35
PEMERIKSAAN TAMBAHAN 1. Pemerksaan ultrasonografi bila segmen posterior tidak bisa dinilai 2. Bila didapatkan kekeruhan vitreus dan dicurigai endoftalmitis, maka terapi sebagai endoftalmitis. TATALAKSANA 1. Terapi topical sesuai dengan penyebab. 2. Bila pada pemeriksaan Gram didapatkan Gram (+) atau (-), maka berikan antibiotika topical dengan sprektum tersebut atau sprektum luas. 3. Bila pada pemeriksaan KOH 10% ditemukan hifa, maka diberikan tetes mata antijamur (seperti natamsin 5%). 4. Berikan tetes mata sikloplegik (sulfas atropine 1%) dan air mata buatan. 5. Bila hasil kultur telah didapatkan dan menunjuk pada hasil bakteri, maka berikan antibiotika yang sesuai dengan tes sensitivitas 6. Bila hasil kultur didapakan jamur, maka untuk golongan filamentosa dapat diteruskan dengan natamisin atau diganti dengan amfoterisin B atau vorikonazol. Dan bila didapatkan golongan ragi, maka dapat ditambahkan atau diganti dengan flukonazol. 7. Pemberian antibiotika atau antijamur peroral, disesuaikan dengan tingkat keparahan ulkus kornea. 8. Pemberian antiglaukoma bila ulkus telah melewati 1/3 stroma. 9. Bila terjadi desematokel atau perforasi, maka diperlukan tidakan bedah seperti keratoplasti, fascia lata graft, periosteal graft, membrane amnio graft, flap konjungtiva DAFTAR PUSTAKA 1. Aerican Academybof Ophthalmology Staff. Infectious Diseases f the External Eye Microbial and Parastic Infection. In : External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science

Tugas Mata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas mata

Citation preview

PEMERIKSAAN TAMBAHAN 1. Pemerksaan ultrasonografi bila segmen posterior tidak bisa dinilai2. Bila didapatkan kekeruhan vitreus dan dicurigai endoftalmitis, maka terapi sebagai endoftalmitis.

TATALAKSANA1. Terapi topical sesuai dengan penyebab.2. Bila pada pemeriksaan Gram didapatkan Gram (+) atau (-), maka berikan antibiotika topical dengan sprektum tersebut atau sprektum luas.3. Bila pada pemeriksaan KOH 10% ditemukan hifa, maka diberikan tetes mata antijamur (seperti natamsin 5%).4. Berikan tetes mata sikloplegik (sulfas atropine 1%) dan air mata buatan.5. Bila hasil kultur telah didapatkan dan menunjuk pada hasil bakteri, maka berikan antibiotika yang sesuai dengan tes sensitivitas6. Bila hasil kultur didapakan jamur, maka untuk golongan filamentosa dapat diteruskan dengan natamisin atau diganti dengan amfoterisin B atau vorikonazol. Dan bila didapatkan golongan ragi, maka dapat ditambahkan atau diganti dengan flukonazol.7. Pemberian antibiotika atau antijamur peroral, disesuaikan dengan tingkat keparahan ulkus kornea.8. Pemberian antiglaukoma bila ulkus telah melewati 1/3 stroma.9. Bila terjadi desematokel atau perforasi, maka diperlukan tidakan bedah seperti keratoplasti, fascia lata graft, periosteal graft, membrane amnio graft, flap konjungtiva DAFTAR PUSTAKA1. Aerican Academybof Ophthalmology Staff. Infectious Diseases f the External Eye Microbial and Parastic Infection. In : External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology 2011

UVEITIS ANTERIORPENGERTIAN Uveitis anterior adalah radang yang mengenai iris dan badan siliaris.

PATOGENESISUveitis anterior bisa timbul karena infeksi spesifik atau reaksi imunologis.

GEJALA 1. Mata merah, silau dan penglihatan kabur.2. Pada pemeriksaan mata akan ditemukan injeksi silier, keratik presipitat (KPs), sel (cell) dan suar (flare) di bilik mata depan, kadang-kadang disertai hipopion.3. Dapat dijumpai juga sinekia posteriorPEMERIKSAAN RUTIN 1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.2. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact3. Pemeriksaan dengan slit-lamp untuk melihat segmen anterior4. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular ophthalmoscope)5. Bila segmen posterior sulit dinilai, maka lakukan pemeriksaan USG.6. Diagnosis uveitis anterior ditegakkan bila tidak ditemukan uveitis intermediate atau uveitis posterior.PEMERIKSAAN TAMBAHAN1. Pada serangan pertama uveitis anterior , uveitis non-granulomatosa, unilateral serta reaksi inflamasi di bilik mata depan yang tidak berat, maka tidak diperlukan informasi tambahan2. Pada keadaan-keadaan selain disebut di atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mencari penyakit sistemik yan mendasarinya.3. Periksa laboratorium: darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi hati, prpfil ginjal, urinalisis, VDRL/TPHA, tes Mantoux( sebagai data dasar).4. Bila dicurigai keadaan sistemik yang khusus, maka secara selektif dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium tambahan.TATALAKSANA1. Terapi kortikosteroid dan sikloplegik2. Dalam keadaan inflamasi yang berat dapat diberikan kortikosteroid oral dengan dosis imunosupresif3. Terapi tambahan seperti anti glaucoma bila TIO meningkat4. Tindakan bedah seperti ekstraksi katarak bila uveitis sudah tenang selama 3 bulan dengan memberikan kortikosteroid sistemik 1 minggu sebelum operasi dan dilanjutkan setelah operasi dengan tapering.DAFTAR PUSTAKA 1. American Academy of Ophthalmology Staff. Clinical Appoach to Uveitis. In: Intraocular Inflammation an Uveitis. Basic and Clinical Science Course. Section 9. California: American Academy of Ophthalmology 2011

UVEITIS INTERMEDIATEPENGERTIAN Uveitis Intermediate adalah peradangan yang mengenai badan silier posterior atau pars plana. Umumnya mengenai dua mata.PATOGENESISUvitis Intermediate bisa timbul karena infeksi spesifik atau reaksi imunologis.GEJALA1. Pasien akan mengeluh adanya floaters dan kadang-kadang disertai penurunan tajam penglihatan.2. Tidak disertai rasa sakit, merah atau fotofobia.3. Terdapat kekeruhan vitreus di belakang lensa dan sekitar pars plana yang difus atau snow-ball. 4. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect ophthalmoscope).5. Bila segmen posterior sulit dinilai, maka lakukan pemeriksaan USG.6. Diagnosis uveitis Intermediate ditegakan bi;a tidak ditemukan uveitis anterior atau uveitis posterior.PEMERIKSAAN RUTIN 1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.2. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact3. Pemeriksaan dengan slit-lamp untuk melihat segmen anterior4. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular ophthalmoscope)5. Bila segmen posterior sulit dinilai, maka lakukan pemeriksaan USG.6. Diagnosis uveitis anterior ditegakkan bila tidak ditemukan uveitis intermediate atau uveitis posterior.

TATALAKSANA Berikan kortikosteroid topical dan peroral dan pada kasus yang berat dapat diberikan melalui injeksi orbital floor atau subtenonDAFTAR PUSTAKA1. American Academy of Ophthalmology Staff. Clinical Appoach to Uveitis.In: Intraocular Inflammation and Uveitis. Basic and Clinical Science Course. Section 9. California: American Academy of Ophthalmology 2011

UVEITIS POSTERIORPENGERTIANUveitis posterior adalah inflamasi intraocular yang melibatkan koroid, juga dapat mengenai nervus optikus, retina (retinokoroiditis), neuroretinitis. Dapat disbabkan oleh infeksi seperti TBC, sifilis, toksoplasmosis, dan infeksi sitomegalivirus. Dapat juga disebabkan penyakit autoimun seperti Vogt-Koyanagi-Harada, Bahcet, oftalmia simpatika atau penyakit autoimun sistemik lainnya.PATOGENESISUveitis posterior bisa timbul karena infeksi spesifik atau reaksi imunologiGEJALA1. Penglihatan buram dapat terjadi mendadak yang kemudian berjalan progresif, tanpa disertai mata merah, tidak sakit.2. Keluhan floater.3. Pada uveitis yang berhubungan dengan keadaan sistemik, identifikasi keadaan yang berhubungan seperti lesi kulit, genital, neuroauditori, dan susunan saraf pusat.PEMERIKSAAN RUTIN 1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.2. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact3. Pemeriksaan dengan slit-lamp untuk melihat segmen anterior4. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular ophthalmoscope)5. Foto fundus sebagai dokumentasi dan untuk evaluasi pengobatan (follow-up)6. Secara selektif lakukan fundus fluorescein angiography7. Periksa tekanan darah8. Periksa laboratorium: darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi hati, prpfil ginjal, urinalisis, VDRL/TPHA, tes Mantoux( sebagai data dasar dan pedoman untuk pemberian terapi sistemik).PEMERIKSAAN TAMBAHAN1. Secara selektif lakukan tes serologis IgG dan IgM toxoplasma, sitomegalovirus, herpes simplex dan HIV penyaring2. Pemeriksaan USG bila segmen posterior tidak bisa dinilai secara langsung.3. Dalam keadaan dimana penyebab sulit ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dna pemeriksaa penunjang maka dapat dipertimbangkan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) dengan pengambilan specimen akuos humor atau vitreus.TATALAKSANA1. Bila diyakini penyebabnya adalah infeksi, maka berikan pengobtan yang spesifik untuk infeksinya dan bila dibutuhkan ditambahkan dengan kortikosteroid peroral dosis imunosupresif 48-72 jam setelahnya (kecuali retinitis CMV pada penderita HIV)2. Pemberian pulse IV metylprednisolon untuk uveitis yang berhubungan dengan VKH, Behcet, dan oftalmia simpatika, dan pada peyakit ini dapat diberikan imunosupresif lini kedua3. Kortikosteroid peroral dengan dosis tinggi di awal, diberikan selama 2 minggu dan diturunkan berdasarkan respin individual.4. Bila penyebabnya adalah retinitis CMV, maka diberikan valganciclovir peroral, kecuali pasien tidak mampu, maka dapat dipertimbangkan pemberian ganciclovir intravitreal5. Pemberian imunosupresif lini kedua dapat dipertimbangkan bila pada pemberian kortikosteroid didapatkan efek sampinh, dengan dosis tinggi kortikosteroid tidak memberikan respon atau terjadi rekurensi pada dosis diatas dosis rumatan.6. Kortikosteroid local, seperti injeksi orbital floor, subtenon atau intravitreal dapatt dipertimbangkan bila dianggap perlu.7. Terapi komplikasi yang timbul berhubungan dengan penyakitnya atau pengobatan, seperti antiglaukoma dan bila dibutuhkan dapat dilakukan terapi bedah filtrasi.8. Tindakan bedah seperti operasi katarak bila uveitis sudah tenang selama 3 bulan dengan memberikan kortikosteroid 1 minggu sebelum operasi dan dilanjutkan setelah operasi dengan tapering.DAFTAR PUSTAKA1. American Academy of Ophthalmology Staff. Clinical Appoach to Uveitis.In: Intraocular Inflammation and Uveitis. Basic and Clinical Science Course. Section 9. California: American Academy of Ophthalmology 2011

ENDOFTALMITISPENGERTIANEndoftalmitis adalah infeksi berat jaringan intraocular.PATOGENESISEndoftalmitis dapat terdaji akibat masuknya bakteri ataupun jamur ke dalam mata atau yang disebut dengan endoftalmitis eksogen. Umumnya endoftalmitis eksogen disebabkan oleh trauma tembus atau terjadi setelah operasi intraocular. Endoftalmitis endogen terjadi ketika bakteri atau jamur masuk melalui sirkulasi ocular secara hematogen.GEJALA1. Visus sangat menurun, mata terlihat merah, terasa sakit.2. Tekanan bola mata dapat tinggi, dan dapat juga rendah3. Pada pemeriksaan dapat terlihat peradangan berat di segmen anterior dengan kornea yang edema, fibrin hingga hipopion.PEMERIKSAAN RUTIN1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.2. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact3. Pemeriksaan dengan slit-lamp untuk melihat segmen anterior4. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular ophthalmoscope)5. Pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat segmen posteriorPEMERIKSAAN TAMBAHANLakukan pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati dan urinalisis bila pasien direncanakan untuk vitrektomi atau operai lainnya.TATALAKSANA1. Pasien dirawat.2. Persiapkan pasien untuk operasi vitrektomi3. Konsul pasien ke poli vitreoretina4. Bila tidak dimungkinkan untuk operasi vitrektomi segera, maka lakukan injeksi antibiotika intraviteal. Lebih dipilih antibiotika vankomisin dan ceftazidim, tetapi bila tidak didapatkan maka dapat diganti dengan cefazolin dan tobramisin5. Sebelum dilakukan injeksi intravitreal, lakukan pengambilan specimen untuk kultur mikrobiologi6. Diberikan antibiotika sistemik, dengan pilihan pertama adalah antibiotika golongan fluorokuinolon dan dapat diteruskan atau diganti sesuai dengan hasil kultur dan tes sentitivitas7. Terapi tambahan lain sesuai pemeriksaan lain yang ditemukan, seperti antiglaukoma bilaTIO tinggi8. Bila tajam penglihatan sudah NOL, maka direncanakan untuk eviserasi dan rekonstruksi bola mata.DAFTAR PUSTAKA1. American Academy of Ophthalmology Staff. Endophthalmitis. In: Intraocular Inflammation and Uveitis. Basic and Clinical Science Course. Section 9. California: American Academy of Ophthalmology 2011.

PANTOFTALMITISPENGERTIANPantoftalmitis adalah peradangab berat seluruh jaringan bola mata, baik intraocular maupun jaringan ektraokular.PATOGENESISPantoftalmitis biasanya berawal dari endoftalmitis yang peradangannya berlanjut ke kornea dan sclera dan jaringan ekstraokular.GEJALA1. Sama dengan endoftalmitis2. Didapatkan gangguan gerak bola mata3. Biasanya disertai proptosis4. Dapat disertai demam5. Umumnya visus NOLPEMERIKSAAN RUTIN1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.2. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact3. Pemeriksaan dengan slit-lamp untuk melihat segmen anterior4. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular ophthalmoscope)5. Pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat segmen posteriorPEMERIKSAAN TAMBAHANLakukan pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati dan urinalisis bila pasien direncanakan untuk vitrektomi atau operasi lainnya.TATALAKSANA 1. Pasien dirawat2. Persiapkan pasien untuk operasi eviserasi dan rekonstruksi bola mata3. Diberikan antibiotika sistemik, dengan pilihan pertama adalah antibiotika golongan fluorokuinolon dan dapat diteruskan atau diganti sesuai dengan hasil kultur dan tes sentitivitas4. Lakukan pengambilan specimen pada saat eviserasi untuk pemeriksaan kultur mikrobiologi.DAFTAR PUSTAKA1. American Academy of Ophthalmology Staff. Endophthalmitis. In: Intraocular Inflammation and Uveitis. Basic and Clinical Science Course. Section 9. California: American Academy of Ophthalmology 2011.2. American Academy of Ophthalmology Staff. Orbital Inflammatory and Infectioud Disorders. In:Orbit, Eyelids and Lacrimal system.. Basic and Clinical Science Course. Section 7. California: American Academy of Ophthalmology 2011.

SELULITIS ORBITAPENGERTIANRadang pada jaringan sekitar bola mata dalam rongga orbitaPATOGENESISInfeksi pada orbita atau jaringa periorbita dapat berasal dari 3 sumber utama yaitu:1. Sebaran langsung dari sinusitis di sekitar atau dakriosistitis2. Sebaran langsung melalui trauma atau infeksi kulit3. Sebaran melalui bacteremia dari focus infeksi di tempat yang jauh seperti otitis media atau pneumoniaGEJALASelulitis orbita pada anak sering terjadi dengan gejala klinis proptosis gerakan bola mata terhambat, edema palpebral, khemosis, hyperemia, gangguan penglihatan, kadang-kadang ada demam. Bila terjadi komplikasi ke sinus cavernosus, maka kedua mata akan proptosis dan terjadi gangguan N II,III, IV,V dan VIPEMERIKSAAN RUTIN1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.2. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact3. Pemeriksaan dengan slit-lamp untuk melihat segmen anterior4. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular ophthalmoscope)5. Pemeriksaan ultrasonografi untuk melihat segmen posterior6. Dilakukan pemerikaan radiologi dan CT-scan7. Konsultasi ke SMF THT, Ilmu kesehatan anak dan Neurologi untuk mencari kemungkinan komplikasi.PEMERIKSAAN TAMBAHANBila terdapat sinus cavernosus thrombosis, penderita di konsulkan ke SMF Neurologi.TATALAKSANA1. Sama seperti endoftalmitis tetapi tidak dilakukan eviserasi bulbi, dan antibiotic diberikan dosis tinggi sistemik (IV,IM, atau oral)2. Mungkin perlu dilakukan drainage3. Bila perlu dapat diberikan analgetika dan sedative4. Bila terjadi akibat abses pre-orbita dilakukan insisi dan drainage5. SMF mata ikut mengobati dengan antibiotika sistemik dan topical, serta memfollow up tajam penglihatannya.6. Memberi kortikosteroid sistematik secara hati-hati atau diberi NS AID7. Karena ada prptosis untuk mencegah kerusakan kornea karena terpapar dilakukan tersorafi.

DAFTAR PUSTAKA1. American Academy of Ophthalmology Staff. Orbital Inflammatory and Infectioud Disorders. In:Orbit, Eyelids and Lacrimal system.. Basic and Clinical Science Course. Section 7. California: American Academy of Ophthalmology 2011.

DRY EYE SYNDROMEPENGERTIAN Kelompok kelainan air mata akibat prodksi air mata berkurang atau evaporasi air mata berlebihan yang berhubungan dengan ketidaknyamanan mata dengan atau tan[a gejala gangguan penglihatan dan dapat menyebabkan kelainan pada permukaan bola mata. Kelompok kelainan ini disebut dry eye.PATOGENESISPermukaan bola mata dan fungsi sekresi kelenjar air mata dalah suatu unit fungsional untuk mempertahankan supply air mata dan pengeluaran air mata. Penyakit atau disfungsi pada unit fungsional ini akan menyebabkan lapisan airmata yang tidak stabil dan akan terjadi gejala iritasi mata dan penyakit di epitel permukaan bola mata yang kita sebut dengan sindrom dry eye. Disfungsi ini dapat terjadi akibatproses penuaan, penurunan factor pendukung seperti hormone androgen, penyakit inflamasi sistemik,seperti artritis rheumatoid, penyakit permukaan bola mata seperti keratitis herpes simpleks, operasi yang mengganggu saraf aferen trigeminal seperti LASIK serta penyakit sistemik atau pengobatan yang mengganggu saraf kolinergik yang menstimulasi sekresi airmata.GEJALAGejala yang mungkin terjadi adalah iritasi, berair, panas, perih, sensasi benda asing, gatal ringan, fotofobia, penglihatan buram, intoleransi terhadap lensa kontak, mata merah, secret mucous, frekuensi mengedip meningkat, fluktuasi durnal dimana gejala terasa semakin berat saat di akhir hari.PEMERIKSAAN RUTIN 1. Anamnesis gejala dan tanda yang dialami pasien, keadaan yang memperberat gejala dan durasi gejala. Gejala ocular dan kelainan sistemik yang perlu ditanyakan a) Riwayat pengobatan sebelumnya dan efeknya terhadap gejalab) Riwayat penggunaan obat-obat yang mungkin menyebabkan dry eyec) Penggunaan lensa kontakd) Konjungtivitis alergie) Riwayat pembedahan mata sebelumnyaf) Riwayat kelainan bola matag) Riwayat pembedahan pungtumh) Riwayat operasi kelopak matai) Bells palsyj) Riwayat pajanan asap rokokk) Penyakit kulitl) Kebersihan wajah dan kelopakm) Atopin) Menopauseo) Penyakit inflamasi sistemikp) Pengobatan sistemik lainnyaq) Traumar) Infeksi virus kroniks) Pembedah non oculart) Radiasi orbitu) Kelainan neurologisv) Mult kering, gigi berlubang, sariawan2. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.3. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact4. Pemeriksaan slit-lamp untuk melihat segmen anterior, melihat tanda-tanda mata kering, menilai adanya tanda-tanda produksi air mata aqueous dan atau peningkatan evaporasi, melihat adanya penyebab iritasi ocular lainnya.5. Biomikroskopi lampu celah sebaiknya focus pada hal-hal berikut ini :a) Lapisan air mata, tinggi meniscus, debris, peningkatan viskositas, mucus strands, dan famy tearsb) Kelopak mata: trikiasis, distikiasis, deposit.c) Pinggir kelopak mata anterior dan posterior: abnormalitas kelenjar meibom, karakter sekresi kelenjar meibom, vaskularisasi, keratinasi, jaringan parut.d) Pungtum: patensi, posisi, dan posisi pluge) Konjungtiva:1) Forniks inferior dan konjungtiva tarsal; benang mukosa jaringan parut, eritema, raksi papil, pembesaran folikel, keratinisasi, pemendekan, simblefaron2) Konjungtiva bulbar; pewarnaan, hyperemia, keratinisasi3) Kornea; kekeringan diantara kelopak, erosi epitel pungtata, pewarnaa, filament, defek epitel, mucous plaques, keratinisasi, pembentukan panus, penipisan, infiltrate, ulkus, jaringan parut, neovaskularisasi, tanda-tanda pascaoperasi kornea atau refraktif.6. Pemeriksaan eksternal pada kulit, kelopak, adneksa, proptosis, fungsi saraf kranialis dan tangan (untuk mencari deformitas)7. Melakukan pemeriksaan diagnostic, tear break up time, ocular surface dre eye staining, Schirmer test, farning test, uji sensibilitas korneaPEMERIKSAAN TAMBAHANPemeriksaan klinis dan laboratorium untuk pasien-pasien yang dicurigai ada penyakit autoimun. Bila diperlukan konsultasi dengan departemen lain yang berkaitan seperti Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Departemen gigi dan MulutTATALAKSANA 1. Membuat klasifikasi tipe dry eye; ringan, sedang, dan berat serta berusaha melihat apakah dry eye akibat defisiensi aqueous atau akibat evaporasi.2. Mengidentifikasi factor-faktor yang memperberat dry eye.3. Edukasi pasien mengenai perjalanan penyakit dan sifat kronisitas penyakit dry eye. Ekspektasi realistis mengenai tujuan terapi sebaiknya didiskusikan4. Rekomendasi terapi pada dry eye ringana. Edukasi dan modifikasi lingkunganb. Menghilangkan penyebab seperti obat-obatan topical atau sistemikc. Peningkatan komponen aqueous menggunakan substitusi air mata buatan atau gel/salepd. Terapi kelopak mata (kompres hangan dan hygiene kelopak)e. Terapi factor-faktor yang mengkontribusi seperti blefaritis atau meibomianitis.5. Terapi pada dry eye sedanga. Terapi yang di atas ditambah dengan terapi berikut inib. Obat anti inflamasi seperti siklosporin topical dan kortikosteroid topical, suplemen omega-3 sistemikc. Punctual plugd. Spectacle side shileds dan moisture chamber6. Terapi pada dry eye berata. Terapi yang di atas ditambah dengan terapi berikut inib. Agonis kolinergik sistemikc. Obat anti inflamasi sistemikd. Obat mukolitike. Serum autologousf. Lensa kontakg. Koreksi kelainan kelopakh. Oklisi punctual permaneni. TarsorafiDAFTAR PUSTAKA1. American Academy of Ophthalmology Cornea/ External Disease Panel. Preferred Practice Pattern Guidelines. Dry eye Syndrome. San Fransisco, CA: American Academy of Ophthalmology;2008. Available at http:/www.aao,org/ppp2. American Academy of Ophthalmology Staff. Ocular Surface Disease: Diagnostic Appoarch. In: external Disease and Cornea. Basic and clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology 2011

KOMPLIKASI OFTALMOLOGIS INFEKSI HIV/AIDSPENGERTIANKomplikaso oftalmologis infeksi HIV/AIDS adalah kelainan oftamologis yang terjadi pada pasien dengan HIV positif. Semua pasien HIV positif berapapun jumlah CD4, dengan gejala oftamologis harus diperiksa oleh dokter mata. Pasien dengan CD4 dibawah 50 sel/mm3 sebaiknya diperiksa oleh dokter mata setiap 6 bulan.PATOGENESISAcquired immunodeficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV), yang menyebabkan penurunan limfosit T helper CD4+. Penurunan ini menyebabkan defisiensi imun berat yang menyebabkan infeksi oportunistik dan gejala pada mata.GEJALAGejala komplikasi oftamologis infeksi HIV tergantung dari segmen mata yang terkena dari mulai adneksa, segmen anterior, segmen posterior, atau neurooftalmologisPEMERIKSAAN RUTIN1. Anamnesis awal umuma. Usiab. Gejala ocular da lateralisasinyac. Gejala sistemikd. Riwayat penyakit mata, penyakit lainnya dan riwayat pembedahane. Riwayat penyakit seksual menular lainnyaf. Riwayat penyakit atau komplikasi AIDS lainnyag. Metode penularan HIVh. Durasi infeksi HIVi. Factor risiko saat ini dan masa lalu ( riwayat perilaku seksual, penggunaan obat intravena, riwayat transfuse)j. Regimen HIV saat ini (durasi dan kepatuhan)k. Obat-obat yang digunakan saat inil. Alergi pengobatanm. Beban virus saat inin. CD4 saat ini alergi pengobatan2. Penampakan fisik umum3. Pemeriksaan eksternal, wajak dan adneksa mata4. Kelenjar limfatik; KGB preaurikular dan submandibular5. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik, serta ,menggunakan pinhole.6. Pemeriksaan tekan intraocular (TIO) denga tonometer non-contact7. Motilitas ekstraokular8. Pemeriksaan lapang pandang konfrontasi9. Pemeriksaan dengan slit-lamp untuk meliht segmen anterior10. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan oftalmoskopi indirek (lensa condensing atau binocular indirect ophthalmoscope)11. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menilai segmen posterior bila tidak terlihat menggunakan ophthalmoskopi indirek.PEMERIKSAAN PENUNJANG1. CD4 count2. Viral load3. Bila baru dicurigai HIV positif, periksa HIV-ELISA lalu diikuti konfirmasi Western Blot.TATALAKSANA1. Tatalaksana pasien HIV/AIDS harus melibatkan tim multidisiplin (POKDISUS dan Departemen Ilmu Kesematan Mata)2. Anti-Retroviral Therapy (ART) atau Highly Active Anti-Retroviral Therapy(HAART)3. Penekanan pada pencegahan penularan peyakit4. Identifikasi dan terapi atau infeksi yang berhubungan dengan HIV/AIDSBerikut ini tatalaksana pada beberapa komplikasi oftamologis HIV/AIDSHIV RetinopatiBila ada macula edema pertimbangkan kortikosteroid atau laser fokalCMV retinitis1. Tujuan utama adalah untuk memberikan pengobatan anti CMV dan menigkatkan status imun dengan HAART2. Pilihan terapi anti CMV: Gancicloviri. Intravena-5 mg/kg setiap 12 jam selama 2 sampai dengan 3 minggu, lalu 5 mg/kg/hari 5 sampai7 kali per mingguii. Intraocular- 2 sampai 2.5 mg/0.1 ml intravitreal injeksi dua kali seminggu sampai tidak aktif laliiii. Intravitrean sustained-release implant (Vitrasent) Foscarnet i. Intravena 60 mg/ kg setiap 8 jam atau 90 mg/kg setiap 12 jam selama 14 hari, lalu 90 sampai 120 mg/kg/hari.ii. Intraocular 1.2 mg/0.05 ml(atau 2.4 mg/0.2 ml) Valgancicloviri. Oral -900mg dua kali sehari selama 2 minggu lalu 900 mg sehari3. Anti CMV dihentikan bila pasien dalam terapi HAART dan tidak ada tanda retinitis CMV aktif pada paisen dengan CD4 diatas 100sampai 150sel/ mm3 untuk setidaknya tiga sampai 6 bulan.

Tuberculosis 1. Pengobatan sistemik dengan rifampisin (500 mg/ hari untuk berat badan >50 kg dan 600 mg/hari untuk berat badan , 50 kg), Isoniazid ( 5mg/ kg/hari), pirimetamin (25 sampai 30 mg/hari, dan etambutol (15 mg/kg/hari) selama 2 ulan lalu rifampisin dan isoniazid selama 4 sampai 7 bulan.2. Prednisolone oral (1mg/kg/hari) diturunkan sesuai respon klinis3. Memulai HAART4. Berkoordinasi dengan POKDISUSToksoplasmosis 1. Terapi awal adalah pemberian antitoksoplasma selama 4 sampai 6 minggu, pilihan terapi adalah sebagai berikuta. Trimetropim / sulfamethoxazole(800/160)peroral dua kali seharib. Pyrimethamine (100 mg dosis awal selama 24 jam dilanjutkan 25-50 mg sehari) dan sulfadiazine (1g diberikan 4x/hari) Selama 4 sampai 6 minggu. Diberikan bersamaan dengan asam folinat (3 sampai 5 mg 2x/minggu) untuk mencegah leucopenia dan trombositopeniac. Clindamycin (300 mg per oral setiap 6 jam ) selama 3 minggu atau lebihd. Atovaquone (750 mg per oral 4x/hari)selama 3 bulane. Pertimbangan pemberian azithromycin untuk pasien yang alergi sulfa 2. Terapi dilanjutkan untuk pasien dengan toksoplasmosis ocular yang terus mengalami immunodefisiensi berat3. Kortikosteroid oral dipertimbangkan ketika inflamasi berat (vitritis, vaskulitis, ablasio retina serosa, lesi yang melibatkan papil atau macula) sebesar 0,5 mg/kg/hari diturunkan, dimulai dan diakhiri bersamaan dengan obat antitoksoplasma4. Steroid topical diberikan bila ada inflamasi bilik mata depan yang signifikanSifilis 1. Terapi sebagai neurosifilis2. Berkoordinasi dengan departemen lainnya untuk tatalaksana kelainan sistemik3. Terapi lini pertama adalah penisilin G IV 18 sampai 24 juta unit selama 14 hari.4. Inflamasi ocular yang makin berat setelah terapi penisilin mungkin adalah suatu reksi Jarish-HarxheimerDAFTAR PUSTAKA1. International Council of Ophthalmology. Ocular HIV/AIDS related disease : initial and follow up evaluation.2. American Academy of Ophthalmology Staff. Ocular Involvement in AIDS. In: Intraocular Inflammation and Uveitis. Basic and Clinical Science Course. Section 9. California: American Academy of Ophthalmology 2011

PANDUAN PRAKTIK KLINIK(PPK)DIVISI TUMOR MATA

BASAL SEL KARSINOMAPENGERTIANKeganasan kulit yang erasal dari sel bvasal lapisan epidermis, yang berpotensi merusak jaringanPATOGENESISFactor risiko: Paparan sinar ultra violet Radiasi Kelaina imunologi local dan sistemik VirusFactor predisposisi Sindroma Gorlin-Goltz Xeroderma pigmentosa AlbinismeKRITERIA DIAGNOSISGambaran KlinisMassa/ lesi ulseratif dengan pigmen kehitaman di adneksa mata yang tidak sembuh dengan terapi medikamentosaPemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan histopatologis2. Pemeriksaan imunohistokimia (bila diperlukan)3. Pemeriksaan CT-Scan (bila diperlukan)TATALAKSANA1. Bedaha. Tumor terbatas pada adneksa Eksisi luas 2-3 mm dari batar makroskopis tumor yang dipandu oleh pemeriksaan potong beku Bila defek horizontal yang terjadi pasca eksisi tumor >50% , bila diperlukan rekonstruksi dapat dilakukan bekerjasama dengan Divisi Plastik Rekontruksib. Tumor sudah menginvasi orbita Eksenterasi Radioterapi ( sesuai indikasi )c. Tumor sudah menginvasi sinus paranasal dan/ intracranial Konsul ke Divisi Onkologi Departemen THT dan/ departemen Bedah Saraf untuk operasi bersama bila memungkinkan 2. Non BedahTumor inoperable Radioterapi paliatif3. Tindakan Bedah Antibiotika oral Analgetik oral Anti inflamasi oral Antibiotic topical (salep mata) Angkat tampon orbita setelah 5-7 hari ( pada kasus eksenterai)Tindak lanjutTahun I: tiap 3 bulanTahun II: tiap 6 bulanTahun III & dst: tiap tahun

KARSINOMA SEL SKUAMOSAPENGERTIANKeganasan epitel invasive yang berasal dari lapisan sel saraf skuamosa epidermis yang memberikan gambaran diferensiasi keratinostik, yang dapat terjadi pada palpebral, konjungtiva dan orbita. PATOGENESIS1. Pathogenesis tidak diketakui 2. Factor risiko internal: albinisme, xeroderma pigmentosum3. Factor risiko eksternal: paparan sinal ultraviolet, infeksi virus HPV, merokokKRITERIA DIAGNOSISGambaran Klinis1. KKS konjungtiva : lesi berbentuk nodular, gelatinous, leukoplakia maupun difusa2. KKS palpebral: lesi seperti ulkus yang nonspesifik, rusaknya struktir bulu mata dan oklusi dari kelenjar meibom.Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan histopatologis2. Pemeriksaan CT-Scan bila dicurigai ada invasi ke orbitaTATALAKSANA1. Non Bedah2. Bedah

Konjungtiva bulbi1. Bila diameter tumor 1-2 mm:Eksisi 2-3 mm dari batas makroskopik tumor, diikuti dengan pengobatan krioterapi -70 derajat C2. Bila diameter tumor 2-5 mm:Bila eksisi luas tidak mungkin dianjurkan untuk enukleasi eksenterasi3. Bila diameter tumor >5mm:Eksenterasi

Untuk selanjutnya, tergantung adanya infiltrasi tumor ke organ sekitar, metastasis jauh, prosedur tindakan sama dengan karsinoma sel skuamosa pada palpebral.Kelopak Mata1. Bila tumor terbatas pada kelopak Eksisi 6-7 mm dari batas makroskopok tumor dengan pengobatan krio yang dipandu oleh pemeriksaan potong beku Bila ukuran tumor >1/2 kelopaj-operasi bersama dengan divisi Plastik Rekonstruksi2. Bila tumor sudah menginvasi orbita Tanpa pembesaran kelenjar getah bening regional Eksenterasi Bila operasi tidak bebas tumor, dilakukan pemberian Radioterapi loco regional3. Dengan pembesaran kelenjar getah bening regional Eksenterasi Diseksi kelenjar getah bening regional oleh Departemen Bedah (Tumor) Radioterapi loco regional4. Bila didapat invasi tumor ke intracranial, sinus paranasal, pembesaran kelenjar getah bening regional tanpa metastasis jauh. Operasi bersama dengan Departemen Bedah Saraf/THT bila masih memungkinkan Diseksi kelenjar getah bening regional (bila ada) oleh Departemen Bedah (Tumor) Bila sudah Inoperabel dapat dilakukan debulking tumor dilanjutkan dengan radioterapi loco regional.5. Bila di dapat metastasis jauh Konsl ke Departemen Ilmu Penyakit Dalam (Hematologi) untuk kemungkinan pemberian sitostatika Tindakan pada matanya radioterapi loco regionalPASCA TINDAKAN BEDAH1. Antibiotika oral2. Antibiotika topical3. Analgetika oral4. Anti inflamasi oral5. Anti inflamasi topical TINDAK LANJUT 1. Bila eksisi bebas tumor: tiap bulan2. Bila eksisi tidak bebas tumorTahun I: tiap 3 bulanTahun II: tiap 6 bulan

KARSINOMA SEL SEBASEA PENGERTIANTumor gana yang berasal dari kelenjar sebasea di palpebral, yang mempunyai perangai local agresif dan dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening regional dan organ jauh.

PATOGENESISBerasal dari kelenjar-kelenjar sebasea dan sering terjadi pada daerah periorbita terutama palpebral

KRITERIA DIAGNOSTIKGejala klinis Massa subkutaneus, soliter; padat, permukaaan tidak rata, berwarna merah muda kekuning-kuningan, tanpa nyeri yang terfiksasi pada tarsus. Dapat juga berupa penebalan difus unilateral pada palpebral.

Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan histopatologis2. Pemeriksaan immunohistokimia (bila diperlukan)3. Pemeriksaan CT-Scan bila (bila diperlukan) TATALAKSANA Pengobatan/tindakan bergantung sesuai tumor dan stadiumnya1. Bila ukuran tumor < 10 mm Eksisi luas 2-3 mm dari batas makroskopis tumor yang dipandu oleh pemeriksaan potong beku Dilanjutkan dengan rekonstruksi palbepbra Bila efek horizontal yang terjadi pasca eksisi tumor > 50 %, bila diperlukan rekonstruksi dapat dilakukan bekerjasama dengan Divisi Plastik Rekonstruksi2. Bila ukuran tumor > 10mma. Tanpa pembesaran kelenjar getsh bening regional Eksenterasi b. Dengan pembesaran kelenjar getah bening1. Eksenterasi 2. Diseksi kelenjar getah bening regional oleh Divisi Onkologi Departemen THT atau Divisi Bedah Tumor Departemen Bedah3. Radioterapi loco Regional

3. Bila sudah terdapat invasi tumor ke sinus paranasal dan/ intracranial tanpa metastasis jauh 1. Konsul ke Divisi Onkologi Departemen THT atau Divisi Bedah Saraf Departemen Bedah untuk operasi bersama bila memungkinkan

2. Diseksi kelenjar getah bening regional (bila ada ) oleh oleh Divisi Onkologi Departemen THT atau Divisi Bedah Tumor Departemen Bedah3. Bila sudah inoperable dapat dilakukan debulking tumor dilanjutkan dengan radioterapi loco regional4. Bila sudah terdapat metastasis jauh 1. Pengobatan local dengan radioterapi2. Konsultasi ke Divisi Onkologi Departemen Ilmu Penyakit DalamPASCA TINDAKAN BEDAH Antibiotika oral Analgetik oral Anti inflamasi oral Antibiotic topical (salep mata) Angkat tampon orbita setelah 5-7 hari ( pada kasus eksenterai)Tindak lanjutTahun I: tiap 3 bulanTahun II: tiap 6 bulanTahun III & dst: tiap tahun

MELANOMA KONJUGTIVAPENGERTIANTumor ganas adneksa yang berasal dari melanosit yang bermigrasi dari krista neural ke epitel konjungtiva

PATOGENESISDapat berasal dari neurokonjungtiva, primary acquired melanosis atau tumbuh secara de novo kea rah keganasan

KRITERIA DIAGNOSTIKGejala KlinikMassa berwarna kehitaman pada konjungtiva bulbi, palpebral dan forniks, serta kurunkula dan plika semilunaris; umumnya unilateral. Tersering timbul di daerah limbus.

Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan kelenjar getah bening2. Pemeriksaan histopatologis3. Pemeriksaan immunohistokimia (bila diperlukan)4. Pemeriksaan CT-Scan bila (bila diperlukan)

TATALAKSANA1. Eksisi luas 3-5 mm dari batas makroskopis tumor yang dipandu oleh pemeriksaan potong beku2. Bila ada keterlibatan sclera, dapat dipertimbangkan enukulasi3. Bila ada keterlibatan konjungtiva forniks atau orbita, dapat dipertimbangkan eksenterasi4. Radioterapi(sesuai indikasi)5. Kemoterapi (sesuai indikasi) Eksplorasi metastasis regional dan jauh (sesuai indikasi) :1. Pemeriksaan kelenjar getah bening 2. Pemeriksaan foto thorak3. Pemeriksaan USG hati

PASCA TINDAKAN BEDAH Antibiotika oral Analgetik oral Anti inflamasi oral Antibiotic topical (salep mata) Buka blefarorafi setelah 7 hari (pada kasus enukleasi) Angkat tampon orbita setelah 5-7 hari (pada kasus eksenterasi)