Upload
fifi-fitriawati
View
85
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pengujian Protein
Citation preview
FIFI FITRIAWATI
260110120060
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu
metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk
protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible,
metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada
asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi
dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan
menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang
terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan
secara titrasi.
Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti
dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat
mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik
didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk
mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang
dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain
menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena
berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO4 2-)
sehingga yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan) (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima
(receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan
dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu
digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH
larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta
mengubah asam borat menjadi ion borat:
NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3
- (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk
dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang
sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ H3BO3 (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir
titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3).
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg
sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.
Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat
molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang
sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat
mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi
menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
% Protein = F x %N.
Penetapan Kadar
Prosedur :
a. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau
kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
b. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml
asam sulfat pekat.
c. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan
dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4%
(dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50%
sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
d. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl
perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan
cepat sampai mendidih.
e. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam
klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol
95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam
larutan asam klorida 0,1N.
f. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa
larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan
larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi
perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut : Kadar = V NaOH blanko – V NaOH
sampel x N NaOH x 14,008 x 100% x Fk berat sampel (mg)
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan
metode standar dibanding metode lain.
Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode
ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak
semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan
residu asam amino yang berbeda
Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa
katalis.
Teknik ini membutuhkan waktu lama
2. Metode Titrasi Formol
Metode Titrasi Formol merupakan cara lain dalam menentukan kadar protein. Metode ini
secara ekonomis murah, cep, dan idak memerlukan keahlian khusus, walaupun metode ini
kurang praktis dalam penentuan kandungan protein secara absolut akibat dari
keseimbangan nitrogen (N) yang berbeda
Tahap Titrasi Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui
dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N % N =1000 x N HCl x 14,008 x 100 %
Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu
faktor : % P = % N x faktor konversi.
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH
sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator dapatdiakhiri dengan tepat.
Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna
menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A :
Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke
dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 μg/ml (Li). Buat
seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi yang telah
ditentukan. Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B
dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok
dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600
nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan
dahulu dengan penambahan amonium sulfat Kristal (jumlahnya tergantung dari
jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam
larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama
10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya
kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0
ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapa nselanjutnya seperti pada kurva
baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang
mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm,
sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap
sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm
dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih
teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi
pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh
asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu
tabel. Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
Alat Spektrofotometer
Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan
peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang
diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan
larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa
yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik ini kurang sensitif
terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di
semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat
(KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian
tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan
aquades sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml
sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li).
Penetapan kadar (Metode Biuret)
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan
komposisi yang telah ditentukan. Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada λ 550 nm
terhadap blanko yang terdiri dari 800 μL reagen Biuret dan 200 μL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu
dengan penambahan amonium sulfat Kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,
kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan
protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan
supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali
dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah μL larutan tersebut
secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar
asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang
gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5.
Perhatikan adanya factor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus
masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
Metode pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah berlebih
pada larutan protein yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan
positif (misalnya dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak
larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa
pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik dari
residu asam amino basa (histidine,arganine dan lysine) dan pada gugus asam amino bebas
di ujung. Jumlah pewarna tak terikat yang tersisa setelah kompleks protein-pewarna
dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan.
Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan
dengan jumlah pewarna yang terikat :
[Pewarna terikat] = [Pewarna awal] - [Pewarna bebas]
5. Metode Dumas Termodifikasi
Akhir-akhir ini, teknik instrumen otomastis telah berkembang dengan kemampuan
penentuan kadar protein dalam sampel dengan cepat. Teknik ini berdasarkan metode yang
dikembangkan oleh Dumas lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan mulai berkompetisi dengan
metode Kjeldahl sebagai metode standart penentuan kadar protein karena lebih cepat.
Prinsip Umum
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar 900 oC)
dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O dan N2. Gas CO2 dan H2O
dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk menyerapnya. Kandungan
nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detektor
konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan nitrogen
dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan telah
diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian sinyal dari
detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode Kjeldahl diperlukan
konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein, tergantung susunan asam amino
protein.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per pengukuran,
dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
Mudah digunakan.
b. Kerugian :
Mahal.
Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen
dalam makanan berasal dari protein.
Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena susunan
asam amino yang berbeda.
Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.
Sumber :
Herowati, Rina.2011. Analisis ProteinTersedia di : http://rinaherowati.com/2011/10/2-analisis-protein.pdf [diakses pada 21 April 2014]
Maisyah, Regina.2008. Analisis ProteinTersedia di : http://rgmaisyah.com/2008/12/analisis-protein.pdf [diakses pada 21 April 2014]