13
LAPORAN STUDI KASUS 2015 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Komponen Struktural Bangunan Gedung Komponen struktural pada bangunan gedung direncanakan untuk memikul gaya atau beban yang terjadi, salah satunya adalah gaya gempa pada bangunan tersebut. Komponen struktural pemikul beban atau gaya pada bangunan gedung terdiri dari berbagai jenis elemen, diantaranya adalah : II.1.1. Kolom (Column) Menurut SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, “kolom ( column ) merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melampaui 3 yang digunakan terutama untuk menumpu beban tekan aksial.” Sudarsana dan Yudha (2014) menyatakan bahwa, “kolom merupakan elemen struktur vertikal yang berperan sebagai penyalur beban dari elemen-elemen struktur lainnya seperti balok dan pelat, sehingga integritas struktur secara keseluruhan dapat dipertahankan. Oleh karena itu, kekakuan kolom sangat menentukan perilaku struktur secara keseluruhan dalam memikul beban-beban horizontal seperti beban gempa dan angin.” “Pada SRPMK, SNI 2847:2013 pasal 21.6.1 mensyaratkan dimensi kolom ditentukan dengan rasio sisi penampang terpendek dan terpanjang adalah minimal 0,4 dengan lebar minimum 300 mm. Namun dilapangan sering dijumpai penggunaan kolom dengan penampang pipih dengan TRIADI BAGUS GUMILAR D-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

3.BAB II (SK)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Studi Kasus-Triadi Bagus G

Citation preview

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Komponen Struktural Bangunan Gedung

Komponen struktural pada bangunan gedung direncanakan untuk memikul gaya atau beban yang terjadi, salah satunya adalah gaya gempa pada bangunan tersebut. Komponen struktural pemikul beban atau gaya pada bangunan gedung terdiri dari berbagai jenis elemen, diantaranya adalah :

II.1.1. Kolom (Column)

Menurut SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, “kolom (column) merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melampaui 3 yang digunakan terutama untuk menumpu beban tekan aksial.”

Sudarsana dan Yudha (2014) menyatakan bahwa, “kolom merupakan elemen struktur vertikal yang berperan sebagai penyalur beban dari elemen-elemen struktur lainnya seperti balok dan pelat, sehingga integritas struktur secara keseluruhan dapat dipertahankan. Oleh karena itu, kekakuan kolom sangat menentukan perilaku struktur secara keseluruhan dalam memikul beban-beban horizontal seperti beban gempa dan angin.”

“Pada SRPMK, SNI 2847:2013 pasal 21.6.1 mensyaratkan dimensi kolom ditentukan dengan rasio sisi penampang terpendek dan terpanjang adalah minimal 0,4 dengan lebar minimum 300 mm. Namun dilapangan sering dijumpai penggunaan kolom dengan penampang pipih dengan rasio sisi penampang yang lebih kecil dari 0.4 …. ” (Sudarsana dan Yudha, 2014).

II.1.2. Dinding Struktural (Structural Wall)

Bangunan tahan gempa umumnya menggunakan elemen struktural berupa dinding struktur. Seperti yang dijelaskan dalam SNI 2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung, Dinding struktural merupakan dinding yang diproporsikan untuk menahan kombinasi geser, momen, dan gaya aksial. Pemasangan dinding struktural dengan menggunakan komponen batas (boundary element) sebagai sub-sistem penahan beban lateral dari sistem struktur, dilakukan untuk meningkatkan kinerja struktur bangunan tingkat tinggi. Dinding struktur dipasang untuk menambah kekakuan struktur dan menyerap gaya geser yang besar seiring dengan semakin tingginya struktur.

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

II.2. Peraturan dan Standar Perencanaan

Menurut M. Miftakhur Riza (2013:2) “peraturan dan standar perencanaan pemodelan struktur gedung, terdiri dari :

1) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 1726-2012.

2) Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2013.3) Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987.

II.3. PembebananPembebanan yang dilakukan mengikuti persyaratan SNI 03-1627-1989-F

dan SNI 1726-2012. M. Miftakhur Riza (2013:23) menyatakan bahwa, “pada tahapan pemodelan diperlukan pembebanan untuk mengetahui kekuatan komponen struktural yang kita desain dengan jenis-jenis, sebagai berikut :

1) Beban mati sendiri elemen struktur ( Self Weight )

Beban mati yang merupakan berat sendiri konstruksi (specific gravity) meliputi elemen balok, kolom, shear wall dan plat. Peraturan pembebanan dijelaskan dalam Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1727-1989-F.

2) Beban mati elemen tambahan ( Superimposed Dead Load )

Beban mati elemen tambahan (superimposed dead load) meliputi elemen dinding, keramik, plesteran, plumbing, ME (Mechanical Electrical), dll.

3) Beban hidup ( Live load )

Beban hidup (live load) meliputi beban luasan per m2 yang ditinjau berdasarkan fungsi bangunan. Seperti pada.

4) Beban gempa ( Earth quake )

Didalam SNI 1726-2012, parameter percepatan gempa Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan decimal terhadap percepatan gravitasi. Pada SNI 1726-2012 Gambar 9 dan 10 terdapat peta parameter Ss dan Ss yang dapat dilihat Gambar 2-3 berikut :

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 2. Peta parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) pada kota di Indonesia.

Sumber : SNI-1726-2012 Gambar 9

Gambar 3. Peta parameter S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) pada kota di Indonesia.

Sumber : SNI-1726-2012 Gambar 10

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

II.4. Sistem Struktur

Himawan, dkk (2013) menyatakan bahwa “Sistem penahan gaya lateral dan vertikal dasar harus memenuhi salah satu tipe yang ditunjukan dalam Tabel 9 SNI 1726-2012. Pembagian setiap tipe berdasarkan pada elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya gempa lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem struktur dan batasan ketinggian struktur yang ditunjukan dalam Tabel 9. Koefisien modifikasi respons yang sesuai, R, faktor kuat lebih sistem, Ω0, dan koefisien amplifikasi defleksi, Cd, sebagai mana ditunjukan dalam Tabel 9 harus digunakan dalam penentuan geser dasar, gaya desain elemen, dan simpangan antar lantai tingkat desain.”

Setiap sistem penahan gempa yang dipilih harus dirancang dan didetailkan sesuai dengan persyaratan khusus bagi sistem tersebut yang ditetapkan dalam dokumen acuan yang berlaku, diantaranya adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Ganda (Dual System).

II.4.1. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Himawan, dkk (2013) menyatakan bahwa “pada sistem SRPMK beban lateral khususnya gempa ditransfer melalui mekanisme lentur antara balok dan kolom. Bangunan yang didesain akan runtuh (collapse) setelah mengalami sendi plastis pada seluruh joint (sambungan) antara balok dan kolom. Ciri-ciri pada sistem ini terdapat detailing khusus untuk balok, kolom, joint antara balok dan kolom. Perlu diketahui pada sistem ini bangunan tidak menggunakan dinding geser (struktural)”. Berikut detailing yang harus dipenuhi dalam SRPMK pada SNI 1726-2012 dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :

Gambar 4. Sistem Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen KhususSumber : Aplikasi SNI Gempa 1726-2012 for dummies

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Dalam Tabel 9 SNI 1726-2012 poin C.5. terdapat ketentuan mengenai sistem rangka pemikul momen, khususnya Rangka beton bertulang pemikul momen khusus, terlihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gempaSumber : SNI 1726-2012 Tabel 9

II.4.2. Sistem Ganda (Double System)

Nawar Syraif (2011) menyatakan “Berbeda dengan bangunan tingkat atas yang memiliki jumlah lantai rata-rata 10 hingga 40 lantai, biasanya menggunakan sistem ganda (Dual System) untuk sistem penahan beban gempa. Sistem ini merupakan gabungan antara sistem portal dengan sistem dinding geser (struktural).” Penggabungan dua sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 5. Struktur gabungan frame dengan dinding geserSumber : Kajian pustaka 2014

Sistem ini memiliki kemampuan tinggi memikul gaya geser. Gaya geser dipikul oleh frame pada bagian atas dan dinding geser (struktural) memikul bagian bawah.

Menurut SNI 1726-2012 Tata Cara Perencanaan Ketahan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung pasal 3.49 menyebutkan bahwa, “sistem ganda merupakan sistem struktur dengan rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh sistem rangka pemikul momen dan dinding geser ataupun oleh rangka pemikul momen dan rangka bresing”.

Pada SNI 1726-2012 Tabel 9. disebutkan bahwa Sistem ganda dengan rangka pemikul momen khusus yang mampu menahan paling sedikit 25% gaya gempa yang ditetapkan, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gempa (lanjutan)Sumber : SNI 1726-2012 Tabel 9

II.5. Metode atau Prosedur Analisis Terhadap Gempa

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Respons parameter dari struktur akibat gempa yang terjadi dapat dianalisis diantaranya dengan metode analisis statik ekuivalen. Analisis statik ekuivalen yaitu suatu analisis yang hanya memperhatikan ragam getar mode/ragam pertama. Beban gempa statik ekuivalen adalah penyederhanaan dari perhitungan beban gempa yang sebenarnya, dengan asumsi tanah dasar dianggap tetap (tidak bergetar), sehingga beban gempa diekuivalensikan menjadi beban lateral statik yang bekerja pada pusat massa struktur tiap lantai bangunan. Perhitungan gempa statik ekuivalen dapat dilakukan secara otomatis dan secara manual dengan cara menginput besarmya beban gempa ke pusat massa struktur tiap lantai pada program. Ilustrasi dari perencanaan gempa dengan metode statik ekuivalen ditunjukkan pada Gambar berikut :

Gambar. Ilustrasi dari Analisis Gempa dengan Metode Statik EkuivalenSumber : Muhammad Miftakhur Riza, 2013

II.6. Perilaku Dinamik

Perilaku dinamik yang dihasilkan dari pemodelan diantaranya terdiri dari :

II.6.1. Periode Getar Struktur

Periode getar struktur (T) adalah waktu yang diperlukan untuk menempuh satu putaran lengkap dari suatu getaran ketika terganggu dari posisi keseimbangan

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

statis dan kembali ke posisi aslinya. Periode getar juga sering disebut secara lengkap dengan “periode getar alami struktur” (natural fundamental period), dimana istilah “alami” tersebut digunakan untuk menggambarkan setiap getaran untuk menekankan fakta bahwa hal tersebut merupakan properti alami dari struktur yang bergantung pada massa dan kekakuan yang bergetar secara bebas tanpa adanya gaya luar (Periode Getar Struktur, 2013).

Rezky Mulia (2013) menyatakan “Periode getar struktur (fundamental period) biasa disimbolkan dengan T atau Ta merupakan properti yang sangat penting untuk diketahui dalam proses perancangan struktur. Periode getar strukturlah yang akan menentukan besarnya beban gempa (dan beban angin) yang akan diaplikasikan dalam perancangan struktur (selain faktor-faktor lain seperti nilai R, I, dan lain-lain)”.

Pada analisis dinamik, periode getar diasosiasikan dengan pola goyangan (mode shape). Mode shape yang memiliki frekuensi terendah (periode terpanjang) disebut sebagai mode shape pertama (mode satu atau fundamental mode). Pada analisis dinamik, mode shape pertama yang umumnya diadopsi, artinya struktur dianggap cukup fleksibel dengan lantai-lantai tingkat yang relatif kaku (Widodo, 2001). “Setiap struktur memiliki banyak frekuensi natural yang berhubungan dengan mode shape sebagai degree of freedom (DoF). Dewasa ini analisis untuk mencari mode shape (eigenvalue analysis) dilakukan dengan komputer” (Periode Getar Struktur, 2013).

II.6.2. Gaya Geser Dasar (Base Shear)

“Pengaruh gempa pada struktur bangunan biasanya dimodelkan dengan terjadinya gaya geser yang bekerja pada dasar bangunan yang disebut sebagai gaya geser dasar (base shear)” (Erwinsyah dkk, 2013). Menurut SNI 1726-2012 gaya geser dasar adalah “gaya geser atau lateral total yang terjadi pada tingkat dasar”.

Nawar Syarif (2011) menyatakan bahwa “ pada tumpuan kolom, muncul reaksi gaya geser ... yang jika dijumlahkan besarnya sama dengan V. V ini biasa disebut dengan base shear... Akibat beban V tersebut, terjadi juga displacement di tiap lantai”.

II.6.3. Simpangan Lateral Struktur (Displacement)

FEMA 450-2 (2003) menyebutkan bahwa, “simpangan dikontrol oleh batasan drift (oleh peraturan).” Simpangan adalah perpindahan lateral relatif anatara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

mendatar tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection) (Kuningsih, 2011).

SNI 1726-2012 pasal 7.8.6, 7.9.2, atau 12.1 menyatakan bahwa batasan simpangan antar lantai tingkat desain (∆) seperti ditentukan dalam, tidak boleh melebihi simpangan antar lantai ijin (∆a) seperti didapatkan dari tabel 16 untuk semua tingkat, dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gempa (lanjutan)Sumber : SNI 1726-2012 Tabel 9

Simpangan lateral dari suatu system struktur akibat beban gempa sangat penting dilihat dari tiga pandangan yang berbedea, menurut Farzat Naeim (1989) :

Kestabilan struktur (Structural Stability), Kesempuranaan arsitektural (Architectural Integrity) dan potensi

kerusakan komponen selain struktur, Kenyamana manusia (Human Comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan

setelah bangunan mengalami gempa.

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG

LAPORAN STUDI KASUS 2015JURUSAN TEKNIK SIPILPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Selain itu, Richard N. White (1987) berpendapat bahwa dalam perencanaan bangunan tinggi selalu dipengaruhi oleh pertimbangan lenturan (deflection), bukannya oleh kekuatan (strength).

Menurut Tri W. Kuningsih (2011 ) “simpangan antar tingkat dari suatu titik pada suatu lantai harus ditentukan sebagai simpangan horizontal titik itu, relatif terhadap titik yang sesuai pada lantai yang berada dibawahnya. Perbandingan antar simpangan antar tingkat dan tinggi tingkat yang bersangkutan tidak boleh melebihi 0.005 dengan ketentuan dalam segala hal simpangan tersebut tidak boleh lebih dari 2 cm”. Batasan-batasan yang ditentukan berfungsi untuk menjamin kenyamanan bagi para penghuni gedung agar tidak terganggu dan juga untuk mengurangi momen-momen sekunder yang terjadi akibat penyimpangan garis kerja gaya aksial didalam kolom-kolom (yang lebih dikenal dengan P-delta) (Kuningsih, 2011).

TRIADI BAGUS GUMILARD-IV TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG