Upload
ririafitriani
View
10
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BAB 2 susut so far
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Umum
Menurut Stevenson (1996:1) “Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga
bagian utama: pusat pembangkit listrik, saluran transmisi, dan sistem distribusi”.
Gambar 1. Diagram satu garis sistem tenaga listrik
Tenaga listrik yang dibangkitkan oleh pusat-pusat pembangkit listrik
disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan
tegangannya oleh transformator step-up yang ada pada pusat pembangkit. Dari
saluran transmisi kemudian disalurkan ke Gardu Induk (GI) untuk diturunkan
tegangannya melalui transformator step-down. Tenaga listrik diturukan lagi
tegangannya dalam gardu-gardu distribusi yang selanjutnya akan disalurkan ke
konsumen melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR).
Menurut Marsudi (2005:151) “Sistem interkoneksi adalah sistem tenaga listrik
yang terdiri dari beberapa pusat listrik dan gardu induk (GI) yang
diinterkoneksikan (dihubungkan satu sama lain) melalui saluran transmisi dan
melayani beban yang ada pada seluruh Gardu Induk (GI)”.
6
Berdasarkan pengertian sistem interkoneksi di atas, tentu diperlukan
koordinasi yang baik untuk mencapai biaya pembangkitan minimum, dengan tetap
memperhatikan keandalan dan mutu. Sebab unsur-unsur yang terkait dalam suatu
sistem interkoneksi yaitu pusat listrik dan Gardu Induk (GI), akan mempengaruhi
sistem secara keseluruhan. Koordinasi yang baik dalam sistem interkoneksi,
dilakukan oleh Pusat Pengatur Beban (P2B).
Marsudi (2005:152) menyatakan bahwa:
Pembangkitan dalam sistem interkoneksi merupakan pembangkitan terpadu dari semua pusat listrik yang ada dalam sistem pembagian beban antara pusat-pusat listrik pada sistem interkoneksi yang menghasilkan aliran daya dalam saluran transmisi dan juga menghasilkan profil tegangan dalam sistem. Keseluruhan sistem harus dijaga agar tegangan, arus, dan dayanya masih terdapat dalam batas-batas yang diizinkan.
Karena salah satu parameter keandalan dan stabilitas sistem kelistrikan adalah
kestabilan tegangan, maka perlu dilakukan pengaturan yang baik. Tegangan
diatur dengan pengaturan daya reaktif. Pada setiap bagian sistem, tegangan tidak
memiliki nilai yang sama. Sehingga dalam hal mempertahankan kualitas dan mutu
tegangan, pembangkitan daya reaktif harus memperhatikan tempat. Daya reaktif
tidak hanya dapat dibangkitkan oleh generator, tetapi juga dapat dibangkitkan oleh
kapasitor atau reaktor. Pemasangan kapasitor di daerah pusat beban dapat
mencegah penarikan daya reaktif dari pusat pembangkit dengan jarak yang jauh.
B. Representasi Sistem Tenaga Listrik
Untuk mengakaji aliran daya dari suatu sistem maka terlebih dahulu
direpresentasikan melalui diagram satu garis (single line diagram). Menurut
7
Harun (2011), “Diagram satu garis adalah diagram elektrik yang disederhanakan
untuk menggambarkan sebuah sistem tenaga listrik.” Untuk itu di butuhkan data-
data yang berkaitan dengan komponen-komponen yang terdapat pada diagram
satu garis. Data-data yang dibutuhkan untuk menganalisa aliran daya adalah
sebagai berikut:
1. Pembangkit (Generator Sinkron)
Generator sinkron umumnya dihubungkan langsung pada rel atau melalui
transformator daya. Data generator berupa kapasitas daya aktif (P) dalam
satuan Megawatt (MW) dan reaktif (Q) dalam satuan Megavolt Ampere
(MVA) , tegangan terminal (V) dalam satuan Kilovolt (KV) dan reaktansi
sinkron (X) dalam satuan Ohm (Ω).
2. Transformator Daya
Data ini berupa kapasitas tiap trafo dalam satuan Megavolt Ampere
(MVA), tegangan (V) dalam satuan Kilovolt (KV) dan reaktansi bocor (X)
dalam satuan Ohm (Ω).
3. Saluran Transmisi
Data saluran transmisi yaitu resistansi (R) dalam ohm (Ω) dan reaktansi
(X) dalam ohm (Ω). Untuk keperluan analisa dan perhitungan maka diagram
pengganti saluran transmisi dibagi dalam 3 kelas berdasarkan panjang saluran,
yaitu:
a. Saluran pendek (<80 km)
8
b. Saluran menengah (80-250 km)
c. Saluran Panjang (>250 km)
4. Beban
Beban dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu: beban statik dan beban
berputar. Beban statik dan beban berputar biasanya direpresentasikan sebagai
impedansi konstan Z atau sebagai daya konstan P dan Q, tergantung dari alat
hitung yang digunakan. Data ini berupa data daya aktif (P) dalam Megawatt
(MW) dan daya reaktif (Q) dalam satuan Megavolt Ampere (MVA).
Menurut Afrianita dan Laksono (2007), ada tiga cara merepresentasikan
beban dalam sistem tenaga listrik, yaitu sebagai berikut:
a. Beban direpresentasikan sebagai daya konstan
Di sini daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR) dianggap konstan.
Representasi ini dipakai untuk studi aliran beban.
b. Beban direpresentasikan sebagai arus konstan
Dalam hal ini arus beban dihitung sebagai berikut:
I=P− jQV ¿ =I< (θ−φ ) (1)
dimana:
I = Arus konstan
P = Daya aktif
Q = Daya reaktif
V = Tegangan
θ = …
9
φ = …
Besaran skalar (magnitude) dari arus I dijaga agar tetap konstan.
c. Beban direpresentasikan sebagai impedansi konstan
Kondisi ini sering dipakai untuk merepresentasikan beban dalam studi
stabilitas. Bila daya nyata (MW) dan reaktif (MVAR) diasumsikan
diketahui dan menjaga agar besarnya (magnitude) tetap konstan maka
impedansi (Z) dapat dihitung sebagai berikut:
Z=VI= V 2
P− jQ (2)
C. Aliran Daya
Menurut Sawai (2008), “Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah
menghitung besaran Vdan sudut fasa tegangan δ pada setiap GI pada kondisi
tunak dan ketiga fasa seimbang.” Pengkajian aliran daya akan memberikan
informasi mengenai beban saluran transmisi di sistem, tegangan di setiap lokasi,
daya aktif dan daya reaktif di berbagai titik pada sistem, serta besarnya sudut fasa
setiap bus dalam sistem. Hasil pengkajian tersebut akan sangat berguna dalam
perencanaan dan perancangan ekspansi sistem tenaga dan juga menentukan
operasi sistem yang paling efisien. Selanjutnya menurut Stevenson (1996:332),
terdapat tiga tipe bus dalam menganalisa aliran daya, yaitu:
1. Load Bus
10
Setiap rel yang tidak memiliki generator disebut dengan load bus. Pada rel
ini daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) diketahui sehingga sering juga disebut
bus PQ. Daya aktif dan reaktif yang dicatu ke dalam sistem tenaga
mempunyai nilai positif, sementara daya aktif dan reaktif yang di konsumsi
bernilai negatif. Besaran yang dapat dihitung pada rel ini adalah magnitude
tegangan dan sudut fasa.
2. Voltage Control Bus
Voltage control bus yaitu bus dengan besar tegangan konstan, sedangkan
besaran lain yang diketahui adalah daya aktif (P) dan tegangan (V). Bus tipe
ini sering disebut PV bus.
3. Swing atau Slack bus
Swing atau Slack bus berfungsi untuk menyuplai kekurangan daya aktif
(P) dan daya reaktif (Q) dalam sistem. Ciri khas dari bus ini adalah magnitude
tegangan dan sudutnya diketahui, jadi dapat digunakan sebagai referensi.
Setiap sistem tenaga listrik hanya terdapat 1 bus referensi, yaitu bus yang
didalamnya terdapat pembangkit atau generator yang memiliki kapasitas
terbesar di antara pembangkit yang lain di dalam sistem.
D. Metode Newton-Raphson untuk Aliran Daya
Untuk memudahkan perhitungan manual yang akan memakan waktu
penyelesaian yang sangat lama, maka dalam perhitungan aliran daya dapat
dilakukan dengan komputerisasi. Salah satu metode yang digunakan dalam
perhitungan aliran daya adalah metode Newton-Raphson. Metode ini secara luas 11
digunakan dalam perhitungan masalah sistem tenaga yang tidak linear, selain itu
untuk menghitung aliran daya sistem tenaga listrik berskala besar metode ini lebih
efisien dan praktis, dimana jumlah iterasi yang dibutuhkan untuk perhitungan
lebih sedikit jika dibandingkan dengan metode lainnya.
Salah satu software yang banyak digunakan dalam sistem tenaga listrik baik
berupa perancangan maupun analisis aliran daya adalah software DIgSilent Power
Factory. Software ini menggunakan metode Newton-Raphson sebagai metode
analisisnya.
E. Susut Transmisi
1. Definisi Susut Transmisi
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 431/KMK.06/2002,
mendefinisikan bahwa “Susut (losses) adalah sejumlah energi yang hilang dalam
proses pengaliran energi listrik mulai dari gardu induk sampai dengan konsumen.
Apabila tidak terdapat gardu induk, susut (losses) dimulai dari gardu distribusi sampai
dengan konsumen”. (Jauhari,2013:2)
Sementara itu, menurut Keputusan Direksi PT PLN (Persero)
No.217-1.K/DIR/2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Neraca Energi
(Kwh) , “Jenis susut (losses) energi listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
berdasarkan sifatnya, Susut teknis dan non teknis 2. Berdasarkan tempat
terjadinya, Susut transmisi dan susut distribusi”. (Jauhari, 2013:2)
1. Berdasarkan sifatnya
12
a. Susut teknis, yaitu hilangnya energi listrik yang dibangkitkan pada saat
disalurkan karena berubah terjadi energi panas. Susut teknis ini tidak
dapat dihilangkan (fenomena alam).
b. Susut non teknis, yaitu hilang energi listrik yang dikonsumsi pelanggan
maupun non pelanggan karena tidak tercatat dalam penjualan.
2. Berdasarkan tempat terjadinya :
a. Susut transmisi, yaitu hilangnya energi listrik yang di bangkitkan pada
saat disalurkan melalui jaringan transmisi ke Gardu Induk.
b. Susut distribusi, yaitu hilangnya energi listrik yang didistribusikan dari
Gardu Induk melalui jaringan distribusi ke pelanggan.
2. Perhitungan Susut Transmisi
Gambar di bawah ini dapat membantu untuk memahami prinsip-prinsip
yang digunkan dalam menyatakan susut (losses) sebagai fungsi keluaran dari
stasiun-stasiun.
Gambar 3. Suatu sistem sederhana yang menghubungkan dua stasiun
pembangkit pada sebuah beban13
Jika resistansi saluran a, b dan c dinyatakan secara beruturut-berturut sebagai
Ra, Rb dan Rc, maka kehilangan daya total untuk sistem transmisi tiga fasa
dinyatakan sebagai berikut (sumber rumus):
PL=3¿ I 1∨¿2 Ra+3¿ I 2∨¿2 Rb+3¿ I 1+ I 2∨¿2 Rc¿¿¿ (3)
Jika diasumsikan I1 dan I2 sefasa,
|I 1+ I2|=|I 1|+¿ I 2∨¿ (4)
Maka diperolah penyederhanaan dari daya total yang hilang sebagai berikut:
PL=3|I 1|2(Ra+Rc)+3¿ I2∨¿2(R¿¿b+Rc)+3×2∨I1∨¿∨I 2∨Rc ¿¿ (5)
dimana:
PL : daya total yang hilang pada saluran transmisi
Ra : Hambatan saluran a
Rb : Hambatan saluran b
Rc : Hambatan saluran c
¿ I 1∨¿P1
√3|V 1|p f 1
(6)
dan
¿ I 2∨¿P2
√3|V 2|p f 2
(7)
14
Subtitusikan persamaan (6) dan (7) ke dalam persamaan (5) maka diperoleh
persamaan sebagai berikut:
PL=P12 Ra+Rc
|V 1|2( p f ¿¿1)2+2 P1 P2
Rc
|V 1||V 2|( p f ¿¿1)( p f ¿¿2)+P22 Rb+Rc
|V 2|2( p f ¿¿2)2 ¿
¿¿¿
¿ P12 B11+2 P1 P2 B12+P2
2 B22 (8)
dimana:
P1 dan P2 : Daya keluaran tiga fasa stasiun 1 dan stasiun 2
V1 danV2 : Tegangan rel stasiun 1 dan stasiun 2
pf1 dan pf2 : Faktor daya pada stasiun 1 dan stasiun 2
B : Koefisien kehilangan daya
PT PLN (Persero) dapat menghitung susut (losses) energi listrik dengan cara
membandingkan antara energi listrik yang tersedia dengan energi yang terjual,
sehingga rasio susut dapat dihitung secara singkat dengan formula (Statistik PLN
2013) :
Susut=BiayaTTL+PembelianTLkW h Beli
x kW h Susut (9)
dimana:
Biaya TTL : Biaya Transfer Tenaga Listrik
Pembelian TL : Pembelian Tenaga Listrik
kWh Susut : Nilai Kehilangan Energi
15
kWh Beli : Jumlah energi yang tersedia
Selain itu untuk mengetahui presentase (%) susut (losses) kWh dapat dihitung
secara singkat dengan menggunakan formula sebagai berikut (statistik PLN
2011:vi):
Susut %= ΣkWh hilang di jaringan transmisi−ΣkWh hilang di jaringan distribusiΣkWh produksinetto
x100 %
(10)
dimana:
kWh produksi netto = Jumlah kWh produksi sendiri dari pembangkit yang ada
pada satuan PLN yang bersangkutan, ditambah kWh yang diterima dari satuan
PLN lain, ditambah kWh pembelian dari luar PLN dan sewa genset (jika ada),
dikurangi pemakaian sendiri sentral.
kWh hilang di jaringan transmisi (susut transmisi) = kWh produksi netto,
dikurangi kWh pemakaian sendiri gardu induk, dikurangi kWh yang dikirimkan
ke satuan unit PLN lain dan luar PLN, dikurangi kWh yang dikirimkan ke
distribusi.
kWh hilang di jaringan distribusi (susut distribusi) =, adalah kWh yang
dikirimkan ke distribusi, dikurangi kWh pemakaian sendiri gardu distribusi,
dikurangi kWh terjual.
Apabila hasil perhitungan susut (losses) diatas 10%, maka selisih lebih susut
(losses) tersebut diperhitungkan sebagai penambahan volume penjualan tenaga
listrik dan pengurangan subsidi listrik dari pemerintah kepada PT PLN (Persero).
16
Berdasarkan perhitungan di atas, susut (losses) adalah suatu bentuk kehilangan
energi listrik yang berasal dari selisih sejumlah energi listrik yang tersedia dengan
sejumlah energi listrik yang terjual. Susut (losses) disebut juga suatu bentuk
kehilangan energi listrik, kehilangan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama
faktor administrasi sendiri yakni dengan adanya kebocoran energi dalam
perjalanan menuju konsumen sehingga energi menyusut dan berkurang dengan
tanpa penggunaan terlebih dahulu. Yang kedua adalah suatu bentuk kehilangan
yang sengaja dilakukan yaitu dalam bentuk pencurian energi listrik.
Namun secara umum energi listrik atau daya listrik yang hilang pada kawat
transmisi jarak jauh dapat dihitung dengan persamaan energi dan daya listrik
sebagai berikut ( sumber rumus):
W L=I2 R t (11)
dan
PL=I 2 R (12)
dimana:
W : Energi yang hilang (joule)
I : Kuat arus (ampere)
R : Hambatan (ohm)
t : Waktu (detik)
17