29
BAB I KONSEP MEDIS A. PENGERTIAN 1. Ikterus adalah suatu keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah mencapai 2 mg/dL. 2. Ikterus adalah perubahan warna kuning pada skelera mata, kulit, dan membran mukosa yang disebabkan oleh deposisi bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Kata lain ikterus yaitu Jaundice yang berasal dari kata Perancis “jaune” yang berarti kuning. Jaundice merupakan tanda bahwa hati atau system empedu tidak berjalan normal (Stump, 1993) 3. Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus (Anonim, 2008). 4. Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

1. Lp Ikterus Obstruktif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lp

Citation preview

Page 1: 1. Lp Ikterus Obstruktif

BAB I

KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN

1. Ikterus adalah suatu keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-

kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah

mencapai 2 mg/dL.

2. Ikterus adalah perubahan warna kuning pada skelera mata, kulit, dan

membran mukosa yang disebabkan oleh deposisi bilirubin yang

meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Kata lain ikterus yaitu

Jaundice yang berasal dari kata Perancis “jaune” yang berarti kuning.

Jaundice merupakan tanda bahwa hati atau system empedu tidak berjalan

normal (Stump, 1993)

3. Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh

obstruksi sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya

dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut terjadi

regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus

(Anonim, 2008).

4. Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum,

dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit

dan ampula vateri (Sherly, 2008). Dengan demikian, ikterus obstruktif

merupakan jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang

menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum.

5. Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering

terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus)

atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan

pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak

dapat lewat dari darah ke dalam usus.

6. Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu

kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik.

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 2: 1. Lp Ikterus Obstruktif

B. ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas

ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal

minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian

sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral:

bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar,

dan bagian kaudal yang lebih ecil (pars sistika) meluas membentuk kandung

empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara

divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut akan membentuk duktus

biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus

biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenumSistem biliaris secara luas

dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit

sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier),

kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris

intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris

ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus,

kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen

ekstrahepatik percabangan biliaris. Duktus sistikus dan hepatikus komunis

bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira

panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi

menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan

intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial

duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm,

dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal

duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus

biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau

bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa,

yang disebut ampula Vater. Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks

pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus

ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam

sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 3: 1. Lp Ikterus Obstruktif

C. ETIOLOGI

Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati ) dan

ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan

ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.

a. Ikterus obstruktif intrahepatik

Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit

hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus

atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan

disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau

kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase

metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi

biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah

hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik

yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan

herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada

kedaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit

yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang

sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi

oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.

b. Ikterus obstruktif ekstrahepatik

Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu

empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput

pankreas manyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar;

demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih

jarang adalah ikterus pasca peradangan atau setelah operasi, dan

pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti

hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau

kiri. (Price & Wilson, 2006)

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 4: 1. Lp Ikterus Obstruktif

D. INSIDEN

a. Ikterus obstruktif intrahepatik

1) Hepatitis A (HAV) : Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau

terjadi akibat kontak dengan orang terinveksi melalui kontaminasi

feces pada makanan atau air minum.

2) Hepatitis B (HBV) : Infeksi terutama terjadi pada usia dewasa

3) Hepatitis C (HCV) : Diyakini terutama ditularkan melalui parenteral

dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan tranfusi darah.

4) Hepatitis D (HDV) : Terutama menyerang pengguna obat melalui

intravena.

5) Hepaitis E (HEV) : Penyakit ini paling sering menyerang usia

dewasa muda sampai petengahan.

6) Hepatitis F dan G (HFV dan HGV) : Walaupun telah di

klasifikasikan denagn nama HFV, namun belum dipastikan bahwa

virus hepatitis F benar-benar ada. Kelompok yang beresiko tertular

HGV adalah individu yang telah menjalani tranfusi darah, tertusuk

jarum suntik secara tidak sengaja, pengguna obat intravena dan

pasien hemodialisis.

b. Ikterus obstruktif ekstrahepatik

Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu

empedu. Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit

kandung empedu adalah empat kali lebih banyak dari pada laki-laki.

Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multípara dan

obesitas. Insidens pembentukan batu empedu meningkat pada para

pengguna pil kontrasepsi, estrogen dan klofibrat yang diketahui

meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insidens pembentukan batu

meningkat bersamaan dengan pertambahan umur. Peningkatan insidens

ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan

menurunnya síntesis asam empedu. Disamping itu resiko terbentuknya

batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam-garam empedu

pada klien dengan penyakit gastrointestinal atau fistula T-tube atau pada

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 5: 1. Lp Ikterus Obstruktif

pasien yang pernah menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum.

Insidens ini juga meningkat pada para penyandang penyakit diabetes.

(Smeltzer & Bare, 2002).

E. PATOFISIOLOGI

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi,

termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin

lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan

jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit,

seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid)

di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi

sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang

mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan

malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak

(A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada

kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa

menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa

bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level

tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak

menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan

hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis

hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level

trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi

hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan

hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab

utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti

produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 6: 1. Lp Ikterus Obstruktif

akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya

produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.

F. MANIFESTASI KLINIK

Ikterus obstruktif intrahepatik

Terdapat tiga fase :

1) Fase pra-ikterik

Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual,

muntah, diare, konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit

kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.

2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).

Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin),

hepatomegali dengan nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus

(akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik

berkurang sesuai menonjolnya gejala.

3) Fase pasca ikterik.

Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan

diperlukan untuk pemulihan komplit.

Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat

mengalami dua jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung

empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan

empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis

seperti:

1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri

yang samar pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah

individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng.

2) Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu

empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya

infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat

pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 7: 1. Lp Ikterus Obstruktif

pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau

bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah

dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan

makanan dalam porsi besar.

3) Ikterus. Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung

empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada

obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke

dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah

empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah

dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa

berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal

yang mencolok pada kulit

4) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal

akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi

diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat

yang disebut “clay-colored”.

5) Defisiensi Vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu

abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak. Karena itu pasien

dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika

obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu

pembekuan darah yang normal. (Smeltzer & Bare, 2002 )

G. PATOFISIOLOGI

1. Ikterus Obstruktif intrahepatik

Pada penderita hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan hepatitis D yaitu

masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh melalui membran

mukosa/merusak kulit untuk mencapai hati. Di hati replikasi 2–6

minggu/sampai 6 bulan penjamu mengalami gejala. Beberapa infeksi tidak

terlihat untuk yang mengalami gejala : tingkat kerusakan hati dan

hubungannya dengan demam yang diikuti dengan kekuningan, artritis,

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 8: 1. Lp Ikterus Obstruktif

nyeri perut dan mual. Pada kasus yang ekstrim dapat terjadi kerusakan

pada hati (hepatomegali).

2. Ikterus Obstrukif Ekstrahepatik

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari

pigmen dan batu yang terutama dari kolesterol.

a. Batu Pigmen

Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam

empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu.

Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari klien-klien batu empedu

di Amerika Serikat. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin

besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier.

Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan

operasi.

b. Batu kolesterol

Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu yang

bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-

asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada klien yang

cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan síntesis

asam empedu dan peningkatan sistesis kolesterol dalam hati, keadaan

ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang

kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu.

Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi

untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang

menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Ikterus Obstruktif Intrahepatik

1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan :

Merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari non

virus.

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 9: 1. Lp Ikterus Obstruktif

2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat

dalam 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.

3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup

SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.

4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).

5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal,

dan sel plasma.

6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).

7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).

8) Albumin serum : Menurun.

9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi

hati).

10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.

11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).

12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).

13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml,

prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis

seluler).

14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.

15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.

16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.

Ikterus Obstruktif Estrahepatik

1) Foto polos abdomen. Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat

batu dikandung empedu atau di duktus koledokus. Kadang-kadang

pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara

keseluruhan dalam rongga abdomen.

2) Ultrasonografi (USG). Ultrasonografi sangat berperan dalam

mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis. Pemeriksaan

USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra

hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 10: 1. Lp Ikterus Obstruktif

obstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah

duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan

terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian

diikuti pelebaran bagian proximal.

3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). ERCP

merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari

traktus biliaris dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang

berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan yang cukup tinggi dan

tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.

4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP). MRCP

adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan

memakai pesawat MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition

untuk memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus

biliaris dan duktus pankreatikus.

5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC). PTC merupakan

sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra

dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada

kebanyakan kasus etiologi dari pada obstruksi lainnya. Gambaran

saluran empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan informasi

mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga

penyebabnya, sehingga dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam

perencanaan operasinya.

6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD). Teknik sama

dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi

dan bisa sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan

cairan empedu masuk ke dalam “side hole” dari kateter.

7) CT-Scan. Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak

dilakukan untuk melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang

telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna

menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya

obstruksi/kelainan pada saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 11: 1. Lp Ikterus Obstruktif

untuk membedakan antara ikterus obstruktif, apakah intra atau ekstra

hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.

8) Pemerisaan Laboratorium.

a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml),

Normal = 0,1-0,3 mg/ml.

b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml),

Normal = 0,2-0,8 mg/ml.

c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin

(konsentrasi tinggi dalam darah).

d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada

kemampuan hati untuk mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal,

Normal = 0-4 mg/hari.

e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280

mg/hari, karena tidak mencapai usus.

f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat

diekskresi ke kandung empedu secara normal.

g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level

kolesterol mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk

mensintesisnya.

h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit,

sehingga menimbulkan pruritus.

i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik)

dikarenakan penurunan absorbsi vitamin K.

I. PENANGANAN MEDIK

1. Ikterus Obstruktif Intrahepatik

Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring

selama fase akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi

karbohidrat umumnya merupakan makanan yang paling dapat dimakan

oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu

diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus muntah. Aktifitas

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 12: 1. Lp Ikterus Obstruktif

fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati

kembali normal.

2. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik.

Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional

dianggap sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan

penyakit ini. Namun demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam

penatalaksanaan bedah dan nonbedah terhadap penatalaksanaan kandung

empedu.

1) Penatalaksanaan Nonbedah

a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet

Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut

biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk

tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim.

Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya:

buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang

yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau

teh.

Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien

yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan

mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan.

b) Farmakoterapi

Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol,

chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan batu empedu

radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari

kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam

kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan dapat

diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk mendapatkan efek

yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis

kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah

empedu.

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 13: 1. Lp Ikterus Obstruktif

c) Pelarutan Batu Empedu

Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu

dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal

Tertier Butil Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu. Pelarut

tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini : melalui selang

atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung

empedu; melaui selang atau drain yang dimasukan melalui saluran T-

tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat

pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic Retrograde

Cholangiopancreatography); atau kateter bilier transnalas.

d) Pengangkatan Nonbedah

Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu

yang belum terangkat pada saat cholesistektomy atau yang terjepit

dalam duktus koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang

terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule

yang terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring digunakan untuk

memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus

koledokus.

e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)

Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu

empedu tanpa pembedahan. Prosedur noninvasif ini menggunakan

gelombang kejut berulang (repeated shock waves) kepada batu

empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus.

f) Litotripsi Intrakorporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu

atau duktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan

gelombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang

dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu.

Kemudian fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi

dan aspirasi.

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 14: 1. Lp Ikterus Obstruktif

2) Penatalaksanaan Bedah

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu

dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama,

untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi

kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan

klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat

bilamana kondisi pasien mengharuskannya.

a) Kolesistektomi

Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering

dilakukan, di Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani

pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam prosedur ini, kandung

empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.

b) Minikolesistektomi

Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan

kandung empedu lewat insisi selebar 4 cm.

c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)

Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan

melalui dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur

kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas

karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan

endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.

d) Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus

untuk mengeluarkan batu.

e) Bedah Kolesistostomi

Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan

untuk dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi

yang akut membuat system bilier tidak jelas. (Smeltzer & Bare,

2002 )

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 15: 1. Lp Ikterus Obstruktif

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 16: 1. Lp Ikterus Obstruktif

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Dalam

mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat

dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (sumber

data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium,

tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat atau anggota tim kesehatan lain

merupakan pengkajian data dasar. (A.Azis Alimul Hidayat,2002).

Pengkajian pasien Post Operatif ikterus obstruktif (Doenges,2000) meliputi :

a. Aktifitas/Istirahat

1) Gejala :

a) Kelemahan, atau keletihan

b) Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam

hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri,

ansietas, rasa gatal.

b. Sirkulasi

1) Tanda :

a) Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan

nyeri).

b) Kulit/membran mukosa: Turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah

(dehidrasi/malnutrisi).

c) Berkeringat

c. Eliminasi

1) Gejala

Perubahan warna urine dan feses.

2) Tanda

a) Distensi abdomen

b) Teraba massa pada kuadran kanan atas

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 17: 1. Lp Ikterus Obstruktif

c) Urine gelap, pekat

d) Feses berwarna seperti tanah liat

d. Makanan dan cairan

1) Gejala

a) Anoreksia, mual/muntah

b) Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk gas”;

regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus,

dispepsia.

c) Bertahak

2) Tanda

Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

e. Nyeri/kenyamanan

1) Gejala

a) Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu

kanan.

b) Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.

c) Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.

2) Tanda

Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.

f. Pernafasan

1) Tanda

a) Peningkatan frekuensi pernafasan

b) Pernafasan tertekan ditandai oleh nafas pendek, dangkal.

g. Keamanan

1) Tanda

a) Demam, menggigil

b) Ikterik dengan kulit berkeringat dan gatal ( pruritus )

c) Kecendrungan perdarahan ( kekurangan vitamin K )

h. Penyuluhan dan pembelajaran

1) Gejala

a) Kecendrungan keluarga untuk terjadi batu empedu.

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 18: 1. Lp Ikterus Obstruktif

b) Adanya kehamilan atau melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi

usus, diskrasias darah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri.

2. Gangguan pertukaran gas.

3. Kerusakan integritas kulit.

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan.

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan

kebutuhan tindakan.

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar

Page 19: 1. Lp Ikterus Obstruktif

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). Ikterus Obstruktif. Diambil pada 22 Juli 2008 dari

http://klinikmedis.com/ikterus-obstruktif.pdf

Black, J.M., dan Jacobs, E.M. (1997). Medical-Surgical Nursing Clinical

Management for Continuity of Care. (5th Ed). Philadelphia: W.B. Saunders.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Geissler, A. C. (2000). Nursing care plans:

Guidelines for planning and documenting patient care. Edisi 3. (I. M.

Kariasa & N. M. Sumarwati, Penerjemah). Philadelphia: F. A. Davis

Company. (Sumber asli diterbitkan tahun 1993).

Sherly, dkk. (2008). Peran Biopsi Hepar Dalam Menegakkan Diagnosis Ikterus

Obstruktif Ekstrahepatik. Diambil pada 25 Oktober 2008 dari

http://fkunud.com/penyakitdalam.pdf

Tarigan, Mula (2003). Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planning

pada Klien dengan Hiperbilirubinemia. Diambil pada 25 Oktober 2008 dari

Asnaeni, S.Kep (15 3145 105 046) STIKes Mega Rezky Makassar