Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISA NARKOBA JENIS MORFIN, AMFETAMIN DAN THC
(Tetrahidrokannabinol) MENGGUNAKAN STRIP TEST
TUGAS AKHIR
ETRI SHINTA DEVI RAMBE
142401100
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISA NARKOBA JENIS MORFIN, AMFETAMIN DAN THC
(Tetrahidrokannabinol) MENGGUNAKAN STRIP TEST
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar
Ahli Madya
ETRI SHINTA DEVI RAMBE
142401100
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
PERSETUJUAN
Judul : Analisa Narkoba Jenis Morfin, Amfetamin dan THC
(Tetrahidrokannabinol) Menggunakan Strip Test
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Etri Shinta Devi Rambe
Nomor Induk Mahasiswa : 142401100
Program Studi : Diploma (D3) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Juli 2017
Disetujui Oleh
Program Studi D3 Kimia FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
Dr. Minto Supeno, MS Dr. Darwin Yunus Nst, MS
NIP. 196105091987031002 NIP. 195508101981031006
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
Dr. Cut Fatimah Zuhra, M. Si
NIP. 197404051999032001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
PERNYATAAN
ANALISA NARKOBA JENIS MORFIN, AMFETAMIN DAN
THC(Tetrahidrokannabinol) MENGGUNAKAN STRIP TEST
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan
ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2017
ETRI SHINTA DEVI RAMBE
142401100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
karunia-Nya berupa kesehatan dan keterbukaan pikiran bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Analisa Narkoba Jenis Morfin, Amfetamin dan
THC (Tetrahidrokannabinol) Menggunakan Strip Test”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada keluarga terutama kedua orangtua terkasih dari penulis yang telah membesarkan dan
mendidik serta memberikan dorongan moral dan material kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
program studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
Selesainya tugas akhir ini juga tak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka dengan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Darwin Yunus Nst, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S. Si M. Si selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh keluarga dan saudara yang telah memberi doa serta semangat kepada penulis.
5. Kepada Chrystel Thadea (Kak Cita, Anita Sitanggang, Anita Rohadame, Mawar
Siboro).
6. Teman-temanyang selalu mendoakan dan memberi semangat Eben, Naldi, Mula,
Fery, Alex, Andre, Deon, Meylia, Rika dan Olan.
7. Teman sepermainan Yulia, Mawar, Putri, Debby, Elsa, Yuni, Fitri, Anita dan teman
seperjuangan Kimia Kelas C. Terimakasih untuk kekompakan, kebersamaan,
semangat, bantuan, keceriaan,kegilaan, persaudaraan dan doa yang diberikan kepada
penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan dan kesalahan dalam tugas akhir ini
karena keterbatasan kemampuan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis
berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Juli 2017
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
ANALISA NARKOBAJENIS MORFIN, AMFETAMIN DAN
THC(Tetrahidrokannabinol) MENGGUNAKAN STRIP TEST
ABSTRAK
Telah dilakukan analisa narkoba jenis morfin, amfetamin dan THC (Tetrahidrokannabinol)
menggunakan strip test. Analisa dilakukan pada 3 sampel urine yang berasal dari pasien yang
berbeda. Metode dilakukan dengan mencelupkan strip test secara vertikal kedalam spesimen
urine selama 10 – 15 detik kemudian ditunggu sampai terbentuk garis pada alat strip test.Dari
hasil analisa tersebut diperoleh hasil negatif pada satu sampel urine dan hasil positif pada dua
sampel urine yang mengandung amfetamin dan tetrahidrokannabinol. Dilakukan dengan
pemeriksaan skrining metode immunoassay denganhasil yang cepat, sensitif, tidak mahal
dengan tingkat presisi dan akurasi yang masih dapat diterima walaupun kurang spesifik.
Kata kunci : Narkoba, Morfin, Amfetamin, Tetrahidrokannabinol, Strip test.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
DRUG ANALYSIS OF MORPHINE, AMPHETAMINE AND THC
(Tetrahidrokannabinol) USING STRIP TEST
ABSTRACT
The research have done of drug analysis morphine, amphetamine and THC
(Tetrahidrokannabinol) using strip test. Analysis did on three urine samples from different
patients. This method is done by dipping the strip test vertically into the urine specimen for
ten until fifteen seconds and then waiting until the line is formed on the test strip tool. From
the analysis results obtained negative results on one sample of urine and positif results in two
urine samples containing amphetamine and tetrahidrokannabinol. Done with immunoassay
screening tests with fast, sensitive, inexpensive results with an acceptable level of precision
and accuracy although less spesific.
Keyword : Drug, Morphine, Amphetamine, Tetrahidrokannabinol, Strip test.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan 2
1.4. Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Narkoba 3
2.2. Jenis-jenis Narkoba 4
2.2.1. Narkotika 4
2.2.1.1. Opioid 8
2.2.1.1.1. Morfin 10
2.2.1.1.2. Heroin 11
2.2.1.2. Amphetamin 12
2.2.1.3. THC 13
2.2.2. Psikotropika 15
2.2.3. Zat Adikitif Lainnya 17 2.3. Cara Penggunaan Narkoba 17
2.4. Tanda dan Gejala Narkoba 19
2.5. Urine 20
2.6. Pemeriksaan Narkoba 20
2.6.1. Biochip Array Technology 21
2.6.2. FTIR (fourier transform infrared) 22
2.6.3. XRD (X-Ray Diffrection) 22
2.6.4. Strip Test 23
BAB 3 METODE PERCOBAAN
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 25
3.2. Alat dan Bahan 25
3.2.1. Alat 25
3.2.2. Bahan 25
3.3. Prosedur Kerja 26
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data dan Hasil Percobaan 27
4.2. Pembahasan 28
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Halaman
4.1. Hasil Tes Narkoba Dalam Urine 27
4.2. Rentang Waktu Deteksi Narkotika dan Psikotropika 29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1. Tanaman Papaver somniferum 9
2.2. Struktur Opium 10
2.3. Struktur Morfin 11
2.4. Struktur Heroin 12
2.5. Struktur Amfetamin 13
2.6. Daun Cannabis sativa 14
2.7. Struktur Utama Cannabissativa 14
2.8. Hasil Positif dan Negatif Pada Strip Test 23
4.1. Hasil Strip Test Nomor 026 dan Rozi 29
4.2. Hasil Strip Test Nomor 326 29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Narkotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata Narke yang berarti beku, lumpuh dan
dungu. Menurut Farmakologi medis, yaitu “Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan
(terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral dan dapat menimbulkan efek stupor
(bengong masih sadar namun harus digertak) serta adiksi (Darman, 2006).
Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko yang oleh masyarakat disebut berbahaya yaitu kecanduan (adiksi).
Narkotik dan kombinasi narkotik dengan depresan lain kadang-kadang digunakan untuk
mencapai stadium operasi pada pasien yang tidak dapat menerima obat anestetik umum
secara utuh/lengkap. Morfin danfentanil merupakan narkotik yang paling sering digunakan.
Karena obat ini secara tunggal dapat menyebabkan depresi pernapasan yang nyata, maka obat
obat ini digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasikan dengan barbiturat untuk
mencapai stadium operasi (Munaf, 1994).
Untuk menentukan pemakaian narkoba pada seorang individu, pemeriksaan narkoba
seringkali dilakukan menggunakan berbagai spesimen biologis seperti darah, urine, cairan
oral, keringat ataupun rambut. Urinalisa adalah metode analisa untuk mendapatkan bahan-
bahan atau zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine dan juga untuk melihat
adanya kelainan pada urine. Tes urine adalah jenis tes yang paling umum dan dianggap
sebagai gold standard pengujian obat. Alat tes urine sudah tersedia seperti pada tempat-
tempat tes narkoba, analisis laboratorium, atau toko alat kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Indonesia sendiri sudah banyak membuat kemajuan dalam bebarapa tahun terakhir
dalam hal menyita narkotika dan obat bius illegal dalam jumlah besar yang masuk dari luar
negeri, terutama bahan-bahan methamphetamine yang di Indonesia dikenal dengan sebutan
sabu-sabu. Untuk membuktikan hasil tangkapan atau penyitaan tersebut, perlu dicari metode-
metode yang cukup teruji untuk dapat menganalisa narkotika dan obat bius dengan hasil yang
cepat, akurat, efesien dan dapat memberikan informasi tambahan seperti sifat fisika dan sifat
kimia suatu sampel. Selama ini identifikasi narkoba dilapangan menggunakan narcotictest
dan untuk penelitian-penelitian tentang identifikasi narkoba baru menggunakan HPLC dan
MS.
1.2. Permasalahan
Pemeriksaan narkoba secara kualitatif dengan metode sederhana menggunakan alat
strip test untuk mengetahui jenis narkoba amfetamin, morfin dan THC.
1.3. Tujuan
1.Untuk mengetahui cara pemeriksaan narkoba menggunakan alat strip test dari sampel urine.
2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya narkoba yang terkandung dalam sampel urine.
1.4. Manfaat
1.Dapat mengetahui cara pemeriksaan narkoba menggunakan alat strip test dari sampel urine.
2. Dapat mengetahui ada atau tidaknya narkoba yang terkandung dalam sampel urine.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran,
suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan,
diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2008).
Menurut Hawari (2009) selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA atau NAZA yang merupakan
singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Narkoba merupakan bahan/zat yang
bila masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial.
Semua zat yang termasuk NAZA menimbulkan adiksi (ketagihan) yang pada gilirannya
berakibat pada dependensi (ketergantungan). Zat yang termasuk NAZA memiliki sifat
sebagai berikut:
a. Keinginan yang tak tertahankan (an over-powering desire) terhadap zat yang
dimaksud dan akan melakukan segala cara untuk memperolehnya.
b. Kecenderungan untuk menambah takaran (dosis) sesuai dengan toleransi tubuh.
c. Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan
menimbulkan gejala-gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi dan
sejenisnya.
d. Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan
gejala fisik yang dinamakan gejala putus zat (with drawal symptoms).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Lama kelamaan
disadari bahwa kepanjangan narkoba tersebut keliru sebab istilah obat berbahaya dalam ilmu
kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh dijual bebas, karena pemberiannya dapat
membahayakan bila tidak melalui pertimbangan medis. Banyak jenis narkotika dan
psikotropika memberi manfaat yang besar bila digunakan dengan baik dan benar dalam
bidang kedokteran. Tindakan operasi (pembedahan) yang dilakukan oleh dokter harus
didahului dengan pembiusan. Orang mengalami stres dan gangguan jiwa diberi obat-obatan
yang tergolong psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh. Banyak jenis narkoba yang
sangat bermanfaat dalam bidang kedokteran. Karena sikap antinarkoba sangat keliru, yang
benar adalah anti penyalahgunaan narkoba (Partodiharjo, 2003).
Beberapa obat bertindak sebagai stimulan yang memberi rasa nyaman, hilaritas,
ekspansifitas yang pada akhirnya mengurangi pengguna menjadi makhluk non produktif yang
hanya bergantung pada obat-obatan dan merasa “bahagia”. Kelompok obat lain adalah
depresan yang menenangkan seorang yang merasa terbebani secara mental (Nandy, 1995).
2.2. Jenis-jenis Narkoba
Narkoba dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya.
Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok (Partodiharjo, 2003).
2.2.1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
serta hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat.
Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang
sangat tinggi (Partodiharjo, 2003).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Narkotika termasuk obat tertua dalam praktik kedokteran. Pada tahun 1680 Sydenham
menulis, “Dari obat-obatan yang telah disiapkan para dokter kepada pasien untuk
meringankan penyakitnya, tidak ada yang begitu baik dan sangat manjur seperti opium”.
Seperti banyak obat atau bahan yang memiliki manfaat namun ada yang harus
dipertimbangkan dalam hal kerugian tertentu dan narkotika memiliki kekurangan tersebut.
Begitu banyak perhatian publik pada penyebaran dan penyalahgunaan gelap narkotika
sehingga nilai medis yang besar sering diabaikan (Coggeshall, 1964).
Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 1997 yang dimaksud dengan narkotika
meliputi :
1. Golongan Opiat : heroin, morfin, madat dan lain-lain.
2. Golongan Kanabis : ganja, hashish.
3. Golongan Koka : kokain, crack.
a. Alkohol adalah minuman yang mengandung etanol.
b. Psikotropika menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997 meliputi : ecxtasy,
shabu-shabu, Isd, obat penenang/obat tidur, obat anti depresi dan anti psikosis.
c. Zat adiktif lain termasuk inhalansia (aseton, thinner cat, lem atau glue), nikotin
(tembakau), kafein (kopi).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 pasal 6, jenis
narkotika di bagi atas 3 golongan :
1. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat
tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan
apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine,
putauw.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
2. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidindan turunannya,
benzetidin,betametadol.
3. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya
(Makarao, 2003).
Narkotika Golongan II dan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintesis,
yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri. Untuk kepentingan
pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II
atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (Partodiharjo, 2003).
Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan kedalam 3 golongan juga, yaitu
narkotika alami, narkotika semisintesis dan narkotika sintesis (Partodiharjo, 2003).
1. Narkotika alami
Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuh-tumbuhan
(alam). Contohnya :
a. Ganja
Tanaman perdu dengan daun menyerupai daun singkong dan berbulu halus, jumlah
jarinya selalu ganjil, yaitu 5,7,9. Tumbuhan ini banyak tumbuh di beberapa daerah di
Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Pulau Jawa dan lain-lain.
Daun ganja sering digunakan sebagai bumbu penyedap masakan. Bila digunakan
sebagai bumbu masak, daya adiktifnya rendah. Namun, tidak demikian bila dibakar dan
asapnya dihirup.Cara penyalahgunaannya adalah dengan mengeringkan dan dicampur
dengan tembakau rokok atau langsung dijadikan rokok lalu dibakar dan dihisap.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
b. Hasis
Hasis adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan Eropa. Daun
ganja, hasis dan mariyuana juga dapat disuling dan diambil sarinya. Dalam bentuk cair,
harganya sangat mahal. Gunanya adalah untuk disalahgunakan oleh pemadat-pemadat
“kelas tinggi”.
c. Koka
Koka adalah tanaman perdu mirip pohon kopi. Buahnya yang matang berwarna merah
seperti biji kopi. Dalam komunitas masyarakat Indian kuno, biji koka sering digunakan
untuk menambah kekuatan orang yang berperang atau berburu binatang. Koka
kemudian diolah menjadi kokain.
d. Opium
Opium adalah bunga dengan bentuk dan warna yang indah. Dari getah bunga opium
dihasilkan candu (opiat). Di Mesir dan daratan Cina, opium dulu digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit, memberi kekuatan, atau menghilangkan rasa sakit pada
tentara yang terluka sewaktu berperang atau berburu.
2. Narkotika semisintesis
Narkotika semisintesis adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat aktifnya (inti
sarinya) agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan kedokteran. Contohnya :
a. Morfin : dipakai dalam dunia kedokteran untuk menghilangkan rasa sakit atau
pembiusan pada operasi (pembedahan).
b. Kodein : dipakai untuk obat penghilang batuk. Ikatan dengan protein rendah.
Potensi untuk di salahgunakan sedang. Efektif dan paling banyak digunakan
sebagai penekan batuk (Munaf, 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
c. Heroin : tidak dipakai dalam pengobatan karena daya adiktifnya sangat besar dan
manfaatnya secara medis belum ditemukan. Dalam perdagangan gelap, heroin
diberi nama putaw atau pete. Bentuknya seperti tepung terigu halus, putih dan agak
kotor.
d. Kokain : hasil olahan dari biji koka.
3. Narkotika sintesis
Narkotika sintesis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia. Narkotika ini
digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan
narkoba (substitusi). Contohnya :
a. Petidin : untuk obat bius lokal, operasi kecil, sunat, dsb.
b. Methadon : untuk pengobatan pecandu narkoba.
c. Naltrexon : untuk pengobatan pecandu narkoba.
Selain untuk pembiusan narkotika sintesis biasanya diberikan oleh dokter kepada
penyalahguna narkoba untuk menghentikan kebiasannya yang tidak kuat melawan suggesti
(relaps) atau sakaw. Narkotika sintesis berfungsi sebagai “pengganti sementara”. Bila sudah
benar-benar bebas, asupan narkoba sintesis dikurangi sedikit demi sedikit sampai akhirnya
berhenti total (Partodiharjo, 2003).
2.2.1.1. Opioid
Anelgesik opioid adalah golongan obat penghilang nyeri alamiah, semisintetik dan
sintetik yang sebagian sifat-sifatnya sama atau hampir sama dengan opium atau morfin.
Penggunaan utama ialah untuk mengatasi rasa nyeri yang tidak hilang dengan anelgesik
biasa. Bahaya penggunaan obat golongan opioid ini ialah terjadinya adiksi dan
ketergantungan obat, yang dapat menimbulkan penyalahgunaan berat dengan dampak
negatifnya pada masalah sosial dalam masyarakat. Karena itu distribusi dan pengedarannya
diawasi dengan ketat dan diatur oleh undang-undang. Golongan opioid ini disebut juga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
sebagai opiat atau narkotik. Opiat adalah istilah yang pertama kali digunakan untuk semua
obat yang diturunkan dari opium, seperti morfin, kodein dan derivat-derivat semisintetik dan
sintetik lain. Karena obat ini menurunkan kesadaran, maka muncul istilah narkotik (Munaf,
1994).
Berdasarkan bukti arkeologis dan historis menunjukkan bahwa opium telah digunakan
sebagai analgesik sejak abad ketiga SM (Rodger, 1980).
Opium adalah obat yang menginduksi kantuk. Berasal dari buah mentah yaitu
tanaman Papaver somniferum (tanaman poppy). Getah kental berwarna putih dari sayatan
pada buah ini dikeringkan untuk mendapatkan jenis opium coklat tua. Opium memiliki rasa
pahit dan bau khas. Hal itu menyebabkan depresi C.N.S, analgesia dan hipnosis. Kombinasi
analgesia dan hipnosis adalah pembiusan. Opium adalah narkotika sejati (Nandy, 1995).
Gambar 2.1. Tanaman Papaver somniferum
Sumber: (Nandy, 1995)
Dosis fatal pada opium 2,0 mg, morfin melalui mulut 200 – 250 mg, morfin parenteral
80 – 100 mg dan kodein 500 mg. Toleransi untuk opium dan morfin terjadi dengan mudah
dan cepat yaitu toleransi sejati karena laju metabolisme meningkat secara bertahap (Nandy,
1995).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Gambar 2.2. Struktur Opium
Sumber: (Hill, 2002)
2.2.1.1.1.Morfin
MenurutAgoes (2001) morfin adalah alkaloida terpenting yang terdapat dalam candu,
yaitu getah yang dikeringkan dari tumbuhan Papaver somniferum. Sebagai zat psikotrop,
morfin memiliki tiga kelompok khasiat penting, yaitu :
1. Menekan SSP : analgetis, hipnotis, supresi pernapasan dan kadang kala menimbulkan
euforia.
2. Menstimulasi SSP : miosis, mual, muntah, eksitasi dan konvulsi.
3. Efek perifer : obstipasi dan retensi urine.
Morfin merupakan ikatan protein rendah. Pemberian umumunya secara parenteral dan
pada pemberian oral sebagian besar mengalami metabolisme lintas pertama di hepar. Potensi
tinggi untuk disalahgunakan. Penggunaan untuk penghilang rasa nyeri hebat, edema paru dan
angina pektoris (Munaf, 1994).
Morfin sangat lipofilik dan tidak dapat langsung diekskresi karena dengan cepat ia
diserap kedalam jaringan padat lemak termasuk otak. Namun, morfin mengalami konjugasi
fase kedua dengan asam glukoronida dalam hati, membentuk metabolit morfin-3-gluku-
ronida. Metabolit ini larut dalam air dan tidak langsung masuk ke otak; konjugasinya lalu
siap diekskresi (Gibson, 1991).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Eksresi morfin dari darah terjadi cepat, sekitar 80% dari dosis yang diberikan
diekresikan dalam urine dalam waktu 8 jam meskipun tandanya masih dapat dideteksi 72 –
100 jam setelah pemberian, terutama pada pecandu. Morfin utamanya dimetabolisme di hati
(Glare, 1991).
Gambar 2.3.Struktur Morfin
Sumber: (Hill, 2002)
2.2.1.1.2. Heroin
Heroin (diamorphine) adalah candu yang berasal dari opium poppy (papaver
somniferum). Heroin dapat berbentuk serbuk putih, sekalipun biasanya ditemukan juga warna
kecokelatan (Rozak, 2006).
Menurut Fessenden dan Fessenden (1989) heroin tidak terdapat dalam alam,
melainkan disintesis dari morfina di laboratorium. Heroin seperti kodeina dan morfin
merupakan penghilang nyeri yang ampuh. Dipelbagai belahan dunia heroin digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit pada pasien kanker stadium akut karena lebih membuat ketagihan
daripada morfina, penggunaanya sebagai obat dilarang di Amerika Serikat.
Heroin pertama kali di sintesiskan dari morfin pada tahun 1874, heroin belum
digunakan secara meluas dalam dunia pengobatan hingga awal abad ini. Produksi komersial
penghilang rasa sakit yang baru ini pertama kali dimulai pada tahun 1898. Tidak hanya
diterima secara luas oleh mereka yang berprofesi di dunia medis, selama bertahun-tahun para
dokter tetap tidak tahu potensi heroin ini sebagai zat adiktif. Tidak digunakan di klinik.
Mempunyai efek efori yang lebih kuat dan lebih menyenangkan dibanding dengan morfin.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Paling banyak disalahgunakan secara tidak legal. Mempunyai potensi untuk disalahgunakan
yang tinggi, dan berpenetrasi lebih cepat dari morfin (Munaf, 1994).
Heroin (diasetilmorfin, diamorfin) adalah derivat semi-sintesis dengan khasiat sentral
2 kali lebih kuat. Resorpsinya dari usus dan selaput lendir baik. Dalam darah heroin
dideasetilasi menjadi 6-monoasetilmorfin (yang juga farmakologis aktif) dan lalu menjadi
morfin. Kedua metabolit ini melintasi barrier darah-liquor dengan cepat. Adiksi dapat timbul
pesat sekali, sehingga tidak digunakan lagi dalam terapi (Tjay, 2002).
Gambar 2.4. Struktur Heroin
Sumber: (Hill, 2002)
2.2.1.2. Amfetamin
Amfetamin merupakan salah satu obat bius yang dapat ditemukan dalam bentuk pil,
kapsul ataupun bubuk. Obat bius ini sebenarnya berguna untuk menstimulasikan
moodpengguna menjadi tinggi (Rozak, 2006).
Amfetamin terdiri dari MDMA (methylen dioxy methamphetamin) dan meth-
amfetamin. MDMA atau ekstasi, contohnya adalah ineks berbentuk tablet atau pil yang
diminum. Meth-amfetamin, contohnya shabu-shabu berbentuk kristal yang penggunaannya
dengan cara dibakar, asapnya dihisap (Nurhaeni, 2009).
Amfetamindiindikasikan untuk penyakit kurang perhatian pada anak-anak (disfungsi
otak yang minimal, hiperaktivitas) sebagai narkolepsi, penekan nafsu makan, hanya
digunakan untuk jangka pendek (beberapa minggu) karena efek adiksinya. Adanya rebound
weight again menghilangkan manfaat ini. Efek samping dapat berupa kelemahan, pusing,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
insomnia, disforia, tremor, sakit kepala, reaksi psikotik (jarang), palpitasi, takikardi,
hipertensi, diare atau kontipasi dan impoten. Penyalahgunaan dapat menimbulkan
ketergantungan obat (Munaf, 1994).
Amfetamin pertama dibuat di Jerman pada akhir abad ke-19 tetapi baru dipatenkan
pada 1930-an. Pada 1940-an amfetamin mulai dipakai sebagai terapeutik untuk berbagai
macam kondisi medis seperti ayan, depresi dan untuk anak yang hiperkinetik. Merupakan zat
perangsang sintetik yang dapat berbentuk tablet, kapsul serta bentuk lainnya yang digunakan
untuk kepentingan medis. Efek amfetaminbiasanya hilang setelah 3-6 jam dan pemakai dapat
secara tiba-tiba menjadi lelah, suka marah, murung dan tidak bisa konsentrasi, peningkatan
kewaspadaan, peningkatan tenaga dan kegiatan, mengurangi nafsu makan dan kepercayaan
diri. Penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan malnutrisi, kelelahan, depresi dan
psikosis (Nurhaeni, 2009).
Gambar 2.5. Struktur Amfetamin
Sumber: (Hill, 2002)
2.2.1.3 THC
Ganja sering pula disebut dengan cannabis, yakni sejenis tanaman yang dikeringkan
yang mengandung zat delta-9, yakni tetrahydrocannabinol (THC). Istilah yang sering
digunakan untuk menyebutkan istilah ganja ini antara lain adalah rumput, grass, gele, daun
layus, gum, cimeng, marijuana dan lain-lain (Rozak, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Gambar 2.6. Daun Cannabis sativa
Sumber: (Nurhaeni, 2009)
Tiga cannabinoid utama telah ditemukan pada cannabis; cannabidiol (CBD), Δ9-
tetrahydrocannabinol (THC), dan cannabinol(CBN). Alur biosintesis dimulai dengan CBD,
diolah menjadi THC dan diakhiri dengan CBD.THC mempunyai efek-efek farmakologis
yang bervariasi yang menyerupai amphetamine, LSD, alkohol, sedative, atropinedan
morphine. Sehingga obat tersebut tidak sesuai dengan klasifikasi farmakologis tradisional dan
harus dipertimbangkan sebagai kelompok terpisah (Katzung, 2002).
Gambar 2.7. Struktur Utama Cannabis
Sumber: (Katzung, 2002)
Cara penggunaan yang paling disukai di negara-negara Barat adalah dengan merokok.
Tingginya daya larut lipid (solubilitas lipid) dari THC menyebabkannya lebih mudah terjebak
pada lapisan surfaktan paru. Perokok marijuana yang ahli sering kali sadar akan efek obat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
setelah dua atau kali hirup. Karena merokok secara kontinyu, efeknya meningkat, mencapai
maksimum sekitar 20 menit setelah rokok dihabiskan (Katzung, 2002).
Alkoloid utama yang terdapat dalam terdapat dalam mariyuana adalah dronabinol
yang juga disebut Δ9-tetrahydrocannabinol (THC). Dronabinol menyebabkan euforia yang
diikuti mengantuk dan relaksasi, tergantung pada situasi sosial. THC menghambat memori
jangka pendek dan aktivitas mental. Mengurangi kekuatan otot dan menganggu aktivitas
motor yang terlatih tinggi, seperti yang diperlukan untuk mengendarai mobil. Menurunkan
nafsu makan, menyebabkan mulut kering, halusinasi visual, delusi dan meningkatkan
aktivitas sensoris (Agoes, 2001).
Efek THC terlihat segera setelah mengisapnya tetapi efek maksimal sekitar 20 menit
kemudian. Setelah 3 jam, sebagian besar efek tersebut hilang. Efek samping termasuk
peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah dan konjungtiva merah. Pada dosis
tinggi, terjadi psikosis toksik. Penggunaan berulang dapat menyebabkan toleransi dan
ketergantungan fisik. THC kadang-kadang diberikan untuk muntah hebat yang disebabkan
pengobatan obat pada kemoterapi kanker (Agoes, 2001).
2.2.2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan
jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997).
Menurut Partodiharjo (2003) jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk
menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan
sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (metamphetamine dalam bentuk tablet atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat metamphetamin). Contohnya adalah
MDMA, ekstasi, LSD dan STP.
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan
sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
amphetamin dan metamphetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: nitrazepam, diazepam.
Efek pemakaian psikotropika yaitu dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang
susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi
(mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan dalam perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para
pemakainya. Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan
pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan
fisik bahkan menimbulkan kematian (Darman, 2006).
Zat psikotropika yang sering disalahgunakan menurut WHO 1992 adalah :
1. Alkohol (semua minuman beralkohol).
2. Opioida (heroin, morfin, pethidin, candu).
3. Kanabinoida/hipnotika ganja = mariyuana, hashish).
4. Sedative/hipnotika (obat penenang/tidur).
5. Kokain : daun koka, serbuk kokain, creck.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
6. Stimulansia lain, termasuk kafein, ecstasy dan shabu-shabu.
7. Halusinogenika : Isd, mushroom, mescalin.
8. Tembakau (mengandung nikotin).
9. Pelarut yang mudah menguap seperti aseton, glue atau lem.
10. Multipel (kombinasi) dan lain-lain, misalnya kombinasi heroin dan shabu-shabu,
alkohol dan obat tidur.
2.2.3. Zat Adikitif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :
a) Rokok.
b) Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
c) Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang
bila dihirup akan dapat memabukkan (Joewana, 2001).
2.3. Cara Penggunaan Narkoba
Menurut Darman (2006) dari cara penggunaanya, narkoba dapat digolongkan ke
dalam empat bagian besar yaitu :
1. Ditelan atau diminum
Pada umumnya yang termasuk dalam penggolongan ini merupakan jenis narkoba
yang diracik dalam bentuk pil atau biji-bijian atau juga minuman keras. Yang
termasuk di dalam penggolongan ini adalah ekstasi, lexotan, biji ganja dan minuman
keras.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
2. Dihisap
Yang termasuk dalam golongan ini adalah daun ganja dan tembakau.
3. Dihirup
Yang termasuk golongan ini adalah kokain, hashis dan shabu-shabu.
4. Disuntik
Penggunaan narkoba jenis ini melalui alat suntik yakni dengan memasukkan cairan
(zat adiktif). Yang termasuk golongan ini adalah heroin, morfin dan amfetamin.
Menurut efek yang ditimbulkan terbagi dalam 3 golongan (Darman, 2006) :
1. Depresan
Adalah obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh. Obat ini dapat
membuat sipemakai menjadi tenang dan bahkan membuatnya tertidur atau tak
sadarkan diri. Jenis obat ini antara lain : opioida, opium, morfin, heroin, opiat sintetik
dan sedative.
2. Stimulan
Stimulan adalah berbagai jenis zat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja serta kesadaran, jenis zat ini antara lain : kafein,
kokain, amfetamin dan ekstasi.
3. Halusinogen
Merupakan zat atau obat yang dapat merangsang efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan pikiran yang seringkali menciptakan daya pandang berbeda
sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Zat jenis ini antara lain : ganja/kanabis,
mescalin.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
2.4. Tanda dan Gejala Narkoba
Menurut Nurhaeni (2009) pengaruh narkoba pada tubuh disebut intoksikasi. Selain
itu, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat
yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis
zat yang berbeda. Tanda dan gejala intoksikasi adalah sebagai berikut :
1. Opiat : eforia, mengantuk, bicara cadel, konstipasi, penurunan kesadaran.
2. Ganja : eforia, mata merah, mulut kering, banyak bicara dan tertawa, nafsu makan
meningkat, gangguan persepsi.
3. Sedatif-hipnotik : pengendalian diri berkurang, jalan sempoyongan, mengantuk,
memperpanjang tidur, hilang kesadaran.
4. Alkohol : mata merah, bicara cadel, jalan sempoyongan, perubahan persepsi,
penurunan kemampuan menilai.
5. Amfetamin : selalu terdorong untuk bergerak, berkeringat, gemetar, cemas, depresi,
paranoid.
Tanda dan gejala putus zat yaitu (Nurhaeni, 2009) :
1. Opiat : nyeri, mata dan hidung berair, perasaan panas dingin, diare, gelisah, tidak bisa
tidur.
2. Ganja : jarang ditemukan.
3. Sedatif-hipnotik : cemas, tangan gemetar, perubahan persepsi, gangguan daya ingat,
tidak bisa tidur.
4. Alkohol : cemas, depresi, muka merah, mudah marah, tangan gemetar, mual muntah,
tidak bisa tidur.
5. Amfetamin : cemas, depresi, kelelahan, energi berkurang, kebutuhan tidur meningkat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
2.5. Urine
Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
yang kemudian oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinalisasi. Ekskresi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjaldan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Dalam
mempertahankan homeostatis tubuh peranan urine sangat penting, karena sebagian
pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urine (Indrati, 2015).
Urine merupakan spesimen yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan narkoba
rutin karena ketersediaannya dalam jumlah besar dan memiliki kadar obat dalam jumlah
besar sehingga lebih mudah mendeteksi obat dibandingkan pada spesimen lain. Teknologi
yang digunakan pada pemeriksaan narkoba pada urine sudah berkembang baik. Kelebihan
lain spesimen urine adalah pengambilannya yang tidak invasif dan dapat dilakukan oleh
petugas yang bukan medis. Urine merupakan matriks yang stabil dan dapat disimpan beku
tanpa merusak integritasnya. Obat-obatan dalam urine biasanya dapat dideteksi sesudah 1 – 3
hari. Kelamaan pemeriksaan urine adalah mudah dilakukan pemalsuan dengan cara substitusi
dengan bahan lain maupun diencerkan sehingga mengacaukan hasil pemeriksaan (Indrati,
2015).
Tingkat akurasi uji narkoba melalui rambut lebih tinggi dibanding via urine. Jika
pemakai narkoba berhenti mengkonsumsi selama satu bulan, saat diuji urine tidak akan
terdeteksi. Namun dengan uji rambut masih dapat terdeteksi . Itu karena komponen drugs
akan terbawa kerambut dan bisa bertahan dalam jangka waktu 60 – 90 hari. Jadi meskipun
pengguna berhenti selama satu tahun masih bisa terdeteksi (Indrati, 2015).
2.6. Pemeriksaan Narkoba
Pemeriksaan narkoba seringkali dibagi menjadi pemeriksaan skrining dan
konfirmatori. Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan awal pada obat pada golongan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
yang besar atau metabolitnya dengan hasil presumptif positif dan negatif. Secara umum
pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan yang cepat, sensitif, tidak mahal dengan
tingkat presisi dan akurasi yang masih dapat diterima, walaupun kurang spesifik dan dapat
menyebabkan hasil positif palsu karena terjadinya reaksi silang dengan substansi lain dengan
struktur kimia yang mirip. Pada pemeriksaan skrining, metode yang sering digunakan adalah
immunoassay dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen dan antibodi secara
kompetisi. Pemeriksaan skrining dapat dilakukan diluar laboratorium dengan metode ELISA
(enzyme linked immunosorbent assay) (Indrati, 2015).
Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif pada
pemeriksaan skrining. Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif
palsu. Metode konfirmasi yang sering digunakan adalah gas chromatography/mass
spectrometry (GC/MS) atau liquid chromatography yang dapat mengidentifikasi jenis obat
secara spesifik dan tidak dapat bereaksi silang dengan substansi lain. Kekurangan metode
konfirmasi adalah waktu pengerjaannya yang lama, membutuhkan keterampilan tinggi serta
biaya pemeriksaan yang tinggi (Lum, 2004).
2.6.1.Biochip Array Technology
Biochip Array Technology merupakan metode pemeriksaan dengan teknologi nano
yang prinsip kerjanya berdasarkan metode ELISA. Metode yang digunakan untuk
pemeriksaan toksikologi memiliki prinsip kerjanya berdasarkan ELISA kompetitif. Pada
biochip tersebut sudah tertanam antibodi spesifik yang dapat beriteraksi dengan antigen yang
diinginkan maupun antigen spesifik yang tertaut enzim sinyal atau antigen yang tidak
berinteraksi dengan antigen spesifik (Fitzgerald, et al. 2005).
Kelemahan dari pemeriksaan skrining menggunakan metode ELISA adalah adanya
reaksi silang terhadap zat yang diperiksa yang memiliki kemiripan struktur kimia Berdasakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
penelitian yang sudah dilakukan , pemeriksaan dengan metode Biochip Array Technology
meminimalisir terjadinya reaksi silang tersebut (Fitzgerald, et al. 2005).
2.6.2. FTIR (fourier transform infrared)
Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) merupakan salah satu teknik analitik
yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Informasi
struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi).
Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel
dalam berbagai fase (Harmita, 2006).
2.6.3.XRD (X-Ray Diffrection)
Metode XRD sangat potensial untuk mengidentifikasi material diberbagai bidang hal
ini karena pola XRD yang dihasilkan tergantung pada jarak antar-atom dan antar-molekul
dari material yang diperiksa dan ini akan menghasilkan pola difraksi yang khas untuk
masing-masing material. Secara khusus, telah menunjukkan bahwa energi dipersif dari XRD
memungkinkan untuk identifikasi narkoba (Pani, et al. 2009).
2.6.4. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC/MS)
GC/MS merupakan salah satu metode analisis yang mengkombinasi teknik Gas-
LiquidChromatography dan Mass Spectrometry untuk mengidentifikasi zat tertentu dalam
suatu uji laboratorium. Kombinasi teknik pemeriksaan gas Chromatography dan Mass
Spectrometry (GC/MS) mulai dikenal sejak tahun 1960 sebagai alat yang paling sensitif dan
serbaguna untuk mengidentifikasi senyawa organik yang mudah menguap. Saat ini
penggunan GC/MS untuk penghitungan kuantitatif senyawa-senyawa organik yang spesifik
menjadi aplikasi utamanya. Hal tersebut dikarenakan alat GC/MS memiliki sensitivitas,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
akurasi dan fleksibilitas yang tidak tertandingi dengan teknik lainnya, termasuk jenis
pemeriksaan teknik immunoassay (Rodger, et al. 1980).
2.6.5. Strip Test
Strip Test adalah metode immunoassay dengan prinsip pemeriksaan yaitu reaksi
antigen dan antibodi secara kompetisi yang mungkin ada dalam spesimen urine dan bersaing
melawan konjugat obat untuk mengikat situs pada antibodi. Selama pengujian, spesimen
urine bermigrasi keatas dengan aksi kapiler dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen
dan antibodi secara kompetisi (Baselt, 1982).
Spesimen urine dengan hasil positif tidak akan membentuk garis berwarna pada
daerah garis uji karena persaingan obat, sementara spesimen urine dengan hasil negatif akan
menghasilkan garis di daerah uji karena adanya kompetisi obat. Berfungsi sebagai kontrol
prosedural, garis berwarna akan selalu muncul di garis kontrol, menunjukkan bahwa jumlah
spesimen yang tepat telah ditambahkan (Baselt, 1982).
Gambar 2.8. Hasil Positif dan Negatif Pada Strip Test
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Kontrol prosedural disertakan dalam tes. Sebuah garis merah muncul di kontrol
wilayah (C) dianggap sebagai pengendalian prosedural positif internal.
1. Negatif : Dua baris muncul. Satu garis merah harus berada di wilayah kontrol (C) dan
garis merah atau pink yang lain yang jelas harus berada di daerah uji (T).
2. Positif : Satu garis merah muncul diwilayah kontrol (C). Tidak ada garis yang masuk
pada daerah uji (T).
3. Invalid: Garis kontrol gagal muncul. Volume spesimen tidak mencukupi atau teknik
prosedural yang salah adalah alasan yang paling mungkin untuk kegagalan kontrol.
Tinjau kembali prosedur dan ulangi dengan strip test baru.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
BAB 3
METODE PERCOBAAN
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan Analisa dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah di Medan yang
dilakukan 06 Februari 2017.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
1. Strip test
2. Penetes
3. Tissue
4. Tube
5. Timer
3.2.2. Bahan
1. Urine pasien 0326
2. Urine pasien 026
3. Urine Rozi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
3.3. Prosedur Kerja
1. Diambil sampel urine yang akan di periksa.
2. Dimasukkan kedalam tube secukupnya.
3. Dibuka alat strip test yang telah disediakan.
4. Diletakkan diatas meja datar.
5. Ditulis label sampel.
6. Dicelupkan secara vertikal strip pada spesimen urine selama 10 – 15 detik.
7. Ditunggu hingga terbentuk garis C dan T pada alat strip test.
8. Dibaca alat striptest, apabila hanya terbentuk pita pink pada Control (C) maka hasil positif,
terbentuk dua pita pink pada Control (C) dan pada Test (T) dinyatakan hasil negatif, dan
alat invalid apabila tidak terbentuk pita pink pada Control (C) dan pada Test (T) atau
terbentuk pita pink pada Test (T) sedangkan pada Control (C) tidak terbentuk pita.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data dan Hasil Percobaan
Data hasil tes narkoba dalam sampel urine pada tanggal 06 Maret 2017 di Laboratorium
Kesehatan Daerah Medan dapat dilihat pada tabel 4.1 yakni sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil Tes Narkoba Dalam Urine
Sampel MOP THC AMP
Urine pasien 0326 - - +
Urine pasien 026 - - -
Urine Rozi - + +
Keterangan :
MOP = Morfin
THC = Ganja
AMP = Amfetamin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
4.2. Pembahasan
Narkotik berasal dari bahasa Yunani untuk menyatakan penurunan kesadaran (stupor)
(Nandy, A. 1995).
Soerdjono Dirjosisworo mengatakan bahwa pengertian narkotika adalah zat yang bisa
menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam
tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat
dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan
ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan
manusia dibidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain lain (Pieter, 2010).
Urine merupakan matriks yang stabil dan dapat disimpan beku tanpa merusak
integritasnya (Dasgupta, 2007).
Metabolit yang di ketemukan pada urine untuk psikotropika sebagian besar dalam
bentuk bebas sedangkan untuk narkotika sebagian besar dalam bentuk konjugasi atau
diperlukan pengasaman atau hidrolisis untuk memutuskan ikatan konjugasi tersebut sehingga
dapat dideteksi. Pendeteksian narkotika dan psikotropika di dalam urine berbeda dengan
bentuk aslinya yaitu termetabolisme oleh tubuh sehingga menghasilkan dua atau tiga zat
(dalam keadaan bebas maupun terkonjugasi) (Moffat, et al. 2004).
Menurut Stimmel (1993) bahwa masing-masing obat (narkotika atau psikotropika)
memiliki waktu pendeteksian yang berbeda-beda. Golongan amphetamine masih dapat
dideteksi pada rentang waktu satu hingga maksimal tiga hari. Golongan barbiturate masih
dapat dideteksi pada rentang waktu tiga hingga maksimal empat hari. Golongan cocaine
masih dapat dideteksi pada rentang waktu dua hingga tiga hari. Golongan opiat seperti
codeine dan heroin(dideteksi sebagai morphine) masih dapat dideteksi pada rentang waktu
dua hingga maksimal empat hari. Golongan mariyuana masih dapat dideteksi pada rentang
waktu satu hingga maksimal sepuluh hari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Tabel 4.2. Rentang Waktu Deteksi Narkotika dan Psikotropika
Jenis Narkotika/Psikotropika Rentang Waktu Deteksi
Amphetamine 1 - 3 hari
Barbiturat 3 - 4 hari
Cocaine 2 - 3 hari
Codein & Morphine 2 - 4 hari
Mariyuana 1 - 10 hari
Sumber : Stimmel (1993)
Sampel urine yang digunakan adalah urine pasien nomor 326, nomor 026 dan
Roziyang diduga positif mengandung narkoba. Strip test pada sampel urine nomor 326 positif
(+) amfetamin, pada sampel urine nomor 026 negatif (-) narkoba dan pada sampel rozi positif
(+) THC dan amfetamin.
Gambar 4.1. Hasil Strip Test 026 dan Rozi
Gambar 4.2. Hasil Strip Test 326
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan narkoba adalah Immunochromatografi
Kompetitif, strip dicelupkan secara vertikal pada spesimen urine lalu ditunggu beberapa
menit dan dilihat hasilnya, jika tertera garis pada control dan test menunjukkan negatif, jika
tertera garis pada control menunjukkan positif sedangkan jika tidak tertera garis
menunjukkan invalid. Sehingga diperoleh hasil bahwa sampel urine yang diuji menunjukkan
hasil positif berarti pasien merupakan pengguna narkoba.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pemeriksaan narkoba dengan sampel urine menggunakan Strip Test. Di peroleh hasil positif
pada sampel urine nomor 326 yang mengandung amfetamin yang ditandai dengan terbentuk
garis pada area control amfetamin, pada sampel urine nomor 026 di peroleh hasil negatif
ditandai dengan terbentuknya 2 garis pada area control dan test, dan pada sampel rozi hasil
positif THC dan amfetamin yaitu terbentuk garis pada area control THC dan amfetamin.
5.2. Saran
Dari pihak Laboratorium Kesehatan sendiri hendaknya melakukan pengujian yang
lebih spesifik dan meyakinkan untuk analisa narkoba serta kandungan yang ada didalamnya
agar diperoleh hasil yang lebih akurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A. 2001. Farmakologi: Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.
Baselt, R. 1982. Disposition of Toxic Drugs and Chemicals in Man. 2nd Edition. Davis CA:
Biomedical Publish.
Coggeshall, L. 1964. Report of The Commission on Drug Safety. Canada: American
Societies for Experimental Biology.
Darman, F. 2006. Mengenal Jenis dan Efek Buruk Narkoba. Tangerang: Visimedia.
Dasgupta, A. 2010. Beating Drug Tests and Defending Positive Results. Yogyakarta: LLC.
Fitzgerasld, S., Lamont, J., Connel, R. and Benchikh, O. 2005. Development of a High-
Throughput Automated Analyzer Using Biochip Array Technology. New York:
Clinical Chemistry.
Gibson, G. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Jakarta: UI Press.
Glare, P. and Walsh, T. 1991. Clinical Pharmacokinetics of Morphine. Ther Drug Monit.
Hakim, A. 2004. Bahaya Narkoba Alkohol. Bandung: Nuansa.
Hill, J. 2002. General Chemistry An Integrated Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Indrati, A. 2005. Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik Narkoba. Bandung: Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Joewana, S. 2001. Narkoba: Petunjuk Praktis Bagi Keluarga Untuk Mencegah
Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Media Pressindo.
Julinawati., Ginting, B., Delfiendra. dan Sholih, R. 2016. Karakterisasi Jenis Narkoba
Menggunakan Metoda Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan X-Ray Diffraction
(XRD). Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Jakarta. [Skripsi]. Aceh: UNSYAH.
Katzung, B. 2002. Farkamalogi: Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Lum, G. and Mushlin, B. 2004. Urine Drug Testing: Approachesto Screening and
Confirmation Testing. Volume 35. USA: Laboratory Medicine.
Makarao, T., Suhasril. dan Zakky, M. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Michael, S., Eric, S. and Jacquelyn, S. 2011. Urinary Excretion Profiles for Total Morphine,
Free Morphine, and 6-acetylmorphine Following Smoked and Intravenous
Heroin. Journal of Analytical Toxicology.
Munaf, S. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi. Bagian II. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Nandy, A. 1995. Principles of Forensic Medicine. India: New Central Book Agency (P)
LTD. Page: 517 – 518.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Nurhaeni, H., Sumiati., Dinarti. dan Aryani. R. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling.
Jakarta: Trans Info Media. Halaman: 98 – 100.
Pani, S., Cooke, E,. Horrocks, J., George, L., Hardwick, S. and Speller, R. 2009. Modeling an
Energy-Dispersive X-ray Diffraction System for Drug Detection
Partodiharjo, S. 2003. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: ESENSI.
Rodger, F., Allison, F. and Ruth, F. 1980. GC/MS Assay for Abused Drugs in Body
Fluids. Maryland: NIDA Research Monograph.
Rozak, A. 2006. Remaja dan Bahaya Narkoba. Jakarta: Prenada Media Group.
Stimmel, M. 1993. The Facts About Drug Use Coping With Drugs in Your Family, at Work,
in Your Community. New York: The Haworth Medical Press.
Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Application Analytical
Techniques in the Sciences. Chichester: John Wiley & Sons.
Syarif, K. 2013. Hasil Test Urine Dalam Pembuktian Tindak Pidana Narkotika Yang
Dilakukan Oleh Oknum Anggota Kepolisian. Kantor Kepolisian Kota Besar
Makassar. [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar.
Tanaka. 2006. Manual for Use by National Drug Testing Laboratories. New York:
United Nations Publication.
Tjay, T. dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta: Gramedia.
Wulansari, Y. 2006. Kamus Narkoba: Istilah-istilah Narkoba dan Bahaya
Penyalahgunaannya. Jakarta: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA