Upload
zendrato
View
782
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan praktikum Hutan Kota mengenai analisa beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan keberadaan hutan kota di Cianjur.
Citation preview
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah
merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan
keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa
perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan
diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak
keruangan dalam bentuk terjadinya perubahan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan ataupun tidak direncanakan (Tinambunan, 2007).
Perkembangan akibat pembangunan daerah juga tengah berlangsung di
Kabupaten Cianjur Jawa Barat, khususnya bagian kota Cianjur. Pertumbuhan dan
Perkembangan kota Cianjur pada dasarnya saling bergantungan dengan daerah
yang lebih luas (regional), yaitu berupa interaksi kegiatan-kegiatan sosial,
ekonomi, dan pemerintahan. Selaras dengan hal tersebut, di dalam konsep
pengembangan wilayah regional Jawa Barat, kota Cianjur termasuk daerah
penyangga pengaruh pengembangan wilayah Bandung Raya. Beberapa fungsi
yang sangat menonjol, yaitu sebagai pusat pemerintah, perdagangan dan jasa,
serta pusat pengembangan sosial budaya. Disamping itu, kota Cianjur di lintasi
jaringan jalan antara kota-kota besar, seperti Bandung dan Jakarta sehingga
potensi itu memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan Kabupaten
Cianjur maupun bagi kota Cianjur sendiri (Pemkab Cianjur, 2005a).
Pertumbuhan Kabupaten Cianjur bagi kota Cianjur tidak akan selalu
berdampak positif, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif. Upaya
Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk memperluas jaringan jalan secara ekonomi
mungkin akan berdampak positif, akan tetapi secara ekologi mungkin akan
berdampak sebaliknya. Perluasan jaringan jalan yang direncanakan Pemerintah
Kabupaten Cianjur meliputi: pembangunan jalan lingkar timur dari awal ruas
Workshop sampai akhir ruas Rawabango, pembangunan jalan tembus awal ruas
jalan Sindanglaka sampai akhir ruas Rawabango dan pembangunan/relokasi sub
terminal di Kawasan Pasir Hayam, Sindanglaka, Karangtengah dan Warungbatu
Panembong. Dengan adanya rencana pembangunan tersebut, maka kemungkinan
1
besar akan terjadi perubahan pola keruangan dan penggunaan lahan. Kondisi ini
dapat berdampak pada keberadaan hutan kota di kota Cianjur. Dimana, untuk
menambah jaringan jalan maka sebagian areal hutan kota Cianjur akan diubah
penggunaannya.
Seringkali kondisi seperti menjadikan hutan kota sebagai objek yang harus
berada di luar prioritas pembangunan, dimana faktor ekonomi lebih dominan.
Peraturan perundangan yang mengatur keberadaan hutan kota seringkali tidak
mampu menjadi landasan hukum yang kuat yang mampu menjaga kelestarian
hutan kota itu sendiri. Fungsi peraturan perundangan yang dimaksudkan sebagai
landasan hukum keberadaan hutan kota sehingga hutan kota tetap lestari tidak
dapat berjalan dengan baik. Kurang tepatnya pelaksanaan peraturan perundangan
terkait keberadaan hutan kota dimungkinkan karena aturan-aturan yang termuat di
dalamnya masih kurang tepat, sehingga terdapat kelonggaran pelaksanaan
peraturan perundangan yang ada. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
melakukan analisa berbagai peraturan perundangan yang terkait hutan kota. Dan
dalam hal ini penulis melakukan studi kasus terhadap keberadaan hutan kota yang
terdapat di kawasan kabupaten Cianjur propinsi Jawa Barat.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu:
- Untuk mengetahui berbagai peraturan perundangan yang menjadi landasan
hukum hutan kota di kabupaten Cianjur propinsi Jawa Barat.
- Untuk menganalisa peraturan perundangan yang ada.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kabupaten Cianjur
1. Administrasi
Secara administratif kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 350.148 ha.
Dan terbagi dalam 26 Kecamatan, 335 Desa dan 6 Kelurahan di wilayah kota
Cianjur, dengan batas-batas administratif :
- Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Purwakarta.
- Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
- Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan
Kabupaten (Pemkab Cianjur, 2005a).
Gambar 1. Keadaan perkotaan di kabupaten Cianjur
2. Geografis
Kabupaten Cianjur beriklim tropis dengan curah hujan per tahun rata-rata
1.000 – 4.000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 hari per-tahun. Dengan
iklim tropis tersebut menjadikan kondisi alam Kabupaten Cianjur subur dan
mengandung keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang potensial sebagai
modal dasar pembangunan dan potensi investasi yang menjanjikan. Lahan-lahan
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan dan
perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang
dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber daya pengairan tanaman pertanian. Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur
3
350.148 hektar, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan
produktif dan konservasi, 58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan
basah, 97.227 Ha (27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha
(16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan
penggembalaan/pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak/kolam, 25.261
Ha (7,20 %) berupa pemukiman/pekarangan dan 22.483 Ha (6.42 %) berupa
penggunaan lain-lain (Pemkab Cianjur, 2005b).
Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah
pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan.
1. Wilayah Utara, meliputi 13 Kecamatan : Cianjur, Cilaku, Warungkondang,
Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande,
Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi dan Pacet.
2. Wilayah Tengah, meliputi 7 Kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka,
Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran dan Kadupandak.
3. Wilayah Selatan, meliputi 6 Kecamatan : Cibinong, Agrabinta,
Sindangbarang, Cidaun , Naringgul dan Cikadu (Pemkab Cianjur, 2005c).
3. Ekonomi
Sebagai daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor
pertanian, Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Sektor
pertanian merupakan penyumbang terbesar pada PDRB kabupaten Cianjur. Ini
terbukti dengan terkenalnya produksi beras Cianjur di pelosok negeri.
Perdagangan yang juga merupakan salah satu faktor yang ikut mendukung sektor
perekonomian, mendapat perhatian yang khusus dari pemerintah. Ini terlihat
dengan dibangunnya Pasar Induk Cianjur dan Pasar Muka Cianjur yang
dilengkapi departemen store Ramayana, Pusat Grosir dan Super Mall Harimart
yang terletak di Jl Dr Muwardi Rancagoong yang kesemuanya itu merupakan
pusat perdagangan tradisional yang berwajah modern. Selain dari perdagangan,
sektor perekonomian juga didukung oleh pariwisata dengan adanya Kebun Raya
Cibodas, selain itu juga dikenal pusat pariwisata lainnya yaitu Gunung Gede,
Istana Kepresidenan dan lain-lain (Departemen PU, 2005).
4
4. Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur berdasarkan hasil Sensus Penduduk
(SP) 2000 berjumlah 1.931.840 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,23 %,
terdiri dari: penduduk laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan penduduk perempuan
sebanyak 949.676 jiwa. Dengan kepadatan penduduk tidak merata, yaitu: 63,90%
di wilayah utara dengan luas wilayah 30,78%; 19,19% di wilayah tengah dengan
luas wilayah 28,25%; dan 17,12% di wilayah selatan dengan luas wilayah 40,70%
(Pemkab Cianjur, 2005d).
Kecamatan yang jumlah penduduknya terbesar adalah Kecamatan Pacet
sebanyak 170.224 jiwa dan Kecamatan Cianjur sebanyak 140.374 jiwa.
Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya diatas 100.000 jiwa adalah
Kecamatan Cibeber (105.0204 jiwa), Kecamatan Warungkondang (101.580 jiwa)
dan Kecamatan Karangtengah (123.158 jiwa). Kecamatan yang jumlah
penduduknya terkecil adalah Kecamatan Naringgul sebanyak 41.235 jiwa.
Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya antara 40.000 - 50.000 jiwa adalah
Kecamatan Sindangbarang, Takokak dan Sukanagara (Pemkab Cianjur, 2005d).
Penduduk Kabupaten Cianjur dikenal sebagai masyarakat yang religius
dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam yang mencapai 98 %,
sedangkan penduduk non muslim mencapai 2 %, dengan rincian sebagai berikut :
- Penduduk bergama Islam = 1.893.203 orang (98%)
- Penduduk beragama Kristen = 32.841 orang (1,7%)
- Penduduk beragama Budha dan Hindu = 5.796 orang ( 0,3%) (Pemkab
Cianjur, 2005d).
Tingkat Partisipasi Usia Sekolah (Pemkab Cianjur, 2005d), adalah sebagai
berikut :
- Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2000 mencapai 84,52 %
- Angka Pastisipasi Kasar SMTP mencapai 38,50 %
- Angka Partisipasi Kasar SMTA mencapai 11,98 %
5. Rencana Pembangunan
Sebagai daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor
pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi.
5
Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah
dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi
sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur.
Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, didominasi
oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan
ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek (Pemkab Cianjur, 2005c).
Gambar 2. Lahan pertanian di Kabupaten Cianjur
Pengembangan usaha perikanan air tawar dan laut di Kabupaten Cianjur
cukup potensial. Baik untuk usaha berskala kecil maupun besar. Beberapa faktor
pendukungnya adalah : jumlah penduduk yang relatif besar serta tersedianya lahan
budi daya ikan air tawar dan ikan laut. Usaha pertambakan ikan dan penagkapan
ikan laut memiliki peluang besar di wilayah Cianjur selatan, khususnya di
sepanjang pantai Cidaun hingga Agrabinta. Di wilayah ini, mulai dirintis dan di
kembangkan pertambakan budi daya udang. Sedangkan budi daya ikan tawar
terbuka luas di cianjur utara dan cianjur tengah. Di wilayah ini terdapat budi daya
ikan hias, pembenihan ikan, mina padi, kolam air deras dan keramba serta usaha
jaring terapung di danau Cirata, yang sekaligus merupakan salah satu obyek
wisata yang mulai berkembang (Pemkab Cianjur, 2005c).
Sementara itu, potensi perkebunan di Kabupaten Cianjur cukup besar
dimana sekitar 19,4 % dari seluruh luas merupakan areal perkebunan . Selama in
dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 10.709 hektar, Perkebunan
6
Besar Swasta (PBS) sekitar 20.174 hektar dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas
37.167 hektar. Peningkatan produksi perkebunan, terutama komoditi teh cukup
baik. Produktivitas teh rakyat mampu mencapai antara 1.400 - 1.500 kg teh kering
per hektar. Sedangkan yang di kelola oleh perkebunan besar rata-rata mencapai di
atas 2.000 kg per hektar (Pemkab Cianjur, 2005c).
Gambar 3. Kondisi lahan perkebunan di kabupaten Cianjur
Dari indikator pencapaian indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks
daya beli masyarakat, maka secara akumulatif indeks pembanguan manusia (IPM)
di kabupaten Cianjur pada tahun 2002 sebesar 66,38 sedangkan pada tahun 2001
sebesar 66,33 menunjukkan indikasi perkembangan yang baik dan dengan angka
sebesar itu, maka Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam status menengah atas.
Klasifikasi IPM berdasarkan Indonesia Human Development tahun 2001 adalah :
Nilai IPM kurang dari 50 termasuk status rendah, nilai IPM antara 50 66 termasuk
status menengah bawah, nilai IPM antara 66 - 80 termasuk status menengah atas
dan nilai IPM diatas 80 termasuk status tinggi (Pemkab Cianjur, 2005e).
Dari hasil penelaahan dan pengkajian atas berbagai permasalahan yang harus
diatasi serta sasaran-sasaran pembangunan yang ingin dicapai, maka kabuaten
cianjur telah menetapkan Prioritas Daerah sebagaimana dituangkan di dalam
Renstra tahun 2001 - 2005 yakni :
1. Peningkatan pemerataan pembangunan infrastruktur dibidang ekonomi seperti
jalan, jembatan, air bersih serta sarana dan prasarana ekonomi lainnya.
7
2. Pengembangan agribisnis dan kepariwisataan dan didukung oleh sektor-sektor
pembangunan lainnya dan peran serta masyarakat
3. Pembangunan sumber daya insani melalui pendidikan dan kesehatan
4. Peningkatan pemahaman dan pengamalan agama, khususnya bagi pemeluk
agama Islam dalam rangka pembangunan ahlakul kharimah.
5. Peningkatan manajemen kinerja, profesionalisme, dan transparansi dan
akuntabilitas pemerintah daerah
6. Peningkatan pendapatan daerah dan investasi
7. Peningkatan kerja sama pembangunan dengan pemerintah pusat, propinsi serta
kerja sama daerah dengan kabupate / kota yang berbatasan dalam rangka
kinerja kebijakan dan keserasian program (Pemkab Cianjur, 2005e).
Di dalam menyusun arah dan kebijakan umum pembangunan daerah
kabupaten cianjur disamping mengacu dan menjabarkan arahan dari dokumen
Propeda dan Renstra Kabupaten Cianjur dengan prioritas-prioritasnya, juga harus
memperhatikan kriteria-kriteria utama yakni: keterkaitan dengan upaya
peningkatan IPM, penanganan kemiskinan, peningkatan pranata pembangunan
dan pengembangan inti bisnis yang meliputi agribisnis, bisnis pariwisata, jasa dan
pelayanan serta industri kecil dan kerajinan (Pemkab Cianjur, 2005e).
Pembangunan yang Berkelanjutan
Dalam usaha pelaksanaan pembangunan terasa bahwa perencanaan
ekonomi yang menghasilkan berbagai kemajuan ekonomi, serta yang dapat diukur
melalui berbagai indikator-indikator ekonomi belum dapat memberikan gambaran
bahwa usaha pembangunan berjalan secara sehat, wajar, di berbagai bidang yang
saling mendukung. Pembangunan memerlukan indikator-indikator atau ukuran-
ukuran yang lain yang dapat menunjukkan sampai seberapa jauh pembangunan
sosial ekonomi berlangsung (Tjokroamidjojo, 1995 dalam Tinambunan, 2007).
Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan,
dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta
sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan
dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang
serasi. Tata ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan
8
wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial
(Djunaedi, 2001 dalam Tinambunan, 2007).
Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan
yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas
pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan
hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau
diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur
vegetasinya (Fandeli, 2004 dalam Tinambunan, 2007).
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang
Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah
ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam
ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau
tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan
pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Gambar 4. Istana Presiden di Cianjur sebagai salah satu Ruang Terbuka Hijau
Hutan Kota
Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di
wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya
kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika,
9
rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Djaiz dan Novian, 2000 dalam
Tinambunan 2007).
Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu
menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan di
perkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga
tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada
berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menetapkan
bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat dipergunakan adalah
kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa
manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta
konservasi flora dan kehidupan liar (Fandeli, 2004 dalam Tinambunan, 2007).
Kehadiran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya
diperkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang
lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun
kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik
yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai
dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993 dalam Tinambunan, 2007).
Dalam pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya,
ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan
letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi
menjadi lima kelas yaitu :
1. Hutan Kota Pemukiman, yaitu pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk
membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan
dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang
diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat dan lain
sebagainya di wilayah pemukiman.
2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain
limbah padat, cair, maupun gas.
3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana
bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan
10
dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi
oksigen.
4. Hutan Kota Konservasi, hutan kota ini mengandung arti penting untuk
mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek
tertentu, baik flora maupun faunanya di alam.
5. Hutan Kota Pusat Kegiatan, hutan kota ini berperan untuk meningkatkan
kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan seperti
pasar, terminal, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya. Di samping itu
hutan kota juga berperan sebagai jalur hijau di pinggir jalan yang berlalulintas
padat (Irwan, 1997 dalam Tinambunan, 2007).
11
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Hutan Kota yang berjudul “Analisis Peraturan Perundangan
Mengenai Hutan Kota: Studi Kasus Hutan Kota Kabupaten Cianjur Jawa Barat”
dilaksanakan selama 2 minggu yang dimulai dari tanggal 7 November – 21
November 2007. Praktikum ini dilaksanakan di Ruang 202 Kampus Departemen
Kehutanan FP USU.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah internet, yang berfungsi
untuk mencari berbagai peraturan perundangan dan informasi lainnya yang
berhubungan dengan masalah hutan kota.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
- Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
- Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
- Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung
Prosedur
- Cari berbagai peraturan perundangan yang berskala nasional maupun regional
yang terkait permasalahan hutan kota;
- Analisa peraturan perundangan tersebut. Analisa dapat berupat analisa SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity, Threat);
- Lakukan pembahasan terhadap peraturan perundangan yang ada sesuai analisa
SWOT.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan merupakan
peraturan perundangan tingkat nasional yang secara khusus mengatur masalah
kehutanan nasional. Terkait hutan kota di tingkat daerah, di dalam UU No. 41
Tahun 1999 dijelaskan secara jelas pada Bab II Status dan Fungsi Hutan Pasal 9
Ayat (1) dan (2) seperti yang tertera pada Tabel 1.
Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa “Untuk kepentingan pengaturan iklim
mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai
hutan kota”. Berdasarkan yang dimaksudkan dalam ayat (1) tersebut, maka
keberadaan hutan kota di tingkat daerah baik kabupaten maupun kotamadya
adalah sangat penting. Dimana fungsi hutan kota yang dijelaskan dalam UU No.
41 Tahun 1999 yaitu: untuk pengaturan iklim mikro, estetik, dan resapan air. Dan
dalam ayat (2) dijelaskan bahwa terkait penetapan kawasan hutan kota di daerah
diatur dengan Peraturan Pemerintah, dalam hal Peraturan Pemerintah No. 63
Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Pasal 9 ayat (1) dan (2) menjadi landasan hukum tingkat nasional
mengenai keberadaan hutan kota di daerah, termasuk keberadaan hutan kota di
Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Tabel 1. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
No. Landasan Hukum Penjelasan
1. Bab II: Status dan Fungsi HutanPasal 9
Ayat 1: Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
Ayat 2: Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang.
13
Dengan demikian UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi
landasan hukum tingkat nasional yang mengatur tata ruang yang meliputi
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya. Di dalam Undang-undang No. 26 tahun
2007 tidak dijelaskan secara rinci mengenai hutan kota, akan
tetapi penjelasannya dikaitkan dengan penjelasan hutan secara
umum. Dimana landasan hukumnya terdapat pada Pasal 17 ayat
(5) bahwa: dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling
sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Dalam ayat (4)
dijelaskan bahwa: peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi lingkungan, sosial, budaya,
ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Dimana berdasarkan ayat (1) dan (3)
rencana tata ruang yang mencakup struktur ruang dan rencana pola ruang meliputi
peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya. Berdasarkan pengertian
Pasal 17 ayat (1), (3), (4) dan (5) dapat disimpulkan bahwa keberadaan kawasan
hutan di daearah terkait tata ruang wilayah adalah penting. Dan dalam konsep
hutan kota, maka keberadaan hutan kota adalah penting dalam rencana tata ruang
wilayah, khususnya wilayah perkotaan. Dengan demikian Pasal 17 ayat (1), (3),
(4) dan (5) dapat dijadikan landasan hukum terhadap keberadaan hutan kota di
daerah, khususnya keberadaan hutan kota di kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Tabel 2. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
No. Landasan Hukum Penjelasan
1. Bab VI: Pelaksanaan Penataan RuangBagian Kesatu: Perencanaan Tata RuangParagraf I: UmumPasal 17
Ayat 1: Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
............................Ayat 3: Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
Ayat 4: Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
Ayat 5: Dalam rangka pelestarian lingkungan
14
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional diatur mengenai pola pemanfaatan dan struktur
ruang wilayah secara nasional. Di dalam pertauran pemerintah ini juga terdapat
penjelasan mengenai keberadaan hutan. Dimana pada pasal 10 ayat (3) huruf e
dijelaskan bahwa kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota.
Peraturan pemerintah ini dapat dijadikan salah satu landasan hukum
keberadaan hutan kota di kabupaten Cianjur. Selanjutnya, dalam pasal 34 ayat (5)
juga dijelaskan mengenai kriteria-kriteri kawasan lindung untuk kawasan terbuka
hijau kota (termasuk hutan kota), seperti yang terter dalam Tabel 3. Dan dalam
pasal 41 ayat (2) juga dijelaskan langkah pengelolaan kawasan perlindungan
seperti yang dimaksudkan dalam pasal 34 ayat (5).
Tabel 3. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997
No. Landasan Hukum Penjelasan
1. Bab III: Pola Pemanfaatan dan Struktur Ruang Wilayah NasionalBagian Kedua: Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah NasionalPasal 10
Ayat 3: Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :a. sempadan pantai;b. sempadan sungai;c. kawasan sekitar danau/waduk.d. kawasan sekitar mata air;e. kawasan terbuka hijau kota termasuk
didalamnya hutan kota.2. Bab IV: Kriteria dan Pola
Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan TertentuBagian Pertama: Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan LindungParagraf 1: Kriteria Kawasan LindungPasal 34
Ayat 5: Kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah:a. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota
termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/jalan yang berada di kawasan perkotaan;
b. hutan yang terletak di dalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0,25 hektar;
c. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur;
d. jenis tanaman untuk hutan kota adalah
15
tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik;
e. jenis tanaman untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik.
3. Bab IV: Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan TertentuBagian Pertama: Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan LindungParagraf 2: Pola Pengelolaan Kawasan LindungPasal 41
Ayat 2: Langkah-langkah pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b berupa:............................e. menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk
di dalamnya hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara, dan kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan kota, serta untuk mengendalikan tata air, meningkatkan upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di kota.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota
Untuk tingkat nasional, peraturan perundangan yang menjadi landasan
hukum keberadaan hutan kota di daerah adalah Peraturan Pemerintah No. 63
Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Di dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan
secara jelas dan rinci tentang hutan kota, termasuk di dalamnya pengertian hutan
kota, tujuan dan fungsi, pengelolaan dan pemanfaatan hutan kota. Berdasarkan PP
No. 63 Tahun 2002 tersebut, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan
lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah
perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai
hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian keberadaan hutan kota
terkait statusnya sebagai hutan kota di daerah ditentukan oleh pejabat daerah.
Tabel 4. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002
No. Landasan Hukum Penjelasan
1. Bab I: Ketentuan UmumBagian Kesatu: Pengertian Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: ............................
2. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
16
2. Bab I: Ketentuan UmumBagian Kedua: Tujuan dan FungsiPasal 2
Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dankeseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
3. Bab I: Ketentuan UmumBagian Kedua: Tujuan dan FungsiPasal 3
Fungsi hutan kota adalah untuk:a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai
estetika;b. meresapkan air;c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan
fisik kota; dand. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati
Indonesia.4. Bab II: Penyelenggaraan
Hutan KotaBagian Kelima: PengelolaanParagraf 4: Perlindungan dan PengamananPasal 26
Ayat 1: Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota.
Ayat 2: Setiap orang dilarang :a. membakar hutan kota;b. merambah hutan kota;c. menebang, memotong, mengambil, dan
memusnahkan tanaman dalam hutan kota, tanpa izin dari pejabat yang berwenang;
d. membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; dan
e. mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah.
5. Bab II: Penyelenggaraan Hutan KotaBagian Kelima: PengelolaanParagraf 5: Pemanfaatan Pasal 27
Ayat 1: Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan :a. pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga;b. penelitian dan pengembangan;c. pendidikan;d. pelestarian plasma nutfah; dan ataue. budidaya hasil hutan bukan kayu.
Ayat 2: Pemanfaatan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
6. Bab VI: SanksiPasal 37
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 dikenakan sanksi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
7. Bab VII: Ketentuan PeralihanPasal 38
Hutan kota yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku dan segera menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
5. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006
Untuk tingkat lokal kabupaten Cianjur, Peraturan Daerah Propinsi Jawa
Barat No. 2 Tahun 2006 dijadikan sebagai landasan hukum keberadaan hutan kota
di seluruh daerah propinsi Jawa Barat. Untuk pengertian hutan kota, dijelaskan
pada pasal 1 ayat (12), dimana pengertian tetap mengacu kepada PP No. 63 Tahun
2002 tentang Hutan Kota.
17
Terkait kebijakan daerah propinsi Jawa Barat, dijelasakan dalam Bab IV
Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung Bagian Kesepuluh Hutan
Kota Pasal 53. Dimana, dijelaskan bahwa kebijakan pemerintah daerah propinsi
Jawa Barat terkait hutan kota yaitu: perlindungan terhadap hutan kota dilakukan
untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang
meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
Tabel 5. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006
No. Landasan Hukum Penjelasan
1. Bab I: Ketentuan Umum Bagian Pertama: PengertianPasal 1
Ayat 10: Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Ayat 11: Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Ayat 12: Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
2. Bab I: Ketentuan Umum Bagian Kedua: Asas, Maksud, dan TujuanPasal 2
Ayat 1: Pengelolaan kawasan lindung di Daerah didasarkan atas asas manfaat, keseimbangan, keserasian, keterpaduan dan kelestarian, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan umum baik lokal, regional maupun nasional serta nilai-nilai agama dan adat budaya Daerah.
Ayat 2: Pengelolaan kawasan lindung dimaksudkan sebagai upaya memulihkan dan memelihara kondisi lingkungan, meningkatkan kelestarian alam dan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ayat 3: Tujuan pengelolaan kawasan lindung di Daerah adalah:a. Mewujudkan pencapaian kawasan lindung di
Jawa Barat seluas 45% pada tahun 2010, yang meliputi kawasan berfungsi lindung di dalam dan di luar kawasan hutan;
b. Mewujudkan keseimbangan ekosistem kawasan dan kelestarian lingkungan yang mencakup sumber daya alam, sumber daya air, sumber daya buatan dan nilai sejarah budaya bangsa;
c. Mewujudkan pengelolaan kawasan lindung yang bertumpu pada kewenangan Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota dan kearifan nilai
18
budaya setempat;d. Mengangkat, mengakui dan mengukuhkan
hak-hak dasar masyarakat adapt di Jawa Barat dalam penyelenggaraan, pelestarian dan pemulihan kawasan lindung;
3. Bab III: Ruang LingkupPasal 4
Kawasan Lindung di daerah meliputi:........ (j) hutan kota
4. Bab IV: Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Kawasan LindungBagian Kesepuluh: Hutan KotaPasal 53
Perlindungan terhadap hutan kota dilakukan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
5. Bab IV: Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Kawasan LindungBagian Kesepuluh: Hutan KotaPasal 54
Kriteria hutan kota adalah suatu hamparan yang berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah perkotaan dengan luasan sekurang-kurangnya 2.500 m² dengan ketentuan persentase luas hutan kota sekurang-kurangnya 10% dari luas wilayah dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
6. Bab VI: Penetapan Kawasan LindungPasal 64
Hutan kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 dan Pasal 54 meliputi:a. Hutan Kota Babakan Karet, terletak di Kabupaten
Cianjur;b. Lain-lain hutan kota, tersebar di Kabupaten/Kota.
6. Rencana Strategis Pembangunan Pemerintah Kabupaten Cianjur
Fokus pembangunan yang menjdi perhatian pemerintah kabupaten cianjur
bertumpu pada 3 (tiga) bidan strategis yakni :
a. Bidang Ekonomi
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan
kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana dasar, dengan sasaran yang di capai :
1. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang transportasi melalu
perbaikan, pemeliharaan dan peningkatan jaringan dan jembatan
2. Peningkatan cakupan air bersih dan air beku bagi kebutuhan masyarakat pada
sektor pertanian melalui pemeliharaan dan perbaikan jaringan-jaringan irigasi
3. Meningkatan pembangunan dalam lingkup pertanian dan perkembangan sub
system pemasaran agribisnis secara terpadu.
4. Berkembangnya potensi-potensi kepariwisataan yang berbasis potensi dan
budaya masyarakat.
5. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan mutu SDM Nelayan.
6. Meningkatnya mutu industri kecil dan menengah serta meluasnya akses
pemasaran.
19
7. Meningkatnya pemenuhan kebutuhan jaringan listrik terutama pada daerah-
daerah potensi ekonomi dan secara teknis dapat dijangkau.
8. Meningkatnya mutu pengolahan lingkungan pemukiman, lingkungan hidup,
dan pengendalian tata ruang daerah.
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
Meningkatkan mutu kehidupan sosial dan kesejahteraan rakyat melalui
pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkelanjutan dengan sasaran yang
ingin di capai :
1. Meningkatnya upaya pelayanan kesehatan masyarakat melalui pemenuhan
kebutuhan faksin dan obat-obatan, peningkatan kuantitas dan kualitas sumber-
sumber daya pelayanan kesehatan seperti prasarana / sarana dan tenaga medis
meningkatnya pengolahan kuantitas dan kualitas institusi pelayanan keluarga
berencana serta peningkatan pemberdayaan perempuan
2. Meningkatnya pelayanan pendidikan melalui penambahan dan revitalisasi
prasarana / sarana pendidikan dengan sistem imbal swadaya dan bantuan
penuh, pemenuhan tenaga pendidikan secara kuantitas serta berkembang mutu
pendidikan luar sekolah
3. Meningkatnya kuantitas dan kualitas prasarana / sarana keagamaan dan
aktivitasnya serta meluaskan sosialisasi dan penerapan Gerakan Pembangunan
Akhlakulkarimah.
4. Meluasnya lapangan kerja baru berbasis kompetensi dan berorientasi kepada
kebutuhan pasar, pemasaran tenaga kerja, penempatan, penyaluran,
pendayagunaan tenaga kerja, kemitraan kerja dan perlindungan tenaga kerja
dalam mendapatkan hak-haknya sesuai dengan norma-norma ketenagakerjaan
di dalam maupun di luar negeri.
c. Bidang Pemerintahan
Meningkatkan kemampuan manajerial dan teknis serta profesionalisme
aparatur dalam rangka membangun kinerja pemerintah daerah yang akuntabel
dengan sasaran yang ingin di capai.
20
1. Meningkanya kinerja dan profesionalisme aparatur yang berorientasi kepada
pelayanan masyarakat
2. Terlaksananya rasionalisasi kelembagaan kepegawaian
3. Meningkatnya pengembangan produk-produk hukum daerah yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat disertai penegakkannya secara
konsisten dan konsekwen.
4. Meningkatnya penyediaan prasarana dan sarana aparatur pemerintah
5. Berkembangnya mutu kehidupan berdemokrasi. Khususnya dalam
pelaksanaan pemilu 2004 serta meningkatnya mutu pengembangan
komunikasi dan informasi.
21
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Peraturan perundangan yang terkait hutan kota di kabupaten Cianjur propinsi
Jawa Barat, yaitu:
- Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
- Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
- Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung
2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota,
definisi hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-
pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah
negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat
yang berwenang
3. Rencana strategis pemerintah kabupaten Cianjur, difokuskan dalam 3 hal
yaitu: bidang ekonomi, bidang kesejahteraan masyarakat, dan bidang
pemerintahan.
Saran
Dalam upaya pembangunan daerah, keberadaan hutan kota sangat
diperlukan dan penting peranannya dalam menjaga keseimbangan lingkungan
perkotaan. Berdasarkan hal tersebut penulis menyarankan dalam rencana
pembangunan daerah keberadaan dan status hukum hutan kota sangat diperlukan
untuk menjamin secara hukum keberlangsungan hutan kota.
22
DAFTAR PUSTAKA
[Departemen PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Profil Kabupaten/Kota. Kota Cianjur Jawa Barat. Http://www.ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jabar/cianjur.pdf [Selasa, 20 November 2007].
[Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005a. Perkembangan. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_23_3.html [Selasa, 20 November 2007].
[Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005b. Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://www.puncakview.com/Profile_Kab.Cianjur.htm [Selasa, 20 November 2007].
[Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005c. Sekilas Cianjur. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_15_3.html [Selasa, 20 November 2007].
[Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005d. Sekilas Cianjur. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_18_3.html [Selasa, 20 November 2007].
[Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005e. Fokus Pembangunan. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_22_3.html [Selasa, 20 November 2007].
Tinambunan, R. S. 2007. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=458 [Minggu, 23 September 2007].
23
Lampiran 1: Kutipan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang Undang No. 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor 41 TAHUN 1999 (41/1999)Tanggal 30 September 1999
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. Bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang;
b. Bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus
c. dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat;d. Bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung
dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional;
e. Bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8) sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, dan tuntutan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu ditetapkan undang-undang tentang Kehutanan yang baru.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah;
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
24
........................................
Bab II Status dan fungsi Hutan
Pasal 9
1. Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
........................................
Disahkan di Jakarta,Pada tanggal 30 September 1999PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAttdBACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di JakartaPada tanggal 30 September 1999MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,ttd.MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 167Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT KABINET RIKepala Biro PeraturanPerundang-undangan I,LAMBOCK V. NAHATTANDS
25
Lampiran 2: Kutipan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan
berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;
c. bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah;
d. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
e. bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan;
f. bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penataan Ruang;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.
........................................
26
BAB VIPELAKSANAAN PENATAAN RUANG
Bagian KesatuPerencanaan Tata Ruang
Paragraf 1Umum
........................................
Pasal 17
(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat
permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan
lindung dan kawasan budi daya.(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah,antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.
........................................
Disahkan di JakartaPada tanggal 26 April 2007PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd.DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di JakartaPada tanggal 26 April 2007MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,ttd.HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 68Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT NEGARA RIKepala Biro Peraturan Perundang-undanganBidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
27
Lampiran 3: Kutipan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. sebagai negara kepulauan merupakan sumber daya alam yang perlu dikelola secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
b. sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, dan sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang merupakan pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang wilayah nasional, serta penataan bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
Mengingat :1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
........................................
BAB III
POLA PEMANFAATAN DAN STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL
........................................
Bagian Kedua
Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional
........................................
Pasal 10
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi :a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;b. kawasan perlindungan setempat;c. kawasan suaka alam;d. kawasan pelestarian alam;e. kawasan cagar budaya;f. kawasan rawan bencana alam;g. kawasan lindung lainnya.
(2) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :a. kawasan hutan lindung;
28
b. kawasan bergambut;c. kawasan resapan air.
(3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :a. sempadan pantai;b. sempadan sungai;c. kawasan sekitar danau/waduk.d. kawasan sekitar mata air;e. kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota.
(4) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :a. cagar alam;b. suaka margasatwa;
(5) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :a. taman nasional;b. taman hutan raya;c. taman wisata alam.
(6) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil.
(7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi antara lain kawasan rawan letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, serta gelombang pasang dan banjir.
(8) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi :a. taman buru;b. cagar biosfir;c. kawasan perlindungan plasma nutfah;d. kawasan pengungsian satwa;e. kawasan pantai berhutan bakau.
........................................
Bab IV
Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan Tertentu
Bagian Pertama
Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung
Paragraf 1
Kriteria Kawasan Lindung
Pasal 34........................................
(5) Kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah:a. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di
kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/jalan yang berada di kawasan perkotaan;b. hutan yang terletak di dalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan
minimal 0,25 hektar;c. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu
hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur;
d. jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik;
e. jenis tanaman untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik.
29
........................................
Bab IV
Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan Tertentu
Bagian Pertama
Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung
Paragraf 2
Pola Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 41
(1) Langkah-langkah pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a berupa:a. mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidroorologis
tanah di kawasan hutan lindung sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan selalu dapat terjamin;
b. mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta untuk melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut;
c. memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada kawasan resapan air untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.
(2) Langkah-langkah pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b berupa:a. menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai;b. menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai;
c. menjaga kawasan sekitar danau/waduk untuk melindungi danau/waduk dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk;
d. menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya;
e. menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara, dan kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan kota, serta untuk mengendalikan tata air, meningkatkan upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di kota.
........................................
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1997PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAttd.SOEHARTO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1997MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIAttd.MOERDIONOLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 96
30
Lampiran 4: Kutipan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002
Tentang Hutan Kota
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999tentang Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hutan Kota;
Mengingat:1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan
Keempat Undang-Undang Dasar 1945;2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
6. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3557);
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4207);
31
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HUTAN KOTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :(1) Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
(2) Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
........................................
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi
Pasal 2
Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
Pasal 3
Fungsi hutan kota adalah untuk:a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;b. meresapkan air;c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dand. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
........................................
BAB II
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Bagian Kelima
Pengelolaan
Paragraf 4
Perlindungan dan Pengamanan
Pasal 26
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota.
(2) Setiap orang dilarang :a. membakar hutan kota;
32
b. merambah hutan kota;c. menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota, tanpa
izin dari pejabat yang berwenang;d. membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan
kelangsungan fungsi hutan kota; dane. mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah.
Paragraf 5
Pemanfaatan
Pasal 27
(1) Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan :a. pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga;b. penelitian dan pengembangan;c. pendidikan;d. pelestarian plasma nutfah; dan ataue. budidaya hasil hutan bukan kayu.
(2) Pemanfaatan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
........................................
BAB VI
SANKSI
Pasal 37
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 dikenakan sanksi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Hutan kota yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku dan segera menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
........................................
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 12 November 2002PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttdMEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakartapada tanggal 12 November 2002SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,ttdBAMBANG KESOWOLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 119
33