26
TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku Prososial Perilaku prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif, perilaku prososial sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan balasan dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadang- kadang memerlukan pengorbanan atau resiko pada diri sipelaku. Orang yang prososial sama dengan orang yang sosial yaitu mereka yang perilakunya mencerminkan keberhasilan di dalam tiga proses sosialisasi, dimana proses sosialisasi itu sendiri adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sikap sosial, sehingga mereka cocok dengan kelompok tempat mereka menggabungkan diri dan diterima sebagai anggota kelompok (Pradista 2009). Menurut Tan (1981) dalam Pradista (2009) perilaku prososial meliputi penampilan seseorang dalam tindakan yang diinginkan atau dikehendaki oleh masyarakat sekitar, seperti mau menolong orang lain, mampu mengontrol sifat agresif, pengungkapan perasaan diri sendiri atau orang lain, mampu melawan godaan (seperti godaan untuk mencontek), pengungkapan perasaan simpati kepada orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain, mampu menahan diri dari pengungkapan rasa atau kepuasan diri sendiri, menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan menaati peraturan-peraturan yang ada. Sedangkan menurut Wibawa, Arif dan Sosiawan (1997) dalam Pradista (2009) perilaku prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan balasan dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadang-kadang memerlukan pengorbanan atau resiko pada diri sipelaku. Staub dalam Setiawan (2009) mendefinisikan perilaku prososial sebagai suatu perilaku yang memiliki konsekuensi sosial positif secara fisik maupun secara psikologis, dilakukan secara sukarela dan menguntungkan orang lain. Wrightsman dan Daux dalam Setiawan (2009) menjelaskan bahwa perilaku prososial merupakan tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang ditujukan bagi kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis, dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak

1 HALAMAN JUDUL dkk - repository.ipb.ac.id · Beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, ... dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang

  • Upload
    lyngoc

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Perilaku Prososial

Perilaku prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif,

perilaku prososial sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi bantuan atau

kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan balasan

dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadang-

kadang memerlukan pengorbanan atau resiko pada diri sipelaku.

Orang yang prososial sama dengan orang yang sosial yaitu mereka yang

perilakunya mencerminkan keberhasilan di dalam tiga proses sosialisasi, dimana

proses sosialisasi itu sendiri adalah belajar berperilaku yang dapat diterima

secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan

sikap sosial, sehingga mereka cocok dengan kelompok tempat mereka

menggabungkan diri dan diterima sebagai anggota kelompok (Pradista 2009).

Menurut Tan (1981) dalam Pradista (2009) perilaku prososial meliputi

penampilan seseorang dalam tindakan yang diinginkan atau dikehendaki oleh

masyarakat sekitar, seperti mau menolong orang lain, mampu mengontrol sifat

agresif, pengungkapan perasaan diri sendiri atau orang lain, mampu melawan

godaan (seperti godaan untuk mencontek), pengungkapan perasaan simpati

kepada orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain, mampu menahan diri

dari pengungkapan rasa atau kepuasan diri sendiri, menjalankan tugas

sebagaimana mestinya dan menaati peraturan-peraturan yang ada. Sedangkan

menurut Wibawa, Arif dan Sosiawan (1997) dalam Pradista (2009) perilaku

prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif sebagai tindakan

yang ditujukan untuk memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau

kelompok orang tanpa mengharapkan balasan dengan cara-cara yang

cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadang-kadang memerlukan

pengorbanan atau resiko pada diri sipelaku.

Staub dalam Setiawan (2009) mendefinisikan perilaku prososial sebagai

suatu perilaku yang memiliki konsekuensi sosial positif secara fisik maupun

secara psikologis, dilakukan secara sukarela dan menguntungkan orang lain.

Wrightsman dan Daux dalam Setiawan (2009) menjelaskan bahwa perilaku

prososial merupakan tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang

ditujukan bagi kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun secara

psikologis, dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak

9

 

memberikan keuntungan pada orang lain daripada dirinya sendiri. Menurut Staub

(Dayakisni dan Hudaniah 2006) dalam Setiawan (2009) ada tiga indikator yang

menjadi tindakan prososial, yaitu:

a. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada

pihak pelaku.

b. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.

c. Tindakan itu menghasilkan kebaikan.

Beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu;

a. Self-gain: harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari

kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau

takut dikucilkan.

b. Personal values and norms: adanya nilai-nilai dan norma sosial yang

diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan

sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan

prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan

serta adanya norma timbal balik.

c. Empathy: kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau

pengalaman orang lain.

Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan membagi (sharing),

kejujuran (honesty), tanggung jawab (responsibility) kerjasama (kooperatif),

menyumbang (donating), menolong (helping), dermawan (generousity) serta

mempertimbangkan hak-hak kesejahteraan orang lain (Mussen et al, 1989 dalam

Darmadji 2009).

Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan

lingkungan di mana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif

tertentu sehingga manusia itu berperilaku tertentu pula (Walgito 2003). Perilaku

prososial juga bisa muncul dalam diri seseorang kalau individu memilliki

kepercayaan. Dalam konteks ini terdapat beberapa teori yang dirangkum dari

berbagai pendapat para ahli, yaitu: (a) teori insting, yang merupakan perilaku

innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena

pengalaman; (b) teori dorongan (drive theory), yang bertitik tolak dari pandangan

bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan tertentu. Dorongan-

dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang

mendorong organisme berperilaku; (c) teori insentif (incentive theory), yang

bertitik tolak dari pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena

  10

adanya insentif. Insentif atau disebut juga reinforcement di mana ada yang positif

dan ada yang negatif.

Reinforcement yang positif berkaitan dengan hadiah yang akan

mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif

berkaitan dengan hukuman yang akan dapat menghambat dalam organisme

berperilaku; (d) teori atribusi, yang menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku

orang apakah disebabkan oleh disposisi internal (seperti motif, sikap, dan

sebagainya) ataukah disebabkan oleh keadaan eksternal; dan (e) teori kognitif,

yang menjelaskan apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti

dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan

membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan (subjective

expected utility).

Perilaku prososial konsumen adalah perilaku ekologis konsumen antara

lain memperhatikan bagaimana dampak produk yang dikonsumsi, melakukan

penghematan energi, melakukan daur ulang, membeli produk organik dan

membeli produk serta memanfaatkan secara bijaksana. Perilaku prososial

merupakan suatu perilaku cerminan dari aspek kognitif yang melandasi individu

dalam mengolah informasi dan membuat suatu keputusan. Perilaku prososial

merupakan perilaku yang dipertimbangkan dengan memperhatikan segala

sesuatu risiko dan konsekuensinya. Tidak semua individu bisa menerapkannya

dalam kegiatan sehari-hari. Perilaku ini tidak bisa tumbuh begitu saja, tetapi

merupakan sesuatu yang dipahami oleh individu dalam jangka waktu yang lama.

Perilaku prososial merupakan perilaku yang ideal dan dianggap bisa

menciptakan suatu tatanan hidup bermasyarakat yang bersih, langgeng, dan

sehat. Keluarga bisa mengajarkan anak sebagai konsumen yang bijaksana sejak

kecil. Orangtua bisa menjadi panutan anak dalam bertindak. Lingkungan sekitar

yaitu teman, sekolah, dan masyarakat bisa mempengaruhi terbentuknya norma

personal dalam diri individu.

Model Perilaku Prososial

Ada dua model psikologis tradisi yang telah diterapkan untuk menjelaskan

perilaku prososial yaitu theory of reasoned action yang diformulasikan oleh

Fishbein dan Ajzen yang dalam perkembangannya menjadi theory of planned

behavior dan norm activation theory.

11

 

Theory of Reasoned Action Menurut Jogiyanto (2007) dalam Ramdhani (2009) Theory Reasoned

Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980. Teori ini disusun

menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang

sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA,

Ajzen (1980) dalam Ramdhani (2009) menyatakan bahwa niat seseorang

untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak

dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa

niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua

penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards

behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma

subjektif (subjective norms).

Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif

terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi

TRA dengan keyakinan (beliefs). Pengaruh sikap berasal dari keyakinan

terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari

keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti

pada Gambar 1.

Gambar 1 Theory of Reasoned Action (Ajzen (1980) dalam Ramdhani, 2009)

Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut

dari TRA. Ajzen (1988) dalam Ramdhani (2009) menambahkan konstruk yang

belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral

control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang

dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu 2002)

dalam Ramdhani ( 2009). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya

Behavioral Belief

Normative Belief

Attitude towards Behavior

Subjective Norms

Intention to

BehaveBehavior 

  12

suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata,

tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat di lakukannya yang

bersumber pada keyakinan terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Ajzen

(2005) dalam Ramdhani (2009) menambahkan faktor latar belakang individu ke

dalam TPB, sehingga secara skematik TPB digambarkan secara lengkap seperti

Gambar 2.

Gambar 2 Theory of Planned Behavior (Ajzen (1980) dalam Ramdhani, 2009)

Norm Activation Theory

Schwartz dan Howard (1981) mengembangkan Norm Activation Theory

(NAT) (Gambar 3) untuk menjelaskan perilaku altruistik yaitu perilaku yang

dilakukan untuk kepentingan orang lain, bermanfaat secara sosial dan

menekankan nilai yang diberikan kepada orang lain. Norma personal atau

personal norm (PN) di aktifkan oleh perilaku kesadaran dan keyakinan tentang

tanggung jawab pribadi. Schwartz juga beranggapan bahwa kesadaran dan

tanggung jawab berpengaruh terhadap perilaku

 Behavioral

Belief Attitude

Toward the Behavior

 Normative Beliefs 

Subjective Norms 

 Control Beliefs 

Perceived Behavior Control

intention Behavior

Backgound Factors.

Personal General- Attitudes Personality- Trait Values Emotions Intelligence

Social Age, gender, Race, Etnicity, Education, Income, Religion.

Information Experience Knowledge Media Expo

13

 

Gambar 3 Norm Activation Theory (Schwartz dan Howard, 1981)

Wall et al (2007) mengemukakan perbedaan TPB dan NAT seperti yang

terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan Theory of Planned Behavior dan Norm-Activation Theory

No Theory of Planned Behavior Norm-Activation Theory

1 Menekankan pada utilitas pribadi Menekankan pada altruistik dan manfaat bagi orang lain yang di prioritaskan di atas kepentingan pribadi

2 Fokus pada eksternal (Subyektif Norm) Fokus pada norma-norma internal (Personal Norm)

3 Terdapat perilaku yang di kontrol NAT tidak ada kontrol

4 Terdapat niat (BI / Behavior Intention) NAT tidak ada BI

Norm Activation Model

Sebuah model yang umum digunakan untuk mempertimbangkan hasil-

hasil yang diharapkan bagi orang lain ketika menjelaskan perilaku prosocial

adalah Norm Activation Model (NAM) yang di populerkan oleh Schwartz. NAM

telah banyak digunakan pada penelitian untuk menjelaskan keinginan dan

perilaku prososial. Model ini mengasumsikan bahwa perilaku prosocial adalah

hasil dari aktivasi norma-norma pribadi yang didefinisikan sebagai kewajiban

moral untuk melakukan atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu

(Schwartz dan Howard 1981). NAM menyebutkan bahwa norma-norma pribadi

atau Personal Norm (PN) sudah diaktifkan ketika seseorang mengakui bahwa

tidak bertindak prosocial akan mengakibatkan konsekuensi negatif bagi orang

lain (Awareness of Consequences; AC) dan merasa bertanggung jawab atas

konsekuensi negatif ini (Ascription of Responsibility; AR). Jika PN tidak

Awareness of  a behavior’s Consequences 

Responsibility beliefs

Personal Norm

Behavior

  14

diaktifkan, tidak ada tindakan prososial yang akan diakui sebagaimana mestinya

dan tidak ada tindakan prososial yang akan mengikuti.

Penelitian prososial dan penelitian pro lingkungan lebih banyak

menerapkan NAM sebagai modelnya. Perilaku pro lingkungan merupakan hal

yang khusus di perilaku prososial, dimana perilaku pro lingkungan mensyaratkan

seseorang juga bermanfaat untuk orang yang lain , tetapi sering kali tidak ada

manfaat langsung yang di terima oleh individu yang terlibat dalam perilaku ini.

Norm activation model dapat digunakan sebagai moderator dan mediator

dalam menentukan perilaku, seperti yang terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

NAM sebagai mediator beranggapan bahwa AC dan AR memiliki efek tidak

langsung pada niat dan perilaku melalui norma personal. PN diasumsikan untuk

menjembatani hubungan antara AR, niat Prososial dan perilaku. AR diasumsikan

untuk menjembatani hubungan AC dan PN. Jika NAM sebagai mediator

implementasi kebijakan akan relatif lebih berhasil karena sasaran utamanya

adalah kesadaran (AC) sebelum berfokus pada tanggung jawab dan norma.

NAM sebagai moderator akan meningkatkan tanggung jawab kemungkinan

cukup ketika mempromosikan perilaku prososial (De Groot dan Steg 2009)

Moderator Model

Gambar 4 Norm Activation Model sebagai moderator (De Groot dan Steg 2009)

Mediator Model

Gambar 5 Norm Activation Model sebagai mediator (De Groot dan Steg 2009)

Personal Norm

Awareness ofConsequences 

Ascription of Responsibility

Prosocial Intentions and

Behavior

Awareness of Consequences 

Ascription of Responsibility

Personal Norm

Prosocial Intentions and

Behavior

15

 

Penelitian yang dilakukan oleh De Groot dan Steg (2009) menyatakan

bahwa dari lima penelitian menunjukkan NAM yang terbaik harus diartikan

sebagai model mediator, bahwa perilaku prososial dapat dipromosikan dengan

meningkatkan kesadaran terlebih dahulu dan kemudian meningkatkan tanggung

jawab untuk masalah-masalah yang ada, hal ini memperkuat kewajiban moral

untuk mengambil tindakan prososial. 

Kesadaran

Sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang

sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya. Kesadaran yang dimiliki

oleh manusia merupakan bentuk unik dimana ia dapat menempatkan diri

manusia sesuai dengan yang diyakininya (Wikipedia 2010). Menururt Siswanto

(2010) konsep atau makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri

yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasai suasana hati yang ikhlas/rela

tanpa tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya

mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya.

Teori kesadaran (cognotive theory) menyatakan bahwa perilaku

merupakan respon positif atau negatif, tidak ada variabel-variabel lain yang turut

mempengaruhinya. Dalam teori kesadaran proses belajar di pengaruhi oleh

faktor-faktor seperti; sikap, keyakinan, pengalaman masa lalu dan kesadaran

mengenai bagaimana memanfaatkan suatu keadaan untuk mencapai tujuan.

Teori kesadaran lebih menekankan pada proses pemikiran seseorang

yang sangat menentukan pola perilakunya. Kesadaran dalam mendukung usaha

efisiensi dan konservasi energi hendaknya diikuti dengan pembentukan perilaku

masyarakat yang hemat energi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kesadaran lingkungan

diartikan sebagai pengertian yang mendalam pada orang seorang atau

sekelompok orang yang terwujud di pemikiran, sikap, dan tingkah laku yang

mendukung pengembangan lingkungan. Menurut Soerjani (1987) dalam Utami

(1998) kesadaran masyarakat mengenai masalah lingkungan sudah mulai

tumbuh, tetapi tingkat kesadaran yang ada belum cukup tinggi untuk mengetahui

perilaku mereka atau untuk menjadi motivasi yang kuat sehingga dapat

melahirkan tindakan yang nyata dalam usaha perbaikan lingkungan hidup.

  16

Tanggungjawab Tanggungjawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya artinya jika ada sesuatu hal,

boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya, sedangkan

bertanggungjawab adalah suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani

mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala

resikonya. Menurut Johannesen (1996) tanggungjawab mencakup unsur

pemenuhan tugas dan kewajiban, dapat dipertanggungjawabkan ketika dinilai

menurut yang disepakati, dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hati nurani

kita sendiri.

Kewajiban dan tanggungjawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk

maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga, dan

melestarikan alam. Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam menjadi

tanggung jawab moral terhadap alam, karena secara ontologis adalah manusia

bagian integral dari alam. Kenyataan ini melahirkan sebuah prinsip moral bahwa

manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya

dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian

dan benda di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Tanggungjawab ini

bukan saja bersifat individual melainkan juga kolektif.

Menurut Keraff dalam Sondurubun (2006) masalah lingkungan hidup

memiliki kesatuan yang amat integral dengan masalah moral, atau persoalan

perilaku manusia. Krisis energi secara global yang kita alami dewasa ini adalah

juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global, karenanya kita

perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Hanya bisa diatasi dengan

melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang

fundamental dan radikal. Dibutuhkan sebuah pola hidup atau gaya hidup baru

yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat

secara keseluruhan. Beberapa prinsip yang perlu dilakukan:

1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)

2. Prinsip Tanggung Jawab ( Moral Responsibility for Nature)

3. Solidaritas Kosmis ( Cosmic Solidarity)

4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam ( Caring for Nature)

5. Prinsip “No Harm”

6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam

17

 

Prinsip tanggungjawab moral ini menuntut manusia untuk mengambil

prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga

alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti, kelestarian dan kerusakan alam

merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.

Norma Personal Menurut Schwartz (1973) dalam Aertsens et al (2009) yang dimaksud

norma personal adalah keyakinan seseorang atas tindakan yang dianggap benar

atau salah. Ketika sesorang tidak memiliki norma personal yang jelas terhadap

tindakan tertentu, jika ia harus bertindak, maka ia dapat menetapkan norma

berdasarkan nilai umum yang dimilikinya. Berdasarkan Schwartz (1977) dalam

Aertsens et al (2009) norma personal teraktivasi adalah norma personal yang

dirasakan sebagai kewajiban moral. Norma personal dapat mengacu pada norma

sosial yang terinternalisasi, ataupun juga sebagai hasil dari penalaran mengenai

konsekuensi perilaku moral. 

Schwartz dan Howard (1981) dalam De Groot dan Steg (2009)

menyatakan bahwa norma personal adalah perasaan kewajiban moral untuk

melakukan atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu yang

mengakibatkan tindakan prososial. Norma personal diaktifkan ketika seseorang

mengakui bahwa tidak bertindak prososial akan mengakibatkan konsekwensi

negatif bagi orang lain atau lingkungan. Norma personal dapat di artikan juga

sebagai sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti kata hatinya

terhadap tindakan atau perilaku yang akan dilakukannya.

Norma personal merupakan aspek internal pada perilaku prososial,

sedangkan aspek eksternalnya adalah norma sosial. Norma personal, terhadap

keyakinan akan konsekuensi tindakan, merupakan sesuatu yang diyakini baik

dan harus dilakukan oleh setiap individu dalam kegiatan keseharinya. Norma

personal ini mempengaruhi tindakan yang ada dalam diri seseorang dan menjadi

pedoman hidup. Norma personal bisa ditumbuhkan melalui aspek sosialisasi baik

oleh keluarga, lingkungan, dan media.

Maksud Perilaku Maksud perilaku adalah kecenderungan atau indikasi dari keputusan

seseorang untuk melakukan suatu tindakan (Crano dan Brewer (1986) dalam

Kusumastuti 2004). Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Kusumastuti

  18

(2004) mendefinisikan intensi berperilaku merupakan suatu konsep yang

menunjuk pada seberapa besar kemungkinan subyektif seseorang untuk

menampilkan suatu perilaku tertentu. Menurut Allport (1978) dalam Kusumastuti

(2004) bahwa konsep intensi mempresentasikan harapan, keinginan, ambisi,

aspirasi dan rencana seseorang yang akan dilakukannya di masa yang akan

datang.

Maksud berperilaku adalah niat atau maksud seseorang untuk melakukan

sesuatu dengan perhatian yang diberikan kepada objek sikap. Niat untuk

melakukan sesuatu ini tidak selalu menghasilkan perilaku aktual (Solomon 1999).

Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan maksud berperilaku sebagai keinginan

konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki,

membuang, dan menggunakan produk atau jasa

Menurut Sumarwan (2002) maksud berperilaku adalah sebagai

kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang

berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu). Shiffman dan Kanuk

(2004) mendefinisikan maksud berperilaku sebagai kesukaan atau

kecenderungan yang akan dilakukan oleh seseorang melalui tindakan yang

spesifik atau perilaku dalam cara tertentu dengan perhatian atau fokus pada

objek sikap.

Menurut Ramdhani (2008) niat untuk melakukan perilaku (intention)

adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak

melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu

memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih

untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang

lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

Hal ini dapat di simpulkan bahwa intensi atau maksud perilaku

merupakan konsep yang menunjuk pada seberapa besar kemungkinan, niat dan

harapan seseorang untuk menunjukkan sikap dan tingkah laku tertentu di masa

yang akan datang. Teori sikap dari Fishbein dan Ajzen menyatakan bahwa sikap

memiliki tiga komponen yaitu:

1. komponen perasaan (affection).

2. komponen pemikiran (cognition).

3. komponen kecenderungan tingkah laku (conation).

19

 

Jika melihat dari teori Fishbein maka konsep intensi atau maksud perilaku pada

penelitian ini masuk pada komponen yang ketiga. Dimana teori intensi

menunjukkan pada ditampilkannya suatu tingkah laku pada situasi tertentu.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hemat Listrik

Karakteristik individu merupakan uraian suatu populasi yang dinyatakan

dalam besaran (size), struktur dan distribusi (Suprapto dan Limakrisna 2007).

Menurut De Fleur dan Rokeach (1989), perbedan individu sangat kuat

mempengaruhi perilaku seseorang dan akan memberikan respons yang

berlainan karena setiap orang memiliki tingkat predisposisi motivasional yang

berbeda dalam memberikan respons. Selanjutnya Sumarwan (2004) menyatakan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik konsumen adalah

pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan

karakteristik demografi.

Menurut Engel et al, (1994) perilaku konsumen dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu:

1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, pengaruh

pribadi, situasi dan kelompok acuan.

2. Perbedaan individu, yang meliputi sumber daya konsumen, sikap, gaya

hidup, dan demografi.

3. Proses psikologi, yang meliputi pemprosesan informasi, pembelajaran

dan perubahan sikap dan perilaku.

Menurut Asael (1984) dalam Nurjanah (2000), menyatakan bahwa

karakteristik konsumen seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan dan

pendapatan berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Karakteristik konsumen

dapat berfungsi untuk mengetahui motivasi dan niat dalam melakukan tindakan.

Usia Usia seseorang dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap suatu

barang atau jasa. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

persepsi seseorang dalam pembuatan keputusan dan menjaga segala sesuatu,

seperti barang dan jasa, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan

oleh usia yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima

sesuatu yang baru (Kotler 2002). Perbedaan usia akan mempengaruhi

perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu barang atau jasa.

  20

Pendidikan dan Pekerjaan Pendidikan adalah sumber daya manusia potensial yang merupakan

kunci utama kemajuan suatu bangsa. Inti pendidikan itu sendiri (baik resmi atau

tidak) pada dasarnya adalah proses alih informasi dan nilai-nilai yang ada.

Selama proses itu terjadi, pengalaman dan kemampuan menalar atau

pengambilan kesimpulan seseorang bertambah baik (Suntoro et al 1992).

Tingkat pendidikan seseorang menggambarkan kesanggupan intelektual

orang tersebut. Kesanggupan intelektual merupakan ciri khusus manusia yang

membedakannya dari makhluk hidup lainnya (Sediaoetama 1991). Tingkat

pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi

seseorang. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut,

cara berfikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.

Konsumen atau pelanggan yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan

sangat responsif terhadap informasi. Umumnya semakin tinggi pendidikan

seseorang, semakin besar kemungkinan orang itu berpendapatan tinggi

(Schiffman dan Kanuk 2004).

Menurut Kasmir (2006) konsumen yang berpendidikan Sekolah Dasar

memiliki pola pikir yang berbeda dalam memilih produk atau jasa dengan lulusan

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sarjana. Selain itu, pelanggan yang memilki

pendidikan sarjana lebih mampu bersikap kritis terhadap apa yang akan

dilakukan.

Pendapatan dan Pengeluaran

Pendapatan adalah sumberdaya material yang diterima oleh seseorang

dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah yang umumnya diterima

dalam bentuk uang. Tersedianya uang menentukan banyaknya benda ekonomi

yang dibutuhkan oleh suatu keluarga untuk dapat membeli dan memiliki benda

tersebut. Anggota keluarga yang menjadi sumber utama keuangan keluarga

disebut pencari nafkah dan biasanya dipegang oleh ayah atau suami

(Sediaoetama 1991).

Pola pemakaian sumber keuangan sangat dipengaruhi oleh pola atau

gaya hidup keluarga. Pendapatan yang tinggi akan membuat seseorang ingin

membeli barang-barang elekrtonik untuk mempermudah dalam pekerjaan rumah,

sehingga jumlah barang elektronik yang dimiliki semakin banyak. Mengetahui

21

 

pola pengeluaran rumahtangga merupakan salah satu cara untuk dapat

mengetahui tingkat kehidupan masyarakat.

Usaha Rumahtangga yang Membutuhkan Energi Listrik Listrik pada tingkat rumahtangga tidak hanya digunakan untuk

kepentingan anggota rumahtangga saja, tetapi dapat juga digunakan untuk

proses produksi usaha rumah tangga jika rumahtangga tersebut memiliki usaha.

Dalam proses produksi yang dilakukan, terdapat beberapa jenis usaha di rumah

tangga yang membutuhkan energi listrik. Jenis usaha rumah tangga tersebut

antara lain usaha menjahit/konveksi, percetakan, salon, usaha makanan atau

catering, laundry, dan usaha-usaha lainnya. Penggunaan energi listrik ini tentu

menambah jumlah konsumsi listrik dalam rumahtangga. Oleh karena itu, usaha

rumahtangga perlu diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat

konsumsi energi listrik dalam rumahtangga.

Kepemilikan Alat Elektronik di Rumahtangga Secara bahasa peralatan dapat diartikan sebagai benda yang dipakai

untuk mengerjakan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001), listrik

merupakan daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau

melalui proses kimia, dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau cahaya,

atau untuk menjalankan mesin. Jadi yang dimaksud dengan peralatan listrik

adalah semua benda yang dapat digunakan untuk melakukan sesuatu yang

dapat berfungsi jika menggunakan listrik sebagai sumber energinya. Sedangkan

peralatan listrik rumah yaitu berkaitan dengan peralatan listrik yang biasa

digunakan di rumah (Sunarto 2009). Pada saat ini hampir semua peralatan

rumah tangga tidak bisa lepas dari penggunaan energi listrik yang lebih

memberikan kepraktisan dalam pengoperasiannya (Susanta dan Agustoni 2007).

Peralatan listrik rumah tangga pada umumnya sudah dirancang untuk

pemakaian listrik yang hemat, namun pada prakteknya masih ditemukan

pemborosan energi listrik. Hal ini dapat terjadi antara lain karena penggunaan

peralatan dengan cara yang kurang tepat.

Menurut Handoko (2010) pemanfaatan listrik dapat dibagi menjadi dua

yaitu manfaat primer dan manfaat sekunder. Manfaat primer karena peran listrik

sangat pokok dalam menunjang kegiatan rumahtangga, misalnya untuk

penerangan dan sumber tenaga eksplorasi air. Susanta dan Agustoni (2007)

  22

membagi manfaat primer menjadi tiga yaitu listrik untuk pencahayaan yang

digunakan untuk menyalakan lampu-lampu listrik, listrik untuk pengudaraan,

digunakan untuk menyalakan alat-alat pengudaraan buatan seperti kipas angin

dan AC (air conditioner) dan listrik untuk tata air yang dimanfaatkan untuk

menyalakan pompa air listrik dan pemanas air (water heater).

Listrik memiliki manfaat sekunder karena listrik hanya digunakan untuk

menunjang kegiatan yang dilakukan di dalam rumah, seperti sumber tenaga

untuk televisi, radio, lemari es, microwave, mesin cuci dan peralatan listrik

lainnya. Jumlah peralatan listrik yang dimiliki oleh sebuah rumahtangga lebih

banyak dipengaruhi oleh daya listrik yang dimiliki, jumlah anggota keluarga,

kebutuhan alat listrik masing-masing anggota rumahtangga, dan tipe rumah.

Pengetahuan Pengetahuan adalah sebagai kepercayaan konsumen terhadap objek

(Solomon 1999). Hawkins, Best, dan Coney (2001) juga menyatakan bahwa

pengetahuan adalah kepercayaan konsumen terhadap suatu objek. Menurut

Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang

didefinisikan sebagai pengetahuan dan persepsi yang merupakan kombinasi dari

pengalaman nyata terhadap suatu objek dengan informasi terkait dari sumber-

sumber lainnya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang mencakup ingatan

akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat

meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui (Winkel 2004).

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mendefinisikan pengetahuan

sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari

informasi total yang relevan dengan fungsi pelanggan di pasar disebut

pengetahuan pelanggan. Pengetahuan pelanggan terdiri dari informasi yang

disimpan dalam ingatan, yaitu pengetahuan produk (product knowledge),

pengetahuan pemakaian (usage knowledge) dan pengetahuan pembelian

(purchase knowledge).

Pengetahuan produk kumpulan berbagai macam informasi mengenai

produk. Pengetahuan produk meliputi kategori produk, merek, terminologi

produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan produk

(Sumarwan 2002). Pada masyarakat pengguna listrik diharapkan mengetahui

sejauh mana pelanggan tenaga listrik mengetahui proses, seperti dari energi

minyak melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), diubah menjadi tenaga

23

 

listrik, disalurkan melalui saluran udara bertegangan tinggi (SUTT), di

distribusikan melalui saluran udara bertegangan rendah (SUTR) ke rumah-rumah

dan industri.

Pengetahuan pembelian mencakup berbagai informasi yang dimiliki

konsumen dan berhubungan erat dengan pembelian produk. Melalui jasa

pelayanan seperti mengajukan permohonan tambah daya atau pasang baru

dapat dilakukan oleh masyarakat langsung ke kantor pelayanan listrik.

Pengetahuan pemakaian menurut Sumarwan (2002) adalah bahwa suatu

produk akan memberikan manfaat secara maksimal apabila produk tersebut

digunakan secara tepat. Masyarakat sebagai pelanggan listrik apabila

menggunakan listrik secara tepat, maka biaya penggunaan listrik menjadi lebih

hemat. Biaya pemakaian tenaga listrik adalah merupakan biaya yang wajib di

bayar oleh pelanggan tiap bulan, pemakaian energi dalam kWh meter,

pemakaian pada waktu beban puncak pukul 17.00 – 22.00, pemakaian energi

dapat di hemat melalui peningkatan dan kesadaran untuk lebih efisien dalam

penggunaan peralatan listrik.

Sumber Informasi Keberadaan media informasi telah menjadi bagian dalam hidup manusia.

Perkembangan teknologi informasi direspon oleh masyarakat yang menghendaki

kemudahan akses yang berkaitan dengan jasa telekomunikasi. Interaksi yang

tercapai antara manusia dengan teknologi komunikasi dan informasi

mengakibatkan terjadinya perubahan pola hidup manusia modern masa kini

(Deppen 1993)

Menurut Kotler (2002) sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari

empat kelompok: (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga dan kenalan, (2)

sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang, kemasan dan pedagang di

toko), (3) sumber publik (media massa dan organisasi penilaian konsumen), (4)

sumber pengalaman atau percobaan (penanganan, pengujian dan penggunaan

produk). Setiap sumber imformasi memberikan fungsi yang berbeda-beda dalam

mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi dari sumber komersial biasanya

menjalankan fungsi pemberitahuan. Penggunaan sumber informasi yang

berbeda dapat menuntun konsumen dalam keputusan pembelian yang berbeda.

Dalam penyampaian informasi digunakan alat atau perangkat yang

disebut media informasi. Media informasi diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu 1)

  24

media cetak, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain; 2) media elektronik,

seperti radio, televisis dan film; 3) media tradisional, seperti papan pengumuman

dan bedug (Mappiare et al (1995) dalam Restikowati 2007).

Sumber informasi dapat mempengaruhi dan mengubah perilaku

seseorang dalam pengambilan sebuah keputusan. Sumber informasi selain

melalui media dapat juga melalui kelompok acuan. Kelompok acuan adalah

seseorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi

perilaku seseorang (Sumarwan 2002), sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk

(2004) kelompok acuan adalah orang atau sekelompok orang yang memberi

pengaruh secara bermakna pada individu baik secara umum maupun

spesifiktentang nilai, sikap atau perilaku. Kelompok acuan yang sering digunakan

sebagai komunikasi pemasaran diantaranya adalah selebriti, pakar atau ahli, juru

bicara dan para eksekutif perusahaan.

Kredibilitas sumber informasi mempengaruhi perumusan pesan. Jika

sumbernya sangat dihormati dan disukai oleh audien yang diharapkan, pesan

tersebut kemungkinan lebih besar untuk di percaya. Sebaliknya, pesan yang dari

suatu sumber yang tidak dapat dipercaya mungkin diterima dengan ragu-ragu

dan mungkin ditolak (Schiffman dan Kanuk 2004). Menurut Kotler (1995), pesan

yang disampaikan oleh sumber yang sangat dipercaya lebih persuasif.

Kredibilitas sumber dipengaruhi oleh keahlian, sifat yang dapat dipercaya dan

kesukaan. Keahlian merupakan pengetahuan khusus yang dimiliki komunikator

untuk mendukung pernyataan yang disampaikan. Sifat yang dapat dipercaya

berhubungan dengan anggapan seberapa obyektif dan jujur sumber tersebut,

sedangkan kesukaan merupakan sikap konsumen yang dipengaruhi oleh suatu

sumber informasi akibat tercapainya kesesuaian diantara dua penilaian.

Penghematan Energi Penghematan adalah proses, cara, perbuatan menghemat, artinya

menggunakan dengan cermat dan tidak boros (Siregar 2006). Penghematan

energi atau konservasi energi dalam Wikipedia (2010) adalah tindakan untuk

mengurangi jumlah penggunaan energi. Penghematan energi dapat dicapai

dengan penggunaan energi secara efisien dimana manfaat yang sama diperoleh

dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi

konsumsi dan kegiatan yang menggunakan energi. Penghematan energi dapat

25

 

menyebabkan berkurangnya biaya, serta meningkatnya nilai lingkungan,,

keamanan negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan.

Penghematan energi adalah unsur yang penting dari sebuah kebijakan

energi. Penghematan energi menurunkan konsumsi energi dan permintaan

energi per kapita, sehingga dapat menutup meningkatnya kebutuhan energi

akibat pertumbuhan populasi. Hal ini mengurangi naiknya biaya energi, dan

dapat mengurangi kebutuhan pembangkit energi atau impor energi.

Berkurangnya permintaan energi dapat memberikan fleksibilitas dalam memilih

metode produksi energi.

Penghematan energi merupakan bagian penting dari mencegah atau

mengurangi perubahan iklim. Penghematan energi juga memudahkan digantinya

sumber-sumber tak dapat diperbaharui dengan sumber-sumber yang dapat

diperbaharui. Penghematan energi sering merupakan cara paling ekonomis

dalam menghadapi kekurangan energi, dan merupakan cara yang lebih ramah

lingkungan dibandingkan dengan meningkatkan produksi energi.

Menurut Yuliarto (2006) penghematan energi berbeda dengan

mengurangi konsumsi energi karena pada penghematan energi output yang

dihasilkan relatif sama, artinya ketika penghematan energi dilakukan, jumlah

energi yang digunakan lebih efisien dibandingkan sebelum penghematan energi

dilakukan. Pembatasan energi adalah memangkas konsumsi energi yang dapat

berakibat pada menurunnya output yang selama ini di hasilkan.

Hemat Energi Listrik Energi berarti tenaga atau kekuatan atau kapasitas untuk melakukan dan

menghasilkan gerak. Adapun energi listrik adalah tenaga yang dihasilkan oleh

listrik, dan listrik sendiri terjadi karena adanya perpindahan electron suatu atom

ke atom lain dari suatu zat.

Pengertian hemat energi listrik adalah usaha untuk menggunakan energi

listrik secara hati-hati atas dasar kehendak sendiri dengan mempertimbangkan

kondisi sumber energi saat ini dan masa yang akan datang. Penggunaan listrik

secara hemat selain berdampak positif bagi konservasi energi dan lingkungan,

juga berdampak baik bagi PLN dan berdampak baik bagi pengurangan subsidi

pemerintah. Tingkat keborosan penggunaan energi dapat diketahui dari elastisitas

energi dan intensitas energi. Elastisitas energi adalah perbandingan antara

  26

pertumbuhan konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi. Angka elastisitas

energi di bawah 1,0 dicapai apabila energi yang tersedia telah dimanfaatkan

secara produktif, sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju, yang

besarnya berkisar 0,55-0,65. Sebuah bangsa dikatakan memiliki sistem

ketahanan nasional yang kuat dari generasi ke generasi apabila kaya akan

energi yang murah, terbarukan, tersedia di mana-mana, serta dimanfaatkan

secara optimal dan produktif. Angka elastisitas energi Indonesia, berkisar 1,04-

1,35, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tergolong negara yang boros energi.

Angka tersebut sangat jauh bila dibandingkan dengan elastisitas energi negara-

negara maju. Negara Jerman dapat mencapai elastisitas (-0.12) dalam kurun

waktu 1998–2003. Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan

yang tidak menghasilkan, tercermin dari tingginya elastisitas energi Indonesia

(Statistik Ekonomi Indonesia 2007).

Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per

PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Semakin efisien suatu negara, maka

intensitasnya akan semakin kecil. Selama ini, subsidi energi yang telah

diterapkan pemerintah justru mengakibatkan pemborosan energi, karena

penggunaannya kurang optimal. Terlihat dari intensitas energi yang relatif tinggi,

yakni 482 TOE (ton-oil-equivalent) per sejuta dollar AS, artinya untuk

menghasilkan nilai tambah 1 juta dollar AS, Indonesia membutuhkan energi 482

TOE. Intensitas energi Malaysia 439 TOE/juta dollar AS, dan intensitas energi

rata-rata negara maju yang tergabung dalam OECD (Organisasi Kerja Sama

Ekonomi dan Pembangunan) hanya 164 TOE/juta dollar AS. Hal ini

mengindikasikan bahwa potensi penghematan energi di Indonesia masih cukup

besar (Statistik Ekonomi Indonesia 2007).

Pelanggan Perusahaan Listrik Negara dan Tarif Dasar Listrik

Masyarakat yang menjadi pelanggan PLN beraneka ragam. Pelanggan

PLN dapat dikategorikan dari berbagai sudut pandang, yaitu (a) segi peruntukan

ada 5 golongan besar; rumahtangga, badan sosial, bisnis, industri dan pelayanan

publik, satu dengan yang lain berbeda kepentingan dalam penggunaan energi

listrik, dan dikenakan tarif yang berbeda, (b) segi tegangan penyambungan

tenaga listrik ada 3 kelompok, pelanggan listrik tegangan rendah, pelanggan

listrik tegangan menengah, pelanggan listrik tegangan tinggi, (c) dari segi batas

daya yang di gunakan, mulai 450 VA sampai lebih dari 6.600 VA.

27

 

Sebagian besar pelanggan PLN adalah pelanggan rumahtangga,

terutama rumahtangga kecil dengan daya tersambung 450VA dan 900VA.

Konsumsi listriknya juga kecil, yaitu rata-rata 78 kWh/bulan untuk pelanggan R1-

450 VA dan 118 kWh/bulan untuk pelanggan R1-900 VA. Pelanggan

rumahtangga yang relatif besar R2 > 2200 VA mengonsumsi rata-rata 636

kWh/bulan, dan pelanggan R3> 6600 VA mengonsumsi rata-rata 1662

kWh/bulan. Pengertian dari 1 kWh misalkan untuk 5 lampu @ 20 watt,

dinyalakan rata-rata 15 jam per hari, maka dalam satu hari kelima lampu tersebut

mengonsumsi listrik = 5 x 20 x 15 = 1500 watt.jam, atau = 1,5 kWh per hari, atau

= 45 kWh per bulan (PT. PLN 2010).

PT PLN mengeluarkan data pelanggan tahun 2009 tentang jumlah

pelanggan dan konsumsi listrik pada masing-masing kelompok seperti terlihat

pada Tabel 2. Pemerintah melalui Keputusan Presiden No 89 tahun 2002

membagi golongan tarif dan batas daya listrik sesuai yang di inginkan oleh

masing-masing pelanggan rumahtangga seperti yang terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 2 Konsumsi listrik dan besarnya rekening listrik per pelanggan per bulan dari setiap kelompok pelanggan di seluruh Indonesia

Kelompok Pelanggan

Jumlah Pelanggan

Konsumsi kWh/bulan

per pelanggan

Rekening Rp/bulan per pelanggan

Sosia sangat kecil Sosial kecil Sosial besar

sd 900 VA 1300,2200 VA > 2200 VA

660.821 134.193 64.698

80 208 3.029

30.937 121.456 1.922.280

Rumah sangat kecil Rumah kecil Rumah besar Rumah sangat besar

450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd6600 VA > 6600 VA

31.676.840 4.641.960 482.576 94.677

93 241 636 1.662

47.392 160.738 492.090 1.935.905

Bisnis sangat kecil Bisnis kecil Bisnis besar Bisnis sangat besar

450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd200 kVA > 200 kVA

677.055 604.118 455.650 4.005

103 251 1.820 212.249

60.909 178.474 1.879.581 168.438.199

Industri sangat kecil Industri kecil Industri besar Industri sangat besar

450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd200 kVA > 200 kVA

620 1.719 36.919 8.363

122 241 8.294 419.544

68.896 176.984 6.611.097 256.966.271

Publik sangat kecil Publik kecil Publik besar Lainnya

450, 900 VA 1300,2200 VA >2200 VA P3, T, C, M

38.545 29.956 39.274 227.760

108 243 4.593 1.606

80.562 185.933 4.015.622 1.232.282

Total 39.879.749 Sumber : PT. PLN (2010)

  28

Pelanggan Rumahtangga Pengguna Listrik di Profinsi Jawa Barat. Data statistik mencatat bahwa pulau Jawa terbesar dalam mengkonsumsi

energi listrik. Pelanggan sektor rumahtangga secara kwantitas adalah yang

terbesar dibandingkan sektor industri, bisnis, maupun sektor publik, dan

pemerintahan. Seperti yang terlihat pada Tabel 3 dimana pelanggan PLN yang

terbesar di Profinsi Jawa Barat adalah pelanggan rumahtangga.

Tabel 3 Jumlah pelanggan PLN menurut sektor

Tahun Pelanggan industri

Pelanggan rumahtangga

Pelanggan usaha

Pelanggan umum

Jumlah pelanggan

2000 691.438 1.062.955 26.796.675 44.337 33.366.4462001 723.855 1.172.247 27.885.612 46.014 29.827.7282002 758.061 1.245.709 28.903.325 46.824 30.953.9192003 796.358 1.310.686 29.997.554 46.818 32.151.4162004 841.540 1.382.416 31.095.970 46.520 33.366.4462005 882.508 1.455.884 32.174.485 46.476 34.559.3532006 931.143 1.655.325 33.118.262 46.494 35.751.224

Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)

Tabel 4 memperlihatkan adanya peningkatan pada jumlah penduduk

yang disertai dengan meningkatnya jumlah pelanggan PLN. Hal ini

mengakibatkan peningkatan pula pada konsumsi listrik pada sektor tersebut.

Tabel 4 Jumlah pelanggan dan konsumsi tenaga listrik PLN per kapita dan per pelanggan di Profinsi Jawa Barat

Tahun Jumlah penduduk

Jumlah pelanggan

rumahtangga

Penjualan tenaga listrik

Konsumsi tenaga

listrik per kapita

Konsumsi tenaga

listrik per pelanggan

2000 203.456,01 1.062.955 79.164,81 0,389 2,3732001 208.900,60 1.172.247 84.520,38 0,405 2,8342002 212.003,50 1.245.709 87.088,74 0,411 2,8132003 215.152,38 1.310.686 90.440,94 0,420 2,8132004 217.854,10 1.382.416 100.097,46 0,459 3,0002005 220.553,07 1.455.884 107.032,23 0,485 3,0972006 223.013.78 1.655.325 112.609,80 0.505 3.150

Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)

Kebijakan Pemerintah Tentang Hemat Energi

Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999 dicantumkan,

bahwa dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan energi harus dilakukan

pengelolaan energi secara hemat dan efisien, dengan tetap mempertimbangkan

kebutuhan dalam negeri, peluang eksport, kelestarian sumber daya energi, serta

perlu di perhatikan cadangan energi dewasa ini, seperti konsumsi energi primer

29

 

dan energi final komersial meningkat, pergeseran pemakaian energi final pada

individu meningkat dan BBM masih mendominasi pemakaian energi.

Pola kebijakan pemerintah dalam penggunaan energi yang efisien melalui

program konversi energi atau penghematan energi listrik, secara teknis dilakukan

di bawah pembinaan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan

PT PLN, antara lain dengan melakukan berbagai upaya guna meningkatkan

penghematan energi.

Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan tentang

penghematan energi, diantaranya adalah:

1. SK Menteri ESDM No 2 th 2004 tentang kewajiban hemat energi dengan

menggunakan teknologi efisien dan ramah lingkungan.

2. INPRES No 10 tahun 2005 tentang penghematan energi pada sektor

pemerintahan.

3. INPRES No 2 tahun 2008 tentang penghematan energi di semua sektor.

Inpres tersebut perlu diterapkan kepada seluruh elemen masyarakat dalam

segala aktivitasnya, karena selama ini masyarakat Indonesia cenderung

boros dalam pemakaian energi dan menggunakannya secara berlebihan.

4. Pencanangan gerakan hemat listrik nasional pun dilakukan oleh pemerintah

pada tanggal 27 April 2008, pemerintah berharap masyarakat memiliki

kesadaran dan membudayakan perilaku hemat dalam mengkonsumsi listrik.

5. PT PLN mengkampanyekan program lampu hemat energi pada rumahtangga

kecil, kampanye matikan dua titik pada pukul 17.00-22.00.

6. Tahun 2008 PT PLN menggalakkan program pemasangan listrik prabayar

dengan cara menggunakan token (semacam pulsa), diharapkan dengan

listrik prabayar bisa membantu masyarakat mengedalikan konsumsi listrik

untuk menggunakan listrik sesuai anggran biayanya.

7. Tahun 2010 PT PLN menerapkan strategi mekanisme tarif, yaitu melalui

kebijakan pengenaan tarif keekonomian bagi pelanggan mampu. Dengan

penerapan tarif keekonomian, berarti juga mengurangi subsidi dari

pemerintah untuk pelanggan. Kebijakan pengenaan tarif keekonomian bagi

pelanggan mampu dimaksudkan untuk mendorong pelanggan menggunakan

listrik secara hemat dan seperlunya. Pengenaan harga listrik sesuai dengan

harga keekonomian ini diharapkan: tumbuh kesadaran bahwa listrik itu tidak

murah, terdorong untuk menghemat pemakaian listrik, mendukung program

konservasi energi, dan berkurang subsidi pemerintah untuk listrik.

  30

Himbauan pemerintah untuk menghemat energi listrik di sektor

penerangan rumahtangga sangat berpotensi dalam menaikkan partisipasi

masyarakat dalam menghemat energi dan mengurangi dampak pemanaan

global. Sari et al (2003) menjelaskan, restrukturisasi ketenagalistrikan yang

berdampak terhadap perusakan lingkungan karena tidak adanya insentif bagi

penyalur untuk menerapkan pemakaian listrik secara hemat. Pentingnya

pengelolaan dari sisi permintaan (Demand Side Management) melalui praktek

efisiensi bukan saja mengurangi pemakaian listrik akan tetapi mengurangi

dampak pemakaian berlebih yaitu kerusakan lingkungan.

Dengan menggunakan telaah DSM, maka seluruh perilaku pelanggan

menjadi penting diidentifikasi dan dikelola. PLN, menterjemahkan konsep DSM

dengan pendekatan sebagai berikut.

1. Mendorong pelanggan menghemat pemakaian tenaga listrik.

2. Mendorong upaya peak-clipping, yaitu menurunkan Waktu Beban Puncak

(WBP) melalui pembedaan tarif dan tarif Luar Waktu Beban Puncak (LWBP)

yang lebih tinggi bagi pelanggan-pelanggan tarif S-3, B-3, I-2, I-3, P-2, C dan

T di Jawa-Bali

3. Mempertahankan blok tarif progresif (makin tinggi mengkonsumsi kWh,

membayar makin mahal) bagi tarif rumahtangga.

Sosialisasi Program Hemat Energi Listrik Listrik telah menjadi kebutuhan primer dalam masyarakat saat ini, tanpa

listrik segala kebutuhan dan pekerjaan pun terhambat. Rumah membutuhkan

pamakaian daya listrik yang tidak sedikit, terlebih lagi dengan semakin

mendominasinya pemakaian barang-barang elektronik di rumah yang dapat

menunjang efektifitas dan efisiensi waktu serta tenaga dalam menyelesaikan

pekerjaan domestik.

Penghematan listrik pada tingkat rumahtangga dapat menciptakan

efisiensi konsumsi listrik nasional mengingat rumahtangga memiliki kontribusi

yang sangat besar untuk konsumsi listriknya. Selain itu, dengan melakukan

penghematan tentunya kita bisa lebih menekan pengeluaran untuk pembayaran

tagihan listrik. Kementerian ESDM (2008c) dalam sosialisasi kebijakan

penghematan pemakaian listrik menyatakan, pemerintah telah menginstruksikan

kepada PT PLN untuk secepatnya melakukan penghematan kebutuhan listrik

dengan upaya-upaya, diantaranya:

31

 

1. Mempercepat pergantian bahan bakar minyak solar (high speed diesel/HSD)

menjadi minyak bakar (marine fuel oil/MFO).

2. Mempercepat pasokan gas, khususnya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas

dan Uap (PLTGU) Muara Tawar.

3. Menurunkan susut jaringan dan meningkatkan efisiensi administrasi.

4. Menerapkan program penghematan BBM melalui pembagian lampu hemat

energi (LHE) dan penerapan tarif non subsidi bagi pelanggan mampu.

Dalam penerapan tarif non subsidi, telah disiapkan kebijakan yang

mendorong masyarakat untuk berhemat dengan beberapa prinsip sebagai

berikut:

1. Bahwa pelanggan yang memakai tenaga listrik sampai batas hemat tertentu

(80 % dari pemakaian rata-rata nasional, pada kelompok tarifnya) akan

dikenakan tarif bersubsidi. Sedangkan pelanggan yang tidak bisa berhemat

(memakai melebihi batas hemat) akan dikenakan tarif non subsidi.

2. Pelanggan-pelanggan kecil seperti pelanggan 450 VA, 900 VA, 1.300 VA,

dan 2.200 VA tetap membayar rekening seperti biasanya dan tidak terkena

dalam kebijakan ini. Namun dihimbau untuk tetap berhemat.

3. Ketentuan akan diberlakukan kepada pelanggan R-3 dan termasuk

pelanggan rumahtangga (R), pelanggan bisnis (B), pelanggan pemerintah (P)

dengan daya mulai 6.600 VA. Ketentuan ini akan diberlakukan untuk

rekening yang ditagihkan pada bulan Mei.

4. Dengan ketentuan ini maka skema kebijakan insentif dan disinsentif yang

sebelumnya telah diusulkan oleh PT PLN (Persero) tidak digunakan lagi.

5. Basis perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan tarif dasar listrik

sesuai Keputusan Presiden No. 104 Tahun 2003, dimana tarif non subsidi

merupakan penerapan tarif Multiguna (Tarif M) yang telah diatur dalam

Kepres tersebut.

PT PLN menyatakan prinsip-prinsip yang perlu di perhatikan dan

menumbuhkan kesadaran hemat energi listrik di rumahtangga antara lain adalah:

1. Menyambung daya listrik dari PLN sesuai dengan kebutuhan, untuk

rumahtangga kecil cukup menggunakan daya 450VA sampai 900VA dan

untuk rumahtangga sedang cukup menggunakan daya 900VA sampai

1300VA.

2. Memilih peralatan rumahtangga yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan

  32

3. Membentuk perilaku anggota rumahtangga yang hemat energi listrik, seperti

menyalakan alat-alat listrik saat di perlukan.

4. Menggunakan alat listrik secara bergantian.

5. Menggunakan tenaga listrik untuk menambah pendapatan rumahtangga.

6. Memilih peralatan listrik yang hemat dalam penggunaan listrik.

Gerakan hemat energi pada dasarnya adalah sebuah bentuk tindakan

bagus karena akan membiasakan masyarakat untuk menggunakan sesuatu

secara seefisien mungkin dan seperlunya. Dampak yang ditimbulkan jika

masyarakat mengikuti anjuran hemat energi adalah pengeluaran yang harus

dibayarkan juga bisa ditekan. Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk

tidak mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari (Putra 2008).

Beberapa program sosialisasi yang telah dilakukan:

1. Pada tanggal 27 April 2008, pemerintah mencanangkan gerakan hemat

energi bersamaan dengan diluncurkannya maskot hemat listrik berbentuk

lampu pijar bernama kak bili (bijak listrik).

2. Pada tanggal 28 Mei 2008, PLN wilayah Batam bekerjasama dengan harian

Tribun Batam mengadakan sosialisasi hemat listrik yang dilakukan bersama

500 siswa-siswi SD Charitas berupa pemutara film animasi dan presentasi.

3. Pada tanggal 3 Agustus 2008, PLN mengadakan sosialisasi penghematan

listrik di Bandung bersama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan

menghasilkan gerakan hemat energi se-Jawa Barat.

4. 11 Oktober 2008, PLN wilayah Kendari bekerjasama dengan mahasiswa

Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro Universitas Haluoleo (Unhalu) untuk

melakukan sosialisasi hemat energi yang bijak kepada masyarakat umum.

5. Pada tanggal 14 Februari 2009, PLN wilayah Jawa Timur mengadakan

sosialisasi Generasi Hemat Listrik (Genematik) bersama siswa pelajar se-

Surabaya.

6. Pada tanggal 13 Februari 2010, PLN wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tenggara, dan Sulawesi Barat bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa

Elektro (HME) Universitas Hasanuddin (Unhas) melakukan sosialisasi

penghematan listrik yang ditujukan kepada pelajar.

7. Pada tanggal 16 Februari 2010, PLN wilayah Pandeglang menggelar

sosialisasi kelistrikan, serta menampung dan menerima keluhan masyarakat

terkait pelayanan kelistrikan.

33

 

8. Pada tanggal 28 April 2010, Kota Malang menjadi duta Jawa Timur dalam

pilot project Gerakan Nasional Hemat Listrik Masuk Sekolah. Tahap awal,

SMKN 4, SMKN 6, SMKN 10, dan SMK PGRI 3 yang dijadikan sekolah

contoh.

9. PLN distribusi wilayah Jawa Barat dan Banten melalui forum hemat energi

yang di bentuk membuat panduan bagi pelanggannya bagaimana langkah

menghemat biaya dengan cara menghemat listrik yang terdapat pada

Lampiran 3. Buku panduan tersebut memuat tentang tips penghematan listrik

di rumah dan bangunan gedung.