Absorbsi Obat Yang Terjadi Saat Lambung Kosong

Embed Size (px)

Citation preview

Absorbsi obat yang terjadi saat lambung kosong

Absorpsi parasetamol pada kondisi perut kosong akan lebih besar jika dibandingkan dengan setelah makan. Kadar plasma maksimum yang pada keadaan perut kosong dicapai setelah 40 menit, baru akan dicapai dalam 2,2 jam jika dilakukan setelah makan, dan kadar yang dicapai juga lebih rendah. Akan tetapi ketersediaan hayati absolut (jumlah parasetamol yang masuk dalam darah dibandingkan jika diberikan secara iv) tetap. Jika misalnya obat ini dimaksudkan untuk mengobati nyeri akut, tentu saja perlambatan absorpsi ini tidak diingini karena sangat berarti secara terapeutik. Jika mengenai antibiotika, maka pertanyaan apakah akan berarti secara klinis atau tidak, agak sulit dijawab. Misalnya sefaleksin jika digunakan dalam keadaan lambung kosong akan diabsorpsi lebih cepat dibandingkan jika digunakan setelah makan (Gambar 1). Walaupun ketersediaan hayatinya sama, adanya perbedaan laju absorpsi ini mungkin berguna, apalagi kadar optimal yang dapat dicapai pun berbeda. Sebaliknya jika digunakan setelah makan, dalam waktu 2,6 jam kadar yang cukup tinggi akan dipertahankan, yang lebih lama dibandingkan penggunaan pada lambung kosong (1,8 jam). Pada penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme tertentu, waktu kontak yang lama ini tentu lebih menguntungkan. Sedangkan pada mikroba yang tidak begitu mudah diatasi dengan selafeksin tentu kadar plasma yang tinggi lebih bermanfaat.

Gambar 1. Kadar plasma sefaleksin 500 mg yang digunakan dalam lambung kosong dibandingkan pemberian setelah makan

Absorbsi lambung pada saat berisi makanan

Yang lebih kompleks yaitu pengaruh berbagai makanan pada kadar serum dan otomatis terhadap efek terapeutik obat jika bentuk sediaan berbeda-beda, seperti sirup, tablet retard, tablet salut yang resisten terhadap getah lambung dan sebagainya. Asam valproat misalnya, yang digunakan untuk menangani epilepsi, jika digunakan dalam bentuk sirup setelah makan, seperti terlihat juga pada parasetamol dan sefaleksin,

akan diperlambat absorpsinya; kadar serum maksimal pun akan lebih kecil (Gambar 2). Absorpsi akan diperlambat pula jika digunakan bentuk tablet retard yang larut dalam getah lambung, meskipun kadar maksimum serum tetap. Sebaliknya bila diberikan bentuk sediaan yang resisten terhadap getah lambung, maka jika digunakan setelah makan, absorpsi akan amat 'diperlambat (lag-time). Pada keadaan lambung kosong lag time ini berkisar sekitar 2,1 jam dan jika digunakan setelah makan bergeser menjadi sekitar 7,6 jam. Jika dilihat pula bahwa pada obat-obat antiepilepsi kepekaan tiap individu bervariasi maka harga ini akan dapat berkisar menjadi antara 3 sampai 13 jam. Sedangkan pada keadaan lambung kosong, mula kerja obat ini kurang lebih seragam yaitu 1,8 sampai 2,7 jam. Karena itu jika dipilih preparat asam valproat yang baru dapat larut dalam usus dan digunakan setelah makan, dapat menghasilkan perbedaan, kadar serum yang cukup besar sehingga mungkin terjadi dosis berlebih atau terlalu sedikit. Seperti juga -obat-obat lain yang sudah dibahas, absorpsi indometasin jika digunakan sesudah makan juga akan diperlambat, perlambatan ini paling besar jika makanan banyak mengandung karbohidrat. AUC tidak dipengaruhi baik oleh perbedaan komposisi makanan maupun akibat penggunaan setelah makan. Akan tetapi di.sini -walaupun ada perlambatan absorpsi dan dengan demikian juga perlambatan timbulnya efek -- arti klinisnya hampir tidak ada. Jadi untuk antiflogistika ini yang barangkali lebih berperan adalah waktu makan sedangkan susunan makanan tidak begitu penting.

Gambar 2. Kadar serum Valproat Na 600 mg dalam sediaan sirup, preparat retard yang larut dalam asam lambung dan preparat yang baru larut dalam cairan usus, pada lambung kosong dan setelah makan Penggunaan obat bersama makanan tidak hanya dapat menyebabkan perlambatan absorpsi tetapi dapat pula mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi (ketersediaan hayati obat bersangkutan). Penisilamin yang digunakan sebagai basis terapeutika dalam menangani reumatik, jika digunakan segen. setelah makan, ketersediaan hayatinya jauh lebih kecil dibandingkan jika tablet tersebut digunakan dalam keadaan lambung kosong (Gambar 3). Ini akibat adanya pengaruh laju pengosongan lambung terhadap absorpsi obat. Akibat lain yang ikut berperan adalah pH, ketidakstabilan penisilamin, pembentukan kompleks dan proses oksidatif yang terjadi.

Gambar 3. Kadar plasma tablet penisilamin 500 mg yang digunakan sebelum atau setelah makan

Pengaruh pH Jika kita lihat pH lambung dan usus dua belas jari setelah makan, maka di lambung (sebagai akibat netralisasi lambung oleh makanan) dalam waktu satu jam pH akan bergeser ke pH yang lebih tinggi, maksimum sekitar pH 5. Sebaliknya di usus dua belas jari pH akan turun dan dalam waktu 0,5 sampai 3 jam setelah makan, rata-rata pH sekitar 5,5. Jika obat diminum setelah makan tentu saja di samping memperlambat absorpsi obat, perubahan pH ikut berpengaruh. Pada antibiotika seperti penisilin, eritromisin, rifampisin, tetrasiklin, ketersediaan hayatinya lebih kecil karena sebagian senyawa ini tidak stabil dalam suasana asam, atau seperti pada tetrasiklin dan rifampisin pada pH di atas 3 kelarutannya akan berkurang. Kurangnya kelarutan pada pH di atas 3 ini juga berlaku untuk ktokonazol dan diazepam. Pada digoksin dan turunannya Q--asetildigoksin atau metil-digoksin pH di bawah 3 akan menyebabkan hidrolisis sehingga akan mengurangi absorpsinya.

Pembentukan kompleks Pembentukan kompleks atau khelat dapat pula memperkecil ketersediaan hayati obatobat yang diminum setelah makan. Contoh yang paling dikenal adalah berkurangnya absorpsi tetrasiklin jika diminum bersama atau setelah makanan yang kaya kalsium, seperti susu atau produk-produk susu. Juga dengan antasida misalnya gel aluminium hidroksida, kerja tetrasiklin akan amat berkurang karena terhambatnya absorpsi. Kekecualian terlihat

hanya pada doksisiklin (Vibramycin) yang ketersediaan hayatinya hanya sedikit dipengaruhi oleh susu. Kadar serum maksimum praktis tidak berubah, hanya eliminasinya terlihat jauh lebih cepat. Karena interaksinya dengan logam-logam bervalensi 2 atau 3 maka harus diperhatikan juga penggunaan tetrasiklin dengan berbagai tonika yang mengandung senyawa besi.

Terganggunya transport Contoh lain berkurangnya ketersediaan hayati jika diminum setelah makan, adalah obat anti parkinson levodopa. Mekanisme kerjanya agak berbeda dari contoh di atas. Berbeda dengan kebanyakan obat yang diabsorpsi secara pasif, levodopa diabsorpsi secara aktif (pembawa asam amino). Pembawa ini juga digunakan oleh asam amino lain, sehingga jika banyak asam amino dalam makanan akan terjadi kompetisi dengan pembawa ini. Jadi makanan kaya protein, akan menurunkan kadar serum dan akibatnya akan terjadi apa yang kita namakan fenomena on-off.

Gambar 4. Kadar serum 2 preparat retard teofiin yang digunakan dalam keadaan lambung kosong atau setelah makan