122
1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam Oleh : SULAEMAN NIM : 04210007 FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2008

1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

1

Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh :

SULAEMAN NIM : 04210007

FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MALANG 2008

Page 2: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

2

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Demi Allah

Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,

penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat

Benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau

memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada

kesamaan, baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka

skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi

hukum.

Malang, 2 Juni 2008

Yang Membuat Pernyataan

SULAEMAN NIM. 04210007

Page 3: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

3

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi saudara Sulaeman, NIM 04210007, Mahasiswa

Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, setelah membaca,

mengamati kembali berbagai data yang ada di dalamnya dan mengoreksi, maka

skripsi yang bersangkutan dengan judul:

TRADISI PERKAWINAN KERATON KACIREBONAN di KOTA CIRE BON,

JAWA BARAT.

Telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan

diajukan pada majelis dewan penguji.

Malang, 2 Juni 2008

Pembimbing

Drs. Fadil Sj, M.Ag NIP: 150 252 758

Page 4: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

4

Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat.

SKRIPSI

Nama : Sulaeman

NIM : 04210007

Jurusan : Al-Ahwal As-Syakhshiyyah

Fakultas : Syari’ah

Tanggal, 2 Juni 2008

Yang mengajukan

Sulaeman

04210007/S-1

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

Drs. Fadil Sj, M.Ag. NIP. 150 252 758

Mengetahui

Dekan

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag.

NIP. 150 216 425

Page 5: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

5

PENGESAHAN SKRIPSI

Dewan penguji skripsi saudara Sulaeman, NIM. 04210007, Mahasiswa Fakultas

Syari’ah angkatan 2004, dengan judul:

Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat

Telah dinyatakan LULUS dan berhak menyandang gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Dewan Penguji:

1. Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag. ( ) NIP. 150 216 425 Penguji Utama

2. Drs. Moh. Murtadho, M.HI ( ) NIP. 150 368 792 Ketua Penguji

3. Drs. Fadil Sj, M.Ag. ( ) NIP. 150 252 758 Sekretaris Penguji

Malang, 4 Agustus 2008

Dekan

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag. NIP. 150 216 425

Page 6: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

6

PERSEMBAHAN

Kudedikasihkan Karya Ilmiah (Skripsi) ini kepada:

Bapak Sunaya dan Ibu Ena, yang telah mencurahkan kasih sayangnya

sejak lahir sampai sekarang, yang tidak akan bisa dibalas sampai kapanpun

Untuk kakak Siti Syarifah serta Adik Haqiqi dan Mariana

Sebagai penyemangat yang tiada pernah bosan

Yang saya hormati para Dewan Yai PP. Sabilurrasyad, serta para ustadz dan

ustadzanya

Tidak terlupakan Keluarga besar PP. Darul Falah, Bodesari-Cirebon

Terima kasih kepada pihak Keraton Kacirebonan

Para dosen yang telah memberikan ilmunya dengan baik

Serta teman-teman satu pondok yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu baik

Santri putra dan santri putri

Teman-teman satu angkatan kuliah tahun 2004, serta terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu atas terlaksana dan terbuatnya skripsi ini.

Page 7: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

7

MOTTO

(#þθè%... ö/ ä3|¡ à�Ρr& ö/ä3‹Î= ÷δ r&uρ #Y‘$ tΡ…

Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

(QS. at-Tahriim: 6)

Page 8: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

8

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

sebagai tugas akhir dengan judul “Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di

Kota Cirebon, Jawa Barat”

Dengan segala daya dan upaya serta bantuan, bimbingan maupun arahan dalam

proses penulisan skripsi ini, maka dengan segala kerendahan hati penulis

menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Malang.

2. Bapak dan Ibu tercinta terima kasih atas doa, ridho serta restunya.

3. Bapak Drs. H. Dahlan Tamrin M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas

Islam Negeri (UIN) Malang.

4. Bapak Drs. Fadil Sj, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan

tulus ikhlas telah mengorbankan waktu, pikiran serta tenaga dalam membimbing

penulisan dan penyusunan skripsi ini.

5. Segenap dosen Fakultas Syuri’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, yang

telah banyak berperan aktif dalam menyumbangkan ilmu, wawasan dan

pengetahuannya kepada penulis.

6. Kakak dan Adik tercinta sebagai penyemangat dalam hidup.

7. Seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Gasek Sukun Malang.

8. Teman-teman satu angkatan Fakultas Syari’ah tahun 2004.

Page 9: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

9

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa penyelesaian tugas akhir ini masih

jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, wawasan dan

pengalaman penulis. Untuk itu penulis sangat berharap semoga dapat bermanfaat

bagi penulis dan bagi orang yang membacanya. Amin ya rabbal ‘alamin.

Malang, 2 Juni 2008

Penulis

Page 10: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

10

ABSTRACT

Sulaeman, (04210007). The Traditional Wedding Ceremony an Kacirebonan Palace at Cirebon West Java. Al-Ahwal As-Syakhshiyyah Departmen. Faculty Syari’ah. The State Islamic University of Malang. Advisor: Drs. Fadil SJ. M.Ag. Key words: Wedding, Procession, Meaning.

Talking about wedding ceremony, generally, the procession of wedding is

celebrated in every places. But to celebrate the wedding ceremony in places is different. The wedding procession is influened by the tradition include in each procession. In this case the Kacirebonan palace at Cirebon West Java also do this procession as the ancentons inheritau. Every procession in wedding ceremony has different meaning. It comes from the around of society, because most at Cirebon society are Javanese and Sundanese.

Based on explanation above, this research formulate the problems as follows, how is the process of wedding procession at Kacirebonan palace in Cirebon West java. What is the meaning at each wedding procession in Kacirebonan Palace in Cirebon West java.

This research is the femenologis research with culitative method. Technique of data collecting, the writer uses two methods, they are interview and documentation. While analyze the data, the writer use qualitative descriptive. It is called qualitative descriptive because this research qathered the data which have found with the literature and other data.

The result at this research show that the wedding tradition in Kacirebonan Palace. Because the Cirebon society regulary containts of Javanese and Sundanise. On the other hand, each of wedding prosecession has the special meaning.

The conclusion of this research abaut wedding wedding tradition on Kacirebonan palace are, anggement, siraman, parasan pengantin, wedding contract, and the Panggih ceremony with stepping on eggs, receive, pug-pugan and eat rice the sekul adep-adep. The meaning of each those procession are, siraman has meaning for furify herself, parasan show love, stepping on eggs as the symbol united of two souls, and pug-pugan as the symbol of live together in a harmony, the last is eating rice sekul adep-adep with bird side dish in order to success in keeping the family.

Page 11: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

11

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... iii

HALAMAN PENGAJUAN............................................................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi

HALAMAN MOTTO...................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI.................................................................................................... ix

ABSTRAK....................................................................................................... x

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

B. Definisi Operasional................................................................................... 4

C. Batasan Masalah......................................................................................... 5

D. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5

E. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

F. Kegunaan Penelitian...................................................................................6

G. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 7

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu ..................................................................................10

Page 12: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

12

B. Hukum Perkawinan.................................................................................... 13

1. Perkawinan Menurut Hukum Islam ..................................................... 13

a. Pengertian dan Tujuan Perkawinan................................................ 13

b. Rukun dan Syarat Perkawinan ....................................................... 17

c. Larangan Perkawinan..................................................................... 19

d. Prosesi Perkawinan Menurut Hukum Islam................................... 21

2. Perkawinan Menurut Hukum Adat ...................................................... 23

a. Sistim Perkawinan Menurut Hukum Adat ..................................... 23

b. Azas-azas Perkawinan Menurut Hukum Adat ............................... 25

c. Bentuk-bentuk Perkawinan Menurut Hukum Adat........................ 27

d. Tujuan Perkawinan Menurut Hukum Adat .................................... 35

e. Larangan Perkawinan Menurut Hukum Adat ................................ 35

3. Perkawinan Menurut Adat Jawa .......................................................... 36

a. Pengertian dan Tujuan Perkawinan................................................ 36

b. Rangkaian Tatacara Perkawinan Adat Jawa .................................. 37

4. Perkawinan Menurut Adat Sunda ........................................................ 42

a. Adat Perkawinan Sunda Dari Masa Kemasa ................................. 42

b. Pengertian dan Tujuan Perkawinan................................................ 44

c. Prosesi Perkawinan Adat Sunda..................................................... 44

5. Perkawinan Keraton Kacirebonan ....................................................... 52

a. Jalannya Upacara Inisiasi Pengantin.............................................. 52

b. Beberapa Falsafah Dalam Ruang Lingkup Pengantin, Makna Tradisional,

Spiritual dan Lambang yang ada pada pengantin .......................... 62

Page 13: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

13

6. Teori Pemaknaan.................................................................................. 64

a. Dasar Sosio-Historik Proses Simbolis ........................................... 64

b. Kategori-kategori Sejarah dan Semesta Simbolisnya .................... 65

c. Interaksionisme Simbolik, Prinsip-prinsip Dasar .......................... 66

BAB III: METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian........................................................................................... 72

B. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 72

C. Lokasi Penelitian........................................................................................ 73

D. Sumber Data............................................................................................... 73

1. Data Primer .......................................................................................... 73

2. Data Sekunder ...................................................................................... 74

E. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 74

1. Wawancara........................................................................................... 74

2. Dokumentasi ........................................................................................ 74

F. Pengolahan dan Analisis Data.................................................................... 75

1. Editing.................................................................................................. 75

2. Classifying............................................................................................ 75

3. Verifying............................................................................................... 76

4. Analisis................................................................................................. 76

5. Concluding........................................................................................... 76

BAB IV: PEMAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Pemaparan Data ......................................................................................... 77

Page 14: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

14

1. Keraton Kacirebonan ........................................................................... 77

a. Sejarah Keraton Kacirebonan ........................................................ 77

b. Fisik Bangunan Keraton................................................................. 79

c. Penginggalan-peninggalan Kuno ................................................... 80

d. Upacara Adat Tahunan di Keraton Kacirebonan ........................... 80

e. Seni Budaya Keraton Kacirebonan ................................................ 81

2. Prosesi Perkawinan di Keraton Kacirebonan....................................... 82

a. Lamaran.......................................................................................... 82

b. Siraman .......................................................................................... 83

c. Parasan Pengantin......................................................................... 85

d. Akad Nikah .................................................................................... 86

e. Uapacara Panggih........................................................................... 86

f. Ngunduh Mantu.............................................................................. 88

3. Makna Yang Terkandung Dalam Setiap Prosesi Perkawinan.............. 88

a. Lamaran.......................................................................................... 88

b. Siraman .......................................................................................... 89

c. Parasan Pengantin......................................................................... 90

d. Menginjak Telor............................................................................. 91

e. Pug-pugan...................................................................................... 91

f. Sekul Adep-adep............................................................................. 92

g. Ngunduh Mantu.............................................................................. 93

B. Analisis....................................................................................................... 94

Page 15: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

15

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 100

B. Saran-saran................................................................................................. 102

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 16: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang

sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan

melakukannya merupakan ibadah.1 Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah

yang berlaku pada semua makhluk-Nya, baik manusia, hewan, maupun tumbu-

tumbuhan. Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi

manusia untuk beranak, berkembang biak, dan melestarikan kehidupannya, setelah

masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan

tujuan perkawinan.

Tuhan tidak mau menjadikan manusia seperti makhluk lain, yang hidup

bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara

anarki tanpa adanya satu aturan. Oleh karena itu, untuk menjaga kehormatan dan

1Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), 78.

Page 17: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

17

kemuliaan manusia, Allah wujudkan hukum yang sesuai dengan martabatnya.

Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan

berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab qabul sebagai lambang dari adanya

rasa saling meridhai serta dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan bahwa kedua

pasangan tersebut saling terikat.

Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri

(seks), memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan menjadi

laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.

Pergaulan suami-istri diletakan dibawah naungan naluri keibuan dan kebapakan

sehingga nantinya akan menghasilkan tumbu-tumbuhan yang baik dan buah yang

bagus. Peraturan pernikahan seperti inilah yang diridhai Allah dan diabadikan Islam

untuk selamanya, sedangkan yang lainnya dibatalkan.2

Terkait dengan perkawinan, tidak bisa terlepas dari tradisi daerah yang

menyelenggarakan perkawinan. Setiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda.

Namun demikian walaupun di sana-sini berbeda-beda tetapi dikarenakan rumpun

asalnya adalah bangsa Melayu purba, maka walaupun berbeda-beda masih dapat

ditarik persamaan dalam hal-hal yang pokok. Hampir di semua lingkungan

masyarakat adat menempatkan masalah perkawinan sebagai urusan keluarga dan

masyarakat, tidaklah perkawinan itu semata-mata urusan pribadi yang melakukan

perkawinan itu saja.

Tata tertib tradisi perkawinan antara masyarakat adat yang satu berbeda dari

masyarakat adat yang lain, antara suku bangsa yang satu berbeda dari suku bangsa

yang lain, antara yang beragama Islam berbeda dari yang beragama Kristen, Hindu,

2Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Juz. II; Libanon: Darul Fathi, 1995),104.

Page 18: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

18

dan lain-lain. Begitu pula antara masyarakat desa dari masyarakat kota.3 Khususnya

bangsa Indonesia yang memiliki banyak pulau dengan tradisi yang berbeda pada

setiap daerah yang memiliki suku-suku tertentu.

Salah satu tradisi yang masih ada sampai sekarang adalah tradisi

perkawinan di lingkungan Keraton Kacirebonan. Keraton Kacirebonan merupakan

salasatu Keraton yang ada di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat sedangkan Keraton

yang lainnya adalah Keraton Kanoman dan Keraton Kasepuhan. Ketiga keraton

tersebut masih saudara satu keturunan dari Sunan Gunung Jati atau Syaikh Syarif

Hidayatullah.

Masyarakat Cirebon yang pada umumnya masyarakat Jawa dan sebagian

lagi Sunda memiliki tradisi perkawinan yang berbeda dari masyarakat Jawa pada

umumnya. Perbedaan tersebut disebabkan adanya campuran antara tradisi

perkawinan Jawa dengan tradisi perkawinan Sunda. Tradisi perkawinan di Keraton

Kacirebonan masih berlangsung sampai sekarang, dikarenakan setiap keturunan dari

Keraton Kacirebonan mampu menjaga tradisi yang berlangsung dari jaman dulu.

Tradisi perkawinan yang ada di Keraton Kacirebonan berbeda dengan

masyarakat yang ada di sekitarnya. Tentunya perkawinan sendiri bagi keraton

mempunyai makna yang berbeda dari pada pemahaman masyarakat secara umum.

Hal tersebut juga tentunya mempengaruhi pada prosesi perkawinan. Prosesi

perkawinan yang dimulai sebelum akad nikah dan sesudah akad nikah tentunya

berbeda. Di daerah Cirebon yang masyarakatnya bukan hanya satu etnis tentunya

3H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya (Cet. 6; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003 ),12.

Page 19: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

19

memberikan warna tersendiri kepada tradisi perkawinan di Keraton Kacirebonan

sendiri.

Setiap prosesi yang terkandung di dalam tradisi perkawinan keraton

mempunyai makna dan tujuan sendiri dikarenakan setiap prosesi yang dilakukan

perlu persiapan secara matang, baik dari segi barang-barang yang digunakan dan

jumlahnya juga mempunyai makna.

Masyarakat yang berada di Cirebon sendiri yang terdiri dari suku Sunda

dan Jawa, didalam menyelenggarakan perkawinan juga tidak terlepas yang dari hal-

hal yang bersifat mempunyai makna tertentu di dalam setiap prosesi perkawinan

yang dilakukannya. Keraton Kacirebon sendirinya didalam menyelenggarakan

prosesi perkawinan tentunya mempunyai makna dan tujuan sendiri di dalam setiap

prosesi yang dilakukannya.

B. Definisi Operasional

Untuk lebih mudahnya memahami pembahasan dalam penelitian ini,

peneliti akan menjelaskan beberapa kata pokok yang sangat erat kaitannya dengan

penelitian ini. Diantaranya adalah:

1. Ngajegog, berasal dari bahasa Cirebon, yang artinya melamar.

2. Tawandari, istilah lain dari siraman, biasanya kedua mempelai sebelum akad

nikah diadakan prosesi siraman, siraman ini diadakan dirumah mempelai putri.

3. Parasan pengantin, maksudnya adalah mengerik rambut yang ada diatas dahi

calon mempelai pengantin putri, biasanya dilakukan oleh juru rias.

4. Sekul adep-adep, nasi yang khusus untuk kedua calon mempelai dengan lauk

burung merpati.

Page 20: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

20

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah ialah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari

masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna bagi kita untuk

mengidentifikasikan faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah

penelitian, dan faktor mana yang tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah

penelitian.4

Supaya tidak menjadi bahasan yang melebar, maka peneliti ini membatasi

hanya pada prosesi perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa

Barat serta makna-makna yang terkandung dalam setiap prosesi perkawinan itu

sendiri. Tradisi perkawinan Keraton Kacirebonan bisa berkembang dari simbol-

simbol yang dipakai, dengan perkembangan simbol tersebut bukan berarti

mengurangi atau menghilangkan makna setiap prosesi. Keraton Kacirebonan sendiri

dengan tradisi perkawinan yang dimilikinya memiliki perbedaan dengan keraton

yang ada, baik itu di Kota Cirebon sendiri ataupun diluar Kota Cirebon. Sedangkan

untuk masyarakat sekitarnya bisa mengadopsi cara perkawinan yang dimiliki

Keraton Kacirebonan baik itu nantinya ada perubahan atau tetap.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan tujuan dalam bentuk pertanyaan berdasarkan

latar belakang masalah. Maka ada beberapa pokok permasalahan yang akan menjadi

fokus dalam penelitian ini guna mengetahui semua jawaban dari penelitian ini.

Beberapa pokok masalah tersebut adalah:

4Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial (Cet. 6; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 23.

Page 21: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

21

1. Bagaimana prosesi perkawinan di Keraton Kacirebonan?

2. Makna apa yang terkandung di dalam setiap prosesi perkawinan di Keraton

Kacirebonan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui setiap prosesi perkawinan yang dilaksanakan di Keraton

Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat.

2. Mengetahui makna setiap prosesi perkawinan di Keraton Kacirebonan di Kota

Cirebon Provinsi Jawa Barat.

F. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas,

diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat secara teoretis maupun praktis dalam

rangka aplikasinya di dunia pendidikan maupun di masyarakat. Adapun manfaat

yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Teoritis

Untuk kepentingan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih pemikiran untuk pengembangan penelitian ilmiah dan perhatian lebih

lanjut untuk menambah khazanah intelektual akademis, serta sebagai bahan

penelitian lebih lanjut dan mendetail tentang topik yang sama.

Page 22: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

22

2. Praktis

Dalam kegunaan praktisnya, hasil penelitian ini ditujukan untuk

kepentingan aktualisasi, dalam arti mendekatkan antara dunia idealitas dan realitas,

yaitu:

a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengetahui setiap prosesi

perkawinan di Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat dan

juga memahami makna setiap prosesi perkawinan yang dilakukan.

b. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan di dalam memahami setiap

prosesi perkawinan yang berbeda satu sama lain di setiap daerahnya. Dan pada

akhirnya ikut menjaga tradisi yang ada sebagai kekayaan bangsa Indonesia.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk melengkapi penjelasan dalam pengembangan materi skripsi ini serta

untuk mempermudah dalam memahaminya, maka pembahasan dalam penelitian ini

akan dipaparkan dalam 5 Bab, dengan perincian sebagai berikut:

Bab Pertama, Dalam bab ini akan dibahas tentang pendahuluan, yang mana di sana

akan dikemukakan latar belakang permasalahan yang ada. Disamping itu juga berisi

tentang definisi operasional, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian serta sistematika pembahasan. Hal ini bertujuan untuk

memberikan penjelasan pokok tentang bahasan utama yang akan dikaji dalam

penelitian ini, selain itu juga berguna untuk mengantarkan peneliti pada bab

selanjutnya.

Page 23: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

23

Bab Kedua, adalah kajian pustaka. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kajian-

kajian terdahulu, perkawinan menurut hukum Islam, didalamnya terdapat pengertian

dan tujuan perkawinan, syarat dan rukun perkawinan, larangan perkawinan dan juga

prosesi perkawinan, sedangkan perkawinan menurut hukum adat berisi tentang

sistem perkawinan, azas-azas perkawinan, tujuan dan larangan perkawinan dan juga

bentuk-bentuk perkawinan. Untuk perkawinan adat Jawa berisi pengertian dan tujuan

serta tata cara perkawinan. Sedangkan untuk perkawinan menurut adat Sunda berisi

adat perkawinan Sunda dari masa kemasa, pengertian dan tujuan perkawinan, serta

prosesi perkawinan adat Sunda. Semua ini berguna karena sebagai dasar dari

penelitian ini.

Bab Ketiga, berisikan metode penelitian. Adapun hal-hal penting yang termasuk

didalamnya ialah jenis penelitian, pendekatan penelitian, obyek penelitian, meliputi;

lokasi penelitian dan subyek penelitian; sumber data, metode pengumpulan data,

metode pengolahan data dan metode analisis data. Hal ini semua bertujuan agar bisa

dijadikan pedoman dalam melakukan kegiatan penelitian karena peran metode

penelitian sangat penting guna mendapatkan hasil yang akurat serta pemaparan data

yang rinci dan jelas. Selain itu juga untuk memudahkan peneliti dalam bab

selanjutnya.

Bab IV, berisikan paparan dan analisis data, untuk paparan data pembaca akan

menemukan di dalamnya tentang sejarah Keraton Kacirebonan, fisik bangun,

peninggalan-peninggalan kuno, acara adat, seni dan budaya, prosesi perkawinan

Keraton Kacirebonan dan yang terakhir adalah analisis.

Page 24: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

24

Bab V, bab ini adalah bab terakhir dalam pembahasan ini berisi tentang penutup,

meliputi kesimpulan dan saran.

Page 25: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Sebelum menjelaskan tentang kajian pustaka, sebaiknya kita mengetahui

tentang penelitian terdahulu untuk membedakan dengan penelitian sekarang.

Penelitian terdahulu yang penulis jelaskan ada tiga. Ketiganya diuraikan dibawah ini.

Tradisi perkawinan sebelumnya telah diteliti oleh abdul Wasid dengan

judul ”Tradisi Perkawinan Masyarakat Sunda Menurut Fiqih” (Studi kasus di

Cimahi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Skripsi ini berisi prosesi perkawinan adat

Sunda, yang dimulai dengan prosesi nayaan, neundeun, nyeurahan, seserahan,

ngeuyeuk seureuh, ijab qabul, panggih, huap lingkung, ngunduh mantu. Dari

beberapa prosesi yang ada, penulis skripsi menekankan kepada pembahasan adat-

adat yang sesuai dengan syari’at Islam.

Dari beberapa prosesi yang sesuai dengan syari’at Islam adalah nayaan,

neundeun omong, nyerahan, ijab qabul, ngunduh mantu, dan ngeuyeuk seureuh.

Sedangkan yang tidak sesuai dengan syari’at Islam adalah seserahan, panggih, dan

Page 26: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

26

huap lingkung.5 Prosesi yang tidak sesuai dengan syari’at Islam seperti seserahan

merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai pemberian mahar yang

akan diberikan kepada calon mempelai wanita, yang mana mahar di sini ada batasan

minimal dan ini terkadang memberatkan bagi calon mempelai pria. Yang kedua,

Panggih, merupakan acara yang didahului dengan upacara sungkem kemudian

dilanjutkan dengan sawer dan upacara nincak endog yang mempunyai arti dan

maksud tertentu. Dan yang ketiga, huap lingkung merupakan acara suap-suapan oleh

kedua pengantin dan kedua orang tua pengantin. Setelah itu acara dilanjutkan dengan

tarik babakan ayam antara kedua mempelai sampai ayam tersebut terbagi dua.

Penelitian kedua yang ditulis oleh Anis Dyah Rahayu dengan judul

”Tinjauan Hukum Islam Tentang Prosesi Perkawinan Adat Jawa” (Kasus di Desa

Gogodeso Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar) berisi tentang prosesi perkawinan

yang dimulai dari persiapan pelaksanaan upacara sampai dengan rangkaian upacara

adat serta kronologis. Skripsi ini lebih menitikberatkan kepada proses acara

perkawinannya karena berisi tentang kebiasaan masyarakat setempat dalam

melaksanakan proses perkawinan. Di dalam setiap prosesi perkawinan bila ada yang

terlewatkan maka pihak dari yang melakukannya takut akan adanya kualat, hal

tersebut karena kebiasaan yang telah ada dari dulu.

Dalam skripsi ini, menjelaskan bahwa tidak semua prosesi yang dilakukan

dalam perkawinan berasal dari ajaran Islam, karena masih ada sebagian yang

mengikuti ajaran agama Hindhu, dan hal tersebut bukan hal baru lagi di Jawa.

Sebagai masyarakat yang masih memegang ilmu-ilmu mistik klenik, masyarakat

5Abdul Wasid, "Adat Perkawinan Masyarakat Sunda Menurut Fiqih," Skripsi (Malang: Fakultas Syari’ah, UIN Malang, 2005).

Page 27: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

27

Jawa tidak akan terlepas dari hal-hal yang diangap syirik. Mereka mempercayai

suatu ketentuan yang apabila dilanggar akan mendatangkan musibah dan malapetaka.

Dan semua ini mereka jadikan pengalaman sehingga mereka tidak akan pernah

berani melakukan sesuatu diluar ketentuan yang ada karena takut akan adanya akibat

yang timbulkannya. Sebagai contoh ajaran yang berasal dari luar agama Islam adalah

seperti piningset, seserahan/asok tukon, dan upacara siraman.6

Sedangkan untuk penelitian yang ketiga ditulis oleh Syaifur Ridwan dengan

judul ”Tradisi Komunitas Arab Dalam Akad Nikah” (Studi Komunitas Arab di

Kelurahan Bendomungal Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan) berisi tentang

tradisi akad nikah di komunitas Arab sebelum terlaksananya akad nikah biasanya ada

pembacaan maulid nabi, dan talqin yaitu seorang habib memegang tangan wali dan

calon suami sehingga terangkai tiga yang berfungsi untuk menuntun wali dan calon

suami dalam melaksanakan akad untuk mendapatkan barokah dari habib. Skripsi

berisi tiga hal yang mendasar, yang pertama, adalah ihktiyath (kehati-hatian),

komunitas Arab sangat berhati-hati dalam melafadzkan lafadz-lafadz akad nikah,

karena sekali lafadz itu di baca dengan salah maka pernikahan tersebut tidak sah,

Yang kedua, adalah menghindari kesalahan, dalam perkembangan zaman pembacaan

akad nikah sering disepelehkan. Yang ketiga, adalah sunnah, tokoh komunitas Arab

berpendapat seperti halnya wudhu, dalam wudhu membasuh sekali adalah wajib,

yang kedua dan ketiga adalah sunnah, oleh sebab itu dilakukan mengulang akad

nikah tiga kali selain di sebabkan kehati-hatian.7

6Anis Dyah Rahayu, "Tinjauan Hukum Islam Tentang Perkawinan Adat Jawa," Skripsi (Malang: Faklutas Syari’ah, UIN Malang, 2004). 7Syaifur Ridwan, "Tradisi Komunitas Arab dalam Akad Nikah," Skripsi (Malang: Fakultas Syari’ah, UIN Malang, 2007).

Page 28: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

28

Untuk penelitian yang keempat sendiri, skripsi yang berjudul ”Tradisi

Kelakat Dalam Perkawinan” (Studi Pada Masyarakat Muslim Loloan Timur

Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana Bali) yang ditulis oleh Usriah pada tahun

2007 berisi tentang salah satu tradisi yang ada di Bali. Sripsi ini meneliti tentang

tradisi kelakat yang dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim Loloan Timur.

Masyarakat Loloan masih melakukan doa permohonan kepada leluhur yang sudah

mati untuk melindungi mereka yang melaksanakan tradisi klakat. Sedangkan agama

Islam sama sekali tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk meminta

perlindungan kepada selain Allah. Berdasarkan pandangan para tokoh agama

maupun masyarakat, tradisi kelakat merupakan suatu perbuatan yang dapat membuat

kesyirikan, karena didalamnya terdapat ritual permohonan kepada arwah leluhur

untuk melindungi mereka yang melaksanakan. Sedangkan dalam kajian ’Urf, tradisi

kelakat termasuk kedalam ’Urf fasid dan tidak dapat dijadikan hukum, karena

didalamnya terdapat tujuan yang bertentangan dengan syari’at Islam, sehingga tradisi

tersebut tidak harus dilestarikan.

B. Hukum Perkawinan

1. Perkawinan Menurut Hukum Islam

a. Pengertian Dan Tujuan Perkawinan

Seperti dinyatakan Abdur-Rahman Al-Juzairi, kata nikah (kawin) dapat

didekati dari tiga aspek pengertian (makana), yakni makna lughawi (etomologis),

makna ushuli (Syar’i) dan makna fiqhih (hukum). Pembahasan lebih lanjut hendak

mencoba menjabarkan dari masing-masing pengertian baru saja disebutkan.

Terutama dari sudut pandang makna lughawi dan makna fiqhih (hukum).

Page 29: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

29

Sedangkan dari sudut pandang ushuli (syar’i), akan dititikberatkan pada hal-hal yang

bertalian erat dengan pendekatan filsafat hukum, seperti hikmah dari kebolehan

berpoligami dalam hukum perkawinan dan rahasia dua berbanding satu dalam hal

pembagian harta peninggalan (tirkah) dalam hal kewarisan.

Dalam bahasa Indonesia, seperti dapat dibaca dalam beberapa kamus di

antaranya Kamus Umum Bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan (1) perjodohan

laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah (2) (sudah) beristri atau berbini;

(3) dalam bahasa pergaulan artinya bersetubuh.8

Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut

dengan dua kata, yaitu nikah (arab) dan zawaj (arab). Kedua kata ini yang terpakai

dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan

hadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti kawin,

seperti dalam surat an-Nisa ayat 3:

÷βÎ)uρ ÷Λä ø�Åz āωr& (#θ äÜÅ¡ ø)è? ’Îû 4‘uΚ≈ tGu‹ ø9 $# (#θ ßs Å3Ρ$$ sù $ tΒ z>$ sÛ Νä3s9 zÏiΒ Ï !$ |¡ÏiΨ9 $# 4 o_ ÷WtΒ y]≈ n=èOuρ

yì≈ t/â‘uρ ( ÷βÎ* sù óΟçF ø�Åz āωr& (#θä9 ω÷ès? ¸οy‰Ïn≡ uθ sù ÷ρr& $ tΒ ôMs3n=tΒ öΝä3ãΨ≈yϑ÷ƒ r& 4 y7 Ï9≡sŒ #’oΤ ÷Š r& āωr& (#θ ä9θ ãès?

. Artinya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian

jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang

8Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 42.

Page 30: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

30

saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih

dekat kepada tidak berbuat aniaya.”9

Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur’an dalam arti

kawin, seperti pada surat al-Ahzab ayat 37:

øŒ Î)uρ ãΑθ à)s? ü“Ï%©#Ï9 zΝyè ÷Ρr& ª!$# ϵ ø‹ n=tã |M ôϑyè ÷Ρr& uρ ϵ ø‹n=tã ô7 Å¡ øΒr& y7 ø‹n=tã y7 y_÷ρy— È, ¨?$#uρ ©! $#

’Å∀øƒéBuρ ’Îû š�Å¡ø�tΡ $tΒ ª!$# ϵƒÏ‰ö7 ãΒ y øƒrBuρ } $Ζ9 $# ª!$#uρ ‘, ym r& βr& çµ9t± øƒrB ( $ £ϑn=sù 4 |Ós%

Ó‰÷ƒ y— $ pκ÷]ÏiΒ # \� sÛuρ $ yγ s3≈ oΨô_ ¨ρy— ö’s5 Ï9 Ÿω tβθ ä3tƒ ’n? tã t ÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# Ól t� ym þ’ Îû Æl≡uρø— r& öΝÎγ Í←!$ u‹Ïã÷Š r&

#sŒ Î) (# öθŸÒ s% £ åκ÷]ÏΒ # \� sÛuρ 4 šχ%x.uρ ã� øΒ r& «!$# Zωθ ãèø�tΒ .

Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah

melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat

kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang

kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan

menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang

lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri

keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan

dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-

isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah

menyelesaikan keperluannya daripada isterinya dan adalah ketetapan Allah

itu pasti terjadi.”10

9QS. An-Nisa (4): 3. 10QS. al-Ahzab (33): 37.

Page 31: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

31

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kata nikah itu mengandung arti

secara hakiki untuk hubungan kelamin. Bila berarti juga untuk lainnya seperti untuk

akad adalah dalam arti majazi yang memerlukan penjelasan untuk maksud tersebut.

Ulama golongan Hanabilah berpendapat bahwa penunjukan kata nikah untuk dua

kemungkinan tersebut adalah dalam arti sebenarnya sebagaimana terdapat dalam dua

contoh ayat diatas. Ulama golongan Syafi’iyah ini memberikan definisi sebagaimana

disebut diatas melihat kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan dengan

kehidupan suami istri yang belaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul sedangkan

sebelum akad tersebut berlangsung di antara keduanya tidak boleh bergaul.11

Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah melakukan

suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita

untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar suka

rela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup

berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang

diridhoi oleh Allah.

Mengenai pengertian perkawinan ini banyak beberapa pendapat yang satu

dan lainnya berbeda. Tetapi perbedaan pendapat ini sebetulnya bukan untuk

memperlihatkan pertentangan yang sungguh-sungguh antara pendapat yang satu

dengan yang lain. Perbedaan itu hanya terdapat pada keinginan para perumus untuk

memasukkan unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya dalam perumusan pengertian

perkawinan di satu pihak dan pembatasan banyaknya unsur didalam perumusan

pengertian perkawinan di pihak lain. Mereka membatasi banyaknya unsur yang

11Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007), 37.

Page 32: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

32

masuk dalam rumusan pengertian perkawinan, akan menjelaskan unsur-unsur yang

lain dalam tujuan perkawinan.

Walaupun ada perbedaan pendapat tentang perumusan pengertian, tetapi

dari semua rumusan yang dikemukakan ada satu unsur yang merupakan kesamaan

dari seluruh pendapat, yaitu bahwa nikah itu merupakan suatu perjanjian perikatan

antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Perjanjian disini bukan sembarangan

perjanjian seperti perjanjian jual beli atau sewa-menyewa, tetapi perjanjian dalam

nikah adalah merupakan perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang

laki-laki dan seorang wanita. Suci di sini dilihat dari segi keagamaannya dari suatu

perkawinan.12

Tujuan perkawinan ialah menurut perintah Allah untuk memperoleh

keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai

dan teratur. Selain itu pula pendapat yang mengatakan bahwa tujuan perkawinan

dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia,

juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan

keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinaan, agar

tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman

keluarga dan masyarakat.13

b. Rukun dan Syarat Perkawinan

Menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-masing

rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Untuk memudahkan pembahasan maka

12Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Cet. 5; Yogyakarta: Liberti, 2004), 9. 13Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Cet. 5; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), 26.

Page 33: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

33

uraian rukun perkawinan akan disamakan dengan uraian syarat-syarat dari rukun

tersebut.

1) Calon suami, syarat-syaratnya:

a) Beragama Islam.

b) Laki-laki.

c) Jelas orangnya.

d) Dapat memberikan persetujuan.

e) Tidak terdapat halangan perkawinan.

2) Calon Istri, syarat-syaratnya:

a) Beragama, meskipun Yahudi dan Nashrani.

b) Perempuan, jelas orangnya.

c) Dapat dimintai persetujuannya.

d) Tidak terdapat halangan perkawinan.

3) Wali Nikah, syarat-syaratnya:

a) Laki-laki.

b) Dewasa.

c) Mempunyai hak perwalian.

d) Tidak terdapat halangan perwaliannya.

4) Saksi Nikah, syarat-syaratnya:

a) Minimal dua orang laki-laki.

b) Hadir dalam ijab qabul.

Page 34: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

34

c) Dapat mengerti maksud akad.

d) Islam.

e) Dewasa.

5) Ijab Qabul, syarat-syaratnya:

a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.

b) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai.

c) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut.

d) Antara ijab dan qabul bersambungan.

e) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.

f) Tidak sedang ihram haji atau umrah.

g) Majlis ijab dan qabul dihadiri minimum empat orang yaitu calon mempelai

atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.

Kendatipun dalam hal-hal tertentu, seperti posisi wali dan saksi masih

ihktilaf dikalangan ulama, namun mayoritas sepakat dengan rukun yang lima ini.

Sedangkan untuk mahar sebagai syarat sah perkawinan, para ulama telah menetapkan

bahwa mahar itu hukumnya wajib berdasarkan al-Qur’an, Sunnah dan Ijmak. Mahar

oleh para ulama ditempatkan sebagai sebagai syarat sahnya nikah.14

c. Larangan Perkawinan

Meskipun perkawinan telah memenuhi seluruh rukun dan syarat yang

ditentukan belum tentu perkawinan tersebut sah, karena masih tergantung lagi pada

14 Amir Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ( Cet. 3; Jakarta: Kencana, 2006), 62-65.

Page 35: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

35

satu hal, yaitu perkawinan itu telah terlepas dari segala hal yang menghalang.

Halangan perkawinan itu disebut juga dengan larangan perkawinan. Yang dimaksud

dengan larangan perkawinan dalam bahasan ini adalah orang-orang yang tidak boleh

melakukan perkawinan. Yang dibicarakan di sini ialah perempuan-perempuan mana

saja yang tidak boleh dikawini oleh seseorang laki-laki, atau sebaliknya laik-laki

mana saja yang tidak boleh mengawini seorang perempuan.

Keseluruhannya diatur dalam Al-Qur’an dan dalam hadis Nabi, larangan

perkawinan itu ada dua macam:

Pertama: larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dalam

arti sampai kapanpun dan dalam keadaan apa pun laki-laki dan perempuan itu tidak

boleh melakukan perkawinan. Larangan dalam bentuk ini disebut mahram

mauabbad.

Sebab-sebab haram selamanya adalah karena:

1) Nasab

2) Pernikahan

3) Susuan.15

Kedua: larangan perkawinan berlaku untuk sementara waktu dalam arti

larangan itu berlaku dalam keadaan dan waktu tertentu, suatu ketika bila keadaan dan

waktu tertentu itu sudah berubah ia sudah tidak lagi menjadi haram, yang disebut

mahram muaqqat.

Larangan sementara untuk menikah adalah larangan yang dapat dibatalkan

dengan adanya perubahan keadaan. Larangan-larangan itu adalah sebagai berikut:

15Sayyid Sabiq. Op.Cit. 153.

Page 36: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

36

a) Seorang lelaki tak boleh menikahi dua orang perempuan bersaudara pada

suatu ketika yang bersamaan. Larangan sementara di sini berubah segera

setelah istrinya meninggal, lalu dia dapat mengawini saudara perempuan dari

istrinya yang telah wafat itu.

b) Seorang laki-laki tak boleh menikahi wanita yang telah bersuami. Namun

halangan ini hilang setelah bubarnya perkawinan si wanita baik karena

suaminya wafat ataupun dicerai, setelah habis masa iddahnya.

c) Seorang lelaki tak boleh menikahi wanita yang masih dalam masa iddahnya.16

d. Prosesi Perkawinan Menurut Hukum Islam

1) Khitbah (meminang)

Peminangan dalam ilmu Fiqh disebut “Khitbah” artinya permintaan.

Menurut istilah, artinya ialah pernyataan atau permintaan dari seorang laki-laki

kepada seorang wanita untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki itu secara

langsung ataupun dengan melalui perantara pihak yang lain yang dipercayainya

sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama. Sebelum melakukan peminangan

diseyogyakan agar seorang laki-laki menyelidiki terlebih dahulu mengenai keadaan

wanita yang hendak dipinangnya untuk menjamin kelangsungan kehidupan rumah

tangganya kelak.17

16Abdul Rahman I. Doi, “Shari’ah The Islamic Law” diterjemahkan oleh Basri Iba Asghary, Wadi Masturi, Perkawinan Dalam Syari’at Islam (Cet. 2; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), 20.-21 17Soemiyati. Op. Cit, 23.

Page 37: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

37

2) Aqad Nikah

Para ulama madzhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika

dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qabul antara wanita yang dilamar

dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang mengantikannya seperti

wakil dan wali dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan suka sama

suka tanpa adanya akad.18

3) Saksi

Di butuhkan dua saksi di dalam perkawinan dengan syarat, Islam, baligh,

berakal, merdeka, sifat kelelakian, dan adil.19

4) Wali

Wali artinya orang yang menyertai, mengatur, menguasai, memimpin atau

melindungi, dalam perkawinan maksudnya ialah orang yang berkuasa mengurus atau

mengatur perempuan yang dibawah perlindungannya.

5) Walimah

Agama mensunnahkan agar menyiarkan perkawinan supaya terjauh dari

nikah sirri (rahasia) dan untuk menyatakan rasa gembira yang dihalalkan oleh Allah,

karena perkawinan merupakan perbuatan yang haq untuk dipopulerkan supaya dapat

diketahui orang yang berkepentingan maupun khalayak ramai. Anjuran walimah

18Muhammad Jawad Mughniyah, “al-Fiqh ‘ala al-Madzhab al-Khamsah” diterjemahlkan Masykur, Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff , Fiqih Lima Maszhab (Cet. 7; Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001), 309. 19Muhammad Qasim Ghazi As-Syafi’I, Fathul Qarib, ( 2005), 188.

Page 38: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

38

dilakukan walaupun hanya dengan satu kambing, jadi dalam menyelenggarakan

walimah tidak wajib yang bermewah-mewah.

2. Perkawinan Menurut Hukum Adat

a. Sistem Perkawinan Menurut Hukum Adat

Menurut paham ilmu bangsa-bangsa (etnologi) dilihat dari keharusan dan

larangan mencari calon isteri bagi setiap pria, maka perkawinan itu dapat berlaku

dengan sistim "endogami" dan sistim "exogami" yang kebanyakan dianut oleh

masyarakat adat bertali darah, dan atau dengan sistim "eleutherogami" sebagaimana

berlaku dikebanyakan masyarakat adat terutama yang banyak dipengaruhi hukum

Islam.

Di lingkungan masyarakat adat Batak di bagian utara yang sebagian besar

menganut agama Kristen, masih tetap mempertahankan susunan kerabat yang

sifatnya asymetrisch connubium, maka sistim perkawinan yang dianut adalah

"exogami", dimana seorang pria harus mencari calon isteri di luar marga (klen-

patrililinial) dan dilarang kawin dengan wanita yang semarga. Sistim perkawinan ke

luar marga ini sudah luntur di daerah Tapanuli Selatan, Minangkabau, Sumatera

Selatan, Lampung, dan beberapa daerah lain seperti di Maluku, Buru dan Seram.

Antara lain yang menjadi sebab adalah masuknya pengaruh ajaran hukum Islam.

Ada kemungkinan dibeberapa daerah masih terdapat sistim perkawinan

"endogami", dimana seorang pria diharuskan mencari calon isteri dalam lingkungan

kerabat (suku, klen, famili) sendiri dan dilarang mencari ke luar dari lingkungan

Page 39: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

39

kerabat, yang dimasa lampau nampaknya berlaku di daerah Toraja Sulawesi Tengah

atau dikalangan masyarakat Bali.20

Dimasa sekarang nampak kecenderungan untuk tidak lagi mempertahankan

sistim perkawinan exogami atau endogamy, walaupun di sana sini nampak adanya

keinginan golongan tua untuk tidak menghilangkan sama sekali sistim demikian,

walaupun tidak secara sempurna, oleh karena hanya diperlakukan untuk kepentingan

kekerabatan dan harta warisan, misalnya dikalangan orang Lampung yang

menghendaki agar anak tunggal atau calon suami dari bukan orang Lampung, bahkan

dianjurkan mencari calon isteri atau calon suami dari kalangan anggota kerabat

terdekat.

Sistim perkawinan dewasa ini banyak berlaku adalah sistim

"eleutherogami", dimana seorang pria tidak lagi diharuskan atau dilarang untuk

mencari calon isteri di luar atau di dalam lingkungan kerabat/suku melainkan dalam

batas-batas hubungan keturunan dekat (nasab) atau dalam periparan (musyaharah)

sebagaimana ditentukan oleh hukum Islam atau hukum perundang-undangan yang

berlaku.

Di kalangan anggota keluarga masyarakat adat kekerabatan yang telah maju

orang tua/keluarga telah dikalahkan oleh muda-mudi yang tidak lagi mau terikat

dengan kehendak orang tua/keluarga, tidak lagi membeda-bedakan asal-usul

masyarakat adat seseorang untuk melakukan perkawinan, sehingga banyak sudah

terjadi perkawinan campuran antar suku, bahkan atar golongan penduduk, walaupun

20Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya (Cet. 6; Bandung: IKAPI, 2003), 68.

Page 40: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

40

jumlahnya masih belum begitu besar, tetapi lambat laun hal itu akan dianggap soal

yang biasa saja.

Disamping itu di sana sini peranan orang tua/keluarga dalam memberi

petunjuk terhadap anak-anak mereka dalam mencari pasangan hidupnya masih

terlihat berpengaruh. Pihak orang tua masih menginginkan agar anak-anak mereka

memperhatikan, sebagaimana dikatakan orang Jawa "bibit" "bobot" dan "bebet" dari

si pria atau wanita bersangkutan. Apakah bibit seseorang itu berasal dari keturunan

yang baik, bagaimana sifat watak perilaku dan kesehatannya, bagaimana keadaan

orang tuanya, apakah anak itu bukan anak kowar, bagaimana pula bobotnya, harta

kekayaan dan kemampuan serta ilmu pengetahuannya, apakah anak itu, bukan anak

"kabur kangininan, bagaimana pula bobotnya, apakah pria itu mempunyai pekerjaan,

jabatan dan martabat yang baik.

b. Azas-Azas Perkawinan Menurut Hukum Adat

Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan

antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-isteri untuk maksud mendapatkan

keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi

juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari

pihak isteri dan dari pihak suami. Terjadinya perkawinan, berarti berlaku ikatan

kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan kekerabatan

yang rukun dan damai.

Dengan terjadinya perkawinan, maka diharapkan agar dari perkawinan itu

didapat keturunan yang akan menjadi penerus silsilah orang tua dan kerabat, menurut

garis ayah atau garis ibu ataupun garis orang tua. Adanya silsilah yang

Page 41: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

41

menggambarkan kedudukan seseorang sebagai anggota kerabat, adalah merupakan

barometer dari asal usul keturunan seseorang yang baik dan teratur.

Jika dari suatu perkawinan tidak didapat keturunan, maka keluarga itu

dianggap "putusan keturunan" ("punu", Batak Karo; "mupus", Lampung; "putung",

Bali). Apabila dari seorang isteri tidak didapat keturunan, maka para anggota kerabat

dapat mendesak agar si suami mencari wanita lain atau mengangkat anak kemenakan

dari anggota kerabat untuk menjadi penerus kehidupan keluarga bersangkutan.21

Selanjutnya sehubungan dengan azas-azas perkawinan yang dianut oleh UU

No.1/1974, maka azas-azas perkawinan menurut hukum adat adalah sebagai dibawah

ini:

1) Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan

kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal.

2) Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama dan atau

kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat.

3) Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa wanita sebagai

isteri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat

setempat.

4) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota kerabat.

Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau isteri yang tidak diakui

masyarakat adat.

5) Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau

masih anak-anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus

berdasarkan izin orang tua/keluarga dan kerabat.

21Hilman Hadikusuma, Ibid,71.

Page 42: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

42

6) Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak dibolehkan. Perceraian antara

suami dan isteri dapat berakibat pecahnya hubungan kekerabatan antara dua

pihak.

7) Keseimbangan kedudukan antara suami dan isteri-isteri berdasarkan ketentuan

hukum adat yang berlaku, ada isteri yang berkedudukan sebagai ibu rumah

tangga dan ada isteri yang bukan ibu rumah tangga.

Dengan telah berlakunya UU No.1 Tahun 1974 diharapkan agar masyarakat

adat akan dapat menyesuaikan hukum adatnya dengan undang-undang tersebut.

Tetapi sejauh mana masyarakat akan dapat menyesuaikan dirinya tergantung dari

pada perkembangan masyarakat adat itu sendiri, dan kesadaran hukumnya. Oleh

karena apa yang menjadi jiwa dari perundang-undangan belum tentu sesuai dengan

alam pikiran masyarakat. Misalnya saja Undang-undang menyatakan bahwa tujuan

perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera.

Bagaimana bentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera itu? Apakah kekuasaan

suami-isteri semata-mata dapat mewujudkan kebahagiaan, kekekalan dan

kesejahteraan dalam rumah tangga, tanpa adanya pengawasan kekerabatan. Di sini

letak perbedaan antara rumah tangga modern dan rumah tangga adat, rumah tangga

modern cenderung mementingkan kepentingan perseorangan dan kebendaan,

sedangkan rumah tangga adat ingin mempertahankan kekerabatan dan kerukunan.

c. Bentuk-bentuk Perkawinan Menurut Hukum Adat

Dikarenakan sistim kekerabatan yang dianut oleh masyarakat adat

Indonesia berbeda-beda, maka terdapat bentuk-bentuk perkawinan yang berbeda-

Page 43: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

43

beda. Dikalangan masyarakat adat yang susunannya patrilinial pada umumnya dianut

bentuk perkawinan jujur ("mangoli", batak; "tunak", Pasemah; "beleket", Rejang;

"nuku", Palembang; "ngakuk" , "hibal", Lampung). Di kalangan masyarakat adat

yang patrilinial altenerend (kebapakan beralih-ailih) dan matrinial, pada umunya

dianut bentuk perkawinan "semanda" sedangkan dilingkungan masyarakat adat

parental dianut bentuk "perkawinan mentas". Dari ketiga macam bentuk perkawinan

itu masih terdapat berbagai variasi yang bermacam-macam menurut kepentingan

kekerabatan bersangkutan.22

1) Perkawinan Jujur

Bentuk perkawinan jujur adalah perkawinan yang dilakukan dengan

pembayaran "jujur" ("onjok", Gayo; "beli", wilin", Maluku; "belis", Timor; "Tuhor",

Batak, dll.) dari phak pria kepada pihak wanita, sebagaimana terdapat di daerah

Batak, Nias, Lampung, Bali, Sumba, Timor. Dengan diterimanya uang atau barang

jujur oleh pihak wanita, maka berarti setelah perkawinan. Si wanita akan

mengalihkan kedudukannya dari keanggotaan kerabat suami untuk selama ia

mengingatkan dirinya dalam perkawinan itu, atau sebagaimana berlaku di daerah

Batak dan Lampung untuk selama hidupnya.

Dengan diterimanya uang atau barang jujur, berarti si wanita mengingatkan

diri pada perjanjian untuk ikut dipihak suami, baik pribadi maupun harta benda yang

dibawah akan tunduk pada hukum adat suami, kecuali ada ketentuan lain yang

menyangkut barang-barang bawaan isteri tertentu. Setelah isteri berada ditangan

suami, maka isteri dalam segala perbuatan hukumnya harus berdasarkan persetujuan

22Hilman Hadikusuma, Ibid,73.

Page 44: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

44

suami, atau atas nama suami atau atas persetujuan kerabat suami. Isteri tidak boleh

bertindak sendiri, oleh karena ia adalah pembantu suami dalam mengatur kehidupan

rumah tangga, baik dalam hubungan kekerabatan maupun dalam hubungan

kemasyarakatan.

Di kalangan masyarakat adat yang menganut sistim perkawinan jujur dan

menarik garis keturunan berdasarkan hukum ke-bapakan, setiap anak wanita akan

menganggap dirinya anak orang lain. Anak-anak wanita disiapkan orang tuanya,

terutama oleh ibunya, sejak kecil hingga dewasa untuk menjadi anak orang lain dan

menjadi warga adat orang lain. Namun demikian berarti hubungan hukum dan

hubungan biologis antara si wanita dengan orang tua kerabat asalnya hilang sama

sekali, tetapi tugas dan peranannya berlainan, ia harus lebih mengutamakan

kepentingan kerabat pihak suami dari pada kepentingan kerabat asalnya.23

2) Perkawinan Semanda

Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa pembayaran jujur

dari pihak pria kepada pihak wanita. Setelah perkawinan si pria harus menetap

dipihak kekerabatan isteri atau bertanggung jawab meneruskan keturunan wanita di

pihak isteri. Adakalanya walaupun tidak ada pembayaran jujur, namun pihak pria

harus memenuhi permintaan uang atau barang dari pihak wanita. Perkawinan

semanda dalam arti sebenarnya ialah perkawinan menetap dan berkedudukan dipihak

isteri dan melepaskan hak dan kedudukannya di pihak kerabatnya sendiri.

Bentuk perkawinan semanda terdapat di daerah Minangkabau yang

susunan kekerabatannya matrilineal, di daerah Rejang-Lebong Bengkulu yang

23Hilman Hadikusuma, Ibid, 74.

Page 45: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

45

susunan kekerabatannya alternerend atau beralih-alih menurut perkawinan orang tua,

di daerah Sumatra Selatan, Lampung pesisir atau juga ditempat-tempat lain seperti

perkawinan "ambil piara" di Ambon.

Dalam pelaksanaannya perkawinan semanda dapat saja terjadi peminangan

dari pihak pria sebagaimana berlaku di Rejang dimana pihak pria harus membayar

uang adat terhadap anak wanita bisa sebesar 8 ringgit, anak perwatin 10 ringgit dan

anak kepala marga (desa) sebesar 12 ringgit. Di Minagkabau pihak wanita yang

meminang pria harus memberikan uang atau barang "panjapui" yang jumlahnya

menurut tingkat kedudukan dari si pria, kadang-kadang jumlah itu cukup tinggi

dikarenakan kedudukan si pria lebih tinggi dari wanita. Di daerah Pariaman pria dari

golongan "Sidi" adakalanya meminta kepada pihak wanita yang meminang agar

menyediakan "panjapui" sebelum perkawinan sebuah rumah lengkap dengan isi,

pakaian seperangkatan, biaya perkawinan dan uang hilang sebesar Rp. 3000.000,-

Peminangan dari si wanita kepada pria dapat saja terjadi secara sederhana,

dimana tidak diperlukan si pria memberikan sesuatu pembayaran, misalnya dalam

bentuk perkawinan semanda "mati tungu mati manuk" (tungaunya mati ayamnya

mati)di daerah Lampung beradat Peminggir, atau dalam bentuk perkawinan

"nyalindung kagelung" (berlindung dibawah galung) di daerah Pasundan, antara

wanita kaya dengan pria miskin.24

3) Perkawinan Mentas

Yang dimaksud perkawinan "mentas" ("mencar", Jawa) adalah bentuk

perkawinan dimana kedudukan suami isteri dilepaskan dari tanggungjawab orang

24Hilman Hadikusuma, Ibid, 83.

Page 46: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

46

tua/keluarga kedua pihak, untuk dapat berdiri sendiri ("mandiri", jiwa) membangun

keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal. Orang tua/keluarga dalam

perkawinan mentas ini hanya bersifat membantu, memberikan "sangu ceceker" atau

bekal hidup dengan pemberian harta kekeyaan secara "lintiran" (pewarisan sebelum

orang tua wafat) berupa rumah atau tanah pertanian sebagai barang "gawan"

(pembawaan) kedalam perkawinan mereka. Hal mana dapat dilakukan oleh kedua

belah pihak orang tua/keluarga, baik dari pihak suami maupun dari pihak isteri.

Dalam pelaksanaan perkawinan mentas yang penting adalah adanya

persetujuan ke dua orang tua atau wali dari pria dan wanita bersangkutan, begitu pula

adanya persetujuan antara pria dan wanita yang akan melaksanakan perkawinan itu.

Didalam persetujuan perkawinan tidak ada sangkut paut masalah hubungan

kekerabatan, bahkan jika perlu cukup dengan hubungan ketetanggaan saja.

Setelah terjadinya perkawinan tidak merupakan masalah apakah suami akan

ikut di pihak isteri, sebagaimana berlaku di daerah Banten dimana "banten anut ing

sapi" (sapi jantan mengikuti sapi betina) atau dikarenakan si isteri lebih kaya dari

suami, sehingga berlaku "nyalindung kagelung", atau dikarenakan si suami lebih

kaya dari isteri sehingga berlaku "manggih kaya". Kesemuanya itu diserahkan

kepada kesediaan dari pria dan wanita yang melakukan perkawinan, oleh karena

dalam bentu kawin mentas tidak ada masalah perkawinan jujur atau perkawinan

semanda.

Dalam perkawinan mentas yang lebih menentukan nampaknya adalah harta

kekayaan atau kebendaan, sebagaimana berlaku bagi masyarakat Jawa akan dapat

berlaku "ngomohi", dimana isteri akan ikut pada suami dikarenakan suami yang lebih

Page 47: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

47

banyak barang bawaannya, atau turut berlaku "tut buri", dimana suami akan ikut

pada isteri dikarenakan isteri yang lebih banyak gawannya.

Perkawinan "ngomohi" adakalanya dimaksudkan untuk mendapatkan

tenaga bantuan isteri sebagai tenaga kerja tanpa upah, sehingga di sebut dengan

perkawinan "manggih kaya", yang di masa lampau banyak dilakukan oleh kaum

bangsawan disamping adanya isteri ratu. Agaknya di masa sekarang kita masih

melihat isteri-isteri yang bekerja keras -berniaga- untuk membantu kepentingan

rumah tangga suami yang bermartabat, menjadi pejabat dengan penghasilan (gaji)

yang tidak cukup.

Di daerah Pasundan berlaku perkawinan yang disebut "nyalindung

kagelung", sehingga suami yang masih gagah tenaganya untuk ikut membantu

kepentingan usaha isteri, atau usaha mertua; suami ikut berdiam dan bekerja

ditempat isteri ("tut buri", Jawa) yang tadinya seorang janda kaya, atau bersedia

kawin dengan isteri yang masih dibawah umur anak seorang kaya. Bentuk

perkawinan ini mirip dengan "semanda mati tunggu mati-manuk" di Lampung, hanya

bedanya dalam "nyalindung kagelung" harta kekayaan itu dikuasai perorangan,

sedangkan dalam perkawinan semanda harta kekayaan dikuasai kerabat isteri.

Jika terjadi perceraian dalam bentuk "ngomohi" atau "manggih kaya", isteri

masih mendapat pembagian harta pencaharian ("gono-gini", Jawa), begitu pula

dalam bentuk "tut buri" atau "nyalindung kagelung" suami masih mendapat

pembagian harta pencaharian ("guna kaya"), walaupun tidak seimbang, sedangkan

perceraian dalam perkawinan jujur, isteri ke luar dari rumah suami tanpa membawa

apa-apa, selain maskawinnya, dan perceraian dalam perkawinan semanda lepas,

suami ke luar dari rumah isteri tanpa membawa apa-apa.

Page 48: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

48

4) Perkawinan Anak-Anak

Di beberapa lingkungan masyarakat adat tidak saja pertunangan dapat

berlaku sejak masa "bayi", seperti berlaku di daerah Ogan Tengah Prabumulih

Sumatera Selatan, tetapi juga dapat berlaku perkawinan antara pria dan wanita yang

masih belum baligh, atau antara pria yang sudah dewasa dengan wanita yang masih

anak-anak, atau sebaliknya wanitanya yang sudah dewasa dengan pria yang masih

anak-anak.

Jadi di beberapa daerah perkawinan anak-anak merupakan perbuatan yang

tidak dilarang, seperti dikalangan masyarakat adat di daerah Kurunci (Jambi), Toraja

(Sulawesi Tengah) atau di pulau Rote (Nusa Tenggara Timur). Di daerah Bali

perkawinan anak-anak adalah perbuatan yang terlarang.

Sebagaimana telah disinggung diatas, maka di daerah Pasundan berlaku

perkawinan yang disebut "ngarah gawe", mengharapkan bantuan tenaga, dimana

gadis yang masih anak-anak dikawinkan dengan pemuda yang sudah dewasa. Setelah

perkawinan si suami menetap di tempat isteri sebagai tenaga kerja tanpa upah,

bekerja untuk kepentingan keluarga isteri, sambil menunggu waktu isteri dewasa dan

dapat bercampur sebagai suami isteri.25

5) Perkawinan Bermadu

Hampir di semua lingkungan masyarakat adat terdapat perkawinan

bermadu, di mana seorang suami di dalam satu masa yang sama mempunyai

beberapa orang istri (“grahasta tresna”, Bali; “meguwai”, Lampung). Di kalangan

25Hilman Hadikusuma, Ibid, 91.

Page 49: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

49

masyarakat yang beragama Islam perkawinan dengan beberapa isteri dapat dilakukan

dengan syah berdasarkan al-Qur’an surah an-Nisa ayat 3 yang menyatakan:

“kamu boleh kawin dengan wanita yang kamu pandang baik, dua atau tiga atau

empat, jika tidak dapat berlaku adil terhadap mereka, kawinlah seorang saja”.

Jadi bagi orang yang beragama Islam jika dapat berlaku adil terhadap isteri-

isteri, dapat melakukan perkawinan lebih dari satu isteri , tetapi oleh karena untuk

berlaku adil itu tidak mudah dilaksanakan, maka Tuhan menganjurkan agar

seseorang pria cukup beristeri satu saja. Kaidah agama ini di masa lampau banyak

disalah gunakan anggota masyarakat, sehingga para kaum bangsawan, hartawan

ataupun orang kebanyakan sering kali melakukan perkawinan banyak isteri.

6) Perkawinan Campuran

Yang dimaksud di sini adalah perkawinan campuran adalah perkawinan

yang terjadi antara pria dan wanita yang berbeda keanggotaan masyarakat hukum

adatnya, misalnya terjadi perkawinan antara pria dari masyarakat adat peminggir,

atau perkawinan antara pria dari masyarakat adat Batak dengan wanita dari

masyarakat adat Jawa, atau juga terjadi perkawinan antara orang Jawa dengan orang

Cina warga negara Indonesia, dan lain-lain.

Jadi perkawinan campuran (“marsileban”, Batak) menurut hukum adat

berbeda dari pengertian perkawinan campuran menurut pasal 57 UU No. 1/1974

sebagaimana dinyatakan:

“yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah

perkawinan antar dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,

Page 50: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

50

karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan

Indonesia.”26

d. Tujuan Perkawinan Menurut Hukum Adat

Tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan,

adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan

atau keibuan keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat,

untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk

mempertahankan kewarisan. Oleh karena sistim keturunan dan kekerabatan antara

suku bangsa yang satu dan yang lain berbeda-beda, termasuk lingkungan hidup dan

beragama yang dianut berbeda-beda, maka tujuan perkawinan adat bagi masyarakat

adat berbeda-beda di antara suku bangsa yang satu dengan yang lainnya, daerah yang

satu dan daerah yang lainnya berbeda, serta akibat hukum dan upacara

perkawinannya berbeda-beda.27

e. Larangan Perkawinan Menurut Hukum Adat

Yang pertama adalah karena hubungan kekerabatan. Dalam hal ini di

berbagai daerah di Indonesia terdapat perbedaan-perbedaan larangan terhadap

perkawinan antara pria dan wanita yang ada hubungan kekerabatan. Malahan ada

daerah yang melarang terjadinya perkawinan antara anggota kerabat tertentu,

sedangkan di daerah lainnya perkawinan antara anggota kerabat yang dilarang itu

justru digemari pelaksanaannya.

26Buku Perkawinan, Bab XII, Bagian Ketiga Perkawinan Campuran Pasal 57 Lembaran Negara Republik Indonesia Th. 1974 No. 1. 27Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama (Cet. 3; Bandung: CV. Mandar Maju, 2007), 22.

Page 51: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

51

Yang kedua adalah karena perbedaan kedudukan. Di berbagai daerah masih

terdapat sisa-sisa dari pengaruh perbedaan kedudukan atau martabat dalam

kemasyarakat adat, sebagai akibat dari susunan feodalisme desa kebangsawanan

adat. Misalnya seorang pria dilarang melakukan perkawinan dengan wanita dari

golongan rendah atau sebaliknya. Di Minangkabau seorang wanita dari golongan

penghulu tidak dibenarkan melakukan perkawinan dengan pria yang tergolong

“kemenakan di bawah lutui”. Di daerah Lampung pemuda dari golongan

“punyimbang” tidak dibenarkan kawin dengan gadis dari golongan “beduwou”

(budak). Di Bali pria dari golongan “triwarna” atau “tri wangsa” (“Brahmana,

Ksatria dan Weisha”) dilarang kawin dengan wanita dari golongan “sudra” atau

orang-orang biasa. Demikian juga sebaliknya, oleh karena perbuatan itu dianggap

menjatuhklan nilai martabat kekerabatan.28

3. Perkawinan Menurut Adat Jawa

a. Pengertian dan Tujuan Perkawinan

Dalam pandangan masyarakat khususunya Jawa, perkawinan mempunyai

makna tersendiri yaitu, selain untuk mendapatkan keturunan yang sah juga menjaga

silsilah keluarga. Karena untuk pemilihan pasangan bagi anaknya, orang tua dalam

memilih anak mantu akan mempertimbangkan pada tiga hal yaitu bobot, bibit, bebet.

Untuk mengetahui bobot, bibit, bebet, ini bukan saja kewenangan yang memilih tapi

juga dipilih, artinya baik itu orang yang mencari jodoh bagi anaknya ataupun bagi

yang mendapatkan lamaran.

28 Hilman Hadikusuma, Ibid, 102.

Page 52: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

52

Seperti hal diatas maka tujuan dari perkawinan adalah dengan pembentukan

keluarga yang sah dan keturunan yang sah pula, maka terbentuklah suatu masyarakat

atau gabungan dari masyarakat-masyarakat dari keluarga-keluarga dan selanjutnya

gabungan dari masyarakat-masyarakat akan menjadi kumpulan masyarakat yang

besar yang disebut bangsa dan negara. Dengan demikian melakukan perkawinan

berarti pada akhirnya, berarti juga mendirikan Negara.

b. Rangkaian Tatacara Perkawinan Adat Jawa.

Upacara perkawinan bukan saja proses meninggalkan taraf hidup yang lama

dan menuju yang baru dalam diri seseorang, melainkan merupakan penegasan dan

pembaruan seluruh tata alam dari seluruh masyarakat. Biasanya seluruh acara

perkawinan, nikah dan panggih, berlangsung kurang lebih 60 hari yaitu:

1) Nontoni

Yaitu melihat dari dekat keadaan keluarga dan gadis yang sesungguhnya.

Dilakukan oleh seorang congkok (wali) atau wakil dari pemuda yang akan mencari

jodoh. Dalam hal ini dibicarakan sekitar kebutuhan untuk biaya perkawinan.

2) Meminang

Disebut juga melamar, setelah taraf nontoni berakhir, diteruskan dengan

taraf meminang. Apakah rencana perkawinan dapat diteruskan atau tidak. Kalau

ternyata ada kecocokan, maka congkok meneruskan rugasnya untuk mengadakan

perundingan lebih lanjut dengan istilah ngebunebun esuk, anje jawah sonten.

Page 53: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

53

3) Peningset

Bila pinangan berhasil, diteruskan dengan upacara pemberian peningset.

Biasanya berupa pakaian lengkap, kadang-kadang disertai cincin kawin (tukar

cincin).

4) Serahan

Disebut pasok tukon, bila hari perkawinan sudah dekat, keluarga calon

pengantin putra memberikan hadiah kepada keluarga calon pengantin putri sejumlah

hasil bumi, peralatan rumah tangga dan kadang-kadang disertai sejumlah uang.

Barang-barang dan uang tersebut digunakan untuk menambah biaya

penyelenggaraan perkawinan nantinya.

5) Pingitan

Menjelang saat perkawinan, kurang lebih tujuh hari sebelumnya, calon

pengantin putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh menemui calon pengantin

putra dan kadang-kadang dianjurkan untuk puasa. Selama masa pingitan calon

pengantin putri melulur seluruh badan.

6) Pasang Tarub Agung

Pasang tarub agung adalah salah satu syarat yang biasa dipenuhi oleh orang

Jawa. Dengan memasang tarub agung itu, masyarakat umum akan cepat mengetahui

bahwa keluarga yang bersangkutan sedang mempunyai hajat untuk

menyelenggarakan upacara perkawinan. Secara simbol bahwa rumah yang dipasang

tarub sedang mempunyai gawe besar. Keutamaan pasang tarub ini adalah semacam

Page 54: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

54

tanda buat masyarakat luas. Sebelum pemasangan tarub, sesaji khusus disiapkan,

yang terdiri antara lain dari nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan termasuk

pisang dan kelapa, berbagai macam lauk-pauk, kue-kue, minuman, bunga, jamu, gula

kelapa, dan sebuah lentera. Sesaji ini melambangkan sebuah permohonan supaya

mendapatkan berkah dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa dan para leluhur dan

sekaligus sebagai sarana untuk menolak makhluk-makhluk jahat.29

7) Malam midodareni

Menjelang malam hari pengantin putri mengadakan malam midodareni.

Malam midodareni sering dilakukan dengan cara tirakatan dan lek-lekan. Para

sesepuh, pinisepuh, dan orang tua semalam suntuk tidak tidur. Hampir di tiap-tiap

desa ritual ini selalu dilakukan. Tujuan acara ini dilakukan untuk menolak bala.

Keluarga yang sedang mempunyai gawe besar dengan melakukan midodareni akan

jauh dari mara bahaya, sehingga pelaksanaan upacara pernikahan dapat berjalan

lancar.30

8) Siraman

Bersamaan dengan malam tirakatan midodareni, dilakukan pula upacara

siraman untuk calon pengantin putri. Siraman ini menggunakan air khusus yang

dinamakan tirta perwita sari. Siraman ini artinya mandi. Siraman dalam upacara

perkawinan dimaksudkan untuk membersihkan sepasang calon pengantin itu lahir

29Purwadi dan Enis Niken, Upacara Pengantin Jawa (Cet. I; Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), 80. 30Purwadi, Tata Cara Pernikahan Pengantin Jawa (Cet. I; Yogyakarta: Media Abadi, 2004), 19.

Page 55: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

55

dan batin. Upacara siraman diselenggarakan satu hari sebelum ritual ijab dan

panggih.

9) Janji Suci Ijab Qabul

Di antara segala rangkaian upacara pernikahan, sebenarnya upacara ijab

qabul itu menduduki derajat yang paling utama. Dikatakan utama karena

menyangkut hukum agama dan negara. Dengan upacara ijab qabul berarti telah

terjadi pemindahan kekuasaan seorang wanita dari tangan wali ke pihak pengantin

pria. Setelah sah dinikahkan dalam upacara ijab qabul, berarti wanita itu telah

menjadi wewenang suaminya. Adapun mempelai pria juga dituntut untuk

bertanggungjawab penuh terhadap istrinya.31

9) Temu Pengantin

Paripurna upacara ijab qabul, kemudian dilanjutkan dengan prosesi temu

pengantin. Kedua mempelai pengantin sudah resmi menjadi pasangan suami isteri.

Secara legal maka keduanya sudah seharusnya dipertemukan. Upacara temu

pengantin ini juga disebut dengan upacara panggih. Untuk upacara panggih ini

biasanya masing-masing mempelai disertai dengan pengiring. Prosesi pengantin ini

sekaligus menjadi ajang publikasi bagi kedua mempelai bahwa dirinya adalah

pasangan sah suami isteri. Ini juga dimaksud untuk memohon doa restu bagi hadirin.

Namun caranya lewat simbolis. Secara esensial sebenarnya setelah ijab qabul sudah

resmi, namun lebih baik kalau disiarkan secara luas pada masyarakat.32

31Purwadi, Ibid, 22. 32Purwadi dan Enis Niken, Op. Cit, 106.

Page 56: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

56

Setelah melaksanakan akad nikah, di susul dengan upacara, yaitu pengantin

putra dan putri di pertemukan secara adat. Adapun upacara akad nikah/ijab qabul

dilaksanakan menurut agamanya masing-masing. Dalam hal ini tidak mempengaruhi

jalan upacara selanjutnya. Bagi pemeluk agama Islam akad nikah dapat

dilangsungkan di masjid atau mendatangkan penghulu. Setelah upacara akad nikah

selesai, pengantin putra tetap menunggu diluar untuk menantikan upacara

selanjutnya. Yang perlu mendapat perhatian adalah selama upacara akad nikah

pengantin putra tidak boleh menggunakan keris (keris harus dicabut terlebih dahulu)

dan kain yang dipakai oleh kedua pengantin tidak boleh bermotif hewan begitu pula

blangkon yang dipakai oleh pengantin putra.

10) Sungkeman Tanda Darma Bakti

Setelah prosesi temu pengantin kemudian dilanjutkan dengan acara

sungkeman. Sungkeman ini ditujukan kepada dua pasang orangtua pengantin.

Maksudnya adalah untuk menunjukan darma bakti si anak kepada dua pasang

orangtuanya. Kedua orangtua harus diperlalukan secara sama tanpa ada perbedaan.

Acara sungkeman ini akan membuat hati orangtua menjadi mongkog, bombong,

bahagia, dan gembira. Namun juga bercampur haru. Karena terlalu haru, tak jarang

ada orangtua yang mengeluarkan airmata.

Setelah siap melaksanakan sungkeman, sepasang pengantin tersebut

kemudian hormat dengan berjongkok menghaturkan sembah kepada orangtua untuk

Page 57: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

57

memohon restu. Pertama kepada orangtua pengantin wanita, kemudian kepada kedua

orangtua pengantin pria. 33

11) Resepsi/Walimah

Yaitu pertemuan atau jamuan yang diadakan untuk menerima tamu pada

pesta perkawinan, pelantikan dan lain sebagainya. Biasanya pada acara walimah ini,

diadakan di rumah pengantin wanita. Walimah merupakan bentuk rasa syukur dan

untuk menghormati tamu undangan, sekaligus sebagai tanda pengumuman atau

pemberitahuan bahwa kedua pengantin telah resmi menjadi suami istri.

4. Perkawinan Menurut Adat Sunda

a. Adat Perkawinan Sunda Dari Masa Kemasa

Secara antropologi-budaya dapat dikatakan bahwa yang disebut suku

bangsa Sunda adalah orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa-Ibu

bahasa Sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari, dan berasal serta

bertempat tinggal di daerah Jawa Barat, daerah yang disebut Tanah Pasundan atau

Tatar Sunda. Sistim kekerabatan orang Sunda dipengaruhi adat yang diteruskan

secara turun temurun dan oleh agama Islam. Karena agama Islam telah lama dipeluk

orang Sunda, maka sudah kiranya untuk memisahkan mana adat dan mana agama,

dan biasanya kedua unsur itu terjalin erat menjadi adat kebiasaan dan kebudayaan

orang Sunda. Perkawinan di tanah Sunda, misalnya, dilakukan baik secara adat

maupun secara agama Islam. Ketika upacara adat nikah atau ijab qabul dilakukan,

33Purwadi, Op. Cit, 29.

Page 58: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

58

maka tampak sekali bahwa di dalam upacara-upacara yang terpenting ini terdapat

unsur agama dan adat.

Seperti layaknya yang berlaku di masyarakat Timur, perkawinan bagi

masyarakat Sunda bukan hanya merupakan pembentukan rumah tangga baru. Selain

merupakan ikatan dari dua keluarga besar yang bisa jadi berbeda dalam segala hal,

baik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya, perkawinan adalah ritual yang sakral.

Karena itu, wajar saja kalau akhirnya prosesi perkawinan adat Sunda itu melewati

beberapa tahap. Di mulai dari tahap penjajakan, tahapan berikutnya adalah persiapan,

pelaksanaan, yang kemudian diakhiri dengan penutup.34

Sebagaimana layaknya budaya yang paling berpengaruh antara budaya

yang satu dengan yang lain, rangkaian upacara maupun pakaian adat Sunda ini juga

tidak lepas dari pengaruh budaya-budaya lain. Di abad 17 ketika tentara Mataram

menyerang Belanda di Batavia, banyak di antara para tentara itu tidak kembali lagi

ke Yogya. Sebagian di antara mereka ada yang tertinggal di sepanjang perjalanan

menuju ke Kerajaan Mataram, baik lewat pantai utara (Krawang-Cirebon) atau

(Sukabumi-Bandung). Tata upacara, pernak-pernik, maupun pakaian pada upacara

perkawinan adat Sunda ini pada akhirnya di pengaruhi oleh budaya Jawa. Sarung

tenun dan kebat tenun perlahan-lahan mulai tersingkir digantikan kain batik,

sementara senjata kujang sebagai pelengkap hiasan pengantin pria berubah menjadi

keris. Blangkon, tutup kepala pengantin pria Jawa yang unik, juga memberikan

pengaruh khusus pada tutup kepala para pengantin Sunda. Belakangan, dengan

sentuhan dari para sesepuh dan budayawan Sunda, batik, keris, maupun tutup kepala

34Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Sunda (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 4.

Page 59: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

59

Pasundan ini memiliki ciri khas dan bentuk tersendiri sejalan dengan budaya Sunda

yang terus berkembang.

Budaya barat juga memberikan sentuhan tersendiri terhadap adat-istiadat

maupun perlengkapan pesta perkawinan adat Sunda. Berbagai bentuk jas yang

banyak dipergunakan oleh pengantin pria Sunda, inspirasinya muncul dari bentuk jas

Barat. Antara lain, jas sikepan, jas pantolan, dasi dan sebagainya. Pakaian pengantin

putri Sunda belakangan juga banyak dipengaruhi pakaian barat, seperti gaun-gauan

pengantin, sluier, desain perhiasan (kalung, anting, cincin, gelang, dan lain-lain).

b. Pengertian dan Tujuan Perkawinan

Tujuan bagi masyarakat adat secara umum adalah untuk melestarikan

keturunan, kebudayaan. Begitu juga terhadap perkawinan adat Sunda, tujuannya

adalah untuk melestarikan keturunan adat Sunda. Karena di Indonesia merupakan

Negara yang mempunyai budaya yang banyak, maka dengan melestarikan setiap

budaya yang ada sama saja dengan menegakkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia seperti yang dijelaskan diatas.

c. Prosesi Perkawinan Adat Sunda

1) Neundeun Omong

Di Tanah Pasundan, “perburuan jodoh” ini bisa dilakukan oleh si muda-

mudi sendiri atau pihak keluarga mereka. Sebagian lain ada yang masih

menggunakan pola-pola lama klasik, yaitu lewat kedua orang tua mereka. Biasanya

ini dilakukan oleh pihak orang tua sang perjaka, mula-mula dengan cara tidak serius

dan bergurau dengan pihak orang tua gadis. Apabila anak gadis itu belum

Page 60: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

60

bertunangan dan kedua orangtuanya setuju atas usul kedua orangtua pemuda itu,

maka perembukan itu dinamakan neundeun omong yang artinya menaruh perkataan.

2) Menerima dan Melaksanakan Lamaran

Acara Nyeureuhan atau Narosan atau lamaran adalah lanjutan dari

Neundeun Omong atau masa-masa penjajakan yang dilakukan pihak orang tua laki-

laki. Hal ini baru akan terwujud kalau pihak orang tua si gadis memberikan lampu

hijau dan si gadis belum ada yang punya. Lamaran ini adalah awal kesepakatan

untuk menjalin hubungan lebih jauh lagi. Saat inilah kedua keluarga besar yang akan

saling berbesanan itu untuk pertama kali bersilaturahmi secara formal. Sebagai

pertemuan pertama yang diharapkan mempunyai kesan manis dan mendalam bagi

kedua keluarga besar yang akan saling berbesanan, acara lamaran ini harus dirancang

sedemikian rupa sehingga bisa berlangsung dengan sukses.

3) Ngebakan/Siraman

Secara kasat mata siraman ini artinya memandikan. Tapi dibalik itu ada

beberapa makna yang terkandung di dalamnya. Secara filosofi, siraman itu

dimaksudkan sebagai upaya penyucian diri lahir batin sebelum memasuki mahligai

perkawinan. Upacara siraman ini juga merupakan kesempatan bagi si anak untuk

memohon doa restu kepada kedua orangtua maupun para sesepuh. Tujuannya, agar

dalam mengarungi hidup baru nanti ia mendapatkan restu dan limpahan kebaikan

dari mereka. Itu sebabnya biasanya yang bertugas memandikan calon pengantin,

Page 61: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

61

selain kedua orangtuanya, juga para anggota keluarga yang sudah tua dan orang-

orang yang sekaligus dikenal sebagai orang yang alim sholeh.35

4) Ngaras/mencuci kaki

Upacara ini hanya dilakukan dalam perkawinan adat Sunda gaya Sukapura.

Ngaras adalah upacara yang dilakukan sebelum calon pengantin wanita atau calon

pengantin pria melaksanakan acara siraman. Upacara ini dilakukan sebagai

ungkapan rasa sayang dan hormat anak kepada kedua orang tua. Sesuai dengan

hadits Nabi bahwa ridho orangtua adalah ridho Allah SWT, maka dengan upacara ini

kedua mempelai diharapkan semakin hormat dan berbakti kepada kedua orang tua

mereka.

5) Pengajian

Idealnya, rangkaian acara yang dimulai dengan pengajian ini dimulai usai

shalat dhuhur pukul 12.30, disinilah batin si calon pengantin digembleng agar

mampu menjalankan bahtera keluarga dengan baik sesuai yang digariskan agama.

Acara ini umumnya diikuti oleh anggota keluarga, kerabat dekat, maupun para

tetangga di sekeliling rumah keluarga calon mempelai pengantin wanita. Setelah

acara pengajian yang memakan waktu lebih kurang satu jam selesai, calon pengantin

wanita masuk ke kamar untuk mempersiapkan diri melakukan upacara ngecagkeun

aisan (gendongan terakhir).

35Artati Agoes, Ibid, 38.

Page 62: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

62

6) Ngecagkeun aisan/melepaskan gendongan

Upacara ngecagkeun aisan artinya melepaskan gedongan. Secara simbolik

inilah gendongan terakhir seorang ibu. Maknanya, selama ini anak ini selalu dalam

“gendongan” atau dalam tanggung jawab orangtua, mulai saat itu orangtua akan

mulai melepaskan tanggung jawabnya sebagai orangtua kepada putrinya yang akan

segera memasuki gerbang rumah tangga. Tak lama lagi sang putrinya akan

dinikahkan dan dipasrahkan kepada kepada suaminya, yang secara otomatis akan

mengambil alih tanggung jawab kasih sayang lahir dan batin dari orangtuanya.36

7) Ngeningan/mengerik

Usai siraman, dengan diantar kedua orangtuanya ke kamar pengantin.

Setelah itu calon pengantin wanita menuju kamar mandi untuk mandi sendiri atau

membersihkan bunga-bunga bekas upaca siraman atau kotoran lain yang menempel

di tubuhnya. Sebelum dirias, calon mempelai wanita menjalani upacara ngeningan

(mengerik rambut) yang berada di depan maupun belakang kepalanya. Upacara ini

biasanya dilakukan sendiri oleh juru rias.

8) Seserahan/Seren Sumeren

Upacara seserahan ini adalah kelanjutan lamaran yang telah berlangsung

beberapa minggu/bulan sebelum seserahan itu berlangsung. Pada saat itu pihak

keluarga calon pengantin pria secara simbolik menyerahkan calon pengantin pria

dengan peralatan/perlengkapan mawakeun yang nantinya akan dipakai oleh calon

pengantin pria saat perkawinan mereka berlangsung.

36Artati Agoes, Ibid,45.

Page 63: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

63

Upacara seserahan adalah upacara pranikah yang dilakukan sebagai

pemantapan dan tindak lanjut dari tahapan lamaran yang sebelumnya sudah

dilakukan oleh pihak keluarga calon pengantin pria ke rumah calon pengantin

wanita.37

9) Upacara Ngarasulkeun

Dengan seni yang cukup kreatif, seperangkat barang yang akan dibawah ke

rumah keluarga calon pengantin wanita itu dibungkus dan didesain sedemikian rupa

sehingga barang-barang bingkisan itu tampak indah dan berseni. Malam hari barang-

barang itu dibawah, di rumah keluarga calon pengantin pria biasanya

diselenggarakan acara ngarasulkeun. Acara ini merupakan selamatan bagi calon

pengantin pria maupun keluarga besarnya agar acara pernikahan maupun pestanya

bisa berlangsung sukses tanpa halangan apapun.

10) Ngeuyeuk Seureuh

Ngeuyeuk seureuh berasal dari kata paheuyeuk-heuyeuk jeng beubeureuh

(bekerjasama dengan pacar). Maksudnya, biar digoyang badai kehidupan seperti apa

pun kedua calon mempelai ini tetap lengket terus sampai tua. Misalnya Ngaheuyeuk

Nagara artinya mengurus negara, Ngaheuyeuk Pare artinya menginjak-nginjak padi

agar padinya agar padinya lepas sehingga bisa dimasukkan ke penggilingan padi.

Ngeyeuk juga bisa berarti bergandeng-gandengan. Maksudnya, jalin kerjasama yang

baik agar pekerjaan itu bisa selesai dengan baik. Jadi ngeuyeuk seureuh itu adalah

menyusun sirih agar bisa tersusun rapi.

37Artati Agoes, Ibid, 47.

Page 64: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

64

11) Akad Nikah

Inilah salah satu saat-saat terpenting dalam perjalanan hidup manusia

karena sejak saat itulah kedua sejoli itu dianggap sebagai manusia utuh yang

memiliki hak-hak penuh sebagai warga masyarakat. Ditinjau dari segi agama,

upacara ijab qabul adalah peristiwa yang mau tidak mau wajib dilakukan bagi

mereka yang ingin memasuki bahtera rumah tangga. Agama apapun tidak akan

mengizinkan umatnya untuk hidup bersuami istri ala kumpul kebo. Tanggung Jawab

peristiwa ini tidak hanya kepada sesama manusia, namun yang paling penting adalah

kepada Sang Maha Pencipta.

12) Sabada Nikah

Serangkaian upacara yang dilakukan setelah ini adalah acara sabada

(sesudah) akad nikah yang banyak dilakukan masyarakat Pasundan guna ikut

memeriahkan acara pesta perkawinan. Acara yang pertama adalah nyawer. Kenapa

sepasang mempelai harus menjalani saweran, konon ada sejarahnya sendiri. Secara

fisik nyawer artinya adalah menebar-nebar. Tapi, di balik itu nyawer memiliki makna

yang lebih dalam dan ritual, yaitu menebar nasihat. Maksudnya sebentar lagi akan

mengarungi bahtera kehidupan yang penuh misteri. Ibarat hutan, hutan iti adalah

hutan belantara yang belum pernah terjamah oleh tangan dan kaki manusia sehingga

terkesan misterius dan mengerikan. Di satu sisi rumah tangga ini bisa menjadi sebuah

istana kerajaan yang indah bagaikan surga, tapi di sisi lain bisa menjadi malapetaka

seperti neraka.

Selanjutnya adalah prosesi meuleum harupat ini pengantin pria memegang

lidi ijuk pinang yang lalu dinyalakan pengantin wanita dengan lilin. Setelah itu

Page 65: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

65

pengantin wanita mengambil air untuk memadamkan api dan lidipun kemudian

dipatahkan pengantin pria. Maksud yang terkandung didalamnya adalah bahwa sifat-

sifat pemarah dan tak terpuji (getas harupateun) bagi lelaki yang akan menjadi tiang

rumah tangga itu harus segera dihilangkan kalau ingin rumah tangga yang

dibangunnya selamat dunia akhirat.38

Di lanjutkan dengan nincak endog. Ini tentu saja bisa dimaklumi, karena

telur adalah lambang segala awal kehidupan. Dari telurlah nantinya muncul daging,

darah, dan nyawa. Lebih jauh, telur adalah simbol kesuburan atau yang lebih khusus

lagi lambang keperawanan. Sebagai simbol awal kehidupan, maka kedua orang

tuanya harus senantiasa berusaha menjaganya. Telur itu harus dijaga jangan sampai

pecah atau berantakan sebelum saatnya menetas. Bagi seorang gadis, buah

keperawanan haruslah selalu dijaga.

Setelah nincak endog dilanjutkan dengan buka pintu upacara ini sudah

turun temurun menjadi bagian upacara perkawinan adat Sunda. Sebelum memasuki

rumah keluarga pengantin wanita, sebelumnya pengantin pria harus mengetuk pintu

tiga kali. Dari dalam rumah pengantin wanita tidak langsung membuka pintu. Ia

perlu memastikan apakah pria yang mengetuk itu benar-benar buah hatinya yang

baru saja menikahinya. Filosofinya adalah bagi siapapun yang ingin bertamu ke

rumah orang, mereka harus mengetuk pintu atau memberi salam. Dilanjutkan dengan

huap lingkung. Dalam puncak acara pesta perkawinan adat Sunda, ayam ikut

menyemarakan dalam upacara huap lingkung (saling suap-menyuapi). Selain sebagai

simbol agar keduanya berbagi rejeki secara adil, acara ini dahulunya juga

dimaksudkan untuk lebih mengakrabkan kedua mempelai.

38Artati Agoes, Ibid, 74.

Page 66: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

66

Acara yang terakhir dari sabada nikah adalah ngaleupaskeun japati.

Dengan diantar orangtua kedua mempelai, juru rias, keluarga, dan kerabat dekat, raja

dan ratu sehari itu kemudian berjalan keluar ruangan. Di tempat ini telah disiapkan

sepasang merpati, sebagai “alat” utama untuk upacara ngaleupaskeun japati

(melepaskan merpati), bagi masyarakat Sunda merpati adalah sosok binatang yang

memiliki kebiasaan-kebiasaan yang positif. Burung merpati umumnya selalu hidup

rukun dan jarang berantem atau tak pernah saling cakar-mencakar. Setelah semua

prosesi diatas selesai maka ditutup dengan doa dan ucapan selamat. Sebelum

kemudian memasuki acara pesta yang akan dihadiri oleh undangan, kedua mempelai

bersama orangtua mereka menerima ucapan selamat dari keluarga dan kerabat dekat.

13) Numbas

Sepasang pengantin Sunda zaman dulu, umumnya baru boleh “kumpul”

memasuki hari ketujuh usai akad nikah. Karena itu, usai malam pertama, biasanya

diselenggarakan upacara numbas esok harinya. Ini adalah upacara syukuran atas

berlangsungnya malam pertama itu dengan selamat dan sukses. Maksudnya, sang

suami bisa melaksankan tugasnya dengan baik, sementara juga istri masih perawan.

14) Ngunduh/Mulung Mantu

Ngunduh mantu adalah upacara penutup perhelatan panjang upacara

perkawinan tradisional Sunda, baik perkawinan adat Sunda Singer atau Sunda Putri.

Acara yang diselenggarkan keluarga pengantin pria ini biasanya diselenggarakan

antara hari ketiga atau ketujuh setelah upacara akad nikah. Umumnya

penyelenggaraan acara ini tidak sebesar atau semeriah upacara nyawer yang

Page 67: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

67

diselenggarakan pihak keluarga pengantin wanita, karena yang diundang hanya

keluarga dan kerabat dekat, serta para tetangganya yang dekat. Acara ini

dimaksudkan untuk memberikan pengalaman pada pengantin putri agar dapat hidup

dilingkungan keluarga pengantin pria.

Acara ini diselenggarakan sebagai ungkapan bahagia keluarga pria yang

telah berhasil mendapatkan mantu yang sesuai harapannya dan seluruh rangkaian

acara maupun upacara perhelatan itu berlangsung dengan sukses.39

5. Perkawinan Keraton Kacirebonan

a. Jalannya Upacara Inisiasi Pengantin

Secara garis besar pada umumnya keraton adalah sumber dasar tolok ukur

kebanggaan masyarakatnya dan rakyat kaula alitnya. Maka tidak mustahil keraton

sebagai tempat bersemayamnya Sultan, sebagai pigur Amiril Mukminin

masyarakatnya di samping sebagai ibu kota pusat kebudayaan dan peradabannya itu

sudah barang tentu menjadi titik perhatian utama bagi rakyatnya maupun bagi

negara-negara atau kerajaan lainnya.

Begitu pula di Cirebon sebagai pusat kebudayaan dan peradaban yang telah

tinggi ini masih bisa dorasakan dominasi tinggalnya yang menciptakan ciri dan

kekhasannya. Di bawah ini kami suguhkan sebuah deskripsi Upacara Adat, Tata Rias

dan Busana Pengantin Keraton Kacirebonan, dimiliki oleh salah seorang keluarga

Keraton ialah Pangeran Yusuf Dendabrata dan Keraton Kasepuhan dimiliki Raden

Saleh.

39Artati Agoes, Ibid, 87.

Page 68: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

68

1) Upacara Pinangan

Dilaksanakan selambat-lambatnya seminggu sebelum pernikahan. Lamaran

ini biasanya di bawa oleh utusan mempelai pria untuk diserahkan kepada orangtua

mempelai puteri dengan di saksikan sesepuh. Adapun lamaran tersebut terdiri dari

perlengkapan pakaian wanita beserta perhiasan emas, perlengkapan dapur komplit,

daun sirih, sejumlah uang tunai.

Apabila lamaran resmi telah diterima oleh pihak mempelai puteri, maka

utusan mempelai pria akan menanyakan kapan tanggal kepastian perkawinan bisa

dilangsungkan, dan pukul berapa mempelai pria bisa dijemput.

2) Siraman

Sebelum acara akad nikah di Cirebon biasanya kedua mempelai diwajibkan

melaksanakan siraman dirumah mempelai puteri. Tujuan siraman bersama ini agar

kedua belah pihak bisa saling memperhatikan apakah diantara kedua mempelai itu

mempunyai tanda-tanda yang jelek.40

Pelaksanaan acara ini diberitahukan kepada pihak calon pengantin pria

dengan cara mengirimkan 2 (dua) orang utusannya untuk menjemput calon pengantin

pria tersebut.

Tutur katanya lebih kurang demikian, “Kakangmas dan Kakang Mbok

Rangga, kehadiran kami ini adalah utusan dari ramanda dan bunda Raden Ayu Sri

Katon dengan maksud untuk pinjam sebentar Raden Anom, ialah Raden Anom

Bayudhendha untuk diajak turut serta dan bersama calon pengantin puteri menjalani

40Yusuf Dendrabrata, Kusna, Pagelaran dan Loka Karya Upacara Adat Pengantin Keraton Cirebon ( Cirebon: 1991), 12.

Page 69: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

69

acara “siraman tawandari” oleh Raden Ayu Sri Katon dan sekaligus akan

melaksanakan “nyekar” (berjiarah) kepada Tunggakjati Luhur. Besar harapan kami

dimohon kakangmas dan kakang Mbok dapat merestui dan “kalilan idzin”

(membolehkan pergi anaknya).

Tentunya akan diJawab oleh kedua orangtua calon pengantin pria yang

menyatakan persetujuannya disertai doa restu. Selanjutnya mempersiapkan

keberangkatan anaknya bersama kedua orang utusan itu disertai kerabat ahli

warisnya dengan membawa seperangkat pakaian yang diperlukan.

Yang diperlukan dalam prosesi ini adalah, sebuah guci keramik/jambangan

keramik, berisikan air tujuh sumur/tasik, yang telah direndami pula dengan setangkai

mayang (bunga pinang), daun andong hijau/andongmerah, daun puring dan bunga

tujuh rupa. Diperlukan sebuah bangunan “cungkup” konstruksinya terbuat dari

bambu dengan dihiasi daun kelapa muda (janur), daun beringin, daun tebu wulung

(tebu hitam), daun pinang, kelapa gading, kelapa hijau, daun suji dan daun puring.

Sebuah pedupan untuk membakar dupa/kemenyan. Juga disediakan dua buah kursi

yang kesemuanya diletakan di dalam ruangan cungkup itu tadi. Bangunan cungkup

itu biasanya berbentuk persegi empat dengan ukuran 2x2 m, bagian atap biasanya

berbentuk kubah masjid.

Untuk pelaksanaannya kedua calon pengantin didudukan di dalam cungkup

disanding dengan jambangan/guci tadi. Calon pengantin puteri dengan rambut terurai

dan duduk disebelah kiri pria. Di sebelah kiri calon pengantin puterilah letak

guci/jambangan itu. Calon pengantin puteri hanya mengenakan kain panjang sampai

diatas payudaranya. Kain panjang ini yang sudah pernah dipakai, artinya bukan baru,

menurut bahasa Cirebon “kain luson” (asal kata dari “lusu” artinya bekas). Dada

Page 70: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

70

bagian atas ditutup dengan kain putih/mori, pertanda ia masih suci. Begitu pula sang

calon pria mengenakan sarung batik dengan dada ditutup kain putih, pertanda masih

dalam keadaan suci pula.

Sebelum kita terlebih dahulu mengetahui arti dari siraman tawan ini. Siram

dari bahasa kramadya, artinya mandi. Sedangkan tawandari merupakan kata

majemuk yang terdiri dari tawa dan andari, semuanya dari bahasa Kawi Jawa. Tawa

berarti tawar, tidak mengandung efek sampingan (mungkin dianggap stirib/bersih

dari unsur bisa atau racun, bisa juga terhindar dari, nyaris/jauh terkena racun atau

bisa. Banyu tawa, artinya air mentah, tidak terasa asin. Andadari melahirkan bentuk

/warna/sinar/dan lain-lain. Tawandari artinya telah menjadi suatu kesatuan kata dan

kesatuan arti maka berarti membersihkan dari seluruh/bentuk noda, bisa

racun/penyakit dan kemudian melahirkan bentuk yang diinginkan yaitu bagaikan

“bulan andadari” gemilang bagaikan rembulan.

Jadi dengan demikian arti dari siram tawandari jelaslah artinya mandi

untuk membuang seluruh noda, bisa racun/bisa dan penyakit, sehingga

menimbulkan/melahirkan bentuk yang diinginkan, ialah suci bersih bagaikan

gemilangnya cahaya kesucian itu. Hal itu dapat kita maklumi bahwa jenjang dekade

perkawinan itu bagi seseorang itu adalah merupakan suatu dekade baru untuk

mencapai tujuan suci. Yaitu tugas untuk mengembangkan keturunannya.

Setelah selesai mandi siram tawandari, kedua calon pengantin

dibersihkan/dikeringkan oleh ahli rias. Dan suatu persaratan mutlak, pakaian basah

bekas, acara siram tawandari itu harus diserahkan/dihadiahkan kepada sang ahli rias

itu. Kemudian calon pengantin berdandan masing-masing, sementara seluruh hadirin

dan undangan beramah-tamah dan menikmati hidangan yang disediakan. Kemudian

Page 71: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

71

calon kedua pengantin akan melaksanakan upacara jiarah ke makam leluhurnya.

Apabila acara jiarah selesai, calon pengantin pria pun dikembalikan kepada orang

tuanya bersama dengan utusan semula.

Apabila siraman ini telah selesai, maka pakaian bekas mandi kedua

mempelai dibuang. Selama memandikan juru rias selalu membalurkan lulur kebadan

kedua mempelai agar keduanya setelah mandi akan mendapatkan kulit yang halus

dan bau badan yang sedap. Para panisepuh, juga mencoretkan pada kulit pemuda-

pemudi yang lain, agar cepat ketularan. Selama acara ini berlangsung biasanya

diiringi alunan gamelan dengan lagu moblong.

Bekas air mandi calon pengantin ini biasanya digunakan untuk mengguyur

para putra putri yang belum mendapatkan jodoh. Acara ini biasanya disebut

bendrong sirat. Diharaplah oleh para panisepuh agar putra putrinya cepat mendapat

jodoh.

3) Pasrahan

Orangtua gadis beserta keluarga dekatnya menerima kedatangan utusan

yang disertai para pembawa pasrahan yaitu, pembawa pala gumantung (buah-

buahan), pembawa pala kendem (umbi-umbian), pembawa palawija (sayur-sayuran),

mas picis (mas kawin berupa perhaisan dan uang), dunya brana (alat-alat rumah

tangga). Mas picisan diserahkan pada orangtua gadis dan yang lainnya diterima oleh

kerabatnya. Setelah selesai basabasi utusan dan rombongan mohon diri.41

41HARPI, Buku Pelajaran Tata Rias Pengantin Cirebon Kebesaran, (Cirebon: HARPI Melati, 1995), 12.

Page 72: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

72

4) Siram Tawandari

Sebelum acara akad nikah di Cirebon biasanya kedua mempelai diwajibkan

melaksanakan siraman dirumah mempelai puteri. Tujuan siraman bersama ini agar

kedua belah pihak bisa saling memperhatikan apakah diantara kedua mempelai itu

mempunyai tanda-tanda yang jelek.42

Pelaksanaan acara ini diberitahukan kepada pihak calon pengantin pria

dengan cara mengirimkan 2 (dua) orang utusannya untuk menjemput calon pengantin

pria tersebut.

Tutur katanya lebih kurang demikian, “Kakangmas dan Kakang Mbok

Rangga, kehadiran kami ini adalah utusan dari ramanda dan bunda Raden Ayu Sri

Katon dengan maksud untuk pinjam sebentar Raden Anom, ialah Raden Anom

Bayudhendha untuk diajak turut serta dan bersama calon pengantin puteri menjalani

acara “siraman tawandari” oleh Raden Ayu Sri Katon dan sekaligus akan

melaksanakan “nyekar” (berjiarah) kepada Tunggakjati Luhur. Besar harapan kami

dimohon kakangmas dan kakang Mbok dapat merestui dan “kalilan idzin”

(membolehkan pergi anaknya).

Tentunya akan di Jawab oleh kedua orangtua calon pengantin pria yang

menyatakan persetujuannya disertai doa restu. Selanjutnya mempersiapkan

keberangkatan anaknya bersama kedua orang utusan itu disertai kerabat ahli

warisnya dengan membawa seperangkat pakaian yang diperlukan.

Yang diperlukan dalam prosesi ini adalah, sebuah guci keramik/jambangan

keramik, berisikan air tujuh sumur/tasik, yang telah direndami pula dengan setangkai

42Yusuf Dendrabrata, Kusna, Pagelaran dan Loka Karya Upacara Adat Pengantin Keraton Cirebon ( Cirebon: 1991), 12.

Page 73: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

73

mayang (bunga pinang), daun andong hijau/andongmerah, daun puring dan bunga

tujuh rupa. Diperlukan sebuah bangunan “cungkup” konstruksinya terbuat dari

bambu dengan dihiasi daun kelapa muda (janur), daun beringin, daun tebu wulung

(tebu hitam), daun pinang, kelapa gading, kelapa hijau, daun suji dan daun puring.

Sebuah pedupan untuk membakar dupa/kemenyan. Juga disediakan dua buah kursi

yang kesemuanya diletakan di dalam ruangan cungkup itu tadi. Bangunan cungkup

itu biasanya berbentuk persegi empat dengan ukuran 2x2 m, bagian atap biasanya

berbentuk kubah masjid.

Untuk pelaksanaannya kedua calon pengantin didudukan di dalam cungkup

disanding dengan jambangan/guci tadi. Calon pengantin puteri dengan rambut terurai

dan duduk disebelah kiri pria. Di sebelah kiri calon pengantin puterilah letak

guci/jambangan itu. Calon pengantin puteri hanya mengenakan kain panjang sampai

diatas payudaranya. Kain panjang ini yang sudah pernah dipakai, artinya bukan baru,

menurut bahasa Cirebon “kain luson” (asal kata dari “lusu” artinya bekas). Dada

bagian atas ditutup dengan kain putih/mori, pertanda ia masih suci. Begitu pula sang

calon pria mengenakan sarung batik dengan dada ditutup kain putih, pertanda masih

dalam keadaan suci pula.

Sebelum kita terlebih dahulu mengetahui arti dari siraman tawan ini. Siram

dari bahasa kramadya, artinya mandi. Sedangkan tawandari merupakan kata

majemuk yang terdiri dari tawa dan andari, semuanya dari bahasa Kawi Jawa. Tawa

berarti tawar, tidak mengandung efek sampingan (mungkin dianggap stirib/bersih

dari unsur bisa atau racun, bisa juga terhindar dari, nyaris/jauh terkena racun atau

bisa. Banyu tawa, artinya air mentah, tidak terasa asin. Andadari melahirkan bentuk

/warna/sinar/dan lain-lain. Tawandari artinya telah menjadi suatu kesatuan kata dan

Page 74: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

74

kesatuan arti maka berarti membersihkan dari seluruh/bentuk noda, bisa

racun/penyakit dan kemudian melahirkan bentuk yang diinginkan yaitu bagaikan

“bulan andadari” gemilang bagaikan rembulan.

Jadi dengan demikian arti dari siram tawandari jelaslah artinya mandi

untuk membuang seluruh noda, bisa racun/bisa dan penyakit, sehingga

menimbulkan/melahirkan bentuk yang diinginkan, ialah suci bersih bagaikan

gemilangnya cahaya kesucian itu. Hal itu dapat kita maklumi bahwa jenjang dekade

perkawinan itu bagi seseorang itu adalah merupakan suatu dekade baru untuk

mencapai tujuan suci. Yaitu tugas untuk mengembangkan keturunannya.

Setelah selesai mandi siram tawandari, kedua calon pengantin

dibersihkan/dikeringkan oleh ahli rias. Dan suatu persaratan mutlak, pakaian basah

bekas, acara siram tawandari itu harus diserahkan/dihadiahkan kepada sang ahli rias

itu. Kemudian calon pengantin berdandan masing-masing, sementara seluruh hadirin

dan undangan beramah-tamah dan menikmati hidangan yang disediakan. Kemudian

calon kedua pengantin akan melaksanakan upacara jiarah ke makam leluhurnya.

Apabila acara jiarah selesai, calon pengantin pria pun dikembalikan kepada orang

tuanya bersama dengan utusan semula.

Apabila siraman ini telah selesai, maka pakaian bekas mandi kedua

mempelai dibuang. Selama memandikan juru rias selalu membalurkan lulur kebadan

kedua mempelai agar keduanya setelah mandi akan mendapatkan kulit yang halus

dan bau badan yang sedap. Para panisepuh, juga mencoretkan pada kulit pemuda-

pemudi yang lain, agar cepat ketularan. Selama acara ini berlangsung biasanya

diiringi alunan gamelan dengan lagu moblong.

Page 75: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

75

Bekas air mandi calon pengantin ini biasanya digunakan untuk mengguyur para putra

putri yang belum mendapatkan jodoh. Acara ini biasanya disebut bendrong sirat.

Diharaplah oleh para panisepuh agar putra putrinya cepat mendapat jodoh.

5) Parasan Pengantin

Calon pengantin puteri diparas (dipotong) rambut, caranya oleh ahli rias

rambut yang diatas dahi sedikit disisir kebawah dicukur atau digunting pendek

sepanjang 2 cm. selebar ukuran "ponian", sedangkan rambut cethung di kanan

kirinya dibiarkan terlebih dahulu. Sedangkan rambut diatas dahi yang dipotong

dinamai "parasan keteb". Paras dari kata aras, artinya mencium (ambung). Yang

dimaksud umat Islam, apabila menunjukan kasih sayang terhadap istrinya dengan

mencium bagian parasan (dahi) itu. Dan begitu pula sebaliknya sang isteri

menunjukan kasih sayang terhadap suaminya, apabila sang suami akan pergi jauh

keberangkatannya maupun kedatangannya kembali, seyogyanya mencium kedua

belah tangan suaminya, berarti menandakan satu hati dan seia sekata dan saling

mencintai.

Pada upacara parasan pengantin ini tak luput dari sarana sesaji dan tidak

lupa menyanding pedupaan. Ahli rias biasanya dengan membaca ta’awud selanjutnya

membaca Al-Fatihah, istighfar, syahadat, sholawat, dan sebagainya. Dan lebih

afdholnya apabila lengkap dengan membaca surat/doa Kanzul’aras. Selesai diparas

calon pengantin puteri dirias sederhana.43

43Yusuf Dendrabrata, Kusna, Ibid, 13.

Page 76: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

76

6) Akad Nikah

Pada saat mempelai pria akan dinikahkan oleh Penghulu, ibu dan bapaknya

tidak diperkenankan menyaksikan acara ini. Sebelum mempelai duduk dihadapan

Penghulu, pertama-tama keris mempelai pria harus dilepas (sebab keris pada jaman

dahulu sama dengan wakil mempelai). Selanjutnya mempelai pria ini badannya

ditutup dengan kain batik milik orang tua mempelai puteri (disebut robyong).

Duduknya mempelai pria harus dengan tikar baru, dan disebelah mempelai harus ada

nasi tumpeng komplit dengan panggang ayam dan pisang raja. Ijab dan qabul, talaq

dan taliq telah selesai dilaksanakan di depan penghulu, maskawinpun telah selesai

dilaksanakan kemudian mempelai pria menandatangani surat nikah dan pada saat

itulah mempelai puteri dipersilahkan keluar untuk membubuhi tanda tangan pada

surat nikah.

7) Upacara Panggih

Acara dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara adat, catatan keris mempelai

pria harus dilepas dahulu. Mempelai puteri harus melakukan Sungkem kepada

mempelai pria, kemudian dilanjutkan mempelai pria menginjak telur diatas pipisan,

dilapisi dengan kain lapuk. Setelah selesai, pengantin puteri membasuh kaki

mempelai pria dengan air.

Giliran kedua mempelai jongkok dihadapan sesepuh untuk menerima "Pug

Pugan" (atap rumbia yang lapuk) makna simbolis yang tersirat pada upacara ini

adalah orangtua, agar kedua mempelai senantiasa rukun dan bahagia sampai kiken

dan ninen ( sampai batas akhir). Kedua mempelai dibimbing untuk sungkem kepada

Page 77: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

77

kedua orang tua mempelai pria, kemudian sungkem kepada orang tua mempelai

puteri. Setelah sungkeman selesai, kedua mempelai didudukan di pelaminan.

Prosesi dilanjutkan dengan, kedua mempelai makna ” Sekul Adep Adep"

dengan lauk burung merpati sepasang yang digoreng. Mengapa dipilih burung

merpati? Burung merpati mengandung arti, agar kedua mempelai dalam membina

rumah tangganya sukses. Mengambil filsafat merpati jantan yang hanya memiliki

satu pasangan merpati betina.

Acara pemberian nasehat oleh para sesepuh. Acara ini biasanya ditutup

dengan pemberian doa dan restu dari para hadirin dan dilanjutkan dengan acara

hiburan tradisional berupa tarian Bedhaya Rimbe dengan iringan gamelan laras pelog

dan lagunya Keturun.

8) Ngunduh Mantu

Upacara ngunduh mantu dilakukan oleh pihak keluarga pengantin pria.

Upacara ngunduh mantu yaitu pindahnya kedua mempelai dari rumah memeplai

puteri ke rumah mempelai pria.44

b. Beberapa falsafah dalam ruang lingkup pengantin, makna tradisional,

spiritual, dan lambang yang ada pada pengantin

1) Memakai mahkota Prabu Kresna, hal ini melambangkan seseorang raja yang adil,

cakap dan bijaksana (dengan harapan pengantin ini akan bertindak di dalam

kehidupannya bagaikan Prabu Kresna).

44Yusuf Dendrabrata, Kusna, Ibid, 14.

Page 78: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

78

2) Pada tangan kanan dan kiri mengenakan perhiasan kelat bahu, hal ini

memberikan kiasan pengantin pria semenjak itu harus sudah siap memikul beban

hidup baru.

3) Pada bagian dada memakai hiasan melingkar ke belakang, yang bias disebut

"teratai" hal ini melambangkan kesucian hati pengantin pria dalam mencintai

sang isterinya laksana bunga teratai yang mekar diatas permukaan air.

4) Mengenakan keris, melambangkan berani mengambil resiko di dalam melindungi

isterinya. Dan keris juga disebut "curiga" jadi seorang suami harus senantiasa

waspada di dalam menentukan keputusan dan sebelumnya dipikirkan masak-

masak terlebih dahulu. Dan mengapa keris disandang dibelakang, hal ini juga

keris disebut duhung. Dimana di Cirebon ada pepatah "Aja sampe keduhung ning

buri", artinya jangan sampai ada penyesalan di belakang, jadi maksudnya segala

sesuatu harus dipikirkan terlebih dahulu.

5) Memakai ikat pinggang yang disebut badong, melambangkan harus berani

menahan lapar dan dahaga demi isterinya. Karena badong berfungsi untuk

mengikat pinggang, mungkin dari sinilah timbul istilah "kencangkan ikat

pinggang" bagi masa-masa keprihatinan.

6) Gelang tangan dan kaki, ini melambangkan bahwa sang pengantin lahir dan

batinnya sudah bulat terhadap pilihannya.

7) Memakai kain dodot, memberi kiasan bahwa pengantin adalah tahap memasuki

kesempurnaan hidup.

8) Memakai kalung sebagai pengikat leher, merupakan jalannya pernapasan,

melambangkan bahwa suatu perjalanan hidup harus menuruti peraturan yang ada,

sehingga segala sesuatunya dapat berjalan dengan lancar.

Page 79: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

79

9) Memakai celana panjang disamping kelengkapan pakain raja, juga sebagai

penutup aurat.

Perlu disampaikan di sini bahwa pengantin pria pada waktu akad nikah

harus ditutup mulai dari leher sampai pada bagian bawah perutnya dengan kain batik

kepunyaan dari dari sang pengantin wanita (biasanya disebut robyong). Hal ini

melukiskan bahwa semenjak itu orang tua pengantin wanita sudah menganggap

kepada menantunya ini seperti menantu sendiri. Setelah akad nikah, kain robyong ini

dibuka kembali.45

6. Teori Pemaknaan

a. Dasar Sosio-Historik Proses Simbolis

Kreatifitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan. Uraian

singkat ini akan memusatkan perhatian pada proses simbolis, yaitu pada kegiatan

manusia dalam menciptakan makna yang merujuk pada realitas yang lain daripada

pengalaman sehari-hari.46 Proses simbolis meliputi bidang-bidang agama, filsafat,

seni, ilmu, sejarah, mitos, dan bahasa. Sedemikian luasnya bentuk-bentuk simbolis

itu sehingga kita harus membatasi diri pada beberapa hal yang terjangkau dalam

bahasan-bahasan sekitar sosiologi budaya, sosiologi pengetahuan, atau sosiologi

kesenian.

Ada beberapa cara untuk mencari hubungan antara simbol dan masyarakat.

Mannheim mencoba mencari hubungan antara suatu kelompok kepentingan tertentu

dalam masyarakat dan pikiran serta modus berpikir yang mendasari sosiologi

45HARPI, Buku Pelajaran Tata Rias Pengantin Cirebon (Cirebon, 1995), 15. 46Peter L. Berger, dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge (Middlesex, England: Penguin Book, 1979), 113.

Page 80: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

80

pengetahuannya dengan berbagai variasinya, pembicaraan mengenai hubungan

antara masyarakat dan sistem nilai, pikiran, dan simbol, mula-mula didorong oleh

pikiran Marx mengenai struktur dan supersturktur , yang masih berpengaruh secara

kuat baik dikalangan ilmuwan Marxis mapun non Marxis.

b. Kategori-kategori Sejarah dan Semesta simbolisnya

Dalam sosiologi budaya kita menemukan adanya tiganya komponen, yaitu

lembaga-lembaga budaya, isi budaya, dan efek-efek budaya atau norma-norma.

Dengan kata lain, lembaga budaya menanyakan siapa menghasilkan produk budaya,

siapa mengontrol, dan bagaimana kontrol itu dilakukan, isi budaya menanyakan paya

yang dihasilkan atau simbol-simbol apa yang diusahakan, dan efek budaya

menanyakan konsekuensi apa yang diharapkan dari proses budaya itu.

Mengapa proses simbolis mengalami proses transformasi, merupkan bahan

studi tentang anomali budaya. Kebudayaan dapat menjadi tidak fungsional jika

simbol dan normanya tidak lagi didukung oleh lembaga-lembaga sosialnya, atau oleh

modus organisasi sosial dari budaya itu. Kontradiksi-kontradiksi budaya dapat terjadi

sehingga dapat melumpuhkan dasar-dasar sosialnya.

Tujuan akhir ini terutama untuk mendapatkan wawasan budaya yang sesuai

dengan cita-cita nasional. Dengan melihat bagaiman proses simbol telah terjadi

dimasa lalu dan masa kini, kita berharap dapat menarik kesimpulan mengenai suatu

kebijakan budaya baru di mas ayang akan datang. Barangkali secara sadar kita

mempunyai kendala-kendala organis berupa batas-batas materila dan lingkungan

serta ekonomis, dan kendala logik berupa ideologi dan konsep-konsep Yengoyen

Page 81: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

81

yang justru diharapkan memberikan integritas budaya, lebih daripada membatasi

kreativitas.47

c. Interaksionisme Simbolik, Prinsip-prinsip Dasar

1) Kapasitas Berpikir

Asumsi penting bahwa manusia memiliki kapasitas untuk berpikir

membedakan interaksionisme simbolik dari akar behaviorismenya. Asumsi ini juga

menyediakan basis semua teori yang berorientasi pada interaksionisme simbolik.

Bernard Meltzer, J. Petras, dan L. Reynold mengatakan bahwa asumsi tentang

manusia memiliki kemampuan berpikir adalah salah satu teoritisi interaksionisme

simbolik awal seperti James, Dewey, Thomas, Cooley, dan tentu saja Mead:

”Individu dalam masyarakat tak dilihat sebagai unit yang dimotivasi oleh kekuatan

eksternal atau internal di luar kontrol mereka atau didalam kekurangan struktur yang

kurang lebih tetap. Kemampuan berpikir memungkinkan manusia bertindak dengan

pemikiran ketimbang hanya berperilaku dengan tanpa pemikir. Manusia pasti sering

kali membangun dan membimbing apa-apa yang mereka lakukan ketimbang

melepaskannya begitu saja.

Kemampuan untuk berpikir tersimpan dalam pikiran, tetapi teoritisi

interaksionisme simbolik mempunyai konsep yang agak luar biasa mengenai pikiran

yang menurut mereka berasal dari sosialisasi kesadaran. Mereka membedakan

pikiran dari otak fisiologi. Manusia tentu mempunyai otak untuk mengembangkan

pikiran, namun otak tidak mesti menghasilkan pikiran seperti jelas terlihat dalam

kasus binatang. Teori interaksionisme simbolik tidak membayangkan pikiran sebagai

47Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 7-9.

Page 82: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

82

benda, sebagai sesuatu yang memiliki struktur fisik, tetapi lebih membayangkan

sebagai proses yang berkelanjutan. Sebagai sebuah proses yang dirinya sendiri

merupakan bagian dari proses yang lebih luas dari stimul dan respon. Pikiran,

menurut interaksionisme simbolik, sebenarnya berhubungan dengan setiap aspek lain

termasuk sosialisasi, arti simbol, diri, interaksi, dan juga masyarakat.48

2) Berpikir dan Berinteraksi

Manusia hanya memiliki kapsitas umum untuk berpikir. Kapsitas ini harus

dibentuk dan diperhalus dalam proses interaksi sosial. pandangan ini menyebabkan

teoritisi interaksionisme simbolik memusatkan perhatian pada bentuk khusus

interaksi sosial yakni sosialis. Kemampuan manusia untuk berpikir dikembangkan

sejak dini dalam sosialisasi anak-anak dan diperhalus selama sosialisasi di masa

dewasa. Teoritisi interaksionisme simbolik mempunyai pandangan mengenai proses

sosialisasi yang berbeda dari pandangan sebagian besar sisiolog lain.

Pentingnya pemikiran menurut pakar interaksionisme simbolik tercermin

dalam pandangan mereka mengenai objek. Blumer membedakan tiga jenis objek:

objek fisik seperti kursi atau pohon; objek sosial seperti seorang mahasiswa atau

seorang ibu; objek abstrak seperti gagasan atau prinsip moral. Objek semata-mata

dilihat sebagai benda yang benda yang berada ”diluar sana” dalam dunia nyata; yang

terpenting adalah bagaimana cara objek itu ditetapkan oleh aktor. Objek abstrak ini

mengarah pada pandangan aliran relativitas yang menyatakan bahwa objek yang

berbeda mempunyai arti yang berbeda bagi individu yang berbeda; ”sebatang pohon

48George Ritze dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Cet. 4; Jakarta: Kencana, 2007), 289.

Page 83: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

83

akan menjadi objek yang berbeda bagi seorang pakar botani, penebang pohon,

penyair dan tukang kebun rumah tangga. Seperti dikatakan Herbert Blumer: ”Sifat

suatu objek...terdiri dari arti yang diberikan orang yang menjadikannya sebuah objek.

3) Pembelajaran Makna dan Simbol

Dengan mengikuti Mead, teoritis interaksionisme simbolik cenderung

menyetujui pentingnya sebab musabab interaksi sosial. Dengan demikian, makna

bukan berasal dari proses mental yang menyendiri, tetapi berasal dari interaksi.

Pemusatan perhatian ini berasal dari pragmatisme Mead. Ia memutuskan perhatian

pada tindakan dan interaksi manusia, bukan pada proses mental yang terisolasi.

Perhatian utama bukan tertuju pada bagaimana cara mental manusia menciptakan arti

dan simbol, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya selama interaksi pada

umumnya dan selama proses sosialisasi pada khususnya.

Manusia mempelajari simbol dan makna di dalam interaksi sosial. Manusia

menanggapi tanda-tanda dengan tanpa berpikir. Sebaliknya, mereka menanggapi

simbolis dengan cara berpikir. Tanda-tanda mempunyai arti sendiri (misalnya, gerak

isyarat anjing yang marah atau air bagi seseorang yang hampir mati kahausan).

”simbol adalah objek sosial yang dipakai untuk merepresentasikan (atau

menggantikan) apapun yang disetujui orang yang akan mereka representasikan”. Tak

semua objek sosial dapat merepresentasikan sesuatu yang lain, tetapi objek sosial

yang dapat menggantikan sesuatu yang lain adalah simbol. Kata-kata, benda fisik

(artefak), dan tindakan fisik (contoh, kata kapal, palang salib atau kepalan tinju)

semuanya dapat menjadi simbol. Orang sering menggunakan simbol untuk

Page 84: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

84

mengomunikasikan sesuatu mengenai ciri mereka sendiri; misalnya, mengendarai

Roll-Royce untuk mengomunikasikan gaya hidup tertentu.

Teoritisi interaksionisme simbolik membayangkan bahasa sebagai sistem

simbol yang sangat luas. Kata-kata adalah simbol karena digunakan untuk

menggantikan sesuatu yang lain. Kata-kata membuat seluruh simbol yang lain

menjadi tepat. Tindakan, objek, dan kata-kata lain lain eksis dan hanya mempunyai

makna karena telah dan dapat dideskripsikan melalui penggunaan kata-kata.

Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang bertindak menurut

cara-cara yang khas dilakukan manusia. Karena simbol, manusia ”tidak memberikan

respon secara pasif terhadap realitas yang memaksakan dirinya sendiri, tetapi secara

aktif menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka berperan”. Sebagai

tambahan atas kegunaan umum ini, simbol pada umumnya dan bahasa pada

khususnya, mempunyai sejumlah fungsi khusus bagi aktor.49

Pertama, simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan

dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan

mengingat objek yang mereka jumpai disitu. Kedua, simbol meningkatkan

kemampuan manusia untuk memahami lingkungan. Daripada dibanjiri oleh banyak

stimulus yang tak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga terhadap bagian

lingkungan tertentu saja ketimbang terhadap bagian lingkungan yang lain. Ketiga,

simbol meningkatkan kemampuan berpikir. Jika sekumpul simbol bergmbar hanya

dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat

lebih mengembangkan kemampuan diri. Keempat, simbol meningkatkan

kemampuanuntuk menyelesaikan berbagai masalah. Kelima, simbol memungkinkan

49George Ritze dan Douglas J. Goodman, Ibid, 292.

Page 85: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

85

aktor mendahului waktu, ruang, dan bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui

penggunaan simbol, aktor dapat membayangkan seperti apa kehidupan dimasa lalu

atau seperti apa kemungkinan hidup di masa depan. Keenam, simbol memungkinkan

kita membayangkan realitas metafisik, seperti surga dan neraka. Ketujuh, dan paling

umum, simbol memungkinkan orang menghindar dari perbudak oleh lingkungan

mereka. Mereka dapat lebih aktif ketimbang pasif, artinya mengatur sendiri

mengenai apa yang akan mereka kerjakan.

4) Aksi dan Interaksi

Teoritisi interaksinisme simbolik memusatkan perhatian terutama pada

dampak dari makna dan simbol terhadaptindakan dan interaksi manusia. Di sini akan

bermanfaat menggunakan pemikiran Mead yang membedakan antara perilaku

lahiriyah dan perilaku tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses berpikir

yang melibatkan simbol dan arti. Perilaku lahiriyah adalah perilaku sebenarnya yang

dilakukan oleh seorang aktor. Beberapa perilaku lahiriyah tidak melibatkan perilaku

tersembunyi (perilaku karena kebiasaan atau tanggapan tanpa pikir terhadap

pasangan eksternal). Tetapi, sebagian besar tindakan manusia melibatkan kedua jenis

perilaku itu.

Simbol dan arti memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia

(yang melibatkan aktor tunggal) dan pada interaksi sosial manusia (yang melibatkan

dua orang aktor atau lebih yang terlibat dalam tindakan sosial timbal-balik).

Tindakan sosial adalah tindakan dimana individu bertindak dengan orang lain dalam

pikiran. Dengan kata, dalam melakukan tindakan, seorang aktor mencoba menaksir

Page 86: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

86

pengaruhnya terhadap aktor lain yang terlibat. Dalam proses interaksi sosial, manusia

secara simbolik mengomunikasikan arti terhadap orang lain yang terlibat.50

50George Ritze dan Douglas J. Goodman, Ibid, 294.

Page 87: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

87

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian fenomenologis. Fenomenologis

kadang-kadang digunakan sebagai perspektif filosofi dan juga digunakan sebagai

pendekatan dalam metode kualitatif.51 Jenis penelitian ini adalah untuk mengetahui

sesuatu yang masih terjadi, dalam hal ini adalah terjadinya tradisi perkawinan

Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat.

B. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif ini digunakan karena data-data yang dibutuhkan

berupa sebaran-sebaran informasi yang tidak perlu dikuantifikasi.52 Dalam penelitian

51Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif (Cet. 22; Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), 15. 52Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Malang: Fakultas Syari’ah UIN, 2005), 11.

Page 88: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

88

ini tidak diperlukan hitungan-hitungan, karena penelitian bersifat menggambarkan

sesuatu bukannya suatu perhitungan.

C. Lokasi Penelitian

Dalam mengemukakan lokasi penelitian, yang pertama adalah menyebut

tempat penelitian, misalnya desa, komunitas atau lembaga tertentu. Kedua yang lebih

penting adalah mengemukakan alasan adanya fenomena sosial atau peristiwa seperti

yang dimaksud oleh peneliti, terjadi di lokasi tersebut.53 Penelitian ini berada di

Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa barat, yang merupakan tempat

adanya tradisi perkawinan.

D. Sumber Data

Lazimnya di dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh

langsung dari masyarakat dan dari bahan penelitian.

1. Data primer

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu:

a) Sultan Abdul Gani Nata Diningrat, SE

b) drh, Bambang Irianto

c) Ibu Diah Komala

d) Ibu Hj. Inggit Ganati Emot Selamet

e) Elang Ato

53Hamidi, Metode Penelitian Kulaitatif Aplikasi Paraktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian ( Cet. 3; Malang: UMM Malang, 2005), 69-70.

Page 89: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

89

2. Data sekunder

Sedangkan data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan

seterusnya.54 Yang dimaksud disini adalah dokumen-dokumen berupa tulisan dari

pihak Keraton Kacirebonan, buku-buku mengenai perkawinan menurut adat,

perkawinan menurut hukum Islam.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan

muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada sipeneliti.55 Adapun

dalam hal ini wawancara dilakukan dengan sumber data pertama yaitu:

a) Sultan Abdul Gani Nata Diningrat, SE

b) drh, Bambang Irianto

c) Ibu Diah Komala

d) Ibu Hj. Inggit Ganati Emot Selamet

e) Elang Ato

2. Dokumentasi

Tidak kala penting dengan metode-metode lain, adalah metode

dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

54Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-PRESS, 2005), 12. 55Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Cet. 8; Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 64.

Page 90: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

90

transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan

sebagainya.56 Dokumentasi yang dimaksud adalah dokumen-dokumen berupa tulisan

dari pihak Keraton Kacirebonan dan juga buku-buku mengenai perkawinan untuk

mendukung penelitian.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Editing

Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit lebih dahulu. Dengan

perkataan lain, data atau keterangan yang telah dikumpulkan dalam record book,

daftar pertanyaan, ataupun pada interview guide perlu dibaca sekali lagi dan

diperbaiki, jika di sana-sini masih terdapat hal-hal yang salah atau yang masih

meragukan.57 Pengeditan dalam proses ini adalah terhadap data yang dikumpulkan

berupa rekaman dan catatan dari Keraton Kacirebonan dibaca dan didengarkan

supaya data yang diperoleh cukup.

2. Classifying

Klasifikasi merupakan langkah kedua dalam analisis data kualitatif.

Menyusun dan menyeleksi data yang diperoleh untuk kemudian diklasifikasikan

sesuai dengan permasalahan yang ada.58 Di sini membedakan antara data primer

dengan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara dengan informan,

sedangkan data sekunder adalah berupa catatan baik dari pihak Keraton Kacirebonan

ataupun dari buku-buku yang terkait dengan penelitian ini.

56Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006),206. 57 Nadzir, Metode Penelitian, (Cet. 6; Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 346. 58Moleong, op. cit., 290.

Page 91: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

91

3. Verifying

Memeriksa kembali data dan informasi yang diperoleh dari lapangan agar

validitasnya terjamin. Data yang telah di dapat baik dari hasil wawancara ataupun

dari sumber tulisan diperiksa agar kebenarannya terjamin, sehingga layak untuk di

jadikan sumber di dalam penulisan karya ilmiah ini.

4. Analisis

Analisis data merupakan proses yang tidak pernah selesai. Proses analisis

data sebaiknya dilakukan segera setelah peneliti meninggalkan lapangan.59 Bertujuan

agar semua data mentah yang telah diperoleh bisa dipahami dengan mudah dan

sederhana serta bisa memecahkan permasalahan yang diteliti. Proses analisis ini tidak

bisa terlepas dari penggunaan kajian pustaka, jadi analisis di sini menjawab hasil

temuan di lapangan dengan kajian pustaka.

5. Concluding

Tahapan yang terakhir yaitu pengambilan kesimpulan dari data yang telah

diolah terlebih dahulu guna mendapatkan jawaban untuk rumusan masalah. Dan

merupakan proses yang terakhir dalam penelitian.

59Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Cet. 3; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), 66.

Page 92: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

92

BAB IV

PEMAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Pemaparan Data

1. Keraton Kacirebonan

a. Sejarah Keraton Kacirebonan

Keraton Kacirebonan walaupun secara fisik merupakan keraton terkecil di

Cirebon, namun di dalamnya terdapat berbagai kekayaan budaya. Yang menjadi

pimpinan dari pada keraton adalah Sultan (kepala famili). Keraton Kacirebonan

terlahir pada tanggal 13 Maret 1808, sebagai Raja pertama adalah Pangeran Raja

Kanoman (Putra dari Sultan Kanoman IV). Keraton Kacirebonan berasal dari

Keraton Kanoman yang memisahkan diri akibat konflik dengan pemerintah kolonial

Belanda.

Konflik timbul akibat sikap Pangeran Raja Kanoman yang non koperasi

dengan kaum penjajah, akibatnya Pangeran Raja Kanoman kehilangan hak-hak

Kesultanannya di Keraton kanoman dan Belanda menyingkirkannya di Ambon pada

tahun 1804. Karena kekhawatiran akan timbul pergolakan di masyarakat/kaum

Page 93: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

93

pemberontak, kemudian Belanda memulangkannya kembali ke Cirebon dan

memulihkan hak-hak Kesultanannya. Solusi pemulihan hak-hak tersebut dengan

membuat Kasultanan yang ke tiga, yakni Kasultanan Kacirebonan.

SILSILAH SULTAN KACIREBONAN

Silsilah Garis Kacirebonan

Syaikh Syarif Hidayatullah 1479-1568

Sultan Amirul Mukminin 1808-1814

Raja Madenda I 1814-1951

Raja Madenda II 1951-1914

Raja Madenda III 1914-1931

Raja Madenda IV 1931-1950

P. Sidik Arjaningrat 1950-1956

S. Harkat Natadiningrat 1960-1968

Page 94: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

94

b. Fisik Bangunan Keraton

Fisik bangunan keraton mempunyai gaya artsitektur kolonial dan tradisional

didirikan pada tahun 1814. Fisik bangunan Keraton Kacirebonan sangat sederhana

dan kecil namun mungil fisik Keraton Kacirebonan terdiri dari:

1. Prabayaksa yaitu tempat upacara adat besar keraton dan juga sebagai tamu

agung.

2. Paseban wetan yaitu tempat jaga keraton.

3. Paseban barat (kulon) yaitu tempat jaga keraton bagian kulon.

4. Gedong ijo yaitu tempat ruang gamelan.

5. Tempat Kereta, bangunan ini sudah hancur.

6. Pringgawati, yaitu tempat para garwa dalem (istri sultan).

7. Keputren yaitu tempat para putra puteri sultan.

8. Alun-alun.

9. Masjid (langgar keramat).

10. Pintu Gerbang.

11. 2 (dua) Pintu Kliningan.

12. Dapur Jimat.

13. Bangunan Pangeran Patihan.

S. Amir Natadiningrat 1968-1997

S. Abdul Gani Natadiningrat 1997-Sekarang

Page 95: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

95

14. Ruang gamelan kuno.

c. Peninggalan-Peninggalan Kuno

Keraton Kacirebonan masih menyimpan peninggalan peninggalan kuno,

seperti gamelan, wayang kulit, keris, pedang, kereta dan lain-lain.

d. Upacara Adat Tahunan di Keraton Kacirebonan

Suraan yakni memperingati tahun baru Islam dan Jawa jatuh pada tanggal 1

Muharrom, 10 Sura membuat bubur sura keratonan, kemudian dibagikan kepada para

famili, kerabat dan rakyat, dengan harapan atau doa untuk memperoleh kemenangan

dalam mengadapi berbagai macam cobaan dan menolak bala, seperti kemenangan

atau pertolongan Allah SWT kepada umat yang dikasihi.

Muludan dikenal dengan sebutan upacara tradisi panjang jimat,

dilaksanakan pada tanggal 12 Mulud Tahun aboge. Dalam even muludan ini banyak

masyarakat berkunjung ke Keraton untuk menyaksikan upacara adat dan silaturahmi

pada Sultan.

Rajaban yaitu pembacaan kitab berbahasa Jawa mengenai perjalanan Isra

Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Acara ini dilaksanakan tanggal 27 Rajab dan dihadiri

oleh kerabat, famili dan Magersari. Rowahan yaitu pembacaan Kitab Rowah

berkenaan acara Nisfu Sya’ban sama seperti halnya Rajaban.

Puasa, tarawehan, tadarusan, likuran beserta kerabat dan Magersari. Sholat

Ied Sultan dan Kerabat Famili melakukan solat idul fitri di langgar Kacirebonan.

Gerebek syawal setelah melakukan puasa syawalan pada tanggal 7 syawal

Page 96: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

96

melakukan gerebek syawal bersama Sultan Kanoman di Astana Gunung Sembung

tempat pemakaman raja-raja Cirebon.

Rayagungan, melakukan sholat idul Adha di langgar Agung Kacirebonan

kemudian kerabat Kacirebonan menuju Astana Gunung Sembung untuk bersama-

sama Sultan Kanoman berziarah ke makam Sunan Gunung Jati.

e. Seni Budaya Keraton Kacirebonan

Tari Topeng, tari ketokohan wayang dan lain sebagainya. Keraton mampu

mengembangkan seni tari dengan baik. Hal ini diwujudkan banyaknya penggemar

dari kalangan SD (Sekolah Dasar) sampai dengan remaja bahkan turis manca negara

untuk belajar di Keraton Kacirebonan.

Seni Karawitan, seni menabuh alat musik dari perunggu, nada pelog,

slendro dan denggung. seni ukir dan lukis kaca, ukir-ukiran wadasan atau mega

mendung masih mewarnai corak seni ukir dan lukis kaca Cirebon. Keraton banyak

kader yang bisa dibidang seni ini. Seni wayang wong, seni drama dan tarian,

perkembangan seni tari di Kacirebonan. Keraton Kacirebonan mampu

mengapresiasikan sendratari wayang wong, biasanya menampilkan lakon

Mahabarata atau Ramayana.

Seni wayang kulit dan sungging wayang, seni pertunjukan wayang yang

terbuat dari kulit. Lakon yang diambil dari Mahabarata, Ramayana dan karangan.

Dan juga seni batik, di Keraton Kacirebonan dan Kanoman dahulu terdapat orang-

orang yang ahli di bidangnya (pembatik khas Keraton).

Page 97: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

97

2. Prosesi Perkawinan di Keraton Kacirebonan

Dari hasil penelitian dilapangan tentang prosesi perkawinan di Keraton

Kacirebonan, dapat diperoleh jawaban dari rumusan masalah yang penulis ingin

ketahui melalui penelitian ini. Dalam hal ini penulis mewawancarai informan

pertama dan juga berdasarkan dokumentasi berupa catatan tentang perkawinan yang

diberikan oleh pihak Keraton Kacirebonan sendiri. Prosesi perkawinan Keraton

Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

a. Lamaran

Lamaran ini dilakukan oleh pihak pengantin pria ditujnjukan kepada

orangtua mempelai puteri dengan disaksikan sesepuh. Ketika lamaran biasanya

disertakan barang bawaan berupa perlengkapan pakaian wanita beserta perhiasan

emas, perlengkapan dapur komplit, daun sirih, sejumlah uang tunai.60 Sedangkan

ketika wawancara dengan Ibu Hj. Inggit Ganati Emot Selamet, beliau berumur 55

tahun sebagai penasehat di HARPI dan ketua IPHI, sedangkan dikeraton beliau

sebagai penata rias pengantin. Ketika penulis menanyakan awal prosesi perkawinan,

beliau menjawab:

Untuk pertama pengantin sebelum pernikahan sehari sebelum pernikahan

biasanya satu minggu sebelum pernikahan e dari pihak laki-laki datang menjegog,

menjegog bahasa Cirebon itu datang melamar.61

Sedangkan informan lainnya mengatakan prosesi yang pertama juga

lamaran, tetapi ada perbedaan istilah dalam pengunaan kata ”lamaran”, untuk Sultan

Abdul Gani Nata Diningrat, beliau berumur 35 tahun dan sebagai sultan. Beliau

60Yusuf Dendrabrata dan Kusna, Pagelaran dan Loka Karya Upacara Adat Pengantin Keraton Cirebon ( Cirebon: 1991), 12. 61Inggit Ganati Emot Selamet, Wawancara (Cirebon, 29 Maret 2008).

Page 98: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

98

sendiri menggunakan kata ”lamaran” bukan kata ”menjegog”, seperti hasil

wawancaranya sebagai berikut:

“Menurut saya perkawinan tata tata cara perkawinan Keraton Kacirebonan

mempunyai tata cara sendiri diantaranya prosesi dari awal seperti lamaran ya

lamaran”62

Apabila lamaran resmi telah diterima oleh pihak mempelai puteri, maka

utusan mempelai pria akan menanyakan kapan tanggal kepastian perkawinan bisa

dilangsungkan, dan pukul berapa mempelai pria bisa dijemput.

b. Siraman

Sebelum acara akad nikah di Cirebon biasanya kedua mempelai diwajibkan

melaksanakan siraman dirumah mempelai puteri. Tujuan siraman bersama ini agar

kedua belah pihak bisa saling memperhatikan apakah diantara kedua mempelai itu

mempunyai tanda-tanda yang jelek. Pelaksanaan acara ini diberitahukan kepada

pihak calon pengantin pria dengan cara mengirimkan 2 (dua) orang utusannya untuk

menjemput calon pengantin pria tersebut.63

Sedangkan hasil dari wawancara dengan Ibu Hj. Inggit Ganati Emot

Selamet, beliau mengatakan seperti ini:

”Siraman yang pada penganten Cirebon itu tidak sama dengan pengantin

yang lainnya kalau yang lainnya itu biasanya siraman sendiri-sendiri tapi khusus

untuk pengantin Cirebon kebesaran atau kepangeranan itu dua penganten walaupun

belum nikah sudah disatukan tapi bukan mandi sendiri semuanya memandikan”64

62Abdul Gani Nata Diningrat, Wawancara (Cirebon, 31 Maret 2008). 63Yusuf Dendrabrata dan Kusna, Op.Cit.13. 64Inggit Ganati Emot Selamet, Wawancara (Cirebon, 29 Maret 2008).

Page 99: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

99

Dan Sultan Abdul Gani Nata Diningrat mengatakan hal yang sama, setelah

lamaran selesai dilanjutkan dengan prosesi siraman yang diadakan di kediaman calon

mempelai putri, adapun hasil wawancaranya sebagai berikut:

”Ya siraman dalam siraman tentunya banyak acara-acara dari awal sampai

akhir seperti persiapan dan sarana seperti persiapan sarana sebuah guci keramik ya

berisikan air tujuh sumur yang telah direndami pula dengan setangkai mayang

kemudian nomer duanya sebuah bangunan cungkup yang konstruksinya terbuat dari

bambu dan banyak pernik-pernik lainnya”65

Yang diperlukan dalam prosesi ini adalah, sebuah guci keramik/jambangan

keramik, berisikan air tujuh sumur/tasik, yang telah direndami pula dengan setangkai

mayang (bunga pinang), daun andong hijau/andongmerah, daun puring dan bunga

tujuh rupa. Diperlukan sebuah bangunan “cungkup” konstruksinya terbuat dari

bambu dengan dihiasi daun kelapa muda (janur), daun beringin, daun tebu wulung

(tebu hitam), daun pinang, kelapa gading, kelapa hijau, daun suji dan daun puring.

Sebuah pedupan untuk membakar dupa/kemenyan. Juga disediakan dua buah kursi

yang kesemuanya diletakan di dalam ruangan cungkup itu tadi. Bangunan cungkup

itu biasanya berbentuk persegi empat dengan ukuran 2x2 m, bagian atap biasanya

berbentuk kubah masjid.

Untuk pelaksanaannya kedua calon pengantin didudukan di dalam cungkup

disanding dengan jambangan/guci tadi. Calon pengantin puteri dengan rambut terurai

dan duduk disebelah kiri pria. Di sebelah kiri calon pengantin puterilah letak

guci/jambangan itu. Calon pengantin puteri hanya mengenakan kain panjang sampai

diatas payudaranya. Kain panjang ini yang sudah pernah dipakai, artinya bukan baru,

65Abdul Gani Nata Diningrat, Wawancara (Cirebon, 31 Maret 2008).

Page 100: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

100

menurut bahasa Cirebon “kain luson” (asal kata dari “lusu” artinya bekas). Dada

bagian atas ditutup dengan kain putih/mori, pertanda ia masih suci. Begitu pula sang

calon pria mengenakan sarung batik dengan dada ditutup kain putih, pertanda masih

dalam keadaan suci pula.

Apabila siraman ini telah selesai, maka pakaian bekas mandi kedua

mempelai dibuang. Selama memandikan juru rias selalu membalurkan lulur kebadan

kedua mempelai agar keduanya setelah mandi akan mendapatkan kulit yang halus

dan bau badan yang sedap. Para panisepuh, juga mencoretkan pada kulit pemuda-

pemudi yang lain, agar cepat ketularan. Selama acara ini berlangsung biasanya

diiringi alunan gamelan dengan lagu moblong.

c. Parasan Pengantin

Setelah prosesi siraman selesai, dilanjutkan denagn prosesi parasan

pengantin. Parasan ini khusus untuk calon mempelai pengantin putri. Calon

pengantin puteri diparas (dipotong) rambut, caranya oleh ahli rias rambut yang diatas

dahi sedikit disisir kebawah dicukur atau digunting pendek sepanjang 2 cm. selebar

ukuran "ponian", sedangkan rambut cethung di kanan kirinya dibiarkan terlebih

dahulu. Sedangkan rambut diatas dahi yang dipotong dinamai "parasan keteb". Paras

dari kata aras, artinya mencium (ambung). Yang dimaksud umat Islam, apabila

menunjukan kasih sayang terhadap istrinya dengan mencium bagian parasan (dahi)

itu.66

Untuk hasil wawancara dengan informan yaitu Ibu Hj. Inggit Ganati Emot

Selamet dan juga Sultan Abdul Gani Nata Diningrat, mengatakan hal sama, bahwa

66Yusuf Dendrabrata dan Kusna, Ibid, 13.

Page 101: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

101

setelah prosesi siraman selesai dilakukan parasan pengantin yang dilakukan oleh juru

rias pengantin.

d. Akad Nikah

Akad nikah merupakan prosesi yang tidak bisa ditinggalkan, karena puncak

dari perkawinan adalah akad nikah. Pada saat mempelai pria akan dinikahkan oleh

Penghulu, ibu dan bapaknya tidak diperkenankan menyaksikan acara ini. Sebelum

mempelai duduk dihadapan penghulu, pertama-tama keris mempelai pria harus

dilepas (sebab keris pada jaman dahulu sama dengan wakil mempelai). Selanjutnya

mempelai pria ini badannya ditutup dengan kain batik milik orang tua mempelai

puteri (disebut robyong). Duduknya mempelai pria harus dengan tikar baru, dan

disebelah mempelai harus ada nasi tumpeng komplit dengan panggang ayam dan

pisang raja. Ijab dan qabul, talaq dan taliq telah selesai dilaksanakan di depan

penghulu, maskawinpun telah selesai dilaksanakan kemudian mempelai pria

menandatangani surat nikah dan pada saat itulah mempelai puteri dipersilahkan

keluar untuk membubuhi tanda tangan pada surat nikah.67

Dari hasil wawancara juga membenarkan hal tersebut, prosesi akad nikah

masuk di dalam prosesi perkawinan di Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon

Provinsi Jawa Barat.

e. Upacara "Panggih" (Temu)

Setelah akad nikah kedua pengantin dipertemukan dalam prosesi panggih

atau bertemunya kedua pengantin. Acara dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara

67Yusuf Dendrabrata dan Kusna, Ibid,13.

Page 102: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

102

adat, catatan keris mempelai pria harus dilepas dahulu. Biasanya dalam upacara

panggih ini diikuti dengan prosesi yang lainnya. Ketika penulis bertanya kepada Ibu

Hj. Inggit Ganati Emot Selamet, prosesi apa saja yang ada setelah akad nikah, beliau

menjawab:

”Iya setelah akad nikah baru dijemput kemudian setelah dijemput e terus

mengadakan itu apa sih e menginjak telur iya kemudian sawer kemudian e

memberikan pug-pugan di situ ada pug-pugan yang itu daun rumbia atau daun kelapa

yang sudah tua di berikan ke ubun-ubun dua pengantin oleh ayah ibu masing-

masing”.68

Jawaban yang sama juga diberikan oleh Ibu Diah Komala yang berumur 37

tahun, beliau sendiri sebagai generasi penerus dari tradisi yang ada di Keraton

Kacirebonan yang didalamnya termasuk tradisi perkawinan. Ketika penulis

menanyakan tentang gambaran umum mengenai prosesi apa saja yang dilakukan

didalam perkawinan Keraton Kacirebonan. Beliau memberikan jawabannya sebagai

berikut:

”Upacara menuju pelaminan ya upacara menuju pelaminan itu yang pertama mempelai putri ketika pengantin datang itu sungkem keapda mempelai prianya kemudian itu biasanya mempelai pria berdiri kemudian mempelai wanitanya sungkem kemudian yang kedua mempelai pria menginjak telur diatas pipisan itu di lapisi dengan kain lapuk pipisannya setelah menginjak telur mempelai pria membasuh e mempelai wanita membasuh kaki mempelai pria dengan air yang sudah di sediakan kemudian kedua mempelai jongkok di hadapan sesepuh untuk menerima pug-pugan pug-pugan ini atap rumbia yang lapuk artinya simbol yang tersirat pada upacara ini adalah pada orangtua agar kedua mempelai senantiasa rukun dan bahagia sampai kakek dan nenek ini yang memberikan pug-pugan ini biasanya dari mempelai pria dulu ya mempelai pria e pihak orangtuanya orangtua mempelai pria kepada kedua mempelai kemudian gantian pihak dari mempelai putri itu memberikan pug-pugan kepada kedua mempelai kemudian selanjutnya sungkem kepada kedua orangtua jadi kedua mempelai ini di bimbing untuk sungkem yang pertama kepada orangtua mempelai pria kemudian bergantian sungkem kepada

68Inggit Ganati Emot Selamet, Wawancara (Cirebon, 29 Maret 2008).

Page 103: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

103

kedua orang tua mempelai putri nah kemudian setelah acara sungkem keduanya di dudukan di atas pelaminan dan mulai acara upacara adat yang disebut e makan adep-adep sekul adep-adep sekul adep-adep sekul nah itu emm dengan lauk burung merpati sepasang burung merpati yang di goreng”69

Ketika pemberian nasehat oleh para sesepuh biasanya ditutup dengan

pemberian doa dan restu dari para hadirin dan dilanjutkan dengan acara hiburan

tradisional berupa tarian Bedhaya Rimbe dengan iringan gamelan laras pelog.

f. Ngunduh Mantu

Upacara ngunduh mantu dilakukan oleh pihak keluarga pengantin pria.

Upacara ngunduh mantu yaitu pindahnya kedua mempelai dari rumah mempelai

puteri ke rumah mempelai pria.70

3. Makna Yang Terkandung Dalam Setiap Prosesi Perkawinan

Setiap prosesi perkawinan yang berlangsung di Keraton Kacirebonan tidak

semuanya mengandung makna. Hanya beberapa prosesi saja yang memiliki makna,

prosesi yang memiliki didalam perkawinan adalah sebagai berikut:

a. Lamaran

Lamaran mempunyai makna yang tinggi dan begitu penting, hal tersebut

bisa dilihat dari persiapan pihak calon pengantin pria untuk melamar. Begitu banyak

barang yang dibawah. Artinya dari barang bawaan tersebut dapat mencerminkan

adanya makna yang terkandung didalamnya. Lamaran mempunyai makna bahwa

disitulah merupakan awal hidup seseorang untuk hidup secara mandiri. Lamaran

69Diah Komala, Wawancara (Cirebon: 1 April 2008). 70Yusuf Dendrabrata, Kusna, Op.Cit, 14.

Page 104: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

104

merupakan pintu gerbang gerbang untuk melepaskan ikatan dari orangtua untuk

membuat suatu ikatan baru bagi dirinya sendiri.71

b. Siraman

Berdasarkan dokumentasi yang diberikan oleh pihak Keraton Kacirebonan

sendiri kepada penulis, makna yang terkandung dalam prosesi siram tawandari

adalah untuk membuang seluruh noda, bisa racun/bisa dan penyakit, sehingga

menimbulkan/melahirkan bentuk yang diinginkan, ialah suci bersih bagaikan

gemilangnya cahaya kesucian itu. Hal itu dapat kita maklumi bahwa jenjang dekade

perkawinan itu bagi seseorang itu adalah merupakan suatu dekade baru untuk

mencapai tujuan suci. Yaitu tugas untuk mengembangkan keturunannya.72

Untuk hasil wawancara dengan kakak dari Sultan Abdul Gani Nata

Diningrat yaitu Elang Ato, ada perbedaan tentang makna prosesi dari siraman, beliau

menjawab sebagai berikut:

”Makna siraman itu terbagi jadi dua bagian makna dhohir dan makna batin

makna dhohir siraman yaitu menetapkan jiwa dan raga si mempelai laki-laki atau

perempuan untuk membangun rumah tangga yang harmonis atau mawadah

warahmah kedua itu makna batin sesungguhnya ngalah barokah doa dari para alim

ulama dan sesepuh yang tentunya jarang di dapatkan sebelumnya.”73

Sedangkan makna yang sama dengan dokumentasi tentang prosesi ini

diberikan oleh Sultan Abdul Gani Nata Diningrat, beliau memberikan jawaban ketika

penulis bertanya, beliau menjawab:

71HARPI, Buku Pelajaran Tata Rias Pengantin Cirebon Kebesaran,(Cirebon: Harpi Melati, 1995), 10. 72Yusuf Dendrabrata, Kusna, Op.Cit, 12. 73Elang Ato, Wawancara (Cirebon: 1April 2008).

Page 105: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

105

”Siram dari bahasa kramanya menjadi mandi tawandari merupakan kata

majemuk dari tawa semuanya berasal dari bahasa Jawa Kawi tawar itu mengandung

efek sampingan dianggap bersih dari bisa racun bisa dan racun atau bisa terus banyu

tawa air mentah tidak terasa asin anta andari melahirkan bentuk warna terus

tawandari menjadi satu kesatuan kata e arti idiom berarti membersihkan dari noda.”74

c. Parasan Pengantin

Makna parasan berdasarkan dokumentasi berupa catatan yang didapatkan

oleh penulis adalah menunjukan kasih sayang terhadap istrinya dengan mencium

bagian parasan (dahi) itu. Dan begitu pula sebaliknya sang isteri menunjukan kasih

sayang terhadap suaminya, apabila sang suami akan pergi jauh keberangkatannya

maupun kedatangannya kembali, seyogyanya mencium kedua belah tangan

suaminya, berarti menandakan satu hati dan seia sekata dan saling mencintai.

Potongan-potongan rambut halus yang dikerik biasanya dikumpulkan dan

dibungkus dengan kain mori dan dikubur di :paduraksa” atau pojok sebelah kiri

bagian belakang rumah tempat tinggal, menurut kepercayaan orang tua agar

puterinya ulet mengurus rumah tangga.75

Makna yang berbeda terhadap prosesi parasan pengatin ini diberikan oleh

Elang Ato, beliau memberikan makna parasan pengantin ini ketika penulis bertanya,

beliau menjawab:

74Abdul Gani Nata Diningrat, Wawancara (Cirebon, 31 Maret 2008). 75Yusuf Dendrabrata, Kusna, Op.Cit, 13.

Page 106: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

106

“Makna kerik atau parasan tiada lain adalah pengikat tali batin antara

pengantin pria ataupun wanita biar lebih mantep maksudnya secara manunggal

secara lahir batin.”76

d. Menginjak Telor.

Untuk prosesi menginjak telor ini atau dalam bahasa Cirebonnya adalah

Nincak Endog merupakan prosesi yang dilakukan setelah akad nikah selesai. Adapun

proses adalah mempelai pengantin pria menginjak telor diatas pipisan dilapisi dengan

kain lapuk. Setelah selesai mempelai pengantin puteri membasuh kaki mempelai pria

dengan air yang telah disediakan.

Makna menginjak telor penulis dapatkan ketika wawancara dengan Ibu Hj.

Inggit Ganati Emot Selamet, beliau memberikan maknanya sebagai berikut:

“Kalau nincak endog itu bercampurnya kedua insan menjadi satu karena itu

terlihat pada putih dan kuning ya itu e karena sudah menjadi bagian suami istri jadi e

disitu lambang dari percampuran kedua insan.”77

e. Pug-pugan

Kedua mempelai menerima pug-pugan dari kedua orangtua masing-masing.

Pug-pugan ini merupakan atap (daun) rumbia yang lapuk. Maksudnya adalah agar

kedua mempelai senantiasa rukun dan bahagia sampai kakek dan nenek atau sampai

batas akhir. Makna yang sama juga diberikan oleh Ibu Hj. Inggit Ganati Emot

Selamet. Beliau memberikan jawabannya sebagai berikut:

76Elang Ato. Wawancara (Cirebon: 1April 2008). 77Inggit Ganati Emot Selamet, Wawancara (Cirebon, 29 Maret 2008).

Page 107: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

107

“Pug-pugan di situ ada pug-pugan yang itu daun rumbia atau daun kelapa

yang sudah tua di berikan ke ubun-ubun dua pengantin oleh ayah ibu masing-masing

yang artinya pug-pugan akan memberikan doa supaya mereka hidup sampai tua aki

nini artinya itu.”78

f. Sekul Adep-adep

Setelah selesai menerima pug-pugan, kedua mempelai pengantin

selanjutnya makan nasi sekul adep-adep dengan lauk burung merpati, diambil burung

merpati karena mempunyai arti agar kedua mempelai setia satu sama lain.79

Mengambil filsafat merpati jantan yang hanya memiliki satu pasangan merpati

betina.

Terdapat perbedaan pada hasil wawancara dengan informan Ibu Hj. Inggit

Ganati Emot Selamet dengan Ibu Diah Komala tentang makan nasi sekul adep-adep

ini, ibu Inggit panggil akrabnya menyebut dengan nasi rendeng bukan sekul adep-

adep. Adapun hasil wawancaranya adalah sebagai berikut:

”Ya itu suapan terakhir orangtua cinta kasih orangtua kepada anaknya ya

sampai disitu mengenai memberi dulangan waktu kecil di dulang terus nah sekarang

sudah gede-gede sudah nikah dibawah sama suaminya suaminya yang bertanggung

jawab ia gitu jadi orangtua memberikan suapan terakhir ia.’80

Untuk Ibu Diah Komala sendiri memberikan keterangan seperti ini:

”Upacara adat yang disebut e makan udep-udep sekul adep-adep sekul adep-adep sekul nah itu dengan lauk burung merpati sepasang burung merpati yang di goreng nah mengapa di pilih burung merpati itu mengandung arti agar mempelai dalam membina rumah tangganya senantiasa setia satu sama lain kemudian 78Inggit Ganati Emot Selamet, Wawancara (Cirebon, 29 Maret 2008). 79Yusuf Dendrabrata, Kusna, Op.Cit, 14. 80Inggit Ganati Emot Selamet, Wawancara (Cirebon, 29 Maret 2008).

Page 108: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

108

mengambil filsafat dari merpati jantan yang hanya hanya memilih satu pasangan merpati betina itu biasanya biasanya kemudian ini ada sebenarnya menarik jadi balapan rebutan nasi nasih adep-adep sekul ini satu dua tiga kemudian berebut nah konon katanya yang mendapatkan nasih itu yang menang itu e bukan kelak di kemudian hari penghasilannya bertambah lebih besar dari pada yang kalah e iya itu.” 81

Untuk drh. Bambang Irianto sendiri selaku pengageng penata budaya dari

Keraton Kacirebonan yang berumur kurang lebih 45 tahun mengatakan bahwa untuk

mengetahui tentang prosesi dan makna yang terkandung didalam setiap prosesi

perkawinan, menganjurkan kepada penulis untuk membaca dokomentasi berupa

catatan perkawinan yang diberikan oleh pihak Keraton sendiri, adapun hasil

wawancara ketika penulis menanyakan mengenai tradisi perkawinan di Keraton

Kacirebonan adalah sebagai berikut:

”E saya kira untuk prosesi pengantin dari adat ya Keraton Kacirebonan ya saya sedikit menjelaskan saja karena sesungguhnya anda sudah bisa membaca sendiri dari buku panduan Pagelaran Dan Loka Karya Upacara Adat Pengantin Keraton Cirebon yang didalamnya itu di dalamnya itu memuat tentang upacara adat dan tata rias pengantin Keraton Kacirebonan dan Kanoman di Cirebon dan sudah di susun oleh Bapak Pangeran Yusuf Dendabrata dengan Bapak Pangeran Kusna Pangeran Yusuf Dendabrata adalah pati dalam Keraton Kacirebonan dan Pangeran Kusna adalah seorang sesepuh dari Keraton Kanoman.”82 g. Ngunduh Mantu

Sebagaimana diketahui secara umum, biasanya pengantin putri akan

dibawah oleh pengantin pris dalam hal ini adalah suaminya. Ngunduh mantu

mempunyai makna bahwa kehidupan seorang anak wanita akan berpindah

tanggungjawab dari kedua orantuanya kepada suaminya.83

81Diah Komala, Wawancara (Cirebon: 1 April 2008). 82Bambang Irianto, Wawancara (Cirebon: 30 Maret 2008). 83HARPI, Ibid, 14.

Page 109: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

109

Dalam hal ini, baik untuk prosesi dan makna yang terkandung didalam

setiap prosesi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat

yang paling setuju dengan dokumen berupa catatan yang ditulis oleh Pangeran

Dendabrata dan Pangeran Kusna adalah dokter Bambang.

B. Analisis

1. Lamaran

Lamaran merupakan awal dari prosesi perkawinan, baik dari tradisi Islam,

tradisi Jawa dan tradisi Sunda juga ada proses lamaran ini. Dalam perkawinan Islam

biasanya dikenal dengan istilah meminang. Dalam hal ini yang membedakan dengan

yang lainnya adalah, prosesi lamaran yang ada di Keraton Kacirebonan biasanya

disertai dengan barang bawaan, biasanya berupa perlengkapan pakaian wanita

beserta perhiasannya, perlengkapan dapur komplit, daun sirih dan juga sejumlah

uang dan juga langsung penetapan kapan tanggal kepastian perkawinan

dilangsungkan.

Dalam tradisi perkawinan Islam, disaat melamar tidak membawa barang-

barang bawaan. Untuk tradisi perkawinan Jawa, barang bawaan diberikan setelah

adanya kepastian lamaran tersebut diterima, istilah dalam Jawa adalah piningset dan

serahan. Sedangkan pada tradisi perkawinan Sunda, pada saat melamar tidak

membawa barang bawaan, penyerahan barang bawaan dilakukan setelah melalui

beberapa prosesi terlebih dahulu, seperti siraman, mencuci kaki, pengajian,

melepaskan gendongan dan mengerik, setelah semua prosesi tersebut dilaksanakan

barulah pemberian barang seserahan dilakukan.

Page 110: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

110

2. Siraman

Sebelum acara akad nikah biasanya kedua mempelai diwajibkan

melaksanakan siraman di rumah mempelai puteri. Tujuan siraman bersama ini agar

kedua belah pihak bisa saling memperhatikan apakah antara kedua mempelai itu

mempunyai tanda-tanda yang jelek.

Untuk pelaksanaannya kedua calon pengantin didudukan di dalam cungkup

disanding dengan jambangan/guci tadi. Calon pengantin puteri dengan rambut terurai

dan duduk disebelah kiri pria. Di sebelah kiri calon pengantin puterilah letak

guci/jambangan itu. Calon pengantin puteri hanya mengenakan kain panjang sampai

diatas payudaranya. Kain panjang ini yang sudah pernah dipakai, artinya bukan baru,

menurut bahasa Cirebon “kain luson” (asal kata dari “lusu” artinya bekas). Dada

bagian atas ditutup dengan kain putih/mori, pertanda ia masih suci. Begitu pula sang

calon pria mengenakan sarung batik dengan dada ditutup kain putih, pertanda masih

dalam keadaan suci pula.

Makna dari prosesi ini adalah untuk membuang seluruh noda, bisa

racun/bisa dan penyakit, sehingga menimbulkan/melahirkan bentuk yang diinginkan,

ialah suci bersih bagaikan gemilangnya cahaya kesucian itu. Dan juga makna

siraman itu terbagi jadi dua bagian, yang pertama makna dhohir dan yang kedua

makna batin. Makna dhohir siraman yaitu menetapkan jiwa dan raga si calon

mempelai laki-laki dan perempuan untuk membangun rumah tangga yang harmonis

atau mawadah warahmah. Makna batin sesungguhnya mencari barokah doa dari para

alim ulama dan keluarga.

Pada tradisi Islam tidak ada prosesi siraman, untuk tradisi perkawinan Jawa

diadakan prosesi siraman dengan tujuan untuk menolak bala. Sedangkan untuk

Page 111: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

111

tradisi perkawinan Sunda, prosesi ini juga diadakan. Tapi dibalik itu ada beberapa

makna yang terkandung di dalamnya. Secara filosofi, siraman itu dimaksudkan

sebagai upaya penyucian diri lahir batin sebelum memasuki mahligai perkawinan.

3. Parasan Pengantin

Parasan ini dikhususkan untuk calon pengantin puteri, parasan atau ngerik

yaitu untuk membuang rambut yang ada di dahi sedikit dan juga pada bagian

belakang. Parasan ini dilaksanakan oleh juru rias dan disaksikan oleh orangtua dan

kerabat dekat.

Makna dari prosesi ini adalah apabila menunjukan kasih sayang terhadap

istrinya dengan mencium bagian parasan (dahi) itu. Dan begitu pula sebaliknya sang

isteri menunjukan kasih sayang terhadap suaminya, ketika suami akan pergi jauh,

sepantasnya seorang istri mencium kedua belah tangan suaminya, dan juga berarti

menandakan satu hati dan seia sekata dan saling mencintai. Makna lain dari prosesi

ini juga adalah sebagai tali pengikat batin antara calon pengantin pria ataupun wanita

biar lebih mantep secara manunggal dan secara lahir batin.

Tradisi perkawinan Islam tidak ada prosesi parasan, ini juga sama dengan

tradisi perkawinan Jawa. Untuk tradisi perkawinan Sunda, parasan juga dilakukan

yang dilaksanakan oleh juru rias.

4. Akad Nikah

Akad nikah merupakan hal yang terpenting dalam suatu perkawinan, semua

tradisi yang beragama Islam dalam perkawinan akad nikah wajib. Untuk akad nikah

di Keraton Kacirebonan, orangtua dari mempelai pria tidak diperkenankan

Page 112: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

112

menyaksikan acara ini. Keris yang dipakai juga harus dilepas, karena keris pada

zaman dahulu sama dengan wakil mempelai. Mempelai pria ini badannya ditutup

dengan kain batik milik orang tua mempelai puteri (disebut robyong). Duduknya

mempelai pria harus dengan tikar baru, dan disebelah mempelai harus ada nasi

tumpeng komplit dengan panggang ayam dan pisang raja.

5. Upacara "Panggih" (Temu)

Acara panggih atau ketemu merupakan kegiatan sesudah akad nikah,

karena keduanya sudah sewajarnya dipertemukan karena sudah resmi menjadi suami

istri, untuk Keraton Kacirebonan, mempelai pria harus melepas dahulu kersi yang

digunakannya. Kemudian mempelai puteri harus melakukan sungkem kepada

mempelai pria. Untuk prosesi ini, didalam tradisi perkawinan Islam dan Sunda tidak

mengenal acara ini. Sedangkan pada tradisi perkawinan Jawa, upacara panggih

diadakan.

6. Menginjak Telor

Prosesi menginjak telor dalam tradisi perkawinan Islam dan Jawa tidak

ditemui hal tersebut. Sedangkan untuk tradisi di Keraton Kacirebonan, prosesi ini

dilaksanakan. Untuk pelaksanaannya mempelai pria menginjak telur diatas pipisan,

dilapisi dengan kain lapuk. Makna dari prosesi ini adalah bercampurnya kedua insan

menjadi satu karena pada telor terdapat putih dan kuning yang menjadi satu, jadi

disitu merupakan lambang dari percampuran kedua insan yang telah menikah.

Setelah selesai, pengantin puteri membasuh kaki mempelai pria dengan air.

Page 113: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

113

Sedangkan menginjak telor untuk tradisi perkawinan Sunda dilaksanakan,

karena telur adalah lambang segala awal kehidupan. Dari telurlah nantinya muncul

daging, darah, dan nyawa. Lebih jauh, telur adalah simbol kesuburan atau yang lebih

khusus lagi lambang keperawanan. Sebagai simbol awal kehidupan, maka kedua

orang tuanya harus senantiasa berusaha menjaganya. Telor itu harus dijaga jangan

sampai pecah atau berantakan sebelum saatnya menetas. Bagi seorang gadis, buah

keperawanan haruslah selalu dijaga.

7. Pug-Pugan

Dalam tradisi perkawinan Islam, Jawa dan Sunda tidak mengenal prosesi

ini. Prosesi ini dilaksanakan dalam tradisi perkawinan Keraton Kacirebonan. Untuk

pelaksanannya kedua mempelai jongkok dihadapan sesepuh untuk menerima "pug-

pugan". Pug-pugan adalah daun rumbia atau daun kelapa yang sudah tua, kemudian

diberikan ke ubun-ubun dua pengantin oleh kedua orangtua masing-masing.

Maknanya adalah pemberian dari kedua orangtua (doa) supaya mereka hidup sampai

tua kakek dan nenek.

8. Makan Nasi

Untuk prosesi ini juga, tradisi Islam, Jawa dan Sunda tidak mengenal.

Prosesi dilanjutkan dengan, kedua mempelai makan ”Sekul Adep-Adep" dengan lauk

burung merpati sepasang yang digoreng. Dipilih burung merpati karena mengandung

arti agar kedua mempelai dalam membina rumah tangganya sukses. Karena burung

merpati jantan biasanya hanya memiliki satu pasangan dari merpati betina. Makna

lain dari nasi ”Sekul Adep-Adep” ini adalah ketika nasi tersebut diperebutkan oleh

Page 114: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

114

kedua mempelai dan yang mendapatkan lebih banyak, maka kelak di kemudian hari

akan mendapatkan rizki lebih banyak.

9. Pemberian Nasehat

Pemberian nasehat pada perkawinan Sunda dilakukan pada saat acara

pengajian yang dilakukan sebelum akad nikah. Sedangkan pemberian nasehat pada

tradisi perkawinan di Keraton Kacirebonan dilaksanakan setelah akad nikah selesai.

Pemberian nasehat ini dilakukan oleh kedua orangtua mempelai, biasanya setelah

pemberian nasehat selesai, acara ini ditutup dengan pembacaan doa.

10. Ngunduh Mantu

Prosesi ngundu mantu dilakukan didalam tradisi perkawinan Sunda dan

Keraton Kacirebonan. Upacara ngunduh mantu dilakukan oleh pihak keluarga

pengantin pria. Upacara ngunduh mantu yaitu pindahnya kedua mempelai dari rumah

mempelai puteri ke rumah mempelai pria. Acara pada dasarnya untuk memberikan

pengalaman pada pengantin putri supaya bisa menyesuaikan dilingkungan keluarga

pengantin pria.

Page 115: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

115

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian yang telah dipaparkan oleh peneliti di atas tentang

tradisi perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon Jawa Barat, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Prosesi Perkawinan di Keraton Kacirebonan

a) Lamaran dilakukan oleh pihak dari keluarga pria dengan di saksikan oleh

sesepuh. Lamaran tersebut terdiri dari perlengkapan pakaian wanita beserta

perhiasan emas, perlengkapan dapur komplit, daun sirih, sejumlah uang tunai.

b) Siraman, sebelum acara akad nikah di biasanya kedua mempelai diwajibkan

melaksanakan siraman dirumah mempelai puteri.

c) Parasan, calon pengantin puteri diparas (dipotong) rambut, rambut yang diatas

dahi sedikit disisir kebawah dicukur atau digunting pendek sepanjang 2 cm.

d) Akad nikah, tetapi pada saat mempelai pria akan dinikahkan oleh Penghulu, ibu

dan bapaknya tidak diperkenankan menyaksikan acara ini. Ijab dan qabul, talaq

dan taliq telah selesai dilaksanakan didepan penghulu.

Page 116: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

116

e) Upacara panggih merupakan acara kedua mempelai pengantin dipertemukan.

f) Pemberian nasehat oleh kedua orangtua untuk kedua mempelai.

g) Upacara ngunduh mantu dilakukan oleh pihak keluarga pengantin pria. Upacara

ngunduh mantu yaitu pindahnya kedua mempelai dari rumah mempelai puteri ke

rumah mempelai pria.

2. Makna Yang Terkandung didalam Setiap Prosesi Perkawinan

a) Lamaran, mempunyai makna bahwa disitulah merupakan awal hidup seseorang

untuk hidup secara mandiri. Lamaran merupakan pintu gerbang gerbang untuk

melepaskan ikatan dari orangtua untuk membuat suatu ikatan baru bagi dirinya

sendiri.

b) Siraman, makna dari prosesi ini adalah untuk membuang seluruh noda, bisa

racun/bisa dan penyakit. Dan makna dhohir siraman yaitu menetapkan jiwa dan

untuk membangun rumah tangga yang harmonis atau mawadah warahmah.

Makna batin sesungguhnya mencari barokah doa dari para alim ulama dan

keluarga.

c) Parasan, makna dari prosesi ini adalah menunjukan kasih sayang terhadap

istrinya dengan mencium bagian parasan (dahi) itu, makna lain dari prosesi ini

juga adalah sebagai tali pengikat batin antara calon pengantin pria ataupun wanita

biar lebih mantep maksudnya secara manunggal dan secara lahir batin.

d) Menginjak telor merupakan lambang keduanya telah menyatu, karena di dalam

telor terdapat putih dan kunging yang menjadi satu.

Page 117: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

117

e) "Pug Pugan" (atap rumbia yang lapuk) dari kedua orangtua, makna simbolis

yang tersirat pada upacara ini adalah agar kedua mempelai senantiasa rukun dan

bahagia sampai tua (sampai batas akhir).

f) Makan nasi ”Sekul adep-adep" dengan lauk burung merpati sepasang yang

digoreng. Burung merpati mengandung arti agar kedua mempelai dalam

membina rumah tangganya sukses.

g) Ngunduh Mantu, mempunyai makna bahwa kehidupan seorang anak wanita akan

berpindah tanggungjawab dari kedua orantuanya kepada suaminya.

B. Saran-saran

Ada beberapa saran yang perlu peneliti kemukakan sehingga dapat

memberikan manfaat khususnya bagi:

1. Masyarakat

Untuk masyarakat di dalam melihat atau memahami setiap prosesi yang ada

harus disertai dengan pengetahuan yang lebih, karena prosesi perkawinan Keraton

Kacirebonan berbeda dari masyarakat umumnya, bisa jadi prosesi yang dilakukan

oleh Keraton Kacirebonan di pandang tidak mempunyai makna, tetapi sesungguhnya

mempunyai makna yang dalam.

2. Keraton

Kepada pihak Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat,

sebisa mungkin melestarikan tradisi perkawinan yang telah menjadi warisan leluhur

dari dulu, dan juga sekiranya diadakan seminar terkait dengan hal ini, dengan tujuan

untuk memberikan gambaran kepada masyarakat secara umum tentang prosesi

Page 118: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

118

perkawinan dan juga kegiatan yang lainnya, karena di keraton sendiri mempunyai

banyak kegiatan. Jadi sebisa mungkin tradisi yang ada perlu dijaga untuk warisan

kepada anak-cucu kita semuanya.

Page 119: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

119

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim Abdullah, Abdul Gani (1994) Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum

Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press. Agoes, Artati (2003) Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Sunda.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Amin Summa, Muhammad (2004) Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada. Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan (2006) Hukum Perdata Islam di

Indonesia Cet. 3; Jakarta: Kencana. Arikunto, Suharsimi (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cet. 13;

Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ashshofa, Burhan (2001) Metode Penelitian Hukum. Cet. 3; Jakarta: PT. Rineka

Cipta. Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (2005) Malang: Fakultas Syari’ah UIN

Malang. Buku Perkawinan, Bab XII, Bagian Ketiga Perkawinan Campuran Pasal 57

Lembaran Negara Republik Indonesia Th. 1974 No. 1. Dyah Rahayu, Anis (2004) Tinjauan Hukum Islam Tentang Perkawinan Adat Jawa,

Skripsi, Malang: UIN Malang. George Ritze dan Douglas J. Goodman, (2007) Teori Sosiologi Modern. Cet. 4;

Jakarta: Kencana. Hadikusuma, Hilman (2003) Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan

Upacara Adatnya. Cet. 6; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. , Hilman (2003) Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan,

Hukum Adat,Hukum Agama. Cet. 3; Bandung: CV. Mandar Maju. HARPI, (1995) Buku Pelajaran Tata Rias Pengantin Cirebon Kebesaran, Cirebon:

Harpi Melati. Hamidi, (2005) Metode Penelitian Kulaitatif Aplikasi Paraktis Pembuatan Proposal

dan Laporan Penelitian Cet. 3; Malang: UMM Malang.

Page 120: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

120

Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, (2006) Metode Penelitian Sosial Cet. 6; Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Idris Ramulyo, Mohd (2004) Hukum Perkawinan Islam. Cet. 5; Jakarta: PT. Bumi

Aksara. Jawad Mughniyah, Muhammad (2001) “al-Fiqh ‘ala al-Madzhab al-Khamsah”

diterjemahlkan Masykur, Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff , Fiqih Lima Maszhab Cet. 7; Jakarta: PT. Lentera Basritama.

J. Moleong, Lexy (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 17; Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya. Kuntowijoyo, (2006) Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Mardalis (2006) Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi

Aksara. Nadzir, (2006) Metode Penelitian. Cet. 6; Bogor: Ghalia Indonesia. Peter L. Berger, dan Thomas Luckmann, (1979) The Social Construction of Reality:

A Treatise in the Sociology of Knowledge. Middlesex, England: Penguin Book. Purwadi dan Enis Niken, (2007) Upacara Pengantin Jawa. Cet. I; Yogyakarta: Panji

Pustaka. Purwadi, (2004) Tata Cara Pernikahan Pengantin Jawa. Cet. I; Yogyakarta: Media

Abadi. Qasim Ghazi As-Syafi’I, Muhammad (2005) Fathul Qarib. Rahman I. Doi, Abdul (1996) “Shari’ah The Islamic Law” diterjemahkan oleh Basri

Iba Asghary, Wadi Masturi, Perkawinan Dalam Syari’at Islam Cet. 2; Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ridwan, Syaifur (2007) Tradisi Komunitas Arab dalam Akad Nikah, Skripsi, Malang:

UIN Malang. Sabiq, Sayyid (2002) Fiqih Sunnah", diterjemahkan Nor Hasanudin, Fiqih Sunnah.

Cet. 1; Jakarta: Pena Pundi Aksara. Sabiq, Sayyid (1995) Fiqih Sunnah Juz. II; Libanon: Darul Fathi. Soekanto, Soerjono (2005) Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-PRESS. Soemiyati, (2004) Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Cet.

5; Yogyakarta: Liberti.

Page 121: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

121

Syarifuddin, Amir (2007) Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Cet. 2; Jakarta: Kencana.

Subhan, Muhammad (2004) Tardisi Perkawinan Masyarakat Jawa di Tinjau dari

Hukum Islam. Skripsi, Malang: UIN Malang. Yusuf Dendrabrata dan Kusna, (1991) Pagelaran dan Loka Karya Upacara Adat

Pengantin Keraton Cirebon. Cirebon.

Page 122: 1 Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon ...etheses.uin-malang.ac.id/4318/1/04210007.pdf · Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat Skripsi

122

DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

FAKULTAS SYARI’AH JL. Gajayana 50 Malang Telp. (0341) 551354 fax (0341) 572533

BUKTI KONSULTASI Nama : Sulaeman

NIM / Jurusan : 04210007 / Al-Ahwal Al-Syakhshiyah

Pembimbing : Drs. Fadil Sj, M.Ag

Judul : Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota

Cirebon, Provinsi Jawa Barat

NO Tanggal Hal Yang dikonsultasikan TandaTangan 1

2

3

4

5

6

7

8

9

8 Maret 2008

4 April 2008

6 April 2008

21 April 2008

28 April 2008

9 Mei 2008

22 Mei 2008

2 Juni

8 Agustus

Konsultasi bab I

Konsultasi bab IV

Konsultasi bab I, II, III, IV, V

Konsultasi bab III, IV, V

Konsultasi bab IV

Konsultasi bab I, II, III, IV, V

Konsultasi Abstrak

Acc Semua

Acc Revisian

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Malang, 8 Agustus 2008

Mengetahui, Dekan Fakultas Syari’ah

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425