Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan Melalui
Data Citra Satelit Landsat dengan Metode Supervised Classification
(Studi Area: Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi
Utara)
Jurnal
diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Gelar Master of Computer Science
Oleh :
Gregorius Anung Hanindito
NIM : 972013001
Program Studi Magister Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Juli 2015
ii
iii
iv
Prakata
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang bertahta di dalam Kerajaan
Surga, karena atas rahmat dan kasihNya maka saya dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir
dengan judul “Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan Melalui Data Citra
Satelit Landsat dengan Metode Supervised Classification (Studi Area: Kabupaten
Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara)” dengan baik dan tidak kurang suatu apapun.
Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Dharma Putra Palekahelu, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
2. Bapak Prof. Ir. Danny Manongga, M,Sc., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Magister
Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Eko Sediyono, M,Kom., selaku pembimbing 1 pada pembuatan tesis ini.
4. Bapak Dr.Adi Setiawan., selaku pembimbing 2 pada pembuatan tesis ini.
5. Seluruh Dosen Program Studi Magister Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
6. Seluruh Staff Tata Usaha Program Studi Magister Sistem Informasi Fakultas Teknologi
Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
7. Kedua Orang tua saya, Ir. DP Adi Tyasno & Theresia Heny Suryanti yang telah merawat,
membimbing serta membesarkan saya hingga saat ini.
8. Keluarga Hadi Susilo dan Tejosukmono atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada
penulis selama melaksanakan studi.
9. Innes Septa Nindiarini yang selalu memberikan dukungan semangat dan doa selama penulis
melaksanakan studi.
10. Keluarga Cokrowiyono dan Subardal atas dukungan yang selalu diberikan.
11. Rekan-rekan angkatan 13 MSI (Aldi, Nidas, Boby, Myrel, Ito, dan Alan) tetap semangat.
12. Teman-teman Pungkursari 45 yang selalu memberikan semangat, dan dukungan kepada
penulis.
v
13. Seluruh pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang belum sempat saya
sebutkan diatas. Semoga Tuhan Yesus selalu memberikan berkat yang melimpah kepada kita
semua.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, saran dan kritik sangat saya harapkan dari berbagai pihak yang membaca laporan ini untuk
kesempurnaan dari penulisan laporan ini.
Salatiga,
Penulis.
vi
Daftar Gambar
Halaman
Halaman Judul …………………………………………………………….i
Halaman Pengesahan …………………………………………………….ii
Halaman Pernyataan …………………………………………………….iii
Prakata …………………………………….…………………………….iv
Daftar Isi ………………………………………………………..............vi
Daftar Gambar ………………………………………………………….vii
Daftar Tabel ……………………………………………………………viii
Abstrak …………………………………………………………………10
Pendahuluan ………………………………………………………..........10
Studi area ……………………………………………………………….11
Perubahan Penggunaan Lahan dan Tutupan Lahan …………………….11
Metode-Metode Klasifikasi …………………………………………….12
Metode Penelitian ……………………………………………………..13
1. Kebutuhan Data …………………………………………………13
2. Tahap Penelitian ……………………………………………….13
Hasil Pembahasan ……………………………………………………..15
1. Pengolahan Data Remote Sensing ………………………………15
2. Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan ………..17
3. Grafik Hasil Analsis ..…………………………………………….18
Kesimpulan ………………………………………………………………18
Referensi …………………………………………………………………19
vii
Daftar Isi
Halaman
Gambar 1 Area Studi Minahasa Tenggara ………………….………….13
Gambar 2 Bagan Metode Penelitian ……………………………………14
Gambar 3 Probabilitas Klasifikasi Maksimum Likehood ……………….16
Gambar 4 Citra Hasil Pantauan Klasifikasi …………………………….17
Gambar 5 Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2002-2007 ………………..17
Gambar 6 Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2007-2010 ………………..18
Gambar 7 Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2010-2014 ………………..19
Gambar 8 Grafik Perbandingan Luas Hutan dan Lahan Perkebunan ……19
viii
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Data yang digunakan dalam Penelitian …………...13
Tabel 2 Tingkat Probabilitas Data Sampel ………………………………15
ix
ANALISIS ALIH FUNGSI HUTAN MENJADI LAHAN PERKEBUNAN
MELALUI DATA CITRA SATELIT LANDSAT DENGAN METODE
SUPERVISED CLASSIFICATION
(Studi Area: Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara)
1Gregorius Anung Hanindito, 2Eko Sediyono, 3Adi Setiawan 1,2Magister Sistem Informasi Universitas Kristen Satya Wacana
3Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711-Indonesia,
Email; [email protected];
Abstract
Minahasa Tenggara (Mitra) Regency is new regency in Nort Celebes Province. It came from part of South Minahasa
Regency. This regency was proclaimed at May 23th 2007, with Ratahan as a Capital City. This area is potential in
coconut plant, with the production reach 37.687 ton in 2011. This research studies the expansion of coconut farm that
again the forest area in Mitra from Lansat Sattelite remote sensing image. This research use four image difference
years. They are 2002, 2007, 2010, and 2014 Sattelite images. From these images we can study the change of forest
vegetation from year to year. The result of this research is important to manage the land in Mitra Regency.
Keywords : Remote Sensing, Landsat Sattelite, land use/land cover
Abstrak
Kabupaten Minahasa Tenggara merupakan salah satu kabupaten baru di wilayah Provinsi Sulawesi Utara hasil
pemekaran dari Kabupaten Minahasa Selatan. Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 23 Mei 2007 dengan Ratahan
sebagai ibu kota. Kabupaten ini memiliki potensi daerah yang cukup tinggi di antaranya potensi sektor perkebunan.
Potensi perkebunan unggulan di wilayah ini adalah perkebunan kelapa, bahkan produksi kelapa di provinsi ini
mencapai 37.687 ton pada tahun 2011. Berkaitan dengan hal tersebut, Dalam penelitian ini akan dilakukan
pemantauan ekspansi lahan perkebunan terhadap area hutan di wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara dengan
memanfaatkan empat buah
citra remote sensing Satelit Landsat yakni 1) citra tahun 2002, 2) citra tahun 2007, 3) citra tahun 2010, dan 4) citra
tahun 2014. Melaui penelitian ini juga akan memantau bagaimana keadaan vegetasi hutan yang beralih fungsi dari
tahun ke tahun akibat adanya ekspansi lahan perkebunan tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan analisis perubahan
land use/land cover dalam memonitor dan memantau tingkat peralihan tersebut. Tujuan dari dilakukan penelitian ini
adalah untuk memberikan gambaran kepada pihak terkait mengenai keadaan vegetasi hutan dalam periode waktu tahun
2002-2014 sehingga diharapkan dapat dibuat kebijakan dalam tata kelola lahan di wilayah kabupaten Minahasa
Tenggara.
Kata Kunci :Remote Sensing, Satelit Landsat, land use/land cover
x
ANALISIS ALIH FUNGSI HUTAN MENJADI LAHAN PERKEBUNAN
MELALUI DATA CITRA SATELIT LANDSAT DENGAN METODE
SUPERVISED CLASSIFICATION
(Studi Area: Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara)
1Gregorius Anung Hanindito, 2Eko Sediyono, 3Adi Setiawan 1,2Magister Sistem Informasi Universitas Kristen Satya Wacana 3Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711-Indonesia,
Email; [email protected]; [email protected]; [email protected]
Abstract
Minahasa Tenggara (Mitra) Regency is new regency in Nort Celebes Province. It came from part of South Minahasa
Regency. This regency was proclaimed at May 23th 2007, with Ratahan as a Capital City. This area is potential in
coconut plant, with the production reach 37.687 ton in 2011. This research studies the expansion of coconut farm that
again the forest area in Mitra from Lansat Sattelite remote sensing image. This research use four image difference
years. They are 2002, 2007, 2010, and 2014 Sattelite images. From these images we can study the change of forest
vegetation from year to year. The result of this research is important to manage the land in Mitra Regency.
Keywords : Remote Sensing, Landsat Sattelite, land use/land cover
Abstrak
Kabupaten Minahasa Tenggara merupakan salah satu kabupaten baru di wilayah Provinsi Sulawesi Utara hasil
pemekaran dari Kabupaten Minahasa Selatan. Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 23 Mei 2007 dengan Ratahan
sebagai ibu kota. Kabupaten ini memiliki potensi daerah yang cukup tinggi di antaranya potensi sektor perkebunan.
Potensi perkebunan unggulan di wilayah ini adalah perkebunan kelapa, bahkan produksi kelapa di provinsi ini mencapai
37.687 ton pada tahun 2011. Berkaitan dengan hal tersebut, Dalam penelitian ini akan dilakukan pemantauan ekspansi
lahan perkebunan terhadap area hutan di wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara dengan memanfaatkan empat buah
citra remote sensing Satelit Landsat yakni 1) citra tahun 2002, 2) citra tahun 2007, 3) citra tahun 2010, dan 4) citra
tahun 2014. Melaui penelitian ini juga akan memantau bagaimana keadaan vegetasi hutan yang beralih fungsi dari
tahun ke tahun akibat adanya ekspansi lahan perkebunan tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan analisis perubahan
land use/land cover dalam memonitor dan memantau tingkat peralihan tersebut. Tujuan dari dilakukan penelitian ini
adalah untuk memberikan gambaran kepada pihak terkait mengenai keadaan vegetasi hutan dalam periode waktu tahun
2002-2014 sehingga diharapkan dapat dibuat kebijakan dalam tata kelola lahan di wilayah kabupaten Minahasa
Tenggara.
Kata Kunci :Remote Sensing, Satelit Landsat, land use/land cover
PENDAHULUAN
Di Indonesia banyak terjadi kasus terkait pengelolaan hutan yang berdampak pada hilangnya
10
hutan atau deforestasi. Salah satu penyebab krusial
dari kerusakan hutan yakni konversi hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Perluasan lahan perkebunan seharusnya tidak dilakukan pada lahan
Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan
yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan [1]. Permasalahan tersebut secara khusus juga terjadi di
salah satu wilayah Indonesia yakni kabupaten
Minahasa Tenggara.
Kabupaten Minahasa Tenggara merupakan salah satu kabupaten baru di wilayah provinsi Sulawesi
Utara hasil pemekaran dari kabupaten Minahasa Selatan. Kabupaten ini beribu kota di Ratahan. Pada tanggal 23 Mei 2007 Menteri Dalam Negeri ad interim meresmikan kabupaten Minahasa Tenggara ini beserta dengan beberapa wilayah lain yakni Kota
Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Sitaroe [2]. Secara administratif, kabupaten ini dengan UU No. 9 tahun 2007 [3].
Kabupaten Minahasa Tenggara merupakan salah
satu kabupaten potensial dalam bidang perkebunan. Kabupaten ini memiliki sektor unggulan yakni
perkebunan kelapa. Melalui data yang diperoleh tercatat bahwa produksi kelapa yang dihasilkan oleh Kabupaten Minahasa Tenggara mencapai 37.687 ton pada tahun 2011 [4].
Melalui data yang telah dihimpun tersebut, dapat diketahui bahwa Kabupaten Minahasa Tenggara merupakan wilayah potensial di sektor perkebunan,
sehingga untuk memastikan pantauan geografis wilayah tersebut, dilakukan pengolahan data citra
melalui satelit Landsat dengan metode penginderaan jauh/remote sensing. Hasil
pengolahan citra remote sensing menjadi data utama dalam melakukan analisis spasial yang mendalam
mengenai alih fungsi lahan di kabupaten Minahasa
Tenggara.
Penelitian ini bertujuan untuk memantau pola
persebaran lahan perkebunan di wilayah kabupaten Minahasa Tenggara melalui analisis perubahan tata guna lahan/tutupan lahan (land use/land cover) dalam kurun waktu antara tahun 2002-2014 dengan menggunakan empat buah sampel data. Sampel data tersebut antara lain: 1) Data tahun 2002; 2) Data
tahun 2004; 3) Data tahun 2010; dan 4) Data tahun 2014.
Selain itu pantauan citra ini dilakukan untuk menganalisis kecenderungan tingkat ekspansi lahan perkebunan terhadap letak administrasi wilayah
Kabupaten Minahasa Tenggara yang terbagi atas
dua belas wilayah kecamatan.
Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini, nantinya pola persebaran lahan perkebunan di wilayah kabupaten Minahasa Tenggara dapat
semakin terkontrol dengan baik oleh badan terkait
selain itu melalui penelitian ini optimasi ekspansi
hutan dapat dilakukan dalam rangka peningkatan produksi tanaman perkebunan dari tahun-ketahun.
STUDI AREA
Studi area dalam penelitian ini berada di wilayah
kabupaten Minahasa Tenggara. Secara astronomis kabupaten ini terletak pada 124°32”56’ BT - 124°57”3’ BT dan 0°50”28’ LU-1°7”17’ LU dengan luas wilayah sebesar 730.62 km2. Sebagian
besar wilayah Minahasa Tenggara memiliki topografi yang bergunung-gunung [5]. Meskipun
demikian, kabupaten ini memiliki potensi besar dalam mengembangkan produksi tanaman
perkebunan salah satunya adalah tanaman kelapa
yang menjadi komoditi utama di wilayah ini.
Pada penelitian ini, kabupaten Minahasa Tenggara
menjadi objek studi dengan menitik beratkan pada pola perubahan dan perbandingan cakupan luas
lahan perkebunan dalam kurun periode tahun 2002- 2014. Gambar 1 menunjukkan letak area penelitian
yang dilakukan. Terlihat bahwa kabupaten Minahasa Tenggara terletak pada sisi selatan
provinsi Sulawesi Utara yang berbatasan langsung dengan laut Maluku.
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN
TUTUPAN LAHAN
Perubahan tutupan lahan (land cover change) pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor manusia dan faktor alam. Faktor alam yang
mempengaruhi perubahan tutupan lahan antara lain: perubahan iklim, perubahan atmosfer, serta serangan hama, sedangkan faktor yang dipengaruhi
oleh kegiatan manusia yakni antara lain: penggundulan hutan dan pembangunan [6].
Penggunaan lahan (land use) dapat didefinisikan dalam dua cara yang berbeda. Definisi yang
pertama merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
manusia yang dapat mempengaruhi pola perubahan
tutupan lahan (land cover change), sedangkan
definisi yang kedua lebih menitik beratkan pada
tujuan dilakukannya land cover change tersebut [7].
Definisi lain menyebutkan bahwa tutupan lahan
mengacu pada atribut biofisik permukaan bumi
yang dapat dimonitor secara langsung melalui foto udara maupun sensor satelit sedangkan penggunaan lahan (land use) menggambarkan tentang dimensi
11
Jurnal Komputer dan Informatika Volume 13 Nomor 1 2015
manusia mengenai tujuan dilakukannya penggunaan lahan. Dalam kaitannya dengan kelestarian hutan,
informasi yang akurat mengenai penggunaan lahan
menjadi sangat penting dalam mengembangkan
kebijakan dan strategi agar memperlambat dan meminimalisir kerusakan hutan [8].
Melalui dua definisi tersebut dapat simpulkan
bahwa antara land use dan land cover memiliki keterkaitan yang erat. Land use yang didefinisikan sebagai pola tindakan manusia dalam mencapai tujuan yang diharapkan, dapat dijadikan sebagai
faktor utama dalam perubahan tutupan lahan (land cover change).
Deteksi pemantauan mengenai perubahan penggunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover) dapat dilakukan melalui penginderaan
jauh (remote sensing). Penginderaan jauh (remote sensing) menyediakan informasi secara rinci dalam memonitor penggunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover) [9].
Perkembangan penelitian tentang penggunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover) telah dimulai sejak tahun 1970an, ditandai dengan
peluncuran satelit Landsat pada awal tahun 1970an yang memberikan data semitemporal seperti Multispectral Scanner (MSS), Thematic Mapper (TM), Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) dan Landsat Data Continuity Mission (LDCM) images. Melalui data tersebut analisis perubahan
land use/land cover dapat dilakukan [10].
Geographic information system dan remote sensing merupakan salah satu metode dalam melakukan pemantauan dan memonitor kegunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover).
Serangkaian langkah dalam melakukan deteksi perubahan land use/land cover antara lain: data akuisisi, klasifikasi citra, dan post classification comparison [11].
Pada proses analisis, perbandingan peta didapat dengan melakukan overlay pada dua buah peta yang dianalisis sehingga dapat ditemukan pola perubahan yang terjadi pada kelas land use/land cover [11].
Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama yakni klasifikasi citra remote sensing. klasifikasi ini menggunakan metode supervised classification dengan teknik maximum likehood yang akan mengkonversi nilai piksel sebuah citra menjadi kelas tutupan lahan.
12
Tahap selanjutnya yakni analisis perubahan tutupan lahan, dalam hal ini tutupan lahan hutan
menjadi lahan perkebunan. Tahap ini dilakukan
dengan menggunakan teknik intersection, dengan
membandingkan antara keadaan tutupan lahan hutan
dengan keadaan tutupan lahan perkebunan.
Intersection ini digunakan untuk mencari pola
perubahan keadaan kenampakan hutan menjadi lahan perkebunan dalam kurun waktu tertentu.
METODE-METODE KLASIFIKASI
Secara umum klasifikasi citra merupakan sebuah
proses untuk menetapkan piksel citra menjadi sebuah kelas tertentu yang dilakukan dengan
mengumpulkan kelompok piksel yang identik menjadi kelas yang sesuai dengan informasi yang
diperoleh pengguna [12].
Dalam remote sensing terdapat dua macam
metode klasifikasi yang berbeda yakni supervised
classification dan unsupervised classification [13].
Unsupervised classification merupakan
identifikasi kelompok piksel tertentu dalam citra multispectral tanpa adanya informasi kelas oleh pengguna [13]. Ada beberapa kelemahan dalam menggunakan metode unsupervised classification ini yakni: pertama proses klasifikasi belum tentu sesuai dengan informasi kelas sebenarnya. Kedua pengguna memiliki kontrol yang terbatas atas kelas
yang dipilih melalui proses klasifikasi. Ketiga
hubungan antara kelas spectral dengan kelas informasi tidak selalu sesuai [14].
Supervised classification merupakan proses klasifikasi dengan menggunakan data latih sesuai dengan informasi kelas yang dimiliki oleh
pengguna. Data latih digunakan untuk mengklasifikasikan piksel yang belum diketahui identitasnya ke dalam kelas tertentu sesuai
informasi pengguna [13]. Ada beberapa keuntungan dalam menggunakan metode supervised
classification yakni pertama pengguna memiliki
kontrol penuh dari kategori informasi atau kelas.
Kedua, melalui proses pemilihan data latih,
klasifikasi yang dihasilkan akan diketahui secara
lebih spesifik. Ketiga pengguna tidak mendapatkan
masalah dalam pencocokan kelas pada citra [14].
Melaui beberapa alasan tersebut maka penelitian
ini menggunakan metode supervised classification
dengan tujuan untuk memperoleh tingkat akurasi
dari hasil klasifikasi citra yang telah dilakukan.
Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan
Gambar 1. Area Studi Minahasa Tenggara
METODE PENELITIAN
1. Kebutuhan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data pantauan satelit Landsat dengan waktu akuisisi yang berbeda. Pengambilan data ini
juga mempertimbangkan besarnya area yang tertutup awan (cloud cover). Semakin besar tutupan awan yang menutupi permukaan studi area, maka akan mempersulit dalam proses klasifikasi dan analisis penggunaan lahan/tutupan lahan. Pada
Tabel 1 diterangkan mengenai data yang digunakan
dalam penelitian ini.
Tabel 1. Karakteristik Data yang digunakan dalam
Penelitian
Tutupan Satelite Tanggal Akuisisi Awan
Landsat 7 28 Juli 2002 < 10%
Landsat 7 23 Mei 2007 < 10%
Landsat 7 12 Maret 2010 < 10 %
Landsat 8 28 Desember 2014 < 10%
Tabel 1 menunjukkan empat buah data citra yang
digunakan dalam penelitian ini. Keempat data citra
tersebut memiliki akuisisi waktu yang berbeda namun pada studi area yang sama yakni wilayah
kabupaten Minahasa Tenggara. Keempat data citra
tersebut diklasifikasikan sehingga setiap
kenampakan pada citra dapat mewakili tutupan lahan pada keadaan sebenarnya.
2. Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap
yang digambarkan melalui Gambar 2. Tahap pertama yang dilakukan yakni pengumpulan data. Sebelumnya telah disebutkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra satelit Landsat hasil proses remote sensing pada
studi area kabupaten Minahasa Tenggara. Data ini diambil pada waktu akuisisi yang berbeda dengan maksud agar dapat memudahkan dalam melakukan
analisis perbandingan perubahan tutupan lahan antara data satu dengan yang lain. Dalam remote sensing, klasifikasi merupakan proses pemilahaan dari kelas piksel menjadi beberapa kelas kategori tertentu berdasarkan tingkat kecerahan yang dimiliki masing-masing piksel dalam citra remote sensing [15].
13
Jurnal Komputer dan Informatika Volume 13 Nomor 1 2015
Pengumpulan data dan
Seleksi Data
Pengolahan data remote sensing
Konversi citra
Tahap I
Tahap II
Cropping studi Peningkatan
area kontras citra
Citra terklasifikasi
Converting data raster ke vektor
Analisis tutupan lahan
Penarikan kesimpulan
Gambar 2. Bagan Metode Penelitian
Klasifikasi citra
Proses klasifikasi dilakukan dengan menggunakan
metode supervised classification atau sering disebut sebagai klasifikasi terbimbing. Algoritma klasifikasi terbimbing memerlukan pengetahuan yang cukup dari daerah penelitian/studi area sehingga dapat
diperoleh beberapa kelompok kelas tutupan lahan yang berbeda [16]. Pengetahuan mengenai daerah
penelitian tersebut dituangkan dalam sebuah data latih (training site) yang didigitasi berdasarkan hasil interpretasi citra satelit yang telah dipastikan
kebenarannya melalui interpretasi foto udara
maupun hasil survey lapangan [17].
Secara teknik, metode supervised classification menerapkan konsep maximum likelihood. Konsep didasarkan pada kemungkinan bahwa tiap pixel pada citra satelit mewakili kelas tertentu pada
keadaan nyata [16].
Maksimum likelihood secara umum dirumuskan pada Rumus 1, 2, 3, 4, dan 5 di bawah yaitu, suatu pixel X yang merupakan vektor nilai pixel akan dikelaskan menjadi kelas k jika peluang terjadinya X di dalam kelas k adalah yang terbesar dibanding
dengan peluang kejadian di kelas lain [17].
dengan adalah peluang kejadian X menjadi
kelas k dengan perhitungan sebagai berikut.
..(2)
dengan dk2 adalah mahalanobis distance yang dirumuskan sebagai berikut
……….(3)
X = vektor nilai pixel untuk X = (X1, X2, X3,….., Xn)t, k =
kelas untuk ( k =1, 2, 3, …, K),
N = jumlah kanal data,
Mk adalah rata-rata vektor untuk kelas k yang
dihitung sebagai berikut
…….…(4)
m = jumlah data latih (training site) untuk kelas k,
= vektor nilai pixel untuk data latih ke-i kelas k, = covarian matriks kelas
L(X) = Maks { L1(X), L2(X),…, LK(X) } ……(1)
14
CK
sebagai berikut
=
k yang dirumuskan
t……(5)
Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan
Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah membandingan antara dua buah peta melalui teknik intersection. Teknik intersection merupakan teknik dalam proses analisis GIS dalam menganalisis perpotongan antara dua buah vektor yang berbeda. Teknik ini dapat digunakan dalam proses analisis
perubahan kegunaan lahan/tutupan lahan [18].
Pantauan dengan menggunakan teknik
intersection akan menghasilkan pola perubahan tutupan lahan yang dianalisis [19]. Dalam penelitian ini dilakukan analisis pada citra remote sensing satelit Landsat yakni:
1) Citra tutupan lahan hutan tahun 2002 dengan
citra penggunaan lahan perkebunan tahun 2007
2) Citra tutupan lahan hutan tahun 2007 dengan
citra penggunaan lahan perkebunan tahun 2010.
3) Citra tutupan lahan hutan tahun 2010 dengan
citra penggunaan lahan perkebunan tahun 2014.
Melalui data tersebut, perpotongan antar citra
yang dilakukan dengan teknik intersection dapat
menghasilkan analisis perubahan land use/land
cover pada wilayah kabupaten Minahasa Tenggara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengolahan Data Remote Sensing
Penelitian ini menggunakan empat buah data hasil pantauan citra satelit Landsat. Data ini dikumpulkan
untuk kemudian diolah serta menghasilkan data terklasifikasi.
Klasifikasi
Proses klasifikasi citra dilakukan dengan
mengidentifikasi tiap piksel citra menjadi tipe kelas tertentu. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan referensi foto udara maupun pantauan langsung ke lapangan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, proses klasifikasi dalam penelitian ini dilakukan
melalui teknik supervised classification yang menerapkan konsep maximum likehood yang menitikberatkan pada tingkat probabilitas terjadinya
sebuah piksel x pada titik tertentu untuk menjadi suatu kelas k. Sebuah citra pada koordinat tertentu memiliki piksel x akan diklasifikasikan berdasarkan kenampakkan sebenarnya baik melalui pengamatan langsung ataupun foto udara. Melalui Pengamatan
tersebut nilai piksel x ditransformasikan menjadi
kelas tertentu k.
Dalam citra multispektral dikenal beberapa
jumlah kanal atau sering disebut band. Pada
kenampakan citra satelit, masing-masing band
memiliki nilai piksel berbeda untuk tiap titik
koordinat. Kombinasi masing-masing band akan memberikan tingkat pewarnaan yang berbeda pada citra. Ilustrasi nilai piksel pada band citra dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Probabilitas Data Sampel
No Titik Koordinat
1. 1°0’56.81” N, 124°50’37.96” E
2. 1°0’50.9” N, 124°50’56.82” E
3. 1°1’4.15” N, 124°50’28.95” E
4. 1°0’14.21” N, 124°50’41.79” E
5. 1°0’12.05” N, 124°50’40.5” E
6. 0°57’6.49” N, 124°36’16.15” E
7. 0°57’46.52” N, 124°35’39.78” E
8. 0°58’31.09” N, 124°36’6.89” E
9. 1°0’16.72” N, 124°39’24.89” E
10. 1°0’41.9” N, 124°39’33.44” E
Keterangan : L1(X) = Lahan Perkebunan
Nilai Piksel Probabilitas X dalam kelas k ( Lk(X))
Band 3 Band 5 L1(X) L2(X) Max(Lk(X))
83 211 6.2114 × 10-05 7.2196 × 10-22 L1(X)
82 196 6.4378 × 10-03 1.8345 × 10-14 L1(X)
83 194 3.8306 × 10-03 7.0025 × 10-32 L1(X)
82 199 1.5774 × 10-04 7.2196 × 10-22 L1(X)
83 189 1.2539 × 10-03 2.7951 × 10-24 L1(X)
77 171 1.0123 × 10-16 9.4846 × 10-03 L2(X)
78 182 6.5369 × 10-10 1.8095 × 10-03 L2(X)
75 171 9.6963 × 10-13 3.8945 × 10-04 L2(X)
77 171 1.6140 × 10-13 9.4846 × 10-03 L2(X)
77 167 1.9410 × 10-11 5.1851 × 10-03 L2(X)
L2(X) = Hutan
Pada Tabel 2 terdapat sepuluh sampel titik
koordinat yang diambil secara acak. Sampel titik
tersebut memiliki nilai piksel band 3 dan band 5 yang berbeda. Max Lk(X) pada tabel merujuk pada
probabilitas nilai piksel sebuah titik menjadi kelas
tertentu, sedangkan L1(X) dan L2(X) masing-masing
menyatakan tingkat probabilitas nilai piksel sebuah titik menjadi kelas ke-1 atau kelas ke-2. Pada tabel tersebut, kemungkinan terbesar nilai piksel menjadi kelas tertentu ditunjukkan dengan mencari nilai
15
Jurnal Komputer dan Informatika Volume 13 Nomor 1 2015
probabilitas terbesar piksel sebuah koordinat
terhadap kelas-kelas yang ada. Pada sampel data
tersebut koordinat 1 hingga 5 memiliki
kecenderungan untuk diklasifikasikan pada kelas
ke-1 yaitu dengan kemungkinan L1(X), sedangkan
pada koordinat 6 hingga 10 memiliki
kecenderungan untuk diklasifikasikan pada kelas
ke-2 dengan kemungkinan L2(X).
Gambar 3. Probabilitas Klasifikasi Maksimum Likehood
Grafik Gambar 3 memperlihatkan beberapa
koordinat titik yang diambil secara acak pada kenampakan lahan perkebunan dan hutan, yang memiliki kerapatan piksel band 3 dan band 5 yang berbeda. Nilai piksel tersebut ditransformasikan
menjadi beberapa kelas tertentu melalui proses probabilitas peluang terbesar seperti dijelaskan di atas.
Metode klasifikasi maksimum likelihood diterapkan pada setiap piksel yang ada pada citra
T ou laan T om bat u U ta ra
S ilia n R a ya
Ra tah an T im ur
Ra tah an P us om a en
Landsat wilayah Minahasa tenggara tahun 2002,
2007, 2010, dan 2014 untuk mendapatkan citra
terklasifikasi sesuai kelas tertentu dengan
menggunakan software ER Mapper. Dari proses
tersebut diperoleh informasi mengenai kecenderungan berkurangnya vegetasi hutan akibat dampak perluasan lahan perkebunan. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
T om bat u U ta ra
T oulaa n
S ilia n R aya
Ra tah an T im ur
Ra tah an P us om a en
Tombatu T im u r Pas an ulaan S elata n T om bat u T im u r P as an ulaan S elata n
T om bat u Belang T om batu B ela ng
Ra tat otok Ra tat otok
Tahun 2002 Tahun 2007 16
Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan
T om bat u U ta ra T om bat u U ta ra
T oulaan T oulaan
S ilian R aya S ilian R aya
Ra tah an T im ur Ra tah an T im ur
Ra tah an Ra tah an P us om a en P us om a en
T om bat u T im u r T om bat u T im u r ulaan S elata n P as an ulaan S elata n P as an
T om ba t u B ela ng T om bat u B ela ng
Ra tat otok Ra tat otok
Tahun 2010 Tahun 2014 Gambar 4. Citra Hasil Pantauan Klasifikasi
Gambar 4 menunjukkan citra hasil klasifikasi
pada studi area kabupaten Minahasa Tenggara
melalui metode supervised classification dengan konsep maximum likehood. Warna hijau tua pada gambar mewakili tutupan lahan berupa vegetasi hutan. Sedangkan warna hijau muda pada peta
gambar mewakili tutupan lahan berupa lahan
perkebunan.
Pada Gambar 4 juga dapat dilihat perubahan besar kenampakan hutan dan lahan perkebunan yang terjadi pada kurun waktu 2002-2014. Perubahan tersebut terjadi secara signifikan khususnya pada bagian barat kabupaten Minahasa Tenggara. melalui hasil klasifikasi terlihat bahwa tingkat pertumbuhan lahan perkebunan yang semakin besar menyebabkan
keberadaan vegetasi hutan semakin menyempit.
Dalam penelitian ini dilakukan analisis perubahan
area hutan terhadap area lahan perkebunan dengan menggunakan teknik intersection. Teknik
intersection dilakukan untuk mencari besar perubahan tutupan lahan (land cover change) pada tahun-tahun tersebut.
2 Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan
Perkebunan
1) Intersection antara area hutan tahun 2002
terhadap area perkebunan tahun 2007
Proses intersection ini menggunakan citra hutan tahun 2002 dan citra area perkebunan
tahun 2007. Proses ini dimaksudkan untuk
memperoleh pola perubahan lahan perkebunan
terhadap area hutan seperti pada Gambar 5
berikut.
Gambar 5. Perubahan Tutupan Lahan tahun 2002- 2007
Gambar 5 terlihat bahwa terjadi perluasan area
lahan perkebunan pada kurun waktu 2002-2007.
Area berwarna hijau muda merupakan tutupan lahan perkebunan sedangkan area berwarna hijau tua merupakan tutupan area hutan dan area barwarna merah merupakan pola alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian pada kurun waktu 2002-2007 pada wilayah Minahasa Tenggara.
2) Intersection antara area hutan tahun 2007
terhadap area perkebunan tahun 2010
Proses ini menggunakan citra hutan pada tahun
2007 dan citra area perkebunan pada tahun
2010.
17
Jurnal Komputer dan Informatika Volume 13 Nomor 1 2015
perubahan area hutan menjadi area perkebunan sejak tahun 2010-2014.
3. Grafik Hasil Analisis
Besar perbandingan antara hutan dan lahan
perkebunan digambarkan dalam sebuah grafik yang memberikan ilustrasi pola luas ekspansi lahan
perkebunan terhadap vegetasi hutan.
Gambar 6. Perubahan Tutupan Lahan tahun 2007-2010
Gambar 6 menunjukkan pola perubahan tutupan
lahan antara area hutan terhadap area perkebunan.
Citra warna hijau tua menunjukan kenampakan area
hutan, sedangkan kenampakan berwarna hijau muda
menunjukan kenampakan area lahan perkebunan.
Area dengan warna merah merupakan hasil analisis
perubahan area hutan menjadi area perkebunan
sejak tahun 2007-2010.
3) Intersection antara area hutan tahun 2010
terhadap area perkebunan tahun 2014
Proses ini menggunakan citra hutan pada tahun 2010 dan citra area perkebunan pada tahun 2014.
Gambar 7. Perubahan Tutupan Lahan tahun 2010-2014
Gambar 7 menunjukkan pola perubahan tutupan
lahan antara area hutan terhadap area perkebunan.
Citra warna hijau tua menunjukan kenampakan area
hutan, sedangkan kenampakan berwarna hijau muda
menunjukan kenampakan area lahan perkebunan.
Area dengan warna merah merupakan hasil analisis
18
Gambar 8. Grafik Perbandingan Luas Hutan dan Lahan
Perkebunan
Pada Gambar 8 ditunjukkan bahwa adanya
hubungan yang saling berbanding terbalik antara luas lahan perkebunan dan luas area hutan.
Ditunjukkan bahwa pada tahun 2002 luas area hutan berada puncak tertinggi yakni dengan luas sebesar
42.906,25 Ha dan lahan perkebunan sebesar
25.584,06 Ha. Tetapi pada tahun 2007 terjadi
penurunan luas area hutan menjadi 32.282,12 Ha dan sebaliknya tingkat pertumbuhan lahan perkebunan semakin meluas yakni sebesar
35.567,81 Ha. Begitu pula pada tahun 2010 kembali terjadi penurunan luas area hutan menjadi 28.049,15 Ha, dan sebaliknya terjadi peningkatan lahan
perkebunan menjadi 36.721,02 Ha. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi penurunan area hutan menjadi
26.392,87 Ha, sedangkan area perkebunan mengalami peningkatan menjadi 39.115,51 Ha.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini, pola tutupan lahan
perkebunan di wilayah kabupaten Minahasa
Tenggara berkembang pesat. Hal ini tampak melalui analisis citra satelit Landsat pada kurun waktu tahun 2002-2014.
Pantauan perubahan lahan perkebunan terhadap area hutan di wilayah kabupaten Minahasa
Analisis Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Perkebunan
Tenggara dilakukan dengan menggunakan empat buah data remote sensing satelit Landsat yakni data
tahun 2002, data tahun 2007, data tahun 2010, dan data tahun 2014. Melalui data tersebut dilakukan
analisis perbandingan dengan teknik intersection. Melalui pantauan ini, diperoleh pola perubahan
lahan perkebunan yang cukup besar yang
berbanding terbalik dengan tingkat penyusutan
lahan hutan. Fenomena yang diperoleh melalui hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai peringatan
akan penyusutan luas area hutan khususnya di wilayah Minahasa Tenggara.
Berkaitan dengan proses penelitian, diharapkan
pada penelitian mendatang dilakukan analisis yang
lebih mendalam tidak hanya menitik beratkan pada
alih fungsi hutan saja, melainkan analisis terhadap
alih fungsi tutupan lahan yang lain seperti pemukiman, sektor-sektor public, dll.
REFERENSI
[1] C. P. . Purba, S. G. Nanggara, M. Ratriyono,
Isnenti, Apriani, L. Rosalina, N. A. Sari, and A. H.
Meridian, Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor: Forest Watch Indonesia, 2014.
[2] Kemendagri, “Kabupaten Minahasa Tenggara,” 2011. [Online]. Available:
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil- daerah/kabupaten/id/71/name/sulawesi-
utara/detail/7107/minahasa-tenggara. [Accessed:
04-Feb-2014].
[3] Pemkab Minahasa Tenggara, “Geografis Minahasa
Tenggara,” 2015. [Online]. Available:
http://www.mitrakab.go.id/hal-geografis.html. [Accessed: 25-Jan-2015].
[4] BKPM, “Potensi Kelapa di Kabupaten Minahasa
Tenggara,” 2014. .
[5] BPS Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara Dalam
Angka. Ratahan, 2013.
[6] N. D. Morie, “Land Use And Land Cover Changes
In Harenna Forest And Surounding Area, Bale
Mountains National Park, Oromia National Regional State, Ethiopia,” 2007.
[7] S. Martínez and D. Mollicone, “From Land Cover to Land Use: A Methodology to Assess Land Use
from Remote Sensing Data,” Remote Sens., vol. 4,
pp. 1024-1045, 2012.
[8] E. J. Lindquist, R. D’Annunzio, A. Gerrand, K.
MacDicken, F. Achard, R. Beuchle, A. Brink, H. D.
Eva, P. Mayaux, J. San-Miguel-Ayanz, And, and
H.-J. Stibig, Global forest land-use change 1990-
2005. Rome: Food and Agriculture Organization of
the United Nations and European Commission Joint Research Centre, 2012.
[9] J. Rogan and D. Chen, “Remote sensing technology
for mapping and monitoring land-cover and land-
use change,” Prog. Plan., vol. 61, pp. 301-325, 2004.
[10] Y. Tian, K. Yin, D. Lu, L. Hua, Q. Zhao, and M. Wen, “Examining Land Use and Land Cover
Spatiotemporal Change and Driving Forces in
Beijing from 1978 to 2010,” Remote Sens., vol. 6,
pp. 10593-10611, 2014. [11] M. F. Iqbal and I. A. Khan, “Spatiotemporal Land
Use Land Cover change analysis and erosion risk
mapping of Azad Jammu and Kashmir, Pakistan,”
Egypt. J. Remote Sens. Sp. Sci., vol. 17, pp. 209- 229, 2014.
[12] K. Perumal and R. Bhaskaran, “Supervised
Classification Performance Of Multispectral
Images,” J. Comput., vol. 2, no. 2, pp. 124-129, 2010.
[13] S. K. Deb and R. K. Nathr, “No Title,” Glob. J. Res. Eng. Civ. Struct. Eng., vol. 12, no. 1, pp. 5-16,
2012. [14] D. I.M.Enderle and R. C. WeihJr, “Integrating
Supervised and Unsupervised Classification Methods to Develop a More Accurate Land Cover
Classification,” J. Ark. Acad. Sci., vol. 59, pp. 65-
73, 2005.
[15] S. Al-Tamimi and J. T. Al-Bakri, “Comparison Between Supervised and Unsupervised
Classifications for Mapping Land Use/Cover in
Ajloun Area,” Jordan J. Agric. Sci., vol. 1, pp. 73-
83, 2005. [16] F. S. Al-Ahmadi and A. S. Hames, “Comparison of
Four Classification Methods to Extract Land Use
and Land Cover from Raw Satellite Images for
Some Remote Arid Areas, Kingdom of Saudi
Arabia,” JKAU; Earth Sci, vol. 20, pp. 167-191,
2009.
[17] R. Mukhaiyar, “Klasifikasi Penggunaan Lahan Dari
Data Remote Sensing,” J. Teknol. Inf. Pendidik.,
vol. 2, 2010.
[18] J. Mackenzie, “Land-Use/Land Cover Transitions in
Delaware, 2002-2007.” Newark, 2009. [19] K. Humagain, “Examining Land Use/Land Cover
Change and Potential Causal Factors in the Context
of Climate Change in Sagarmatha National Park, Nepal,” Western Kentucky University, 2012.
19