Upload
vonguyet
View
235
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Proses penggilingan gandum menjadi tepung dikenal sebagai salah satu industri
tertua di dunia dan hingga saat ini telah dikembangkan secara independen di beberapa
lokasi di dunia. Tepung terigu atau yang dahulu sering disebut tepung terigu putih
diketahui pertama diproduksi di Hungaria dan Jerman pada abad ke-18. Dalam
perkembangannya, terigu bukan lagi hanya sebagai bahan makanan, tetapi juga digunakan
untuk bahan baku utama produksi makanan pokok pengganti nasi di Indonesia. Hal ini bisa
dilihat dari produk akhir yang dihasilkan dari industri makanan pengguna terigu yaitu mie
instan, roti, biskuit, dan makanan kering lainnya.
Karena jumlah penduduk semakin hari semakin meningkat, secara otomatis jumlah
konsumsi masyarakat terhadap bahan makanan ikut meningkat. Oleh karena itu,
permintaan akan bahan makanan tersebut juga meningkat, sehingga diperlukan tambahan
suplai pula dari sisi produsen untuk dapat memenuhi permintaan pasar. Para pengusaha
melihat adanya pangsa pasar yang menguntungkan dalam sektor ini sehingga industri
terigu terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
Meskipun di sini tidak ada petani gandum, dari waktu ke waktu konsumsi terigu
terus naik. Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan faktor penarik yang cukup
besar untuk memasok biji gandum lewat impor. Saat ini Indonesia jadi negara importir
gandum keenam terbesar di dunia setelah Brazil, Mesir, Iran, Jepang dan Algeria.
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 2
Konsumsi terigu saat ini diperkirakan sebesar 17 kg/kapita/tahun. Hanya dalam 30 tahun,
tingkat konsumsi terigu meningkat sekitar 500%1.
Kemudian, terdapat fakta bahwa beras dan terigu tersubstitusi erat dengan
elastisitas silang 0,6 (Amang dan Sawit, 2001). Per 1 Januari 2008, bea masuk impor beras
diturunkan dari Rp 550 menjadi Rp 430 (ekuivalen 30%). Bea masuk impor beras 30%
akan meningkatkan permintaan terhadap gandum sebesar 21% (0,57 juta ton per tahun). Ini
terjadi karena terigu menjadi demikian murah. Akibatnya, permintaan terigu terus
melambung tinggi. Karena harga terigu demikian murah, perubahan pola konsumsi warga
ke terigu, terutama yang berpenghasilan menengah/rendah, demikian cepat. Ini hanya
terjadi di Indonesia, tidak di negara Asia lain. Terigu dipakai industri bahan pangan untuk
bakmi basah, mi instant, biskuit, roti, mie telor dan sebagian kecil dikonsumsi langsung
oleh rakyat. Betapa terigu kini menjadi makanan favorit bisa dilihat dari meningkatnya
penjualan 50 lebih brand names produk mi instant yang produksi tiap tahunnya lebih 10
miliar bungkus.
Menurut survei yang dilakukan di Bogor, Semarang, Solo, dan Yogyakarta
menemukan, mayoritas (67,5%) punya persediaan beberapa bungkus mi instant di rumah,
dan 87% mengonsumsinya lebih 6 tahun (Eviandaru dkk, 2001). Bahkan, ada 23,9%
mengonsumsi mi instant tiap hari, sekali seminggu (60,5%) dan sebulan sekali (15,6%).
Hal ini menunjukkan terdapat adanya substitusi beras ke terigu.
Meningkatnya peran terigu sebagai bahan baku utama penghasil bahan makanan
pokok pengganti beras menyebabkan keberadaaan terigu menjadi perhatian bagi industri
pengguna dan juga masyarakat umum. Oleh karena itu, pemerintah bertugas mengawasi
perkembangan dan pergerakan industri ini. Salah satu cara yang diambil pemerintah dalam
melaksanakan tugas pengawasan terhadap indusri ini adalah menetapkan regulasi yang
1 http://dedidwitagama.wordpress.com/2008/01/21/balada-gorengan-impor-teruuuus/
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 3
sesuai dengan perkembangan industri dan sesuai dengan kondisi pasar. Adapun tujuan
yang ingin dicapai dari kebijakan pemerintah di bidang industri produk agrikultur adalah
antara lain untuk meningkatkan tingkat persaingan indsutri Indonesia dan meningkat ke
level industri selanjutnya. Salah satunya regulasi yang ditetapkan peerintah adalah
mengatur distribusi produk terigu yang dihasilkan melalui BULOG ( Badan Urusan
Logistik). Pada periode sebelum krisis, melalui Keppres RI No. 50/1995 BULOG
ditugaskan mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu,
kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya. Pemerintah Indonesia memberikan hak kepada
BULOG untuk mengatur impor dari beberapa komoditi termasuk beras, kacang kedelai,
gula, gandum, terigu, dan bawang putih. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi
global, tugas pokok BULOG dipersempit melalui Keppres No. 45 / 1997 tanggal 1
Nopember 1997 yaitu hanya mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras dan
gula.
Namun, di tahun 1998, dalam perjanjian dengan IMF (LOI), pemerintah sepakat
untuk menghapuskan segala jenis lisensi impor yang berhubungan dengan kesehatan,
keselamatan, lingkungan, maupun alasan keamanan. Liberalisasi komoditi selain beras
mulai dilaksanakan sesuai Keppres RI no. 19/1998 tanggal 21 Januari 1998 dan tugas
pokok BULOG hanya mengelola beras saja2. Untuk itu, pemerintah juga menghapuskan
lisensi impor gandum dan terigu yang dipegang oleh BULOG yang juga bertujuan untuk
membebaskan persaingan dan menghapus pembatasan dalam perdagangan grosir.
Sejak saat itu, para produsen terigu dunia mulai membanjiri pasar domestik.
Restriksi impor yang dihapuskan menyebabkan adanya kemudahan untuk bisa masuk ke
dalam pasar terigu domestik. Secara langsung, penambahan jumlah pemain ini
menyebabkan penambahan jumlah penjual di dalam pasar sehingga berpotensi mengurangi
2 http://www.bulog.co.id/sejarah.php
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 4
pangsa pasar produsen nasional. Lalu apakah penghapusan proteksi ini merupakan langkah
yang tepat bagi industri terigu mengingat tingginya permintaan akan proteksi seperti
pengajuan akan bea masuk anti dumping oleh para produsen terigu di tahun 20023. Hal
inilah yang menjadi bahan pemikiran penulis. Penulis ingin mengetahui apakah
penghapusan lisensi impor yang tadinya dipegang dan diatur oleh BULOG memiliki
pengaruh terhadap tingkat persaingan industri terigu di Indonesia, karena dampak secara
langsungnya adalah penghapusan tersebut menyebabkan masuknya terigu impor yang
dapat menjadi pesaing bagi terigu domestik.
• Industri Tepung terigu di Indonesia sebelum deregulasi
Industri tepung terigu di Indonesia dimulai dari pendirian perusahaan penggilingan
terigu pertama yaitu PT Bogasari Flour Mills pada tahun 1971. Sebelum Bogasari
didirikan, Indonesia mengimpor seluruh kebutuhan tepung terigu-nya. Lama-kelamaan
disadari bahwa terigu yang tiba di pelabuhan Indonesia sering mengalami penurunan
kualitas, seperti terdapatnya kutu atau bau apek akibat waktu yang cukup lama selama
perjalanan. Kondisi dan kandungan gizi tepung terigu tersebut menjadi tidak optimal lagi
dibandingkan jika terigu tersebut dapat diproduksi sendiri di Indonesia.
Industri terigu di Indonesia sendiri dipacu oleh beberapa faktor yaitu:
Peningkatan kesadaran bahwa tepung adalah makanan yang sehat dan bergizi
Peningkatan konsumsi makanan berbasis terigu
Alternatif diversifikasi pangan
Kesadaran bahwa lebih baik memproduksi sendiri tepung terigu di Indonesia untuk
menjaga kualitas dan kandungan gizi tepung terigu-nya
3www. Kompas.com, 24 Januari 2003
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 5
Dalam pergerakannya, industri terigu di Indonesia mengalami pasang surut dari sisi
jumlah produsen. Di tahun 1990, jumlah produsen sebanyak 3 perusahaan yaitu antara lain
PT. ISM Bogasari Flour Mills dan PPTT.. Berdikari Sari Utama. Kemudian meningkat
menjadi 5 perusahaan di tahun berikutnya. Di tahun 1993, jumlahnya justru menurun
menjadi hanya 4 perusahaan dan meningkat kembali menjadi 5 perusahaan di tahun 1994,
kemudian tetap di tahun 1995. Jumlahnya terus mengalami pasang surut hingga di tahun
2003. Sempat mengalami jumlah yang terbesar di tahun 2004 yaitu sebesar 10 perusahaan
namun menurun di tahun 2005 hingga hanya sebanyak 8 perusahaan. Saat ini , perusahaan
yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) sebanyak
4 perusahaan, yaitu PT. ISM Bogasari Flour Mills, PT. Sriboga Raturaya , PT. Eastern
Pearl Flour Mills, dan PT. Panganmas Inti Persada.
Empat industri terigu nasional yang beroperasi di Indonesia memiliki pangsa
pasarnya sendiri-sendiri.. Walaupun demikian konsumsi tepung terigu per kapita di
Indonesia baru mencapai + 15 kg / kapita (2002); masih sangat kecil jika dibandingkan
dengan negara lain seperti misalnya Singapura yang mencapai + 71 kg /kapita atau
Malaysia + 40 kg /kapita. Pertumbuhan yang berkelanjutan masih sangat memungkinkan
bagi industri terigu di Indonesia.
Dari segi pengguna, jalur distribusi industri tepung terigu di Indonesia dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 6
STRUKTUR INDUSTRI PENGGUNA TERIGU NASIONAL
Sumber : APTINDO,2003
Hasil produksi yang dihasilkan oleh perusahaan pengilingan tepung dapat didistribusikan
dengan dua cara, secara langsung dan tidak langsung. Distribusi langsung artinya produsen
dapat langsung mendistribusikan hasil produksi kepada konsumen, baik itu di tingkat
industri besar maupun untuk UKM dan industri rumah tangga. Sementara, distribusi
secara tidak langsung, produsen menjual kepada distributor (pedagang eceran, pedagang
grosir, maupun distributor utama) untuk dapat mendistribusikan barangnya kepada
konsumen pengguna.
Dalam perkembangannya, industri tepung terigu di Indonesia mengalami pergerakan
seiring dengan perkembangan regulasi pemerintah yang mengatur tentang industri ini.
Regulasi tersebut antara lain mengatur tentang standar nasional untuk terigu yang
dipasarkan sebagai bahan makanan masyarakat. Perkembangan regulasi tersebut dapat
dilihat dari tabel perkembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk terigu yaitu
standar yang ditetapkan pemerintah mengenai bahan makanan di bawah ini:
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 7
Tabel Perkembangan Regulasi SNI Terigu di Indonesia
Periode Perkembangan Regulasi SNI Terigu
1995
Pemerintah, Asian Development Bank & Unicef merintis proyek penanggulangan kekurangan gizi mikro melalui fortifikasi tepung terigu dengan zat besi (Fe), seng (Zn), asam folat, vitamin B1 dan vitamin B2
16-Jun-98 SK Menkes No. 632 Tentang Fortifikasi Tepung Terigu
15-Jan-01 Notifikasi Penerapan SNI Wajib Tepung Terigu ke WTO dengan nomor G/TBT/N/IDN/I, tanpa ada penolakan dari anggota WTO.
02-Mei-01 SK Menperindag No. 153 Tentang Penerapan Secara Wajib SNI Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan
20 November 2001
SK Menperindag No. 323 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 153, di mana persiapan SNI Wajib Tepung Terigu diperpanjang 3 bulan
Akhir tahun 2001
Seluruh industri tepung terigu nasional mendapatkan SPPT SNI (Surat Petunjuk Pelaksanaan Teknis Standar Nasional Indonesia)
01-Feb-02 SK Dirjen IKAHH No. 03 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerapan SNI Wajib Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan.
02-Feb-02 SNI Wajib Tepung Terigu efektif berlaku
28-Mar-02
SE Dirjen Bea dan Cukai, u.b. Direktur Teknis Kepabean No. S 672 tentang Importasi Tepung Terigu yang memuat kewajiban importir melengkapi Certificate of Analysis (COA).
01-Agust-02
Sosialisasi SNI Wajib Tepung Terigu dan peraturannya kepada para importir, kepolisian dan aparat Ditjen Bea dan Cukai di Jakarta oleh Depperindag, BSN dan BPOM.
15-Agust-02
Sosialisasi SNI Wajib Tepung Terigu dan peraturannya kepada para importir, kepolisian dan aparat Ditjen Bea dan Cukai di Medan oleh Depperindag, BSN dan BPOM.
8 November 2002
SK Menperindag No. 753 tentang Standardisasi dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia. (SK ini sdh diperbaharui dengan SK Memperdag No. 14/M-DAG/PER/3/2007
19-Jun-03
SE No. 20 tentang Penanganan Importasi Pangan Dalam Kemasan dan Penanganan Barang Yang Standar Nasional Indonesia (SNI)-nya Telah Diberlakukan Secara Wajib yang merupakan penjabaran bagi aparat Ditjen Bea dan Cukai di lapangan atas SK Menperindag No. 753/2002
07-Jul-03
SK Menkes No. 962 tentang Fortifikasi Tepung Terigu yang merupakan revisi SK Menkes No. 632/1998 yang juga mengatur tentang wajib daftar No. ML dan wajib label untuk tepung terigu
07-Okt-03
SK Menkes No. 1452 tentang Fortifikasi Tepung Terigu yang merupakan revisi SK Menkes No. 962/2003 yang merevisi aturan tentang wajib daftar No. ML dan wajib label untuk tepung terigu.
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 8
07-Mar-07
Peraturan Menteri Perdagangan No 14/M-DAG/PER/3/2007, tentang pencantuman NRP (Nomor Registrasi Produk) untuk Produk Lokal dan SPB (Surat Pendaftaran Barang)
24-Jan-08
Menperin mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 02/M-IND/PER/1/2008 yang mencabut SK Mendag Nomor 135/MPP/Kep/5/2001 Tentang Penerapan Secara Wajib SNI Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan dan Revisinya.4
• Industri tepung terigu setelah deregulasi
Pada bulan September 1998, pemerintah Indonesia mengumumkan perubahan
fundamental mengenai impor dan distribusi gandum dan tepung terigu beserta komoditi
lain seperti beras,kacang kedelai, dan gula sebagai bagian dari kumpulan strategi kebijakan
yang berorientasi pasar yang dimulai pada 1997 dna berakhir pada 1998. Perubahan yang
termasuk di dalamnya antara lain, inter alia, penghapusan monopoli oleh BULOG pada
impor beras dan penghapusan penuh terhadap subsidi nilai tukar terhadap gandum, dan
komoditas lainnya.
Penghapusan restriksi impor ini berpengaruh besar terhadap pangsa pasar industri
terigu nasional. Masuknya terigu impor sejak tahun 1998 mengakibatkan perubahan
struktur pasar terigu dan harga terigu juga cenderung turun, karena terjadi persaingan pada
pasar yang bersangkutan. Akibatnya pangsa pasar PT Bogasari sebagai monopolis menjadi
turun, yaitu dari 80.5 persen pada 1998 menjadi 64,6 persen pada 2001.
Sementara itu, PT. Sriboga Raturaya, PT Pangan Mas Inti Persada, dan PT Berdikari tidak
mengalami penurunan pangsa pasarnya, yaitu masing-masing 5,7 persen, 5,5 persen dan
9,8 persen dan impor 1,4 persen. Penurunan pangsa pasar Bogasari tersebut menunjukkan,
bahwa dengan dibukanya pasar terigu semakin bertambah pelaku usaha yang bergerak
pada pasar yang bersangkutan. Melalui persaingan tersebut para kompetitor akan berusaha
4 http://www.jurnalnasional.com/index.php?med=Koran%20Harian&sec=Ekonomi%20Mikro/Sektor%20Riil&rbrk=&id=34116
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 9
melakukan efisiensi dan meningkatkan kualitas barangnya. Begitupun dengan produk
diferensiasi yang mau tak mau harus dilakukan untuk menonjolkan cri khas produknya.
Berbagai pengajuan proteksi juga diajukan oleh para produsen terigu
terutama oleh Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo) dengan alasan untuk
melindungi pengusaha kecil yang terkena imbas omset penjualannya menurun akibat
masuknya terigu impor tanpa batasan SNI. Pemerintah telah pula mengakomodir
permintaan ini dengan membentuk Tim Bea Masuk Anti Dumping terhadap Impor Terigu5.
Hasil yang didapat adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Rini MS
Soewandi mengusulkan pengenaan bea masuk (BM) sebesar 5 persen untuk terigu impor
dari semua negara. Tetapi akhirnya keputusan ini tidak diterima oleh pemerintah.
Banyaknya perilaku perilaku pemain yang khas di dalam industri menjadikan
industri menjadi lebih berwarna dari sisi persaingan, meskipun pada dasarnya nilai tambah
yang dimiliki oleh industri ini tidak begitu banyak karena hanya merupakan proses
penggilingn gandum menjadi tepung. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk
dapat meneliti tingkat persaingan di dalam industri ini.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan di dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana struktur pasar industri tepung terigu sebelum deregulasi?
2. Apakah dengan masuknya terigu impor menyebabkan struktur pasar menjadi lebih
bersaing?Jika ya, seberapa besar pengaruhnya terhadap perusahaan-perusahaan yang
sudah lebih dulu terdapat di dalam industri tersebut?
3. Apa saja variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat persaingan di dalam industri?
5 KEPUTUSAN MENTERI PERUNDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 546/MPP/Kep/7/2002 TANGGAL 24 JULI 2002
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 10
4. Variabel apa yang memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan tingkat
persaingan di dalam industri?
5. Apa saja perilaku yang dilakukan perusahaan di dalam industri dalam berkompetisi
dengan produk impor?
6. Bagaimana kinerja industri tersebut ?
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan melakukan penelitian terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri
tepung terigu di Indonesia, penulis bertujuan untuk mengetahui apakah dengan liberalisasi
perdagangan yang diberlakukan pemerintah memiliki pengaruh terhdap tingkat persaingan
di dalam industri ini. Berapakah besaran pengaruh produk terigu impor dibandingkan
dengan terigu nasional. Hal-hal apa saja yang dilakukan oleh produsen terigu nasional
untuk menghadapi persaingan yang ditawarkan produk terigu impor. Apakah industri ini
harus mendapat proteksi dari pemerintah. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
memberi informasi terhadap pembaca terhadap perkembangan pangan yang sedang marak
saat ini.
1.4. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan
kepada pembacanya berupa informasi mengenai kondisi industri tepung terigu di
Indonesia. Bagaimana kaitannya dengan kondisi pangan dunia juga merupakanakan
dibahas dalam penelitian ini sehingga pembaca dapat mendapatkan informasi lebih banyak
mengenai industri ini. Pemahaman mengenai struktur dan perilaku industri ini juga dapat
digunakan untuk menganalisa kemungkinan keuntungan masing-masing perusahaan
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 11
dengan melihat tingkat persaingan di dalam industri serta dapat menentukan strategi-
strategi perusahaan dalam berkompetisi di dalam pasar.
1.5. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan terbagi atas beberapa bagian. Bagian pertama yaitu Bab I akan
membahas tentang latar belakang industri ini , bagaimana kondisi industri tepung terigu di
Indonesia sejak perusahaan pertama didirikan, pegaruh deregulasi pemerintah, hingga saat
ini, apa saja masalah yang terjadi, dan juga alasan mengapa penulis tertarik mengangkat
masalah ini. Pada bagian kedua menulis membahas mengenai teori-teori yang mendasari
penelitian ini, antara lain teori persaingan yang dikemukakan oleh Joe S. Bain dan juga
teori yang didapat dari studi sebelumnya mengenai konsentrasi pasar. oleh Eluned Jones
dan Gary W. Brester dan Barry K. Goodwin. Untuk memperkuat analisa, ditambahkan pula
penelitian sebelumnya mengenai pemodelan sektor gandum di negara berkembang,
khususnya Afrika Selatan oleh Ferdinand Meyers. Sebagai gambaran dari tingkat konsumsi
dan impor gandum khususnya di negara berkembang atau negara dunia ketiga didasari
pada penelitian dari Derek Byerlee. Tinjauan penelitian ini dijadikan landasan pemikiran
penulis dalam menentukan metodologi yang akan dipakai serta landasan pemikiran analisa
hasil regresi nantinya..
Untuk bab selanjutnya yaitu bab 3, akan dibahas mengenai karakteristik industri ini
dibandingkan dengan industri komoditas lain, terutama untuk bahan dasar pangan.
Sementara itu, bab 4 akan membahas metode pengolahan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini beserta tampilan hasil output. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu analisa
tentang persaingan di dalm industri tepung terigu nasional akibat masuknya produk impor
sebagai dampak dari deregulasi yang dilakukan pemerintah akan dibahas di dalam bab 5.
Analisa mengenai struktur, perilaku dan kinerja industri ini juga akan ditambahkan untuk
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA 12
memperkuat hipotesa dan kesimpulan nantinya.. Hasil analisa data akan dijelaskan pada
bab 5 pula. Sebagai penutup, rekomendasi kebijakan dan kesimpulan dari penelitian ini
akan dipaparkan pada bab terakhir.
Persaingan industri..., Yosier Thalita, FE UI, 2008