14
FIFI FITRIAWATI 260110120060 Analisa Kuantitatif Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut. 1. Metode Kjeldahl Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Prinsip a. Digestion Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat

Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengujian Protein

Citation preview

Page 1: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

FIFI FITRIAWATI

260110120060

Analisa Kuantitatif

Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu

metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk

protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible,

metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.

1. Metode Kjeldahl

Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada

asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi

dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan

menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang

terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan

secara titrasi.

Prinsip

a. Digestion

Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti

dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat

mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik

didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk

mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang

dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain

menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena

berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO4 2-)

sehingga yang berada dalam larutan adalah :

N(makanan) (NH4)2SO4 (1)

b. Netralisasi

Page 2: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima

(receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan

dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :

(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)

Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu

digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH

larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta

mengubah asam borat menjadi ion borat:

NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3

- (3)

c. Titrasi

Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk

dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang

sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.

H2BO3- + H+ H3BO3 (4)

Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir

titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3).

Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg

sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.

Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat

molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang

sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat

mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi

menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :

% Protein = F x %N.

Penetapan Kadar

Prosedur :

a. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau

kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).

Page 3: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

b. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml

asam sulfat pekat.

c. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan

dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4%

(dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50%

sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.

d. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl

perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan

cepat sampai mendidih.

e. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam

klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol

95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam

larutan asam klorida 0,1N.

f. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa

larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan

larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi

perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.

Kadar Protein

Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut : Kadar = V NaOH blanko – V NaOH

sampel x N NaOH x 14,008 x 100% x Fk berat sampel (mg)

Keterangan :

Fk : faktor koreksi

Fk N : 16

Keuntungan dan Kerugian

a. Keuntungan :

Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan

metode standar dibanding metode lain.

Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode

ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.

Page 4: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

b. Kerugian :

Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak

semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.

Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan

residu asam amino yang berbeda

Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa

katalis.

Teknik ini membutuhkan waktu lama

2. Metode Titrasi Formol

Metode Titrasi Formol merupakan cara lain dalam menentukan kadar protein. Metode ini

secara ekonomis murah, cep, dan idak memerlukan keahlian khusus, walaupun metode ini

kurang praktis dalam penentuan kandungan protein secara absolut akibat dari

keseimbangan nitrogen (N) yang berbeda

Tahap Titrasi Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui

dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N % N =1000 x N HCl x 14,008 x 100 %

Page 5: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu

faktor : % P = % N x faktor konversi.

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan

membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya

sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH

sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator dapatdiakhiri dengan tepat.

Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna

menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.

3. Metode Lowry

Prosedur :

Pembuatan reagen Lowry A :

Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)

Pembuatan reagen Lowry B :

Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke

dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.

Penetapan Kadar

a. Pembuatan kurva baku

Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 μg/ml (Li). Buat

seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi yang telah

ditentukan. Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B

dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok

dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600

nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)

b. Penyiapan Sampel

Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan

dahulu dengan penambahan amonium sulfat Kristal (jumlahnya tergantung dari

jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam

larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama

Page 6: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya

kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0

ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapa nselanjutnya seperti pada kurva

baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.

4. Metode Spektrofotometri UV

Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang

mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm,

sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap

sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm

dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih

teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi

pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh

asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu

tabel. Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran

Alat Spektrofotometer

Metode Biuret

Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan

peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang

diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan

larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.

Page 7: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa

yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik ini kurang sensitif

terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di

semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.

Prosedur :

Pembuatan reagen Biuret :

Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat

(KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian

tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan

aquades sampai garis tanda.

Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):

Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml

sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li).

Penetapan kadar (Metode Biuret)

Pembuatan kurva baku :

Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan

komposisi yang telah ditentukan. Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada λ 550 nm

terhadap blanko yang terdiri dari 800 μL reagen Biuret dan 200 μL aquades.

Cara mempersiapkan sampel :

Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu

dengan penambahan amonium sulfat Kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,

kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan

protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan

supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali

dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah μL larutan tersebut

secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar

asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.

Page 8: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang

gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5.

Perhatikan adanya factor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus

masuk dalam kisaran absorban kurva baku.

Metode pengikatan pewarna

Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah berlebih

pada larutan protein yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan

positif (misalnya dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak

larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa

pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik dari

residu asam amino basa (histidine,arganine dan lysine) dan pada gugus asam amino bebas

di ujung. Jumlah pewarna tak terikat yang tersisa setelah kompleks protein-pewarna

dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan.

Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan

dengan jumlah pewarna yang terikat :

[Pewarna terikat] = [Pewarna awal] - [Pewarna bebas]

5. Metode Dumas Termodifikasi

Akhir-akhir ini, teknik instrumen otomastis telah berkembang dengan kemampuan

penentuan kadar protein dalam sampel dengan cepat. Teknik ini berdasarkan metode yang

dikembangkan oleh Dumas lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan mulai berkompetisi dengan

metode Kjeldahl sebagai metode standart penentuan kadar protein karena lebih cepat.

Prinsip Umum

Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar 900 oC)

dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O dan N2. Gas CO2 dan H2O

dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk menyerapnya. Kandungan

nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detektor

Page 9: Analisa Kuantitatif Pengujian Protein

konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan nitrogen

dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan telah

diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian sinyal dari

detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode Kjeldahl diperlukan

konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein, tergantung susunan asam amino

protein.

Keuntungan dan Kerugian

a. Keuntungan :

Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per pengukuran,

dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).

Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.

Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.

Mudah digunakan.

b. Kerugian :

Mahal.

Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen

dalam makanan berasal dari protein.

Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena susunan

asam amino yang berbeda.

Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.

Sumber :

Herowati, Rina.2011. Analisis ProteinTersedia di : http://rinaherowati.com/2011/10/2-analisis-protein.pdf [diakses pada 21 April 2014]

Maisyah, Regina.2008. Analisis ProteinTersedia di : http://rgmaisyah.com/2008/12/analisis-protein.pdf [diakses pada 21 April 2014]