung jawab, dan Pengelolaan Perbekalan Farmasi (P2F)

dengan 1 orang apoteker penanggung jawab. Secara struktur organisasi, semua

apoteker klinis berada dibawah asuhan kefarmasian.

7. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan

Pelayanan farmasi rawat jalan bertugas untuk melayani kebutuhan pasien

polikinik rawat jalan maupun pasien umum dari luar rumah sakit. Sistem

pelayanan yang dilakukan di pelayanan farmasi rawat jalan menggunakan sistem

individual prescription yaitu sistem distribusi perbekalan farmasi secara langsung

kepada pasiennya itu sendiri, baik pasien dari poliklinik rawat jalan yang berada

di RSAI maupun pasien umum dari luar rumah sakit yang akan menebus resepnya.

8. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pelaksana pengelolaan perbekalan farmasi merupakan bagian dari Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Al-Islam yang mempunyai serangkaian aktivitas untuk

mendapatkan ketersediaan perbekalan farmasi yang optimal untuk memenuhi

permintaan pelanggan (dokter, pasien & perawat).

Dalam melaksanakan tugasnya Pelaksana pengelolaan perbekalan farmasi

melakukan serangkaian kegiatan yaitu perencanaan perbekalan farmasi, pengadaan

Page 71: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

59

perbekalan farmasi, penerimaan perbekalan farmasi, penyimpanan perbekalan

farmasi, distribusi perbekalan farmasi, pengendalian perbekalan farmasi.

9. Administrasi Keuangan Instalasi Farmasi

Administrasi keuangan yang dilaksanakan pada Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Al-Islam Bandung adalah sebagai berikut :

A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi (P2F)

Pada proses pembelian dan pengadaan perbekalan farmasi di P2F sistem

pembayaran dapat dilakukan secara tunai dan kredit. Dalam hal keuangan pada

proses pengadaan perbekalan farmasi di IFRSAI, P2F hanya melakukan proses

transaksi beserta dokumennya. Sedangkan untuk hal pembayaran sepenuhnya

dilaksanakan oleh bagian keuangan Rumah Sakit Al Islam Bandung.

B. Farmasi Rawat Jalan

Sistem pembayaran untuk penjualan perbekalan farmasi kepada pasien di

farmasi rawat jalan dilakukan pembayaran secara tunai dan kredit. Pembayaran

secara tunai dilakukan oleh pasien umum ke bagian kassa yang bekerjasama

dengan Bank Syari’ah Mandiri, sedangkan pembayaran secara kredit dilakukan

untuk pasien kontraktor dan pasien BPJS, namun pasien kontraktor dan BPJS pun

dapat melakukan pembayaran secara tunai apabila ada selisih harga perbekalan

farmasi. Selanjutnya pendapatan keuangan yang berasal dari penjualan perbekalan

farmasi rawat jalan dikelola oleh bagian keuangan Rumah Sakit Al-Islam

Bandung.

C. Farmasi Rawat Inap

Page 72: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

60

Sistem pembayaran untuk penjualan farmasi kepada pasien di farmasi rawat

inap terlebih dahulu dilakukan secara kredit untuk semua pasien. Selanjutnya untuk

pasien umum, petugas farmasi memberikan Bukti Distribusi Perbekalan Farmasi

penjualan kepada petugas billing untuk harga barang perbekalan farmasi yang telah

dipakai. Perhitungan atau rincian keuangan dilakukan oleh petugas billing di setiap

ruang perawatan, pasien mendapatkan rincian harga dari billing kemudian

membayarnya ke bagian kassa. Untuk pasien kontraktor dan BPJS, pembayaran

tetap dilaksanakan secara kredit.Bukti Distribusi Perbekalan Farmasi diberikan

kepada billing, namun apabila ada selisih harga perbekalan farmasi, pembayaran

dilakukan secara tunai seperti proses pada pasien umum. Selanjutnya pendapatan

keuangan yang berasal dari farmasi rawat inap dikelola juga oleh bagian keuangan

Rumah Sakit Al Islam Bandung.

10. Panitia Farmasi dan Terapi

Panitia farmasi dan terapi di RSAI dibentuk pada tahun 1997 berdasarkan

Surat Keputusan Komite Eksekutif Staf Medik No. 895/RSAI/SK/KM/IV/2002

tentang pembentukan kembali Panitia Farmasi dan Terapi. Diketuai oleh dokter

spesialis, kemudian sektertarisnya oleh apoteker dan beranggotakan dokter umum,

dokter gigi, dokter spesialis, apoteker dan perawat. Pertemuan diadakan setiap 3

bulan sekali untuk membahas :

A. Merevisi dan mengevaluasi formularium yang ada.

B. Membahas kebijakan mengenai obat antibiotik dan obat mahal.

C. Membahas monitoring efek samping obat.

Page 73: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

61

11. Sistem Formularium RSAI

Formularium RSAI adalah suatu daftar sediaan obat yang telah diproses

melalui evaluasi dan seleksi oleh staf medik RSAI, melalui PFT yang dianggap paling

bermanfaat dengan prinsip kendali mutu dan biaya dalam perawatan pasien, sehingga

harus disediakan secara rutin oleh instalasi farmasi. Formularium disusun

berdasarkan evaluasi sistem standarisasi dan penggunaan obat pada periode

sebelumnya. Kriteria pemilihan obat terdiri dari usulan SMF, sertifikat halal, dan

harga produk serta komitmen perusahaan farmasi dalam meningkatkan mutu dan

pelayanannya. Dalam pelaksanaannya, pelayanan obat di RSAI juga menggunakan

obat-obatan berdasarkan Formularium Nasional (Fornas), daftar obat dari Fornas

tersebut digunakan untuk pasien BPJS sedangkan untuk pasien rawat inap, selain

menggunakan Fornas, juga menggunakan Daftar Obat Non Formularium (DONF),

DONF merupakan daftar obat untuk pasien BPJS rawat inap selain obat Fornas yang

ditanggung oleh RSAI.

Page 74: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

62

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Penetapan Kriteria Alternatif

Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Seftazidim Injeksi

1g dengan dosis 1-2 g tiap 8-12 jam dan Seftriakson Injeksi 1 g dengan dosis 2-4 g

per hari. Dokumentasi produk yang diteliti dapat dilihat pada Lampiran I.

3.2 Penetapan Kriteria Populasi

1. Kriteria Inklusi

A. Pasien dengan diagnosa infeksi saluran kemih.

B. Pasien yang menggunakan jaminan BPJS kelas 3.

C. Pasien dengan umur dewasa sesuai kategori World Health Organization.

D. Pasien yang mendapatkan antibiotik seftazidim dan atau seftriakson.

2. Kriteria Ekslusi

A. Pasien pulang paksa atau tidak menyelesaikan perawatan.

B. Pasien yang meninggal sebelum pengobatan selesai.

C. Pasien yang data rekam medis, data keuangan, data obat-obatannya tidak

lengkap serta data lainnya tidak ditemukan.

3.3 Penetapan Outcome

Outcome yang digunakan untuk melihat efektivitas antibiotik pada

penelitian ini adalah lama perawatan atau Length of Stay (LOS) berdasarkan hasil

Page 75: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

63

keputusan dokter dengan melihat hilangnya gejala serta nilai leukosit urin dan

bakteri urin yang menunjukan nilai negatif.

3.4 Penetapan Perspektif

Perspektif yang digunakan pada penelitian ini adalah perspektif lembaga

atau BPJS.

3.5 Penetapan Komponen Biaya

Komponen biaya yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah biaya

medis langsung yang ditinjau dari perspektif lembaga atau BPJS, yaitu biaya

antibiotik, biaya rawat inap, biaya administrasi, biaya visite dokter, biaya

laboratorium dan biaya jasa tindakan.

3.6 Analisis Statistik dan Farmakoekonomi

Peneltian ini berjenis cross sectional dan deskritip non-eksperimental.

Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari data rekam medis pasien di

Rumah Sakit Al Islam Bandung. Data yang dihasilkan akan diolah dengan analisis

statistik. Analisis farmakoekonomi dalam penelitian ini menggunakan Analisis

Efektifitas Biaya untuk membandingkan dua alternatif yang digunakan. Dalam

analisis ini akan menggunakan tabel efektivitas biaya sebagai alat bantu.

Dengan menggunakan tabel efektivitas biaya, suatu intervensi kesehatan

secara relatif terhadap intervensi kesehatan yang lain dapat dikelompokkan ke

dalam satu dari empat posisi (Kemenkes, 2013).

Page 76: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

64

𝐑𝐮𝐦𝐮𝐬 𝐑𝐄𝐁 = 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐨𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧(𝐑𝐩)

𝐋𝐚𝐦𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐨𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧 (𝐇𝐚𝐫𝐢)

𝐑𝐮𝐦𝐮𝐬 𝐑𝐈𝐄𝐁 = 𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐨𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐁 − 𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐨𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀 (𝐑𝐩)

𝐋𝐚𝐦𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐨𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐁 − 𝐋𝐚𝐦𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐨𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀 (𝐇𝐚𝐫𝐢)

Hasil dari Cost Effective Analysis (CEA) pada umunya digambarkan sebagai

Rasio Efektivitas Biaya (REB), pembilang dari rasio menunjukan total biaya, dan

penyebut dari rasio menggambarkan variabel outcome. Sedangkan Rasio

Inkremental Efektivitas Biaya (RIEB) didefinisikan sebagai rasio perbedaan antara

biaya dari 2 alternatif dengan perbedaan efektivitas antara alternatif. (Tri Murti,

2013). Alur penelitian dapat dilihat pada Lampiran II.

Page 77: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

65

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Distribusi Populasi dan Sampel

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan hasil yang

diperoleh dari data rekam medik pasien ISK di Rumah Sakit Al Islam Bandung

periode Januari sampai dengan Desember 2017 diperoleh 100 pasien yang

memenuhi kriteria inklusi dari total 298 pasien yang diteliti data rekam medis nya.

Surat izin penelitian dan dokumentasi tempat penelitian dapat dilihat pada

Lampiran III dan Lampiran IV.

Tabel 4. 1

Distribusi Populasi Berdasarkan Jenis Kelamin

Diagram 4. 1

Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

41%

59%

Laki-Laki

Perempuan

Jenis Kelamin Jumlah Pasien (n) Presentase (%)

Laki-Laki (L) 41 41 %

Perempuan (P) 59 59 %

Total 100 100 %

Page 78: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

66

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, pasien berjenis kelamin laki-laki

berjumlah 41 orang sedangkan pasien berjenis kelamin perempuan 59 orang.

Berdasarkan hasil penelitian lain, distribusinya adalah 60% perempuan dan 40%

nya laki-laki. Berdasarkan hasil ini, kemungkinan pasien perempuan lebih rentan

menderita infeksi saluran kemih dibanding dengan pasien laki-laki, penyebabnya

adalah karena uretra perempuan lebih pendek sehingga mikroorganisme dari luar

lebih mudah mencapai kandung kemih yang letaknya dekat dengan daerah perianal

(Mantu dkk, 2015).

Pada kasus lain, kemungkinan pasien berjenis kelamin laki-laki juga dapat

rentan terserang infeksi saluran kemih. Seperti pada kasus infeksi saluran kemih

komplikata, dimana terjadi abnormalitas struktural atau fungsional saluran

genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu mekanisme pertahanan

diri individu (IAUI, 2015). Pada kondisi gangguan urologi, seperti misalnya Benign

Prostatic Hyperplasia (BPH), pasien laki-laki lanjut usia sangat mungkin menderita

infeksi saluran kemih, atau kondisi lain seperti batu ginjal, diabetes melitus dan

gagal ginjal sering kali menjadi penyebab ISK, dimana tidak hanya pasien berjenis

kelamin wanita saja yang rentan, namun juga pasien berjenis kelamin laki-laki.

Page 79: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

67

Tabel 4. 2

Distribusi Pasien Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Pasien (n) Presentase (%)

25-30 tahun 9 9 %

31-35 tahun 10 10 %

36-40 tahun 23 23 %

41-45 tahun 37 37 %

46-50 tahun 21 21 %

Total 100 100 %

Diagram 4. 2

Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jika dilihat berdasarkan umur, rentang umur yang memiliki presentasi tinggi

adalah umur 36 sampai 50 tahun, pasien yang mengalami ISK cenderung meningkat

seiring dengan pertambahan usia. Berdasarkan hasil penelitian lain, kelompok umur

dengan presentasi penderita paling banyak adalah rentang umur 25 tahun sampai 55

tahun. Untuk wanita, banyak terjadi kasus ISK pada masa post menopouse atau usia

40-50 tahun keatas, hal ini kemungkinan disebabkan karena produksi hormon

estrogen menurun dan mengakibatkan pH pada cairan vagina naik sehingga

menyebabkan meningkatnya perkembangan mikroorganisme pada vagina (Mantu

9%

10%

23%

37%

21% 25-30 tahun

31-35 tahun

36-40 tahun

41-45 tahun

46-50 tahun

Page 80: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

68

dkk, 2015).

Pada pasien laki-laki, kemungkinan semakin bertambahnya usia akan

semakin rentan terserang ISK. Terutama pada kasus ISK Komplikata batu ginjal,

dimana prevalensi batu ginjal ini adalah 7% pada perempuan dan 13 persen pada

laki-laki. Empat dari 5 pasien adalah laki-laki dan masa puncaknya adalah dekade

ketiga sampai keempat. (Fauzi dkk, 2016). Selain itu, Benign Prostatic Hyperplasia

(BPH) pada pasien laki-laki turut menjadi pencetus terjadinya ISK, dimana

prevalensi BPH pria berusia 40-49 tahun sebesar 15% dan pada usia diatas 60 tahun

sebesar 43% (IAUI, 2015).

Tabel 4. 3

Profil Penggunaan Antibiotik Pasien ISK

Jenis Antibiotik Jumlah Pasien (n) Presentase (%)

Sefrtriakson 66 66 %

Seftazidim 34 34 %

Total 100 100 %

Di Rumah Sakit Al Islam Bandung, penggunaan antibiotik pada pasien ISK

adalah sefalosporin generasi ketiga, yaitu seftriakson dan seftazidime. Berdasarkan

Handbook of Pharmacotherapy 9th, sediaan parenteral golongan sefalosporin yang

dapat digunakan untuk ISK adalah sefriakson dan seftazidim. Sedangkan,

berdasarkan pedoman penatalaksaan klinis ISK di RSAI Bandung, antibiotik yang

dianjurkan adalah sefalosporin dengan spektrum luas. Sefalosporin generasi ketiga

seperti sefotaksim, seftazidime, sefdinir, sefiksim dan seftriakson stabil terhadap

beberapa betalakmase dan mempunyai spektrum luas (Jumaa dkk, 2015). Dari hasil

Page 81: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

69

penelitian ini seftriakson lebih dominan dibanding seftazidim, sebanyak 66 pasien

menggunakan sefrtiakson dan 34 pasien menggunakan seftazidim.

4.2 Hasil Penentuan Outcome

4.2.1 Penentuan Outcome Setiap Alternatif

Outcome adalah hasil atau konsekuensi yang diperoleh setelah pasien

mendapat terapi atau perawatan. Outcome yang digunakan untuk melihat

efektivitas antibiotik pada penelitian ini adalah lama perawatan atau Length of Stay

Tabel 4. 4

Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan

Lama Hari Rawat Inap Jumlah Pasien Presentase (%)

2-4 Hari 77 77 %

5-6 Hari 16 16 %

7-9 Hari 7 7 %

Jumlah 100 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, distribusi pasien paling banyak adalah pada

rentang 2 sampai 4 hari perawatan yaitu sebanyak 77 pasien, kemudian diikuti 5-6

hari perawatan sebanyak 16 pasien dan 7 pasien berada pada rentang 7 sampai 9

hari perawatan. Berdasarkan panduan penalatalaksanaan, lama perawatan untuk

ISK adalah 3 sampai 7 hari perawatan medis. Berdasarkan hasil peneltian lain, lama

perawatan minimal adalah 4 hari.

Page 82: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

70

Tabel 4. 5

Rata-Rata Lama Perawatan Berdasarkan Antibiotik

Jenis

Antibiotik

Rata-Rata Lama Hari

Rawat Inap

Jumlah

Pasien

Seftazidim 3,3 Hari 34

Seftriakson 3,6 Hari 66

Diagram 4. 3

Rata-Rata Lama Perawatan Berdasarkan Antibiotik

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, Seftazidim memiliki rata-rata lama

perawatan yang lebih singkat dibandingkan seftriakson walaupun tidak ada

perbedaan yang cukup jauh yaitu seftazidim 3,3 hari dan seftriakson 3,6 hari. Lama

perawatan ini ditentukan oleh dokter dengan melihat hilangnya gejala dari ISK.

Seftazidim dan seftriakson termasuk ke dalam sefalosporin generasi ketiga, dengan

mekanisme kerja menghambat enzim transpeptidase, enzim yang berperan dalam

tahap akhir sintesis lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri (Hardianto dkk, 2016)

3,1

3,2

3,3

3,4

3,5

3,6

3,7

Lama Perawatan

Seftazidim

Seftriakson

Page 83: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

71

Gambar 4. 1

Struktur Kimia Seftazidim

Gambar 4. 2

Struktur Kimia Seftriakson

Perbedaan seftazidim dan seftriakson adalah pada struktur kimianya.

Termasuk dalam golongan sepalosporin dengan inti dasar asam 7-amino-

sefalosporanat (7-ACA : 7 aminocepalosporinic acid) yang merupakan kompleks

cincin dihidrothiazin dan cincin betalaktam. Modifikasi R1 pada posisi 7 cincin

betalaktam dihubungkan dengan aktivitas antimikrobanya, sedangkan subtitusi R2

pada posisi 3 cincin dihidrotiazin mempengaruhi farmakokinetiknya (FKUI, 2016).

Seftriakson dan seftazidim termasuk ke dalam sefalosporin generasi ketiga.

Generasi ke tiga ini umumnya aktif terhadap Citobacter, S marcescens dan

Providencia. Mereka juga aktif terhadap penghasil betalaktamase, namun

Sumber : Drugbank.com

Sumber : Drugbank.com

Page 84: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

72

seftazidim dan sefoperazon memilki aktivitas lebih baik terhadap P aruginosae

(Katzung, 2015). Berdasarkan perbedaan ini, maka seftazidim seharusnya lebih

baik dibandingkan seftriakson karena dapat menghambat lebih banyak bakteri

dalam aktivitasnya.

4.2.2 Analisis Statistik Outcome

Salah satu ciri penelitian kuantitatif adalah menggunakan statistik.

Kegunaan statistik dalam peneltian bermacam-macam, yaitu sebagai alat untuk

penentuan sampel, pengujian validitas dan realibilitas instrumen, penyajian data

dan analisis data (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini akan dilakukan uji

statistik, namun sebelumnya akan dilakukan uji normalitas. Hasil dari uji normalitas

ini akan menentukan analisis data yang digunakan, jika data terdistribusi normal

maka dapat digunakan statistik parametrik, namun jika data tidak terdistribusi

normal, maka yang digunakan adalah statistik non parametrik.

Dalam peneltian ini, uji normalitas dilakukan terhadap data lama perawatan

dari pasien yang mendapat antibiotik seftazidim dan seftriakson, dengan hipotesis

sebagai berikut :

H0 : Data lama perawatan terdistribusi normal

H1 : Data lama perawatan tidak terdistribusi normal

Dalam pengambilan keputusan, jika nilai signifikansi P > 0,05 maka H0

diterima dan menunjukan data terdistribusi normal. Sedangkan jika P < 0,05 maka

H0 ditolak dan H1 diterima dan menunjukan data tidak terdistribusi normal,. Setelah

dilakukan uji normalitas, hasil yang didapat adalah sebagai berikut :

Page 85: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

73

Tabel 4. 6

Tes Normalitas Outcome

Tests of Normality

Antibiotik Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Hasil Peneltian Seftazidime ,223 8 ,200*

Seftriakson ,218 8 ,200*

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah 50-100 pasien, sehingga

uji normalitas yang digunakan adalah hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov. Dari

hasil pengujian pada tabel 4.6 diatas, nilai signifikansi untuk data lama perawatan

pasien yang menggunakan seftazidim dan seftriakson adalah 0,200 atau P > 0.05

maka H0 dapat diterima, ini berarti data tersebut terdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji normalitas, maka dapat dilakukan uji parametrik

terhadap data tersebut karena terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji

homogenitas data dan uji T sampel independen untuk menentukan ada atau tidaknya

perbedaan dari data lama perawatan pasien yang menggunakan seftazidim dan

seftriakson. Untuk uji homogenitas dapat digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Data lama perawatan memiliki varian yang sama

H1 : Data lama perawatan tidak memiliki varian yang sama

Dan untuk uji T sampel independent dapat digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Tidak ada perbedaan antara lama perawatan pasien yang

menggunakan seftazidim dan pasien yang menggunakan seftriakson.

H1 : Ada perbedaan antara lama perawatan pasien yang menggunakan

seftazidim dan pasien yang menggunakan seftriakson.

Page 86: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

74

Dalam pengambilan keputusan, jika nilai signifikansi dari uji homogenitas

adalah P > 0,05 maka dan H0 dapat diterima sehingga data lama perawatan memiliki

varian yang sama. Sedangkan jika P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima,

menunjukan data lama perawatan tidak memiliki varian yang sama maka. Untuk uji

T sampel independen, jika nilai signifikansi adalah P > 0,05 maka H0 dapat diterima

dan menunjukan tidak ada perbedaan antara lama perawatan pasien yang

menggunakan seftazidim dan pasien yang menggunakan seftriakson. Sedangkan

jika P < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 dapat diterima yang menunjukan adanya

perbedaan antara lama perawatan pasien yang menggunakan seftazidim dan pasien

yang menggunakan seftriakson.

Setelah dilakukan uji homogentitas dan uji T sampel independen, maka hasil

yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 7

Uji Homogenitas dan Perbedaan Outcome

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of

Means

F Sig. t df Sig. (2-

tailed)

Hasil

Peneltian

Equal variances

assumed ,046 ,834 -,654 14 ,524

Equal variances

not assumed -,654 13,987 ,524

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, hasil uji homogenitas menunjukan sigifikansi

0,834 yang menunjukan nilai signifikansi nya adalah P > 0,05, maka H0 dapat

Page 87: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

75

diterima sehingga menunjukan data memiliki varian yang sama. Untuk hasil uji T

sampel independen, didapatkan hasil signifikansi 0,524 yang artinya bahwa nilai

signifikansinya adalah P > 0.05, maka H0 dapat diterima dan H1 ditolak yang

menunjukan tidak ada perbedaan antara lama perawatan pasien yang menggunakan

seftazidim dan pasien yang menggunakan seftriakson.

4.3 Hasil Penentuan Biaya

4.3.1 Analisis Biaya Satuan

Seftazidim dan seftriakson adalah antibiotik yang umum digunakan di

Indonesia, karena spektrum keduanya yang luas, sehingga banyak digunakan di

instansi-instansi kesehatan di Indonesia. Dari segi harga, seftriakson memiliki harga

lebih rendah dibanding seftazidim.

Tabel 4. 8

Harga Satuan Antibiotik

Jenis

Antibiotik

Rute

Pemberian

Harga per

vial

Seftazidim Injeksi Rp. 30.691

Seftriakson Injeksi Rp. 13.080

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, seftazidim memiliki harga yang lebih tinggi

dibanding seftriakson. Jika mempertimbangkan harga, maka seftazidim bukanlah

pilihan terbaik untuk pasien infeksi saluran kemih karena harga nya yang relatif

tinggi, selisih harga dari seftazidim dan seftriakson adalah Rp. 17,611. Berdasarkan

prinsip ekonomi secara umum pilihan terbaik adalah seftriakson karena memiliki

harga yang relatif lebih rendah.

Page 88: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

76

Tabel 4. 9

Komponen Biaya Satuan

Komponen Biaya Biaya

Akomodasi Kamar Kelas 3 Rp200.000

Visite Dokter Spesialis Rp65.000

Jasa Tindakan Injeksi Rp14.500

Administrasi Kelas 3 Rp65.000

Pemeriksaan Urin Lengkap Rp75.000

Tabel 4.9 diatas adalah harga satuan komponen biaya, sesuai dengan

penetapan komponen biaya yang digunakan dalam penelitian ini. Biaya akomodasi

kamar kelas 3 adalah biaya kamar yang harus dibayar selama satu hari perawatan.

Biaya visite dokter spesialis adalah biaya yang dihitung perkunjungan dokter

spesialis kepada pasien, biaya jasa tindakan injeksi adalah biaya tindakan perawat

yang diberikan setiap satu kali injeksi, biaya administrasi dihitung satuan per

pasien, dan biaya laboratorium adalah biaya pemeriksaan urin lengkap.

4.3.2 Analisis Biaya Total

Biaya total adalah hasil penjumlahan dari beberapa komponen biaya yaitu

biaya antibiotik, biaya akomodasi perhari, biaya visite dokter spesialis dan biaya

lainnya seperti biaya administrasi, biaya jasa tindakan perawat dan biaya

pemeriksaan laboratorium.

Tabel 4. 10

Rata-Rata Biaya Antibiotik

Jenis Antibiotik Rata-Rata Biaya

Antibiotik

Seftazidim Rp. 229.280

Seftriakson Rp. 97.704

Dari tabel 4.10 dapat dilihat rata-rata biaya antibiotik dari masing-masing

Page 89: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

77

antibiotik. Untuk seftazidim, rata rata harga memiliki harga yang lebih tinggi yaitu

sebesar Rp. 229.280, sedangkan seftriakson memiliki rata-rata harga yang lebih

rendah dibanding seftazidim yaitu sebesar Rp. 97.704, selisih rata-rata biaya antara

seftazidim dan seftriakson adalah Rp. 131.576. Dengan hasil ini dapat dilihat

penggunaan antibiotik mana yang paling rendah biayanya untuk setiap outcome

yang didapat. Alternatif yang paling cost effective tidak selalu alternatif yang

biayanya paling murah untuk tujuan terapi yang spesifik. Dalam hal ini cost

effectiveness bukan biaya yang paling murah tetapi optimalisasi biaya (Tri Murti,

2013).

Tabel 4. 11

Total Biaya Pengobatan

Jenis

Antibiotik

Biaya

Antibiotik

Biaya

Akomodasi

Biaya

Visite

Biaya Jasa

Tindakan

Biaya

Admin Biaya Lab Total

Seftazidim Rp.229.280 Rp.676.471 Rp.219.853 Rp.108.324 Rp.65.000 Rp.75.000 Rp.1.373.927

Seftriakson Rp.97.704 Rp.730.303 Rp.237.348 Rp.108.311 Rp.65.000 Rp.75.000 Rp.1.313.666

Tabel 4.11 diatas adalah perbandingan dari biaya total seftazidim dan

seftriakson. Berdasarkan biaya rata-rata antibiotik, seftazidim memiliki harga yang

lebih tinggi dibandingkan seftriakson, hal ini dikarenakan biaya satuan seftazidim

yang lebih tinggi dibandingkan seftriakson. Komponen biaya lain yang ikut

mempengaruhi adalah biaya akomodasi yang dihitung dari harga akomodasi kamar

perawatan per hari, biaya visite dokter spesialis, biaya jasa tindakan untuk injeksi

per vial, biaya administrasi dan biaya pemeriksaan laboratorium urin lengkap. Dari

hasil perhitungan komponen biaya diatas, total komponen biaya untuk seftazidim

adalah Rp. 1.373.927 sedangkan untuk seftriakson adalah Rp.1.313.666. Total

biaya seftazidim sedikit lebih tinggi dibanding seftriakson dengan selisih biaya

Page 90: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

78

yang didapat adalah Rp.17.611. Perhitungan komponen biaya lengkap dapat dilihat

pada Lampiran V dan VI.

4.3.3 Analisis Statistik Biaya

Selain sampel, biaya juga harus dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada

nya perbedaan atau tidak dari setiap total biaya alternatif. Sebelum dilakukaan

pengujian perbedaan untuk menentukan adaanya perbedaan total biaya, harus

dilakukan dahulu uji normalitas data total biaya untuk menentukan statistik uji yang

akan digunakan. Uji normalitas dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Data total biaya terdistribusi normal

H1 : Data total biaya tidak terdistribusi normal

Dalam pengambilan keputusan, jika nilai signifikansi P > 0,05 maka H0

diterima dan data terdistribusi normal. Sedangkan jika P < 0,05 maka H0 ditolak dan

data tidak terdistribusi normal. Setelah dilakuakan uji normalitas, didapat hasil

sebagai berikut :

Tabel 4. 12

Uji Normalitas Komponen Biaya

Tests of Normality

Antibiotik

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Total Biaya Seftazidim ,333 6 ,037

Seftriakson ,333 6 ,037

a. Lilliefors Significance Correction

Hasil uji normalitas pada tabel 4.12 menunjukan nilai signifikan dari uji

Kolmogorov-Smirnov adalah 0,037 atau P < 0,05 maka H0 ditolak dan menunjukan

bahwa data total biaya tidak terdistribusi normal. Maka untuk melakukan uji beda

Page 91: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

79

dapat digunakan analisis non parametrik untuk data total biaya. Untuk uji beda yang

digunakan adalah Uji Mann Whitney dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Tidak ada perbedaan total biaya

H1 : Ada perbedaan total biaya

Dalam pengambilan keputusan, jika nilai Asymp Signifikan P > 0,05 maka

H0 diterima dan menunjukan tidak ada perbedaan total biaya. Sedangkan jika P <

0,05 maka H0 ditolak dan menunjukan ada perbedaan total biaya. Kemudian didapat

hasil sebagai berikut :

Tabel 4. 13

Uji Beda Komponen Biaya

Test Statisticsa

Total Biaya

Mann-Whitney U 13,000

Wilcoxon W 34,000

Z -,801

Asymp. Sig. (2-tailed) ,423

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,485b

a. Grouping Variable: Antibiotik

b. Not corrected for ties.

Dari hasil uji Mann Whitney U tabel 4.13 diatas nilai Asymp Signifikansi

sebesar 0,423 atau P > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak dan menunjukan tidak

ada perbedaan dari segi total biaya pengobatan menggunakan seftazidim dan

menggunakan seftriakson.

4.4 Rasio Efektivitas Biaya

Dari hasil perhitungan rasio efektivitas biaya, suatu alternatif dikatakan cost

effective jika memiliki nilai rasio efektivitas biaya yang lebih rendah.

Page 92: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

80

Tabel 4. 14

Rasio Efektivitas Biaya

Jenis Antibiotik Total Biaya Rata-Rata Lama

Hari Perawatan REB (Rp)/ Hari

Seftazidime Rp.1.373.927 3,3 Hari 416.341

Seftriakson Rp.1.313.666 3,6 Hari 364.907

Dari hasil perhitungan Rasio Efektivitas Biaya (REB), seftazidime memiliki

nilai REB lebih tinggi dibanding seftriakson. Nilai REB seftazidim adalah sebesar

Rp. 416.341 per hari perawatan, sedangkan seftriakson nilai REB nya adalah Rp.

364.907 per hari perawatan, maka seftriakson adalah antibiotik yang lebih cost

effective dibanding dengan seftazidim.

4.5 Tabel Efektivitas Biaya

Dalam analisis efektivitas biaya, untuk membantu pengambilan keputusan

mana alternatif terbaik adalah dengan menggunakan tabel efektivitas biaya.

Penempatan pada tabel ini didasarkan pada hasil uji statistik dari outcome dan total

biaya pengobatan menggunaakan seftazidim dan seftriakson. Hasil kesimpulan uji

statistik baik dari segi outcome dan komponen biaya pengobatan tidak terdapat

perbedaan dari kedua alternatif tersebut. Berikut ini adalah hasil penempatan

seftazidim dan seftriakson pada tabel efektivitas biaya.

Page 93: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

81

Tabel 4. 15

Efektivitas Biaya

Efektivitas Biaya Biaya lebih

rendah Biaya sama

Biaya lebih

tinggi

Efektivitas lebih

rendah

A

(Perlu dihitung

RIEB)

B C

(Didominasi)

Efektivitas sama D

E

Seftazidim

terhadap

Seftriakson

F

Efektivitas lebih

tinggi

G

(Dominasi) H

I

(Perlu dihitung

RIEB)

Dari tabel ini dapat disimpulkan, Seftazidim dan seftriakson masuk ke

dalam kolom yang sama yaitu kolom E yang artinya memiliki biaya sama dan

efektivitas sama. Penempatan tersebut didasarkan pada hasil uji statistik outcome

yang mengukur efektivitas antibiotik dan hasil uji statistik komponen biaya, hasil

tersebut tidak menunjukan perbedaan antara efektivitas dan total biaya pengobatan

dengan seftazidim atau seftriakson, maka dapat disimpulkan jika pengobatan

dengan seftazidim dan seftriakson tidak memiliki perbedaan sehingga penempatan

pada tabel efektivitas biaya adalah pada kolom E.

Page 94: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

82

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan jika antibiotik yang paling cost

effective untuk kasus infeksi saluran kemih adalah seftriakson jika dilihat dari

perhitungan rasio efektivitas biaya sefrtriakson memiliki REB sebesar Rp. 364.907

per hari perawatan dan seftazidim Rp. 416.341 per hari perawatan. Namun jika

perbandingan dilihat berdasarkan hasil uji statistik dari outcome dan total biaya,

seftazidim dan seftriakson tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

5.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya menggunakan sampel lebih banyak.

2. Penelitian selanjutnya dilakukan pengambilan data secara prospektif dengan

jenis penelitian case control.

3. Penelitian selanjutnya outcome menggunakan hasil laboratorium bakteri urin

dan leukosit urin, dengan harapan rumah sakit memiliki dokumentasi yang lebih

lengkap.

Page 95: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

83

DAFTAR PUSTAKA

Budiharto, Martuti., Kosen, Soewarta., Peranan Farmakoekonomi dalam Sistem

Pelayanan Kesehatan di Indonesia., Buletin Penelitian Sistem

Kesehatan., Volume 11., No. 4., Oktober 2008., Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan., Jakarta.

Dipiro, Joseph T., 2015., Pharmacotheraphy Handbook., Ninth Edition., McGraw-

Hill Education., New York., Halaman: 490-499

Fauzi, Ahmad., Manza, Marco., Nefrolitiasis., Majority., Volume 5., No. 2., April

2016., Fakultas Kedokteran Universitas Lampung., Bandar Lampung

FKUI., 2016., Farmakologi dan Terapi Edisi 6., Jakarta., Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Hardianto, Dudi., Wedana, Bima., Xaverius, Fransiskus., Biokonversi

Sefalosporin C Menjadi Asam 7-Aminosefalospororanat Dengan

Sepalosporin Asilase., Bioteknologi dan Biosains Indonesia., Volume 3.,

Nomor 2., Desember 2016., Pusat Teknologi Farmaasi., Banten

Harrison, Cristhoper J., Bratcher, Denise., Cephalosporin : A Review., Pediatric In

Review., Volume 8., No.8., Agustus 2008., University Of Misouri., Kansas

IAUI., 2015., Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitali

Pria., Jakarta., Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

IAUI., 2015., Guideline Penatalaksanaan Pembesaraan Prostat Jinak, Jakarta.,

Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

Iro.,2017., Prevalensi Infeksi Saluran Kemih Cukup Tinggi.,

http://fk.ugm.ac.id/prevalensi-infeksi-saluran-kemih-cukup-tinggi (Diakses

tanggal 2 April 2018).

Indijah, Sujati Woro., 2016., Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakologi.,

Jakarta., Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Jumaaa, Salma., Karaman, Rafik., Antibiotics., Commonly Drug Used., Maret

2015., Nova Science Publisher., Jerusalem.

Page 96: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

84

Katzung, Betram G., Trevor, J Anthony.,2015., Basic & Clinical

Pharmacology.,Thrteenth Edition., McGraw-Hill Education., New York.,

Hal : 778

Kemenkes., 2013., Pedoman Kajian Farmakoekonomi., Jakarta., Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes., 2017., Panduan Penilaian Teknologi Kesehatan., Jakarta.,

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Kepmenkes., 2013., Daftar Obat Esensial Nasional., Jakarta., Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia

Mantu, Fajrihatin N.K., Goenawi, Lily Ranti., Bodhi, Widhhi., Evaluasi

Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih., Jurnal

Ilmiah Farmasi., Volume 4., No. 4., November 2015., UNSRAT., Manado.

Mireles, Ana L. Flores., Walker, Jennifer N., Caparon, Michael., Urinary tract

infections: Epidemiology, mechanisms of infection and treatment

options., Nature Reviews Microbiology., Volume 13., No. 10., April 2015.,

Macmillan Publisher Limited., Washington.

Musdalipah., Indentifikasi Drug Related Problem (DRP) Pada Pasien Infeksi

Saluran Kemih Di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri., Jurnal

Kesehatan., Vol 11., No. 1., 2018., Politeknik Bina Husada., Kendari

Nurarif, Amin Huda., Kusuma, Hardhi., 2015., Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis., Jakarta., Mediaction.

Permenkes., 2010., Klasifikasi Rumah Sakit., Jakarta, Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia

Permenkes., 2011., Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik., Jakarta.,

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes., 2017., Pedoman Penilaian Teknologi Kesehatan (Health

Technology Assesment) Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.,

Jakarta., Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Page 97: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

85

Puca, Edmoon., Urinary Tract Infection In Adult., Clinical Microbiology

Volume3., No. 6., Desember 2014., Clinical microbilogy Open Access.,

Albania

Rusly, Drs., 2016., Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmasi Rumah Sakit

dan Klinik., Jakarta., Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Saraswati, Dwi., Martini., Saraswati, Dian Lintang., Gambaran Leukositoria

Tanda Infeksi Saluran Kemih Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-

2., Jurnal Kesehatan Masyarakat., Volume 6., No. 1.,Januari 2018.,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro., Semarang

Satibi, Dr M.Si.,Apt., 2014., Manajemen Obat di Rumah Sakit., Yogyakarta.,

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Sugiyono., 2007., Statistika Untuk Penelitian., Alfabeta., Bandung., Hal : 3

Yunita, Risa., Meylina, Lisna., Arsyik, Ibrahim., Rijai, Laode., 2013., Kajian

Efektivitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih

(ISK) di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra (SMC) Kota

Samarinda., Proceding of 5th Mulawarman Pharmaceutical Conferences:

205-222., Samarinda, 23-24 April 2013., Fakultas Farmasi Universitas

Mulawarman.

Page 98: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

86

LAMPIRAN I

PRODUK YANG DITELITI

Seftriakson Injeksi

Seftazidim Injeksi

Page 99: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

87

LAMPIRAN II

ALUR PENELITIAN

Penetapan kriteria pasien

Inklusi Ekslusi

Analisis Farmakoekonomi dan Statistik

1. REB

2. Analisis Statistik

3. Tabel/diagram efektivtas biaya

4. RIEB

Penetapan kriteria alternatif (obat)

Siprofloksasin

Sefiksim

Penetapan perspektif

Komponen biaya pasien

Penetapan outcome

Lama hari rawat inap (LOS)

Page 100: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

88

LAMPIRAN III

SURAT IZIN PENELITIAN

Page 101: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

89

LAMPIRAN IV

RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG

Page 102: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

90

LAMPIRAN V

TOTAL BIAYA PENGOBATAN DENGAN SEFTAZIDIM

NO JENIS

KELAMIN

UMUR

(TAHUN)

LOS

(HARI) KAMAR ANTIBIOTIK

BIAYA

VISITE JASTIN

BIAYA

ADMIN BIAYA LAB

1 LAKI-LAKI 45 6 Rp1.200.000 Rp460.365 Rp390.000 Rp217.500 Rp65.000 Rp75.000

2 LAKI-LAKI 44 2 Rp400.000 Rp184.146 Rp130.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

3 PEREMPUAN 39 3 Rp600.000 Rp30.691 Rp195.000 Rp14.500 Rp65.000 Rp75.000

4 LAKI-LAKI 36 2 Rp400.000 Rp122.764 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

5 PEREMPUAN 44 2 Rp400.000 Rp61.382 Rp130.000 Rp29.000 Rp65.000 Rp75.000

6 LAKI-LAKI 43 5 Rp1.000.000 Rp521.747 Rp325.000 Rp246.500 Rp65.000 Rp75.000

7 PEREMPUAN 26 4 Rp800.000 Rp245.528 Rp260.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

8 PEREMPUAN 33 3 Rp600.000 Rp398.983 Rp195.000 Rp188.500 Rp65.000 Rp75.000

9 LAKI-LAKI 42 2 Rp400.000 Rp122.764 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

10 PEREMPUAN 43 2 Rp400.000 Rp92.073 Rp130.000 Rp43.500 Rp65.000 Rp75.000

11 PEREMPUAN 37 5 Rp1.000.000 Rp368.292 Rp325.000 Rp174.000 Rp65.000 Rp75.000

12 PEREMPUAN 25 3 Rp600.000 Rp92.073 Rp195.000 Rp43.500 Rp65.000 Rp75.000

13 LAKI-LAKI 39 3 Rp600.000 Rp245.528 Rp195.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

14 PEREMPUAN 44 3 Rp600.000 Rp122.764 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

15 PEREMPUAN 49 2 Rp400.000 Rp30.691 Rp130.000 Rp14.500 Rp65.000 Rp75.000

16 PEREMPUAN 36 2 Rp400.000 Rp122.764 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

17 LAKI-LAKI 39 2 Rp400.000 Rp61.382 Rp130.000 Rp29.000 Rp65.000 Rp75.000

18 PEREMPUAN 43 2 Rp400.000 Rp61.382 Rp130.000 Rp29.000 Rp65.000 Rp75.000

19 PEREMPUAN 41 2 Rp400.000 Rp184.146 Rp130.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

Page 103: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

91

LAMPIRAN V

(LANJUTAN)

NO JENIS

KELAMIN

UMUR

(TAHUN)

LOS

(HARI)

KAMAR ANTIBIOTIK BIAYA

VISITE

JASTIN BIAYA

ADMIN

BIAYA LAB

20 PEREMPUAN 39 5 Rp1.000.000 Rp368.292 Rp325.000 Rp174.000 Rp65.000 Rp75.000

21 LAKI-LAKI 40 3 Rp600.000 Rp245.528 Rp195.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

22 PEREMPUAN 25 6 Rp1.200.000 Rp429.674 Rp390.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

23 LAKI-LAKI 39 3 Rp600.000 Rp491.056 Rp195.000 Rp232.000 Rp65.000 Rp75.000

24 PEREMPUAN 47 3 Rp600.000 Rp122.764 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

25 PEREMPUAN 50 4 Rp800.000 Rp184.146 Rp260.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

26 LAKI-LAKI 44 2 Rp400.000 Rp122.764 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

27 PEREMPUAN 44 7 Rp1.400.000 Rp429.674 Rp455.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

28 PEREMPUAN 50 3 Rp600.000 Rp214.837 Rp195.000 Rp101.500 Rp65.000 Rp75.000

29 PEREMPUAN 35 3 Rp600.000 Rp184.146 Rp195.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

30 LAKI-LAKI 47 3 Rp600.000 Rp245.528 Rp195.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

31 LAKI-LAKI 48 6 Rp1.200.000 Rp460.365 Rp390.000 Rp217.500 Rp65.000 Rp75.000

32 LAKI-LAKI 46 3 Rp600.000 Rp184.146 Rp195.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

33 LAKI-LAKI 47 3 Rp600.000 Rp153.455 Rp195.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

34 PEREMPUAN 50 6 Rp1.200.000 Rp429.674 Rp390.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

TOTAL 115 Rp23.000.000 Rp7.795.514 Rp7.475.000 Rp3.683.000 Rp2.210.000 Rp2.550.000

RATA-RATA 3,382 Rp676.471 Rp229.280 Rp219.853 Rp108.324 Rp65.000 Rp75.000

Page 104: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

92

LAMPIRAN VI

TOTAL BIAYA PENGOBATAN DENGAN SEFTRIAKSON

NO JENIS

KELAMIN

UMUR

(TAHUN)

LOS

(HARI) KAMAR ANTIBIOTIK

BIAYA

VISITE JASTIN

BIAYA

ADMIN BIAYA LAB

1 LAKI-LAKI 38 2 Rp400.000 Rp78.480 Rp130.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

2 PEREMPUAN 35 3 Rp600.000 Rp52.320 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

3 LAKI-LAKI 42 7 Rp1.400.000 Rp156.960 Rp455.000 Rp174.000 Rp65.000 Rp75.000

4 LAKI-LAKI 37 3 Rp600.000 Rp65.400 Rp195.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

5 LAKI-LAKI 25 3 Rp600.000 Rp117.720 Rp195.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

6 LAKI-LAKI 41 3 Rp600.000 Rp91.560 Rp195.000 Rp101.500 Rp65.000 Rp75.000

7 PEREMPUAN 28 5 Rp1.000.000 Rp183.120 Rp325.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

8 PEREMPUAN 32 3 Rp600.000 Rp26.160 Rp195.000 Rp29.000 Rp65.000 Rp75.000

9 PEREMPUAN 29 3 Rp600.000 Rp78.480 Rp195.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

10 LAKI-LAKI 42 5 Rp1.000.000 Rp104.640 Rp325.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

11 LAKI-LAKI 43 4 Rp800.000 Rp65.400 Rp260.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

12 PEREMPUAN 35 6 Rp1.200.000 Rp183.120 Rp390.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

13 PEREMPUAN 36 3 Rp600.000 Rp91.560 Rp195.000 Rp101.500 Rp65.000 Rp75.000

14 PEREMPUAN 37 2 Rp400.000 Rp65.400 Rp130.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

15 LAKI-LAKI 42 3 Rp600.000 Rp65.400 Rp195.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

16 PEREMPUAN 33 2 Rp400.000 Rp52.320 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

17 LAKI-LAKI 45 3 Rp600.000 Rp117.720 Rp195.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

18 LAKI-LAKI 40 2 Rp400.000 Rp78.480 Rp130.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

19 LAKI-LAKI 50 3 Rp600.000 Rp26.160 Rp195.000 Rp29.000 Rp65.000 Rp75.000

Page 105: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

93

LAMPIRAN VI

(LANJUTAN)

NO JENIS

KELAMIN

UMUR

(TAHUN)

LOS

(HARI) KAMAR ANTIBIOTIK

BIAYA

VISITE JASTIN

BIAYA

ADMIN BIAYA LAB

20 PEREMPUAN 46 7 Rp1.400.000 Rp196.200 Rp455.000 Rp217.500 Rp65.000 Rp75.000

21 LAKI-LAKI 45 2 Rp400.000 Rp65.400 Rp130.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

22 PEREMPUAN 47 7 Rp1.400.000 Rp183.120 Rp455.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

23 LAKI-LAKI 49 5 Rp1.000.000 Rp117.720 Rp325.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

24 LAKI-LAKI 50 3 Rp600.000 Rp91.560 Rp195.000 Rp101.500 Rp65.000 Rp75.000

25 LAKI-LAKI 34 3 Rp600.000 Rp52.320 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

26 LAKI-LAKI 37 4 Rp800.000 Rp117.720 Rp260.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

27 LAKI-LAKI 38 2 Rp400.000 Rp52.320 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

28 LAKI-LAKI 40 6 Rp1.200.000 Rp104.640 Rp390.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

29 LAKI-LAKI 48 3 Rp600.000 Rp104.640 Rp195.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

30 PEREMPUAN 46 4 Rp800.000 Rp156.960 Rp260.000 Rp174.000 Rp65.000 Rp75.000

31 PEREMPUAN 47 4 Rp800.000 Rp170.040 Rp260.000 Rp188.500 Rp65.000 Rp75.000

32 PEREMPUAN 42 3 Rp600.000 Rp52.320 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

33 PEREMPUAN 34 4 Rp800.000 Rp91.560 Rp260.000 Rp101.500 Rp65.000 Rp75.000

34 LAKI-LAKI 42 3 Rp600.000 Rp52.320 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

35 PEREMPUAN 44 3 Rp600.000 Rp65.400 Rp195.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

36 PEREMPUAN 36 6 Rp1.200.000 Rp156.960 Rp390.000 Rp174.000 Rp65.000 Rp75.000

37 PEREMPUAN 33 3 Rp600.000 Rp78.480 Rp195.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

38 LAKI-LAKI 43 3 Rp600.000 Rp65.400 Rp195.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

Page 106: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

94

LAMPIRAN VI

(LANJUTAN)

NO JENIS

KELAMIN

UMUR

(TAHUN)

LOS

(HARI) KAMAR ANTIBIOTIK

BIAYA

VISITE JASTIN

BIAYA

ADMIN BIAYA LAB

39 PEREMPUAN 39 3 Rp600.000 Rp91.560 Rp195.000 Rp101.500 Rp65.000 Rp75.000

40 LAKI-LAKI 41 2 Rp400.000 Rp52.320 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

41 PEREMPUAN 44 4 Rp800.000 Rp91.560 Rp260.000 Rp101.500 Rp65.000 Rp75.000

42 LAKI-LAKI 27 3 Rp600.000 Rp130.800 Rp195.000 Rp145.000 Rp65.000 Rp75.000

43 PEREMPUAN 35 3 Rp600.000 Rp104.640 Rp195.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

44 PEREMPUAN 41 2 Rp400.000 Rp52.320 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

45 PEREMPUAN 45 3 Rp600.000 Rp130.800 Rp195.000 Rp145.000 Rp65.000 Rp75.000

46 LAKI-LAKI 40 4 Rp800.000 Rp117.720 Rp260.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

47 PEREMPUAN 44 7 Rp1.400.000 Rp183.120 Rp455.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

48 PEREMPUAN 43 5 Rp1.000.000 Rp117.720 Rp325.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

49 PEREMPUAN 39 3 Rp600.000 Rp104.640 Rp195.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

50 PEREMPUAN 29 9 Rp1.800.000 Rp156.960 Rp585.000 Rp174.000 Rp65.000 Rp75.000

51 PEREMPUAN 44 2 Rp400.000 Rp78.480 Rp130.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

52 PEREMPUAN 36 7 Rp1.400.000 Rp104.640 Rp455.000 Rp116.000 Rp65.000 Rp75.000

53 PEREMPUAN 42 3 Rp600.000 Rp117.720 Rp195.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

54 LAKI-LAKI 45 3 Rp600.000 Rp52.320 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

55 PEREMPUAN 47 2 Rp400.000 Rp39.240 Rp130.000 Rp43.500 Rp65.000 Rp75.000

56 PEREMPUAN 41 2 Rp400.000 Rp52.320 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

57 PEREMPUAN 44 3 Rp600.000 Rp78.480 Rp195.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

Page 107: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

95

LAMPIRAN VI

(LANJUTAN)

NO JENIS

KELAMIN

UMUR

(TAHUN)

LOS

(HARI)

KAMAR ANTIBIOTIK BIAYA

VISITE

JASTIN BIAYA

ADMIN

BIAYA LAB

58 PEREMPUAN 28 6 Rp1.200.000 Rp156.960 Rp390.000 Rp174.000 Rp65.000 Rp75.000

59 LAKI-LAKI 50 3 Rp600.000 Rp78.480 Rp195.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

60 PEREMPUAN 48 3 Rp600.000 Rp65.400 Rp195.000 Rp72.500 Rp65.000 Rp75.000

61 PEREMPUAN 36 3 Rp600.000 Rp117.720 Rp195.000 Rp130.500 Rp65.000 Rp75.000

62 LAKI-LAKI 44 2 Rp400.000 Rp52.320 Rp130.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

63 PEREMPUAN 42 3 Rp600.000 Rp130.800 Rp195.000 Rp145.000 Rp65.000 Rp75.000

64 PEREMPUAN 45 3 Rp600.000 Rp78.480 Rp195.000 Rp87.000 Rp65.000 Rp75.000

65 PEREMPUAN 42 5 Rp1.000.000 Rp183.120 Rp325.000 Rp203.000 Rp65.000 Rp75.000

66 PEREMPUAN 49 3 Rp600.000 Rp52.320 Rp195.000 Rp58.000 Rp65.000 Rp75.000

TOTAL 241 Rp48.200.000 Rp6.448.440 Rp15.665.000 Rp7.148.500 Rp4.290.000 Rp4.950.000

RATA-RATA 3,652 Rp730.303 Rp97.704 Rp237.348 Rp108.311 Rp65.000 Rp75.000