Upload
duongkhanh
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan dalam operasi penangkapan
ikan. Unit penangkapan ikan terdiri atas perahu atau kapal penangkapan ikan, alat
penangkapan ikan dan nelayan. Jika satu perahu atau kapal dalam satu tahun operasi
menggunakan dua jenis alat yang berbeda-beda dalam waktu yang berbeda pula,
maka jumlah unit penangkapan dihitung dua. Selain itu, unit penangkapan ikan
diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi jenis alat tangkap yang mengikuti standar
di Indonesia (Ditjen Perikanan Tangkap, 2004).
2.1.1 Alat penangkapan ikan
Berbagai ahli telah melakukan klasifikasi teknik penangkapan ikan. Terdapat
perbedaan pengklasifikasian dari masing-masing ahli karena perbedaan titik
pandang, tujuan dan kondisi perairan. Namun, prinsip dasar dari pengklasifikasian
adalah bagaimana ikan itu tertangkap.
Nomura dan Yamazaki (1975) mengklasifikasikan alat penangkapan ikan
menjadi 9 jenis, yang terdiri dari 7 alat tangkap dikategorikan menggunakan jaring,
1 alat tangkap pancing, dan 1 alat tangkap lainnya. Alat tangkap dan teknik
penangkapan tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Alat tangkap yang memakai jaring (netting gear)
(i) Gil net yaitu semua jenis jaring (surface gill net, mid water gill net, bottom
gill net, dan sweeping gill net) kecuali jaring yang menangkap ikan secara
terbelit.
(ii) Entangle net yaitu jaring yang menangkap ikan secara terbelit misalnya
tuna drift net dan trammel net.
(iii) Towing net, yaitu kelompok jaring yang dalam operasinya ditarik atau
didorong dan berkantong misalnya beach seine, cantrang, trawl.
(iv) Lift net, yaitu semua jenis jaring angkat misalnya floating lift net, bottom lift
net.
(v) Surronding net, yaitu menangkap ikan dengan melingkari gerombolan ikan
dan ikan masuk ke kantong atau kantong bentukan, misalnya purse seine.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
9
(vi) Covering net, yaitu menangkap ikan dengan menutup dari atas, umumnya
dioperasikan di perairan dangkal, misalnya jala lempar, lantern net (net
berbingkai).
(vii) Trap net, yaitu menangkap ikan dengan perangkap. Berdasarkan ukurannya
ada yang kecil, sedang, dan besar, dan berdasarkan posisinya ada yang
portable trap net dan guilding barrier, misalnya jenis-jenis bubu dan sero.
(2) Alat tangkap pancing, yaitu semua jenis alat tangkap pancing, misalnya pole and
line, trolling line, drift line, bottom long line.
(3) Alat penangkapan lainnya, yaitu alat tangkap yang tidak termasuk dalam
kelompok alat tangkap di atas. Alat tangkap tersebut antara lain harpoons dan
spears (menangkap ikan dengan menggunakan panah dan tombak),
menggunakan scoop net, electrical fishing, dan lain-lain.
Von Brandt (1984) telah melakukan klasifikasi teknis penangkapan ikan pada
tahun 1964 menjadi 15 jenis, kemudian berdasarkan atas saran-saran yang masuk
dari berbagai ahli maka pada tahun 1984 klasifikasi berubah menjadi 16 jenis. Ke-16
jenis teknik penangkapan tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Penangkapan ikan dengan tidak menggunakan alat (misalnya menangkap
dengan menggunakan tangan secara langsung).
(2) Penangkapan ikan dengan menjepit dan menggunakan alat untuk melukai
(misalnya dengan tombak).
(3) Penangkapan ikan dengan memabukkan. (secara mekanik dengan melakukan
pemboman, secara kimiawi dilakukan dengan racun dan arus listrik).
(4) Penangkapan ikan dengan menggunakan pancing (semua jenis pancing).
(5) Penangkapan ikan dengan menggunakan perangkap (misalnya sero, bubu).
(6) Penangkapan ikan dengan menggunakan perangkap terapung (digunakan untuk
menangkap ikan-ikan yang sedang melompat).
(7) Bagnets (misalnya dengan scoop net).
(8) Penangkapan dengan menarik alat tangkap (misalnya jenis-jenis trawl).
(9) Seine nets yaitu alat tangkap yang menggunakan sayap kemudian ditarik (seperti pukat pantai atau beach seine)
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
10
(10) Surrounding nets yaitu alat tangkap yang melingkari gerombolan ikan dengan menutup pada bagian tepi dan bagian bawah jaring, (misalnya pada alat tangkap purse seine).
(11) Drive in nets (biasanya alat tangkapnya skala kecil, misalnya jaring yang ditarik dengan tangan untuk menangkap ikan).
(12) Lift nets yaitu semua jenis jaring angkat (misalnya bagan). (13) Falling gear, yaitu alat tangkap yang cara penangkapannya dilakukan dengan
membuang alat dari atas ke bawah (misalnya jala lempar). (14) Gill nets yaitu semua jenis jaring insang (misalnya jaring insang hanyut). (15) Tangle nets yaitu penangkapan dengan alat tangkap jaring, dengan maksud
agar ikan terbelit misalnya jaring listrik. (16) Harvesting machines yaitu semua jenis alat tangkap yang disebutkan di atas
yang semua penanganannya dengan mesin (misalnya fish pump).
Secara umum standar alat tangkap perikanan laut di Indonesia menurut
Ditjen Perikanan Tangkap DKP, (2004) diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Pukat udang (shrimp net)
(2) Pukat kantong (seine net), yang terdiri dari :
(i) Payang (termasuk lampara)
(ii) Dogol
(iii) Pukat pantai
(3) Pukat cincin (purse seine)
(4) Jaring insang (gill net)
(i) Jaring inang hanyut
(ii) Jaring isang lingkar
(iii) Jaring klitik
(iv) Jaring insang tetap
(v) Jaring net
(5) Jaring angkat (lift net)
(i) Bagan perahu/rakit
(ii) Bagan tancap (termasuk kelong)
(iii) Serok
(iv) Jaring angkat lainnya
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
11
(6) Pancing (hook and lines) (i) Rawai tuna (ii) Rawai hanyut lain selain rawai tuna (iii) Rawai tetap (iv) Huhate (v) Pancing yang lain (vi) Pancing tonda
(7) Perangkap (traps) (i) Sero (ii) Jermal (iii) Bubu (iv) Perangkap lainnya
(8) Alat pengumpul kerang dan rumput (shell fish and seaweed collection) (i) Alat pengumpul (ii) Alat pengumpul rumput laut
(9) Muro ami (10) Lain-lain, seperti: jala, tombak, dan lain-lain.
Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan di Kabupaten Lampung
Selatan cukup banyak jenisnya. Dari sekian banyak jenis alat tangkap yang ada,
terdapat 14 (empat belas) unit penangkapan ikan yang masih digunakan, yaitu :
(1) Payang
Menurut klasifikasi Von Brandt (1984), payang termasuk ke dalam kelompok
besar ”Seine Net”, yaitu alat tangkap yang memiliki warp penarik yang sangat
panjang dengan cara melingkari area atau wilayah seluas-luasnya dan kemudian
menariknya ke kapal atau pantai. Seine net telah ditemukan sejak abad ketiga
sebelum Masehi di Phoenicia, Mesir dan Yunani kuno. Bangsa Romawi
menggunakannya dalam kegiatan penangkapan ikan dan menyebarkannya ke daerah
Eropa seiring dengan pendudukan yang dilakukannya.
Alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok payang adalah payang teri atau
tongkol (boat seine), dogol dan pukat pantai (beach seine). Jaring pada payang
terdiri atas kantong, dua sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan
pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut, semakin ke
ujung mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan terkumpul di bagian
kantong ini, semakin kecil ukuran mata jaring, maka akan semakin kecil
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
12
kemungkinan ikan meloloskan diri (Monintja, 1991). Sayap merupakan lembaran
jaring yang disatukan dan berfungsi sebagai penggiring dan pengejut bagi ikan,
sehingga ikan mengarah ke mulut jaring. Sayap terdiri atas sayap kiri dan sayap
kanan, memiliki ukuran mata jaring yang lebih besar dari bagian lainnya
(Monintja, 1991). Tali ris terdiri atas tali ris atas dan tali ris bawah yang berfungsi
untuk merentangkan jaring dan merupakan tempat tali pelampung (floats) dan
pemberat (sinker). Tali ris atas lebih panjang dari tali ris bawah yang menyebabkan
bibir jaring bagian atas lebih menonjol ke belakang. Hal ini dikarenakan payang
tersebut umumnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang
biasanya hidup di bagian lapisan atas air dan mempunyai sifat cenderung lari ke
lapisan bawah bila telah terkurung jaring sehingga ikan yang akan meloloskan diri
menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong jaring (Subani dan
Barus, 1989). Pembukaan mulut jaring payang ditentukan oleh adanya beberapa
pelampung dan pemberat. Fungsi pelampung adalah untuk mempertahankan bentuk
jaring sesuai dengan yang diinginkan dan tujuan penangkapan ikan, selain itu juga
untuk memelihara jaring agar tetap terapung, meskipun dipengaruhi oleh arus angin
dan penarikan jaring selama operasi penangkapan ikan berlangsung. Pemberat
berfungsi agar bagian bawah jaring terendam sempurna, sehingga membentuk
bukaan mulut jaring yang maksimal (Monintja, 1991).
(2) Pukat pantai (beach seine) Pukat pantai adalah salah satu jenis pukat kantong yang digunakan untuk
menangkap ikan, baik ikan pelagis maupun demersal yang berada di tepi pantai.
Pukat pantai disebut juga pukat tepi, karena pengoperasiannya hanya terbatas pada
tepi pantai.
Alat ini terdiri dari dua buah sayap yang panjangnya sama. Ukuran sayapnya
berbeda antar pukat pantai tergantung pada skala usahanya, biasanya 50 – 300 m.
Pada tali ris atas menggunakan pelampung dan pada tali ris bawah menggunakan
pemberat. Ukuran mata jaringnya sangat kecil, terutama ke arah kantong (0,4 cm).
Alat ini mempunyai tali yang panjang, yang digunakan untuk menarik pukat pantai
tersebut ke arah pantai.
Operasi penangkapan dilakukan kapan saja baik pagi maupun malam hari,
kecuali jika gelombang laut besar akan menyulitkan dalam oprasi penangkapan. Jenis
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
13
ikan pelagis kecil dan jenis ikan demersal merupakan hasil tangkapan dari alat
tangkap pukat pantai ini.
(3) Pukat udang
Pukat udang tergolong sebagai alat tangkap trawl, dimana jaring berbentuk
kerucut, terdiri atas dua lembar sayap yang dihubungkan dengan tali penarik, badan,
by-catch exeluder divice (BED) dan kantong. BED adalah bingkai berjeruji yang
dipasang pada antara bagian badan dan kantong yang berfungsi menyaring atau
meloloskan ikan yang bukan menjadi tujuan utama tangkapan.
Tujuan utama pukat udang adalah untuk menangkap udang dan juga ikan
perairan dasar. Alat penangkap ini dioperasikan dengan cara ditarik pada dasar
perairan oleh satu atau dua buah kapal, baik melalui samping atau belakang kapal
selama jangka waktu tertentu. Jaring ditarik secara horizontal di dalam air, dan juga
karena dilengkapi dengan papan pembuka mulut jaring sehingga mulut jaring akan
terbuka selama operasi penangkapan ikan dilakukan.
(4) Jaring insang hanyut (drift gillnet)
Sesuai dengan namanya yaitu jaring insang hanyut, maka dalam operasionalnya
alat ini dihanyutkan searah pergerakan arus atau pengoperasian alat tangkap ini
dengan cara jaring dibiarkan hanyut di bagian permukaan perairan. Alat tangkap ini
berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat serta
tali ris atas bawah. Jaring insang hanyut cukup selektif karena memiliki mesh size 5
cm (2 inci).
Berdasarkan waktu pengoperasiannya jaring ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu jaring insang hanyut siang dan jaring insang hanyut malam. Pengoperasian alat
tangkap ini dilakukan dengan menggunakan kapal motor, dengan lama trip sekitar
3-7 hari. Setting dilakukan 3-5 kali dalam sehari semalam dan waktu yang
dibutuhkan dari setting sampai hauling sekitar 2-3 jam.
(5) Jaring insang tetap (set gillnet / fixed gillnet) Jaring insang tetap (set gillnet / fixed gillnet) adalah jaring insang yang cara
pengoperasiannya diset atau dipasang secara tetap di daerah penangkapan (fishing
ground), baik dipasang secara tetap di permukaan, kolom perairan atau di dasar
perairan. Jaring insang yang diset tetap di bagian permukaan disebut dengan jaring
insang tetap permukaan perairan (surface set gillnet), sedangkan yang diset tetap di
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
14
bagian kolom perairan disebut dengan jaring insang tetap kolom perairan (mid
water/submerged set gillnet) jaring yang diset tetap di dasar perairan disebut dengan
jaring tetap dasar perairan (bottom set gillnet). Cara pemasangan dari ketiga jenis
jaring insang ini adalah dengan cara menyambungkan salah satu atau kedua
ujungnya melalui tali penghubung pada jangkar atau pada pemberat utama agar
kedudukan jaring tidak berpindah tempat selama alat dioperasikan. Jaring insang ini
biasanya dioperasikan di perairan pantai, teluk atau muara untuk menangkap ikan-
ikan pelagis atau ikan dasar dan biota perairan lainnya yang beruaya ke tempat di
mana jaring insang dipasang.
Jaring insang tetap di permukaan ada yang dioperasikan pada malam hari, ada
juga yang dioperasikan dengan menggunakan alat bantu cahaya (light fishing) untuk
menarik perhatian ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif supaya ikan-
ikan terjerat atau terpuntal pada mata jaring (tertangkap).
(6) Jaring insang lingkar Jaring insang lingkar biasanya hanya dioperasikan di perairan pantai atau di
perairan yang kedalamannya tidak melebihi dari tinggi jaring yang akan
dioperasikan. Pemasangan jaring (setting) biasanya dilakukan pada siang hari
meskipun ada juga yang pemasangannya dilakukan pada malam hari dengan
menggunakan alat bantu cahaya (light fishing). Pada umumnya jaring lingkar
dioperasikan para nelayan di Kabupaten Lampung Selatan adalah pada siang hari.
Konstruksi jaring lingkar yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Lampung
Selatan umumnya menggunakan jaring 1 lembar yang memakai ukuran mata jaring
1- 3 inci. Panjang jaring dalam satu tingting bervariasi mulai dari 100 – 400 m.
Metode pengoperasian jaring lingkar oleh para nelayan di Kabupaten Lampung
Selatan pada umumnya dengan cara melingkarkan jaring dengan hanya satu perahu
atau dua perahu pada gerombolan ikan, atau melingkarkan jaring dengan hanya satu
perahu atau dua perahu di perairan yang sudah diperkirakan ada ikan, kemudian
jaring ditarik supaya ikan terjerat atau terpuntal pada jaring.
(7) Bubu (portable traps) Alat ini dapat dibuat dari anyaman bambu (bamboo netting), anyaman rotan
(rattan netting), dan anyaman kawat (wire netting). Bentuknya bermacam-macam,
ada yang seperti tabung, setengah lingkaran, empat persegi panjang, segitiga
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
15
memanjang, dan sebagainya. Dalam pengoperasiannya dapat memakai umpan atau
tanpa umpan.
Bubu yang banyak dioperasikan di perairan Kabupaten Lampung Selatan untuk menangkap berbagai jenis ikan karang. Umumnya, bubu yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu: (i) Badan atau tubuh bubu
Badan atau tubuh bubu umumnya terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk empat persegipanjang dengan panjang 125 cm, lebar 80 cm dan tinggi 40 cm. Bagian ini dilengkapi dengan pemberat dari batu bata (bisa juga pemberat lainnya) yang berfungsi untuk menenggelamkan bubu ke dasar perairan yang terletak pada keempat sudut bubu.
(ii) Lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan Lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan terletak pada sisi bagian bawah bubu. Lubang ini berdiameter 35 cm, posisinya tepat di belakang mulut bubu. Lubang ini dilengkapi dengan penutup.
(iii) Mulut bubu Mulut bubu berfungsi sebagai tempat masuknya ikan yang terletak pada bagian depan badan bubu. Posisi mulut bubu menjorok ke dalam badan atau tubuh bubu berbentuk tabung. Semakin ke dalam diameter lubangnya semakin mengecil. Pada bagian mulut bagian dalam melengkung ke bawah sepanjang 15 cm. Lengkungan ini berfungsi agar ikan yang masuk sulit untuk meloloskan diri keluar.
Sebelum alat tangkap bubu dimasukkan ke dalam perairan maka terlebih dahulu dilakukan penentuan daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan tersebut didasarkan pada tempat yang diperkirakan banyak terdapat ikan demersal, yang biasanya ditandai dengan banyaknya terumbu karang atau berdasarkan pengalaman nelayan.
Bagi bubu yang tidak menggunakan umpan, setelah tiba di daerah penangkapan, maka dilakukan penurunan pelampung tanda, dilanjutkan penurunan bubu beserta pemberatnya. Untuk bubu yang menggunakan umpan (biasanya dari ikan) terlebih dahulu diberi umpan lalu dimasukkan ke dalam perairan. Setelah posisinya dianggap baik maka pemasangan bubu dianggap selesai. Pada beberapa waktu kemudian (1-3 hari) pengangkatan bubu dilakukan.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
16
(7) Jermal Jermal adalah perangkap yang terbuat dari jaring yang berbentuk kantong dan
dipasang semi permanen melawan arus (biasanya arus pasang surut). Alat tangkap
ini biasanya digunakan untuk memanfaatkan ikan-ikan yang mengikuti arus. Lama
pemasangannya sangat relatif, jika sudah banyak ikan yang masuk ke dalam jaring,
maka segera alat tangkap ini ditarik kantongnya dan selanjutnya dikeluarkan hasil
tangkapannya. Untuk memudahkan pengoperasiannya, pada fishing ground biasanya
dibuat bangunan untuk menunggu dan memantau hasil tangkapan.
(8) Serok Serok umumnya merupakan alat bantu penangkapan, yaitu untuk membantu
mengambil (menyerok) hasil tangkapan yang diperoleh dari penggunaan alat tangkap
lain. Namun ada juga serok yang digunakan secara mandiri sebagai alat penangkapan
misalnya pada penangkapan lemuru dan ubur-ubur.
(9) Bagan perahu Komponen bagan perahu pada umumnya terdiri dari jaring bagan, perahu dan
rumah bagan. Bagan perahu di Kabupaten Lampung Selatan saat ini masih berskala
tradisional, hal ini terlihat dari ukuran yang relatif kecil, pengoperasian masih
dilakukan secara manual, dan alat bantu pengumpul ikan berupa lampu petromak. Di
pelataran bagan terdapat alat penggulung (roller) yang berfungsi untuk mengangkat
jaring bagan pada saat dioperasikan dengan menggunakan tenaga memutar (roller).
Kontruksi bagan perahu berbentuk empat persegi panjang, jaring atau waring
yang digunakan dipasang pada bingkai berukuran 12x12 meter persegi. Ukuran mata
jaring 0,3 hingga 0,5 cm dan tidak bersimpul, sebab dengan jaring tanpa simpul akan
memudahkan pengoperasian, peningkatan efektifitas serta daya tahan jaring. Perahu
yang digunakan berukuran panjang 7 m hingga 10 m tergantung ukuran bingkai yang
diinginkan oleh nelayan, bermesin tempel 5 PK dan kapal terbuat dari kayu. Jenis
ikan hasil tangkapan didominasi oleh ikan teri, sedangkan jumlah trip per bulan
mencapai 20 trip.
Operasi penangkapan dimulai dengan mempersiapkan segala sesuatunya di
darat seperti perbekalan makanan dan minuman seperlunya, minyak tanah 5 hingga
10 liter dan perbekalan lampu petromak sebanyak 2 hingga 4 buah, keranjang
berkapasitas 10 atau 30 kilogram sebanyak 10 hingga 15 buah.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
17
Adapun tahap pengoperasian alat tangkap bagan perahu adalah sebagai berikut:
(i) Setting, jaring diturunkan sampai pada kedalaman tertentu sesuai dengan banyaknya lampu petromak yang digunakan. Lama jaring di dalam air adalah 1-2 jam atau tergantung banyaknya ikan yang terkumpul, keadaan daerah serta musim penangkapan.
(ii) Lampu petromak digunakan sebagai alat bantu untuk menarik perhatian ikan pada saat operasi penangkapan. Banyaknya lampu yang digunakan biasanya 2 hingga 4 buah, lampu mulai dinyalakan setelah jaring diturunkan, kemudian dipasang pada saat mulai gelap. Pemasangan lampu dilakukan dengan cara menggantungkan lampu tersebut pada sebilah bambu dengan jarak + 1 meter dari permukaan laut.
(iii) Hauling, jaring diangkat dari dalam perairan secara berlahan-lahan ketika jaring mulai mendekat permukaan. Hal ini disebabkan agar ikan-ikan yang sudah terkumpul didalam jaring tidak kaget dan meloloskan diri. Penarikan jaring dilakukan dengan menggunakan roller.
(iv) Ikan yang sudah terkumpul didalam jaring, kemudian diarahkan pada satu sisi untuk memudahkan dalam pengambilan hasil tangkapan yang menggunakan alat bantu serok bergagang besi panjang.
(v) Ikan yang sudah diambil dengan serok, kemudian ditampung dalam sebuah keranjang.
(vi) Setelah itu jaring perlahan-lahan diturunkan untuk dioperasikan kembali, selanjutnya dilakukan penyortiran terhadap ikan berdasarkan ukuran dan jenis ikan.
(10) Hand line Hand line (pancing tangan) adalah salah satu alat tangkap yang dikenal oleh
masyarakat luas, utamanya di kalangan nelayan. Pancing prinsipnya terdiri dari dua
kelompok utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook).
Tali pancing biasanya terbuat dari bahan nylon monofilament. Keuntungan dari
jenis tali pancing jenis nylon monofilament yaitu kuat, tahan lama dan tidak busuk
dalam air. Sedangkan untuk mata pancing umumnya terbuat dari baja atau bahan
yang anti karat dan mempunyai berkait balik. Panjang tali pancing bervariasi antara
100 m sampai 200 m, dan ukuran tali pancing bernomor 100 atau 500. Pemberat
berbentuk kerucut dengan diameter 4 cm, tinggi 6 cm dan berat 500 gram. Kapal
yang digunakan terbuat dari kayu dengan panjang 10 m, lebar 3 m tinggi 1,10 m.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
18
Kapal ini telah dilengkapi oleh palka untuk menyimpan ikan tuna dengan panjang
2 m, lebar 1,20 m tinggi 1,10 m yang berkapasitas kurang lebih 1 ton.
Persiapan pada pengoperasian hand line rumpon dimulai pukul 22.00 atau
02.00 dengan mempersiapkan segala keperluan akomodasi yang berhubungan
dengan operasi penangkapan. Setelah tiba pada rumpon, kapal diikat dengan jarak
kira-kira jarak 500 meter dari rumpon. Persiapan dimulai dengan persiapan umpan
yang untuk memancing ikan tuna tuna. Umpan diperoleh dengan cara memancing
ikan disekitar rumpon yang menggunakan umpan benang berwarna pada pancing
yang biasanya terdiri dari 5 hingga 8 mata pancing dalam satu unit pancing. Umpan
yang diperoleh dikaitkan pada mata pancing yang biasanya berukuran setebal
0,5 cm dan panjang 5 cm.
(12) Bagan tancap Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi
empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, dimana pada tengah
dari bangunan tersebut dipasang jaring. Dengan kata lain, alat tangkap ini sifatnya in
mobile. Hal ini karena alat tersebut ditancapkan ke dasar perairan, yang berarti
kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada
perairan dangkal.
Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu menyilang dan melintang yang
dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Diatas bangunan bagan di bagian
tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung
lampu dari hujan dan tempat untuk melihat ikan. Di atas bangunan ini terdapat roller
yang terbuat dari bambu yang berfungsi untuk menarik jaring. Umumnya alat
tangkap ini berukuran 9 m x 9 m sedangkan tinggi dari dasar perairan rata-rata 12 m.
Dengan demikian, kedalaman perairan untuk tempat pemasangan alat tangkap ini
rata-rata pada kedalaman 8 m, namun pada daerah tertentu ada yang memasang pada
kedalaman 15 m, karena ditancapkan ke dasar perairan maka substrak yang baik
untuk pemasangan adalah lumpur campur pasir.
Jaring yang biasa digunakan pada alat tangkap ini adalah jaring yang terbuat
dari waring dengan mesh size 0,4 cm. Posisi jaring dari bagan ini terletak di bagian
bawah dari bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi
empat. Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan tali pada ke empat sisinya yang
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
19
berfungsi untuk menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring ini diberi pemberat yang
berfungsi untuk memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air. Ukuran jaring
biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran bangunan bagan. Selama ini untuk
menarik perhatian ikan berkumpul di bawah bagan, umumnya nelayan masih
menggunakan lampu petromaks yang jumlahnya bervariasi dari 2 - 5 buah.
Pada saat nelayan tiba di bagan, maka yang pertama dilakukan adalah menurunkan
jaring dan memasang lampu yaitu pada bulan gelap. Setelah beberapa
jam kemudian (sekitar 4 jam) atau dianggap sudah banyak ikan yang terkumpul di
bawah bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan dilakukan dengan
memutar roller, sehingga jaring akan terangkat ke atas. Setelah jaring terangkat
maka pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan scoop net.
(13) Bagan apung
Pada prinsipnya bagan apung merupakan modifikasi dari bagan tancap.
Perbedaannya dengan bagan tancap adalah apabila bagan tancap tiang penyangga
ditancapkan di dasar perairan, bagan apung tiang penyangga diganti dengan beberapa
buah drum yang terbuat dari plastik antara 4 – 6 buah. Biasanya bagan apung ini
dibawa oleh kapal penarik sesuai dengan fishing ground yang diperkirakan oleh
nelayan.
(14) Sero Sero (guilding barrier) adalah alat penangkapan ikan yang dipasang secara
tetap di dalam air, yang biasanya terdiri dari susunan pagar-pagar yang akan
menuntun ikan menuju perangkap.
Alat ini biasanya terbuat dari kayu, waring, atau bambu, dan terdiri dari bagian-
bagian yaitu (a) Penaju (leading net) yang berfungsi untuk menghadang ikan-ikan
yang beruaya khususnya pada saat pasang, (b) Daerah bunuhan, biasanya terletak
pada bagian yang lebih dalam. Dengan demikian, pemasangan alat tangkap ini hanya
bisa dilakukan pada daerah-daerah yang landai yang sedikit miring. Nelayan banyak
memasangnya pada daerah-daerah pinggir pantai.
Dalam operasi penangkapannya sangat sederhana karena setelah alat tangkap
ini dipasang di perairan diharapkan ikan-ikan yang melewati penaju dari alat tangkap
ini akan masuk ke daerah bunuhan. Pada saat air surut pengambilan ikan di daerah
bunuhan segera dilakukan.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
20
Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Lampung
Selatan adalah payang, pukat udang, pukat pantai, sero, bubu, jaring insang hanyut,
jaring insang tetap, jaring lingkar, trammel net, bagan perahu, bagan apung, serok,
jermal, dan hand line. Adapun alat tangkap yang paling dominan yang digunakan
oleh nelayan di Kabupaten Lampung Selatan adalah payang, sero, bubu, jaring
insang hanyut, jaring insang tetap, bagan perahu, bagan apung, dan hand line.
Jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Lampung Selatan terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Lampung Selatan(2000– 2005).
Jumlah unit penangkapan pada tahun (unit) Jenis alat tangkap 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Payang 184 226 221 146 208 239 Sero 621 561 1.382 814 1.181 1.122 Bubu 46 40 179 66 87 83 Jaring Insang Hanyut 71 130 147 121 183 249 Jaring Insang Tetap 149 120 124 72 93 148 Bagan Perahu 307 201 338 401 363 544 Bagan Apung 200 266 306 200 370 216 Hand Line 36 34 60 26 52 72 Pukat Udang 77 123 88 163 148 241 Pukat Pantai 1047 1230 2112 2040 2035 2408 Jaring Insang Lingkar 627 845 1.244 1.024 1.116 2.019 Trammel Net 900 924 1.170 804 1.552 1.192 Serok 14 25 93 61 79 90 Jermal 84 101 158 109 205 170
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan (2006)
Pada umumnya nelayan di Kabupaten Lampung Selatan melakukan operasi
penangkapan ikan dengan one day fishing, dengan rata-rata jumlah hari operasi
adalah 170 hari selama 1 tahun. Perkembangan jumlah trip kapal menurut alat
tangkap di Kabupaten Lampung Selatan, dapat dilihat pada Tabel 2.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
21
Tabel 2 Jumlah trip perikanan tangkap menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Lampung Selatan (2000 – 2005)
Jumlah trip pada tahun (trip) Jenis alat tangkap 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Payang 10.250 14.700 15.025 22.535 17.280 20.000 Sero 6.375 12.240 4.620 41.328 14.400 26.400 Bubu 4.200 5.520 8.330 35.804 15.720 38.400 Jaring Insang Hanyut 10.800 24.700 18.460 31.515 18.400 33.600 Jarin Insang Tetap 48.360 8.640 8.579 13.900 10.400 21.000 Bagan Perahu 48.180 18.750 35.420 19.445 22.080 48.600 Bagan Apung 26.410 45.570 62.610 65.548 46.720 40.500 Hand Line 9.940 149.450 92.612 263.909 146.560 346.400 Pukat Udang 3.220 4.760 3.050 4.980 4.820 5.060 Pukat Pantai 11.200 26.040 32.412 24.752 11.400 15.600 Jaring Lingkar 5.750 13.330 13.465 4.950 14.883 17.248 Trammel Net 5.850 5.775 1.864 129 6.720 4.628 Serok 4.420 98.000 30.215 1.854 15.480 6.600 Jermal 1.650 3.360 3.146 3.572 3.586 2.240
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan (2006)
2.1.2 Perahu/kapal penangkap ikan
Suatu armada merupakan sekelompok kapal-kapal yang terorganisasi untuk
melakukan beberapa hal secara bersama-sama seperti kegiatan penangkapan ikan
(Ditjen Perikanan Tangkap, 2002), dengan kata lain Armada Perikanan adalah
sekelompok kapal-kapal yang akan melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu
daerah perairan (fishing ground). Monintja (2001) menyatakan armada penangkapan
terdiri dari beberapa unit penangkapan ikan, yang terdiri dari kapal, alat tangkap, dan
nelayan. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, mendefinisikan
kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk
melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengelolaan ikan, pelatihan perikanan, dan
penelitian atau eksplorasi perikanan.
Soekarsono (1995) menyatakan bahwa kapal adalah suatu bentuk konstruksi
yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang
atau barang, yang sifat geraknya dapat menggunakan dayung, angin dan mesin
yaitu :
(1) Penggerak dayung
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
22
Kapal yang digerakkan oleh tenaga manusia dengan dayung (oar) di samping
kiri/kanan lambung (hull) kapal.
(2) Penggerak angin
Kapal yang konstruksinya menggunakan tiang-tiang layar dan beberapa macam
layar (sail) untuk memanfaatkan tenaga hembusan angin pada layar kapal
tersebut.
(3) Tenaga mesin
Kapal yang mempunyai ruang mesin di dalam lambung kapal di mana mesin
tersebut mampu menggerakkan baling-baling (propeller) kapal sebagai sarana
dorong/gerak kapal.
Perahu atau kapal digunakan untuk mengangkut nelayan, alat-alat penangkap
dan hasil tangkapan dalam rangka penangkapan dengan bagan, sero, kelong dan lain-
lain termasuk perahu atau kapal penangkap (Ditjen Perikanan Tangkap, DKP, 2002).
Kapal-kapal yang dipakai dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya hayati
perikanan, dikenal dengan nama kapal ikan, mempunyai peranan yang sangat
penting dalam tujuan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tersebut serta jenis
dan bentuk yang berada sesuai dengan tujuan usaha, keadaan perairan, fishing
ground, dan lain sebagainnya (Pasaribu, 1985).
Nomura dan Yamazaki (1975), secara garis besar mengelompokkan kapal
ikan menjadi empat jenis yaitu :
(1) Kapal yang khusus digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Termasuk
dalam kelompok kapal penangkapan ikan adalah kapal yang khusus dipakai
dalam usaha menangkap dan mengumpulkan sumberdaya hayati perairan, antara
lain kapal pukat udang, perahu pukat cincin, perahu jaring insang, perahu
payang, perahu pancing tonda, kapal rawai, kapal huhate dan sampang yang
dipakai dalam mengumpul rumput laut, memancing dan lain-lain.
(2) Kapal induk adalah kapal yang dipakai sebagai tempat mengumpulkan hasil
tangkapan, mengangkut dan mengolahnya.
(3) Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang digunakan untuk mengangkut hasil
perikanan dari kapal induk atau kapal penangkap ikan dari fishing ground ke
pelabuhan. Kapal induk juga berfungsi sebagai kapal pengangkut ikan. Hal ini
berkaitan dengan pertimbangan efisiensi dan permodalan.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
23
(4) Kapal penelitian, pendidikan dan latihan adalah kapal ikan yang digunakan
untuk keperluan penelitian, pendidikan dan latihan penangkapan yang pada
umumnya adalah kapal-kapal milik instansi atau dinas.
Pasaribu (1985) mengatakan bahwa peningkatan armada perikanan
diperlukan : (1) penguasaan teknologi perkapalan, khususnya kapal perikanan;
(2) permodalan; (3) man power; dan (4) kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
operasionalnya yang realistis dan terarah.
Secara umum perahu atau kapal penangkap di Indonesia diklasifikasikan
sebagai berikut (Ditjen Perikanan Tangkap, DKP, 2002) :
(1) Perahu tidak bermotor, yang terdiri atas :
(i) Jukung
(ii) Perahu papan, yang terdiri atas :
(a) Kecil (perahu yang terbesar panjangnya kurang dari 7 m)
(b) Sedang (perahu yang terbesar panjangnnya dari 7 sampai 10 m)
(c) Besar (perahu yang terbesar panjangnya 10 m atau lebih)
(2) Perahu motor tempel
(3) Kapal motor, yang dapat dikategorikan berdasarkan ukurannya, yaitu :
(i) Kurang dari 5 GT
(ii) 5 - 10 GT
(iii) 10 - 20 GT
(iv) 20 - 30 GT
(v) 30 - 50 GT
(vi) 50 - 100 GT
(vii) 100 - 200 GT
(viii) Lebih dari 200 GT
Tipe kapal ikan secara umum terdiri dari dua kelompok, yakni : (1) tipe kapal
ikan yang menggunakan alat penangkap pancing dan, (2) tipe kapal ikan yang
menggunakan alat tangkap jaring/net (Andarto dan Sutedjo, 1993). Kapal perikanan
juga dapat dikategorikan menjadi perikanan skala kecil dan skala besar. Perikanan
skala kecil menggunakan mesin luar sebesar < 10 HP atau < 5 GT dan daerah
operasinya pada zona I atau jalur 1 dengan jarak 4 mil dari garis pantai dan sebagian
menggunakan mesin luar sebesar < 50 atau < 25 GT dengan jalur operasinya pada
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
24
zona II atau jalur 2 dengan jarak 4 mil – 8 mil dari garis pantai. Perikanan skala
besar merupakan perikanan industri yang menggunakan mesin dalam dengan
kekuatan < 200 HP atau 100 GT dan jalur operasinya pada jalur 3 dan 4 dengan jarak
8 mil – 12 mil dari garis pantai dan atau > 12 mil. Selanjutnya Soekarsono (1995),
mengklasifikasikan kapal perikanan menurut fungsinya, yaitu kapal tonda (troller),
kapal rawai dasar (bottom long liner), kapal rawai tuna (tuna long liner), kapal pukat
cincin (purse seiner), kapal jaring insang (gillnetter), kapal bubu (pot fishing vessel),
kapal pikat udang (shrimp trawler), kapal set net, kapal pengangkut ikan dan jenis
kapal lainnya.
Kabupaten Lampung Selatan memiliki jumlah perahu/kapal penangkapan ikan dengan kategori: (1) Perahu tanpa motor yang terdiri dari: jukung, perahu papan kecil, sedang dan besar, (2) Perahu motor tempel dan, (3) Kapal motor yang terdiri dari: 0-5 GT, 5-10 GT dan 10-20 GT.
Perahu atau kapal yang digunakan nelayan Kabupaten Lampung Selatan
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu perahu tanpa motor (PTM),
perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM). Perahu tanpa motor dan perahu
motor tempel merupakan jenis perahu yang mendominasi kegiatan penangkapan
ikan, karena harga perahu ini terjangkau bagi sebagian besar nelayan di Kabupaten
Lampung Selatan. Perkembangan perahu/kapal penangkapan ikan di Kabupaten
Lampung Selatan terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah perahu/kapal perikanan tangkap Kabupaten Lampung Selatan (2000-2005)
Kategori Perahu/Kapal (unit) Dengan perahu tanpa motor Dengan kapal motor
Perahu papan Ukuran kapal motor (GT) Tahun Jukung Kecil Sedang Besar
Dengan motor tempel < 5 5 – 10 10 – 20
2000 256 237 186 148 176 94 37 11 2001 181 212 169 162 186 113 67 29 2002 176 213 162 153 192 109 60 35 2003 174 211 168 158 199 105 63 38 2004 187 226 132 170 213 98 68 41 2005 172 218 142 165 254 104 70 48
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan (2006)
2.1.3 Nelayan Nelayan menurut ensiklopedi Indonesia adalah ”Orang yang secara aktif
melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti para penebar dan
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
25
penarik jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar,
nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkapan ikan)
sebagai mata pencaharian”. Inti pengertian batasan ini menyatakan, bahwa nelayan
adalah pekerjaan orang yang kerja utamanya menangkap ikan. Batasan pengertian
yang ada pada ensiklopedi Indonesia itu, tampaknya diikuti sama persis didalam
statistik perikanan Indonesia dalam angka, 1992 yang dikeluarkan oleh Departemen
Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta 1995, bunyinya adalah sebagai
berikut: ”Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan/binantang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan
pekerjaan, seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat/perlengkapan kedalam
perahu/kapal, mengangkut ikan dari perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan,
tetapi ahli mesin, juru masak yang bekerja diatas kapal penangkap dimasukkan
sebagai nelayan”. Menurut Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan
pasal 1 ayat 10 disebutkan, Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan. Selanjutnya pada pasal 1 ayat 11 disebutkan, Nelayan
kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi
penangkapan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Nelayan penuh: yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.
(2) Nelayan sambilan utama: yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Di samping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan kategori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.
(3) Nelayan sambilan tambahan: yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan. Nelayan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan sebagai besar merupakan nelayan kecil yang melakukan pekerjaan operasi penangkapannya sebagai nelayan penuh dan nelayan sambilan utama. Adapun perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
26
Tabel 4 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Lampung Selatan (2000– 2005)
Tahun Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) 2000 1.145 2001 1.487 2002 1.584 2003 1.562 2004 1.587 2005 1.619
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan (2006)
2.2 Sumberdaya Perikanan Tangkap
Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang didukung oleh
sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi, yang mencakup seluruh
potensi di lautan maupun di perairan daratan yang dapat didayagunakan untuk
kegiatan usaha perikanan (Setyohadi, 1997). Pengelolaan sumberdaya perikanan laut
perlu dilakukan dengan prinsip dan kaidah yang benar. Esensi pengelolaan
sumberdaya perikanan adalah mencari keseimbangan antara eksploitasi dan
kemampuan (daya) reproduksi atau daya pulih sumberdaya (Nikijuluw, 2005). Bila
keseimbangan dapat dicapai, maka meskipun di satu sisi sumberdaya dieksploitasi
secara terus menerus, di sisi lain sumberdaya tersebut masih memiliki kemampuan
untuk memperbaiki diri.
Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (pasal 1),
Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,
alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan
perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau
otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya
hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Selanjutnya pada pasal 2
disebutkan, pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan,
kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang
berkelanjutan.
Sumberdaya hayati laut yang sudah dimanfaatkan meliputi ikan (pisces),
kelompok udang (crustacea), binatang berkulit lunak (mollusca) dan rumput laut.
Sebagai suatu negara yang terletak di daerah tropis, Indonesia tergolong dalam
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
27
perikanan multi spesies. Sumberdaya perikanan dikelompokkan menjadi kelompok
sumberdaya perikanan demersal dan pelagis (Direktorat Jenderal Perikanan, 1997).
Secara umum sumberdaya hayati laut dapat dikelompokkan ke dalam
4 kelompok (Naamin dan Badrudin, 1992 yang diacu dalam Ihsan, 2000) :
(1) Sumberdaya ikan demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di atau dekat dasar perairan.
(2) Sumberdaya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berada di sekitar permukaan. (3) Sumberdaya ikan pelagis besar, yaitu jenis ikan oseanik yang bermigrasi sangat
jauh (seperti tuna dan cakalang) dan, (4) Sumberdaya udang dan biota laut non ikan lainnya.
Sumberdaya perikanan tangkap yang didaratkan nelayan di Kabupaten
Lampung Selatan cukup beragam. Namun dari sekian banyak ikan yang didaratkan
tersebut, terdapat 14 (empat belas) jenis ikan utama yang didaratkan seperti ikan
kembung (Indian mackerel), teri (anchovies), selar (trevallies), kurisi (threadfin
breams), kuwe (trevallin), tongkol (eastem little tuna), tenggiri (narrow barred king
mackerel), lemuru (Indian oil sardines), layur (hair tails), peperek (pony fishes/sleep
mouths), ekor kuning (yellow tail/fusiliers), udang putih (banana prawn), layang
(scads), cumi-cumi (common squid).
Jenis alat tangkap yang memberikan kontribusi yang cukup besar di
Kabupaten Lampung Selatan adalah payang, sero, bubu, jaring insang hanyut, jaring
insang tetap, bagan perahu, bagan apung, dan hand line. Produksi perikanan tangkap
berdasarkan jenis alat tangkapnya yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten
Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 5.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
28
Tabel 5 Produksi perikanan tangkap menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Lampung Selatan (2000 – 2005)
Produksi pada tahun (ton) Jenis alat tangkap 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Payang 166 169,2 160,8 225,6 231,2 176,7 Sero 1.371,6 1.306,8 1.600,5 1.776,6 1.927,5 2.296,8 Bubu 69,6 63,6 126 97,2 85,3 108 Jaring Insang Hanyut 294 405,9 269,7 381,3 477,4 632,4 Jaring Insang Tetap 128 92,8 85,6 106,8 102,4 107,2 Bagan Perahu 1.060,2 693,1 629,3 1.258,6 1.001,3 1441,5 Bagan Apung 702 855,6 594 629,3 1.004,4 579,7 Hand Line 46,8 44,1 42,7 55,3 1.927,5 2.296,8 Pukat Udang 69,6 84,8 151,2 129,6 153,5 172,8 Pukat Pantai 3.712 4.028 4.057,2 6.285,6 5.473 6.523,2 Jaring Insang Lingkar 874,9 1.046,5 1.417,3 2.003,2 1.472,6 2.213,8 Trammel Net 696 736,6 425,7 601 774,9 807,8 Serok 48,3 94,5 182,5 201,6 235,2 220,5 Jermal 127,4 159,9 113,1 159,9 200,2 224,4 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan (2006)
Adapun perkembangan jumlah volume produksi dan nilai produksi perikanan
tangkap menurut jenis ikan yang dominan di Kabupaten Lampung Selatan, disajikan
pada Tabel 6, sedangkan nilai produksinya disajikan pada Tabel 7.
Tabel 6 Produksi perikanan tangkap menurut jenis ikan di Kabupaten Lampung Selatan (2000 – 2005)
Tahun (Ton) Jenis Ikan 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Peperek 683,8 543,2 789,2 522 544,4 376,9 Kuwe 502,4 543,6 411,4 695,6 1.097,7 1.422,5 Layur 332,5 212,7 1.072,5 593,7 444,8 615,5 Kurisi 326,9 487,2 1.267,3 1.183,6 730,8 1.108,8 Layang 687,2 792,6 2.373,7 2.176,9 1.328,5 1.839,8 Selar 564,2 984,3 1.900,7 1.277,5 1.463,3 1.599,2 Lemuru 206,3 530,6 569,2 1.132,2 2.087,8 2.005,6 Kembung 1.256,3 1.764,5 2.894,8 2.685,5 3.505,5 2.907. Teri 1.233,5 3.855,5 1.597,1 1.583,3 2.596,6 3.324,6 Tenggiri 506,2 132,2 286,2 498,6 817,4 920,7 Tongkol 996,4 1.252,7 1.000,8 677,9 781,6 876,1 Ekor Kuning 225,7 375,6 251,1 350,6 255,7 226 Udang Putih 145,6 265,8 39,8 973,9 1.545,9 1.018,6 Cumi-cumi 85,3 485 340,5 576,1 842,8 898,8
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan (2006)
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
29
Tabel 7 Nilai produksi perikanan tangkap menurut jenis ikan di Kabupaten Lampung
Selatan (2000 – 2005)
Tahun (x Rp 1000) Jenis Ikan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Peperek 2.393.300 2.172.800 2.699.790 1.305.000 1.861.440 912.200 Kuwe 1.758.400 4.539.060 3.485.300 5.874.000 11.624.120 11.307.700 Layur 1.163.750 903.975 4.816.800 3.108.900 2.310.520 4.103.200 Kurisi 1.144.150 2.314.200 5.523.920 3.895.220 2.166.720 5.544.000 Layang 2.405.200 3.368.350 11.056.660 9.144.000 6.336.540 11.450.800 Selar 1.974.700 4.429.350 8.616.020 6.260.800 7.158.770 9.948.600 Lemuru 699.300 1.727.103 2.479.080 3.840.200 6.604.640 5.822.100 Kembung 6.909.650 8.381.375 16.400.080 16.744.500 22.177.750 21.023.100 Teri 4.317.250 24.096.875 7.195.740 8.781.600 13.871.400 20.737.500 Tenggiri 2.784.100 1.025.325 2.868.720 6.497.200 7.984.344 10.300.500 Tongkol 4.483.800 6.576.675 7.090.940 5.124.200 5.015.700 6.325.000 Ekor Kuning 789.950 2.159.700 1.341.270 1.257.200 1.354.490 1.422.900 Udang Putih 1.237.600 3.987.000 774.600 11.886.600 15.134.100 10.539.500 Cumi-cumi 1.336.050 3.880.000 2.609.260 5.640.700 6.073.080 7.065.100
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan (2006)
2.3 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap
Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti upaya perubahan dari
suatu yang kurang kepada sesuatu yang dinilai lebih baik. Pengertian tentang
pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan
penduduk mengenai lingkungan sosial, disertai dengan meningkatnya taraf hidupnya.
Dengan demikian, pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu
kemajuan. Pengembangan industri perikanan tidak dapat dilepaskan dari
pengembangan bisnis perikanan secara holistik. Pemberdayaan industri pengolahan
ikan tidak cukup jika hanya dilakukan dengan membenahi salah satu subsistem saja,
melainkan harus menyehatkan pula keseluruhan jaringan kelembagaan bisnis
perikanan (Pranaji, 2000). Untuk pengembangan produksi atau pemanfaatan
sumberdaya perikanan di masa mendatang, langkah-langkah yang harus dikaji dan
kemudian diusahakan pelaksanaannya adalah: (1) pengembangan prasarana
perikanan, (2) pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan di bidang
perikanan, (3) pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan
perikanan, (4) pengembangan sistem informasi manajemen perikanan.
Pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan
manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
30
meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik
(Bahari, 1989 yang diacu Sultan, 2004). Dalam kegiatan perikanan tangkap untuk
dikembangkan, ada beberapa aspek yang berpengaruh antara lain :
(1) Aspek biologi, berhubungan dengan sediaan sumberdaya ikan, sebarannya,
komposisi ukuran hasil tangkapanan dan jenis spesies.
(2) Aspek teknis, berhubungan dengan unit penangkapan, jumlah kapal, fasilitas
penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat.
(3) Aspek sosial, berkaitan dengan kelembagaan dan tenaga kerja serta dampak
usaha terhadap nelayan.
(4) Aspek ekonomi, berkaitan dengan hasil produksi dan pemasaran serta efisiensi
biaya operasional yang berdampak kepada pendapatan bagi stakeholder.
Usaha perikanan tangkap adalah sebuah sistem yang tediri dari berbagai
elemen yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pada
lingkungan yang sangat kompleks. Manetsch dan Park (1976) yang diacu oleh Sultan
(2004), mendefinisikan sistem sebagai suatu gugus dari elemen yang saling
berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari
tujuan-tujuan. Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan
ditentukan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu
dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap
tenaga kerja banyak, dengan pendapatan nelayan memadai (Monintja, 2000).
Selanjutnya dikatakan bahwa untuk memenuhi penyediaan protein masyarakat
Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas nelayan
per tahun tinggi, namun masih dapat dipertanggung jawabkan secara biologis dan
ekonomis.
Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu
diarahkan agar dapat menunjang tujuan pembangunan umum perikanan, maka
syarat-syarat pengembangan teknologi penangkapan Indonesia haruslah dapat :
(1) Menyediakan kesempatan kerja yang banyak.
(2) Menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan.
(3) Menjamin jumlah produksi yang tinggi.
(4) Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang bisa diekspor.
(5) Tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
31
Berdasarkan skala usahanya, usaha perikanan tangkap dapat dikelompokan
menjadi perikanan rakyat maupun perikanan industri. Perikanan rakyat umumnya
mempunyai skala usaha yang kecil, sarana dan prasarana penangkapan terbatas. Hal
ini terutama disebabkan karena modal usaha yang dimiliki terbatas. Kegiatan
penangkapan ikan dalam perikanan rakyat umumnya dilakukan secara tradisional.
Dengan kondisi di atas, maka produksi yang diperoleh relatif rendah dan daya
penangkapan serta pemasaran sangat terbatas (Monintja et al., 2001).
Perikanan industri pada umumnya memiliki modal usaha yang lebih besar
dan sarana serta prasarana yang lebih lengkap. Akibatnya produksi per upaya
penangkapan lebih besar dibandingkan dengan perikanan rakyat. Dengan kondisi
sarana yang lebih lengkap, mutu hasil tangkapanan akan lebih baik dan dapat
memenuhi persyaratan yang diminta oleh pasar, termasuk pasar ekspor.
2.4 Teori Sistem
Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan entitas atau komponen yang saling
berhubungan dan terorganisasi membentuk satu kesatuan untuk mencapai tujuan atau
sekelompok tujuan (Manetsch and Park, 1979; Wetherbe, 1988). Menurut Eriyatno
(1999), sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur
dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu.
Menurut Hartrisari (2004), sistem adalah kumpulan elemen-elemen yang saling
terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam logika sistem (sistemologi) terdapat rangkaian proses transformasi
yang mengelola masukan menjadi luaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Sub-sistem adalah suatu elemen atau komponen fungsional suatu sistem yang
berhubungan satu sama lain pada tingkat resolusi tinggi, sedangkan elemen adalah
pemisahan bagian sistem pada tingkat resolusi rendah. Masing-masing sub-sistem
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan sistem. Interaksi antar sub-sistem (disebut
juga interface) terjadi karena luaran dari suatu sub-sistem dapat menjadi salah satu
masukan bagi sub-sistem yang lain. Jika interface antar sub-sistem terganggu akan
menyebabkan proses transformasi pada sistem secara keseluruhan akan terganggu
pula, sehingga dapat menyebabkan terjadinya bias dari tujuan yang ingin dicapai
(Wetherbe, 1988).
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
32
Dengan mempertimbangkan berbagai kendala dalam pendekatan sistem, maka pengkajian suatu permasalahan sebaiknya memenuhi karakteristik : (1) Komplek, dimana interaksi antar elemen cukup rumit, (2) Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) Probabilistik, yaitu diperlukan fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Menurut Eriyatno (1999), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok oleh para ahli sistem dalam merekayasa solusi permasalahan, yaitu (1) Sibernetik (cybernetic), artinya berorientasi pada tujuan, (2) Holistik (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) Efektif (effectiveness), yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan.
2.5 Pengambilan Keputusan
AHP (Analytical Hierarchy Procces) adalah salah satu alat analisis (tools analysis) pendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan, alokasi sumberdaya, serta penentuan bobot dan prioritas alternatif strategi atau kebijakan (Saaty, 1988), bahkan bisa juga digunakan untuk memilih portofolio, analisis biaya manfaat, peramalan, dan lain-lain (Mulyono, 1996). Metode ini dapat digunakan untuk kondisi pengambilan keputusan banyak kriteria, ketidakpastian serta ketidaksempurnaan data dan informasi, dan dibutuhkan segera untuk diimplementasikan. AHP merupakan suatu pendekatan sistem yang digunakan untuk menelaah konsistensi dari suatu kebijakan strategi yang bersifat hirarki. Kompleksitas permasalahan yang terkait dengan pengambilan keputusan distrukturkan dalam bentuk hirarki dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif terhadap alternatif keputusan.
Metode ini dkembangkan pertama kali oleh Thomas L. Saaty pada tahun
1970. Mulyono (1999) menyatakan bahwa pendekatan AHP adalah salah satu bentuk
operations research (OR) yang sudah kembali pada ciri operasionalnya. Metode ini
telah diaplikasikan dalam berbagai bidang ekonomi, sosial, dan manajemen. Expert
Choice adalah software (program komputer) yang umum digunakan untuk membantu
proses analisis AHP, karena disain program ini telah disesuaikan dengan kebutuhan
proses analisis dan dibangun untuk memudahkan pengguna (user friendly).
Metode AHP pada dasarnya adalah sebuah hirarki fungsional dengan input
utamanya persepsi dan preferensi manusia. Masalah yang komplek dan tidak
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
33
terstuktur diuraikan ke dalam kelompok atau kriterianya, kemudian kelompok ini
diatur menjadi suatu bentuk hirarki (Permadi, 1992). Tingkat kepentingan variabel-
variabel setiap kriteria, komponen kriteria, dan alternatif keputusan ditentukan
melalui pemberian nilai numerik secara subyek tentang arti pentingnya secara relatif
dibandingkan variabel yang lain pada levelnya. Hasil berbagai pertimbangan tersebut
kemudian disintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan
berperan mempengaruhi hasil pada sistem yang sedang dianalisis. AHP juga menguji
konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai
konsistensi sempurna, maka perlu reevaluasi penilaian atau hirarki harus distuktur
ulang.
Keberhasilan hasil analisis AHP untuk memperoleh keputusan yang
representatif sangat ditentukan oleh keefektifan struktur hirarki dan ketepatan kriteria
terpilih, serta kesempurnaan intuisi dan kapasitas key person.
AHP adalah suatu hirarki fungsional dengan memanfaatkan persepsi dari
key person yang terkait dengan masalah yang teliti. Metode ini mempunyai
kelebihan karena prosedurnya yang sederhana dan tidak memerlukan asumsi. Karena
itulah metode ini sering digunakan dalam proses pengambilan keputusan yang
kompleks dengan permasalahan yang tidak terstruktur, termasuk dalam penyelesaian
permasalahan yang bersifat strategis dan makro, seperti pengelolaan perikanan
tangkap.
Di dalam penyelesaian persoalan dengan menggunakan AHP, menurut
Saaty (1993) terdapat tiga prinsip dasar, yaitu : (1) prinsip penyusunan hirarki,
(2) prinsip penentuan prioritas, dan (3) prinsip konsistensi logis, sehingga dalam
AHP harus dilakukan :
(1) Dekomposisi, merupakan langkah untuk menguraikan persoalan menjadi unsur-
unsur yang tidak mungkin diuraikan lagi dan akhirnya akan diperoleh beberapa
tingkatan persoalan yang disusun terstruktur sebagai suatu hirarki.
(2) Perbandingan berpasangan, melakukan perbandingan kepentingan relatif antar
dua elemen pada tingkat tertentu dengan tingkat diatasnya.
(3) Sintesa dan prioritas, merupakan langkah untuk mencari vektor eigen pada
setiap matrik berpasangan untuk mendapatkan nilai prioritas lokal. Berdasarkan
nilai prioritas lokal dari berbagai matrik perbandingan berpasangan itu akan
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
34
dapat diperoleh nilai prioritas global. Dengan demikian prosedur menentukan
sintesa berbeda menurut bentuk hirarki.
(4) Konsistensi, mengandung dua arti, yaitu : Pertama, konsistensi yang
menyangkut pengelompokan obyek-obyek berdasarkan keseragaman dan
relevansinya. Kedua, menyangkut hubungan antar obyek yang didasarkan pada
kriteria tertentu. Jika penilaian tidak konsisten maka proses harus diiterasi untuk
memperoleh nilai yang tepat.
Tahap terpenting dari proses analisis hirarki adalah penilaian perbandingan
pasangan, yang pada dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antara
komponen (elemen) dalam suatu tingkat hirarki. Penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan sejumlah kombinasi elemen yang ada pada setiap hirarki, sehingga
dapat dilakukan penilaian kuantitatif untuk mengetahui besarnya bobot setiap
elemen. Untuk pembandingan pasangan, bentuk matriks merupakan bentuk yang
lebih disukai.
2.6 Keadaan Perairan Lampung Selatan
Wilayah pantai Kabupaten Lampung Selatan relatif luas dengan garis pantai
sepanjang 263 km. Pulau-pulau yang dimiliki Kabupaten Lampung Selatan
berjumlah 52 buah pulau, antara lain Pulau Krakatau, Sebesi, Sebuku, Legundi,
Puhawang, Sertung, Rakata, Mundu, Seram, Rimau Balak, Panjurit, Siuncal,
Mahitom, Tegal, Umang-umang, Condong, Pertapaan, dan beberapa pulau kecil
lainnya. Pulai terkecil adalaha Pulau Pertapaan dengan luas 0,5 Ha, sedangkan pulau
terbesar yaitu Pulau Sebesi dengan luas 2.620 Ha.
Perairan laut Kabupaten Lampung Selatan berbentuk teluk, yaitu Teluk
Lampung dengan kedalaman rata-rata 25 m, di mulut teluk kedalaman berkisar
antara 35-75 m (di Selat Legundi), ke arah kepala teluk perairan mendangkal sekitar
20 m pada jarak relatif dekat dengan pantai, dipengaruhi oleh Samudera Hindia,
Laut Jawa, dan Selat Sunda. Selain itu juga, perairan laut Lampung Selatan
termasuk sebagian kecil pantai timur Sumatera Selatan (Kecamatan Penengahan dan
Ketapang) dan sebagian Selat Sunda.
Geomorfologi wilayah pantai Kabupaten Lampung Selatan cenderung landai
dengan pantai berpasir putih. Pada perairan pantai sampai kedalaman kurang lebih
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
35
20 m terhampar terumbu karang yang didominasi oleh jenis karang tepi (fringing
reef).
2.7 Keadaan Iklim Iklim di daerah Kabupaten Lampung Selatan dipengaruhi oleh adanya pusat
tekanan rendah dan tekanan tinggi di daratan benua Asia dan Australia yang selalu
berganti setiap 6 bulan. Musim di daerah Kabupaten Lampung Selatan dipengaruhi
oleh angin muson. Pada musim Timur (Mei – September), perairan teluk lampung
relatif tenang dengan kecepatan arus + 0,5 knot. Pada musim peralihan Timur –
Barat (Oktober – Nopember) tinggi gelombang kurang dari 1 m, sedangkan pada
musim Barat (Desember – Februari), tinggi gelombang berkisar antara 1 – 2 m
dengan kecepatan arus 2 knot. Pada musim peralihan Barat – Timur (Maret – April),
tinggi gelombang kurang dari 1 m dengan kecepatan arus + 1 knot.
2.8 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Penentuan daerah penangkapan ikan dilakukan berdasarkan pengalaman
nelayan. Nelayan akan melakukan penangkapan di daerah yang sama, apabila pada
trip sebelumnya diperoleh hasil tangkapan yang banyak di daerah tersebut.
Sebaliknya, nelayan akan mencari fishing ground yang baru apabila pada trip
sebelumnya diperoleh hasil tangkapan yang sedikit. Biasanya para nelayan
melakukan operasi penagkapan ikan berjarak 1 – 3 mil dari pantai.
Pada prinsipnya para nelayan di Kabupaten Lampung Selatan melakukan
penangkapan ikan sepanjang tahun. Musim puncak penangkapan ikan berkisar antara
bulan Mei sampai dengan September, musim biasa pada bulan Oktober sampai
dengan Januari, sedangkan musim paceklik pada bulan Februari sampai dengan
April.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)