34
ALIRAN KONSTRUKSIONISME SOSIAL Pergolakan tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, setelah perang Vietnam berakhir. Kalangan Akademik kembali ke dunia “Bisnis Sebagai Kebiasaan” sebagai solusi pemecahan masalah sosial, gagasan ahli konstruksionisme menjadi bagian dari perubahan ini. Gerakan ini meradIKal dalam sosiologi, terutama terhadap permasalahan (praktek-praktek) sosial. KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK PERSPEKTIF KONSTRUKSIONISME Spector dan Kitsuse mengungkapkan bahwa problem- problem sosial adalah apa yang sedang mereka pikirkan. Kondisi objektif yang mungkin atau tidak mungkin terjadi, itu juga merupakan landasan dasar konsep problematika sosial. Mengadopsi dari subjektivisme radikal, mereka terpokus perhatian pada proses penentuan problem. Hasil dari interaksi antara yang komplek dan yang merespon yaitu : Definisi : Problem sosial adalah kondisi-kondisi yang menjadi ketetapan budaya seperti hal-hal yang menyusahkan, tersebar luas, perubahan dan sesuatu yang diperlukan dalam proses perubahan. Penyebab : Aktivitas-aktivitas masyarakat yang menyebabkan timbulnya problem. Kondisi : Proses interaksi antara pengadu dan perespon untuk sebuah perbaikan. Konsekuensi : Akibat-akibat yang terjadi dari sebuah perbuatan. Hanya penelitian empiris yang dapat menawarkan jawaban-jawaban sementara untuk pertanyaan dari konsekuensi. Solusi : Upaya tertentu untuk memberikan keterangan terhadap problema sosial dengan melalui riset dalam proses kehidupan. RINGKASAN DAN KESIMPULAN

ALIRAN KONSTRUKSIONISME SOSIAL

Embed Size (px)

Citation preview

PERMASALAHAN SOSIAL

ALIRAN KONSTRUKSIONISME SOSIAL

Pergolakan tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, setelah perang Vietnam berakhir. Kalangan Akademik kembali ke dunia Bisnis Sebagai Kebiasaan sebagai solusi pemecahan masalah sosial, gagasan ahli konstruksionisme menjadi bagian dari perubahan ini. Gerakan ini meradikal dalam sosiologi, terutama terhadap permasalahan (praktek-praktek) sosial.

Karakteristik-karakteristik Perspektif Konstruksionisme

Spector dan Kitsuse mengungkapkan bahwa problem-problem sosial adalah apa yang sedang mereka pikirkan. Kondisi objektif yang mungkin atau tidak mungkin terjadi, itu juga merupakan landasan dasar konsep problematika sosial. Mengadopsi dari subjektivisme radikal, mereka terpokus perhatian pada proses penentuan problem. Hasil dari interaksi antara yang komplek dan yang merespon yaitu :

Definisi :Problem sosial adalah kondisi-kondisi yang menjadi ketetapan budaya seperti hal-hal yang menyusahkan, tersebar luas, perubahan dan sesuatu yang diperlukan dalam proses perubahan.

Penyebab:Aktivitas-aktivitas masyarakat yang menyebabkan timbulnya problem.

Kondisi:Proses interaksi antara pengadu dan perespon untuk sebuah perbaikan.

Konsekuensi:Akibat-akibat yang terjadi dari sebuah perbuatan. Hanya penelitian empiris yang dapat menawarkan jawaban-jawaban sementara untuk pertanyaan dari konsekuensi.

Solusi:Upaya tertentu untuk memberikan keterangan terhadap problema sosial dengan melalui riset dalam proses kehidupan.

Ringkasan dan Kesimpulan

Di tahun 1960-an muncul istilah pelabelan perspektif. Pandangan tersebut muncul dari penyimpangan yang masyarakat kemukakan. Hal ini secara cepat dijadikan sebagai stimulasi penelitian, tulisan dan kritik. Pada pertengahan tahun 1978, sejumlah risecer aliran objecturisme mempertanyakan apa yang mereka lihat sebagai dalil dasar dari perspektif baik yang menopang atau mengembangkan perilaku menyimpang.

Pada pertengahan tahun tujuh puluhan, nampak kemunculan suatu keradikalan dari pelabelan perspektif konstruksionisme sosial, sebagai suatu pendekatan studi problem-problem sosial.

Pada tahun 1980, pemikiran konstruksionisme berkembang dengan mengembangkan sekolah-sekolah yang menjadi sentral seluruh penelitian mereka mengenai problem-problem sosial sekaligus pencarian solusinya.

DEFINISI PROBLEM-PROBLEM SOSIAL

John I. Kitsuse and Malcolm Spector

Dalam kutipan ini, Kitsuse dan Spector mengungkapkan bahwa sosial problem adalah proses yang didalamnya ditemukan situasi tertentu sebagai problem sosial yang menjadi pokus para ahli sosiologi. Masyarakat keberatan dengan definisi mengenai sosial problem tentang moral interest, moral wrong, karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Fuller dan Myers menggunakan istilah value (nilai) membingungkan yaitu value pertimbangan (keputusan) dan value konflik. Mereka menggunakan konsep nilai (value) itu diantaranya :

Nilai-nilai pertimbangan (judgement), mengajak masyarakat untuk melaporkan kondisi yang tidak diinginkan oleh mereka dan ditentukan sebagai sosial problem, dengan kata lain bahwa nilai-nilai merupakan kunci utama yang menentukan sosial problem.

Value judgement tidak hanya menolong mengembangkan kondisi, tetapi juga mencari solusinya.

Sosial Problems sebagai ProsesKita tahu bahwa arah dari subjective element sosia problems adalah proses yang dilakukan oleh anggota-anggota suatu kelompok atau masyarakat tertulis yang menimbulkan permasalahan sosial yang merupakan kajian sosiologi mengenai problem sosial. Dengan kata lain, bahwa sosial problem merupakan aktivitas-aktivitas anggota kelompok yang melakukan tuntutan-tuntutan berupa keluhan dan klaim secara respek sehingga menimbulkan kondisi yang tidak kondusif.

Kondisi sosial problem itu akan senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan proses perkembangan masyarakat itu sendiri, dengan kata lain problem sosial itu sebagai proses.

Macam-macam interest atau minat dan kelompok sebagai sosial problem antara lain :

1. Nilai kelompok yang berkembang menjadi kondisi penyebab sosial problem diantaranya adanya kecemburuan terhadap posisi di antara mereka.

2. Terjadi debat tertulis antar kelompok yang menimbulkan tuntutan-tuntutan satu sama lain.

3. Adanya protes-protes dari masyarakat terhadap nilai-nilai yang berkembang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.

4. Terdapat kepentingan orang-orang yang kuat yang melakukan interpensi atau penekanan terhadap orang-orang yang lemah.

Itulah beberapa hal yang mengakibatkan timbulnya konflik dan pada akhirnya solusinya dengan melalui pendekatan-pendekatan yang relevan yang disesuaikan dengan proses perkembangan masyarakat.

Kesimpulan

Sosial Problem adalah proses yang didalamnya ditemukan situasi-situasi tertentu sebagai problem sosial yang dilakukan oleh anggota-anggota suatu kelompok atau masyarakat, atau merupakan aktivitas-aktivitas anggota kelompok yang melakukan tuntutan-tuntutan berupa keluhan dan klaim secara respek, sehingga menimbulkan kondisi yang tidak kondusif.

Sosial problem senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan proses perkembangan masyarakat itu atau dengan kata lain problem sosial itu sebagai proses.

BAGAIMANA SECARA SUKSES

MENGONSEPKAN MASALAH SOSIAL

Donileen R.LosekeMasyarakat kontemporer memunculkan banyak kondisi yang dapat kita klaim sebagai masalah-masalah sosial. Tetapi dari banyak kondisi yang berkompetisi untuk status masalah sosial, mengapa hanya beberapa yang mencapai status tersebut? Sementara penelitian sistematis telah membuat perbedaan antara klaim yang berhasil dan tidak berhasil, Loseke, setelah mempelajari literatur yang relevan, telah menyarankan resepnya mengenai bagaimana secara efektif mengonsepkan masalah sosial. Elemen utamanya memfokuskan pada bentuk dan isi klaim-klaim yang meningkatkan kemungkinan diterimanya sebagai masalah sosial. Loseke berhubungan dengan elemen-elemen tersebut seperti bagaimana kompleknya klaim-klaim itu seharusnya, apa yang harus ditekannya, bagaimana luasnya seharusnya, dan apa jenis cerita yang harus ada didalamnya. Jika klaim-klaim memunculkan cukup rasa takut dan kemarahan moral, audiens kemungkinan menyerukan agar sesuatu dilakukan untuknya.

RINGKASAN CARA SUKSES MENGONSEPKAN MASALAH SOSIAL

Masyarakat kontenporer memunculkan banyak kondisi yang dapat kita klaim sebagai masalah-masalah sosial. Donileen R.Loseke telah menyarankan resepnya mengenai bagaimana secara efektif mengonsepkan masalah sosial. Menurutnya berhubungan dengan elemen-elemen tersebut seperti bagaimana kompleknya klaim-klaim itu seharusnya, apa yang harus ditekanya, bagaimana luasnya seharusnya, dan apa jenis cerita yang harus ada di dalamnya.

1. Mengonsepkan Kerangka yang Populer

Setiap masalah sosial harus dikonsepkan sebagai jenis masalah tertentu dengan jenis penyebab tertentu. Ada dua strategi untuk mengonsep kerangka tersebut yang berhubungan dengan keberhasilan.

a) Pertama adalah strategi mengonsep perbedaan dalam kesamaan. Mengonsepkan perbedaan penting karena terdapat premi pada hal baru dalam permainan masalah sosial. Perhatian audiens yang baru dan berbeda karena orang-orang Amerika cendrung menjadi bosan dengan masalah-masalah sosial tertentu. Istilah disini adalah kejenuhan dimana audien menjadi jenuh dengan klaim-klaim, ketika klaim menjadi membosankan, audien berhenti mendengarkan. Tetapi ketika membuat sesuatu yang berbeda adalah penting, tampaknya juga perbedaan ini adalah yang terbaik ketika tidak secara total baru. Sebagai contoh; Teknologi kedokteran, seperti pengkloningan manusia, percobaan bayi tabung. Secara keseluruhan, klaim-klaim baru dapat menjadi berhasil jika audiens tidak memiliki kategori untuk memahaminya. Pembuatan klaim-klaim yang berhasil oleh karena itu merubah klaim lama dan cara-cara baru. Dalam dua cara, klaim-klaim dapat membuat perbedaan dalam kesamaan.

Stategi pertama adalah piggybacking. Piggybacking dilakukan ketika masalah baru dibuat sebagai contoh yang berbeda deari masalah yang telah ada. Sebagai contoh, secara histories, gerakan hak-hak sipil untuk memperoleh hak-hak yang setara bagi penduduk Amerika-Afrika adalah gerakan kesetaraan pertama setelah PD II di AS. Kesetaraan adalah suatu kata dalam konstitusiAS, namun masyarakat Amerika secara umum tidak cendrung berpikir mengenai moralitas penting dalam kehidupan sehari-hari.

b) Strategi kedua yaitu perluasan domain, dalam perluasan domain, isi dari kategori dimasukkan lebih banyak lebih banyak dibandingkan konsep-konsep sebelumnya. Sebagai contoh perbudakan dimulai ketika kategori sangat sempit digunakan untuk kondisi dimana orang-orang secara fisik dilarang untuk meninggalkan kondisi. Tetapi klaim-klaim baru ini telah meluaskan kategori ini.

2. Mengonsepkan Kondisi Yang Sangat Umum.

Permaian masalah sosial menggunakan hukum jumlah-jumlah angka besar, semakin besar jumlah korban yang diciptakan oleh suatu kondisi, maka semakin besar kemungkinan audiens ingin mengevaluasi suatu kondisi sebagi masalah sosial.Sebagai contoh;

- Penyalah gunaan obat-obatan,orang yang menyalahgunakan obat-obatan dianggap sebagai korban kemiskinan atau rasisme menurut beberapa klaim. Tetapi menurut audiens menganggap orang-orang yang menyalahgunakan obat-obatan adalah sebagai penjahat.

- Korban perkosaan , semua hubungan heteroseksual adalah perkosaan.

- Masalah nutrisi, selama beberapa tahun yang lalu audien-audien di AS telah diberi tahu untuk tidak makan lemak, mengenai kolesterol dan makanan Cina dan juga efek popcorn. Dalam batasan ini, strategi menekankan pentingnya ukuran kondisi dan jumlah korban karena mendorong anggota-anggota audiens untuk mengevaluasi apakah suatu kondisi cukup untuk disebut sebagai masalah sosial. Strategi menekankan ukuran ini juga penting karena dapat membantu menyakinkan audiens bahwa masalah sosial dekat denganya. Sementara moralitas kemanusiaan menganggap pentingnya membantu orangorang karena ini merupakan hal moral yang dilakukan, karakteristik audiens-audiens Amerika secara tidak lansung mempengaruhi kita.

- Mengonsepkan korban-korban kelas menengah dan orang-orang jahat, juga merupakan jenis hal baru yang memunculkan ketertarikan audiens. Korban-korban dan orang jahat dan yang tak terduga lebih tertarik disbanding yang kita duga sebelumnya.Seperti O.J.Simpson adalah seorang jahat yang sangat baik. Siapa yang menyangka seorang yang kaya dan memiliki kekuasaan menjadi seorang yang melakukan tindakan kekerasan kepada istrinya. Begitu juga, JonBenetRamsey, seorang anak yang terbunuh yang secara umum dianggap sebagai ratu kecantikan berumur enam tahun, telah mempesona masyarakat selama hampir dua tahun. Dia adalah anak yang cantik, orang tuanya kaya. Ceritanya membuat suatu klaim yang efektif karena dia adalah korban yang tak terduga. Komentar-komentar seperti itu kita tidak pernah menduga hal itu dapat terjadi disini, menekankan bagaimana kondisi mempengaruhi seseorang. Semua anggota audiens, terutama mereka dalam kelas menengah yang kuat secara sosial dan ekonomi, dianggap memiliki pancang dalam hasil permainan masalah sosial.

3. Mengonsepkan Konsekuensi Yang Menakutkan.

Masalah sosial bukan semata-mata masalah, masalah sosial sering kali dikonsepkan dalam bahasa yang sangat kuat adalah suatu krisi suatu epidemik, suatu bencana.Klaim-klaim membuat konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan untuk masalah-masalah sosial. Klaim-kl;aim tentang mengemudi sembari mabuk contohnya,menekankan pada konsekoensi yang paling ekstrim, ketika pengemudi tersebut dapat membunuh orang lain. Ini merupakan strategiefektif dalam permainan masalah sosial, yaitu menyakinkan anggota-anggota audiens bahwa suatu kondisi secara moral menyusahkan, menekankan titik ektsrim kondisi yang menun tun pada konsekuensi yang paling ekstrim. Kita semua mengetahui ,berdasarkan kekomplekkan kehidupan sosial, konsekuensi-konsekuensi objektif dari kondisi masalah sosial tertentu akan berkisar daritidak menyenangkan hingga sangat buruk hingga menakutkan. Sebagai contoh mengenai kondisi anak yang hilang seringkali adeganya menakutkan dari seorang anak yang secara brutal dibunuh oleh orang asing. Aturan umumnya adalah semakin menderita korban, maka semakin efektif suatu klaim itu.

4. Mempersonalisasikan Kondisi Dan Orang-Orang.

Strategi pengonsepan klaim yang penting adalah mempersonalisasikan masalah. Sementara para audiens masyarakat Amerika secara umum ingin mengetahui berapa banyak orang-orang dipengaruhi oleh kondisi masalah sosial. Mempersonalisasikan cerita adalah rute untuk menyelamatkan audiens. Cerita adalah cara untuk mendorong audiens merasakan simpati terhadap korban, untuk merasakan kemarahan moral terhadap orang yang berbuat jahat. Strategi mempersonalisasikan kondisi-kondisi masalah sosial juga bekerja dengan baik ketika menggunakan cerita-cerita selebritis yang dikenal dengan baik. Cerita-cerita selebritis dapat juga berfungsi untuk menekankan bagaimana seseorang dapat menjadi korban kondisi masalah sosial. Sebagai contoh, Rock Husson, Magic Jhonson, dan Greg Louganis telah menjadi contoh efektif untuk membuat klaim tentang masalah sosial yaitu AIDS. Kematian bintang bola basket Len Bias pada tahun 1986 karena overdosis kokain. Audiens umum untuk klaim masalah-masalah sosial cenderung tidak menilai klaim semata-mata pada dasar logika bukti ilmiah, kita menilainya berdasarkan apa yang kita rasakan.

5. Mengonsepkan penyederhanaan.

Strategi pembuatan klaim yang efektif adalah untuk melupakan tentang kekomplekan kehidupan nyata dan membuat kondisi-kondisi masalah sosial dan orang-orang di dalamnya mudah untuk dipahami. Salah satu cara yang dapat ddilakukan adalah dengan membuat imej-imej kondisi untuk hanya memiliki konsekuensi-konsekuensi yang mengejutkan. Sebagai contoh;

Masalah sekolah yang buruk / yang tidak teratur.

Masalah kondisi orang tua yang masih remaja.

Masalah kekerasan suami terhadap istri.

Secara pasti klaim-klaim yang efektif adalah klaim-klaim yang hanya mengonsepkan karakteristik kondisi yang menuntun pada imej-imej kondisi sebagai masalah sosial, hanya memiliki karakteristik korban yang mengonsepnya sebagai korban. Penyerderhanaan juga dibuat dengan menekankan kemurnian korban. Bahwa banyak audiens tidak akan mengevaluasi seseorang sebagai korban kecuali jika mereka yakin orang tersebut tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialaminya., seperti masalah AIDS. Kategori-kategori orang-orang tersebut secara jelas tidak bertanggung jawab akan kerugian ini. Maka kita memiliki klaim untuk menganggap tidak hanyaketidaktanggung jawaban tetapi juga untuk mengganggap apa yang sering kali tampak menjadi kemurnian mutlak korban.

6. Strategi-Strategi Dalam Mengonsepkan Seseorang Yang Jahat

Ketika mengonsep moralitas dan kemurnian hampir selalu merupakan strategi efektif dalam mengonsep korban, situasi menjadi lebih komplek ketika beralih pada strategi untuk mengonsep orang-orang yang jahat. Ada 3 yaitu;

a). Strategi seorang pembunuh, klaim-klaim menganggab seorang pembunuh sebagai seorang dibawah tekanan tertentu, ketika criminal-kriminal sebagai pasien-pasien mental sebagai orang-orang yang tidak pernah benar-benar memiliki kesempatan dalam kehidupan. Strategi ini efektif ketika secara emosional melekat pada audiens. Ini memungkinkan kita untuk membenci dosa dan mencintai orang yang berbuat dosa.

b) Kalim dapat menolak untuk menganggab orang jahat sebagai jenis orang tertentu. Maka bagaimana kita mengetahui bahwa seseorang itu seorang pelaku kekerasan pada anak? Kita tidak mengetahuinya: Siapa saja dapat menjadi jenis orang ini. Strategi ini dapat menjadi efektif karena tidak bersifat mengrakteristikan. Karena tidak mengarekteristikan, maka tidak memiliki resiko mendorong audiens untuk berpikir tentang kekomplekan orang-orang nyata, yang mungkin menuntun pada klaim-klaim yang menantang pengklarifikasikan.

c) Orang jahat sesungguhnya yang layak disalahkan dapat dikonsepkan, dalam hal ini strategi pertama-tama dalah mengonsep kerugian yang tidak dapat dipikirkan yang dilakukan terhadap korban. Seseorang yang jahat harus begitu ekstrim dikonsep. Tidak ada yang baik mengenai orang-orang ini, pengonsepan tidak harus memiliki apapun tetapi apa yang secara masuk akal dapat didefenisikan sebagai kejahatan murni. Ini akan menjadi suatu imej dari kondisi yang sangat umum dengan konsekoensi-konsekoensi yang sangat menakutkan yang mempengaruhi penduduk Amerika kelas menengah. Hal ini akan mencerminkan pemahaman rakyat Amerika yang tipikal akan melekat secara emosional audiens akan didorong untuk merasakan iba terhadap korban sementara mereka didorong untuk menyalahkan orang-orang jahat yang murni benar-benar jahat

7. Mengonsepkan jenis-jenis masalah dan orang-orang untuk presentasi media massa.

Katika jaringan televisi merupakan satu-satunya dari banyak bentuk media massa, televisi terutama penting untuk dua alas an:

a) Televisi memiliki kekuatan untuk mencapai hampir semua penduduk Amerika, sehingga menawarkan audiens terbesar untuk klaim masalah-masalah sosial. Strategi untuk mendapat cakupan media adalah dengan membuat klaim-klaim ketika dunia menawarkan contoh kehidupan nyata dari kondisi. Mengklaim pada waktu yang tepat merupakan strategi yang efektif untuk memperoleh ketertarikan audiens secara umum, perhatian media secara khusus.

b) Bahwa kebanyakan media adalah mengenai hiburan. Tayangan-tayangan televise, termasuk berita-berita malam dan beragam acara yang bersipat menghibur, jika tidak maka pemirsa akan mematikan televisi. Bertanyalah pada diri anda sendiri, apa yang mendorong anda untuk menonton televise dari pada membaca, atau berjalan-jalan? Jawabannya, dapat membawa kita kembali pada strategi-strategi untuk mengonsep jenis-jenis kondisi orang-orang dari media massa.

KEJAHATAN DAN INDUSTRI KORBAN

Joel Best

Pada tahun 1941, Fuller mengatakan dengan demikian, setiap masalah sosial terdiri dari kondisi obyektif dan definisi subyektif. Kemudian ia pun mengatakan bahwa masalah sosial adalah sesuatu yang orang anggap sebagai masalah sosial [pusat perhatian kita] (American Sociology Review, 6 [Juni 1941]: 320-28). Pada tahun 1973, dalam penyelesaian kasus pertama dengan menggunakan pendekatan kaum konstruksionis dalam kajian masalah sosial, Spector dan Kitsuse mendefinisikan masalah sosial sebagai proses sosial dimana kelompok-kelompok menyatakan tuntutan mengenai dugaan tentang kondisi di dalamnya (Social Problem, 20 [Spring 1973]: 145-59). Menurut mereka, seharusnya satu-satunya fokus dalam kajian sosiologis adalah proses pernyataan tuntutan. Dalam kritiknya pada tahun 1989, Joel Best menyebut sudut pandang Spector dan Kitsuse sebagai konstruksionisme sempit karena kurangnya perhatian pada kondisi obyektif. Best menyebut posisi dirinya dan banyak kaum konstruksionis lainnya sebagai konstruksionisme kontekstual yang berpendapat bahwa dalam setiap teori masalah sosial, sifat saling mempengaruhi antara definisi subyektif dengan kondisi obyektif perlu dipertimbangkan. Tulisannya mengenai industri korban menguraikan pernyataannya tentang kondisi obyektif yang mempengaruhi perkembangan tuntutan. Ia menunjukkan bagaimana pergerakan hak sipil menyebabkan munculnya gerakan kejahatan, dan bagaimana sekumpulan kelompok, organisasi, dan individu akhirnya menemukan, mengambil, dan memanfaatkan kejahatan.

BUDAYA DAN KASUS PENGANIAYAAN

SEKSUAL PADA ANAK

Katherine Beckett

Beckett mempelajari tahap-tahap perkembangan media sehubungan dengan penganiayaan seksual pada anak. Ia menganalisa artikel-artikel yang dimuat di surat kabar mengenai penganiayaan seksual pada anak yang telah muncul lebih dari tiga periode lima tahun yang berbeda. Ia mengemukakan bahwa kelompok- kelompok yang berbeda muncul sebagai pihak penuntut pada tiap periode dan juga memiliki tema yang berbeda tentang siapa yang menjadi korban dan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Ia menemukan bahwa pelaku dalamindustri penganiayaan anak merupkan penuntut dominan pada periode lima tahun pertama, yang menggambarkan anak- anak sebagai korban dan menyatakan keinginan untuk mengakhiri adanya penyangkalan terhadap masalah ini di masyarakat. Dalam periode lima tahun kedua, para ahli dan golongan akademis menjadi penuntut utama serta lebih sering menyerang pimpinan konstruksi dari pihak- pihak yang bersalah- menuduh bahwa si korbanlah pihak yang sesungguhnya bersalah (dikarenakan ajaran saudara- saudara mereka yang lebih tua dan tuduhan- tuduhan keliru). Pada periode lima tahun ketiga, penuntut dominannya adalah para korban dewasa yang bertahan serta para selebriti yang mengungkapkan pengalaman pahitnya di masa kecil dan mendorong orang- orang untuk berani mengeluarkan pendapat. Beckett juga menjelaskan hal apa yang menyebabkan beberapa penuntut lebih berhasil dalam mempromosikan masalahnya dibandingkan yang lain.

Rangkuman

Hasil dari analisa ini menyatakan bahwa kerangka pemberitaan media mengenai kasus penganiayaan seksual anak telah berubah drastis selama lebih dari 15 tahun yang lalu. Sementara Penyangkalan Kolektif mendominasi pemberitaan awal mengenai topik ini, Tuduhan- tuduhan keliru yang lebih baru lagi yaitu munculnya memori- memori yang keliru, telah menjadi cara dominan untuk menginterpretasikan tuntutan- tuntutan mengenai kasus penganiayaan. Paket- paket permasalahan ini kita mengalihkan perhatian dari soal Penyangkalan Kolektif dan Korban Penganiayaan yang Angkat Bicara. Bagaimana cara untuk menjelaskan kemunculan hilangnya beragam paket permasalahan? Menurut Gamson (1988) ada tiga faktor utama yang dapat menjelaskan pergantian fokus perbincangan mengenai penganiayaan seksual anak adalah sebagai berikut. Faktor- faktor ini melibatkan aktivitas dari paket penuntut maupun pendukung dari paket yang berlainan, praktisi media dan resonansi kultural. Lebih lanjut lagi, juga melibatkan analisa terhadap kapasitas dari aktor sosial untuk menciptakan dan mengungkapkan paket permasalahan yang baru.

KONSTRUKSIONISME DALAM KONTEKS

Joel Best

Best menguji kritik konstruksionisme, tipe para konstruksionis, dan penggunaan praktis sebaik teoretis di mana konstruksionisme diposisikan. Kritikus yang berseberangan paham mengatakan bahwa tidak ada manfaatnya mengabaikan kondisi-kondisi objektif yang mendasari inti permasalahan sosial [social problems] dan bahwa para konstruksionis mengabaikan penyebab kejahatan dan penderitaan permasalahan sosial. Kritikus simpatik memberikan jawaban bahwa selama bertahun-tahun studi objektif aspek permasalahan telah mengurangi penderitaan dan menghasilkan sebuah teori sosiologis permasalahan sosial yang asli; lagipula, jika seseorang tidak menunjukkan kejahatan, situasi tak tergambarkan atau permasalahan sosial akan muncul.

Meski demikian para kritikus simpatik yang lain membantah bahwa para konstruksionis lainnya membuat asumsi kondisi objektif, lebih buruk lagi, mempercayai mereka mengetahui ketika kondisi-kondisi objektif telah berubah atau tidak. Jika demikian, para kritikus simpatik tidak mampu memenuhi desakan konstruksionis, di mana mereka memerlukan informasi atas keyakinan orang-orang yang terlibat dalam proses permasalahan sosial dibanding keyakinan para sosiolog.

Sebagai hasilnya, dua pemikiran telah memunculkan pengembangan tradisi konstruksionis: menegaskan para konstruksionis sosial yaitu mereka yang hanya belajar proses pembuatan klaim [claims making process] dan menegaskan para konstruksionis kontekstual yaitu mereka yang mempertimbangkan apa yang diketahui dengan kondisi objektif. Orang bijak mengatakan siapa yang ingin memecahkan permasalahan akan bekerja dengan baik untuk mempelajari kesuksesan pembuatan klaim [claims-making] yang lainnya.

Pendekatan konstruksionis mempelajari permasalahan sosial yang muncul dari ketidakpuasan sosiolog yang dominan, pendirian objectivist. Para konstruksionis berargumentasi bahwa pendefinisian permasalahan sosial dalam batasan kondisi objektif di masyarakat mempunyai dua kekurangan: mengabaikan fakta pengidentifikasian kondisi sosial sebagai permasalahan sosial yang memerlukan pertimbangan subjektif; dan, dengan kondisi labelisasi permasalahan sosial, objektifisme tidak bisa dijadikan sebagai pondasi teori permasalahan sosial.

Kebalikannya, para konstruksionis menggambarkan permasalahan sosial berkaitan dengan pembuatan klaim; mereka memusatkan pada pertimbangan subjektif, mengklaim bahwa X sebagai masalah sosial di mana para objectivist melalaikannya. Dan seperti yang diungkapkan dalam bab buku ini, pendekatan konstruksionis menawarkan basis pengembangan teori baru tentang klaim, pembuat klaim, koneksi antar kampanye pembuatan klaim, dan kebijakan sosial.

KRITIKUS KONSTRUKSIONISME: MENYERANG DARI LUAR

Konstruksionisme menawarkan perubahan dramatis dari pendekatan objectivist yang tradisional hingga pembelajaran permasalahan sosial. Bahkan istilah permasalahan sosial mempunyai maksud berbeda ketika digunakan para konstruksionis. Saat perspektif konstruksionis diilhami pokok penelitian [body of research] yang besar, selanjutnya hal ini dikritik oleh para sosiolog yang menetapkan tradisi objectivist. Kebanyakan kritik objectivist terhadap konstruksionisme dapat dirangkum dalam empat argumentasi umum.

1. Konstruksionisme dan Objektivisme adalah Komplementer (Saling Melengkapi).

Beberapa sosiolog yang menetapkan perspektif objectivist menyangkal bahwa konstruksionisme merepresentasikan sebuah pendekatan yang berbeda. Mereka membantah bahwa objektifisme dan konstruksionisme merupakan dua sisi koin yang sama, dimana dua perspektif teori dapat dengan mudah direkonsiliasi. Paling sering, usaha untuk memperkecil perbedaan antara objektifisme dan konstruksionisme hanya lips service saja. Sebagai contoh, banyak definisi buku ajar tentang permasalahan sosial yang menyebutkan peran pertimbangan subjektif dalam pengidentifikasian permasalahan, tetapi isu konstruksionis tidak memberi perhatian lebih lanjut di dalam buku ini. Beberapa kesalahpahaman sifat alami konstruksionisme, yang melibatkan lebih dari pengakuan di mana definisi permasalahan sosial merupakan subjektif. Berkaitan dengan pendefinisian permasalahan sosial tentang pembuatan klaim, para konstruksionis meneliti pengalamatan satu set pertanyaan berbeda tentang sifat alami klaim, mereka yang membuat klaim, dan seterusnya. Kemudian, pendekatan objectivist ke ketunawismaan memusatkan pada pengukuran populasi tuna wisma, belajar mengapa sebagian orang menjadi tuna wisma, atau menyelidiki ketunawismaan sebagai sebuah kondisi sosial. Saat seorang analis konstruksionis menanyakan siapa yang membawa klaim ketunawismaan hingga menjadi perhatian publik, bagaimana klaim itu melambangkan tunawisma, bagaimana publik dan para pembuat kebijakan menjawab klaim tersebut, dan seterusnya.

2.Subjek Konstruksionisme Secara Relatif Tidak Penting.

Sosiolog objektivist lainnya mengakui bahwa konstruksionisme mempunyai pendekatan yang unik - yang mereka sesalkan. Mereka membantah bahwa para konstruksionis memfokuskan pada pengabaian pembuatan klaim lebih jauh dibanding pada subjek: kondisi sosial berbahaya yang menjadi masalah sosial yang nyata. Kemudian, sebuah artikel mengkritik analisis konstruksionis dalam karya sosial yang berjudul Realitas ada. O.K? [Speed 1991]. Konstruksionis menjawabnya dengan meminta analis untuk kembali ke subjek tradisional menjadi dua hal:

1) tidak ada salahnya mempelajari kondisi sosial tertentu, selama puluhan tahun riset objektivist atas kondisi sosial telah gagal untuk meletakkan sebuah pondasi teori umum permasalahan sosial; dan

2) penting untuk diingat bahwa kita mengenali kondisi sosial ketika benar-benar berbahaya hanya karena seseorang membuat klaim persuasif untuk efek itu. Lagi pula, objektivisme dan konstruksionisme menanyakan pertanyaan berbeda; nilai relatif dari dua set pertanyaan tergantung pada apa yang ingin kita ketahui.

3.Konstruksionisme Mempunyai Bias Moral atau Politis.

Banyak sosiolog membawa komitmen moral atau politis dalam pekerjaannya; seringkali mereka memperhatikan isu sosial yang mengarahkannya ke studi sosiologi. Secara khas, sosiolog mempunyai simpati-liberal kekirian, dan mereka menyukai perubahan sosial yang egaliter [penganut paham persamaan]. Beberapa kritik -termasuk beberapa sosiolog yang mengidentifikasi pendekatan konstruksionis mereka khawatir konstruksionisme menumbangkan tujuannya. Umumnya, kritik ini membantah orang-orang dengan kekuasaan lebih sedikit mempunyai waktu lebih keras agar terdengar, konstruksionis memusatkan pada pembuatan klaim berkenaan dengan suara, pembuatan klaim yang visible akan menarik perhatian anggota masyarakat yang invisible yang sukar berbicara, teralienasi, atau tidak mempunyai kekuatan untuk menyatakan klaim.4. Konstruksionisme Membuktikan Ketidakbenaran Belaka.

Konstruksionisme menggeser fokus analis dari kondisi-kondisi sosial ke klaim anggota tentang kondisi-kondisi tersebut. Ini merupakan klaim, bukan kondisi atas isu; kenyataannya beberapa konstruksionis secara hati-hati berbicara tentang kondisi-kondisi putatif [yang bereputasi baik] yang boleh atau tidak boleh ada. Ini telah mengarahkan beberapa kritikus untuk menyamakan konstruksionisme dengan bukti ketidakbenaran sedemikian rupa sehingga mereka menanyakan apakah masalah sosial tertentu merupakan sebuah kondisi sosial yang objektif, atau hanya sebuah konstruksi sosial. Ini menyamakan konstruksi sosial dengan kesalahan, dan menggambarkan analisis konstruksionis sebagai metoda pembongkar kesalahan atau distorsi klaim. Sebagai contoh, Forsyth dan Oliver [1990:285] menyatakan: Pada dasarnya argumen konstruksionis tidak memiliki perubahan signifikan dalam aktivitas yang dipermasalahkan, tetapi aktivitas yang tidak digambarkan sebelumnya - problematik, digambarkan sebagai sebuah masalah.Beberapa konstruksionis strict menjawab pengenalan ini dengan pindah dari studi kasus. Tulisan Petrus R. Ibarra dan Kitsuse mengusulkan tentang studi kasus yang secara analitis menyusahkan:

Posisi kita adalah di mana proyek pengembangan sebuah teori wacana permasalahan sosial yang merupakan suatu cara yang lebih koheren dibanding dengan konstruksionisme, sebagai contoh, pengembangan satu rangkaian teori diskrit atas konstruksi sosial X, Y, dan Z. Untuk mengembangkan sebuah teori tentang kondisi X saat status ontologis X ditangguhkan menghasilkan manipulasi ontologis di mana dapat disebut teori yang cacat. (Ibarra dan Kitsuse 1993:33, penekanan sesuai aslinya).

mereka berbicara tentang keinginan logis dari konstruksionisme strict. [Mereka menyamakan pendekatan konstruksionis strict dengan apa yang mereka sebut kontekstualisme -bercerita tentang fenomena dalam konteks alami mereka [Sarbin dan Kitsuse 1994:7].]. Akan tetapi mereka mengakui:

Tidak satupun bab dalam volume ini merupakan sebuah contoh konstruksionisme strict. Ini dapat dipertanyakan apakah para peneliti dapat menopang metoda apapun yang akan menjadi konsisten dengan kebutuhan kontekstualisme strict. Para penyelidik dan analis tidak dapat membantu tetapi memasukkan kepentingan mereka, jika bukan agenda profesionalitas mereka, ke dalam interaksi-interaksi melalui informan mereka [Sarbin dan Kitsuse 1994:14].5

KONSTRUKSIONISME KONTEKSTUAL

Selagi debat konstruksionisme strict mengambil perhatian beberapa ahli teori permasalahan sosial, banyak pula sosiolog lainnya mencoba untuk menggunakan perspektif konstruksionis untuk melakukan riset. Tahun berikutnya Woolgar dan Pawluch mengkritik manipulasi ontologis yang melihat banyaknya studi konstruksionis, mencakup bagian dalam jurnal bergengsi Tinjauan Ulang Kemasyarakatan Amerika [Block dan Burns1986], Jurnal Sosiologi Amerika [Gamson dan Modigliani 1989; Hilgartner dan Bosk 1988], dan Tinjauan Ulang Ilmu Pengetahuan Politik Amerika [A.Schneider dan Ingram 1993]. Kebanyakan riset sederhana ini mengabaikan kritik konstruksionis strict.

Tetapi mayoritas riset konstruksionis jatuh di sebuah tempat antara dua fenomena konstruksionis strict yang ekstrem, dengannya mustahil para analisis menghindari semua asumsi tentang kondisi sosial, dan bukti ketidakbenaran [debunking] konstruksionis vulgar, yang menghilangkan penglihatan pembuatan klaim sebagai fokus analisis permasalahan sosial. Konstruksionis bekerja menduduki landasan pertengahan ini -bab di volume ini merupakan contohnya yang disebut dengan konstruksionisme kontekstual.

Tinjauan Sosiologis dari

Perspektif-perspektif

Tujuan dari buku ini telah menunjukkan cara-cara berbeda dimana para ahli sosiologi [atau kemasyarakatan] Amerika telah memandang masalah-masalah sosial dari awal abad kedua-puluh sampai sekarang. Dalam bab ini, kita akan meninjau secara singkat tema sentral dari perspektif-perspektif, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan relatifnya, dan bagaimana mereka menggambarkan cara-cara yang berbeda dari memisahkan dwi mandat. (Dwi mandat, ini akan diingatkan kembali, merujuk pada dwi sasaran sosiologi untuk pemecahan masalah-masalah sosial dan untuk memperkembangkan sosiologi sebagai sebuah disiplin.)

Social Pathology [Pathologi/Ilmu Penyakit Sosial]. Di tahun-tahun awal dari sosiologi di Amerika, semangat optimistis memikat para pendirinya. Melakukan perluasan filsafat sosial, mereka melihat tugas mereka sebagai demonstrasi dari bagaimana masyarakat dapat berkembang untuk memenuhi skema dari hukum alam dan kemajuan. Para ahli sosiologi ini menjadi para pembuat perubahan sosial, dan sebagaimana mereka memfokuskan pada masalah-masalah sosial, pekerjaan mereka telah ditanamkan dengan kemarahan moral. Mereka merumuskan kemarahan ini dalam istilah-istilah dari model kedokteran, berkenaan dengan seperangkat masalah-masalah sosial sebagai perkerjaan dari orang-orang yang sakit itu adalah, defective (tidak sempurna/cacad), delinquent (jahat yang sifatnya delik), atau dependent (tidak mandiri). Pada waktu yang sama, para ahli sosiologi permulaan ini, juga marah secara moral pada yang menduduki jabatan-jabatan pimpinan dalam bisnis, industri, pemerintahan, menghubungkannya pada banyak tindakan-tindakan mereka dengan sifat buruk, ketamakan, korupsi, dan kekuasaan.

Social Disorganization [Kekacauan Sosial]. Dalam tahap kedua dari sosiologi di Amerika, pembaharuan mulai memberikan jalan pada sebuah konsepsi dari ahli sosiologi sebagai seorang ahli ilmu pengetahuan membangun sebuah disiplin akademis baru. Para ahli sosiologi dalam periode ini mengatur upaya-upaya mereka kearah merencanakan konsep-konsep, mengembangkan teori-teori, dan menghasilan penelitian-penelitian empiris daripada membuat moral, kefilsafatan, pernyataan yang mengupas secara kritis.

Tabel 1 Periode-periode Utama dari Perspektif-perspektif

Value Conflict [Pertentangan Nilai]. Selama periode ketiga dari sosiologi di Amerika, sangat banyak ahli sosilogi melanjutkan mengusulkan pembangunan teori sosiologi. Meskipun demikian, kumpulan ahli sosiologi yang secara relatif kecil mulai mengusulkan untuk mengikuti perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan bebas-nilai. Malahan, mereka dianjurkan bekerja untuk kebaikan masyarakat. Sebagaimana kekritisan kelompok ini diuji masalah-masalah sosial, banyak dari mereka merasakan bahwa masalah-masalah seperti itu tak dapat dihindarkan karena orang-orang tidak dapat menyetujui kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial. Dan biasanya alasan orang-orang tidak setuju adalah bukan karena mereka tidak tahu peraturan, tetapi karena mereka memegang nilai-nilai yang berbeda atau mengejar kepentingan mereka sendiri. Memperlihatkan kerusuhan dari Depresi yang Besar dan Perang Dunia II, perspektif pertentangan nilai membuat pengertian. Sebaliknya perspektif kekacauan sosial menganjurkan para ahli sosiologi tetap menjauhkan diri dari perjuangan didalam masyarakat, posisi pertentangan nilai menganjurkan mereka mempersatukan teori, penelitian dan aplikasi, dan menyertai nilai-nilai dan berpihak pada persoalan-persoalan sosial.

Devian Behaviour [Tingkah laku yang menyimpang]. Sejak permulaan periode keempat dari sosiologi di Amerika, perspektif tingkah laku yang menyimpang terjadi. Dibangun di atas perspektif kekacauan sosial, ini melanjutkan orentasi sosiologi sebagai, pertama dan terutama, sebuah ilmu pengetahuan. Ini diasumsikan bahwa pekerjaan ahli sosiologi adalah mengetes pengertian dari teori, daripada memecahkan masalah-masalah masyarakat yang banyak. Meskipun orang-orang sejak itu dipindahkan pada perspektif tingkah laku yang menyimpang dalam upaya-upaya untuk memecahkan masalah-masalah dari kejahatan [crime] dan pelanggaran [deliquency], para ahli sosiologi dalam tradisi ini mempelajari terutama masalah-masalah sosial karena mereka mempunyai pertalian untuk teori yang berhubungan dengan sosiologi. Dalam bagian spesialisasi, bagaimanapun, para ahli sosiologi ini membatasi perhatian mereka hampir secara ekslusif pada studi dari tingkah laku yang menyimpang, didefinisikan sebagai pelanggaran dari harapan-harapan normatif. Jadi, perspektif yang mempengaruhi ini pada masalah-masalah sosial memusatkan perhatian pada sebab dari penyimpangan, dalam sistem-sistem tingkah laku yang menyimpang, dan dalam kontrol sosial.Labelling [Memberikan Nama]. Di akhir-akhir periode keempat dari sosiologi di Amerika, perspektif labelling berkembang, dalam bagian yang luas dari pertanyaan-pertanyaan tertinggal yang belum terjawab oleh perspektif tingkah laku yang menyimpang. Untuk contoh: Bagaimana orang-orang dan situasi-situasi didefinisikan sebagai permasalahan atau penyimpangan? Dengan efek-efek apa? Dan bagaimana banyak orang mampu menghindari menjadi dinamakan demikian meskipun mereka mungkin melakukan sesuatu deviant? Jadi, sementara perspektif tingkah laku yang menyimpang mendefinisikan masalah-masalah sosial sebagai pelanggaran-pelanggaran obyektif dari harapan-harapan normatif, perspektif memberikan nama melihat masalah-masalah sosial sebagai apa saja yang orang-orang katakan siapa mereka (itu adalah, sebagai dirancang secara subyektif). Seperti perspektif tingkah laku yang menyimpang, perspektif memberikan nama berspesialisasi, terutama memfokuskan pada definisi-definisi sosial dan reaksi-reaksi sosial pada masalah-masalah sosial, dengan sedikit kepentingan dalam segi-segi masalah-masalah sosialCritical Perspective [perspektif kekritisan]. Sifat dasar yang berhubungan dengan politik dari pergolakan pada tahun 1970-an membawa pada sebuah fokus dalam masalah-masalah sosial sebagaimana diciptakan oleh putusan golongan. Fokus ini dimuat dalam sosiologi. Beberapa ahli sosiologi dalam periode ini mulai menanyakan apakah berbagai perspektif yang ada menjelaskan masalah-masalah sosial kebanyakan menjadi diidentifikasi atau menyarankan solusi-solusi yang dapat dikerjakan untuk mereka. Gagasan lain-lainnya bahwa perspektif-perspektif mengabaikan teoritis dalam perhatian mereka untuk permasalahan-permasalahan secara sosial. Jadi mengangkat perluasan, makro, pandangan yang lebih holistik, beberapa penulis mulai melihat pada bagaimana berbagai masalah-masalah sosial dihubungkan pada struktur ekonomis-politik dari masyarakat. Menarik helaian tradisi Marxist Eropa yang banyak dan kompleks, mereka mengarahkan perhatian mereka pada hubungan golongan. Individu-individu, secara berbeda disituasikan dengan respek pada pasar ekonomis, sampai pada membagi kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai. Upaya mereka untuk menjaga, melindungi dan memajukan kepentingan ini menuju perjuangan golongan, yang mana Marx memandang sebagai sumber dasar dari masalah-masalah sosial dan, pada akhirnya, solusi mereka.Social Constructionism [Konstruksi-isme social]. Meskipun bertahun-tahun mempelajari masalah-masalah sosial, para ahli sosiologi masih mengembangkan teori dari masalah-masalah sosial. Spector dan Kitsuse mengatakan kolega-kolega mereka gagal karena salah satunya mereka menerima definisi-definisi pengertian umum dari masalah-masalah sosial (apa yang diketahui setiap orang) atau mereka sebagai ahli memutuskan situasi-situasi apa yang diduga keras sebagai masalah-masalah sosial. Kupasan mereka memberikan peningkatan pada perspektif pembangun. Banyaknya situasi-situasi yang ada dimana kondisi-kondisi obyektif telah ada, tetapi definisi subyektif dari masalah sosial tidak ada. Keadaan ini memberikan peningkatan pada pertanyaan pembangun, apakah yang orang-orang lakukan untuk membuat situasi yang diduga keras sebuah masalah sosial? Spector dan Kitsuse menjawab: orang-orang bekerja pada itu. Dalam kata-kata mereka, beberapa orang tampil kedepan dan membuat tuntutan. Jadi, masalah-masalah sosial adalah proses-proses sosial, mereka mempunyai sejarah alamiah, dan kecuali semua kondisi, yang penting dan mencukupi ada, masalah tidak terjadi. Kondisi yang penting adalah definisi subyektif sementara kondisi yang mencukupi terdiri dari tindakan-tindakan orang lain dalam memberikan tanggapan pada definisi pembuat-tuntutan dari situasi.

Jadi masing-masing dari ketujuh perspektif mempunyai perhatiannya sendiri. Perspektif pathologi sosial memfokuskan pada orang; perspektif kekacauan sosial menekankan peraturan; perspektif pertentangan-nilai melihat pada nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan; perspektif tingkah laku yang menyimpang menegaskan peran-peran; perspektif labelling menguji reaksi sosial; perspektif kekritisan memfokuskan pada hubungan golongan; dan perspektif constructionist memusatkan pada proses-proses membuat-tuntutan.

Sebagai tambahan, masing-masing perspektif menyatakan secara tidak langsung rantai sederhana-nya sendiri dengan mana unsur-unsur ini (orang, peraturan, nilai dan kepentingan, peranan, reaksi sosial, hubungan golongan, dan membuat-tuntutan) dihubungkan. Untuk contoh, perspektif labelling dan deviant behaviour, keduanya berurusan dengan peran-peran penyimpangan dan reaksi-reaksi sosial. Dalam persepektif deviant behaviour, bagaimanapun, peran-peran penyimpangan menimbulkan reaksi-reaksi sosial, sementara perspektif labelling memandang peran-peran penyimpangan sebagai konsekuensi dari reaksi-reaksi sosial. Dengan cara yang sama, dalam perspektif value-conflict, nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan menghasilkan peran-peran; dalam perspektif critical peran-peran menghasilkan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan. Dan, akhirnya, dalam perspektif constructionist social reaksi-reaksi sosial menghasilkan peran-peran membuat-tuntutan.Konstruksi-isme membuat lebih jelas perbedaan diantara penentuan perspektif dan yang memfokuskan pada human agency. Dengan respek pada studi masalah-masalah sosial, tabel dibawah mengklasifikasikan perbedaan dari sudut pandang dari empat peran yang telah kita gambarkan.

Pengaruh yang menguasai konstruksi-isme dalam studi masalah-masalah sosial menunjukkan dengan jelas konsepsi yang lebih lengkap dari persoalan-persoalan diantara fokus penentuan dan perantara manusia. Tetapi ini tidak mungkin bahwa fokus perantara manusia murni akan mengalahkan penentuan murni. Beberapa sintesa dari dua perspektif adalah lebih mungkin. Dan sebagaimana itu terjadi, perspektif lain pada masalah-masalah sosial masih akan timbul.

Periode 6:

Pengaruh yang menguasai konstruksi-isme social (1985 sedang berlangsung)

Periode 5:

Pemunculan kembali teori makro (1970 sampai 1985)

Periode 4:

Mengusaha-kan bidang /keahlian khusus

(1954 sampai 1970)

Periode 3:

Meng-integrasikan teori, penelitian dan applikasi (1935 sampai 1954)

Periode 2:

Membentuk kebijaksana-an ilmiah (1918 sampai 1935)

Periode 1:

Menetapkan dasar (1905 sampai 1918)

Konstruksi-isme social

Kekritisan

Tingkah laku yang menyimpang

Memberikan nama

Pertentangan nilai

Kekacauan sosial

Pathologi sosial

Fokus

Perantara Manusia

Teori-teori lokal tentang masalah-masalah sosial spesifik

Melakukan studi pada orang-orang sebagai pembentukan kekuatan eksternal

Segi pendapat perantara yang menghasilkan rekaman yang lebih dasar

Mengupas kebijaksanaan sosial spesifik yang lebih mengena

Penentuan

Teori-teori umum tentang keseluruhan masyarakat

Melakukan studi pada orang-orang sebagai yang dipengaruhi oleh kekuatan eksternal

Rekaman dasar resmi

Mengupas total sistem sosial yang lebih mengena

Peran

Pembuat Teori

Peneliti

Pemakai

Pengeritik