75
ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN AMLODIPIN, MICARDIS, DAN KOMBINASI AMLODIPIN-MICARDIS PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR ANALYSIS OF COST EFFECTIVENESS AND UTILITY OF AMLODIPINE, MICARDIS, AND COMBINATION OF AMLODIPINE-MICARDIS IN HYPERTENTION PATIENTS AT OUTPATIENT INSTALLATION OF DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR HOSPITAL PUJI KURNIAWATI RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA

PENGGUNAAN AMLODIPIN, MICARDIS, DAN KOMBINASI

AMLODIPIN-MICARDIS PADA PASIEN HIPERTENSI DI

INSTALASI RAWAT JALAN RSUP DR.WAHIDIN

SUDIROHUSODO MAKASSAR

ANALYSIS OF COST EFFECTIVENESS AND UTILITY OF AMLODIPINE,

MICARDIS, AND COMBINATION OF AMLODIPINE-MICARDIS IN

HYPERTENTION PATIENTS AT OUTPATIENT INSTALLATION OF

DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR HOSPITAL

PUJI KURNIAWATI RAHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020

Page 2: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA

PENGGUNAAN AMLODIPIN, MICARDIS, DAN KOMBINASI

AMLODIPIN-MICARDIS PADA PASIEN HIPERTENSI DI

INSTALASI RAWAT JALAN RSUP DR.WAHIDIN

SUDIROHUSODO MAKASSAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Farmasi

Disusun dan diajukan oleh

PUJI KURNIAWATI RAHMAN

kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020

Page 3: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN
Page 4: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

iv

Page 5: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

v

PRAKATA

Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh.

Segala puji hanya untuk Alloh tabaroka wata’ala, yang dengan

segala kuasaNya dapat membuat sesuatu yang mustahil menjadi

mungkin, yang sulit menjadi mudah, dan yang berat menjadi ringan.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada guru para guru

yaitu Rosululloh Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam beserta seluruh

keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Akhirnya

tesis yang berjudul “Analisis Efektivitas dan Utilitas Biaya Penggunaan

Amlodipin, Micardis, dan Kombinasi Amlodipin-Micardis pada Pasien

Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar” dapat penulis selesaikan. Proses penyusunan tesis ini adalah

sebuah perjalanan yang memberikan value yang sangat besar terkhusus

untuk penulis, karena darinya penulis banyak belajar, bukan hanya

tentang hard skill tapi lebih banyak juga tentang soft skill. Maka dari itu,

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar- besarnya kepada Bapak Dr. Andi Ilham Makhmud sebagai

pembimbing pertama dan Bapak Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes

sebagai pembimbing kedua. Terima kasih telah bersedia meluangkan

waktu, memberi ilmu, motivasi dan pendampingan terbaik serta telah

memprioritaskan penyusunan tesis ini mulai dari awal hingga akhir.

Terima kasih juga kepada komisi penguji, Ibu Prof. Dr. rer. Nat. Marianti A.

Page 6: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

vi

Manggau, Apt., Ibu Dr. Risfah Yulianty, M.Si., Apt., dan Ibu Dr. Aliyah,

M.S., Apt., atas apresiasinya kepada penulis serta saran dan arahan yang

diberikan agar penyusunan tesis ini lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima

kasih kepada :

1. Rektor Universitas Hasanuddin beserta jajarannya atas inspirasi dan

motivasi yang diberikan untuk seluruh mahasiswa dalam melalui

proses pendidikan.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin beserta jajarannya

atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada seluruh

mahasiswa farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Universitas Hasanuddin atas

motivasi, bantuan dan arahan yang diberikan kepada seluruh

mahasiswa program studi magister farmasi.

4. Direktur RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar serta bagian

Pendidikan dan Penelitian, bagian Rekam Medik, bagian Instalasi

Rawat Jalan beserta Staf dan Tenaga Kesehatan (terkhusus Ibu

Darma dan Ita) RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang telah

memberikan bantuan, arahan dan kemudahan selama proses

penelitian.

Page 7: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

vii

5. Dosen dan Staf Program Studi Magister Farmasi Universitas

Hasanuddin yang telah membantu proses pendidikan seluruh

mahasiswa.

6. Pak Indra dan Ibu Arifah yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

diskusi dan membagi ilmunya.

7. Seluruh teman seperjuangan Program Studi Magister Farmasi

Universitas Hasanuddin Angkatan 2016, terkhusus kepada Mbak Tika,

Endang, Kak Yolan dan Kak Marwa atas motivasi dan do’anya.

8. Sahabat, kerabat dan teman- teman penulis atas dukungan dan do’a-

do’anya. Serta semua pihak yang telah berbaik hati membantu

penyusunan tesis ini namun tak sempat dituliskan satu per satu.

Terkhusus penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua

orang tua (Bapak Rahman dan Ibu Susilawati. S), adik- adik (Imma,

Puput, dan Lulu) dan seluruh keluarga penulis. Terima kasih atas cinta,

kasih dan sayangnya. Terakhir penulis menyadari bahwa tesis ini tidak

terlepas dari kekurangan, maka dari itu kritik dan saran sangat penulis

harapkan. Semoga tesis ini dapat memberi manfaat untuk perkembangan

serta peningkatan ilmu dan wawasan di dunia kesehatan terutama dalam

bidang farmasi. Aamiin.

Makassar, 29 Januari 2020

Penulis

Page 8: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

viii

ABSTRAK PUJI KURNIAWATI RAHMAN. Analisis Efektivitas dan Utilitas Biaya Penggunaan Amlodipin, Micardis, dan Kombinasi Amlodipin-Micardis pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar (dibimbing oleh Andi Ilham Makhmud dan A. Arsunan Arsin). Hipertensi merupakan penyakit berbiaya tinggi dikarenakan tingginya angka kunjungan ke dokter dan atau penggunaan obat jangka panjang. Amlodipin dan micardis obat yang banyak digunakan karena secara farmakokinetik memiliki efektivitas yang baik. Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan perbandingan efektivitas dan utilitas biaya antara penggunaan amlodipin, micardis, dan kombinasi amlodipin-micardis pada pasien hipertensi di instalasi rawat jalan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar periode tanggal 1 April sampai dengan 31 Mei 2019. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan kohort retrospektif. Efektivitas pengobatan diukur berdasarkan rata- rata penurunan tekanan darah sedangkan kualitas hidup dalam analisis utilitas biaya diukur dengan menggunakan kusioner SF-36. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan diperoleh 30 sampel yaitu 10 yang menggunakan amlodipin, 9 menggunakan micardis dan 11 menggunakan kombinasi amlodipin-micardis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi amlodipin-micardis memiliki efektivitas biaya lebih baik dibandingkan pengunaan amlodipin dan micardis dalam menurunkan tekanan darah sistolik yaitu dengan nilai REB sebesar 49,96 (ribu rupiah) per mmHg TDS dan nilai RIEB sebesar 2,11 (juta rupiah) per mmHg TDS sedangkan dalam menurunkan tekanan darah diastolik penggunaan amlodipin memiliki efektivitas biaya lebih baik dibandingkan penggunaan micardis dan kombinasi amlodipin-micardis yaitu dengan nilai REB sebesar 29,45 (ribu rupiah) per mmHg TDD. Penggunaan obat kombinasi amlodipin-micardis, memiliki utilitas biaya lebih baik dibandingkan penggunaan obat amlodipin dan micardis yaitu dengan nilai RUB sebesar 545,64 (ribu rupiah) per QALY dan nilai RIUB sebesar 2,47 (juta rupiah) per QALY. Hasil uji sensitivitas menunjukkan kombinasi amlodipin-micardis sensitif pada penurunan 50% REB TDS dan REB TDD sedangkan amlodipin sensitif pada kenaikan 50% REB TDS dan 75% REB TDD. Pada nilai RUB, kombinasi amlodipin-micardis sensitif pada penurunan 50% dan amlodipin sensitif pada kenaikan 50%. Maka disimpulkan penggunaan kombinasi amlodipin-micardis merupakan terapi yang paling direkomendasikan untuk pengobatan hipertensi dibandingkan penggunaannya secara monoterapi. Kata Kunci : Efektivitas Biaya, Utilitas Biaya, Hipertensi, Amlodipin,

Micardis, Kombinasi Amlodipin-Micardis

Page 9: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

ix

ABSTRACT PUJI KURNIAWATI RAHMAN. Analysis of Cost Effectiveness and Utility of Amlodipine, Micardis, and Combination of Amlodipine-Micardis in Hypertention Patients at Outpatient Installation of dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Hospital (supervised by Andi Ilham Makhmud and Arsunan Arsin). Hypertension is a high-cost disease because of the high number of visits to the doctor and or long-term use of drugs. Amlodipine and micardis drugs are widely used because pharmacokinetically have good effectiveness. Research has been conducted to obtain a comparison of cost effectiveness and utility between the use of amlodipine, micardis, and a combination of amlodipine-micardis in hypertensive patients at outpatient installation of dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Hospital from 1 April to 31 May 2019. This study was an observational analytic study with a retrospective cohort design. The effectiveness of the treatment was measured based on the average decrease in blood pressure while the quality of life in the cost utility analysis was measured using the Short Form-36 (SF-36). Sampling was done by purposive sampling technique and obtained 30 samples, 10 of which used amlodipine, 9 used micardis and 11 used a combination of amlodipine-micardis. The results showed that the use of a combination of amlodipine-micardis had better cost effectiveness than using amlodipine and micardis in reducing systolic blood pressure with an ACER value of 49.96 (thousand rupiah) per mmHg SBP and a ICER value of 2.11 (million rupiah) per mmHg SBP whereas in reducing diastolic blood pressure the use of amlodipine has better cost effectiveness compared to the use of micardis and a combination of amlodipine-micardis that is ACER value of 29.45 (thousand rupiah) per mmHg DBP. The use of a combination drug amlodipine-micardis, has better cost utility compared to the use of amlodipine and micardis drugs with a ACUR value of 545.64 (thousand rupiah) per QALY and ICUR value of 2.47 (million rupiah) per QALY. The sensitivity test results show the combination of amlodipine-micardis is sensitive to a 50% decrease in ACER SBP and ACER DBP while amlodipine is sensitive to an increase of 50% ACER SBP and 75% ACER DBP. At the ACUR value, the combination of amlodipine-micardis is sensitive at 50% of reduction and amlodipine sensitive at 50% of increase. So the conclution is the use of a combination of amlodipine-micardis is the most recommended therapy for the treatment of hypertension compared to its use monotherapy. Keywords: Cost Effectiveness, Cost Utility, Hypertension, Amlodipine, Micardis, Combination of Amlodipine-Micardis

Page 10: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

x

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA v

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvii

DAFTAR SINGKATAN xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 8

E. Keaslian Penelitian 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13

A. Gambaran Umum RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo 13

B. Definisi Hipertensi 13

C. Etiologi Hipertensi 14

D. Patofisiologi Hipertensi 16

E. Klasifikasi Hipertensi 20

F. Komplikasi Hipertensi 22

Page 11: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xi

G. Penatalaksanaan Hipertensi 26

H. Uraian Spesifik Amlodipin dan Micardis 36

I. Farmakoekonomi 39

J. Kerangka Teori 50

K. Kerangka Konsep 51

L. Definisi Operasional 52

M. Hipotesis 55

BAB III METODE PENELITIAN 57

A. Desain Penelitian 57

B. Waktu dan Lokasi Penelitian 58

C. Populasi dan Sampel Penelitian 58

D. Instrumen Penelitian 59

E. Teknik Pengumpulan Data 60

F. Pengolahan Data 62

G. Analisis Data 70

H. Alur Penelitian 72

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 113

A. KESIMPULAN 113

B. SARAN 113

DAFTAR PUSTAKA 115

LAMPIRAN 123

Page 12: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xii

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi 16

2. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 21

3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 8 21

4. Perspektif Farmakoekonomi dan Komponen Biaya 43

5. Delapan Skala Dimensi Kuisioner 68

6. Skor Kuisioner SF-36 69

7. Distribusi Pasien berdasarkan Umur pada Kelompok 74

Obat Amlodipin, Micardis dan Kombinasi Amlodipin

Micardis

8. Distribusi Pasien berdasarkan Jenis Kelamin pada 77

Kelompok Obat Amlodipin, Micardis dan Kombinasi

Amlodipin Micardis

9. Distribusi Pasien berdasarkan IMT pada Kelompok 83

Obat Amlodipin, Micardis dan Kombinasi Amlodipin

Micardis

10. Distribusi Pasien berdasarkan Komorbid pada 87

Kelompok Obat Amlodipin, Micardis dan Kombinasi

Amlodipin Micardis

Page 13: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xiii

11. Distribusi Pasien Hipertensi pada Kelompok Obat 91

Amlodipin, Micardis, dan Kombinasi Amlodipin

Micardis di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr.Wahidin

Sudirohuso Makassar

12. Efektivitas Kelompok Obat Amlodipin, Micardis dan 92

Kombinasi Amlodipin Micardis dalam menurunkan

Tekanan Darah

13. Total Biaya Pelayanan Kesehatan pada Kelompok 97

Obat Amlodipin, Micardis dan Amlodipin Micardis

14. Rasio Efektivitas Biaya Penggunaan Obat 99

Amlodipin, Micardis, dan Kombinasi

Amlodipin Micardis

15. Analisis Sensitivitas antara Obat Amlodipin 102

dan Kombinasi Amlodipin Micardis

16. Penilaian Kuisioner SF-36 pada Kelompok 105

Obat Amlodipin, Micardis, dan Kombinasi

Amlodipin Micardis

17. Rasio Utilitas Biaya Penggunaan Obat 107

Amlodipin, Micardis, dan Kombinasi Amlodipin

Micardis

18. Analisis Sensitivitas antara Obat Amlodipin 111

dan Kombinasi Amlodipin Micardis

Page 14: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xiv

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Diagram sistem renin angiotensin aldosteron 19

2. Gambaran secara keseluruhan mekanisme kerja 34

obat antihipertensi

3. Alogaritma pengobatan hipertensi tanpa penyulit 34

4. Alogaritma pengobatan hipertensi dengan penyulit 35

5. Rumus struktur Amlodipin 36

6. Rumus struktur Micardis 37

7. Keuntungan QALY (misal area di antara kurva) 48

sebagai hasil dari intervensi kesehatan seperti

penggunaan obat

8. Alur Pengolahan dan Analisis Data 62

9. Diagram Alternatif berdasarkan Efektivitas Biaya 64

10. Diagram Alternatif berdasarkan Utilitas Biaya 67

11. Alur Penelitian 72

12. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan Umur 75

12a. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan Umur 75

Pada Kelompok Obat Amlodipin, Micardis dan

KombinasiAmlodipin Micardis

12b. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan Umur 75

13. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan Jenis 78

Kelamin

Page 15: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xv

13a. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan Jenis 78

Kelamin pada Kelompok Obat Amlodipin, Micardis

dan Kombinasi Amlodipin Micardis

13b. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan 79

Jenis Kelamin

14. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan IMT 84

14a. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan IMT 84

pada Kelompok Obat Amlodipin, Micardis dan

Kombinasi Amlodipin Micardis

14b. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan IMT 85

15. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan Komorbid 88

15a. Diagram Distribusi Pasien berdasarkan 88

Komorbid pada Kelompok Obat Amlodipin, Micardis

dan Kombinasi Amlodipin Micardis

15b. Distribusi Pasien berdasarkan Komorbid 89

16. Diagram Efektivitas Biaya TDS Amlodipin dan 100

Kombinasi Amlodipin Micardis

17. Diagram Efektivitas Biaya TDD Amlodipin dan 101

Kombinasi Amlodipin Micardis

18. Diagram Utilitas Biaya Penggunaan Amlodipin dan 107

Micardis

19. Diagram Utilitas Biaya Penggunaan Amlodipin dan 108

Kombinasi Amlodipin Micardis

Page 16: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xvi

20. Diagram Utilitas Biaya Penggunaan Micardis dan 109

Kombinasi Amlodipin Micardis

Page 17: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Naskah penjelasan untuk mendapat persetujuan 123

dari subjek penelitian

2. Formulir persetujuan setelah penjelasan 125

3. Kuisioner Penelitian 127

4. Rekap biaya, obat dan tekanan darah 134

5. Skor Penilaian Kuisioner SF-36 148

6. Lembar hasil perhitungan statistik 150

Page 18: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xviii

DAFTAR LAMBANG/SINGKATAN

Lambang/Singkatan Keterangan

AMiB Analisis Minimalisasi Biaya

AMB Analisis Manfaat Biaya

AEB Analisis Efektivitas Biaya

AUB Analisis Utilitas Biaya

RSUP Rumah Sakit Umum Pendidikan

JTKD Jumlah Tahun Berkualitas yang Disesuaikan

QALY Quality Adjusted Life Years

REB Rasio Efektivitas Biaya

RUB Rasio Utilitas Biaya

RIEB Rasio Inkremental Efektivitas Biaya

RIUB Rasio Inkremental Utilitas Biaya

SPSS Statistical Package for the Social Science

TDS Tekanan Darah Sistolik

TDD Tekanan Darah Diastolik

$ Dollar Amerika

¥ Yen Jepang

CCB Calcium Channel Blocker

ARB Angiotensin Receptor Blocker

SF-36 Short Form 36

JNC Joint National Committee

RAAS Renin Angiotensin Aldosteron System

Page 19: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

xix

IMT Indeks Massa Tubuh

NSAID Non Steroid Anti Inflammatory Drug

ACTH Adrenokortikotropik Hormon

Page 20: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu faktor penting sebagai pemicu

Penyakit Tidak Menular (Non Communicable Disease) seperti penyakit

jantung, stroke dan lain-lain yang saat ini menjadi momok penyebab

kematian nomer wahid di dunia (Pusdatin Kemenkes, 2014). Hipertensi

bertanggung jawab atas 12,8% atau 7,5 juta kematian di dunia global dan

jumlah ini merupakan kematian terbesar di dunia (Suhadi, R., dkk 2016).

WHO (World Health Organization) memperkirakan jumlah penderita

hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang

membesar. Persentase penderita hipertensi saat ini paling banyak

terdapat di Negara berkembang. Terdapat 40% negara ekonomi

berkembang memiliki penderita hipertensi sedangkan negara maju hanya

35%. Kawasan Afrika memegang puncak penderita hipertensi sebanyak

46%, kawasan Amerika 35%, kawasan Asia Tenggara 36% orang dewasa

menderita hipertensi. Secara keseluruhan, WHO melaporkan negara-

negara berpendapatan tinggi punya jumlah penderita hipertensi yang lebih

rendah dibandingkan negara-negara berpendapatan rendah dan

menengah.

Pada tahun 2017 Depkes RI menyatakan bahwa prevalensi

hipertensi diperkirakan akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada

Page 21: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

2

tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena

hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang

setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara yang

sepertiga populasinya menderita hipertensi sehingga dapat menyebabkan

peningkatan beban biaya kesehatan. Di Indonesia sampai saat ini,

hipertensi masih merupakan tantangan besar. Betapa tidak, hipertensi

merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa 25,8

persen penduduk Indonesia mengidap hipertensi. Dan pada survei yang

terakhir Riskesdas tahun 2018 yang diadakan oleh Kementerian

Kesehatan mendapatkan prevalensi hipertensi di Indonesia yaitu sekitar

34,1 persen, jadi artinya dari survei Riskesdas 2013 ke survey Riskesdas

2018 prevalensi hipertensi meningkat sekitar lebih dari 5 persen. Hal itu

merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi. Badan

pusat statistik Sulawesi Selatan juga melaporkan bahwa hipertensi

menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak yang ada di

Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015, yaitu sebanyak 81.462 jumlah

kasus.

Tentunya hal ini harus menjadi perhatian yang besar untuk

masyarakat, karena hipertensi dikenal sebagai penyakit kardiovaskular,

yang dijelaskan oleh Dipiro, et al (2011), bahwa resiko morbiditas dan

mortalitas kardiovaskular secara langsung berkorelasi dengan tekanan

darah. Hasil uji coba juga telah menunjukkan bahwa terapi obat

Page 22: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

3

antihipertensi secara substansial mengurangi resiko penyakit

kardiovaskular dan kematian. Oleh karena itu hipertensi bertanggung

jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya

angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan atau

penggunaan obat jangka panjang (Depkes, 2006). Maka berdasarkan

data- data yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai prevalensi

penyakit hipertensi yang meningkat dengan pesat, perlu juga dilakukan

peningkatan efektivitas terapi hipertensi. Salah satu caranya yaitu dengan

melakukan analisis penggunaan obat- obat antihipertensi dalam aspek

farmakoekonomi (Depkes, 2013). Hipertensi selain memerlukan pemilihan

terapi yang tepat dan efektif untuk mencapai tujuan terapi dan target

tekanan darah, juga memerlukan terapi yang efektif dari segi biaya (cost-

effectiveness), karena terapi hipertensi bersifat seumur hidup dan

memerlukan biaya yang besar. Aplikasi farmakoekonomi dan apresiasi

hasil studinya dapat membantu kebijakan pemilihan obat antihipertensi

(Suhadi, R., dkk 2016). Studi farmakoekonomi seharusnya menjadi aspek

yang sangat penting untuk diprioritaskan jika semua pihak termasuk

tenaga pendidik pada perguruan tinggi, mahasiswa, tenaga kesehatan

dan masyarakat, sudah memahami manfaat dari pengaplikasian

farmakoekonomi dalam dunia kesehatan.

Farmakoekonomi telah tumbuh menjadi salah satu metode yang

senantiasa diperhatikan dalam penyusunan standar-standar pengobatan,

terutama bila menggunakan pembiayaan dari pihak ketiga misalnya

Page 23: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

4

asuransi, jaminan kesehatan masyarakat, dan lain lain (Depkes RI, 2013).

Terori farmakoekonomi sebenarnya telah lama dikenal dalam dunia

kesehatan, terutama untuk hal yang berkaitan dalam membantu

menentukan perlakuan klinik saat memilih pengobatan dengan efektivitas

biaya terbaik. Bahkan hal ini pun juga dijelaskan oleh Dipiro, el al (2011),

dalam bukunya bahwa menggunakan farmakoterapi berbasis bukti akan

menghemat biaya. Bootman, et al (1996), juga sudah lebih dulu

memaparkan bahwa secara umum analisis efektivitas biaya yang

merupakan salah satu metode yang digunakan dalam farmakoekonomi,

didefinisikan sebagai tatacara analitis dan matematis yang digunakan

untuk membantu dalam memilih suatu tindakan yang akan dilakukan dari

berbagai alternatif pendekatan yang ada. Analisis ini telah diterapkan

dalam masalah kesehatan dengan program pengobatan yang ada

sehingga dapat dengan mudah diukur dalam uang, tetapi keluaran yang

diharapkan nantinya adalah peningkatan kesehatan pasien. Ada beberapa

metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis farmakoekonomi,

tetapi dari beberapa jenis metode, analisis efektivitas biaya (cost

effectiveness analysis) merupakan metode yang relatif lebih sering

dijumpai (Suhadi, R., dkk 2016). Penilaian efektivitas biaya dengan

menggunakan metode AEB (Analisis Efektivitas Biaya), sangat baik untuk

memberikan rekomendasi terapi yang terbaik, memperkirakan kemajuan

kesehatan dan biaya paling efektif untuk treatment hipertensi (Moran et al,

2014).

Page 24: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

5

Dalam review jurnal yang ditulis oleh Chanhyuan Park, et al (2017)

tentang analisis efektivitas dan utilitas biaya obat antihipertensi

menunjukkan bahwa ada beberapa studi yang membahas tentang

perbandingan antar golongan obat antihipertensi, dan hasilnya

menyimpulkan bahwa obat antihipertensi golongan ARB (Angiotensin

Receptor Blockers) lebih baik daripada obat antihipertensi golongan CCB

(Calcium Channel Blockers) untuk menurunkan tekanan darah pada

pasien hipertensi, namun peneliti menambahkan bahwa hal tersebut

masih perlu diteliti lebih lanjut lagi. Dalam penelitian tersebut dipaparkan

bahwa dari sebelas perbandingan antara obat antihipertensi golongan

ARB dan CCB, menunjukkan bahwa ARB lebih efektif biaya daripada CCB

dalam sembilan perbandingan, sedangkan CCB lebih efektif biaya

dibandingkan ARB dalam dua perbandingan. Berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Yanfei Wu, et al (2013) mengenai analisis efektivitas

biaya dan analisis utilitas biaya, justru menyimpulkan bahwa Amlodipin

(obat antihipertensi golongan CCB) lebih hemat biaya dibandingkan obat

antihipertensi golongan ARB dalam mencegah terjadinya stroke dan infark

miokard pada pasien hipertensi. Selain itu, terdapat pula penelitian lainnya

yang membandingkan antara penggunaan obat antihipertensi secara

monoterapi dan kombinasi terapi yang dilakukan oleh Ikuo Saito, et al

(2008) tentang analisis utilitas biaya yang menyimpulkan bahwa

penggunaan kombinasi terapi obat antihipertensi golongan ARB dan CCB

Page 25: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

6

lebih cost effective dibandingkan penggunaan secara monoterapi obat

antihipertensi golongan ARB ataupun CCB.

Beberapa hal yang telah dipaparkan sebelumnya menjadi latar

belakang untuk kami melakukan penelitian tentang analisis

farmakoekonomi dengan menggunakan metode analisis efektivitas biaya

dan analisis utilitas biaya untuk membandingkan dua golongan obat

antihipertensi yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu antara obat

antihipertensi golongan CCB dan ARB secara monoterapi dan juga

kombinasi kedua golongan obat tersebut. Yang secara spesifik, kami akan

membandingkan efektivitas biaya dan utilitas biaya obat amlodipin yang

merupakan golongan CCB dan micardis sebagai golongan ARB, dan

kombinasi Amlodipin Micardis pada pasien hipertensi di instalasi rawat

jalan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode April-Mei 2019.

Sehingga ke depannya diharapkan studi farmakoekonomi ini, dapat

memberi opsi rekomendasi kepada pasien dan berbagai pihak dalam

pemilihan obat antihipertensi yang baik dari segi biaya dan terapi, serta

pemilihan obat bisa disesuaikan dengan kemampuan ekonomi pasien.

Page 26: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Mana yang memiliki efektivitas biaya paling baik antara penggunaan

amlodipin, micardis dan kombinasi amlodipin micardis pada pasien

hipertensi di instalasi rawat jalan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo

Makassar Periode tanggal 1 April sampai dengan 31 Mei 2019.

2. Mana yang memiliki utilitas biaya paling baik antara penggunaan

amlodipin, micardis dan kombinasi amlodipin micardis pada pasien

hipertensi di instalasi rawat jalan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo

Makassar Periode tanggal 1 April sampai dengan 31 Mei 2019.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan perbandingan efektivitas biaya antara

penggunaan obat amlodipin, micardis dan kombinasi amlodipin

micardis pada pasien hipertensi di instalasi rawat jalan RSUP

dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode tanggal 1 April sampai

dengan 31 Mei 2019.

2. Untuk mendapatkan perbandingan utilitas biaya antara penggunaan

obat amlodipin, micardis dan kombinasi amlodipin micardis pada

pasien hipertensi di instalasi rawat jalan RSUP dr.Wahidin

Page 27: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

8

Sudirohusodo Makassar Periode tanggal 1 April sampai dengan 31

Mei 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat menjadi kekuatan agar memiliki

identitas sebagai seorang farmasis, karena melalui penelitian ini,

peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam

mengaplikasikan ilmu farmakoekonomi, khususnya tentang analisis

efektifitas biaya dan analisis utilitas biaya penggunaan obat

antihipertensi pada pasien hipertensi dan juga memiliki penguasaan

spesifik tentang pengobatan hipertensi.

2. Bagi RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, penilitian ini sebagai

masukan agar dapat meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan di

Rumah Sakit tentang pentingnya aspek farmakoekonomi sebagai

alternatif atau metode yang dapat digunakan dalam menentukan

rekomendasi pemilihan obat yang baik dari segi biaya dan terapi

kepada pasien.

3. Bagi Program Studi, penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi

bagi mahasiswa yang ingin meneliti atau menambah pengetahuan dan

wawasan hal-hal terkait aspek farmakoekonomi dan juga untuk

meningkatkan pemahaman mahasiswa bahwa farmasi juga, tidak lain

adalah ilmu sosial yang target masa depannya adalah masyarakat.

Page 28: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

9

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai analisis farmakoekonomi sudah pernah

dilakukan oleh peneliti lainnya, baik yang ada di Indonesia maupun di luar

negeri.

No. Nama Peneliti. Tahun. Judul

Metode Penelitian Topik

1. Chanhyuan Park, et al. 2017. Cost Effectiveness Analyses of Antihypertensive Medicines : A Systematic Review

Review sistematik dan meta analisis. Peneliti melakukan pencarian literatur menggunakan jurnal PubMed, Embase, Cochrane Library, dan Health Technology Assessment (batasan waktu dari 1 Januari 1990 hingga 31 Agustus 2016).

Menganalisis obat- obat antihipertensi secara farmakoekonomi menggunakan beberapa metode, tetapi metode yang paling dominan digunakan adalah metode AEB (Analisis Efektivitas Biaya) dan AUB (Analisis Utilitas Biaya), dengan 5 kelompok perbandingan yaitu kelompok 1 (membandingkan obat dengan no treatment), kelompok 2 (membandingkan obat dengan conventional treatment), kelompok 3 (membandingkan obat antar kelas obat), kelompok 4 (membandingkan obat dalam satu kelas obat), kelompok 5 (membandingkan antar kombinasi terapi).

2. Yanfei Wu, et al. 2013. A Cost Effectiveness Analysis between Amlodipine and Angiotensin II Receptor

Penelitian analisis kuantitatif dengan perspektif farmakoekonomi menggunakan pesrpektif pihak ketiga (pembayar).

Menganalisis secara farmakoekonomi obat antihipertensi yaitu Amlodipin dengan golongan obat Angiotensin II Receptor Blockers (ARB) dalam pencegahan terjadinya stroke dan infark miokard

Page 29: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

10

Blockers in Stroke and Myocardial Infarction Prevention among Hypertension Patients in China

pada pasien hipertensi di Cina dengan menggunakan metode AEB (Analisis Efektivitas Biaya) dan AUB (Analisis Utilitas Biaya).

3. Ikuo Saito, et al. 2008. Cost Utility Analysis of Antihypertensive Combination Tharapy in Japan by Monte Carlo Simulation Model

Penelitian analisis kuantitatif.

Menganalisis secara farmakoekonomi obat antihipertensi secara monoterapi dan kombinasi terapi, yaitu obat golongan ARB (Angiotensin II Receptor Blockers) dan CCB (Calcium Channel Blocker) dengan menggunakan metode AUB (Analisis Utilitas Biaya).

4. Rustiani, E., dkk. 2014. Analisis Penggunaan Obat Antihipertensi di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit PMI Bogor: Perbandingan Cost Effectiveness dan Kualitas Hidup Pasien

Penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional.

Menganalisis secara farmakoekonomi penggunaan obat antihipertensi di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit PMI Bogor dengan menggunakan metode AEB (Analisis Efektivitas Biaya) dan menilai kualitas hidup pasien hipertensi dengan menggunakan kuisioner SF-12.

5. Bakri, DFF. 2017. Analisis Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Peserta BJS di RSUD

Penelitian observasional atau non eksperimental dan dilakukan secara retrospektif.

Menganalisis secara farmakoekonomi obat antihipertensi pada pasein hipertensi komplikasi diabetes mellitus di instalasi rawat inap peserta BPJS RSUD Sukoharjo Tahun 2016 dengan menggunakan metode AEB (Analisis Efektivitas Biaya).

Page 30: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

11

Sukoharjo Tahun 2016

6. Baroroh, F dan Fathonah, SS. 2017. Biaya Medik Langsung Terapi Hipertensi Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit X Yogyakarta

Penelitian deksriptif yang pengambilan datanya secara retrospektif dengan menggunakan perspektif farmakoekonomi dengan sudut pandang pembayar yaitu BPJS.

Menghitung biaya medik langsung terapi hipertensi pasien rawat jalan di Rumah Sakit X Yogyakarta secara farmakoekonomi dengan menggunakan sudut pandang pembayar yaitu BPJS.

7. Rahajeng, B., dkk. 2014. Analisis Biaya Pengobatan Hipertensi sebagai Pertimbangan dalam Penetapan Pembiayaan Kesehatan berdasar INA-CBGs pada Program Jaminan Kesehatan Nasional 2014 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional menurut perspektif rumah sakit, yang pengambilan datanya secara retrospektif.

Menganalisis biaya pengobatan hipertensi berdasarkan INA-CBGs pada program Jaminan Kesehatan Nasional 2014 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Outputnya adalah memperoleh biaya rata- rata pasien hipertensi pada masing- masing kelas terapi.

8. Faramitha, A., dkk. 2017. Analisis Minimalisasi Biaya Terapi Antihipertensi dengan Kaptopril-Hidroklorotiazid dan Amlodipin- Hidroklorotiazid

Penelitian observasional dengan pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif.

Menganalisis secara farmakoekonomi obat anhipertensi antara Kaptopril-Hidroklorotiazid dengan Amlodipin- Hidroklorotiazid dengan menggunakan metode AMiB (Analisis Minimalisasi Biaya).

Page 31: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

12

di Salah Satu Rumah Sakit Kota Bandung

9. Wardati, Y., dkk. 2013. Analisa Farmakoekonomi Penggunaan Amlodipin dan Kaptopril pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Bandung

Penelitian deskriptif non eksperimental yang pengambilan datanya dilakukan secara retrospektif.

Membandingkan biaya dan efektivitas antara amlodipin-simvastatin dan kaptopril-simvastatin, menganalisis secara farmakoekonomi dengan menggunakan metode AEB (Analisis Efektivitas Biaya).

10. Penelitian yang dilakukan.

Penelitian observasional analitik dengan rancangan kohort retrospektif.

Menganalisis secara farmakoekonomi obat Amlodipin, Micardis dan Kombinasi Amlodipin Micardis pada pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan menggunakan metode AEB (Analisis Efektivitas Biaya) dan AUB (Analisis Utilitas Biaya), di mana kualitas hidup pasien hipertensi diukur dengan menggunakan kuisioner SF-36.

Dari beberapa penelitian yang dipaparkan, dapat dilihat perbedaan

penelitian yang dilakukan dengan beberapa penelitian tersebut yaitu lokasi

penelitian, metode penelitian, dan instrumen penelitian.

Page 32: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Tahun 2014 RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar

memperoleh dua akreditasi penting, yakni akreditasi KARS Paripurna dan

akreditasi JCI. Pada tanggal 17 Oktober 2014 Kemenkes RI

mengeluarkan Surat Keputusan no. HK.02.02/Menkes/390/2014 tentang

penetapan status RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi rumah sakit

rujukan Nasional. Pada tanggal 10 Desember 1995 RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo ditetapkan menjadi rumah sakit unit swadana dan pada

tahun 1998 dikeluarkan Undang - Undang No. 30 Tahun 1997 berubah

menjadi unit Pengguna Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dengan terbitnya peraturan pemerintah R.I. No. 125 tahun 2000, RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo beralih status kelembagaan menjadi

Perusahaan Jawatan (RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2017).

B. Definisi Hipertensi

Bedasarkan JNC (Joint National Committee) VII, seseorang

dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih

dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Dipiro et al., 2008). Hipertensi

merupakan suatu keadaan medis berupa peningkatan tekanan darah yang

persisten atau menetap. Hipertensi yang berkelanjutan dapat

mengganggu aliran darah di ginjal, jantung dan otak. Hal ini dapat

Page 33: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

14

berdampak pada peningkatan terjadinya gagal ginjal, penyakit jantung

koroner, stroke, dan demensia. Perlunya perhatian akan hipertensi dan

diagnosisnya serta pengontrolan tekanan darah dengan terapi yang tepat

merupakan faktor kritis untuk mengurangi tingkat kematian dan keparahan

dari kardiovaskuler (Suhadi, R., dkk 2016).

C. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:

1. Hipertensi primer

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah jenis

hipertensi yang paling umum, meliputi sebanyak 90-95 % dari seluruh

kasus hipertensi. Hipertensi primer disebabkan oleh faktor genetik dan

faktor lingkungan (Staessen J.A., et al., 2003). Faktor genetik dapat

berupa kepekaan (sensitivitas) terhadap natrium, kepekaan terhadap

stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, dan

resistensi insulin (Setiawati dan Bustami, 1995). Hipertensi sering

turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan

bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis

hipertensi primer (Depkes, 2006). Sedangkan yang termasuk faktor

lingkungan, yaitu seperti diet, kebiasaan merokok, stress emosi, dan

obesitas. Pada sebagian besar pasien, gaya hidup dan kenaikan berat

badan yang berlebihan tampaknya memiliki peran yang utama dalam

menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat

Page 34: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

15

badan yang berlebih dan pada berbagai populasi dalam penelitian

menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)

memiliki resiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton,

2008). Hipertensi primer ini juga disebut hipertensi idiopatik. Karena

beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya

hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang

tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut (Depkes,

2006).

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi karena suatu penyebab yang

diketahui. Meliputi 5-10 % kasus hipertensi merupakan hipertensi

sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal

akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah

penyebab sekunder yang paling sering (Oparis S et al., 2003). Obat-

obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan

hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan

darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab

sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang

bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang

menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan

hipertensi sekunder (Depkes, 2006).

Page 35: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

16

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

Penyakit Obat

Penyakit ginjal kronis

Hiperaldosteronisme primer

Penyakit renovaskular

Sindroma Cushing

Pheochromocytoma

Koarktasi aorta

Penyakit tiroid atau paratiroid

Kortikosteroid, ACTH

Estrogen (biasanya pil KB dg kadar estrogen tinggi)

NSAID, cox-2 inhibitor

Fenilpropanolamine dan analog

Cyclosporin dan tacrolimus

Eritropoetin

Sibutramin

Antidepresan (terutama venlafaxine)

NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH: adrenokortikotropik hormon

D. Patofisiologi Hipertensi

Multifaktor yang mengontrol tekanan darah merupakan bagian

potensial yang berpengaruh dalam perkembangan hipertensi esensial,

yaitu gangguan fungsi humoral (system renin angiotensin aldosteron) atau

mekanisme vasodepressor, mekanisme neuronal yang abnormal,

gangguan autoregulasi perifer, gangguan natrium dan kalsium, serta

hormone natriuretik. Banyak dari faktor- faktor ini secara kumulatif

dipengaruhi oleh system renin angiotensin aldosteron, yang akhirnya

mengatur tekanan darah arteri. Renin Angiotensin Aldosterone System

(RAAS) adalah sistem endogen kompleks yang terlibat dengan sebagian

komponen regulasi tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi terutama

diatur oleh ginjal (Dipiro et al., 2008).

Page 36: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

17

RAAS mengatur keseimbangan natrium, kalium, dan cairan. Sistem

ini secara signifikan mempengaruhi tonus pembuluh darah dan aktivitas

sistem saraf simpatik, sehingga paling berpengaruh terhadap pengaturan

homeostatis tekanan darah. Renin adalan enzim yang disimpan dalam sel

juxtaglomerular yang terletak di arteriol aferen ginjal. Pelepasan renin

dimodulasi oleh beberapa faktor, yaitu faktor intrarenal (misalnya tekanan

darah perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II), dan faktor ektrarenal

(misalnya natrium, klorida, dan kalium). Penurunan tekanan arteri ginjal

dan aliran darah ginjal dikenali oleh sel- sel juxtaglomerular dan kemudian

merangsang sekresi renin. Penurunan jumlah natrium dan klorida ke

dalam tubulus distal merangsang pelepasan renin. Katekolamin

meningkatkan pelepasan renin melalui rangsangan langsung saraf

simpatis pada arteriol aferen yang pada selanjutnya mengaktifkan sel

juxtaglomerular. Penurunan kalium serum dan atau intraseluler kalsium

juga terdeteksi oleh sel- sel juxtaglomerular yang menghasilkan sekresi

renin. Renin mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi angiotensin

I dalam darah. Angiotensin I kemudian dikonversi menjadi angiotensin II

oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Setelah mengikat reseptor

tertentu (diklasifikasikan sebagai subtipe AT1 atau AT2), angiotensin II

memberikan efek biologis di beberapa jaringan. Reseptor AT1 terletak di

otak, ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal.

Reseptor ini memediasi berbagai respon penting untuk fungsi

kardiovaskuler dan ginjal. Resepror AT2 terletak di jaringan medula

Page 37: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

18

adrenal, uterus dan otak. Stimulasi reseptor AT2 tidak mempengaruhi

regulasi tekanan darah (Dipiro et al., 2008).

RAAS memainkan peran penting dalam inisiasi inflamasi vaskuler

dan remodeling vaskuler. Inflamasi vaskuler menyebabkan disfungsi

endotel dan fungsi endotel yang menurun memediasi perkembangan

penyakit kardiovaskuler. Disfungsi endotelium adalah kebocoran endotel

yang memudahkan migrasi sel inflamasi ke dalam dinding vaskuler dan

merangsang proliferasi sel otot polos, proses yang menurunkan fungsi

vaskuler dan memicu perkembangan penyakit kardiovaskuler. Bukti kuat

menunjukkan hubungan antara hipertensi dan aterosklerosis melalui

inflamasi yang dimediasi angiotensin II. Penelitian menunjukkan

angiotensin II memiliki respon proinflamatori di arteri, jantung, dan ginjal

dengan mengatur ekspresi sitokin dan kemokin. Angiotensin II

menginduksi kerusakan endotelial dengan menghambat regenerasi sel

endotel. Angiotensin II memainkan peran penting dalam inisiasi dan

progresi atherogenesis. Angiotensin II adalah prooksidan yang poten.

Angiotensin II menginduksi produksi anion superoksida dan mengaktifkan

sinyal prooksidan NADH/NADPH. Stres oksidatif yang dimediasi

angiotensin II mengurangi tingkat nitrat oksida (NO). Interaksi antara

disfungsi endotel dan stres oksidatif memainkan peran penting dalam

proses aterosklerotik. Peningkatan stres oksidatif dalam dinding vaskuler

merupakan cirri khas penyakit vaskuler seperti hipertensi, aterosklerosis,

dan diabetes (Pacurari, M., et al., 2014).

Page 38: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

19

Gambar 1. Diagram sistem renin angiotensin aldosteron (Dipiro et

al., 2008)

Angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui efek

terhadap volume dan efek presor. Efek presor meliputi vasokontriksi

langsung, stimulasi pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dan

melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik. Angiotensin II juga

merangsang sintesis aldosteron dari korteks adrenal. Hal ini

menyebabkan reabsorpsi natrium dan air yang meningkatkan volume

plasma, resistensi perifer total, dan akhirnya peningkatan tekanan darah.

Aldosteron juga memiliki peran dalam patofisiologi penyakit kardiovaskuler

lainnya (gagal jantung, infark miokard, dan disfungsi ginjal) dengan

memicu remodeling jaringan yang mengarah ke fibrosis miokard dan

disfungsi vaskuler (Dipiro, et al., 2008).

Page 39: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

20

Sistem saraf otonom dan pusat secara kompleks terlibat dalam

regulasi tekanan darah arteri. Sejumlah reseptor, baik yang meningkatkan

maupun yang menghambat pelepasan norepinefrin, terletak di permukaan

prasinaps terminal simpatik. Reseptor presinaps α dan β berperan dalam

umpan balik negatif dan positif untuk vesikel yang mengandung

norepinefrin yang terletak di dekat ujung saraf. Stimulasi neuronal dari

reseptor α prasinaps (α2) memberikan aksi inhibisi pada pelepasan

norepinefrin. Stimulasi reseptor β prasinaps memfasilitasi pelepasan

norepinefrin. Serabut saraf simpatik yang terletak pada permukaan sel

efektor juga mengandung reseptor α dan β. Stimulasi reseptor α1

postsinaps pada arteriol dan venula menghasilkan vasokontriksi. Terdapat

dua jenis reseptor β postsinaptik, yaitu β1 dan β2. Stimulasi reseptor β1 di

jantung memicu peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas, sedangkan

stimulasi reseptor β2 di arteriol dan venula menyebabkan vasodilatasi

(Dipiro et al., 2008).

E. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC (Joint National Committe) 7

untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran

dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis dapat

dilihat pada tabel 2. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,

dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan

tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap

sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang

Page 40: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

21

tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa

yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien

pada kategori ini harus diberi terapi obat.

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7 (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

Klasifikasi tekanan darah

Tek darah sistolik, mm Hg

Tek darah diastolic, mm Hg

Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 8 (Suhadi, R., 2016)

Kategori Pasien Hipertensi

Tek darah sistolik, mm Hg

Tek darah diastolik, mm Hg

Rekomendasi Pengobatan

Usia ≥ 60 tahun ≥150 ≥90

Usia < 60 tahun - ≥90

Usia < 60 tahun ≥140 -

Usia ≥ 18 tahun dengan diabetes

≥140 ≥90

Usia ≥ 18 tahun dengan ginjal

kronis ≥140 ≥90

ACE Inhibitor atau ARB

Orang bukan kulit hitam dengan

diabetes - -

Diuretik (Tiazid) CCB

dan ACE Inhibitor

Orang kulit hitam dengan diabetes

- - Diuretik

(Tiazid) dan CCB

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh

tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan

atau telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh

Page 41: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

22

tekanan darah >180/120 mmHg; dikategotikan sebagai hipertensi

emergensi atau hipertensi urgensi. Pada hipertensi emergensi tekanan

darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut

yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera

(dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target

lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy,

pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru,

dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia

atau hipertensi berat selama kehamilan. Hipertensi urgensi adalah

tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target yang

progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke

nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberap

hari. (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

F. Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak

endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari

hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal,

otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama

untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack),

penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia,

dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko

kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas

akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham,

Page 42: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

23

pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna

untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung

(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). Kebanyakan pasien

dengan hipertensi memiliki beberapa kondisi lain atau penyakit penyerta

yang dapat mempengaruhi pemelihan atau penggunaan terapi obat.

Pengaruh penyakit penyerta tersebut adalah melengkapi pilihan terapi

obat, terutama yang menunjukkan indikasi tambahan. Dalam beberapa

kasus, obat tertentu harus, dihindari karena dapat memperburuk

gangguan yang menyertai hipertensi. Dalam kasus lain, antihipertensi

dapat digunakan untuk mengobati hipertensi dan penyakit lain yang

menyertainya (Dipiro et al., 2008).

1. Diabetes Mellitus

Hipertensi dan diabetes mellitus seringkali berdampingan dan

pasien dengan kombinasi kedua penyakit ini memiliki risiko terjadinya

kardiovaskuler lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan

penyait hipertensi atau diabete mellitus saja (Hao et al., 2014).

Resistensi insulin menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh

darah dan peningkatan kekakuan pembuluh darah, yang

mempengaruhi perkembangan hipertensi (Tsimihodimos V, et al.,

2018). Manajemen kondisi klinis harus lebih intensif untuk

pengontrolan kadar glukosa darah dan tekanan darah, karena jika

tidak, maka akan memperparah kondisi klinis pasien dengan hipertensi

dan diabetes melitus (Song J, et al., 2016). Pasien dengan diabetes

Page 43: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

24

dapat ditangani dengan baik menggunakan ACE inhibitor atau ARB.

Bukti dari hasil penelitian telah menunjukkan manfaat kedua obat ini

terhadap penurunan risiko kardiovaskuler dan pengurangan risiko

progresif disfungsi ginjal pada pasien dengan diabetes. Diuretik tipe

tiazid direkomendasikan sebagai obat kedua untuk menurunkan

tekanan darah dan memberikan tambahan pengurangan risiko

kardiovaskuler (Dipiro, et al., 2008).

2. Coronary Artery Disease (Penyakit Jantung Koroner)

Hipertensi diketahui sebagai faktor risiko utama untuk CAD,

seperti halnya untuk stroke dan gagal ginjal. Hipertensi dan CAD

umum terjadi, dan keduanya seringkali berdampingan dalam sejumlah

besar individu di masyarakat. Insiden hipertensi dan CAD meningkat

seiring bertambahnya usia. Pengobatan hipertensi mengurangi risiko

kardiovaskuler, tetapi diperlukan identifikasi interaksi faktor risiko

dengan massa tubuh, dislipidemia, intoleransi glukosa, merokok,

hipertrofi ventrikel kiri, dan penyakit ginjal. Mekanisme patofisiologi

hipertensi dan CAD memiliki kaitan yang sama terutama dengan

biologi vaskuler penyakit aterosklerosis, yang melibatkan faktor- faktor

seperti stres oksidatif, sitokin, agen humoral, dan metabolik seperti

angiotensin, endotelin, kekurangan atau inaktivasi vasodilator seperti

oksida nitrit, prostasiklin dan peptida natriuretik, dan penanganan

seluler elektrolit yang tidak normal, terutama natrium dan kalsium. Obat

antihipertensi atau kombinasi yang efektif diindikasikan untuk

Page 44: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

25

pencegahan CAD primer, dan diutamakan penggunaan ACE inhibitor,

ARB, CCB dan diuretic tiazid (Rosendorff, C., 2007).

3. Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks

dengan tampilan berupa gejala nafas pendek yang tipikal saat istirahat

atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak dengan kelelahan,

tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki), dan

adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat

istirahat (Siswanto, B., 2015). Gagal jantung kongesif (Congesive

Heart Failure) atau sekarang lebih dikenal dengan gagal jantung

adalah sindrom klinis progresif yang bisa terjadi akibat gangguan

kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluaran darah,

sehingga membuat jantung tidak mampu memompa darah yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Dipiro et al., 2008).

Hipertensi tetap merupakan faktor risiko yang signifikan untuk

pengembangan gagal jantung kongesif, dengan berbagai mekanisme

yang berkontribusi terhadap disfungsi sistolik dan diastolik (Siswanto,

B., 2015). Penggolongan obat pada terapi gagal jantung kongesif

adalah ACE inhibitor, beta bloker, ARB, diuretik, antagonis aldosteron,

digoksin, nitrat, dan hidralazin (Dipiro, et al., 2008).

Page 45: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

26

G. Penatalaksaan Hipertensi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas

dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan

morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal

kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit

ginjal). Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan

pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang

menunjukkan pengurangan resiko (Depkes, 2006). Hipertensi diobati

dengan modifikasi gaya hidup dan farmakoterapi. JNC-7 dianggap

sebagai "standar emas" pedoman konsensus untuk manajemen hipertensi

di Amerika Serikat. Sejumlah uji klinis telah menunjukkan bahwa

farmakoterapi antihipertensi mengurangi risiko hipertensi yang terkait

komplikasi (Koda Kimble, 2013). Berdasarkan pilihan pertama atau kedua,

obat antihipertensi secara umum dibagi menjadi, obat antihipertensi

pilihan pertama dan obat antihipertensi pilihan kedua. Obat antihipertensi

pilihan pertama terdiri dari empat golongan yaitu diuretik sub-golongan

thiazide, ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors), ARB

(Angitensin II Reseptor Blockers), dan CCB (Calcium Channel Blockers)

sub-golongan dihidropiridin. Obat antihipertensi pilihan kedua, yaitu beta

blocker, alfa blocker, aldosterone antagonist, diuretik loop, aliskirein atau

direct renin inhibitor, vasodilator langsung, dan antihipertensi sentral

(Suhadi, R., dkk 2016).

Page 46: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

27

1. Diuretik

Strategi awal untuk pengelolaan hipertensi adalah untuk

mengubah keseimbangan natrium dengan pembatasan garam dalam

diet. Perubahan farmakologi keseimbangan natrium menjadi mudah

dengan perkembangan diuretik tiazid aktif peroral (Brunton, et al.,

2011). Mekanisme diuretik secara umum yaitu meningkatkan ekskresi

natrium, klorida dan air sehingga mengurangi volume plasma dan

cairan ekstrasel, sehingga menurunkan cardiac output dan tekanan

darah. Diuretik terbagi menjadi empat subkelas, yakni thiazid (contoh

obatnya hydrochlorothiazide, indapamide, chlorthalidone), loop (contoh

obatnya furosemide, bumetanide), hemat kalium (contoh obatnya

amiloride, triamterene), antagonis aldosteron (contoh obatnya

spironolactone, eplerenone). Diuretik menginduksi hiperurisemia dapat

mengendapkan gout (purin dan pirimidin), gout arthritis akut, atau

nephrolithiasis asam urat. Efek samping ini dapat menjadi masalah

pada pasien yang memiliki riwayat gout. Jika gout terjadi pada pasien

yang membutuhkan terapi diuretik, alopurinol dapat diberikan untuk

pencegahan gout dan tidak akan mempengaruhi efek antihipertensi

dari diuretiknya. Dosis tinggi thiazid dan timbunan diuretik dapat

meningkatkan glukosa dengan cepat dan meningkatkan jumlah

kolestoral dalam serum (Suhadi, R., dkk 2016). Penelitian meta

analisis telah menunjukkan bahwa diuretik dosis rendah dibandingkan

dengan antihipertensi lainnya menunjukkkan keunggulan dan sudah

Page 47: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

28

memiliki banyak bukti (Wright JM, Musini VM,. 2009; Psaty BM, et al.,

2003). Sebagian besar pedoman terbaru merekomendasikan diuretic

tiazid sebagai agen lini pertama untuk semua pasien dengan hipertensi

(Roush GC dan Sica DA., 2016).

2. ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors)

ACE memfasilitasi produksi angiotensin II yang bertugas pada

regulasi tekanan darah arteri. ACE tersebar di banyak jaringan pada

sel endotelia, sehingga bagian utama yang memproduksi angiotensin II

adalah pembuluh darah, bukan ginjal. Mekanisme kerja ACE inhibitor

adalah menghambat angiotension I menjadi angiotensin II (angiotensin

II menyebabkan vasokontriksi yang menstimulus sekresi aldosteron).

ACE inhibitor juga menghambat degradasi bradikinin dan menstimulasi

sintesis substansi vasodilatasi yang lain, termasuk prostaglandin E2

dan prostasiklin. Penelitian menyatakan ACE inhibitor menurunkan

tekanan darah pada pasien dengan aktivitas plasma renin normal di

mana bradikinin dan mungkin juga jaringan menghasilkan ACE yang

memegang peranan penting dalam hipertensi. Peningkatan bradikinin

akan meningkatkan efek BP-lowering dari ACE inhibitor dan dapat

menyebabkan efek samping berupa batuk kering. ACE inhibitor efektif

mencegah dengan cara menurunkan secara langsung stimulasi

angiotensin II pada sel miokardial. Sepuluh macam ACE inhibitor dapat

digunakan satu kali sehari untuk hipertensi termasuk kaptopril, yang

memiliki waktu paruh lebih singkat dibanding yang lain. ACE inhibitor

Page 48: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

29

yang biasa digunakan adalah kaptopril, enalapril, lisinopril. ACE

inhibitor ditoleransi baik pada banyak pasien tetapi juga memiliki efek

samping. ACE Inhibitor menurunkan aldosteron dan dapat

meningkatkan konsentrasi serum kalium. Biasanya peningkatan kalium

kecil, tetapi hiperkalemia mungkin terjadi. Oleh karena itu sebaiknya

dimulai dengan monitor kalium dan jumlah serum kreatinin selama

empat pecan bila dosis ACE inhibitor ditingkatkan, sehingga dapat

mengidentifikasi abnormalitas sebelum terjadinya komplikasi yang

lebih serius (Suhadi, R., dkk 2016). ACEI menurunkan morbiditas dan

mortalitas pada pasien dengan gagal jantung (Bakris GL, et al., 2000)

dan memperlambat progress penyakit ginjal kronis (Saseen JJ et al.,

2003).

3. ARB (Angiotensin II Receptor Blokers)

Angiotensin II dihasilkan melalui dua jalur enzimatis yaitu RAAS

yang melibatkan ACE dan jalur alternative yang menggunakan enzim

lain seperti cymases. ACE inhibitor hanya menghambat efek dari

angiotensin II dari semua jalur sedangkan mekanisme kerja ARB

adalah langsung memblok reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) di mana

reseptor ini mempengaruhi vasokonstriksi, pelepasan aldosteron,

aktivasi simpatik, pelepasan hormon anti diuretik, dan konstriksi aferen

arterioles pada glomerolus. Golongan ARB secara teoritis lebih efektif

dibandingkan dengan ACE inhibitor. Hal ini dikarenakan angiotensin II

tipe 2 (AT2) digenerasikan melalui 2 jalur yaitu RAAS dan cymase

Page 49: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

30

(alternatif). ACE inhibitor mencegah pembentukan AT2 hanya dengan

menghambat jalur RAAS, sedangkan ARB langsung menduduki

reseptornya. ARB tidak memblok reseptor angiotensin II tipe 2. Efek

menguntungkan stimulasi reseptor AT2, seperti vasodilatasi, perbaikan

jaringan, dan menghambat pertumbuhan sel terjadi ketika ARB

digunakan. Tidak seperti ACE inhibitor, ARB tidak memblok bradikinin

secara langsung sehingga efek menguntungkan bradikinin seperti

vasodilatasi dapat tetap dipertahankan serta tidak menimbulkan batuk

kering akibat pemecahan bradikinin. Golongan ARB dapat

menyebabkan insufiensi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi ortostatik.

Efek samping atau ADR yang sama juga terjadi pada golongan ACE

inhibitor. ARB dan ACE inhibitor kontraindikasi pada pasien dengan

gangguan bilateral ginjal arteri stenosis. Golongan ARB lebih jarang

menyebabkan batuk dan angioedema dibanding ACE inhibitor, namun

demikian ARB harus digunakan dengan hati- hati pada pasien dengan

riwayat angioedema. Golongan ARB tidak boleh diberikan pada wanita

hamil. Contoh obat golongan ARB seperti losartan, irbesartan,

telmisartan (Suhadi, R., dkk 2016).

4. CCB (Calcium Channel Blockers)

Ada dua kelas yaitu dihidropiridin (amlodipin, nifedipin) dan non

dihidropiridin (diltiazem, verapamil). Mekanisme kerja CCB adalah

menghambat jalan masuknya kalsium ke dalam sel otot polos arteri

sehingga menurunkan nilai afterload dari jantung. Efek samping yang

Page 50: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

31

berhubungan dengan vasodilatasi seperti pusing, kemerahan pada

kulit, sakit kepala, dan edema perifer lebih sering terjadi pada semua

dihidropiridin daripada verapamil dan diltiazem yang merupakan non

dihidripiridin (Suhadi, R., dkk 2016). Agen penghambat kanal kalsium

merupakan golongan obat yang penting pada pengobatan hipertensi.

Penggunaan obat golongan ini dalam hipertensi berdasarkan

pemahaman bahwa hipertensi umumnya adalah hasil dari peningkatan

resitensi pembuluh darah perifer. CCB efektif baik digunakan secara

tunggal atau kombinasi dengan obat lain untuk pengobatan hipertensi.

Hal ini telah diperkuat oleh sejumlah besar uji klinis (Brunton, et al.,

2011).

5. Golongan β-blocker

Mekanisme umum adalah mencegah stimulasi saraf simpatis

jantung. β-blocker juga menurunkan heart rate dan cardiac output serta

akan menurunkan pelepasan renin, akan tetapi β-blocker tidak efektif

pada pasien Afrika-Amerika (Suhadi, R., dkk 2016). Blokade reseptor β

pada kompleks juxtaglomerular mengurangi sekresi renin dan dengan

demikian mengurangi produksi angiotensin II. Mekanisme ini mungkin

memberikan kontribusi aksi antihipertensi dari obat golongan yang

sejalan dengan efek jantung (Brunton, et al., 2011).

Page 51: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

32

6. Nitrat

Mekanisme kerjanya yaitu nitrat akan berubah menjadi nitrit,

sehingga nitric oxide meningkat dan memicu peningkatan cGMP

sehingga terjadi defosforilasi myosin dan terjadi relaksasi otot polos

dan terjadi vasodilatasi. Contoh obatnya ISDN, ISMN, nitrogliserin

(Suhadi, R., dkk 2016).

7. Vasodilator langsung

Vasodilator adalah obat dengan kemampuan melebarkan

pembuluh darah. Obat ini bekerja langsung pada otot- otot di dinding

arteri, menyebabkan relaksasi otot, dan mencegah penyempitan

dinding pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah mengalir lebih mudah

melalui arteri, sehingga jantung tidak bekerja keras memompa darah

dan tekanan darah pun turun. Contoh vasodilator adalah hydralazine

dan minoxidil. Obat in digunakan untuk mengatasi hipertensi,

preeklamsia atau eklamsia, gagal jantung, dan pulmonary

hypertension. Vasodilator mempunyai efek samping yang cukup berat

sehingga biasanya hanya digunakan sebagai usaha terakhir jika obat

lain tidak mampu mengontrol tekanan darah pasien (Ganiswarna S.,

2007; Tjay H.T., 2002).

Page 52: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

33

8. α-blocker

Mekanismenya menurunkan tekanan darah dengan cara

menghambat reseptor α1 di pembuluh vena dan arteri sehingga

menghambat penyerapan katekolamin pada sel- sel otot polos maka

akan menurunkan resistensi periferal. Contoh obatnya doxazosin,

prazosin, terazosin (Suhadi, R., dkk 2016).

9. Central α2-Agonist

Mekanisme kerjanya menurunkan tekanan darah yang

didasarkan pada menstimulasi reseptor α2-adrenergik di otak. Contoh

obatnya klonidin, guanabens, metildopa. Perangsangan ini

menurunkan aliran simpatetik dari pusat vasomotor di otak dan

meningkatkan tonus vagal. Penurunan aktivitas simpatetik, bersamaan

dengan meningkatnya aktivitas parasimpatetik, dapat menurunkan

denyut jantung, cardiac output, total peripheral resistance, aktivitas

plasma renin, dan refleks baroreseptor. Klonidin sering digunakan

untuk hipertensi yang resisten dan metildopa adalah obat lini pertama

untuk hipertensi pada kehamilan (Dosh SA, 2001).

Page 53: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

34

Gambar 2. Gambaran secara keseluruhan mekanisme kerja obat

antihipertensi (Neal, MJ., 2012).

Gambar 3. Alogaritma pengobatan hipertensi tanpa penyulit (Dipiro et

al., 2011).

Page 54: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

35

Gambar 3 menunjukkan pilihan terapi obat hipertensi bergantung

pada derajat peningkatan tekanan darah. Sebagian besar pasien dengan

hipertensi stage 1, awalnya harus diobati dengan terapi antihipertensi lini

pertama (ACE Inhibitor, ARB, CCB, dan diuretik tiazid), atau kombinasi

dua kelas obat antihipertensi. Terapi kombinasi direkomendasikan untuk

pasien dengan tekanan darah yang peningkatannya lebih parah

(hipertensi stage 2), lebih direkomendasikan menggunakan kombinasi

obat antihipertensi lini pertama (kombinasi ACE inhibitor dengan diuretik

tiazid, kombinasi ARB dengan diuretik tiazid, kombinasi ACE inhibitor

dengan CCB, dan kombinasi ARB dengan CCB) (Dipiro et al., 2011).

Gambar 4. Alogaritma pengobatan hipertensi dengan penyulit (Dipiro et al., 2011).

Alogaritma terapi hipertensi dengan penyulit dapat di lihat pada

gambar 4, obat antihipertensi memiliki bukti yang menunjukkan manfaat

Page 55: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

36

pada pasien dengan hipertensi disertai disfungsi ventrikel kiri, post infark

miokard, CAD (Coronary Heart Disease), diabetes mellitus, CKD (Chronic

Kidney Disease), dan stoke (Dipiro et al., 2011).

H. Uraian Spesifik Amlodipin dan Micardis

1. Amlodipin

Gambar 5. Rumus Struktur Amlodipin

Amlodipin adalah obat antihipertensi golongan CCB (Calcium

Channel Blocker). Dosis untuk pasien dewasa, dosis awalnya 5 mg

sekali sehari, dosis maksimum 10 mg sekali sehari, range dosis biasa

(JNC 7) antara 2,5 mg—10 mg sekali sehari sedangkan dosis untuk

pasien lanjut usia harus dimulai pada range dosis paling rendah

karena kemungkinan terjadi gangguan hati, ginjal atau jantung,

sehingga dosisnya yaitu 2,5 mg sekali sehari (Lacy, et al., 2013).

Mekanisme kerja amlodipin adalah menghalangi masuknya ion

kalsium ke dalam sel, sehingga menyebabkan relaksasi otot polos

arteri, mengurangi resistensi perifer, dan menyebabkan penurunan

tekanan darah (Neal, 2012). Zullies Ikawati dalam bukunya yang

Page 56: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

37

berjudul Farkaologi Molekuler menjelaskan bahwa obat amlodipin

beraksi secara alosterik menggeser kanal dari bentuk terbuka menjadi

tertutup. Blokade atau penutupan kanal kalsium menyebabkan

berkurangnya kadar kalsium intraseluler sehingga menurunkan

kekuatan kontraksi otot jantung, menurunkan kebutuhan otot jantung

akan oksigen,dan menyebabkan vasodilatasi otot polos pembuluh

darah sehingga mengurangi tekanan arteri dari intraventrikular.

Efek sampingdari penggunaan obat ini yang paling umum

disebabkan oleh vasodilatasi yang berlebihan termasuk pusing,

hipotensi, dan edema pergelangan kaki (Neal, 2012). Menurut Charles

F. Lacy, et al., 2013 efek samping yang dapat timbul yaitu angina,

hipotensi, edema perifer (yang paling umum terjadi dalam 2 sampai 3

pekan setelah mulai terapi), dan refleks takikardi.

2. Micardis (Telmisartan)

Gambar 6. Rumus Struktur Micardis

Micardis (Telmisartan) adalah obat antihipertensi golongan ARB

(Angiotensin II Receptor Blocker). Dosis untuk pasien dewasa, dosis

awalnya 40 mg sekali sehari, dosis maintenancenya 20 – 80 mg per

Page 57: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

38

hari, sedangkan dosis untuk pasien lanjut usia dosis awalnya 20 mg

per hari, dosis maintenancenya 20 – 80 mg per hari (Lacy, et al.,

2013). Efek puncak penurunan tekanan darah dicapai dalam waktu

lebih dari tiga jam dengan durasi 24 jam (Anderson, PO., et al., 2002).

Di bandingkan obat golongan ARB lainnya, telmisartan memiliki waktu

paruh terpanjang yaitu sekitar 24 jam (Burnier dan Maillard, 2001;

Brunner, 2002; Gosse, P., 2006). Ini menunjukkan bahwa telmisartan

harus memiliki durasi aksi yang panjang sehingga memastikan

tekanan darah terkontrol sepanjang interval dosis sekali sehari (Gosse,

P., 2006). Mekanisme kerja obat telmisartan adalah langsung

memblok reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) di mana reseptor ini

mempengaruhi vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatik,

pelepasan hormon anti diuretik, dan konstriksi aferen arterioles pada

glomerolus. Telmisartan yang merupakan antihipertensi golongan ARB

tidak memblok reseptor angiotensin II tipe 2 (AT2). Sehingga efek

menguntungkan stimulasi reseptor AT2, seperti vasodilatasi, perbaikan

jaringan, dan menghambat pertumbuhan sel terjadi ketika obat ini

digunakan. Obat golongan ini tidak memblok bradikinin secara

langsung sehingga efek menguntungkan bradikinin seperti vasodilatasi

dapat tetap dipertahankan serta tidak menimbulkan batuk kering akibat

pemecahan bradikinin (Suhadi, R., dkk 2016).

Efek samping yang biasa terjadi adalah pusing, sakit kepala,dan

hipotensi ortostatik terkait dosis, namun efek samping ini umumnya

Page 58: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

39

ringan dan berlangsung sementara. Gangguan fungsi ginjal dan

hiperkalemia juga bisa terjadi (Sweetman, 2009). Menurut Charles F.

Lacy, et al., 2013 efek samping yang dapat timbul dengan penggunaan

telmisartan adalah hiperkalemia sehingga direkomendasikan untuk

memonitor kadar kalium, selain itu bisa terjadi kerusakan fungsi ginjal

sehingga direkomendasikan untuk memonitor juga kadar kreatinin.

I. Farmakoekonomi

1. Definisi Farmakoekonomi

Farmakoekonomi didefinisikan sebagai keseimbangan biaya

dengan outcome terapi dan pelayanan farmasi. Keamanan dan

efektivitas tidak hanya diharapkan dari penggunaan obat, akan tetapi

total efek pada kesehatan, biaya, dan kualitas hidup juga harus

dievaluasi (Reeder, 1995). Evaluasi ekonomi adalah perbandingan

antara biaya (input) dan konsekuensi (output) dari dua atau lebih

alternatif aksinya (Vogenberg, 2001). Penelitan farmakoekonomi

adalah proses untuk mengidentifikasi perhitungan dan perbandingan

biaya, risiko dan keuntungan dari program, pelayanan, atau

pengobatan serta menentukan alternatif yang memberikan outcome

kesehatan paling baik (Dipiro et al., 2008). Tujuan dari

farmakoekonomi diantaranya membandingkan obat yang berbeda

untuk pengobatan pada kondisi yang sama, serta membandingkan

pengobatan yang berbeda untuk kondisi yang berbeda. Prinsip dari

farmakoekonomi adalah menetapkan masalah, identifikasi alternatif

Page 59: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

40

intervensi, menentukan hubungan antara income dan outcome

sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat, identifikasi dan

mengukur outcome dari alternatif intervensi, menilai biaya dan

efektivitas, dan langkah terakhir adalah interpretasi dan pengambilan

keputusan (Vogenberg, 2001). Dua komponen fundamental dalam

studi farmakoekonomi adalah perhitungan biaya dan hasil keluaran

yang dinilai sevara kuantitatif (Gattani et al., 2009). Farmakoekonomi

diperlukan karena adanya sumber daya yang terbatas misalnya pada

rumah sakit pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang

terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan

dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara

efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan dan

administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah

biaya yang seminimal mungkin (Vogenberg, 2001).

Kajian farmakoekonomi senantiasa mempertimbangkan dua

sisi, yaitu biaya (cost) dan hasil pengobatan (outcome). Dalam kajian

farmakoekonomi, biaya selalu menjadi pertimbangan penting karena

adanya keterbatasan sumberdaya, terutama dana. Dalam kajian yang

terkait dengan ilmu ekonomi, biaya (atau biaya peluang, opportunity

cost) didefinisikan sebagai nilai dari peluang yang hilang sebagai

akibat dari penggunaan sumberdaya dalam sebuah kegiatan. Patut

dicatat bahwa biaya tidak selalu melibatkan pertukaran uang. Dalam

pandangan pada ahli farmakoekonomi, biaya kesehatan melingkupi

Page 60: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

41

lebih dari sekadar biaya pelayanan kesehatan, tetapi termasuk pula,

misalnya, biaya pelayanan lain dan biaya yang diperlukan oleh pasien

sendiri (Kemenkes RI, 2013).

Secara umum, biaya dalam farmakoekonomi dapat dibedakan

sebagai berikut:

a. Biaya langsung.

Biaya langsung adalah biaya yang terkait langsung dengan

perawatan kesehatan, termasuk biaya obat (dan perbekalan

kesehatan), biaya konsultasi dokter, biaya jasa perawat,

penggunaan fasilitas rumah sakit (kamar rawat inap, peralatan), uji

laboratorium, biaya pelayanan informal dan biaya kesehatan

lainnya. Dalam biaya langsung, selain biaya medis, seringkali

diperhitungkan pula biaya non-medis seperti biaya ambulan dan

biaya transportasi pasien lainnya (Kemenkes RI, 2013).

b. Biaya tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait

dengan hilangnya produktivitas akibat menderita suatu penyakit,

termasuk biaya transportasi, biaya hilangnya produktivitas, biaya

pendamping (anggota keluarga yang menemani pasien) (Bootman

et al., 2005).

c. Biaya nirwujud (intangible cost)

Biaya nirwujud adalah biaya-biaya yang sulit diukur dalam

unit moneter, namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas

Page 61: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

42

hidup, misalnya rasa sakit dan rasa cemas yang diderita pasien

dan/atau keluarganya (Kemenkes RI, 2013). Contoh dari biaya ini

cukup sulit jika dilihat dalam bentuk mata uang namun dapat

terlihat dengan pengukuran kualitas hidup (Walley et al, 2004).

Penilaian Kajian Farmakoekonomi Berdasarkan Perspektif

(Kemenkes RI, 2013);

a. Perspektif masyarakat (societal). Sebagai contoh Kajian

Farmakoekonomi yang mengambil perspektif masyarakat luas

adalah penghitungan biaya intervensi kesehatan, seperti program

penurunan konsumsi rokok, untuk memperkirakan potensi

peningkatan produktivitas ekonomi (PDB, produk domestik bruto)

atau penghematan biaya pelayanan kesehatan secara nasional dari

intervensi kesehatan tersebut.

b. Perspektif kelembagaan (institutional). Contoh kajian

farmakoekonomi yang terkait kelembagaan antara lain

penghitungan efektivitas-biaya pengobatan untuk penyusunan

Formularium Rumah Sakit. Contoh lain, di tingkat pusat,

penghitungan AEB (Analisis Efektivitas Biaya) untuk penyusunan

DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) dan Formularium Nasional.

c. Perspektif individu (individual perspektif). Salah satu contoh kajian

farmakoekonomi dari perspektif individu adalah penghitungan biaya

perawatan kesehatan untuk mencapai kualitas hidup tertentu

Page 62: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

43

sehingga pasien dapat menilai suatu intervensi kesehatan cukup

bernilai atau tidak dibanding kebutuhan lainnya (termasuk hiburan).

Tabel 4. Perspektif Farmakoekonomi dan Komponen Biaya (Rascati, et al., 2009; Shafie, 2011; Kemenkes RI, 2013)

2. Metode Kajian Farmakoekonomi

Metode penelitian dalam analisis farmakoekonomi antara lain

AMiB (Analisis Minimalisasi Biaya), AMB (Analisis Manfaat Biaya),

AEB (Analisis Efektivitas Biaya) dan AUB (Analisis Utilitas Biaya)

(Walley, 2004). Jika hanya menganalisis variabel pengukuran saja

tanpa memperhatikan outcome maka disebut cost analysis (Wilson

dan Rascati, 2001). Cost analysis merupakan biaya yang dikeluarkan

dalam pengobatan yang merupakan penjumlahan dari tiga komponen,

yaitu biaya medik, biaya non-medik yang berhubungan dengan

pengobatan, dan biaya tidak langsung (Bootman et. al., 1996).

Page 63: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

44

Berikut adalah penjelasan terkait metode kajian

farmakoekonomi :

a. AMiB (Analisis Minimalisasi Biaya)

AMiB dapat dilakukan jika obat (atau, lebih luas lagi,

intervensi kesehatan) yang akan dibandingkan memberikan hasil

yang sama, serupa, atau setara - atau dapat diasumsikan setara.

Analisis minimalisasi biaya atau disebut juga cost-minimization

analysis (CMA) adalah teknik analisis ekonomi untuk

membandingkan dua pilihan (opsi, option) intervensi atau lebih

yang memberikan hasil (outcomes) kesehatan setara untuk

mengidentifikasi pilihan yang menawarkan biaya lebih rendah.

(Kemenkes RI, 2013)

b. AMB (Analisis Manfaat Biaya)

Analisis manfaat biaya atau disebut juga cost-benefit

analysis (CBA) adalah teknik untuk menghitung rasio antara biaya

intervensi kesehatan dan manfaat (benefit) yang diperoleh, dimana

outcome (manfaat) diukur dengan unit moneter (rupiah)

(Kemenkes, 2013). AMB adalah suatu teknik analisis yang

diturunkan dari teori ekonomi, di mana menghitung dan

membandingkan surplus biaya suatu intervensi kesehatan terhadap

manfaatnya. Untuk itu, baik surplus biaya dan manfaat

diekspresikan dalam satuan moneter (misal. Rupiah, US Dollar)

(Gusnellyanti. E., 2015).

Page 64: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

45

c. AEB (Analisis Efektivitas Biaya)

Analisis efektivitas biaya atau disebut juga cost-effectiveness

analysis (CEA) adalah teknik analisis ekonomi untuk

membandingkan biaya dan hasil (outcomes) relatif dari dua atau

lebih intervensi kesehatan. Pada AEB, hasil diukur dalam unit non-

moneter, seperti jumlah kematian yang dapat dicegah atau

penurunan mm Hg tekanan darah diastolik (Kemenkes, 2013).

Sebelum melakukan analisis efektivitas biaya, beberapa tahap

penghitungan harus dilakukan, yaitu pertama melakukan

penghitungan rasio efektivitas biaya rerata pengobatan (REB) atau

average cost-effectiveness ratios (ACER), kedua menetapkan

posisi alternatif pengobatan dalam table efektivitas biaya atau

Diagram Efektivitas-Biaya. Ketiga melakukan perhitungan rasio

inkremental efektivitas biaya (RIEB) sesuai dengan posisi yang

telah ditentukan (Kemenkes, 2013). Dengan kata lain, AEB dapat

digunakan untuk memilih intervensi kesehatan yang memberikan

nilai tertinggi dengan dana yang terbatas jumlahnya, misalnya:

1. Membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang

sama tetapi memberikan besaran hasil pengobatan berbeda,

misalnya dua obat antihipertensi yang memiliki kemampuan

penurunan tekanan darah diastolik yang berbeda.

2. Membandingkan dua atau lebih terapi yang hasil

pengobatannya dapat diukur dengan unit alamiah yang sama,

Page 65: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

46

walau mekanisme kerjanya berbeda, misalnya obat golongan

proton pump inhibitor dengan H2 antagonist untuk reflux

oesophagitis parah.

Pada AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit

moneter (rupiah) dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit

alamiah/indicator kesehatan baik klinis maupun non klinis (non

moneter). Tidak seperti unit moneter yang seragam atau mudah

dikonversikan, indikator kesehatan sangat beragam, mulai dari

mmHg penurunan tekanan darah diastolik (oleh obat

antihipertensi), banyaknya katarak yang dapat dioperasi dengan

sejumlah biaya tertentu (dengan prosedur yang berbeda), sampai

jumlah kematian yang dapat dicegah (oleh program skrining kanker

payudara, vaksinasi meningitis, dan upaya preventif lainnya).

Sebab itu, AEB hanya dapat digunakan untuk membandingkan

intervensi kesehatan yang memiliki tujuan sama, atau jika

intervensi tersebut ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan yang

muaranya sama (Drummond et al., 1997 dalam Kemenkes RI,

2013). Jika hasil intervensinya berbeda, misalnya penurunan kadar

gula darah (oleh obat antidiabetes) dan penurunan kadar LDL atau

kolesterol total (oleh obat antikolesterol), AEB tak dapat digunakan.

Oleh pengambil kebijakan, metode kajian farmakoekonomi ini

terutama digunakan untuk memilih alternatif terbaik di antara

sejumlah intervensi kesehatan, termasuk obat yang digunakan,

Page 66: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

47

yaitu sistem yang memberikan hasil maksimal untuk sejumlah

tertentu dana.

d. AUB (Analisis Utilitas Biaya)

Metode analisis utilitas biaya mirip dengan analisis

efektivitas biaya, tetapi outcomenya dinyatakan dengan utilitas

yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup atau perubahan

kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan. Analisis utilitas

biaya yang disebut juga cost utility analysis (CUA) adalah teknik

analisis ekonomi untuk menilai “utilitas (daya guna)” atau kepuasan

atas kualitas hidup yang diperoleh dari suatu intervensi kesehatan.

Kegunaan diukur dalam jumlah tahun dalam keadaan sehat

sempurna, bebas dari kecacatan, yang dapat dinikmati umumnya

diekspresikan dalam quality adjusted life years (QALY), atau

‘jumlah tahun berkualitas yang disesuaikan’ (JTKD) (Gusnellyanti.

E., 2015).

Page 67: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

48

Gambar 7. Keuntungan QALY (misal area di antara kurva) sebagai hasil dari intervensi kesehatan seperti penggunaan obat (Dipiro et al., 2005).

Berdasarkan referensi, nilai 0 pada kualitas hidup berarti

mati sedangkan nilai 1 berarti sehat (perpect health). Gambar 5

menunjukkan di mana QALY diperoleh melalui peningkatan kualitas

hidup. Kurva atas mewakili hipotesis perjalanan hidup dari

sekelompok individu yang menerima intervensi spesifik seperti

perawatan kesehatan atau pengunaan obat dibandingkan dengan

masa hidup yang tidak menerima intervensi (yaitu kurva yang lebih

rendah). Usia rata-rata saat meninggal tidak berbeda antara

keduanya, tetapi intervensi pengobatan menyebabkan perbaikan

kualitas hidup. Area antara kurva mewakili QALY yang diperoleh

melalui intervensi. Ini contoh kasus hipotesis mencerminkan

penyakit kronis, di mana kesejahteraan hidup ditingkatkan.

Page 68: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

49

Kombinasi hipotesis kualitas dan kuantitas hidup lainnya dapat

digambarkan dengan cara ini. Tindakan berbasis preferensi

berguna dalam penelitian farmakoekonomi, khususnya analisis

utilitas biaya. AUB adalah suatu teknik farmakoekonomi yang

membandingkan biaya intervensi (misalnya obat) dengan hasilnya

dinyatakan dalam QALY. QALY yang diperoleh adalah ukuran hasil

yang menggabungkan kuantitas dan kualitas hidup. Ini bisa menjadi

ukuran hasil, terutama di Indonesia penyakit seperti kanker, di

mana pengobatan itu sendiri dapat memiliki dampak pada fungsi

dan kesejahteraan pasien. Banyak penelitian yang diterbitkan

menggunakan AUB untuk mengevaluasi efisiensi secara ekonomi

intervensi perawatan kesehatan. Peninjauan AUB yang diterbitkan

sejak 1976 hingga 1997 oleh Neumann dan rekan-rekan

menemukan bahwa jumlahnya meningkat nyata selama waktu itu.

Dari 228 artikel yang diulas, sekitar sepertiga berfokus pada

intervensi farmasi (Dipiro et al., 2005). Nilai kualitas hidup dalam

literatur lain dinyatakan nilai 0 berarti mati dan 100 berarti sehat. Ini

hanya perbedaan skala dalam skornya (Rascati, et al., 2009).

Page 69: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

50

J. Kerangka Teori

Perspektif (Kemenkes RI, 2013; Rascati, K.L., 2009; Dipiro, et al., 2005) 1. Pasien 2. Provider 3. Pembayar

4. Masyarakat

Farmakoekonomi Definisi (Reeder, 1995; Rascati, K.L., 2009) Mempertimbangkan 1. Biaya (Cost) 2. Outcome

Metode Analisis

(Kemenkes RI, 2013; Rascati, K.L., 2009; Dipiro, et al., 2005) 1. AMiB (Analisis

Minimalisasi Biaya)

2. AMB (Analisis Manfaat Biaya)

3. AEB (Analisis Efektivitas Biaya)

4. AUB (Analisis Utilitas Biaya)

Biaya (Kemenkes RI, 2013) 1. Biaya Langsung 2. Biaya Tidak Langsung

3. Biaya Nirwujud

Outcome Klinis (Kemenkes RI, 2013; Rascati, K.L., 2009) 1. Hasil pengobatan atau

pelayanan bagus. 2. Hasil pengobatan yang

benefit (memberi manfaat.

3. Hasil pengobatan atau pelayanan efektif. Misal satuan mmHg pada pengukuran tekanan darah.

4. Kualitas hidup bagus.

Outcome Farmakoekonomi

(Kemenkes RI, 2013; Rascati, K.L., 2009; Dipiro, et al., 2005) 1. Biaya terendah. 2. Willingness to pay

(kemampuan atau kerelaan untuk membayar.

3. REB, RIEB (yang paling efektif dari segi biaya).

4. RUB, RIUB (utility

dalam satuan QALY).

Hipertensi

1. Definisi 2. Etiologi 3. Patofisiologi 4. Klasifikasi 5. Komplikasi 6. Terapi farmakologis

(Dipiro, et al., 2005; Dipiro, et a., 2008; Dipiro, et al., 2011; Koda-Kimble, 2013 Depkes, 2006)

Terapi Farmakologis Lini Pertama yaitu ACEI, ARB, CCB

dan diuretik tiazid (Dipiro, et al., 2011; Koda-Kimble, 2013).

1. CCB (Calcium Channel Blocker)

2. ARB (Angiotensin Receptor Blocker)

3. Kombinasi CCB dan ARB (Park, et al., 2017; Wu, Y., et al., 2013; Saito, I., et al., 2008)

1. Amlodipin 2. Micardis 3. Kombinasi

Amlodipin Micardis (Park, et al., 2017; Wu, Y., et al., 2013; Saito, I., et al., 2008)

1. AEB (Tekanan darah dalam satuan mmHg)

2. AUB (Kuisioner SF-36 dalam satuan QALY) (Dipiro, et al., 2005)

1. Blokade atau penutupan kanal kalsium (Ikawati, Z., 2015).

2. Langsung memblok reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) (Suhadi, R., dkk 2016)

3. Kombinasi CCB dan ARB menghasilkan efek terapi yang sinergis (Miura, S dan Saku, K.,

2012)

Page 70: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

51

K. Kerangka Konsep

Amlodipin

Micardis

Kombinasi Amlodipin Micardis

Metode AEB

Metode AUB

Tekanan Darah

Kuisioner SF-36 RUB

RIUB

Usia

Penyakit Penyerta

Gaya Hidup

REB

RIEB

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Antara

: Variabel Dependen

: Variabel Perancu

Page 71: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

52

L. Definisi Operasional

No Variabel

Penelitian Definisi

Operasional Cara Ukur Hasil Ukur

Variabel Independen

1. Penggunaan obat;

a. Amlodipin

b. Micardis

c. Kombinasi Amlodipin Micardis

Pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar yang menggunakan obat Amlodipin, Micardis, dan Kombinasi Amlodipin Micardis

Mencatat dari rekam medik pasien

1. Amlodipin

2. Micardis

3. Kombinasi Amlodipin Micardis

Variabel Antara

2. Efektivitas Keefektifan suatu obat untuk mencapai tujuan atau target terapi

Melalui pengukuran tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD)

TDS/TDD dalam satuan mmHg

3. Utilitas Manfaat, daya guna atau kepuasan atas kualitas hidup yang diperoleh dari suatu pengobatan

Melalui kuisioner kualitas hidup SF-36 yang dibagikan kepada pasien

Dalam satuan QALY

4. Biaya (cost) Biaya dalam penelitian ini berfokus pada biaya

Melalui bagian administrasi atau arsip lengkap rumah sakit

Total Biaya (Cost) dalam satuan rupiah

Page 72: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

53

pelayanan kesehatan, seperti biaya penggunaan obat, biaya perawatan dan biaya terkait pelayanan kesehatan lainnya

via computer

Variabel Dependen

5. REB (Rasio Efektivitas Biaya)

Biaya yang diperlukan untuk menaikkan efektivitas tiap satu pengobatan. Semakin kecil REBnya maka penggunaan obat tersebut semakin efektif dari segi biaya dan terapi

Melalui perbandingan atau rasio antara biaya (cost) dengan efektifitas suatu obat.

REB = Total Biaya Efektivitas

Dalam satuan rupiah

6. RIEB (Rasio Inkremental Efektivitas Biaya

Biaya yang harus dikeluarkan untuk menaikkan efek suatu obat dengan beralih dari satu pengobatan ke pengobatan lain

Dalam satuan rupian

7. RUB (Rasio Utilitas

Biaya yang diperlukan

Melalui perbandingan atau rasio antara biaya

Dalam satuan

Page 73: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

54

Biaya) untuk menaikkan utilitas tiap satu pengobatan. Semakin kecil RUBnya maka pengobatan tersebut juga semakin bagus secara utilitas.

(cost) dengan utilitas suatu obat.

RUB = Total Biaya Utilitas

rupian

8. RIUB (Rasio Inkremental Utilitas Biaya)

Biaya yang harus dikeluarkan untuk menaikkan utiliti atau daya guna dalam penggunaan suatu obat dengan beralih dari satu pengobatan ke pengobatan lain

Dalam satuan rupian

Variabel Perancu

9. Komorbid Komorbid adalah penyakit penyerta atau penyakit lain yang diderita pasien selain hipertensi.

Mencatat dari rekam medik pasien

1. Tidak ada

2. Dislipidemia

3. Diabetes mellitus

4. Penyakit jantung

5. Diabetes mellitus, dislipidemia

Page 74: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

55

6. Osteoarthritis

7. Stroke

8. Chronic Kidney Disease

9. Jantung, diabetes mellitus

M. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada perbedaan efektivitas kelompok obat amlodipin,

micardis, dan kombinasi amlodipin micardis dalam menurunkan

tekanan darah sistolik.

b. Tidak ada perbedaan efektivitas kelompok obat amlodipin,

micardis, dan kombinasi amlodipin micardis dalam menurunkan

tekanan darah diastolik.

c. Tidak ada perbedaan total biaya pelayanan kesehatann pada

kelompok obat amlodipin, micardis, dan kombinasi amlodipin

micardis.

d. Tidak ada perbedaan penilaian kuisioner SF-36 pada kelompok

obat amlodipin, micardis, dan kombinasi amlodipin micardis.

Page 75: ANALISIS EFEKTIVITAS DAN UTILITAS BIAYA PENGGUNAAN

56

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada perbedaan efektivitas kelompok obat amlodipin, micardis, dan

kombinasi amlodipin micardis dalam menurunkan tekanan darah

sistolik.

b. Ada perbedaan efektivitas kelompok obat amlodipin, micardis, dan

kombinasi amlodipin micardis dalam menurunkan tekanan darah

diastolik.

c. Ada perbedaan total biaya pelayanan kesehatann pada kelompok

obat amlodipin, micardis, dan kombinasi amlodipin micardis.

d. Ada perbedaan penilaian kuisioner SF-36 pada kelompok obat

amlodipin, micardis, dan kombinasi amlodipin micardis.