23
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Endofit merupakan mikroorganisme yang hidup bersimbiosis pada jaringan tanaman tanpa menyebabkan penyakit pada tanaman tersebut. Istilah endofit pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh De Bary sebagai suatu mikroorganisme yang hidup pada tanaman dan tidak memberikan efek negatif (Wang et al., 2008). Mikroba endofit merupakan mikroba yang tumbuh pada bagian jaringan tumbuhan. Mikroba ini mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan (xylem dan floem) tanpa memberikan efek negatif pada inangnya. Mikroba endofit yang mampu menghasilkan metabolit sekunder terdapat disetiap tanaman tingkat tinggi. Mikroba endofit ini tumbuh dijaringan vaskular dari tanaman inangnya (Stone et al., 2000). Jaringan vaskular (pembuluh) terletak diseluruh tubuh tanaman, mengangkut zat-zat antara akar dan tunas (Campbell et al., 2002). Dari berbagai jenis tanaman yang tersebar di bumi atau sekitar 300.000, tanaman ini masing- masing mengandung mikroba endofit berjumlah satu atau lebih. Mikroba endofit ini banyak ditemukan di batang, daun, buah dan akar (Strobel dan Daisy, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Xiang Ling membuktikan bahwa dalam satu tumbuhan dapat diisolasi jenis mikroba endofit yang masing-masing mempunyai potensi untuk memproduksi satu atau beberapa senyawa bioaktif (Xiang et al., 2007). Selain itu mikroba endofit tidak hanya bakteri tetapi juga jamur atau mikroba lainnya. Mikroba endofit ini juga dapat berfungsi sebagai antibakteri, antijamur dan dapat menghasilkan enzim yang bermanfaat untuk bidang industri maupun pangan (Sinaga, 2009). Mikroba endofit dan tanaman inangnya mempunyai hubungan yang saling menguntungkan. Mikroba endofit akan melindungi tanaman inangnya dari

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroba Endofit

Endofit merupakan mikroorganisme yang hidup bersimbiosis pada jaringan

tanaman tanpa menyebabkan penyakit pada tanaman tersebut. Istilah endofit

pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh De Bary sebagai suatu

mikroorganisme yang hidup pada tanaman dan tidak memberikan efek negatif

(Wang et al., 2008). Mikroba endofit merupakan mikroba yang tumbuh pada

bagian jaringan tumbuhan. Mikroba ini mampu membentuk koloni dalam jaringan

tumbuhan (xylem dan floem) tanpa memberikan efek negatif pada inangnya.

Mikroba endofit yang mampu menghasilkan metabolit sekunder terdapat disetiap

tanaman tingkat tinggi. Mikroba endofit ini tumbuh dijaringan vaskular dari

tanaman inangnya (Stone et al., 2000).

Jaringan vaskular (pembuluh) terletak diseluruh tubuh tanaman,

mengangkut zat-zat antara akar dan tunas (Campbell et al., 2002). Dari berbagai

jenis tanaman yang tersebar di bumi atau sekitar 300.000, tanaman ini masing-

masing mengandung mikroba endofit berjumlah satu atau lebih. Mikroba endofit

ini banyak ditemukan di batang, daun, buah dan akar (Strobel dan Daisy, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Xiang Ling membuktikan bahwa dalam satu

tumbuhan dapat diisolasi jenis mikroba endofit yang masing-masing mempunyai

potensi untuk memproduksi satu atau beberapa senyawa bioaktif (Xiang et al.,

2007). Selain itu mikroba endofit tidak hanya bakteri tetapi juga jamur atau

mikroba lainnya. Mikroba endofit ini juga dapat berfungsi sebagai antibakteri,

antijamur dan dapat menghasilkan enzim yang bermanfaat untuk bidang industri

maupun pangan (Sinaga, 2009).

Mikroba endofit dan tanaman inangnya mempunyai hubungan yang saling

menguntungkan. Mikroba endofit akan melindungi tanaman inangnya dari

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

5

serangan patogen dengan menggunakan senyawa yang dikeluarkannya.

Senyawa ini adalah hasil dari metabolisme mikroba endofit yaitu senyawa

metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dikeluarkan oleh mikroba endofit

berupa senyawa bioaktif yang berfungsi untuk membunuh patogen. Selain itu

juga dapat menghasilkan enzim. Sedangkan tanaman inangnya akan

menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba endofit

tersebut (Prihatiningtias dan Mae, 2011). Menurut Tan dan Zou (2001), mikroba

endofit memang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan metabolit

sekunder yang karakternya sama atau mirip dengan tanaman inangnya. Hal ini

bisa disebabkan karena adanya pertukaran genetik yang terjadi diantara

tanaman inangnya dengan mikroba endofit secara evolusioner.

2.2 Morfologi dan Taksonomi Mangrove Pedada Putih (Sonneratia alba)

Klasifikasi mangrove pedada putih (Sonneratia alba) adalah sebagai

berikut (Safnowandi, 2015).

kingdom : Plantae

Sub Regnum : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divis : Mangnoliophyta

Kelas : Mangnoliophyta

Ordo : Myrtales

Family : Sonneratiaceae

Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia alba

Mangrove pedada putih (Sonneratia alba) merupakan tanaman yang berasal dari

salah satu suku Sonneratiaceae. Tanaman ini memiliki ketinggian ± 15 meter.

Kulit kayu yang dimiliki Sonneratia alba berwarna putih tua hingga coklat dan

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

6

terdapat celah longitudinal yang halus. Akar dari tanaman ini dapat muncul dari

tanah yang digunakan sebagai akar nafas atau pneumatofor (akar khusus yang

digunakan sebagai pembantu proses pernafasan tambahan tumbuhan yang

hidup diair atau rawa) yang tingginya kira-kira 25 cm berbentuk lancip dan bagian

akar berwarna merah. Habitat dari Sonneratia alba ini lebih banyak pada daerah

pesisir pantai. Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang

yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur dan ujung daun berbentuk

emerginate (berlekuk). Panjang daun yaitu rata-rata 5-10 cm, bunganya

membentuk kelompok satu hingga tiga bunga perkelompok. Bunga ini dikelilingi

daun mahkota berwarna putih dan mudah sekali rontok. Kelopak bunga

berjumlah 6-8. Bentukan daun seperti lonceng dengan warna bagian luar hijau

dan didalam kemerahan. Sedangkan bentuk buah yaitu bola dengan ujungnya

bertangkai dan bagian dasar terbungkus kelopak bunga, dan sifat buah tidak

membuka ketika matang. Buah mempunyai ukuran 3,5-4,5 cm dengan warna

hijau, permukaan halus dengan kelopak bentuk cawan yang menutupi dasar

buah dan berisi 200 biji. Mangrove pedada putih (Sonneratia alba) dapat dilihat

pada Gambar 1.

Kandungan aktioksidan yang terdapat pada mangrove pedada putih

(Sonneratia alba) adalah senyawa fenol, tanin, busa saponin, dan tritepenoid.

Senyawa alkaloid dan senyawa flavonoid tidak ditemukan pada spesies ini.

Senyawa aktif tanin dapat berperan mendenaturasi protein dan mencegah

pencemaran bakteri. Senyawa saponin merupakan karbohidrat turunan yang ada

ditanaman. Saponin berfungsi sebagai penyimpan karbohidrat, dan merupakan

produk limbah dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Selain itu, saponin juga

berfungsi sebagai pelindung dari serangga. Senyawa tanin merupakan senyawa

polifenol yang terbukti sebagai salah satu senyawa antioksidan yang bekerja

dengan cara menghambat radikal bebas melalui proses oksidasi rantai

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

7

transportasi elektron. Mekanismenya dengan cara menghambat ion superoksida

yang merupakan radikal bebas endogen (Naiborhu, 2002). Ciri-ciri Sonneratia

alba dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Ciri-ciri Sonneratia alba

Bagian Ciri-ciri

Nama lokal Prapat, pedada putih, bogem dan prepat Bentuk Pohon dengan tinggi mencapai 15-16 m Akar Berupa akar nafas dan berbentuk kerucut Daun Memiliki susunan tunggal, bersilangan sampai bulat telur.

Bagian ujung membundar sampai berlekuk, panjang 5-10 cm, dengan bagian atas dan bawah permukaan daun hampir sama

Tipe biji Biji normal Kulit kayu Halus,memiliki celah searah longitudinal/retak, warna kulit

krem sampai coklat Ciri khusus Tangkai daun pada bunga dewasa berwarna kuning, helai

kelopak menyebar atau sedikit melengkung ke arah buah Fenologi atau perkembangan tanaman

Berbunga sepanjang tahun (antara 3-4 bulan) Berbuah pada bulan Mei-Juni dan Oktober-November Pembuahan sampai masak yaitu sekitar 2-3 bulan

Bunga Rangkaian satu sampai beberapa bunga bersusun, diujung atau cabang/dahan pohon; mahkota berwarna putih, dengan diameter 5-8 cm; bunga sehari (ephemeral), terbuka menjelang malam hari dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak

Buah Memiliki diameter 3,5-4,5 cm; berwarna hijau; permukaan halus; kelopak bunga berbentuk cawan, menutupi dasar buah, helai kelopak menyebar atau melengkung dan berisi 150-200 biji dalam buah

Sumber: Susmalinda (2013)

Gambar 1. Mangrove Pedada Putih (Sonneratia alba) (A. Daun, B. akar dan C. pohon)

Sumber: (Susmalinda, 2013)

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

8

2.3 Enzim

2.3.1 Pengertian Enzim

Enzim merupakan biomolekul berupa protein berbentuk bulat (globular)

yang dihasilkan oleh sel hidup yang mempunyai sifat khusus dan terdiri atas satu

atau lebih rantai polipeptida. Enzim bekerja dalam mengkatalisis reaksi kimia

yang berlangsung didalam sel itu sendiri. Selain itu, enzim juga merupakan suatu

produk yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan dapat dimanfaatkan

dalam dunia industri maupun non pangan. Enzim ini juga sebagai alat praktis

yang penting (Darwis dan Sukara,1990). Enzim mempunyai sifat-sifat yang unik

sebagai biokatalis yaitu dapat aktif dalam jumlah sangat kecil dan aksi

katalitiknya spesifik (Murni et al., 2011). Enzim pada kondisi optimal aktivitasnya

akan mempunyai aktivitas katalitik yang tinggi, baik untuk kepentingan penelitian

ataupun pemanfaatan secara komersial. Ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi aktivitas enzim yaitu suhu inkubasi optimum, pH, serta pengaruh

aktivator dan inhibitor pada aktivitas enzim (Nelson dan Cox, 2010).

Enzim dapat bekerja terhadap zat atau substrat harus ada hubungan atau

kecocokan antara enzim dan substrat. Hubungan diantara keduanya hanya

terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Bagian atau tempat tersebut

dinamakan sebagai bagian aktif (active site). Hubungan ini mungkin hanya terjadi

apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat sehingga dapat menampung

substrat. Hubungan antara substrat dan enzim akan membentuk kompleks

enzim-substrat (Yuniarsih, 2012).

Menurut Lehninger (1982), enzim berfungsi sebagai katalis yang dapat

digunakan untuk meningkatkan atau mempercepat kecepatan reaksi kimia

dengan jalan menurunkan energi aktivasinya. Selain itu, juga dapat

meningkatkan suhu reaksi. Gerak molekul akan dipercepat dengan

menggunakan suhu tinggi. Namun, tidak semua penggunaan suhu itu baik dan

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

9

tepat, karena tidak semua senyawa dapat tahan terhadap suhu tinggi.

Penggunaan suhu tinggi tersebut, selain dapat merusak senyawa juga dapat

mengakibatkan biaya proses yang lebih besar.

Enzim dapat bekerja melalui dua cara yaitu teori kunci gembok (Lock and

Key Theory) dan teori kecocokan induksi (Induced Fit Theory). Dalam teori kunci

gembok, enzim bekerja apabila terdapat kesesuaian bentuk ruang antara sisi

aktif dari enzim dengan substrat, sehingga sisi aktif enzim menjadi kaku. Peran

substrat ini yaitu sebagai kunci masuk kedalam sisi aktif, yang berperan sebagai

gembok, sehingga sekali terjadi kompleks enzim-substrat. Produk hasil reaksi

akan terlepas dan enzim akan kembali kebentuk semula apabila ikatan kompleks

antara enzim-substrat terputus (Stenes, 1998). Mekanisme teori kunci gembok

dapat dilihat pada Gambar 2a.

Cara kerja teori kecocokan induksi berbeda dengan teori kunci-gembok.

Hal ini dapat dilihat bahwa teori kecocokan induksi menekankan pada enzim

yang melakukan penyesuaian bentuk untuk diberikan dengan substrat.

Tujuannya yaitu untuk meningkatkan kecocokan dengan substrat dan membuat

ikatan enzim substrat lebih reaktif. Pengikatan substrat menginduksi penyesuaian

pada enzim yang meningkatkan kecocokan dan dapat mendorong molekul

Enzim

Substrat enzim (Active site)

substrat Enzim

Substrat enzim (Active site)

substrat

Teori Kunci Gembok Sisi Aktif Cenderung kaku

Teori Kecocokan Induksi Sisi Aktif lebih fleksibel

Gambar 2. (a) Teori Kunci-Gembok; (b) Teori Kecocokan Induksi sumber: (Shahib, 2005)

(a) (b)

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

10

kompleks enzim-substrat (Chang, 2003). Mekanisme kerja enzim dengan teori

kecocokan induksi dapat dilihat pada Gambar 2b.

2.3.2 Jenis Enzim

Enzim juga dapat diklasifikasikan berdasarkan reaksi kimia yang

dikatalisnya. Klasifikasi enzim ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Enzim

Enzim Reaksi Katalis

Hidrolase Dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis dari berbagai ikatan yang umumnya melibatkan perpindahan air (H2O). Contoh: esterase, nuklease, deaminase, amidase dan protease.

Isomerase Dapat mengkatalisis isomerase pada molekul yang mengakibatkan perubahan struktur molekul

Ligase Ligase dapat menggabungkan dua molekul menjadi ikatan kovalen

Oksidoreduktase Mengkatalisis reaksi oksidasi atau reduksi yang umunya dapat melibatkan transfer elektron. Contoh: oksidase dan dehidrogenase

Transferase Mentransfer gugus fungsional (metil atau gugus fosfat). Contoh: transglikosidase, transmetilase dan transasetilase.

Sumber: (Lehninger, 1982)

Menurut Masri (2014), L-asparaginase merupakan salah satu jenis enzim

hidrolase. Dimana dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis L-aspargin menjadi asam

aspartat dan amonia dengan memutus ikatan amida. Enzim hidrolase merupakan

kelompok enzim yang penting dalam pengolahan pangan Karena enzim ini dapat

memecah substrat dengan bantuan molekul air.

Enzim-enzim hidrolase dapat diproduksi dalam jumlah yang besar dari

bakteri genus Bacillus (Doi dan Martina, 1992). Enzim hidrolase dapat

mengkatalisis ikatan ester, eter, peptida dan lain-lain. Enzim hidrolase

berdasarkan substratnya dibagi menjadi kelompok kecil yaitu karbohidrase,

esterase dan proteinase. Karbohidrase dapat menguraikan golongan karbohidrat.

Kelompok ini masih dipecah lagi bersadarkan karbohidrat yang diuraikan yaitu

amilase, maltase, sukrase, laktase, selulase, dan pektinasi. Enzim esterase yaitu

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

11

enzim-enzim yang memecah golongan ester, contohnya yaitu lipase dan

fosfatase. Sedangakan proteinase yaitu enzim-enzim yang menguraikan

golongan protein, contohnya yaitu peptidase, gelatinase dan renin (Indah, 2004).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, yaitu konsentrasi enzim,

konsentrasi substrat, suhu, pH, dan keberadaan inhibitor. Apabila faktor-faktor

tersebut dioptimasi, maka enzim dapat menghasilkan kinerja optimum yang

ditunjukkan dengan tingginya nilai aktivitas enzim tersebut (Murni et al., 2011).

Enzim mempunyai sifat yang khas menurut Poedjiadi (1994), yaitu hanya

bekerja pada satu reaksi saja. Ukuran enzim lebih besar dari pada substratnya.

Dengan demikian, tidak seluruh bagian enzim tersebut dapat berhubungan

dengan substratnya. Bagian enzim yang dapat mengadakan hubungan dengan

substratnya disebut bagian aktif. Aktivitas enzim ini dipengaruhi beberapa faktor,

yaitu:

a. Konsentrasi Enzim

Konsentrasi enzim akan mempengaruhi kecepatan suatu reaksi enzim

tersebut. pada suatu kosentrasi enzim tertentu, kecepatan reaksi enzim

bertambah dengan bertambahnya kosentrasi enzim. Dengan kata lain,

konsentrasi enzim ini berbanding lurus dengan efektivitas kerja enzim. Semakin

tinggi konsentrasi maka kerja enzim (v) akan semakin baik dan cepat. Hal ini

dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

12

b. Konsentrasi Substrat

Dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi

substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Namun pada batas konsentrasi

tertentu, tidak akan terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi

substratnya diperbesar. Hal ini dapat terjadi karena untuk membentuk kompleks

enzim-substrat diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat. Apabila

substratnya cocok dengan enzim maka kinerja enzim juga akan optimal.

Pengaruh konsentrasi substrat (S) dapat dilihat pada Gambar 4.

Menurut Indah (2004), kecepatan reaksi akan meningkat pada batas

maksimum V, apabila konsentrasi substrat (S) bertambah, sedangkan keadaan

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi enzim

Sumber: (Indah, 2004)

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi enzim terhadap kecepatan reaksi Sumber: (Indah, 2004)

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

13

lainnya sama. Pada titik maksimum ini enzim telah mengalami jenuh dengan

substratnya, seperti pada Gambar 4. Pada titik A maupun B, semua enzim belum

bereaksi dengan substrat, sehingga penambahan substrat akan menyebabkan

jumlah enzim bertambah dan kecepatan reaksi v akan bertambah. Kemudian

pada titik C, semua enzim telat bereaksi dengan substratnya. Hal ini

menyebabkan tidak perlunya dilakukan penambahan substrat. Apabila dilakukan

penambahan substrat maka tidak akan menambah kecepatan reaksi, karena

tidak ada lagi enzim bebas.

c. Suhu dan pH

Suhu dan pH akan mempengaruhi aktivitas enzim. Pemanfaatan enzim

terbatas pada Suhu dan pH tertentu. Enzim akan mengalami denaturasi pada

suhu dan pH tertentu karena enzim merupakan suatu protein. Apabila terjadi

denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian

konsentrasi efektif enzim akan menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun

akan menurun. Selain itu, struktur ion enzim juga tergantung pada pH

lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, negatif, atau ion bermuatan

ganda. Perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian

aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Pada suatu pH tertentu

atau daerah pH yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi, maka

pH tersebut dinamakan pH optimum. Selain itu, ada enzim yang dapat optimal

pada kondisi asam dan ada juga pada kondisi basa. Namun kebanyakan enzim

bekerja secara optimal pada pH netral (Gambar 5).

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

14

Pada pH rentah ataupun tinggi, enzim akan mengalami kerusakan yaitu

terdenaturasi. Selain itu, pada pH rentah atau tinggi, enzim maupun substrat

dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat terjadi perubahan

aktivitas enzim. Sebagai contoh yaitu pada pH tinggi, substrat (SH+) dapat

bereaksi dengan enzim bermuatan negatif (Enz-), maka pada pH yang ekstrim

rendah atau tinggi konsentrasi efektif SH+ dan enz akan berkurang. Hal ini

menyebabkan kecepatan reaksinya juga berkurang. Seperti terlihat pada Gambar

6.

Gambar 5. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi enzim Sumber: (Indah, 2004)

Gambar 6. Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim Sumber: (Indah, 2004)

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

15

d. Pengaruh Inhibitor

Inhibitor merupakan ion atau molekul yang akan menghambat reaksi.

Molekul inhibitor dapat berupa modifikasi gugus fungsi pada molekul enzim,

maupun molekul yang mirip dengan substrat. Inhibitor dapat mengurangi peluang

bagi terbentuknya kompleks enzim substrat dan hal ini menyebabkan

berkurangnya kecepatan reaksi.

e. Aktifator (koenzim dan kofaktor)

Menurut Martoharsono dan Soeharsono (2006), aktivator ini dibutuhkan

dalam reaksi katalis dari beberapa enzim. Aktivator merupakan suatu senyawa

atau ion yang dapat meningkatkan reaksi enzimatis. Dalam aktivator ini terdapat

kofaktor dan koenzim. Kofaktor adalah komponen kimia yang dapat membentuk

enzim atau disebut sebagai ion-ion anorganik (seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, dan

Mg). Sedangkan koenzim adalah molekul organik kompleks.

2.4 L-asparaginase, Sumbernya dan Aplikasi

2.4.1 Reaksi

Enzim L-asparaginase (L-asaparagin amidohidrolase, E.C.3.5.1.1)

merupakan enzim yang dapat mengkatalisis proses hidrolisa L-asparagin

menjadi L-aspartat dan ammonia (Hegazy dan Moharam, 2010). Asam aspartat

selanjutnya akan memasuki siklus asam sitrat yang akan memainkan peranan

penting dalam metabolisme asam amino (Hendriksen et al., 2009). Substrat

maupun produk hasil reaksi tersebut memiliki peranan yang penting dalam

metabolisme semua organisme, dari bakteri sampai mamalia. Dalam tanaman,

jumlah L-asparagin yang berlebih akan disimpan dan pada transpor nitrogen

digunakan untuk biosintesis protein. L-asparaginase dalam teknologi pangan

dapat digunakan untuk mengurangi akrilamida yang terkandung dalam makanan

olahan. Akrilamida bersifat sebagai karsinogen (Ciesarova et al., 2006;

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

16

Hogervorst et al., 2008; Bongers et al., 2012). Mekanisme dari Reaksi Katalisis L-

asparaginase dapat dilihat pada Gambar 7.

2.4.2 Sumber Mikroba

Enzim L-asparaginase merupakan enzim yang terlibat dalam proses

hidrolisis enzim L-asparagiase menjadi L-aspartat dan amonia. Enzim ini dapat

ditemukan disebagian besar mikroba seperti Proteus vulgaris, Erwinia

carotovora, Acinatobacter, Serratia marcescens, Mycobacterium bovis,

Streptomyces griseus, Achromobacteraceae dan Pisum sativum (Mishra, 2006;

Pieters et al., 2011). Kemudian E. coli, Erwinia cartova, Enterobacter aerogenes,

Corynebacterium glutamicum, Candida utilities, dan Bacillus sp (El-Bessoumy et

al., 2004). Menurut Masri (2014), L-asparaginase ditemukan pada bakteri

pseudomonas putida pada makro alga Sargassum sp.

Dalam dunia klinis, L-asparaginase diproduksi secara komersial dengan

menggunakan dua bakteri yaitu Erwinia chrysanthemi dan Escherichia coli

(Verma, 2007). Sumber potensial dari mikroba lainnya yang menghasilkan L-

asparaginase yaitu dari Thermococcus kodakaraensis TK 1656 yang dilaporkan

Gambar 7. Mekanisme dari Reaksi Katalisis L-Asparaginase Sumber: Hill (1967); El-Bessoumy et al., (2004); Shrivastava et al., (2016)

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

17

oleh Chohan dan Rashid (2013), yang memiliki aktivitas sebesar 2350 UI/mg

pada suhu optimum 85 °C dan pH 9,5. Selain itu Enterobacter aerogenes,

Enterobacter cloacae juga mampu menghasilkan L-asparaginase (Nawaz et al.,

1998). Bakteri penghasil L-asparaginase juga dapat ditemukan di ekosistem

maupun endofit mangrove yaitu pada jenis Rhizophora, Avicenia, Sonneratia,

Nypa dan lain-lain (Shome, 2001).

Mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim L-asparaginase yaitu

Pseudomonas fluorescens dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 168.4 U

mL−1, pada pH 8, suhu 37 °C (Kishore et al., 2015; Prema et al., 2013), Bacillus

licheniformis RAM-8 dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 697,1 U mL−1

pada pH 6-10, suhu 40 °C (Mahajan et al., 2014), Nocardiopsis alba NIOT-

VKMA08 dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 151,1 U mL−1 pada pH 8,

suhu 37 °C (Meena et al., 2015), Streptomyces parvulus dengan aktivitas L-

asparaginase sebesar 146 U mL−1 pada pH 7,5, suhu 50 °C (Usha et al., 2011),

Photobacterium sp. dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 20 U mL−1 pada pH

7, suhu 25 °C (Yaacob et al., 2014), Pyrococcus furiosus dengan aktivitas L-

asparaginase sebesar 550 U mL−1 pada pH 9, suhu 85 °C (Bansal et al., 2010),

Bacillus licheniformis MTCC 429 dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 597,8

U mL−1 pada pH 8, suhu 37 °C (Sudhir et al., 2016). Sedangkan fungi yang dapat

menghasilkan L-asparaginase adalah Rhizomucor miehei dengan aktivitas L-

asparaginase sebesar 1985 U mL−1 pada pH 7, suhu 45 °C (Huang et al., 2014),

Talaromyces pinophilus dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 145 U mL−1

pada pH 8, suhu 20 °C (Krishnapura dan Belur, 2016), dan Penicillium sp.

dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 13,97 U mL−1 pada pH 7, suhu 37 °C

(Patro dan Gupta, 2012). Kemudian kelompok fungi yang dapat menghasilkan L-

asparaginase adalah Aspergillus, Penicillium dan Fusarium (Sarquis et al., 2004).

Page 15: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

18

2.4.3 Apikasi Enzim L-Asparaginase

Potensi utama dari enzim asparaginase dalam dunia farmasi yaitu

digunakan sebagai agen kemoterapi kanker. Menurut Kidd (1953), yang pertama

kali menemukan aktivitas antikanker pada serum darah marmut (guinea pig).

Menurut Neuman dan McCoy (1956), mendemonstrasikan perbedaan

metabolisme serta pertumbuhan sel normal dan sel kanker sebagai respon tidak

adanya L-asparagin secara in vitro. Selanjutnya dari kedua penemuan tersebut

Broome (1963), menyimpulkan bahwa penemuan tersebut terjadi karena kadar L-

asparagin yang esensial untuk pertumbuhan sel kanker berkurang karena

aktivitas hidrolitik L-asparaginase.

Secara luas pemanfaatan L-asparaginase sebagai kandidat antikanker

memiliki beberapa masalah, diantaranya adalah penggunaan marmut (guinea

pig) sebagai satu-satunya sumber L-asparaginase pada tahun 1960-an bersifat

tebatas (Nagarethinam et al., 2012). Menurut Mashburn dan Wriston (1964),

enzim L-asparaginase ditemukan dari bakteri E.coli dalam jumlah yang besar.

Terdapat dua jenis L-asparaginase yang dihasilkan dari E.coli yaitu EC-1 dan

EC-2. EC-1 ditemukan pada sitoplasma sel, sedangkan EC-2 ditemukan pada

periplasmik. Singh et al., (2013) menyatakan bahwa diantara kedua jenis enzim

L-asparaginase tersebut, yang memiliki aktivitas antikanker adalah L-

asparaginase periplasmik. Penemuan tersebut mendorong penggunaan L-

asparaginase sebagai agen kemoterapi kanker.

Fungsi lain yang dimiliki oleh enzim L-asparaginase yaitu untuk mencegah

pembentukan akrilamida. Akrilamida inilah yang berpotensi kanker terhadap

manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akrilamida terbentuk akibat

pengolahan pada suhu tinggi terhadap asam amino asparagin, terutama apabila

dikombinasikan dengan pereduksi dan produk antara reaksi maillard. Tahapan

intermediet reaksi maillard, asam amino mengalami dekarboksilasi dan

Page 16: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

19

deaminasi untuk membentuk senyawa aldehid yang selanjutnya akan

membentuk senyawa akrilamida. Senyawa akrilamida terbentuk apabila setelah

diproses pada permukaan pangan yang membutuhkan Aw (water activity,

molekul air yang tidak terikat pada suatu molekul) yang relatif rendah serta

diproses pada temperatur ± 120 °C (Weisshaar dan Gutsche, 2005).

Akrilamida (C3H5NO) akan terbentuk dari asparagin dan gula pereduksi

selama berlangsungnya reaksi maillard (Mottram et al., 2002; Stadler et al.,

2002). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. bahwa asparagin dan gula

pereduksi memegang peran dalam reaksi konjugasi yang mengakibatkan

pembentukan N-glycosylasparagine sebagai akibat dari perlakuan suhu tinggi

dan akan membentuk dekarboksilasi. Dekarboksilasi dapat terurai secara

langsung menjadi akrilamida atau mungkin menghidrolisisnya untuk membentuk

3-aminopropionamide (Hedegaard et al., 2008). 3-Aminopropionamide juga

diyakini sebagai langkah awal pembentukan akrilamida (Granvogl dan

Schieberle, 2006)

Gambar 8. Mekanisme Pembentukan Akrilamida Sumber: (Parker et al., 2012)

Page 17: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

20

2.5 Isolasi, Identifikasi, Konfirmasi Gram dan Morfologi

2.5.1 Isolasi Mikroorganisme

Bakteri dapat diisolasi dari berbagai sumber seperti tanah, air, sayuran,

buah-buahan dan berbagai jenis makanan. Isolasi bakteri adalah suatu proses

pemisahan koloni campuran hingga diperoleh koloni tunggal. Bakteri yang

tumbuh secara alami sebagian besar merupakan koloni campuran sehingga

perlu dilakukan isolasi untuk mendapatkan biakan murni. Isolasi bakteri menurut

Hadioetomo (1990), dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu :

a. Metode Goresan (Streak Plate Method)

Isolasi bakteri dengan metode gores dapat dilakukan dengan cara

menggoreskan suspensi bahan yang mengandung bakteri pada permukaan

media yang terdapat dalam cawan petri steril. Setelah dilakukan proses inkubasi,

bekas goresan akan menjadi koloni-koloni terpisah yang mungkin berasal dari

satu sel bakteri atau biakan murni.

Metode goresan praktis untuk digunakan, hemat biaya dan waktu. Akan

tetapi membutuhkan keterampilan. Kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan

dalam metode ini adalah inokulum yang digunakan dalam jumlah banyak

sehingga menyebabkan kesulitan dalam pemisahan sel. Lalu, permukaan

medium tidak digunakan dalam proses penggoresan, akibatnya pengenceran

tidak terjadi secara optimal.

b. Metode Agar Tuang (Pour Plate Method)

Pour plate method dilakukan dengan menginokulasikan suspensi bahan

yang mengandung bakteri kedalam cawan petri steril dan dilanjutkan dengan

menuangkan media agar yang sedang mencair. Koloni-koloni tersebar pada

permukaan agar setelah dilakukan inkubasi yang mungkin berasal dari satu sel

bakteri sehingga dapat diisolasi lebih lanjut. Metode ini mempunyai kelemahan

yaitu membutuhkan waktu yang lama dan bahan dalam jumlah yang banyak

Page 18: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

21

akan tetapi tidak membutuhkan keterampilan tinggi. Biakan campuran diencerkan

dengan menggunakan medium agar yang telah dicairkan dan didinginkan.

Pengenceran dilakukan dalam beberapa tahap hingga diperoleh koloni tunggal.

c. Metode Sebaran (Spread Plate Method)

Spread Plate Method adalah metode isolasi dengan cara menyebarkan

sampel cair yang mengandung mikoorganisme pada permukaan media agar

dalam petridish steril. Setelah inkubasi, para permukaan media akan tumbuh

koloni-koloni terpisah sehingga didapatka biakan murni.

2.5.2 Identifikasi Molekuler 16S rRNA

Kunci dalam mengerti keragaman mikroba adalah suatu sistem klasifikasi

yang dapat diandalkan. Bakteri ini secara tradisional diklasifikasikan berdasarkan

sifat-sifat fenotipik. Namun, terkadang hasilnya tidak selalu dapat diandalkan

secara filogenik (Aris, 2011). Pendekatan analisis molekuler yang bisanya

digunakan adalah menggunakan pembanding sekuen RNA khususnya ribosom

termasuk dengan menggunakan komponen gen 16S (Ajmal et al., 2007).

Hubungan kekerabatan filogenetik diantara bakteri dapat ditentukan oleh kode

genetik pada daerah gen yang disebut dengan unit 5S rRNA (5S rRNA memiliki

struktur urutan basa terlalu pendek, sehingga tidak ideal dari segi analisis

statistika), 16S rRNA (16S rRNA dapat digunakan sebagai penanda molekuler

yang dikenal dengan sebutan ribotyping atau riboprinting), dan 23S rRNA (23S

rRNA memiliki struktur sekunder dan tersier yang cukup panjang sehingga

menyulitkan analisis). Sehingga dari ketiganya, 16S yang paling banyak

digunakan sebagai penanda molekuler. Identifikasi tersebut didasarkan pada

tingkat kesamaan dalam sekuens DNA ribosomal 16S sebagai sidik jari genetik

bakteri atau disebut sebagai sekuen sidik jari (Madigan et al., 2000). Gen 16S

rRNA paling akurat untuk menentukan taksonomi suatu bakteri dibandingkan

Page 19: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

22

dengan 5S dan 23S. Panjang urutan basa gen 16S rRNA adalah 1500-1550

pasangan basa (Tannock, 1999).

Molekul 16S rRNA mempunyai sifat yaitu dapat berubah sesuai jarak

evolusinya, sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang baik.

Molekul 16S rRNA memiliki beberapa daerah yang urutan basanya konservatif

dan variatif (Pangastuti, 2006). Salah satu pendukungnya yaitu telah tersedianya

database dari 16S rRNA yang dapat dipakai sebagai pembanding sekuen 16S

rRNA bakteri lain untuk melihat hubungan kekerabatan genetik. Teknik ini

berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer. Secara teknis metode

ini melibatkan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk amplifikasi sekuen

rRNA dari strain bakteri. Hasil amplifikasi kemudian disekuensing untuk

mendapatkan informasi sekuen basa nitrogen. Sekuen basa nitrogen kemudian

dibandingkan dengan sekuen bakteri lain (Vaughan et al., 2006). Selain itu,

keungulan lain yang dimiliki oleh metode analisis 16S rRNA yaitu gen ini relatif

konstan dan tidak berubah dalam jangka waktu yang sangat lama atau dengan

kata lain laju mutasinya sangat kecil (Janda dan Abbot, 2007).

Analisis sekuen gen 16S rRNA yang digunakan sebagai teknik identifikasi

bakteri sudah dimulai sejak tahun 1980-an yang dikembangkan oleh Woose,

sehingga database nukleotida gen 16S pada bakteri cukup tersedia untuk

menjadi acuan identifikasi isolat bakteri dan studi filogenetik (Clarridge, 2004).

Gen ribosomal RNA mempunyai wilayah yang sangat lestari, terdapat pada

semua bakteri dan terdapat variasi kecil pada basa sekuen dari satu spesies ke

spesies lainnya. Variasi yang terdapat pada gen 16S rRNA tidak hanya

membedakan antar spesies, tetapi juga mengindikasikan derajat perbedaan

(Dale dan Park, 2004).

Sekuensing DNA ribosom 16S dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

sekuensing secara langsung dan sekuensing dengan bantuan PCR (Polymerase

Page 20: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

23

Chain Reaction). Teknik PCR ini merupakan metode yang paling baru dan terpilih

karena membutuhkan sedikit bahan, lebih cepat dan praktis dilakukan dari pada

sekuensing secara langsung. Tujuan digunakanya teknik PCR yaitu untuk

mengamplikasikan DNA ribosomal 16S menggunakan primer komplemen yang

diproduksi secara sintetik. Kemudian hasil tersebut dideteksi oleh detektor dan

dianalisis langsung oleh komputer (Madigan et al., 2000).

2.5.3 Analisis Filogenik

Analisis filogenik merupakan penentuan bagaimana suatu keluarga

mungkin diturunkan selama proses evolusi. Hubungan evolusi berdasarkan

sekuen digambarkan dengan menempatkan sekuen sebagai outer branches

pada suatu pohon filogenetik. Analisis filogenetik bertujuan untuk menemukan

semua hubungan percabangan dari suatu pohon berdasarkan panjang cabang

(Mount, 2001).

Analisis filogenik dapat dilakukan dengan menggunakan Phylogeny.fr.

Analisis ini dirancang untuk menyediakan penyelarasan dan filogeni secara

komprehensif dan fleksibel. Phylogeny.fr adalah server web pertama yang

dirancang untuk membuat pohon filogenik suatu spesies mikroorganisme secara

otomatis dan lengkap. Cara penggunaanya sederhana dan mudah untuk

dilakukan. Dengan menekan “One Click” dan ditunggu sekitar 2-6 menit maka

hasilnya akan muncul pada layar komputer. Sebelum dilakukan analisis

filogenetik, pengguna juga dapat mengumpulkan database urutan DNA dengan

menjalankan BLAST secara umum. Kemudian database tersebut dimasukkan

Phylogeny.fr yang tersedia dilaman: http://www.phylogeny.fr/ (Dereeper et al.,

2008).

Page 21: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

24

2.6 Konfirmasi Gram dan Morfologi

Bakteri merupakan suatu organisme yang mempunyai ukuran kecil dan

terkadang berkelompok. Dalam mempermudah pengamatan dibawah mikroskop

diperlukan pewarnaan mikroorganisme menggunakan zat pewarna. Pewarnaan

yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram

merupakan pewarnaan diferensial yang menggunakan lebih dari satu wat warna

dan mempunyai reaksi yang berbeda tiap bakterinya. Hasil dari pewarnaan Gram

akan membedakan dua kelompok besar bakteri, yaitu Gram positif dan Gram

negatif (Pratiwi, 2008).

Pewarnaan gram ditemukan pertama kali oleh Christian Gram yang

merupakan seorang yang ahli dalam bidang bakteriologi dan berkebangsaan

Denmark. Ciri-ciri bahwa bakteri tersebut tergolong Gram positif yaitu berwarna

biru atau ungu. Warna biru atau ungu disebabkan oleh kompleks warna merah

kristal violet-iodin. Sedangkan untuk bakteri Gram negatif, ciri-cirinya yaitu

setelah dilakukan pewarnaan Gram akan menghasilkan warna merah atau merah

muda. Hal ini disebabkan tidak mampu mempertahankan kompleks warna

tersebut saat diberi larutan etanol 95 % dan pewarna safranin akan masuk

kedalam bakteri sehingga berwarna merah. Perbedaan warna yang dihasilkan

pada pewarnaan bakteri Gram positif dan negatif tersebut disebabkan oleh

perbedaan struktur dan komposisi dinding sel kedua bakteri tersebut. Gram

positif memiliki dinding sel yang mengandung peptidoglikan yang tebal sehingga

mengakibatkan dapat mempertahankan warna kompleks tersebut. Sedangkan

bakteri Gram negatif tidak memiliki peptidoglikan pada dinding selnya, namun

memiliki kandungan lipid dalam jumlah yang banyak sehingga ketika diberikan

larutan etanol 95 % akan larut dan warna ungu yang terbentuk dari kristal violet

menjadi luntur dan safranin yang diberikan dapat mewarnai bakteri tersebut

(Barbour et al., 1987).

Page 22: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

25

Warna ungu dan merah muda terkadang sulit ditemukan dalam proses

pewarnaan Gram. Hal ini dikarenakan kedua warna tersebut saat dilakukan

pengamatan terkadang terlihat sama sehingga terkadang bakteri yang Gram

positif seakan-akan berwarna merah muda. Gram positif mulai sulit mengikat

kompleks warna dikarenakan dinding sel berusia terlalu tua. Kesulitan ini dapat

diatasi dengan dilakukan uji lanjut menggunakan KOH 3 %. Lisis akan terjadi

pada bakteri Gram negatif sehingga menyebabkan DNA keluar. Hal ini ditandai

dengan adanya lendir. Sedangkan untuk bakteri Gram positif tidak mengalami

proses lisis dikarenakan memiliki dinding sel yang kuat (Cappucino dan

Sherman, 1992).

Menurut Lay (1994), pewarnaan gram dilakukan secara sederhana dan

mudah. Pewarnaan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran dan penataan

mikoorganisme. Bentuk yang dikenal yaitu bentuk bulat (coccus), batang (basil),

dan spiral. Pada bakteri bentuk bulat (coccus) dapat terlilat pewarnaan seperti

rantai (Streptococcus), buah anggur (Staphyococcus), pasangan (Diplococcus),

dan bentuk kubus yang terdiri dari 4 atau 8. Perbedaan bakteri Gram positif dan

Gran negatif dapat dilihat pada Tabel 3.

Menurut Susilowati dan Shanti (2001), mikoorganisme dapat berupa

bakteri, fungi, protozoa dan lain sebagainya. Mikoorganisme ini dilakukan proses

identifikasi baik secara fisika atau kimia untuk mengetahui jenisnya. Pencirian

mikoorganisme dapat diketahui dengan melihat morfologi, nutrisi, kultur,

metabolik, susunan antigen, susunan kimiawi, dan sifat patogenik. Sedangkan

pencirian pada cendawan dilihat dari meselium, spora aseksual, spora seksual

dan habitat alamiahnya.

Page 23: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofitrepository.ub.ac.id/7091/3/BAB II.pdf · Kemudian struktur daunnya tersusun bersebarangan pada cabang yang sama. Bentuk daunnya yaitu bulat telur

26

Tabel 3. Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Gram Positif Gram Negatif

Dinding sel peptidoglikan berlapis-lapis dan biasanya tebal, berbentuk anyaman rapat yang mengurung kompleks besar kristal ungu-iodium

Selubung sel memiliki lapisan peptidoglikan tipis terdiri dari 1-3 lapis yang terhubung dengan suatu membran luar; peptidoglikan ini tidak teranyam rapat, sehingga mudah kehilangan kompleks ungu kristal-iudium pada proses pelunturan dengan alkohol

Tidak memiliki membran luar sehingga tidak memiliki barrier atau penghalang hidropobik untuk membatasi jalan masuk untuk antibiotika besar

Membran luarnya mempunyai lipopolisakarida. Lipopolisakarida ini yang paling sering dikeluarkan pada saat kematian sel dan memiliki komponen toksik.

Contoh:

• Bacillus

• Staphylococcus

• Streptococcus

• Peptostreptoccus

• Clostridium

• Enterococcus dan lain sebaginya

Contoh:

• Neisseria

• Moraxella

• Bricella

• Francisella

• Bordetella dan lain sebaginya

Sumber: (Johnson, 2011)