Upload
others
View
28
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ADAB GURU TERHADAP MURID
MENURUT KH. HASYIM ASY‟ARI DALAM KITAB ADAB
AL-„ALIM WA AL-MUTA‟ALIM
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Disusun oleh :
MUHAMMAD SYAHRIL MUKIB
NIM 11114056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
ii
iii
ADAB GURU TERHADAP MURID
MENURUT KH. HASYIM ASY‟ARI DALAM KITAB ADAB
AL-„ALIM WA AL-MUTA‟ALIM
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Disusun oleh :
MUHAMMAD SYAHRIL MUKIB
NIM 11114056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
iv
v
vi
vii
MOTTO
(..… ُ ٱلهِذيَن َءاَمنُو۟ا ِمنُكْم َوٱلهِذيَن أُوتُو۟ا ٱْلع ت لْ يَْزفَعِ ٱَّللهَم َدَرَجَٰ … )
― …Niscaya Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu… ― (Q.s. Al-Mujadillah 58:11)
viii
PERSEMBAHAN
Karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Bapak dan ibu ku (Maskur dan Khotimah) yang sangat aku sayangi, yang
sabar memberikan motivasi, doa, dan mengorbankan jiwa, raga maupun
materiil dalam pendidikan yang telah saya tempuh.
2. Mbak Siti Muslimah dan mas Manakib, tak lupa adek saya Ita Zuliana
Putri.
3. Al-Mukarram romo Alm. KH. Ishaq Ahmad pengasuh PP. Roudhotul
Muttaqin Mranggen Demak.
4. Murobbi ruhina romo K. Roikhuddin Mahbub wa Zaujatihi bu nyai
Niswah wa ahli baitihi.
5. Semua teman-teman PP. Ittihadul Asna Klumpit Salatiga.
6. Bu Widyawati Lestari yang memberikan semangat untuk mengerjakan
skripsi ini.
ix
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah yang merajai semesta alam, atas rahmat, taufiq
serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, sanak saudara dan para
sahabat yang telah menunjukkan jalan yang benar dengan perantara Islam.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi kewajiban sebagai syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini, serta penghargaan
setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof.Dr. Zakiyyudin M.Ag selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Ibu Dra.Siti Asdiqoh, M. Si selaku Ketua Prodi PAI IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Bapak Alm. Prof. Dr. H. M. Zulfa, M.Ag Selaku Pembimbing
Akademik.
6. Bapak ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membagikan ilmunya
kepada penulis.
x
Dalam penulisan ini apabila banyak kekurangan dan kesalahan, itu semua
karena keterbatasan kemampuan penulis, untuk itu kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Akhirnya penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini memberikan
manfaat khususnya kepada diri saya pribadi dan kepada semua pembaca pada
umumnya.
Salatiga, 02 Maret 2020
Penulis
Muhammad Syahril Mukib
NIM.111-14-056
xi
ABSTRAK
Mukib, Muhammad Syahril.2020. Adab Guru terhadap Murid menurut
KH Hasyim Asy‟ari dalam Kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Ulfah
Susilawati,M.SI.
.
Kata kunci: Adab Guru terhadap Murid dan Kitab Adab al-„Alim wa
al-Muta‟allim
Penelitian ini tentang Adab Guru terhadap Murid menurut KH Hasyim
Asy‘ari dalam Kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim. Tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji adab guru terhadap
murid menurut KH. Hasyim Asy‘ari dalam kitab beliau (Adab al-„Alim wa
al-Muta‟allim). Pertanyaan yang ingin di jawab melalui penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana adab guru terhadap murid menurut KH. Hasyim Asy‘ari dalam kitab
Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim? 2. Bagaimana relevansi kitab Adab al-„Alim wa
al-Muta‟allim dengan adab guru terhadap murid di Indonesia.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan jenis
penelitian Library Reseach/ study pustaka yang dilakukan dengan mencari dan
menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan. Dengan metode library
reseach dan literatur lain dari sumber data primer berupa kitab Adab al-„Alim wa
al-Muta‟allim karya KH. Hasyim Asy‘ari dan analisis data yang dilakukan yaitu:
metode deduktif yang dilakukan dengan menganalisis bab III deskripsi anatomi
naskah, kemudian menganalisis bab IV tentang adab guru terhadap murid menurut
KH. Hasyim Asy‘ari dalam kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim dan digunakan
relevansi adab guru terhadap murid dengan pendidikan yang ada di Indonesia.
Hasil penelitian bahwa 1.) adab guru terhadap murid menurut KH. Hasyim
Asy‘ari dalam kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim yaitu, (a) mencari ridho
Allah SWT (b) sabar (c) mendekatkan murid pada hal terpuji (d) menggunakan
bahasa yang mudah di mengerti (e) semangat mengajar (f) meminta murid taqrar
(g) menasihati murid agar tidak terlalu keras belajar (h) tidak diskriminasi (i)
ramah (j) mengajarkan interaksi sosial (k) mewujudkan kebaikan murid (l)
perhatian murid yang absen (m) menggunakan bahasa yang baik (n) tawadhuk /
rendah hati . 2.) paparan pendidikan etika atau adab dalam kitab Adab al-„Alim wa
al-Muta‟allim sangat relevan dengan pendidikan yang ada di Indonesia yaitu
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ............................................................................. ii
HALAMAN JUDUL .................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................ v
DEKLARASI ............................................................................................... vi
MOTTO ....................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
ABSTRAKS ................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
xiii
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
E. Kajian Pustaka .................................................................................. 8
F. Metode Penelitian ............................................................................. 10
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13
BAB II : BIOGRAFI NASKAH
A. Riwayat Hidup ................................................................................... 14
B. Nasab .................................................................................................. 15
C. Sistematika Penulisan Kitab ............................................................... 16
D. Pendidikan ........................................................................................ 17
E. Karomah ........................................................................................... 19
F. Karya-karya ...................................................................................... 20
G. Nasionalisme .................................................................................... 21
H. Silsilah Guru .................................................................................... 23
I. Murid ................................................................................................ 24
J. Wafat .............................................................................................. 25
BAB III : DESKRIPSI ANATOMI KITAB ADAB AL-„ALIM WA
AL-MUTA‟ALLIM
A. Adab ................................................................................................. 30
B. Guru ................................................................................................... 35
C. Gambaran kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim ............................ 36
BAB IV : PEMBAHASAN
xiv
A. Analisis Adab guru terhadap murid menurut KH. Hasyim Asy‘ari
dalam Kitab Adab al-„Alim wa al-Mita‟allim .................................. 61
B. Relevansi Adab guru terhadap murid menurut KH. Hasyim Asy‘ari
dalam Kitab Adab al-„Alim wa al-Mita‟allim dengan Pendidikan di
Indonesia .......................................................................................... 78
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 82
B. Saran ................................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus
berubah, berbicara pendidikan di negeri ini memang tidak ada habisnya.
Ada banyak hal yang masih harus di benahi dari kondisi pendidikan yang
ada saat ini, mulai dari masalah birokrasi pendidikan yang masih
tumpang tindih, sampai dengan masalah internal pendidikan itu sendiri,
yakni pada proses belajar mengajar yang masih harus di perbaiki metode
dan sistemnya.
Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan
pembentukan diri secara utuh. Yaitu pengembangan segenap potensi
dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai individu,
sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Di dalam
pendidikan terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di
dalam hubungan itu, mereka memiliki kedudukan dan perasaan yang
berbeda. Komponen-komponen pendidikan yaitu meliputi tujuan, murid,
guru atau pendidik, alat, dan lingkungan. Yang paling berperan penting
dalam pendidikan guru atau pendidik.
Dan guru harus memiliki adab atau perilaku yang baik sebagaimana
pepatah jawa “guru kencing berdiri murid kencing berlari‟‟ makna
2
umum dari pepatah jawa ini adalah bahwa anakbelajar dan mencontoh
perilaku gurunya, kemudian dengan kreatifitasnya sendiri, anak akan
mengembangkan apa yang dicontohkan oleh gurunya, pepatah ini
menyadarkan guru, bahwa seluruh kepribadiannya, baik perkataan, sikap,
atau tindakan, senantiasa menjadi perhatian murid. Artinya kegiatan
belajar mengajar bukan hanya di dalam kelas saat anak menghabiskan
materi yang ada di dalam buku pelajaran, melainkan di semua tempat.
Pendidik di dalam Al-Qur‘an dan al-Sunah yang merupakan
landasan utama dalam pendekatan normatif dan perenealis dapat diketahui
tentang adanya sejumlah istilah yang mengacu pada guru atau pendidik.
Istilah tersebut antara lain al-Murabbi, al-muallim, al-muaddib, dan
sebagainya.
Selanjutnya yang di sampaikan oleh (Abuddin Nata, 2010:69-70)
istilah al-murabbi mulai digunakan para ahli pendidikan pada awal abad
ke-20 dan mengacu pada suatu kegiatan menumbuhkan, mengarahkan,
membimbing, dan mengayomi. Istilah ini digunakan dalam pendidikan
dengan arti menumbuhkan bakat, minat, motivasi, dan kecenderungan
peserta didik untuk selanjutnya diarahkan pada tujuan yang ingin dicapai,
kemudian dibimbing dengan penuh kasih sayang dan bijaksana, serta
dinaungi dan dijaga dari kemungkinan datangnya berbagai gangguan yang
menghambat terlaksananya proses arahan dan bimbingan tersebut. Sebagai
al-murabbi pendidik bertindak dengan prinsip ing ngarso tung tulodo,
yakni terkadang berada di depan siswa dengan memberi contoh, ing madya
3
mangun karso, yakni terkadang berada di tengah sambil bergaul dan
memberi motivasi dan doronganyang baik,dan tut wuri handayani, yakni
terkadang berada di belakang, yakni melakukan pengamatan dan supervise
atas berbagai aktivitas belajar yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian,
istilah al-murabbi ini telah menggambarkan sebuah model guru yang
mencoba memadukan antara aktivitas para siswa dan para guru secara
proporsional.
Istilah al-muallim digunakan untuk kegiatan memberikan
pengajaran, pengayaan dan wawasan yang diarahkan kepada mengubah
sikap dan mindset (pola pikir), menujupada perubahan perbuatan dan cara
kerja. Istilah ini terkait erat dengan aspek pengajaran yang bertumpu pada
pengembangan aspek kognitif manusia, yaitu dari mulai mengetahui,
memahami, membedakan, membandingkan, menganalisis dan
menyimpulkan. Istilah ini dalam Al-qur‘an dapat dijumpai pada ayat yang
artinya: ―Sebagaimana kami mengutus kepadamu Rasul diantara kamu
yang membcakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepada mu al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.” (Q.s 02:15). Istilah al-muallim
termasuk yang banyak digunakan di Indonesia dengan titik tekan pada
seorang guru agama Islam atau seorang yang menjadi pemimipin
keagamaan spiritual di masyarakat.
Istilah al-mu‟addib secara harfiah adalah orang yang memiliki akhlak
dan sopan santun, dan secara lebih luas adalah orang yang terdidik dan
4
perbudaya sehingga ia memiliki hak moral dan daya dorong untuk
memperbaiki masyarakat. Sebagai al-muaddib seorang guru adalah
mereka yang menampilkan citra diri yang ideal, contoh dan teladan yang
baik bagi para muridnya. Istilah ini dijumpai dalam hadits Rasulullah
SAW. Yang artinya “Tuhanku telah mendidikku (memperbaiki akhlakku),
maka perbaguslah didikan (akhlak)ku ini.” Dalam sejarah istilah
al-muaddib digunakan untuk jabatan guru yang mengajar para calon raja
atau putra mahkota di istana. Al-muaddib adalah guru istana dengan tugas
menyiapkan calon pemimpin bangsa. Pendidikan yang diberikan antara
lain tentang sastra, cara berpidato, sejarah orang-orang sukses dan teladan,
serta berbagai ketrampilan fisik seperti memanah dan menunggang kuda.
Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan,
berijazah, profesional, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan kepribadian luhur, bertanggung jawab dan berjiwa
sosial (Jamal makmur Asmani, 2015: 32).
Guru merupakan spiritual father (bapak ruhani) bagi muridnya yang
senantiasa memberi santapan jiwa dengan ilmunya (Suharto, 2006: 120)
untuk itu guru dan murid seyogyanya beretika yang baik dan dan
berakhlak mulya, baik kepada dirinya sendiri, teman sejawat, dan
murid-muridnya.
Hubungan guru dengan murid di dalam proses belajar mengajar
merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimana baiknya bahan
5
pelajaran yang diberikan, bagaimana sempurnanya metode yang
dipergunakan, namun jika hubungan guru dengan murid merupakan
hubungan yang tidak harmonis, maka dapat menciptakan keluaran yang
tidak diinginkan. Guru dan anak didik adalah ―Dwi Tunggal‖. oleh
karena itu dalam benak guru hanya ada satu kiat bagaimana mendidik
anak agar menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Posisi guru dan
anak didik boleh berbeda, akan tetapi keduanya tetap seiring dan
setujuan.
Guru harus memilih dan memilah kapan saatnya berempati kepada
anak didik, kapan saatnya kritis, kapan saatnya menerima,dan kapan
saatnya menolak. Menurut pepatah jawa guru (di gugu lan di tiru), guru
tidak hanya sebagai pentransfer ilmu, akan tetapi juga sebagai pengajar
etika yang berperan sebagai suri tauladan. Konsep orang jawa bahwa
guru adalah orang yang di gugu dan ditiru, artinya guru adalah orang
yang dihormati dan menjadi tauladan bagi muridnya. Maka guru harus
mengisi kepribadiannya dengan akhlakul karimah.Yang Maha Esa dan
kepribadian luhur, bertanggung jawab dan berjiwa sosial.
K.H Hasyim Asy‘ari lahir pada tanggal 14 Februari 1871 di Jombang
Jawa Timur. Beliau berjasa besar dalam mendirikan organisasi terbesar di
Indonesia yaitu Nahdhotul Ulama (NU) yang didirikan pada tanggal 31
Januari 1926 (Hasbullah, 2009: 272). K.H Hasyim Asy‘ari adalah sosok
ilmuan pendidikan yang tidak hanya berjuang melalui pendidikan, tetapi
juga mengembangkan pendidikan sebagai unsur penting dalam melawan
6
kolonilisme. Tidak sekedar mengajar para murid di lembaga formal,
namun juga menghasilkan puluhan karya bagi pengembangan dunia
pendidikan Islam.
Beranjak dari pemaparan di atas, maka penulis tertarik
mengangkatnya dalam penelitian kepustakaan dengan judul tentang
“ADAB GURU TERHADAP MURID MENURUT KH HASYIM
ASY‟ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA
AL-MUTA‟ALLIM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka rumusan masalah
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana adab guru terhadap murid menurut K.H Hasyim Asy‘ari
dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟allim?
2. Bagaimana relevansi adab guru terhadap murid dalam pendidikan di
Indonesia dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟allim?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk menjelaskan adab guru terhadap murid menurut K.H hasyim
Asy‘ari dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟allim
7
2. Untuk mengetahui relevansi adab guru terhadap murid dalam
pendidikan di Indonesia dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟allim
D. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingi dicapai oleh penulis dalam
penulisan skripsi ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
bagi para akademis khususnya penulis untuk mengetahui lebih
lanjut tentang adab guru terhadap murid dalam pendidikan di
kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟alim. Dengan ini dapat
memperluas kepustakaan yang dapat menjadi referensi
penelitian selanjutnya.
b. Untuk memberikan wawasan bagi penulis dan bagi pembaca
pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Agar dapat memberikan gambaran pada guru betapa sangat
pentingnya adab terhadap murid.
b. Memberikan pengetahuan tentang adab guru terhadap murid di
dalam pendidikan.
c. Bahan acuan bagi guru agar memiliki adab dalam pendidikan.
8
E. Kajian Pustaka
Dengan adanya kajian pustaka, diharapkan bisa dijadikan sebagai
perbandingan terhadap penelitian yang telah ada baik mengenai
kekurangan atau kelebihan dalam penelitian sebelumnya. Di samping itu,
kajian pustaka juga mempunyai andil besar dalam rangka mendapat suatu
informasi yang ada kaitan dengan teori-teori yang digunakan sebagai
landasan karya ilmiah.
Sebelum peneliti memperlebar pembahasan tentang adab guru
terhadap murid menurut K.H Hasyim Asy‘ari dalam kitab adab al-„Alim
wa al-Muta‟allim, maka peneliti mencoba mengkaji literatur yang
berkaitan dengan tema pembahasan untuk dijadikan sebagai
perbandingan dan acuan dalam penulisan.
Pertama, buku karya Drs.Lathifull khuluq, M.A. yang berjudul
―Fajar Kebangunan Ulama; Biografi K.H. Hasyim Asy‘ari ‖. buku
tersebut mengkaji pemikiran agama dan aktivitas politik K.H Hasyim
Asy‘ari, mengingat usaha-usaha besar beliau, membahas kehidupan, latar
belakang pendidikan dan lingkungan pesantren beliau untuk memahami
karir dan kejadian-kejadian yang mengilhami beliau. Sedangkan
penelitian ini hanya khusus pada adab guru terhadap murid dalam kitab
adab al-„Alim wa al- Muta‟allim.
Kedua, Skripsi dengan judul ―Konsep Pendidikan Akhlak Ustadz dan
Santri Menurut K.H Hasyim Asy‘ari dalam kitab adab al-„Alim wa al-
9
Muta‟allim ‖ karya Abdul Shomad. Skripsi yang diajukan untuk
memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1) progam studi PAI pada Sekolah Tinggi Agama Islam
Walisembilan (SETIA WS) Semarang pada tahun 2012 tersebut khusus
membahas pendidikan akhlak pendidik dan peserta didik yang tertuang
dalam kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟allim serta memberikan beberapa
simpulan tentang tugas dan tanggung jawab ustadz sebagai pendidik serta
tugas dan tanggung jawab santri sebagai peserta didik.
Ketiga, Skripsi karya Muhammad Ilzam Syah Almutaqi yang
berjudul ―Konsep Pendidikan Akhlak menurut K.H. Hasyim Asy‘ari
dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟allim ‖ yang diajukan di Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tahun 2013. Dalam
skripsi tersebut, membahas tentang sistematika penulisan kitab Adab
al-„Alim wa al-Muta‟allim, konsep pendidikan akhlak menurut K.H.
Hasyim Asy‘ari dan implikasi pendidikan akhlak menurut K.H. Hasyim
Asy‘ari dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, Skripsi karya Ani Hayatul Mukhlisoh dengan judul
―Akhlak guru menurut KH Hasyim Asy‘ari (Kajian Terhadap Kitab Adab
„Alim wa Muta‟allim)‖ dalam skripsi penelitian ini KH Hasyim ‗Asy‘ari
menyebutkan ada tiga macam akhlak yang harus dipedomani oleh guru
yakni akhlak guru terhadap dirinya sendiri, akhlak guru saat mengajar,
dan akhlak guru bersama murid.
10
Kelima, Skripsi dengan judul ―Studi Komparasi Pemikiran KH
Hasyim Asy‘ari dan Hamka tentang pendidikan karakter‖, karya Nuriah
Miftahul Jannah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi tugas dan
melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2016 khusus membahas
pendidikan karakter perspektif KH Hasyim Asy‘ari adanya usaha yang
mendorong terbentuknya karakter yang positif dalam berperilaku
dengan menghayati nilai-nilai luhur dan berpegang teguh pada
ketauhidan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan
(Library Reseach), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literatur
dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku
tentang K.H Hasyim Asy‘ari dan kitab-kitab karangan K.H Hasyim
Asy‘ari yang berkaitan dengan pemikiran mengenai adab guru
bersama murid, yang ada di perpustakaan dan materi pustaka
lainnya.
Dalam hal ini Arif Furchan,(1982:98), menegaskan bahwa
penelitian kepustakaan yang dimaksud adalah studi yang sebenarnya
digali dari buku-buku, disertai dengan indeks penerbitan berkala
11
(majalah atau surat kabar), sistem penyimpanan dan pencarian
informasi.
2. Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library reseach), data
yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi
sumber yaitu:
a. Data primer yaitu kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟allim
karya K.H Hasyim Asy‘ari.
b. Data sekunder yaitu buku-buku yang berkaitan dengan adab
guru bersama murid sebagai pendukung dalam pembahasan
skripsi ini yang ada di dalamnya terjemahan kitab Adab
al-Alim wa al-Muta‟allim, kitab Ta‘lim Muta‘alim, dan
buku-buku pendukung lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data dalam penyusunan skripsi ini,
penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Reseach),
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membaca buku-buku sumber, baik itu buku primer maupun
buku-buku sekunder
12
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami isi yang ada
dalam dalam buku-buku sumber
c. Menganalisis sekaligus mengidentifikasi serta
mengelompokan sesuai dengan masing-masing bab.
4. Teknik Analisis Data
Penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan jalan
memilih-memilah antara pengertian yang satu dengan pengertian
yang lain untuk memperoreh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
Hal-hal atau teori yang bersifat umum untuk menarik
kesimpulan yang bersifat khusus (Hadi, 1981: 42).
b. Metode Induktif
Penulisan kritik dan esai dimana penulis dapat langsung
mengamati karya sastra dan langsung membuat kesimpulan
berdasarkan penilaian dari sudut pandangnya (Haryanta,
2012:200-201).
13
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan untuk memberikan kasan runtutnya
pembahasan yang penulis jabarkan dalam skripsi ini adalah penyusunan
skripsi dari bab ke bab selanjutnya. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi
ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara:
BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Hasil penelitian, defini
Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan sebagai
gambaran awal untuk memahami skripsi ini.
BAB II BIOGRAFI NASKAH, meliputi biografi pengarang kitab
Adab al-Alim wa al-Muta‟allim, setting sosial, dan karya-karya
pengarang kitab.
BAB III Deskripsi Anatomi kitab Adab al-Alim wa al-Muta‟allim
mengenai adab guru terhadap murid.
BAB IV, meliputi analisis adab guru terhadap murid dalam kitab
Adab al-Alim wa al-Muta‟allim.
BAB V PENUTUP, Kesimpulan, dan Saran.
14
BAB II
BIOGRAIFI K.H HASYIM ASY‟ARI
A. Riwayat Hidup K.H Hasyim Asy‟ari
K.H Hasyim Asy‘ari lahir pada tanggal 14 Februari 1871 di
Jombang Jawa Timur. Beliau berjasa besar dalam mendirikan organisasi
terbesar di Indonesia yaitu Nahdhotul Ulama (NU) yang didirikan pada
tanggal 31 Januari 1926 (Hasbullah, 2009: 272)
Dari jalur ayah, nasab Kiai Hasyim bersambung kepada Maulana
Ishak hingga Imam Ja‘far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir. Sedangkan dari
jalur ibu, nasabnya bersambung kepada Raja Brawijaya VI (Lembu
Peteng), yang berputra Karebet atau Jaka Tingkir. Jaka tingkir adalah raja
Pajang pertama (tahun 1568 M) dengan gelar Sultan Pajang atau Pangeran
Adiwijaya.
Bakat kepemimpinan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa
kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim
kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan
permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat temannya senang bermain,
karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama.
Pada tahun 1293 H/1876 M., tepatnya ketika berusia 6 tahun,
Hasyim kecil bersama kedua orang tuanya pindah ke Desa Keras, sekitar 8
15
km. ke selatan Kota Jombang. Kepindahan mereka adalah untuk membina
masyarakat di sana.
Di Desa Keras, Kiai Asy‘ari diberi tanah oleh sang Kepala Desa,
yang kemudian digunakan untuk membangun rumah, masjid, dan
pesantren. Di sinilah Hasyim kecil dididik dasar-dasar ilmu agama oleh
orang tuanya. Hasyim juga dapat melihat secara langsung bagaimana
ayahnya membina dan mendidik para santri. Hasyim hidup menyatu
bersama santri. Ia mampu menyelami kehidupan santri yang penuh
kesederhanaan dan kebersamaan. Semua itu memberikan pengaruh yang
sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di
kemudian hari. Hal ini ditunjang oleh kecerdasannya yang memang brilian.
Dalam usia 13 tahun, Hasyim sudah bisa membantu ayahnya mengajar
santri-santri yang lebih besar daripada dirinya.
Disamping cerdas, Hasyim juga dikenal rajin bekerja. Watak
kemandirian yang ditanamkan sang kakek, mendorongnya untuk berusaha
memenuhi kebutuhan diri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Itu
sebabnya, Hasyim selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar
mencari nafkah dengan bertani dan berdagang. Hasilnya kemudian
dibelikan kitab dan digunakan untuk bekal menuntut ilmu.
B. Nasab K.H Hasyim Asy‟ari
` KH Hasyim Asy‘ari lahir dari pasangan kyai Ay‘ari dan Nyai Halimah.
Kyai Asy‘ari adalah menantu kyai Utsman, pengasuh pondok pesantren
16
Gedang. Nama lengkap yaitu Muhammad Hasyim bin Asy‘ari bin Abdul
Halim (Pangeran Benawa) bin Abdurrohman (jaka Tingkir atau Mas
karebet atau Sultan Hadiwijaya Sultan Pajang) bin Abdullah bin Abdul
Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana lshaq bin Ainul Yaqin yang lebih
popular dengan sebutan Sunan Giri. (Mukani,2016:45)
C. Sistematika Penulisan Kitab Adabu Alim wa Muta‟alim
Latar belakang kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟alim dipengaruhi
oleh perubahan yang cepat dan perubahan dari pendidikan klasik menuju
pendidikan modern, di mana hal tersebut dipengaruhi oleh Belanda di
Indonesia. Kitab tersebut untuk memasukkan nilai etis, moral, seperti
menjaga nilai tradisi yang baik dan perilaku santun dalam masyarakat.
Tapi bukan berati menolak kemajuan atau menolak perubahan zaman.
Beliau menerimanya dengan syarat tidak mengubah nilai subtantinya atau
bahasa populernya di kalangan NU: ― al-muhafazhatu „ala al-qodimi
al-shalih,wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah” ( melestarikan nilai-nilai
lama yang positif, dan mengambil nilai-nilai baru yang positif).
Kitab Adab al-„Alim wa al-Muta‟alim terdiri dari beberapa bab,
yaitu:
1. Adab al-Alim wa al-Muta‟allim ( Etika dan murid )
2. Al-Duraar al-Muntatsirah fi al-Masaa‟il al-Tis‟a Asyarah ( Taburan
Permata dalam Sembilan Belas Persoalan)
17
3. Al-Tanbihaat al-Waajibaat Liman Yasna‟u al-Mawlid bi al-Munkarat (
Peringatan Penting bagi Orang yang Merayakan Acara Kelahiran Nabi
Muhammad dengan Melakukan Kemungkaran)
4. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah
5. Al-Nur al-Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin ( Cahaya Terang
dalam Mencintai Rosul )
6. Al-Tibyan fi al-Nahy an Muqaata‟at al-Arhaam wa al-Aqaarib wa
al-Ikhwaan ( Penjelasan tentang Larangan Memutus Hubungan
Kerabat, Teman Dekat dan Saudaran )
7. Al-Risalah al-Tauhidiyah
8. Al-Qalaaid fi maa Yajibu min al-„Aqaaid ( Syair-syair Menjelaskan
Kewajiban Aqidah )
9. Arba‟in Haditsan
10. Al-Risalah fil „Aqa‟i‟d
11. Tamziyul haq min al-Bathin
12. Risalah fi Ta‟akud al-akhdz bi madzahib al-A‟immah al-Arba‟ah
13. Al-Risalah jama‟ah al-Maqashid
D. Pendidikan K.H Hasyim Asy‟ari
K.H Hasyim Asy‘ari merupakan sosok yang tidak mengenal kata
menyerah dalam hal mencari ilmu. Semangat ini ada dalam diri beliau
yang didukung dengan kondisi ketika itu yang memang tidak kondusif
untuk merealisasikan cita-cita, menjadikan kesempatan belajar bagi K.H
Hasyam Asy‘ari semakin terbuka lebar. Maka tidak mengherankan jika
18
K.H Hasyim Asy‘ari memiliki kesempatan untuk melanjutkan belajar ke
berbagai pondok pesantren di pulau Jawa, bahkan hingga sampai menimba
ilmu ke Arab Saudi.
Setelah lima tahun berada dalam pendidikan dan lingkungan
kakeknya di pondok pesantren Gedang, dilanjutkan dengan sepuluh tahun
dalam pola pendidikan ayahnya di pondok pesantren Keras, maka K.H
Hasyim Asy‘ari memberanikan diri pamit kepada orang tua untuk mencari
ilmu di luar kampung halaman sendiri. Saat masih dalam masa pendidikan
kakek dan ayahnya, K.H Hasyim Asy‘ari banyak belajar tentang
dasar-dasar aqidah Islam, fiqih, tafsir, hadits, bahasa Arab dan sebagainya.
Bahkan pada usia 13 tahun, K.H Hasyim Asy‘ari sudah dipercaya ayahnya
untuk mengajar santri yang usianya lebih senior di pondok pesantren
Keras.
Pondok pesantren yang pertama kali di tuju K.H Hasyim Asy‘ari
setelah menimba ilmu dari keluarga ialah pondok pesantren Wonorejo, di
daerah Trowulan Mojokerto.di pondok pesantren ini K.H Hasyim Asy‘ari
tidak lama menetap. Kemudian K.H Hasyim Asy‘ari pindah ke pondok
pesantren Wonokoyo di Probolinggo selama tiga tahun. Lalu meneruskan
pengembaraan intelektual ke pondok pesantren Langitan di Tuban.
Kemudian pindah lagi ke pondok pesantren Tenggilis di Surabaya, yang
menjadi perantara K.H Hasyim Asy‘ari ke Madura, tepatnya di pondok
pesantren Kademangan Bangkalan, yang ketika itu diasuh oleh syaikhona
kholil bin Abdul Lathif (Mukani : 2016:56).
19
K.H Hasyim Asy‘ari lalu melanjutkan pendidikannya ke Makkah,
beliau di Makkah di samping mencari ilmu juga mengajar di sana.
E. Karomah K.H Hasyim Asy‟ari
K.H Hasyim Asy‘ari ketika masih muda berangkat nyantri ke
pondok pesantren yang diasuh K.H Muhammad Kholil bin Abdul Lathif
Bangkalan Madura. K.H Hasyim Asy‘ari langsung di uji oleh K.H
Muhammad Kholil bin Abdul Lathif.
K.H Hasyim Asy‘ari muda disuruh naik ke atas pohon bambu,
sementara K.H Muhammad Kholil bin Abdul Lathif terus mengawasi
dari bawah sembari memberi isyarat agar terus naik ke pucuk pohon
bambu tersebut. K.H Hasyim Asy‘ari terus naik sesuai perintah gurunya.
Ia tidak peduli apakah pohon bambu itu roboh/patah yang jelas beliau
hanya patuh pada perintah gurunya.
Anehnya, begitu sampai di pucuk K.H Muhammad Kholil bin
Abdul Lathif mengisyaratkan agar K.H Hasyim Asy‘ari langsung
meloncat. Ternyata beliau selamat.
Ada cerita menarik tatkala K.H Hasyim Asy‘ari belajar dengan
K.H Muhammad Kholil bin Abdul Lathif suatu hari K.H Hasyim Asy‘ari
melihat K.H Muhammad Kholil bin Abdul Lathif lagi bersedih, beliau
memberanikan diri untuk bertanya. K.H Muhammad Kholil bin Abdul
Lathif menjawab bahwa cincin istrinya jatuh di WC, K.H Hasyim Asy‘ari
lantas usul agar untuk K.H Muhammad Kholil bin Abdul Lathif membeli
20
cincin lagi. Namun K.H Muhammad Kholil bin Abdul Lathif mengatakan
bahwa cincin itu milik istrinya.
Setelah melihat kesedihan guru besarnya, K.H Hasyim Asy‘ari
menawarkan diri untuk mencari cincin yang jatuh di dalam WC. Akhirnya,
K.H Hasyim Asy‘ari benar-benar mencari cincin itu didalam WC, dengan
penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya K.H Hasyim
Asy‘ari menemukan cincin tersebut. Alangkah bahagianya hati K.H
Muhammad Kholil bin Abdul Lathif atas keberhasilan K.H Hasyim
Asy‘ari itu. Yang menarik dua kyai besar ini sama-sama rendah hati atau
tawadhu‘. Mereka sama-sama saling berguru. K.H Hasyim Asy‘ari
terkenal sebagai ahli hadits. Biasanya K.H Hasyim Asy‘ari mengajarkan
hadits pada santri sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Ternyata K.H
Muhammad Kholil bin Abdul Lathif, meski dikenal sebagai guru K.H
Hasyim Asy‘ari, ikut juga jadi santri ngaji kepada K.H Hasyim Asy‘ari.
K.H Muhammad Kholil bin Abdul Lathif tidak merasa gengsi
memperdalam ilmu meski kepada muridnya sendiri. Sebaliknya, beliau
sangat menghormati K.H Hasyim Asy‘ari sebagai gurunya.
F. Karya-karya K.H Hasyim Asy‟ari
Berdasarkan penelusuran KHM. Ishom hadzik diperoleh catatan
tentang kitab-itab karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy‘ari, yaitu
(Salahuddin wahid 4:2018):
1. Adab al-Alim wa al-Muta‟allim ( Etika dan murid )
21
2. Al-Duraar al-Muntatsirah fi al-Masaa‟il al-Tis‟a Asyarah ( Taburan
Permata dalam Sembilan Belas Persoalan)
3. Al-Tanbihaat al-Waajibaat Liman Yasna‟u al-Mawlid bi al-Munkarat (
Peringatan Penting bagi Orang yang Merayakan Acara Kelahiran Nabi
Muhammad dengan Melakukan Kemungkaran)
4. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah
5. Al-Nur al-Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin ( Cahaya Terang
dalam Mencintai Rosul )
6. Al-Tibyan fi al-Nahy an Muqaata‟at al-Arhaam wa al-Aqaarib wa
al-Ikhwaan ( Penjelasan tentang Larangan Memutus Hubungan
Kerabat, Teman Dekat dan Saudaran )
7. Al-Risalah al-Tauhidiyah
8. Al-Qalaaid fi maa Yajibu min al-„Aqaaid ( Syair-syair Menjelaskan
Kewajiban Aqidah )
9. Arba‟in Haditsan
10. Al-Risalah fil „Aqa‟i‟d
11. Tamziyul haq min al-Bathin
12. Risalah fi Ta‟akud al-akhdz bi madzahib al-A‟immah al-Arba‟ah
13. Al-Risalah jama‟ah al-Maqashid
G. Nasionalisme
Ada empat tokoh besar Islam Indonesia yang hidup dalam generasi
yang sama. Pertama adalah KH Ahmad Dahlan (1868-1923), pendiri
organisasi Muhammadiyah. Kedua adalah KH Hasyim Asy‘ari
22
(1871-1947). Ketiga adalah HOS Tjokroaminoto (1882-1954). Keempat
tokoh ini mempunyai peran masing-masing di dalam kelompok
masyarakat yang berbeda. Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA
(Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah
Belanda membonceng pasukan sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha
melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus
tawanan Jepang, Kiai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi
Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi
Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya,
meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945
yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar
dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk
melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember
kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya
perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai
politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan
Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari
berbagai faham. Kiai Hasyim diangkat sebagai Ro‘is ‗Am (Ketua Umum)
pertama periode tahun 1945-1947 (Gugun El-Guyanie, 2010: 68).
Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kiai Hasyim dikenal
sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar
23
perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan
Jenderal Sudirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kiai
Hasyim.
H. Silsilah guru KH Hasyim Asy‟ari
Menurut nuonline..com sanad keilmuan K.H Hasyim Asy‘ari sendiri
terhubung langsung dengan Nabi Muhammad SAW melalui silsilah
berikut:
1. K.H Hasyim Asy‘ari
2. Syaikh mahfudz at-Termasi
3. Syaikh Nawawi al-Bantani
4. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
5. Imam Ahmad ad-Dasuqi
6. Imam Ibrahim al-Bajuri
7. Imam Abdullah as-Sanusi
8. Imam ‗Abduddin a-‗Iji
9. Imam Muhammad bin Umar fakhrurrazi
10. Imam Abdul Karim asy-syahrastani
11. Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad al-Ghozali
12. Imam Abdul Malik al-Haramain al-Juwaini
13. Imam Abubakar al-Baqilani
14. Imam Abdullah a-Bahili
15. Imam Abu al-Hasan Ali al-Asy‘ari
16. Abu Ali al-Juba‘i
24
17. Abu Hasyim al-Juba‘i
18. Abu al-Hudzali al-‗Allaf
19. Ibrahim an-Nadzdzam
20. Amr bin Ubaid
21. Washil bin Atha‘
22. Sayyidina Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
23. Sayyidina Ali bin Abi Thalib KW
24. Sayyidina Rasullah Muhammad SAW
I. Murid-murid KH Hasyim Asy‟ari
Ribuan santri menimba ilmu kepada K.H Hasyim Asy‘ari dan setelah
lulus dari pondok pesantren Tebuireng Jombang banyak sekali diantara
santri-santri K.H Hasyim Asy‘ari kemudian tampil sebagai tokoh dan
ulama kondang dan berpengaruh luas, antara lain:
1. K.H Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras, Jombang
2. K.H Bisri Syansuri, Pesantren Denanyar, Jombang
3. K.H R As‘ad Syamsul Arifin (Sukorejo Situbondo)
4. K.H Wahid Hasyim (putra beliau)
5. K.H Achmad Shiddiq
6. Syekh Sa‘dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India)
7. Syekh Umar Hamdan ( ahli hadits di Makkah)
8. Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (syiria)
9. K.H R Asnawi (Kudus)
10. K.H Dahlan (Kudus)
25
11. K.H Shaleh (Tayu)
12. Bung Tomo (Surabaya)
13. K.H Chudlori (Magelang)
14. K.H Manaf Abdul Karim (Lirboyo, Kediri)
15. K.H Abbas (Buntet, Cirebon)
16. K.H Zaini Mun‘in (Paiton, Probolinggo)
17. K.H Bisri Musthofa (Rembang)
18. K.H Ma‘shum Ali (Seblak, Jombang)
19. K.H‘Adlan Ali (Cukir, Jombang)
20. Prof. K.H Saefudin Zuhri (mantan mentri agama)
21. K.H Maskur (Singosari, Malang) dan sebagainya.
J. Wafat
Muslimedianews ~ Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari
terlahir pada Selasa Kliwon 24 Dzul Qa‘dah 1287 H (14 Februari 1871 M)
di Pesantren Gedang Tambakrejo Jombang, Jawa Timur. Beliau
merupakan putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan Kyai Asy‘ari dan
Nyai Halimah.
Dalam buku ‗Profil Pesantren Tebuireng‘ dan NU-Online, tertulis
bahwa tanggal 3 Ramadhan 1366 H (21 Juli 1947 M) jam 9 malam
Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari selesai mengimami shalat
Tarawih. Sebagaimana biasanya beliau duduk di kursi untuk memberikan
pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian datanglah tamu
utusan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo. Mbah Hasyim menemui
26
utusan tersebut dengan didampingi Kyai Ghufron yang juga pimpinan
Laskar Sabilillah Surabaya.
Sang tamu menyampaikan surat dari Jendral Sudirman yang berisi
3 pesan pokok. Kepada utusan kepercayaan dua tokoh penting tersebut
Kyai Hasyim meminta waktu semalam untuk berpikir dan selanjutnya
memberikan jawaban. Isi pesan tersebut adalah:
1. Di wilayah Jawa Timur, Belanda melakukan serangan militer
besar-besaran untuk merebut kota-kota di wilayah karesidenan
Malang, Besuki, Surabaya, Madura, Bojonegoro, dan Madiun.
2. KH Hasyim Asy‘ari dimohon berkenan untuk mengungsi ke Sarangan,
Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda. Jika hal itu terjadi, maka
moral para pejuang akan runtuh.
3. Jajaran TNI di sekitar Jombang diperintahkan untuk membantu
pengungsian KH Hasyim Asy‘ari.
Keesokan harinya Mbah Hasyim memberikan jawaban bahwa
beliau tidak berkenan menerima tawaran yang disampaikan. Empat hari
kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Ramadhan 1366 M, sekitar pukul 21.00
WIB datang lagi utusan Jendral Soedirman dan Bung Tomo. Kedatangan
utusan tersebut dengan membawa surat untuk disampaikan kepada
Hadhratus Syaikh Kyai Hasyim. Secara khusus Bung Tomo memohon
kepada Kyai Hasyim mengeluarkan komando ‗jihad fi sabilillah‘ bagi
umat Islam Indonesia. Karena saat itu Belanda telah menguasai wilayah
Karesidenan Malang dan banyak anggota Laskar Hizbullah dan Sabilillah
27
yang menjadi korban. Hadhratus Syaikh kembali meminta waktu semalam
untuk memberi jawaban.
Tidak lama berselang, Mbah Hasyim mendapat laporan dari Kyai
Ghufron selaku pimpinan Sabilillah Surabaya bersama dua orang utusan
Bung Tomo, bahwa Kota Singosari Malang yang juga merupakan basis
pertahanan Hizbullah dan Sabilillah telah jatuh ke tangan Belanda.
Kondisi para pejuang semakin tersudut, dan korban rakyat sipil kian
meningkat. Mendengar laporan itu Mbah Hasyim berujar: ―Masya Allah,
masya Allah…‖ sambil memegang kepalanya, tapi hal ini ditafsirkan oleh
Kyai Ghufron bahwa beliau sedang mengantuk.
Akhirnya para tamu pun pamit keluar, tetapi Mbah Hasyim tetap
diam tidak menjawab. Sehingga Kyai Ghufron mendekat ke Mbah
Hasyim, dan meminta kedua tamu tersebut meninggalkan tempat. Tak
lama kemudian Kyai Ghufron baru menyadari bahwa Mbah Hasyim tidak
sadarkan diri. Sehingga dengan tergopoh-gopoh ia memanggil keluarga
dan membujurkan tubuh Mbah Hasyim.
Kala itu putra-putri Mbah Hasyim sedang tidak berada di
Tebuireng. Tapi tidak lama kemudian mereka mulai berdatangan setelah
mendengar sang ayahanda tidak sadarkan diri. Semisal Kyai Yusuf
Hasyim yang waktu itu sedang berada di markas tentara pejuang,
kemudian dapat hadir dan mendatangkan seorang dokter, yakni dr. Angka
Nitisastro.
28
Setelah diperiksa, barulah diketahui bahwa Mbah Hasyim mengalami
pendarahan otak (asemblonding) yang sangat serius. Walaupun dokter telah
berusaha mengurangi penyakitnya, namun Tuhan berkehendak lain. Hadhratus
Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari akhirnya wafat pada waktu sahur (pukul 03.00
dini hari) tanggal 07 Ramadhan 1366 H (25 Juli 1947).
Atas jasa-jasa beliau selama perang kemerdekaan melawan Belanda
(1945-1947), terutama yang berkaitan dengan 3 fatwanya yang sangat
penting, yakni:
1. Perang melawan Belanda adalah jihad yang wajib dilaksanakan oleh
semua umat Islam Indonesia.
2. Kaum Muslimin diharamkan melakukan perjalanan haji dengan kapal
Belanda.
3. Kaum Muslimin diharamkan memakai dasi dan atribut-atribut lain
yang menjadi ciri khas penjajah Belanda.
Maka Presiden Soekarno lewat Keputusan Presiden (Kepres) No.
249/1964 menetapkan bahwa KH. Muhammad Hasyim Asy‘ari sebagai
pahlawan nasional.
Sedikit berbeda dengan kutipan di atas, Kyai Sanusi Lebaksiu
Tegal yang merupakan santri Mbah Hasyim Asy‘ari menuturkan bahwa
menjelang wafat sang gurunya itu dirinya sedang turut mengaji. Seperti
tidak terjadi apa-apa, sebagaimana laiknya orang yang sehat, Mbah
Hasyim mengajar sebuah kitab di hadapan para santrinya. Hal tersebut
merupakan rutinitas Mbah Hasyim setiap ba‘da Shubuh.
29
Sebagai salah satu saksi mata, Kyai Sanusi menyaksikan tatkala
Mbah Hasyim sedang membacakan kitab tiba-tiba terdiam menundukkan
kepalanya. Para santri mengira beliau hanya sedang mengantuk. Tapi
setelah salah seorang santrinya mendekat (mungkin Kyai Ghufron,
sebagaimana kutipan di atas) dan memastikan keadaan Mbah Hasyim,
ternyata nyawa gurunya itu telah tiada. Sontak saja para santri yang saat
itu sedang mengaji geger bercampur duka yang mendalam. Guru yang
sangat dicintainya itu telah kembali ke haribaan Ilahi Rabbi. Inna lillahi
wainna ilaihi raji‘un, kabar kewafatan Pendiri NU dan Ponpes. Tebuireng
itu pun dengan cepat tersiar ke berbagai penjuru tanah air.
Rasa bela sungkawa yang amat dalam datang dari hampir seluruh
lapisan masyarakat, terutama dari para pejabat sipil maupun militer, kawan
seperjuangan, para ulama, warga NU dan terlebih para santri Tebuireng.
Umat Islam telah kehilangan pemimpin besarnya yang kini terbaring di
pusara beliau di tengah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Pada saat mengantar kepergiannya, sahabat sekaligus saudara
beliau, KH. A. Wahab Hasbullah, sempat mengemukakan kata sambutan.
Inti dari sambutan Mbah Wahab adalah menjelaskan tentang prinsip hidup
Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari, diantaranya: ―Berjuang terus
dengan tiada mengenal surut, dan kalau perlu zonder istirahat.‖
30
BAB III
DESKRIPSI ANATOMI TENTANG ADAB GURU TERHADAP MURID
DALAM KITAB ADAB AL-„ALIM WA AL-MUTA‟ALIM
A. Pengertian Adab
Secara literal –etimologis, term al-adab (adab) dengan bentuk
plural (jamak)nya al-adab memeliki arti al-du‟a (Muhammad ibn
makarim, 2009:245), yang artinya undangan, seruan atau panggilan, dan
juga berarti al-zaraf wa husn al-tanawul (Muhammad ibn Ya‘kub,
2009:8), yaitu suatu bentuk kesopanan dan etika berinteraksi yang baik
dengan orang atau pihak lain.
Bentuk derivasi (isytiqaq) dari al-adab adalah al-udbah,
al-ma‘dubah dan al-ma‘dabah yang berarti al-ta‟am alladzi yashna‟uhu
al-rajul yad‟u ilaihi al-nas (Ibn Mubarak, 2009:30-31), yaitu makanan
atau jamuan makan yang secara khusus dihidangkan dalam rangka
mengundang orang lain untuk menikmatinya. Atau dapat juga berarti kullu
ta‟am shuni‟a li da‟wah au „urs(Al-Mishri, 2009:03), yaitu hidangan yang
dipersiapkan untuk jamuan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam tataran
etimologis adab belum terkait secara eksplisit dengan pendidikan, suatu
ketrampilan atau disiplin ilmu tertentu, kecuali secara praktis terkait
dengan etika kesopanan dan itupun dalam ruang lingkup yang masih
sempit, yaitu etika di meja makan atau kesopanan dalam memenuhi
undangan dan jamuan makan.
31
Dalam tataran terminologis-praktis, term al-adab secara general
diartikulasikan sebagai kecakapan (pengetahuan) atau seni (keahlian)
dalam suatu bidang atau aktifitas tertentu yang definitif, seperti karakter
atau adab hakim (adab al-qadi) dan sekretaris /notaris pembuat dokumen
resmi (adab al-katib). Kemudian secara terminologis-partikulatif
didefinasikan sebagai ilmu yang secara spesifik berkaitan dengan
keindahan bahasa atau sastra menurut perspektif para ulama klasik, seperti
morfologi (sharf), derivasi (isytiqaq), sintaksis (nahw), semiotic (ma‟ani),
stilistika (bayan), elokuensi (badi‟), sajak dan sanjak („arudhwaqafiyah),
ragam tulisan (khatt), komposisi (insya‟) dan retorika (khitabah).
Sedangkan di masa kontemporer, al-adab yang umumnya disebut ‗ilm
al-adab merupakan disiplin ilmu yang memiliki ruang lingkup atau
objektifitas yang spesifik, yaitu ilmu tentang adab itu sendiri, sejarah
(tarikh), geografi (jugrafiyah), ilmu linguistic verbal („ilm al-lisan), dan
filsafat (falsafah), serta bisa saja mencakup bidang ilmu lain, seperti
pendidikan dan ilmu pendidikan misalnya (Ibrahim Madkur, 1972:9-10).
Sementara dalam perspektif lain dinyatakan, dalam bidang
pendidikan kata adab secara spesifik setidaknya digunakan dalam dua
makna. Pertama, adab dimaknai sebagai pendidikan anak-anak sehingga
memiliki etika dan tingkah laku yang baik. Itu sebab, pada masa klasik dan
pertengahan Islam, kata yang paling sering digunakan untuk orang yang
mengajar anak-anak adalah mu‟addib, di samping mu‟allim (shibyan).
32
Materi yang dididikkan, metode dan teknik guru dalam mengajar, hingga
tujuan dan sasaran pendidikan tercakup dalam konsep adab.
Makna kedua, dipahami dalam lingkup pendidikan orang dewasa.
Dalam lingkup ini adab bermakna aturan tingkah laku praktis yang
dipandang menentukan kesempurnaan proses pendidikan. Adab adalah
aturan interaksi antar aspek yang terlibat dalam kegiatan pendidikan (Asari
2011:2).
Ada pula yang menyimpulkan bahwa adab merujuk pada dua
makna yang walaupun secara material berbeda namun mempunyai
semangat yang sama, yaitu keinginan untuk memelihara kesempurnaan.
Pertama, merujuk pada tingkah laku praktis terkait moralitas
profesi tertentu (guru, murid, penguasa, sekretaris, hakim dan sebagainya).
Sedangkan yang kedua, merujuk kepada dimensi intelektual, khususnya
kemampuan komunikasi yang baik dan elegan. Jadi adab digunakan untuk
merujuk keseluruhan ilmu dan pengalaman yang dengan sungguh-sungguh
diupayakan dalam rangka menuntun kehidupan yang benar. Adab juga
berarti konsep yang tidak cukup hanya diketahui, tetapi lebih penting lagi
harus dihayati dan dipraktikkan seseorang guna menyempurnakan
kehidupannya, sebagai nilai diri, sifat, kepribadian, dan karakter yang
mesti ada pada seseorang jika ia ingin mengurus dirinya dengan baik dan
dalam mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Dari paparan tentang definisi adab secara terminologis dapat
diidentifikasi bahwa adab dapat dimaknai sebagai budi pekerti yang baik,
33
perilaku yang terpuji, jiwa dan akhlak yang terdidik, kedisiplinan untuk
menjadi orang yang beradab, moral atau moralitas, afeksi, susila, tabiat,
watak, nilai, etika, dan karakter secara teknis-praktis dapat pula dimaknai
sebagai tata krama dan sopan santun. Karena adab merujuk pada
pengenalan dan pengakuan atas tempat, kedudukan dan keadaan yang
tepat dan benar dalam kehidupan, dan untuk disiplin pribadi agar ikut serta
secara positif dan rela memainkan peranan seseorang sesuai dengan
pengenalan dan pengakuan.
Karena itu, proses beradab (ta‟addub) berarti proses beraktifitas
yang sesuai dengan keperwiraan diri (muru‟ah). Maka pendidikan adab
(ta‟dib) sendiri dapat diartikulasikan sebagai pengajaran akhlak-akhlak
mulia dan pendidikan melalui hukuman (punishment) bagi yang
menyelisihi dan tidak mengindahkan norma-normanya, dengan
menjadikan hukuman sebagai latihan (drill) bagi seseorang untuk berlaku
mulia serta agar dapat menginternalisasikan adab tersebut (beradab).
Dari deskripsi dan uraian tentang adab secara etimologis dan
terminologis tersebut, tidak salah bila term adab dianggap ekuivalen dan
sinonim dengan term karakter. Dalam kamus Inggris-Arab karya Munir
Ba‘albaki secara etimologis dinyatakan bahwa karakter (character)
ekuivalen dengan berbagai term berikut, (a) rumus (ramz); (b) huruf
(harf); (c) karakteristik, kekhususan dan sifat spesifik (khashishah, mizah,
shifah); (d) akhlak (khuluq); (e) sifat (washf, shifah); (f) kepribadian atau
34
personalitas (syakhshiyyah); (g) popularitas (sum‟ah, shit); dan (h)
integritas akhlak (matanah fi al-khuluq) (Munir Ba‘albaki, 1983:104).
Sementara menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, karakter sendiri didefinisikan sebagai ―sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,
tabiat, watak‖. Sehingga yang dimaksud ―berkarakter‖ adalah ―memiliki
karakter, mempunyai kepribadian, berwatak‖, karena karakter tiada lain
merupakan identitas seseorang yang bersifat permanen yang
membedakannya dengan orang atau pihak lain. Sedangkan adab dalam
kamus tersebut diartikulasikan sebagai ―kehalusan dan kebaikan budi
pekerti ; kesopanan, akhlak‖, maka yang dimaksud beradab adalah (a)
mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yang baik, berlaku sopan; dan
(b) telah maju tingkat kehidupan lahir batin.
Dari penelusuran literal-linguistik secara general dan kajian para
pakar juga dapat dinyatakan bahwa term karakter selain sinonim dengan
term adab, juga sinonim dengan term akhlaq. Akhlaq (akhlak, moral, tabiat
atau pekerti) bahkan adalah term penting yang lebih dahulu popular dan
banyak dijadikan sebagai paradigm dan model pendidikan Islam atau
karakter Islami.
Karena itu, menurut Abdul Majid dan Andayani, terkait dengan
karakter dan pendidikan karakter, dalam Islam sendiri terdapat tiga nilai
utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas
dan tanggung jawab selain syari‘ah dan ajaran Islam secara umum.
35
Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan
tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter
yang ditampilkan oleh seorang Muslim yang baik yang mengikuti
keteladanan Nabi Muhammad SAW., yang merupakan teladan dan guru
yang agung (Abd. Majid 2011:58).
B. Pengertian Guru
Kata guru dalam bahasa Indonesia dari bahasa sansekerta, yang
berarti orang yang digugu atau orang yang dituturi fatwa dan perkataannya.
Dalam bahasa Arab guru disebut dengan mu‟allim, murabbi, dan muaddib.
Mu‟allim berasal dari kata „allama kata dasarnya„alima yang artinya
mengetahui. Istilah mu‟allim diartikan guru yang memiliki kompetensi
keilmuan yang sangat luas professional menguasai ilmu pengetahuan yang
akan diajarkan kepada peserta didik.
Kata murabbi, yang sering diartikan kepada pendidik, berasal dari
kata rabbya. Kata dasarnya raba, yarbu, yang berarti bertambah atau
tumbuh. Maka guru sebagai murabbi berarti memiliki peranan dan fungsi
pertumbuhan, perkembangan, serta menyuburkan intelektual dan jiwa
peserta didik.
Guru juga disebut dengan al-mu‟addib. Kata ini merupakan isim
fail dari kata addaba yang berarti sopan santun. Maka guru sebagai
mu‟addib memunyai tugas membuat anak didiknya menjadi insan yang
36
mulia seingga peserta didik memiliki sifat terpuji (Kadar M Yusuf :
2015:62-64). guru adalah seorang tenaga professional dengan standar
kompetensi akademik, intelektual, spiritual, keguruan, moral dan sosial
yang tinggi.
C. Adab guru terhadap murid dalam kitab adab Al-‘alim wa Muta’allim
فٝ آدحرخٌؼخٌُ ِغ طالِزحطٗ ٚفيٗ حسرؼش ػشش ٔٛػخِٓ حآلدحد
حالٚي حْ يمظذ رظؼٍيُّٙ ٚطٙزيُٙ ٚجٗ هللا طؼخٌٝ ٚٔششحٌؼٍُ ٚاديخءحٌششع ٚدٚحَ ظٙٛسحٌذك
ش رىؼشس ػٍّخثٙخ ٚحغظ ِّ ٕخَ ػٛحرُٙ ٚطذظيً ػٛحد ِٓ يٕظٙٝ حٌيٗ ػٍُّٙ ِٓ ٚخّٛي حٌزخؽً ٚدٚحَ خيشحال
رؼذُ٘ ٚرشوش دػخءُ٘ ٌٗ ٚطشدُّٙ ػٍيٗ ٚدخٌٛٗ فٝ عخٍ٘ش حٌؼٍُ ريٓ سعٛي هللا ملسو هيلع هللا ىلص ٚريُٕٙ ٚػذٖ فٝ جٍّش
ِزٍغٝ ٚدٝ هللا طؼخٌٝ ٚحدىخِٗ حٌٝ خٍمٗ فخْ طؼٍيُ حٌؼٍُ ِٓ حُ٘ حِٛسحٌذيٓ ٚحػٍٝ دسجخص حٌّئِٕيٓ لخي ملسو هيلع هللا ىلص
حْ هللا طؼخٌٝ ِٚالثىظٗ ٚحً٘ حٌغّخٚحص ٚحالسع دظٝ حٌٍّٕش فٝ دجش٘خ يظٍْٛ ػٍٝ ِؼٍُ حٌٕخط
ُّ الطّٕؼٕخ ػٓ حٌؼٍُ رّخٔغ ٚالطؼمٕخػٕٗ رؼخثك حٌخيشٌٚؼّشن ِخ٘زح حالٔظيذ جغيُ ٚحْ ٔيٍٗ ٌفٛصٖ ػظيُ حٌٍّٙ
ٚٔؼٛرره ِٓ لٛحؽؼٗ ِٚىذسحطٗ ِٚٛجذ دشِخٔٗ ٚفٛحطٗ.
Terdapat empat belas akhlak seorang guru terhadap murid-muridnya, yaitu:
Pertama, hendaknya mengajar dan mendidik murid dengan tujuan
mendapatkan ridho Allah SWT, menyebarkan ilmu, menghidupkan syariat Islam,
melanggengkan munculnya kebenaran dan terpendamnya kebatilan, mengharap
lestarinya kebaikan bagi umat dengan memperbanyak ulama, meraih pahala,
memperoleh pahala dari orang yang ilmunya akan berpangkal kepadanya, juga
berharap keberkahan doa dan kasih sayang mereka, menginginkan agar tergolong
dalam mata rantai para pembawa ilmu dari Rasulullah SAW dan termasuk
37
golongan para penyampai wahyu Alla SWT dan hukum-hukumNya kepada
makhlukNya.
Sedemikian itu karena mengajar ilmu merupakan salah satu urusan
terpenting dalam agama dan merupakan kedudukan tertinggi bagi orang mukmin.
Rasulullah bersabda :
حْ هللا طؼخٌٝ ِٚالثىظٗ ٚحً٘ حٌغّخٚحص ٚحالسع دظٝ حٌٍّٕش فٝ دجش٘خ يظٍْٛ ػٍٝ ِؼٍُ حٌٕخط
حٌخيش
“sesungguhnya Allah SWT, malaikat, penghuni langit dan bumi, bahkan
semut di liangnya bershalawat untuk para pengajar kebaikan kepada umat
manusia.”
Sungguh ini adalah ganjaran yang besar dan memperolehnya merupakan
keuntungan yang tak terhingga. Ya Allah, jangan Engkau halangi kami dari ilmu
dengan penghalang apapun dan jangan Engkau cegah kami darinya dengan segala
pencegah. Kami berlindung kepadaMu dari pelbagai pemutus ilmu, pengeruh,
penyebab terhalang dan terhindar darinya.
Hendaknya seorang pendidik mengajar dengan mendidik murid dengan
tujuan mendapatkan ridho dari Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan syariat
Islam, melanggengkan munculnya kebenaran dan terpendamnya kebatilan,
mengharap lestarinya kebaikan dengan memperbanyak ilmuwan dan meraih
pahala dari ilmunya yang ilmunya berpangkal padanya, di mana terdapat dalam
kitab adab al-„Alim wa al-Muta‟allim (Hasyim Asyari, 1925:81) .
38
حٌطخٌذ ٌؼذَ خٍٛص ٔيظٗ، فخْ دغٓ حٌٕيش ِشجٛ رزشوش حٌؼٍُ لخي ٚحٌؼخٔٝ حْ اليّظٕغ ػٓ طؼٍيُ
رؼغ حٌغٍف ؽٍزٕخ حٌؼٍُ ٌغيش هللا فخرٝ حٌؼٍُ حْ يىْٛ حالهللا، ليً ِؼٕخٖ فىخْ ػخلزظٗ حْ طخسهلل، ٚالْ
حخالص حٌٕيّش ٌٛششؽ فٝ طؼٍيُ حٌّزظذثيٓ ِغ ػغشٖ ػٍٝ وؼيش ُِٕٙ ألرٜ رٌه حٌٝ طفٛيض حٌؼٍُ ػٍٝ وؼيش ِٓ
خط، ٌٚىٓ حٌؼخٌُ يذشع حٌّزظذة ػٍٝ دغٓ حٌٕيّش رظذسيج لٛال ٚفؼال، ٚيؼشفٗ حٔٗ رزشوض دغٓ حٌٕيّشً يٕخي حٌٕ
حٌشطزش حٌؼٍّيش ِٓ حٌؼٍُ ٚحٌؼًّ ٚفيغ حٌٍطخثف ٚحٔٛحع حٌذىُ ٚطٕٛيش حٌمٍذ، ٚحٔششحح حٌظذس ٚاطخرش حٌذك
فٝ حٌؼٍُ ٚؽٍزٗ فٝ حوؼشحالٚلخص ٚدغٓ حٌذخي ٚحٌظغذيذ فٝ حٌّمخي ٚػٍٛحٌذسجخص يَٛ حٌميخِش، ٚيشغزٗ
رذوشِخحػذ هللا طؼخٌٝ ٌٍؼٍّخء ِٓ ِٕخصي حٌىشحِخص، فخُٔٙ ٚسػش حالٔزيخء ٚػٍٝ ِٕخرش ِٓ ٔٛسيغزطُٙ حالٔزيخء
خ ٚسدفٝ فؼً حٌؼٍُ ٚحٌؼٍّخء ِٓ حاليخص ٚحالخزخس ٚحالػش ٚحالشؼخس، ٚلذ روشص ّّ ٚحٌشٙذحء ٚٔذٛ رٌه ِ
ِغ رٌه رظذسيج ػٍٝ ِخ يؼيٓ ػٍٝ طذظيٍٗ ِٓ حاللظظخس ػٍٝ حٌّيغٛس، رؼغ رٌه فٝ حٌزخد حالٚي، ٚيشغزٗ
ُّ رغززٙخ، فخْ حٔظشحف حٌمٍذ ػٓ ٜشىٚلذسحٌىفخيش ِٓ حٌذٔيخ ػٓ شغً حٌمٍذ رخٌظؼٍك رٙخ ٚغٍزشحٌف ٚطفشيك حٌٙ
ٝ رخٌذٔيخ ٚحإلوؼخس ِٕٙخ ٚحٌظؤعف ػٍٝ فخثظٙخ حجّغ ٌمٍزٗ ٚحسٚح ٌذيٕٗ ٚحششف ٌٕفغٗ ٚ حػٍ عطؼٍك حألؽّخ
ٌّىخٔظٗ ٚحلً ٌذّغخدٖ ٚحجذس ٌذفع حٌؼٍُ ٚحصديخدٖ، ٌٚزح لً ِٓ ٔخي ِٓ حٌؼٍُ ٔظيزخ ٚحفًش حالِٓ وخْ فٝ ِزخدٜ
طذظيٍٗ ػٍٝ ِخ روشص ِٓ حٌفمش ٚحٌمٕخػش ٚحإلػشحع ػٓ ؽٍذ حٌذٔيخ ٚػشػٙخ حٌفخٔٝ.
Kedua, menghindari sikap tidak mau mengajar murid yang tidak tulus
niatnya, karena sesungguhnya ketulusan niat masih ada harapan terwujud sebab
berkah dari ilmu itu sendiri. Sebagian ulama salaf berkata, ―Aku mencari ilmu
bukan karena Allah. Namun, ilmu itu akhirnya menolak didekati jika tidak
diniatkan untuk Allah.‖ Artinya, pada akhirnya ilmu itu yang akan membimbing
kepada Allah. Dan karena niat yang tulus jika disyaratkan dalam mengajar para
pemula yang kebanyakan dari mereka kesulitan dalam menata niat, maka akan
39
berdampak pada terputusnya kesempatan banyak orang untuk memperoleh ilmu.
Meskipun demikian, seorang guru secara bertahap memotivasi murid pemula agar
memiliki tujuan belajar yang luhur, baik bentuk kata-kata maupun perbuatan
nyata. Dan mengingatkan mereka bahwa dengan berkah ilmu akan dicapai derajat
yang tinggi dalam hal ilmu dan amal, juga kedalaman berfikir yang melimpah,
hikmah yang beraneka ragam, hati yang bersih lagi lapang, kemampuan
mengenali yang benar, tingkah yang baik, perkataan yang jujur, dan pangkat yang
luhur pada hari kiamat.
Guru hendaknya sering mendorong murid pemula untuk mencintai ilmu
dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya dengan menyebutkan apa yang telah
disiapkan Allah untuk orang-orang yang berilmu, yakni kedudukan yang mulia,
dan bahwa mereka adalah pewaris para nabi, bahwa di akhirat akan ditempatkan
di atas panggung-panggung dari cahaya, dan berbagai hal lain yang terkait dengan
keutamaan ilmu dan ulama yang dijelaskan dalam ayat Al-Qur‘an, hadis, berita
tentang orang terdahulu, dan juga syair-syair. Dan aku telah menyebutkan
sebagian keutamaan ilmu dan ulama tersebut dalam bab satu.
Guru membimbing murid secara perlahan dengan memberikan tips sukses
dalam belajar seperti memulai dari perkara yang mudah, mencukupkan diri dari
dunia sekadar yang diperlukan saja, dan tidak menyibukkan diri dengan
menggantungkan hidup padanya, tidak menjejali pikiran dengan urusan duniawi
dan dibuat bingung olehnya. Sebab hati yang terjauhkan dari ketergantungan sifat
tamak terhadap dunia, menumpuk-numpuk harta, dan merasa sedih ketika harus
kehilangannya bisa menghasilkan konsentrasi bagi hati, ketenangan dalam agama,
40
kemuliaan jiwa, keluhuran martabat, dan menjauhkan diri dari memiliki banyak
penghasut, juga begitu cocok untuk menghafal ilmu dan mengembangkannya.
Oleh karena itu, sedikit orang yang mendapatkan jatah ilmu yang
melimpah kecuali mereka yang sejak awal mencari ilmu telah terbiasa
menerapkan apa yang telah aku sebutkan di muka,yakni kefakiran, qona‘ah,
berpaling dari ambisi memburu dunia beserta harta bendanya yang fana.
Seorang pendidik hendaknya menghindari sikap tidak mau mengajar
murid yang tidak tulus niatnya, karena sesungguhnya ketulusan niat masih ada
harapan terwujud sebab berkah dari ilmu itu sendiri hal ini ada dalam kitab adab
al-„Alim wa al-Muta‟allim (Hasyim Asy‘ari, 1925:81-83 ) .
ٚحٌؼخٌغ حْ يذذ ٌطخ ٌزٗ ِخ يذذ ٌٕفغٗ وّخ ٚسد فٝ حٌذذيغ ٚيىشٖ ٌٕفغٗ، ٚيؼظٕٝ رّظخٌخ
حٌطخٌذ، ٚيؼخٍِٗ رّخ يؼخًِ حػضحٚالدٖ ِٓ حٌذٕٛ ٚحٌشفمش ػٍيٗ ٚحإلدغخْ حٌيٗ ٚحٌظزش ػٍٝ جفخٖ ٚػٍٝ ِخ
ذ حإلِىخْ، ٚلغ ِٕٗ ِٓ ٔمض ال يىخد يخٍٛ حالٔغخْ ػٕٗ ٚعٛء حدد فٝ رؼغ حالديخْ، ٚيزغؾ ػزسٖ رذغ
ٚطذغيٓ خٍمٗ ظِٗغ رٌه ػٍٝ ِخ طذس ِٕٗ رٕظخ ٚطٍطف الرظؼٕيف ٚطؼّغك، ٚيمظذ رزٌه دغٓ طشري ٗٚيٛلف
ٚاطالح شؤٔٗ، فخْ ػشف رٌه ٌزوخثٗ رخإلشخسس فال دخجش حٌٝ طشيخ حٌؼزخسس، ٚحْ ٌُ يفُٙ رٌه حالرظشيذٙخ
ػٍٝ حالخالق حٌّشػيش، ٚيٛطيٗ حطٝ رٗ، ٚسحػٝ حٌظذسيج ٚحٌظٍطف ٚيئدرٗ رخآلدحد حٌغٕيش، ٚيذشػٗ
رخالِٛس حٌؼشفيش، ٚػٍٝ حالٚػخع حٌششػيش .
Ketiga, mendekatkan murid dengan sesuatu yang menurut guru terpuji,
seperti anjuran hadis, dan menjauhkan murid dari apa yang menurut guru tercela.
Memperhatikan kemaslahatan murid, memperlakukannya sebagaimana guru
41
tersebut memperlakukan anak kesayangannya, yakni dengan penuh kasih sayang
dan kelembutan, berlaku baik padanya, bersabar atas kekasaran dan segala
kekurangannya karena pada suatu waktu manusia tidak lepas dari kekurangan dan
ketidaksopanan, menerima dengan lapang dada alasan-alasanya yang dipandang
masih mungkin dapat ditoleransi, disertai upaya untuk meredam perilaku kasarnya
dengan nasihat dan kelembutan bukan dengan cara yang keras dan kasar. Dalam
tindakannya itu, guru brtujuan untuk mendidik murid dengan baik, mempercantik
akhlaknya, dan memperbaiki tingkah lakunya. Bila murid memiliki kecerdasan
untuk memahami isyarat, maka teguran tidak perlu diekspresikan dengan kalimat
tegas.
Tapi bila murid hanya bias mengerti teguran dengan bahasa yang lugas,
maka guru boleh menggunakannya. Tapi dalam hal ini, guru juga harus
memperhatikan pentingnya metode penahapan dan kelembutan. Guru harus
mendidik murid dengan etika yang baik, mendorongnya untuk berperangai dengan
akhlak yang diridhai, menghimbaunya agar melakukan kebajikan, dan senantiasa
berada dalam koridor-koridor syarat.
Pendidik harus mendekatkan murid dengan sesuatu yang menurut guru
terpuji, seperti anjuran hadis, dan menjauhkan murid dari apa yang menurut guru
tercela. Guru harus mendidik murid dengan etika yang baik, mendorongnya untuk
berperangai yang diridoi, menghimbau agar melakukan kebajikan dan senantiasa
dalam koridor-koridor syariat menurut pengarang kitab adab al-„Alim wa
al-Muta‟allim (Hasyim Asy‘ari, 1925:83-84) .
42
ٚحٌشحرغ حْ يغّخ ٌٗ رغٌٙٛش حإلٌمخء فٝ طؼٍيّٗ ٚدغٓ حٌظٍفع فٝ طفٙيّٗ، العيّخ حرح وخْ ح٘ال ٌزٌه
ِٗ ٚدشطٗ ػٍٝ ػزؾ حٌفٛحثذ ٚدفع حٌٕٛحدس، ٚاليذخشػٕٗ ِٓ حٔٛحع حٌؼٍَٛ ِخ يغؤٌٗ ٌذغٓ حدرٗ ٚجٛدس ؽٍز
ًّ٘ ٌٗ ٚ٘ٛ حً٘ ٌٗ، الْ رٌه سرّخ يٛدش حٌظذس ٚيٕفش حٌمٍذ ٚيٛسع حٌٛدشش، ٚوزٌ ه اليٍمٝ حٌيٗ ِخ ٌُ يظؤ
الْ رٌه يزشد رٕ٘ٗ ٚيفمشق فّٙٗ ، ٚحْ عؤٌٗ حٌطخٌذ شيؤ ِٓ رٌه ٌُ طجزٗ ٚيؼشفٗ حْ رٌه يؼشٖ ٚاليٕفؼٗ
ًّ٘ ٚحْ ِٕؼٗ حيّخٖ ِٕٗ ٌٍشفؼش ػٍيٗ ٚحٌٍطف رٗ ال ٌزخً ػٍيٗ ، ػُ يشغزٗ ػٕذ رٌه فٝ حالجظٙخد ٚحٌظذظيً ٌيظؤ
ٌزخخسٜ فٝ طفغيش حٌشرّخ ٔٝ حٔٗ حٌزٜ يشرٝ حٌٕخط رظغخس حٌؼٍُ لزً وزخسٖ.ٌزٌه ٚغيشٖ ، ٚلذ لخي حالِخَ ح
Keempat, mempermudah murid dengan bahasa penyampaian yang mudah
dicerna ketika mengajar dan dengan bahasa tutur yang baik tatkala memberikan
pemahaman. Terlebih lagi jika murid memang layak diperlakukan seperti itu .
demikian itu tidak lain demi terbentuknya etika murid yang baik, proses pencarian
ilmu yang efektif, serta antusiasme belajar tentang informasi-informasi yang
berguna dan mengingat hal-hal yang unik dan langka. Jangan sampai
menyembunyikan ilmu yang kebetulan ditanyakan murid, padahal guru
menguasai ilmu tersebut. Sebab bisa jadi hal itu menimbulkan perasaan tidak enak
di dada, membuat hati muak, dan mendatangkan kegelisahan. Begitu pula jangan
sekali-kali menyampaikan sesuatu hal yang belum guru kuasai dengan baik, sebab
itu hanya akan membekukan pikiran dan membuyarkan pemahaman murrid. Jika
murid menanyakan sesuatu materi yang tidak guru kuasai, maka tidak perlu
menjawabnya dan mengingatkan bahwa hal itu hanya akan merugikan dan sama
sekali tidak berguna. Pelarangan guru terhadap murid terhadap dari hal tersebut
didasari rasa kasih sayang guru pada murid, bukan karena guru pelit bagi-bagi
ilmu. Bersamaan itu pula, guru mengajak murid agar bersungguh-sungguh dalam
43
belajar dan menuntut ilmu supaya menguasai materi tersebut dan yang lainnya.
Imam Bukhori berkata dalam Tafsir Rabbani, bahwa beliau mendidik orang
banyak dengan ilmu yang ringan sebelum mengajarkan ilmu yang berat.
Ketika mengajar pendidik hendaknya mempermudah murid dengan bahasa
penyampaian yang mudah di cerna dan bahasa tutur yang baik. Terlebih lagi jika
murid memang layak diperlakukan seperti itu dalam kitab adab al-„Alim wa
al-Muta‟allim (Hasyim Asy‘ari, 1925:84-85).
ٚحٌخخِظ حْ يذشص ػٍٝ طؼٍيّٗ ٚطفٙيّٗ رززي جٙذٖ ٚطمشيذ حٌّؼٕٝ ِٓ غيش اوؼخس اليذظٍّٗ رٕ٘ٗ
حٌز٘ٓ حٌؼزخسس فيٗ ٚيذظغذ اػخدس حٌششح ٌٗ ٚطىشحسٖ ، ٚيزذأٖ فحٚ رغؾ ال يؼزطٗ دفظٗ، ٚيٛػخ ٌّظٛل
ًّ٘ ٌفُٙ رظظٛيش حٌّغخثً ٚيٛػذٙخ رخالِؼٍش ٚروش حٌذالثً، ٚيمظظش ػٍٝ طظٛيش حٌّغجٍش ٚطّؼيٍٙ خ ٌّٓ ٌُ يظؤ
ٍّٙخ، ٚيزيٓ ٌٗ ِؼخٔٝ حعشحس دىّٙخ ٚػٍٍٙخ ِٚخ يظؼٍك رظٍه ّّ ِؤخز٘خ ٚدٌيٍٙخ، ٚيزوش حالدٌش ٚحٌّؤخز ٌّذ
حٌّغجٍش ِٓ فشع ٚحطً، ِٚٓ ُٚ٘ فيٙخ فٝ دىُ ٚطخشيج ٚٔمً رؼزخسس دغٕش حالدحء رؼيذس ػٓ طٕميض حدذ ِٓ
ف حٌٕمٛي حٌظذيذش، ٚيزوش ِخ يشخ رٗ طٍه حٌّغؤٌش ٚيٍظزظ حٌؼٍّخء، ٚيمظذ رزيخْ رٌه حٌُٛ٘ حٌٕظيذش ٚطؼشي
رٙخ ِٚخ يفخسلٙخ ِٚخ يمخسرٙخ، ٚيزيٓ ِؤخز حٌذىّيٓ ٚحٌفشق ريٓ حٌّغؤٌظيٓ، ٚال يّظٕغ ِٓ روش ٌفظش يُغظذيخ ِٓ
٘خ فخْ وخٔض حٌىٕخيش طفيذ ِؼٕخ٘خ ٚطذّظً ِمظؼخ٘خ شروش٘خ ػخدس حْ حدظيج حٌيٙخ ٌُٚ يظُ حٌظٛػيخ حال يزو
يال رّيٕخ ٌُ يظشح رزوش٘خ رً يىظفٝ رخٌىٕخيش ػٕٙخ، ٚوزٌه حرحوخْ فٝ حٌّجٍظ ِٓ اليٍيك روش٘خ طذظ
رذؼٛسٖ ٌذيخء حٌٚخفخء فيىٕٝ ػٓ طٍه حٌٍفظش رغيش٘خ، ٌٚٙزٖ حٌّؼخٔٝ ٚحخظالف حٌذخي ٚسد فٝ حٌذذيغ
ٍك رٗ ػٍٝ حٌطٍزش حٌظظشيخ طخسس ٚحٌىٕخيش حخشٜ، ٚحرح فشؽ حٌشيخ ِٓ ششح دسط فال رؤط رطشح ِغؤثً طظؼ
ُٙ ٚظزطُٙ ٌّخ ششح ٌُٙ، فّٓ ظٙش ٌٗ حعظذىخَ فّٙٗ رظىشحس حإلطخرش فٝ جٛحد شىشٖ، ِٚٓ َّ يّظذٓ رٙخ فَٙ
ٌُ يفّٙٗ طٍطف فٝ اػخدطٗ ٌٗ، ٚحٌّمظٛد رطشح حٌّغخثً حْ حٌطخٌذ سرّخ حعظذيخ ِٓ لٌٛٗ ٌُ حفُٙ اِخ ٌشفغ
حٌذخػشيٓ حٚ ٌجال طظؤخش لشحءطُٙ رغززٗ، ٌٚزٌه ليً دس ػٍٝ حٌشيخ حٌٚؼيك حٌٛلض حٚ ٌذيخء ِٓػخوٍفش حإل
اليٕزغٝ ٌٍشيخ حْ يمٛي ٌٍطخٌذ ً٘ فَّٙض حال حرح حِٓ ِٓ لٌٛٗ ٔؼُ لزً حْ يفُٙ، فخْ ٌُ يَؤِٓ ِٓ رٌه ٌذيخء
44
سرّخ يٛلؼٗ فٝ حٌىزد رمٌٛٗ ٔؼُ ٌّخ لذِٕخ ٖ ِٓ حالعزخد، رً يطشح ػٍيٗ ّٔٗحٚغيشٖ فال يغؤٌٗ ػٓ فّٙٗ، ال
وّخ روشٔخٖ، فخْ عؤٌٗ حٌشيخ ػٓ فّٙٗ فمخي ٔؼُ فال يطشح ػٍيٗ حٌّغخثً رؼذ رٌه حالحْ يغظذػَي حٌّغخثً
حٌطخٌذ رٌه الدظّخي خجٍٗ رظٙٛس خالف ِخ أجخد رٗ، ٚيٕزغٝ ٌٍشيخ حْ يؤِشحٌطٍزش رخٌّٛحفمش فٝ حٌذسط وّخ
حر٘خُٔٙ ٚيشعخ فٝ حفٙخُِٙ ٚالٔٗ عيؤطٝ حْ شخء هللا طؼخٌىٝ، ٚربػخدس حٌششح رؼذ فشحغٗ فيّخ ريُٕٙ ٌيؼزض فٝ
.يذؼزُٙ ػٍٝ حشغخي حٌفىش ِٚئخزس حٌٕفظ رطٍذ حٌظذميك
Kelima, bersemangat dalam mengajar dan menyampaikan pemahaman
kepada murid dengan mengerahkan segenap kemampuan. Berusaha meringkas
penjelasan tanpa panjang lebar dan terlalu dalam yang mengakibatkan pikiran
murid tidak mampu menampung dan merekamnya. Menerangkan pada murid
yang lambat pemikirannya dengan bahasa yang segamblang-gamblangnya dan
bermurah hati untuk mengulangi keterangan. Mulailah menjelaskan gambaran
masalah disertai contoh berikut dalil argumentasinya. Cukupkan dengan
gambaran masalah dan contoh (tanpa dalil), bila murid belum bias memahami
dasar pengambilan dan dalil suatu masalah. Guru menjelaskan makna
rahasia-rahasi di balik hukum suatu masalah, ‗illat (sebab timbulnya hukum), dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah tersebut, baik merupakan cabang
(furu‟), maupun pokok (usul) persoalan. Juga uraikan kerancuan yang mungkin
timbul dalam hukumnya, takhrij dalilnya, atau penukilan riwayatnya, yang
disebabkan oleh munculnya redaksi yang cukup informative serta tidak ada
komentar miring dari seorang ulama pun. Tujuan guru dalam mengemukakan
kerancuan tersebut adalah sebagai upaya memberikan nasihat dan pengenalan
riwayat yang valid. Sebutkan juga masalah lain yang memiliki kesamaan,
45
keserupaan, perbedaan, dan yang berdekatan dengan masalah tersebut, disertai
penyebutan dasar pengambilan kedua hukum dan perbedaan kedua masalah.
Jangan enggan menyebutkan kata yang tidak pantas diucapkan menurut
kebiasaan, bila hal itu memang diperlukan, dan bila penjelasan yang diberikan
guru kurang sempurna bila tidak memakai kata tersebut. Tapi bila kata itu dapat
dimengerti makna dan pengertiannya karena diungkapkan secara jelas lewat
kiasan, maka cukup menggunakan kiasan dan tidak usah menyebutkan kata
aslinya langsung. Tatkala dalam majlis ada sebuah nama yang tidak pantas
disebutkan, karena orang yang bersangkutan hadir sehingga bisa membuatnya
malu, atau karena masalah yang dibicarakan sangat tersembunyi sifatnya, maka
kata-kata yang dimaksud sebaiknya diungkapkan dengan kiasan saja. Karena
banyaknya kata untuk mengungkapkan maksud dan tuntutan kondisi yang
berbeda-beda, maka wajar bila dalam hadis terkadang memuat kata asli dan
terkadang pula memakai kata kiasan.
Bila guru selesai menerangkan pelajaran, boleh mengajukan beberapa
pertanyaan kepada murid-murid untuk menguji pemahaman dan daya tangkap
mereka terhadap apa yang telah disampaikan guru. Ucapkan terima kasih kepada
murid yang tampak kuat pemahamannya sebab sering menjawab dengan benar.
Sedangkan bagi murid yang belum paham, guru harus bersikap lembut dengan
kesediannya mengulangi penjelasan. Maksud pelemparan soal-soal kepada murid
terkait dengan kebiasaan murid yang sering merasa malu untuk mengatakan,
―tidak mengerti‖ mungkin karena takut membebani guru dalam mengulang
46
keterangan, atau karena waktu yang terbatas, atau karena malu dengan
teman-temannya, atau karena bisa jadi karena murid takut menghambat proses
pembelajaran yang diakibatkan oleh ketidakpahamannya.
Oleh sebab itulah, dikatakan bahwa tidak sepatutnya guru bertanya pada
murid, ―apakah kamu paham?‖ pertanyaan ini boleh dikemukakan kalau guru
yakin akan terhindar dari jawaban murid, ―ya, paham‖ padahal murid tidak
mengerti. Tapi bila ada kekhawatiran aka nada jawaban, ―paham‖ padahal tidak
paham, entah karena malu atau lainnya, maka guru tidak usah menanyakan paham
tidaknya kepada murid. Karena mungkin murid akan berbohong dengan
mengatakan, ―ya, paham‖ dengan beberapa alasan yang telah dijelaskan di atas.
Tapi langsung saja ajukan soal-soal kepada murid.
Jika murid ditanya guru paham tidaknya suatu materi, lalu dia menjawab
paham, maka guru tidak boleh melontarkan soal-soal lagi, kecuali bila murid
memintanya, sebab mungkin murid akan malu bila ternyata setelah diberi
soal-soal oleh guru, murid tidak bias menjawabnya.
Seyogyanya guru menyuruh murid untuk melakukan kegiatan belajar
bersama sebagaimana keterangan yang akan datang nanti, insyaallah.
Menganjurkan untuk mengulang-ulang penjelasan setelah materi selesai secara
berkelompok, dengan tujuan agar ingatan mereka semakin kuat dan pemahaman
mereka semakin kokoh. Dan karena guru juga diminta untuk selalu mendorong
murid-muridnya agar senantiasa berpikir dan menekan hawa nafsu dengan cara
meminta mereka mematangkan ilmu.
47
Guru hendaknya bersemangat dalam mengajar dan menyampaikan
pemahaman kepada murid dengan mengerahkan segenap kemampuan. Berusaha
meringkas penjelasan tanpa panjang lebar dan terlalu dalam yang mengakibatkan
pikiran murid tidak mampu menampung dan merekamnya. Menerangkan pada
murid yang lambat pemikirannya dengan bahasa yang segamblang-gamblangnya
dan bermurah hati untuk mengulangi keterangan yang termaktub dalam kitab
adab al-„Alim wa al-Muta‟allim (Hasyim Asy‘ari, 1925:85-88).
ٚحٌغخدط حْ يطٍذ ِٓ حٌطٍزش فٝ رؼغ حالٚلخص اػخدس حٌّذفٛظخص، ٚيّظذٓ ػزطُٙ ٌّخ لذَ ٌُٙ
ِٓ حٌمٛحػذ حٌّزّٙش ٚحٌّغخثً حٌغشريش، ٚيخظزشُ٘ رّغخثً طٕزٕٝ ػٍٝ حطً لشسٖ حٚدٌيً روشٖ، فّٓ سآٖ
خُ٘ ػٍٝ ِظيزخ فٝ حٌجٛحد ٌُٚ يخف ػٍيٗ ِفغذس حالػجخد شىشٖ ٚأػٕٝ ػٍيٗ ريٓ حطذخرٗ ٌيزؼؼٗ ٚحيّ
ش ّّ ّٕفٗ ػٍٝ لظٛسٖ ٚدشػٗ ػٍٝ ػٍٛحٌٙ حالجظٙخد فٝ ؽٍذ حالصديخد، ِٚٓ سآٖ ِمظشح ٌُٚ يخف ٔفٛسٖ ػ
ٚٔيً حٌّٕضٌش فٝ ؽٍذ حٌؼٍُ، العيّّخ حْ وخْ ِّٓ يضيذٖ حٌظؼٕيف ٔشخؽخ ٚحٌشىشحٔغخؽخ، ٚيؼيذ ِخ يمظؼٝ
حٌذخي حػخدطٗ ٌيفّٙٗ حٌطخٌذ.
Keenam, meminta murid-muridnya menyediakan waktu untuk
mengulang-ulang hafalan. Menguji kecermatan mereka dalam mengingat
kaidah-kaidah yang rumit masalah-masalah langka yang telah dijelaskan.
Mengetes mereka dengan berbagai masalah yang berpangkal pada satu hokum
pokok yang telah ditetapkan atau bersandar pada satu dalil yang telah disebutkan
sebelumnya.
48
Ucapkan terima kasih pada murid yang mampu menjawab dengan benar,
bila hal itu tidak menimbulkan rasa sombong padanya. Serta memuji murid
tersebut di depan teman-temannya agar menjadi motivasi bagi dia dan yang lain
untuk bersungguh-sungguh dalam menambah pengetahuan.
Kasih teguran tegas dan arahan keras kepada murid yang dianggap
pemalas, jika guru tidak khawatir murid tersebut lari darinya, betapa pentingnya
motivasi yang tinggi dan kedudukan yang mulya dalam mencari ilmu. Lebih-lebih
jika murid tersebut tipikal orang yang semakin bersemangat jika dikerasi dan
semakin bertenaga jika diapresiasi. Menjelaskan ulang hal-hal yang menuntut
diulang kembali penjelasannya, agar pemahaman murid tambah kuat.
Di sebagian waktu, guru harus meminta murid untuk mengulangi hafalan
ilmu dan menguji pemahaman atas materi yang telah disampaikan terdiri dari
kaidah-kaidah samar yang belum jelas dan masalah- masalah langka sebagaimana
dalam kitab adab al-„Alim wa al-Muta‟allim (Hasyim Asy‘ari, 1925:88).
ٚحٌغخرغ حٔٗ حرحعٍه حٌطخٌذ فٝ حٌظذظيً فٛق ِخ يمؼيٗ دخٌٗ حِٚخ يذظٍّٗ ؽخلظٗ ٚخخف حٌشيخ
ػجشٖ حٚطخٖ رخٌشفك رٕفغٗ ٚروشٖ رمٌٛٗ ملسو هيلع هللا ىلص حْ حٌّٕزض الحسػخ لطغ ٚالظٙشحأرمٝ، ٚيذٍّٗ ػٍٝ حالَٔخس
حِشٖ رخٌشحدش ٚطخفيف حالشظغخي، ٚاللظظخد فٝ حالجظٙخد، ٚحرح ظٙش ِٕٗ ٔٛع عجآِش حٚ ػجشحٚ ِزخدٜ رٌه
ٚال يشيش ػٍٝ حٌطخٌذ رظؼٍُ ِخ اليذظٍّٗ فّٙٗ حِٚعٕٗ ٚالرىظخرش ِخ يٕفشرٕ٘ٗ ػٓ فّٙٗ، ٚحْ عظشخسٖ ِٓ ال
يؼشف دخٌٗ فٝ حٌفُٙ ٚحٌذفع فٝ لشحءس فٓ حٚوظخد ٌُ يشش ػٍيٗ رشٝء دظٝ يجشد رٕ٘ٗ ٚيؼٍُ دخٌٗ، فخْ ٌُ
ٗ جيّذح ٔمٍٗ حٌٝ يذظًّ حٌذخي حٌظؤخيش أشخس ػٍيٗ رى َّ ظخد عًٙ ِٓ حٌفٓ حٌّطٍٛد، فخْ سأٜ رٕ٘ٗ لخرال ٚفٙ
وظخد يٍيك رزٕ٘ٗ، ٚحالطشوٗ، ٚرٌه الْ ٔمً حٌطخٌذ حٌٝ ِخ يذي ٔمٍٗ حٌيٗ ػٍٝ جٛدس رٕ٘ٗ يضيذ حٔزغخؽٗ،ٚحٌٝ
رً يمذَّ ِخ يذي ػٍٝ لظٛسٖ يمًٍّ ٔشخؽٗ، ٚال يّىٓ حٌطخٌذ ِٓ حالشظغخي فٝ فٕيٓ حٚ حوؼش حرح ٌُ يؼزطّٙخ،
49
ّٓ أشخس ػٍيٗ رظشوٗ ٚحالٔظمخي حٌٝ غيشٖ ِّخ يشجٝ َُّ، ٚحرحػٍُ حٚ غٍذ ػٍٝ ظٕٗ حّٔٗ اليفٍخ فٝ ف حالُ٘ فخال٘
فيٗ فال دٗ.
Ketuju