17
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut Leukemia Limfoblastik Akut adalah salah satu jenis keganasan yang terjadi pada sel darah dimana terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah putih. Pada LLA, terjadi proliferasi dari sel prekursor limfoid dimana 80% kasus berasal dari sel limfosit B dan sisanya dari sel limfosit T. Keganasan ini bisa terjadi pada stase manapun pada saat proses diferensiasi sel leukosit (Howard dan Hamilton, 2008). LLA merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan pada anak usia 2-5 tahun (Permono dan Ugrasena, 2010) dan akan terus meningkat seiring berkembangnya usia. Pada kasus LLA anak, tingkat kesembuhan dengan pengobatan kemoterapi sangat besar hampir mencapai 80% sedangkan pada orang dewasa lebih rendah tingkat kesembuhannya karena banyaknya pengobatan yang mengalami multi-drug resistance (MDR) (Howard dan Hamilton, 2008). 2.1.1. Etiologi LLA Penyebab dari terjadinya LLA masih belum diketahui, namun ada penelitian terbaru yang menyatakan bahwa adanya peranan infeksi virus dan atau bakteri (Permono dan Ugrasena, 2010). Ada beberapa faktor-faktor yang membantu meningkatkan angka kejadian LLA seperti faktor lingkungan, faktor genetik (Tabel 1), dan faktor paparan terhadap radiasi pada saat sedang dalam kandungan maupun pada saat kanak-kanak. Selain itu, infeksi virus Epstein-Barr serta sel limfosit B juga berperan terhadap kejadian LLA pada negara berkembang (Tubergen dan Bleyer, 2007). Universitas Sumatera Utara

repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Leukemia Limfoblastik Akut

Leukemia Limfoblastik Akut adalah salah satu jenis keganasan yang

terjadi pada sel darah dimana terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah putih.

Pada LLA, terjadi proliferasi dari sel prekursor limfoid dimana 80% kasus berasal

dari sel limfosit B dan sisanya dari sel limfosit T. Keganasan ini bisa terjadi pada

stase manapun pada saat proses diferensiasi sel leukosit (Howard dan Hamilton,

2008).

LLA merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan pada anak

usia 2-5 tahun (Permono dan Ugrasena, 2010) dan akan terus meningkat seiring

berkembangnya usia. Pada kasus LLA anak, tingkat kesembuhan dengan

pengobatan kemoterapi sangat besar hampir mencapai 80% sedangkan pada orang

dewasa lebih rendah tingkat kesembuhannya karena banyaknya pengobatan yang

mengalami multi-drug resistance (MDR) (Howard dan Hamilton, 2008).

2.1.1. Etiologi LLA

Penyebab dari terjadinya LLA masih belum diketahui, namun ada

penelitian terbaru yang menyatakan bahwa adanya peranan infeksi virus dan atau

bakteri (Permono dan Ugrasena, 2010). Ada beberapa faktor-faktor yang

membantu meningkatkan angka kejadian LLA seperti faktor lingkungan, faktor

genetik (Tabel 1), dan faktor paparan terhadap radiasi pada saat sedang dalam

kandungan maupun pada saat kanak-kanak. Selain itu, infeksi virus Epstein-Barr

serta sel limfosit B juga berperan terhadap kejadian LLA pada negara berkembang

(Tubergen dan Bleyer, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

6

Tabel 2.1-Faktor predisposisi dari Leukemia Limfoblastik Akut (Tubergen dan Bleyer, 2007) Faktor Genetika Faktor Lingkungan

Sindrom Down

Sindrom Fanconi

Sindrom Bloom

Diamond-Blackfan anemia

Sindrom Schwachman

Sindrom Klinefelter

Sindrom Turner

Neurofibromatosis tipe 1

Ataxia-telangiectasia

Severe combined immune deficiency

Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

Sindrom Li-Fraumeni

Radiasi

Obat-obat

Alkylating agents

Nitrosourea

Epipodophyllotoxin

Benzene exposure

Advanced maternal age

2.1.2. Klasifikasi LLA

Klasifikasi dari LLA terbagi atas beberapa jenis, yaitu klasifikasi

berdasarkan morfologik, berdasarkan genetika, dan immunofenotip.

1. Klasifikasi French-American-British (FAB)

Klasifikasi dari LLA yang digunakan oleh dunia adalah klasifikasi

morfologik menurut FAB (French-American-British) yang berdasarkan

atas karakteristik dari sel blas (ukuran sel, rasio sitoplasma-inti, ukuran

dari inti sel, dan warna sel).

• LLA-L1

Pada tipe ini, sel blas berukuran kecil dengan sitoplasma yang sempit,

nukleolus tidak jelas terlihat, dan kromatin homogen. L1 merupakan jenis

leukemia limfoblastik akut yang sering terjadi pada anak-anak, sekitar

70% kasus dengan 74% nya terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun

(Gamal, 2011).

• LLA-L2

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

7

L2 terdiri dari sel blas berukuran lebih besar, ukuran inti tidak beraturan,

kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti, dan membran

nukleolus yang irregular serta sitoplasma yang berbeda warna. Sekitar

27% kasus LLA, didapati morfologik tipe L2 dan lebih sering terjadi pada

pasien usia di atas 15 tahun (Gamal, 2011).

• LLA-L3

L3 terdiri dari sel blas berukuran besar, ukurannya homogen, ukuran inti

bulat atau oval dengan kromatin berbercak, anak inti banyak ditemukan,

sitoplasma yang sangat basofilik disertai dengan vakuolisasi. Pada tipe ini,

terjadi mitosis yang cepat sebagai pertanda dari adanya tahapan aktifitas

dari makrofag (Gambar 1) (Gamal, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

8

Gambar 1 :

(A)L1 limfoblas

(B)L2 limfoblas

(C)L3 limfoblas

(Howard dan

Hamilton, 2008)

2. Klasifikasi World Health Organization (WHO)

Kelainan klon kromosom sekarang juga dapat diidentifikasi pada sebagian

kasus dengan menghitung jumlah kromosom per sel leukemia dan hasil

perhitungannya dapat digunakan sebagai penentu baik buruknya prognosis

penyakit leukemia. Selain itu juga dilihat translokasi dari genetika sel itu

sendiri. Pembagian dari klasifikasi berdasarkan genetika yang dipakai

adalah yang diluncurkan oleh WHO (Tabel 2).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

9

Tabel 2.2-Klasifikasi LLA berdasarkan WHO (Vadirman, 2009)

Klasifikasi WHO

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, tidak spesifik

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan kelainan

genetik

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi

t(9;22)(q34; q11.2); BCR-ABL1

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi t(v;

11q23); MLL rearranged

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi

t(12;21)(p13; q22); TEL-AML1 (ETV6-RUNX1)

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan hiperdiploid

(>50 kromosom/sel)

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan hipodiploid

(<45 kromosom/sel)

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel T

3. Klasifikasi Imunofenotip

Klasifikasi berdasarkan imunofenotip dapat mengklasifikasikan leukemia

sesuai dengan tahap-tahap maturasi normal yang dikenal. Klasifikasi ini

membagi LLA ke dalam prekursor sel-B atau sel-T. Prekursor sel B

termasuk CD 19, CD 22, CD 34, dan CD 79. Sedangkan prekursor sel T

membawa imunofenotip CD 2, CD 3, CD 4, CD 5, CD 7, atau CD 8

(Gamal, 2011).

2.1.3. Patofisiologi LLA

Leukemia Limfoblastik Akut terjadi dikarenakan oleh adanya perubahan

abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA, kebanyakan kasus

disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B. Banyak faktor yang

mempengaruhi terjadinya LLA seperti faktor genetika, imunologi, lingkungan,

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

10

dan obat-obatan. LLA terjadi karena pada sel progenitornya mengalami

abnormalitas (Gambar 2) (Roganovic, 2013).

Gambar 2 : Asal sel dan evolusi dari sel kanker (Roganovic, 2013)

Faktor genetika mempunyai peranan paling penting dalam proses

terjadinya LLA. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan

pada gen ARID5B dan IKZF yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi dan

diferensiasi sel limfosit B. Selain peranan genetik, faktor lingkungan seperti

radiasi dan beberapa bahan kimia, infeksi, serta imunodefisiensi juga

berpengaruh. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka kejadian LLA karena

menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah yang berada di sumsum

tulang. Peranan infeksi terhadap kejadian LLA masih dalam proses

pengembangan oleh karena adanya tumpang tindih antara usia anak-anak terkena

infeksi dengan insidens puncak dari LLA (Roganovic, 2013).

Anak-anak dengan penyakit imunodefisiensi yang diobati dengan obat-

obatan yang bersifat imunosupresif mempunyai resiko tinggi untuk mengalami

keganasan terutama limfoma. LLA bisa saja muncul tetapi jarang. Adanya

perkembangan sel kanker pada pasien immunocompromised berhubungan dengan

infeksi (Roganovic, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

11

2.1.4. Gejala Klinis LLA

Gejala klinis yang dialami oleh pasien LLA biasanya bervariasi. Adanya

akumulasi dari sel limfoblas abnormal yang berlebihan pada sumsum tulang

menyebabkan supresi pada sel darah normal sehingga tanda-tanda klinisnya akan

menunjukkan kondisi dari sumsum tulang, seperti anemia (pucat, lemah,

takikardi, dispnoe, dan terkadang gagal jantung kongestif), trombositopenia (

peteki, purpura, perdarahan dari membran mukosa, mudah lebam), dan

neutropenia (demam, infeksi, ulserasi dari membran mukosa). Selain itu,

anoreksia dan nyeri punggung atau sendi juga merupakan salah satu tanda klinis

LLA (Roganovic, 2013).

Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah

bening (limfadenopati), pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati

(hepatomegali). Pada pasien dengan LLA prekursor sel-T dapat ditemukan adanya

dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah

bening di mediastinum yang mengalami pembesaran. Sekitar 5% kasus akan

melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan

intrakranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf kranialis

(terutama VI dan VII) (Roganovic, 2013).

2.1.5. Diagnosis LLA

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menegakkan dan

memastikan diagnosis dari LLA, yaitu :

1. Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi

Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk

menegakkan diagnosis dari LLA. Pada pemeriksaan darah lengkap,

dimana akan didapatkan adanya peningkatan sel darah putih/white blood

cell (WBC) mencapai > 10.000/mm3 sedangkan pada 20% kasus

peningkatan mencapai > 50.000/mm3. Selain itu, akan ditemukan

neutropenia, anemia (Hb < 10 mg/dL) normokromik dan normositik

disertai rendahnya retikulosit, trombositopenia (hitung platelet <

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

12

100.000/mm3), dan pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya sel

blas.

2. Aspirasi sumsum tulang belakang

Untuk memastikan diagnosis dari LLA, harus dilakukan aspirasi sumsum

tulang belakang. Aspirasi sumsum tulang juga dapat membantu kita

mengklasifikasikan LLA. Pasien disuspek menderita leukemia bila

didapatkan lebih dari 5% blas pada sumsum tulang, tetapi minimum 25%

sel blas diperlukan untuk memenuhi standar kriteria sebelum diagnosis

ditegakkan. Biasanya akan dijumpai sel leukemia yang homogen dan

hiperseluler dari sumsum tulang.

3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF)

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien anak asimptomatik untuk

mendeteksi leukemia dengan cara pemeriksaan sitologi CSF yang akan

menunjukkan pleositosis dan adanya sel blas.

4. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti cytochemistry, imunofenotip,

sitogenetik, dan lain-lain (Roganovic, 2013).

2.1.6. Faktor prognostik LLA

Respon pasien terhadap pengobatan berbeda-beda. Ada yang tingkat

kesembuhannya lebih tinggi, sedangkan ada yang tingkat kesembuhannya lebih

rendah sehingga pengobatan yang dijalani lebih lama. Perbedaan yang

mempengaruhi respon terhadap pengobatan disebut sebagai faktor prognostik.

Berdasarkan faktor prognostik, pasien dapat digolongkan ke kelompok resiko

biasa dan resiko tinggi.

Faktor prognostik LLA menurut Bambang Permono dan IDG Ugrasena

dalam IDAI 2010, yaitu :

1. Usia

Pasien anak yang berusia dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun

mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan pasien anak yang berusia

diantara itu. Pasien bayi yang berusia dibawah 6 bulan pada saat

ditegakkan diagnosis, mempunyai prognosis paling buruk.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

13

2. Jumlah leukosit

Jumlah leukosit awal pada saat penengakan diagnosis LLA sangat

bermakna tinggi sebagai suatu faktor prognostik. Ditemukan adanya

hubungan antara hitung jumlah leukosit dengan outcome pasien LLA pada

anak, yaitu pada pasien dengan jumlah leukosit > 50.000/mm3 akan

mempunyai prognosis yang buruk.

3. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menyatakan bahwa anak perempuan cenderung

mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini

dikarenakan anak laki-laki mempunyai kecenderungan untuk terjadi relaps

testis, insidensi leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis, dan

organomegali serta massa pada mediastinum.

4. Imunofenotipe

Imunofenotipe juga berperan dalam menentukan faktor prognostik pasien

LLA. Leukemia sel-B (L3) dengan antibodi “kappa” dan “lambda” pada

permukaannya diketahui mempunyai prognosis buruk tetapi dengan

pengobatan yang spesifik, prognosisnya membaik. Sel-T leukemia juga

mempunyai prognosis yang buruk dan digolongkan sebagai kelompok

resiko tinggi.

5. Respon terhadap terapi

Respon pasien terhadap terapi dapat kita ukur dari jumlah sel blas yang

ditemukan pada pemeriksaan darah tepi seminggu setelah dimulai terapi

prednison. Prognosis dikatakan buruk apabila pada fase induksi hari ke-7

atau 14 masih ditemukan adanya sel blas pada sumsum tulang.

6. Kelainan jumlah kromosom

LLA hiperdiploid (>50 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang baik,

sedangkan LLA hipodiploid (< 45 kromosom/sel) mempunyai prognosis

yang buruk. Adanya translokasi t(9;22) atau t(4;11) pada bayi

berhubungan dengan prognosis buruk.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

14

2.1.7. Penatalaksanaan LLA

Penatalaksanaan dari leukemia terbagi atas kuratif dan suportif.

Penatalaksanaan suportif hanya berupa terapi penyakit lain yang menyertai

leukemia beserta komplikasinya, seperti tranfusi darah, pemberian antibiotik,

pemberian nutrisi yang baik, dan aspek psikososial (Permono dan Ugrasena,

2010).

Penatalaksaan kuratif, seperti kemoterapi, bertujuan untuk menyembuhkan

leukemia. Di Indonesia sendiri sudah ada 2 jenis protokol pengobatan yang

umumnya digunakan, yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL

2010. Selain dengan kemoterapi, terapi transplantasi sumsum tulang juga

memberikan kesempatan untuk sembuh terutama pada pasien yang terdiagnosis

leukemia sel-T (Permono dan Ugrasena, 2010).

• Tahapan Kemoterapi

Pengobatan LLA yang umumnya dilakukan adalah kemoterapi.

Kemoterapi bertujuan untuk menyembuhkan leukemia dan proses

pengobatannya terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yaitu fase induksi-

remisi, intensifikasi awal, konsolidasi/terapi profilaksis susunan saraf

pusat, intensifikasi akhir (terbagi atas fase re-induksi dan re-konsolidasi),

dan maintenance/rumatan.

Terapi Induksi. Tujuan utama dari pengobatan kemoterapi adalah untuk

mencapai remisi komplit dan menggembalikan fungsi hematopoesis yang

normal. Terapi induksi meningkatkan angka remisi hingga mencapai 98%.

Terapi ini berlangsung sekitar 3-6 minggu dengan menggunakan 3-4 obat,

yaitu glukokortikoid (prednison/deksametason), vinkristin, L-asparaginase

dan atau antrasiklin. Sekitar 2% kasus pasien anak LLA yang menjalani

terapi induksi mengalami kegagalan (Roganovic, 2013).

Intensifikasi awal. Target pengobatan adalah anak-anak yang sudah

mencapai remisi dan fungsi hematopoesis-nya kembali normal. Tujuan

dari tahapan intensifikasi adalah untuk eradikasi sel leukemia yang tersisa

dan meningkatkan angka kesembuhan (Roganovic, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

15

Konsolidasi/Terapi Profilaksis SSP. Tujuan dari tahapan ini adalah

untuk melanjutkan peningkatan kualitas remisi di sumsum tulang dan

sebagai profilaksis susunan saraf pusat. Profilaksis SSP dilakukan

mengacu pada fakta bahwa SSP merupakan pusat dari sel leukemia dan

dilindungi oleh sawar darah otak sehingga obat tidak bisa menembusnya

(Roganovic, 2013).

Intensifikasi Akhir. Penambahan dari tahap intensifikasi akhir ini setelah

terapi induksi ataupun konsolidasi ternyata meningkatkan prognosis pasien

anak dengan LLA. Tahap ini merupakan tahap pengulangan dari tahap

induksi dan intensifikasi awal dan untuk menghindari terjadinya resistensi

obat maka dilakukan pergantian obat (Roganovic, 2013).

Terapi rumatan. Setelah pengobatan dengan dosis tinggi dijalankan

selama 6 sampai 12 bulan, obat sitotoksis dosis rendah digunakan untuk

mencegah terjadinya kondisi relaps. Tujuan dari tahap ini adalah untuk

mengurangi sel leukemia sisa yang tidak terdeteksi. Terapi rumatan

dilaksanakan selama 2 atau 3 tahun setelah diagnosis atau setelah

tercapainya kondisi remisi morfologik. Keberhasilan ini dipantau dengan

melihat hitung leukosit (2.000-3.000/mm3) (Roganovic, 2013).

Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas

gejala klinis leukemia. Selain itu, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah

sel blas <5% dari sel berinti, hemoglobin >12gr/dL tanpa transfusi, jumlah

leukosit > 3.000/uL dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit >

2.000/uL, jumlah trombosit > 100.000/uL, dan pemeriksaan cairan serebrospinal

normal (Permono dan Urgasena, 2010).

• Efek Samping Kemoterapi

Kemoterapi membunuh sel-sel kanker yang aktifitas mitosisnya cepat dan

terapi ini tidak bisa membedakan yang mana sel kanker yang mana sel

normal karena ada sel normal yang aktifitas mitosisnya cepat. Kerusakan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

16

pada sel yang normal disebut sebagai efek samping. Efek samping yang

paling sering dikeluhkan adalah sebagai berikut :

- Anemia

- Alopecia

- Lebam, perdarahan dan infeksi

- Mual dan muntah

- Perubahan selera makan

- Konstipasi

- Diare

- Masalah kesehatan mulut, gusi, dan tenggorokan

- Gangguan otot dan saraf

- Gangguan pada kulit dan kuku

- Gangguan ginjal, vesika urinaria, dan urine

- Weight gain (ACS, 2013).

2.2. Status nutrisi pada kanker anak

Nutrisi merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan pada pasien anak

penderita kanker. Baik penyakit maupun pengobatan akan mempengaruhi selera

makan, toleransi terhadap makanan, dan kemampuan dari tubuh untuk mengolah

nutrien. Nutrisi yang bagus mempunyai banyak manfaat, seperti menurunkan

resiko infeksi pada saat pengobatan, menjaga pertumbuhan anak, memberikan

kualitas hidup yang bagus, dan lain-lain (ACS, 2013).

Anak-anak dengan kanker membutuhkan banyak nutrisi, seperti :

1. Protein

Tubuh membutuhkan protein untuk tumbuh; memperbaiki jaringan yang

rusak; dan untuk menjaga kulit, sel darah, sistem imun, serta sel epitel

saluran cerna tetap bagus. Apabila anak tidak mendapatkan asupan protein

yang cukup, tubuh akan memecah otot sebagai sumber energi. Hal ini akan

meningkatkan resiko infeksi dan memperpanjang proses penyembuhan

dari penyakit. Anak-anak yang menjalani kemoterapi, radiasi, dan operasi

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

17

akan membutuhkan asupan protein lebih untuk memperbaiki jaringan yang

rusak dan mencegah infeksi (ACS, 2013).

2. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi tubuh untuk berfungsi

secara normal. Kalori yang dibutuhkan oleh anak-anak bergantung pada

usia, berat badan, serta aktifitas fisik mereka dan jumlah kalori mereka

akan lebih besar daripada orang dewasa. Anak-anak dengan kanker

membutuhkan kalori sekitar 20-90% lebih banyak daripada anak-anak

yang tidak menderita kanker (ACS, 2013).

3. Lemak

Lemak memiliki peranan penting dalam nutrisi pada anak karena lemak

merupakan sumber kalori paling besar untuk tubuh. Tubuh akan memecah

lemak untuk digunakan sebagai energi, melindungi jaringan tubuh, dan

melarutkan vitamin untuk diserap ke dalam aliran darah (ACS, 2013).

4. Air

Sel dalam tubuh membutuhkan air untuk berfungsi. Salah satu efek

samping dari kemoterapi adalah mual dan muntah, jika gejala ini

berkepanjangan akan menyebabkan anak mengalami dehidrasi sehingga

keseimbangan cairan dalam tubuh akan terganggu (ACS, 2013).

5. Vitamin dan mineral

Tubuh membutuhkan sedikit vitamin dan mineral untuk tumbuh kembang

dan berfungsi secara normal serta membantu tubuh untuk menggunakan

energi yang didapat dari makanan. Vitamin D dan kalsium sangat penting

untuk pertumbuhan tulang. Pada anak normal, asupan kedua zat ini tidak

cukup sehingga pada anak penderita kanker disarankan untuk

memperbanyak asupan vitamin D dan kalsium karena obat-obat

kemoterapi dapat menurunkan kadar kedua zat dalam tubuh (ACS, 2013).

Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi defisiensi dari nutrisi-

nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga tubuh tidak dapat berfungsi secara

normal. Malnutrisi pada anak yang menderita kanker disebabkan oleh beberapa

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

18

hal. Sekitar 50-60% anak yang menderita kanker mengalami malnutrisi yang

dipengaruhi oleh jenis keganasan dan negara tempat tinggal, baik negara

berkembang ataupun negara maju (Alcazar, 2013).

Menurut penelitian Underzo et al. (1996) dan Reilly J, et al. (1999) dalam

Alcazar A. M., et al (2013), prevalensi malnutrisi pada pasien yang didiagnosis

menderita LLA sekitar 7% untuk negara berkembang, dan pada penelitian yang

lainnya menunjukkan angka sekitar 21-23%. Prevalensi anak-anak yang

mengalami obesitas setelah selesai pengobatan adalah sekitar 20-34%. Nutrisi

menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan prognosis dan harapan

hidup dari pasien LLA.

Pada pasien LLA yang mengalami malnutrisi pada saat ditegakkan

diagnosis, ditemukan bahwa kemoterapi lebih berbahaya dan tidak begitu efektif

dibandingkan dengan pasien LLA yang mempunyai nutrisi adekuat. Toksisitas

hematologi adalah penyebab paling sering dari komplikasi yang terjadi, seperti

meningkatkanya resiko infeksi, perdarahan, dan relapse yang disebabkan oleh

neutropenia, trombositopenia, dan pengobatan yang dihentikan (Alcazar, 2013).

2.2.1. Patogenesis kanker cachexia dan obesitas

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan kondisi malnutrisi terjadi

pada pasien kanker seperti interaksi antara energi dan substrat metabolisme,

komponen hormonal dan inflamasi, serta pergantian dari kompartmen metabolik.

Hal ini akan mengakibatkan aktivitas metabolik yang dipercepat, oksidasi dari

substrat energi, dan hilangnya protein tubuh.

• Mekanisme kanker cachexia

Cachexia adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan

jaringan otot dan lemak tubuh yang berlangsung terus menerus dan

bersifat progresif. Pada kanker cachexia, terjadi kehilangan lemak dan otot

yang berbeda dengan orang yang puasa berkepanjangan ataupun

kelaparan. Hal ini disebabkan oleh adanya peranan sitokin seperti IL-1α,

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

19

IL-1β, dan IL-6 yang dihasilkan oleh jaringan tumor, sel stroma, sistem

imun selain itu juga disebabkan TNF- α, dan INF-γ (Bauer, 2011).

Sitokin-sitokin tersebut akan mempengaruhi asupan makanan dan

penggunaan energi sehingga menyebabkan gejala klinis dari cachexia.

Sitokin akan dibawa melewati blood-brain barier dan berinteraksi dengan

sel endotel yang berada di permukaan lumen otak yang menyebabkan

suatu substansi dikeluarkan dan mempengaruhi selera makan (Bauer,

2011).

Reseptor TNF- α dan IL-1 ditemukan berada di daerah

hipotalamus, yang berperan dalam pengaturan nafsu makan. Semua sitokin

ini akan menyebabkan terjadinya anoreksia. Selain itu, prostaglandin juga

berperan sebagai mediator penekan nafsu makan (Tisdale, 2009).

Selain itu, hal-hal seperti meningkatnya jumlah nutrisi yang

dibutuhkan oleh pasien kanker, gangguan penyerapan nutrient disebabkan

adanya gangguan saluran pencernaan oleh karena efek samping

pengobatan, gangguan metabolik dan hormonal, nyeri yang tidak

terkontrol, dan gangguan pada pengecapan akan memicu penurunan

asupan energi sehingga resiko terjadinya cachexia lebih tinggi (Bauer,

Jacqueline, 2011).

• Mekanisme obesitas

Obesitas atau overweight merupakan hal yang perlu diperhatikan

sebagai akibat dari pengobatan kanker jangka panjang. Mekanisme pasti

dari terjadinya obesitas belum dapat dijelaskan secara pasti, namun ada

beberapa hipotesis yang menjelaskan adanya akumulasi berlebihan dari

lemak tubuh sehingga menyebabkan IMT yang berlebihan (Alcazar,

2013).

Terapi kortikosteroid selain digunakan untuk pengobatan LLA,

juga dapat meningkatkan sintesis leptin. Setelah leptin dihasilkan dan

masuk ke dalam aliran darah, leptin akan mencapai sistem saraf pusat dan

berikatan dengan reseptornya yang terdapat di hipotalamus. Aktivasi dari

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

20

reseptor akan menurunkan produksi dari neuropeptida Y dan peptida

lainnya. Selain itu, leptin juga akan mengaktivasi sistem saraf simpatis

sehingga aktifitas metabolik dan konsumsi energi meningkat. Leptin

mengurangi sekresi insulin sehingga penyimpanan glukosa sebagai sumber

energi akan berkurang (Alcazar, 2013).

Ketika terjadi insensitifitas terhadap leptin, akan mengakibatkan

gangguan regulasi berat badan dan metabolisme. Sehingga akan

menyebabkan adanya gangguan secara intrasel dan mengakibatkan

modifikasi metabolik yang mengarah pada peningkatan IMT (Alcazar,

2013).

2.2.2. Tahapan Kemoterapi dan nutrisi pasien LLA

Status nutrisi pada pasien LLA merupakan salah satu hal penting yang

harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi prognosis dan harapan hidup dari

pasien tersebut. Malnutrisi lebih sering ditemukan pada saat anak menjalani

tahapan kemoterapi terutama tahapan induksi. Faktor-faktor seperti obat(steroid),

makanan, dan aktifitas fisik mempengaruhi status nutrisi dan dimanifestasikan

sebagai gangguan pertumbuhan, berat badan bertambah ataupun berat badan

menurun (Tan, 2013).

Penurunan berat badan yang berlebihan pada pasien LLA merupakan efek

samping dari terapi kanker. Anoreksia, muntah, ataupun malabsorpsi akan

mengurangi absorpsi dari nutrien yang dikonsumsi. Sedangkan pada pasien yang

mengalami peningkatan berat badan dan obesitas, dikaitkan dengan penggunaan

steroid yang berkepanjangan pada saat terapi sehingga selera makan pasien akan

meningkat dan asupan energi meningkat (Tan,2013).

2.2.3. Indeks Massa Tubuh Anak

Menurut CDC (2011), Indeks Massa Tubuh adalah angka yang didapatkan

melalui perhitungan berat badan dan tinggi badan anak. IMT merupakan salah

satu indikator yang menunjukkan lemak dalam tubuh pada anak-anak maupun

remaja. Perhitungan IMT tidak memakan biaya dan merupakan metode yang

mudah untuk digunakan sebagai screening awal untuk masalah berat badan.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 61941... · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut2016-10-17 · anoreksia dan nyeri ... Pada pasien

21

Untuk anak-anak, IMT spesifik terhadap usia dan jenis kelamin, sehingga sering

disebut BMI-for-age.

Setelah dilakukan perhitungan IMT, hasilnya akan di-plot-kan ke dalam

kurva WHO maupun CDC sesuai dengan usia mereka untuk mendapatkan hasil

persentil. Persentil merupakan indikator yang sudah umum digunakan untuk

melihat pertumbuhan anak-anak dan hasilnya membantu mengklasifikasikan

anak-anak sesuai dengan berat badan mereka.

Interpretasi hasil :

• Kurva WHO (2014) :

Z – score :

< -3SD : Gizi buruk / Kurus sekali

< -2SD s/d -3SD : Gizi kurang / Kurus

-2SD s/d +2SD : Gizi baik / Normal

> +2SD : Gizi lebih / Gemuk

Persentil :

< 5th persentil : Underweight

5th persentil - < 85th persentil : Normal (Gizi Baik)

85th persentil - < 95th persentil : Overweight

>= 95th persentil : Obesitas

• Kurva CDC (2011) :

< 5th persentil : Underweight

5th persentil - < 85th persentil : Normal (Gizi Baik)

85th persentil - < 95th persentil : Overweight

>= 95th persentil : Obesitas

Universitas Sumatera Utara