170540510 Home Visit Tb Paru

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    1/90

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    2/90

      2

    LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

    BAB I

    STATUS PENDERITA

    A.  PENDAHULUAN 

    Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang

     penderita TB paru kasus baru, berjenis kelamin Perempuan dan berusia 28 tahun,

    dimana penderita merupakan salah satu dari penderita TB paru yang berada di

    wilayah Puskesmas Taman, Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan

    yang dihadapi. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat

    khususnya di daerah Puskesmas Taman Kabupaten Sidoarjo beserta

     permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB

    terutama masalah penularannya dan mengenai kepatuhan meminum obat anti TB.

    Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan

    mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di

    lapangan.

    B.  IDENTITAS PENDERITA

     Nama : Ny. D

    Umur : 28 tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Pendidikan : SMA

    Agama : IslamAlamat : Taman Pondok Jati blok CM 01

    Suku : Jawa

    Tanggal periksa : 2 Agustus 2013

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    3/90

      3

    C.  ANAMNESIS

    1.  Keluhan Utama :  Batuk-batuk

    2.  Riwayat Penyakit Sekarang :

    Kurang lebih 8 bulan yang lalu penderita mulai merasa sering batuk-

     batuk, batuk ngikil dan berdahak, dahak tidak kental dan berwarna putih..

    Selain itu penderita juga mengeluhkan napas terasa sesak , timbul keringat

    dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, dan berat badan

    dirasakan turun terus (dari 60 kg sebelum sakit turun menjadi 40 kg).

    Penderita juga merasakan badannya lemas, dan kadang mengeluhkan pusing.

    Penderita tidak engeluh nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri dada. Selama

     batuk, penderita berobat ke dokter umum dekat rumah. BAB dan BAK tidak

    ada keluhan

    Karena batuk tidak sembuh-sembuh akhirnya penderita di bawa ke RS

    Paru Surabaya dan dianjurkan untuk melakukan foto rontgen dada. Kemudian

     penderita drujuk ke Puskesmas Taman sesuai KTP Domisili.Disana penderita

    di beri obat 3 macam dan harus diminum selama 6 bulan.

    3.  Riwayat Penyakit Dahulu:

    -  Riwayat kontak dengan penderita TB : tetangga kos batuk batuk

    lama

    -  Riwayat batuk lama : (+)   sejak 8 bulan yang

    lalu

    -  Riwayat batuk darah : disangkal

    -  Riwayat mondok : (+) dua bulan yang lalu diRSDM

    -  Riwayat Imunisasi : Tidak Lengkap

    -  Riwayat sakit gula : disangkal

    -  Riwayat asma : disangkal

    -  Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

    -  Riwayat penyakit jantung : disangkal

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    4/90

      4

    4.  Riwayat Penyakit Keluarga

    -  Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal

    -  Riwayat keluarga sakit batuk berdarah : disangkal

    -  Riwayat sakit sesak nafas : Ibu

    -  Riwayat hipertensi : Ibu

    -  Riwayat sakit gula : Ibu

    5.  Riwayat Kebiasaan

    -  Riwayat merokok : disangkal

    -  Riwayat Keluarga merokok : Almarhum Ayah

    -  Riwayat olah raga : jarang sekali

    -  Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan

    keluarga jarang, berekreasi jarang

    6.  Riwayat Sosial Ekonomi

    Penderita adalah seorang seorang Istri dari suami Tn B. Keluarga

     penderita tinggal di sebuah rumah yang berpenghuni 2 orang (penderita,

    dan Suami). Penderita Sebelumnya bekerja sebagai SPG dan tinggal di kos

    kos an di Surabaya, setelah menderita TB berhenti bekerja dan tinggal di

    rumah bersama suami. Suami penderita bekerja sebagai Pengawas Gudang

    dengan jam kerja pukul 07.00  –   17.00. Sumber pendapatan keluarga

    didapatkan dari Suami dengan total penghasilan rata-rata perbulan Rp.

    2.800.000,-.

    7.  Riwayat Gizi.

    Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi

    sepiring, sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu-tempe kerupuk, dan

    daging. kadang minum susu. Kesan status gizi kurang.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    5/90

      5

    D.  ANAMNESIS SISTEM

    1.  Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)

    2.  Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok,

    luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)

    3.  Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan

    kabur (-), ketajaman baik

    4.  Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)

    5.  Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)

    6.  Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit

    7.  Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)

    8.  Pernafasan : sesak nafas (+), batuk lama (+) selama +8 bulan, mengi

    (-), batuk darah (-)

    9.  Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ampeg (-)

    10.  Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun

    (+), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan

    11.  Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa

    12.   Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)

    Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)

    13.  Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

    14.  Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)

    Bawah : bengkak (-), sakit (-)

    E.  PEMERIKSAAN FISIK

    1.  Keadaan Umum

    Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status

    gizi kesan kurang.

    2.  Tanda Vital dan Status Gizi

     Tanda Vital

     Nadi : 90 x/menit, reguler, isi cukup, simetris

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    6/90

      6

    Pernafasan : 26 x/menit

    Suhu : 36,8 oC

    Tensi : 110/80 mmHg

     Status gizi ( Kurva NCHS ) :

    BB : 51 kg

    TB : 162 cm

    BB/(TB)2  = 51/(1.62)2  = 19,43% Gizi kurang

    Status Gizi Gizi Kurang

    3.  Kulit

    Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

    Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah

    dicabut, atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-),

    nodula (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-)

    4.  Mata

    Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek

    kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-),

    radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)

    5.  Hidung

     Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),

    hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)

    6.  Mulut

    Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (+), tepi

    lidah hiperemis (-), tremor (-)

    7.  Telinga

     Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping

    telinga dalam batas normal

    8.  Tenggorokan

    Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

    9.  Leher

    JVP (5+2) cmH2O tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar

    tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    7/90

      7

    10. Thoraks

    Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)

    - Cor : I : ictus cordis tak tampak

    P : ictus cordis tak kuat angkat

    P : batas kiri atas : SIC II 1 cm lateral LPSS

     batas kanan atas : SIC II LPSD

     batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS

     batas kanan bawah :SIC IV LPSD

     batas jantung kesan tidak melebar

    A : BJ I – II intensitas normal, regular, bising (-)

    - Pulmo : Statis (depan dan belakang)

    I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

    P : fremitus raba kiri sama dengan kanan

    P : sonor/sonor

    A : suara dasar vesikuler (+/+)

    suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)

    Dinamis (depan dan belakang)

    I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri

    P : fremitus raba kiri sama dengan kanan

    P : sonor/sonor

    A : suara dasar vesikuler (+/+)

    suara tambahan RBK (+/+), whezing (-/-)

    11. Abdomen

    I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)

    P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

    P : timpani seluruh lapang perut

    A : peristaltik (+) normal

    12. Sistem Collumna Vertebralis

    I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

    P : nyeri tekan (-)

    P : NKCV (-)

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    8/90

      8

    13. Ektremitas: palmar eritema(-/-)

    akral dingin oedem

    - - - -

    - - - -

    14. Sistem genetalia: dalam batas normal

    15. Pemeriksaan Neurologik

    Fungsi Luhur : dalam batas normal

    Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

    Fungsi Sensorik : dalam batas normal

    Fungsi motorik :

    K 5 5 T N N RF 2 2 RP - -

    5 5 N N 2 2 - -

    16. Pemeriksaan Psikiatrik

    Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup

    Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

    Afek : appropriate

    Psikomotor : normoaktif

    Proses pikir : bentuk : realistik

    isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

    arus : koheren

    Insight : baik

    F.  PEMERIKSAAN PENUNJANG 

    Pemeriksaan test Mantoux : tidak dilakukan

    Pemeriksaan bakteriologis : biakan sputum/dahak tidak dilakukan

    Pemeriksaan rontgen thoraks : Hillus kanan tampak menebal, corakan

     bronchovaskuler kasar, kesan : gambaran TB

    G.  RESUME

    Seorang Perempuan 28 tahun dengan keluhan utama batuk. Penderita

    mulai merasa sering batuk-batuk 8 bulan yang lalu, batuk ngikil dan berdahak,

    dahak tidak kental dan berwarna putih,terasa susah keluar. Napas terasa sesak,

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    9/90

      9

    timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, kadang

    tersa pusing, dan berat badan dirasakan turun (dari 60 kg sebelum sakit turun

    menjadi 40 kg), badan terasa lemas.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

    compos mentis, status gizi kesan kurang. Tanda vital T:1!0/80 mmHg, N: 90

    x/menit, Rr: 26 x/menit, S:36,80C, BB:51 kg, TB:162 cm, status gizi   Gizi

    kurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Conjuntiva anemis (+/+),. Pada

     pemeriksaan penunjang radiologi gambaran TB. 

    H.  PATIENT CENTERED DI AGNOSIS

    Diagnosis Biologis 

    1.  TB Paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif)

    2.   Nafsu makan kurang.

    3.  Status gizi yang rendah

    Diagnosis Psikologis

    -

    Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya

    1.  Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.

    I.  PENATALAKSANAAN

    Non Medika mentosa

    1.  Bed Rest tidak total

    Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat

    mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.

    2.  Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) 1600 Kalori

    Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi, juga

    minum susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga

    mempercepat kesembuhan dan berat badannya akan meningkat, yang

    merupakan indikator kesembuhan pasien.

    3.  Olah raga

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    10/90

      10

    Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan

    melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan

    sekitar, dan latihan pernafasan untuk mengurangi sesak.

    4.  Mengurangi stress tertentu

    Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga

    untuk kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak

    memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-

     bincang atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang

    Maha Esa.

    Medikamentosa

    Oral Anti TBC (OAT) paketan untuk kategori I fase intensif dari

     puskesmas, dengan regimen pengobatan 2HRZ/4H3R3 yang terdiri atas :

    1.  Rifampicin dosis harian 10 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 450 mg

    diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan,

    fase intensif 4 bulan )

    2.  Isoniazid dosis harian 5 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 300 mg

    diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan,

    fase intensif 4 bulan )

    3.  Pirazinamid dosis harian 25 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 500 mg

    diberikan dengan dosis 2 tablet/hari selama 8 bulan (pengobatan

     pertama 3 bulan dilanjutkan 5 bulan berikutnya)

    4.  Vitamin B kompleks dengan dosis 3 tablet/hari.

    J.  FOLLOW UP

    Tanggal 2 Agustus 2013

    S : Penderita merasa nafsu makan menurun (+), badan lemas (), batuk (+)

    ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam

    (-).

    O : KU sedang, compos mentis, gizi kurang

    Tanda vital : T : 110/70 mmHg R : 24 x/menit

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    11/90

      11

     N : 86 x/menit S : 36,7 0C

    Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (+/+)

    Mulut : Papil lidah atrofi (-/-)

    Pulmo : RBK (+/+)

    Status Neurologis : dalam batas normal.

    Status Mentalis : dalam batas normal

    A : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).

    P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga

    dilakukan  patient centered management : dukungan psikologis,

     penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi

     pasien.

    Tanggal 3 Agustus 2013

    S : Penderita merasa nafsu makan menurun (-), badan lemas (), batuk (+)

    ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam

    (-).

    O : KU sedang, compos mentis, gizi kurang

    Tanda vital : T : 120/80 mmHg R : 26 x/menit

     N : 88 x/menit S : 36,5 0C

    Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (+/+)

    Mulut : Papil lidah atrofi (-/-)

    Pulmo : RBK (+/+)

    Status Neurologis : dalam batas normal.

    Status Mentalis : dalam batas normal

    A : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).

    P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga

    dilakukan  patient centered management : dukungan psikologis,

     penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi

     pasien. 

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    12/90

      12

    Tanggal 7 Agustus 2013

    S : Penderita merasa nafsu makan menurun (-), badan lemas (-), batuk (+)

     batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam (-).

    O : KU sedang, compos mentis, gizi kurang

    Tanda vital : T : 110/80 mmHg R : 26 x/menit

     N : 90 x/menit S : 36,5 0C

    Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (+/+)

    Mulut : Papil lidah atrofi (-/-)

    Pulmo : RBK (+/+)

    Status Neurologis : dalam batas normal.

    Status Mentalis : dalam batas normal

    A : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).

    P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga

    dilakukan  patient centered management : dukungan psikologis,

     penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi

     pasien.

    FLOW SHEET (belum diedit)

     Nama : Ny. D

    Diagnosis : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).

    NO T

    G

    L

    Tensi

    mm

    Hg

    BB

    Kg

    TB

    Cm

    Status

    Gizi

    Mantoux

    Test

    Foto

    Rontgen

    Thoraks

    Mat

    a

    KET

    1 2/08/

    13

    110/7

    0

    51 162 Gizi

    kurang

    Tidak

    dila

    ku

    kan

    Gambaran

    TB

    CA

    (+/+)

    OAT

    2HRZ/4H3R3

    2 3/08/

    13

    120/8

    0

    51 162 Gizi

    kurang 

    Gambaran

    TB

    CA

    (+/+)

    3 7/08/

    13

    110/8

    0

    51 162 Gizi

    kurang 

    Gambaran

    TB

    CA

    (+/+)

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    13/90

      13

    BAB II

    IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

    A.  FUNGSI KELUARGA

    1.  Fungsi Biologis.

    Keluarga terdiri dari penderita, Suami (Tn. B, 36 tahun),.

    Penderita tinggal serumah dengan suami, sudah menikah 6 tahun belum

    memiliki anak.

    2.  Fungsi Psikologis.

     Ny. D tinggal serumah dengan suaminya (Tn. B). Hubungan

    keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan permasalahan-

     permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini.

    Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.

    Suami penderita bekerja dari pagi dan pulang di sore harinya.

    Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara

    musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong

    menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya

    yang menderita kesusahan..

    3.  Fungsi Sosial

    Penderita adalah seorang ibu rumah tangga, yang sebelumnya

     bekerja sebagai SPG dan tinggal di kos kos an di Surabaya, setelah sakit

     baru penderita tinggal satu rumah bersama suami dan berhenti bekerja.

    Dalam masyarakat penderita dan suami hanya sebagai anggota

    masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalammasyarakat. Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab dengan

    masyarakat di sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang lain.

    4.  Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

    Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari Suami yang

     bekerja sebagai pengawas pergudangan dengan total penghasilan sebesar Rp

    2.800.000,00 perbulannya.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    14/90

      14

    Penghasilan tersebut juga digunakan untuk membiayai ibu dari

     penderita yang tinggal di desa. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan,

    minum, atau iuran membayar listrik hanya mengandalkan uang yang ada dan

    sebagian sisanya disisihkannya untuk menabung ataupun biaya-biaya

    mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain). Untuk kebutuhan air

    dengan menggunakan PDAM. Untuk memasak memakai kompor gas. Makan

    sehari-hari lauk pauk, kadang daging, buah dan frekuensi makan kadang-

    kadang 2-3 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke dokter

    rujukan jamsostek atau ke puskesmas

    5.  Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi

    Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga bila mengalami

    kesulitan atau masalah penderita sering bercerita kepada suami.

    B. 

    APGAR SCORE

    ADAPTATION

    Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali

    membicarakannya kepada suaminya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya

    dan menjadi keluhannya. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-

    hari dan tempat kerja sehingga pasien berhenti bekerja. Dukungan dari orang-orang

    suami, keluarga dan petugas kesehatan yang sering memberi penyuluhan kepadaya,

    sangat memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena penderita

    dan suami yakin penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan pengobatan

    sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi putus obat agar tidak

    terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal ini menumbuhkan kepatuhan penderita

    dalam mengkonsumsi obat.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    15/90

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    16/90

      16

    APGAR Ny.D Terhadap Keluarga  Sering/selalu 

    Kadang-

    kadang Jarang/tidak  

    A  Saya puas bahwa saya dapat kembali kekeluarga saya bila saya menghadapi masalah 

     

    P  Saya puas dengan cara keluarga sayamembahas dan membagi masalah dengan saya 

     

    G  Saya puas dengan cara keluarga sayamenerima  dan mendukung keinginan sayauntuk melakukan kegiatan baru atau arah

    hidup yang baru 

     

    A  Saya puas dengan cara keluarga sayamengekspresikan kasih sayangnya dan

    merespon emosi saya seperti kemarahan,perhatian dll 

     

    R   Saya puas dengan cara keluarga saya dan sayamembagi waktu bersama-sama 

     

    Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik

     Ny D sebagai Ibu Rumah Tangga, berusaha mengurus kegiatan rumah

    dengan baik walaupun kondisi sedang sakit.

    Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny. D adalah 18,

    sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Ny. D adalah 9. Hal ini

    menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Ny. D dan suami

    dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin

     baik.

    C.  SCREEM

    SUMBER PATHOLOGY KET

    Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota

    keluarga juga dengan saudara partisipasi

    mereka dalam masyarakat cukup meskipun

     banyak keterbatasan.

     _

    Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya

     baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan

    sehari-hari baik dalam keluarga maupun di

    lingkungan, banyak tradisi budaya yang

    masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara

    yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.

    Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan

    kesopanan

     _

    ReligiusAgama menawarkan

     pengalaman spiritual yang baik

    Pemahaman agama cukup. Namun

     penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat

    dilihat dari penderita dan suami hanya

    +

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    17/90

      17

    untuk ketenangan individu yang

    tidak didapatkan dari yang lain

    menjalankan sholat sesekali saja.

    Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah,untuk kebutuhan primer sudah bisa

    terpenuhi, Kebutuhan sekunder dan

    kebutuhan tersier sudah dapat terpenuhi

    -

    Edukasi Pendidikan anggota keluarga cukup

    memadai.

    -

    MedicalPelayanan kesehatan puskesmas

    memberikan perhatian khusus

    terhadap kasus penderita

    Dalam mencari pelayanan kesehatan

    keluarga ini biasanya menggunakan

    Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau

    karena letaknya dekat.

     _

    Keterangan :

      Religius (+) artinya keluarga Ny. D juga menghadapi

     permasalahan di bidang agama, Ny. D dan suami tidak taat

    menjalankan kewajiban agama yaitu sholat 5 waktu. Hal ini akan

    mempengaruhi ketentraman batin karena penderita kurang dekat

    dengan Tuhan terutama dalam menghadapi berbagai permasalahan

    yang ada.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    18/90

      18

    D.  KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

    Alamat lengkap : Taman Pondok Jati CM 01 Taman Sidoarjo

    Bentuk Keluarga :  Nuclear Family

     Diagram 1. Genogram Keluarga Ny.D

    Dibuat tanggal 8 Agustus 2013

    Sumber : Data Pr imer, 8 Agustus 2013

    Keterangan :

    Penderita

    Tn. B : Suami Penderita

     Ny. D : Penderita

    - Tn B- 36 tahun

    - ♂ 

    - Pengawasgudang- etnis Jawa

    - Ny. D,- 28 th- ♀ 

    - IRT- etnis Jawa

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    19/90

      19

    E.  Informasi Pola Interaksi

    Keluarga

     

    Keterangan : : hubungan baik

    : hubungan tidak baik

    Hubungan antara Ny .D, dan suami baik dan dekat. Antara Suami dan penderita

     baik. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar

    anggota keluarga.

    F. Pertanyaan Sirkuler

    1.  Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh suami?

    Jawab :

    Suami merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita selama

    Suami pergi bekerja.

    2.  Ketika Suami bertindak seperti itu apa yang dilakukan keluarga pasien?

    Jawab :

    Keluarga pasien mendukung apa yang dilakukan oleh suami. Karena ia

    mempercayai urusan anak sehari-hari kepada suami.

    3.  Ketika apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?

    Jawab :

    Ikut mendukung dan membantu apa yang diputuskan suami.

    Tn. B, 36 th Ny. D, 28 th

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    20/90

      20

    4.  Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?

    Jawab :

    Dibutuhkan ijin suami, karena ia sebagai kepala keluarga. Namun

    sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau

    mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.

    5.  Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?

    Jawab :

    Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah suami. Walaupun

    waktu yang tersedia untuk bertemu suami tidak banyak namun penderita

    selalu menyampaikan keinginannya ataupun keluhannya kepada suami.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    21/90

      21

    BAB III

    IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

    KESEHATAN

    A.  Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

    1.  Faktor Perilaku Keluarga

     Ny . D adalah seorang istri dari Tn. B. Penderita awalnya bekerja

    sebagai SPG . Namun sudah kurang lebih 6 bulan ini penderita berhenti

     bekerja karena kesehatannya yang tidak memungkinkan. Setelah tidak

     bekerja Ny D hanya mengurus rumah tangga saja.

    Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat

    adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-

    hari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka

    sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan

    keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya.

    Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman penyakit,

     bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu

    mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih

    mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau

    dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.

    Perabot rumah tertata dengan rapi dan Ny D berusaha menjaga

    kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan

    halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.

    Keluarga ini memiliki fasilitas jamban keluarga untuk melakukan

    kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari PDAM.

    2.  Faktor Non Perilaku

    Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga

    menengah. Keluarga ini memiliki satu sumber penghasilan yaitu dari

    suami yang bekerja sebagai pengawas gudang. Dari total semua

     penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

    terutama kebuthan sekunder dan tertier.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    22/90

      22

    Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai Fasilitas kesehatan

    yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas Taman

    dan Praktek dokter jamsostek.

    II.  Identifikasi Lingkungan Rumah

    Gambaran Lingkungan

    Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 15x8 m2  yang

     berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Selatan. memiliki

     pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang kamar tamu yang

    sekaligus digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, dua kamar

    tidur, satu kamar makan yang jarang digunakan, dapur, gudang dan kamar

    mandi yang tidak memilki fasilitas jamban keluarga sehingga penderita dan

    keluarga harus ke kali terlebih dahulu untuk membuang hajat. Terdiri dari 2

     pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah,

    dikamar tamu dan disetiap kamar tidurnya namun semuanya jarang dibuka..Di

    depan rumah terdapat teras yang berukuran 6x1 m2. Lantai rumah sebagian

     besar terbuat dari bahan semen dan pada bagian dapur dan gudang

     berlantaikan tanah. Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang. Atap

    rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit. Masing-masing

    kamar memiliki dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari

     batubata namun belum dicat. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air

    untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan mesin pompa air.

    Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga

    memasak menggunakan kompor minyak dan kadang menggunakan kayu bakar yang biasa disimpan di gudang dan belakang rumah. 

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    23/90

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    24/90

      24

    BAB IV

    DAFTAR MASALAH

    1.  Masalah aktif :

    a.  TB Paru Kasus Baru

     b. Pengetahuan suami yang kurang tentang penyakit penderita

    c.  Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain

    2.  Faktor resiko :

    a.  Status gizi kurang

    DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

    (Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada

    dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

    NyD

    28 tahun 

    2.Status gizi

    kuran

    .1. Prevensi

    untuk

    anggota

    keluarga

    lainn a

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    25/90

      25

    BAB V

    PATIENT MANAGEMENT

    A.  PATIENT CENTERED MANAGEMENT

    1.  Suport Psikologis

    Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor

    yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada

    dokternya. Antara lain dengan cara :

    a.  Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.

     b.  Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau

    kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.

    c.  Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.

    d.  Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan

    kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.

    Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri

    kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon

    hanya kepada Tuhan YME.

    Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal

    yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi

    kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.

    2.  Penentraman Hati

    Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem

     psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang

     penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialamiakibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan

    edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit

    turunan dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk

    kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai

     petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang

     bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan

     pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    26/90

      26

     penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa

    mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

    3.  Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien

    Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah

    tentang TBC. Pasien TBC dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,

     pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah

    dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling

    setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter

    maupun oleh petugas Yankes.

    Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :

    a.  Penyakit TBC merupakan penyakit turunan

     b.  Penyakit TBC tidak dapat disembuhkan.

    Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan

    kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang

    dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai

    masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (TBC) terhadap hubungan

    dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga

    diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet TKTP yang benar dalam

    rangka mencapai berat badan ideal, pentingnya olah raga yang teratur dan

    sebagainya.

    4.  Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri

    Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri

     pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain

    itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai

    kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang

    dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan.

    5.  Pengobatan

    Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera

    dalam penatalaksanaan.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    27/90

      27

    6.  Pencegahan dan Promosi Kesehatan

    Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi

    kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang

    tempat, menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak

     boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian

    genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan

    rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan

    daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang

    teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit TBC di

    masyarakat dapat diluruskan.

    B.  PREVENSI BEBAS TBC UNTUK KELUARGA LAINNYA (AYAH,

    IBU, DAN KELUARGA LAINNYA)

    Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas TBC adalah

    sama dengan prevensi bebas TBC untuk penderita, namun dalam hal ini

    diutamakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya dengan cara

    sebagai berikut :

    1.  Bagi keluarga jangan terlalu dekat „cukup intim‟ dengan anggota keluarga

    yang lain (ayah, ibu dan kelurga lainnya), apalagi saat berbicara atau

     batuk, agar tidak tertular langsung kuman TB dari penderita. Saat batuk

    sebaiknya di tutup kain atau masker.

    2.  Diusahakan agar penderita tidak meludah di sembarang tempat yang

    mengakibatkan kuman TB dapat berterbangan dan terhirup oleh anggota

    keluarga yang lain.

    3.  Istirahat yang cukup 6-8 sehari semalam.

    4.  Olah raga teratur dan makan-makanan yang bergizi.

    Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk meningkatkan

    daya tahan tubuh bagi anggota keluarga yang serumah dengan penderita agar

    tidak tertular infeksi TBC dari penderita.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    28/90

      28

    BAB VI

    TINJAUAN PUSTAKA

    VI.1 EPIDEMIOLOGI

    Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

    di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah

    mencanangkan tuberkulosis sebagai “ Global Emergency” . Laporan WHO tahun 

    2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun

    2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga

     penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO

     jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus

    TB di dunia, namun bila dilihat  dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per

    100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia  tenggara yaitu

    350 per 100.000 pendduduk.9 

    Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3

     juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar

    kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka

    mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi

    terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang

    cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.9

    Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB

    setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar

    140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor

    satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga

    setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan

    usia.9

    Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh

    dunia 

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    29/90

      29

    Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia10

    VI.2 DEFINISI

    Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

     Mycobacterium tuberculosis.10

    VI.3 MIKROBIOLOGI

    A. Morfologi dan Struktur Bakteri

     Mycobacterium tuberculosis  berbentuk batang lurus atau sedikit

    melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3  –  

    0,6 mm dan panjang 1  –  4 mm. Dinding  M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri

    dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel  M.

    tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    30/90

      30

    dimikolat yang disebut cord factor , dan mycobacterial sulfolipids yang berperan

    dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60  –  

    C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan

     peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding

    sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.

    Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis

     bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya

     penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.

    Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitukomponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen  M. tuberculosis

    dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah

    dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38

    kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam

    mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen  M.tuberculosis dalam

    kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen

    yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000

    a, protein MTP 40 dan lain lain.9

    B. Biomolekuler

    Genom  M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan

    kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah

    diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.

    Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada

    (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang

    menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan

    seperti elemen sisipan.

    Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat

    misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti

     protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs)

    menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    31/90

      31

    Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari

    16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS

    (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan

    RFLP.9

    Gambar 2. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan

    Ziehl Neelsen

    VI.4 PATOGENESIS

    Paru merupakan  port d’entrée  lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

    ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang

    terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi

    oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit

    kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.

    Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan

    kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam

    makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di

    tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus

    Primer GOHN.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    32/90

      32

    Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

    kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke

    lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran

    limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus

     primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat

    adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks

     paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

    gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

    (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

    Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

    kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini

     berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu

    yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

    inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang

    waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga

    mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons

    imunitas seluler.

    Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan

    logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi

    terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat

    terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.

    Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

    tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama

    masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,

    imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu

    dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang,

     proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap

    hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru

    yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    33/90

      33

    Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

    mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

    mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

    mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

    sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

    menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

    Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang

    terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus

     primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritisfokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair

    dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru

    (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal

    saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus

    dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat

    menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis

     perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga

    menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat

    menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan

     pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-

    konsolidasi.

    Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat

    terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman

    menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan

     pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan

    menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang

    menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

    Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

     penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread ). Melalui cara ini,

    kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

    menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    34/90

      34

    di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai

    vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks

     paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi

    dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

    membatasi pertumbuhannya.

    Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi

     pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.

    Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi

    untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagaiFokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu

    menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di

    organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

    Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

    generalisata akut (acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini,

    sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh

    tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TBsecara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu

    2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan

    virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.

    Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu

    (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

    Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

     spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui

    cara ini  akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal

    dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet

     seed ). Secara  patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,

    yang secara histologi merupakan granuloma. 

    Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah  protracted

    hematogenic spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan

    menyebar ke  saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    35/90

      35

    masuk dan  beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe

    ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread . Hal ini

    dapat terjadi secara berulang. 

    Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),

     biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB

     paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru

    kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier

    atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.

    Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesarankelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).

    Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya

    infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam

    lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada

    anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

    Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang

    terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB

    ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.12

    Gambar 3. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan

    Perjalanan Penyembuhannya9

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    36/90

      36

    Gambar 4. Patogenesis Tuberkulosis11

    VI.5 KLASIFIKASI

    A. Tuberkulosis Paru

    Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,

    tidak termasuk pleura.

    1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

    TB paru dibagi atas:

    a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

    Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

     positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

    kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan

    satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

     b. Tuberkulosis paru BTA (-)

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    37/90

      37

    1)  Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

    klinik dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.

    2)  Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan  M.

    tuberculosis positif.

    2. Berdasarkan tipe pasien

    Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

     beberapa tipe pasien yaitu :

    a. Kasus baru

    Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atausudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

     b. Kasus kambuh (relaps)

    Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

    tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian

    kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan

     positif.

    Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi

    aktif / perburukan dan terdapat gejalaklinis maka harus dipikirkan beberapa

    kemungkinan :

    1)  Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan

    dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.

    2)  Infeksi jamur

    3)  TB paru kambuh

    Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

    c. Kasus defaulted atau drop out

    Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih

    sebelum masa pengobatannya selesai.

    d. Kasus gagal

    1)  Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

     positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).

    2)  Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif

    menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    38/90

      38

    e. Kasus kronik / persisten

    Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai

     pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

    Catatan:

    a.  Kasus pindahan (transfer in):

    Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan

    kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus

    membawa surat rujukan / pindah.

     b.  Kasus Bekas TB:

    1)  Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada ) dan

    gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto

    serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT

    adekuat akan lebih mendukung.

    2)  Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat

     pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan

    gambaran radiologic.9 

    B. Tuberkulosis Ekstra Paru

    Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

    lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard,

    tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

    Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi.

    Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka

    diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    39/90

      39

    VI.6 DIAGNOSIS

    Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

     pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan

     pemeriksaan penunjang lainnya.

    A. Gejala klinik

    Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

    lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal

    ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

    1. Gejala respiratorik

    a.  batuk-batuk lebih dari 2 minggu

     b.  batuk darah

    c.  sesak napas

    d.  nyeri dada

    Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

    gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada

    saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka

     pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

     bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

    2. Gejala sistemik

    a.  Demam

     b.  Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan

    menurun.

    3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

    Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,

    misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan

    tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat

    gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas

    & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    40/90

      40

    B. Pemeriksaan Fisik

    Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari

    organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas

    kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya

    tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya

    terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1

    & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat

    ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki

     basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.

    Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari

     banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada

    auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang

    terdapat cairan.

    Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,

    tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-

    kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold

    abscess” 

    Gambar 5. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    41/90

      41

    C. Pemeriksaan Bakteriologik

    1. Bahan pemeriksasan

    Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis

    mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk

     pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor  

    cerebrospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar

    (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi

     jarum halus/BJH)

    2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

    Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

    a.  Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

     b.  Pagi ( keesokan harinya )

    c.  Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

    atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

    Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan

    dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm ataulebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada

    fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)

    sebelum dikirim ke laboratorium.

    Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas

    objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl

    0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.

    Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke

    dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah

    tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan

    laboratorium.

    Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan

     pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara

     pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    42/90

      42

    a.  Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian

    tengahnya.

     b.  Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah

    dari kertas saring sebanyak + 1 ml.

    c.  Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu

    ujung yang tidak mengandung bahan dahak.

    d.  Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang

    aman, misal di dalam dus.

    e.  Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong

     plastik kecil.

    f.  Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan

    melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.

    g.  Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan

    dahak.

    h.  Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat

    laboratorium.

    3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

    Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan

     pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

     bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat

    dilakukan dengan cara :

    a.  Pemeriksaan mikroskopik:

    Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

    Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

    screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah

     bila :

    1)  3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif

    2)  1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas

    foto toraks, kemudian

    o   bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif

    o   bila 3 kali negatif : BTA negatif

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    43/90

      43

    Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD

    (rekomendasi WHO). Skala IUATLD ( International Union Against

    Tuberculosis and Lung Disease) :

    Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

    1)  Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

    yang ditemukan.

    2)  Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).

    3)  Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).

    4)  Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

    Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst

    Skala Bronkhorst (BR) :

    1)  BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan.

    2)  BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang.

    3)  BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang.

    4)  BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang.

    5)  BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang.

     b. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan  M.tuberculosis dengan

    metode konvensional ialah dengan cara :

    1)  Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.

    2)  Agar base media : Middle brook.

    Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan

    dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other

    than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan 

     beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji

    nikotinamid, uji niasin maupun  pencampuran dengan cyanogen bromide serta

    melihat pigmen yang timbul. 

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    44/90

      44

    D. Pemeriksaan Radiologik  

    Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:

    foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,

    tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). 

    Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

    1.  Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru

    dan segmen superior lobus bawah.

    2.  Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

    nodular.

    3.  Bayangan bercak milier.

    4.  Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

    Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

    1.  Fibrotik

    2.  Kalsifikasi

    3.  Schwarte atau penebalan pleura

    Luluh paru (destroyed Lung ) :1.  Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,

     biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru

    terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit

    untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran

    radiologik tersebut.

    2.  Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses

     penyakit.

    Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat

    dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :

    1.  Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan

    luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas

    chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari

    vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai

    kavitas

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    45/90

      45

    2.  Lesi luas

    Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

    E. Pemeriksaan Khusus

    Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya

    waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara

    konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru

    yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

    1.  Pemeriksaan BACTEC

    Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode

    radiometrik.  M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian

    menghasilkan CO2 yang akan dideteksi  growth indexnya oleh mesin ini.

    Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat

    untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.

    2.   Polymerase chain reaction (PCR)

    Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,

    termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik

    ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup

     banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.

    Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis

    sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai

    standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data

    lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak

    dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.

    Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen

     pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ

    yang terlibat.

    3.  Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda : 

    a.   Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    46/90

      46

    Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi

    respon humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah

    dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam

    waktu yang cukup lama.

     b.  ICT

    Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji

    serologik untuk mendeteksi antibodi  M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT

    merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang 

     berasal dari membran sitoplasma  M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada

    membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya  digabung dalam 1

    garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml

    diteteskan ke  bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati

    garis antigen. Apabila serum mengandung antibody  IgG terhadap

     M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk

    garis warna merah  muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit

    terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis  antigen pada

    membran.

    c.   Mycodot

    Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji

    ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada

    suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan

    ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi

    spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti

     penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi

    dengan mudah.

    d.  Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

    Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi

    yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    47/90

      47

    diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang

    mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

    e.  Uji serologi yang baru / IgG TB

    Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk

    diagnosis.

    F. Pemeriksaan Lain

    1. Analisis Cairan Pleura

    Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu

    dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.

    Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji

    Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat

    sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

    2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

    Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan

    diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan

     jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

    a.  Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

     b.  Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen

    Silverman)

    c.  Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,

    trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).

    d.  Otopsi

    Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan

    dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi

    untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

    3. Pemeriksaan darah

    Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang

    spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    48/90

      48

    dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat

     pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan

    tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

    4. Uji tuberkulin

    Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di

    Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat

     bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan

    mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji

    yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapatmemberikan hasil negatif.

    Gambar 6. Alur Diagnosis TB Paru

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    49/90

      49

    VI.7 PERJALANAN PENYAKIT

    Cara penularan12

     

    1.  Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

    2.  Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

     bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

    sekitar 3000 percikan dahak.

    3.  Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

    dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

    sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

    dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

    lembab.

    4.  Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

    dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

     pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

    5.  Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan olehkonsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

    A. Risiko penularan12

     

    1.  Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

    Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

     penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

    2.  Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan  Annual Risk of

    Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

    Terinfeksi TB selama satu  tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

    orang diantara 1000 penduduk  terinfeksi setiap tahun. 

    3.  ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

    4.  Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi

     positif.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    50/90

      50

    B. Risiko menjadi sakit TB12

     

    1.  Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

    2.  Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata

    terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi

    sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA

     positif.

    3.  Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

    adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan

    malnutrisi (gizi buruk).

    4.  HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB

    menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya

    tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi

     penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan

    menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah

    orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,

    dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

    Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

    1.  50% meninggal

    2.  25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

    3.  25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    51/90

      51

    Gambar 7. Faktor Risiko Kejadian TB

    VI.8 PENATALAKSANAAN

    Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

     bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari

     paduan obat utama dan tambahan.

    A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 

    1. Prinsip pengobatan

    Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

    a.  OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

     jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

    gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap

    (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    52/90

      52

     b.  Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

    langsung (DOT =  Directly Observed Treatment ) oleh seorang Pengawas

    Menelan Obat (PMO).

    c.  Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

    Tahap awal (intensif)

    a.  Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

    secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

     b.  Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

    menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

    c.  Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam

    2 bulan.

    Tahap Lanjutan

    a.  Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

     jangka waktu yang lebih lama

     b.  Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman  persister sehingga mencegah

    terjadinya kekambuhan

    2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

    Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

    a.  TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

    Paduan obat yang dianjurkan :

    1)  2 RHZE / 4 RH atau

    2)  2 RHZE / 4R3H3 atau

    3)  2 RHZE/ 6HE.

    Paduan ini dianjurkan untuk

    1) TB paru BTA (+), kasus baru

    2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh

     paru)

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    53/90

      53

    Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk

    memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang

    ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan

    uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

     b.  TB paru kasus kambuh

    Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase

    intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai

    hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih,

    sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Biladiperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari

     perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka

    alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

    c.  TB Paru kasus gagal pengobatan

    Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan

    minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten

    tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambilmenunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian

    dilanjutkan sesuai uji resistensi

    1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

     paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)

    2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang

    optimal

    3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

    d.  TB Paru kasus putus berobat

    Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai

    dengan kriteria sebagai berikut :

    1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT

    dilanjutkan sesuai jadwal.

    2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    54/90

      54

    o  Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif

    / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif,

    lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan

    mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti

    TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih

    kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati

    dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

    o  Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal

    dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang

    lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan

    kategori II diulang dari awal.

    o  Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan

    radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat

    yang sama

    Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi)

    terhadap OAT.

    e.  TB Paru kasus kronik

    1)  Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,

     berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil

    uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan

    H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti

    kuinolon, betalaktam, makrolid.

    2)  Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

    3)  Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan

     penyembuhan.

    4)  Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

    Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

    Paket Kombipak.

    Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,

    Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    55/90

      55

    disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami

    efek samping OAT KDT.

    Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang

     penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug

    resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi

    TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis

    and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan

    obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada

    tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHOseperti terlihat pada tabel 3.

    Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

    1.  Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.

    2.  Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan

     pengobatan yang tidak disengaja.

    3.  Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar

    dan standar.4.  Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.

    5.  Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

     penggunaan monoterapi.

    Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT

    Obat Dosis

    (mg/kgBB/Hari)

    Dosis yang dianjurkan Dosis

    Maksimum

    Dosis (mg) / BB (kg)

    Harian(mg/kgBB/Hari)

    Intermitten(mg/kgBB/Hari) < 40 40-60 > 60

    R 8-12 10 10 600 300 450 600

    H 4-6 5 10 300 150 300 450

    Z 20-30 25 35 750 1000 1500

    E 15-20 15 30 750 1000 1500

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    56/90

      56

    S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

    Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

    Berat Badan Tahap Intensif

    tiap hari selama 56 hari

    RHZE (150/75/400/275)

    Tahap Lanjutan

    3 kali seminggu selama 16 minggu

    RH (150/150)

    30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

    38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

    55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

    ≥ 71 kg  5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

    Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

    Tahap

    Pengobatan

    Lama

    Pengobatan

    Dosis per hari / kali Jumlah

    hari/kali

    menelan

    obat

    Tablet

    Isoniasid

    @ 300 mg

    Kaplet

    Rifampisin

    @ 450 mg

    Tablet

    Pirazinamid

    @ 500 mg

    Tablet

    Etambutol

    @ 250 mg

    Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

    Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

    Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

    Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

    a.  Pasien baru TB paru BTA positif.

     b.  Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

    c.  Pasien TB ekstra paru

    Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

    Berat

    Badan

    Tahap IntensifTiap hari

    RHZE (150/75/400/275) + S

    Tahap Lanjutan3 kali seminggu

    RH (150/150) + E (400)

    Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

    30-37 kg 2 tablet 4KDT

    + 500 mg Streptomisin inj.

    2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

    + 2 tablet Etambutol

    38-54 kg 3 tablet 4KDT

    + 750 mg Streptomisin inj.

    3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

    + 3 tablet Etambutol

    55-70 kg 4 tablet 4KDT

    + 1000 mg Streptomisin inj.

    4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

    + 4 tablet Etambutol

    ≥ 71 kg  5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    57/90

      57

    + 1000 mg Streptomisin inj. + 5 tablet Etambutol

    Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

    Tahap

    Pengobatan

    Lama

    Pengobatan

    Tablet

    Isoniasid

    @ 300 mg

    Kaplet

    Rifampisin

    @ 450 mg

    Tablet

    Pirazinamid

    @ 500 mg

    Etambutol Streptomisin

    Injeksi

    Jumla

    kali men

    obatTablet

    @ 250 mg

    Tablet

    @ 400 mg

    Tahap

    Intenif

    (dosis

    harian

    2 bulan

    1 bulan

    1

    1

    1

    1

    3

    3

    3

    3

    -

    -

    0,75 gr

    -

    56

    28

    Tahap

    Lanjutan

    (dosis 3xseminggu)

    4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

    Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

    Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

    sebelumnya:

    a.  Pasien kambuh

     b.  Pasien gagal

    c.  Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default )

    Catatan:

    a.  Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

    streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

     b.  Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

    c.  Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

    aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

    Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan

    Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

    RHZE (150/75/400/275)

    30-37 kg 2 tablet 4KDT

    38-54 kg 3 tablet 4KDT

    55-70 kg 4 tablet 4KDT

    ≥ 71 kg  5 tablet 4KDT

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    58/90

      58

    Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

    Tahap

    Pengobatan

    Lamanya

    Pengobatan

    Tablet

    Isoniasid

    @ 300 mg

    Kaplet

    Rifampisin

    @ 450 mg

    Tablet

    Pirazinamid

    @ 500 mg

    Tablet

    Etambutol

    @ 250 mg

    Jumlah

    hari/kali

    menelan obat

    Tahap

    Intensif

    (dosis

    harian)

    1 bulan 1 1 3 3 28

    Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang

    dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih

    termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat

    kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk

    ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

    B. Tatalaksana TB Anak

    Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik

    overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan

    gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB

    anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor .

    Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman

     Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor ( scoring system),

    yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman

    tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan

    tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Lihat tabel 8. tentang sistem pembobotan

    ( scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang.

    Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

     penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan

     jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai

     pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6

    tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan

  • 8/18/2019 170540510 Home Visit Tb Paru

    59/90

      59

    diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi,

     pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,

    funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

    Tabel 8. Sistem skoring (scoring system ) gejala dan pemeriksaan

    penunjang TB

    Parameter 0 1 2 3 Jumlah

    Kontak TB Tidak

     jelas

    Laporan

    keluarga, BTA

    (-) atau tidak

    tahu, BTA tidak jelas

    BTA (+)

    Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10mm, atau ≥ 5

    mm pada

    keadaan

    imunosupresi)

    Berat badan/

    keadaan gizi

    Bawah garis merah

    (KMS) atau BB/U

    < 80 %

    Klinis gizi buruk

    (BB/U < 60%)

    Demam tanpa

    sebab

    ≥ 2 minggu 

    Batuk ≥ 3 minggu Pembesaran

    kelenjar linfe

    koli, aksila,

    inguinal

    ≥ 1 cm, jumlah > 1,tidak nyeri

    Pembengkakan

    tulang/sendi

     panggul, lutut,

    falang

    Ada pembengkakan

    Foto toraks Normal/

    tidak jelas

    Kesan TB

    Jumla