Upload
duongque
View
235
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menjadi bagian penting dari
berkembangnya perekonomian Indonesia. BEI sebagai salah satu pasar modal
yang dapat dijadikan alternatif pendanaan bagi semua sektor perusahaan di
Indonesia. Salah satu alternatif pendanaan adalah melalui penerbitan dan
penjualan saham di pasar modal atau Bursa Efek. Dalam pasar modal
memungkinkan investor membuat pilihan atas investasi yang diinginkan sesuai
dengan resiko dan tingkat keuntungan yang diharapkan.
Harga saham penting bagi perusahaan karena hal tersebut merupakan
salah satu alasan utama yang mendasari para investor tertarik membeli saham
sebagai bentuk investasi pada perusahaan. Investasi yang dilakukan oleh
investor sangat diperlukan oleh perusahaan, dikarenakan dalam menjalankan
usaha perusahaan membutuhkan dana yang besar. Cara yang dilakukan oleh
perusahan untuk memperoleh dana yaitu dengan melakukan pinjaman maupun
menerbitkan dan menjual sahamnya di pasar modal.
Pasar Modal diperlukan mekanisme penerapan Good Corporate
Governance. Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu istilah
yang tidak asing lagi untuk didengar, menurut Forum for Governance in
Indonesia (FCGI, 2009) mengemukakan bahwa corporate governance adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
2
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan. Sedangkan menurut shleifer dan
Vishny dalam Hamonangan siallagan (2006) mendifinisikan bahwa corporate
governance adalah suatu mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa
supplier keuangan dari perusahaan memperoleh pengembalian (return) dari
kegiatan yang dijalankan oleh manager atau dengan kata lain bagaimana
supplier keuangan perusahaan melakukan kontrol terhadap manager.
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa corporate
governance merupakan seperangkat aturan yang digunakan untuk mengatur
hubungan antara pihak pemegang saham (principal) dan manajemen (agent)
untuk mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan demi mencapai
kesejahteraan bersama.
Penerapan Corporate Governance merupakan salah satu upaya yang
cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang telah melanda
Indonesia. Peran dan tuntutan para investor dan kreditur asing mengenai
penerapan prinsip Corporate Governance merupakan salah satu faktor dalam
pengambilan keputusan berinvestasi dalam suatu perusahaan. Untuk itu
penerapan Corporate Governance di Indonesia sangat penting, karena prinsip
Corporate Governance dapat memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu
perusahaan, sehingga perusahaan di Indonesia dapat bersaing secara global.
Dengan adanya sistem Corporate Governance para pemegang saham dan
investor menjadi yakin akan memperoleh return atas investasinya, karena
3
Corporate Governance dapat memberikan perlindungan efektif bagi para
pemegang saham dan investor. Corporate Governance juga dapat membantu
dalam menciptakan lingkungan yang yang kondusif demi terciptanya
pertumbuhan yang efisien di sektor koporat.
Perusahaan manufaktur juga sudah menerapkan good corporate
governance namun tingkat implementasi yang berbeda-beda. Misalnya saja
terjadi kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PT. KAI penerapan good
corporate governace yang tidak sesuai dengan prinsip salah satunya adalah
kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).
Menurut Nadia (2009), kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola
yang dijalankan didalam suatu perusahaan, dan bagaimana peran dari tiap-tiap
organ pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji
dan mampu mengambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan
Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak
menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah di audit oleh
Auditor Eksternal, dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar
laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta
yang ada. Perbedaan padangan antara manajemen dan komisaris tersebut
bersumber dari perbedaan mengenai: masalah piutang PPN, beban yang
ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan, persediaan dalam
perjalanan, uang muka gaji, bantuan pemerintah yang belum ditentukan
statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan Modal Negara (PMN). Dan beberapa
4
solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT. KAI untuk memperbaiki
kondisi yang terjadi: pertama, Dewan komisaris dapat mengusulkan kepada
pemegang saham untuk mengganti direksi. Kedua, diperlukan kebijaksanaan
dari anggota Dewan Komisaris untuk memilah-milah informasi apa saja yang
merupakan private domain. Ketiga, komunikasi yang intens sangat diperlukan
antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit. Keempat, komite audit tidak
memberikan second judge atas opini auditor ekternal. Kelima, harus adanya
untuk membenarkan kesalahan-kesalahan tahun lalu karena konsisten yang salah
tidak boleh dipertahankan. Keenam, komite audit sangat mengandalkan internal
audit dalam menjalankan tugasnya untuk mengetahui berbagai hal yang terjadi
dalam operasional perusahaan. Ketujuh, manajemen menyusun laporan
keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure dan komite audit &
dewan komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya
pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga
pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organisasi dan
individu dalam organisasi.
Kasus pelanggaran yang lainnya dilakukan oleh PT. Kimia Farma Tbk
yang merupakan salah satu sektor industri barang konsumsi manufaktur karena
kurangnya kesadaran terhadap pentingnya penerapan good corporate
governance. PT. Kimia Farma Tbk terbukti melakukan mark-up laporan
keuangan PT. Kimia Farma yang Overstated yaitu adanya penggelembungan
laba bersih tahunan senilai Rp 132 miliar (karena laporan keuangan yang
seharusnya hanyalah Rp 99.594 miliar ditulis Rp. 132 miliar). Kasus ini
5
melibatkan sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi auditor
perusahaan tersebut ke pengadilan, meskipun KAP tersebut berinisiatif
memberikan laporan adanya overstated (Setiajatnika, 2008). Dalam kasus ini
terjadi pelanggaran terhadap prinsip pengungkapan yang akurat dan transparansi
akibatnya sangat merugikan para investor, karena laba yang overstated ini telah
dijadikan dasar transaksi yang menyebabkan investor mengalami kerugian pada
saat harga turun.
Jika kita melihat dengan menggunakan teori agensi, maka didalam
sebuah perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang besar bisa terjadi
agency conflict antara principal dan agent, tetapi dilihat dengan adanya
proporsi yang besar yang dimiliki oleh keluarga atas sebuah perusahaan dapat
menimbulkan agency problem yang lain, yaitu antara pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham minoritas. Hal ini dapat terjadi karena
dengan adanya keluarga sebagai pemegang saham mayoritas akan memiliki
kekuatan dan kontrol yang besar untuk menggunakan hal tersebut demi
meningkatkan keuntungan pribadinya sehingga investor menginginkan
tingkat pengembalian yang lebih tinggi untuk mengkompensasi resiko
tersebut. (Dyck dan Zingales, 2004).
Kepemilikkan keluarga dilihat dari control ownership dari dua
anggota atau lebih, dari keluarga atau partnership dari keluarga, strategi
dalam manajemen perusahaan dipengaruhi oleh anggota dari keluarga,
strategi dalam manajemen perusahaan dipengaruhi oleh anggota keluarga
baik itu sebagai advisor dalam anggota dewan atau menjadi pemegang saham,
6
lebih peduli pada hubungan keluarga, yang terakhir visi dari pemilik
perusahaan keluarga berlanjut sampai beberapa generasi (Poza, 2007 dalam
Ruwita, 2012). Dengan adanya kepemilikan yang terpusat sebuah perusahaan
pada suatu keluarga, maka dapat terjadi pemenuhan sebuah tujuan yang hanya
menguntungkan beberapa pihak. Maka dari itu diperlukan penerapan GCG
yang baik didalam sebuah perusahaan.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan sebuah perusahaan
yang dimiliki oleh suatu badan atau pemilik institusional, seperti pemerintah,
asuransi dan bank. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk
mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif
sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba
(Nuraina, 2012). Biaya ekuitas adalah biaya rill yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham
preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi
atau operasi perusahaan (Karamony dan Wokas, 2011).
Pengaruh Good Corporate Governance terhadap biaya ekuitas dapat
kita lihat dari penelitian-peneliti terdahulu. Penelitian mengenai biaya ekuitas
yang dilakukan oleh Rebecca (2012) memperoleh hasil sebagai berikut:
pertama, Corporate Governance Index memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap biaya ekuitas. Kedua, Kepemilikan keluarga terbukti memiliki
pengaruh signifikan positif terhadap biaya ekuitas perusahaan. Ketiga,
Kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya
ekuitas.
7
Peneliti lain seperti Natalia dan Sun (2013) memiliki hasil penelitian
sebagai berikut: pertama, Corporate Governance Perception Index (CGPI)
berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap biaya ekuitas. Kedua,
kepemilikan manajerial berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap
biaya ekuitas. Ketiga, kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif
yang signifikan dalam menurunkan biaya ekuitas. Keempat, kualitas audit
menunjukkan pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap biaya ekutias.
Kedua penelitian ini memiliki hasil yang berbeda mengenai variabel
Corporate Governance Index dan kedua penelitian diatas memiliki hasil yang
berbeda dengan yang dilakukan dilakukan oleh Ashbaugh et al. (2004) dalam
Rebecca (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh
institusional memiliki hubungan positif dengan biaya ekuitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Syed Zulfiqar Ali Shah dan Sfadar Ali
Butt (summer 2009) tentang Dampak Corporate Governance pada biaya
ekuitas bukti empiris pada perusahaan tercatat di Pakistan, menyatakan
bahwa kualitas tata kelola perusahaan diukur dengan memberikan bobot pada
satu variabel yang terkait meskipun variabel-variabel ini juga dianggap secara
individual. Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, matrik korelasi,
pendekatan kuadrat kecil sederhana biasa (OLS) dan model fixed effect model
untuk menguji data panel yang dikumpulkan. Penelitian ini menemukan
hubungan negatif antara kepemilikan majerial dan ukuran perusahaan dengan
biaya ekuitas dan hubungan positif antara kepemilikan intitusional, komite
audit dan tata kelola perusahaan dengan biaya ekuitas. Hasil penelitian ini
8
disebabkan oleh dua transisi dimana perusahaan Pakistan lewat berlakunya
Corporate Governance pada tahun 2002. Hal ini berbeda dari penelitian yang
dilakukan oleh Ifonie (2012) yang menyatakan bahwa asimetri informasi
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap biaya ekuitas. Karena adanya
asimetri informasi, maka dibutuhkan Corporate Governance yang efektif
untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi dengan cara meningkatkan
pemantauan atas tindakan yang dilakukan oleh manajemen dan mengurangi
resiko informasi yang ditanggung oleh pemegang saham.
Alasan penulis memilih perusahaan manufaktur sebagai obyek
penelitian karena perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI terdiri dari
berbagai sub sektor industri sehingga dapat mencerminkan reaksi pasar
modal sehingga dapat mencerminkan reaksi pasar modal secara keseluruhan.
Perusahaan manufaktur juga memiliki jumlah perusahaan manufaktur sebagai
obyek penelitian sesuai dengan fakta yang telah dijelaskan, kasus yang
melibatkan perusahaan manufaktur lebih banyak atau mendominasi jika
dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Peneliti tertarik memilih
perusahaan sektor industri dasar dan kimia karena kebanyakan penelitian
sebelumnya hanya terfokus pada semua sektor perusahaan manufaktur
sedangkan untuk penelitian yang lebih terfokus pada satu sektor saja terutama
sektor industri dasar dan kimia masih sangat jarang di lakukan. Hal ini dapat
dilihat dalam papan jumlah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agnes
(2014) dimana penelitian yang terfolus pada satu sektor masih sangat sedikit.
9
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perusahaan yang menghasilkan bahan-
bahan dasar yang nantinyaakan diolah menjadi barang jadi.
Dari penelitian-penelitian diatas masih banyak perbedaan hasil yang
diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, hal ini dapat terjadi karena
adanya perbedaan sampel dan metode yang digunakan dalam melakukan
pengukuran setiap variabel. Maka peneliti termotivasi untuk mengambil judul
“Pengaruh Good Corporate Governance (GCG), Kepemilikan Keluarga dan
Kepemilikan Intitusional pada Biaya Ekuitas Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukan, maka yang
menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1) Bagaimana pengaruh Good Corporate Governance pada biaya ekuitas
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2) Bagaimana pengaruh kepemilikan keluarga pada biaya ekuitas perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
3) Bagaimana pengaruh kepemilikan institusional pada biaya ekuitas
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Good Corporate Governance
pada biaya ekuitas perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
10
2) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh kepemilikan keluarga pada
biaya ekuitas perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
3) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh kepemilikan institusional pada
biaya ekuitas perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Kegunaan secara teoritis
Penelitian ini dapat menambah wawasan di bidang akuntansi khususnya
mengenai Good Corporate Governance, biaya ekuitas.
2) Kegunaan secara praktis
Penelitian ini dapat berguna bagi perusahaan di Indonesia, yaitu:
a) Memberikan pemahaman kepada para investor mengenai Good
Corporate Governance pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
b) Memberikan pengetahuan bagi setiap perusahaan manufaktur di
Indonesia tentang pentingnya penerapan Good Corporate Governance
yang baik dan sehat.
c) Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya untuk
mengembangkan penelitian ini selanjutnya.
1.5 Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penelitian ini disusun ke dalam 5 bab yang dapat
diuraikan sebagai berikut.
11
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bagian ini, penelitian menjelaskan mengenai latar belakang
masalah yang terdiri dari hal-hal apa saja yang mendasari
penelitian ini. Selain itu, dalam bab ini penelitian juga
menjelaskan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian
serta sistimatika penulisan penelitian.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Pada bab ini, peneliti menguraikan mengenai landasan teori dan
hipotesis. Landasan teori yang berkaitan dengan pengaruh Good
Corporate Governance, kepemilikan keluarga dan kepemilikan
institusional terhadap biaya ekuitas dengan menyertakan
penelitian sebelumnya yang melandasi penelitian ini. Hipotesis
yang berkaitan dengan pengaruh negatif atau positif Good
corporate governance, kepemilikan keluarga, kepemilikan
institusional terhadap biaya ekuitas.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab metode penelitian menguraikan mengenai desain
peneiltian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi
variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV : DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pada bab hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menguraikan
mengenai pengaruh good corporate governance, kepemilikan
12
keluarga dan kepemilikan institusional terhadap biaya ekuitas.
Deskripsi hasil penelitian sesuai dengan analisis yang dilakukan
serta pembahasan mengenai hasil tersebut.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab simpulan dan saran, peneliti menyampaikan serta
menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis
dalam pembahasan serta saran-saran yang diberikan sesuai
dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi erat kaitannya dengan Good Corporate Governance karena
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara pemegang saham
(principal) dan manajemen (agent). Menurut Eisendhart (1989) dalam
Wicaksono (2013) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi
sifat manusia, yaitu: manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self
interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk
averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia ini, maka dapat diketahui
bahwa seorang manajer akan mengutamakan dan mementingkan kepentingan
dirinya sendiri yaitu untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang dapat
merugikan pemegang saham sebagai principal. Hal ini dapat menimbulkan
agency problem yang dapat menghambat berjalannya sebuah perusahaan.
Menurut Hikmah (2011) dalam Putranto (2013), teori keagenan
mengasumsikan bahwa dalam pasar modal dan pasar tenaga kerja yang tidak
sempurna, manajer akan berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka sendiri,
dengan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Agency problem ini
juga dapat terjadi karena para pemegang saham memiliki keterbatasan dalam
memonitor kinerja yang di lakukan oleh manajer sebagai agent, apakah mereka
bekerja sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak. Menurut Rebecca (2012)
14
pemisahan antara fungsi kepemilikan dan pengelolaan perusahaan menimbulkan
kemungkinan terjadinya agency problem yang dapat menyebabkan agency
conflict, yaitu konflik yang timbul sebagai akibat keinginan manajemen (agent)
untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kepentingannya yang dapat
mengorbankan kepentingan pemegang saham (principal).
Kenyataannya seorang manajer memiliki lebih banyak informasi tentang
perusahaan dibandingkan dengan para pemegang saham. Ini merupakan sebuah
keuntungan bagi seorang manajer untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya
sendiri. Maka dari itu diperlukan suatu corporate governance yang baik untuk
mengatasi agency problem yang terjadi antara pemegang saham dan manajer.
Dengan adanya corporate governance yang dapat mengatur hubungan antara
kedua belah pihak ini maka dapat mengurangi atau mencegah terjadinya agency
conflict. Jika kita dapat kaitkan antara agency teory dan corporate governance
terhadap biaya ekuitas, maka dengan adanya corporate governance yang baik
memiliki biaya ekuitas yang lebih rendah (Derewall dan Verwijmeren, 2007;
Byun et al, 2008). Serta menurut Bhojraj dan Sengupta (2003) dalam Rebecca
(2012) mekanisme corporate governance memiliki pengaruh negatif terhadap
biaya utang perusahaan. Struktur corporate governance yang sehat merupakan
salah satu indikator penting yang sangat dipertimbangkan oleh kreditur ketika
menentukan risk premium perusahaan (Rebecca, 2012).
2.1.2 Good Corporate Governance
Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal
31 Juli 2002 tentang Penerapan Good Corporate Governance pada BUMN
15
menyatakan bahwa good corporate governance adalah suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organisasi BUMN untuk mengikat keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan (stakeholder) lainnya, yang
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Menurut Forum for Good Corporate Governance Indonesia (FGCGI,
2009), Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance mengatur hubungan antara orang-orang yang berkepentingan
didalam sebuah perusahaan, baik itu principal maupun agent agar terjalin
hubungan yang harmonis dan saling mendukung demi terciptanya suatu
keuntungan bagi semua pihak dan mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan.
Good Corporate Governance akan membantu mengurangi dan
mengatasi masalah-masalah yang terjadi didalam teori keagenan. Karena di
dalam teori agensi di jelaskan bahwa terdapat hubungan antara pihak principal
dan agent. Dimana pihak principal membagi kekuasaannya kepada pihak agent
untuk menjalankan perusahaan dan mengambil keputusan sesuai keadaan. Hal
ini dapat menyebabkan konflik kepentingan, karena masing-masing pihak akan
mengutamakan kepentingannya masing- masing demi memperoleh keuntungan
16
yang maksimal. Dengan adanya Good Corporate Governance diharapkan akan
mampu mengatasi masalah ini.
Organization for Economic Co operation and Development (OECD)
dalam Putranto (2013) mengembangkan lima prinsip Good Corporate
Governance, yaitu:
1) Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham.
2) Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham termasuk
pemegang saham asing dan minoritas
3) Peranan pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan.
4) Keterbukaan dan transparansi.
5) Akuntabilitas dewan komisaris.
Sedangkan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) di dalam Pedoman
Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 mengembangkan
beberapa asas-asas GCG, yaitu (KNKG, 2006):
1) Transparansi (Transparancy)
Menjaga obyektifitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pihak yang memiliki kepentingan.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang di syaratkan oleh peraturan perundang-undangan,
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
17
2) Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan
tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melakukan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4) Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak
saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.1.3 Kepemilikan Keluarga
Kepemilikan keluarga dapat diartikan sebagai kepemilikan atas sebuah
perusahaan yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok orang yang masih
18
memiliki hubungan darah yang dapat diwariskan secara turun menurun. Menurut
Poza (2007) dalam Ruwita (2012) definisi dari family business bisa dilihat dari
kontrol ownership dari dua anggota atau lebih, dari keluarga atau partnership dari
keluarga, strategi dalam manajemen perusahaan yang dipengaruhi oleh anggota
dari keluarga, strategi dalam manajemen perusahaan dipengaruhi oleh anggota
keluarga baik itu sebagai advisor dalam anggota dewan atau menjadi pemegang
saham, lebih peduli pada hubungan keluarga, yang terakhir visi dari pemilik
perusahaan keluarga berlanjut sampai beberapa generasi.
Di Indonesia masih banyak perusahaan yang dimiliki oleh perorangan atau
keluarga, maka dari itu masih banyak perusahaan yang hanya dipegang dan
dikontrol oleh orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Rebecca (2012), ditemukan bahwa dalam tahun 1996,
kapitalisasi pasar dari saham yang dikuasai oleh 10 perusahaan keluarga di
Indonesia mencapai 57,7%. Untuk Filipina dan Thailand, mencapat 52,5% dan
46,2%.
Sebuah perusahaan keluarga merupakan perusahaan yang tertutup bagi
pihak luar untuk dapat masuk kedalam kepemilikan perusahaan tersebut. Tetapi
dengan perkembangan jaman, perusahaan keluarga tersebut mulai membuka diri
untuk dimasuki oleh pihak luar demi menambah modal usaha dan memperluas
perusahaan yang ada. Hal ini dilakukan karena untuk melakukan sebuah ekspansi
diperlukan dana yang besar, dan jika hanya memperoleh modal dari satu pihak hal
itu akan sangat sulit untuk dilakukan. Menurut Rebecca (2012), kepemilikan
keluarga merupakan kepemilikan dari individu dan kepemilikan dari perusahaan
19
tertutup (di atas 5%), yang bukan perusahaan publik, negara, ataupun institusi
keuangan.
Dengan kepemilikan yang besar pada sebuah perusahaan, maka seseorang
atau keluarga yang miliknya memiliki kendali yang besar tentang bagaimana
perusahaan tersebut akan beroperasi. Dan kerap kali terjadi seseorang atau
sekelompok orang yang memiliki kekuatan yang besar akan memanfaatkan
perusahaan yang di pegangnya untuk mencapai tujuan pribadi atau mendapatkan
keuntungan bagi dirinya sendiri yang biasanya mengorbankan kepentingan orang
lain.
2.1.4 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan sebuah perusahaan yang
dimiliki oleh suatu badan atau pemilik institusional, seperti pemerintah, asuransi
dan bank. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan
pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat
mengurangi manipulasi terhadap laba. Presentase saham tertentu yang dimiliki
oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang
tidak menutup kemungkinan terhadap akrualisasi sesuai kepentingan manajemen
(Boediono,2010). Dan menurut Wicaksono (2013) tingkat kepemilikan
institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar
oleh pihak investor institusional sehingga dapat mengurangi perilaku oportunistik
manajer.
20
2.1.5 Biaya Ekuitas
Menurut Karamony dan Wokas (2011) biaya ekuitas adalah biaya rill yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yang berasal dari
hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu
investasi atau operasi perusahaan. Penentuan besarnya biaya modal ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa besarnya biaya rill yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk memperoleh dana yang diperlukan. Sedangkan menurut Bodie,
Kane, dan Marcus (2009) dalam Rebecca (2012), biaya ekuitas adalah suatu rate
tertentu yang harus dicapai oleh perusahaan untuk dapat memenuhi imbalan yang
diharapkan (expected return) oleh para pemegang saham biasa (common
stockholder) atas dana yang telah ditanamkan pada perusahaan tersebut sesuai
dengan resiko yang akan diterimanya.
Suatu perusahaan yang ingin memperbesar usahanya memerlukan dana
yang besar untuk melakukan hal ini. Maka dari itu diperlukan dana yang dapat
diperoleh dari meminjam kepada bank atau dengan cara menerbitkan saham.
Dengan menerbitkan saham, maka sebuah perusahaan harus memikirkan dividen
yang akan diperoleh oleh para pemegang saham yang telah menginvestasikan
dananya kepada perusahaan. Perhitungan biaya ekuitas ini menjadi penting agar
suatu perusahaan tidak salah dalam menghitung expected return dan tidak
menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi. Menurut
Karamony dan Wokas (2011), biaya ekuitas memiliki beberapa komponen yaitu:
a) Debt (Hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang)
b) Preferred (Saham Preferen).
21
c) Common Equity (Saham Biasa dan Laba ditahan).
Biaya ekuitas sebuah perusahaan menggambarkan seberapa besar ekuitas
yang ditangung oleh perusahaan. Dengan jumlah yang besar maka perusahaan
tidak akan ragu dalam melaporkan hal ini didalam laporan keuangan yang
dihasilkannya, sedangkan sebaliknya jumlah biaya ekuitas yang kecil maka
sebuah perusahaan akan cenderung bertindak untuk menutup-nutupi hal tersebut.
2.1.6 Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Biaya ekuitas dapat diukur dengan menggunakan beberapa pendekatan, di
antaranya adalah Dividend Growth Model dan Capital Asset Pricing Model
(CAPM). Biaya ekuitas sulit diukur karena tidak ada cara untuk mengamati atau
mengetahui secara langsung tingkat return yang diharapkan oleh investor. Apabila
menggunakan Dividend Growth Model sebagai proksi dari biaya ekuitas, maka
penelitian hanya akan menggunakan perusahaan-perusahaan yang membagikan
dividen setiap tahun sehingga membatasi jumlah sampel yang dapat diteliti. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini pendekatan kedua atau CAPM akan digunakan
untuk mengukur biaya ekuitas.
Penggunaan CAPM ini dipilih tidak terlepas dari ketersediaan data-data
yang ada di pasar modal Indonesia dan cara penghitungan CAPM yang relatif
lebih mudah dibandingkan metode lainnya. Hingga saat ini CAPM masih tetap
banyak digunakan sebagai ukuran dari biaya ekuitas. Capital Asset Pricing Model
(CAPM) dikembangkan oleh William Sharpe, John Lintner, dan Jan Mossin dua
belas tahun setelah Harry Markowitz mengemukakan teori portofolio modern
pada tahun 1952 (Warsono, 2000). CAPM adalah sebuah model keseimbangan
22
antara resiko dan expected return suatu sekuritas atau portofolio. Model tersebut
dapat digunakan untuk menentukan harga dari aset yang beresiko. Menurut
pendekatan CAPM, resiko yang dinilai oleh investor yang rasional hanyalah
systematic risk karena resiko tersebut tidak dapat dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi. CAPM menyatakan bahwa expected return sebuah sekuritas atau
portofolio sama dengan return sekuritas bebas resiko (risk-free asset) ditambah
dengan risk premium dikalikan dengan systematic risk sekuritas tersebut yang
diukur dengan beta.
Berbeda dengan model portofolio Markowitz yang menggunakan varian
atau deviasi standar sebagai ukuran resiko, yang digunakan dalam CAPM adalah
beta. Beta digunakan karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan varian
atau deviasi standar. Kelebihan utama terletak pada stabilitasnya (Warsono,
2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pudjiastuti dan Husnan
(1993), disimpulkan bahwa beta tahun lalu ternyata mempunyai korelasi positif
yang cukup tinggi dengan beta tahun ini. Dengan demikian, beta tahun ini dapat
dipergunakan sebagai estimator beta untuk tahun depan. Biaya ekuitas dalam
Capital Asset Pricing Model (CAPM) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut ini:
COE = Rf + β (Rm– Rf) , dimana:
COE = cost of equity atau expected return dari sebuah sekuritas
Rf = tingkat pengembalian dari sekuritas bebas resiko (risk-free asset)
β = sensitivitas dari sebuah sekuritas terhadap perubahan nilai pasar
Rm = tingkat pengembalian dari portofolio pasar (market return)
23
Market risk premium atau (Rm– Rf) diartikan sebagai return tambahan
(additional return) yang diinginkan oleh investor karena berinvestasi pada
sekuritas yang beresiko. Pendekatan CAPM mengasumsikan beberapa kondisi
sebagai berikut (Zubir, 2011):
1) Tidak ada biaya transaksi, yaitu biaya-biaya pembelian dan penjualan
saham, seperti biaya broker, biaya penyimpanan saham (custodian) dan
lain-lain.
2) Tidak ada pajak pendapatan pribadi sehingga bagi investor tidak masalah
apakah mendapatkan return dalam bentuk dividen atau capital gain.
3) Seseorang tidak dapat mempengaruhi harga saham melalui tindakan
membeli atau menjual saham yang dimilikinya. Informasi tersedia untuk
semua investor dan dapat diperoleh dengan bebas tanpa biaya sehingga
harga saham sudah mencerminkan semua informasi yang ada. Asumsi ini
mengindikasikan bahwa pasar modal analog dengan bentuk pasar
persaingan sempurna.
4) Investor adalah orang yang rasional. Mereka membuat keputusan investasi
hanya berdasarkan resiko dan expected return portofolio. Investor
mempunyai input yang sama dalam membentuk portofolio yang efisien.
Asumsi ini disebut juga sebagai homogeneous expectations. Semua
investor mendefinisikan periode investasinya dengan cara yang persis
sama (one-period horizon) sehingga expected return dan risiko portofolio
pada periode tersebut akan sama untuk setiap investor.
24
5) Investor adalah risk averse sehingga jika diberikan pilihan antara dua
portofolio dengan expected returnyang identik, maka mereka akan
memilih portofolio dengan resiko yang lebih rendah.
6) Short-sale dibolehkan dan tidak terbatas. Artinya, semua investor dapat
menjual saham yang tidak dimilikinya sebanyak yang diinginkannya.
7) Lending dan borrowing pada tingkat bunga bebas resiko dapat dilakukan
dalam jumlah yang tidak terbatas. Investor dapat meminjamkan (lending)
dan meminjam (borrowing) sejumlah dana yang diinginkannya pada
tingkat bunga yang sama dengan tingkat bunga bebas resiko.
Asumsi-asumsi yang diuraikan di atas memang terlihat kurang realistis
karena tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. CAPM mengasumsikan
bahwa pasar saham dan sekuritas lainnya adalah pasar yang berbentuk sempurna
sehingga tidak terdapat pajak, tidak ada biaya transaksi, dan tingkat bunga lending
sama dengan borrowing. Dalam prakteknya, jual-beli saham dikenakan biaya
transaksi, dividen dan capital gain dikenakan pajak, serta lending dan borrowing
rate lebih tinggi dari pada tingkat bunga bebas risiko (risk-free rate). Selain itu,
Elton (1999) dalam Chen et al.(2003) juga menyatakan bahwa realized return
yang digunakan dalam pendekatan CAPM merupakan ukuran yang kurang tepat
dari expected return. Namun hingga saat ini, belum ditemukan alternatif model
yang tepat untuk menggantikan CAPM (Yao dan Sun, 2008). Oleh karena itu,
pendekatan CAPM masih sering digunakan untuk menghitung biaya ekuitas dari
suatu perusahaan.
25
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1. Pengaruh Good Corporate Governace Terhadap Biaya Ekuitas
Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa kualitas dari corporate
governance diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada keseluruhan proses
penciptaan nilai perusahaan. Salah satu ciri dari penciptaan nilai ini adalah adanya
penurunan biaya modal oleh perusahaan. Penerapan good corporate governance
yang baik dapat mengurangi risiko perusahaan dari keputusan-keputusan pihak
manajemen yang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi. Selain itu,
penerapan good corporate governance juga dapat meningkatkan kepercayaan
para investor (Newell dan Wilison, 2002). Meningkatnya kepercayaan investor
tersebut disebabkan karena penerapan GCG yang baik dianggap mampu
memberikan perlindungan yang efektif terhadap investor dalam memperoleh
kembali investasinya dengan wajar (Tjager et al., 2003).
Pengukuran penerapan good corporate governance oleh perusahaan dapat
diproksikan dengan good corporate governance yang dipublikasikan oleh
lembaga-lembaga independen yang berada di setiap negara yang berfungsi untuk
menilai praktek corporate governance di negara tersebut. Beberapa penelitian
sebelumnya mencoba meneliti hubungan antara good corporate governance,
sebagai ukuran dari penerapan corporate governance, dengan biaya ekuitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Derwall dan Verwijmeren (2007) menunjukkan
bahwa perusahaan dengan kualitas corporate governance yang baik memiliki
biaya ekuitas yang lebih rendah. Dalam penelitiannya, Derwall dan Verwijmeren
(2007) menggunakan Governance Metrics International (GMI) untuk menilai
26
praktek corporate governance pada perusahaan-perusahaan publik di Amerika.
Byun et al, (2008) juga membuktikan bahwa praktek corporate governance
memiliki hubungan negatif dengan biaya ekuitas dan perlindungan terhadap hak
pemegang saham merupakan faktor yang paling signifikan dalam menurunkan
biaya ekuitas. Berbeda dengan Derwall dan Verwijmeren (2007), Byun et al.
(2008) menggunakan hasil dari survei yang dilakukan oleh Korea. Corporate
Governanc Service (KCGS) untuk mengevaluasi penerapan corporate governance
pada perusahaan-perusahaan publik di Korea Selatan. Menurut Rebecca (2012)
memperoleh hasil bahwa Corporate Governance Index memiliki pengaruh negatif
signifikan terhadap biaya ekuitas, dan menurut Natalia dan Sun (2013) memiliki
hasil penelitian bahwa Corporate Governance Perception Index (CGPI)
berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap biaya ekuitas. Pengukuran
penerepan Good Corporate Governance oleh perusahaan dapat diproksikan
dengan good corporate goveranance. Good Corporate governance yang tinggi
menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance dengan baik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi good
corporate governance, maka semakin besar potensi perusahaan untuk
memperoleh biaya ekuitas yang lebih rendah. Berdasarkan uraian ini, maka
diajukan hipotesis sebagai berikut:
H1: Good Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap biaya
ekuitas.
27
2.2.2 Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Biaya Ekuitas
Jika kita melihat dengan menggunakan teori agensi, maka didalam sebuah
perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang besar bisa terjadi agency conflict
antara principal dan agent. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hal ini dapat
diatasi. Karena dengan adanya proporsi kepemilikan saham yang besar akan
menimbulkan insentif untuk memonitor peran dan kerja para manajer. Tetapi jika
kita lihat, dengan adanya proporsi yang besar yang dimiliki oleh keluarga atas
sebuah perusahaan dapat menimbulkan agency problem yang lain, yaitu antara
pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas.
Menurut Dyck dan Zingales (2004) hal ini dapat terjadi karena dengan
adanya keluarga sebagai pemegang saham mayoritas akan memiliki kekuatan dan
kontrol yang besar untuk menggunakan hal tersebut demi meningkatkan
keuntungan pribadinya sehingga investor menginginkan tingkat pengembalian
yang lebih tinggi untuk mengkompensasi resiko tersebut. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Rebecca (2012) menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga
memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap biaya ekuitas perusahaan. Hal
ini dapat disebabkan karena dalam perusahaan dengan kepemilikan keluarga
muncul agency problem lain, yaitu antara pemegang saham mayoritas dan
pemegang saham minoritas sehingga dapat memberikan peluang besar terjadinya
peningkatan terhadap pemegang saham minoritas.
Hal ini disebabkan oleh excess control yang dimiliki pemegang saham
mayoritas cenderung digunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi pada
beban yang ditanggung oleh pemegang saham mayoritas (Rebecca, 2012). Maka
28
dari itu jika sebuah perusahaan dimiliki oleh kepemilikan keluarga yang besar
dapat menimbulkan agency problem yang lain dalam bidang kepentingan dan
informasi yang beredar diantara orang-orang yang berkepentingan di dalam
sebuah perusahaan. Resiko-resiko tersebut berdampak negatif terhadap nilai
perusahaan dan mengakibatkan biaya ekuitas menjadi lebih tinggi. Berdasarkan
uraian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: Kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap biaya ekuitas.
2.2.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Biaya Ekuitas
Berdasarkan teori agensi (agency theory), didalam sebuah perusahaan
terdapat hubungan antara manajer dan para pemegang saham. Di dalam hubungan
ini sering terjadi konflik karena adanya asimetri informasi diantara pihak manajer
dan pihak pemegang saham. Hal ini dapat merugikan salah satu pihak tersebut,
karena jika salah satu pihak memiliki jumlah informasi yang lebih banyak, maka
dapat memanfaatkan hal tersebut untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan
mengorbankan pihak lainnya. Kepemilikan institusional merupakan salah satu
cara untuk mengurangi konflik yang terjadi diantara para pemegang saham
dengan manajer. Karena dengan adanya kepemilikan institusional dapat
mempengaruhi kinerja sebuah perusahaan dengan meningkatkan pengawasan
yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen yang ada.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rebecca (2012) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya
ekuitas. Menurut Rebecca (2012) hal ini dapat disebabkan karena mayoritas jenis
perusahaan publik di Indonesia masih merupakan perusahaan milik keluarga
29
sehingga monitoring oleh pihak institusional cenderung tidak mempengaruhi
keputusan investor dalam menentukan biaya ekuitas perusahaan. Hasil yang
berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Natalia dan Sun (2013)
yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif
yang signifikan dalam menurunkan biaya ekuitas. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Juniarti dan Sentosa (2009) menjelaskan bahwa investor
institusional memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memonitoring tindakan
manajemen dibandingkan dengan investor individual dimana investor institusional
tidak mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan oleh
manajemen. Selain itu, investor intitusional, yang umumnya juga beberapa
sebagai fidusiari, memiliki insentif yang lebih besar untuk memantau tindakan
manajemen dan kebijakan perusahaan. Kondisi ini dapat menyebabkan
berkurangnya perilaku oportunistik manajemen yang mengarah pada biaya ekuitas
yang lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Collins dan Huang (2010)
membuktikan bahwa kepemilikan institusional memiliki dampak negatif terhadap
biaya ekuitas perusahaan.
Fidyati (2004) menegaskan bahwa investor institusional menghabiskan
lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki
akses atas informasi yang terlalu mahal untuk diperoleh bagi investor lainnya.
Investor intitusional berperan aktif dalam good corporate governance dengan
mengurangi tingkat resiko dari perusahaan tempat mereka menginvestasikan
protofolio memulai pengawasan manajemen yang efektif. Hubungan ini menjadi
lebih kuat dengan tingginya asimetri informasi di perusahaan. Oleh karena itu,
30
kepemilikan institusional di percaya dapat menurunkan biaya ekuitas yang
diterima oleh perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka akan diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H3: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.
2.3 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
mengenai variabel yang mempengaruhi biaya ekuitas dan Good Corporate
Governance. Adapun hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Syed Zulfiqar Ali Shah dan Sfadar Ali
Butt (2013) tentang Corporate Governance and its Impact on Firm
Risk, menyatakan bahwa kualitas tata kelola perusahaan diukur
dengan memberikan bobot pada satu variable yang terkait meskipun
variable-variabel ini juga dianggap secara individual. Penelitian ini
menggunakan statistik deskriptif, matrik korelasi, pendekatan kuadrat
kecil sederhana biasa (OLS) dan model fixed effect model untuk
menguji data panel yang dikumpulkan. Penelitian ini menemukan
hubungan negatif antara kepemilikan majerial dan ukuran perusahaan
dengan biaya ekuitas dan hubungan positif antara kepemilikan
intitusional, komite audit dan tata kelola perusahaan dengan biaya
ekuitas. Hasil penelitian ini disebabkan oleh dua transisi dimana
perusahaan Pakistan lewat berlakunya Corporate Governance pada
tahun 2002.
31
2. Penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2012) tentang, kualitas laba,
dan biaya ekuitas menyatakan bahwa kualitas laba yang diukur
dengan model Francis et al. (2005), earning variability dan common
factor berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya ekuitas. Hal
ini dapat terjadi karena kecenderungan investor di Indonesia
mengukur kualitas laba dengan periode yang lebih panjang, sedangkan
hasil dari pengaruh Good Corporate Governance, yaitu:
a) Dewan komisaris memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap
biaya ekuitas;
b) Efektifitas komite audit cenderung berpengaruh positif signifikan
terhadap biaya ekuitas;
c) Kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas, namun tenure KAP
terbukti berpengaruh positif terhadap biaya ekuitas.
3. Penelitian Rebecca (2012) yang memperoleh hasil bahwa Corporate
Governance Index terbukti memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap biaya ekuitas; kepemilikan keluarga terbukti memiliki
pengaruh signifikan positif terhadap biaya ekuitas; kepemilikan
institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap biaya
ekuitas. Menurut Rebecca (2012), Corporate Governance Index
memberikan pengaruh negatif signifikan terhadap biaya ekuitas
karena kualitas dari praktek corporate governance suatu perusahaan
dapat mengurangi biaya ekuitas.
32
Perusahaan di Indonesia masih banyak yang dimiliki oleh keluarga,
makanya kepemilikan keluarga terbukti memiliki pengaruh positif
terhadap biaya ekuitas. Menurut Rebecca (2012) hal ini disebabkan
karena dalam perusahaan dengan kepemilikan keluarga muncul
agency problem lain, yaitu antara pemegang saham mayoritas dan
pemegang saham minoritas, resiko informasi menjadi lebih besar
ketika pemegang saham mayoritas memiliki kontrol di dalam
perusahaan. Rebecca (2012) menyatakan bahwa kepemilikan keluarga
tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya utang. Hal ini mungkin
disebabkan karena agency problem antara manajer dan pemegang
saham dapat berkurang pada perusahaan dengan kepemilikan
keluarga, meskipun terjadi agency problem antara pemegang saham
mayoritas dan pemegang saham minoritas.
4. Penelitian lain dilakukan oleh Natalia dan Sun (2013) tentang Analisis
Pengaruh Wajibnya Penerapan Good Corporate Governance
Terhadap Biaya Ekuitas Pada Badan Usaha Milik Negara Yang
Terdaftar di BEI Tahun 2009-2012 menyatakan hasil bahwa
Corporate Governance Perception Index (CGPI) berpengaruh positif
yang tidak signifikan terhadap biaya ekuitas, kepemilikan manajerial
berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap biaya ekuitas,
kepemilikan institusional memberikan pengaruh negatif yang
signifikan dalam menurunkan biaya ekuitas, kualitas audit
33
menunjukkan pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap biaya
ekuitas.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2012) tentang Good
Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Biaya Ekuitas menyatakan
bahwa kualitas laba yang diukur dengan model Francis et al. (2005),
earning variability dan common factor berpengaruh positif dan
signifikan terhadap biaya ekuitas. Hal ini dapat terjadi karena
kecenderungan investor di Indonesia mengukur kualitas laba dengan
periode yang lebih panjang, sedangkan hasil dari pengaruh Good
Corporate Governance, yaitu: dewan komisaris memiliki pengaruh
tidak signifikan terhadap biaya ekuitas, efektifitas komite audit
cenderung berpengaruh positif signifikan terhadap biaya ekuitas,
kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap biaya ekuitas, namun KAP terbukti
berpengaruh positif terhadap biaya ekuitas.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh Good Corporate
Governance terhadap biaya ekuitas perusahaan. Penelitian ini termasuk dalam
jenis penelitian kuantatif karena di dasarkan pada data kuantitatif atau temuan-
temuan yang dicapai dengan mengunakan prosedur-prosedur atau cara-cara
yang berbentuk angka-angka dan dapat dihitung dengan satuan hitung
(Sugiyono, 2013). Penelitian kuantitatif berbentuk asosiatif (hubungan) yaitu
penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau lebih
(Rahyuda dkk, 2004:17). Adapun penelitian kuantitatif berbentuk asosiatif
(hubungan) dalam penelitian ini seperti prosedur dalam pengambilan data di
BEI dan perhitungan dalam memperoleh data good corporate governance,
kepemilikan keluarga, kepemilikan institusional dan biaya ekuitas. Pengaruh
dari unsur good corporate governance terhadap biaya ekuitas dapat di
gambarkan dalam diagram berikut ini.
Gambar 3.1
Desain Penelitian Teoritis
Pembahasan
Good Corporate
Governance (X1)
Kepemilikan
Keluarga (X2)
Kepemilikan
Institusional (X3)
Biaya Ekuitas
(Y)
35
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur yang terdaftardi
Bursa Efek Indonesia yang menyediakan informasi yang diungkapkan dalam
laporan keuangan dan laporan tahunan. yang dapat di akses www.idx.co.id .
3.3 Obyek Penelitian
Objek penelitian ini adalah good corporate governance, kepemilikan
keluarga, kepemilikan institusional dan biaya ekuitas.
3.4 Indetifikasi Variabel
Menurut Sugiyono (2013), variabel penelitian adalah segala suatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari sehingga di
peroleh informasi tentang hal tersebut, kemudian di tarik kesimpulan. Penelitian
ini menggunakan dua jenis variabel yaitu variabel terikat (dependent variable) dan
variable bebas (independent vaiable). Variabel yang dimaksud sebagai berikut:
1) Variabel bebas meliputi:
a) Good corporate governance diberi notasi X1
b) Kepemilikan keluarga diberi notasi X2
c) Kepemilikan institusional diberi notasi X3
2) Variabel terikat (Y), yaitu variabel yang di pengaruhi oleh variabel bebas
lainnya dalam hal ini variabel (Y) adalah Biaya Ekuitas .
3.5 Definisi Operasional Variabel
Pengertian dan batasan dari variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
36
a. Good Corporate Governance (X1)
Good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka.
Metode total sektor tertimbang (total weight score) digunakan untuk
mengevaluasi tingkat penerapan good corporate governance masing-
masing perusahaan. Skor yang dihasilkan berupa presentase dengan
maksimal 100%. Setiap skor memiliki interprestasi tersendiri sesuai
dengan kriteria penilaian praktek GCG yang telah di tetapkan oleh
Indonesia Institute for corporate Directoryshiya (IICD). Dalam
penelitian ini, skor GCG yang digunakan dalam skor pada tahun 2010
dan 2011 dengan mangasumsikan skor yang diperoleh untuk tahun
berikutnya, yaitu tahun 2012 dan 2014 adalah sama dengan skor pada
tahun terakhir (skor tahun 2011). Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
data yang tersedia di IICD.
b. Kepemilikan Keluarga (X2)
Kepemilikan keluarga adalah perusahaan yang dimiliki secara mayoritas
oleh keluarga tertentu atau kepemilikan sahamnya terkosentrasi pada
keluarga tertentu (Ayub, 2008). Kepemilikan keluarga akan diproksikan
dengan variabel dummy, yaitu 1 untuk perusahaan dengan kepemilikan
keluarga 20% atau lebih dan 0 untuk perusahaan dengan kepemilikan
37
keluarga kurang dari 20%. Ukuran ini mengacu pada PSAK 15 (revisi
2009) yang menyatakan, jika investor memiliki secara langsung maupun
tidak langsung 20% atau lebih hak suara investee, maka investor di
anggap mempunyai pengaruh signifikan. Sebalikanya jika investor
memiliki secara langsung maupun tidak langsung, kurang dari 20% hak
suara investee, maka investor di anggap tidak mempunyai pengaruh
signifikan.
c. Kepemilikan Institusional (X3)
Kepemilikan Institusional didefinisikan sebagai kepemilikan saham
perusahaan yang dimiliki oleh investor institusional, seperti perusahaan
investasi, bank, perusahaan asuransi, institusi luar negeri, dana
perwakilan serta institusional lainnya (Juniarti dan Sentosa, 2009). Cara
pengukuran kepemilikan institusional sama dengan kepemilikan keluarga
dengan cara diproksikan dengan variabel dummy, yaitu 1 untuk
perusahaan dengan kepemilikan institusional 20% atau lebih dan 0 untuk
perusahaan dengan kepemilikan institusional kurang dari 20%. Ukuran
ini mengacu pada PSAK 15 (revisi 2009) yang menyatakan, jika investor
memiliki secara langsung maupun tidak langsung 20% atau lebih hak
suara investee, maka investor di anggap mempunyai pengaruh signifikan.
Sebalikanya jika investor memiliki secara langsung maupun tidak
langsung, kurang dari 20% hak suara investee, maka investor di anggap
tidak mempunyai pengaruh signifikan.
38
d. Biaya Ekuitas (Y)
Biaya ekuitas adalah biaya rill yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
untuk memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham preferen,
saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau
operasi perusahaan. Perhitungan biaya ekuitas dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM), penggunaan
CAPM tidak terlepas dari ketersediaan data-data yang ada di pasar modal
Indonesia dan cara perhitungan CAPM yang relatif lebih mudah dari
metode yang lainnya. Biaya ekuitas dalam CAPM dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut ini:
COE = Rf + β (Rm– Rf) , dimana:
COE = cost of equity atau expected return dari sebuah sekuritas
Rf = tingkat pengembalian dari sekuritas bebas resiko (risk-free asset)
β = sensitivitas dari sebuah sekuritas terhadap perubahan nilai pasar
Rm = tingkat pengembalian dari portofolio pasar (market return
3.6 Jenis dan Sumber Data
3.6.1 Jenis Data
Jenis data berdasarkan sifatnya digunakan dalam penelitiannya sebagai
berikut:
a) Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (Sugiyono, 2013).
Data Kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa angka
laporan perusahaan keuangan yang terdaftar periode 2010-2014.
39
b) Data Kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan
gambar (Sugiyono, 2013). Data Kualitatif yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi daftar nama-nama perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014.
3.6.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder yaitu data yang sudah tersedia dan dikumpulkan, kemudian di olah
kembali oleh pihak lain atau media perantara seperti dokumen yaitu (Sugiyono,
2013). Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi data yang
diperoleh dari berbagai jurnal, makalah, artikel.laporan dan kepustakanan yang
relevan.
3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel
Populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi
obyek penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama
tahun 2010-2014.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan
mewakili seluruh populasi. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling yang di artikan sebagai teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Adapun kreteria sampel yang dijadikan responden antara
lain:
40
1) Perusahaan di Indonesia yang termasuk dalam golongan perusahaan
manufaktur sub sektor Industri dasar dan kimia sesuai dengan katagori
yang dikembangkan oleh BEI tercantum dalam IDX Fact Book dan tidak
mengalami delesting (penghapusan saham) selama tahun 2010-2014.
2) Laporan keuangan perusahaan disajikan secara lengkap dan dalam satuan
mata uang rupiah selama tahun 2010-2014.
3) Perusahaan tidak memiliki nilai ekuitas negatif.
4) Perusahaan memiliki saham aktif yang diperdagangkan selama tahun
2010-2014.
3.8 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah
metode dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan cara
menggumpulkan data dari berbagai literatur yang sesuai dengan tema penelitian
dan juga data dari laporan keuangan yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia
(BEI) selama tahun 2010-2014.
3.9 Teknik Analisi Data
1) Analisis Regresi Linear Berganda
Untuk menganalisis hubungan antara variabel dependen dan independen,
maka teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis regresi linear
berganda dengan rumus umum sebagai berikut (Wirawan, 2014 :254) :
Y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ...+ βkXk + ei...........................................................(1)
41
Oleh karena dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas yaitu satu
variabel terikat dan tiga variabel bebas, maka model regresi liniear berganda
yaitu disusun adalah
Y = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ei..........................................................................(2)
Dimana :
Y= Biaya Ekuitas
βo = Konstata / Intercept
β = Koefisien Regresi ( 1,2,...4)
X1 = Good Corporate Governance
X2 = Kepemilikan Keluarga
X3 = Kepemilikan Institusional
ei = Errror Term / Residual
2) Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dilakukan sebelum menggunakan model regresi
linier berganda dalam menguji hipotesis. Pengujian asumsi klasik dimaksudkan
agar regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil nantinya
menghasilkan penaksiran bias linear terbaik sehingga hasil perhitungan dapat
di interpretasikan dengan efisiensi dan akurat. Pengujian asumsi klasik ini
meliputi :
a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, residu dari persamaan regresi mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal
42
atau mendekati normal. Metode yang digunakan adalah dengan
menggunakan statistik Kolgomorov-Smirnov.
Alat uji ini biasa disebut dengan K-S yang tersedia dalam Program
IBMSPSS Statistics Version 20. Kriteria yang digunakan dalam tes ini
adalah dengan membandingkan antara tingkat signifikansi yang didapat
dengan tingkat alpha yang digunakan, dimana data tersebut dikatakan
berdistribusi normal bila sig > alpha (Ghozali, 2010:115).
b) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji
ada atau tidaknya hubungan yang linier (multikolinieritas) antara
variabel bebas (independen) satu dengan variabel bebas yang lain.
Menurut Nugroho (2010) sebagai pedoman untuk mengetahui antara
variabel bebas satu dengan variabel bebas yang lain tidak terjadi
multikolinieritas jika mempunyai VIF (Varian Inflatation Factor)
kurang dari 10 dan angka Tolerance lebih dari 10 (Sudarmanto, 2010).
c) Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi adalah adanya hubungan antara residual dari model
pada periode t dengan residual pada periode t-1. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lain. Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari satu observasi
ke obesrvasi lainnya. Masalah autokorelasi ini sering ditemukan pada
data time series (data berkala). Pada data silang waktu, masalah
autokorelasi relatif jarang terjadi, karena “gangguan” pada observasi
43
yang berbeda. Salah satu uji untuk mendekteksi adanya autokorelasi
dalam model adalah Uji Durbin- Waston (DW Test). Rumus dari
statistik uji DW adalah
d= ∑ (en – en-1)2
…………………………………………………….(2)
∑en2
d) Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa pada model
regresi terjadi ketidaksamaan varian. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heterokedastisitas digunakan model glejser. Model ini
dilakukan dengan meregresikan nilai absolutei dengan variabel bebas.
Jika tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat (nilai absolute), maka tidak ada
heterokedastisitas (Ghozali, 2010:108).
3) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai koefisien
determinasi yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat
terbatas sebaliknya, jika nilai koefisien determinasi mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memperdeksi variasi variabel
dependen (Ghozali, 2011:97).
44
4) Uji Parsial (Uji t)
Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji
parsial (Uji t). Uji parameter individual (uji statistik t) digunakan untuk
menguji besarnya pengaruh masing-masing variabel yaitu good
corporate governance (X1), kepemilikan institusional (X2) dan
kepemilikan keluarga (X3) secara parsial terhadap variabel terikat
(biaya ekuitas) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2010-2014.
Uji t digunakan untuk membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa
variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Perumusan Hipotesis
1) Ho : bi (i= 1,2,3) ≤ 0, artinya secara parsial variabel good
corporate governance, kepemilikan institusional, kepemilikan
keluarga tidak berpengaruh terhadap biaya ekuitas pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2) Ha :bi (i=1,2,3) > 0, artinya secara parsial variabel good corporate
governance, kepemilikan institusional, kepemilikan keluarga
berpengaruh terhadap biaya ekuitas pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
b) Penentuan Statistik Tabel
1) Tingkat kesalahan (0) sebesar 5% = 0,05
2) Derajat kebebasan (dk) = n-k-1
45
c) Kriteria pengujian hipotesis :
1) Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel
2) Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel
46
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia
4.1.1 Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
tepatnya pada tanggal 14 Desember 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu
didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial
atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami pemberhentian sementara. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II,
perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik
Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat
berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan
kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal
mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang
dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat
sebagai berikut:
a) 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
47
b) 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa
Efek di Semarang dan Surabaya. Awal tahun 1939, karena isu politik
(Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
c) 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia
II. Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar
Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman
Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo).
Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
d) 1956 – 1977 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek
semakin tidak aktif dan akhirnya vakum. 10 Agustus 1977, Bursa Efek
diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah
BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus
diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal
ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten
pertama.
e) 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten
hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen
perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal. Ditandai dengan
hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan
kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan
investor asing menanamkan modal di Indonesia.
f) 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat
48
meningkat. 2 Juni 1988, Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi
dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE),
sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. Desember 1988,
Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang
memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. 16 Juni 1989,
Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan
Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
g) 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
h) 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan
sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). 10
November 1995, Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai
Januari 1996. Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek
Surabaya.
i) 2000 – 2002 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai
diaplikasikan di pasar modal Indonesia. BEJ mulai mengaplikasikan
sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
j) 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
49
4.1.2 Uraian Tugas Bursa Efek Indonesia (BEI)
Uraian tugas Bursa Efek Indonesia adalah garis atau lini, dimana dalam
kesehariannya Bursa Efek Indonesia dipimpin oleh Direktur Utama yang
membawahi satu orang direktur yaitu Direktur Pemeriksaan dan Divisi
Komunikasi Perusahaan. Selain kedua bagian tersebut, Direktur Utama juga
secara tidak langsung dibantu oleh sekretaris perusahaan dan beberapa orang
peneliti senior.
Direktur Operasi membawahi empat orang direktur untuk membantu tugas
kesehariannya, yaitu Direktur Pencatatan, Direktur Perdagangan, Direktur
Keanggotaan, dan Direktur Administrasi.
1) Direktur Pemeriksaan membawahi empat divisi, yaitu:
a. Divisi Pengawasan, bertugas mengadakan beberapa kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan sistem pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI).
b. Divisi Hukum, bertugas menyiapkan kontrak-kontrak yang disiapkan oleh
perusahaan dan menyempurnakan peraturan biasa.
c. Satuan Pemeriksaan Anggota Bursa, bertugas membantu tim audit dalam
memeriksa dan mengaudit laporan keuangan para emiten.
d. Satuan Pemeriksaan Internal, bertugas memeriksa dan mengaudit laporan
keuangan perusahaan.
2) Direktur Pencatatan membawahi dua divisi, yaitu:
a. Divisi Pencatatan Sektor Jasa, bertugas mengevaluasi dan mengontrol
perusahaan-perusahaan dalam sektor jasa.
50
b. Divisi Pencatatan Sektor Pabrikan, bertugas mengevaluasi dan mengontrol
perusahaan-perusahaan dalam sektor pabrikan.
3) Direktur Perdagangan membawahi dua divisi, yaitu:
a. Divisi Perdagangan, bertugas menyediakan sarana perdagangan yang
efisien, menyempurnakan peraturan perdagangan efek agar teratur.
b. Divisi Riset dan Pengembangan, bertugas memberikan masukan bagi
pengembangan instrument pasar dan bisnis informasi Bursa Efek Indonesia
(BEI). Aktivitas rutin divisi ini mencakup penyusunan publikasi statistik
mingguan, bulanan, tahunan, database BEI, fact book dan Jurnal BEI.
4) Direktur Keanggotaan membawahi satu divisi, yaitu:
a. Divisi Keanggotaan, bertugas mengatur anggota-anggota bursa.
5) Direktur Administrasi membawahi empat divisi, yaitu:
a. Divisi keuangan, bertugas mengambil inisiatif dalam melakukan keuangan
integrasi laporan keuangan untuk mempercepat proses penyusunan laporan
keuangan.
b. Divisi Umum, bertugas sebagai penunjang kegiatan perusahaan diantaranya
penyusunan pedoman inventarisasi barang perusahaan.
c. Divisi Sumber Daya Manusia, bertugas untuk menunjang kelancaran operasi
perusahaan dengan kebijakan perusahaan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia di BEI melalui program pelatihan dan pendidikan.
Divisi teknologi informasi, bertugas meningkatkan kemampuan sistem teknologi
informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mengawasi dari tindakan kejahatan
teknologi informasi (Cyber Crime).
51
4.2 Deskripsi Variabel
Berdasarkan data yang diperoleh dari IDX Fact Book 2010-2014, jumlah
populasi perusahaan yang digolongkan sebagai perusahaan manufaktur sesuai
dengan kategori perusahaan manufaktur sub sektor industri dasar dan kimia pada
tahun 2010-2014 adalah 315 perusahaan. Dari total tersebut, sampel yang dapat
digunakan dan memenuhi kreteria penelitian berjumlah 165 perusahaan. Berikut
ini merupakan rincian pemilihan sampel yang dilakukan dalam penelitian:
Tabel 4.1 Seleksi Sampel
No Keterangan Jumlah
1. Perusahaan manufaktur sub sektor industri dasar dan kimia
pada tahun 2010-2014
315
2. Laporan keuangan perusahaan di sajikan dalam mata uang
asing
(85)
3. Perusahaan yang memiliki nilai ekuitas negative
(35)
4. Perusahaan yang tidak memiliki saham aktif yang di
perdagangkan selama tahun 2010-2014
(30)
Jumlah sampel penelitian 165
Sumber: Lampiran 1
Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan
informasi mengenai karakteristik variabel-variabel penelitian, antara lain
minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi. Pengukuran rata-rata (mean)
merupakan cara yang paling umum digunakan untuk mengukur nilai sentral dari
suatu distribusi data. Sedangkan, standar deviasi merupakan perbedaan nilai data
yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Hasil statistik deskriptif dapat dilihat pada
Tabel 4.2 yaitu sebagai berikut.
52
Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif
Sumber : Data diolah dari Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat nilai minimum untuk biaya ekuitas
didapat nilai minimun adalah 0,16 dan nilai maksimumnya adalah 1,25. Mean
untuk biaya ekuitas adalah 0,29, hal ini berarti rata-rata biaya ekuitas pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2010 – 2014 sebesar 0,29.
Standar deviasinya 0,14. Untuk variabel Good Corporate Governance (CGI) nilai
minimumnya adalah 0,46 dan nilai maksimumnya adalah 0,92. Mean variabel
Good Corporate Governance (CGI) adalah 0,64, hal ini berarti bahwa rata-rata
Good Corporate Governance (CGI) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI Tahun 2010-2014 sebesar 0,64. Standar deviasinya sebesar 0,11. Untuk
variabel kepemilikan keluarga nilai minimumnya adalah 0, dan nilai
maksimumnya adalah 1. Mean variabel kepemilikan keluarga adalah 0,06 hal ini
berarti rata-rata kepemilikan keluarga pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI tahun 2010-2014 sebesar 0,06. Standar deviasinya sebesar 0,23. Untuk
variabel kepemilikan institusional nilai minimumnya adalah 0 dan nilai
maksimumnya adalah 1. Mean variabel kepemilikan institusional adalah 0,86 hal
ini berarti rata-rata kepemilikan institusional pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2010 – 2014 sebesar 0,86. Standar deviasinya sebesar 0,34.
De scr iptive Statis tics
165 ,16 1,25 ,2907 ,14377
165 ,46 ,92 ,6411 ,11477
165 ,00 1,00 ,0606 ,23933
165 ,00 1,00 ,8606 ,34741
165
COE
CGI
Fam
Inst
Valid N (lis tw ise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
53
4.3 Analisis Regresi Linear Berganda
4.3.1 Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak.
Suatu model regresi dikatakan memiliki data normal atau mendekati
normal jika koefisien Asymp. sig (2-tailed) lebih besar dari α = 0,05. Hasil
uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh 0,352 sehingga
data yang akan dianalisis berdistribusi normal. Hasil uji Kolmogorov-
Smirnov dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Nilai Kolmogorov Smirnov
Sumber : Data diolah dari lampiran 2
2) Uji Multikolinearitas
Metode untuk mengetahui adanya multikolinearitas dalam model regresi
adalah terlihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF).
Pada Tabel di bawah ini disajikan hasil perhitungan nilai tolerance dan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Tes t
165
,0000000
,04782629
,281
,252
-,281
,611
,352
N
Mean
Std. Dev iation
Normal Parameters a,b
Absolute
Pos itive
Negative
Most Extreme
Dif ferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz
ed Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
54
VIF kurang dari angka 10 dan angka tolerance lebih dari 0,1
menggunakan program SPSS.
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber : Data diolah dari Lampiran 2
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas yang nilai
tolerance kurang dari 0,1 atau VIF kurang dari 10, maka disimpulkan
bahwa tidak ada multikolinearitas antara variabel bebas dalam model
regresi.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
uji Glejser. Apabila Asymp. Sig (p value) > 0,05 maka dapat disimpulkan
tidak terjadi heterokedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat
pada Tabel 4.5
Coefficientsa
,963 1,038
,900 1,111
,918 1,089
CGI
Fam
Inst
Model
1
Tolerance VIF
Collinearity Statis tics
Dependent Variable: Abresa.
55
Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah dari Lampiran 2
Berdasarkam Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa semua variabel memiliki
Asymp. Sig (p value) > 0,05, artinya pada model regresi tidak terdapat
heteroskedastisitas.
4) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mendeteksi adanya korelasi
antara data pada masa sebelumnya (t-1) dengan data sesudahnya (t1).
Model uji yang baik adalah terbebas autokorelasi. Identifikasi adanya
autokorelasi dalam model regresi pada penelitian ini dilakukan dengan
melakukan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (DW).
Tabel 4.6 Uji Autokorelasi
Sumber : Data diolah dari Lampiran 2
Berdasarkan Tabel 4.6 variabel yang diteliti memiliki nilai DW
sebesar 1,89. Dengan jumlah data (n) = 165 dan jumlah variabel bebas
Coefficientsa
-,002 ,015 -,115 ,908
,056 ,223 ,154 ,251 ,832
,095 ,111 ,544 ,855 ,290
-,019 ,075 -,157 -,249 ,894
(Constant)
CGI
Fam
Inst
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig.
Dependent Variable: Abresa.
Mode l Summaryb
,943a
,889 ,887 ,04827 1,891
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predic tors: (Constant), Inst, CGI, Fama.
Dependent Variable: COEb.
56
(k)= 3 serta (=5% diperoleh angka dl=1,70 dan du=1,78. Karena DW
sebesar 1,89 terletak antara batas atas (du) dan (4-du), maka dapat
disimpulkan dalam model regresi ini tidak terdapat autokorelasi.
4.3.2 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Berdasarkan pengujian asumsi klasik diatas, dapat disimpulkan
bahwa model regresi lolos dari uji asumsi klasik. Model yang digunakan
dalam menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi biaya ekuitas
perusahaan adalah model analisis regresi linear berganda dengan bantuan
program SPSS. Dalam model analisis regresi linear berganda yang
menjadi variabel terikatnya adalah praktik biaya ekuitas, sedangkan yang
menjadi variabel bebasnya adalah Good Corporate Governance (GCG),
kepemilikan keluarga, kepemilikan institusional. Hasil Regresi Linier
berganda ditujukkan pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 0,337 0,023 14,778 0,00
Good corporate
governance (x1)
-0,086 0,033 -0,068 -2,564 0,01
Kepemilikan keluarga
(x2)
0,558 0,017 0,929 33,633 0,00
Kepemilikan
institusional (x3)
-0,029 0,011 -0,071 -2,592 0,01
R2 = 0,889
Fhitung = 431,319
Sig Fhitung = 0,000
Sumber : Data diolah dari Lampiran 3
57
Dari hasil analisis regresi pada Tabel 4.7 dapat disusun persamaan
regresi sebagai berikut:
Y = 0,337 - 0,086 X1 + 0,558 X2 - 0,029 X3 + ei
Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat diketahui bahwa:
1) Nilai konstanta 0,337 memiliki arti apabila good corporate governance,
kepemilikan keluarga dan kepemilikan institusional serta interaksi sama
dengan dengan nol, maka biaya ekuitas sebesar 0,337
2) Nilai koefisien regresi good corporate governance sebesar - 0,086 memiliki
arti apabila good corporate governance naik sebesar satu satuan, maka biaya
ekuitas turun sebesar -0,086 dengan asumsi variabel lainnya sama dengan
nol.
3) Nilai koefisien regresi kepemilikan keluarga sebesar 0,558 memiliki arti
apabila kepemilikan keluarga naik sebesar satu satuan, maka biaya ekuitas
naik sebesar 0,558 dengan asumsi variabel lainnya sama dengan nol.
4) Nilai koefisien regresi kepemilikan institusional sebesar -0,029 memiliki arti
apabila kepemilikan keluarga naik sebesar satu satuan, maka biaya ekuitas
turun sebesar -0,029 dengan asumsi variabel lainnya sama dengan nol.
4.3.3. Uji Hipotesis
Pengujian ini bertujuan untuk menghitung signifikansi secara parsial setiap
variabel bebas terhadap variabel terikat, seperti pengujian:
1) Pengaruh Good Corporate Governance (X1) terhadap biaya ekuitas
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010- 2014 dilakukan
58
dengan uji t dengan hasil sebagai berikut nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak
yang artinya terdapat pengaruh good corporate governance secara parsial
(X1) berpengaruh negatif terhadap biaya ekuitas pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2014.
2) Pengaruh kepemilikan keluarga (X2) terhadap biaya ekuitas pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010 – 2014 dilakukan
dengan uji t dengan hasil sebagai berikut nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak
yang artinya terdapat pengaruh positif secara parsial kepemilikan keluarga
(X2) terhadap biaya ekuitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI tahun 2010 – 2014.
3) Pengaruh kepemilikan institusional (X3) terhadap biaya ekuitas pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010 – 2014 dilakukan
dengan uji t dengan hasil sebagai berikut nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak
yang artinya terdapat pengaruh kepemilikan institusional (X3) berpengaruh
negatif terhadap biaya ekuitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI tahun 2010-2014.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Biaya Ekuitas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung sebesar -2,564
dengan nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak yang artinya terdapat pengaruh negatif
good corporate governance (X1) terhadap biaya ekuitas pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010 – 2014.
59
Pengukuran penerapan good corporate governance oleh perusahaan dapat
diproksikan dengan good corporate governance yang dipublikasikan oleh
lembaga-lembaga independen yang berada disetiap negara yang berfungsi untuk
menilai praktek corporate governance di negara tersebut. Beberapa penelitian
sebelumnya mencoba meneliti hubungan antara good corporate governance,
sebagai ukuran dari penerapan corporate governance, dengan biaya ekuitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Derwall dan Verwijmeren (2007) menunjukkan
bahwa perusahaan dengan kualitas corporate governance yang baik memiliki
biaya ekuitas yang lebih rendah. Dalam penelitiannya, Derwall dan Verwijmeren
(2007) menggunakan Governance Metrics International (GMI) untuk menilai
praktek corporate governance pada perusahaan-perusahaan publik di Amerika.
Byun et al, (2008) juga membuktikan bahwa praktek corporate governance
memiliki hubungan negatif dengan biaya ekuitas dan perlindungan terhadap hak
pemegang saham merupakan faktor yang paling signifikan dalam menurunkan
biaya ekuitas. Berbeda dengan Derwall dan Verwijmeren (2007), Byun et
al.(2008) menggunakan hasil dari survei yang dilakukan oleh Korea. Corporate
Governanc Service (KCGS) untuk mengevaluasi penerapan corporate governance
pada perusahaan-perusahaan publik di Korea Selatan.
Menurut Rebecca (2012) memperoleh hasil bahwa Corporate Governance
Index memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap biaya ekuitas, dan menurut
Natalia dan Sun (2013) memiliki hasil penelitian bahwa Corporate Governance
Perception Index (CGPI) berpengaruh positif yang tidak signifikan terhadap biaya
ekuitas. Pengukuran penerepan Good Corporate Governance oleh perusahaan
60
dapat diproksikan dengan good corporate goveranance. Good Corporate
governance yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan
prinsip-prinsip good corporate governance dengan baik. Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin tinggi good corporate governance, maka semakin besar potensi
perusahaan untuk memperoleh biaya ekuitas yang lebih rendah.
4.4.2 Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Biaya Ekuitas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung sebesar 33,633
dengan nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak yang artinya terdapat pengaruh positif
kepemilikan keluarga (X2) terhadap biaya ekuitas pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI tahun 2010 – 2014.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Stein (1989)
juga berpendapat bahwa perusahaan dengan kepemilikan keluarga memiliki
keputusan investasi yang lebih baik karena umumnya mereka memiliki
pengetahuan yang mendalam tetang perusahaan dan berinvestasi dalam periode
waktu yang cukup panjang. Menurut Yao dan Sun (2008) yang menunjukkan
bahwa perusahaan dengan kepemilikan keluarga memiliki biaya ekuitas yang
lebih tinggi di bandingkan perusahaan lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena
dalam perusahaan dengan kepemilikan keluarga muncul agency problem lain,
yaitu antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas sehingga
dapat memberikan peluang besar terjadinya peningkatan terhadap pemegang
saham minoritas. Kontrol yang dimiliki oleh pemegang saham mayoritas
memberikan insentif yang lebih besar untuk meningkatkan keutungan pribadi
61
pada beban yang ditanggung oleh pemegang saham minoritas. Sebagai akibatnya,
investor menginginkan retrun yang lebih tinngi untuk mengkompensasi resiko
tersebut.
Hal ini disebabkan oleh excess control yang dimiliki pemegang saham
mayoritas cenderung digunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi pada
beban yang ditanggung oleh pemegang saham mayoritas (Rebecca, 2012). Maka
dari itu jika sebuah perusahaan dimiliki oleh kepemilikan keluarga yang besar
dapat menimbulkan agency problem yang lain dalam bidang kepentingan dan
informasi yang beredar diantara orang-orang yang berkepentingan di dalam
sebuah perusahaan. Resiko-resiko tersebut berdampak negatif terhadap nilai
perusahaan dan mengakibatkan biaya ekuitas menjadi lebih tinggi.
4.4.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Biaya Ekuitas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung sebesar -2,592
dengan nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak yang artinya terdapat pengaruh negatif
kepemilikan institusional (X3) terhadap biaya ekuitas pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI tahun 2010-2014.
Zhang (2005) menemukan bahwa perusahaan di luar Amerika Serikat
umumnya dikendalikan oleh pemegang saham besar. Masalah keagenan utama
dalam perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan seperti ini adalah konflik
antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Apabila
tidak terdapat perlindungan hukum yang memadai, pemegang saham pengendali
62
dapat melakukan aktivitas yang menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan
pemegang saham minoritas.
Fidyati (2004) menegaskan bahwa investor institusional menghabiskan
lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki
akses atas informasi yang teralalu mahal untuk diperoleh bagi investor lainnya.
Investor intitusional berperan aktif dalam good corporate governance dengan
mengurangi tingkat resiko dari perusahaan tempat mereka menginvestasikan
protofolio memulai pengawasan manajemen yang efektif. Hubungan ini menjadi
lebih kuat dengan tingginya asimetri informasi di perusahaan. Oleh karena itu,
kepemilikan institusional di percaya dapat menurunkan biaya ekuitas yang
diterima oleh perusahaan.
Penelitian Ashbaugh et al. (2004) dan Haque (2006) menemukan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital. Dari
temuan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan struktur kepemilikan mampu
meningkatkan kinerja pasar saham dan harga saham. Ada anggapan bahwa
peningkatan kinerja pasar saham justru akan mengurangi informasi yang harus
diungkap oleh perusahaan, sehingga berdampak terhadap turunnya biaya yang
dikeluarkan untuk menyediakan informasi bagi publik (cost of equity capital) dan
menurut Natalia dan Sun (2013) yang menyatakan bahwa kepemilikan
institusional memberikan pengaruh negatif yang signifikan dalam menurunkan
biaya ekuitas.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juniarti dan Sentosa (2009)
menjelaskan bahwa investor institusional memiliki kemampuan yang lebih baik
63
untuk memonitoring tindakan manajemen dibandingkan dengan investor
individual dimana investor institusional tidak mudah diperdaya dengan tindakan
manipulasi yang dilakukan oleh manajemen. Selain itu, investor intitusional, yang
umumnya juga beberapa sebagai fidusiari, memiliki insentif yang lebih besar
untuk memantau tindakan manajemen dan kebijakan perusahaan. Kondisi ini
dapat menyebabkan berkurangnya perilaku oportunistik manajemen yang
mengarah pada biaya ekuitas yang lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh
Collins dan Huang (2010) membuktikan bahwa kepemilikan institusional
memiliki dampak negatif terhadap biaya ekuitas perusahaan.
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Good corporate governance memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap
biaya ekuitas. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dari praktek good
corporate governance di suatu perusahaan dapat mengurangi biaya ekuitas
yang diterima oleh perusahaan, meningkatkan pengawasan terhadap
manajemen dalam mengambil suatu keputusan yang efektif dan mengurangi
asimetri informasi antara pihak manajemen.
2. Kepemilikan keluarga memiliki pengaruh signifikan positif terhadap biaya
ekuitas. Hal ini dapat disebabkan karena dalam perusahaan dengan
kepemilikan keluarga muncul agency problem lain yaitu antara pemegang
saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Risiko informasi menjadi
lebih besar ketika pemegang saham mayoritas memiliki kontrol di dalam
perusahaan. Oleh karena itu, return yang diinginkan oleh investor menjadi
lebih tinggi dan meningkatkan biaya ekuitas perusahaan.
3. Kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap
biaya ekuitas. Hal ini disebabkan karena mayoritas jenis perusahaan publik di
Indonesia masih merupakan perusahaan milik keluarga sehingga monitoring
65
oleh pihak institusional cenderung tidak mempengaruhi keputusan investor
dalam menentukan biaya ekuitas perusahaan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan yang didapat adalah
sebagi berikut :
1) Menambah sampel penelitian dengan memasukkan industri-industri
lainnya yang terdaftar di BEI dan memperpanjang periode penelitian.
2) Menambah variabel bebas lainnya seperti dewan komisari, komite audit,
komisaris independen dan kepemilikan manajerial.
3) Melakukan scoring dengan menggunakan kriteria-keteria penilaian
praktek Good Corporate Governance yang ditetapkan oleh IICD sehingga
dapat menguji sejauh mana pengaruh dari setiap keteria tersebut terhadap
biaya ekuitas perusahaan.
4) Dapat mengunakan proksi lain yang lebih tepat untuk mengukur biaya
ekuitas perusahaan misalnya dengan menggunakan dividen growth model
atau residual income model
66
DAFTAR RUJUKAN
Abbott, L. J., Parker, S., dan Peters, G. F. 2000. The Effectiveness of Blue Ribbon
Committee Recommendations in Mitigating Financial Misstatement: An
Empirical Study.
Abor, J., dan Biekpe, N. 2006. Sajar. An Empirical Test of Agency Problem and
Capital Structure of South African Quoted SMEs, 20(1): h:51-65
Alam, Abdullah dan Shah, Syed Zulfiqar Ali. 2013. International Journal of
Management, Economics and Social Sciences 2013. Corporate Governance
and its Impact on Firm Risk, 2(2): h: 76 –98.
Ali Irfan. 2002. Lintasan Ekonomi. Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi
dalam Hubungan Agensi. 29(2)
Alijoyo, A., dan S. Zaini. 2004. Komisaris Independen: Penggerak Praktik GCG
di Perusahaan. PT Indeks Kelompok Gramedia.
Amurwarni, Aniek. 2006. Pengaruh Luas Pengungkapan Sukarela dan Asimetri
Informasi terhadap Cost of Equity Capital. Skripsi Universitas Islam
Indonesia.
Arifin, Z. 2003. Masalah Agensi dan Mekanisme Kontrol pada Perusahaan
dengan Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi yang Dikontrol Keluarga:
Bukti dari Perusahaan Publik di Indonesia. Disertasi Pascasarjana FEUI.
Ariyoto, K. 2000. Good Corporate Governance dan Konsep Penegakannya di
BUMN dan Lingkungan Usahanya. No. 10 Tahun XXIX Oktober.
Asbaugh, Hollis, Collins, Daniel W., LaFond, Ryan. 2004. Corporate governance
and the cost of equity capital. Working paper, University of Wisconsin.
Attig, N., Guedhami, Mishra, D. 2008. Journal of Corporate Finance. Multiple
large shareholders, control contests, and implied cost of equity,14: h:721–
737.
Beasley, C., Defond, M., Jiambalvo, J., dan Subramaniam, K.R. 1996. The Effect
of Audit on the Quality of Earnings Management. Contemporary
Accounting Research.
Berle, A.A. dan Means, C.G. 1932. The modern corporation and private property.
New York: Macmillan.
67
Bhojraj, S., dan Sengupta, P. 2003. Journal of Business. Effect of Corporate
Governance on Bond Ratings and Yiels: The Role of Institutional Investors
and Outside Directors, 76(3): h:455-475.
Blom, Jasper dan Marc B. J. Schauten. 2006. Corporate Governance and The
Cost of Debt. Erasmus University, Rotterdam.
Bodie, Z., A.Kane, dan A.J. Marcus. 2009. Investment. 8th
Edition, The McGraw-
Hill Companies, Inc., USA.
Botosan, C.A. 1997. The Accounting Review. Disclosure Level and the Cost of
Equity Capital, 72(3): h: 323-349.
Boubakri, Narjess, dan H. Ghouma. 2010. Journal of Banking and Finance.
Control/ownership structure, creditor rights protection, and the cost of debt
financing: International evidence. 34: h: 2481-2499.
Brancato, Carolyn Kay. 1997. Institutional Investors and Corporate Governance.
USA: McGraw-Hill.
Byun, H., L. Hwang, dan S. Kwak. 2008. Asia-Pacific Journal of Financial
Studies The Implied Cost of Equity Capital and Corporate Governance
Practices. 37: h:139–184.
Cadbury-Schweppes. 1992. The Report of the Cadbury Committee on Financial
Aspects of Corporate Governance: The Code of Best Practice.
Chen, K.C.W., Chen, Z.H.,Wei, K.C.J. 2003. Disclosure, Corporate Governance,
and the Cost of Equity Capital: Evidence from Asia’s Emerging Markets.
Hong Kong University of Science and Technology.
Chen, K.C.W., Chen, Z.H.,Wei, K.C.J. 2009. Legal protection of investors,
corporate governance, and the cost of equity capital. Hong Kong University
of Science and Technology.
Claessens, S., Djankov, S., Lang, L.H.P. 2000. Journal of Financial Economics.
The separation of ownership and control in East Asian corporations, 58:
h:81–112.
Claessens, Stijn. 2003. Corporate Governance and Development Focus. Global
Corporate Governance Forum.
Collins, Denton, and H. Huang. 2010. Management entrenchment and the cost of
equity capital. Journal of Business Research 64, 356-362.
68
Cornett M. M, Marcuss, S.J., dan Tehranian, H. 2006. Earnings management,
corporate governance, and true financial performance.
Daniri, Mas Ahmad. 2005. Good Corporate Governance: Konsep dan
Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Ray Indonesia.
Derwall, Jeroen, dan Patrick Verwijmeren. 2007. Corporate Governance and the
Cost of Equity Capital: Evidence from GMI’s Governance Rating. European
Centre for Corporate Governance Research Note, RSM Erasmus University,
The Netherlands.
Dyck A., dan L. Zingales. 2004. Journal of Applied Corporate Finance. Control
Premiums and the Effectiveness of Corporate Governance Systems, 16:
h:51-72.
Elyasiani, Elyas, J. Jia, dan Connie X. Mao. 2010. Journal of Financial Markets.
Institutional ownership stability and the cost of debt, 13: h:475-500.
Fabozzi, Frank J. 2007. Bond Market, Analysis and Strategies. Prentice-Hall, Inc.
4th
edition.
FCGI. 2009. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Jilid 1. FCGI,
edisi 3.
Fidyati, Nisa. 2004. Pengaruh mekanisme corporate governance
terhadapearnings management pada perusahaan seasoned equity offering
(SEO). Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi 2(1), 1-23.
Francis, J.R., Khurana, K.I., dan Pereira R. 2005. Disclosure incentives and
effects on cost of capital around the world. The Accounting Review, 80(4),
1125-1162.
Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, dan Scott Holmes.
2010. Accounting Theory. John Wiley & Sons, Inc. 7th
edition.
Greene, William H. 2003. Econometric Analysis. Prentice-Hall, Inc. 5th
edition.
Guedhami, Omrane, dan Dev Mishra. 2006. Excess control, corporate
governance, and implied cost of equity: An international evidence. Canada:
University of Newfoundland.
Gujarati, Damodar N. 2009. Basic Econometrics. McGraw Hill 5th
edition.
Gunarsih, Tri. 2003. Riset Empiris dalam Corporate Governance. Seminar sehari:
Issues Application & Research In Corporate Governance dalam Rangka
Launching Pusat Studi Corporate Governance. FE UTY.
69
Habibie, Akhmad Akbar. 2005. Analisis Atas Pengungkapan Sukarela Laporan
Tahunan dan Pengaruhnya Terhadap Cost of Debt Perusahaan Penerbit
Obligasi yang Terdaftar di Bursa Efek Surabaya dan Jakarta. Tesis FEUI.
Hoesada, Jan. 2000. State of Art: Pengembangan Corporate Governance di
Indonesia. Media Akuntansi No.8/Th. I/April. Jakarta. IICD-CIPE
Indonesia GCG Scorecard 2007
Jensen, M. C., and W.H. Meckling, 1976. Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics, 3(4), h:305-360.
Kaihatu, Thomas S. 2006. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Good
Corporate Governance dan Penerapannya diIndonesia, 8(1): h:1-9.
Klock, M.S., Mansi, S. A., dan Maxwell, W. F. 2005. Journal of Financial and
Quantitative Analysis. Does Corporate Governance Matter to
Bondholders?, 40: h:693-771.
Koesnadi, Ruddy. 2010. Pengaruh Tingkat Pengungkapan dan Kepemilikan
Institusional terhadap Biaya Pinjaman: Studi Empiris atas Emiten LQ45.
Tesis FEUI.
Maksum, Azhar. 2005. Tinjauan atas Good Corporate Governance di
Indonesia.Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Akuntansi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Mitton, Todd. 2002. A cross-firm analysis of the impact of corporate governance
on the East Asian financial crisis. Journal of Financial Economics 64, 215–
241.
Nachrowi, dan Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Natalia, Dessy dan Yen Sun. 2013. “Analisis Pengaruh Wajibnya Penerapan
Good Corporate Governance Terhadap Biaya Ekuitas Pada Badan Usaha
Milik Negara Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2012”.
Skripsi: Bina Nusantara.
Piot, C., dan Piera, F.M. 2007. Corporate Governance, Audit Quality, and The
Cost of Debt Financing of French Listed Companies.
70
Rahyuda. 2004. Metodologi Penelitian. Denpasar: Universitas Udayana-Press.
Rebecca, Yulisa. 2012. “Pengaruh Corporate Governance Index, Kepemilikan
Keluarga, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Biaya Ekuitas dan Biaya
Utang: Studi Empiris Pada Perisahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI”.
Skripsi: Universitas Indonesia.
Riduan, Zikriati. 2010. Pengaruh Tingkat Pengungkapan Sukarela terhadap Cost
of Equity Capital dengan Likuiditas Saham Sebagai Variabel Mediasi.
Skripsi FEUI.
Roberts, G.S., dan Yuan, L. 2009. Does Institutional Ownership Affect the Cost of
Bank Borrowing? Working Paper, York University.
Sabrinna, Anindhita Ira. 2010. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi Universitas Diponegoro.
Semarang.
Shuto, A., dan Norio Kitagawa. 2010. The effect of managerial ownership on the
cost of debt: Evidence from Japan. RIEB Discussion Paper Series, Kobe
University.
Shleifer, A. dan R.W. Vishny. 2006. A Survey of Corporate Governance. Journal
of Finance, 52( 2) h:737-783.
Singgih, M.L. 2008. Pengukuran kinerja perusahaan dengan metode economic
value added. Tesis Universitas ITS Surabaya.
Sugiyono, 2013. MetodePenelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif
dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Solomon, J., dan Solomon, A. 2004. Corporate Governance and Accountability.
Warsono. 2000. Penerapan CAPM dalam Pengambilan Keputusan Investasi di
Pasar Modal.Usahawan No. 09/Th. XXIX/September. Jakarta.
William R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada: Prentice
Hall.
Yunior, William Susilo. 2009. Pengaruh Kualitas Akrual Sebagai Risiko
Informasi terhadap Biaya Modal Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007). Skripsi
FEUI.
Zubir, Zalmi. 2011. Manajemen Portofolio: Penerapannya dalam Investasi
Saham. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
71
Zulfiqar, Syed Ali Shah. (2009). The Lahore Journal of Economics. The Impact
Of Corporate Governance on the cost of Equity: Empirical Evidence from
Pakistani Listed Companies, 14(1): h:139-171.
Zhang, Y., Donald R. Deis, P. Huang, and J.S. Moffitt, 2004. Earnings Smoothing
Choice, Firm Value and Corporate Monitoring. Working Paper,
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=591282, September, p
1-40
72
Lampiran 1: Tabulasi data hasil penelitian
Tahun Perusahaan COE CGI FAM INST
2014 INTP 0,16 0,92 0 1
SMGR 0,16 0,77 0 1
AMFG 0,16 0,63 0 1
ARNA 0,16 0,57 0 0
KIAS 0,17 0,49 0 1
MLIA 0,16 0,6 0 0
TOTO 0,16 0,64 0 1
ALKA 0,16 0,76 0 1
BTON 0,16 0,78 0 1
CTBN 0,16 0,85 0 1
GDST 0,17 0,53 0 1
INAI 0,26 0,74 0 1
JPRS 0,26 0,7 0 1
LION 0,26 0,82 0 1
LMSH 0,69 0,79 1 1
PICO 0,27 0,55 0 0
BUDI 0,27 0,55 0 1
EKAD 0,26 0,67 0 1
INCI 0,8 0,63 1 0
SRSN 0,27 0,46 0 1
AKKU 0,26 0,65 0 1
IGAR 0,26 0,6 0 1
SIAP 0,26 0,56 0 1
TRST 0,26 0,58 0 1
CPIN 0,26 0,7 0 1
SIPD 0,27 0,48 0 1
MAIN 0,27 0,53 0 1
SULI 0,26 0,56 0 1
TIRT 0,26 0,71 0 1
ALDO 0,26 0,62 0 1
FASW 0,26 0,64 0 1
KBRI 0,27 0,49 0 1
SPMA 0,26 0,59 0 1
2013 INTP 0,26 0,92 0 1
SMGR 0,26 0,85 0 0
AMFG 0,26 0,63 0 1
73
Tahun Perusahaan COE CGI FAM INST
ARNA 0,26 0,57 0 1
KIAS 0,27 0,49 0 1
MLIA 0,26 0,6 0 1
TOTO 0,26 0,64 0 1
ALKA 0,26 0,76 0 1
BTON 0,26 0,78 0 1
CTBN 0,26 0,85 0 1
GDST 0,27 0,53 0 1
INAI 0,26 0,74 0 1
JPRS 0,26 0,7 0 0
LION 0,26 0,82 0 1
LMSH 0,69 0,79 1 1
PICO 0,27 0,55 0 1
BUDI 0,27 0,55 0 0
EKAD 0,26 0,67 0 1
INCI 1,25 0,63 1 0
SRSN 0,27 0,46 0 1
AKKU 0,26 0,65 0 1
IGAR 0,26 0,6 0 1
SIAP 0,26 0,56 0 0
TRST 0,26 0,58 0 1
CPIN 0,26 0,7 0 1
SIPD 0,27 0,48 0 1
MAIN 0,27 0,53 0 1
SULI 0,26 0,56 0 1
TIRT 0,26 0,71 0 0
ALDO 0,26 0,62 0 1
FASW 0,26 0,64 0 1
KBRI 0,27 0,49 0 1
2012 SPMA 0,26 0,59 0 1
INTP 0,26 0,92 0 1
SMGR 0,26 0,77 0 1
AMFG 0,26 0,63 0 1
ARNA 0,26 0,57 0 1
KIAS 0,27 0,49 0 1
MLIA 0,26 0,6 0 1
TOTO 0,26 0,64 0 1
ALKA 0,26 0,76 0 1
BTON 0,26 0,78 0 1
CTBN 0,26 0,85 0 1
74
Tahun Perusahaan COE CGI FAM INST
GDST 0,27 0,53 0 1
INAI 0,26 0,74 0 1
JPRS 0,26 0,7 0 1
LION 0,26 0,82 0 1
LMSH 0,69 0,79 1 1
PICO 0,27 0,55 0 1
BUDI 0,27 0,55 0 1
EKAD 0,26 0,67 0 1
INCI 0,82 0,63 1 0
SRSN 0,27 0,46 0 1
AKKU 0,26 0,65 0 1
IGAR 0,26 0,6 0 1
SIAP 0,26 0,56 0 1
TRST 0,26 0,58 0 1
CPIN 0,26 0,7 0 1
SIPD 0,27 0,48 0 1
MAIN 0,27 0,53 0 1
SULI 0,26 0,56 0 1
TIRT 0,26 0,71 0 1
ALDO 0,26 0,62 0 1
FASW 0,26 0,64 0 1
KBRI 0,27 0,49 0 1
2011 SPMA 0,26 0,59 0 1
INTP 0,26 0,92 0 1
SMGR 0,26 0,77 0 0
AMFG 0,26 0,63 0 1
ARNA 0,26 0,57 0 0
KIAS 0,27 0,49 0 1
MLIA 0,26 0,6 0 1
TOTO 0,26 0,64 0 1
ALKA 0,26 0,76 0 1
BTON 0,26 0,78 0 1
CTBN 0,26 0,85 0 1
GDST 0,27 0,53 0 1
INAI 0,26 0,74 0 1
JPRS 0,26 0,7 0 1
LION 0,26 0,82 0 0
LMSH 0,69 0,79 1 1
PICO 0,27 0,55 0 1
BUDI 0,27 0,55 0 0
75
Tahun Perusahaan COE CGI FAM INST
EKAD 0,26 0,67 0 1
INCI 0,95 0,63 1 0
SRSN 0,27 0,46 0 1
AKKU 0,26 0,65 0 1
IGAR 0,26 0,6 0 1
SIAP 0,26 0,56 0 1
TRST 0,26 0,58 0 0
CPIN 0,26 0,7 0 1
SIPD 0,27 0,48 0 1
MAIN 0,27 0,53 0 1
SULI 0,26 0,56 0 0
TIRT 0,26 0,71 0 1
ALDO 0,26 0,62 0 1
FASW 0,26 0,64 0 1
KBRI 0,27 0,49 0 1
2010 SPMA 0,26 0,59 0 1
INTP 0,26 0,92 0 1
SMGR 0,26 0,77 0 1
AMFG 0,26 0,63 0 1
ARNA 0,26 0,57 0 1
KIAS 0,27 0,49 0 1
MLIA 0,26 0,6 0 1
TOTO 0,26 0,64 0 1
ALKA 0,26 0,76 0 1
BTON 0,26 0,78 0 1
CTBN 0,26 0,85 0 1
GDST 0,27 0,53 0 1
INAI 0,26 0,74 0 1
JPRS 0,26 0,7 0 1
LION 0,26 0,82 0 1
LMSH 0,69 0,79 1 1
PICO 0,27 0,55 0 1
BUDI 0,27 0,55 0 1
EKAD 0,26 0,67 0 1
INCI 0,95 0,63 1 0
SRSN 0,27 0,46 0 1
AKKU 0,26 0,65 0 1
IGAR 0,26 0,6 0 1
SIAP 0,26 0,56 0 0
TRST 0,26 0,58 0 1
76
Tahun Perusahaan COE CGI FAM INST
CPIN 0,26 0,7 0 1
SIPD 0,27 0,48 0 0
MAIN 0,27 0,53 0 1
SULI 0,26 0,56 0 1
TIRT 0,26 0,71 0 0
ALDO 0,26 0,62 0 1
FASW 0,26 0,64 0 1
KBRI 0,27 0,49 0 0
SPMA 0,28 0,59 0 1
77
Lampiran 2: Statistik Deskriptif
Descr iptive Statistics
165 ,16 1,25 ,2907 ,14377
165 ,46 ,92 ,6411 ,11477
165 ,00 1,00 ,0606 ,23933
165 ,00 1,00 ,8606 ,34741
165
COE
CGI
Fam
Inst
Valid N (l istwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Dev iation
78
Lampiran 3: Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Heteroskedasitas
Uji Multikolinearitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
165
,0000000
,04782629
,281
,252
-,281
,611
,352
N
Mean
Std. Dev iation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negat ive
Most Extreme
Dif ferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz
ed Residual
Test distribut ion is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
Coefficientsa
-,002 ,015 -,115 ,908
,056 ,223 ,154 ,251 ,832
,095 ,111 ,544 ,855 ,290
-,019 ,075 -,157 -,249 ,894
(Constant)
CGI
Fam
Inst
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: Abresa.
Coefficientsa
,963 1,038
,900 1,111
,918 1,089
CGI
Fam
Inst
Model
1
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Abresa.
79
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
,943a
,889 ,887 ,04827 1,891
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), Inst, CGI, Fama.
Dependent Variable: COEb.
80
Lampiran 4: Regresi Linear Berganda
Regression
Variables Entered/Removedb
Inst, CGI,
Fama . Enter
Model
1
Variables
Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: COEb.
Model Summaryb
,943a
,889 ,887 ,04827 1,891
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), Inst, CGI, Fama.
Dependent Variable: COEb.
ANOVAb
3,015 3 1,005 431,319 ,000a
,375 161 ,002
3,390 164
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant ), Inst, CGI, Fama.
Dependent Variable: COEb.
Coefficientsa
,337 ,023 14,778 ,000
-,086 ,033 -,068 -2,564 ,011
,558 ,017 ,929 33,633 ,000
-,029 ,011 -,071 -2,592 ,010
(Constant)
CGI
Fam
Inst
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: COEa.