Upload
riska-diesta-fadilla
View
191
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS DAYA SAING INVESTASI KOTA BATU Abstraksi
Ida Nuraini (*)
(*) Dosen FE-UMM Jl. Raya Tlogomas 246 Malang
Sejalan dengan kebijakan Otonomi daerah maka setiap pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengatur pemerintahannya terutama dalam menggali sumber-sumber pendapatan asli daerahnya.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) mendeteksi Potensi ekonomi dan peluang investasi, 2) mengukur daya saing dan daya dukung masing-masing kecamatan terhadap peluang investasi dan 3) mengetahui daya saing dan daya dukung Kota Batu dibandingkan dengan wilayah sekitarnya, yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Blitar.
Dengan alat analisis Daya Saing dan Scalogram diperoleh hasil bahwa Kota Batu memiliki potensi di sektor pertanian khususnya sayur dan buah-buahan, sektor industri yang potensial adalah industri pariwisata dan industri rumah tangga. Berdasar fasilitas non fisik Kota Batu berada pada peringkat 8 (terakhir dibanding wilayah kabupaten dan kota disekitarnya). Kelemahan dari Kota Batu dalam hal daya saing antara lain: Kondisi makro ekonomi, pendapatan daerah, industrialisasi, pangan, dan kinerja aparatur. Dalam pelayanan dan penyediaan fasilitas fisik Kota Batu sendiri hanya menduduki peringkat ke 7. Sedangkan Kota Batu mempunyai kelemahan yang paling mendasar pada fasilitas kesehatan dan ekonomi.
Untuk itu Pemerintah Kota Batu harus terus melakukan peningkatan sarana dan prasarana baik fisik maupun non fisik agar iklim investasi tumbuh lebih baik dan agar tidak ketinggalan dibanding Kabupaten maupun Kota di sekitarnya.
Kata Kunci: Daya Saing, Investasi, Kota Batu.
Pendahuluan
Salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi adalah adanya iklim investasi
yang baik yang ditunjang oleh produktivitas yang tinggi. Dengan adanya investasi
berarti akan menambah kapasitas input dalam proses produksi hingga pada
akhirnya akan menambah output dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
Mengingat pentingnya investasi maka setiap pemerintah dituntut untuk memiliki
daya saing investasi yang tinggi. Masih rendahnya iklim investasi di Indonesia
dibanding negara-negara tetangga mengharuskan adanya perbaikan iklim
investasi. Kewajiban ini bukan saja menjadi tugas atau tanggung jawab
pemerintah pusat, tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh lapisan
pemerintahan dan masyarakat secara umum.
2
Sejalan dengan kebijakan Otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001,
maka setiap pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengatur
pemerintahannya terutama dalam menggali sumber-sumber pendapatan asli
daerahnya serta dalam memajukan pertumbuhan ekonomi daerahnya, termasuk
dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di daerahnya. Dengan bekal
kebijakan desentralisasi tersebut setiap daerah mempunyai wewenang penuh
dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan-tujuan pembangunan.
Namun banyak hal yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah dalam
menjalankan kebijakan desentralisasi tersebut, khususnya dalam menarik para
investor baru ke daerahnya. Hambatan-hambatan tersebut nampaknya tidak
banyak yang dapat dikenali oleh suatu daerah. Hal ini disebabkan karena
kurangnya dilakukan penelusuran-penelusuran atau evaluasi diri tentang
pemerintahannya terutama yang terkait dengan rendahnya minat para investor.
Kota Batu salah satu daerah yang merupakan pemekaran dari pemerintah
Kabupaten Malang. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian terhadap Kota Batu ini
setelah berdiri sebagai wilayah administratif Kota, khususnya kajian mengenai
kinerja daya saing daerahnya.
Tujuan Penelitian
Dalam upaya mengetahui daya saing kota Batu baik secara internal (antar
kecamatan di wilayahnya) maupun secara eksternal (antar wilayah sekitarnya)
Kota Batu, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa hal
sebagai berikut:
1. Potensi ekonomi dan peluang investasi yang ada di wilayah administratif Kota
Batu.
2. Daya saing dan daya dukung masing-masing kecamatan yang ada di wilayah
administratif Kota Batu terhadap peluang investasi yang ada di wilayahnya.
3. Daya saing dan daya dukung Kota Batu dibandingkan dengan wilayah
sekitarnya, yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Blitar.
3
Tinjauan Pustaka
A. Fungsi Investasi
Investasi dalam rangka model pertumbuhan ialah kaitannya dengan
pengertian multiplier dan pengertian accelerator. Multiplier dalam kaitannya
dengan fungsi investasi ialah bahwa tambahan investasi menghasilkan tambahan
yang lebih besar lagi (tambahan berganda) pada hasil produksi dan pendapatan.
Asas akselerasi secara pokok didasarkan atas saran pendapat bahwa stok modal
(dan tambahan investasi) yang dikehendaki oleh para pengusaha tergantung dari
tingkat permintaan terhadap hasil produksinya. Tingkat permintaan agregatif itu
ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional. Dengan begitu investasi neto
(tambahan pada stok modal) bersangkut paut dengan kenaikan tingkat pendapatan
nasional.
B. Iklim Bisnis di Daerah
Setelah otonomi daerah berjalan ada beberapa perubahan yang terjadi pada
iklim usaha. Ray (2003) dan REDI (2003) meneliti perubahan iklim usaha selama
dua tahun setelah pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi di
Indonesia.Terdapat empat elemen kunci yang dianalisis, diantaranya adalah
perizinan dan birokrasi, sumbangan dan pungutan (baik formal maupun informal),
isu tenaga kerja dan perburuhan serta arah dan orientasi kebijakan ekonomi
daerah. Lima kriteria digunakan untuk menganalisis efisiensi dan transparansi
dalam proses perizinan, yaitu kecepatan, tranparansi biaya, total biaya perizinan,
transparansi biaya procedural dan persyaratan berkas.
Survei yang dilakukan REDI (2003) terhadap 1.014 responden pengusaha
menunjukkan bahwa persepsi mereka terhadap lamanya waktu yang diperlukan
untuk perizinan adalah sama, baik sebelum dan setelah otonomi. Untuk
pajak/pungutan formal dan informal, beberapa faktor digunakan sebagai indicator,
yaitu; besarnya pungutan, frekuensi/jumlah pungutan dan jumlah badan atau
individu penarik.
Survei serupa dilakukan oleh Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dengan meneliti pentingnya berbagai factor lokasi dalam
4
perspektif kalangan usaha. Survei melibatkan 463 responden di 134 daerah (97
kabupaten dan 37 kota) di 26 propinsi. Studi tersebut memfokuskan pada
keseluruhan faktor lokasi seperti kualitas infrastruktur atau angkatan kerja daerah,
dimana dari beberapa factor lokasi tersebut menggambarkan kualitas
pemerintahan dan korupsi. Faktor politik lokal juga merupakan salah satu variabel
yang berhubungan dengan iklim usaha (Hofman, 2003:13). Salah satu temuan
menunjukkan relative tingginya pengaruh factor politik. Evaluasi oleh kalangan
bisnis menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia masih jauh dari kondisi
normal atau tetap belum sehat. Relatif rendahnya pelayanan pemerintah,
kurangnya kepastian hukum, dan peraturan daerah yang tidak pro-bisnis
merupakan alasan utama rendahnya penilaian iklim usaha (KPPOD,2002).
C. Konsep Daya Saing Daerah
Menurut UK-DTI definisi daya saing daerah adalah kemampuan suatu
daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan
tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu
CURDS mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau
perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta
tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.
Melihat definisi di atas dan mengacu pada definisi daya saing nasional
yan telah dibahas pada bagian sebelumnya, terdapat persamaan yang esensial. Hal
yang membedakan kedua definisi di atas hanya terpusat pada cakupan wilayah,
dimana yang pertama adalah negara sementara yang terakhir adalah daerah.
Dalam berbagai pembahasan
tentang daya saing nasional pun, baik secara ekplisit maupun implisit, terangkum
relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional kedalam konsep daya saing
daerah (PPSk-BI, 2000).
Walaupun dilihat dari substansinya pengadopsian konsep daya saing
nasional ke dalam konsep daya saing daerah adalah relevan, namun dalam
prakteknya beberapa penyesuaian perlu untuk dilakukan. Kompetisi ekonomi
antar negara yang berdaulat tentu tidak mutlak sama dengan kompetisi antar
daerah dalam suatu negara.
5
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Kota Batu. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Penanaman Modal
atau Dinas Perekonomian kota Batu, Dinas perizinan dan Deperindagkop serta
Kantor Kecamatan di Kota Batu. Data sekunder ini diperoleh dengan cara
dokumentasi.
Analisis data yang digunakan adalah:
1) Analisis Daya Saing
Alat analisis ini digunakan Departemen Perdagangan dan Industri
Inggris (UK-DTI) dalam mengukur daya saing antar regional di Inggris. Selain itu
alat analisis ini juga digunakan oleh Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
Bank Indonesia untuk mengukur daya saing seluruh daerah propinsi yang ada di
Indonesia. Dalam penelitian ini diterapkan untuk menganalisis daya saing tiap-
tiap kecamatan yang ada di Kota Batu.
2) Analisis Scalogram
Dalam penelitian ini, alat analisis scalogram digunakan untuk
menghitung tingkat kelengkapan fasilitas kecamatan yang akan dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Fasilitas yang berkaitan dengan kativitas ekonomi
Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur kegiatan ekonomi
lingkungan yang komplek, jumlah dan tipe fasilitas komersial akan
menunjukkan derajat ekonomi kawasan/kota dan kemungkinan akan
menarik sebagai tempat tinggal.
Fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi yang dimaksud
diantaranya seperti fasilitas: Perbankan, pasar, pertokoan, restoran/rumah
makan, hotel, bioskop, Telkom, Industri, terminal, dan sebagainya
2) Fasiltas yang berkaitan dengan aktivitas sosial
Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan sosial dari kawasan/kota.
Fasilitas tersebut dimungkinkan tidak seratus persen merupakan kegiatan
sosial, namun pengelompokkan tersebut masih dimungkinkan jika fungsi
6
sosialnya relatif lebih besar dibandingkan sebagai usaha yang berorientasi
pada keuntungan.
Fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas sosial yang dimaksud
dikelompokkan menjadi 2 yaitu: Fasilitas pendidikan, dan fasilitas
kesehatan.
Langkah-langkah analisis scalogram dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Menginventarisir berbagai fasilitas pada daerah/kawasan sesuai dengan
kelompoknya, yaitu fasilitas ekonomi, sosial dan ekonomi-pemerintahan.
2) Masing-masing kelompok tersebut dihitung nilainya dengan menggunakan
skor sebagai berikut:
• Menyusun urut-urutan komponen fasilitas misalnya: perbankan, pasar,
berdasarkan urgensi (kepentingan) komponen fasilitas tersebut bagi fungsi
pelayanan suatu kecamatan.
• Maing-masing komponen fasilitas dibagi dalam beberapa kelas yang
disesuaikan dengan skala pelayanan. Misalnya pasar sebagai salah satu
komponen fasilitas kecamatan dibagi dalam lima kelas (menurut luasnya)
yang masing-masing mempunyai nilai skor yang berbeda.
• Perhitungan selanjutnya adalah menghitung masing-masing komponen
yang telah ditetapkan kelas dan skornya, kemudian dikalikan dengan
jumlah komponen fasilitas yang terdapat pada kota tersebut.
Hasil Penelitian
Potensi Ekonomi Kecamatan
Secara administratif Kota Batu terdiri dari tiga kecamatan, ketiga
kecamatan tersebut masing-masing mempunyai potensi ekonomi yang berbeda-
beda. Untuk melihat potensi ekonomi masing-masing kecamatan bisa dilihat dari
seberapa banyak jumlah komoditi yang tergolong komoditi basis di setiap
kecamatan tersebut.
7
Berikut ini hasil analisis LQ yang bisa dijadikan acuan untuk melihat
seberapa banyak jumlah komoditi basis yang ada disetiap kecamatan yang ada di
wilayah Kota Batu.
Tabel 1 Komoditi Unggulan Masing-masing Kecamatan
Yang ada di Kota Batu Kecamatan No Jenis Komoditi
Batu Junrejo Bumiaji Pertanian
1 Sawah 1.733 2.964 0.452 2 Kebun 2.007 1.289 0.739 3 Hutan 0.000 0.000 1.405
Industri 1 Industri Formal 1.881 0.381 2.787 2 Industri non Formal 1.136 0.933 0.994 3 Sentra industri 0.218 1.428 0.599 4 Industri kecil 1.169 0.903 1.131 5 Industri Rumah Tangga 1.128 0.965 0.728 Ternak
1 Kuda 2.107 0.243 0.337 2 Sapi Potong 0.475 0.841 2.031 3 Sapi Perah 1.235 0.644 1.130 4 Kerbau 0.000 2.838 0.000 5 Kambing 0.721 0.867 1.616 6 Domba 1.302 0.422 1.333 7 Babi 0.000 0.000 0.000 8 Kelinci 0.330 0.352 2.933 9 Ayam Buras 0.871 0.949 1.270 10 Ayam Petelur 0.997 0.991 1.017 11 Ayam Pedaging 1.281 1.260 0.205 12 Itik 0.553 1.442 1.080 Jumlah Komuditi Unggulan 10 6 11
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kecamatan yang paling
banyak mempunyai komoditi unggulan adalah Kecamatan Bumiaji, kemudian
disusul oleh Kecamatan Batu dan Junrejo, kedua kecamatan tersebut masing-
masing mempunyai 10 dan 6 komoditi unggulan. Komoditi unggulan yang
dimiliki oleh Kecamatan Bumiaji yaitu komoditi: 1) Kehutanan, 2) Industri
formal, 3) Industri kecil, 4) Sapi potong, 5) sapi perah, 6) Kambing, 7) Domba, 8)
Kelinci, 9) Ayam buras, 10) Ayam petelur, dan 11) Itik. Sedangkan sektor
unggula yang dimiliki Kecamatan Batu yaitu komoditi: 1) Tanaman sawah, 2)
8
Tanaman kebun, 3) Industri formal, 4) Industri non formal, 5) Industri kecil, 6)
Industri rumah tangga, 7) Kuda, 8) Sapi perah, 9) Domba, dan 10) Ayam
pedaging.
Gambar 1
Peta Kota Batu Berdasarkan Komoditi Unggulan Masing-Masing Kecamatan
Sementara kecamatan yang mempunyai komoditi unggulan paling sedikit
diantara tiga kecamatan yang ada di Kota Batu adalah Kecamatan Junrejo,
kecamatan tersebut hanya mempunyai 6 komoditi unggulan, yaitu komoditi: 1)
Tanaman sawah, 2) Tanaman kebun, 3) Sentra indutri, 4) Kerbau, 5) Ayam
pedaging, dan 6) Itik.
Kehutanan Industri Formal Industri Kecil Sapi Potong Sapi Perah Kerbau, Kambing Babi, Kelinci, Ayam Buras,
Padi Sawah Tanman Perkebunan Senttra industri Kerbau,
Padi sawah Tanaman Perkebunan Industri formal Industri non formal Industri kecil, Industri rumah tangga, Kuda, Sapi perah, Domba, Ayam pedaging
9
Sarana Ekonomi Kota Batu
Seperti dijelaskan sebelumnya, inventarisasi sarana ekonomi Kota Batu
dilakukan dengan menggunakan pendekatan tipologi suatu wilayah. Melalui
pendekatan ini, selanjutnya dapat digambarkan wilayah majemuk dengan
fenomena yang kompleks dengan beberapa persamaan di dalamnya. Maksudnya,
bahwa pada tipologi suatu wilayah di kota Batu ada relevansinya dengan
keberadaan potensi ekonomi maupun potensi sarana ekonomi di wilayah tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disinyalir masih terdapat kegiatan
ekonomi maupun sarana ekonomi yang menunjang kegiatan tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal. Keadaan ini menjadikan keduanya masih bersifat
potensial, dan memerlukan penanganan pengelolannya agar dapat diperoleh
output yang optimal pula. Pengelolaan optimal tersebut tentu masih memerlukan
suatu pengkajian tersendiri untuk mengukur sampai sejauh mana tingkat
feasibilitasnya.
Potensi sarana ekonomi Kota Batu merujuk pada sarana ekonomi (dalam
bentuk fisik) yang teridentifikasi di setiap desa dan kelurahan maupun yang sudah
terkompilasikan di tingkat kecamatan adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Inventarisasi Sarana Ekonomi Kota Batu
10
LOKASI SARANA NO JENIS SARANA NAMA SARANA KELURAHAN / DESA KECAMATAN
1 Wisata Jatim Park Kelurahan Sisir Batu Club Bunga KelurahanSisir Batu Panderman Hill Kelurahan Sisir Batu Objek Wisata Panderman Deasa Pesanggrahan Batu
Wisata Belanja Payung Kelurahan Songgokerto
Batu
Pasar Wisata Songgoriti Kelurahan Songgokerto
Batu
Permandian Air Dingin Kelurahan Songgokerto
Batu
Tirta Nirwana Kelurahan Songgokerto
Batu
Selecta Desa Tulung Rejo Junrejo Objek Wisata Coban Talun Desa Tulung Rejo Junrejo Permandian Air Panas Cangar Desa Tulung Rejo Junrejo
Pasar Wisata Alun-alun Kelurahan Sisir Batu Agro Kusuma I, II, III, Kelurahan Sisir Batu Agro Kusuma IV Kelurahan Sisir Batu 2 Hotel & Penginapan Hotel Amanda Desa Sidomulyo Batu Hotel Agro Kusuma Kelurahan Sisir Batu Hotel Victory Desa Tulung Rejo Bumiaji Hotel Monalisa Punten Bumiaji Hotel Wijaya Inn Punten Bumiaji Kawasan Villa Songgoriti Kelurahan
Songgokerto Batu
11
Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan pemilahan jenis sarana,
terdapat tujuh kelompok besar, yaitu: (1) Wisata, (2) Hotel & Penginapan, (3)
Industri, (4) Lembaga Keuangan/Koperasi, (5) Pasar, Swalayan, Plaza, (6)
Fasilitas Umum, dan (7) Lain-lain. Potensi sarana ekonomi tersebut menunjukkan
arti pentingnya potensi sarana tersebut dalam mendukung berbagai kegiatan
masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat. Namun demikian, dengan berbagai
keterbatasan, sarana ekonomi tersebut hingga saat ini belum sepenuhnya
termanfaatkan secara optimal.
LOKASI SARANA NO JENIS SARANA NAMA SARANA KELURAHAN / DESA KECAMATAN
3 Industri Industri Indofood Kelurahan Sisir Batu Elektonik PT EKO Kelurahan Temas Batu PT. Agung .Konstruksi Besi Desa Dadap Rejo Junrejo Industri Pertanian Jamur Desa Tulung Rejo Bumiaji Industri Cobek Batu Desa Junrejo Junrejo Industrti UPTD Desa Beji Junrejo Pengemasan Makanan Madu Sari Kelurahan Temas Batu Pengemasan Makanan Malang Sari Kelurahan Temas Batu Peternakan Ayam Petelor PT
Samsung Desa Beji Junrejo
4 Lembaga Keuangan/ Koperasi
Bank Bukopin, Kelurahan Sisir Batu
Bank Lippo Kelurahan Sisir Batu Bank BRI cabang Kawi Kelurahan Sisir Batu Bank BRI Desa Dadaprejo Junrejo Bank BNI 46 Kelurahan Temas Batu Bank Danamon Kelurahan Temas Batu BPR Wahana Dana Kelurahan Temas Batu Bank BRI Kelurahan Temas Batu Bank Mandiri Kelurahan Temas Batu Bank Jatim, Kelurahan Temas Batu KUD Batu Kelurahan Sisir Batu 5 Pasar/Swalayan/Plaza Pasar Kota Kelurahan Temas Batu Stan Penjualan Bunga Kelurahan Temas Batu Plaza Batu kelurahan Sisir Batu 6 Fasilitas Umum Terminal Kota Batu Kelurahan Temas Batu
Gedung Balai Kota Desa Pesanggrahan Batu PT. Telkom Kelurahan Sisir Batu
- SPBU
- Desa Dadaprejo - Kelurahan Sisir - Desa Pesanggrahan - Desa Beji
Junrejo Batu Batu
Junrejo Pemancar Tidar Sakti FM Dsa Beji Junrejo 7 Lain-lain Arboretum/Hulu Sungai Brantas Desa Tulung Rejo Junrejo
12
Hal yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Batu untuk meningkatkan
potensi daerahnya adalah dengan meningkatkan sarana ekonomi guna menarik
investasi terutama ditujukan untuk peningkatan produksi sektor pertanian. Sebagai
wilayah yang memiliki keunikan dalam sektor ini, pengelolaan yang dimaksud
adalah untuk mempertahankan pengadaan stock pangan, perluasan kesempatan
kerja, dan peningkatan nilai tambah, terutama untuk mendukung peningkatan
potensi ekonomi Kota Batu.
Analisis Fasilitas Non Fisik
Perhitungan dan pemeringkatan daya saing yang dilakukan terhadap
masing-masing kabupaten/kota di sekitar wilayah Kota Batu, bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang posisi relatif Kota Batu dibandingkan dengan
suatu kabupaten/kota yang ada disekitarnya. Indikator-indikator yang digunakan
sebagai alat ukur dalam analisis ini lebih bersifat indikator non fisik atau bersifat
kelembagaan yang bersifat melekat dalam suatu kabupaten/kota, indikator tersebut
antara lain: 1) Sumberdaya Manusia, 2) Kesehatan, 3) Lingkungan, 4) Kinerja
Aparatur Pemerintah, 5) Tenaga Kerja, 6) Makro Ekonomi, 7) Pendapatan per
Kapita, 8) Ketahanan Pangan, 9) Industrialisasi, 10) Kemiskinan, dan 11)
Pariwisata.
Hasil pemeringkatan berdasarkan analisis daya saing dapat terlihat pada
tabel di bawah ini.
13
Tabel 3 Peringkat Daya Saing Kota Batu dan Wilayah Sekitarnya Berdasarkan Analisis Neraca Daya Saing
Peringkat Menurut Indikator Utama SDM Kesehatan Lingkungan Kinerja Tenaga kerja Makro Eko. Pendapatan Pangan Industrialisasi Kemiskinan PariwisataNo Kabupaten/ Kota Peringkat
Keseluruhan I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Rata-rata
1 Blitar 6 6 7 5 3 3 6 5 2 4 4 8 4.82 2 Kediri 7 7 5 6 4 1 4 3 3 5 8 6 4.73 3 Malang 5 8 8 7 8 4 5 1 1 2 6 2 4.73 4 Jombang 4 5 4 3 2 6 7 2 4 3 7 7 4.55 5 Kota Kediri 3 3 2 1 5 7 1 6 7 6 4 3 4.09 6 Kota Blitar 2 2 1 2 1 9 3 7 6 7 1 5 4.00 7 Kota Malang 1 1 3 8 6 8 2 4 5 1 2 1 3.73 8 Kota Batu 8 4 6 4 7 5 8 8 8 8 3 4 5.91
14
Seperti terlihat pada tabel peringkat daya saing kabupaten/kota di atas
menunjukkan bahwa daerah yang menduduki peringkat ke-1 adalah Kota Malang,
kemudian disusul oleh Kota Blitar dan Kota Kediri, sedangkan Kota Batu sendiri
menduduki perngkat ke delapan atau peringkat terakhir. Indikator-indikator yang
merupakan variabel menguntungkan Kota Malang adalah indikator, industrialisasi,
Sumberdaya manusia, dan Pariwisata, untuk tiga indikator tersebut Kota Malang
menduduki peringkat pertama. Hal ini menunjukkan Kabupaten Malang merupakan
pesaing terberat bagi Kota Batu dalam menarik para pelaku ekonomi untuk melakukan
aktivitas ekonomi di wilayahnya. Apalagi didukung dengan tingkat keamanan, yang
cukup kondusif serta kelembagaan dan kondisi lingkungan yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, P., Alisjahbana, A., Effendi, N., Boediono, 2002, Daya Saing Daerah: Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, BPFE Yogyakarta.
Arsyad, Lincolin, 1997. Ekonomi Pembangunan (Edisi Ketiga), Yogyakarta: STIE-YKPN.
Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta
Blakely, Edward J. (1989), Planning Local Economic Development: Theory and Practice, Sage Library of Social Research 168, Sage Publication.
Hutagalung, Ramses, 2003. Penjelasan Program Reprientasi Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal Sebagai Tolok Ukur Kinerja Pemerintah Daerah, mimeo, 14 Juli 2003, Jakarta.
KPPOD, 2002. Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia: Persepsi Dunia Usaha.
Kuncoro M., 2003, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi (Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis), Erlangga, Jakarta.
Maijidi, Nasyith, 1997, Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi antar Daerah, Prisma, No. 3
Sjafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma, LP3ES, No.3
Sjoholm, F. 1999. “Productivity Growth in Indonesia: The Role of Regional Characteristics and Direct Investment”, Economic Development and Cultural Change, 47(3), 559-584
15
Soepono, Prasetyo, 1998. Peranan Daerah Perkotaan Bagi Pembangunan Regional: Penerapan Model Van Thunen yang dimodifikasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 13 No.2
Soepono, Prasetyo, 2000. Model Gravitasi sebagai Alat Pengukur Hinter Land dari Central Place Tinjauan Teoritik. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 15 No. 4
Soepono, Prasetyo, 1999, Teori Lokasi: Representasi Landasan Mikro Bagi Teori Pembangunan Daerah, jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 14 No.4
Tarigan, Robinson, 2004, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, 2004.
_______________, 2004, Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Bumi Aksara, 2004.