Upload
fatihul-ahmad
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
1/90
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
2/90
2
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita TB paru kasus baru, berjenis kelamin Perempuan dan berusia 28 tahun,
dimana penderita merupakan salah satu dari penderita TB paru yang berada di
wilayah Puskesmas Taman, Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan
yang dihadapi. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat
khususnya di daerah Puskesmas Taman Kabupaten Sidoarjo beserta
permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB
terutama masalah penularannya dan mengenai kepatuhan meminum obat anti TB.
Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan
mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di
lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. D
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : IslamAlamat : Taman Pondok Jati blok CM 01
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 2 Agustus 2013
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
3/90
3
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Batuk-batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 8 bulan yang lalu penderita mulai merasa sering batuk-
batuk, batuk ngikil dan berdahak, dahak tidak kental dan berwarna putih..
Selain itu penderita juga mengeluhkan napas terasa sesak , timbul keringat
dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, dan berat badan
dirasakan turun terus (dari 60 kg sebelum sakit turun menjadi 40 kg).
Penderita juga merasakan badannya lemas, dan kadang mengeluhkan pusing.
Penderita tidak engeluh nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri dada. Selama
batuk, penderita berobat ke dokter umum dekat rumah. BAB dan BAK tidak
ada keluhan
Karena batuk tidak sembuh-sembuh akhirnya penderita di bawa ke RS
Paru Surabaya dan dianjurkan untuk melakukan foto rontgen dada. Kemudian
penderita drujuk ke Puskesmas Taman sesuai KTP Domisili.Disana penderita
di beri obat 3 macam dan harus diminum selama 6 bulan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat kontak dengan penderita TB : tetangga kos batuk batuk
lama
- Riwayat batuk lama : (+) sejak 8 bulan yang
lalu
- Riwayat batuk darah : disangkal
- Riwayat mondok : (+) dua bulan yang lalu diRSDM
- Riwayat Imunisasi : Tidak Lengkap
- Riwayat sakit gula : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
4/90
4
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
- Riwayat keluarga sakit batuk berdarah : disangkal
- Riwayat sakit sesak nafas : Ibu
- Riwayat hipertensi : Ibu
- Riwayat sakit gula : Ibu
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat Keluarga merokok : Almarhum Ayah
- Riwayat olah raga : jarang sekali
- Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan
keluarga jarang, berekreasi jarang
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah seorang seorang Istri dari suami Tn B. Keluarga
penderita tinggal di sebuah rumah yang berpenghuni 2 orang (penderita,
dan Suami). Penderita Sebelumnya bekerja sebagai SPG dan tinggal di kos
kos an di Surabaya, setelah menderita TB berhenti bekerja dan tinggal di
rumah bersama suami. Suami penderita bekerja sebagai Pengawas Gudang
dengan jam kerja pukul 07.00 – 17.00. Sumber pendapatan keluarga
didapatkan dari Suami dengan total penghasilan rata-rata perbulan Rp.
2.800.000,-.
7. Riwayat Gizi.
Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi
sepiring, sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu-tempe kerupuk, dan
daging. kadang minum susu. Kesan status gizi kurang.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
5/90
5
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok,
luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (-), ketajaman baik
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (+), batuk lama (+) selama +8 bulan, mengi
(-), batuk darah (-)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ampeg (-)
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun
(+), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status
gizi kesan kurang.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi cukup, simetris
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
6/90
6
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 36,8 oC
Tensi : 110/80 mmHg
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 51 kg
TB : 162 cm
BB/(TB)2 = 51/(1.62)2 = 19,43% Gizi kurang
Status Gizi Gizi Kurang
3. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah
dicabut, atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-),
nodula (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-)
4. Mata
Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-),
radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (+), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
JVP (5+2) cmH2O tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
7/90
7
10. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : SIC II 1 cm lateral LPSS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
batas kanan bawah :SIC IV LPSD
batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I – II intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo : Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)
11. Abdomen
I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P : timpani seluruh lapang perut
A : peristaltik (+) normal
12. Sistem Collumna Vertebralis
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
P : NKCV (-)
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
8/90
8
13. Ektremitas: palmar eritema(-/-)
akral dingin oedem
- - - -
- - - -
14. Sistem genetalia: dalam batas normal
15. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi motorik :
K 5 5 T N N RF 2 2 RP - -
5 5 N N 2 2 - -
16. Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
arus : koheren
Insight : baik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan test Mantoux : tidak dilakukan
Pemeriksaan bakteriologis : biakan sputum/dahak tidak dilakukan
Pemeriksaan rontgen thoraks : Hillus kanan tampak menebal, corakan
bronchovaskuler kasar, kesan : gambaran TB
G. RESUME
Seorang Perempuan 28 tahun dengan keluhan utama batuk. Penderita
mulai merasa sering batuk-batuk 8 bulan yang lalu, batuk ngikil dan berdahak,
dahak tidak kental dan berwarna putih,terasa susah keluar. Napas terasa sesak,
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
9/90
9
timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, kadang
tersa pusing, dan berat badan dirasakan turun (dari 60 kg sebelum sakit turun
menjadi 40 kg), badan terasa lemas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, status gizi kesan kurang. Tanda vital T:1!0/80 mmHg, N: 90
x/menit, Rr: 26 x/menit, S:36,80C, BB:51 kg, TB:162 cm, status gizi Gizi
kurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Conjuntiva anemis (+/+),. Pada
pemeriksaan penunjang radiologi gambaran TB.
H. PATIENT CENTERED DI AGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. TB Paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif)
2. Nafsu makan kurang.
3. Status gizi yang rendah
Diagnosis Psikologis
-
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.
I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
1. Bed Rest tidak total
Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat
mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.
2. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) 1600 Kalori
Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi, juga
minum susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga
mempercepat kesembuhan dan berat badannya akan meningkat, yang
merupakan indikator kesembuhan pasien.
3. Olah raga
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
10/90
10
Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan
melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan
sekitar, dan latihan pernafasan untuk mengurangi sesak.
4. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga
untuk kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak
memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-
bincang atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Medikamentosa
Oral Anti TBC (OAT) paketan untuk kategori I fase intensif dari
puskesmas, dengan regimen pengobatan 2HRZ/4H3R3 yang terdiri atas :
1. Rifampicin dosis harian 10 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 450 mg
diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan,
fase intensif 4 bulan )
2. Isoniazid dosis harian 5 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 300 mg
diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan,
fase intensif 4 bulan )
3. Pirazinamid dosis harian 25 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 500 mg
diberikan dengan dosis 2 tablet/hari selama 8 bulan (pengobatan
pertama 3 bulan dilanjutkan 5 bulan berikutnya)
4. Vitamin B kompleks dengan dosis 3 tablet/hari.
J. FOLLOW UP
Tanggal 2 Agustus 2013
S : Penderita merasa nafsu makan menurun (+), badan lemas (), batuk (+)
ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam
(-).
O : KU sedang, compos mentis, gizi kurang
Tanda vital : T : 110/70 mmHg R : 24 x/menit
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
11/90
11
N : 86 x/menit S : 36,7 0C
Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (+/+)
Mulut : Papil lidah atrofi (-/-)
Pulmo : RBK (+/+)
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).
P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga
dilakukan patient centered management : dukungan psikologis,
penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi
pasien.
Tanggal 3 Agustus 2013
S : Penderita merasa nafsu makan menurun (-), badan lemas (), batuk (+)
ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam
(-).
O : KU sedang, compos mentis, gizi kurang
Tanda vital : T : 120/80 mmHg R : 26 x/menit
N : 88 x/menit S : 36,5 0C
Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (+/+)
Mulut : Papil lidah atrofi (-/-)
Pulmo : RBK (+/+)
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).
P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga
dilakukan patient centered management : dukungan psikologis,
penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi
pasien.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
12/90
12
Tanggal 7 Agustus 2013
S : Penderita merasa nafsu makan menurun (-), badan lemas (-), batuk (+)
batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam (-).
O : KU sedang, compos mentis, gizi kurang
Tanda vital : T : 110/80 mmHg R : 26 x/menit
N : 90 x/menit S : 36,5 0C
Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (+/+)
Mulut : Papil lidah atrofi (-/-)
Pulmo : RBK (+/+)
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).
P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga
dilakukan patient centered management : dukungan psikologis,
penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi
pasien.
FLOW SHEET (belum diedit)
Nama : Ny. D
Diagnosis : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).
NO T
G
L
Tensi
mm
Hg
BB
Kg
TB
Cm
Status
Gizi
Mantoux
Test
Foto
Rontgen
Thoraks
Mat
a
KET
1 2/08/
13
110/7
0
51 162 Gizi
kurang
Tidak
dila
ku
kan
Gambaran
TB
CA
(+/+)
OAT
2HRZ/4H3R3
2 3/08/
13
120/8
0
51 162 Gizi
kurang
Gambaran
TB
CA
(+/+)
3 7/08/
13
110/8
0
51 162 Gizi
kurang
Gambaran
TB
CA
(+/+)
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
13/90
13
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita, Suami (Tn. B, 36 tahun),.
Penderita tinggal serumah dengan suami, sudah menikah 6 tahun belum
memiliki anak.
2. Fungsi Psikologis.
Ny. D tinggal serumah dengan suaminya (Tn. B). Hubungan
keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan permasalahan-
permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini.
Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.
Suami penderita bekerja dari pagi dan pulang di sore harinya.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong
menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya
yang menderita kesusahan..
3. Fungsi Sosial
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga, yang sebelumnya
bekerja sebagai SPG dan tinggal di kos kos an di Surabaya, setelah sakit
baru penderita tinggal satu rumah bersama suami dan berhenti bekerja.
Dalam masyarakat penderita dan suami hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalammasyarakat. Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab dengan
masyarakat di sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang lain.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari Suami yang
bekerja sebagai pengawas pergudangan dengan total penghasilan sebesar Rp
2.800.000,00 perbulannya.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
14/90
14
Penghasilan tersebut juga digunakan untuk membiayai ibu dari
penderita yang tinggal di desa. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan,
minum, atau iuran membayar listrik hanya mengandalkan uang yang ada dan
sebagian sisanya disisihkannya untuk menabung ataupun biaya-biaya
mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain). Untuk kebutuhan air
dengan menggunakan PDAM. Untuk memasak memakai kompor gas. Makan
sehari-hari lauk pauk, kadang daging, buah dan frekuensi makan kadang-
kadang 2-3 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke dokter
rujukan jamsostek atau ke puskesmas
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga bila mengalami
kesulitan atau masalah penderita sering bercerita kepada suami.
B.
APGAR SCORE
ADAPTATION
Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali
membicarakannya kepada suaminya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya
dan menjadi keluhannya. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-
hari dan tempat kerja sehingga pasien berhenti bekerja. Dukungan dari orang-orang
suami, keluarga dan petugas kesehatan yang sering memberi penyuluhan kepadaya,
sangat memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena penderita
dan suami yakin penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan pengobatan
sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi putus obat agar tidak
terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal ini menumbuhkan kepatuhan penderita
dalam mengkonsumsi obat.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
15/90
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
16/90
16
APGAR Ny.D Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-
kadang Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali kekeluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga sayamembahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga sayamenerima dan mendukung keinginan sayauntuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga sayamengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan sayamembagi waktu bersama-sama
Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Ny D sebagai Ibu Rumah Tangga, berusaha mengurus kegiatan rumah
dengan baik walaupun kondisi sedang sakit.
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny. D adalah 18,
sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Ny. D adalah 9. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Ny. D dan suami
dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin
baik.
C. SCREEM
SUMBER PATHOLOGY KET
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup meskipun
banyak keterbatasan.
_
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
_
ReligiusAgama menawarkan
pengalaman spiritual yang baik
Pemahaman agama cukup. Namun
penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat
dilihat dari penderita dan suami hanya
+
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
17/90
17
untuk ketenangan individu yang
tidak didapatkan dari yang lain
menjalankan sholat sesekali saja.
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah,untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, Kebutuhan sekunder dan
kebutuhan tersier sudah dapat terpenuhi
-
Edukasi Pendidikan anggota keluarga cukup
memadai.
-
MedicalPelayanan kesehatan puskesmas
memberikan perhatian khusus
terhadap kasus penderita
Dalam mencari pelayanan kesehatan
keluarga ini biasanya menggunakan
Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau
karena letaknya dekat.
_
Keterangan :
Religius (+) artinya keluarga Ny. D juga menghadapi
permasalahan di bidang agama, Ny. D dan suami tidak taat
menjalankan kewajiban agama yaitu sholat 5 waktu. Hal ini akan
mempengaruhi ketentraman batin karena penderita kurang dekat
dengan Tuhan terutama dalam menghadapi berbagai permasalahan
yang ada.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
18/90
18
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap : Taman Pondok Jati CM 01 Taman Sidoarjo
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Diagram 1. Genogram Keluarga Ny.D
Dibuat tanggal 8 Agustus 2013
Sumber : Data Pr imer, 8 Agustus 2013
Keterangan :
Penderita
Tn. B : Suami Penderita
Ny. D : Penderita
- Tn B- 36 tahun
- ♂
- Pengawasgudang- etnis Jawa
- Ny. D,- 28 th- ♀
- IRT- etnis Jawa
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
19/90
19
E. Informasi Pola Interaksi
Keluarga
Keterangan : : hubungan baik
: hubungan tidak baik
Hubungan antara Ny .D, dan suami baik dan dekat. Antara Suami dan penderita
baik. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar
anggota keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh suami?
Jawab :
Suami merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita selama
Suami pergi bekerja.
2. Ketika Suami bertindak seperti itu apa yang dilakukan keluarga pasien?
Jawab :
Keluarga pasien mendukung apa yang dilakukan oleh suami. Karena ia
mempercayai urusan anak sehari-hari kepada suami.
3. Ketika apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab :
Ikut mendukung dan membantu apa yang diputuskan suami.
Tn. B, 36 th Ny. D, 28 th
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
20/90
20
4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Dibutuhkan ijin suami, karena ia sebagai kepala keluarga. Namun
sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau
mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah suami. Walaupun
waktu yang tersedia untuk bertemu suami tidak banyak namun penderita
selalu menyampaikan keinginannya ataupun keluhannya kepada suami.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
21/90
21
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Ny . D adalah seorang istri dari Tn. B. Penderita awalnya bekerja
sebagai SPG . Namun sudah kurang lebih 6 bulan ini penderita berhenti
bekerja karena kesehatannya yang tidak memungkinkan. Setelah tidak
bekerja Ny D hanya mengurus rumah tangga saja.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-
hari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka
sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan
keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya.
Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman penyakit,
bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu
mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau
dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Perabot rumah tertata dengan rapi dan Ny D berusaha menjaga
kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan
halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.
Keluarga ini memiliki fasilitas jamban keluarga untuk melakukan
kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari PDAM.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
menengah. Keluarga ini memiliki satu sumber penghasilan yaitu dari
suami yang bekerja sebagai pengawas gudang. Dari total semua
penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
terutama kebuthan sekunder dan tertier.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
22/90
22
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai Fasilitas kesehatan
yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas Taman
dan Praktek dokter jamsostek.
II. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 15x8 m2 yang
berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Selatan. memiliki
pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang kamar tamu yang
sekaligus digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, dua kamar
tidur, satu kamar makan yang jarang digunakan, dapur, gudang dan kamar
mandi yang tidak memilki fasilitas jamban keluarga sehingga penderita dan
keluarga harus ke kali terlebih dahulu untuk membuang hajat. Terdiri dari 2
pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah,
dikamar tamu dan disetiap kamar tidurnya namun semuanya jarang dibuka..Di
depan rumah terdapat teras yang berukuran 6x1 m2. Lantai rumah sebagian
besar terbuat dari bahan semen dan pada bagian dapur dan gudang
berlantaikan tanah. Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang. Atap
rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit. Masing-masing
kamar memiliki dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari
batubata namun belum dicat. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air
untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan mesin pompa air.
Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga
memasak menggunakan kompor minyak dan kadang menggunakan kayu bakar yang biasa disimpan di gudang dan belakang rumah.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
23/90
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
24/90
24
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. TB Paru Kasus Baru
b. Pengetahuan suami yang kurang tentang penyakit penderita
c. Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain
2. Faktor resiko :
a. Status gizi kurang
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
NyD
28 tahun
2.Status gizi
kuran
.1. Prevensi
untuk
anggota
keluarga
lainn a
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
25/90
25
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada
dokternya. Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau
kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon
hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi
kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang
penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialamiakibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan
edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit
turunan dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk
kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai
petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang
bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan
pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
26/90
26
penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa
mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.
3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah
tentang TBC. Pasien TBC dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,
pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah
dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling
setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
maupun oleh petugas Yankes.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit TBC merupakan penyakit turunan
b. Penyakit TBC tidak dapat disembuhkan.
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang
dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai
masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (TBC) terhadap hubungan
dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga
diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet TKTP yang benar dalam
rangka mencapai berat badan ideal, pentingnya olah raga yang teratur dan
sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri
pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain
itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai
kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang
dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan.
5. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
27/90
27
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang
tempat, menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak
boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian
genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan
rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan
daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang
teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit TBC di
masyarakat dapat diluruskan.
B. PREVENSI BEBAS TBC UNTUK KELUARGA LAINNYA (AYAH,
IBU, DAN KELUARGA LAINNYA)
Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas TBC adalah
sama dengan prevensi bebas TBC untuk penderita, namun dalam hal ini
diutamakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya dengan cara
sebagai berikut :
1. Bagi keluarga jangan terlalu dekat „cukup intim‟ dengan anggota keluarga
yang lain (ayah, ibu dan kelurga lainnya), apalagi saat berbicara atau
batuk, agar tidak tertular langsung kuman TB dari penderita. Saat batuk
sebaiknya di tutup kain atau masker.
2. Diusahakan agar penderita tidak meludah di sembarang tempat yang
mengakibatkan kuman TB dapat berterbangan dan terhirup oleh anggota
keluarga yang lain.
3. Istirahat yang cukup 6-8 sehari semalam.
4. Olah raga teratur dan makan-makanan yang bergizi.
Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk meningkatkan
daya tahan tubuh bagi anggota keluarga yang serumah dengan penderita agar
tidak tertular infeksi TBC dari penderita.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
28/90
28
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
VI.1 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai “ Global Emergency” . Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus
TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu
350 per 100.000 pendduduk.9
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.9
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.9
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh
dunia
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
29/90
29
Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia10
VI.2 DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis.10
VI.3 MIKROBIOLOGI
A. Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 –
0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
30/90
30
dimikolat yang disebut cord factor , dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding
sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitukomponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
a, protein MTP 40 dan lain lain.9
B. Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan
kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.
Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang
menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan
seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat
misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti
protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs)
menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
31/90
31
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari
16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS
(IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan
RFLP.9
Gambar 2. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan
Ziehl Neelsen
VI.4 PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
32/90
32
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama
masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
33/90
33
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritisfokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal
saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread ). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
34/90
34
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagaiFokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TBsecara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet
seed ). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan
menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
35/90
35
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread . Hal ini
dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB
paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier
atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesarankelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam
lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.12
Gambar 3. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan
Perjalanan Penyembuhannya9
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
36/90
36
Gambar 4. Patogenesis Tuberkulosis11
VI.5 KLASIFIKASI
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan
satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
37/90
37
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis positif.
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atausudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejalaklinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
2) Infeksi jamur
3) TB paru kambuh
Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
38/90
38
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada ) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologic.9
B. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka
diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
39/90
39
VI.6 DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
A. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas
& kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
40/90
40
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
& S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”
Gambar 5. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
41/90
41
C. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm ataulebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl
0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah
tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.
Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan
pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara
pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
42/90
42
a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya.
b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml.
c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak.
d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus.
e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil.
f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.
g. Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak.
h. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.
3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :
1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas
foto toraks, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
o bila 3 kali negatif : BTA negatif
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
43/90
43
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO). Skala IUATLD ( International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst
Skala Bronkhorst (BR) :
1) BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan.
2) BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang.
3) BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang.
4) BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang.
5) BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang.
b. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan
metode konvensional ialah dengan cara :
1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.
2) Agar base media : Middle brook.
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other
than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan
beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta
melihat pigmen yang timbul.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
44/90
44
D. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses
penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kavitas
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
45/90
45
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
E. Pemeriksaan Khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
2. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data
lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ
yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
46/90
46
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah
dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1
garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibody IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk
garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan
ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi
dengan mudah.
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
47/90
47
diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang
mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.
F. Pemeriksaan Lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan
jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).
d. Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi
untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
48/90
48
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat
bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji
yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapatmemberikan hasil negatif.
Gambar 6. Alur Diagnosis TB Paru
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
49/90
49
VI.7 PERJALANAN PENYAKIT
Cara penularan12
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan olehkonsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
A. Risiko penularan12
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
50/90
50
B. Risiko menjadi sakit TB12
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi
sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA
positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
1. 50% meninggal
2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
51/90
51
Gambar 7. Faktor Risiko Kejadian TB
VI.8 PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
52/90
52
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment ) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
Paduan ini dianjurkan untuk
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh
paru)
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
53/90
53
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang
ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan
uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
b. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih,
sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Biladiperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari
perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka
alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
c. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten
tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambilmenunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian
dilanjutkan sesuai uji resistensi
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
d. TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal.
2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
54/90
54
o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif
/ perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti
TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati
dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan
kategori II diulang dari awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan
radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi)
terhadap OAT.
e. TB Paru kasus kronik
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan
H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
55/90
55
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang
penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug
resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi
TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan
obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada
tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHOseperti terlihat pada tabel 3.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar.4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi.
Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT
Obat Dosis
(mg/kgBB/Hari)
Dosis yang dianjurkan Dosis
Maksimum
Dosis (mg) / BB (kg)
Harian(mg/kgBB/Hari)
Intermitten(mg/kgBB/Hari) < 40 40-60 > 60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
56/90
56
S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000
Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat Badan Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Dosis per hari / kali Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mg
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg
Tablet
Etambutol
@ 250 mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru TB paru BTA positif.
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c. Pasien TB ekstra paru
Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Berat
Badan
Tahap IntensifTiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan3 kali seminggu
RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tablet 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj.
2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
+ 2 tablet Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj.
3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
+ 3 tablet Etambutol
55-70 kg 4 tablet 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
+ 4 tablet Etambutol
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
57/90
57
+ 1000 mg Streptomisin inj. + 5 tablet Etambutol
Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mg
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg
Etambutol Streptomisin
Injeksi
Jumla
kali men
obatTablet
@ 250 mg
Tablet
@ 400 mg
Tahap
Intenif
(dosis
harian
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75 gr
-
56
28
Tahap
Lanjutan
(dosis 3xseminggu)
4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default )
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
58/90
58
Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Tahap
Pengobatan
Lamanya
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mg
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg
Tablet
Etambutol
@ 250 mg
Jumlah
hari/kali
menelan obat
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang
dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat
kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk
ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
B. Tatalaksana TB Anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan
gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor .
Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor ( scoring system),
yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman
tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan
tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Lihat tabel 8. tentang sistem pembobotan
( scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan
jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai
pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6
tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru
59/90
59
diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi,
pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
Tabel 8. Sistem skoring (scoring system ) gejala dan pemeriksaan
penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak
jelas
Laporan
keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu, BTA tidak jelas
BTA (+)
Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10mm, atau ≥ 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/
keadaan gizi
Bawah garis merah
(KMS) atau BB/U
< 80 %
Klinis gizi buruk
(BB/U < 60%)
Demam tanpa
sebab
≥ 2 minggu
Batuk ≥ 3 minggu Pembesaran
kelenjar linfe
koli, aksila,
inguinal
≥ 1 cm, jumlah > 1,tidak nyeri
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Ada pembengkakan
Foto toraks Normal/
tidak jelas
Kesan TB
Jumla