23
150 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA (BURNOUT) DENGAN PERSEPSI PERAWAT TERHADAP PELAYANAN KEPERAWATAN BERMUTU DI RSUD BALUNG JEMBER Risca Surya Irawan, Festa Yumpi, Panca Kursistin Handayani [email protected] Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAKSI Persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu adalah proses memberikan nilai atau kesan oleh perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan standar dan kualitas yang diharapkan rumah sakit. Dari proses pemberian nilai atau kesan tersebut akan membentuk sikap dan pandangan perawat dalam menjalankan tugasnya sehingga akan menentukan tercapainya tingkat kepuasan dan harapan pasien kepada rumah sakit. Disisi lain berkembang suatu gejala, yang apabila tidak dilakukan penanganan dengan semestinya, maka dapat mengurangi efektivitas kerja dan pada akhirnya mengganggu proses pelayanan kesehatan yang diberikan. Gejala ini menurut Maslach (1982) disebut kelelahan kerja (burnout) Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian korelasional. Populasi dari subyek penelitian adalah seluruh perawat yang bertugas di Unit Rawat Inap RSUD Balung-Jember yang berjumlah 58 orang. Pengambilan data menggunakan instrumen angket, kemudian dilakukan analisa data menggunakan bantuan program SPSS 12.0 for window. Pada uji hipotesisnya diperoleh rxy = 0,301 dan taraf signifikansi sebesar p = 0,022 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja (burnout) dengan persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu di unit rawat inap RSUD Balung-Jember. Kata Kunci: Kelelahan kerja (burnout), persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu A. PENDAHULUAN Dewasa ini pembahasan faktor manusia dalam ruang lingkup pekerjaan merupakan faktor yang sangat penting. Persaingan ketat di berbagai bidang pekerjaan membuat manusia yang terlibat didalamnya ingin memberikan yang terbaik bagi orang lainnya, terutama jika industri atau bidang kerja tersebut menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan masalah pelayanan. Pelanggan,

5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

150

HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA (BURNOUT) DENGAN

PERSEPSI PERAWAT TERHADAP PELAYANAN KEPERAWATAN

BERMUTU DI RSUD BALUNG JEMBER

Risca Surya Irawan, Festa Yumpi, Panca Kursistin Handayani

[email protected]

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember

ABSTRAKSI

Persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu adalah proses

memberikan nilai atau kesan oleh perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan standar dan kualitas yang diharapkan rumah sakit. Dari proses pemberian nilai atau kesan tersebut akan membentuk sikap dan pandangan perawat dalam menjalankan tugasnya sehingga akan menentukan tercapainya tingkat kepuasan dan harapan pasien kepada rumah sakit. Disisi lain berkembang suatu gejala, yang apabila tidak dilakukan penanganan dengan semestinya, maka dapat mengurangi efektivitas kerja dan pada akhirnya mengganggu proses pelayanan kesehatan yang diberikan. Gejala ini menurut Maslach (1982) disebut kelelahan kerja (burnout)

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian korelasional. Populasi dari subyek penelitian adalah seluruh perawat yang bertugas di Unit Rawat Inap RSUD Balung-Jember yang berjumlah 58 orang. Pengambilan data menggunakan instrumen angket, kemudian dilakukan analisa data menggunakan bantuan program SPSS 12.0 for window. Pada uji hipotesisnya diperoleh rxy = 0,301 dan taraf signifikansi sebesar p = 0,022 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja (burnout) dengan persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu di unit rawat inap RSUD Balung-Jember.

Kata Kunci: Kelelahan kerja (burnout), persepsi perawat terhadap pelayanan

keperawatan bermutu

A. PENDAHULUAN

Dewasa ini pembahasan faktor manusia dalam ruang lingkup pekerjaan

merupakan faktor yang sangat penting. Persaingan ketat di berbagai bidang

pekerjaan membuat manusia yang terlibat didalamnya ingin memberikan yang

terbaik bagi orang lainnya, terutama jika industri atau bidang kerja tersebut

menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan masalah pelayanan. Pelanggan,

Page 2: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

151

tamu, klien, pembeli, nasabah adalah aset yang sangat berharga dalam

mengembangkan industri tersebut. Industri jasa adalah bidang yang penuh risiko.

Sedikit kesalahan dalam memberikan pelayanan akan mengundang keluhan,

selanjutnya ketidakpuasan, dan akhirnya penolakan konsumen untuk datang

kembali (Sugiarto, 2002).

Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa

kesehatan utama dimana setiap rumah sakit bertanggung jawab terhadap penerima

jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang

diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan

tersebut. Disamping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi

tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang

diberikan kepada pasien oleh suatu tim multi-disiplin termasuk tim keperawatan.

Tim keperawatan merupakan anggota tim kesehatan garda depan yang

menghadapi masalah kesehatan, tim pelayanan keperawatan memberikan

pelayanan kepada pasien sesuai dengan keyakinan profesi dan standar yang

ditetapkan. Hal ini ditujukan agar pelayanan keperawatan yang diberikan

senantiasa merupakan pelayanan yang aman serta dapat memenuhi kebutuhan dan

harapan pasien.

Dalam sistem pelayanan kesehatan, para dokter dan perawat mendapat

banyak perhatian karena peran dan fungsi mereka memberi bentuk terhadap upaya

pelayanan kesehatan (Lumenta,). Perhatian yang besar banyak diberikan kepada

profesi perawat dan peran mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan. Mutu

pelayanan rumah sakit sangat pergantung pada kualitas perawat-perawatnya

(Prawasti, 1991), sehingga dewasa ini perawat merupakan profesi yang banyak

diusahakan peningkatan kualitasnya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan hal-hal

yang dapat menjadi hambatan pengembangan kualitas perawat, agar dapat

diusahakan pencegahan atau penanganannya sedini mungkin sehingga tidak

sampai mengganggu proses pelayanan rumah sakit.

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan berkaitan dengan di atas

adalah berkembangnya suatu gejala, yang apabila tidak dilakukan penanganan

Page 3: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

152

dengan semestinya, maka dapat mengurangi efektivitas kerja dan pada akhirnya

mengganggu proses pelayanan kesehatan yang diberikan. Gejala ini menurut

Maslach (1982) disebut kelelahan kerja (burnout), yaitu sindrom psikologis

sejenis stres yang terdiri atas kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan

pencapaian prestasi diri (reduced personal accomplishment), yang dialami oleh

individu yang bekerja memberikan pelayanan bagi orang lain. Burnout merupakan

gejala yang lebih banyak ditemukan pada bidang pekerjaan sosial dibandingkan

pada bidang pekerjaan lainnya, hal ini disebabkan karena pekerja harus

berinteraksi langsung dengan pasien atau klien, menangani klien yang tidak

kooperatif, berhubungan dengan penderitaan pasien, dan lain-lain. Contoh profesi

yang termasuk dalam bidang ini adalah dokter, polisi, perawat, guru, dan lain-lain.

Bila stres menyerang individu terus menerus dalam waktu yang cukup lama

dan individu itu tidak dapat mengatasinya maka akan timbul gejala melemahnya

fisik dan psikis. Menurut teori yang dikembangkan oleh Hans Selye (1997) tubuh

manusia tidak dapat secara cepat membangun kemampuan untuk mengatasi stres,

akibatnya individu mengalami kelelahan fisik dan psikis dalam usahanya

melawan stres itu Kondisi seperti ini disebut burnout yaitu kelelahan emosi yang

berlebihan, merasa terpisah dari pekerjaan, dan merasa tidak mampu mencapai

tujuan.

Menurut hasil survei dari PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia)

tahun 2006, sekitar 50,9 persen perawat yang bekerja di empat provinsi (tidak

disebutkan) di Indonesia mengalami stress kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa

beristirahat karena gaji rendah tanpa insentif memadai, menyita waktu, beban

kerja yang tinggi dan tidak sesuai dengan kapasitas tenaga perawat, misalnya

dalam satu bangsal yang terdiri dari 30 orang pasien standarnya ditangani oleh 5

atau 6 orang perawat. Dalam kasus ini hanya 2-3 orang perawat yang bertugas.

Hal ini berkorelasi dengan hasil interview dengan beberapa perawat yang bekerja

di salah satu Rumah Sakit swasta di Kota Jember bahwa para perawat tersebut

sering mengalami pusing, lelah, badan terasa pegal ketika bekerja. Ini dikarenakan

beban kerja yang tinggi yaitu dalam setiap shift kerja terdapat empat orang

Page 4: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

153

perawat yang bertugas dan menangani 30 orang pasien, berarti setiap orang

perawat menangani 6-7 pasien.

Sementara hasil penelitian yang dilakukan International Council of Nurses

(ICN, 2008) menunjukkan, peningkatan beban kerja perawat dari empat pasien

jadi enam orang telah mengakibatkan 14 persen peningkatan kematian pasien

yang dirawat dalam 30 hari pertama sejak dirawat di rumah sakit. Ini

menunjukkan bahwa adanya peningkatan beban kerja berdampak pada kurang

maksimalnya kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Perawat kurang memperdulikan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh

rumah sakit, hal ini disebabkan karena tingkat ketergantungan pasien yang tinggi

dan mempengaruhi ketelitian perawat dalam bekerja. Jika kondisi ini terus

berlangsung maka para perawat tersebut rentan mengalami burnout.

Dari hasil survey oleh PPNI dan hasil penelitian ICN dapat disimpulkan

bahwa jumlah tenaga perawat yang tidak berimbang dengan beban kerjanya akan

mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

kepada pasiennya.

Sedangkan dari hasil interview yang dilakukan dengan beberapa perawat

unit rawat inap RSUD Balung, bahwa mereka sering mengalami letih dan lesu

ketika bekerja sehingga mempengaruhi kinerja mereka dalam memberikan

pelayanan kepada pasien. Hal ini disebabkan karena tidak sesuainya antara jumlah

perawat yang bertugas dengan jumlah pasien yang ditangani. Di RSUD Balung

terdapat 5 ruangan unit rawat inap dengan rata-rata terdapat 20 tempat tidur dan

rata-rata 12 orang perawat setiap ruangan. Setiap shift kerjanya hanya 2-4 perawat

yang bertugas, berarti setiap perawat bertanggung jawab terhadap 5-6 orang

pasien. Beban kerja tersebut tergolong tinggi karena standarnya satu orang

perawat hanya menangani 4 orang pasien. Jika keadaan ini terus berlangsung akan

mempengaruhi kondisi fisik dan psikis para perawat tersebut. Kondisi fisik dan

psikis yang buruk akan berdampak pada bagaimana para perawat tersebut

memaknai, menilai atau memberikan kesan dalam memberikan pelayanan

keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan standar dan kualitas yang

diharapkan rumah sakit. Dari proses pemberian nilai atau kesan tersebut akan

Page 5: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

154

membentuk sikap dan pandangan perawat dalam menjalankan tugasnya. Jika

tugas tersebut dinilai positif maka perawat tersebut akan melaksanakannya sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan dan berupaya semaksimal mungkin sehingga

pasien merasa puas dan harapannya terhadap rumah sakit akan terpenuhi. Begitu

pula sebaliknya, jika perawat menilai tugas tersebut hanya sebagai rutinitas yang

membosankan maka perawat tersebut akan cenderung bekerja asal-asalan dan

tidak menghiraukan bagaimana kondisi pasien.

Karena itulah, penelitian ini berusaha menelaah hubungan antara kelelahan

kerja (burnout) dengan persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu

di unit rawat inap RSUD Balung-Jember.

1. Kelelahan Kerja (Burnout)

a. Pengertian Kelelahan Kerja (Burnout)

Menurut Schuler dan Jackson (1999) kelelahan kerja (burnout) adalah

sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-

pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya, seperti perawatan kesehatan,

pendidikan, kepolisian, keagamaan, dan sebagainya. Jenis reaksi terhadap

pekerjaan ini meliputi reaksi-reaksi sikap dan emosional sebagai akibat dari

pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan.

Burnout menurut Maslach dan Jackson (1980) merupakan suatu sindrom

psikologis yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu emotional exhaustion (kelelahan

emosional), depersonalization (depersonalisasi), dan reduced personal

accomplishment (penurunan pencapaian prestasi diri). Burnout merupakan respon

terhadap ketegangan-ketegangan emosional yang muncul karena berhubungan

secara intensif dengan orang lain.

Pendapat lain mengungkapkan bahwa burnout merupakan suatu keadaan

penderitaan psikologis yang mungkin dialami oleh seorang pekerja yang

berpengalaman setelah bekerja untuk suatu periode waktu tertentu. Burnout yang

dialami oleh seseorang akibat kelelahan emosional (emotional exhaustion) dan

mempunyai motivasi kerja yang rendah. Sindrom burnout ini banyak ditemukan

pada pekerja yang mempunyai profesi sebagai “penolong” antara lain perawat dan

Page 6: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

155

pekerja sosial. Para peneliti meyakini bahwa awal munculnya burnout sebagai

hasil dari seringnya berinteraksi dengan orang lain (Spector, Paul E, 2000).

Hal ini sejalan dengan Bernardin (1996) menggambarkan burnout sebagai

suatu keadaan yang mencerminkan reaksi emosional pada orang yang bekerja

pada bidang pelayanan kemanusiaan, dan bekerja erat dengan masyarakat.

Penderita burnout banyak dijumpai pada perawat di rumah sakit, pekerja sosial,

guru, dan para pekerja di rumah sakit, pekerja sosial, guru, dan anggota polisi.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja (Burnout)

Baron dan Greenberg (1995) mengemukakan ada dua faktor yang

mempengaruhi burnout, yaitu:

1) Faktor eksternal, yang meliputi kondisi kerja yang buruk, kurangnya

kesempatan untuk promosi, adanya prosedur dan aturan-aturan yang kaku,

gaya kepemimpinan yang kurang konsiderasi, tuntutan pekerjaan.

2) Faktor internal, meliputi: jenis kelamin, usia, harga diri. Manusia sebagai

makhluk sosial membutuhkan kehadiran manusia lain untuk berinteraksi.

Kehadiran orang lain di dalam kehidupan pribadi seseorang begitu diperlukan.

Hal ini terjadi karena seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik

maupun psikologisnya secara sendirian. Individu membutuhkan dukungan

sosial baik yang berasal dari atasan, teman sekerja maupun keluarga (Ganster,

dkk., 1986).

c. Aspek-aspek Kelelahan Kerja (Burnout)

Adapun aspek-aspek kelelahan kerja (burnout) adalah sebagai berikut

(Schuler dan Jackson, 1999) :

1) Kelelahan emosional

Seorang pekerja yang yang lelah secara emosional apabila diminta

menjelaskan apa yang dirasakan akan berkata ia merasa kehabisan tenaga, dan

lelah secara fisik. Bangun pagi mungkin disertai oleh suatu perasaan ketakutan

bahwa dia akan melewati suatu hari yang berat di dalam pekerjaan.

Page 7: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

156

2) Sikap depersonalisasi

Pekerja yang telah mencapai tahap paling ekstrem pada kontinum sikap

depersonalisasi ini merasa bahwa mereka menjadi tidak berperasaan dan mulai

menjadi sinis terhadap orang-orang yang dilayaninya.

3) Perasaan tidak mampu

Banyak profesional di bidang pekerjaan pelayanan manusia memulai karier

mereka dengan harapan-harapan yang besar bahwa mereka akan mampu

meningkatkan kondisi-kondisi manusia melalui pekerjaan mereka. Setelah

satu atau dua tahun bekerja, mereka mulai menyadari mereka tidak dapat

berbuat sesuai dengan harapan-harapan tersebut.

Sedangkan menurut Rosyid (1996). Burnout mempunyai lima dimensi

utama, yaitu:

1) Kelelahan fisik, ditandai dengan serangan sakit kepala, mual, susah tidur,

kurangnya nafsu makan, dan individu merasakan adanya anggota badan yang

sakit.

2) Kelelahan emosional, ditandai dengan depresi, merasa terperangkap di dalam

pekerjaannya, mudah marah, dan cepat tersinggung.

3) Kelelahan mental, ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang lain, bersikap

negatif, cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan, maupun organisasi.

4) Rendahnya penghargaan terhadap diri, ditandai dengan individu tidak pernah

merasa puas dengan hasil kerja sendiri, dan merasa tidak pernah melakukan

sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, dan

5) Depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sosial,

apatis, dan tidak peduli dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya.

d. Penyebab Individu Mengalami Kelelahan Kerja (Burnout)

Sumber atau penyebab burnout, sebagaimana dikemukakan oleh Cherniss

(1980), Maslach (1982), dan Sullivan (1989) terdiri dari empat faktor, yaitu:

1) Faktor keterlibatan dengan penerima pelayanan

Page 8: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

157

Dalam pekerjaan pelayanan sosial (human services atau helping profession),

para pekerjanya memiliki keterlibatan langsung dengan objek kerja atau

kliennya (Cherniss, 1980).

2) Faktor lingkungan kerja

Faktor ini berkaitan dengan beban kerja yang berlebihan, konflik peran,

ambiguitas peran, dukungan sosial dari rekan kerja yang tidak memadai,

dukungan sosial dari atasan tidak memadai, kontrol yang rendah terhadap

pekerjaan, peraturan-peraturan yang kaku, kurangnya stimulasi dalam

pekerjaan.

3) Faktor individu

Faktor ini meliputi faktor demografik (jenis kelamin, latarbelakang etnis, usia,

status perkawinan, latarbelakang pendidikan), dan karakeristik kepribadian

(konsep diri rendah, kebutuhan dan motivasi diri terlalu besar, kemampuan

yang rendah dalam mengendalikan emosi, locus of control eksternal,

introvert).

4) Faktor sosial budaya

Faktor ini meliputi keseluruhan nilai yang dianut masyarakat umum berkaitan

dengan profesi pelayan sosial.

Beberapa penyebab yang cukup mempengaruhi kelelahan kerja (burnout),

seperti yang dilansir dari beberapa sumber (2008), antara lain:

1) Pekerjaan yang berlebihan

Kekurangan sumber daya manusia yang kompeten mengakibatkan

menumpuknya pekerjaan yang seharusnya dikerjakan dengan jumlah karyawan

yang lebih banyak.

2) Kekurangan waktu

Batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan

terkadang tidak masuk akal. Pada saat si karyawan hendak mendiskusikan

masalah tersebut dengan atasannya, si atasan bukannya memberikan solusi

pemecahan namun seringkali memberikan tugas – tugas baru yang harus

dikerjakan.

Page 9: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

158

3) Konflik peranan

Konflik peranan biasanya terjadi antar karyawan dengan jenjang posisi

yang berbeda, yang seringkali disebabkan oleh otoritas yang dimiliki oleh peranan

atau jabatan tersebut.

4) Ambigu peranan

Tidak jelasnya deskripsi tugas yang harus dikerjakan seringkali membuat

para karyawan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan

oleh karyawan tersebut kalau ditilik dari sisi keahlian maupun posisi

pekerjaannya. Konsekuensi dari ketidakpuasan kerja tersebut antara lain:

pengurangan kepuasan kerja, pengurangan komitmen pada organisasi, turnover

(keluar) atau peningkatan keinginan untuk turnover.

2. Persepsi Perawat Terhadap Pelayanan Keperawatan Bermutu

a. Persepsi Perawat Terhadap Pelayanan Keperawatan Bermutu

Berdasarkan teori tentang persepsi dan pelayanan keperawatan bermutu

dapat disimpulkan bahwa persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan

bermutu adalah proses memberikan nilai atau kesan oleh perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan standar

dan kualitas yang diharapkan rumah sakit. Dari proses pemberian nilai atau kesan

tersebut akan membentuk sikap dan pandangan perawat dalam menjalankan

tugasnya sehingga akan menentukan tercapainya tingkat kepuasan dan harapan

pasien kepada rumah sakit.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan Bermutu

Menurut Nurachmah (2001) ada beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan oleh para manajer keperawatan di rumah sakit dalam

meningkatkan dan mempertahankan asuhan keperawatan yang bermutu yaitu:

1) Persepsi dari pasien.

Asuhan keperawatan bermutu dipersepsikan pasien dan keluarga sebagai

pelayanan yang dapat memenuhi harapan pasien. Pasien mengharapkan

penghargaan atas uang yang telah mereka berikan dan mengharapkan kualitas

pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan.

Page 10: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

159

2) Persepsi profesi keperawatan.

Asuhan keperawatan yang bermutu dapat dicapai apabila perawat yang

memberikan asuhan tersebut memiliki kompetensi dan kewenangan melalui

pendidikan keperawatan yang sesuai.

3) Persepsi pimpinan rumah sakit.

Pelayanan kesehatan yang bermutu termasuk pelayanan keperawatan adalah

pelayanan yang diberikan oleh tim kesehatan dimana pelayanan tersebut

diberikan secara efektif dan efisien. Bagi manajer rumah sakit, kualitas dinilai

dari besaran biaya yang terkendali. Selain itu, menurut manajer rumah sakit,

asuhan keperawatan bermutu dapat dicapai apabila perawat memperlihatkan

kinerjanya dengan baik, patuh pada pimpinan, melaksanakan keinginan

pasien, dan ramah terhadap pasien serta keluarganya.

Pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat sangat

mempengaruhi mutu asuhan keperawatan yang akan diterima oleh pasien. Oleh

karena itu untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas maka

perawat perlu berorientasi pada outcome pasien yang lebih baik Kondisi tersebut

dapat tercapai apabila tercipta lingkungan kerja perawat yang berkualitas.

Canadian Nursing Association (CAN, 2008) membuat suatu model lingkungan

praktik profesional yang berkualitas. CNA mengidentifikasikan enam kondisi

tempat kerja yang sehat, yaitu:

1) Kontrol beban kerja.

Jumlah tenaga perawat yang tidak sesuai dengan kapasitas kerja akan

mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat karena apabila

beban kerja tinggi maka ketelitian dan keamanan kerja menjadi menurun

sehingga dapat menyebabkan stres pada perawat.

2) Kepemimpinan dalam keperawatan.

Perawat yang memiliki kepemimpinan juga harus dapat mengkondisikan

lingkungan kerja yang kondusif dan dinamis serta merencanakan

pengembangan karier perawat yang jelas dengan cara aktif memberikan

dukungan untuk pengembangan diri perawat. Seorang pemimpin juga harus

Page 11: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

160

dapat memotivasi perawat menjadi pekerja yang ulet, dan mempunyai

pandangan ke depan sehingga meningkatkan profesionalisme mereka.

3) Kontrol kualitas pelayanan.

Kontrol kualitas pelayanan biasanya dilakukan atau disupervisi oleh perawat

menejer terhadap kinerja perawat bawahannya, hal ini dilakukan dalam rangka

upaya untuk mendeteksi dan mengurangi komponen atau hasil pelayanan

keperawatan yang tidak sesuai dengan standar.

4) Dukungan dan penghargaan.

Sistem dukungan dan penghargaan bagi perawat akan memberikan pengaruh

yang cukup baik bagi kinerja perawat. Lingkungan kerja yang lebih

memprioritaskan pada budaya penghargaan (reward) akan lebih baik

menghasilkan perubahan perilaku perawat bila dibandingkan budaya hukuman

(punishment). Secara psikologis lingkungan kerja yang memuaskan akan

meningkatkan kinerja perawat sehingga akan meningkatkan outcome pasien

(Rogers, 2000).

5) Pengembangan profesi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laschinger et al. (2001), apabila

perawat tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan karier dirinya

maka akan berpengaruh terhadap keinginan perawat untuk melakukan

tindakan yang positif di masa mendatang. Pada bagian lain, ia pun

mengingatkan apabila lingkungan kerja perawat tidak menjanjikan dalam

jangka panjang akan terjadi penurunan kualitas kerja, tidak puas terhadap

pekerjaan, kesehatan fisik dan mental yang melemah. Dalam sistem pelayanan

kesehatan, kinerja perawat merupakan faktor utama dalam pencapaian

outcome pasien yang positif.

6) Inovasi dan kreatifitas.

Keinginan untuk berinovasi dan berkreativitas para perawat merupakan

aktualisasi diri dari keinginan untuk berkembang (need of achievement).

Orang-orang yang seperti itulah yang diharapkan oleh profesi keperawatan

sebagai change agent.

Page 12: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

161

c. Komponen Yang Harus Dilaksanakan Perawat Untuk Mewujudkan

Pelayanan Keperawatan Bermutu

Menurut Nurachmah (2001) dalam mewujudkan pelayanan keperawatan

bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh tim

keperawatan yaitu:

1) Terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien.

Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang

lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping

pasien, dan bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan.

2) Adanya hubungan perawat - pasien yang terapeutik.

Hubungan perawat dan pasien adalah suatu bentuk hubungan terapeutik dan

timbal balik yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas hasil intervensi

keperawatan melalui suatu proses pembinaan pemahaman tentang dua pihak

yang sedang berhubungan. Hubungan profesional ini diprakasai oleh perawat

melaui sikap empati dan keinginan berespon serta keinginan menolong pasien.

3) Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain.

Kaloborasi merupakan salah satu model interaksi yang terjadi diantara dan

antar praktisi klinik selama pemberian pelayanan. Kolaborasi meliputi

kegiatan berkomunikasi parallel, berfungsi parallel, bertukar informasi,

berkoordinasi, berkonsultasi, mengelola kasus bersama (ko-manajemen), serta

merujuk. Kaloborasi ini juga merupakan proses interpersonal dimana dua

orang atau lebih membuat suatu komitmen untuk berinteraksi secara

kontruktif untuk menyelesaikan masalah pasien dan mencapai tujuan, target

atau hasil yang ditetapkan.

4) Kemampun dalam memenuhi kebutuhan pasien.

Asuhan keperawatan bermutu marupakan rangkaian kegiatan keperawatan

yang diorientasi pada pasien. Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan

kepada klien dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam berrespon terhadap

keluhan dan masalah pasien serta upaya memenuhi kebutuhan pasien.

Page 13: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

162

5) Kegiatan jaminan mutu (quality assurance).

Kegiatan jaminan mutu (quality assurance) adalah membandingkan antara

standar yang telah ditetapkan dengan tingkat pencapaian hasil. Kegiatan

jaminan kualitas pelayanan asuhan keperawatan merupakan kegiatan menilai,

memantau, atau mengatur pelayanan yang berorientasi pada pasien. Dalam

keperawatan, tujuan asuhan bermutu adalah untuk menjamin mutu sambil

pada saat yang sama mencapai tujuan institusi yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Kelancaran pelayanan keperawatan di ruang rawat inap maupun rawat

jalan dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain dikarenakan adanya

(Nurachmah, 2001) :

1) Visi, misi dan tujuan rumah sakit yang dijabarkan secara lokal ruang rawat.

2) Struktur organisasi lokal, mekanisme kerja (standar-standar) yang

diberlakukan di ruang rawat.

3) Sumber daya manusia keperawatan yang memadai baik kuantitas mapun

kualitas.

4) Metode penugasan/pemberi asuhan dan landasan model pendekatan kepada

klien yang ditetapkan.

5) Tersedianya berbagai sumber/fasilitas yang mendukung pencapaian kualitas

pelayanan yang diberikan.

6) Kesadaran dan motivasi dari seluruh tanaga keperawatan yang ada.

7) Komitmen dari pimpinan rumah sakit.

d. Bentuk Pelayanan Keperawatan

Sebagaimana profesi lain, pelayanan keperawatan memiliki bentuk yang

bervariasi. Prof. Dr. Azrul Azwar (dalam Marzikah, 2006) membagi bentuk

pelayanan keperawatan dalam 6 aspek penanganan, yaitu :

1) Jumlah tenaga pelaksana

a. Pelayanan keperawatan tunggal (solo practice) yang dilaksanakan oleh

perorangan.

Page 14: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

163

b. Pelayanan keperawatan berkelompok (group practice) yang dilaksanakan

oleh kelompok.

2) Keahlian tenaga pelaksana

a. Pelayanan keperawatan umum (general nursing service) yang

dilaksanakan oleh perawat umum.

b. Pelayanan keperawatan spesialis (specialist nursing service) yang

dilaksanakan oleh perawat spesialis.

3) Hubungan pelayanan dengan rumah sakit

a. Pelayanan keperawatan di dalam rumah sakit (hospital based nursing

service).

b. Pelayanan keperawatan di luar rumah sakit (comunity based nursing

service).

4) Kondisi pasien

a. Pelayanan keperawatan pasien sakit (sick client nursing service).

b. Pelayanan keperawatan pasien sehat (healthy client nursing service).

5) Jumlah pasien

a. Pelayanan keperawatan individual (individual nursing service).

b. Pelayanan keperawatan keluarga (family nursing service).

c. Pelayanan keperawatan kelompok (group nursing service).

d. Pelayanan keperawatan komunitas (community nursing service).

6) Orientasi pelayanan

a. Pelayanan keperawatan medis (individual nursing service).

b. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat (public health nursing

service).

B. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis

penelitian korelasional, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan antara dua variabel atau beberapa variabel (Arikunto, 2002).

Seperti pada penelitian ini yang menghubungkan variabel X yaitu kelelahan kerja

Page 15: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

164

(Burnout) dengan variabel Y yaitu persepsi perawat terhadap pelayanan

keperawatan bermutu.

2. Tehnik Pengambilan Data

a. Populasi

Populasi dalam penelitian juga bersifat heterogen yaitu sumber data yang

unsur-unsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi sehingga perlu

ditetapkan batasan-batasan yang baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif

(Nawawi, 2003).

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di unit rawat inap RSUD

Balung Jember yang berjumlah 56 orang. Menurut (Arikunto, 1998) apabila

jumlah populasi kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Berhubung jumlah populasi dalam

penelitian ini adalah 56 orang, maka peneliti memutuskan untuk memakai semua

populasi tersebut agar hasilnya menjadi lebih baik.

b. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dibedakan antara satu variabel bebas (X) dan

satu variabel terikat (Y).

1) Variabel Bebas atau Independent Variable (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang

menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau

unsur lain (Nawawi, 2003).

Variabel Bebas (X) atau Independent Variabel: Kelelahan Kerja (Burnout).

2) Variabel terikat atau Dependent Variable (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau

muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya Independent Variable

(Nawawi, 2003).

Variabel Terikat (Y) atau Dependent Variabel: Persepsi Perawat Terhadap

Pelayanan Keperawatan Bermutu.

c. Metode Pengumpulan Data

Page 16: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

165

Metode pengumpulan data atau instrument penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau

hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2002). Metode angket merupakan metode

primer dalam penelitian ini.

Peneliti menggunakan jenis angket langsung tertutup, yang mana dalam

angket ini responden menjawab secara langsung atau sendiri pertanyaan yang

telah disediakan alternatif jawabannya, sehingga responden tinggal memilih

jawaban yang paling sesuai dengan dirinya (Arikunto, 2002).

Dalam penyusunan angket digunakan Skala Likert yang sudah

dimodifikasi menjadi empat kategori jawaban. Item-item dalam kuisioner ini

dibedakan menjadi item favourable dan unfavourable. Item favourable adalah

item atau pertanyaan yang menunjukkan sikap mendukung, sesuai, perasan puas,

tingkatan tinggi dan sebagainya dari obyek perilaku yang diukur. Sementara item

unfavourable adalah pertanyaan yang menunjukkan sikap tidak mendukung, tidak

sesuai, tingkatan rendah dan sebagainya dari obyek perilaku yang diukur.

Angket dalam penelitian ini ada dua, yaitu angket kelelahan kerja

(Burnout) dan angket persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu.

Kedua angket tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Angket kelelahan kerja (Burnout)

Angket kelelahan kerja ini dibuat dengan menggunakan metode

pengukuran modifikasi skala Likert, dimana indikator item-itemnya didasarkan

pada aspek-aspek kelelahan kerja (Burnout) diambil dari Rosyid (1996), yakni:

1) Kelelahan fisik.

2) Kelelahan emosional.

3) Kelelahan mental.

4) Rendahnya penghargaan terhadap diri.

5) Depersonalisasi.

2) Angket Persepsi Perawat Terhadap Pelayanan Keperawatan Bermutu

Page 17: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

166

Angket persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu ini

dibuat dengan menggunakan metode pengukuran dengan modofikasi skala Likert,

dimana indikator item-itemnya disusun berdasarkan penggabungan antara fungsi

persepsi menurut Mashuri (2003) dengan komponen yang harus dilaksanakan oleh

tim keperawatan dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu menurut

Nurachmah (2001) yaitu:

a. Adanya dorongan untuk bersikap caring ketika harus memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien.

b. Adanya perasaan untuk membentuk hubungan yang terapeutik dengan pasien

.Adanya dorongan untuk berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain.

c. Adanya kemauan untuk memenuhi kebutuhan pasien.

d. Tergerak untuk melakukan kegiatan jaminan mutu (quality assurance).

d. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

a. Uji Validitas Item atau Butir

Untuk mengetahui koefisien korelasi pada masing-masing butir item

menggunakan rumus korelasi Product Moment Karl Pearson yang dikerjakan

melalui bantuan SPSS For Windows Release 12.0.

b. Uji Reliabilitas Angket

Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini dengan menggunakan

pendekatan konsistensi internal yang menggunakan satu bentuk tes yang

dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok subyek (single-trial

administrasion). Pendekatan reliabilitas konsistensi internal bertujuan melihat

konsistensi antar item atau antar bagian dalam tes itu sendiri (Azwar, 2001).

Program komputer SPSS For Windos Release 12.0 memberikan fasilitas untuk

mengukur realibilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a).Suatu konstruk atau

variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha (a) > 0,60).

c. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode Analisa Product Moment dalam

menguji hipotesa. Untuk memperoleh hasil koefisien korelasi Product Moment,

Page 18: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

167

maka dapat menggunakan bantuan program menggunakan program komputer

SPSS versi 12.0. Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi, maka kita harus

melihat tabel korelasi Product Moment Person. Apabila hasil perhitungan

koefisien korelasi > nilai kritis yang relevan dengan taraf signifikansi 0,05%,

berarti koefisien korelasi yang kita amati tersebut signifikan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Uji Hipotesis

Hasil dari analisis data korelasi Product Moment yang telah dilakukan

diperoleh koefisien korelasi (rxy) = 0,301 dan p = 0,022 dengan taraf signifikansi p

< 0,05. Berdasarkan hasil tersebut yang menunjukkan nilai p = 0,022 berada pada

taraf signifikan, hal ini berarti hipotesis nol yang mengatakan bahwa “tidak ada

hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja dengan persepsi perawat

terhadap pelayanan keperawatan bermutu” ditolak, sedangkan untuk hipotesis

alternatif yang mengatakan bahwa “ada hubungan yang signifikan antara

kelelahan kerja dengan persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan

bermutu” dapat diterima. Dari hasil analisis dengan nilai r = 0,301 dapat diartikan

bahwa terdapat korelasi yang rendah antara kelelahan kerja (X) dengan variabel

persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu (Y). Untuk

mengetahui besarnya sumbangan efektif dari kelelahan kerja maka didapatkan R

Squared = 0,090. Dengan demikian variabel kelelahan kerja memberi sumbangan

efektif sebesar 9 % sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan angka koefisien korelasi (rxy)

sebesar 0,301 dan nilai p = 0,022 atau p < 0,05 artinya hipotesis yang diajukan

diterima, ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja

dengan persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu di Unit Rawat

Inap RSUD Balung.

Adanya hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja dengan persepsi

perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu, membuktikan bahwa kelelahan

kerja dapat mempengaruhi persepsi perawat dalam menjalankan atau memberikan

Page 19: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

168

pelayanan kepada pasien. Bila stres menyerang individu terus menerus dalam

waktu yang cukup lama dan individu itu tidak dapat mengatasinya maka akan

timbul gejala melemahnya fisik dan psikis. Menurut teori yang dikembangkan

oleh Hans Selye (1997) tubuh manusia tidak dapat secara cepat membangun

kemampuan untuk mengatasi stres, akibatnya individu mengalami kelelahan fisik

dan psikis dalam usahanya melawan stres itu. Kondisi seperti ini disebut burnout

yaitu kelelahan emosi yang berlebihan, merasa terpisah dari pekerjaan, dan

merasa tidak mampu mencapai tujuan.

Kondisi fisik dan psikis yang buruk akan berdampak pada bagaimana para

perawat tersebut memaknai, menilai atau memberikan kesan dalam memberikan

pelayanan keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan standar dan kualitas

yang diharapkan rumah sakit. Dari proses pemberian nilai atau kesan tersebut

akan membentuk sikap dan pandangan perawat dalam menjalankan tugasnya. Jika

tugas tersebut dinilai positif maka perawat tersebut akan melaksanakannya sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan dan berupaya semaksimal mungkin sehingga

pasien merasa puas dan harapannya terhadap rumah sakit akan terpenuhi. Begitu

pula sebaliknya, jika perawat menilai tugas tersebut hanya sebagai rutinitas yang

membosankan maka perawat tersebut akan cenderung bekerja asal-asalan dan

tidak menghiraukan bagaimana kondisi pasien.

Selain itu peneliti juga melakukan analisis sumbangan efektif variabel X

terhadap variabel Y. Dari analisa tersebut didapatkan bahwa kelelahan kerja

memberikan sumbangan efektif sebesar 9% terhadap persepsi perawat terhadap

pelayanan keperawatan bermutu di Unit Rawat Inap RSUD Balung, dengan

demikian sisanya sebesar 91% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan hasil

wawancara peneliti dengan beberapa perawat yang bertugas di unit rawat inap

tersebut bahwa selain faktor kelelahan kerja ada faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi rendahnya persepsi perawat terhadap pelayanan keperawatan

bermutu yaitu, beban kerja, gaji, sistem kerja (shift / jam kerja), promosi jabatan,

kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang kemungkinan memiliki pengaruh

yang cukup besar terhadap kinerja perawat.

Page 20: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

169

Hasil dari wawancara mengenai hal-hal yang mempengaruhi persepsi

perawat terhadap pelayanan keperawatan bermutu tersebut diperkuat oleh teori

yang di kemukakan oleh Canadian Nursing Association (CNA, 2008) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan, yaitu:

1) Kontrol beban kerja.

Jumlah tenaga perawat yang tidak sesuai dengan kapasitas kerja akan

mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat karena apabila

beban kerja tinggi maka ketelitian dan keamanan kerja menjadi menurun

sehingga dapat menyebabkan stres pada perawat.

2) Kepemimpinan dalam keperawatan.

Perawat yang memiliki kepemimpinan juga harus dapat mengkondisikan

lingkungan kerja yang kondusif dan dinamis serta merencanakan

pengembangan karier perawat yang jelas dengan cara aktif memberikan

dukungan untuk pengembangan diri perawat. Seorang pemimpin juga harus

dapat memotivasi perawat menjadi pekerja yang ulet, dan mempunyai

pandangan ke depan sehingga meningkatkan profesionalisme mereka.

3) Kontrol kualitas pelayanan.

Kontrol kualitas pelayanan biasanya dilakukan atau disupervisi oleh perawat

menejer terhadap kinerja perawat bawahannya, hal ini dilakukan dalam rangka

upaya untuk mendeteksi dan mengurangi komponen atau hasil pelayanan

keperawatan yang tidak sesuai dengan standar.

4) Dukungan dan penghargaan.

Sistem dukungan dan penghargaan bagi perawat akan memberikan pengaruh

yang cukup baik bagi kinerja perawat. Lingkungan kerja yang lebih

memprioritaskan pada budaya penghargaan (reward) akan lebih baik

menghasilkan perubahan perilaku perawat bila dibandingkan budaya hukuman

(punishment). Secara psikologis lingkungan kerja yang memuaskan akan

meningkatkan kinerja perawat sehingga akan meningkatkan outcome pasien

(Rogers, 2000).

Page 21: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

170

5) Pengembangan profesi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laschinger et al. (2001), apabila

perawat tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan karier dirinya

maka akan berpengaruh terhadap keinginan perawat untuk melakukan

tindakan yang positif di masa mendatang. Pada bagian lain, ia pun

mengingatkan apabila lingkungan kerja perawat tidak menjanjikan dalam

jangka panjang akan terjadi penurunan kualitas kerja, tidak puas terhadap

pekerjaan, kesehatan fisik dan mental yang melemah. Dalam sistem pelayanan

kesehatan, kinerja perawat merupakan faktor utama dalam pencapaian

outcome pasien yang positif.

6) Inovasi dan kreatifitas.

Keinginan untuk berinovasi dan berkreativitas para perawat merupakan

aktualisasi diri dari keinginan untuk berkembang (need of achievement).

Orang-orang yang seperti itulah yang diharapkan oleh profesi keperawatan

sebagai change agent.

D. SARAN

1. Bagi RSUD Balung

a. Pihak Rumah Sakit agar memberikan program-program pelatihan untuk

kematangan emosi agar para perawat ketika memberikan pelayanan

mampu menanggapi setiap situasi dengan sikap yang profesional.

b. Selain program kematangan emosi juga bisa memberikan program

pendampingan pada perawat dengan mendatangkan perawat senior atau

yang sudah berpengalaman untuk bertukar pendapat dan berdiskusi

tentang bagaimana cara memberikan pelayanan yang berkualitas.

c. Selain hal yang tersebut diatas pihak Rumah Sakit mengadakan

pertemuan bersama seluruh karyawan (perawat dan non-perawat) untuk

menambah keakraban dan keterbukaan agar terjalin hubungan yang

harmonis antara atasan dan bawahan.

Page 22: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

171

2. Bagi Perawat

a. Hendaknya para perawat lebih menyadari tentang profesinya dan secara

ikhlas dan bertanggungjawab dalam upaya memberikan pelayanan dan

asuhan keperawatan, sehingga mutu pelayanan keperawatan berkualitas

sesuai dengan harapan pasien.

b. Selain itu para perawat hendaknya terus belajar tentang cara berinteraksi

sosial yang baik untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan pasien.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengalami banyak keterbatasan

sehingga terdapat banyak kekurangan di berbagai hal. Oleh karena itu bagi

peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian yang serupa ada perlunya

untuk mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini kurang dari seratus.

sampel kecil biasanya membutuhkan biaya yang lebih sedikit dan lebih

mudah diolah tetapi mempunyai kesalahan sampling (sampling error)

yang lebih besar, juga adanya generalisasinya lebih kecil. Untuk itu

diharapkan bagi peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan sampel

dengan jumlah yang lebih dari seratus agar generalisasinya yang diperoleh

akan lebih tinggi kekuatannya.

b. Memperhatikan faktor-faktor lain seperti program promosi jabatan,

program K3 (keselamatan dan keselamatan kerja) sebagai faktor yang

kemungkinan juga berpengaruh.

c. Dalam mengambil data sebaiknya peneliti melakukan wawancara dan

observasi secara langsung terhadap proses pelayanan yang dilakukan oleh

perawat agar data yang diperoleh lebih objektif dan akurat.

Page 23: 5 HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA BURNOUT

172

DAFTAR PUSTAKA Arikunto. (1998). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka cipta. _______. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta. Marzikah, I. (2006). Tingkat Kepuasan Klien Tentang Hak Yang Diterima Dalam

Pelayanan Asuhan Keperawatan Di RSUD Balung Jember. Jember: Universitas Muhammadiyah Jember, Skripsi, tidak diterbitkan.

Mashuri. (2003). Psikologi Kognitif. Jember: Sains. Nawawi, H. (2003). Manajement Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang

Kompetetif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nurachmah. (2001). Asuhan Keperarawatan Bermutu di Rumah Sakit. (Online).

http://bondanmanajemen.blogspot.com. Diakses pada 23 januari 2008. Schuler., Jacson. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad

Ke-21/Edisi 6/Jilid 2. Jakarta: Erlangga.