26
Sistem Proyeksi proyeksi Polieder, mercator, Transverse Mercator dan Universal Transverse Mercator.

3. SISTEM PROYEKSI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3. SISTEM PROYEKSI

Sistem Proyeksi

proyeksi Polieder, mercator, Transverse Mercator dan

Universal Transverse Mercator.

Page 2: 3. SISTEM PROYEKSI

Polyeder

• Kerucut

• Konform

• Normal

• Tangent

Page 3: 3. SISTEM PROYEKSI

• Daerah yang akan dibuat petanya dibagi dalam daerah-daerah kecil yang dibatasi oleh garis garis parallel dan meridian.

• Di Indonesia, setiap daerah kecil tersebut berukuiran 20’ X 20’ atau sekitar 36 km X 36 km.

• Tiap daerah kecil ini merupakan satuan proyeksi sendiri yang dinamakan bagian derajat. Sebagian bidang proyeksi diambil bidang kerucut untuk tiap tiap bagian derajat yang menyinggung permukaan bumi (ellipsoid) pada garis parallel tengah bagian derajat itu.

Page 4: 3. SISTEM PROYEKSI

• Titik Origin salib sumbu diambil dari titik perpotongan garis parallel tengah dan garis meridian tengah. Garis garis parallel diproyeksikan sebagai busur busur lingkaran yang mempunyai titik pusat di titik puncak kerucut. Garis parallel tengah diproyeksikan ekuidistan, sedang proyeksi garis garis parallel lainnya dibuat sedemikian rupa sehingga proyeksi poleyder menjadi konform.

Page 5: 3. SISTEM PROYEKSI

• Wilayah Indonesia dibagi dalam 139 X 11 bagian derajat. Bidang kerucut menyinggung pada garis parallel tengah (parallel standard, k=1)

• Meridian meridian akan tergambar sebagai garis lurus yang konvergen kea rah kutub. Untuk daerah di utara ekuator, konvergen ke kutub utara. Untuk daerah yang ada di sebelah selatan konvergen ke kutub selatan.

Page 6: 3. SISTEM PROYEKSI
Page 7: 3. SISTEM PROYEKSI

• Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis paralel standar (0) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya (0).

Page 8: 3. SISTEM PROYEKSI

• Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :

• Paralel standar : dimulai dari I (0=650 LU) sampai LI (0=1050 LS)

• Meridian standar : dimulai dari 1 (0=1150 Bj) sampai 96 (0=1950 tj)

• Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta (jakarta=10648 27,79 BT)

Page 9: 3. SISTEM PROYEKSI

20

200, 0

Paralel standar

Meridian standar Standar

Bagian Derajat Proyeksi Polieder

Page 10: 3. SISTEM PROYEKSI

• Keuntungan:Untuk daerah yang terletak dalam satu bagian derajat (20’ X 20’)

perubahan jarak dan sudut praktis tidak ada, sehingga proyeksi seperti ini baik untuk peta peta teknis berskala besar dan peta peta topografi

• Kerugian:Jika daerah yang dipetakan lebih luas dari 20’ X 20’, maka harus

selalu pindah bagian derajat atau pindah stelsel koordinat yang memerlukan hitungan

Grid grid dinyatakan dalam kilometer fiktif sehingga kurang praktis. Untuk tiap pulau besar ada stelsel penomeran grid tersendiri, hal ini akan membingungkan

Kurang praktis untuk penggambaran peta-peta skala 1: 250.000 atau yang lebih kecil lagi, karena akan terdiri dari banyak bagian derajat

Kondisi konvergensi meridian yang belum diperhitungkan dapat menyebabkan kesalahan arah maksimum 15 m untuk jarak 15 km

Page 11: 3. SISTEM PROYEKSI

. Mercator

• Silinder• Konform• Meridian tergambar sebagai garis lurus yang berjarak

sama• Parallel tergambar sebagai garis lurus yang berjarak

tidak sama, makin dekat dengan ekuator jarak antara parallel makin kecil

• Skala benar sepanjang ekuator• Loxodrome tergambar sebagai garis lurus• Kutub tergambar di takterhingga, distorsi besar di

kutub• Digunakan untuk navigasi

Page 12: 3. SISTEM PROYEKSI

Transverse Mercator

• Pada proyeksi ini secara geometris silindernya menyinggung bola bumi pada sebuah meridian yang disebut dengan meridian central (meridian tengah).EkuatorMeridian SentralGambar 8.3 Proyeksi Transverse Mercator

• Pada meridian tengah, factor skala (k)=1 (tidak ada distorsi). Semakin jauh posisi meridian dari meridian tengah akan menyebabkan perbesarannya semakin bertambah.

Page 13: 3. SISTEM PROYEKSI
Page 14: 3. SISTEM PROYEKSI

Geometric Transverse Mercator

Page 15: 3. SISTEM PROYEKSI

• Perbesaran sepanjang parallel akan semakin besar jika parallel mendekati ekuator. Dengan adanya distorsi makin besar maka cara yang ditempuh untuk melakukan minimalisasi distorsi adalah dengan membagi daerah dalam zone yang sempit. Lebar zone pada proyeksi ini 30. jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam satu silinder.

Page 16: 3. SISTEM PROYEKSI

Faktor Perbesaran Pada Transverse Mercator

Page 17: 3. SISTEM PROYEKSI

Proyeksi TM-3 Proyeksi TM-3 adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki

sifat-sifat khusus.Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi TM-3 adalah :• Proyeksi : Transverse Mercator dengan

lebar zone 3.• Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian senral dari tiap zone• Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator• Satuan : Meter• Absis Semu (T) : 200.000 meter + X• Ordinat Semu (U) : 1.500.000 meter + Y• Faktor skala : 0,9999 (pada Meridian sentral)• Penomoran zone : Dimulai dengan zone 46.2 dari 93

BT s/d 96 BT, zone 47.1 dari 96 BT s/d 99 BT, zone 47.2 dari 99 BT s/d 102 BT, zone 48.1 dari 102 BT s/d 105 BT dan seterusnya sampai zone 54.1 dari 138 BT s/d 141 BT

• Batas Lintang : 6 LU dan 11 LS

Page 18: 3. SISTEM PROYEKSI

Nomor Zone Meridian SentralMeridian Batas

Barat Timur

46.2 9430 93 96

47.1 9730 96 99

47.2 10030 99 102

48.1 10330 102 105

48.2 10630 105 108

49.1 10930 108 111

49.2 11230 111 114

50.1 11530 114 117

50.2 11830 117 120

51.1 12130 120 123

51.2 12430 123 126

52.1 12730 126 129

52.2 13030 129 132

53.1 13330 132 135

53.2 13630 135 138

54.1 13930 138 141

Daftar Zone Proyeksi TM-3 untuk Wilayah Indonesia

Page 19: 3. SISTEM PROYEKSI

Universal Transverse Mercator

• Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat khusus.

• Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :• Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebar zone 6.• Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian senral dari tiap zone• Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator• Satuan : Meter• Absis Semu (T) : 500.000 meter pada Meridian sentral• Ordinat Semu (U) : 0 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Utara• 10.000.000 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Selatan• Faktor skala : 0,9996 (pada Meridian sentral)• Penomoran zone : Dimulai dengan zone 1 dari 180 BB s/d 174

BB,Tzone 2 dari 174 BB s/d 168 BB, dan seterusnya sampai zone 60 yaitu dari 174 B s/d 180 BT.

• Batas Lintang : 84 LU dan 80 LS dengan lebar lintang untuk masing-masing zone adalah 8, kecuali untuk bagian lintang X yaitu 12.

• Penomoran bagian derajat lintang : Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X (notasi huruf I dan O tidak digunakan).

Page 20: 3. SISTEM PROYEKSI

• Proyeksi UTM hampir sama dengan proyeksi TM, Perbedaan yang ada adalah:

• Bidang silinder akan memotong bola bumi di dua buah meridian, yang

• disebut meridian standar. • Lebar zone =60, jadi ada 60 Zone• Setiap zone memiliki meridian tengah

sendiri• Perbesaran di meridian tengah=0,9996

Page 21: 3. SISTEM PROYEKSI

Daftar Zone Proyeksi UTM untuk Wilayah Indonesia

Nomor Zone Meridian Sentral

Meridian Batas

Barat Timur

46 93 90 96

47 99 96 103

48 105 102 108

49 111 108 114

50 117 114 120

51 123 120 126

52 129 126 132

53 135 132 138

54 141 138 144

Page 22: 3. SISTEM PROYEKSI

Sistem koordinat,

• Untuk menghindari koordinat negative pada proyeksi UTM setiap meridian tengah di dalam setiap zone diberi harga 500.000m Timur. Untuk perhitungan ke arah utara, ekuator diberi harga 0 m Utara, sedangkan untuk perhitungan kea rah selatan, Ekuator diberi harga 10.000.000 Utara.

Page 23: 3. SISTEM PROYEKSI

500.

000

Tim

ur

400.

000

Tim

ur

600.

000

Tim

ur

300.

000

Tim

ur

700.

000

Tim

ur

20.000 m Utara

9.800.000 m Utara

9.900.000 m Utara

10.000.000 m Utara

10.000 m Utara

0 m UtaraEkuator

Sistem Koordinat UTM

Page 24: 3. SISTEM PROYEKSI
Page 25: 3. SISTEM PROYEKSI

• Kelebihan Proyeksi UTM:• Proyeksinya simetris untuk setiap wilayah

dengan bujur 60• Transformasi koordiant dari zone ke zone

dapat dikerjakan dengan rumus • yang sama untuk setiap zone di seluruh

dunia• distrorsi antara – 40 cm / 1000m dan + 70

cm/1000m

Page 26: 3. SISTEM PROYEKSI

Dasar Pemilihan Bidang Proyeksi Peta

– Pemetaan topografi suatu wilayah memanjang dengan arah barat-timur, umumnya menggunakan proyeksi kerucut, normal, konform, dan menyinggung di titik tengah wilayah yang dipetakan. Proyeksi seperti ini dikenal sebagai proyeksi LAMBERT.

– Pemetaan dengan wilayah yang wilayah memanjang dengan arah utara-selatan, umumnya menggunakan proyeksi silinder, transversal, konform, dan menyinggung meridian yang berada tepat di tengah wilayah pemetaan tersebut. Proyeksi ini dikenal dengan proyeksi Tranverse Mercator (TM) atau Universal Tranverse Mercator (UTM).

– Pemetaan wilayah di sekitar kutub, umumnya menggunakan proyeksi azimuthal, normal, konform. Proyeksi ini dikenal sebagai proyeksi stereografis.