46
HUBUNGAN IKTERUS OBSTRUKTIF DENGAN PEMANJANGAN FAAL HEMOSTASIS Oleh : I Wayan Dede Fridayantara 1002005024 I Gusti Amanda Jaya 1002005026 Putri Citra Laksmi Darsana 1002005064 Nyoman Intan Permatahati Wiguna 1002005070 Rozan Fikri 1002005133 I Kadek Arya Candra 1102005184 Gregory James Fernandez 1102005203 i

Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Citation preview

Page 1: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

HUBUNGAN IKTERUS OBSTRUKTIF

DENGAN PEMANJANGAN FAAL

HEMOSTASIS

Oleh :

I Wayan Dede Fridayantara 1002005024

I Gusti Amanda Jaya 1002005026

Putri Citra Laksmi Darsana 1002005064

Nyoman Intan Permatahati Wiguna 1002005070

Rozan Fikri 1002005133

I Kadek Arya Candra 1102005184

Gregory James Fernandez 1102005203

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/SMF ILMU BEDAH RSUP SANGLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2015i

Page 2: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul

“Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis” tepat pada

waktunya. Penulisan tugas ini merupakan salah satu prasyarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Lab/SMF Bedah FK Unud/RSUP Sanglah.

Dalam penyusunan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dari awal hingga

akhir, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1) Semua staf Lab/SMF Bedah RSUP Sanglah

2) Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka dan laporan kasus ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu saran dan kritik membangun, sangat penulis harapkan demi

perbaikan tugas serupa di waktu berikutnya. Semoga tugas ini juga dapat memberi

manfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 11 November 2015

Penulis

ii

Page 3: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

DAFTAR ISI

Judul............................................................................................................. i

Kata Pengantar............................................................................................. ii

Daftar Isi...................................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan..................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................. 3

2.1 Definisi Ikterus Obstruksi......................................................... 3

2.2 Epidemiologi Ikterus Obstruksi................................................ 3

2.3 Anatomi sistem hepatobilier..................................................... 3

2.4 Histologi Sistem Hepatobilier................................................... 4

2.5 Metabolisme Bilirubin Normal................................................. 6

2.6 Etiologi Ikterus Obstruktif........................................................ 8

2.7 Patofisiologi Ikterus Obstruktif................................................. 9

2.8 Hemostasis................................................................................ 10

2.9 Pemeriksaan Fungsi Hemostasis............................................... 15

2.10 Faktor-Faktor Koagulasi......................................................... 17

2.11 Metabolisme Vitamin K.......................................................... 21

2.12 Hubungan Ikterus Obstuktif Terhadap Terjadinya Gangguan Faal

Hemostasis....................................................................................... 24

BAB III Kesimpulan.................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

BAB I

PENDAHULUAN

Kata ikterus (jaundice) berasal dari bahasa perancis jaune yang berarti

kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya

(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai

akibat pemecahan cincin heme pada metabolism sel darah merah. Keadaan ini

merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu

dan penyakit darah (khususnya kelainan sel darah merah). Kadar normal bilirubin

dalam serum berkisar antara 0,3-1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini

oleh keseimbangan antara produksi bilirubin dan penyerapannya oleh hepar,

konjugasi dan ekskresi empedu. Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2-2,5mg/dl

maka sudah terlihat warna kuning pada sclera dan mukosa sedangkan bilasudah

mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna kuning. Ikterus terjadi karena

peningkatan kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin) dan atau kadar bilirubin

indirek (unconjugated bilirubin).1

Ada 3 tipe ikterus yaitu pre-hepatika (hemolitik), ikterus hepatica (parenkimatosa)

dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah

ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum

yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu. Ikterus

obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau

seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum. Pada ikterus obstruktif,

kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk

tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus akibat adanya suatu obstruksi.2

Ada 2 bentuk obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Pada

ikterus obstruksi intra hepatal terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli

atau kolangia yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu, sedangkan ikterus

obstruktif ekstra hepatal terjadi kelaianan di luar parenkim hati (saluran empedu di

hati) yang juga menyebabkan tanda-tanda stasis empedu.2

1

Page 5: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Adanya keadaan kolestasis pada hati yang berkepanjangan dapat memicu

terjadinya kerusakan pada sel parenkim hati baik secara fungsional maupun

struktural.3 Salah satu fungsi parenkim sel hati salah satunya adalah sebagai

tempat utama pembentukan berbagai faktor pembekuan, berbagai komponen pada

sistem fibrinolisis, dan berbagai protein yang sangat penting peranannya dalam

sistem koagulasi dan sistem fibrinolitik. Adanya gangguan pada sel hati akan

menyebabkan perubahan pada mekanisme hemostasis. Produksi yang rendah

ataupun sintesis yang abnormal dari berbagai komponen hemostasis akan

menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara protrombotik dan

antitrombotik pada sistem hemostasis.4,5

Pada pasien dengan penyakit hati, baisanya disertai dengan trombositopenia,

gangguan fungsi trombosit, defisiensi vitamin K, koagulasi intravaskular

menyeluruh (disseminated intravascular disease/DIC), disfibrinogenemia, dan

peningkatan aktivitas fibrinolitik. Derajat gangguan hemostasis pada pasien

dengan penyakit hati, akan sesuai dengan beratnya kerusakan sel-sel hati yang

terjadi. Gangguan hemostasis pada pasien dengan penyakit hati yang berat akan

bermanifestasi berupa gangguan perdarahan. Dan, adanya penyakit obstruksi

bilier telah diteliti dapat menyebabkan gangguan pada sistem hemostasis hati itu

sendiri, seperti terjadinya defisiensi vitamin K oleh karena gangguan pada proses

absorbsi vitamin K.6,7 Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut maka dalam

laporan ini akan dibahas mengenai hubungan antara ikterus obstruktif dengan

pemanjangan faal hemostasis.5,6

2

Page 6: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ikterus Obstruksi

Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Greek, yang berarti kuning.

Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan

mukosa yang menjadi kuning karena adanya peningkatan konsentrasi

bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl. Terdapat 3

jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik

(hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik

(obstruktif). Ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh

adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada jalur post hepatik, yang

dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal.1

2.2 Epidemiologi Ikterus Obstruksi

Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur.

Insidens di Amerika Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000

pasien. Hatfield et al, melaporkan bahwa kasus ikterus obstruktif

terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput pankreas, 8% pada batu

common bile duct, dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.

2.3 Anatomi sistem hepatobilier2

2.3.1 Hepar

Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai

banyak fungsi. Tiga fungsi dasar hepar, yaitu: (1) membentuk dan

mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis; (2) berperan pada

metabolism yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak, dan protein; (3)

menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang

masuk ke dalam darah dari lumen intestinum.

Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak dibagian atas cavitas

abdominalis tepat dibawah diafragma. Hepar terbagi menjadi lobus hepatis

dekstra dan lobus hepatis sinistra. Lobus hepatis dekstra terbagi lagi

menjadi lobus caudatus dan lobus quadratus.

3

Page 7: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada fasies visceralis dan

terletak diantara lobus caudatus dan quadratus, bagian atas ujung bebas

omentum minus melekat pada pinggir-pinggir porta hepatis. Pada tempat

ini terdapat duktus hepatikus dekstra dan sinistra, ramus dekstra dan

sinistra arteri hepatica, vena porta hepatica, serta serabut-serabut saraf

simpatis dan parasimpatis. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena

sentralis dari masing-masing lobulus bermuara ke vena hepatica. Di dalam

ruangan diantara lobulus-lobulus terdapat kanalis hepatis yang berisi

cabang-cabang arteria hepatica, vena porta hepatis, dan sebuah cabang

duktus koledokus (trias hepatis). Darah arteria dam vena berjalan diantara

sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena sentralis.

2.3.2 Vesika biliaris

Vesika biliaris merupakan sebuah kantong berbentuk buah pir yang

terletak pada permukaan bawah (fasies visceralis) hepar. Vesika biliaris

mempunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan

menyimpannya serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air.

Vesika biliaris dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum. Fundus vesika

biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah inferior hepar,

penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding

anterior abdomen setinggi ujung cartilage costalis IX dekstra. Corpus

vesika biliaris terletak dan berhubungan dengan fasies visceralis hepar dan

arahnya keatas, belakang, dan kiri. Collum vesika biliaris melanjutkan diri

sebagai duktus cystikus yang berbelok kea rah dalam omentum minus dan

bergabung dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis untuk membentuk

duktus koledokus.

2.4 Histologi Sistem Hepatobilier3

2.4.1 Hepar

Hepar terdiri atas unit-unit heksagonal, yaitu lobulus hepatikus. Di

bagian tengah setiap lobulus terdapat sebuah vena sentralis, yang

dikelilingi secara radial oleh lempeng sel hepar, yaitu hepatosit, dan

sinusoid kearah perifer. Sinusoid hati dipisahkan dari hepatosit

dibawahnya oleh spatium perisinusoideum subendotelial.

4

Page 8: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Hepatosit mengeluarkan empedu ke dalam saluran yang halus

disebut kanalikulus biliaris yang terletak diantara hepatosit. Kanalikulus

menyatu di tepi lobulus hati di daerah porta sebagai duktus biliaris. Duktus

biliaris kemudian mengalir ke dalam duktus hepatikus yang lebih besar

yang membawa empedu keluar dari hati. Di dalam lobulus hati, empedu

mengalir di dalam kanalikulus biliaris ke duktus biliaris ke daerah porta,

sementara darah dalam sinusoid mengalir ke dalam vena sentralis.

Akibatnya, empedu dan darah tidak bercampur.

2.4.2 Vesika biliaris

Vesika biliaris merupakan organ kecil berongga yang melekat pada

permukaan bawah hepar. Empedu diproduksi oleh hepatosit dan kemudian

mengalir dan disimpan di dalam kandung empedu (vesika biliaris).

Empedu keluar dari kandung empedu memalui duktus sistikus dan masuk

ke duodenum melalui duktus biliaris komunis menembus papilla duodeni

mayor. Empedu dicurahkan ke dalam saluran pencernaan akibat

rangsangan kuat hormon kolesistokinin dan secara kurang kuat oleh

serabut-serabut saraf yang menyekresikan asetilkolin dari system saraf

vagus dan enterik usus, yang meningkatkan motilitas dan sekresi empedu.

Gambar 2.1 Sel hepar5

Page 9: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

2.5 Metabolisme Bilirubin Normal

Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme

heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin

meliputi pembentukan, transportasi, asupan, konjugasi, dan ekskresi

bilirubin.4,5

Fase Pre-hepatik

1) Pembentukan bilirubin.

Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana

75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya

seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase.

Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial.

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari

heme dengan bantuan enzim heme oksigenase. Biliverdin yang

larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh

enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat

dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.

2) Transport plasma

Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati

melalui plasma, harus berikatan dengan albumin plasma terlebih

dahulu oleh karena sifatnya yang tidak larut dalam air.

Fase Intra-Hepatik

3) Liver uptake

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan

sinusoid hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit

melalui ssistem transpor aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk

pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin

akan berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap

larut sebelum dikonjugasi.

4) Konjugasi

Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak

terkonjugasi) akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat

6

Page 10: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

yang dapat larut dalam air di reticulum endoplasma dengan

bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase

(UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk

diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.

Fase Post-Hepatik

5) Ekskresi bilirubin

Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus

empedu melalui proses mekanisme transport aktif yang

diperantarai oleh protein membran kanalikuli, dikenal sebagai

multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).

Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung

empedu, bilirubin kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu

bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar,

glukoronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus, yaitu ß-

glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh flora feses

menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut

urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil

urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati

sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada

keadaan normal, urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di

kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi urobilin

(senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.

7

Page 11: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Gambar 2.2 Metabolisme bilirubin

2.6 Etiologi Ikterus Obstruktif

Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2

bagian, yaitu ikterus obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif

ekstrahepatik. Ikterus obstruktif intrahepatik pada umumnya terjadi pada

tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier sedangkan ikterus

obstruktif ekstrahepatik, terjadinya ikterus disebabkan oleh karena adanya

sumbatan pada saluran atau organ diluar hepar. Adapun penyakit yang

menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif adalah sebagai berikut:

1) Ikterus obstruktif intrahepatik :

Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah hepatitis,

penyakit hati karena alkohol, serta sirosis hepatis.6 Peradangan

intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan

menyebabkan ikterus.

2) Ikterus obstruktif ekstrahepatik :

a. Kolelitiasis dan koledokolitiasis

Batu saluran empedu mengakibatkan retensi pengaliran bilirubin

terkonjugasi ke dalam saluran pencernaan sehingga mengakibatkan

8

Page 12: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

aliran balik bilirubin ke dalam plasma menyebabkan tingginya

kadar bilirubin direk dalam plasma.7

b. Tumor ganas saluran empedu

Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita

dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada penderita laki-laki

dan perempuan tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata 60 tahun,

tetapi tidak jarang didapatkan pada usia muda. Jenis tumor

kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus

koledokus.7

c. Atresia bilier

Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik

sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, sehingga terjadi

peningkatan kadar bilirubin direk. Atresia bilier merupakan

penyebab kolestatis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak.

Terdapat dua jenis atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan

intrahepatik. Bentuk intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan

ekstrahepatik.7

d. Tumor kaput pankreas

Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus

dan sel asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis

adenokarsinoma duktus pankreas, dan sebagian besar kasus (70%)

lokasi kanker adalah pada kaput pankreas. Pada stadium lanjut,

kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke duodenum,

lambung, peritoneum, hati, dan kandung empedu.7

2.7 Patofisiologi Ikterus Obstruktif

Ikterus secara umum terbagi menjadi 3, yaitu ikterus prehepatik,

ikterus hepatik, dan ikterus posthepatik atau yang disebut ikterus

obstruktif. Ikterus obstruktif disebut juga ikterus posthepatik karena

penyebab terjadinya ikterus ini adalah pada daerah posthepatik, yaitu

setelah bilirubin dialirkan keluar dari hepar.

9

Page 13: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Pada ikterus obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk

sehingga bilirubin tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan

akibatnya terjadi aliran balik ke dalam pembuluh darah. Akibatnya kadar

bilirubin direk meningkat dalam aliran darah dan penderita menjadi

ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah pada jaringan ikat longgar

seperti sublingual dan sklera. Karena kadar bilirubin direk dalam darah

meningkat, maka sekresi bilirubin dari ginjal akan meningkat sehingga

urine akan menjadi gelap dengan bilirubin urin positif. Sedangkan karena

bilirubin yang diekskresikan ke feses berkurang, maka pewarnaan feses

menjadi berkurang dan feses akan menjadi berwarna pucat seperti dempul

(acholis).6

2.8 Hemostasis

Faal hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk

mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh

darah dan menutup kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga mengurangi

kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah. Faal hemostasis

melibatkan sistem vaskular, sistem trombosit, sistem koagulasi dan sistem

fibrinolisis.1 Untuk mendapatkan faal hemostasis yang baik maka keempat sistem

tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang berkeseimbangan dan saling

mengontrol. Kelebihan atau kekurangan suatu komponen akan menyebabkan

kelainan. Kelebihan fungsi hemostasis akan menyebabkan trombosis, sedangkan

kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan pendarahan. Faal hemostasis

untuk dapat berjalan normal memerlukan 3 langkah yaitu:1,2

1. Langkah I : hemostasis primer, yaitu pembentukan “primary platelet

plug”

2. Langkah II : hemostasis sekunder,yaitu pembentukan stable hemostatic

plug (platelet+fibrin plug)

3. Langkah III : fibrinolisis yang menyebabkan lisis dan fibrin setelah

dinding vaskuler mengalami reparasi sempurna sehingga pembuluh darah

kembali paten

Faal hemostasis terdiri atas 2 komponen yaitu:1,2

10

Page 14: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

1. Faal koagulasi : yang berakhir dengan pembentukan fibrin stabil yang

melibatkan 3 komponen yaitu komponen vaskuler, trombosit dan

koagulasi.

2. Faal fibrinolisis : yang berakhir dengan pembentukan plasmin

2.8.1. Sistem Vaskular

Pembuluh darah memiliki peran penting dalam menjaga hemostasis. Sel endotel

menghasilkan:1

1. Prostasiklin, yang menyebabkan vasodilatasi dan mencegah terjadinya

agregasi dari trombosit.

2. Anti trombin (AT) dan protein C activator (thrombomodulin), dimana

keduanya mencegah terjadinya koagulasi

3. Tissue plasminogen activator (t-PA), yang berperan mengaktifkan

fibrinolisis

Perlukaan yang terjadi pada dinding pembuluh darah menyebabkan aktifnya

membran yang mengikat tissue factor (TF) yang mengaktfkan koagulasi dan

membentuk jaringan subendothelial yang memungkinkan pengikatan platelet ke

faktor von Willebrand (vWF), protein multimerik dibuat oleh sel-sel endotel, yang

memediasi adhesi platelet pada endotel dan membawa faktor pembekuan VII

dalam plasma.1,2

2.8.2. Sistem trombosit

Trombosit diaktifkan pada lokasi cedera vaskular untuk membentuk sebuah plug

trombosit yang memberikan respon hemostatik awal untuk menghentikan

pendarahan. Respon fungsional trombosit diaktifkan melibatkan empat proses

yang berbeda:

2.8.2.1.Adhesi trombosit

Setelah aktivasi, trombosit mengalami perubahan bentuk yang signifikan,

menghasilkan pseudopods yang membuat trombosit sangat gampang melekat.

Adhesi trombosit terutama dimediasi oleh pengikatan platelet pada permukaan

reseptor kompleks GP Ib /IX /V dengan vWF dalam matriks subendothelial.

Defisiensi komponen dari kompleks GP Ib/IX/V atau vWF menyebabkan

gangguan pendarahan kongenital seperti penyakit Bernard-Soulier dan penyakit

11

Page 15: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

von Willebrand. Selain itu, ada interaksi perekat lainnya yang berkontribusi

terhadap adhesi platelet. Salah satu contoh adalah pengikatan reseptor platelet

kolagen GPIA / IIa dengan kolagen fibril dalam matriks.4

2.8.2.2.Agregasi trombosit

Hasil aktivasi trombosit pada reseptor GP IIb/IIIa pada permukaan platelet,

menyebabkan pengikatan pada vWF dan fibrinogen. GP IIb/IIIa adalah anggota

superfamili dari reseptor protein yang disebut integrin perekat yang ditemukan di

banyak jenis sel yang berbeda. Kompleks GP IIb/IIIa (integrin alpha IIb beta 3)

adalah reseptor yang paling banyak di permukaan platelet, dengan sekitar 80.000

kompleks per platelet. GP IIb/IIIa tidak mengikat fibrinogen, suatu divalen

molekul simetris yang menjembatani yang menyebabkan trombosit diaktifkan,

pada trombosit yang belum distimulasi. Namun, setelah trombosit distimulasi, GP

IIb/IIIa mengalami perubahan afinitas dan dikonversi dari afinitas rendah ke

afinitas tinggi dari reseptor fibrinogen, sebuah proses yang disebut sebagai sinyal

"inside-out".4

Selain memediasi agregasi platelet, bagian dari sitosol diaktifkan

kompleks GP IIb/IIIa yang mengikat sitoskeleton platelet dan dapat memediasi

trombosit menjadi menyebar dan membentuk retraksi bekuan, yang telah disebut

sebagai sinyal "outside-in". Dengan demikian, kompleks GP IIb/IIIa

mengintegrasikan interaksi reseptor-ligan yang terjadi pada bagian eksternal dari

membran dengan peristiwa sitosol yang terjadi secara dua arah; hal ini merupakan

jalur akhir yang umum untuk agregasi platelet, terlepas dari modus stimulasi

trombosit.1

2.8.2.3.Sekresi trombosit

Trombosit mengandung dua jenis butiran butiran alpha dan butiran padat. Granul

alpha mengandung banyak protein termasuk fibrinogen, vWF, thrombospondin,

platelet derived growth factor (PDGF), faktor trombosit 4, dan P-selektin. Butiran

padat mengandung ADP, ATP, kalsium terionisasi, histamin, dan serotonin.

Trombosit mengeluarkan berbagai zat dari butiran mereka pada stimulasi sel

antara lain:1,2

1. ADP dan serotonin merangsang dan merekrut tambahan trombosit. Platelet

yang merilis serotonin biasanya menyebabkan vasodilatasi, Namun dapat

12

Page 16: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

menyebabkan vasokonstriksi pada endotelium yang rusak atau abnormal.

Trombosit ADP yang aktif meningkatkan ekspresi permukaan antar

molekul adhesi (ICAM) -1 pada sel endotel.

2. Fibronektin dan trombospondin adalah protein adhesi yang dapat

memperkuat dan menstabilkan agregat trombosit.

3. Fibrinogen dilepaskan dari butiran alpha trombosit, menyediakan sumber

fibrinogen pada daerah endotel yang cedera selain itu fibrinogen juga

dijumpai pada plasma.

4. Tromboksan A2, merupakan metabolit prostaglandin yang menyebabkan

vasokonstriksi dan agregasi platelet.

5. Faktor pertumbuhan, seperti PDGF, memiliki efek mitogenik yang kuat

pada sel-sel otot polos. Pelepasan PDGF dari trombosit pada lokasi

vaskular yang vaskular mungkin mempengaruhi perbaikan jaringan

fisiologis dan pada tempat yang mengalami cedera berulang, dapat

berkontribusi untuk terjadinya aterosklerosis dan oklusi koroner setelah

angioplasti.

Pelepasan dari thiol isomerase, protein disulfida isomerase (PDI), oleh

trombosit mengganggu sel-sel dinding pembuluh dan dapat berfungsi untuk

mengaktifkan TF dan meningkatkan pembentukan fibrin dan pembentukan

trombus pada daerah vaskular yang luka.1,2

2.8.2.4.Aktifitas prokoagulan

Aktivitas platelet prokoagulan merupakan aspek penting dari aktivasi platelet dan

melibatkan paparan fosfolipid prokoagulan, terutama phosphatidylserine, dan

pembentukan berikutnya dari kompleks enzim dalam kaskade pembekuan pada

permukaan platelet. Kompleks ini merupakan contoh penting dari keterkaitan erat

antara aktivasi trombosit dan aktivasi kaskade pembekuan.1

2.8.3. Sistem Koagulasi

Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam

plasma (darah) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Jika terjadi aktivasi

protein ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim atau zymogen), protein aktif ini

(enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya secara beruntun, seperti

13

Page 17: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

sebuah tangga (kaskade) atau seperti air terjun (water fall). Gambaran kaskade

koagulasi dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.8. Sistem Koagulasi

Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi vascular injury

sehingga tidak terjadi pendarahan berlebihan, tetapi proses pembekuan darah ini

harus dilokalisir hanya pada daerah injury, tidak boleh menyebar ke tempat lain

karena akan membahayakan peredaran darah. Untuk itu, tubuh membuat

mekanisme kontrol dimana endotil yang intak memegang peranan penting.1,2

14

Page 18: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

1. Adanya AT III (anti-thrombin III) yang terikat pada permukaan endotil

dengan perantaraan heparan sulfat. AT III akan menginaktifkan thrombin

dan faktor Xa.

2. Molekul trombomodulin pada permukaan endotil akan mengikat trombin.

Kompleks trombin-trombomodulin akan mengaktifkan protein-C (dengan

bantuan protein-S sebagai kofaktor) akan menginaktifkan faktor Va dan

faktor VIIIa, dengan demikian pembentukan trombin akan berkurang.

Adanya proses pengendali (natural anticoagulant) serta pengenceran faktor

aktif di luar tempat injury dapat mengendalikan proses koagulasi sehingga tidak

menyebar ke tempat lain.

2.8.4. Sistem Fibrinolisis

Proses fibrinolitik bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna untuk

menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan fibrin setelah

proses reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga pembuluh darah tersebut

kembali paten. Fibrinolosis merupakan proses dimana fibrin di degradasi oleh

plasmin. Sirkulasi pro-enzim, plasminogen, diaktifkan oleh plasmin:1,2

1. Pada saat terjadi perlukaan, oleh t-PA dan urokinase-like plasminogen

activator (UPA) yang dilepaskan oleh sel yang rusak atau oleh sel yang

aktif

2. Bahan eksogen seperti streptokinase, atau oleh t-PA atau UPA terapetik

Plasmin mengubah fibrin atau fibrinogen menjadi fibrin degradation product

(FDPs) dan juga mendegradasi faktor V dan VII. Plasmin yang bebas di

nonaktifkan oleh plasma α2 antiplasmin dan α2 makroglobulin.

2.9 Pemeriksaan Fungsi Hemostasis

Sejumlah pemeriksaan sederhana dapat dilakukan untuk menilai fungsi trombosit,

pembuluh darah, serta komponen koagulasi dalam hemostasis. Pemeriksaan

penyaring ini meliputi : pemeriksaan darah lengkap, evaluasi darah apus, waktu

pendarahan, waktu protrombin (PT), aPTT serta agregasi trombosit.1

2.9.1. Pemeriksaan darah lengkap dan evaluasi hapusan darah tepi.

Trombositopenia merupakan penyebab tersering dari terjadinya pendarahan yang

abnormal, oleh karena itu pada pasien yang diduga menderita kelainan darah,

15

Page 19: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

pertama kali harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap dan pemeriksaan

hapusan darah tepi.1

2.9.2. Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi

Pemeriksaan meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstirnsik dari sistem koagulasi

dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin :

2.9.2.1.Waktu protrombin (PT)

PT digunakan untuk menilai jalur ekstrinsik pembekuan, yang terdiri dari faktor

jaringan dan faktor VII, dan faktor koagulasi pada jalur umum (faktor II

(protrombin), V, X, dan fibrinogen). Nilai normal 10-14 detik.

Rasio waktu protorombin : PT pasien dinyatakan sebagai rasio, di mana hasil nya

adalah = (PT pasien kontrol : PT). Sebagai contoh, PTR> 1,2 dikaitkan dengan

peningkatan risiko yang signifikan dari koagulopati trauma akut dalam studi

retrospektif multicenter. Dalam penelitian ini, reagen yang digunakan memiliki

kepekaan yang sama (indeks sensitivitas internasional [ISI] berkisar 1,03-1,09).

Keterbatasan metode ini adalah bahwa variabilitas pereaksi atau instrumen dapat

mempengaruhi hasil.1

2.9.2.2.aPTT

Digunakan untuk menilai integritas koagulasi jalur intrinsik (prekallikrein, tinggi

kininogen berat molekul, faktor XII, XI, IX, VIII) dan jalur akhir yang umum

(faktor II, V, X dan fibrinogen), dan untuk memantau respon terapi pemakaian

heparin. Nilai normal aPTT antara 30-40 detik.1

2.9.2.3.Waktu trombin (thrombin time, TT)

Cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya hambatan terhadap

trombin. TT digunakan untuk mengukur langkah terakhir dari jalur pembekuan,

konversi fibrinogen menjadi fibrin. Nilai normal antara 14-16 detik.1

2.9.3. Pemeriksaan faktor koagulasi khusus

Termasuk disini adalah fibrinogen, faktor vW, dan faktor VII. Pemeriksaan bisa

secara kuantitatif atau dengan cara membandingkan efek koreksi dari plasma yang

mengandung kekurangan substrat tertentu yang mempunyai perpanjangan waktu

pembekuan (PT, aPTT) dengan efek koreksi terhadap plasma normal, yang

hasilnya dinyatakan dengan presentase aktivitas normal.1

16

Page 20: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

2.9.4. Waktu pendarahan

Waktu pendarahan berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit. Pada keadaan

trombositopenia dengan gangguan fungsi trombosit waktu pendarahan akan

memanjang, namun trombositopeni tanpa gangguan fungsi trombosi, waktu

pendarahan biasanya normal. Pada keadaan normal, pendarahan akan berhenti

dalam waktu 3-8 detik.1

2.9.5. Pemeriksaan fungsi trombosit

Tes agregasi trombosit merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai penting.

Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit

sebagai agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan agen

eksternal, sedangkan respon sekunder berasal dari agen yang dilepas dari dalam

trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering digunakan misalnya : ADP, kolagen,

ristosetin, asam arakidonat dan adrenalin.1

2.9.6. Pemeriksaan Fibrinolisis

Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan

memendeknya euglobulin clot lysis time. Beberapa teknik imunologik digunakan

untuk mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen (D-Dimer).1

2.10 Faktor-Faktor Koagulasi

Hemostasis merupakan suatu mekanisme lokal tubuh yang terjadi secara spontan

berfungsi untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan ketika terjadi trauma

atau luka. Sistem hemostasis pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen

hemostasis yang sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein

darah dan jaring-jaring fibrin pembuluh darah.3

Secara umum menurut Hoffbrand hemostasis terdiri dari 3 macam yaitu4:

1. Hemostasis primer yaitu akan terjadi jika terdapat deskuamasi dan luka kecil

pada pembuluh darah. Hemostasis primer ini melibatkan tunika intima pembuluh

darah dan trombosit. Luka akan menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan

sumbat trombosit. Hemostasis primer ini bersifat cepat dan tidak tahan lama.

Karena itu, jika hemostasis primer belum cukup untuk mengkompensasi luka,

17

Page 21: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

maka akan berlanjut menuju hemostasis sekunder. Pemeriksaan faal hemostasis

untuk melihat proses ini adalah dengan pemeriksaan bleeding time.

2. Hemostasis sekunder, terjadi bila terdapat luka yang besar pada pembuluh

darah atau jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat trombosit belum cukup untuk

mengkompensasi luka ini. Hemostasis sekunder yang melibatkan trombosit dan

faktor koagulasi. Hemostasis sekunder mencakup pembentukan jaring-jaring

fibrin. Hemostasis sekunder ini bersifat delayed and long-term response. Jika

proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka proses berlanjut ke hemostasis

tersier. Pemeriksaan faal hemostasis untuk melihat proses ini adalah dengan

pemeriksaan clotting time.

3. Hemostasis Tersier. Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar

aktivitas koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier melibatkan sistem

fibrinolisis.

Mekanisme terjadinya proses hemostasis terdiri dari beberapa tahapan, pertama

pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Setelah pembuluh darah

mengalami suatu kerusakan atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah

menyebabkan dinding pembuluh darah berkontraksi, sehingga dengan segera

aliran darah dari pembuluh yang pecah akan berkurang.5

Kontraksi terjadi akibat dari refleks saraf, spasme miogenik, dan faktor humoral

setempat yang berasal dari jaringan yang terkena trauma dan respon trombosit

darah. Refleks saraf ini dicetuskan oleh rasa nyeri atau oleh impuls-impuls lain

dari pembuluh darah yang rusak atau dari jaringan yang berdekatan. Sebagian

besar vasokonstriksi hasil dari kontraksi miogenik berasal dari pembuluh darah.

Untuk pembuluh darah yang lebih kecil, trombosit akibat sebagian besar

vasokonstriksi dengan melepaskan substansi tromboksan A2.5,6

Tahapan kedua adalah aktivasi trombosit. Pada saat terjadisebuah kerusakan

pembuluh darah, maka trombosit akan mulai membesar, berbentuk ireguler

dengan tonjolan-tonjolan yang keluar dari permukaannya, protein kontraktilnya

berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan pelepasan granula yang mengandung

berbagai faktor aktif, sehingga trombosit lengket dan melekat pada serat kolagen,

kemudian mensekresi sejumlah besar ADP (Adenosin Diphospate) dan enzim-

enzimnya membentuk tromboksan A2 yang juga disekresikan ke dalam darah.

18

Page 22: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

ADP dan tromboksan A2 kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan

(Guyton and Hall, 2006). Karena sifat trombosit yang lengket maka akan

menyebabkan melekatnya trombosit tambahan pada trombosit semula yang sudah

aktif.5,6

Dengan demikian, pada setiap luka, dinding pembuluh darah yang rusak atau

jaringan di luar pembuluh disekitar luka menimbulkan siklus aktivasi trombosit

yang jumlahnya terus meningkat yang menyebabkannya menarik lebih banyak

lagi trombosit tambahan sehingga membentuk sumbat .4,5

Fase koagulasi merupakan tahapan ketiga dalam pembekuan darah. Terdapat 2

lintasan utama yang menginduksi terjadinya proses koagulasi yaitu jalur ekstrinsik

(tissue factor- faktor VII) dan jalur intrinsik (surface-contact factors). Jalur

ekstrinsik merupakan proses permulaan dalam pembentuk fibrin sedangkan jalur

intrinsik berperan dalam melanjutkan proses pembentukan fibrin yang stabil.7

Jalur ekstrinsik

Proses koagulasi dalam darah in vivo dimulai oleh jalur ekstrinsik yang

melibatkan komponen dalam darah dan pembuluh darah. Komponen utama adalah

tissue factor, suatu protein membran intrinsik yang berupa rangkaian polipeptide

tunggal yang diperlukan sebagai kofaktor faktor VIII dalam jalur intrinsik dan

faktor V dalam common pathway. Tissue factor ini akan disintesis oleh makrofag

dan sel endotel bilamana mengalami induksi oleh endotoksin dan sitokin seperti

interleukin dan-1 dan tumor necrosis factor. Komponen plasma utama dari jalur

ekstrinsik adalah faktor VII yang merupakan vitamin K dependen protein (seperti

halnya faktor IX, X, protrombin, dan protein C).8

Jalur ekstrinsik akan diaktifasi apabila tissue factor yang berasal dari sel-sel yang

mengalami kerusakan atau stimulasi mengalami kontak dengan faktor VII dalam

peredaran darah dan akan membentuk suatu kompleks dengan bantuan ion Ca.

kompleks factor VIIa–tissue factor ini akan menyebabkan aktifasi faktor X

menjadi Xa disamping juga menyebabkan aktifasi faktor IX menjadi IXa (jalur

intrinsik).8

Jalur Intrinsik

Jalur intrinsik merupakan suatu proses koagulasi paralel dengan jalur ekstrinsik,

dimulai oleh komponen darah yang sepenuhnya ada berada dalam sistem 19

Page 23: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

pembuluh darah. Proses koagulasi terjadi sebagai akibat dari aktifasi dari faktor

IX menjadi faktor IXa oleh faktor XIa.9

Protein contact system (faktor XII, prekalikrein, high moleculer weight kininogen

dan C1 inhibitor) disebutkan sebagai pencentus awal terjadinya aktifasi ataupun

inhibisi faktor XI. Protein contact system ini akan berperan sebagai respon dari

reaksi inflamasi, aktifasi komplemen, fibrinolisis dan angiogenesis.9

Faktor XI dikonversikan menjadi XIa. Faktor IXa akan membentuk suatu

kompleks dengan faktor VIIIa dengan bantuan adanya fospolipid dan kalsium

yang kemudian akan mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Faktor Xa akan

mengikat faktor V bersama dengan kalsium dan fosfolipid membentuk suatu

kompleks yang disebut protrombinase, suatu kompleks yang bekerja

mengkonversi protrombin menjadi trombin. Faktor IX dapat juga diaktifkan oleh

faktor XIa.9

Bilamana telah terbentuk faktor Xa baik melalui faktor ekstrinsik atau intrinsik

maka akan terjadi konversi protrombin menjadi trombin. Bersama dengan vit K

dependen yang lain akan suatu kompleks pro- trombinase (faktor Xa, faktor V,

fosfolipid, dan kalsium).9

Trombin bekerja pada berbagai bahan, termasuk fibrinogen, faktor XIII, V dan

VII; membran trombosit; protein S dan protein C. Dapat dikatakan bahwa trombin

memegang peran sentral dalam mengontrol proses pembentukan hemostatic plug

melalui mekanisme positive dan negative feed back.9

Pembentukan fibrin merupakan suatu proses fase kedua (setelah fase pertama

agregasi trombosit). Fibrinogen merupakan bahan dasar dari fibrin. Trombin akan

terikat pada fibrinogen dan akan membebaskan fibrinopeptida dan membentuk

fibrin monomer dan selanjutnya membentuk fibrin polimer. Pengikatan fibrin

dengan faktor XIIIa ini akan menjadikan fibrin resisten terhadap degragasi

plasmin dan keadaan ini juga diperkuat oleh pengaruh á2- plasmin inhibitor yang

melindungi dari fibrin terhadap efek fibrinolisis dari plasmin.9

Mekanisme terakhir untuk membatasi pembentukan bekuan darah adalah

fibrinolisis. Mekanisme ini diperlukan untuk reparasi pembuluh darah dan struktur

jaringan lainnya bersamaan dengan pertumbuhan kembali sel endotel dan

rekanalisasi pembuluh darah. Pada proses permulaan pembentuk hemostatic plug,

20

Page 24: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

trombosit dan sel endotel akan melepaskan plasminogen activator inhibitor untuk

menfasilitasi pembentukan fibrin. Proses selanjut, melalui suatu proses yang

belum diketahui dengan pasti danpada waktu yang tepat, sel endotel akan

melepaskan plasminogen aktivator dan prourokinase yang akan mengkonversi

plasminogen (terutama yang terikat pada fibrin) menjadi bentuk aktif yaitu

plasmin, yang nantinya akan mencetuskan terjadinya fibrinolisis.9

Gambar 2.10 Proses koagulasi

2.11 Metabolisme Vitamin K

Vitamin K sangat penting dalam sintesis protein yang termasuk dalam

kelompok protein GIa. Kelompok protein ini diantaranya termasuk empat buah

faktor koagulasi yang kesemuanya dibentuk di dalam hati. Defisiensi vitamin K

menyebabkan waktu pembekuan darah menjadi lebih panjang, sehingga penderita

defisiensi vitamin K bisa mati hanya karena perdarahan ringan.1

Struktur kimia vitamin K terdapat dalam tiga bentuk berbeda pertama adalah

vitamin K1 atau filoquinon, yaitu jenis yang ditemukan dan dihasilkan tumbuh-

tumbuhan dan daun hijau. Kedua, adalah K2 atau disebut juga dengan

menaquinon, yang dihasilan oleh jaringan hewan dan bakteri menguntungkan 21

Page 25: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

dalam sistem pencernaan. Dan yang ketiga adalah K3 atau menadion, yang

merupakan vitamin sintetik, bersifat larut dalam air, digunakan untuk penderita

yang mengalami gangguan penyerapan vitamin K dari  makanan.1

Fungsi vitamin K antara lain 1) memelihara kadar normal faktor-faktor pembeku

darah, yaitu faktor II, VII, IX, dan X, yang disintesis di hati; (2) berperan dalam

sintesis faktor II, yaitu protrombin; (3) sebagai komponen koenzim dalam proses

fosforilasi.1

Untuk memenuhi kebutuhan vitamin K terbilang cukup mudah karena selain

jumlahnya  terbilang kecil,  sistem pencernaan manusia sudah mengandung

bakteri yang mampu mensintesis vitamin K, yang sebagian diserap dan disimpan

di dalam hati.  Namun begitu, tubuh masih perlu mendapat tambahan vitamin K

dari makanan.1

Meskipun kebanyakan sumber vitamin K di dalam tubuh adalah hasil sintesis oleh

bakteri di dalam sistem pencernaan, namun vitamin K juga terkandung dalam

makanan,  seperti hati, sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak dan

sayuran sejenis kobis (kol) dan susu. Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga

ditemukan pada susu kedele, teh hijau, susu sapi, serta daging sapi dan hati. Jenis-

jenis makanan probiotik, seperti yoghurt yang mengandung bakteri sehat aktif,

bisa membantu menstimulasi produksi vitamin ini.1

Sebagaimana vitamin yang larut lemak lainnya, penyerapan vitamin K

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan lemak, antara lain

cukup tidaknya sekresi empedu dan pankreas yang diperlukan untuk penyerapan

vitamin K. Hanya sekitar 40 -70% vitamin K dalam makanan dapat diserap oleh

usus. Setelah diabsorbsi, vitamin K digabungkan dengan kilomikron, diangkut

melalui saluran limfatik, kemudian melalui saluran darah ditranportasi ke hati.

Sekitar 90% vitamin K yang sampai di hati disimpan dalam bentuk menaquinone.

Dari hati, vitamin K disebarkan ke seluruh jaringan tubuh yang memerlukan

melalui darah. Saat di darah, vitamin K bergabung dengan VLDL dalam plasma

darah.1

Setelah disirkulasikan berkali-kali, vitamin K dimetabolisme menjadi komponen

larut air dan produk asam empedu terkonjugasi. Selanjutnya, vitamin K

diekskresikan melalui urin dan feses. Sekitar 20% dari vitamin K diewkskresikan

22

Page 26: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

melalui feses. Pada gangguan penyerapan lemak, ekskresi vitamin K bisa

mencapai 70 -80 %.1

2.12 Hubungan Ikterus Obstuktif Terhadap Terjadinya Gangguan Faal

Hemostasis

Sebagai bagian dari peran multifaktorial hati dalam sisntesis protein,

banyak faktor koagulasi (fibrinogen, protrombin, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII,

XIII, prekallikrein, HMWK), antikoagulan alami (antitrombin-III, heparin

kofaktor-II, Protein C, protein S, TFPI-1, TFPI-2), dan senyawa dari sistem

fibrinolitik (plasminogen, suatu antiplasmin, TAFI) diproduksi di hati. Penyakit

hati yang berkepanjangan, baik obstruksi bilier atau penyakit hati parenkim,

biasanya disertai dengan faal hemostasis yang abnormal, dikarenakan diukur

dengan waktu protrombin dan Rasio International Normalized (INR) yang

abnormal.1,2,3,4

Gangguan produksi faktor pembekuan oleh hepatosit yang rusak disebabkan oleh

rendahnya absrobsi vitamin K karena tidak adanya garam empedu dalam usus.

Vitamin K merupakan kofaktor penting untuk sintesis mikrosomal sebuah enzim

yang mengkatalisis karboksilasi post-translasi dari multiple dan spesifik residu

asam glutamat peptida-bound di prekursor inaktif hati pada faktor koagulasi II,

VII, IX, dan X. Hasil residu asam gamma-carboxyglutamic mengkonversi

prekursor ke faktor koagulasi aktif yang kemudian disekresikan oleh sel-sel hati

ke dalam darah. 1,2,3,4

Translokasi bakteri memainkan peran kunci dalam patofisiologi gangguan

hemostasis pada pasien dengan ikterus obstruktif. Sejumlah penelitian telah

menunjukkan ikterus obstruktif signifikan memperlihatkan translokasi bakteri

pada model binatang serta pada manusia. Di kasus ini, bakteri dan endotoksin

yang berasal dari usus bisa menyeberang melalui penghalang mukosa dan

mencapai kelenjar getah bening mesenterika atau jaringan jauh lainnya, sehingga

menyebabkan respon inflamasi sistemik. Sebagai akibatnya, komplikasi septik

dan kegagalan organ multiple berkembang dalam presentase yang cukup tinggi

pada pasien ini. Pemicuan kaskade koagulasi muncul, terutama melalui jalur

Tissue Factor (TF), adalah parameter kunci untuk hasil akhir; produksi TF yang

23

Page 27: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

ekstrim dan tidak seimbang (terutama oleh jalur inhibisi TF) dan aktivasi

kompleks tenase ekstrinsik yang tidak terkendali dapat menyebabkan peristiwa

trombotik dan / atau disseminated intravascular coagulation.5,6

Inflamasi sistemik juga muncul pada dua penyakit hati kronis yang disertai

dengan kolestasis: primary biliary sirosis dan primary sclerosing cholangitis, di

mana status hiperkoagulasi telah dilaporkan. Terlepas dari komplikasi

septic/inflamasi, dimana hal tersebut menyebabkan hiperkoagulabilitas, patologi

lain yang mendasari terjadinya ikterus obstruktif adalah penting untuk

mengidentifikasi patofisiologi tambahan dalam terjadinya gangguan hemostasis

pada ikterus obstruktif tersebut. Hal ini dapat dilihat pada penyakit ganas yang

menyebabkan ikterus obstruktif seperti adenokarsinoma pankreas, dapat

mempengaruhi koagulasi dalam berbagai cara. Selain itu, pankreatitis akut (yang

mungkin karena choledocholithiasis) telah dibuktikan dapat disertai adanya

prethrombotic state, terutama karena stimulasi trombosit.7,8,9

BAB III

KESIMPULAN

24

Page 28: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

Ikterus obstruktif adalah ikterus dengan bilirubin terkonjugasi tinggi yang

dapat bersifat akut atau kronik dengan dilatasi atau tanpa dilatasi saluran empedu

yang disebabkan karena adanya hambatan dalam pengaliran empedu dari sel hati

yang menuju duodenum, sehingga bilirubin menumpuk di dalam aliran darah.

Ikterus obstruktif terjadi akibat sumbatan mekanik sehingga menyebabkan adanya

hambatan aliran empedu atau kolestasis. Faal hemostasis adalah suatu fungsi

tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah sehingga darah

tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan pada dinding

pembuluh darah sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya

kerusakan pembuluh darah. Penyakit hati yang berkepanjangan, baik obstruksi

bilier atau penyakit hati parenkim, biasanya disertai dengan faal hemostasis yang

abnormal. Gangguan produksi faktor pembekuan oleh hepatosit yang rusak

disebabkan oleh rendahnya absrobsi vitamin K karena tidak adanya garam

empedu dalam usus.

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 29: Hubungan Ikterus Obstruktif Dengan Pemanjangan Faal Hemostasis

1. Sulaiman, Ali. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In : Aru W sudoyo,

et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. 5th Ed. Jakarta : Penerbitan

FKUI ; 2007.p.420-3

2. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. The liver bilirubinemias. In :

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States of

America : Mc Graw Hill ; 2007.p.297-8

3. Goodnight SH, Hathaway WE. Liver Disease. In : Disorder of Hemostasis

and Trombosis, 2nd ed. New York : The McGraw-Hill Campanies, 2001 :

226-36

4. Colman MD. Overview of Hemostasis. In : Hemostasis and Thrombosis,

4th ed. Philadelphia : Lippincott William and Wilkins, 2001 : 3-18

5. Collin VJ. Coagulation Mechanism : Hemostasis and Thrombosis. In :

Physiology and Pharmacologic Bases of Anesthesia. Pennsylvania :

William and Wilkins, 1996 : 214-32

6. Bick Rodger. Coagulation Defects in Liver Disease. In : The Medical

Clinic of North America : Common Bleeding and Clotting Disorder for the

Internist, volume 78, Number 3, May 1994. Philadelphia : WB Saunders

Company, 1994 : 545-54

7. Schiff ER, Sorrel MF, Maddrey WC. Hemostatic Disorder in Liver

Diseases. In : Schiff’s Diseases of the Liver, 9th ed. Philadelphia :

Lippincott William & Wilkins, 2003 : 625-35

8. Hoffbrand AV, Moss PAH, Petit JE. 2006. Essential Haematology, 5 th ed.

Massachusetts: Blackwell

9. Lichtman MA, Beutler E, Seligsohn U, Kaushansky K, Kipps TO.

Williams Hematology, 7th ed. McGraw-Hill.

26