Click here to load reader
Upload
sumoharjo-la-mpaga
View
339
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
HIDRODINAMIKA SISTEM AKUAKULTUR
SISTEM TEKNOLOGI AKUAKULTUR
JURUSAN BUDIDADAYAN PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS MULAWARMAN
2011
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
HIDRODINAMIKA DALAM SISTEM AKUAKULTUR
I. PENDAHULUAN
Dinamika fluida adalah ilmu yang mempelajari gerakan cairan. Dalam
sistem akuakultur lebih banyak menekankan pada sifat fluida dinamis dari pada
fluida statis, terutama pada akuakultur sistem resirkulasi, di mana air mengalir
secara kontinu atau bergerak sehingga berdampak pada karakteristik fisika dan
kimia, bahkan biologi air yang dibawanya.
Dinamika fluida dalam sistem akuakultur resirkulasi lebih menarik karena
memiliki perbedaan viskositas (kekentalan) antara air yang keluar dari media ikan
dengan air yang masuk karena sudah melalui proses filtrasi. Hal ini
mempengaruhi karakteristik aliran fluida seperti; tekanan pancar, kecepatan alir,
volume air yang dibawa, energi, dll.
Dinamika Fluida saluran tertutup 1
. Karena air bergerak dalam berbagai sistem akuakultur produktif, maka
dinamika fluida merupakan perhatian utama untuk rekayasa akuakultur. deskripsi
aliran fluida berdasarkan pada konsep fisika dasar, yakni :
a. Tipe aliran Fluida
Bila fluida mengalir dalam pipa yang berpenampang A dengan kecepatan
v, aliran atau debit (Q) adalah: Q (m2/s) = A. v
Viskositas
Viskositas atau kekentalan merupakan gesekan yang dimiliki oleh fluida.
Gesekan dapat terjadi antar partikel-partikel zat cair atau gesekan antara zat cair
dengan dinding permukaan tempat zat cair itu berada. Gaya gesekan antar
benda dengan fluida disebut juga gaya stokes. Besarnya gaya gesek tersebut
dirumuskan sebagai berikut :
Fs = 6...r.
Garis Alir
Aliran fluida bisa berupa laminar atau turbulen. Aliran laminar di mana fluida
bergerak dalam arah dan kecepatan yang sama seperti semua elemen lainnya.
Elemen-elemen itu akan membentuk garis arus (stremline) yang bergerak secara 1 FW. Wheaton, 1979. Aquacultural Engineering. John Wiley and Son, Inc. New York. USA
2
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
konstan dan berhubungan satu sama lain. Pusaran arus internal ada di dalam
garis alir dan tidak ada aliran yang merintangi garis alir.
Aliran turbulen adalah ada aliran yang merintangi garis arus, pusaran
internal, dan gerakan elemen lain relatif berhubungan, contohnya; angin
dibelakang mobil yang melaju dan pusaran air. Energi yang hilang lebih tinggi
dibandingkan aliran laminar karena peningkatan friksi internal. Aliran laminar
berupa aliran berkecepatan rendah, diameter pipa yang kecil, dan kekentalan
cairan yang tinggi sedangkan aliran turbulen adalah sebaliknya. Pada umumnya
aplikasi aliran fluida yang digunakan dalam rekayasa akuakultur adalah aliran
turbulen karena kecepatannya yang lebih tinggi akan mengurangi biaya pipa.
Debit (Q) 2
Banyaknya fluida yang mengalir melalui suatu penampang tiap satuan
waktu disebut debit (Q) atau debit adalah volume aliran air per satuan waktu
(m3/s) atau (l/s). Besarnya debit dapat diperoleh dengan persamaan :
=
; = ; atau =
Keterangan :
= Debit fluida (m3/s)A = luas penampang alir (m2)v = laju aliran fluida (m/s)V = volume fluida (m3)t = waktu (s)
b. Konservasi massa
Massa fluida yang yang mengalir dari suatu saluran tertutup harus
melewati saluran yang lain (bagian 1 dan bagian 2). Jika massa yang sama
harus melewati bagian 1 dan kemudian bagian 2, walaupun kedua pipa memiliki
luas penampang berbeda akan memiliki debit air yang sama pada setiap
penampang. maka persamaan yang diterapkan untuk sistem ini adalah
persamaan kontinuitas :
=
Ket.
2 Maryono A, Muth W, Eisenhauer N. 2003. Hidrolika Terapan. Penebar Swadaya Jakarta.
3
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
V = kecepatanA = luas area
= berat spesifik cairan = massa zat : berat jenis air murni
jika berat cairan sama, maka persamaan direduksi menjadi
A1 = luas penampang pipa 1A2 = luas penampang pipa 2V1 = kecepatan alir di pipa 1V2 = kecepatan alir di pipa 2
Contoh :
Diketahui Q1 = 0.5 m3/s =
Diameter pipa A2 = 0.30 m
=
0.5 m3/s = (0.30 m/2)2
0.5 m3/s = (0.0225)
= 22.2 m/s
a. Konservasi energi
Teori Bernoulli
Dalam hukum bejana berhubungan menyatakan bahwa permukaan zat
cair akan sama, namun hukum ini tidak berlaku bagi fluida yang bergerak
Hubungan antara laju, tekanan, dan tinggi fluida ditulis :
4
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
P1 + ½ . v12 + . g.h1 = P2 + ½ . v2
2 + . g.h2
Penerapan humum Bernoulli :
Menentukan kecepatan fluida keluar dan debit air pada tangki bocor
Tabung venturi :
Fluida dalam keadaan mengalir kontinu mempunyai energi tekanan,
energi kinetik (kecepatan) dan energi potensial (kecepatan awal) pada sebarang
titik adalah sama dengan jumlah energi dari berbagai titik.
Konservasi energi menggunakan persamaan yang berguna dalam
menyelesaikan berbagai macam masalah dinamika fluida. Total energi pada
berbagai titik dalama suatu cairan terdiri atas tiga bagian; energi potensial yang
terjadi karena lokasi, energi potensial yang terjadi karena tekanan, dan energi
kinetik karena gerakan fluida itu sendiri.
Pada titik 1 terjadi energi potensial karena lokasi di ketinggian hanya
dipengaruhi tekanan atmosfir sedangkan cairan di mana titik 2 berada
membentuk energi potensial karena tekanan, sehingga tekanan pada poin 2 =
, jika pada titik 2 ada katup, maka tekanan atmosfir diabaikan, dimana =
tinggi cairan di dalam bak.
Tekanan ini dapat membentuk energi potensial, yaitu berat cairan x
tekanan.
5
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
PE = Potential Energy, W = berat cairan
Gerakan cairan membentuk energi kinetik
m = massa, dan v = kecepatan
dari hukum Newton :
, disubtitusikan :
Total energi fluida (Ee) = energi potensial + energi kinetik, sehingga dapat
dihitung sebagai :
Karena energi titik 1 harus sama dengan energi pada titik 2, maka
persamaannya menjadi :
Atau dengan rumus sederhana berikut :3
P1 + P1 + ...................................(1)
M = massa fluida
= rapat jenis fluida
P1, V1, h1 = tekanan, kecepatan, dan tinggi fluida pada bagian 1
P2, V2, h2 = tekanan, kecepatan, dan tinggi fluida pada bagian 2
Seterusnya dalam satuan inggris m dinyatakan dalam sluge, p = lb/ft2,
dalam sludge/ft3.
Persamaan (1) kita bagi dengan m/p sehingga :
......................................................(2)
Persamaan (2) kita bagi dengan mg
.......................................................................(3)
Pers (1) dalam satuan kerja
Pers (2) dalam satuan tekanan
Pers (3) dalam satuan panjang (tinggi)
3 R. Hartati. 2003. Modul Diklat Fisika : Fluida. Program Analisis Kimia dan Teknik Komputer Jaringan. SMKN 13 Bandung
6
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan Bernoulli yang bisa
diterapkan pada aliran yang tidak kehilangan energi baik pada titik 1 maupun titik
2. Namun bagaimanapun, energi fluida sebenarnya hilang karena pergesekan
dengan dinding saluran, jadi persamaan yang lebih praktis adalah :
E
nergi input contohnya pompa yang diletakkan diantara poin 1 dan 2. kehilangan
energi terjadi karena gesekan; saat air masuk melewati bidang pipa di titik 2,
perubahan arah aliran, ketika air meninggalkan saluran, dan perubahan yang
terjadi karena peningkatan air yang hilang.
Minor losses =
Koefisien minor losses untuk beberapa fitting (kran) yang umum
Fitting K
Katub bundar (fully open) 10Katub bersudut (fully open) 5.0Swing check valve (fully open) 2.5Gate valve (fully open) 0.19Close return bend (fully open) 2.2Standard tee 1.8Standard elbow 0.9Medium sweep elbow 0.75Long sweep elbow 0.60Entrance (square-edge) 0.5Entrance (slightly-edge) 0.2Entrance (inward projecting) 0.8
Contoh ; hitung head loss pada 2.54 cm (1 in.) nominal diameter 90o elbow yang
membawa 60 liter air/menit (Q = 1 l/s), diameter pipa inside = 2.54 cm, nominal
diameter 2.43 cm.
Penyelesaian :
1 l/s = 0.001 m3/s =
Kehilangan energi akibat gesekan dengan saluran adalah fungsi dari
kecepatan air, jumlah larutan dalam air, diameter pipa, kekentalan, dan
kekasaran pipa.
7
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
Re (Angka Reynold) = , dimana; v = kecepatan aliran (m/s), d
= diameter pipa (m), = kekentalan kinematis = f (T) (m2/s). Kekasaran Pipa
PVC = 5 x 10-6
Kekentalan kinematis tergantung pada suhu. Jika suhunya (T) = 10 oC, = 1.31 x
10-6.
Untuk saluran berlaku d = 4R =
Sehingga head loss karena gesekan (fricrion factor atau ff) dapat dihitung :
Dimana :
h = head loss karena gesekan pipa,
ff = friction factor
L = panjang pipa
D = diameter pipa
v = kecepatan
g = percepatan grafitasi
Contoh : carilah head loss pada 100 m dengan diameter pipa 7.62 cm (3 in.)
dengan debit 0.6 m3/menit air pada suhu 20oC, internal diameter pipa = 7.37 cm
Penyelesaian :
Q = A
0.6 m3/min =
v = 141.5 m/min
v = 2.36 m/s
Viscositas kinetik air pada suhu 20 oC = 1.1 x 10-1 cm2/s
Re = =
Re = 15.8 x 104
Ff = 0.0198, berdasarkan pada diagram Moody
Maka :
8
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
m head loss
Angka Reynold (Re)
=
Dengan
Dimana I = panjang karakteristik
d = diameter pipa
1.2. Hidrodinamika dalam Sistem Akuakultur
Dalam sistem akuakultur resirkulasi, gerakan air dan gaya-gaya yang
ditimbulkannya (hidrodinamika) sangat penting peranannya dalam
merencanakan instalasi sistem akuakultur yang ingin dibangun. Hal ini terkait
erat dengan pengaturan pola aliran air yang bisa berdampak pada
keseimbangan kualitas air karena sangat menentukan pola aliran limbah nutrien
dan oksigen terlarut dalam sistem.
Beberapa parameter dalam hidrodinamika yang perlu diperhatikan antara
lain ; volume media budidaya (m3 atau l), kekuatan pompa (l/s), kedalaman air
(m), luas alas bak (m2), luas outlet (m2), jarak permukaan air dengan outlet (m),
panjang pipa outlet (m), dan jarak outlet dengan dasar bak (m). Dari parameter-
parameter tersebut dapat dilakukan evaluasi hidrodinamika yang meliputi; debit
(m3/s atau l/s), kecepatan aliran (m/s), gaya (Nm), dan tekanan air (Pa).
Hidrodinamika sistem resirkulasi berhubungan dengan sistem filter yang
digunakan, debit air yang keluar dari media budidaya akan mempengaruhi waktu
tinggal limbah nutrien dalam biofilter sehingga berdampak pada efektifitas dan
9
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
efisiensi kerja biofilter dalam merombak limbah nutrien tersebut menjadi
senyawa-senyawa yang tidak berracun.
Tipe hidrodinamika dalam sistem akuakultur resirkulasi pada umumnya
mengikuti tipe pelimpahan tak sempurna, yakni kondisi aliran air di outlet
dipengaruhi oleh kondisi aliran air dari bagian inlet secara tuntas
Rumusnya :
Dimana : Q = debit; a = luas lubang outlet; b = luas bidang vertikal, =
koefisien pintu outlet (0.5)
Sistem akuakultur resirkulasi dengan biofilter
c. Tinggi Energi (H)
Dalam hukum kekelan energi; di dalam sistem yang tertutup, jumlah
energi potensial dan kinetik selalu konstan.
Total energi (Et) = energi potensial (Ep)+ energi kinetik (Ek)
Jika semua energi berubah dalam tinggi kecepatan dan tidak ada kehilangan
energi, maka dari
10
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
Pada suatu aliran bejana tanpa kehilangan energi, maka tinggi tekanan
total adalah diubah ke tinggi kecepatan
Sehingga
Contoh :
Suatu bak berukuran 49 x 49 x 52 cm dengan lubang outlet di dasar bak
Diketahui :
Kedalaman air (h1) = 52 cm = 0.52 m
Diameter pipa outlet = 1.3 cm = 0.013 m
Tinggi pipa outlet (h2) = 50 cm = 0.5 m
Maka :
Kecepatan aliran air (v) = ; H = h1-h2 =52-50,66 = 1.34 cm = 0.0134 m
v = = 0.51 m/s
Luas dinding bak yang memberikan tekanan adalah (A)
A = 0.49 x 0.0134 = 0.0066 m2
Sehingga debit air (Q) = V x A = 0.51 m/s x 0.0066 m2 = 0.0034 m3/s
3. Perhitungan Hidrodinamika Untuk Trickling Filter4
Perhitungan aliran pada TF di awali dari maksimum pemberian pakan
(kg/hari), biomassa maksimum, volume media budidaya, dan produksi limbah per
kg pakan (Timmons, 2002).
Untuk perhitungan aliran, keseimbangan massa diperlukan untuk
menentukan perbedaan nutrien yang relevan atas target kualitas air yang
diinginkan, maka dari itu asumsi konsentrasi efluen awal per parameter kualitas
air. keadaan awal menandakan belum ada akumulasi (dC/dt = 0) pada
4 EH Edding, A Kamstra, JAJ Verreth, EA Huisman, dan A Klapwijk. 2006. Design and Operation of Trickling Filters in Resirculating Aquaculture. Aquacultural Engineering : A Review 34 : 234 -260
11
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
perhitungan ini diasumsikan bahwa volume air di filter tercampur (mixed)
(Summerfelt dan Vinci, 2004).
Penjelasan konsentrasi metabolit pada efluen media budidaya dalam
suatu sistem resirkulasi adalah konsentrasi metabolit dalam media budidaya
tanpa adanya resirkulasi. Koefisien porposional ini adalah C sebagai suatu
ukuran untuk metabolit karena proses resirkulasi. Faktor akumulasi ini juga dapat
digunakan untuk mebedakan konsentrasi metabolit di outlet media budidaya.
Dengan demikian konsentrasi TAN di dalam media budidaya (Wasteout) dapat
ditentukan dengan cara :
Faktor akumulasi dapat ditentukan berdasarkan fraksi aliran air yang
digunakan kembali (R) dan efisiensi penyisihan TAN/treatment efficiency
(TE)
Tingkat produksi TAN (PTAN)
Konsentrasi TAN di air baru (Wastenew)
Debit air untuk mengontrol akumulasi TAN di media budidaya.
Menurut Timmon et al (2002), akumumulasi TAN tergantung pada
efisiensi perlakuan yang melewati biofilter (CTANout), sedangkan konsentrasi TAN
di efluen biofilter (Ctreatmen out) didasarkan pada konsentrasi efluen media
akuakultur (Ctreatmen in) dan efisiensi perlakuan. Berikut ini, laju aliran TAN yang
melintasi media akuakultur dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Keterangan :
C = konsentrasi limbah di media akuakultur (g/m3)
R = Aliran air yang digunakan kembali (Fraksi air)
12
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
TE = Treatmen efficiency (desimal)
Wasteout = Konsentrasi metabolit di efluen media akuakultur (g/m3)
Pwaste = Produksi metabolit (g/hari)
Qr = Debit air, untuk aliran TAN dalam biofilter (m3/hari)
Wastenew = Konsentrasi limbah di dalam air yang sudah difilter (g/m3)
CTAN,out = Konsentrasi TAN di efluen media akuakultur (g/m3)
CTAN,in = Konsentrasi TAN di influen media akuakultur/air dari filter (g/m3)
CTreatment, Best,TAN= 0
PTAN = Produksi TAN (g/hari)
CTAN,in = Konsentrasi TAN dari efluen media akuakultur (g/m3)
Beberapa pernyataan harus dibuat sehubungan dengan perhitungan
terhadap tingkat pengendalian TAN :
Laju aliran yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan agar sesuai dengan
kebutuhan hidorolik untuk operasi TF.
Konsentrasi TAN yang tinggi di air yang banyak daripada CTAN yang
terjadi pada saat transisi (kinetika penyisihan nitrogen pada ½ orde
reaksi sampai pada 0 orde kinetik) tidak akan menghasilkan penyisihan
TAN yang lebih tinggi
Desain prosedur menurut Losordo, et al (2000) memungkinkan untuk
menurunkan TAN pada perhitungan aliran dan dimensi biofilter karena
nitrifikasi pasif (nitrifikasi di luar biofilter). Namun bagaimanapun, luas
permukaan di media akuakultur dan di dalam pipa relatif kecil
dibandingkan dengan area permukaan yang dimasukkan ke dalam
biofilter dan mudah mendegradasi bahan organik yang masuk dan akan
menghasilkan penyisihan nitrogen yang rendah per m2. penyisihan
nitrogen yang tinggi hanya dapat diharapkan terjadi di dalam pipa yang
menuju media akuakultur (konsentrasi TAN yang tinggi terjadi karena
loading hidrolik yang tinggi dan BOD yang rendah).
Kebutuhan aliran untuk mengontrol parameter kualitas air dihitung untuk
dapat menentukan aliran yang mana yang menjadi faktor pengendali.
4. Dimensi/Ukuran Sebuah Biofilter
Efisiensi penyisihan TAN secara empiris ditentukan oleh; spesies ikan,
pakan yang diberikan, tinggi filter, tipe media filter, Hydraulic surface load,
suspended solids unit dan konsentrasi TAN di influen filter. Seperangkat
13
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
persyaratan ini digunakan untuk membuat desain baru dan sering berfungsi
tanpa masalah. Namun demikian, ketika masalah kualitas air terjadi biasanya
dilakukan pergantian dengan tipe media filter yang baru, mengganti komposisi
pakan, mengganti unit perlakuan yang lebih baik dan murah. Pengaruh dari
pergantian ini harus dapat diprediksi.
Menurut Losordo, et al (2000), ketika konsentrasi influen diketahui pada
TF tertentu, hal ini berdasarkan pada data tinggi filter yang ditetapkan, tipe
media, aliran air di permukaan filter, laju penyisihan TAN, dan suhu. Kebutuhan
atas nitrifikasi di keseluruhan luas permukaan (A) dihitung dari TAN yang masuk
ke TF (PTAN load trickling filter) dan laju nitrifikasi (rTAN, TAN/m2/hari). Volume bioreaktor
(VTF) adalah fungsi dari total luas permukaan (A) dan luas permukaan spesifik (a,
dalam m2/m3) suatu media filter bentuk reaktor tergantung pada hydraulic surface
load (HSL) (m3/ m2/hari).
Namun bagaimanapun, untuk mendapatkan desain TF yang baik, penting
untuk menetapkan hubungan antara parameter operasional dan laju penyisihan
TAN (Gujer dan Boller, 1986) supaya bisa memprediksi efisiensi biofilter dan
menentukan perangkat nilai parameternya. Untuk menentukan laju penyisihan
TAN, hubungan empiris (Liao dan Mayo, 1974) dan pembahasan tentang
kinetika nitrogen dapat digunakan.
4.1. Hubungan Empiris
Liao dan Mayo (1974) menjelaskan bahwa laju penyisihan TAN (NAR,
gTAN/m2/hari) adalah fungsi dari TAN loading rate (AL, gTAN/m2/hari), waktu
14
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
tinggal di dalam media (tm = Vmedia (m3)/void fraction atau debit (m3/jam) : NAR =
0.96 AL tm). Persamaan ini menjadi : NAR/ AL = EA (efisiensi filter) = 0.96 tm.
Pendekatan ini dapat bekerja pada suhu 10-15 ºC, HLS = 86.4–147
m3/m2/day per cross-sectional surface area), pH 7.5-8, media filter 3.5 inchi,
waktu tinggal 0.206-0.46 jam, konsentrasi TAN ≤ 1 g/m3, dan TAN loading rate
maksimum 0.977 g/ m2/hari sebagai akibat loading bahan organik (Wheaton,
1977). Maksimum loading rate terjadi karena kondisi operasional percobaan,
yang mana semua efluen dari media akuakultur dipompa keluar menuju TF dan
sedimentasi terjadi kemudian, hasilnya adalah maksimum load/bahan organik
(yang dinyatakan sebagai BOD atau COD) dan SS. BOD yang tinggi akan
mengurangi kapasitas penyisihan nitrogen.
PROSEDUR DESAIN TRIKLING FILTER
Untuk memulai prosedur desain, fraksi (R) dari aliran air yang digunakan
kembali diasumsikan telah diketahui.
1. menentukan debit air (m3/hari) yang diperlukan untuk kebutuhan oksigen
bagi ikan dan pengendalian TAN. Menentukan konsentrasi TAN yang
masih ditoleransi ikan (Climit.TAN). Jika aliran oksigen sudah dipilih untuk
desain filter, maka konsentrasi aliran TAN yang masuk ke filter harus
dihitung untuk jenis aliran ini.
2. Menentukan faktor akumulasi ammonia (C) akibat resirkulasi
Konsentrasi ammonia di inlet filter
3. Menentukan efisiensi filter (E)
Ket : E = efisiensi filter (dalam desimal); C = faktor akumulasi ammonia; R =
persen resirkulasi (dalam desimal)
4. Menghitung TAN yang masuk ke dalam filter
Total TAN load = Produksi TAN x C
5. Menghitung waktu tinggal air di filter untuk menghilangkan ammonia dari
efisiensi pada suhu tertentu
15
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
E = efisiensi filter (%); tm = waktu tinggal filter (jam); T = suhu (ºC)
6. Menghitung volume filter
Vf = volume filter (m3); Q = debit (m3/hari); RT = waktu tinggal (jam)
7. Menghitung luas permukaan filter (A, m2)
8. Menguji apakan TAN di filter outlet kurang dari 0.977 g/m2/hari
9. Menentukan dimensi filter.
16
Sumoharjo, S.Pi., M.Si
HIDRODINAMIKA BAK/KOLAM IKAN5
Desain bak/kolam ikan sangat mempengaruhi hidrodinamika yang terjadi
selama operasional bak/kolam, di mana hidrodinamika tersebut akan sangat
mempengaruhi; volume mati, kelarutan metabolit, pergerakan dan tingkah laku
ikan, penyebaran pakan, manajemen kualitas air dan kesehatan ikan, kesehatan
dan serangan penyakit ikan (Burley dan Klapsis,1988; Griffiths dan Armstrong,
2000; Odeh et al., 2003; Rasmussen et al.,2004).
Meskipun peningkatan kepadatan diketahui dapat menaikkan produksi
dan keuntungan, namun sangat sedikit pengetahuan tentang dampak kepadatan
ikan terhadap proses percampuran (mixing) di dalam bak/kolam. Sementara itu,
informasi ini merupakan parameter yang sangat penting dalam produksi dan
rekayasa bak/kolam ikan. Lebih jauh, studi tentang pengaruh ikan terhadap
proses pencampuran di dalam bak memberikan hasil yang kontradiksi (Watten
dan Beck, 1987;Watten et al., 2000). Alasan inkonsistensi ini bervariasi, tetapi
sebenarnya merefleksikan kesulitan dalam metodologis, khususnya penggunaan
outlet sebagai satu-satunya titik pengukuran, perbedaaan dalam kepadatan ikan.
5 Lunger, et al. 2006. Fish Stocking Density Impacts Tank Hydrodynamics. J. Aquaculture 254 : 370-375
17