Upload
dangnguyet
View
225
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
i
ISBN: 978-602-7998-43-8
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN
EKONOMI PERDESAAN I
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
MADURA
2014
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
ii
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I
Penanggung Jawab:
Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Trunojoyo Madura
Editor:
Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
iii
Katalog dalam Terbitan
Proceeding: Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura,
UTM Press 2014
viii + 396 hlm.; 17x24 cm
ISBN 978-602-7998-43-8
Editor: : Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
Layouter : Taufik R D A Nugroho
Cover design : Didik Purwanto
Penerbit : UTM Press
* Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang PO Box. 2 Kamal Bangkalan
Telp : 031-3013234
Fax : 031-3011506
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
iv
KATA PENGANTAR
KETUA PANITIA
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji kami panjatkan ke hadapan Illahi atas terselenggaranya Seminar
Nasional “Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I” Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 21 Mei
2014. Seminar ini merupakan seminar yang diselenggarakan secara mandiri oleh
Program Studi Agribisnis untuk pertama kalinya dan direncanakan dilakukan secara
rutin tiap tahun. Tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah untuk: 1) Memberikan
rekomendasi kebijakan, langkah dan strategi dalam upaya pengembangan sektor
agribisnis yang terkait erat dengan wilayah perdesaan, 2) Memberikan wadah untuk
berbagi pengalaman dan tukar menukar ide bagi semua stakeholder terkait baik
akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah, 3) Menumbuhkan komitmen bersama dalam
pengembangan sektor agribisnis yang bertitik tumpu pada wilayah perdesaan dalam
upaya mencapai visi pembangunan pertanian. Selanjutnya, pada akhir seminar
diharapkan tergalang sinergi untuk meningkatkan mutu dan dayaguna penelitian dan
dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan
kebijakan.
Makalah kunci disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS selaku Guru
Besar Universitas Brawijaya Malang, dan makalah utama oleh Dr.Ir. Agus Wahyudi,
SE; MM (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu/BPWS), Andrie Kisroh Sunyigono,
PhD selaku Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Trunojoyo Madura dan. Dr. Sitti Aida
Adha Taridala, SP, M.Si sebagai pemakalah terbaik dari Universitas Halu Uleo.
Disamping itu terdapat makalah penunjang bersumber dari berbagai instansi/lembaga
penelitian seperti BPTP antara lain dari Bogor dan Jawa Timur, Loka Penelitian Sapi
Potong Pasuruan, serta Perguruan Tinggi dari berbagai wilayah seperti Jakarta,
Gorontalo, Bandung, Tegal, Surabaya, Malang dan Madura. Topik-topik yang disajikan
sangat bervariasi, secara garis besar terhimpun ke dalam 4 bidang yakni agribisnis,
sosiologi, nilai tambah dan sosial ekonomi.
Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi utamanya PT
Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Akhirnya selamat mengkaji makalah-makalah di prosiding ini.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatu
Bangkalan, Juni 2014.
Ketua Panitia,
Ihsannudin, MP.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KETUA PANITIA ................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
AGRIBISNIS
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA .................................. 3
P. Julius F. Nagel
TANGGAPAN KONSUMEN TERHADAP ECO-LABEL PADA PRODUK
PERTANIAN ............................................................................................................... 14
Joko Mariyono
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI
TERHADAP STRATEGI BERSAING DAN KINERJA PERUSAHAAN ................ 21
Hary Sastrya Wanto, Ruswiati Suryasaputra
PERANAN BAITUL MAAL WATTAMWIL UNTUK PENINGKATAN
SEKTOR PERTANIAN .............................................................................................. 32
Renny Oktafia
PENINGKATAN MUTU BUAH APEL SEPANJANG RANTAI PASOK
DARI PASCAPANEN SAMPAI DISPLAY SUPER MARKET ............................... 41
I Nyoman Sutapa, Jani Rahardjo, I Gede Agus Widyadana, Elbert Widjaja
ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS POTENSI
LOKAL KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG ................... 57
Selamet Joko Utomo
RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR UTAMA
KECAMATAN GALIS KABUPATEN PAMEKASAN ............................................ 68
Lilis Suryani, Aminah H.M Ariyani
KELAYAKAN EKONOMI USAHA GARAM RAKYAT DENGAN
TEKNOLOGI MADURESSE BERISOLATOR ......................................................... 83
Makhfud Efendy, Ahmad Heryanto
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PLINTIR PISANG DI
KECAMATAN ARJASA KEPULAUAN KANGEAN ............................................. 107
Mu’awana, Taufik Rizal Dwi Adi Nugroho
SOSIOLOGI
RELASI AKTOR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI
PRODUK TERRA (TERONG RAKYAT) ................................................................. 121
Titis Puspita Dewi, Mohammad Asrofin, Erwin Merawati, Ali Imron
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
vi
PERLUNYA KECUKUPAN BAHAN PANGAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN MASYARAKAT SECARA NASIONAL ........................................ 133
Isbandi dan S.Rusdiana
RELASI SEGI TIGA SISTEM KREDIT DALAM MASYARAKAT
PERDESAAN STUDI KASUS DI DESA MAJENANG, KECAMATAN
KEDUNGPRING, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR .......................... 146
Indah Rusianti, Faridatus Sholihah, Arini Nila Sari
DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PEMBANGUNAN AGROPOLITAN
DI DESA NGRINGINREJO, KECAMATAN KALITIDU, KABUPATEN
BOJONEGORO .......................................................................................................... 159
Alifatul Khoiriyah, Santi Yuli Hartika, Yunny Noevita Sari, dan Ali Imron
PEMANFAATAN PERAN MODAL SOSIAL PADA PEKERJA SEKTOR
INFORMAL PEREMPUAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Perempuan Di
Kota Malang) .............................................................................................................. 168
Ike Kusdyah Rachmawati
PROGRAM AKSI MEDIA KOMUNITAS PEDESAAN BAGI WARGA
KEPULAUAN TIMUR MADURA SEBAGAI SARANA PENINGKATAN
AKSES, KETERBUKAAN INFORMASI, DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK ..... 181
Surokim, Teguh Hidayatul Rachmad
MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI
PROVINSI GORONTALO ........................................................................................ 194
Mohamad Ikbal Bahua
NILAI TAMBAH
PENERAPAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN WORTEL ...... 213
Yurida Ekawati, Surya Wirawan Widiyanto
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS JAGUNG DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 224
Weda Setyo Wibowo, Banun Diyah Probowati, Umi Purwandari
STRATEGI PENGUATAN POSISI TAWAR PETANI KENTANG MELALUI
PENGUATAN KELEMBAGAAN ............................................................................ 234
Ana Arifatus Sa’diyah dan Dyanasari
INOVASI TEKNOLOGI SAPI POTONG BERBASIS MANAJEMEN
BUDIDAYA DAN REPRODUKSI MENUJU USAHATANI KOMERSIAL .......... 250
Jauhari Efendy
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
vii
POTENSI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PELUANG BISNIS PUPUK
ORGANIK DAN PAKAN TERNAK ......................................................................... 258
Jajuk Herawati, Yhogga Pratama Dhinata, Indarwati
UJI KELAYAKAN PENGOLAHAN SERBUK INSTAN BEBERAPA
VARIETAS JAHE DALAM UPAYA MENINGKATKAN NILAI EKONOMI ...... 270
Indarwati, Jajuk Herawati, Tatuk Tojibatus, Koesriwulandari
POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS ................................. 280
Yhogga Pratama Dhinata, Jajuk Herawati, Indarwati
PEMBUATAN DAGING TIRUAN MURNI (MEAT ANALOG) SEBAGAI
UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK .......................................... 290
Sri Hastuti
STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEBU DI
MADURA301
Miellyza Kusuma Putri, Mokh Rum
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SALAK DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 312
Iffan Maflahah
SOSIAL EKONOMI
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PEKARANGAN MELALUI PROGRAM
KRPL DI PUHJARAK, KEDIRI ................................................................................ 331
Kuntoro Boga Andri dan Putu Bagus Daroini
PERSEPSI PETANI TERHADAP NILAI LAHAN SEBAGAI DASAR
PENETAPAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN .......... 343
Mustika Tripatmasari, Firman Farid Muhsoni, Eko Murniyanto
PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) TUNAS
MAJU DI KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO .......... 351
Eni Istiyanti, Lestari Rahayu, Supriyadi
VEGETABLE CONSUMPTION PATTERN IN EAST JAVA AND BALI ............. 367
Evy Latifah, Hanik A. Dewi, Putu B. Daroini, Kuntoro B. Andri,Joko
Mariyono
ANALISIS DINAMIKA PERDAGANGAN BERAS DAN GANDUM DI
INDONESIA ............................................................................................................... 381
Tutik Setyawati
KERAGAAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI
DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI DI LOKASI
PENDAMPINGAN SL-PTT KABUPATEN SAMPANG ......................................... 389
Moh. Saeri, Sri Harwanti dan Suyamto
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
14
TANGGAPAN KONSUMEN TERHADAP ECO-LABEL
PADA PRODUK PERTANIAN
Joko Mariyono
Fakultas Ekonomi, Universitas Pancasakti – Tegal
ABSTRAK
Pemasaran memegang peranan penting dalam menentukan hidup matinya suatu
kegiatan bisnis. Salah satu strategi dalam pemasaran adalah eco-labeling, yaitu
memanfaatkan segmen tertentu konsumen yang peduli terhadap kualitas barang yang
berhubugan dengan lingkungan. Namun demikian, adalah pertanyaan besar apakah
konsumen tersebut menunjukkan kesediaan membayar harga premium sebagai nilai
tambah dari kualitas barang yang memperhatikan lingkungan. Tinjauan ini mencoba
mengidentifikasi tanggapan konsumen terhadap jenis barang yang berkualitas
lingkungan. Tinjauan ini dilakukan dengan memposisikan karya Nimon dan Beghin
sebagai acuan dasar, kemudian membandingkan dengan beberapa hasil karya yang lain.
Hasilnya menunjukkan bahwa jenis barang tertentu mendapat tanggapan positif dari
konsumen. Hanya barang yang lansung memberikan manfaat lingkungan bagi dirinya
akan mendapat tanggapan posistif, artinya konsumen bersedia membayar harga
premium sebagai penghargaan atas kualitas lingkungan yang berguna bagi dirinya.
Sebaliknya barang yang memberikan manfaat lingkungan tidak langsung tidak
mendapat tanggapan positif.
Kata kunci: Eco-label, Harga Premium, Kesediaan Membayar
RESPONSE OF CONSUMERS TO ECO-LABEL ON FARMING PRODUCT
ABSTRACT
Marketing plays an important role in determining survival of business activities. One of
strategies in marketing is eco-labeling, that is, utilizing certain segment of consumers
having awareness to the quality of goods associated with environment. It is, however, a
big question that the consumers demonstrate willingness to pay for premium price as a
value added of the environmental quality attributed in such goods. This review tries to
identify consumers’ response on the kind of goods having environmental quality. This
review posits the work of Nimon and Beghin as basic reference, and afterward
compares it with others. The results of this review show that certain kinds of goods are
responded positively by consumers. Only goods that provide direct environmental
benefit for consumers will be responded positively. This means that consumers are
willing to pay for premium price as an appreciation of environmental quality that is
useful for them. In contras, goods that provide indirect environmental benefit do not
have positive response from consumers.
Keywords: Eco-label, Premium Price, Willingness to Pay
PENDAHULUAN
Eco-label atau sering disebut sebagai label yang memberikan petunjuk bahwa
produk tersebut diproduksi dengan proses produksi yang ramah lingkungan. Gejala ini
sedang mewabah pada sejumlah produk di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara
Eropa. Di Eropa, “White Swan” adalah salah satu contoh label yang menunjukkan
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
15
bahwa produk tersebut telah mendapat sertifikasi karena meminimalkan efek negatif
terhadap lingkungan. Sedangkan di AS, label “no animal testing” pada produk
kosmetik; dan “dolphin safe” pada produk ikan tuna kalengan, merupakan label yang
menunjukkan industri tersebut telah berusaha untuk ramah lingkungan pada saat
memproduksi barang.
Sebagai gambaran umum yang menunjukkan perkembangan pasar organik adalah
industri pakaian. Pasar kapas organik di AS muncul beberapa tahun yang lalu, sekarang
telah meluas dengan mengembangkan lahan yang sangat luas untuk budidaya kapas
organik. Sebagai gambaran, pada tahun 1991 hanya terdapat 800 acre budidaya kapas
organik, tetapi pada tahun 1994 telah meningkat secara dramatis menjadi 36.000 acre.
Kapas organik ini ditanam tanpa menggunakan insektisida, fungisida, dan pupuk
sintetis. Dengan menggunakan bahan yang non sintetis ada beberapa manfaat dari
kandungan alam yang diperoleh dengan serat organik dalam pakaian.
Yang menjadi perhatian terhadap produk ini adalah adanya manfaat kesehatan,
khususnya bagi anak kecil. Manfaat kesehatan merupakan sumber yang potensial bagi
permintaan akan pakaian dengan kapas organik. Ada sedikit bukti bahwa pakaian
dengan kapas konvensional mengandung residu pestisida yang dapat menyebabkan efek
merugikan terhadap kesehatan. Ini ditegaskan dalam katalog pakaian yang menyebutkan
“aman untuk bayi karena tidak terdapat residu pestisida atau bahan kimia yang dapat
diserap melalui kulit”. Setelah kapas organik dapat dipahami oleh banyak pihak,
kemudian produsen juga mencantumkan bahwa potensi keracunan juga dapat terjadi
karena dioksin yang dihasilkan pada proses pemutihan dan pencelupan kain.
Sejak diketahui bahwa tuntunan kesehatan telah dipenuhi, konsumen mulai
percaya bahwa terdapat manfaat dari nilai kesehatan untuk mengenakan pakaian dari
bahan kapas organik, khususnya bagi golongan muda. Jika ada yang merasa bahwa
terdapat manfaat kesehatan, maka orang akan mengharapkan adanya harga premium
untuk pakaian organik yang mengandung tambahan komponen kesehatan, di samping
terdapat manfaat lingkungan. Disini akan dicari adanya harga premium yang
berhubungan dengan pakaian organik dan proses pencelupan untuk pakaian anak-anak.
Harga premium untuk barang organik
Untuk meninjau apakah eco-label dapat memberikan nilai pasar yang berarti bagi
produsen dan konsumen, Nimon dan Beghin (1998) mengkaji eco-label yang terdapat
pada industri pakaian atau industri tekstil. Ada dua tujuan yang ingin dicapai dalam
analisis ini, yaitu (1) ingin mengestimasi harga premium untuk pakaian yang terbuat
dari kapas organik, dan proses pencelupan yang ramah lingkungan, (2) ingin
mengetahui perilaku harga eceran pada tingkat produsen dalam pasar ‘hijau’ pakaian
(green apparel market).
Untuk mencapai tujuan di atas, metode analisis yang digunakan adalah kerangka
teori fungsi harga hedonic yang sudah biasa digunakan oleh para ekonom dan pelaku
bisnis sebagai alat untuk menganalisis nilai ekonomi suatu lingkungan. Untuk dapat
mengestimasi harga premium tersebut, Nimon dan Beghin menggunakan data harga dan
karakteristik pakaian yang dikumpulkan dari berbagai katalog pada tingkat eceran. Dari
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
16
hasil pengumpulan data diperoleh 27 perusahaan pakaian, dan 15 di antaranya khusus
untuk pakaian organik. Dari data tersebut juga diperoleh sebanyak 794 orang, dengan
364 pengamatan untuk pakaian konvensional, dan 430 pengamatan untuk pakaian
organik.
Dengan menggunakan kerangka teori hedonic, mengestimasi fungsi permintaan
pakaian dengan menggunakan bentuk fungsi semilog. Tujuannya adalah mengetahui
harga implicit atau harga premium yang berhubungan dengan komponen kapas organik
dalam pakaian (Nimon dan Beghin, 1998). Disini ditunjukkan dua model yaitu: (1)
secara katagori variabel dummy untuk kapas organik, dan (2) secara kuantitatif untuk
persen kandungan kapas organik. Dua model yang digunakan adalah:
ln harga = h (jenis barang, gender, golongan umur, dummy tipe celup, dummy bahan
organik) ......................……………………………….................. (1)
ln harga = h (jenis barang, gender, golongan umur, dummy tipe celup,
% bahan organik, % sintetis) ........………………………..….…..(2)
Dua model di atas selanjutnya dikembang.kan dengan melihat interaksi antara
variabel golongan umur dengan tipe pencelupan; dan golongan umur dengan bahan
organik. Interaksi ini dikaji lebih lanjut karena sebagian besar jenis pakaian yang ber-
eco-label merupakan pakaian anak-anak.
Hasil estimasi dari model di atas dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 terlampir.
Seperti ditunjukkan pada spesifikasi 1, koefisien variabel organik menunjukkan nilai
yang positif dan signifikan. Nilai koefisien menunjukkan 0,321879, yang jika dihitung
dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Halvorsen,-Palmquist-Kennedy1,
berarti terdapat harga premium sebesar 37,7%.
Pada spesifikasi 2, yang menggunakan variabel kuantitatif untuk kapas organik
juga menunjukkan hasil yang hampir sama, yaitu harga premium sebesar 35,7%.
Sedangkan proses pencelupan tidak menunjukkan harga premium yang signifikan,
meskipun keduanya bernilai positif.
Pada Tabel 2 yang memperhatikan interaksi antara golongan umur dengan bahan
organik; dan golongan umur dengan proses pencelupan, ditunjukkan interaksi positif
yang kuat antara bahan organik dan pakaian untuk anak, walaupun secara individual,
golongan umur untuk anak menunjukkan nilai negatif yang kuat. Interaksi ini
memberikan harga premium sebesar 72,8% - 90,2%. Hal ini disebabkan oleh harga
pakaian konvensional yang sangat rendah. Sedangkan untuk interaksi proses pencelupan
tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa adanya harga premium ini
merupakan hasil dari peduli kesehatan pada konsumen yang membeli, dengan harga
premium rata-rata berkisar antara 32%-46,1%. Sedangkan dengan estimasi dengan
model menunjukkan harga premium sebesar 37,7%.
1 Rumus Halvorsen-Palmquist-Kennedy digunakan untuk estimasi variabel dummy dalam persamaan
semi-logaritma.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
17
Selanjutnya untuk melihat perilaku harga pakaian dengan bahan kapas organik,
dilihat dengan harga premium yang diterima oleh masing-masing perusahaan. Dari
sembilan perusahaan yang dikaji lebih lanjut, tidak menunjukkan perbedaan harga yang
signifikan. Artinya bahwa harga pakaian organik ini tidak menunjukkan variasi. Ini
menyatakan bahwa perilaku harga pasar pakaian dengan bahan kapas organik mendekati
persaingan, sehingga semua perusahaan pakaian organik tidak dapat menentukan harga
tetapi merupakan penerima harga.
Karasteristik Barang Menentukan Tanggapan Konsumen
Hasil analisis menunjukkan bahwa harga premium yang yang lebih tinggi untuk
barang yang ber-ecolabel, disebabkan oleh peduli kesehatan bagi yang membeli.
Artinya konsumen bersedia membeli dengan harga yang lebih tinggi jika barang yang
dibeli selain memberi kepuasan terhadap fungsi barang tersebut juga memberi rasa
aman bila digunakan. Jadi perbedaan harga yang lebih tinggi merupakan penghargaan
karakteristik barang tersebut yaitu yang dapat menyebabkan pemakai merasa lebih sehat
dibanding jika menggunakan barang lain yang tidak tentu karakteristiknya.
Hasil kajian Nimon dan Beghin tersebut sejalan dengan kajian yang dilakukan
oleh Akgüngör et al. (1999), yang menghitung consumers’ willingness to pay (WTP)
untuk tomat yang bebas residu pestisida. Kajian yang dilakukan di Turki tersebut
menunjukkan bahwa konsumen rata-rata bersedia membayar harga premium lebih tinggi
sebesar 2 persen untuk tomat yang tidak mengandung residu pestisida pada tingkat yang
membahayakan. Hasil ini jauh lebih kecil dibanding harga premium pada kapas organik
karena, pasar untuk tomat yang berlabel rendah residu pestisida di Turki belum ada.
Seperti pada industri kapas organik, konsumen tomat rendah residu pestisida ini
bersedia membayar harga premium karena berorientasi pada kesehatan. Ini ditunjukkan
dengan konsumen yang mempunyai tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih
tinggi membeli lebih banyak tomat yang rendah residu, serta adanya alasan risiko
kesehatan pada saat membeli tomat ber-eco-label.
Mourato et al. (2000) menggunakan pendekatan yang berbeda, contingent
valuation, untuk mengestimasi WTP konsumen roti dan kue di Inggris. Hasilnya
menunjukkan bahwa konsumen bersedia membayar lebih tinggi untuk roti dan kue yang
bahan bakunya diproduksi tanpa menggunakan bahan kimia: pupuk dan pestisida. Ada
dua alasan yang dinyakan oleh konsumen: (1) alasan kesehatan (2) alasan lingkungan.
Untuk alasan lingkungan, konsumen berharap dengan membeli barang tersebut akan
dapat melestarikan lingkungan. Dalam hal kesehatan, Henson (1996) menunjukkan hasil
yang sama. Konsumen bersedia membeli dengan harga yang lebih tinggi terhadap
barang yang lebih aman terhadap kesehatan. Temuan Henson menunjukan bahwa di
Inggris, konsumen bersedia membeli daging ayam dan telur dengan harga yang lebih
tinggi untuk daging ayam dan telur yang bebas bakteri Salmonella. Faktor yang
mempengaruhi WTP untuk makanan yang risiko rendah untuk keracunan adalah:
tingkat bahaya keracunan; gender, dengan wanita lebih tinggi; dan tingkat pendapatan.
Dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan, Feng dan Chern (2000), menunjukan
bahwa di AS, elastisitas pendapatan yang lebih besar untuk sayuran dan buah segar,
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
18
daripada bahan olahan. Sayuran dan buah segar dianggap lebih sehat dari pada bahan-
bahan olahan.
Nilai WTP yang lebih tinggi terhadap barang yang aman terhadap kesehatan tidak
saja untuk barang konsumsi, tetapi juga terdapat pada barang input. Ini ditunjukkan oleh
hasil kajian yang dilakukan oleh Owens et al. (1998), yang meneliti WTP petani jagung
di AS terhadap herbisida yang aman. Karakteristik herbisida yang berhubungan dengan
kesehatan adalah tidak menyebabkan kanker bagi manusia. Sedangkan yang
berhubungan dengan lingkungan adalah aman terhadap ikan, dan tidak mencemari air
tanah. WTP yang berhungan dengan risiko kanker menunjukkan nilai lebih tinggi
dibanding WTP yang berhubungan dengan pencemaran tanah, dan WTP yang
berhubungan dengan pencemaran tanah lebih tinggi dibanding dengan WTP yang
berhubungan dengan aman untuk ikan (WTPkanker > WTPpencemaran > WTPaman untuk ikan).
WTP untuk kanker dan pencemaran lebih tinggi dibanding WTP aman ikan karena
secara langsung akan berpengaruh kepada petani yang menggunakan. Sedangkan WTP
aman untuk ikan lebih rendah karena efeknya tidak langsung kepada petani pemakai,
dan efek ini akan berpengaruh kepada wilayah yang lebih rendah karena akan mendapat
aliran dari daerah yang lebih tinggi. Seperti hasil kajian lainnya bahwa banyaknya
pemakaian herbisida yang aman dipengaruhi oleh tingkat pendapatan di samping
kekayaan yang ditunjukkan dengan luas lahan yang lebih besar.
Intinya, bahwa produk pangan yang ber-ecolabel secara lansung memperngaruhi
perilaku konsumen (Chriest, 2011). Di sektor perikanan, ekolabel juga menunjukan
kesediaan membayar lebih tinggi, karena masyarakat juga merasa lebih sejahtera
dengan menkonsumsi produk yang ber-ecolabel (Teisl, et al. 2002).
Tidak hanya di sektor pangan yang secara langsung memberikan manfaat
kesehatan, di sektor transportansi-pun, penumpang (konsumen) bersedia membayar
lebih pada moda transportasi yang ber-ecolabel. Ini sejalan dengan dengan prinsip
makanan karena moda transportansi tersebut dampak negatif terhadap kesehatan lebih
rendah (Noblet et al. 2006).
Tidak seperti hasil-hasil kajian di atas, harga premium barang ber-ecolabel tidak
begitu nyata jika barang tersebut tidak mempunyai nilai tambah secara langsung
terhadap konsumen. Ini ditunjukkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sedjo
dan Swallow (1999), yang mengestimasi harga premium untuk produk kayu yang
berasal dari hasil hutan yang pengelolaannya berorientasi pada kelestarian lingkungan.
Secara langsung konsumen merasa tidak perlu untuk membayar lebih tinggi terhadap
produk kayu yang ber-ecolabel karena bagi kebanyakan konsumen manfaatnya sama
saja dengan produk kayu biasa. Hanya konsumen yang peduli lingkungan saja yang
bersedia membayar harga premium. Akibatnya produsen kayu tidak bersedia memasang
eco-label karena biaya untuk memperoleh sertifikasi eco-label sangat tinggi sehingga
tidak dapat dicukupi oleh harga premium yang dibayar konsumen. Jadi jika eco-label
tidak memberikan manfaat tambahan secara langsung kepada konsumen pada
umumnya, maka dengan harga premium tidak akan menyebabkan konsumen bersedia
untuk membeli.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
19
Hal yang penting adalah, perilaku konsumen terhadap produk pertanian ber-
ecolabel sangat tergantung pada kemapanan produk. Bagi pemain baru, kosumen masih
berhati-hati dalam mengambil sikap. Tentu saja konsumen akan mencari informasi
tentang produk baru tersebut. Pengalaman dan motivasi konsumen juga sangat
menuntukan (Thøgersen, 2010)
Kesimpulan dan Implikasi
Dari hasil uraian di atas dapat disimpulkan bahwa eco-label akan mempunyai nilai
yang berarti jika barang yang mendapat sertifikasi label akan mempunyai manfaat
tambahan secara langsung bagi konsumen, sehingga konsumen bersedia membayar
harga premium. Untuk mendapatkan sertifikasi eco-label dari badan yang berwenang
memerlukan biaya tambahan yang harus dikeluarkan produsen. Jika biaya sertifikasi
masih lebih rendah daripada harga premium, maka produsen masih untung, dan
konsumen yang membeli juga merasa lebih puas.
Lain halnya dengan barang eco-label yang hanya ditujukan untuk segmen sangat
sempit, yaitu konsumen yang peduli lingkungan, akan merugikan produsen karena
jumlah konsumsi akan sangat kecil. Ini akan menyebabkan produsen tidak mendapat
insentif untuk menerapkan proses produksi yang ramah lingkungan. Keadaan ini akan
lebih parah bagi produsen jika struktur pasar produk berada pada kondisi persaingan,
dengan banyaknya konsumen tidak peduli terhadap kelestarian lingkungan dan
kesehatan.
Implikasi bisnis yang dapat dikemukakan dari tinjauan ini adalah bahwa terdapat
peluang bisnis menjanjikan untuk barang-barang konsumsi yang memberi manfaat
langsung kepada konsumen. Harga premium dan elastisitas pendapatan yang tinggi
terhadap barang yang aman, terutama bagi kesehatan konsumen merupakan indikasi
bahwa bisnis produk-produk organik akan dapat mempunyai keunggulan kompetitif.
Meskipun kondisi tersebut di atas terjadi di negara maju, kondisi ini bukanlah suatu
hambatan, mengingat perdagangan bebas – yang menuntut adanya keunggulan, baik
komparatif maupun kompetitif – sudah ada di depan mata.
DAFTAR PUSTAKA
Akgüngör, S.; Miran, B.; Abay, C., 1999. Consumer Willingness to Pay for Reduced
Pesticides Residues in Tomatoes: the Turkish case. Paper presented at Amer.
Agric. Econ. Association Annual Meeting, Tennessee.
Chriest, Nathaniel 2011, Do Eco-labels Effect Consumer Choice? University of Alaska
Anchorage. www.uaa.alaska.edu/.../Nathaniel-Chriest
Feng, X. dan Chern, W. S., 2000. Demand for Healthy Food in the United States. Paper
presented at Amer. Agric. Econ. Association Annual Meeting, Florida.
Henson, S., 1996. Consumer Willingness to Pay for Reduction in the Risk of Food
Poisoning in the UK. Journal of Agricultural Economics, 47 (3): 403-420.
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
20
Mourato, S.; Ozdemiroglu, E. dan Foster, V., 2000. ‘Evaluating Health and
Environmental Impact of Pesticide Use: Implication for the design of ecolabel
and pesticide taxes’. Environmental Science Technology, 34 (8): 1456-1461
Nimon, W. dan Beghin, J., 1998. Are Eco-labels Valuable?: Evidence from the apparel
industry. Paper presented at Amer. Agric. Econ. Association Annual Meeting,
Salt Lake City.
Noblet, Caroline L., Teisl, Mario and Rubin, F. Jonathan 2006. Factors affecting
consumer assessment of eco-labeled vehicles. Transportation Research Part D,
vol. 11: 422–431
Owens, N. N.; Swinton, S. M. dan Ravenswaay, E. O., 1998. Farmer Willingness to Pay
for Herbicide Safety Characteristics. Paper presented at Amer. Agric. Econ.
Association Annual Meeting, Salt Lake City.
Sedjo, R. A. dan Swallow, S. K., 1999. Eco-labeling and the Price Premium. Discussion
Paper 00-04. Resource for the Future, Washington.
Teisl, Mario F.; Roe, Brian and Hicks, Robert L. 2002. Can Eco-labels Tune a Market?
Evidence from Dolphin-Safe Labeling, Journal of Environmental Economics and
Management 43, 339-359.
Thøgersen, John; Haugaard, Pernille and Olesen, Anja (2010) "Consumer responses to
ecolabels", European Journal of Marketing, Vol. 44 Iss: 11/12, pp.1787 – 1810