20
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayo- gyakarta Hadiningrat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Ke- raton Yogyakarta (bahasa Jawa: Hanacaraka, ) merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas. [1] 1 Sejarah Sultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan kehormat- an Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yo- gyakarta, sekitar tahun 1937. Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Ha- mengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Gi- yanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon ada- lah bekas sebuah pesanggarahan [2] yang bernama Garji- tawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring- iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Su- rakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi la- in menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Ber- ingan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman [3] . Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tu- juh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Uta- ra), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Ma- nganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balai- rung Selatan) [4][5] . Selain itu Keraton Yogyakarta memi- liki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upa- cara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakar- ta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO. 1

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat(1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keraton jogja

Citation preview

  • Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

    Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayo-gyakarta Hadiningrat

    Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Ke-raton Yogyakarta (bahasa Jawa: Hanacaraka, ) merupakan istanaresmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yangkini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah IstimewaYogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebutsecara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesiapada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masihberfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tanggaistananya yang masih menjalankan tradisi kesultananhingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakansalah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagiankompleks keraton merupakan museum yang menyimpanberbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagaipemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton,dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton inimerupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawayang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah danlapangan serta paviliun yang luas.[1]

    1 Sejarah

    Sultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan kehormat-an Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yo-gyakarta, sekitar tahun 1937.

    Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Ha-mengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Gi-yanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon ada-lah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garji-tawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Su-rakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi la-in menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mataair, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Ber-ingan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, SultanHamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan AmbarKetawang yang sekarang termasuk wilayah KecamatanGamping Kabupaten Sleman[3].Secara sik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tu-juh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Uta-ra), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Ma-nganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul(Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balai-rung Selatan)[4][5]. Selain itu Keraton Yogyakarta memi-liki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upa-cara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisilain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembagaadat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanyatidaklah mengherankan jika nilai-nilai loso begitu pulamitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untukitulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakar-ta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu SitusWarisan Dunia UNESCO.

    1

  • 2 2 TATA RUANG DAN ARSITEKTUR UMUM

    2 Tata ruang dan arsitektur umumArsitek kepala istana ini adalah Sultan HamengkubuwanaI, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ke-ahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuw-an berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier ThomasPigeaud dan Lucien Adam yang menganggapnya seba-gai arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta"[6].Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari kera-ton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta[7]diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain ditambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta beri-kutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagianbesar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang di-lakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahtatahun 1921-1939).

    2.1 Tata ruang

    Koridor di Kedhaton dengan latar belakang Gedhong Jene danGedhong Purworetno

    Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimu-lai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung[8]Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yo-gyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Uta-ra) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kom-pleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, KompleksKamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; KompleksKedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kaman-dhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarangdisebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapang-an Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebutPlengkung Gadhing[9][10].Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelahselatannya boleh dikatakan simetris. Sebagian besar ba-gunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah uta-ra dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadapke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan keba-nyakan menghadap timur atau barat. Namun demikianada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatankeraton juga memiliki bagian yang lain. Bagian ter-sebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kom-

    pleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kom-pleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota(mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubu-men). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapatsistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Ce-puri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada bebera-pa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain TuguPal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (IstanaPerdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.

    2.2 Arsitektur umum

    Bangsal Sri Manganti tempat pertunjukan tari dan seni karawitangamelan di Kraton Yogyakarta.

    Salah satu bangunan Tratag dalam kompleks keraton.

    Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halamanyang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangun-an utama serta pendamping, dan kadang ditanami po-hon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkanoleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan denganRegol[11] yang biasanya bergaya Semar Tinandu[12] . Da-un pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakangatau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dindingpenyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada re-gol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihatbergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagi-an tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti

  • 3.2 Alun-alun Lor 3

    Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kom-pleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau deri-vasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dindingdisebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup din-ding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada ba-ngunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiangbambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya ba-ngunan ini beratap seng dan bertiang besi.Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya ter-buat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanyaberwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang olehtiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang bera-da di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitamdengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah,dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan la-innya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada de-ngan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misalManguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, sti-lasi dari kaligra Allah, Muhammad, dan Alif Lam MimRa, di tengah tiangnya.Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu de-ngan ornamen berwarna emas. Warna putih mendomina-si dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks.Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dariubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halamanberpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utamayang lebih tinggi[13]. Pada bangunan tertentu dilengka-pi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempatmenempatkan singgasana Sultan.Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fung-sinya termasuk kedekatannya dengan jabatan pengguna-nya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakanoleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detailornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan de-ngan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunanmaka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memili-ki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunanjuga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau ke-seluruhan dari bangunan itu sendiri.[14]

    3 Kompleks depan

    3.1 Gladhag-Pangurakan

    Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Kera-ton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura Gladhagdan Gapura Pangurakan[15] yang terletak persis bebera-pa meter di sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tam-pak seperti pertahanan yang berlapis[16]. Pada zamannyakonon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatudaftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi merekayang mendapat hukuman pengasingan/pembuangan[17].Versi lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gla-dhag, Gapura Pangurakan nJawi, dan Gapura Pangurak-

    an Lebet[18]. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujungutara Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta danBank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada[19].Di sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan nJawiyang sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang per-tama jika masuk Keraton dari utara. Di selatan GapuraPangurakan nJawi terdapat Plataran/lapangan Pangurak-an yang sekarang sudah menjadi bagian dari Jalan Triko-ra. Batas sebelah selatannya adalah Gapura PangurakanLebet yang juga masih berdiri[19]. Selepas dari GapuraPangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Ler.

    3.2 Alun-alun Lor

    Tanah lapang, Alun-alun Lor, di bagian utara kraton Yogya-karta dengan pohon Ringin Kurung-nya

    Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput[20] dibagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapangyang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagaryang cukup tinggi[21]. Sekarang dinding ini tidak terlihatlagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yangtampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspalyang dibuka untuk umum.Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beri-ngin (Ficus benjamina; famili Moraceae) dan di tengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang di-beri pagar yang disebut dengan Waringin Sengker-an/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua po-hon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai Jana-daru[22]. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepa-tih Dalem [23] yang boleh melewati/berjalan di antara ke-dua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pu-la yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukanTapa Pepe[24] saat Pisowanan Ageng[25] sebagai bentukkeberatan atas kebijakan pemerintah[18]. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan menemui mereka untuk mendengarkansegala keluh kesah kemudian disampaikan kepada Sultanyang sedang duduk di Siti Hinggil.Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur,dan barat terdapat pendopo kecil yang disebut denganPe-

  • 4 4 KOMPLEKS INTI

    kapalan, tempat transit dan menginap para Bupati daridaerah Mancanegara Kesultanan[17]. Bangunan ini seka-rang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian su-dah lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat bangunanyang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, Pagelar-an.Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagaitempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan yangmelibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upaca-ra garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampoganmacan, pisowanan ageng, dan sebagainya. Sekarang tem-pat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang ju-ga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik,kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadahhari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bolawarga sekitar dan tempat parkir kendaraan.

    3.3 Mesjid Gedhe Kasultanan

    Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Ke-sultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta terletak di sebe-lah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang jugadisebut dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh su-atu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapatdi sisi timur. Arsitektur bangunan induk berbentuk ta-jug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untukmasuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur danutara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar ber-tingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imammemimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkaryang disebutmaksura. Pada zamannya (untuk alasan kea-manan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambimasjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantaimasjid induk dibuat lebih tinggi dari serambi masjid danlantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan denganhalaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi ter-dapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untukmencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditana-mi pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halam-an (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terda-pat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakanPagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut de-ngan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada ditenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Se-latan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakanuntuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK)Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekatiKKGuntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapatpintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakandalam upacara Jejak Boto[26] pada upacara Sekaten padatahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggalresmi Kangjeng Kyai Pengulu[27] di sebelah utara masjiddan pemakaman tua di sebelah barat masjid.

    4 Kompleks inti

    4.1 Kompleks Pagelaran

    Pagelaran Keraton Yogyakarta di depan kompleks keratonmeng-hadap utara ke arah Alun-alun Lor

    Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahuludikenal dengan nama Tratag Rambat[28]. Pada zaman-nya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesul-tanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarangsering digunakan untuk even-even pariwisata, religi, danlain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepa-sang Bangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelahtimur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakanoleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak tepat disisi luar sayap timur dan barat Pagelaran. Dahulu di-gunakan para panglima Kesultanan menerima perintahdari Sultan atau menunggu giliran melapor kepada beli-au kemudian juga digunakan sebagai tempat jaga Bupa-ti Anom Jaba[29]. Sekarang digunakan untuk kepenting-an pariwisata (semacam diorama yang menggambarkanprosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pe-ngrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian selat-an Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untukmelantik Pepatih Dalem. Saat ini di sisi selatan kom-pleks ini dihiasi dengan relief perjuangan Sultan HB Idan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digu-nakan oleh Universitas Gadjah Mada sebelum memilikikampus di Bulak Sumur.[30].

    4.2 Siti Hinggil Ler

    Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks SitiHinggil. Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunak-an untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kera-jaan. Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakanperesmian Universitas Gadjah Mada. Kompleks ini dibu-at lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjanguntuk naik berada di sisi utara dan selatan. Di antara Pa-gelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam

  • 4.4 Sri Manganti 5

    (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papiliona-ceae).Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hing-gil terdapat dua Bangsal Pacikeran yang digunakan olehabdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro[31] sampai seki-tar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yangberarti tangan yang putus. Bangunan Tarub Agung terle-tak tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini ber-bentuk kanopi persegi dengan empat tiang, tempat parapembesar transit menunggu rombongannya masuk ke ba-gian dalam istana. Di timur laut dan barat laut TarubAgung terdapat Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu ber-tugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fung-sinya untuk menyampaikan permohonan maupun penga-duan rakyat kepada Sultan.Bangsal Manguntur Tangkil terletak di tengah-tengah Si-ti Hinggil di bawah atau di dalam sebuah hall besar ter-buka yang disebut Tratag Sitihinggil[32]. Bangunan iniadalah tempat Sultan duduk di atas singgasananya padasaat acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan Sult-an dan Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula pada 17Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi PresidenRepublik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri diselatan Manguntur Tangkil. Lantai utama bangsal yanglebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih ting-gi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka kerajaan pada saat acararesmi kerajaan[33].Bale Bang yang terletak di sebelah timur Tratag SitiHinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpanperangkat Gamelan Sekati, KK[34] Guntur Madu dan KKNaga Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebe-lah barat Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakantempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.

    4.3 Kamandhungan LorDi selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujurke arah timur-barat. Dinding selatan lorong merupakandinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Re-gol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil denganKamandhungan. Di sebelah timur dan barat sisi selatangerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya di-buka pada saat acara resmi kerajaan dan pada hari-harilain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kom-pleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keratonsehari-hari melalui pintu Gapura Keben di sisi timur danbarat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintumasing-masing ke jalan Kemitbumen dan Rotowijayan.Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben ka-rena di halamannya ditanami pohonKeben (Barringtoniaasiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yangberada di tengah-tengah halaman merupakan bangunanutama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812)bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara denganancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang

    memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunak-an untuk mengadili semua perkara yang berhubungan de-ngan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan da-lam acara adat seperti garebeg dan sekaten. Di selat-an bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menu-runkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamak-an Bale Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut ter-dapat beberapa bangunan lainnya di tempat ini.[35]

    4.4 Sri Manganti

    Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kom-pleks Kamandhungan Ler dan dihubungkan oleh RegolSri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Ma-kara raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal SriManganti yang pada zamannya digunakan sebagai tempatuntuk menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarangdi lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yangberupa alat musik gamelan. Selain itu juga difungsikanuntuk penyelenggaraan even pariwisata keraton.Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur dahulumenjadi tempat para pejabat kerajaan saat mendampi-ngi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatak-an kemungkinan tempat ini menjadi balai pengadilan (?).Tempat ini digunakan untuk menempatkan beberapa pu-saka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bang-sal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempabumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelahproses restorasi yang memakan waktu yang lama akhir-nya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri lagidi tempatnya.Di sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriambuatan Sultan HB II yang mengapit sebuah prasasti ber-bahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya berdiriGedhong Parentah Hageng Karaton, gedung AdministrasiTinggi Istana. Selain itu di halaman ini terdapat bangsalPecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pe-caosan Dhalang dan bangunan lainnya.[36]

    4.5 Kedhaton

    Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Do-nopratopo yang menghubungkan dengan kompleks Ke-dhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasaDwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timurdan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pospenjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan ter-gantung lambang kerajaan, Praja Cihna[37].Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton selu-ruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohonSawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kom-pleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian ha-laman (quarter). Bagian pertama adalah Pelataran Ke-dhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjut-nya adalah Keputren yang merupakan bagian istri (para

  • 6 4 KOMPLEKS INTI

    Pintu Gerbang Donopratopo, Kraton Yogyakarta

    Bangsal Kencono, bagunan utama dalam kompleks Keraton Yo-gyakarta, di belakangnya terdapat nDalem Ageng Proboyakso.

    Ukiran kepala Kala di Bangsal Manis

    istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Ke-satriyan, merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kom-pleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbu-ka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arahbarat.Di bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (GoldenPavilion) yang menghadap ke timur merupakan balairungutama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upa-

    cara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacarakenegaraan. Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tra-tag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latih-an menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapatnDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan.Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dariIstana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkanPusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, danLambang-lambang Kerajaan (Regalia) lainnya.Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Ge-dhong Jene (The Yellow House) sebuah bangunan tem-pat tinggal resmi (ocial residence) Sultan yang bertahta.Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dantiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh SultanHB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikansebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri ber-tempat tinggal di Keraton Kilen[38]. Di sebelah timur lautGedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkatdi dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini di-dirikan oleh Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sult-an. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana disebelah selatannya.Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis meng-hadap ke arah timur. Bangunan ini dipergunakan sebagaitempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat inidigunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan padabulan Suro[39]. Bangunan lain di bagian ini adalah Bang-sal Kotak[40], Bangsal Mandalasana[41], Gedhong Pa-tehan[42], Gedhong Danartapura[43], Gedhong Siliran[44],Gedhong Sarangbaya[45], Gedhong Gangsa[46], dan lainsebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangun-an baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX.Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selirraja. Di tempat yang memiliki tempat khusus untukberibadat[47] pada zamannya tinggal para puteri raja yangbelum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutupsejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Kesatriy-an pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal pa-ra putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanyaadalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, danGedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang diper-gunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisa-ta. Di antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulumerupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.[36]

    4.6 KamaganganDi sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Ka-magangan yang menghubungkan kompleks Kedhaton de-ngan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu pentingkarena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patungdua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Ke-raton Yogyakarta[48]. Di sisi selatannya pun terdapat duaekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkantahun yang sama.Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk peneri-

  • 7maan calon pegawai (abdi-Dalem Magang), tempat ber-latih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem ma-gang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halam-an besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Song-song, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesai-nya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan PawonAgeng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timurdan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat. Keduanama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi Langgidan nasi Gebuli. Di sudut tenggara dan barat daya ter-dapat Panti Pareden. Kedua tempat ini digunakan untukmembuat Pareden/Gunungan pada saat menjelang Upa-cara Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapurayang masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryopu-tran dan jalan Magangan.Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yangmenghubungkan kompleks Kamagangan dengan RegolGadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terda-pat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sariyang menghubungkan dua danau buatan di barat dan ti-mur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat initerdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan un-tuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke TamanSari.[49]

    4.7 Kamandhungan Kidul

    Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kama-gangan terdapat sebuah gerbang, Regol Gadhung Mla-ti, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengankompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penye-kat gerbang ini memiliki ornamen yang sama dengandinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleksKamandhungan Kidul terdapat bangunan utama BangsalKamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari penda-pa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yangpernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono Ibermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kaman-dhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kaman-dhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari kom-pleks cepuri. Di antara kompleks Kamandhungan Kiduldan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut denganPamengkang.[50]

    4.8 Siti Hinggil Kidul

    Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : ta-nah dan hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yangsekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad terle-tak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks SitiHinggil Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permuka-an tanah pada bangunan ini ditinggikan sekitar 150 cmdari permukaan tanah di sekitarnya[6]. Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebutdengan Pamengkang, tempat orang berlalu lalang setiaphari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat pendapa se-

    derhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi se-buah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tandaperingatan 200 tahun kota Yogyakarta.Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sult-an untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedangmelakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat me-nyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan)[6] [?]dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo.Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjangupacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri.Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk memper-gelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wa-yang kulit, pameran, dan sebagainya.[51]

    5 Kompleks belakang

    5.1 Alun-alun Kidul

    Alun-alun Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Se-latan Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul sering puladisebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari ka-ta pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Haltersebut sesuai dengan keletakan alun-alun Kidul yangmemang terletak di belakang keraton. Alun-alun ini di-kelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapu-ra, satu buah di sisi selatan serta di sisi timur dan baratmasing-masing dua buah. Di antara gapura utara dan se-latan di sisi barat terdapat ngGajahan sebuah kandangguna memelihara gajah milik Sultan. Di sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; familiAnacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardia-ceae), dan kuini (Mangifera odoranta; famili Anacardi-aceae). Pohon beringin hanya terdapat dua pasang. Se-pasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang(harah=capit udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri ga-pura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata bewok,haraf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat jalanGading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirba-ya.[52]

    5.2 Plengkung Nirbaya

    Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros uta-ma keraton. Dari tempat ini Sultan HB I masuk ke Ke-raton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerin-tahan dari Kedhaton Ambar Ketawang[53]. Gerbang inisecara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk prose-si panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasaninilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultanyang sedang bertahta.

    6 Bagian lain Keraton

  • 8 7 BAGIAN LAIN YANG TERKAIT

    6.1 PracimosonoKompleks Pracimosono merupakan bagian keratonyang diperuntukkan bagi para prajurit keraton. Sebelumbertugas dalam upacara adat para prajurit keraton terse-but mempersiapkan diri di tempat ini. Kompleks yangtertutup untuk umum ini terletak di sebelah barat Page-laran dan Siti Hinggil Lor.[54]

    6.2 Roto WijayanKompleks Roto Wijayan merupakan bagian keratonuntuk menyimpan dan memelihara kereta kuda. Tem-pat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Se-karang kompleks Roto Wijayan menjadi Museum KeretaKeraton. Di kompleks ini masih disimpan berbagai ke-reta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraanresmi. Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Ga-ruda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapatdikunjungi oleh wisatawan.[54]

    6.3 Kawasan tertutupKompleks Tamanan merupakan kompleks taman yangberada di barat laut kompleks Kedhaton tempat dima-na keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan.Kompleks ini tertutup untuk umum. Kompleks Pane-pen merupakan sebuah masjid yang digunakan oleh Sult-an dan keluarga kerajaan sebagai tempat melaksanakanibadah sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis medita-si). Tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat akadnikah bagi keluarga Sultan[55]. Lokasi ini tertutup un-tuk umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasaSultan HB VII. Lokasi yang berada di sebelah barat Ke-putren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X dankeluarganya. Lokasi ini tertutup untuk umum.[56]

    6.4 Taman Sari

    Kolam Pemandian Umbul Binangun, Taman Sari, Kraton Yo-gyakarta

    Kompleks Taman Sari merupakan peninggalan SultanHB I. Taman Sari (Fragrant Garden) berarti taman yangindah, yang pada zaman dahulu merupakan tempat rek-reasi bagi sultan beserta kerabat istana. Di kompleks initerdapat tempat yang masih dianggap sakral di lingkung-an Taman Sari, yakni Pasareyan Ledoksari tempat pera-

    duan dan tempat pribadi Sultan. Bangunan yang menarikadalah Sumur Gumuling yang berupa bangunan berting-kat dua dengan lantai bagian bawahnya terletak di ba-wah tanah. Di masa lampau, bangunan ini merupakansemacam surau tempat sultan melakukan ibadah. Bagianini dapat dicapai melalui lorong bawah tanah. Di bagi-an lain masih banyak lorong bawah tanah yang lain, yangmerupakan jalan rahasia, dan dipersiapkan sebagai jalanpenyelamat bila sewaktu-waktu kompleks ini mendapatserangan musuh. Sekarang kompleks Taman Sari hanyatersisa sedikit saja.[18]

    6.5 Kadipaten

    Kompleks nDalem Mangkubumen merupakan Ista-na Putra Mahkota atau dikenal dengan nama Kadipaten(berasal dari gelar Putra Mahkota: Pangeran AdipatiAnom. Tempat ini terletak di Kampung Kadipaten se-belah barat laut Taman Sari dan Pasar Ngasem. Seka-rang kompleks ini digunakan sebagai kampus Univ Wi-dya Mataram. Sebelum menempati nDalem Mangku-bumen, Istana Putra Mahkota berada di Sawojajar, se-belah selatan Gerbang Lengkung/Plengkung Tarunasura(Wijilan). Sisa-sisa yang ada antara lain berupa MasjidSelo yang dulu berada di Sawojajar.[57]

    6.6 Benteng Baluwerti

    Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta merupakansebuah dinding yang melingkungi kawasan Keraton Yo-gyakarta dan sekitarnya. Dinding ini didirikan atas pra-karsa Sultan HB II ketika masih menjadi putra mahkotapada tahun 1785-1787. Bangunan ini kemudian diperku-at lagi sekitar 1809 ketika beliau telah menjabat sebagaiSultan. Benteng ini memiliki ketebalan sekitar 3 meterdan tinggi sekitar 3-4 meter. Untuk masuk ke dalam areabenteng tersedia lima buah pintu gerbang lengkung yangdisebut dengan Plengkung, dua diantaranya hingga kinimasih dapat disaksikan. Sebagai pertahanan di keempatsudutnya didirikan bastion, tiga diantaranya masih dapatdilihat hingga kini.[58]

    7 Bagian lain yang terkaitKeraton Yogyakarta juga mempunyai bangunan-bangunan yang berada di luar lingkungan Keraton itusendiri. Bangunan-bangunan tersebut memiliki kaitanyang erat dan boleh jadi merupakan bagian yang tidakterpisahkan.

    7.1 Tugu Golong Gilig

    Tugu golong gilig atau tugu pal putih (white pole) me-rupakan penanda batas utara kota tua Yogyakarta. Se-

  • 7.5 Bering Harjo 9

    mula bangunan ini berbentuk seperti tongkat bulat (gi-lig) dengan sebuah bola (golong) diatasnya. Bangunanini mengingatkan pada Washington Monument di Washi-ngton DC. Pada tahun 1867 bangunan ini rusak (patah)karena gempa bumi yang juga merusakkan situs TamanSari. Pada masa pemerintahan Sultan HB VII bangunanini didirikan kembali. Namun sayangnya dengan bentukberbeda seperti yang dapat disaksikan sekarang (Januari2008). Ketinggiannya pun dikurangi dan hanya sepertigatinggi bangunan aslinya. Lama-kelamaan nama tugu go-long gilig dan tugu pal putih semakin dilupakan seiringpenyebutan bangunan ini sebagai Tugu Yogyakarta.[18]

    7.2 Panggung KrapyakPanggung krapyak dibangun oleh Sultan HB I dan saat inimerupakan benda cagar budaya. Gedhong panggung, de-mikian disebut, merupakan sebuah podium dari batu ba-ta dengan tinggi 4 m, lebar 5 m, dan panjang 6 m. Tebaldindingnya mencapai 1 m. Bangunan ini memiliki 4 pin-tu luar, 8 jendela luar, serta 8 pintu di bagian dalam. Atapbangunan dibuat datar dengan pagar pembatas di bagiantepinya. Untuk mencapainya tersedia tangga dari kayu dibagian barat laut. Bangunan bertingkat ini disekat men-jadi 4 buah ruang. Dahulu tempat ini digunakan sebagailokasi berburu menjangan (rusa/kijang) oleh keluarga ke-rajaan. Berlokasi dekat Ponpes Krapyak, konon tempatGus Dur (presiden IV) pernah menimba ilmu, bangun-an di sebelah selatan Keraton ini menjadi batas selatankota tua Yogyakarta. Namun demikian, bangunan ini le-bih mirip dengan gerbang kemenangan, Triumph dArc.Kondisinya sempat memprihatinkan akibat gempa bumitahun 2006 sebelum akhirnya direnovasi. Setelah reno-vasi bangunan ini diberi pintu besi sehingga orang-orangtidak dapat masuk kedalamnya.[19]

    7.3 KepatihannDalem Kepatihan merupakan tempat kediaman resmi(Ocial residence) sekaligus kantor Pepatih Dalem. Ditempat inilah pada zamannya diselenggarakan kegiatanpemerintahan sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945kantor Perdana Menteri Kesultanan Yogyakarta ini men-jadi kompleks kantor Gubernur/Kepala Daerah Istimewadan PemProv DIY. Selain Pendopo Kepatihan, sisa ba-ngunan lama tempat ini juga dapat dilihat pada GedhongWilis (kantor gubernur), Gedhong Bale Mangu (dulu di-gunakan sebagai gedung pengadilan Bale Mangu, sebuahbadan peradilan Kesultanan Yogyakarta dalam lingkung-an peradilan umum), dan Masjid Kepatihan. Sekarangtempat ini memiliki pintu utama di Jalan Malioboro.[59]

    7.4 Pathok NegoroMesjid Pathok Negoro[60] yang berjumlah empat buahmenjadi penanda batas wilayah ibukota (?). Lokasi ma-

    sjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara), Mlangi (ba-tas barat), Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Ba-badan (batas timur). Pendirian masjid ini juga memi-liki tujuan sebagai pusat penyiaran agama Islam selainmasjid raya kerajaan. Kedudukan masjid ini adalah se-tingkat dibawah masjid raya kerajaan. Ini dapat dilihatdari kedudukan para imam besar/penghulu (jw=Kyai Pe-ngulu) masjid ini menjadi anggota Al-Mahkamah Al-Kabirah, badan peradilan Kesultanan Yogyakarta dalamlingkungan peradilan agama Islam, dimana imam besarmasjid raya kerajaan (Kangjeng Kyai Pengulu) menjadiketua mahkamah.[56]

    7.5 Bering Harjo

    Pasar Bering Harjo merupakan salah satu pusat ekono-mi Kesultanan Yogyakarta pada zamannya. Berlokasi disisi timur jalan Jend. A Yani, pasar Bering Harjo sam-pai saat ini menjadi salah satu pasar induk di Yogyakarta.Sekarang pasar ini jauh berbeda dengan aslinya. Bangu-nannya yang megah terdiri dari tiga lantai dan dibagi da-lam dua sektor barat dan timur yang dibatasi oleh jalankecil. Namun demikian pasar yang berada tepat di utarabenteng Vredeburg ini tetap menjadi sebuah pasar tradi-sional yang merakyat.[54]

    8 Warisan budaya

    Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogya-karta juga memiliki suatu warisan budaya yang tak ter-nilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacaraadat yang terkenal adalah upacara TumplakWajik, Ga-rebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusakadan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman keraja-an ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupak-an warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dariklaim pihak asing.

    8.1 Tumplak Wajik

    Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wa-jik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengangula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yangdigunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanyadilakukan untuk membuat pareden estri pada GarebegMulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadirioleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian.Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelumgarebeg juga diiringi dengan musik ansambel lesung-alu(alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayulainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pem-buatan pareden.[61]

  • 10 8 WARISAN BUDAYA

    8.2 Garebeg

    Upacara Garebeg pada masa kolonial Hindia Belanda (kurun1925-1942).

    Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu ta-hun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal duabelas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal(bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengelu-arkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan ra-sa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Se-dekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupapareden/gunungan yang terdiri dari Pareden Kakung,Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, danPareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanyadikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud ta-hun Dal.Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpan-cung dengan ujung sebelah atas agak membulat. Sebagi-an besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjangyang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai me-rah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan ke-ring lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keran-jang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Seba-gian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dariberas maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran danruncing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuahkotak pengangkut yang disebut Jodhang.Gunungan pawohan[62] terdiri dari buah-buahan segaryang diletakkan dalam keranjang dari daun kelapa muda(Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga di-tempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru.Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan estri ha-nya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharatjuga berbentuk seperti gunungan estri namun memilikipermukaan atas yang lebih tumpul. Kedua gunungan ter-

    akhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan ha-nya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungankutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terusmenerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari ke-menyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak di-perebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembalike dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kera-jaan.Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buahpareden kakung. Jika dua buah maka yang sebuah dipe-rebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikankepada kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Be-sar Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawoh-an, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah sa-tu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan membe-ri sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dandharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Bilagarebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, makaditambah dengan satu pareden kakung dan satu paredenkutug.[63]

    8.3 SekatenSekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilak-sanakan selama tujuh hari. Konon asal usul upacara inisejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya meru-pakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad.Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilahcredo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimu-lai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KKGuntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk di-tempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Me-sjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampaike-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebutdimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantianmenandai perayaan sekaten.Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tun-juk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menye-bar uang logam (koin). Setelah itu Sultan atau wakil beli-au masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan penga-jian maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayathidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir upacara ditutupdengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego Gurih (se-jenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harah=telur merah)merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain ituterdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia al-ba; famili Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisiseperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yangdimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara seka-ten yang sesungguhnya.[64]

    8.4 Upacara Siraman/Jamasan Pusakadan Labuhan

    Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yo-gyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Si-

  • 11

    raman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/JamasanPusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangkamembersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Ro-yal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selengga-rakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kom-pleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsalManis). Upacara di lokasi ini 'tertutup untuk umum danhanya diikuti oleh keluarga kerajaan.Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks RotoWijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang diber-sihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng NyaiJimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV,selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya di-bersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam se-tahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). DiAlun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian rantingdan daun Waringin Sengker yang berada di tengah-tengahlapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-rajadi Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaituKyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, keti-ga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikanprosesi upacaranya.Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan se-tidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusu-mo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itubenda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain ba-tik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (har-ah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng GunungMerapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kun-ci Gunung Merapi (sekarang Januari 2008 dijabat olehMas Ngabehi Suraksa Harga atau yang lebih dikenaldengan Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Ku-sumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepu-ri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian di-perebutkan oleh masyarakat.[65] tertutup untuk umumdan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks RotoWijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang diber-sihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng NyaiJimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV,selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya di-bersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam se-tahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). DiAlun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian rantingdan daun Waringin Sengker yang berada di tengah-tengahlapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman raja-rajadi Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaituKyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, keti-ga, dan keempat masyarakat umum dapat menyaksikanprosesi upacaranya.Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan se-tidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusu-mo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itubenda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain ba-tik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (har-ah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung

    Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kun-ci Gunung Merapi (sebagaimana pernah dijabat MasNgabehi Suraksa Harga atau lebih dikenal dengan na-ma Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang KusumoKabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Pa-rang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian dipere-butkan oleh masyarakat.[66]

    9 Pusaka kerajaanPusaka di Keraton Yogyakarta disebut sebagai Kagung-an Dalem (harah=milik Raja) yang dianggap memilikikekuatan magis atau peninggalan keramat yang diwarisidari generasi-generasi awal. Kekuatan dan kekeramatandari pusaka memiliki hubungan dengan asal usulnya, ke-adaan masa lalu dari pemilik sebelumnya atau dari per-annya dalam kejadian bersejarah[56].Dalam lingkungan Keraton, pusaka dapat dalam bentukbaik benda nyata ataupun pesan yang terdapat dalam se-suatu yang lebih abstrak seperti penampilan. Baik nilaisejarah spiritual dan fungsional berdekatan dengan Sult-an dan kebijaksanaanya. Pusaka merupakan sebuah as-pek budaya Keraton Yogyakarta. Sebagai sebuah lem-baga yang terdiri dari Sultan dan keluarganya, termasukkeluarga besarnya yang disebut dengan trah, dan peja-bat/pegawai kerajaan/istana, Keraton memiliki peraturanmengenai hak resmi atas orang yang akan mewarisi ben-da pusaka. Pusaka memiliki kedudukan yang kuat danorang luar selain di atas tidak dapat dengan mudah me-warisinya. Keberadaaannya sebanding dengan Keratonitu sendiri[56].Benda-benda pusaka keraton memiliki nama tertentu.Sebagai contoh adalah Kyai Permili, sebuah kereta ku-da yang digunakan untuk mengangkut abdi-DalemMang-gung yang membawa Regalia. Selain nama pusaka terse-but mempunyai gelar dan kedudukan tertentu, tergantungjauh atau dekatnya hubungan dengan Sultan. Seluruh pu-saka yang menjadi inventaris Sultan (Sultans property)dalam jabatannya diberi gelar Kyai (K) jika bersifat mas-kulin atau Nyai (Ny) jika bersifat feminin, misalnya KDanumaya sebuah guci tembikar, yang konon berasal da-ri Palembang, yang berada di Pemakaman Raja-raja diImogiri.Apabila pusaka tersebut sedang/pernah digunakan olehSultan, maupun dipinjamkan kepada orang tertentu ka-rena jabatannya diberi tambahan gelar Kangjeng sehing-ga selengkapnya bergelar Kangjeng Kyai (KK) atau Ka-ngjeng Nyai (KNy). Sebagai contoh adalah KangjengNyai Jimat, sebuah kereta kuda yang dipergunakan olehSultan HB I - Sultan HB IV sebagai kendaraan resmi (se-banding dengan mobil dengan plat nomor polisi Indonesia1 sebagai kendaran resmi Presiden Indonesia) dan meru-pakan kereta terkeramat dari Keraton Yogyakarta.[67]

    Beberapa pusaka yang menempati kedudukan tertinggidan dipercaya memiliki kekuatan paling magis menda-

  • 12 9 PUSAKA KERAJAAN

    pat tambahan gelar Ageng sehingga selengkapnya berge-lar Kangjeng Kyai Ageng (KKA). Salah satu pusaka terse-but adalah KKA Pleret, sebuah tombak yang konon per-nah digunakan oleh Panembahan Senopati untuk membu-nuhArya Penangsang. Tombak ini kini menjadi pusakaterkeramat di keraton Yogyakarta dan mendapat kehor-matan setara dengan kehormatan Sultan sendiri. Peng-hormatan terhadap KKA Pleret ini telah dimulai sejakPanembahan Senopati.Wujud benda pusaka di Keraton Yogyakarta bermacam-macam. Benda-benda tersebut dapat dikelompokkanmenjadi: (1) Senjata tajam; (2) Bendera dan Panji kebe-saran; (3) Perlengkapan Kebesaran; (4) Alat-alat musik;(5) Alat-alat transportasi; (6) Manuskrip, babad (kronik)berbagai karya tulis lain; (7) Perlengkapan sehari-hari;dan (8) Lain-lain. Pusaka dalam bentuk senjata tajam da-pat berupa tombak (KK Gadatapan dan KK Gadaweda-na, pendamping KKA Pleret); keris (KKA Kopek); We-dhung, (KK Pengarab-arab, untuk eksekusi mati narapi-dana dengan pemenggalan kepala) ataupun pedang (KKMangunoneng, pedang yang digunakan untuk memeng-gal seorang pemberontak, Tumenggung Mangunoneng).Pusaka dalam bentuk bendera/panji misalnya KK Pujodan KK Puji. Pusaka yang digunakan sebagai perlengkap-an kebesaran terdiri dari satu set regalia kerajaan yang di-sebut KK Upocoro dan satu set lambang kebesaran Sultanyang disebut KK Ampilan serta perlengkapan baju kebe-saran (mahkota, sumping [hiasan telinga], baju kebesar-an, akik [cicin dengan mata dari batu mulia] dan lain se-bagainya). Pusaka dalam kelompok alat-alat musik dapatberupa set gamelan (misal KK Kancil Belik) maupun alatmusik tersendiri (misal cymbal KK Udan Arum dan KKTundhung Mungsuh).Pusaka dalam golongan alat-alat transportasi dapat beru-pa kereta kuda maupun yang lain (misal tandu yang per-nah digunakan oleh Sultan HB I, KK Tandu Lawak, danpelana kuda yang disebut KK Cekathak). Benda pusakadalam kelompok Manuskrip antara lain adalah KK Surya-raja (buku matahari raja-raja) yang dikarang oleh SultanHB II semasa beliau masih menjadi putra mahkota, KKAlquran yang berupa manuskrip kitab suci Alquran, danKK Bharatayudha yang berupa ceritera wayang.Pusaka dalam bentuk perlengkapan sehari-hari misalnyaNy Mrico, sebuah periuk yang hanya digunakan untukmenanak nasi saat upacara Garebeg Mulud tahun Dal(terjadi hanya delapan tahun sekali). Pusaka kelom-pok lain-lain misalnya wayang kulit tokoh tertentu (mi-salnya KK Jayaningrum [tokoh Arjuna], KK Jimat [to-koh Yudhistira], dan KK Wahyu Kusumo [tokoh BataraGuru]) maupun tembikar (misalnya K Danumurti sebu-ah enceh/kong (guci tembikar), yang konon berasal dariAceh, yang juga terdapat di pemakaman Imogiri) dan la-in sebagainya.[68]

    9.1 RegaliaRegalia merupakan pusaka yang menyimbolkan karakterSultan Yogyakarta dalam memimpin negara berikut ra-kyatnya. Regalia yang dimiliki oleh terdiri dari berbagaibenda yang memiliki makna tersendiri yang kesemuanyasecara bersama-sama disebut KK Upocoro. Macam ben-da dan dan maknanya sebagai berikut:

    1. Banyak (berwujud angsa) menyimbolkan kelurusan,kejujuran, serta kesiap siagaan serta ketajaman;

    2. Dhalang (berwujud kijang) menyimbolkan kece-rdasan dan ketangkasan;

    3. Sawung (berwujud ayam jantan) menyimbolkan ke-jantanan dan rasa tanggung jawab;

    4. Galing (berwujud burung merak jantan) menyim-bolkan kemuliaan, keagungan, dan keindahan;

    5. Hardawalika (berwujud raja ular naga) menyim-bolkan kekuatan;

    6. Kutuk (berwujud kotak uang) menyimbolkan kemu-rahan hati dan kedermawanan;

    7. Kacu Mas (berwujud tempat saputangan emas) me-nyimbolkan kesucian dan kemurnian;

    8. Kandhil (berwujud lentera minyak) menyimbolkanpenerangan dan pencerahan; dan

    9. Cepuri (berwujud nampan sirih pinang), WadhahSes (berwujud kotak rokok), dan Kecohan (berwu-jud tempat meludah sirih pinang) menyimbolkanproses membuat keputusan/kebijakan negara.

    KK Upocoro selalu ditempatkan di belakang Sultan saatupacara resmi kenegaraan (state ceremony) dilangsungk-an. Pusaka ini dibawa oleh sekelompok gadis remajayang disebut dengan abdi-Dalem Manggung.[56]

    9.2 Lambang kebesaranKKAmpilan sebenarnya merupakan satu set benda-bendapenanda martabat Sultan. Benda-benda tersebut ada-lah Dampar Kencana (singgasana emas) berikut Pan-cadan/Amparan (tempat tumpuan kaki Sultan di mukasinggasana) dan Dampar Cepuri (untuk meletakkan se-perangkat sirih pinang di sebelah kanan singgasana Sult-an); Panah (anak panah); Gendhewa (busur panah); Pe-dang; Tameng (perisai); Elar Badhak (kipas dari bulumerak); KK Alquran (manuskrip Kitab Suci tulisan ta-ngan); Sajadah (karpet/tikar ibadah); Songsong (payungkebesaran); dan beberapa Tombak. KK Ampilan ini se-lalu berada di sekitar Sultan saat upacara resmi kerajaan(royal ceremony) diselenggarakan. Berbeda dengan KKUpocoro, pusaka KK Ampilan dibawa oleh sekelompokibu-ibu/nenek-nenek yang sudah menopause.[56]

  • 9.4 Kereta kuda pilihan 13

    9.3 Gamelan

    Gamelan merupakan seperangkat ansambel tradisionalJawa. Orkestra ini memiliki tangga nada pentatonis da-lam sistem skala slendro dan sistem skala pelog. KeratonYogyakarta memiliki sekitar 18-19 set ansambel gamelanpusaka, 16 diantaranya digunakan sedangkan sisanya (KKBremara dan KK Panji) dalam kondisi yang kurang baik.Setiap gamelan memiliki nama kehormatan sebagaima-na sepantasnya pusaka yang sakral. Tiga buah gamel-an dari berasal dari zaman sebelum Perjanjian Giyantidan lima belas sisanya berasal dari zaman Kesultanan Yo-gyakarta. Tiga gamelan tersebut adalah gamelan mong-gang yang bernama KK Guntur Laut, gamelan kodhokngorek yang bernama KK Maeso Ganggang, dan ga-melan sekati yang bernama KK Guntur Madu. Ketiga-nya merupakan gamelan terkeramat dan hanya dimaink-an/dibunyikan pada even-even tertentu saja.Gamelan monggang KK Guntur Laut konon berasal darizaman Majapahit. Gamelan yang dapat dikatakan palingsakral di Keraton ini merupakan sebuah ansambel seder-hana yang terdiri dari tiga buah nada dalam sistem ska-la slendro. Pada zamannya gamelan ini hanya dimaink-an dalam upacara kenegaraan yang sangat penting yaituupacara pelantikan/pemahkotaan Sultan, mengiringi ke-berangkatan Sultan dari istana untuk menghadiri upacarapenting, perayaan maleman (upacara pada malam tang-gal 21,23,25, dan 29 bulan Ramadan), pernikahan kera-jaan, upacara garebeg, dan upacara pemakaman Sultan.Gamelan ini memiliki nilai sejarah penting. Atas per-kenan Sunan PB III, KK Guntur laut dimainkan saat pe-nyambutan Sri Sultan Hamengkubuwono I pada penan-datanganan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.KKMaeso Ganggang juga merupakan gamelan kuno yangkonon juga berasal dari zaman Majapahit. Gamelan ko-dhok ngorek ini juga menggunakan sistem skala slendro.Gamelan ini didapatkan oleh Pangeran Mangkubumi da-ri Perjanjian Giyanti. Penggunaannya juga sangat sak-ral dan selalu dimainkan pada upacara kenegaraan seper-ti upacara pemahkotaan Sultan dan pernikahan kerajaan.Gamelan nomor dua di Keraton ini juga dimainkan da-lam peringatan ulang tahun Sultan, upacara sunatan putraSultan, dan untuk megiringi prosesi Gunungan ke MasjidBesar.Gamelan sekati KKGuntur Madu dimainkan di PagonganKidul saat Upacara Sekaten, serta dalam upacara sunatandan pernikahan Putra Mahkota. Konon gamelan ini bera-sal dari zaman Kesultanan Demak. Versi lain mengatak-an alat musik ini buatan Sultan Agung saat memerintahkerajaan Mataram. Gamelan ini menjadi milik Kesul-tanan Yogyakarta setelah perjanjian Giyanti sementarapasangannya KK Guntur Sari menjadi milik KesunananSurakarta. Agar gamelan sekati ini tetap berjumlah se-pasang maka dibuatlah duplikatnya (jw. dipun putrani)dan diberi nama KK NagaWilaga yang dibunyikan di Pa-gongan Utara. Kekhususan gamelan ini adalah bentuknyayang lebih besar dari gamelan umumnya dan instrumen

    kendhang (gendang) yang mencerminkan Hinduisme di-gantikan oleh bedug kecil (dianggap mencerminkan Is-lam).KK Guntur Sari dipergunakan untuk mengiringi BeksanLawung, sebuah tarian sakral, pada upacara pernikahanputra Sultan. KK Surak diperdengarkan untuk mengiringiuyon-uyon (lagu-lagu tradisional Jawa), tari-tarian, danwayang kulit. Gamelan-gamelan ada yang berpasangansecara khusus antara lain KK Harja Nagara (dalam skalaslendro) dengan KK Harja Mulya (dalam skala pelog) danKK Madu Murti (dalam skala slendro) dengan KK MaduKusumo (dalam skala pelog).[56]

    9.4 Kereta kuda pilihan

    Pada zamannya kereta kuda merupakan alat transportasipenting bagi masyarakat tak terkecuali Keraton Yogya-karta. Keraton Yogyakarta memiliki bermacam keretakuda mulai dari kereta untuk bersantai dalam acara nonformal sampai kereta kebesaran yang digunakan secararesmi oleh raja. Kereta kebesaran tersebut sebanding de-ngan mobil berplat nopol Indonesia 1 atau Indonesia 2(mobil resmi presiden dan wakil presiden Indonesia). Ke-banyakan kereta kuda adalah buatan Eropa terutama Ne-geri Belanda walaupun ada beberapa yang dibuat di RotoWijayan (misal KK Jetayu).KNy Jimat merupakan kereta kebesaran Sultan HB I sam-pai dengan Sultan HB IV. Kereta kuda ini merupakanpemberian Gubernur Jenderal Jacob Mossel. KK Ga-rudho Yakso merupakan kereta kebesaran Sultan HB VIsampai HB X (walaupun dalam kenyataannya Sultan HBIX dan HB X sudah menggunakan mobil). Kereta kudabuatan Den Haag tahun 1861 ini terakhir kali digunakanpada tahun 1989, saat prosesi Kirab Jumenengan Dalem(perarakan pemahkotaan raja). KKWimono Putro adalahkereta yang digunakan oleh Pangeran Adipati Anom (Pu-tra Mahkota). KK Jetayu merupakan kendaraan yang di-gunakan Sultan untuk menghadiri acara semi resmi. KKRoto Praloyo merupakan kereta jenazah yang hanya di-gunakan untuk membawa jenazah Sultan. Konon keretaini baru digunakan dua kali yaitu pada saat pemakamanSultan HB VIII dan HB IX.K Harsunaba adalah kendaraan yang digunakan dalamresepsi pernikahan, sementara K Jongwiyat, KManik Ret-no, K Jaladara dan K Mondro Juwolo kadang-kadang di-gunakan oleh Pangeran Diponegoro. Selain itu juga ter-dapat kereta, K Noto Puro, K Roto Biru, K Kutho Kaharjo,K Puspo Manik, Rejo Pawoko, Landower, Landower Su-rabaya, Landower Wisman, Kus Gading, Kus nomor 10,dan lain-lain. Masing-masing kereta tersebut memilikikegunaan sendiri-sendiri.[56]

  • 14 11 PRAJURIT KRATON

    9.5 Tanda jabatanBeberapa pusaka, khususnya keris, juga digunakan se-bagai penanda/simbol jabatan orang yang memakainya.Sebagai contoh adalah keris KKA Kopek. Keris utamaKeraton Yogyakarta ini merupakan keris yang hanya di-perkenankan untuk dipakai Sultan yang sedang bertahtayang melambangkan martabatnyanya sebagai pemimpinspiritual sebagaimana beliau menjadi kepala kerajaan.oleh Sultan sendiri. Keris KK Joko Piturun merupak-an keris yang dipinjamkan oleh Sultan kepada Panger-an Adipati Anom, Putra Mahkota Kerajaan, sebagai tan-da jabatannya. Keris KK Toyatinaban merupakan ke-ris yang dipinjamkan oleh Sultan kepada Gusti PangeranHarya Hangabehi, putra tertua Sultan, sebagai lambangkedudukannya selaku Kepala Parentah Hageng Karaton(Lembaga Istana). Keris KK Purboniyat merupakankeris yang dipinjamkan oleh Sultan kepada Kangjeng Pa-ngeran (h)Adipati (h)Aryo Danurejo, sebagai simbol ja-batannya sebagai Pepatih Dalem.[56]

    10 Pemangku adat Yogyakarta

    Upacara Jumenengan atau naik takhta Sultan Hamengkubuwo-no X, tampakmelintas di depan Pagelaran didamping Gusti Kan-jeng Ratu Hemas, 7 Maret 1989.

    Para Abdi Dalem di depan Gedhong Kaca, Museum HamengkuBuwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

    Pada mulanya Keraton Yogyakarta merupakan sebu-ah Lembaga Istana Kerajaan (The Imperial House) da-

    ri Kesultanan Yogyakarta. Secara tradisi lembaga inidisebut Parentah Lebet (harah=Pemerintahan Dalam)yang berpusat di Istana (keraton) dan bertugas mengu-rus Sultan dan Kerabat Kerajaan (Royal Family). Da-lam penyelenggaraan pemerintahan Kesultanan Yogya-karta disamping lembaga Parentah Lebet terdapat Paren-tah nJawi/Parentah Nagari (harah=Pemerintahan Lu-ar/Pemerintahan Negara) yang berpusat di nDalem Ke-patihan dan bertugas mengurus seluruh negara.Sekitar setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khu-susnya Parentah nJawi) bersama-sama Kadipaten Pa-ku Alaman diubah statusnya dari negara (state) menja-di Daerah Istimewa setingkat Provinsi secara resmi pada1950, Keraton mulai dipisahkan dari Pemerintahan Da-erah Istimewa dan di-depolitisasi sehingga hanya menja-di sebuah Lembaga Pemangku Adat Jawa khususnya ga-ris/gaya Yogyakarta. Fungsi Keraton berubah menjadipelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnyagaya Yogyakarta.Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada sektor infor-mal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki kharismatersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya diProv. D.I. Yogyakarta. Selain itu keraton Yogyakartajuga memberikan gelar kebangsawanan kehormatan (ho-noriscausa) pada mereka yang mempunyai perhatian ke-pada budaya Jawa khususnya Yogyakarta disamping me-reka yang berhak karena hubungan darah maupun karenaposisi mereka sebagai pegawai (abdi-Dalem) keraton.Namun demikian ada perbedaan antara Keraton Yogya-karta dengan Keraton/Istana kerajaan-kerajaan Nusanta-ra yang lain. Sultan Yogyakarta selain sebagai Yang Di-pertuan Pemangku Tahta Adat /Kepala Keraton juga me-miliki kedudukan yang khusus dalam bidang pemerin-tahan sebagai bentuk keistimewaan daerah Yogyakarta.Dari permulaan DIY berdiri (de facto 1946 dan de yu-re 1950) sampai tahun 1988 Sultan Yogyakarta secaraotomatis diangkat sebagai Gubernur/Kepala Daerah Is-timewa yang tidak terikat dengan ketentuan masa jabat-an, syarat, dan cara pengangkatan Gubernur/Kepala Dae-rah lainnya (UU 22/1948; UU 1/1957; Pen Pres 6/1959;UU 18/1965; UU 5/1974). Antara 1988-1998 Guber-nur/Kepala Daerah Istimewa dijabat oleh Wakil Guber-nur/Wakil Kepala Daerah Istimewa yang juga PenguasaPaku Alaman. Setelah 1999 keturunan Sultan Yogyakar-ta tersebut yang memenuhi syarat mendapat prioritas un-tuk diangkat menjadi Gubernur/Kepala Daerah Istimewa(UU 22/1999; UU 32/2004). Saat ini yang menjadi YangDipertuan Pemangku Tahta adalah Sultan Hamengku Bu-wono X

    11 Prajurit Kraton

  • 15

    11.1 Prajurit Kraton Ngayogyakarta Ha-diningrat

    Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentukpada masa pemerintahan Hamengkubuwono I sekitarabad 17. Tepatnya pada tahun 1755Masehi. Praju-rit yang terdiri atas pasukan-pasukan infanteri dan ka-valeri tersebutsudah mempergunakan senjata-senjata apiyang berupa bedil dan meriam. Selamakurang lebih se-tengah abad pasukan Ngayogyakarta terkenal cukup ku-at, initerbukti ketika Hamengkubuwono II mengadak-an perlawanan bersenjatamenghadapi serbuan dari pa-sukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal Gillespie pa-da bulan Juni 1812. Di dalam Babad menceritakan bah-wa perlawanan dari pihak Hamengkubuwono II hebatsekali. Namun semenjak masa PemerintahanHameng-kubuwono III kompeni Inggris membubarkan angkatanperangKasultanan Yogykarta. Dalam perjanjian 2 Ok-tober 1813 yang ditandatanganioleh Sultan Hamengku-buwono III dan Raes, dituliskan bahwa KesultananYo-gyakarta tidak dibenarkan memiliki angkatan bersenjatayang kuat. Dibawah pengawasan Pemerintahan KompeniInggris, keraton hanya boleh memilikikesatuan-kesatuanbersenjata yang lemah dengan pembatasan jumlah perso-nil.Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk melakukangerakan militer. Maka sejak itu fungsi kesatuan-kesatuanbersenjata sebatas sebagai pengawal sultan dan penjagakeraton.Ketika Pemerintahan Kolonial Belanda kembaliberkuasa pasukan- pasukan bersenjata yang sudah lemahtersebut makin dikurangi sehingga tidak mempunyai ar-ti secara militer. Menurut catatan yang ada, semasa pe-merintahanHamengkubuwono VII sampai dengan masapemerintahan HamengkubuwonoVIII yaitu antara tahun1877 sampai dengan 1939 ada 13 kesatuan prajurit kra-tonyang meliputi: Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung,Patangpuluh, Wirobrojo,Jogokaryo, Nyutro, Dhaeng, Ja-ger, Prawirotomo, Mantrijero, Langenastro,Surokarsodan Bugis.Prajurit Bugis Prajurit Daeng Prajurit JogokaryoPraju-rit Ketanggung Prajurit MantrijeroPrajurit Nyutro Pra-jurit Patangpuluh Prajurit PrawirotomoPrajurit Surokar-so Prajurit Wirobrojo

    11.2 Prajurit Kraton Yogyakarta

    Pada tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yo-gyakartadibubarkan oleh pemerintahan Jepang. Tetapimulai tahun 1970 kegiatan para prajurit keraton dihi-dupkan kembali. Dari ke tiga belas prajurit yang pernahada baru sepuluh kesatuan atau bergada yang direkon-struksi dengan beberapa perubahan, baik dari pakaian-nya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat foto-fotoyang ditampilkan). Kesepuluh kesatuan prajurit tersebutyaitu: PrajuritWirobrojo, Prajurit Dhaeng, Prajurit Pata-ngpuluh, Prajurit Jogokaryo, PrajuritMantrijero, Praju-rit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit Nyutro,PrajuritSurokarso dan Prajurit Bugis. Dewasa ini, kese-

    puluh kesatuan prajurit tersebutmasih dapat dilihat olehmasyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitupada upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Ga-rebeg Syawal, di alun-alunutara Keraton NgayogyakartaHadiningrat.

    12 Filoso dan mitologi seputarKeraton

    Keraton Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Kara-ton Kasultanan Ngayogyakartamerupakan tempat tinggalresmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan Yogyakar-ta. Karaton artinya tempat dimana Ratu (bahasa Ja-wa yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja) bersema-yam. Dalam kata lain Keraton/Karaton (bentuk singkatdari Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan tempat kediam-an resmi/Istana para Raja. Artinya yang sama juga ditun-jukkan dengan kataKedaton. Kata Kedaton (bentuk sing-kat dari Ke-datu-an/Ka-datu-an) berasal dari kata Datuyang dalam bahasa Indonesia berarti Raja. Dalam pem-belajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai artilosos yang sangat dalam[69].Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyakarti dan makna losos yang terdapat di seputar dan se-kitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini ju-ga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu ken-tal. Filoso dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahk-an dan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yangbernama keraton. Penataan tata ruang keraton, terma-suk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk arsitektur dan arah ha-dap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainyamasing-masing memiliki nilai loso dan/atau mitologi-nya sendiri-sendiri.Tata ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garislurus Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak serta diapitoleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi timur.Jalan P. Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malio-boro (dulu Maliyoboro), dan jalan Jend. A. Yani (du-lu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dariTugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Nga-dinegaran [?])merupakan sebuah jalan yang lurus keluardari Keraton melalui Plengkung Nirboyo menuju Pang-gung Krapyak. Pengamatan citra satelit memperlihatk-an Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalanyang menghubungkannya tersebut hampir segaris (hanyameleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengan-dung makna sangkan paraning dumadi yaitu asal mulamanusia dan tujuan asasi terakhirnya[70].Dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton (KompleksKedaton) menunjukkan sangkan asal mula penciptaanmanusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dili-hat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang di-beri nama kampung Mijen (berasal dari kata wiji yangberarti benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan dita-

  • 16 14 CATATAN KAKI

    nami pohon asam (Tamarindus indica [?]) dan tanjung(Mimusops elengi [?]) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton(Kompleks Kedaton) menunjukkan paran tujuan akhirmanusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbangdari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuhlangkah/gerbang menuju surga (seven step to heaven)[57].Tugu golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi ba-tas utara kota tua menjadi simbol manunggaling kawulogusti bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig).Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu persa-tuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (cipta-an). Sri Manganti berarti Raja sedang menanti atau me-nanti sang Raja.Pintu Gerbang Donopratopo berarti seseorang yang ba-ik selalu memberikan kepada orang lain dengan sukare-la dan mampu menghilangkan hawa nafsu. Dua patungraksasa Dwarapala yang terdapat di samping gerbang,yang satu, Balabuta, menggambarkan kejahatan dan yanglain, Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal iniberarti Anda harus dapat membedakan, mana yang baikdan mana yang jahat.Beberapa pohon yang ada di halaman kompleks kera-ton juga mengandung makna tertentu. Pohon beringin(Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun utaraberjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Na-bi Muhammad. Dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewo-daru, dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K. Janadaru, ja-na=manusia). Selain itu ada yang mengartikan Dewoda-ru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangk-an Janadaru adalah lambang persatuan Sultan denganrakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus edulis/Inocarpusfagiferus; famili Papilionaceae)bermakna ayem (da-mai,tenang,bahagia) maupun gayuh (cita-cita). Po-hon sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae)bermakna sarwo becik (keadaan serba baik, penuhkebaikan)[71].Dalam upacara garebeg, sebagian masyarakat memper-cayai apabila mereka mendapatkan bagian dari gunung-an yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah ter-tentu seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagipara petani. Selain itu saat upacara sekaten sebagian ma-syarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang saatgamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan mendapat tu-ah awet muda. Air sisa yang digunakan untuk member-sihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian masyarakatmemiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekadaruntuk memperoleh air keramat tersebut.Benda-benda pusaka keraton juga dipercaya memilikidaya magis untuk menolak bala/kejahatan. Konon ben-dera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang kononberasal dari kain penutup kabah di Makkah (kiswah), di-percaya dapat menghilangkan wabah penyakit yang per-nah menjangkiti masyarakat Yogyakarta. Bendera terse-but dibawa dalam suatu perarakan mengelilingi benteng

    baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi pada tahun1947 (?). Dipercayai pula oleh sebagian masyarakat bah-wa Kyai Jegot, roh penunggu hutan Beringan tempat ke-raton Yogyakarta didirikan, berdiam di salah satu tiangutama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh ini dipercayamenjaga ketentraman kerajaan dari gangguan.

    13 Lihat pula Tugu Yogyakarta Kasultanan Yogyakarta Puro Paku Alaman Keraton Surakarta

    14 Catatan kaki[1] Witton, P.; Elliott, M. (2003). Indonesia (ed. 7th). Foo-

    tscray: Lonely Planet Publications. hlm. hlm. 217. ISBN1740591542. (lihat di Penelusuran Buku Google)

    [2] Pesanggrahan bermakna 'istana kecil' atau 'vila'

    [3] Sultan Hamengku Buwono I pindah dari PesanggrahanAmbar Ketawang ke Keraton Yogyakarta pada 7 Oktober1756. Tanggal ini kemudian dijadikan tanggal berdirinyaKota Yogyakarta.

    [4] Murdani Hadiatmadja. Tulisan ini selain menggunak-an bahan referensi yang diterbitkan juga menggunakancerita-cerita rakyat yang berkembang di tengah masyara-kat.

    [5] Penamaan kompleks/bagian dari Keraton Yogyakarta, be-gitu pula dengan bangunan maupun lain-lain yang terkait,sengaja menggunakan bahasa Jawa. Hal ini dikarenak-an nama-nama tersebut merupakan suatu kesatuan mak-na. Untuk terjemahan dalam bahasa Indonesia, apabilaada/memungkinkan, akan diberikan di dalam tanda ku-rung (). Terjemahan hanya dilakukan sekali saat bagi-an, gedung, atau yang lain disebutkan untuk pertama kali-nya. Untuk seterusnya tidak diberikan keterangan meng-ingat keterbatasan tempat.

    [6] Tulisan awal

    [7] Kota ini memiliki batas utara Tugu Yogyakarta, timur Su-ngai Code, selatan Panggung Krapyak, dan barat SungaiWinongo.

    [8] Plengkung bermakna gerbang lengkung (arched gate).

    [9] Chamamah Soeratno et. al. (Buku dari Chamamah So-eratno et. al. banyak berisi ilustrasi terutama foto yangsangat membantu dalam hal arsitektur dan kadang foto-foto tersebut menjelaskan lebih banyak detail arsitekturdibandingkan dengan teks yang ada. Banyak keterangandari foto-foto tersebut yang digunakan dan diuraikan disini).

  • 17

    [10] Murdani Hadiatmadja. Murdani hanya menyebutkan ba-gian utama dari Keraton Yogyakarta mulai dari Siti Hing-gil Ler sampai Siti Hinggil Kidul. Untuk arsitektur dantata ruang, termasuk detailnya, buku dari Murdani danChamamah banyak digunakan.

    [11] Dalam bahasa jawa regol dapat dimaknai sebagai pintuyang besar/gerbang.

    [12] Semar Tinandu merupakan gerbang yang memiliki ataptrapesium, seperti joglo, tanpa tiang dan hanya ditopangoleh dinding yang menjadi pemisah satu kompleks dengankompleks berikutnya.

    [13] misal pada Bangsal Witono dan Bangsal Kencono

    [14] Pada bagian ini buku Chamamah Soeratno et. al. digu-nakan di sebagian besar tulisan. Deskripsi berasal dariteks maupun dari foto-foto yang ada. Selain itu juga di-gunakan buku Murdani Hadiatmadja.

    [15] Pangurakan berasal dari kata urak dapat dimaknai daf-tar jaga atau pengusiran.

    [16] Chamamah Soeratno et. al. begitu pula dengan MurdaniHadiatmadja.

    [17] Murdani Hadiatmadja.

    [18] Pocung episode Wewangunan Karaton NgayogyakartaHadiningrat (Media).

    [19] On location Desember 2007

    [20] Aslinya Alun-alun ditutupi dengan pasir dari pantai selat-an (Pocung episode Wewangunan Karaton NgayogyakartaHadiningrat [Media])

    [21] Gambaran dinding pagar di sekeliling alun-alun yang rela-tif masih seperti aslinya dapat dilihat di Alun-alun Kidul,dimana dinding yang mengelilingi masih dapat disaksikanlebih utuh (On location Desember 2007)

    [22] Versi lain bernama Kyai Dewadaru dan Kyai Jayada-ru/Wijayadaru.

    [23] Pepatih Dalem adalah pegawai kerajaan tertinggi yang di-angkat oleh Sultan untuk mengelola kerajaan.

    [24] Tapa Pepe bermakna menjemur diri. Tapa Pepe dapatdilihat sebagai sebuah cermin nilai-nilai demokrasi yangdibungkus oleh kearifan lokal dalam bentuk demonstrasisecara tertib, tidak anarkis, dan tunduk pada aturan ma-in yang telah ditetapkan. Peristiwa terakhir konon terja-di pada zaman Sultan Hamengkubuwono VIII ketika ra-kyat tidak sanggup untuk membayar pajak yang ditetapk-an oleh Pepatih Dalem bersama Gubernur Belanda di Yo-gyakarta.

    [25] Pisowanan ageng bermakna pertemuan besar. Dalam ke-giatan ini rakyat dan pejabat menghadap/menemui Sultansebagai tanda kesetiaan mereka kepada Sultan dan Kesul-tanan.

    [26] Jejak Boto secara harah bermakna menendang batu bata.

    [27] semacam Menteri Agama/Imam Agung/Mufti Kerajaan.

    [28] Dahulu Tratag Pagelaran merupakan kanopi dari anyam-an bambu. Sultan HB VIII membuatnya menjadi sebuahbangsal yang besar pada 1934.

    [29] Nama/jenis kelompok pegawai Kesultanan Yogyakarta

    [30] Sebagian besar bagian ini merujuk pada Murdani Hadi-atmadja dan Bangunan Keraton Kasultanan Yogyakarta(Pranala luar)

    [31] abdi-Dalem Mertolulut dan abdi-Dalem Singonegoro ada-lah kelompok pegawai kerajaan yang bertugas sebagai al-gojo/eksekutor putusan hakim pengadilan kerajaan.

    [32] Dahulu Tratag Siti Hinggil merupakan kanopi darianyaman bambu. Sultan HB VIII membuatnya menjadisebuah bangsal yang megah pada 1926.

    [33] Kedua bangsal ini direnovasi oleh Sultan HB VIII pada1925.

    [34] KK singkatan dari Kangjeng Kyai, suatu derajat gelar bagipusaka kerajaan. Untuk lebih jelasnya silakan lihat bagianpusaka kerajaan dibagian lain halaman ini.

    [35] Murdani Hadiatmadja, Chamamah et. al., Pocung epi-sode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat(Media), dan on location.

    [36] Murdani Hadiatmadja, Chamamah Soeratno et. al., Po-cung episode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Ha-diningrat

    [37] Praja Cihna adalah Lambang Kesultanan Yogyakarta. Dibagian atas terdapat Songkok, mahkota Sultan, menggam-barkan bentuk Monarki. Di bawah songkok sebelah kan-an dan kiri terdapat Sumping, hiasan telinga, yang meng-gambarkan sifat waspada dan bijaksana. Di sebelah ba-wahnya terdapat sepasang sayap mengapit tulisan Ha Ba,singkatan dari Hamengku Buwono yaitu dinasti yang me-merintah, dalam aksara Jawa.

    [38] Kraton Kilen bermakna Istana Barat

    [39] Suro adalah bulan pertama dalam kalender Jawa

    [40] Bangunan yang digunakan sebagai tempat menunggu parapenari untuk pentas di bangsal Kencana

    [41] Bangunan yang digunakan sebagai tempat abdi-DalemMusikan memainkan ansambel musik diatonis, misalnyaWilhelmus van Nassau, lagu kebangsaan Kerajaan Belan-da

    [42] Bangunan yang digunakan sebagai tempat mempersiapk-an minuman teh

    [43] Bangunan yang digunakan sebagai kantor Bendahara

    [44] Bangunan yang digunakan sebagai tempat menyimpanlampu/lentera

    [45] Bangunan yang digunakan sebagai tempat menyimpanperalatan makan dan minum

    [46] Bangunan yang digunakan sebagai tempat memainkanorkestra gamelan, misalnya Gendhing Monggang, suatuhymne khusus bagi Sultan

  • 18 16 PRANALA LUAR

    [47] Mesjid Keputren[48] Tahun 1682 dalam perhitungan Kalender Jawa atau tahun

    1756 menurut Kalender Gregorian[49] Murdani Hadiatmadja, Chamamah Soeratno et. al.[50] Murdani Hadiatmadja dan Pocung episode Wewangunan

    Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat[51] Murdani Hadiatmadja[52] Murdani Hadiatmadja dan on location.[53] Pocung episode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta

    Hadiningrat (Media) (?).[54] On location[55] Cerita rakyat[56] Chamamah Soeratno et. al.[57] Pocung episode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta

    Hadiningrat (Media)[58] On location dan Murdani Hadiatmadja[59] Chamamah Soeratno et. al. dan sebagian kecil dari on

    location[60] Pathok Negoro bermakna tapal batas Nagari Ngayogya-

    karta, sebutan Ibukota Kesultanan Yogyakarta[61] Sebagian besar bagian ini diambil dari pranala luar: Gu-

    nungan Ciri Khas Upacara Garebeg[62] Pawohan berasal dari kata uwoh yang berarti buah.[63] Sebagian besar bagian ini diambil dari pranala luar: Gu-

    nungan Ciri Khas Upacara Garebeg, cerita rakyat, dan onlocation

    [64] Cerita rakyat dan on location[65] Sebagian besar artikel ini diambil dari Pocung episode

    Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (Me-dia).

    [66] Sebagian besar artikel ini diambil dari Pocung episodeWewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (Me-dia).

    [67] Keterangan derajat kehormatan dan kepemilikan pusakadalam paragraf ini dan dua paragraf berikutnya diterangk-an sendiri oleh Sultan HB X dalam acara Jemparing yangditayangkan oleh TVRI Stasiun Yogyakarta. Contoh danketerangan lanjut dikembangkan penyusun/editor dengananalogi nama masing-masing pusaka dan kegunaannya

    [68] Macam/jenis pusaka pada paragraf ini dan tiga paragrafberikutnya sebagian besar diambil dari Chamamah Soe-ratno et. al.. Contoh detail dari masing-masing pusakayang tidak diberikan dalam Chamamah Soeratno et. al.dikembangkan sendiri oleh penyusun/editor berdasarkancerita rakyat yang berkembang.

    [69] Sebagian diambil dari Murdani Hadiatmaja.[70] Sebagian diambil dari Pocung episode Wewangunan Ka-

    raton Ngayogyakarta Hadiningrat (Media)[71] Murdani Hadiatmaja

    15 Referensi Chamamah Soeratno et. al. (2004). Kraton

    Yogyakarta:the history and cultural heritage (2ndprint). Yogyakarta and Jakarta: Karaton Ngayogya-karta Hadiningrat and Indonesia Marketing Associ-ations. 979-96906-0-9.

    Periplus Edition Singapore (1997). Periplus Adven-ture Guide Java Indonesia. Periplus Singapore.

    R. Murdani Hadiatmadja (no year). Keterangan-keterangan tentang Karaton Yogyakarta. Yogyakar-ta: Tepas Pariwisata Karaton Ngayogyakarta.

    van Beek, Aart (1990). Images of Asia: Life inthe Javanese Kraton. Singapore: Oxford Univer-sity Press. ISBN 979-497-123-5.

    Acara budaya dengan judul Pocung dalam episodeWewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningratdisiarkan oleh JogjaTV.

    16 Pranala luar (Indonesia) Gunungan Ciri Khas Upacara Garebeg (Indonesia) Bangunan Keraton Kasultanan Yogya-

    karta (Indonesia) Keraton Kasultanan Yogyakarta (Indonesia) Keraton Kasultanan Yogyakarta dari Jo-

    gjatrip.com (Indonesia) Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

  • 19

    17 Text and image sources, contributors, and licenses17.1 Text

    KeratonNgayogyakartaHadiningrat Source: http://id.wikipedia.org/wiki/Keraton%20Ngayogyakarta%20Hadiningrat?oldid=8368812Contributors: Meursault2004, Bennylin, Borgx, Kembangraps, Sentausa, Arisdp, Borgxbot, Hajar Pamundi, IvanLanin, Jagawana, Andri.h,Farras, Naval Scene, Reindra, Mimihitam, Willy2000, Den Mazze, Masgatotkaca, Aldo samulo, NoiX180, MimihitamBot, Zekti, Ezagren,Kenrick95, Gunkarta, Tjmoel, Aryasencaki, Elekhh, TjBot, Kenrick95Bot, EmausBot, 35Abdul, Wagino 20100516, Annosmile, Moch.Nachli, Anashir, Imanuel NS Uen, SHRDT, Pai Walisongo, SpartacksCompatriot, Yanu Tri, Aladdin Ali Baba, Gilang Bayu Rakasiwi,Andik675, Pewaris Kerajaan, Lyndonbaines dan Anonymous: 25

    17.2 Images Berkas:Alun-alun_Lor.JPG Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/8/81/Alun-alun_Lor.JPG License: DU-Sendiri Contribu-

    tors:own-workOriginal artist:id:Pengguna:Masgatotkaca

    Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gouverneur_Bijleveld_heft_het_glas_met_Sultan_Hamengkoe_Boewono_VIII_tijdens_een_bezoek_aan_de_kraton_in_Jogjakarta_TMnr_60023722.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3e/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gouverneur_Bijleveld_heft_het_glas_met_Sultan_Hamengkoe_Boewono_VIII_tijdens_een_bezoek_aan_de_kraton_in_Jogjakarta_TMnr_60023722.jpg License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Tropenmuseum Original artist: tak diketahui

    Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gunungans_in_een_Garebeg-optocht_in_de_kraton_te_Jogjakarta_TMnr_10003401.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/cd/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gunungans_in_een_Garebeg-optocht_in_de_kraton_te_Jogjakarta_TMnr_10003401.jpg License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Tropenmuseum Original artist: tak diketahui

    Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Inhuldiging_van_Sultan_Hamengku_Buwana_X_in_de_kraton_met_naast_hem_de_Gusti_Kanjeng_Ratu_Hemas_TMnr_20018311.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/dd/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Inhuldiging_van_Sultan_Hamengku_Buwana_X_in_de_kraton_met_naast_hem_de_Gusti_Kanjeng_Ratu_Hemas_TMnr_20018311.jpg License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Tropenmuseum Original artist: P. (Paul) Berghuis (Fotograaf/photographer).

    Berkas:Commons-logo.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4a/Commons-logo.svg License: Public domainContributors: This version created by Pumbaa, using a proper partial circle and SVG geometry features. (Former versions used to be slightlywarped.) Original artist: SVG version was created by User:Grunt and cleaned up by 3247, based on the earlier PNG version, created byReidab.

    Berkas:Crystal_Clear_app_xmag.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/ec/Crystal_Clear_app_xmag.svg Li-cense: LGPL Contributors:

    Crystal_Clear_app_xmag.png Original artist: Crystal_Clear_app_xmag.png: Everaldo Coelho and YellowIcon Berkas:DSC00440_Java_Kraton_Palace_Gardener_people_(6266212652).jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/

    commons/1/1c/DSC00440_Java_Kraton_Palace_Gardener_people_%286266212652%29.jpg License: CC BY 2.0 Contributors:DSC00440/Java/Kraton Palace/Gardener people/ Original artist: DANIEL JULIE from Paris, France

    Berkas:Fairytale_bookmark_gold.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/66/Fairytale_bookmark_gold.svgLicense: LGPL Contributors: File:Fairytale bookmark gold.png (LGPL) Original artist: Caihua + Lilyu for SVG

  • 20 17 TEXT AND IMAGE SOURCES, CONTRIBUTORS, AND LICENSES

    Berkas:Flag_of_Indonesia.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/9f/Flag_of_Indonesia.svg License: Publicdomain Contributors: Law: s:id:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 (http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/UU_2009_24.pdf) Original artist: Drawn by User:SKopp, rewritten by User:Gabbe

    Berkas:Flag_of_UNESCO.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d0/Flag_of_UNESCO.svg License: Publicdomain Contributors: Based on the previous version of Madden Original artist: Mouagip

    Berkas:Hutan_hujan_Tropis_Sumatera.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/4/46/Hutan_hujan_Tropis_Sumatera.jpg License: GFDL Contributors: ? Original artist: ?

    Berkas:Jogja.kraton.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/ac/Jogja.kraton.jpg License: CC BY-SA 2.5 Con-tributors: Karya sendiri Original artist: User:China_Crisis

    Berkas:Jogja.kraton2.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/64/Jogja.kraton2.jpg License: CC BY-SA 2.5Contributors: Karya sendiri Original artist: User:China_Crisis

    Berkas:Komodo_dragon_at_Komodo_National_Park.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3a/Komodo_dragon_at_Komodo_National_Park.jpg License: CC BY 2.0 Contributors: _MG_8666 Original artist: Adhi Rachdian from Indonesia

    Berkas:Kraton_Yogyakarta2-5.JPG Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/be/Kraton_Yogyakarta2-5.JPG Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Original artist: Gryndor, IIVeaa

    Berkas:Kraton_Yogyakarta_10.JPG Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/82/Kraton_Yogyakarta_10.JPG Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Gryndor

    Berkas:Kraton_Yogyakarta_14.JPG Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/44/Kraton_Yogyakarta_14.JPG Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Gryndor

    Berkas:Kraton_Yogyakarta_15.JPG Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4e/Kraton_Yogyakarta_15.JPG Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Gryndor

    Berkas:Kraton_Yogyakarta_6.JPG Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/22/Kraton_Yogyakarta_6.JPG Licen-se: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Gryndor

    Berkas:Kraton_Yogyakarta_Pagelaran.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/33/Kraton_Yogyakarta_Pagelaran.jpg License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Gunawan Kartapranata

    Berkas:Museum-sangiran-welcome.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/09/Museum-sangiran-welcome.jpg Li-cense: GFDL Contributors: ? Original artist: ?

    Berkas:Prambanan-Temple.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/2/24/Prambanan-Temple.jpg License: GFDL Con-tributors: ? Original artist: ?

    Berkas:PuncakJaya_1A.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/3/37/PuncakJaya_1A.jpg License: GFDL Contributors:? Original artist: ?

    Berkas:Stupa_Borobudur.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/77/Stupa_Borobudur.jpg License: CC-BY-SA-3.0 Contributors: Transferred from en.wikipedia; transferred to Commons by User:Podzemnik using CommonsHelper. Original artist:Original uploader was Gunawan Kartapranata at en.wikipedia

    Berkas:Subak_bali.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/f/fe/Subak_bali.jpg License: GFDL Contributors: ? Originalartist: Photographer: Haekal Adzani

    Berkas:Taman_Sari_Yogyakarta_2009_panoramic.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7b/Taman_Sari_Yogyakarta_2009_panoramic.jpg License: CC BY-SA 3.0 Contributors:

    Taman_Sari_Yogyakarta_2009_7.JPG Original artist: Taman_Sari_Yogyakarta_2009_7.JPG: Gryndor Berkas:Ujung-kulon_badak.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/9/90/Ujung-kulon_badak.jpg License: GFDL Con-

    tributors: ? Original artist: ? Berkas:Welterbe.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/24/Welterbe.svg License: Public domain Contributors:

    Transferred from de.wikipedia; transferred to Commons by User:Leyo using CommonsHelper.Original artist:Original uploader was Blasewitzer at de.wikipedia.

    17.3 Content license Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0

    Sejarah Tata ruang dan arsitektur umum Tata ruang Arsitektur umum

    Kompleks depan Gladhag-Pangurakan Alun-alun Lor Mesjid Gedhe Kasultanan

    Kompleks inti Kompleks Pagelaran Siti Hinggil Ler Kamandhungan Lor Sri Manganti Kedhaton Kamagangan Kamandhungan Kidul Siti Hinggil Kidul

    Kompleks belakang Alun-alun Kidul Plengkung Nirbaya

    Bagian lain Keraton Pracimosono Roto Wijayan Kawasan tertutup Taman Sari Kadipaten Benteng Baluwerti

    Bagian lain yang terkait Tugu Golong Gilig Panggung Krapyak Kepatihan Pathok Negoro Bering Harjo

    Warisan budaya Tumplak Wajik Garebeg Sekaten Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan

    Pusaka kerajaan Regalia Lambang kebesaran Gamelan Kereta kuda pilihan Tanda jabatan

    Pemangku adat Yogyakarta Prajurit KratonPrajurit Kraton Ngayogyakarta HadiningratPrajurit Kraton Yogyakarta

    Filosofi dan mitologi seputar Keraton Lihat pula Catatan kaki Referensi Pranala luar Text and image sources, contributors, and licensesTextImagesContent license