Upload
idris-hasanuddin
View
131
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
6 Ciri Karakter Anak Bermasalah
“Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Itu pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah. Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.
Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :
1. Kebutuhan akan rasa aman2. Kebutuhan untuk mengontrol3. Kebutuhan untuk diterima3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.Inilah ciri-ciri karakter tersebut :1. Susah diatur dan diajak kerja samaHal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.2. Kurang terbuka pada pada Orang TuaSaat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh
bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.3. Menanggapi negatifSaat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.4. Menarik diriSaat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.5. Menolak kenyataanPernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.6. Menjadi pelawakSuatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua
Usaha-usaha dalam Meningkatkan Pendidikan Karakter di MTs Bustanul Ulum Kec.
Sukamaju
Pendidikan karakter di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju Kabupaten Luwu
Utara dapat dilihat pada proses pembinaan dan pendidikan baik formal (kelas) maupun non
formal (kehidupan pesantren).
1. Menanamkan kedisiplin dan Kejujuran
Pendidikan disiplin dan kejujuran selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan
terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini
terwujud dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa wasit dalam sepak bola
misalnya dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia
terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran. Dalam konteks sekolah,
pendidikan kedisiplinan dapat tercermin pada pelaksanaan tugas-tugas sekolah maupun ko-
kurikuler peserta didik. Sedangkan dalam pendidikan kejujuran dapat tercermin dari
pemeriksaan soal-soal latihan dan kantin kejujuran di mana peserta didik bebas mengambil
makanan yang disukai tanpa harus diawasi dan dikontrol oleh guru atau petugas kantin.
Tabel 4.8
Respon Siswa terhadap Pendidikan Disiplin dan Kejujuran di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju
No Jawaban Responden Frekuensi Persentase
1
2
3
Suka
Kadang-kadang
Tidak suka
42
14
4
70,00%
23,33 %
6, 67 %
Jumlah 60 100%
Sumber Data: Olah angket, 2011
Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidikan
kejujuruan dan kedisiplinan dalam pembelajaran PAI. Dari 60 orang siswa yagn diteliti,
diperoleh gambaran sebanyak 42 siswa atau 70% yang menyatakan suka dengan strategi
“Pendidikan Disiplin dan Kejujuran”. Selanjutnya, terdapat 14 orang siswa atau 23,33 % yang
menyatakan kadang-kadang suka. Selebihnya, 4 orang siswa atau 33,33 % yang menyatakan
bahwa mereka tidak suka dengan strategi ini. Jadi, pada umumnya siswa menyatakan suka
dengan strategi pembelajaran ini. Hal ini menggambarkan bahwa strategi ini menarik bagi
siswa.
2. Melatih tanggung Jawab santri
Ketika kebanyakan manusia tidak mau ambil pusing apakah ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas tindakannya, maka korupsi, kolusi, dan nepotisme membahana di
negeri ini. Ketika seorang peserta didik tidak berlatih memikul tanggung jawab, maka kelak
ia kesulitan mencari penghidupan, atau cepat tersisi dari dunia bekerja, atau cepat gulung
tikar jika menjalankan bisnis. Ketika seseorang tidak melatih tanggung jawab peserta didik
sejak dini, maka saat anaknya remaja ia akan menuai kesulitan.
Dalam pendidikan tanggung jawab di MTs Bustanul Ulum Kecaamatan Sukamaju.
Pendidikan tanggung jawab dilaksanakan dengan cara memberikan tugas masing-masing
peserta didik dalam menjaga: 1] kebersihan kelas, 2] penataan taman kelas, 3] pekerjaan
latihan-latihan dan PR, dan 4] kehadiran di kelas. Peserta didik dilatih untuk menghargai
waktu dan menghargai pekerjaan mereka.
Tabel 4.9
Respon Siswa terhadap Pendidikan Tanggung Jawab
di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju
No Jawaban Responden Frekuensi Persentase
1
2
3
Suka
Kadang-kadang
Tidak suka
48
12
-
80,00%
20,00%
-
Jumlah 60 100%
Sumber Data: Olah angket, 2011
Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidik
tanggung jawab dalam pembelajaran siswa di kelas. Dari 60 orang siswa yagn diteliti,
diperoleh gambaran sebanyak 48 siswa atau 80 % yang menyatakan suka dengan metode
ini. Selanjutnya, terdapat 12 orang siswa atau 20 % yang menyatakan kadang-kadang suka.
Pada umumnya siswa menyatakan suka dengan strategi pembinaan tanggung jawab dengan
model tersebut di atas.
3. Membiasakan diri mengahargai orang lain
Pendidikan karakter dalam bentuk menghargai orang lain sangat dibutuhkan baik di
lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat maupun keluarga. Sikap menghargai
orang lain dilatih dan dibangkitkan melalui beberapa cara misalnya melatih peserta didik
untuk; 1] menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, 2] melatih peserta didik untuk
berempati dan mempunyai sifat santun pada orang lain, 3] melatih peserta didik untuk
menerima pendapat, saran orang lain, dan 4] melatih peserta didik menerima keritikan dari
orang lain.
Tabel 4.10
Respon Siswa terhadap Pendidikan Menghargai Orang Lain
di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju
No Jawaban Responden Frekuensi Persentase
1
2
3
Suka
Kadang-kadang
Tidak suka
46
14
-
76,67%
23,33 %
-
Jumlah 60 100%
Sumber Data: Olah angket, 2011
Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidikan
menghargai orang lain dalam pembelajaran siswa di kelas. Dari 60 orang siswa yagn diteliti,
diperoleh gambaran sebanyak 46 siswa atau 76,67% yang menyatakan suka dengan bentuk
pendidikan ini. Selanjutnya, terdapat 14 orang siswa atau 23,33 % yang menyatakan kadang-
kadang.
C. Hambatan dan Usaha Guru Agama Islam dalam Membina Akhlak di Mts
Bajo
Dalam melaksanakan suatu aktivitas, tidak terlepas dari tantangan dan
permasalahan, dan dengan adanya permasalahan yang muncul, maka dilakukan usaha
untuk mengatasinya. Demikian yang terjadi dalam upaya membina akhlak siswa di
Mts. Bajo.
Proses pembinaan merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab seorang
guru yang harus dilakukan secara sadar untuk melakukan perubahan pola piker, sikap
dan tingkah laku para siswa.
Namun untuk mewujudkan tujuan di atas, tidak semudah dengan hal yang
diharapkan dan telah dirancang, karena dalam pelaksanaannya terkadang mengalami
hambatan baik secara eksternal, seperti dari lingkungan keluarga dan masyarakat,
maupun factor internal seperti kekurangan yang datangnya dari dalam sekolah atau
Madrasah Tsanawiyah Bajo.
Dalam proses tersebut, masalah yang dihadapi serta usaha yang dilakukan
oleh guru agama Islam dalam membina akhlak para siswa di Mts. Bajo adalah:
1. Sulitnya mendeteksi perkembangan akhlak anak di lingkungan keluarga dan
masyarakat.
Setiap guru di Mts Bajo benar-benar dituntut untuk membina dan
mengembangkan kepribadian tiap siswa agar memiliki kemampuan dan kesanggupan
jasmani dan rohani yang sehat.
Berbicara tentang pribadi anak, tidak terlepas dengan akhlak yang dimiliki
tiap anak, dan terlintas dalam pikiran kita bahwa setiap manusia memiliki karakter
dan latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Dan dengan jumlah siswa yang
terdapat pada Mts Bajo hal tersebut sulit untuk diketahui secara keseluruhan
mengenai kondisi keluarga masing-masing siswa. Dengan perbedaan yang ada,
misalnya seorang anak yang berasal dari keluarga berpendidikan dan berkecukupan
serta orang tua yang taat beragama tentu akan memiliki karakter yang berbeda dengan
anak yang berasal dari keluarga yang tidak berpendidikan, tidak berkecukupan serta
kurang dalam beribadah akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan atau pola
perilaku (akhlak) sang anak secara psikologis.
Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pembinaan akhlak adalah sifat-sifat
yang berhubungan dengan nilai-nilai moral, sifat positif dan negatif. Hal tersebut
bukan bawaan dari lahir, melainkan diperoleh setelah lahir, yaitu tergantung kondisi
dan keadaan pendukung di sekitar kita.
Dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan turut berpengaruh dalam
membentuk akhlak seseorang. Jika lingkungan baik, maka baik pula akhlak yang
akan terbina, demikian pula sebaliknya. Sehingga tampak dalam pergaulan adanya
perbedaan kepribadian sikap pola perilaku antara satu dengan yang lainnya.
Dengan uraian di atas dalam proses pembinaan akhlak siswa melalui kegiatan
latihan dasar kepemimpinan (LDK) dan kajian rutin keagamaan pada tiap hari Kamis
sore, mengalami hambatan yaitu khusus lDK kurangnya dukungan orang tua atau
keluarga dan masyarakat sekitar Mts Bajo dalam hal memberikan izin kepada anak-
anak mereka untuk mengikuti kegiatan tersebut, karena alasan siswa harus bermalam
di sekolah. Ini memberikan isyarat bahwa orang tua kurang percaya terhadap pihak
sekolah sebagai penanggung jawab. Hambatan pada kegiatan kajian keagamaan
Kamis sore adalah para siswa beralasan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di luar
seperti, les matematika, bahasa Inggris dan sebagainya.
Uraian di atas seiring pendapat Ustadz Syahril Sufu selaku tokoh masyarakat
yang tinggal di sekitar Mts. Bajo, mengemukakan:
Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh Mts Bajo seperti LDK adalah hal yang sangat bagus karena dapat membangun mental para siswa, namun orang tua dan masyarakat sekitar tidak memahami mengenai tujuan kegiatan tersebut, sehingga tidak merespon secara baik, apalagi siswa harus bermalam di madrasah selama beberapa hari.1
Dengan penjelasan oleh tokoh masyarakat di atas, maka usaha yang dapat
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Sebelum melakukan kegiatan agar memberikan sosialisasai kepada masyarakat
sekitar Mts. Bajo, dapat melalui pemberitahuan di mesjid kepada jamaah shalat.
b. Agar mengeluarkan surat permohonan izin kepada orang tua siswa dan tokoh-
tokoh masyarakat dilengkapi dengan jadwal kegiatan, agar hal-hal yang dilakukan
siswa dapat diketahui oleh orang tua.
c. Melibatkan satu atau dua orang tokoh masyarakat dalam pemberian arahan atau
materi baik pada kegiatan LDK maupun kegiatan kajian rutin.
d. Alumni LDK agar disosialisasikan melalui kegiatan kemasyarakatan, misalnya
menjadi MC pada acara yang dilakukan oleh masyarakat Bajo.
1
Syahril Sufu, Imam Mesjid Jami’ Bajo, “Wawancara”, pada tanggal 01 Oktober di Mesjid Jami Bajo.
e. Jadwal kegiatan sebaiknya tidak mengganggu proses pembelajaran.
Beberapa hal di atas merupakan usaha yang dilakukan dalam mengatasi
hambatan yang dihadapi mengenai kegiatan LDK dan kajian kesiswaan pada setiap
hari Kamis.
2. Sarana dan prasarana yang kurang memadai
a. Perpustakaan
Pada Mts Bajo keberadaan perpustakaan merupakan faktor penunjang dalam
upaya membina siswa dalam upaya perkembangan diri karena program yang
dilaksanakan pada tiap hari Jumat mengenai pembinaan akhlak melalui praktek
secara langsung, para siswa biasanya diarahkan ke perpustakaan untuk mencari
beberapa referensi yang kemudian diberi tugas untuk menerangkan hal-hal yang
dapat dijadikan bahan ceramah atau diskusi, dan dengan dasar tersebut maka
diharapkan hal-hal yang dipahami siswa dapat diimplementasikan dalam kehidupan
nyata, sehingga menciptakan akhlak yang baik.
Selain hal itu oleh Muh. Mustakim selaku salah seorang siswa kelas VII dan
sekaligus ketus OSIS menjelaskan bahwa:
Setiap kali dalam pelaksanaan pelajaran PAI, para siswa membutuhkan Al-Quran dan terjemahnya namun pada perpustakaan Mts Bajo belum memiliki sarana tersebut untuk para siswa, sehingga setiap ada pelajaran PAI semua siswa diingatkan agar membawa sendiri dari rumah.2
2
Muh. Mustakim, Ketua OSIS Mts Bajo, “Wawancara” di Mts Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009.
Uraian di atas dipertegas oleh salah seorang penjaga perpustakaan yang
menyatakan bahwa:
Masih terdapat beberapa buku referensi mengenai PAI yang kurang, selain Al-Quran dan terjemahnya yang memang tidak disediakan untuk peminjaman kecuali jika hanya dibaca di perpustakaan, karena hanya terdapat sekitar 20 buah, demikian pula buku khutbah, pidato, dan buku doa-doa masih kurang.3
Masalah-masalah di atas merupakan bagian yang dapat menghambat proses
usaha guru untuk membina akhlak para siswa, karena bagaimanapun untuk banyak
memahami ajaran agama dengan baik tidak cukup hanya bermodalkan dengan
penjelasan melainkan banyak membutuhkan referensi, sehingga para siswa dapat
memanfaatkan waktu yang ada dengan meluangkan kesempatan meminjam buku di
perpustakaan dan membacanya di rumah saat beristirahat.
Adapun usaha yang dilakukan dalam menangani masalah di atas adalah
sebagai berikut:
1) Pada akhir tahun pengajaran, guru membuat daftar buku yang dianggap
penting untuk diadakan dengan melengkapi daftar jumlah yang dibutuhkan beserta
nama penerbit buku.
2) Pegawai perpustakaan agar melayani para siswa secara baik dan mengatur
jadwal peminjaman secara baik, sehingga tiap-tiap siswa dapat meminjam buku
secara tertib dan teratur.
3 Dasniar, Penjaga Perpustkaan, “wawancara” di Mts Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009.
3) Usaha yang langsung dapat dilakukan adalah meminta kepada siswa agar
setiap pelajaran agama membawa sendiri dari rumah AL-Quran dan terjemahnya ke
sekolah.
Usaha-usaha di atas merupakan hal yang diharapkan dapat membantu
kelancaran proses pembelajaran sehingga tujuan yang diharapkan tercapai.
b. Mushollah
kecilnya ukuran mushollah merupakan hambatan dalam melaksanakan
program shalat berjamaah di sekolah, sehingga usaha guru mengantisipasi hal
tersebut istilah mengatur jadwal shalat berjamaah pada tiap-tiap kelas, seperti hari
Senin dan Rabu, khususnya kelas VII, Selasa dan Kamis, khusus kelas VII, dan Sabtu
khusus kelas IX. Dengan demikian para siswa tidak harus shalat di luar mushollah,
dan hal tersebut memudahkan guru uuuntuk mengkoordinir para siswa dalam
melaksanakan shalat berjamaah.
3. Jam pelajaran yang kurang mendukung dalam proses belajar mengajar
Peran guru agama Islam dalam membina akhlak para siswa banyak
termanifestasikan saat proses pembelajaran PAI, baik dalam bentuk teori maupun
praktek, padahal materi yang diajarkan membutuhkan penghayatan yang lebih dalam.
Adapun usaha dalam penyelesaian hambatan tersebut, yaitu:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa yang fasih atau yang lebih pandai
untuk membantu temannya yang dianggap kurang.
b. Merencanakan penambahan alokasi waktu khususnya pada pendidikan agama
Islam (PAI) tanpa mengurangi alokasi waktu pelajaran lain.4 Dengan demikian para
guru PAI Mts Bajo diharapkan dapat membina akhlak para siswa pada tiap
kesempatan yang ada, meskipun di luar dari jadwal pelajaran.
Lebih lanjut diharapkan pula agar seluruh guru maupun pegawai Mts Bajo
agar dapat memperlihatkan akhlaqul karimah yang baik, karena sesungguhnya
dengan melakukan hal tersebut dapat lebih berpengaruh dalam pembentukan akhlak
para siswa dibandingkan dengan pemberian materi semata. Menyaksikan secara
langsung adalah lebih mudah untuk siswa mengikutinya, daripada harus membaca
atau mendengarkan penjelasan guru yang tentunya membutuhkan waktu, sementara
kebanyakan anak menginginkan hal yang cepat dan mudah.
Dengan demikian apabila dalam proses perkembangannya para siswa
mengalami tingkah laku yang kurang terpuji, maka orang tua maupun guru biasa
membenahi dan meluruskan dengan cara hal-hal yang disebutkan di atas.
A. Metode Guru dalam Mengembangkan Sikap dan Prilaku Keagamaan Peserta Didik di
MTs Padang Sappa
Adapun upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan sikap dan perilaku
keagamaan peserta didik Madrasah Tsanawiyah (MTs) Padang Sappa Kecamatan Ponrang
Kabupaten Luwu yakni dilakukan dengan metode pembiasaan, contoh dan suri teladan,
peneguhan hati melalui zikir dan shalat jamaah, pengkondisian melalui cerita-cerita rasul 4
Marhumah, Guru Qur’an Hadits, “Wawancara” di Mts. Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009
dan hikmah, serta metode pengembangan kognitif melalui tugas-tugas pembelajaran di
madrasah.
Metode guru dalam pendidikan keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa,
pada dasarnya pembinaan sikap dan jiwa keberagamaan bagi peserta didiknya. Guru
senantiasa membina sikap positif dalam bentuk pribadi karena teladan dari diri sebagai figur
di mata peserta didik adalah pendidikan akhlakul karimah (akhlak yang baik).
1. Metode Pembiasaan
Pada dasarnya Pengaruh metode ini dianggap baik, ini dapat dilihat pada proses
belajar mengajar yang dilakukan karena menekankan pada aspek pengembangan sikap dan
prilaku keberagamaan khususnya bagi bagi peserta didik. Metode ini digunakan guru dalam
membentuk sikap sopan, disiplin, patuh dan taat kepada guru-guru di MTs Padang Sappa.
Menurut Hanifa, pembinaan sikap sopan peserta didik di dalam kelas maupun di
luar kelas baik yang berhubungan dengan guru, siswa, maupun antara sesama mereka
sangat diperlukan. Pembiasaan sikap sopan ini dilakukan melalui penggunaan bahasa yang
baik dalam bentuk sapaan kepada guru, sapaan kepada antara sesama peserta didik.5
Tabel 4.8Pernyataan Siswa tentang Metode Pembiasaan di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju 2 6.672. Setuju 28 93,333. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -
Jumlah 30 100 %Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011
5Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.
Dari tabel tersebut diperoleh bahwa pada umumnya sampel peserta didik
mennyatakan bahwa mereka setuju dengan metode pembiasaan atau metode suri
teladan yang diberikan oleh guru sebagai salah satu cara dalam mengembangkan sikap
dan prilaku keagamaan peserta didik. Terdapat sebanyak 2 (6,67%) siswa menyatakan
sangat sangat setuju dan 28 (93,33%) siswa menyatakan setuju.
Metode pembiasaan dan suri teladan guru antara lain dengan cara memberikan
contoh yang baik, berkata sopan antara sesama, menanamkan sikap disiplin dalam
belajar, pelaksanaan shalat berjamaah, zikir bersama setelah shalat dhuhur dan
sebagainya.6
Guru sebagai pendidik generasi bangsa sangat berperan dalam pengembangan,
peningkatan dan pencapaian prestasi peserta didik. Karena prestasi belajar yang bermutu
menjadi salah satu indikator pencapaian tujuan pendidikan, maka diperlukan metode
pembinaan dan peningkatan kreatifitas dan langkah-langkah konstruksi sehingga cita-cita
ideal pendidikan dapat di wujudkan.
Demikianlah penunjang mutu guru dalam proses belajar mengajar di dalam
lingkungan kelas. Guru adalah figur, teladan bagi siswa-siswanya, maka sikap profesional
guru dalam belajar mengajar merupakan penentu akan keberhasilan bagi anak-anak
didiknya kelak, yang akan menjadi penerus bangsa, agama dan negara.
Guru adalah pendidik yang mendidik, mencintai anak didiknya dan bertanggung
jawab terhadap anak didiknya. Karena panggilan hati nuraninya untuk mendidik, maka
mencintai anak didiknya tanpa membeda-bedakan status sosialnya hal yang utama karena
6Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, wawancara, pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.
guru adalah teladan dan panutan dalam mengembangkan sikap dan perilakunya dalam
berinteraksi dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakatnya.
2. Metode Taskirah (peringatan atau ceramah)
Penggunaan metode taskirah atau ceramah cukup popluer dikalangan guru. Semua
responden dari kalangan guru MTs Padang Sappa mengakui bahwa mereka menggunakan
metode taskirah sebagai salah satu cara dalam mengembangkan sikap dan perilaku
keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa. Penggunaan metode taskirah ini digunakan
guru untuk menegaskan, meneguhkan sekaligus untuk menegur kesalahan yang dilakukan
peserta didik di sekolah.
Tabel 4.9Pernyataan Siswa tentang Metode Taskirah di MTs Padang Sappa
Kabupaten Luwu
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Senang - -2. Senang 28 93,333. Tidak Senang 2 6,674. Sangat Tidak Senang - -
Jumlah 30 100 %Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011
Dari tabel tersebut diperoleh bahwa pada umumnya sampel peserta didik
mennyatakan bahwa mereka senang dengan metode taskirah (peringantan atau ceramah)
atau metode suri teladan yang diberikan oleh guru sebagai salah satu cara dalam
mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik. Terdapat sebanyak 28
(93,33%) siswa menyatakan sangat sangat senang dengan metode taskirah dan 2 (6,67%)
siswa menyatakan senang.
Menurut Rahani sebagai berikut:
Metode pembelajaran yang digunakan tetap mengacu pada kurikulum Nasional dan tidak lepas pada pendidikan keagamaan yang berciri khas Islam di bawah bimbingan dan pengawasan Kementerian Agama. Guru sebagai pengajar sangat berpengaruh terhadap pengembangan sikap dan perilaku peserta didik karena guru sebagai panutan sekaligus sebagai teladan bagi peserta.7 3. Metode Kisah
Metode kisah yang dikembangkan guru MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu
adalah metode yang dilakukan dengan cara bertutur dan bercerita tentang kisah-kisah
para Nabi-Rasul dan sahabat serta para orang-orang saleh. Penggunaan metode ini dapat
membangkitkan emosi dan penjiwaan dalam hal beragama. Dengan cara ini guru MTs
Padang Sappa dapat mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik.
Sikap dan prilaku keagamaan yang dikembangkan melalui metode kisah antara
lain sikap dan prilaku sopan dalam bergaul, hormat pada orang tua (kisah Nabi Nuh), taat
pada orang tua (kisah Nabi Islamil), mencintai ilmu pengetahuan (kisah Nabi Sulaiman),
bertobat kepada Allah (kisah Nabi Adam), membela kebenaran (kisah Nabi Musa), dan
sebagainya.8
Tabel 4.10Pernyataan Siswa tentang Metode Kisah di MTs Padang Sappa
Kabupaten Luwu
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat senang - -2. Senang 30 1003. Tidak senang - -4. Sangat tidak senang - -
Jumlah 30 100 %
7Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.
8Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, wawancara, pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs
Padang Sappa Kabupaten Luwu.
Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011
Hasil angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa tentang sikap
mereka tentang metode kisah dalam rangka mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan
siswa yakni 30 (100%) responden menyatakan senang dengan cara guru dalam memberikan
pembinaan di MTs Padang Sappa.
B. Upaya Guru Dalam pengembangan Sikap dan Perilaku Keagamaan Siswa MTs
Padang Sappa Kec. Ponrang kab. Luwu
Keberhasilan guru dalam melaksanakan peranannya dalam bidang pendidikan,
terletak pada kemampuannya melaksanakan berbagai peranan yang bersifat khusus dalam
situasi belajar mengajar dan lebih mampu mengembangkan sifat profesionalismenya
terhadap peserta didiknya.
Siswa Madrasah Tsanawiyah Padang Sappa terdiri atas beberapa suku di antaranya
suku Bugis, Duri, Jawa, Makassar dan luwu sebagai warga setempat. Dari hasil penelitian
dalam upaya pengembangan sikap dan perilaku keagamaan Siswa MTs Padang Sappa Kec.
Ponrang Kabupaten Luwu adalah disebabkan oleh latar belakang suku dan pendidikan orang
tua.
Menurut kepala sekolah MTs padang Sappa, tentang upaya guru dalam
pengembangan sikap dan perilaku siswa yakni:
“Dalam pmbinaan anak didik sangat dibutuhkan adanya kerjasama antara lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai upaya pengembangan keagamaan siswa
serta diperlukan adanya bimbingan dan pengawasan dari guru sebagai tenaga pendidi”.5
Sedangkan menurut Ilmiah Syaif (Guru), tentang perananya dalam pendidikan anak-
anaknya di dalam pengawasannya dengan cara membina anak-anak misalnya memberikan
arahan dan nasehat tentang cara pergaulan yang baik”.6
Menurut Hanifa (Guru), mengenai Metode dalam pendidikan anak-anaknya adalah:
“cara saya membina sikap dan perilakunya dalam lingkungan sekolah yaitu senantiasa memberikan contoh yang baik dan menjadi panutan khususnya dalam bidang pergaulan sehari-hari.”7
Pentingnya mutu pendidikan di MTs Padang sappa sangat diharapkan
pengembangannya oleh semua kalangan, karena Melihat kondisi MTs Padang Sappa sebagai
lembaga pendidikan keagamaan sangatlah berperan dalam masyarakat yang dalam proses
pembangunan khususnya dalam pembangunan nilai-nilai agama.
Berikut upaya dalam pengembangan sikap dan perilaku keagamaan siswa MTs
Padang Sappa, adalah sebagai berikut:
1. Menamamkan kerapian kepada peserta didik karena pada dasarnya agama Islam
menghendaki keindahan.
2. Menanamkan hidup sehat, seperti selalu menjaga kebersihan diri dengan
memotong kuku, cuci tangan dan lain-lain.
55Muh. Syarif, (Kepala Sekolah MTs. Padang Sappa), wawancara tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa.
66 Ilmiah Syarif (Guru MTs Padang Sappa), Wawancara tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa.
77Hanifa (Guru MTs. Padang Sappa), Wawancara, tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu..
3. Senantiasa sopan santun kepada orang lain sebagai akhlak yang terpuji.
4. Agar melakukan tugas dan kewajibannya sebagai murid dengan mengerjakan
pekerjaan rumah (PR).9
Sekolah dapat menggali potensi peserta didik dalam beragama dengan berbagai
ilmu pengetahuan dan informasi agama. Hal ini dapat dilihat ketika anak mampu dan benar-
benar merealisasikan apa yang diajarkan kepadanya dan dipraktekkan dalam kehidupannya.
Tabel 4.11Pernyataan Siswa tentang bentuk pembinaan sikap dan perilaku oleh guru mudah di
terima oleh peserta didik di MTs Padang SappaKabupaten Luwu
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju 2 6.672. Setuju 28 93,333. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -
Jumlah 30 100 %
Pernyataan Siswa tentang pembinaan guru di madrasah sama dengan ungkapan
responden tentang metode yang di terapkan guru dalam mengajar yang menyenangkan,
yakni mengalami pengaruh yang cukup baik bagi pendidikan agama di MTs Padang Sappa.
Sedangkan pernyataan siswa tentang pembinaan sikap dan perilaku keagamaan yang
dilakukan orang tua di rumah memberikan dampak positif bagi pembinaan peserta didik di
sekolah.
Tabel 4.12
9 Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.
Pernyataan Siswa tentang Pengaruh Positif Pembinaan Orang Tua Peserta Didik di MTs Padang Sappa
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -
Jumlah 30 100 %
Hasil angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa tentang
pentingnya pembinaan keagamaan, yaitu 30 responden menyatakan setuju ini berarti 100%
responden mulai sadar akan pentingnya pembinaan keagamaan bagi peserta didik di MTs
Padang Sappa. Keteladanan guru merupakan media pendidikan yang positif, karena secara
psikologis guru adalah idola murid yang perkataan dan perbuatannya menjadi modal
tersendiri bagi siswa dalam membentuk karakter dan pribadi keagamaan siswa.
Tabel 4.13Pernyataan Siswa tentang Pemberian Sangsi yang Diterapkan
di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -
Jumlah 30 100 %
Berdasarkan angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa
tentang Sangsi bila melanggar peraturan, yaitu 30 responden menyatakan setuju ini berarti
100% responden mulai sadar akan pentingnya pemberian sanksi dalam pembinaan sikap
dan prilaku keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa.
Tabel 4.14Pernyataan Siswa tentang Guru Sebagai Teladan di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -
Jumlah 30 100 %
Pernyataan Siswa tentang Guru Sebagai teladan dalam Pembinaan keagamaan,
respnden menjawab setuju 100%, ini membuktikan akan pentingnya guru sebagai suri
teladan bagi peserta didiknya baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan
sekolah.
Tabel 4.15Pernyataan Siswa tentang Guru perlu Mengawasi Peserta Didik
di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu
No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -
Jumlah 30 100 %
Pernyataan Siswa tentang guru perlu mengawasi peserta didik dalam
mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan merupakan hal yang positif. 30 responden
(100%) menjawab setuju. Hal ini menandakan bahwa pengawasan dalam pembinaan sikap
dan perilaku siswa yang dilakukan oleh orang tua dan guru di MTs Padang Sappa penting
dilakukan.
C. Hambatan dan Solusi Guru dalam Mengembangkan Sikap dan Perilaku Keagamaan
siswa di MTs Padang Sappa
Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar untuk membimbing, mendidik,
melatih, dan mengembangkan kemampuan siswa dalam bentuk ilmu pengetahuan, maupun
perangkat-perangkat nilai yang berlalu. Sekolah sebagai lembaga kedua setelah keluarga,
saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Melihat dan mencermati keberadaan siswa-siswi MTs Padang Sappa Kecamatan
Ponrang Kabupaten Luwu, yang masyarakatnya yang terdiri dari berbagai suku dan ras
golongan, agama, maka hal ini menjadi hambatan tersendiri dalam pembinaan dalam proses
pembelajaran keagamaan siswa.
Adapun hambatan guru mengajar dalam pengembangan keagamaan siswa adalah
datangnya dari faktor lingkungan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyarakat, yang kurang memperhatikan peningkatan keagamaan siswa yang ada di MTs
padang sappa.
Dalam rangka pembinaan keagamaan siswa peranan guru dan orang tua haruslah
menjadi solusi dengan adanya kerjasama antara orang tua, guru dan tokoh masyarakat
dalam proses pembinaan sikap dan perilaku peserta didik. Di antara faktor yang menjadi
hambatan sekaligus solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi di MTs Padang Sappa
adalah
1. Faktor Lingkungan Keluarga
Orang tua di dalam keluarga merupakan panutan bagi anak-anaknya, namun
kenyataan banyak diantara orang tua yang kurang memberikan contoh yang baik dan
perilaku yang positif dimata anak-anaknya, dan yang lebih penting lagi kurangnya perhatian
orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya yang pada akhirnya semua
tanggung jawab dibebenkan kepada guru yang ada di sekolah/madrasah. Ini di sebabkan
karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam mendidik anak dan lemahnya pengawasan
orang tua. Sedangkan disisi lain, tuntutan keluarga untuk membantu otang tua dalam
mencari nafkah serta kesibukan orang tua yang saban hari tiada habisnya untuk mencari
nafkah, ditambah lagi dengan budaya yang berbeda antara sesama masyarakat setempat.
Hal ini dapat membuat siswa MTs padang sappa menjadi hambatan tersendiri dalam proses
pembinaan keagamaan.10
Adapun hambatan dalam mengembangkan sikap dan perilaku keagamaan siswa
adalah:
a. Kurangnya perhatian dari orang tua, ini disebabkan karena kesibukan akan mencari
nafkah dan kebutuhan keluarga sehingga mengurangi perhatian.
b. Kurang pendidikan agama dari orang tua sendiri sehingga pendidikan agama bagi
peserta didik dibebankan sepenuhnya kepada guru yang ada di madrasah Tsanawiyah
Padang Sappa.11
Adapun solusi yang ditawarkan adalah perlu adanya pendekatan yang dengan kasih
sayang dan lebih utama adalah adanya komunikasi orang tua murid dan guru dalam bentuk
10Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu pada tanggal 15 Juni 2011.
11M. Syarif, Kepala Madrasah Tsanawiyah Padang Sappa, Wawancara di Padang Sappa Tanggal 15 Juni 2011.
pembinaan dan pendidikan. Orang tua dalam lingkungan keluarga adalah panutan dan
teladan. Pembinaan orang tua tersebut adalah tanggungjawab pemerintah.
Peran keluarga dalam membentuk karakter anak sangatlah menentukan, baik dalam
keberagamaan maupun keberhasilan keluarga dalam mendidik. Hal ini dapat dilihat ketika
anak mampu dan benar-benar merealisasikan apa yang diajarkan kepadanya dan
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-harinya.
2. Faktor Lingkungan masyarakat
Sebagai pelajar yang menerima pelajaran di bangku sekolah, maka peserta didik di
dalam lingkungan masyarakat diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
harinya, namun realitanya dalam kehidupan nyata siswa dihadapkan pada budaya di dalam
masyarakat seperti kekerasan, mabuk-mabukan, judi, dan kenakalan remaja (tawuran). Ini
merupakan hambatan yang datangnya dalam lingkungan masyarakat majemuk yang kadang
dijumpai di desa Padang Sappa.
Dari permasalahan di atas, maka solusi untuk mengikis semua bentuk perilaku yang
dapat di lihat oleh peserta didik MTs Padang Sappa kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu,
peranan guru, tokoh masyarakat, aparak pemerintahan untuk senantiasa melakukan
pemberantasan bentuk perilaku yang dapat meresahkan orang tua yang dapat
menguatirkan akan pengembangan peserta didik. Sikap acuh dan biasa terhadap penyakit
masyarakat tersebut lambat laun akan mempengaruhi sikap dan perilaku peserta didik baik
yang ada di madrasah maupun di sekolah pada umumnya.12
12Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara, pada tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.
Maka untuk mengoptimalkan peningkatan mutu madrasah sekolah harus membuat kebijakan dan aturan yang dapat membuat siswa patuh dan taat terhadap aturan-aturan agama agar sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dengan sesama diri dan masyarakatnya dapat terealisasi seperti apa yang diajarkan di bangku sekolah.13
Upaya dalam pengembangan sikap dan perilaku keagamaan yang diberikan kepada
siswa seharusnya sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan siswa seperti memberikan
peraturan tidak bersifat memaksa tapi semata-mata dorongan yang dapat membuat
kesadaran siswa dalam melaksanakan kebijakan dan aturan tersebut berdasarkan hati
nurani, yang kemudian terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif.
Guru dapat merancang sebuah program terpadu sehingga siswa dapat terbiasa dan
dapat menjadi hal yang biasa saja untuk dilakukan siswa, dengan melakukan hal-hal yang
positif. Karena biar bagaimanapun sebuah peraturan bila telah terbiasa maka akan mudah
melaksanakannya. Budaya sekolah yang positif juga akan membantu guru dalam mengikis
sifat-sifat siswa di rumah atau dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan budaya positif
tersebut. Diantaranya adalah membbuang sampah pada tempatnya.
Hal ini merupakan pembinaan sikap dan perilaku yang dpat mencerminkan akhlak,
ibadah dan keindahan. Dengan kultur sekolah yang kondusif maka siswa akan bermotivasi
dan sadar akan upaya guru dalam membina anak didiknya, maka guru harus menampilkan
diri sebagai teladan bagi siswanya. Keteladanan ini dimulai dari hal-hal yang kecil, misalnya
guru datang tepat waktu maka secara psikologis maka dapat mendorong anak untuk datang
lebih awal juga kesekolah. Ketika guru bersikap sopan dan santun kepada murid dengan
sendirinya juga dapat menjadi panutan bagi siswa untuk bersikap patuh dan sopan, bila
13Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara, pada tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu