Upload
setiawan-dwi-sulistio
View
226
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
yeah
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permintaan buah-buahan di Indonesia terus mengalami peningkatan yaitu
sebesar 12 – 15 persen per tahun, sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan
kesadaran akan faktor kesehatan dimana buah-buahan merupakan sumber utama
vitamin dan mineral. Berdasarkan data bahwa secara keseluruhan kebutuhan buah
nasional mencapai 19,03 juta ton dan 667 ribu ton berasal dari impor
(Krisnamurthi, 2011). Peningkatan kebutuhan ini mengakibatkan tidak adanya
keseimbangan antara permintaan (demand) dan suplai yang harus dipenuhi oleh
pasar. Dalam rangka mencukupi kebutuhan buah-buahan dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu: (1) melalui peningkatan produksi atau (2) melakukan penambahan
impor.
Menurut Krisnamurthi (2011), upaya pemerintah untuk meningkatkan
pertumbuhan permintaan buah-buahan terutama untuk memenuhi pasar
internasional masih terkendala oleh faktor musim sehingga tak mampu
memproduksi secara kontinyu. Padahal, permintaan buah-buahan di pasar dunia
tidak mengenal musim dan menuntut pasokan yang stabil. Permintaan buah
lengkeng juga terus mengalami peningkatan dimana untuk pemenuhan kebutuhan
buah lengkeng pada tahun 2003 telah diimpor sebanyak 350 ton, tahun 2011
sebanyak 53,78 ribu ton dengan nilai US $62,94 juta (BPS, 2011)
.
1
Permintaan pasar dalam negeri terhadap buah lengkeng cenderung terus
meningkat. Sekarang ini buah lengkeng segar maupun olahan berasal dari
Thailand. Luas areal tanaman lengkeng di Tailand sekitar 2.300 Ha dengan
produksi 20.000 ton/tahun. Di Indonesia, produksi buah lengkeng belum tercatat
secara statistik oleh Biro Pusat Statistik (BPS) karena masih dianggap sebagai
buah minor (Rukmana, 2003).
Budidaya lengkeng banyak diminati masyarakat karena mampu memberikan
keuntungan yang tinggi baik dari hasil buah maupun hasil dari perbanyakan
tanaman itu sendiri. Namun demikian, untuk meraih keberhasilan berkebun
lengkeng tidaklah mudah jika tidak dibekali pengetahuan teknik budidaya
lengkeng yang memadai. Hal ini karena tanaman lengkeng menuntut
pembudidayaan yang lebih intensif agar tumbuh dengan baik dan berbuah lebat.
Budidaya tanaman lengkeng apabila syarat lingkungan tempat tumbuhnya
telah terpenuhi dan tanaman dapat berbuah dengan baik, maka dalam
pengembangan selanjutnya adalah penyediaan bibit unggul dalam jumlah cukup.
Upaya perbanyakan lengkeng dapat dilakukan dengan cangkokan dan sambungan
serta dari benih. Kebanyakan petani memperbanyak lengkeng melalui cangkokan.
Oleh karena diameter cabang yang dicangkok berukuran besar, maka metode
perbanyakan ini menyebabkan gangguan pada pohon induknya sehingga
produktivitas buah menjadi sangat menurun bahkan tidak berbuah pada tahun
berikutnya (Siswandono et al., 1997). Teknik sambung merupakan pengganti
yang sangat cocok dikarenakan perbanyakan menghasilkan bibit yang cukup
banyak.
2
UPTD Balai Benih Hortikultura Kalimandi adalah salah satu balai benih
pembibitan tanaman Hortikultura yang dikelola oleh Dinas Pertanian Kabupaten
Banjarnegara. Perbanyakan tanaman lengkeng di UPTD Balai Benih Hortikultura
Kalimandi dilakukan dengan cara penyambungan (grafting). UPTD Balai Benih
Hortikultura Kalimandi merupakan salah satu pemasok bibit unggul untuk
beberapa petani disekitar Kalimandi. Petani mempercayakan pasokan bibit
lengkeng kepada UPTD Balai Benih Hortikultura Kalimandi dikarenakan bibit
yang mereka terima merupakan bibit unggul. Pembibitan di Balai Benih ini
menggunakan batang bawah yang diproduksi sendiri dan juga batang atas
digunakan dari tanaman lengkeng unggul yang terdapat di kebun Balai Benih ini.
Kondisi permintaan buah lengkeng yang sangat tinggi dan pasokan bibit
unggul yang kurang sehingga penulis memilih tempat praktik kerja lapangan di
UPTD Balai Benih Hortikultura Kalimandi. UPTD Balai Benih Hortikultura
Kalimandi aktif dalam kegiatan pembibitan lengkeng dan merupakan pemasok
bibit unggul yang dipercaya oleh petani Kalimandi dan sekitarnya. Penulis juga
ingin mengetahui kendala dalam perbanyakan lengkeng melalui sambung pucuk
jika dikemudian hari penulis ingin melakukan bisnis perbanyakan lengkeng.
B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan
1. Mengetahui dan mempelajari bagaimana teknik sambung pucuk lengkeng
(Dimocarpus longan).
2. Mengetahui secara langsung kondisi organisasi dan kegiatan utama UPTD
Balai Benih Hortikultura Kalimandi.
3
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan
Manfaat praktik kerja lapangan:
1. Memperoleh cara pembibitan lengkeng dengan teknik sambung pucuk secara
benar dan tepat yang dilakukan di Unit Pelaksana Tingkat Daerah Balai Benih
Hortikultura Banjarnegara sebagai acuan usaha pembudidayaan tanaman
lengkeng.
2. Memperoleh informasi dan wawasan tentang struktur kelembagaan dan cara
kerja yang dilakukan di Unit Pelaksana Tingkat Daerah Balai Benih
Hortikultura Banjarnegara.
3. Hasil praktik kerja lapangan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk melaksanakan penelitian dan informasi bagi yang membutuhkan.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Tanaman
Lengkeng (Dimocarpus longan) yang termasuk dalam family Sapindaceae
kerabat dekat dengan leci dan rambutan merupakan tanaman yang sudah dikenal
2000 tahun yang lalu. Asal-usulnya dari daerah Cina Selatan dan pemanfaatannya
lebih kepada khasiatnya sebagai obat, bukan buah meja, yang dikenal sebagai
Dragon Eye (Menzel et al., 1989 dalam Sugiyatno dan Mariana 2006).
Dalam tata nama atau sistematik (taksonomi) tumbuhan, tanaman lengkeng
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
Sub divisi : Angiospermae ( berbiji tertutup )
Ordo : Spindales
Famili : Spindaceae
Genus : Dimocarpus
Spesies : Dimocarpus longan
B. Morfologi Tanaman Lengkeng
Tanaman lengkeng memiliki perakaran yang dalam terutama tanaman yang
berasal dari biji sehingga tahan terhadap kekeringan. Akar tunggang lebih dari 3
m, dan akar lateral memencar sampai di batas proyeksi tajuk, dengan akar-akar
penyerap hara. Akar penyerap ini mempunyai fungsi menyerap air maupun zat
5
makanan. Pada akar ini mempunyai jaringan pengangkut berupa floem dan xylem.
Floem terbagi menjadi 2 macam yakni floem primer dan floem sekunder, masing-
masing floem primer mengandung kanal tunggal. Pada floem sekunder kanal ini
berukuran lebih kecil. (Gunawan, 2014)
Batang tanaman lengkeng berkayu keras dan kuat. Tinggi pohon dapat
mencapai 15 m atau lebih dan memiliki banyak percabangan. Kulit batang agak
tebal dan berwarna hijau sampai kecokelatan. Daun lengkeng termasuk daun
majemuk. Tiap tangkai memiliki tiga sampai enam pasang helai daun. Daun
lengkeng berbentuk bulat panjang dengan ujung agak runcing dan permukaan
daun lengkeng mempunyai lapisan lilin. Kuncup daun berwarna kuning kehijauan
atau berwarna merah. (Gunawan, 2014)
Bunga tanaman lengkeng dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: a). Bunga jantan
(dalam satu bunga hanya terdapat serbuk sari saja), b). Bunga betina (dalam satu
bunga hanya terdapat putik saja), c). Bunga hermaprodit (dalam satu bunga
terdapat putik/betina dan serbuk sari/jantan). Bunga lengkeng berbentuk malai
yang terletak di ujung ranting dengan warna kuning muda atau putih kekuningan
serta ukuran bunga sangat kecil sehingga hanya dilihat dengan jelas bila memakai
alat pembesar (Rukmana, 2007).
Buah lengkeng berbentuk bulat bundar sampai bulat pesek, terdiri atas kulit
buah, daging buah, dan biji. Kulit buah yang matang dapat ditunjukkan dengan
warna agak gelap, cerah, dan agak cerah. Daging buah dari lengkeng tipis, tebal,
dan kurang tebal dengan rasa yang terdiri dari kurang manis, manis segar, dan
manis. Buah lengkeng memiliki aroma yang berbedda-beda yakni beraroma langu,
6
agak harum, dan kurang harum. Biji lengkeng berbentuk bulat berukuran kecil
berwarna cokelat tua sampai hitam mengkilat. (Rukmana, 2007)
C. Pembibitan Tanaman Lengkeng
a. Teknik Sambung Pucuk
Perbanyakan tanaman banyak dilakukan dengan berbagai cara, mulai
dengan yang sederhana sampai yang rumit. Tingkat keberhasilannya pun
bervariasi dari tinggi sampai rendah. Keberhasilan perbanyakan tanaman
tergantung pada beberapa faktor antara lain: cara perbanyakan yang digunakan,
jenis tanaman, waktu memperbanyak, keterampilan pekerja dan sebagainya.
Perbanyakan tanaman bisa digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu
perbanyakan secara generatif dan vegetatif.
Perbanyakan generatif sudah sangat umum dijumpai, bahan yang digunakan
adalah biji. Biji-biji ini biasanya sengaja disemaikan untuk dijadikan tanaman
baru, tapi bisa juga tanpa disengaja biji-biji yang dibuang begitu saja dan oleh
alam ditumbuhkan untuk menjadi tanaman baru. Tentu saja tanaman baru hasil
buangan ini bisa dijadikan bibit, apabila diketahui segala sifat-sifat kelebihannya.
Ini untuk menghindari agar tidak kecewa nantinya, setelah tanaman berbuah
misalnya.
7
Tanaman baru dari biji meskipun telah diketahui jenisnya kadang-kadang
sifatnya menyimpang dari pohon induknya, dan bahkan banyak tanaman yang
tidak menghasilkan biji atau jumlah bijinya sedikit. Untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada perbanyakan generatif maka orang
mulai memindahkan perhatiannya ke perbanyakan vegetatif.
Pemanfaatan tanaman hasil buangan sebagai tanaman batang bawah dapat
digunakan untuk menghindari rasa buah yang mengecewakan. Batang atas dapat
menggunakan tanaman sejenis yang diketahui sifat-sifat unggulnya. Perbanyakan
dengan cara ini kita sebut dengan perbanyakan Sambungan (Grafting).
Grafting adalah salah satu teknik perbanyakan vegetatif menyambungkan
batang bawah dan batang atas dari tanaman yang berbeda sedemikian rupa
sehingga tercapai persenyawaan, kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk
tanaman baru. (Wudianto, 2002)
Grafting ini bukanlah sekedar pekerjaan menyisipkan dan menggabungkan
suatu bagian tanaman, seperti cabang, tunas atau akar pada tanaman yang lain,
melainkan sudah merupakan suatu seni yang sudah lama dikenal dan banyak
variasinya. Sharock’s (1672 dalam Wudianto, 2002) menyatakan bahwa seni
grafting ini telah digemari sejak dua abad yang lalu, yaitu sekitar abad ke-15. Dia
menggambarkan betapa pelik dan banyaknya ragam dari seni grafting ini. Thouin
dalam Wudianto (2002) menyatakan bahwa ada 119 bentuk grafting. Grafting
digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu :
8
1. Bud-grafting atau budding, yang kita kenal dengan istilah okulasi
2. Scion grafting, lebih populer dengan grafting saja, yaitu sambung pucuk
atau enten
3. Grafting by approach atau inarching, yaitu cara menyambung dua
tanaman yang batang atas dan batang bawah masing-masing tanaman masih
berhubungan dengan akarnya.
Batang bawah sering juga disebut stock atau root stock atau bahasa
belandanya onder stam. Ciri dari batang bawah adalah batang masih dilengkapi
dengan akar. Batang atas yang disambungkan sering disebut entris atau scion.
Batang atas dapat berupa potongan batang atau bisa juga cabang pohon induk,
kadang-kadang untuk penyambungan ini memerlukan batang perantara (Inter-
Stock). (Suwandi, 2004)
b. Teknik Sambung Pucuk Pada Tanaman Lengkeng
Teknik perbanyakan tanaman lengkeng secara vegetatif yang
direkomendasikan adalah teknik penyambungan (grafting) yaitu: sambung pucuk
dan sambung susuan. Menurut Sugiyanto (2006) pada perbanyakan bibit dengan
sambung pucuk dan sambung susuan digunakan batang bawah (stock) berupa bibit
lengkeng Kopyor yang memiliki perakaran kuat. Batang atas (entres) dipilih dari
ranting pohon lengkeng varietas Batu yang menghasilkan buah berkualitas baik
(A Super) dan buahnya lebat atau varietas introduksi contohnya Ping pong,
Diamond River, Itoh. Bibit batang bawah (stock) berumur minimal 1 tahun atau
sebesar ukuran pensil, sedangkan batang atas diambil dengan ukuran sama dengan
batang bawah (stock). (Mercy, 2007)
9
Hal yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan kegiatan grafting yaitu
batang bawah (rootstock), batang atas (Scion) dan pengumpulan Scion. (Suwandi,
2004)
1. Batang bawah (rootstock) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Mempunyai daya adaptasi seluas mungkin, artinya tanaman itu kompatibel
dengan berbagai varietas. Bahkan bila perlu juga kompatibel dengan berbagai
jenis dalam satu genus.
b. Mempunyai perakaran yang kuat dan tahan terhadap serangan hama dan
penyakit yang ada di dalam tanah.
c. Kecepatan tumbuhnya sesuai dengan batang atas yang digunakan, dengan
demikian diharapkan batang bawah ini mampu hidup bersama dengan batang
atas.
d. Tidak mempunyai pengaruh pada batang atas, baik dalam kualitas maupun
kuantitas buah (tanaman buah-buahan) atau kayu (tanaman kehutanan) pada
tanaman yang terbentuk sebagai hasil sambungan.
e. Mempunyai batang yang kuat dan kokoh.
2. Batang atas (Scion) mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Cabang dari pohon yang kuat, pertumbuhannya normal dan bebas dari
serangan hama dan penyakit.
b. Bentuk cabang lurus, diameternya disesuaikan dengan batang bawah, yaitu
sama atau lebih kecil dari diameter batang bawah. Diameter paling besar ± 1
cm.
10
c. Cabang dari pohon induk yang sifatnya benar-benar seperti yang
dikehendaki, misalnya berbuah lebat dan berkualitas tinggi (untuk tanaman
buah-buahan) berbatang lurus, batang bulat, pertumbuhan diameter cepat
(jika jenis tanaman kehutanan).
d. Bisa menyesuaikan diri dengan batang bawah sehingga sambungan
kompatibel.
3. Pemilihan Scion
a. Scion sebaiknya berasal dari pohon yang sehat dan sudah produktif baik
berasal dari biji ataupun hasil perbanyakan vegetatif.
b. Pilih cabang muda yang mempunyai beberapa mata tunas yang dorman,
lurus, diameternya disesuaikan dengan batang bawahnya (rootstock) yang
umum digunakan berdiameter ± 1 cm.
c. Hindari cabang-cabang yang mungkin mempunyai tunas yang mutan.
d. Pilih cabang yang bebas dari penyakit yang berat dan kerusakan berat
karena serangan hama.
e. Usahakan pengambilan scion pada pagi hari sebelum tengah hari.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Sambung Pucuk
Terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam perbanyakan
tanaman melalui sambung pucuk. Faktor-faktor yang harus diperhatikan yakni
faktor tanaman, lingkungan dan perlakuan.
11
a. Faktor tanaman
1. Kompatibilitas stock dan scion.
Kombinasi bagian dari tanaman (stock dan scion) harus harus
kompatibel satu dengan yang lain. Tanaman yang kekerabatannya sangat
dekat mempunyai kemungkinan keberhasilan yang tinggi, sebaliknya
tanaman yang kekerabatannya jauh mempunyai keberhasilannya sangat kecil
bahkan sama sekali tidak berhasil. (Kumar, 2011)
Gambar 1. Piramida kompatibilitas. (Kumar, 2011)
Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa tanaman rerumputan dan
tanaman monokotil lainnya tidak dapat dilakukan grafting. Keberhasilan
grafting tertinggi yakni pada perlakuan grafting antara tanaman sejenis atau
antara tanaman klon.
2.Umur dari bagian tanaman.
Scions yang digunakan harus berumur satu sampai dua tahun dan
rootstocks berkisar umur dua tahun atau kurang. (Kumar, 2011).
12
3. Panjang entris
Panjang entris berkaitan dengan kecukupan cadangan makanan/energi
untuk pemulihan sel-sel yang rusak akibat pelukaan. Makin panjang entris
diharapkan makin banyak pula cadangan energinya. Tambing dan Hadid
(2008) menyatakan bahwa makin panjang entris yang disambungkan (hingga
12,5cm) makin baik pertautan dan pertumbuhan bibit jadi. Hal ini mungkin
berkaitan dengan jumlah air yang masih banyak tersisa dalam entris panjang
dibanding entris pendek. Entris panjang memiliki cadangan makanan yang
lebih banyak daripada entris pendek, dengan mempunyai cadangan makanan
yang cukup banyak dapat dirubah menjadi energi untuk penyembuhan luka
dan pertumbuhan sel/jaringan.
b. Faktor lingkungan
1.Temperatur dan kelembaban
Temperatur yang optimum yang dikehendaki dalam penyambungan
adalah 15-25oC dan kelembaban dipertahankan tetap tinggi ± 80%
(Sunarjono, 2003). Menurut Gunawan (2014) suhu optimum saat
penyambungan berkisar antara 26-29oC dan kelembaban lebih dari 80%.
Artinya, penyambungan sebaiknya dilakukan dalam keadaan lembab.
Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kelembaban udara
rendah dan akan mengakibatkan kekeringan serta menghambat pembentukan
kalus karena sel-sel dalam jaringan tanaman banyak yang mati. (Titus et al.,
2012)
13
2.Curah hujan
Ketersediaan air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kalus untuk keberhasilan terbentuknya graf union. Salisbury
dan Ross (1992 dalam Tambing dan Hadid, 2008) menyatakan bahwa
tanaman pada kondisi cukup air (tekanan turgor) tinggi, pertumbuhan sel
berlangsung lebih baik; sebaliknya pada tekanan turgor rendah karena
kekurangan air mengakibatkan terhentinya pertumbuhan sel.
Air juga dapat memberikan pengaruh negatif pada sambungan yang
belum menyatu sempurna. Air masuk menembus sungkup dan lilitan plastik
sehingga secara langsung membasahi sambungan yang menyebabkan
kebusukan pada sayatan. Curah hujan yang cukup tinggi membuat
ketersediaan air berlebihan, kondisi ini terjadi terutama pada saat hujan turun
dengan waktu yang cukup lama. (Titus et al., 2012)
c. Faktor perlakuan
1. Zat pengatur tumbuh (ZPT)
Keberhasilan grafting dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat
pengatur tumbuh dari golongan auksin sintetis seperti IBA dan NAA.
Penelitian yang dilakukan oleh Heryana dan Supriadi (2011) menunjukkan
bawha tingkat keberhasilan grafting pala dipengaruhi oleh pemberian IBA
dan NAA. Pemberian IBA dan NAA masing-masing dengan dosis 500 ppm
menghasilkan keberhasilan grafting tertinggi masing-masing sebesar
37,33% dan 43,03%.
14
Auksin berperan mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
termasuk inisiasi akar lateral dan respon gaya gravitasi. Menurut Wattimena
(1992) dan Sandra (2010) dalam Heryana dan Supriadi (2011) fungsi auksin
(IBA dan NAA) adalah menginduksi kalus, mendorong perpanjangan sel,
pembelahan sel, differensiasi jaringan xilem dan floem, penghambatan mata
tunas samping, absisi (pengguguran daun), aktivitas kambium, dan
pembentukan akar atau tunas.
2.Tempat perlakuan.
Penyambungan sebaiknya dilakukan di tempat yang ternaungi atau
tempat yang tidak terlalu panas. Menurut Rivard dan Louws (2006) tanaman
yang telah dilakukan grafting diletakkan dalam tempat atau ruangan yang
tidak terkena cahaya matahari atau terkena sebagian cahaya matahari selama
7 hari. Rivard dan Louws (2006) juga mengatakan bahwa penggunaan
plastik hitam sangat disarankan karena dapat melindungi tanaman dari sinar
matahari sehingga daun terlihat normal.
15
3.Alat-alat perlakuan.
Alat-alat yang biasa digunakan yaitu pisau atau gunting. Pisau dan
gunting yang digunakan untuk kegiatan sambungan ini yang tajam dan tidak
berkarat agar sambungan tidak terinfeksi oleh penyakit. Alat tambahan lain
adalah batu asah dan plastik. Batu asah digunakan untuk menajamkan pisau
agar proses pemotongan atau penyanyatan berhasil dengan baik. (Kumar,
2011). Plastik digunakan untuk mengikat sambungan. Bagian sambungan
yang diikat plastik, diusahakan kambiumnya harus menempel seerat
mungkin.
16
III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
A. Waktu dan Tempat Praktik Kerja Lapangan
Praktik kerja lapangan dilaksanakan di UPTD Balai Benih Hortikultura
Kalimandi kabupaten Banjarnegara. Waktu pelaksanaan Praktik kerja lapangan
pada bulan Agustus 2014.
B. Materi Praktik Kerja Lapangan
Materi yang dipelajari dalam praktik kerja lapangan ini adalah teknik
sambung pucuk lengkeng (Dimocarpus longan) di UPTD Balai Benih
Hortikultura Kalimandi, Banjarnegara.
C. Metode Praktik Kerja Lapangan
Metode pelaksanaan praktik ini dengan ikut aktif dalam proses kegiatan
yang dilaksanakan oleh UPTD Balai Benih Hortikultura Kalimandi khususnya
pembibitan lengkeng dan melakukan wawancara untuk memperoleh data sekunder
dan primer. Kegiatan khusus yang dilaksanakan adalah teknik sambung pucuk
lengkeng (Dimocarpus longan) di UPTD Balai Benih Hortikultura Kalimandi.
D. Teknik Pengambilan Data
Praktik kerja lapangan dilaksanakan dengan praktik langsung di screen
house, observasi ke lapangan, serta survei melalui wawancara. Jenis dan teknik
pengambilan data adalah sebagai berikut.
17
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara observasi di lapang dan mengikuti semua
kegiatan tentang teknik sambung pucuk tanaman lengkeng (Dimocarpus longan).
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari hasil catatan dan studi pustaka serta informasi
lain yang mendukung materi praktik kerja lapangan. Catatan atau dokumen yang
ada di Unit Pelaksana Tingkat Daerah Balai Benih Hortikultura Banjarnegara atau
sumber-sumber lain yang dipelajari dan dikaji untuk mendukung dalam
pembahasan terkait materi praktik kerja lapangan.
18