2. Isi Penelitian ASI Wonoayu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tes

Citation preview

19

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang PenelitianAir Susu Ibu (ASI) terbukti secara alami memberi manfaat bagi bayi dan ibu. Bagi ibu dapat mempercepat pemulihan kondisi pasca melahirkan dan bisa sebagai alat kontrasepsi alami (penundaan kehamilan). Sedangkan bagi bayi, Asi sangat baik dari aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, aspek neurolik, aspek ekonomik. Disamping itu, ASI juga dapat melindungi bayi dari sindroma kematian mendadak (Sudden Infant Death Syndrome / SIDS).Di Kecamatan Wonoayu pada tahun 2013 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 39,61% atau 444 dari 1.121 bayi yang ada, ada kenaikan bila dibanding cakupan tahun 2012 yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 25,38% atau 303 dari 1.194 bayi yang ada.Pada Desa Lambangan sendiri pada tahun 2013 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 19,355 atau 6 dari 32 bayi, yang merupakan desa dengan pemberian ASI eksklusif terendah dari 23 desa yang ada di Kecamatan Wonoayu. Sesuai dengan data yang kami terima sebagai berikut :NODesaPersentase

1MOJORANGAGUNG100,00%

2WONOKALANG66,67%

3CANDINEGORO64,44%

4SIMOKETAWANG61,54%

5PAGERNGUMBUK57,14%

6MULYODADI45,45%

7PILANG44,59%

8JIMBARAN WETAN42,86%

9WONOAYU42,11%

10SUMBEREJO41,07%

11SEMAMBUNG39,66%

12SAWOCANGKRING38,67%

13JIMBARAN KULON36,36%

14KETIMANG34,29%

15BECIRONGENGOR33,33%

16TANGGUL31,11%

17KARANGPURI30,57%

18SIMOKETAWANG30,30%

19SIMOANGIN-ANGIN30,16%

20PLOSO29,33%

21PLAOSAN26,83%

22POPOH21,43%

23LAMBANGAN19,35%

Sehingga dari data yang kami dapat diatas, kami mengambil Desa Lambangan Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo untuk diteliti.B. Rumusan MasalahDengan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian : Adakah hubungan beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014? C. Tujuan Penelitian1. Tujuan umumMenganalisis hubungan beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 20142. Tujuan khususa. Mengetahui gambaran hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014b. Mengetahui gambaran hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014c. Mengetahui gambaran hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014d. Mengetahui gambaran hubungan jumlah penghasilan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014.

D. Manfaat Hasil PenelitianManfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :1. Bagi masyarakatHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi bagi masyarakat tentang masalah pemberian ASI eksklusif dan memotifasi masyarakat agar lebih bisa meningkatkan pemberian ASI eksklusif2. Bagi Puskesmas Wonoayu Bahan masukan bagi puskesmas Wonoayu dalam menentukan langkah-langkah untuk mencari solusi atas masalah memengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.3. Bagi daerah lainBahan masukan yang bermanfaat dalam memecahkan masalah rendahnya pemberian ASI eksklusif di daerah lain yang memiliki kondisi desa yang serupa.4. PenulisSebagai prasyarat yang harus dipenuhi dalam tugas kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat dan bahan penelitian lebih lanjut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DefinisiAir susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi, tidak satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi tiga aspek yaitu aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan berupa jalinan kasih sayang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak (Depkes RI, 2005).

2. Kandungan ASI Air susu ibu (ASI) mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam 4 6 bulan pertama kehidupan, dianjurkan pada masa ini bayi hanya diberikan ASI. Kandungan zat gizi dalam ASI, menurut Soedibyo S. (1997) yaitu :a. ASI mengandung protein dan lemak yang paling cocok untuk bayi dalam jumlah yang tepat.b. ASI mengandung lebih banyak laktosa (gula susu) daripada susu lainnya dan laktosa merupakan zat yang diperlukan bayi manusia.c. ASI mengandung vitamin yang cukup bagi bayi. Bayi selama 6 bulan pertama tidak memerlukan vitamin tambahan. d. ASI mengandung zat besi yang cukup untuk bayi. Tidak terlalu banyak zat besi yang dikandung, tetapi zat besi ini diserap usus bayi dengan baik. Bayi yang disusui tidak akan menderita anemia kekurangan zat besi.e. ASI mengandung cukup air bagi bayi bahkan pada iklim yang panas.f. ASI mengandung garam, kalsium dan fosfat dalam jumlah yang tepat 3. Manfaat ASIUntuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari ASI, maka ASI harus diberikan kepada bayi segera setelah dilahirkan atau paling lambat 30 menit setelah lahir, karena daya isap bayi pada saat itu paling kuat untuk merangsang produksi ASI selanjutnya. ASI yang keluar beberapa hari setelah persalinan disebut kolostrum (Depkes RI, 2005).Kolostrum mengandung zat kekebalan, vitamin A yang tinggi, lebih kental dan berwarna kekuning-kuningan. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi. Sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian air gula, air tajin dan masakan pralaktal (sebelum ASI lancar diproduksi) lain harus harus dihindari (Depkes RI, 2005). Pada usia 0 6 bulan, bayi cukup diberi ASI saja (ASI esklusif), karena produksi ASI pada periode tersebut sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat. Pemberian makanan selain ASI pada umur 0 4 bulan dapat membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna makanan bukan ASI. Apabila pada periode ini, bayi dipaksa menerima makanan bukan ASI, maka akan timbul gangguan kesehatan pada bayi seperti diare, alergi dan bahaya lain yang fatal. Tanda bahwa ASI eksklusif memenuhi kebutuhan bayi antara lain bayi tidak rewel dan tumbuh sesuai dengan grafik pada Kartu Menuju Sehat (KMS).4. Cara ASI Melindungi terhadap InfeksiBayi yang disusui lebih sedikit terkena diare bila dibandingkan dengan bayi yang diberikan makanan buatan. Bayi tersebut juga lebih sedikit menderita infeksi saluran pernafasan dan telinga tengah. Bayi yang diberi ASI akan menderita infeksi lebih sedikit, karena :a. ASI bersih dan bebas bakteri sehingga tidak membuat bayi sakit.b. ASI mengandung antibodi atau zat kekebalan immunoglobulin terhadap banyak infeksi. Hal ini akan membantu melindungi bayi terhadap infeksi sampai bayi bisa membuat antibodinya sendiri.c. ASI mengandung sel darah putih atau leukosit hidup yang membantu memerangi infeksi.d. ASI mengandung zat yang disebut faktor bifidus yang membantu bakteria khusus yaitu laktobacillus bifidus, tumbuh dalam usus halus bayi. laktobacillus bifidus mencegah bakteria berbahaya lainnya tumbuh dan menyebabkan diare.e. ASI mengandung laktoferin yang mengikat zat besi. Hal ini mencegah pertumbuhan beberapa bakteria berbahaya yang memerlukan zat besi. 5. Pola pemberian ASI Agar pemberian ASI eksklusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan lain perlu pula diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar yaitu tidak dijadwal, ASI diberikan sesering mungkin termasuk menyusui pada malam hari. Ibu menggunakan payudara kiri dan kanan secara bergantian tiap kali menyusui. Disamping itu, posisi ibu bisa duduk atau tiduran dengan suasana tenang dan santai. Bayi dipeluk dengan posisi menghadap ibu. Isapan mulut bayi pada puting susu harus baik yaitu sebagian besar areola (bagian hitam sekitar puting) masuk kemulut bayi. Apabila payudara terasa penuh dan bayi belum mengisap secara efektif, sebaiknya ASI dikeluarkan dengan menggunakan tangan yang bersih (Depkes RI, 2005). Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan psikologi selama kehamilan akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu yang menyusui harus menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang rasa khawatir yang berlebihan dan percaya diri bahwa ASI-nya mencukupi untuk kebutuhan bayi (Depkes RI, 1996).6. Masalah Pemberian ASI Kegagalan pemberian ASI eksklusif akan menyebabkan kekurangan jumlah sel otak sebanyak 15% 20%, sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi pada tahap selanjutnya. Pada umur 4 6 bulan (masa transisi), bayi terus minum ASI dan mulai diperkenalkan dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI berbentuk lumat atau setengah cair. Pada umur 6 9 bulan, kuantitas dan kualitas MP-ASI perlu diperhatikan.MP-ASI diberikan sesuai dengan umur bayi, minimal diberikan 3 kali sehari. Porsi MP-ASI setiap kali makan yaitu pada umur 6 bulan minimal 6 sendok makan. Pada umur 7 bulan minimal 7 sendok makan. Pada umur 8 9 bulan berturut-turut berikan 8 dan 9 sendok makan (Depkes RI, 2005).Sejak umur 10 bulan, makanan keluarga perlu diperkenalkan kepada bayi agar pada saat umur 12 bulan, bayi sudah dapat makan bersama keluarga. Porsi makan anak 12 bulan kira-kira separuh dari porsi orang dewasa. Pemberian ASI tetap diberikan sampai bayi berumur 2 tahun. Makanan selingan yang bergizi (bubur kacang hijau, biskuit, pepaya dan jeruk) perlu diberikan. Pada umur 24 bulan, secara bertahap anak perlu disapih antara lain dengan menjarangkan waktu menyusui (Depkes RI, 1996).Apabila ibu menghadapi masalah grafik pertubuhan bayi tidak sesuai KMS, puting lecet, payudara bengkak, puting terbenam dan lain-lain dianjurkan menghubungi petugas kesehatan, bidan, klinik laktasi di Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) atau Kelompok Pendudkung ASI (KPA). Bagi ibu pekerja dianjukan untuk tetap menyusui sebelum dan sesudah bekerja (Depkes RI, 1996). 7. Apa yang dapat dilakukan oleh ibu pekerjaWalaupun ibu bekerja sebaiknya terus menyusui bayinya. Dianjurkan untuk mengikuti cara-cara dibawah ini untuk mencegah penurunan produksi ASI dan penyapihan yang terlalu dini :a. Sebelum ibu berangkat bekerja bayi harus disusui. Selanjutnya ASI diperas dan disimpan untuk diberikan pada bayi selama ibu bekerja disamping susu formula kalau masih diperlukan.b. Bila mungkin, ibu pulang untuk menyusui pada tengah hari.c. Bayi disusui lebih sering setelah ibu pulang kerja dan pada malam hari.d. Tidak menggunakan susu formula pada hari libur.e. Tidak mulai bekerja terlalu cepat setelah melahirkan, tunggu sampai 1 2 bulan untuk meyakinkan lancarnya produksi ASI dan masalah pada awal menuyusui telah teratasi. Kalau ibu ingin memberikan susu formula dengan menggunakan botol, maka dapat dicoba setelah ibu yakin bahwa bayinya telah mampu menyusui pada ibu dengan baik untuk menghindari bayi bingung puting. Pastikan bahwa hak azasi menyusui bagi ibu bekerja di sektor formal dan informal didukung oleh pemerintah dan pengusaha. Mintalah menteri tenaga kerja untuk mengesahkan konvensi perlindungan persalinan. Kampanyekan perlunya fasilitas dan tetap memberi waktu menyusui atau memeras ASI ditempat kerja. Galilah cara-cara kreatif untuk mendukung hak azasi menyusui ibu pekerja di sektor informal (Depkes RI, 2000).Ditempat kerja, ibu dapat mengeluarkan ASI-nya dengan tangan dan disimpan dalam wadah bersih, tertutup dan selanjutnya diberikan kepadanya bayinya saat ibu pulang kerumah. ASI yang dikeluarkan tadi dapat disimpan dan tidak rusak selama 6 jam pada suhu kamar atau selama 24 jam dalam lemari es. Apabila bayi atau anak sakit tetap teruskan menyusui dan berikan MP-ASI lebih cair atau lunak (Depkes RI, 1996). 8. Cara Menyusui Bayi Terhadap Payudara Dalam Posisi Yang BenarCara-cara menyusui bayi dalam posisi yang benar yaitu a. Ibu harus duduk dan berbaring dengan santai. Kursi rendah biasanya jauh lebih baikb. Perhatikan cara memegang bayi sehingga bayi menghadap payudara dan lambung bayi menempel pada ibu. Bila diinginkan ibu dapat mengendong bayi diats bantal. Seluruh badan bayi harus menghadap payudara, tidak hanya membelokkan kepada bayi sajac. Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala dan lehernya harus sedikit teregang. d. Ibu harus memegang dan menawrkan seluruh payudaranya, tidak boleh memencet puting susu atau aerolanya saja e. Ibu menyentuh pipi atau sisi mulut bayi dengan puting susu untuk merangsang refleks rooting f. Ibu menunggu sampai mulut bayi terbuka dan bayi ingin mulai menyusu, serta cepat gerakan bayi ke payudarag. Ibu harus mengarahkan bibir bawah bayi kedasar aerola. Hal ini membuat puting susu diatas pusat mulut, sehingga puting mudah menyentuh dan merangsang langit-langit (King FS, 2002).

9. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pengembangan sumberdaya manusia. Menurut Andrew E. Sikula dalam Martoyo S. (1996) pendidikan adalah suatu proses pendidikan jangka panjang yang dilakukan secara sistematis dan prosedurnya diorganisisr melalui konsep belajar manajerial perorangan dan pengetahuan teoritis untuk tujuan umum. Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan pembedayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (Anonim, 2003).Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Menurut Sciartino, pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses belajar yang memberikan latar belakang berupa mengajarkan kepada manusia untuk dapat berpikir secara obyektif dan dapat memberikan kemampuan untuk menilai apakah budaya masyarakat dapat diterima atau mengakibatkan seseorang merubah tingkah laku.Menurut Maslow, motifasi berhubungan dengan 5 (lima) macam kebutuhan penting yang secara bersama dan membentuk hirarki yaitu :a. Kebutuhan fisiologi (Physiologikal needs )b. Kebutuhan rasa aman ( Safety needs )c. Kebutuhan sosial ( Social needs )Dari definisi di atas pendidikan dan latihan bersifat filosofis dan teoritis dan lebih diarahkan untuk golongan manajer. Sedangkan latihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat.10.Istilah-istilah Yang Berhubungan dengan Pendidikana. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Anonim, 2003).b. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Anonim, 2005).c. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan (Anonim, 2005).d. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasaran tingkatan perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (Anonim, 2005).e. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (Anonim, 2005).f. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Anonim, 2005). a. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Anonim, 2003).b. Prinsip Penyelenggaran Pendidikan1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskrimantif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. 2. Pendidikan diselenggaran sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. 3. Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan pembedayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.4. Pendidikan dielenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. 5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (Anonim, 2003).

11.Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang dikumpulkan yang dipahami dan pengenalan terhadap sesuatu hal atau benda-benda secara obyektif. Pengetahuan juga berasal dari pengalaman tertentu yang pernah dialami dan yang diperoleh dari hasil belajar secara formal, informal dan non formal (Mangindaan, 1996) dalam Toruntju (2005). Menurut Sarwono (1997) dalam Toruntju (2005) pengetahuan lebih bersifat pengenalan terhadap sesuatu benda atau hal secara obyektif. Pengetahuan atau kognitif seseorang tentang ASI adalah hasil tahu yang terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu yang sebagian besar diperoleh melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan ini merupakan bagian yang penting dalam membentuk perilaku seseorang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pengetahuan seseorang tentang ASI adalah merupakan hasil tahu seseorang setelah melakukan berbagai penginderaan terhadap sejumlah obyek yang berkaitan dengan pola pemberian ASI. 12.Status pekerjaan ibuIbu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg, A & Sajogyo, 1986).13.Tingkat pendapatan keluarga (Adisasmito, 2007) mengatakan di Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk, proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase gizi buruk.Menurut (Winarno, 1993) terdapat kecenderungan penurunan pengeluaran sesuai dengan kenaikan pendapatannya, namun pengeluaran untuk pangan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga Indonesia, disamping itu Winarno juga menambahkan salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial budaya yang secara nyata telah memberikan gambaran menyeluruh mengenai masalah gizi di daerah masyarakat miskin. Hubungan pendapatan dan gizi dalam keluarga didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari peningkatan pendapatan untuk perbaikan kesehatan dan gizi. Sebaliknya jika rendahnya pendapatan seseorang maka daya beli berkurang sehingga kemungkinan kebiasaan makan dan cara-cara lain menghalangi perbaikan gizi sehingga kurang efektif untuk anak-anak.

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian

FAKTOR INTERNAL PENDIDIKAN PENGETAHUAN PENDAPATAN / PENGHASILAN(PEKERJAAN IBU

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI

FAKTOR EKSTERNALPELAYANAN KESEHATAN BUDAYA

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian (Depkes RI, 2000) modifikasi.Keterangan gambar : : Faktor yang diteliti : Faktor yang tidak ditelitiPenjelasan :Pada penelitian ini kami membagi kerangka konsep pemberian ASI eksklusif menjadi 2 (dua) bagian besar. Pertama pada faktor internal kami memasukan beberapa faktor lain sebagai insikator penilaian seperti pendidikan, pengetahuan, penghasilan keluarga dan pekerjaan ibu. Sedangkan yang kedua yaitu faktor eksternal kami memasukan indikator penilaian berupa pelayanan kesehatan dan budaya.Pada penelitian kami yang berjudul hubungan beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014, yang diteliti adalah faktor internal.B. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pendidikan dengan rendahnya pemberian pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014.2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan rendahnya pemberian pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014.3. Ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan rendahnya pemberian pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014.4. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan rendahnya pemberian pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis PenelitianPenelitian ini menggunakan jenis penelitian yaitu untuk melihat bagaimana kejadian pemberian ASI eksklusif di desa Lambangan kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada bulan Agustus 2014

B. Tempat dan Waktu PenelitianTempat penelitian di Desa Lambangan Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo, dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus sampai dengan 13 September 2014

C. Populasi dan SampelYang menjadi populasi dalam penelitian ini adala ibu menyusui di Desa Wonoayu Puskesmas Wonoayu Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo dengan responden ibu-ibu yang mempunyai 1 (satu) atau lebih anak balita.1. Besar sampelBesar sampel ditentukan berdasarkan besar sampel sbb:Jumlah ibu menyusui di desa Lambangan tercatat 400 balita, kejadian KEP 10 balita. Prevalensi : x100% = 2,5%Rumus menentukan sampel :

Keterangan :P=estimasi proposi terjadinya KEP = 0,025Q= (1-P) estimasi proporsi tidak terjadinya KEP = 0,975d=simpangan mutlak Z=nilai z pada derajat kepercayaan 1-/2n = n = n = n = n = 36Jadi sample yang diambil minimal 36Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria inklusinya : ibu yang mempunyai anak balita usia < 5 tahun dan bersedia berpartisipasi menjadi responden. Kriteria eksklusinya : ibu yang mempunyai anak balita usia < 5 tahun tetapi tidak bersedia menjadi responden.2. Cara menentukan anggota sampelSampel diambil secara purposive yaitu dipilih pada lokasi yang memiliki kasus tertinggi KEP yaitu RW III desa Medaeng, dan secara insidential sampling yaitu pemilihan anggota sampel dengan cara pemilihan balita yang hadir di posyandu III pada bulan terakhir saat penelitian yaitu bulan Agustus 2013 yang kami datangi satu persatu ke setiap rumah responden .

D. Variabel Penelitian1. Variabel Bebas : Tingkat Sosial Ekonomia) Tingkat pendidikan ibub) Tingkat pengetahuan ibu tentang status gizic) Pola asuh balitad) Jenis pekerjaan ibue) Tingkat penghasilan keluarga2. Variabel TerikatStatus gizi balita pada 7 bulan terakhir yaitu Januari 2013 sampai Juli 2013 di RW Desa Medaeng, Puskesmas Medaeng, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo.

E. Definisi Operasional Variabel1. Yang dimaksud pendidikan terakhir adalah ijazah tertinggi yang diraih ibu berbalita. Mulai dari tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, Perguruan tinggi/Akademi. Bila tidak memiliki ijazah dimasukkan golongan tidak sekolah / tidak tamat SD/MIKriteria:a. Tidak sekolah atau tidak tamat SD atau MIb. SD/MIc. SMP/MTsd. SMA/MAe. Perguruan tingi atau Akademi2. Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu tentang status gizi adalah pengetahuan kapan seorang tahu anak balitanya normal atau mengalami gizi buruk.KEP (kekurangan energi dan protein) adalah : keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari, sehingga tidak,memenuhi angka kecukupan gizi.Yang dimaksud gizi buruk adalah : hasil penimbangan anak balita yang tidak ada penambahan berat badan dalam bulan-bulan yang berurutanKriteria:a. Tahub. Tidak tahu3. Penyebab KEP : karena kekurangan protein maupun karbohidrat atau kedua-duanya.Gejala klinis yang dapat timbul akibat kekurangan protein adalah : bengkak umumnya seluruh tubuh terutama pada kaki, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung mudah dicabut tanpa rasa sakit.Gejala klinis akibat kekurangan kalori adalah : tampak sangat kurus hingga tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel serta perut cekung. Sering disertai penyakit infeksi (terutama kronik berulang) dan diare.Gejala klinis akibat kekurangan protein dan kalori adalah : gabungan dari dua gejala diatas.

Kriteria:a. Tahu tentang kurang gizi adalah apabila ibu dapat menyebutkan salah satu dari ketiga kriteria diatas.b. Tidak tahu kurang gizi apabila ibu tidak dapat menyebutkan salah satu kriteria diatas.4. Yang dimaksud gejala awal balita kurang gizi adalah :0. Berat badan yang makin menurun atau tetap.0. Sering terkena penyakit infeksi.0. Balita menjadi kurang aktif.Kriteria:a. Yang dimaksud ibu tahu tentang gejala awal kurang gizi adalah apabila ibu dapat menyebutkan kriteria 1 saja atau kriteria 1 ditambah salah satu dari kriteria 2 atau 3, atau kedua-duanya. b. Yang dimaksud ibu tidak tahu gejala awal kurang gizi apabila ibu tidak dapat menyebutkan kriteria 1 baik disertai atau tidak disertai kriteria yang lain. 5. Pola asuh (cara pengasuhan) : Yang dimaksud pengasuhan balita adalah seseorang yang dipercaya oleh ibu ( pembantu, tetangga keluarga: saudara, kakek, nenek, ) untuk menggantikan peran ibu selama ibu bekerja seperti dalam hal menyiapkan dan memberi makan dan kegiatan lain seperti memandikan, bermain, menidurkan. Kriteria:a. Diasuh orang lain ( termasuk keluarga, tetangga, pembantu ) b. Diasuh ibu sendiri 6. Yang dimaksud dengan pekerjaan ibu balita adalah pekerjaan yang dilakukan ibu sehari-hari. Secara berurutan kriteria jenis pekerjaan diperkirakan menyebabkan kontak ibu dengan anak memakan waktu lebih lama sampai kurang lama yaitu: PNS atau Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang, Tani atau Buruh Tania atau Buruh, Ibu rumah tangga atau Tidak bekerja. Kriteria:a. PNS atau Karywanb. Wiraswasta atau Pedagangc. Tani atau Buruh Tani atau Buruhd. Ibu rumah tangga atau Tidak bekerja7. Pendapatan keluarga dalam 1 bulan adalah : jumlah penghasilan yang didapat oleh keluarga dalam setiap bulannya, baik penghasilan ibu maupun bapak anak balita. Tingkat penghasilan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:Kriteria: a. < 1000.000b. >1000.000 2.000.000c. >2.000.000

F. Teknik Pengumpulan Data1) Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menggunakan acuan kuesioner dan pengamatan langsung.2) Data sekunder diperoleh dari studi dokumen dari catatan lapangan, data yang ada di kantor desa dan Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.G. Pengolahan dan Analisis Data1. Pengolahan DataPengolahan data yang dilakukan dapat dibagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut :a. EditingMelakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan keseragaman data sehingga menjamin validitas data.b. Data entryMemasukkan data ke dalam computer atau penyusunan secara manual.c. TabulatingPengelompokan data dalam membentuk tabel sesuai bentuk variabel yang akan dianalisis, baik tabel distribusi frekuensi maupun tabel silang.d. DescribingMenggambarkan dan menerangkan data.e. AnalysisMelakukan analisa dari persentase data yang didapat .2. Analisis dataAnalisis data dengan menggunakan tabel silang untuk mengetahui gambaran hubungan variabel-variabel tingkat sosial ekonomi dengan kejadian KEP di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian1. Data Desaa. Kelurahan : Medaengb. Kecamatan : Waruc. Kabupaten/ kotamadya DATI II : Sidoarjod. Propinsi DATI I: Jawa Timur2. Data Geografia. Luas dan Batas WilayahLuas desa atau kelurahan : 135 Hab. Batas Wilayah1) Sebelah Utara: Desa Bungurasih Kecamatan Waru2) Sebelah Selatan : Desa Pepelegi Kecamatan Waru3) Sebelah Barat : Desa Kedungturi Kecamatan Taman4) Sebelah Timur : Desa Waru Kecamatan Waruc. Kondisi Geografis1) Ketinggian tanah 5 meter dari permukaan laut2) Topografi termasuk daerah dataran sedang3) Suhu udara rata-rata 30 32 Cd. Jarak :1) Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 3 km2) Jarak dari ibu kota DATI II 16 km3) Jarak dari ibu kota provinsi 20,5 km3. Data DemografiJumlah penduduk Desa Medaeng : a. Jumlah penduduk laki-laki: 6910 jiwab. Jumlah penduduk perempuan : 7030 jiwa4. Sarana dan Prasarana Kesehatan :a. Jumlah Posyandu: 7 posyandub. Bidan Desa: 1 orangc. Jumlah Posyandu lansia: 2 posyandud. Jumlah Taman Posyandu: 1 posyandue. Dokter praktik swasta : 3 tempat praktik

B. Karakteristik Subyek Penelitian1. Tingkat Pendidikan Ibu Tabel 1: Tingkat Pendidikan Responden di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, Tahun 2013.Tingkat PendidikanJumlahPersentase (%)

SD/MI513,9%

SMP/MTs1027,8%

SMA/MA1952,8%

Perguruan Tinggi/Akademi25,5%

Total36100 %

Sumber : Hasil Survei, 2013Dari table 1 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden umumnya telah cukup tinggi yaitu 58,3 % telah lulus dari SMA/MA keatas, namun masih dijumpai sejumlah 41,7% yang berpendidikan SMP kebawah.2. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Status GiziTabel 2: Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Status Gizi di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Tingkat Pengetahuan Ibu tentang KEPJumlahPersentase (%)

Tahu2466,6%

Tidak tahu1233,4%

Total36100 %

Sumber : Hasil Survei, 2013Tabel 2 menunjukkan bahwa masih terdapat 33,4% responden yang belum memahami status gizi, yang berarti pemahaman tentang perkembangan berat badan khususnya, masih kurang.

3. Pengetahuan tentang Penyebab Gizi BurukTabel 3 : Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Penyebab Gizi Buruk di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Pengetahuan Ibu tentang Penyebab KEPJumlahPersentase (%)

Kekurangan protein616,7%

Kekurangan kalori00%

Kekurangan kalori dan protein822,2%

Tidak tahu2261,1%

Total36100 %

Sumber : Hasil SurveiTingkat pengetahuan ibu tentang penyebab gizi buruk di wilayah penelitian sangat rendah, hampir 63,8 % responden tidak tahu penyebab dari KEP.4. Pengetahuan tentang Gejala Awal Gizi BurukTabel 4: Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gejala Awal Gizi Guruk di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gejala Awal KEPJumlahPersentase (%)

Tahu2158,3%

Tidak Tahu1541,7%

Total36100 %

Sumber : Hasil Survei, 2013Masih dijumlai 41,7% ibu yang tidak mengtahui gejala awal KEP.

5. PengasuhanTabel 5: Pengasuh Balita Responden Selama Responden Bekerja, di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Pengasuh BalitaJumlahPersentase (%)

Keluarga ( Saudara. Kakek. Nenek )719,4%

Pembantu00%

Tetangga (pengasuh tidak tetap)12,8%

Sendiri2877.8%

Total36100 %

Sumber : Hasil Survei, 2013Sebagian besar balita diasuh oleh ibunya sendiri yaitu 77,8%. 6. Jenis Pekerjaan RespondenTabel 6: Jenis Pekerjaan Responden di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Jenis Pekerjaan IbuJumlahPersentase (%)

PNS/Karyawan12,7%

Wiraswasta/Pedagang25.5%

Tani/Buruh tani/Buruh822,2%

IRT/Tidak bekerja2569,6%

Total36100 %

Sumber : Hasil Survei, 2013.Jenis pekerjaan ibu dengan kriteria Tani atau Buruh tani atau Buruh di wilayah penelitian cukup bermakana, mencapai 22,2 %. Sedangkan sebagian besar tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga saja sebanyak 69,6% .7. Tingkat PenghasilanTabel 7: Tingkat Penghasilan Orang Tua Balita di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Tingkat Penghasilan Orang TuaJumlahPersentase (%)

< 1.000.000822,2%

>1.000.000 2.000.0002363,9%

>2.000.000 513,9%

Total36100 %

Sumber : Hasil Survei, 2013.Tingkat penghasilan orang tua balita dengan kriteria penghasilan kurang dari Rp.1.000.0000 di wilayah penelitian cukup tinggi, mencapai 22,2 %.

C. Deskripsi Hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEP

1. Diskripsi Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian KEPTabel 8: Kejadian KEP Anak Balita menurut Tingkat Pendidikan Ibu di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.

Tingkat PendidikanKEPTotal (%)

Ya (%) Tidak (%)

SD/MI120%480%5100%

SMP/MTs440%660%10100%

SMA/MA210,5%1789,5%19100%

Perguruan Tinggi/Akademi00%2100%2100%

Total719,4%2980,6%36100%

Sumber : Hasil Survei, 2013.Tabel 8 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya kecenderungan penurunan presentase mulai dari tingkat pendidikan yang rendah (SD = 20%, SMP = 40%, SMA= 10% dan PT = 0%), dengan peningkatan yang cukup berarti pada kelompok ibu berpendidikan SMP. Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian KEP pada anak balita mereka, dengan kecenderungan makin menurun pada tingkat pendidikan yang makin tinggi.

2. Deskripsi Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang KEP dengan Kejadian KEP

Tabel 9 : Kejadian KEP Anak Balita menurut Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Status Gizidi RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Tingkat Pengetahuan IbuTtg status GiziKEPTotal (%)

Ya (%) Tidak (%)

Tahu416,7%2083,3%24100%

Tidak tahu325%975%12100%

Total719,4%2980,6%36100%

Sumber : Hasil Survei, 2013.Pada kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang status gizi anak balita terdapat kejadian KEP lebih rendah (16,7%) dibanding dengan kelompok ibu yang tidak memahami tentang status gizi (25%) (Tabel 9). Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian KEP pada anak balita mereka.

3. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Penyebab KEP dengan Kejadian KEPTabel 10: Kejadian KEP menurut Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penyebab KEP di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Pengetahuan tentang Penyebab KEPKEPTotal (%)

Ya (%) Tidak (%)

Kekurangan protein00%6100%6100%

Kekurangan kalori00%0100%0100%

Kedua-duanya112,5%887,5%8100%

Tidak Tahu627,3%1672,7%22100%

Total719,4%2980,6%36100%

Sumber : Hasil Survei, 2013.Pada kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang penyebab KEP terdapat kejadian KEP lebih rendah (12,5%) dibanding dengan kelompok ibu yang tidak tahu tentang penyebab KEP (27,3%) (Tabel 10). Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab KEP dengan kejadian KEP pada anak balita mereka.

4. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gejala KEP dengan Kejadian KEP

Tabel 11: Kejadian KEP menurut Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gejala Awal KEP di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Pengetahuan Ibu tentang Gejala awal KEPKEPTotal (%)

Ya (%) Tidak (%)

Tahu314,3%1885,7%21100%

Tidak Tahu425%1175%15100%

Total719,4%2980,6%36100%

Sumber : Hasil Survei, 2013.Tabel 11 menunjukkan kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang gejala awal KEP terdapat kejadian KEP lebih rendah (14,3%) dibanding dengan kelompok ibu yang tidak tahu tentang gejala awal KEP (25%) . Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang awal KEP dengan kejadian KEP pada anak balita mereka. 5. Deskripsi Hubungan Pola Asuh Balita dengan Kejadian KEP

Tabel 12: Kejadian KEP menurut Pola Asuh Anak Balita di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Pengasuh BalitaKEPTotal (%)

Ya (%) Tidak (%)

Diasuh orang lain225%675%8100%

Diasuh Ibu sendiri517,9%2382,1%28100%

Total719,4%2980,6%36100%

Sumber : Hasil Survei, 2013.

Pada kelompok pengasuh balita yang diasuh sendiri oleh ibu terdapat kejadian KEP lebih rendah (17,9%) dibanding dengan kelompok pengasuh balita yang diasuh orang lain (25%) (Tabel 12). Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara pola asuh balita dengan kejadian KEP pada anak balita.6. Deskripsi Hubungan Jenis Pekerjaan Ibu dengan Kejadian KEP

Tabel 13: Kejadian KEP menurut Jenis Pekerjaan Ibu di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Jenis Pekerjaan IbuKEPTotal (%)

Ya (%) Tidak (%)

PNS/Karyawan00%1100%1100%

Wiraswasta/Pedagang00%2100%2100%

Tani/Buruh tani/Buruh337,5%562,5%8100%

IRT/Tidak bekerja416%2184%25100%

Total719,4%2980,6%36100%

Sumber : Hasil Survei, 2013.Tabel 13 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan presentase mulai dari jenis pekerjaan yang tinggi PNS/Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang sebesar 0%, dengan peningkatan yang cukup berarti pada kelompok pekerjaan ibu Tani atau Buruh tani atau Buruh yaitu 37,5%. Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian KEP pada anak balita mereka.

7. Deskripsi Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kejadian KEPTabel 14: Kejadian KEP menurut Tingkat Penghasilan Orang Tua Balita di RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, tahun 2013.Tingkat Penghasilan Orang TuaKEPTotal (%)

Ya (%) Tidak (%)

< 1.000.000225%675%8100%

>1.000.000 - 2.000.000522%1888%23100%

>2.000.000 00%5100%5100%

Total719,4%2980,6%36100%

Sumber : Hasil Survei, 2013.Tabel 14 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya kecenderungan penurunan presentase mulai dari tingkat penghasilan yang rendah (< 1.000.000 = 25%,>1.000.000 - 2.000.000 = 22%, >2.000.000 = 0% . Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat penghasilan orang tua dengan kejadian KEP pada anak balita mereka, dengan kecenderungan makin menurun pada tingkat penghasilan maka makin tinggi kejadian KEP.

D. PEMBAHASAN

1. Gambaran tentang Karakteristik Anak Balita dan Responden Kelurahan Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo mempunyai luas daerah 135 Ha. Sebelah utara berbatasan Desa Bungurasih Kecamatan Waru, sebelah selatan bertasan Desa Pepelegi Kecamatan Waru, sebelah barat berbatasn dengan desa Kedungturi Kecamatan Taman dan Desa Waru Kecamatan Waru menjadi batas timurKetinggian tanah 5 meter dari permukaan laut sehingga termasuk daerah dataran sedang denagn suhu udara rata-rata 30 32 C. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 3 km, jarak dari ibu kota DATI II 16 km, jarak dari ibu kota provinsi 20,5 km. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6910 jiwa, sedangka perempuan 7030 jiwa, proporsi yang hamper sama. Jumlah posyandu balita 7 posyandu dengan bidan desa, 2 posyandu lansia , ditamabah 1 taman posyandu, tidak ada polindes dikarenakan letaknya dekat dengan puskesmas. Didesa medaeng juga ada 3 dokter praktik swasta.2. Diskripsi Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian KEPHasil analisis Tabel 8 menunjukkan adanya kecenderungan bahwa pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah terjadi kejadian KEP yang tebih tinggi dibanding pada kelompok pendidikan yang lebih tinggi. Tabel yang sama juga menunjukkan kejadian yang tinggi pada kelompok ibu dengan pendidikan SMP sederajat dengan KEP sebesar 40%. Dari Tabel 1 terlihat bahwa 41,7% responden berpendidikan SMP ke bawah. Apalagi tingkat pengetahuan tentang status gizi 33,7% dari mereka tidak tahu (Tabel 2), 61,1% tidak tahu tentang penyebab KEP (Tabel 3) dan 41,7% responden tidak tahu tentang gejala awal KEP (Tabel 4). Dengan demikian permasalahan yang nyata di sini adalah tingkat pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP masih kurang. Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah-langkah mengenai peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang KEP melalui berbagai penyuluhan. Penyuluhan sebaiknya dicari waktu yang tepat sesuai dengan kesempatan yang dimiliki oleh ibu-ibu beranak balita. Demikian juga perlu ditentukan siapa yang bisa berperan sebagai agen perubahan (change agent) apakah tokoh-tokoh masyarakat, petugas Puskesmas, atau pihak yang oleh masyarakat sebagai key person. Metode penyuluhan sebaiknya juga dicari inovasi baru, tidak monoton seperti metode ceramah dan sejenisnya yang selama ini dipandang membosankan. Pendekatan personal secara persuasive mungkin bisa dicoba dalam memecahkan masalah ini.

3. Deskripsi Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang KEP dengan Kejadian KEPKelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang status gizi anak balita terdapat kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu yang tidak memahami tentang status gizi (Tabel 9). Dengan demikian permasalahan yang nyata di sini adalah tingkat pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP. Sama halnya dengan pembahasan sebelumnya untuk menurunkan kejadian KEP selanjutnya perlu adanya langkah-langkah mengenai peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang KEP melalui berbagai penyuluhan. Penyuluhan sebaiknya dicari waktu yang tepat sesuai dengan kesempatan yang dimiliki oleh ibu-ibu yang mempunyai balita misalnya waktu disaaat ibu tidak bekerja. Demikian juga perlu ditentukan siapa yang bisa berperan sebagai agen perubahan (change agent) apakah tokoh-tokoh masyarakat, petugas Puskesmas, atau pihak yang oleh masyarakat sebagai key person. Metode penyuluhan sebaiknya juga dicari inovasi baru, tidak monoton seperti metode ceramah dan sejenisnya yang selama ini dipandang membosankan. Pendekatan personal secara persuasive mungkin bisa dicoba dalam memecahkan masalah ini, sehingga ibu balita lebih termotivasi agar balita tidak KEP.

4. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Penyebab KEP dengan Kejadian KEP

Hasil analisis tabel 10 kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang penyebab KEP terdapat kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu yang tidak tahu tentang penyebab KEP. Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab KEP dengan kejadian KEP pada anak balita mereka. Dengan demikian permasalahan yang sama di sini adalah tingkat pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP, khususnya disini tentang pengetahuan ibu tentang penyebab KEP.Pemberian penyuluhan tentang penyebab KEP mulai dari kekurangan protein, kalori atau keduanya perlu disajikan dengan bahasa yang sangat sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan ibu. Mulai dari jenis-jenis makanan yang mengandung protein dan energi serta takaran yang sesuai dengan usia balita bagaimana cara mengolahnya yang baik.

5. Deskripsi Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gejala KEP dengan Kejadian KEP

Kelompok ibu yang memiliki pengetahuan tentang gejala awal KEP terdapat kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu yang tidak tahu tentang gejala awal KEP lihat Tabel 11. Dengan demikian permasalahan yang sama di sini adalah tingkat pemahaman tentang semua hal yang terkait dengan KEP, khuusnya disini tentang pengetahuan ibu tentang gejala awal KEP.Pembahasan sebelumnya mempunyai kesamaan yaitu untuk menurunkan kejadian KEP selanjutnya perlu adanya langkah-langkah mengenai peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang KEP melalui berbagai penyuluhan, khususnya disini tentang pengetahuan ibu tentang gejala awal KEP. Sehingga apabila terjadi gejala seperti itu ibu pasien sudah bisa mengantisipasi supaya tidak terjadi komplikasi yang berlanjut.6. Deskripsi Hubungan Pola Asuh Balita dengan Kejadian KEP

Tabel 12 Pada kelompok pengasuh balita yang diasuh sendiri oleh ibu terdapat kejadian KEP lebih rendah dibanding dengan kelompok pengasuh balita yang diasuh orang lain. Peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara pola asuh balita dengan kejadian KEP pada anak balita. Permasalahannya adalah poala asuh yang kurang baik dapat berpegaruh terhadap staus gizi balita. Kembali lagi seperti permasalahan awal memberikan pengtahuan pada ibu tentang pola asuh yang baik beri pengetahuan kepada ibu bahwa kasih sayang juga diperlukan dan masa balita adalah masa dimana anak masih membutuhkan asupan makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Masa ini anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak. Daerah penelitian ini terutama pada balita yang dengan KEP selain orang tua yang diberikan penyuluhan tetapi penagasuh selain ibu juga harus diberi penyuluhan tentang asupan makanan dan gizi yang memadai, terutama bagi para pembantu atau nenek yang mengasuh cucu. Teknik penyuluahan sama dengan sebelumnya tidak monoton seperti metode ceramah dan sejenisnya yang selama ini dipandang membosankan. Pendekatan personal secara persuasive mungkin bisa dicoba dalam memecahkan masalah ini.7. Deskripsi Hubungan Jenis Pekerjaan Ibu dengan Kejadian KEP

Analisis Tabel 13 menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan presentase mulai dari jenis pekerjaan yang tinggi yaitu PNS atau Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang ,dengan peningkatan yang cukup berarti pada kelompok pekerjaan ibu Tani atau Buruh tani atau Buruh yaitu 37,5%. Maka peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian KEP pada anak balita mereka. Dengan demikian permasalahannya adalah jenis pekerjaan ibu yang nantinya juga berpengaruh terhadap besar penghasilan dan asupan makanan/gizi pada balita. Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah untuk memperbaiki etos keja masing-masing orang tua yang bekerja terutama disini bagi kelompok pekerjaan Tani, Buruh tani atau Buruh, yang diharapkan adalah dengan meningkatnya etos kerja nantinya akan mendapatkan tingkat penghasilan yang lebih baik untuk pemenuhan asupan makanan keluarga khususnya gizi balita.

8. Diskripsi Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kejadian KEP

Hasil analisis Tabel 14 menunjukkan adanya kecenderungan pada kelompok orang tua dengan tingkat penghasilan yang rendah terjadi kejadian KEP yang lebih tinggi dibanding pada kelompok denagn tingkat penghasilan yang lebih tinggi. Dengan demikian permasalahan yang nyata di sini adalah tingkat penghasilan orang tua yang rendah kemungkinan bisa menyebabkan tingginya kejadian KEP. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pemenuhan nutrisi yang seimbang untuk balita tidak dapat terpenuhi dengan baik karena keterbatasan biaya.Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah-langkah untuk meningkatan penghasilan keluarga, mungkin sebaiknya para ibu ikut andil dalam membantu ekonomi keluarga, dengan tidak harus bekerja meninggalkan rumah tapi juga bisa dilakukan dirumah sehingga untuk mendapatkan pengahasilan. Memberikan pengetahuan kepada ibu tentang keterampilan yang bisa mendatangkan penghasilan untuk membatu ekonomi keluarga, tanpa harus bekerja diluar rumah dan meninggalkan balita dengan waktu yang lama. Misalkan diajarkan cara membuat krupuk yang nantinya bisa dijual dirumah maupun dititipkan warung sekitar rumah. Pelatihan yang lain seperti merajut, pemanfaatan plastik bekas untuk hiasan rumah dll. Keluarga yang mempunyai halaman lebih bisa dipergunakan sebagai kolam untuk memelihara ikan, memelihara ayam dan bebek yang nantinya bisa dimanfaatkan dagaing dan telur untuk memenuhi asupan gizi keluarga maupun dijual untuk menambah penghasilan keluarga. Pengetahuan tentang berkebun di pekarangan rumah bisa diajarkan agar bisa dimanfaatkan untuk menanam sayuran.

BAB VISIMPULAN DAN SARANA. Simpulan1. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah dibanding kelompok ibu yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah.2. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai pengetahuan tentang status gizi balita ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah yaitu sebesar 16,7% dibanding kelompok ibu yang tidak memahami tentang status gizi balita dengan balita penderita KEP sebesar 25%.3. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai pengetahuan tentang penyebab KEP ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah yaitu sebesar 12,5% dibanding kelompok ibu yang tidak mempunyai pengetahuan tentang penyebab KEP dengan balita penderita KEP sebesar 27,3%.4. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai pengetahuan tentang gejala awal KEP ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah 14,3% dibanding kelompok ibu yang tidak mempunyai pengetahuan tentang gejala awal KEP dengan balita penderita KEP sebesar 25%.5. Kelompok ibu berbalita yang mengasuh balitanya sendiri ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah 17,9% dibanding kelompok ibu yang balitanya diasuh oleh orang lain dengan balita penderita KEP sebesar 25%.6. Kejadian KEP diasumsikan memiliki hubungan dengan jenis pekerjaan ibu, menunjukkan bahwa kejadian KEP menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan presentase mulai dari jenis pekerjaan yang tinggi PNS atau Karyawan, Wiraswasta atau Pedagang, dengan peningkatan yang cukup berarti pada kelompok pekerjaan ibu Tani, Buruh tani atau Buruh. Ada kecenderungan ibu yang mempunyai pekerjaan yang baik mempunyai kemungkian terjadinya KEP lebih kecil dibanding ibu yang mempunyai pekerjaan kurang baik.7. Kelompok ibu berbalita yang mempunyai tingkat pengahasilan lebih tinggi ada kecenderungan untuk memiliki balita dengan KEP lebih rendah yaitu sebesar 22%, dibanding kelompok ibu yang mempunyai tingkat pengahasilan lebih rendah dengan balita penderita KEP sebesar 25%.

B. SARAN-SARAN1. Kejadian KEP perlu diturunkan selanjutnya perlu adanya langkah-langkah mengenai peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang KEP melalui berbagai penyuluhan. Metode penyuluhan sebaiknya juga dicari inovasi baru, tidak monoton seperti metode ceramah dan sejenisnya yang selama ini dipandang membosankan. Pendekatan personal secara persuasive mungkin bisa dicoba dalam memecahkan masalah ini, dengan mendatangi ibu-ibu yang berbalita terutama yang mempunyai balita denagn KEP ke rumahnya. Penyuluhan yang dapat diberikan berupa :a. Pengetahuan tentang gizi balita dan KEPb. Pengetahuan tentang penyebab dari KEPc. Pengetahuan tentang gejala awal dari terjadinya dan cirri-ciri balita dengan KEPd. Bahasa yang digunakan harus menyesuaikan dengan tingkat pendidikan orang tua, dimana dalam penelitian ini kejadian KEP terbanyak pada tingkat pendidikan orang tua SMP/MTs sederajat.e. Penyuluhan tentang pola asuh yang baik dan asupan gizi yang sesuai dengan tahapan perkembangan balita kepada ibu dan juga tak kalah pentingnya kepada pengasuh balita.2. Meningkatnya etos kerja bagi para ibu yang bekerja dengan harapan nantinya akan mendapatkan tingkat penghasilan yang lebih baik untuk pemenuhan asupan makanan keluarga khususnya gizi balita.3. Ibu sebaiknya turut andil dalam membantu ekonomi keluarga, dengan tidak harus bekerja meninggalkan rumah tapi juga bisa dilakukan dirumah sehingga untuk mendapatkan pengahasilan tambahan. Misalkan diajarkan cara membuat krupuk yang nantinya bisa dijual dirumah maupun dititipkan warung sekitar rumah. Pelatihan yang lain seperti merajut, pemanfaatan plastik bekas untuk hiasan rumah dll. 4. Keluarga yang mempunyai halaman atau pekarangan lebih, bisa dipergunakan sebagai kolam untuk memelihara ikan, memelihara ayam dan bebek yang nantinya bisa dimanfaatkan dagaing dan telur untuk memenuhi asupan gizi keluarga maupun dijual untuk menambah penghasilan keluarga. Pengetahuan tentang berkebun di pekarangan rumah bisa diajarkan agar bisa dimanfaatkan untuk menanam sayur.

DAFTAR PUSTAKA

Boerhan. I. Roedi. & H. Siti Nurul. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk, Buku I, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

Hardivian, Sylvia Licha, Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pendapatan Keluarga Terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Serta Status Gizi Anak Balita di Desa Suwawal Barat, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara. 2003, www.eprint.undip.ac.id diakses 23 Agustus 2012.

Kristijono, Anton. 1999. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. Cermin Dunia Kedokteran. Departemen Kesehatan RI, D.I. Nangroe Darusalam Aceh.

Lutviana dan Budiono, Prevalensi dan determinan kejadian gizi kurang Pada balita (studi kasus pada keluarga nelayan di Desa bajomulyo kecamatan juwana kabupaten pati), Jurnal Kemas, vol 5 (2): 165 172, 2010.

Pedoman diagnosis dan terapi bagian ilmu kesehatan anak Edisi III, RSUD DR.Soetomo Surabaya : 2008

http://www.infokedokteran.com/gizi/cara-mengolah-makanan-yang-sehat.html (diakses : Sabtu 31 Agustus 2013 08.15 WIB )

http://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%202007.pdf (diakses : Minggu 22 September 2013 15.00 WIB )http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21941/4/Chapter%20II.pdf (diakses : Sabtu 31 Agustus 2013 13.25 )www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10655/ Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015 (diakses : Selasa 3 September 2013 10.33 )

Lampiran 1: Informed ConcentFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYAPRAKTEK KERJA LAPANGANILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS Deskripsi Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEPdi RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN( Informed Concent )Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat penelitian yang berjudul Gambaran antara tingkat sosial ekonomi terhadap kejadian KEP di Desa Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013 , saya mengerti bahwa saya diminta untuk mengisi kuesiner dan menjawab pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tingkat social budaya di Desa kami. Saya memerlukan waktu sekitar 15-30 menit sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya. Saya memahami bahwa penelitian ini tidak membawa resiko. Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan. Informasi mengenai identitas saya tidak akan di tulis pada penelitian dan akan tersimpan secara terpisah di tempat yang aman.Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan sebagai responden atau mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya saksi atau kehilangan semua hak saya. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau mengenai keterlibatan saya dalam penelitian ini, dan telah dijawab dengan memuaskan. Secara sukarela saya sadar dan bersedia berperan dalam penelitian ini dengan menandatangani surat persetujuan menjadi responden.

Sidoarjo, 4 Agustus 2013 Responden

(..)

Lampiran 2: Kuisioner PenelitianFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYAPRAKTEK KERJA LAPANGANILMU KEDOKTERAN KOMUNITASDeskripsi Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEPdi RW III Desa Medaeng Puskesmas Medaeng Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

KUISIONER PENELITIANPetunjuk pengisian : Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan pilihan jawaban. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda sesuai dengan perilaku anda sehari-hari.DESA: Medaeng KECAMATAN: WaruKABUPATEN: Sidoarjo PUSKESMAS: MedaengKARAKTERISTIK RESPONDENNama Ibu: ...Alamat Rumah: ...

Umur Balita: a. < 1 thb. 1 2 th.c. >2 3 thd. >3 thJenis KelaminBalita: a.Laki-laki, nama : ..b. Perempuan, nama : ...Status Gizi Balita dlm KMS: a. BGM BB terakhir = kgb. Normal BB terakhir = kg1. Pendidikan terakhir Ibu ?A. Tidak sekolah atau tidak tamat SD atau MI B. SD atau MIC. SMP atau MTs D. SMA atau MA E. Perguruan Tinggi atau Akademi2. Apakah ibu bekerja di luar rumah?A. Ya B. Tidak

3. Apabila Ya (bekerja) apa jenis pekerjaan Ibu?A. PNS atau Karyawan;B. Wiraswasta atau Pedagang;C. Tani, Buruh Tani atau Buruh;D. IRT atau Tidak bekerjaE. Lain-lain (.. sebutkan)4. Selama ibu bekerja, siapa yang mengasuh balita ibu?A. Keluarga ( Saudara, Kakek, Nenek )B. Pembantu C. Tetangga (pengasuh tidak tetap)D. Sendiri5. Berapa penghasilan orang tua ( keluarga ) balita per bulan? (termasuk penghasilan suami)A. < 1.000.000B. >1.000.000 2.000.000C. >2.000.000 6. Tahukah ibu tentang gizi buruk?A. TahuB. Tidak tahu

7. Kalau tahu, apakah penyebab kurang gizi pada balita?A. Kekurangan proteinB. Kekurangan kaloriC. Kedua-duanyaD. Tidak tahu8. Tahukah ibu gejala awal balita yang kurang gizi?A. Tahu B. Tidak tahu