Upload
hadien
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi dan Gejala Defisiensi Fodor pada Tanaman
Fungsi Fosfor
Fosfor tennasuk hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang
banyak seperti halnya N, K, Co, Mg, dan S. Dalam tanaman P dijumpai dengan
kadar 0,1 - 0,4%, lebih rendah dari kadar N dan K (Tisdale et 0/. 1985). Secara
garis besar, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga bagian
(Marschner 1995). Fnngsi pertama adalab sebagai penynsnn makromolekul. Dua
contoh utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah asam
nukleat (DNA, RNA) dan fosfolipid biomembran. Asam nukleat adalab senyawa
yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada
biomembran P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul
lainnya seperti asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilkolin
(lesitin) yang menjaga intergritas membran. Fnngsi kedua dari P adalab sebagai
unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa
kaya energi yang paling umum adalab ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP
terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahannya akan me1epaskan energi, yang
dikenal dengan proses fosforilasi. A TP merupakan sumber energi untuk hampir
semua proses biologi yang membutuhkan energi. Unsur P juga diperlukan dalam
proses fotosintesis yakni pada fotofosporilasi dan pembentukan ribulosa 1.5-
bifosfat. Fungsi ketiga P adalah sebagai regulator reaksi biokimia melalui
fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai
faktor kunci dalam transduksi sinyal.
Secara agronomis unsur P diketahui berperan dalam percepatan pematangan
biji, kekuatan batang sereal, serta mutu buah, hijauan, dan biji-bijian.
Ketenggangan tanaman terhadap penyakit juga meningkat pada tanaman yang
mendapat cukup P (Tisdale et 0/. 1985). Benih yang dihasilkan dari tanaman
yang mendapat cukup P akan memiliki daya kecambah dan vigor yang tinggi
karena kandungan senyawa phytin yang tinggi (Mengel dan Kirby 1982).
6
Pada tanaman padi P dipedukan dalam perkembangan akar, mempercepat
pemblUlgaan dan pematangan (terutama pada suhu rendah), serta mendorong
pembentukan anakan dan biji (De Datta 1981).
Gejala Defisiensi Fosfor
Gejala khas defisiensi sering sukar terlihat. tidak seperti gejala defisiensi
unsur lainnya seperti K dan Mg. Kekerdilan dan pengurangan jumlab anakan
pada tanaman monokotil atau cabang pada dikotil, daun pendek dan tegak, serta
penundaan pembungaan adalab gejola yang umum pada kebanyakan tanaman
(Rao dan Terry 1989). Penurunan luas dan jumlab daun juga merupakan gejala
defisiensi P akihat tertekannya perkembangan sel epidennis daun (Lynch et al.
1991). Tanarnan yang defisien P juga sering memperlihatkan daun sempit
bewama bijau gelap (Rao dan Terry 1989). Hal ini adalab karena pertambaban
luas daun lebili tertekan dibandingkan pembentukan kloroplas dan klorofil.
Pada tanaman padi defisiensi P mengakibatkan pertumbuban tanarnan yang
kerdil dengan pengurangan jumlab anakan, daun sempit, pendek, kaku dan
bewama bijau kotor. Jumlab daun, malai, dan biji per molai juga berkurang.
Daun muda kelibatan sebat, tetapi daun tua berwarna kecoklatan dan mati. Pada
tanaman yang dapat membentuk antosianin, dapat muncul gejala daun berwama
merah atau ungu. Defisiensi P pada tingkat sedang sukar diamati di lapang
(Dobennann dan Fairhust 2000).
Penyerapan Fosfor
Tanaman menyerap P dari larutao tanah terutama dalam bentuk ortofosfat
primer dan sekunder (H,PO, dan HPol') dan sedikit dalam bentuk senyawa
organik (Tisdale et al 1985). Orthofosfat sekunder lebili dominan pada pH di
alas 7,22, namun tanaman menyerap P ini lebili lambat dibandiug orthophosfat
primer. Bagian tanarnan yaug aktif menyerap P adalab jaringan mnda dekat ujung
akar. Konsentrasi P yang relatif tinggi menumpuk di ujung akar diikuti oleh
akumulasi yang rendab pada bagian pemanjangan, kemudian oleh akumulasi
tinggi kedua pada bagian perkernbangan nunbut akar.
7
Penyempan P oleh tanaman dari tanah adalah penyempan aktif karena
melawan gradien konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Kadar P larutan
tanah di luar sel akar umumnya hanya 111M atau kumng, sedangkan kadar dalarn
sitoplasma adalah 103 sarnpai 10' lebih tinggi. Kedua larutan dengan perbedaan
konsentrasi yang besar ini dipisahkan oleh membran plasma dengan ketebalan
hanya sekitar 8 nm. Untuk membawa 1 mol P ke dalam akar sel dibutuhkan
energi minimal 25-40 kJ, setara dengan energi bebas yang dilepas dari hidrolisis I
mol A TP. Energi dari hidrolisis A TP digunakan lUltuk memompa proton keluar
membran plasma, menciptakan graciien pH antara sitoplasma dan apoplas (dinding
sel). Ion fosfat (anion) akan masuk ke dalam sitopiasma bersama proton
(symport) ataupun OHlanion antiport yang difasilitasi oleh protein khusus
(transporter). Beberapa gen yang menyandi transporter P dan terutama terekspresi
di akar telah berhasil diisolasi (Smith 2000). Ekspresi gen tersebut dipengaruhi
oleh status P tanaman, kekumngan P meningkatkan tmnskripsi tmnsporter di akar.
Berbeda dengan nitrogen, fosfor yang disemp tanaman tidak mengalarni
reduksi, tetapi tetap dalarn bentuk oksidatif tertinggi (Marschner 1995). Setelah
diserap. fosfat dapat tetap sebagai P inorganik atau teresteriftkasi (melalui gugus
hidroksil) dengan mntai karbon (C-O-P) sebagai ester P sederhana (gnla P) atau
terikat dengan P lainnya dengan ikatan pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau
diester (C-P-C).
Pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman terdiri dari dua cara yakni aliran
massa dan difusi (Tisdale et al. 1985). Alimn massa adalah pergemkan ion
mengikuti pergerakan air menuju akar yang teIjadi sebagai akibat transpirasi.
Berdasarkan perhitungan besaran transpirasi dan konsentrasi ion P dalam tanah,
sumbangan aliran massa dalam penyediaan P untuk tanaman dianggap kurang
bemrti. Dengan asumsi kadar ion P tanah (tanpa pemupukan) 0,05 ppm, alimn
massa hanya menyumbang 1 % kebutuhan P tanarnan. Pada tanah yang dipupuk
sumbangan alimn massa dapat lebib tinggi karena pemupukan meningkatkan
konsentrasi ion P. Kadar P larut pada zona reaksi pupuk-tanarnan dapat mencapai
2 sarnpai 14 ppm. Narnun, keadaan ini hanya berlangsung sementam karena
teJjadinya tmnsformasi P yang diberikan.
8
Pergerakan secara difusi merupakan mekanisme pergerakan P menuju akar
yang paling penting. kecuali pada tanah dengan kadar P sangat tinggi. Difusi P
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor tanah yakni kadar air tanah, kapasitas
penyangga P tanah, temperatur, dan bentuk lintasan difusi.
Bentuk dan Keseimbangan Fodor dalam Tanah
Secara garis besar fosfor (P) tanah digolongkan ke dalam P organik dan P
anorganik, tergantlmg pada bentuk senyawanya (Tisdale el al. 1985). Fraksi
organik ditemukan dalam humus dan senyawa organik yang berkaitan atau tidak
berkaitan dengan humus. Tanaman dapat menyerap P organik larot tertentu
seperti asam nukleat dan fitin. Namun, peranan P organik lebih sebagai cadangan
P yang ketersediaannya bagi tanaman tergantung pada proses mineralisasi.
P anorganik terdapat dalam dua bentuk yakni P larutan dan P fase padatan
yang dikatagorikan dalam tiga bentuk (Wijaya -Adi dan Sudjadi 1987). Bentuk
pertama adalah P lahil yakni bentuk yang cepat mengadakan keseimbangan
dengan P larutan. Bentuk kedua adalah P metastabil, yang sedang-Iambat
mengadakan keseimbangan dengan P larutan. Bentuk ketiga yang rnerupakan P
stabil adalah bentuk yang tidak membentuk keseimbangan dengan P larutan.
Reaksi keseimbangan diantara ketiga bentuk tersebut secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut:
I 2 3 P-Iarutan ~ • P-Iabil 4 • P-metastabil 4 • P-stabil
Reaksi I berjalan cepat, reaksi 2 lamba!, dan reaksi 3 amat lambat. Reaksi I
adalah proses erapan, karena itu P lahil disebut P tererap, sedangkan reaksi 2 dan
3 adalah proses fiksasi yang berlangsung lambat. P metastabil dan stabil disebut P
non labil.
Ketersediaan Fosfor pada Tanab Tropis
Tanah tropis berkembang dalam lingkungan dan ekologi yang sangat
bervariasi pada pennukaan tanah sangat tua atau muda, sehingga memiliki sifat
yang sangat beragam (Sanchez cil. Ran el al. 1999). Semua (11) ordo tanah
terdapat di daerah tropis. Seldtar 36% (1,7 milyar ba) memiliki cadangan bara
9
rendah (mengandWlg <10% mineral dapat lapuk dalam fraksi pasir dan debu), dan
23% (1,1 milyar ha) memiliki kapasitas ftksasi tinggi. Fosfor merupakan ham
pembatas utama pada kebanyakan tanab-tanab ini (Uexkull dan Mutert 1995).
Tanab-tanab dengan keterbatasan P di daerab tropis umwnnya (43%)
tergolong pada ordo Oxisols dan Ultisols (Sanchez dan Uehara 1980). Tanab
tanah ordo lainnya, terutama subgrup rodik dan oksik dari Alfisols dan Inceptisols
juga memiliki keterbatasan P karena komposisi minera1nya yang tennasuk
pengerap P tioggi. Oxisols dan Ultisols memilki kapasitas fiksasi P sedang
sampai tinggi karena adanya permukaan yang luas Wltuk sorbsi P akihat tingginya
kandungan amorfus dan mikrokristalin aluminium dan besi oksihidroksida.
Dari berbagai jenis tanah yang terdapat di Indonesia, Oxisols dan Ultisols
merupakan jenis tanah yang dominan, yakni sekitar 36,4% dari luas tanah
(Muljadi dan SoepraptohaIjo 1975). Pemanfaatan tanab-tanab ini Wltuk budidaya
padi sawah menghadapi kendala kekurangan P, sehingga memerlukan pemupukan
P yang cukup tinggi (Roechan dan Sudarman 1982).
Ketenediaan Fosfor pada Tanah Sawah
Pengenangan dapat mengakibatkan peningkatan ketersediaan P tanab
(Sanchez 1976). Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa faktor; (a) reduksi
ferifosfat yang sukar larut menjadi ferofosfat yang lebih mudah larut, (b) lepasnya
P larut pereduksi (reductant soluble/occluded), (c) hidrolisis senyaw. AI-P atau
Fe-P, (d) mineralisasi P organik akibat kenaikan pH, dan (e) peningkatan difusi
fosfat. Desorbsi P dari permukaan liat dan oksida aluminium dan besi, serta
pelepasan fosfat dari aluminium dan besi fosfat oleh anion organik juga
merupakan faktor peningkatan ketersediaan P akibat penggenangan (Patrick dan
Mabapatra 1968).
Peningkatan ketersediaan P umumnya teIjadi pada awal penggenangan
kemudian menurun setelah dua sampai empat minggu akibat presipitasi oleh Fe2+
dan adsorpsi oleh partikelliat dan hidroksida AI (Dobennaon dan Fairhust 2000).
Peningkatan juga tidak terjadi pada semua jenis tanab. Pada tanab Ultisols tidak
terlihat perbedaan P terekstrak Bray-2 antara yang tergenang dan tidak tergenang
(Sanchez 1976). Goswami dan Banerjee (1978) menyimpulkan babwa tidak benar
10
padi sawah tidal< membutuhkan pupuk P. Defisiensi P terdapat secara luas pada
sawah denganjenis tanah Vertisols, Ultisols, dan Oxisols.
Adaptasi Tanaman terhadap Fosfor Rendah
Seleksi alarn untuk adaptasi terhadap masalah tanah adalah suatu proses
yang umum diamati. Hal ini terlihat dari adaDya berbagai ekotipe edaftk dalam
populasi vegetasi alami (Epstein dan Jefferies 1964). Tumbuhan yang adaptif
terhadap kondisi tanah kahat hara memiliki sifat yang lebih baik dalam menyerap
bam, membuat ham lebih tersedia, atau mentranslokasikan hara pada limbung
(sink) yang sesuai (Blum 1988). Karena ito, dalarn konteks praktis dan bukti
fisiologis, ketenggangan terhadap defisiensi ham sebagian besar adalah
merupakan mekanisme penghindaran (avoidance), dimana tanaman yang
tenggang dapat menghindari terjadinya konsentrasi ham yang rendah pada
jaringan. Sebalikoya, ketenggangan adalah kerusakan yang relatif kecil pada
proses fisiologis walaupun jaringan tumbuhan memiliki kandungan ham tertentu
di bawah kadar kritis. Situasi ini jarang ditemui, dan dinyatakan sebagai efisiensi
metabolis atau tenggang.
Seeara wnum adaptasi tanaman ini dicapai melalui mekanisme peningkatan
penyerapao dan peningkatan efisiensi penggunaan (Rao el al. 1999). Peningkatan
penyerapan dicapai melalui perbedaan morfologi (pertumbuhan dan distribusi,
diameter, rambut akar) dan fisiologi akar (system penyerapan dan mobilisasi P
pada rizosfir), sedangkan efisiensi pengunaan dicapai melalui partisi (mobilisasi)
P dalam tanaman dan efisiensi penggunaan pada level selular.
Peningkatan Penyerapan Fosfor
Peningkatan serapan hara per tanamao dapat dicapai dengao (a) peningkatan
sistem perakaran yang dapat meningkatkao kontak dengan suatu hara, terutama
hara yang kurang mobil seperti P; (b) peningkatan serapao per unit akar dengan
meningkatkao kinetika serapao; dan/atau ( c) kemampuan untuk menggunakan
bentuk-bentuk hara yang relatif tidal< atau kunmg tersedia bagi tanaman seperti P
anorganik tidal< larut (Caradus \990).
II
Morfologi akar. Berdasarkan pemodelan yang dikembangkan oleh
Silberbush dan Barber (1983), peningkatan penyerapan P paling dipengarnhi oleh
peningkatan luas permukaan dibanding perubahan peubah akar lainnya. Genotipe
Phaseo/us vulgaris yang tumbuh baik pada kondisi P rendah memiliki perakaran
dua kali lipat dibanding perakaran genotipe kurang adaptif (Gabelman 1976).
Pada kacang gude (Cajanus cajanJ. Subbarao el al. (1997) melaporkan korelasi
positif antam hobot kering akar dengan serapan P tanaman. Pentingnya luas
pennukaan akar dalam penyerapan P ditunjukkan oleh lebih tingginya efisiensi
penyerapan akar pada genotipe terigu dengan panjang akar spesifik (panjang akar
per unit berat akar) yang tinggi (Settlemacher el al. cil. Rao 19%). intersepsi
tanab oleh akar meningkat dengan semakin halusnya akar. Sifat inilab yang
membuat rerumputan pereniallebih adaptif dibanding tanaman annual.
Rambut akar juga berperan dalam penyerapan P. Penyerapan per unit
panjang akar meningkat dengan pembentukan rambut akar. Hal ini ada1ab karena
rambut akar meningkatkan area pennukaan akar sehingga volume ekplorasi tanah
per panjang akar meningkat (Junk dan Claassen cil. Rao 1999). Perakaran
tanaman memiliki sifat plastisitas terhadap ketersediaan P. Hackett cit. Blum
(1988) mengamati pembentukan akar yang ekstensif pada genotipe harley
tenggang sebagai akibat defisiensi P. Panjang dan kerapatan rambut akar
Brassica napus meningkat pada kondisi defisien P (Foshe dan Junk 1993).
Pada tanarnan padi pembentukan rambut akar sangat dipengaruhi oleh
tingkungan pertumbuhan (Yoshida 1981). Kondisi aerobik seperti pada
pertanaman padi gogo mendorong pembentukan rambut akar, sedangkan kondisi
an aerobik seperti padi sawah menekan pembentukan rambut akar.
Di samping modifIkasi peubah akar, perluasan permukaan perakaran dapat
juga dicapai dengan adanya asosiasi tanaman dengan mikoriza. Tanaman ubikayu
dengan system perakaran yang kurang baik (percabangan kurang banyak,
diameter besar) haradaptasi baik pada tanab rendab P karena adanya asosiasi
dengan mikoriza (Howeler dan Sieverding 1987). Asosiasi tanaman sorghum
dengan mikoriza juga terbukti dapat menittgkatkan pertumbuhan pada tanab
rendab P (Raju el al. 1990).
12
Fisiologi Akar. Perubahan fisiologi tanaman seperti peningkatan daya
serap akar juga merupakan mekanisme ketenggangan tanaman terhadap
terbatasnya suplai P, seperti diperlibatkan oleh tanaman jagung dan kedelai (Junk
ef ai, 1990), Pada kedua tanaman ini terlihat peningkatan daya serap akar
maksimum akihat penurunan kadar P tanaman pada kondisi P rendah pada
medium pertumbuhan. Peningkatan daya serap maximum (2-4 kali) pada kondisi
P rendah juga ditemui McPbarlin dan Bieleski (1987) pada tumbuhan Spirodela
dan Lemma, tanpa peningkatan afinitas transporter (penurunan Km). Nielsen dan
Schjoning (1983) mendapatkan variasi kinetik serapan P akar pada genotipe
barley, dan kesesuaian serapan P tanaman di lapang dengan serapan berdasarkan
dugaan menggunakan peubah kinetik: serapan (I max, Km. Cmin). Berdasarkan hal
ini dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penyerapan P tanah dengan
memilih danlatau mengembangkan genotipe yang memiliki K.n danlatau e rnin
rendah danlatau Imax tinggi.
Eksudasi asam organik (malat, sitrat, oksalat) adalah mekanisme lain
tanaman untuk meningkatkan ketersediaan P dari tanah. Hoffland ef al. (1989)
menemukan peningkatan eksudasi malat dan sitrat pada Brassica napus. Pada
Medicago sativa terlihat peningkatan eksudasi sitrat hampir dua kali lipat pada
kondisi kurang P (Lipton ef al. 1987). Asam organik dapat meningkatkan
ketersediaan P melalui mekanisme pelarutan senyawa P sukar larut (AI-P, Fe-P)
dengan penurunan pH atau desorbsi P dari tapak jerapan dengan pertukaran anion
(Gerke cit. Crowley dan Rengel 2000). Anion dari asarn organik dapat
membentuk kompleks dengan Al atau Fe sehingga dapat melepaskan ion fosfat
(Jones dan Darrah 1994) atau mencegah ion fosfat bereaksi dengan ion Al atau Fe
(Bar-Yosefl991).
Kemampuan mobiJisasi P oleh berbagai asam organik tidak sarna Asam
sitrat diikuti oksalat memiliki kamampuan mobilisasi tinggi, malat dan tartarat
sedang, asetat dan suksinat rendah. Kemarnpuan ini berkaitan dengan stabilitas
kompleks anion asam organik dengan ion AI atau Fe dengan urutan
sitrat>malat>aspartat (Bar-Y osef 1991).
Peningkatan eksudasi asarn organik (sitrat) pada kondisi P rendah adalah
karena terjadinya modifikasi metabolisme karbohidrat yakni peningkatan aktivitas
13
sitrat sintase mitokondria yang mengakibatkan peningkatan produksi sitmt yang
kemudian dieksresikan (Takita et al. 1999). Koyama et aJ. (2000) telah berhasil
mengisolasi gen penyandi sitrat sintase mitokondria (CS) tanaman wortel dan
mengintroduksikannya pada Arabidopsis (ha/iana. Tumbuhan A. thaliana
transgenik memperlibatkao overekspresi CS pada tanah dengan ketersediaan P
rendah dan pertumbuhan lebih baik dibanding tumbuhan asal (non transgenik).
Eksudasi asam organik (dan senyawa karbon lainnya) tidak banya
berpengaruh langsung terbadap peningkatan ketersediaan barn bagi tanaman,
tetapi memiliki pengaruh tidak langsung melalui pertumbuhan mikroorganisme
tanah karena senyawa-senyawa tersebut merupakan substrat bagi pertumbuhan
mikroorganisme tanah. Menurut Lynch dan Whipps (1990) jumlah karbon yang
dilepas tumbuhan ke rizosfir dapat mencapai 30-60% dari karbon yang diasimilasi
tumbuhan. Peningkstan pertumbuhan mikroorganisme dapat mempengaruhi pH
dan redoles tanah, serta mineralisasi bahan organik. Selanjutny~ mikroorganisme
dapat meningkstkao eksudasi akar melalui pelepasan zat pengatur tumbuh yang
dapat meningkstkao pertumbuhan akar (Arshad dan Frankerberger cit. Crowley
dan Rengel 2000).
Di samping peningkatan eksudasi asam organik yang clapat memobilisasi P
anorganik, beberapa tumbuhan juga meningkatkan ekskresi enzim fosfatase
(Ozawa et al. 1995) atau fitase (Li et aJ. 1997) yang dapat melarutkan P organik
sebinga lebih tersedia untuk tumbuhan.
Peningkatan EflSiensi Penggunsan
Efisiensi Penggunaan. Definisi efisiensi penggunaan hara pada tanaman
sangat banyak dan bervariasi. Gerloff (1976) mendefinisikan efisiensi penggunaan
barn sebagai mg bobot kering tumbuhan yang dibasilkan per mg barn yang diserap
tanaman, dan disebut dengan nisbah efisiensi. Definisi ini memungkinkan
pernbandingan efisiensi penggunaan barn diantara strain dalam spesies dan
terutama diantara spesies. Definisi ini umum digunakan untuk menggambarkan
efisiensi internal tumbuhan, dan masih banyak digunakan. Namun, Caradus
(1990) menyatakan bahwa definisi ini tidak sesuai untuk menggambatkan
efisiensi P tumbuhan karena banya merupakan keballkan saja dari kadar
14
(konsentrasi) P, dan dipengaruhi oleb banyak faktor di luar tumbnhan, Barrow
(cit. Caradus 1990) mengemukakan bahwa definisi ini memiliki kelemahan jika
digunakan dalam seleksi. Dengan definisi ini, genotipe dengan kadar hara rendah
dinyatakan sebagai pengguna efisien, namun boleh jadi sebenarnya kadar ham
rendah tersebut hanyalah karena ketidak efisienan dalam menyerap ham.
Berdasarkan hal ini maka dikemukakan definisi efisiensi penggunaan hara sebagai
pertumbnhan per unit konsentrasi ham dalam tumbnhan. Siddiqi dan Glass
(Glass 1990) juga mengemukakan babwa basil (bobot kering) per unit konsentrasi
hara dalam tanaman sebagai kriteria seleksi untuk efisiensi penggunaan ham.
Indeks ini tidak hanya mengukur penggunaan ham internal, tetapi juga
memasukkan pengarnh perbedaan penyerapan.
Caradus (1990) mengelompokkan efisiensi hara, terutama untuk ham P, ke
dalam riga katagori besar yakni; (a) memberikan basil yang lebili besar pada P
tanah yang rendab, (b) memberi basil lebib besar per jumlab P yang diserap
diistilahkan dengan efisiensi penggunaan atau nisbab penggunaan, dan (c)
memberi hasil lebih besar per unit P yang diberikan atau tersedia. Pengelompokan
yang berbeda untuk efisiensi P dikemukakan oleb Wilson (cit. Blair 1993) yakni;
(a) Efisiensi penyerapan, (b) efisiensi inkorporasi, dan (c) efisiensi penggunaan.
Beberapa variable untuk menduga efisiensi berdasarkan pengelompokan Wilson
ini disimpulkan oleb Blair 1993); (a) efisiensi penyerapan; serapan atau laju
serapan per unit panjang atau berat akar, V rnax, Km, dan Cmin • (b) efisiensi
iukorporasi; bobot kering tajuk per unit P dalam tajuk, nisbah penggunaan, dan
kadar P pada kondisi defisien, (c) efisiensi penggunaan; bobot kering tajuk per
unit P yang diberikan, hobot kering tajuk per unit total serapan,. bobot kering
tajuk pada kadar P sarna, bobot kering tanaman per unit serapan, dan nilai kritis
konsentrasi P.
Mekanisme Peningkatan EflSiensi Penggunaan. Beberapa mekanisme
yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan P pada tumbnhan telab
dilaporkan. Secara garis besar, efisiensi penggunaan P dapat meningkat melalui
mekanisme partisi P di dalam tumbuhan dan efisiensi penggunaan pada level
se1ular (Rao e/ aI. 1999). Partisi P dalam tumbnhan terdiri dari remobilisasi
15
dalam tumbuhan dan kadar P pada organ yang dipanen. Efisiensi pada level
selular terdiri atas kompartementasi P intraselular dan kebutuhan metabolis P.
Remobilisasi P daJam tumbuhan merupakan salah satu mekanisme yang
penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan P. Fosfor dari organ atau
jaringan yang kurang atau tidak aktif dimobilisasi ke jaringan atau organ yang
aktif sehingga P yang telab diserap tumbuhan dapa! digunakan kembali dalam
proses fisiologi. Salah satu contoh remohilisasi P yang penting adalah mobilisasi
P dan daun yang menua (senescing) ke titik tumbuh (Chapin dan Kedrowski
1983). Kadar P rendah pada organ yang dipanen dapat dianggap meningkatkan
efisiensi (agronomis) penggunaan P karena mengurangi kebutuhan P untuk
menghasilkan satuan produksi ataupun mengurangi jumlah P yang dibawa ke luar
sistem produksi. Penurunan laju kematian daun juga dapat meningkatkan
efisiensi penggunaan P, karena dengan ini P dapa! digunakan lebih lama (Caradus
1990).
Translokasi ham yang diserap dari akar ke tajuk juga menentukan efisiensi
penggunaan P. Penyerapan ham yang tinggi belurn teotu memecahkan masalah
defisiensi p. tergantung pada apakah penyerapan yang tinggi tersebut disertai oleh
translokasi ke tajuk. Pada Arabidopsis thaliana tipe liar misalnya ditemukan
bahwa penyerapan yang tinggi tidak disertai oleh translokasi yang tinggi. Hanya
35% dari P yang diserap ditranslokasikan ke tajuk, dibandingkan 90% pada tipe
mutannya Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan dan translokasi ke
tajuk diatur oleh mekanisme terpisah yang dikendalikan secara genetik (Poirer et
al. 1991).
Kompartementasi P intraselular juga dapat mempengaruhi efisiensi
penggunaan P tumbuhan. Penelitian Mimura et al. (1996) menunjukkan babwa
terjadi pergerakan P dari vakuola ke sitoplasma pada kondisi defisien P. Adanya
pergerakan ini memungkinkan kadar P dalam sitoplasma dapat dipertahankan,
sehingga proses fisiologis tetap betjalan nonna1. Proporsi fraksi P anorganik
yang lebib rendah pada perlakuan P rendah dibanding perlakuan P tinggi pada
tanaman padi (Swasti 2004) mengindikasikan adanya transfer P (anorganik) dan
vakuola dan digunakan untuk sisntesis bahan organik.
16
Efisiensi metabolis adalah salah satu mekanisme adaptasi yang
dikemukakan oleh Gerloff dan Gabelman (Blum 1988). Indikasi adanya
metabolisme yang efisien adalah produksi bahan kering yang lebih tinggi pada
konsentrasi ham reDdall. Bukti adanya metabolisme yang efisien P dikemukakan
oleh Murley et al. (1998). Beberapa tanaman yang dapat bertenggang pada
kondisi P rendah menunjukkan aktivitas PFP (Pyrophosphat-dependent phospho
fruktokinase) yang tinggi. Enzim ini mengkatalisis reaksi yang memotong reaksi
ATP-dependent fruktokinase (PFK). Modifikasi ini dapat mendaur ulang Pi dan
menghemat penggunaan ATP (Murley et al. 1998).
Ketenggangan dan Efisiensi. Ketenggangan terhadap stress ham rendah
adalah kemampuan tanaman untuk mempertahaukan hasil pada kondisi hara
terbatas (Caradus 1990). Sifat tenggang ini tidak dapat dipisahkan dengan
efisiensi seperti terlihat pada mekanisme yang mendasarinya (Rao et al. 1999).
Namun, ketenggangan lebih menggambarkan dinamika atau respon tanaman
terhadap perobahao lingkungan (polle dan Konzak 1990) dan mengambarkan
kemampuan adaptasi (Wissua dan Ae 2001). Wissua dan Ae (2001)
menggunakan nilai serapan yang tinggi pada kondisi minus P yang disertai nilai
relatif terhadap kondisi plus P yang tinggi sebagai kriteria tanaroan padi yang
tenggang defisien harn P.
Keragaman dan Genetik Ketenggangan Padi terbadap Fosfor Rendah
Variasi antar varietas dalam penyerapan P, pertumbuhan, dan basil tanaman
padi pada tanah delisien P te1ah lama dilaporkan (Yoshida 1981). Fageria et al.
(1988) mendapatkan variasi antar varietas yang signifikan pada tinggi tanaman,
jumlah anakan, konsentrasi P pada tajuk. berat kering akar, konsentrasi P tajuk,
sempan P akar. dan nisbah efisiensi P tajuk pada kondisi cukup dan kahat P.
Bohot kering tajuk dan hohot kering akar disusul jurnlah anakan merupakan
peubah pertumbuhan yang paling sensitif terbadap delisiensi P sehingga
disaraukao sebagai kriteria penyaringan. IRRI (1996) menggunakan jurnlah
anakan relatif sebagai kriteria evaluasi ketenggangan padi tehadap defisiensi P.
Menggunakan kriteria jurnlah anakan relatif, Chaubey et al. (1994)
mendaparkan bahwa sifat tenggang tanaman padi terhadap P rendah dikendalikan
17
oleh efek gen aditif dan dominan dengan heritabilitas dalam arti sempit bemilai
sedang (0,50). Swasti (2004) mend'p.tkan pengaruh gen-gen aditif, dominan,
serta interaksinya terhadap sifat efisien P pada padi dalam keadaan tercekam
aluminium, dengan nilai heritabilitas dalam arti sempit yang kecil. Wissua dan
Ae (200 I) mengidentifikasi emp.t lokus kuantitatif yang mengendalikan serapan
P padi pada tanah kurang P, dengan satu lokus utama yang terpaut dengan gen
penanda pada kromosom 12.
Kompilasi hasil penelitian terhadap genetik ketenggangan tumbuhan atau
tanaman terhadap P rendah menunjukkan bahwa sifat ini dikendalikan gen secara
kuantitatif (Blum 1988). Hal ini dapat dimengerti karen. ketenggangan terhadap
P rendah berhubungan dengan karakter kuantitatif yakni pertumbuhan akar.
Pernanfaatan sifat ketenggangan defisiensi P dalam pemuliaan padi juga
telah menunjukkan basil. Wisuw. dan Ae (200\), melalui seleksi yang dibantu
penand. molekular yang terpaut lokus kuantitatif penyerapan P yang tinggi pada
tanah defisien P, mendapatkan peningkstan penyerapan P sebesar 170% dan basil
sebesar 250% pada varietas Nipponbare pada kondisi defisien P dengan
memanfaatkan sifat tenggang defisiensi P dari kultivar Kasalath.