View
60
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Syok merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan yang ditandai
dengan gangguan sistem sirkulasi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara volume darah dengan lumen pembuluh darah sehingga perfusi dan
oksigenasi ke jaringan tidak adekuat, sehingga mengakibatkan gangguan
metabolisme sel. Bahaya dari syok adalah sel akan kekurangan oksigen dan
bisa cedera. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat
dipulihkan kembali (syok irreversibel), oleh karena itu penting untuk
mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala
dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk
selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai (Azrifki, 2008).
Salah satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa
penderitanya adalah syok kardiogenik. Karena syok kardiogenik merupakan
penyebab kematian utama pada pasien rawat inap yang menderita infark
miokardium. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang
diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung.
Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan
yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka
kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan
tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di
dalam pengelolaan atau penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan
jiwanya dari ancaman kematian. Syok kardiogenik ini paling sering
disebabkan oleh karena infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya
pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling
ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-
akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok
1
kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang terpenting pada
pasien infark yang dirawat di rumah sakit (Kaligis, 2002).
2
SYOK KARDIOGENIK
1. Definisi
Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang disebabkan
kegagalan jantung yang ditandai dengan penurunan perfusi jaringan
secara sistemik didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta
pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan, yang terjadi
karena penurunan atau tidak cukupnya cardiac output untuk
mempertahankan alat-alat vital atau berhenti sama sekali kontraksi dari
jantung akibat dari disfungsi otot jantung, sering terjadi akibat disfungsi
ventrikel kiri, sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi pompa
jantung yang mengakibatkan cardiac output menjadi berkurang untuk
memenuhi kebutuhan metabolism, sehingga menyebabkan hipoksia
jaringan (Gambar 2) (Mansjoer dkk., 1999; Kaligis, 2002; Anonymous,
2008; Ethan, 2008).
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload
dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik,
akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan
pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak
ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok
kardiogenik (Anonymous, 2009).
3
Gambar 1: Sirkulasi Darah
Sumber: Anonymous. 2012
2. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh:
a. Penyakit jantung iskemik, seperti infark miokard.
b. Obat-obat yang mendepresi jantung, seperti atropine,
katelolamin, kafein, dan hormon tiroid yang dapat menimbulkan
takikardi sinus.
c. Gangguan irama jantung, berupa takikardi sinus (irama sinus
yang lebih dari 100 kali permenit), takikardi nodal dan takikardi
ventrikel (Azrifki, 2008; Aru, 2006).
Penyakit - penyakit yang menyebabkan berkurangnya fungsi
jantung, antara lain:
a. Kontusio miokard
b. Tamponade jantung
c. Pneumotoraks tension
d. Luka tembus jantung
e. Infark miokard (Anonymous, 2006)
4
3. Patofisiologi
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat
dari kegagalan ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon
kompensatoriknya sesuai dengan gagal jantung, tetapi telah berkembang
ke bentuk yang lebih berat. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi
curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema
(Guyton, 2006).
Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan
terhadap baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan
simpato adrenal menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan
meningkatkan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan
menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai
dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi,
menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon
kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal.
Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan
tekanan arteria darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap
miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan
kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena aliran darah koroner tidak
memadai, terbukti dengan adanya infark, maka ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium semakin
meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat iskemia dan
nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan
miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri,
keadaan syok berkembang dengan cepat sampai akhirnya terjadi
gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-organ penting
(Dimas dkk., 2003).
5
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok
menjadi irreversibel. Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat
daripada yang lain. Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita
kerusakan yang paling dini pada keadaan syok. Selain dari
bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen,
beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik
dimulai pada keadaan syok, maka miokardium tidak dapat
mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (adenosin trifosfat)
dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu.
Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong
terjadinya kerusakan lebih lanjut dari sel-sel miokardium. Kedua faktor
ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke kanan yang
akan semakin menekan kontraktilitas (Dimas dkk., 2003).
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi
yang mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-
paru dan edema intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan
kemunduran gas-gas darah arteria. Atelektasis dan infeksi paru-paru
dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-paru,
yang sekarang sering disebut sebagai sindrom distres pernafasan
dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan, demikian
juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal
jantung ke belakang (Mansjoer dkk., 1999).
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan
keluaran kemih kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya
curah jantung, biasanya menurunkan pula keluaran kemih. Karena
adanya respon kompensatorik retensi natrium dan air, maka kadar
natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila
hipotensi berat dan berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut
yang kemudian disusul gagal ginjal akut (Dimas dkk., 2003).
6
Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-
sel hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang
terisolasi, atau dapat berupa nekrosis hati yang masif pada syok yang
berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya bermanifestasi
sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamat-oksaloasetat
transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum
(SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang
mengawali komplikasi-komplikasi ini (Kaligis, 2002; Mark, 2011).
Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya
mengakibatkan nekrosis hemoragik dari usus besar. Cedera usus besar
dapat mengeksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada usus dan
absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas
saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok (Dimas dkk.,
2003).
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya
menunjukan autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai
respon terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun,
pengaturan aliran darah serebral ternyata tidak mampu mempertahankan
aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan darah di bawah 60
mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit neurologik
dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika
pasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan
serebrovaskular (Mansjoer dkk., 1999).
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan
komponen-komponen selular intravaskular dari sistem hematologik,
yang akan meningkatkan tahanan vaskular perifer lebih lanjut.
Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat terjadi selama syok
berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis (Guyton, 2006).
7
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis syok kardiogenik meliputi beberapa sistem,
seperti yang dijelaskan pada gambar 2.
4.1 Sistem kardiovaskuler
a. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
b. Gangguan sirkulasi: perifer pucat, ekstremitas dingin, sianosis,
diaforesis (mandi keringat). Kurangnya pengisian vena perifer
lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
c. Vena perifer kolaps. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O,
dianggap menyingkirkan kemungkinan hipovolemia. Vena leher
merupakan penilaian yang paling baik.
d. Nadi cepat dan halus, kecuali ada blok A-V.
e. Tekanan darah rendah (< 80-90 mmHg). Hal ini kurang bisa
menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi
sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
f. CVP rendah. Normalnya 8-12 cmH2O.
g. Indeks jantung < 2,2 L/menit/m2.
h. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 15mmHg (Kaligis, 2002;
Azrifki, 2008; Ethan, 2008; Anonymous, 2009; Keller, 2011).
4.2 Sistem respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal. Tanda-tanda bendungan paru:
ronki basah di kedua basal paru (Azrifki, 2008; Anonymous, 2009).
4.3 Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan
darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi
gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan
diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena
kesakitan (Azrifki, 2008).
8
4.4 Sistem saluran cerna
Bisa terjadi mual dan muntah (Azrifki, 2008).
4.5 Sistem saluran kemih
Produksi urin berkurang (< 20 ml/jam), biasanya disertai
penurunan kadar natrium dalam kemih. Normal rata-rata produksi
urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (0,5 - 1 ml/kgbb/jam) (Azrifki,
2008).
Gambar 2. Tanda dan Gejala Syok
Sumber: Saunders. 2003
5. Diagnos is
Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan
sindrom klinis yang terdiri dari hipotensi seperti yang disebut di atas;
tanda-tanda perfusi jaringan yang buruk, yaitu oliguria (urin<30
ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin, perubahan mental, serta
9
menetapnya syok setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-faktor non-
miokardial yang turut berperan memperburuk perfusi jaringan dan
disfungsi miokard, yaitu hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis.
Frekuensi nafas meningkat, frekuensi nadi biasanya > 100 x/menit bila
tidak ada blok AV. Sering kali didapatkan tanda-tanda bendungan paru
dan bunyi jantung yang sangat lemah walaupun bunyi jantung III sering
kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi katup akut dapat
memperlihatkan adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral.
Pulsus paradoksus dapat terjadi akibat adanya tamponade jantung akut
(Mansjoer dkk., 1999).
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis di dapat pasien mengeluh sesak nafas dan rasa nyeri daerah
torak, dari pemeriksaan fisik didapat adanya tanda-tanda syok seperti
gangguan sirkulasi perifer pucat, ekstremitas dingin, nadi cepat dan
halus tekanan darah rendah, vena perifer kolaps, serta dari pemeriksaan
penunjang dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard
yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya
emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung dan
CVP rendah (Lily, 2003; Azrifki, 2008; Anonymous, 2011).
Pemeriksaan penunjang:
a. Electrocardiogram (ECG)
b. Sonogram
c. Scan jantung
d. Kateterisasi jantung
e. Rontgen dada
f. Enzim hepar
g. Elektrolit oksimetri nadi
h. AGD
i. Kreatinin
10
j. Albumin / transforin serum
k. HSD (Anonymous, 2011)
Tiga komponen utama syok kardiogenik, yaitu: gangguan fungsi
ventrikel, bukti kegagalan organ akibat berkurangnya perfusi jaringan,
tidak adanya hipovolemi atau sebab-sebab lainnya (Mansjoer dkk.,
1999; Keller, 2011).
6. Penatalaksanaan
Masalahnya yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung
untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan
curah jantung. Adapun guidelines pengananan syok kardiogenik seperti
pada gambar 3 (Anonymous, 2009).
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus
bisa mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa
mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan
pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha
mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma,
pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya
trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang
tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik
juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas
diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada
sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus
dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat
untuk mendapatkan pertolongan. Diagnosis harus segera ditegakkan
sehingga dapat diberikan pengobatan kausal (Anonymous, 2008;
Anonymous, 2009).
11
Gambar 3: Guidelines of Cardiogenic Shock
Sumber: AHA. 2004
Tahapan-tahapan di dalam penatalaksanaan syok kardiogenik adalah sebagai
berikut:
a. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar dengan
tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
b. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang
adekuat untuk menghindari terjadinya asfiksia. Lakukan
12
penghisapan bila ada sekresi atau muntah. Bila tidak sadar
sebaiknya diakukan intubasi (Gudel/oropharingeal airway).
c. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam
basa yang terjadi.
d. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker
untuk mempertahankan PaO2 70-120 mmHg. Bila
pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag).
e. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin,
dan CVP.
f. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium.
g. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrikus sesuai
dosis.
h. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan
produksi urine > 0,5 ml/kg BB/jam.
i. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks.
j. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang
ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
k. Hilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg
per oral atau intra muskular : 3-4 x/hari.
l. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi.
m. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas
pertama dalam penanganan syok kardiogenik adalah pemberian
cairan yang adekuat secara parenteral (koreksi hipovolemia).
Jenis cairan yang digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi
dianjurkan untuk memakai cairan salin isotonik.
n. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan
volume intravaskular yang adekuat harus dicari kemungkinan
adanya tamponade jantung sebelum pemberian obat-obat
inotropik atau vasopresor dimulai. Tamponade jantung akibat
infark miokard memerlukan tindakan volume expansion untuk
13
mempertahankan preload yang adekuat dan dilakukan
perikardiosentesis segera.
o. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan
mengurangi jumlah miokard yang mengalami nekrosis, sehingga
insiden sindrom syok kardiogenik akan berkurang.
p. Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari
penanganan syok kardiogenik akibat infark miokard dengan
terapi medis telah mendorong dilakukannya tindakan bedah
revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil dengan terapi
farmakologis. Guyton menyimpulkan bahwa coronary-artery
bypass surgery (CABS/CABG) merupakan terapi pilihan pada
semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard. CABS
juga dianjurkan pada pasien yang mengalami kegagalan dengan
tindakan angioplasti. Tindakan operasi dilakukan apabila
didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang tidak mengalami
infark dengan pembuluh darah yang stenosis
q. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat
kerusakan miokard irreversibel, mungkin diperlukan tindakan
transplantasi jantung (Price, 1995; Mansjoer dkk., 1999).
Medikamentosa
a. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
b. Anti ansietas, bila cemas.
c. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
d. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
e. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila
perfusi jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15
mikrogram/kg/m.
f. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga
diberikan amrinon IV.
14
g. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
h. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan
oksigenasi jaringan.
i. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
Obat alternative
a. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien
dengan oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan
akses intravena. Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi
ventrikel kiri.
b. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume
expansion dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit
sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup maupun
terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan
memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau
menjaga kardiak output.
c. Inotropic support
o Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90
mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat
dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit,
pada interval 10 menit). Dobutamine menyediakan dukungan
inotropik saat permintaan oksigen miokardium meningkat
secara minimal.
Dobutamin
Indikasi:
Diberikan secara infus IV pada gagal jantung berat
akut.
Interaksi Obat:
15
Dobutamin menstimulasi adrenoseptor β1 pada jantung
dan meningkatkan kontraktilitas. Menyebabakan
peningkatan curah jantung bersama dengan tekanan
pengisian ventrikel.
Kerja pada reseptor β2 menyebabkan vasodilitasi.
Dosis:
2-20 µg/kg berat badan/menit jika tekanan darah <90
mmHg, namun tidak terdapat tanda-tanda syok. (Aru dkk.,
2006)
Sediaan: 250 mg/20ml untuk infuse IV (Katzung, 2001).
o Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang
dari 75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine.
Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat
badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara bertahap
meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer. Pada dosis
lebih besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit,
dopamine meningkatkan ventricular irritability tanpa
keuntungan tambahan.
Dopamin
Kandungan: Dopamine HCl.
Indikasi:
Mengkoreksi perfusi yang kurang, curah jantung yang
rendah, gagal ginjal & sindroma shok akibat infark
miokardial, trauma, septisemia endotoksik, bedah jantung
terbuka, gagal jantung.
Kontra Indikasi:
Feokromositoma, hipovolemia yang tidak terkoreksi,
fibrilasi ventrikular atau takhiaritmia yang tidak terkoreksi
Hipertiroidisme.
Interaksi obat:
16
Obat-obat penghambat mono amin oksidase,
siklopropan, anestesi halogen hidrokarbon.
Efek Samping:
Aritmia, takhikardia supraventrikuler primer,mual,
muntah, sakit kepala, perangsangan susunan saraf pusat,
takhiaritmia, angina, berdebar, sesak nafas, hipotensi,
vasokontriksi.
Kemasan: Ampul 10 mg/ml
Dosis:
Kecepatan infus awalnya harus rendah : 2-5 µg/kgbb
berat badan/menit. Pada pasien yang penyakitnya lebih
serius, dosis awal dapat ditingkatkan 6-10 µg/kg berat
badan/menit sampai 20-30 µg/kg berat badan/menit
(Anonymous, 2011).
o Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi
terapeutik yang efektif untuk syok kardiogenik,
meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis tinggi
yang tidak diinginkan dan menyediakan bantuan/dukungan
inotropik.
o Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan,
maka dapat dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-
adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1
mikrogram/menit.
d. Terapi reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif
untuk pasien dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.
17
BAB III
RINGKASAN
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai sindrom klinis yang
disebabkan kegagalan jantung yang ditandai dengan penurunan perfusi
jaringan secara sistemik didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi,
serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan, yang terjadi
18
karena penurunan atau tidak cukupnya cardiac output untuk
mempertahankan alat-alat vital atau berhenti sama sekali kontraksi dari
jantung akibat dari disfungsi otot jantung, sering terjadi akibat disfungsi
ventrikel kiri, sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi pompa
jantung yang mengakibatkan cardiac output menjadi berkurang untuk
memenuhi kebutuhan metabolism, sehingga menyebabkan hipoksia
jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis di dapat
pasien mengeluh sesak nafas dan rasa nyeri daerah torak, dari pemeriksaan
fisik didapat adanya tanda-tanda syok seperti gangguan sirkulasi perifer
pucat, ekstremitas dingin, nadi cepat dan halus tekanan darah rendah, vena
perifer kolaps, serta dari pemeriksaan penunjang dijumpainya adanya
penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung,
rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung dan CVP rendah.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui dan mengantisipasi penyebab syok
serta efektivitas dan efisiensi kerja pada saat/menit-menit pertama penderita
mengalami syok.
Penanganan pertama dalam menangani syok adalah segera berikan
pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A =
air way) harus bebas, kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.
Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan
ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran
darah (C = circulation) diatasi dengan pemberian cairan intravena namun
harus menghindari kelebihan cairan karena akan membebani jantung,
observasi produksi urine dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik
untuk mempertahankan fungsi jantung yang membantu kontraktilitas
jantung dengan tujuan agar curah jantung meningkat sehingga aliran ke
perifer cukup. Pemberian Dopamin 2,5-15 µg/kgbb/menit dapat
19
meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung serta
meningkatkan aliran darah ginjal. Serta obat vasokonstriktor untuk
mengatasi vasodilatasi perifer.
Dalam pemberian obat, perlu di perhatikan farmakodinamik,
farmakokinetik, indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping dan
hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemberian obat.
20