18
ILMU PENYAKIT MATA STRABISMUS (MATA JULING) DOSEN PENGAJAR: dr. Winarti, MM KELOMPOK 10 KELAS B NAMA ANGGOTA: 1. Redhatullah (2003-11- 078) 2. Anita Rahayu (2007-11-098) 3. Anysa Insyra (2007-11-099) 4. Arden Inese (2007-11-100) 5. Tito Febry (2007-11-123) 6. Junes Kanisa (2007-11-133)

72681953-TUGAS-MATA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 72681953-TUGAS-MATA

ILMU PENYAKIT MATA

STRABISMUS

(MATA JULING)

DOSEN PENGAJAR:dr. Winarti, MM

KELOMPOK 10KELAS B

NAMA ANGGOTA:

1. Redhatullah (2003-11-078)

2. Anita Rahayu (2007-11-098)

3. Anysa Insyra (2007-11-099)

4. Arden Inese (2007-11-100)

5. Tito Febry (2007-11-123)

6. Junes Kanisa (2007-11-133)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2010

Page 2: 72681953-TUGAS-MATA

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas rahmat dan kehadirat TuhanYang Maha Esa

sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul ‘Strabismus’ ini tanpa halangan.

Adapun tugas ini guna membantu saya untuk memahami lebih lanjut tentang penyakit mata

khasnya strabismus (mata juling).

Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada dosen pengajar dr Winarti.

Penyusun sadar bahwa makalah ini jauh lebih dari sempurna sehingga kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan kemajuan makalah selanjutnya. Semoga

makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita.

Jakarta, September 2010.

Penyusun.

1

Page 3: 72681953-TUGAS-MATA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

Bab I : Pendahuluan 3

Bab II : Pembahasan 5

Bab III : Ringkasan 15

Daftar Pustaka 16

2

Page 4: 72681953-TUGAS-MATA

BAB I

PENDAHULUAN

Diperlukan penentuan pergerakan bola mata, dan 9 posisi untuk diagnosis kelainan

pergerakan bola mata. Dikenal beberapa bentuk kedudukan bola mata : (6)

1. Posisi primer, mata melihat lurus kedepan

2. Posisi sekunder, mata melihat lurus ke atas, lurus kebawah, ke kiri dan ke kanan

3. Posisi tertier, mata melihat ke atas kanan, ke atas kiri, ke bawah kanan dan ke

bawah kiri.

Faal penglihatan yang optimal dicapai seseorang apabila benda yang dilihat oleh

kedua mata dapat diterima setajam-tajamnya oleh kedua fovea, kemudian secara simultan

dikirim ke susunan saraf pusat untuk diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.

Faal penglihatan optimal seperti tersebut di atas, yang terjadi pada semua arah penglihatan

disebut sebagai penglihatan binokular yang normal. (1,2)

Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, diperlukan persyaratan utama

berupa: (3)

1. Bayangan yang jatuh pada kedua fovea sebanding dalam ketajaman maupun

ukurannya, hal ini berarti bahwa tajam penglihatan pada kedua mata tidak terlalu

berbeda sesudah koreksi dan tidak terdapat aniseikonia, yang baik disebabkan karena

refraksi maupun perbedaan susunan reseptor.

2. Posisi kedua mata dalam setiap arah penglihatan adalah sedemikian rupa sehingga

bayangan benda yang menjadi perhatiannya akan selalu jatuh tepat pada kedua fovea.

Posisi kedua mata ini adalah resultant kerjasama seluruh otot-otot ekstrinsik

pergerakan bola mata.

3. Susunan saraf pusat mampu menerima rangsangan yang datang dari kedua retina dan

mensintesa menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.

Apabila salah satu dari ketiga persyaratan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka akan

timbul keadaan penglihatan binokular yang tidak normal.Aniseikonia yaitu suatu perbedaan

penglihatan berat yang menimbulkan diplopia dan perbedaan hipermetropia sebanyak dua

3

Page 5: 72681953-TUGAS-MATA

dioptri atau lebih dapat menyebabkan gangguan faal penglihatan dalam masa perkembangan

anak yang disebut sebagai Developmental Arrest. Gangguan keseimbangan gerak bola mata

akibat tonus yang tidak sama kuat antara otot-otot penggerak bola mata maupun karena

kelainan yang bersifat sentral juga dapat mengakibatkan deviasi bola mata.(3,4,5)

4

Page 6: 72681953-TUGAS-MATA

BAB II

PEMBAHASAN

I, DEFINISI STRABISMUS

Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak searah.

Strabismus merupakan suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jauh

penglihatan tertentu saja, atau terjadi pada semua arah dan jarak penglihatan. (4,5)

II. ETIOLOGI STRABISMUS

Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik

disebabkan oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis palpebra, parut kornea, katarak

kongenital. Cacat sentral akibat kerusakan otak. Cacat sensorik dan cacat sentral

menimbulkan strabismus konkomitan atau non paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot

mata akan menyebabkan gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik. (4,5)

Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan

yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus. Ambliopia (berkurangnya

ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan

kortikal dari bayangan mata yang menyimpang. (5)

III. MACAM – MACAM STRABISMUS

Strabismus dapat dibagi dalam : (6)

- Foria

Dikenal 2 bentuk foria terdiri dari :

A. Ortoforia

Merupakan kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot luar bola mata

seimbang sehingga memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun. Pada

ortoforia kedudukan bola mata ini tidak berubah walaupun refleks fusi diganggu.

5

Page 7: 72681953-TUGAS-MATA

B. Heteroforia

Merupakan kedudukan bola mata yang normal namun akan timbul

penyimpangan (deviasi) apabila refleks fusi diganggu. Deviasi hilang bila faktor

desosiasi ditiadakan akibat terjadinya pengaruh refleks fusi.

a. Esoforia

Merupakan suatu penyimpangan sumbu penglihatan ke arah nasal yg

tersembunyi oleh karena masih adanya refleks fusi. Esoforia yang mempunyai

sudut penyimpangan lebih besar pada waktu melihat jauh disebabkan oleh

suatu insufiensi divergen dan mempunyai sudut penyimpangan yang lebih

kecil pada waktu melihat dekat disebabkan oleh suatu ekses konvergen.

Pengobatan esoforia dapat diobati dengan jalan :

1. Memberikan koreksi hipermetropia untuk mengurangi rangsang

akomodasi yang berlebihan

2. Memberikan miotika untuk menghilangkan akomodasinya

3. Memberikan prisma base out yang dibagi sama besar untuk mata kiri

dan kanan

4. Tindakan operasi bila usaha-usaha diatas tidak berhasil.

b. Eksoforia (mata berbakat juling ke luar atau strabismus divergen laten)

Merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke arah

temporal. Dimana pada eksoforia akan terjadi deviasi ke luar pada mata yang

ditutup atau dicegah terbentuknya refleks fusi. Apabila sudut penyimpangan

pada waktu melihat jauh lebih besar daripada waktu melihat dekat, maka hal

ini biasanya disebabkan oleh suatu ekses divergen. Sedangkan apabila sudut

penyimpangan pada waktu melihat deket lebih besar dibanding waktu melihat

jauh, maka hal ini disebabkan oleh kelemahan akomodasi.

Pengobatan ditujukan kepada kesehatan secara umum. Bila ada

kelainan refraksi harus diberikan koreksi. Bila mungkin diberikan latihan-

6

Page 8: 72681953-TUGAS-MATA

latihan ortoptik. Bila tidak berhasil dapat diberikan prisma base in yang

kekuatannya dibagi dua sama besar untuk masing-masing mata, kiri dan

kanan.

c. Hiperforia (mata juling ke atas atau strabismus sursumvergen laten)

Merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan kearah atas.

Dimana pada pada hiperforia akan terjadi deviasi ke atas pada mata yang

ditutup. Umumnya keadaan ini disebabkan kerja yang berlebihan (over action)

otot-otot rektus inferior dan obliqus superior atau kelemahan (under action)

otot-otot rektus inferior dan obliqus superior.

Pengobatan dapat dengan kacamata prisma dan puncak diatas (vertical

base down) di depan mata yang sumbu penglihatannya lebih tinggi dengan

puncak dibawah (vertical base up) di depan mata yang sumbu penglihatannya

lebih rendah. Dapat juga dilakukan operasi pada otot-otot rektus superior dan

rektus inferior.

d. Hipoforia (mata juling ke bawah atau strabismus dorsumvergen laten)

Merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke arah

bawah. Mata berdeviasi ke bawah bila ditutup.

e. Sikloforia (mata berdeviasi torsi pada mata yang ditutup atau strabismus

torsional laten)

Merupakan suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan berorasi :

i. Insikloforia : bila kornea jam 12 berputar ke arah nasal

ii. Eksokloforia : bila konea jam 12 berputar ke arah temporal.

7

Page 9: 72681953-TUGAS-MATA

- Tropia

Heterotropia, suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata di mana

kedua sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi. Heterotropia dapat

disebabkan oleh kelainan :

Herediter

Anatomik, kelainan otot luar, kelainan rongga orbita

Kelainan refraksi

Kelainan persyarafan, sensorik motorik, “AC/A rasio” tinggi, keadaan yang

menggagalakn fusi.

Heterotropia dapat dibagi menurut arah penyimpangan sumbu penglihatan :

8

Page 10: 72681953-TUGAS-MATA

f. Esotropia

Juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana sumbu

penglihatan mengarah kearah nasal. Esotropia adalah suatu penyimpangan

penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan lainnya menyimpang

pada bidang horizontal ke arah medial.

Bentuk-bentuk esotropia :

Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada

semuaarah pandang.

Esotropia nonkomitan yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda

pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.

Penyebab esotropia :

Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia

Hipertoni rektus medius kongenital

Hipotoni rektus lateral akuisita

Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak.

Dikenal bentuk esotropia dalam :

Esotropia kongenital, mulai terlihat pada usia 6 bulan

Esotropia akomodatif, yang mulai usia 6 bulan hingga 7 tahun, bila dikoreksi

hipertropiannya maka akan terlihat hingga esotropianya

Esotropia nonakomodatif, yang tidak hilang dengan koreksi

hipermetropiannya.

9

Page 11: 72681953-TUGAS-MATA

Pengobatan :

1. Mengetahui dan mengobati kelainan ini secara dini adalah penting untuk

mencegah penyulit-penyulit sensorik dan motorik.

2. Memberikan lensa koreksi untuk mengatasi keadaan miopinya

3. Tindakan operatif pada kasus-kasus dengan penyebab non-akomodatif.

Esodeviasi akomodatif dan nonreaktif

Esotropia akomodatif reaktif

Esotropia reaktif adalah suatu asodeviasi yang timbul sebagai akibat suatu

usaha akomodasi pada hipertropia tak terkoreksi. Biasanya timbul pada anak normal

tetapi sensitif antara usia 2 dan 3 rahun. Kacamata yang tepat waktunya dan

penggunaan koreksi hiperopik memberikan pengobatan yang memadai untuk

esotropia refraktif pada kebanyakan kasus. Bila kacamata tidak cukup segera berikan

atau bila hiperopia itu tidak terkoreksi dengan penuh, maka esodeviasi itu dapat

menjadi sukar terhadap pengobatan kacamata dan memerlukan pembedahan.

Esotropia akomodatif nonreaktif

Seperti pada pasien esotropia akomodatif reaktif, esotropia akomodatif

nonreaktif biasanya menjadi jelas nyata usia 2 dan 3 tahun. Pengobatannya terdiri dari

koreksi penuh untuk kelainan refraksi jarak jauh (kaca minus) dengan tambahan

bifokal untuk jarak dekat.

b. Eksotropia

Juling ke luar atau strabismus divergen manifes dimana sumbu penglihatan ke

arah temporal. Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata

dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu

penglihatan yang lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.

10

Page 12: 72681953-TUGAS-MATA

Bentuk-bentuk eksotropia :

Eksotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya

pada semua arah pandangan

Eksotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan

berbeda-beda pada arah pandangan yang berbeda-beda.

Penyebab-penyebab eksotropia :

Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominant.

Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang

sensorimotor

Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya penyakit Crouzon.

Pengobatan :

Dengan koreksi refraksi pada eksotropia merupakan hal yang penting dan

dilakukan secara hati-hati :

Bila pasien eksotropia dengan hipermetropia maka harus diberi

kacamata dengan ukuran yang kurang dari seharusnya untuk

merangsang akomodasi dan konvergensi.

Bila pasien menderita miopia maka harus diberi kacamata yang lebih

besar ukurannya dari yang seharusnya untuk merangsang akomodasi

konvergensi.

Pada dasarnya pengobatan eksotropia adalah operasi.

c. Hipertropia

Mata duduk tinggi, hipertropia atau strabismus sursumvergen manifes dimana

sumbu penglihatan mengarah ke arah atas.

11

Page 13: 72681953-TUGAS-MATA

d. Hipotropia

Mata duduk rendah atau strabismus dorsumvergen manifes merupakan

penyimpangan sumbu penglihatan ke arah bawah.

g. Siklotropia

Mata sumbu putar atau strabismus torsinal manifes dimana sumbu penglihatan

berputar.

Insiklotropia : bila kornea jam 12 berputar ke arah nasal

Ensiklotropia : bila kornea jam 12 berputar ke arah temporal.

Heterotropia komitan atau non komitan

Strabismus kankomitan yaitu juling akibat terjadinya gangguan fusi. Strabismus

konkomitan atau strabismus non paralitik merupakan tropia dimana besar sudut

deviasinya sama pada semua arah penglihatan. Strabismus inkomitan atau strabismus

paralitik terjadi akibat paralisis otot penggerak mata, dimana juling akan bertambah

nyata bila mata digerakan ke arah otot yang lumpuh. Dalam keadaan ini besar sudut

deviasi akan berubah-ubah tergantung kepada arah penglihatan penderita.

Gangguan keseimbangan gerakan mata disebabkan hal berikut :

Gerakan berlebihan salah satu otot mata

Gerakan salah satu otot yang kurang

Kemungkinan penyebab terjadinya juling :

Kelainan kongenital

12

Page 14: 72681953-TUGAS-MATA

Biasanya bentuk deviasi eso

Herediter

Hilangnya penglihatan pada satu mata (fusi terganggu) seperti pada

retinoblastoma, trauma, katarak

Neuroparalitik

Kelumpuhan saraf ke III, IV dan VI.

Uji Juling

Terdapat bermacam-macam uji atau pemeriksaan untuk membuat

diagnosiskeseimbangan otot geak mata seperti :

Uji Hirschberg, refleks kornea

Pada uji coba ini mata disinari dengan sentolop dan akan terlihat refleks sinar

pada permukaan kornea. Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata

sama-sama di tengah pupil. Bila satu refleks di tengah pupil sedangkan pada mata

yang satunya di nasal, berarti pasien juling keluar atau eksotropia.

Uji Krimsky, (untuk menilai derajat deviasi mata)

Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah cahaya

refleks kornea dengan prisma. Refleks cahaya diobservasi agar dipusatkan pada pupil

mata yang nirfiksasi. Sudut deviasi dan arah di baca langsung dari prisma.

Uji tutup mata berganti

Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila kedua mata

berfiksasi normal maka mata yang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi pergerakan pada

mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.

13

Page 15: 72681953-TUGAS-MATA

Uji tutup buka mata

Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah mata yang

ditutupp dan dingganggu fusinya sehingga mata yang tidak normal atau juling akan

menggulir. Bila mata tersebut ditutup dan dibuka akan terlihat pergerakan mata

tersebut. Pada keadaan ini berarti mata ini mengalami foria atau juling atau berubah

kedudukan bila mata ditutup.

14

Page 16: 72681953-TUGAS-MATA

BAB III

RINGKASAN

Gangguan lapang pandang

Jalur penglihatan merupakan saluran saraf dari retina ke pusat penglihatan

pada daerah oksipital otak. Gangguan pada jalur penglihatan akan mengakibatkan

gangguan fungsinya.

Terdapatbeberapa dasar jalur penglihatan dan lapang pandang mata, seperti :

Retina bagian nasal dari makula diproyeksikan ke arah temporal llapang

pandangan.

Serabut saraf bagian nasal retina menyilang kiasma optik.

Serabut saraf bagian temporal berjalan tidak bersilang pada kiasma optik.

Lapang pandangan normal pada suatu mata terletak 90 derajat temporal, 60

derajat medial, 60 derajat atas, dan 75 derajat bawah.

15

Page 17: 72681953-TUGAS-MATA

DAFTAR PUSTAKA

1. Radjamin. T, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Perhimpunan Dokter Ahli

Mata Indonesia, Airlangga University Press, 121-126.

2. Ilyas S, 1998, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 233-

265.

3. Ilyas S, 2000, Strabismus, dalam Sari Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,

181-194.

4. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta, 282-311.

5. Voughan D, Asbury T, 1996, Strabismus, dalam Oftalmologi Umum, edisi II, Jilid 1,

Widya Medika, Jakarta, 237-263.

6. Ilyas S, 2000, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta, 227-258.

16