Click here to load reader
Upload
vifianniezz
View
80
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pingsan merupakan bagian dari perawatan kuratif dalam bidang kedokteran
gigi. Dalam bidang kedokteran pingsan biasa disebut dengan sinkop. Pingsan
dilaporkan terjadi pada 2% pasien yang mengalami pencabutan di bawah anestesi
lokal dan merupakan penyebab umum terjadinya kehilangan kesadaran dalam
perawatan gigi. Mekanisme pingsan belum dipahami seluruhnya, tetapi dalam
kedokteran gigi kelihatannya melibatkan episode emosional (rasa takut atau sakit)
yang mula menaikkan tekanan darah serta menimbulkan takikardi. Ini kemudian
menimbulkan respons parasimpatetik (vagal), dengan dilatasi pembuluh darah dan
bradikardi.
Sinkop merupakan salah satu komplikasi dari penggunaan anestesi lokal.
Anestesi berasal dari kata A= tidak dan estesia= rasa. Anestesi lokal adalah suatu
anestesi yang dihasilkan dengan menempatkan obat di salah satu tempat sepanjang
perjalanan saraf, obat akan menghambat penjalaran impuls baik aferen maupun
eferen dibagian distal yang dilayani oleh segmen saraf yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, perlu untuk mengetahui etiologi dari pingsan sehingga
penalatalaksanaannya tepat dilakukan berdasarkan skenario:
B. Tujuan
Tujuan instruksional umum (TIU)
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
etiologi terjadinya pingsan, penatalaksanaan pingsan dan pencegahan terjadinya
pingsan
Tujuan instruksional Khusus (TIK)
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat
1. Menjelaskan etiologi terjadinya pingsan
2. Menjelaskan penatalaksanaan pingsan
3. Menjelaskan pencegahan terjadinya pingsan
Seorang wanita berumur 20 tahun, datang ke klnik ingin dicabut giginya
dengan keluhan gigi posterior rahang bawah sering sakit, saat dilakukan
prosedur pencabutan, pasien mengeluh penglihatan gelap dan pingsan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Gambaran umum mengenai pingsan :
Definisi Pingsan
Pingsan juga disebut dengan Syncope,yaitu kehilangan kesadaran dalam waktu
singkat,umumnya diawali dengan pucat dan perasaan melayang atau pusing.
Tanda dan gejala pingsan
- Perasaan limbung
- Pandangan berkunang-kunang
- Telinga berdenging
- Nafas tidak teratur
- Muka pucat
- Biji mata melebar
- Lemas
- Keringat dingin
- Menguap berlebihan
- Denyut nadi lambat,lemah
Etiologi pingsan
- Ischemia cerebral sekunder terhadap vasodilatasi atau peningkatan susunan
pembuluh darah perifer,berhubungan pula dengan tekanan darah.
- Trauma psikologis
- Pada waktu pasien duduk di kursi gigi,otak terletak pada posisi superior dan
kedudukan ini dapat menyebabkan penurunan aliran volume darah.
2. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan terjadinya syncop :
Diperkirakan sepertiga dari orang dewasa pernah mengalami paling
sedikit sekali episode syncop. Di Amerika diperkirakan 3 % dari kunjungan pasien di
3
gawat darurat disebabkan oleh sinkop dan 6% alas an seseorang dating ke Rumah
Sakit.Sinkop sering terjadi pada orang dewasa,insiden sinkop meningkat dengan
meningkatnya umur.Hamilton mendapatkan sinkop sering terjadi pada usi di atas 19
tahun,lebih sering pada wanita daripada laki-laki.Sedangkan pada penelitian
Framingham mendapatkan kejadian sinkop 3% pada laki-laki dan 3,5 % pada
wanita,tidak ada perbedaan besar antara laki-laki dan wanita.Penelitian Framingham
di Amerika Serikat tentang kejadian sinkop dari tahun 1971 sampai 1998 (selama 17
tahun) pada 7814 individu,bahwa sinkop pertama kali terjadi 6,2/1000 orang/tahun.
3. Teknik anastesi yang tepat dilakukan
Pada kasus yaitu teknik anastesi blok karena sesuai pada kasus, gigi yang ingin
dicabut yaitu gigi posterior rahang bawah. Anastesi blok mengontrol daerah
pembedahan, dan tidak digunakan untuk pasien dengan pendarahan.Anastesi ini
diperoleh melalui deposisi larutan disekitar saraf gigi inferior dan lingual pada ruang
pterigo mandibula. Ruang dibatasi di anterior oleh raphe pterigo-mandibula dan
serabut otot konstriktor superior serta otot busina toris yang berinsersi pada daerah
tersebut.Batas posterior terbentuk dari glandula parotid.
Adapun macam-macam teknik anastesi blok yaitu :
- Blok N.Mentalis yaitu tepat untuk anastesi gigi anterior rahang bawah dan
P1 rahang bawah.
- Blok N.Alveolaris Inferior yaitu titik suntikan pada orang dewasa kira-kira 2
cm sebelah distal ridge oblique interna mandibula,sedangkan pada anak-
anak,titik suntikan terletak di bawah garis oklusal.
- Blok N.Alveolaris Superior posterior yaitu suati infiltrasi di atas apeks M2
RA. Jarum biasanya tidak ditempatkan pada saraf untuk mencegah
kerusakan pada plexus pterigoideus dan arteri RA.
- Blok infra orbital yaitu digunakan jika ada infeksi akut atau untuk
pembedahan tulang yang luas.
Teknik Blok yang tepat dilakukan pada kasus yaitu Blok mandibula atau
Blok Nervus Alveolaris Inferior. Memahami anatomi saraf mandibula sangat
penting dalam keberhasilan untuk memblok saraf ini. Persarafan mandibula
terdiri dari saraf sensorik yang paling banyak dijumpai dan motorik. Saraf
motorik terdiri dari saraf pterigoid eksterna, maseter dan temporalis. araf
4
mandibula merupakan cabang terbesar dari N. trigeminal, saraf ini berjalan dari
kepala keluar melalui foramen ovale dan menginervasi regio mandibula, faring,
2/3 anterior lidah dan regio posterior aurikula. Nervus mandibularis terbagi atas
cabang yang kecil anterior dan cabang yang besar posterior. Cabang anterior
adalah saraf motoris utama. Kedalamnya hampir seluruh bagian yang asli yaitu
N. maseterikus, N. temporalis profundi, dan N. pterigoideus eksternus, yang
mengandung hanya beberapa serabut yang tidak motoris, yaitu saraf sensori
sejati N. bukinatorius.
Adapun nervus yang teranastesi yaitu: (Malamed, 1997)
- Nervus alveolaris inferior
- Nervus lingualis
- Nervus Buccinator
- Nervus insisivus
- Nervus mentalis
- Nervus milohioid
- Nervus auriculotemporal
- Bukal (pada 75% dari pasien)
Daerah yang teranestesi meliputi: (Malamed, 1997)
1. Gigi mandibula setengah kuadran
2. Badan mandibula dan ramus bagian bawah
3. Mukoperiosteum bukal dan membran mukosa di depan foramen mentalis
4. dasar mulut dan dua pertiga anterior lidah
5. jaringan lunak lingual dan periosteum
Indikasi penggunaan teknik anestesi ini yaitu:
1. Diperlukannya daerah anestesi yang luas, misalnya pencabutan gigi
posterior rahang bawah atau pencabutan beberapa gigi pada satu kuadran,
2. Pada saat diperlukannya anestesi pada jaringan lunak bagian bukal dan juga
lingual.
Adapun kontra indikasi penggunaan teknik anestesi ini yaitu adanya inflamasi
pada daerah suntikan dan pada pasien yang tidaak kooperatif.
5
Petunjuk penyuntikan intra oral: (Abdullah, 2005)
- Krista buksinatoria
- Margo anterior ramus asendens
- Fosa retro molaris
Gejala bahwa anestesi berhasil adalah bibir (N. alveolaris inferior) dan lidah
sampai ujung (N. lingualis) pada area penyuntikan terasa kebas. Bila N.
alveolaris inferior dan N. lingulis telah lumpuh, maka pencabutan gigi pada
setengah rahang bawah dapat dilakukan tanpa rasa sakit. Namun adakalanya
pada ginggiva regio molar masih terasa sakit karena adanya N. buksinatorius
yang menginervasi pipi sampai dengan mukosa regio molar satu dan terkadang
sampai molar dua atau molar tiga. Untuk menghilangkan rasa sakit ini biasanya
cukup dengan infiltrasi anestesi mukosa bagian bukal dari gigi yang akan
dicabut. (Malamed, 1997)
Gambar 1 Daerah Anestesi yang dilumpuhkan
4. Jenis anastetikum yang digunakan serta dosis maksimalnya :
Kategori dari agen anestesi lokal (shakespeare, n.d)
a. Golongan ester
- Benzocaine
- Chloroprocaine
- Cocaine
- Procaine
- Prophoxycaine
6
- tetracaine
b. Golongan Amida
- Articaine
- Bupivacaine
- Etiodocaine
- Levobupicaine
- Mepivicaine
- Prilocaine
- Prilocaine with lidocaine
Jenis anestetikum yang sering digunakan adalah golongan amida karena
memiliki tingkat toksisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan golongan
ester. Dari golongan amida, lidokainpaling sering diguankan dalam kedokteran
gigi.
Lidokain (xilokain) adalah anastetik lokal kuat yang digunakan secara luas
serta topikal dan suntikan.Anastesi terjadi lebih cepat,lebih kuat,lebih lama,dan
lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan
aminoetilamid pada larutan 0,5% toksisitasnya sama dengan prokain,tetapi pada
larutan 2% lebih toksis daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan
untuk anastesia infiltrasi sedangkan larutan 1,0 – 2 % untuk anastesia blok dan
topikal.Anastetik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor,tetapai
kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih
pendek.Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hypersensitif
terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan rasa
ngantuk.Preparatnya berupa larutan 0,5 – 5% dengan atau tanpa epineprin
(1:50000 sampai 1:200000).Dalam bidang kedokteran gigi,biasanya digunakan
larutan 1-2% dengan adrenalin,untuk anastesia infiltrasi dengan mula kerja 5
menit dan masa kerja kira-kira satu jam,dibutuhkan dosis 0,5-1,0 ml,untuk
blokede saraf digunakan 1-2 ml.
7
Tabel 1. Lidocaine (Melamed, 1997)
5. Komplikasi Anestesi lokal
Pemberian anastesi lokal merupakan alternative yang tidak selalu baik
dibandingkan dengan pemberian anastesi umum pada penderita gangguan emosi.
Sebab suatu emosi selalu diikuti perubahan-perubahan fisiologis seperti kenaikan
frekuensi jantung,kenaikan tekanan darah,dan lain-lain yang dapat menimbulkan
komplikasi berupa sinkop, syok, kejang, kronik dan kelumpuhan pernapasan.
Komplikasi akut yang paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan yang
cepat adalah efek samping anastetikum pada sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskular. Reaksi ini umumnya tergantung pada dosis dan disebabkan oleh
obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi kerena overdosis absorbs obat atau
apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah sehingga dapat
menyebabkan terjadinya sinkop pada penderita.
6. Mekanisme kerja anastesi lokal :
Anastesi lokal bekerja langsung pada sel saraf dan menghambat kemampuan sel
saraf dalam mentransmisikan impuls melalui aksonnya.Target anastesi lokal adalah
saluran Na+ yang ada pada semua neuron saluran Na+ bertanggung jawab
menimbulkan potensial aksi sepanjang akson dan pembawa pesan dari badan sel ke
8
terminal saraf anastesi lokal berkaitan tau berikatan secara selektif sehingga
mencegah terbukanya saluran.
Membran yang mudah terangsang dari akson saraf,mirip dengan membrane otot
jantung dan badan sel saraf,mempertahankan potensial tran membrane sekitar -90
sampai -60 mV. Selama eksitasi, saluran natrium terbuka,dan arus natrium yang
masuk cepat ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membrane kea rah
keseimbangan potensial natrium (+40 mV) sebagai akibat depolarisasi ini,maka
saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka.Aliran kalium keluar
sel merepolarisasi membrane kearah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95
mV),terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat.Perbedaan
ionic trans membrane dipertahankan oleh pompa natrium.Sifat ini mirip dengan
yang terjadi pada otot jantung dan anstesi lokal pun mempunyai efek yang sama
pada kedua jaringan tersebut.
7. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum anstesi : (Purwanto, 1993)
a. Anastesi lengkap,misalnya penyakit yang menjadi kontra indikasi anastesi lokal
b. Bila diragukan adanya idiosyncrasy (skin test)
c. Premedikasi
d. Gunakan anastesi lokal dengan dosis yang sesuai untuk hasil yang sebaiknya
e. Gunakan jarum yang tajam dan ukuran kecil
f. Cek “vital sign” yaitu tensi,nadi dan pernapasan
g. Tidak ada gelembung udara pada spoit
h. Lakukan aspirasi
i. Tidak memperlihatkan jarum secara mencolok kepada pasien
j. Sikap operator di depan pasien
k. Bila ada infeksi pada daerah injeksi atau pada titik dimana anastetikum akan
diponirkan
l. Bila terdapat infeksi Vincent atau infeksi mulut yang luas
m. Bila ada pasien masih terlalu kecil (anak-anak) sehingga sulit kooperatif
9
8. Mekanisme sinkop
Mekanisme sinkop belum dipahami seluruhnya,namun dalam kedokteran gigi
kemungkinan besar melibatkan emosional (rasa takut atau sakit) yang mulai
menaikkan tekanan darah serta menimbulkan takikardi. Ini kemudian menimbulkan
respons parasimpatik (vagal) dengan dilatasi pembuluh darah dan bradikardi.
Berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan tidak memadainya suplai oksigen
dan zat makanan lainnya ke otak. Berkurangnya aliran darah ini biasanya terjadi
jika tubuh tidak dapat segera mengkompensasi suatu penurunan tekanan darah.
Pasien yang mempunyai riwayat Iskemia jantung atau hipertensi umumnya
merupakan kelompok beresiko tinggi, dimana terjadi penurunan tekanan darah
disertai dengan reduksi umpan kardiak dan iskemia miokardialrelatif yang akan
mempengaruhi jantung yang sebenarnya sudah abnormal.
9. Penatalaksanaan pingsan :
Pada fase awal sebelum penderita kehilangan kesadaran yaitu bila pasien
kelihatan pucat,segera turunkan sandaran kursi sementara kaki pasien sedikit di
angkat (elevasi) dan penderita dalam keadaan “semireclining”
Bila penderita sadar, ia disuruh mengambil napas dalam-dalam, ini untuk
membantu venous return agar terjadi oksigenasi yang adekuat.
Untuk memberi rangsangan pada pusat pernapasan,maka diberi beberapa tetes
ammonia atau eau de cologne di kapas, kemudian diletakkan dibawah hidung
untuk dihisap dalam-dalam.
Pasien dievaluasi kembali sebelum perawatan giginya dilanjutkan.
Perawatan : tempatkan kepala lebih rendah dari tubuh untuk merangsang aliran
darah ke otak. Inhasi agen aromaterapik misalnya alkohol dan aplikasi handuk
basah pada wajah pada pasien jug perlu dilakukan. (Purwanto, 1993). Menurut
UJ Moore dalam bukunya Principles Oral and Maxillofacial Surgery,
penatalaksanaan pingsan yaitu pasien ditempatkan pada posisi supinasi dengan
kepala lebih direndahkan daripada jantung. Jalan nafas diperiksa, semua benda
asing dikeluarkan misalnya gigi paslu, pakaian dilonggarkan. Komunikasi verbal
10
dengan pasien sangat penting untuk mengkur tingkat kesadaran pasien. Jika
sudah sadar, bisa diberikan minuman yang mengandung glukosa. (Moore, 2001)
10. Medikamen yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami syncop
Pasien harus dibaringkan telentang, kaki dalam posisi lebih tinggi dari badan, dan
pakaiannya dilonggarkan. Biasanya pasien akan cepat sadar, tetapi bila lama,
atropine (0,5 mg) dapat diberikan secara intramuskular. (Lewis, 1997)
Dapat pula diberikan Amonia aromatik. cara kerja : memacu pernapasan indikasi :
sinkop dosis dan rute : 0,3 disuplai obat hirup untuk inhalasi (pederson, 1996)
11. Cara membuat surat rujukan :
Rujukan adalah upaya melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan
kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain.
Tata cara rujukan adalah :
- Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
- Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dengan dokter yang meminta
rujukan
- Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggung jawab masing-masing
pihak.
Contoh surah rujukan:
Yth. Dokter Gigi :.............................................
Di RSU :.............................................
Mohon pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut terhadap penderita,
Nama Pasien :...................................................
Jenis Kelamin :....................................................
Umur :....................................................
No. Telpon :....................................................
Alamat Rumah :....................................................
Anamnesa
a. Keluhan :
......................................................................................................................................
..................................................................................................................
Diagnosa sementara : .................................................................................................
.................................................................................................
Kasus :...................................................................................................
11
....................................................................................................
Terapi/Obat yang telah diberikan :
..........................................................................................
.....................................................................................
Demikian surat rujukan ini kami kirim, kami mohon balasan atas surat rujukan
ini. Atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami
(..............................)
No. SIP:..................
Lembar 1 : Untuk Dokter Gigi dituju
Lembar 2 : Arsip Pengirim
12. Tujuan Informed Concent :
Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya
tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam
bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya informed consent adalah suatu
proses komunikasi antara dokter dengan pasien mengenai kesepakatan tindakan
medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien. Penandatanganan formulir
informed consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah
disepakati sebelumnya. Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien
menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri.
Tujuan dari Informed Consent adalah : (J Guwandi, 2005 : 32).
a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien;
b. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak
terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tidak
mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan semaksimal
mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.
12
Tujuan Informed consent
a. Promosi dari hak otonomi perorangan
b. Proteksi dari pasien dan subjek
c. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi
terhadap diri sendiri (self-secrunity)
e. Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional
f. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip-prinsip otonomi sebagai
suatu nilai social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik
(Alexander-Capron)
g. Karena di dalam proses komunikasi tersebut akan ditimbulkan faktor
“kepercayaan” (trust) yang akan mempererat hubungan antara dokter dan
pasien.Lagipula hubungan antara dokter dan pasien adalah berdasarkan
kepercayaan (fiduciary relationship).
h. Bahwa sewaktu terjadi pengungkapan dengan pemberian informasi tentang
resiko-resiko yang mungkin bisa timbul,maka beban komplikasi / resiko yang
mungkin timbul itu akan beralih dari dokter kepada pasien.
i. Manfaat lain untuk dokternya adalah hubungan dokter dan pasien sudah
erat,maka seorang pasien tidak akan begitu mudah mau menuntut dokternya.
13. Pencegahan terjadinya pingsan :
- Melakukan medical history secara mendetail. Apabila diketahui bahwa pasien
secara psikologis stress pada saat akan melakukan perawatan gigi,sangat
takut,dan cemas,maka harus diberikan sedative premedikasi terlebih dahulu,atau
jika memungkinkan dapat diberikan nitrous oxide-oxygen.
- Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan sakit sebelum pemberian anstesi local
pada orang yang sangat sensitive terhadap rasa sakit,dapat diberikan topical
anastesi pada daerah yang akan diinjeksi dan mendepositkan larutan anstesinya
harus secara perlahan-lahan.
- Menempatkan pasien pada posisi yang tepat.Posisi kursi pasien sangat penting
untuk mencegah terjadinya pingsan.Pasien harus dalam posisi semi supinasi atau
13
karena pada posisi ini (khususnya supinasi),iskemia pada otak tidak akan terjadi,
oleh karena itu pingsan juga tidak terjadi.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pingsan juga disebut dengan Syncope,yaitu kehilangan kesadaran dalam waktu
singkat,umumnya diawali dengan pucat dan perasaan melayang atau pusing.
Etiologi pingsan:
- Ischemia cerebral sekunder terhadap vasodilatasi atau peningkatan susunan
pembuluh darah perifer,berhubungan pula dengan tekanan darah.
- Trauma psikologis
- Pada waktu pasien duduk di kursi gigi,otak terletak pada posisi superior dan
kedudukan ini dapat menyebabkan penurunan aliran volume darah.
Penatalaksanaan pingsan yaitu tempatkan kepala lebih rendah dari tubuh untuk
merangsang aliran darah ke otak. Inhasi agen aromaterapik misalnya alkohol dan
aplikasi handuk basah pada wajah pada pasien jug perlu dilakukan
15
DAFTAR PUSTAKA
Fragiskos, DF. 2007. Oral Surgery. Springer_Verlag, Berlin Heidelberg
Lewis, Michael A.O. 1997. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta: widya Medika
Malamed, SF. Hand Book of Local Anestesia. 4thed. Mosby. ST. Louis, Missouri. 1997
Moore, UJ. 2001. Principles Oral and Maxillo Surgery. Blackwell Science
Pedersen, Gordon W.1996.Oral Surgery.Jakarta: EGC.
Purwanto. 1993. Petunjuk Praktis Anestesi Lokal. Jakarta: EGC
Shakespeare, William. N.d. Local Anesthesia.