10
Cakrawala Pendidikan Nov. 2001., Th. XX., No.4 IMPLEMENTASI DESENTRALISASI PENDIDIKAN TERHADAPOTONOMIDAERAH Oleh : Sugiyanto STPMD "APMD"¥ogyakarta Diterima 19 September 2001 / disetujui II Oktober 2001 .. ·iiJstracts l7te essence of education desentralization is transfer tlte entire or a part autl10rity management education service from central government to local government unit. Education decentralization must be answer local development situation and condition, necessity and values in the regional. Tile is Wllich determines economic growth/ as a part of development process, Tile education an investation of human resourses development will increase ability and skill agree with community necessity aspiration and development. Localfinancial sector is very influence to education decentralization existense, because local governn1ent must be assume liability for cost education. Key words: education investment, strategic planning, decentralization mission Pendahuluan Berlakunya UU No. 22 taboo 1999 telah mereduksi peranan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang selama tiga dasawarsa mengalami proses sentralisasi. UU ini merupakan landasan hukum proses desentralisasi kekuasaan dengan memberikan kekuasaan otonomi penuh kepada daerah. Pemberlakuan UU ini bukan saja secara fundamental berdampak pada kehidupan politik pemerintahan saja, tetapi juga pada bidang kehidupan lainnya termasuk pendidikan. Untuk itu, . arah kebijaksanaan pembangunan pendidikan pada masa yang akan datang hams sejaJan dengan kebijaksanaan desentralisasi bidang pendidikan itu sendiri. Desentralisasi pendidikan meletakkan Iembaga pendidikan sebagai garis terdepan dalam pengelolaan pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan beraneka-macam kondisi daerah dan rakyatnya. Sugiyanto, STPMD 44APMD" Yogyakarta Desentralisasi pendidikan sebagai implementasi Otonomi Daerah dihadapkan dengan tantangan untuk menjamin pemerataan mutu dan relevansi pendidikan di tengah pergumulan perbedaan potensi, kemampuan keuangan, dan perhatian Pemerintah Daerah terhadap .esensi pelayanan pendidikan. Menurut Aljumami (dalam Huda, 1999: 9-11), kebijaksanaan desentralisasi berpengaruh cukup signifikan terhadap kemajuan dan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada empat dampak positif yang dapat dikemukakan untuk mendukung argumen aias kebijakan desentralisasi pendidikan yaitu (1) peningkatan mutu, (2) efisiensi keuangan, (3) efisiensi administrasi, dan (4) perluasan dan pemerataan misi. Desentralisasi pendidikan adalah· upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat 284

an - UNY Journal

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Cakrawala Pendidikan Nov. 2001., Th. XX., No.4

IMPLEMENTASI DESENTRALISASI PENDIDIKANTERHADAPOTONOMIDAERAH

Oleh : SugiyantoSTPMD "APMD"¥ogyakarta

Diterima 19 September 2001 / disetujui II Oktober 2001

~.. ·iiJstractsl7te essence of education desentralization is transfer tlte entire or a part autl10rity

management education service from central government to local government unit. Educationdecentralization must be answer local development situation and condition, necessity andvalues in the regional.

Tile educ~tion is Wllich determines economic growth/ as a part ofdevelopment process,Tile education an investation of human resourses development will increase ability and skillagree with community necessity aspiration and development.

Local financial sector is very influence to education decentralization existense, becauselocal governn1ent must be assume liabilityfor cost education.

Key words: education investment, strategic planning, decentralization mission

Pendahuluan

Berlakunya UU No. 22 taboo 1999 telahmereduksi peranan pemerintah pusat dalampenyelenggaraan administrasi pemerintahanyang selama tiga dasawarsa mengalami prosessentralisasi. UU ini merupakan landasan hukumproses desentralisasi kekuasaan denganmemberikan kekuasaan otonomi penuh kepadadaerah. Pemberlakuan UU ini bukan saja secarafundamental berdampak pada kehidupan politikpemerintahan saja, tetapi juga pada bidangkehidupan lainnya termasuk pendidikan. Untukitu, . arah kebijaksanaan pembangunanpendidikan pada masa yang akan datang hamssejaJan dengan kebijaksanaan desentralisasibidang pendidikan itu sendiri. Desentralisasipendidikan meletakkan Iembaga pendidikansebagai garis terdepan dalam pengelolaanpendidikan. Desentralisasi juga memberikanapresiasi terhadap perbedaan kemampuan danberaneka-macam kondisi daerah dan rakyatnya.

Sugiyanto, STPMD 44APMD" Yogyakarta

Desentralisasi pendidikan sebagaiimplementasi Otonomi Daerahdihadapkan dengan tantangan untukmenjamin pemerataan mutu danrelevansi pendidikan di tengahpergumulan perbedaan potensi,kemampuan keuangan, dan perhatianPemerintah Daerah terhadap .esensipelayanan pendidikan. MenurutAljumami (dalam Huda, 1999: 9-11),kebijaksanaan desentralisasi berpengaruhcukup signifikan terhadap kemajuan danpembangunan pendidikan. Setidaknyaada empat dampak positif yang dapatdikemukakan untuk mendukungargumen aias kebijakan desentralisasipendidikan yaitu (1) peningkatan mutu,(2) efisiensi keuangan, (3) efisiensiadministrasi, dan (4) perluasan danpemerataan misi. Desentralisasipendidikan adalah· upaya untukmeningkatkan partisipasi masyarakat

284

Cakrawala Pendidikan

dalam penyelenggaraatl pelldidikan,menirlgkatkan pendayagunaall potensi daerallsecara unik, terciptanya itlfrastrukturkelembagaan yang menopang terselenggaral1yasistem pendidikan yang relevan dengantuntutan zaman serta terserapnya globalisasi,humanisasi dan demokrasi dalam pendidikan(Huda, 1999: 9-11).

Sektor pendidikan pada otollomidaerah dan desentralisasi pendidikanmenempatkan . pemerintah daerah danmasyarakat pada posisi siap untuk Inenerilnatanggung jawab bam tersebut. Persoalanutamanya adalah bagaimana agar semua pihaksadar terhadap tanggung jawab bam tersebut.Persoalan b·erikutnya adalah bagairnana agarsemua pihak bekerja sarna meningkatkankemampuan daerah agar optimal dalarnmewujudkan otonomi tennasuk bidallgpendidikan dan kebudayaan sehingga dapatdilakukan' langkah operasional yang lebihrealistis untuk Inenghindari agar desentralisasipendidikan tidak justru membuat kesalahanbahkan kemunduran dalaln bidang pendidikan.Untuk itu, agar daerah diberi ralnbu-ralnbudalam pemanfaatan. alokasi wnum pada APBDsehingga minimal 15% dari APBDdialokasikan untuk pendidikan.

Perbedaan sasaran pelnbangunan danpotensi sumber daya berakibat adanyakeragaman pengeluaran pembangunan antarpropinsi dan daerah/kota di 111dollesia.Pengeluaran pembangunan di sektorpendidikan di tingkat propinsi tahun1998/1999-1999/2000 memperlihatkan varlaSlbaik jurnlah dan peningkatannya (lihat tabel 1)

Berdasarkan tabel tersebut dapat kitaketahui bahwa jumlah APBD tahun anggaran1998/1999 secara nasional berjumlall Rp.20.853.872; danjumlah belanja pendidikan Rp.795.280.775.000; jadi 3,8% anggaran APBDdialokasikan ke belanja pendidikan.

Pada tahun anggaran 1999/2000 jumlahAPBD secara nasional Rp. 19.624.106.113; danjumlah belanja pendidikall Rp. 1.060.981.187.

. Alokasai untuk dana pendidikan 5,00/0. Jadi

Nov. 2001, Th. XX, No.4

anggaran APBD dari tahun 1988/1999 ketallull 1999/2000 naik 1,2 0/0.

Belanja pendidikan tahunanggaran 1998/1999 tertinggi terdapatpada propinsi Jawa Barat sebesar Rp.3.159.240.333; dan terendah propinsiBengkulu Rp. 224.711.675; sedang meanAPBD tahun 1998/1999 Rp 843.154.887.APBD tallun 1999/2000 tertinggi propinsiJawa Barat Rp. 3.008.869.672; danterendah Propinsi Bengkulu Rp.216.142.669; sedang meannya Rp.784.964.244; Jumlah kabupaten/kota daritahun 1998/1999 sampai dengan tahun1999/2000 Inengalami penambahansebanyak 7 kabupaten/kota. Kondisi inimenunjukan keseriusan daerah dalamInenangkap peluang otonomi daerah.

Belanja pendidikan pemerintahpropinsi dialokasikan dari APBD dalambentuk belanja rutin danbelanjapembangunan. Belanja pendidikanpelnerintah merupakan ~alah satupengeluaran sektor pemerintah yang perludiperllitungkan dalaln mengukurPendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB ). Peningkatan alokasi belanjapendidikan secara simultan akanmenalnball PDRB daerah yangbersangkutan seperti terlihat pada tabel 2berikut ini.

Implementasi Desentralisasi Pendidikan Terhadap Otononli Daerah 285

Cakrawala Pendidikan Nov. 2001, Th. XX, No.4

Tabel 2 : APBD dan Pengeluaran Sektor PendidikanPropinsi-propinsi di Indonesia Tabun Anggaran 1998/1999 - 1999/2000

Tidak termasuk DKI(000 Rupiah)

No Propinsi Rata-rata APBDI Kota/Kabupaten Rata-rata BelanjaPendidikan KotalKab

1998/1999 1999/2000 1998/1999 1999/20001 Aceh 49.476.123 79.535.230 6,0 7,02 Swnut 73.416.964 13.639.990 4,0 4,0...,

Swnbar 37.416.964 60.116.041 5,0 5,0-'4 Riau 98.214.172 97.120.294 7,0 4,05 Jambi i 61.609.'400 68.424.387 7,0 5,06 Sumsel 81.601.809 105.942.378 4,0 6,07 Benkulu 56.177.918 71.261.195 5,0 5,08 Lampung 91.743.045 86.323.428 3,0. 6,09 Jawa Barat 1.147.920.943 164.001.411 4,0 5,010 Jawa Tengah 69.133.564 100.014.393 ,- 5,0 3,011 DIY 73.009.800 95.477.451 4,0 4,012 Jawa Tinlur 73.944.126 133.233.870 4,0 3,013 Bali 73.851.391 127.871.192 3.0 4,014 NTB 52.994.891 91.077.772 3,0 7,015 NTT 37.276.269 53.490.048 11,0 6,016 Kalbar 71.228.280 95.227.467 6,0 6,017 Kalteng 71.422.697 90.487.475 6,0 6,018 Kalsel 52.513.920 63.502.761 6,0 6,019 Kaltiln 106.887.718 175.897.328 3,0 5,020 Sulut 57.947.809 69.927.764 4,0. · 5,021 Sulteng 57.007.895 89.154.765 3,0 10,022 Sulsel 38.414.938 60.245.328 4,0 4,023 Sultenggara 3.271.304 3.351.559 7,0 7,024 Maluku 4.539.791 6·044.051 6,0 10,025 Irian Jaya 3.479.502 4.789.782 6,0 6,0Sun1ber: Katalog BPS 745 Statistik Kellangan Pel11er;nlah Daerah Kola/ Kahupaten 1998/1999-1999/2000 Me; 2001.

Sesuai dengan tabel 2 pada tahun anggaran1998/1999 APBD rata-rata perkabupaten/kota tertinggi terdapat padapropinsi Jawa Barat yakni sebesar Rp.121.509.243 dan terendah propinsi SulawesiUtara Rp. 18.746.284; Pada tahun anggaran1999/2090 APBD rata-rata perkabupaten/kota tertinggi di Jawa Barat Rp.115.725.756; dan terelldall PropinsiSulawesi Utara Rp. 18.550.117. Jadi, dua

tahun anggaran propinsi yang mendudukiAPBD tertinggi dan terendah tidakmengalalnipergeseran.

Di antara 25 propinsi, propinsi yangmengalalni peningkatan b~lanja pendidikandari tallun anggaran 1989/1999 sampaidengan tahun anggaran 1999/2000 ada 11propitlsi yaitu Daerah Istimewa Aceh 1%,Lalnpullg 3%, Jawa Barat 15%, ,Riau 1%,NTB 40/0, Kalimatan Timur 2%, Sulawesi

Implementasi Desentralisasi Pelldidikan Terhadap Otononli Daerah 286

Cakrawala Pendidikan

Utara 1%, Sulawesi Tenggsra 7%, Maluku4% dan Irian Jaya 3 0/0. Propinsi yangmengalami penurunan anggaran belanjapendidikan· ada 5 propinsi yaitu PropinsiNusa Tengara Timur 5%, Jawa Timur 1 %,Jawa Tengah 2 %, Jambi 2% dan Riau 30/0,sedangkan propinsi yang stabil anggaranbelanja pendidikannya ada 9 yaitu SumateraUtara, Sumatera Barat, Bengkulu, Daerahlstimewa Yogyakarta, Kalitnalltan Barat,Kalimatan Tengah, Kalilnatan Selatan,Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.

Kenaikan seqara riil dari 11 propitlsi29% dan pellurunall secara riil dari 5propinsi ada 130/0. Jadi, kenaikan anggaranbelanja pendidikan secara parsial ada 13 0/0dari perhitungan mellurut jUlnlah propinsiada 29% propinsi yang naik anggaranbelanja pendidikannya, yang turun 20% danstabil 36%. Temyata di antara 25 propinsibelum ada propinsi yang menganggarkanpada belanja ideal pendidikan pada stalldar15%. Jadi, dengan berlakutlya UU No 21Tahun 1999 tentang otonatni daerah. 29 0/0propinsi sudah mengarah pada pemikiranpeningkatan 80M dengan jalanIneningkatkan anggaran belanja pada aspekpendidikan. Dikaitkan dengan investasi8DM, belanja pendidikan pemerintahmerupakan perwujudal1 pelnerilltah dalalnmenyiapkan peningkatan kelnampuan danketrampilan SDM yang sesuai dengankebutuhan pembangunan daerah.

Sebagai bagian dalaln prograinpembangunan nasional, pendidikandiharapkan akan menillgkatkan kecerdasan,keterampilan, dan nilai-nilai kehidupanmasyarakat. Pelnerataan Inelnperolehlayanan mutu dan relevansi pendidikanmerup~kan ukuran keberhasilanpembangunan di bidang pendidikan.Investasi pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat,dan pelnerintah dalaln Inelnbiayai kegiatandan pembangunan berbagai program layananpendidikan. Investasi pemerintah di bidang

Nov. 2001, Th. XX, No.4

SDM ditnaksudkan untuk meningkatkanmutu SDM yang memjliki keahlian danketeralnpilan, dapat bekerja secaraprofesional serta Inenghasilkan karya yangbermutu dalam proses pembangunan bangsa(Suryadi, 1997: 63-65). Menurut Schultz(1963: 42) dan Cohn (1975: 37-39),pendidikan adalah sumber pertumbuhanekonomi. Dal~m konsep ini pendidikandipandallg sebagai kegiatan kelembagaan(sekola11). Keberadaan siswa yang menuntutillnu merupakan konsumen yang akanInelnbayar jasa pelayanan sekolah dalambentuk uallg gedung, SPP, praktikum danlsebagait1ya. lni berarti bahwa konsumsi jasapendidikandan belanja pemerintah daerahakall berpen,garuh secara multiplier terhadappeningkatan PDRB. Terkait denganpeningkatan kualitas input pembangunanbangsa, ell0n (1975) menyatakan bahwalelnbaga pendidikan berfungsi, dalammengembangkan kemampuan tenaga kerjasesllai dengan kebutuhan produksi danperuballan teknologi. Pendidikan danpelatihal1 akan meningkatkan kapasitasproduktivitas tellaga kerja sebagaimanakontribusi kapital fisik dalam meningkatkankapasitas produksi perusahaan (O'neilldalam Satori, 1999: 1--27).

Desentralisasi PendidikanArus globalisasi memberikan

tantangan bagi letnbaga pendidikan untukInampu tnengelnban.gkan diri secara mandiri,cepat dan benar. Lembaga pendidikandituntut untuk menghasilkan sumber dayamalltlSia yan,g berkualitas atau unggul sesuaidengan kebutuhan pernbangunan dan harusmalnpu pula berperan dalam upayapenguasaan, pemanfaatan danpengelnbangan iimu pengetahuan danteknolo,gi yang Inenunjang keberhasilanpelnbangunall nasional maupun daerah.Mellgingat kemalnpuan sumber dayapelnerintah untuk memikul bebanpendidika11, upaya pengembangan harus

Implementasi Desentralisasi Pendidikan TCl'hadap Otonomi Daerah 287

Cakrawala Pendidikan

lebih ditekankan pada pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dellgan menyempumakansistem manajelnen yang lebih efisien danefektif. Lebih-lebih dalatn menghadapisituasi globalisasi seperti sekarang ini,sangat diperlukan sisteln tnanajemenlembaga pendidikan yang proaktif, interaktifdan fleksibel.

Implementasi sisteln pendidikannasional di Indonesia tidak bisa dilepaskatldari paradigma tata pemerintahan yangdikembangkan. Menurut Tlloha (1999: 1-7),dengan adanya i peruballan paradigma darisentralisasi kekuasaan menjadi desentra­lisasi kewenangan, visi pendidikan padamasadepan harus berorientasi pada aspirasidan kebutuhan Inasyarakat. Terkait denganotonomi daerah desentralisasi pendidikanharus dapat menjawab situas, kebutuhan,dan nilai-nilai yang berkelnbang di daerah.Hal itu sejalan dengan pendapat Satori(1999: 1-22) bahwa para perencana danpengelola pendidikan dipersyaratkallmerniliki kernampuan untuk mengkajirnasalah-masalah pendidikan strategik dalarnkonteks pernbangunan kewilayahan.

Esensi desentralisasi pendidikanadalah penyerahan seluruh atau sebagianwewenang pengelolaan layanan pendidikandari pelnerintah pusat kepada pelnerintahdaerahlkota (Huda, 1999: 5 - 25, Thoha~

1999: 1 - 7 ). Menurut Mahdiansah (1999:30-59) desentralisasi pengambilan keputusandalam mengatasi persoalan pendidikan didaerah harus rnengacu pada tujuanpendidikan nasional. Perspektifpembangunan pendidikan dipengaruhikebutuhan SDM dan kornitrnen pemerintahserta potensi keuangan daerahlkota yangdialokasikan untuk fasilitas dan layahallpendidikan yang dibutuhkan masyarakat.Menurut Makmun (1999: 1-24) analisiskebutuhan pendidikan Inencakup perkiraanpopulasi angkatan kerja, kualifikasi danentitas SDM, serta sarana, prasarana danfasilitas pendidikan yang diperlukan.

Nov. 2001, Th. XX, No.4

Tujuan dikeluarkannya kebijakannasional tentang desentralisasi adalah dapatdipersatukannya Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI). Oleh karena itu, rambu­rambu dibuat oleh pusat berkait dellgankebutuhan daerah. Daerah diberikewenangan untuk mengaktualisasikandaerahnya Inasing-lnasing," tetapi kebijakanyallg dialnbil oleh setiap daerah tidak bolehbertelltallgan dengan rambu-rambu daripusat. Kebijakan-keb.ijakan yang diberikandaerah seharusnya meliputi penentuankurikululn, kebutuhan akan guru, modelperierilnaan siswa baru, penentuan namasekolah dan sistem .belajar mengajar.Dengan delnikian, dalam mengembangkanlelnbaga pendidikan pemberdayaandiperlukan kesadaran kolektif masyarakatatas performance pengelola lembagapendidikall sehingga pengelola sekolah periumelibatkan seluruh stake holder yang ada didaeral1.

Perwujudall pemberdayaan daerahdalalTI kaitannya dengan implementasidesentralisasi pendidikan antara lain sebagaiberikut.1. Setiap lembaga pendidikan diberi

kewenangan penuh untuk menentukantaksonomi keilmuan sehingga lembagapelldidikan akan memiliki kepercayaandiri baik secara legalitas maupun secarakeilrnuan. .

2. Kurikulum selama ini baik SD, SLTP,SMK, SMU dan Perguruan Tinggiterasa terlalu bias pada kepentingannegara sehingga membatasi ruang dangerak lelnbaga pendidikan. Sehingga halini harus diperbaiki.

3. Substansi kurikulurn yang digunakankurallg sesuai dengan perkembangandinatnika kehidupan masyarakatsehingga dipandang kurang efektif untukpelnberdayaan mahasiswalsiswa.

4. Masih terdapat beberapa tenaga pengajaryang kurang kompeten dengan bidangkeilmuan yang diajarkan, khususnya di

Implementasi Desentralisasi Pendidikan Terhadap Otonomi Daerah 288

Cakrawala Pendidikan

SMK, SMU atau bahkan perguruantinggi baik negeri atau swasta.

5. Di Indonesia pada UlTIUmnya, dankhllsusnya di SMK, SMU dan perguruantinggi belum melTIiliki sistelTI prosesbelajar lTIengajar yang lTIantap, sebagaicontoh setiap ganti menteri akan diikutidengan pergantian kebijakan tentangpelaksanaan pendidikall sellinggaberbagai pihak yang terlibat di dalamproses belajar masih tradisional.

Untuk mengatasi berbagai kendalaperlu kiranya re~lasi pemerintah yangterlalu membatasi otollolni lembagapendidikan di daerah diturunkan porsinyadan diarahkan untuk melldukung kebijakallperluasan dan pelnerataan kesempatanbelajar serta peningkatan mutu dan relevansipendidikan. Terkait dengan alokasi anggaranpembangunan, propinsi mempunyai tugasdan we}¥enang untuk memperjuangkanproporsi- anggaran pendidikan yang dapatdiamankan dalam persaingan dengan sektorlainnya serta menetapkan alokasi per jenjangdan jenis pendidikan sesuaidengan skalapriot:itas nasional. Dalam otoll01ni, anggaranpendidikan yang dialQkasikan dari APBDhendaknya lebih operasional dan konsistendengan laju pertumbuhan penduduk sertakebutuhan pendidikan Inasyarakat.Rancangan~ program pembangunan daerahakan men~ukan spesifikasi tenaga yangdibutuhkan ;? untuk melaksanakan progralndan kegiatan pembangunan yangdikembangkan.

Dalam pemikiran yang lebihpragmatis, pendidikan Inerupakan salah satupenentu pertumbuhan ekonomi (Satori,1999: 1-22). Sebagai bagian dari prosespembangunan, pendidikan dinyatakansebagai investasi pengembangan SDM akanmeningkatkan kemampuan dan kecakapansesuai aspirasi kebutuhan Inasyarakat danpembangunan daerah.

Perhitungan PDRB kabupaterllkotadengan mengunakan metode produksi pada

Nov. 2001, Th. XX, No.4

sektor jasa belulTI memperhitungkansUlnballgan pendidikan. Nilai layananpelldidikan di daerah merupakan jumlahyang relatif cukup besar dalam perhitunganPDRB. Proyeksi konsumsi layananpendidikan dihitung berdasarkan unit costdari tingkat partisipasi pendidikanInasyarakat.

Tingkat Partisipasi Pendidikan (TPP)merupakan rasio antara jumlah pendudukusia sekolah dengan jumlah siswa padajenjang pendidikan tertentu. TPP dibedakandalaln gross enrollment. ratio dan nettenrollment ratio. Gross · enrollment ratiomerupakan rasio total siswa SD, SLTP, danSMU/SMK dan total penduduk usia 6-12,13-15, 16-18 tahun di daerah tertentu. Nettenrollment ratio merupakan ratio total siswaSD atau SLTP atau SMU/SMK danpenduduk usia SD atau SLTP, SMU/SMK(BPS, 1995; O'neill, 1995). Jumlah layananpendidikall formal yang hamsdiselellggarakan suatu daerah dapat dihitungdari TPP. Selnakin besar TPP maka layananyang dikembangkan kabupaten/kota semakinmendekati kebutullan pendidikan masyarakatdan pemerintah terhadap kebutuhanpendidikan. Dengan metode pengeluaranyallg Inelnperhitungkan belanja pendidikankeluarga, masyarakat dan' pemerintah dapatdiketahui besar kecilnya kontribusi layananpendidikan terhadap PDRB. lni berartiballwa semakin meningkat TPP akanberpengaruh secara positif terhadappertlunbuhan ekonomi yang diukur darikellaikall PDRB dari waktu ke waktu.

Rencana Strategis Manajemen LembagaPendidikan

Sekarang sudah wakrunya untukdipikirkan bagaimana mengembangkaninstitusi berdasarkan kekuatan yang dimilikidan pelnallfaatan peluang yang ada, dengandiikuti olell upaya meminimalkankelemahan dan menanggulangi ancamanyang dilladapi oleh organisasi. Dalam

Implementasi Desentralisasi Pendidikan Terhadap Otonomi Daerah 289

Cakrawala Pendidikan

menghadapi tantangan perubahanlingkungan yang terjadi dengan cepat danseringkali tidak diperkirakan sebelumnya,para pimpinan perlu memberikantanggapal1, IninimaI dalaln tiga hal (Bryson,1999: 66) sebagai berikut. .1) Organisasi harus berpikir secara strategist2) Harus diterjemahkan pelnikiran menjadi

strategi yang efektif dalaln Inel1ghadapiperubahan lingkungan.

3) Harus dapat dikelnbangkan pemikiranyang diperlukan dalaln ral1gka mendasariperumusan dfln penetapan strategis

Dalam kaitalmya del1gan Inanajemenpendidikan, perencanaan strategis padalembaga pendidikan seharusnyamemfokuskan kepada organisasi dan apayang harus dilakukan oleh organisasisemata-mata untuk memperbaiki kinerjaguna mendukung stabilitas akademikatmosfir, sehingga arah paradigmaperencanaan strategis kiranya gayut dengal1pendapat Olsen dan Edie (1982: 42) yangmemberikan definisi perencanaan strategissebagai a disiplined effort to producefundamental decision and action that shapeang guide what an organization (or otherentity) is what it does and why it does it.Untuk penyusunan rencal1a stategis yangbaik, sangat diperlukan pengumpulaninformasi yang seluas-Iuasnya, eksplorasiberbagai altematif, dal1' penekanan padaimplikasi untuk masa mendatang darikeputusan-keputusan yang diambil sekarang.Penyusunan rencanan strategis yang baikakan dapat meningkatkan terlaksananyakomunikasi dan partisipasi yang diperlukan,terakomodasikannya minat dan nilai-nilaidivergen, tersusunnya keputusan-keputusansecara sistematis dan terlaksanyaimplementasinya rencana strategis denganbaik.

Keterkaitan organisasi dengan sistemperencanaan strategis disebabkan. olehberbagai alasan, terutama dari l1asil positifyang diharapkan dapat diperoleh. Bryson

Nov. 2001, Th. XX, No.4

(1988: 76) menyebutkan beberapa segipositif sebagai berikut.1. Cara berpikir . 'strategis dan

pengelnbal1gan strategis yang efektif.2. Melnperjelas arah pengembangan masa

depan.3. Pel1erapan ulutan prioritas.4. Mel1galnbil keputusan pada waktu

sekaral1g dengan perimbangankelnungkinan konsekuensinya dimasadepan.

5. Mel1gell1bangkan landasan yang koherendan dapat dipertanggungjawabkan untukproses pengambilan keputusan.

·6. Terdapat pelnisahan secara maksimalkOlnponen-komponen yang berada dibawah pengendalian organisasi.

7. Pengambilan keputusan lintas tingkatandan fungsi.

8. Menyelesaikan pennasalahan-permasalahan pokok organi~si

9. Mellingkatkan unjuk kerja organisasi10. Penanganan seeara efelctif terhadap

akibat perubahan lingkungan11. Menghasilkan team work dan ·keahlian.

Selanjutnya ada pula beberapakondisi yang kurang sesuai untuk diterapkanpereneanaan strategis pada organisasi, yaknibila (1) organisasi mengalami kemunduranyal1g berarti, dan (2) organisasi mengalamikesukaran karena kurangnya kemampuansllmber daya manusia, sumber daya padaumumnya komitmen dari para pengambilkeputusan untuk menyusun pereneanaan'yang baik (Barry, 1986:' 288). Ada jugabeberapa hal lain · yang perludipertilnbangkan seperti kemungkinanbahwa proses penyusunan reneana strategisserta itnplelnentasinya melnerlukan biayayang melebihi biaya yang dapat diperolehatau proses menyerap tenaga, waktu, dandana yang kiral1ya lebih tepat dimanfaatkanuntuk kegiatal1 lainnya.

Manajemel1 strategis pada dasamyaberkaitan erat dengan proses perumusan arahpengelnbangal1 organisasi ke masa depan

Implelnentasi Desentralisasi Pendidikan Terhadap Otonomi Daerah 290

Cakrawala Pendidikan

untuk mencapai tujuan-tujuan jangkapanjang dan sasaran jangka pendek. Rencanastrategis dalam konteks manajemenmerupakan siasat yang ingin dicapai dalamjangka panjan. Dari jangka panjangditurunkan menjadi beberapa kebijakanpendidikan, yang dalam penjabarannyakebijakan harus berakar pada visi dan misi(kebijakan pusat). Kaitannya renstra danmanajemen strategi, pelaksanaandesentralisasi pendidikan hams berdasarkanvisi dan misi nasional sehingga strategidaerah tidak bertentangan dengan· pusat.,Pelaksanaan pendidikan di seluruh daerahharus memfungsikan SelTIUa stake holdersebagai sumber daya manusia daerah.Manajemen strategi mencakup tujuhlangkah kegiatan yang saling berkaitan satusama lainnya (Boseman dan Pathak, 1989:28), yakni:1. penilaian organisasi dalam kekuatan

(strength), kelemahall (weakness),peluang (opportunities) dan ancaman(threats),

2. perumusan misi organisasi,3. ° perumusan falsafah dan kebijakan

organisasi,4. penetapan sasaran-sasaran strategis,5. penetapan strategi organisasi,6. implementasi strategi organisasi, dan7. pengendalian strategi organisasi.

Langkah pertama sampai dengankelima rnenunjukkan langkah-Iangkahperencanaan strategis, dan langkah ke enamsampai ke tujuh merupakan kegiatanimplementasi dan pengendalian rencanastrategis.

Implikasi terhadap Otonomi DaerahEra otonomi daerah ini

mengakibatkan pula berlangsungnya sifatcompetitive antar daerah yang makinmeningkat tajam. ·Setiap daerah berpeluanguntuk selalu berkompetisi dengan daerahlain. Pelua~g akan semakin banyakdiperoleh apabila dayasaing sernakin kuat.

Nov. 2001, Th. XX, No.4

Kekllatan daya saing sangat dipengaruhiolell kelnampuan menguasai ilmupenogetahuan dan teknologi dengan sistemkelembagaan yang dapat berfungsi secaraefektif dan efisien. Dengandesentralisasi

. pendidikan pengelola lernbaga pendidikanbersam~ daerah perlu memahami pangsapasar terhadap peluang kerja. Berdasarkanhasil pemahaman tersebut, daerah harnsmengambil sikap untuk menyelaraskankomponen keberhasilan sebuah lembagapendidikan di antaranya sebagai berikut.1. Bagahnana SDM yang tersedia, ada atau

tidak? Jika tidak, perlu· kiranyamelldatangkan dari daerah lain.

2. Disain kurikulum sesuai dengankebutuhan lapangan kerja atau tidak?Jika tidak, daerah segera melakukanperolnbakan.

3. Standar kelulusan. yang digunakan lazimatau tidak? Jika tidak, kita hams segeraInellgubah. Sebagai contoh standarkelulusan SMK menggunakan NPR danNPR ditentukan oleh daerah. Dampakdari otonomi ini setiap siswa yangmemiliki nilai ranking palingbawah/terakhir di SMK yang mengikutiEbta-Ebtanas akan lulus sebab biasanyadaerah mengambil nilai yang terbawahdari nilai siswa. Kondisi ini akanmenjatuI1kan lembaga pendidikan didaerah. Oleh sebab itu, berkait dengandesentralisasi dan peluang kerja, periudibangun sinergi antar daerah gunabersalna-sama menghadapi tantangandan pemenuhan kebutuhan daerah.Artinya daerah perlu bekerja sarna untukmeombuat suatu standar yang minimalsehingga kualitas tamatan baik satudaerah dengan yang lain tidak begitujauh berbeda.

Untllk mendukung dan mendorongkeberilasilan implementasi desentralisasipendidikan, salah. satu jalan yang dapatdilakukan oleh daerah adalah memperbesarpeluang kerja yang dapat dilakukan dengan:

Implementasi Desentralisasi Pelldidikall Terhadap Otonomi Daerah 291

Cakrawala Pendidikan

1. Inenumbuhkan jiwa wirausaha sejak dinipada peserta didik sampai tingkatperguruan tinggi,

2. menyelenggarakan pendidikan danpelatihan yang lebih banyak mengarahkepada pemenuhan kebutuhan duniausaha, dan

3. Inellyiapkan usaha kecil dall menengahdengan muatan teknologi agar berubahInenjadi usaha kecil modem danInalnpu berkompetensi di duniaperdagangan pada umumnya.

Tantangan yang dihadapi benar­benar Inenuntut '~kesiapan dan kemampuanpara perenca~a dan pelaku pembangunan.Keberhasilan otonomi daerah ini sangatditentukan oleh kesiapan dan kemampuansumber daya manusia itu sendiri. Olehkarena itu, alternatif terpenting adalahdengan Inempersiapkan sumber dayamanusia yang bermutu.

Djojonegoro (1996: 4) menyatakanbahwa mber daya manusia berkualitasyan iharapkan dapat dihasilkan oleh dunia

ndidikan' di Indonesia paling tidakmemenuhi empat kompetensi, yakni (1)kompetensi akademik, (2) kompetensiprofesional, (3) lompetensi nilai dan sikap,dan (4) kompetensi untuk menghadapiperubahan.

Ilmu pengetahuan dan teknologidapat dikatakan merupakan saranakehidupan modem yang pelnanfaatannyamempersyaratkan kelnalnpuan intelektualmanusia di salnping keteralnpilan fisikmaupun mental serta keseimbangan antarakebijakan dan daya penalaran. Denganmempertilnbangkan keempat kOlnpetensitersebut, strategi pendidikan perlu diarahkanpada upaya peningkatan mutu di segalabidang dan peningkatan relevansinya dengankebutuhan pembangunan nasiollal, baikmenyangkut kebutuhan dunia kerja danindustri akan tenaga kerja, pengemban.ganindustri sesuai dellgan perkelnbangan illnupengetahuan dan teknologi, maupun

Nov.. 2001, Th. XX, No.4

mel1yallgkut tantangan pembangunan secarakeseluruhan di masa depan.

Mengingat kelnampuan sumber dayapemerintall daerah untuk memikul bebanpelnbiayaan pengembangan pendidikanselnakill terbatas, upaya pengembanganyaharus lebih ditekankan pada pemanfaatansUlnber daya yang tersedia. Dalam rangkamendukung kesiapall otonomi daerah, duniapendidikan diupayakan untuk lebih dapatmenulnbul1kembangkan usaha menengahdan kecil yang diharapkan mampu menyeraptenaga kerja dan mampu berkompetensi.

KesimpulanDesentralisasi pendidikan sebagai

implementasi otonomi daerah, dihadapkandengan tantangan untuk menjaminpemerataan, mutu dan relevansi pendidikandi tengah pergumulannya perbedaan potensi,kelnalnpuan keuangan dan perhatianpelnerintah daerah terhadap esensipelayanan pendidikan. Persoalan otonomibidang pendidikan meliputi isu kepentingannasional yang berhadapan dengankepentingan daerah, mutu pendidikan,efisiensi pengelolaan keuangan, pemerataanperallserta masyarakat dan akuntabilitaspendidikan.

Misi desentralisasi pendidikan" alahIneningkatkan partisipasi .masyarr~:~at dalampenyelenggaraan pendidikar~neningkatkan

pendayagunaan potensi daerah secara unik,terciptanya hlfrastruktur kelembagaan yangmellopallg terselenggaranya sistempendidikan yang reIevan dengan tuntutanjaman yang Inengarah pada bertindak Iakalberfikir global, d~n tercipta suasana

. hwnanisasi dan demokratisasi dalampendidikall.

Keselljangall mutu pendidikan danpengelnballgalIDya cenderung semakinlebar. Pada satu sisi masih periu upaya kerasuntuk meningkatkan pernerataan danperluasa11 keselnpatan belajar, relevansi,efisiensi dan mutu pend~dikan, pada sisi

Implementasi Desentralisasi Pendidikan Terhadap Otonomi Daerah 292

Cakrawala Pendidikan

yang lain daya dukung, terutam~ yangberupa dana, cenderung semakin terbatasatau nlenurun. Untuk itu, diperlukan suatualternatif yaitu perencanaan yang strategisdi bidang pendidikan ini yang fleksibel danlebih mampu mengantisipasi perkembangandan perubahan yang akan terjadi, sertamampu menjawab isu-isu strategis yangdihadapi.

Salah satu altematif yang perludiperhatikan daerah dalaln pengembanganpemberdayaan siswa/mahasiswa di lembagapendidikan adalah dengan mengikutirulnusan Komisi Internasional tentangPendidikan Abad ke-21 (The InternationalCommission on Education for the Twenty-first Century) yang menyatakan bahwapendidikan dalam arti luas hams bertumpupada empat sendi atau soko guru, yaitulearning to know, learning to do, learningto live together and learning to be.

Daftar Pustaka

Barry, B.~W. (1986). Strategic PlanningWorkbook for Non ProfitOrganization. S1. Paul: Amherst H.Wilder Foundation

Boseman, G, and Phatak, A.(1989).Strategic Management and Text andCases. Second Ed. New York: JohnWley.

Bryson, J.N. (1988). Strategic Planning ForPublic and Non Profit Organization.San Francisco: Jossey BassPublishers.

Cohn, E. (1974). The Economic ofEducation. USA: Balinger PublishingCompany.

Nov. 2001, Th.XX, No.4

Djojollegoro, W. (1996). PerananPendidikan dalam ProsesIndustria/isasi Menghadapi EraPenduniaan Aspek. Pendidikan danPengembangan · Sumber DayaManusia. Makalah disampaikan padaSelninar "Kemitraan Industri",Yogyakarta 11 November.

Ghozali, A. (2000) "Pendidikan Antara· ·Investasi Manusia dan AlatDiskriminasi", Jurnal Pendidikandan Kebudayaan, ke-6, No: 23, 65-77.

Huda, N. (1999). "Desentralisasi PendidikanPelaksanaan dan Permasalahannya",Jurnal Pendiikan dan Kebudayaan,ke-5, No 17, 5-25.

Ismanto, B (2000). Pengaruh VariabelPendidikan dan Angkatan KerjaDa/am Model Pertumbuhan EkonomiAntar Kota di Propinsi JawaTengah. Tesis 82 PPS UGMYogyakarta..

8atori, Dj. (1999) "Analisis KebijakanDalam Konteks Desentralisasi danOtonomi Pendidikan", SeriPerencanaan Biro PrencanaanSekretaris Jendera/, Depdiknas,Jakarta, C-02; 1-27.

Thoha, M. (1999). "DesentralisasiPendidikan", Jurnal Pendidikan danKebudayaan, ke-5;No: 01:1-7.

Tilaar, H. A. R. (1995). Pembangunan. Pendidikan Nasional 1945-1995,

Satu Ana/isis Kebijaksanaan. Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia.

Implementasi Desentralisasi Pendidikan Terhadap Otonomi Daerah 293