27
BAB I PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Menurut WHO, pada tahun 1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global. Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita, ibu melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia. Saat ini ditemui 15 juta penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga pemerintah memprioritaskan penangulangan penyakit menular dan penyehatan Lingkungan. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukàn untuk memutus mata rantai penularan malaria. 2

02 Laporan Kasus Porto Milya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

portofolio

Citation preview

Page 1: 02 Laporan Kasus Porto Milya

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan

sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh

dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara

lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Menurut WHO, pada tahun

1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria

indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand,

Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium Falciparum adalah spesies paling

dominan dengan 120 juta kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun

secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan

malaria menjadi prioritas global.

Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita, ibu

melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia. Saat ini ditemui 15 juta penderita

malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga pemerintah

memprioritaskan penangulangan penyakit menular dan penyehatan Lingkungan.

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program

pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan

cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukàn untuk

memutus mata rantai penularan malaria.

Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus resistensi P. falciparum terhadap

klorokuin di Kalimantan Timur Sejak itu kasus resistensi terhadap klorokuin yang dilaporkan

semakin meluas Tahun 1990, dilaporkan telah terjadi resistensi parasit P. falciparum terhadap

klorokuin dan seluruh provinsi di Indonesia selain itu, dilaporkan juga adanya kasus

resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dibeberapa tempat di

Indonesia Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit

malaria OIeh sebab itu, upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple

drugs resistance), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti

klorokuin dan Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) terhadap P. falciparum dengan terapi

kombinasi artemisinin (artemisinin combination therapy).

2

Page 2: 02 Laporan Kasus Porto Milya

BAB II

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 37 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Alamat : Gunung Agung

No. RM : 10 82 61

B. ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki umur 37 tahun masuk ke IGD RSUD Arga Makmur pada

tanggal 28 Juni pukul 17.24 WIB.

Keluhan Utama

Demam sejak lebih kurang 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan tinggi secara tiba-

tiba, demam disertai menggigil.

- Sakit kepala sejak lebih kurang 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala dirasakan

hilang timbul.

- Pegal pegal di kaki dan tangan sejak 3 hari sebelum rumah sakit

- Mual dan muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah berisi makanan yang

dimakan.

- BAB dan BAK frekuensi dan warna biasa

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

- Tidak ada menderita sakit DM, jantung, hipertensi sebelumnya

3

Page 3: 02 Laporan Kasus Porto Milya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan seperti ini.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : Compos mentis cooperatif

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 100 x/ menit

Nafas : 24 x/menit

Suhu : 39 °C

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 67 kg

Status Gizi : Baik

Status Generalis

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O. Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar

THT : tidak ada kelainan

Mulut : Typhoid tongue ( )

Thoraks

Paru

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari medial linea midklavikula sinistra RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

4

Page 4: 02 Laporan Kasus Porto Milya

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2 detik, edema (-)

Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin : 15,4 gr/dl

Leukosit : 4.600/mm3

Trombosit : 172.000/mm3

Hematokrit : 48%

Diff.count : 0/0/0/85/30/8

GDS : 91 mg/dl

Malaria : Malaria vivax (+)

Tes Widal : Salmonella typhi O (-)

H 1/80

Salmonella paratyphi A (-) a Negatif

B 1/80 b 1/80

C 1/80 c 1/80

Diagnosis

Malaria vivax

Tata laksana :

- IVFD RL 30 gtt/i

- Inj. Ranitidine iv 2 x 1 amp

- Inj. Antrain iv 3 x 1 amp

- Antimalaria 1 x 3 tab 3 hari

- Primakuin 1 x 1

Follow Up

5

Page 5: 02 Laporan Kasus Porto Milya

29 Juni 2015

S/ demam (-), sakit kepala (+), mual (+), muntah (+)

O/

Kesadaran : CMC

TD : 110/70 mmhg,

Nadi : 76 x/mnt ,

Nfs : 24 x / mnt,

Suhu : 390C

A/ Malaria vivax

P/

- IVFD RL 30 gtt/i

- Inj. Ranitidine iv 2 x 1 amp

- Inj. Antrain iv 3 x 1 amp

- Antimalaria 1 x 3 tab H-1

- Primakuin 1 x 1

30 Juni 2015

S/ demam (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-)

O/

Kesadaran : CMC

TD : 110/70 mmhg,

Nadi : 86 x/mnt ,

Nfs : 22 x / mnt,

Suhu : 390C

A/ Malaria vivax

P/

- IVFD RL 30 gtt/i

- Inj. Ranitidine iv 2 x 1 amp

- Inj. Antrain iv 3 x 1 amp

- Antimalaria 1 x 3 tab 3 hari

- Primakuin 1 x 1

- Pulang , lanjutkan primakuin sampai 14 hari

EDUKASI

6

Page 6: 02 Laporan Kasus Porto Milya

- Hindari hal – hal yang menyebabkan berkumpulnya dan berkembangnya nyamuk

Anopheles betina :

o 3M ( Menguras bak mandi, menutup penampungan air, mengubur kaleng

bekas atau tempat berkembangnya nyamuk)

o Hindari baju yang bergelantungan di rumah

o Memakai kelambu saat tidur dan reppelant

o Melindungi ventilasi rumah dengan jaring nyamuk

- Minum obat (primakuin) sampai tuntas selama 14 hari

7

Page 7: 02 Laporan Kasus Porto Milya

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.

Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Infeksi malaria dapat

berlangsung akut maupun kronik dan dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun

mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat.

3.2 ETIOLOGI

Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga

menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil, mamalia. Termasuk genus plasmodium

dari famili plasmodiae.

Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan

aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu

anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi

binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata).

Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang

menyebabkan malaria tertiana (Benign Malaria) dan plasmodium falciparum yang

menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria). Kasus plasmodium malariae jarang

ditemukan. Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, pulau

Owi (utara Irian Jaya).

3.3 DISTRIBUSI DAN INSIDEN

Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika

(bagian selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Lebih dari 1,6 triliun manusia

terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta

pertahun.

8

Page 8: 02 Laporan Kasus Porto Milya

P. falciparum dan P. malariae umumnya dijumpai pada semua negara dengan malaria;

di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya P. falciparum; P. vivax banyak di Amerika

Latin. Di Amerika Selatan; Asia Tenggara, Oceania dan India umumnya P. falciparum dan P.

vivax. P. ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan timur mulai dari Kalimantan,

Sulawesi Tengah sampai ke utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa

Tenggara Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P. falciparum dan P. vivax. P.

malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur

dan Papua. P. ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada beberapa

daerah di Sumatera kasus malaria cenderung meningkat.

3.4 TRANSMISI DAN EPIDEMIOLOGI

Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit

manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian

besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di

darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony

atau pre-erythrocytes schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk P.

falciparum dan 15 hari untuk P. malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk

sizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. Pada

P. vivax dan ovale. Sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat

bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps

pada malaria.

Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk

melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor

antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy

negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit brubah

menjadi bentuk ring, pada P. falciparum menjadi bentuk stereo – headphones, yang

mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan

hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang

dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding

berubah lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob

yang nantinya penting dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi ke

dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6 -

9

Page 9: 02 Laporan Kasus Porto Milya

36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P. falciparum,

P. vivax dan P. ovale ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah 72 jam.

Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila

nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh

nyamuk, Setelag terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak

menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyst

yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar

ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.

Tingginya side positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola

klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi :

- Hipoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 0 - 10%

- Mesoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 10 – 50%

- Hiperendemik : bila parasit rate atau spleen rate 50 - 75%

- Holoendemik : bila parasit rate atau spleen rate >75%

Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2 – 9 tahun. Pada

daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat, pada daerah

hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia akanak-kanak (2 –

10 tahun), sedangkan pada daerah hipoendemik/daerah tidak stabil banyak dijumpai malaria

serebral, malaria dengan gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal pada usia dewasa.

3.5 PATOGENESIS

Setelah melalui jaringan hati, P. falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam

sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami

fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan

menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit.

Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam

patogenesis terjadinya malaria pada manusia. Patogenesis malaria yang banyak diteliti adalah

patogenesis yang disebabkan oleh P. falciparum.

10

Page 10: 02 Laporan Kasus Porto Milya

Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan Faktor penjamu

(host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan

virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas

daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam

eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan

stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen

RESA ( Ring-erythrocyte surface antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium

matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk

knob dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila

EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu

glokosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-α dan interleukin-1 (IL-1) dari

makrofag.

3.6 GEJALA KLINIS

Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi

infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis pasmodium (P. falciparum

sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan),

umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan

kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya.

Malaria mempunya gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan

splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium (Tabel 1). Keluhan

prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala,

sakit pada tubuh bagian belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam

ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.

vivax dan ovale, sedang pada P. falciparum dan malariae keluhan prodormal tidak jelas

bahkan gejala dapat mendadak.

Tabel 1 : Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa inkubasi (hari)

11

Page 11: 02 Laporan Kasus Porto Milya

P. falciparum 9 – 14

P. vivax 12 – 17

P. ovale 16 – 18

P. malariae 18 – 40

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin

(15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada

saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk. Diikuti dengan

meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat,

dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian

periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita

merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada P. falciparum

menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12

jam pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada P. malariae.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpau pada infeksi malaria. Spenomegali

sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi

akut, limpa menjadi bengkak dan nyeri.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :

Serangan prmier : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan

paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal

ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas

penderita.

Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi

malaria, Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

Recrudescence : berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah

berakhirnya serangan primer. Recrudescence dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik

sesudah periode laten dari serangan primer.

Reccurence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berkahirnya

serangan primer.

12

Page 12: 02 Laporan Kasus Porto Milya

Relapse atau Rechute : yaitu berulanganya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari

waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari

masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk

di luar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.

3.7 DIAGNOSIS

3.7.1. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :

a. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,

muntahm diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1 – 4 minggu yang lalu ke daerah endemik

malaria.

c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria

d. Riwayat sakit malaria

e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir

f. Riwayat mendapat transfusi darah

Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah

ini:

a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat

b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)

c. Kejang-kejang

d. Panas sangat tinggi

e. Mata atau tubuh kuning

f. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan

g. Nafas cepat dan atau sesak nafas

h. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum

i. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman

j. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada

k. Telapak tangan sangat pucat

3.7.2. Pemeriksaan Fisik

1. Demam (pengukuran dengan termometer >37,5oC

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat

3. Splenomegali

13

Page 13: 02 Laporan Kasus Porto Milya

4. Hepatomegali

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :

1. Temperatur rektal 40oC

2. Nadi cepat dan lemah

3. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50

mmHg

4. Frekuensi nafas >35 x/menit pada orang dewasa atau >40 x/menit pada balita, anak di

bawah 1 tahun >50 x/menit

5. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11

6. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom)

7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,

produksi air seni berkurang).

8. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat)

9. Terlihat mata ikterik

10. Adanya ronki pada kedua paru

11. Splenomegali dan hepatomegali

12. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria

13. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik)

3.7.3. Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium

I. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan Tetes Darah Untuk Malaria

Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosis

malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatif maka diagnosis malaria dapat

dikesampingkan. Pemeriksaan pada saat penderita demam dapat meningkatkan kemungkinan

ditemukannya parasit. Pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :

Tetesan preparat darah tebal

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria. Pemeriksaan parasit

dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan pembesaran kuat).

Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200

leukosit. Bila leukosit 10.000/µl maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50

merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

14

Page 14: 02 Laporan Kasus Porto Milya

Tetesan darah tipis

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit

ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit, dapat dilakukan berdasarkan

jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit

>100.000/µl darah menandakan infeksi yang berat. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa,

atau Leishman’s atau Field’s dan juga cat Romanowsky.

Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menentukan :

1. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)

2. Spesies dan stadium pasmodium

3. Kepadatan parasit :

a. Semi kuantitatif

(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan

pandang besar)

(+) = positif 1 (ditemukan 1 – 10 parasit dalam 100 LPB)

(++) = positif 2 (ditemukan 11 – 100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) = positif 3 (ditemukan 1 – 10 parasit dalam 1 LPB)

(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

b. Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit)

atau sediaan darah tipis (eritrosit).

II. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan

metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung :

1. HRP-2 (Histidine Rich Protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan

gametosit muda P. falciparum.

2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh

parasit bentuk aseksual atau seksual P. vivax, P. ovale dan P. malariae

Tes Serologi

15

Page 15: 02 Laporan Kasus Porto Milya

Tes ini memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya

antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini

kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari

parasitemia. Metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immuno-

precipitation techniques, ELISA test, radio immunoassay.

Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai

cukup cepat dan sensitivitas maupun spesitifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun

jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif.

III. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:

1. Hemoglobin dan hematokrit

2. Hitung jumlah leukosit, trombosit

3. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,

albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah)

4. EKG

5. Foto toraks

6. Analisis cairan serebrospinalis

7. Biakan darah dan uji serologi

8. Urinalisis

3.8 DIAGNOSIS BANDING

Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada

hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza,

bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia,

infeksi saluran kemih, tuberkulosis. Pada malaria dengan ikterus, diagnosis banding ialah

demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis. Pada malaria

serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti menigitis. Ensefalitis,

tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada

gangguan metabolik (diabetes, uremi), gangguan serebrovaskular (stroke), eklampsia,

epilepsi dan tumor otak.

16

Page 16: 02 Laporan Kasus Porto Milya

3.9 PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua

stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia.Adapun tujuan pengobatan radikal untuk

mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena

bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan

minum obat anti malaria.2

1. Malaria Falsiparum

Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera dibawah ini:

Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin

terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan blister artesunat terdiri dari

12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal

harian sebagai berikut:

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.

Primakuin tidak boleh diberikan kepada:

lbu hamil

Bayi < 1 tahun

Penderita defisiensi G6-PD 2

Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak

efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak

berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). 2

Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Kina tablet

Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh) hari. 2

Doksisiklin

Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang dewasa adalah

4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin

17

Page 17: 02 Laporan Kasus Porto Milya

tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia<8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat

digunakan tetrasiklin. 2

Tetrasiklin

Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5 mg/kgbb/kali

Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah.

8 tahun dan ibu hamil.

Primakuin

Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.

Untuk penderita malaria mix (P.falciparum + P.vivax) dapat diberikan pengobatan obat

kombinasi peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut:

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb ditambah dengan

primakuin 0,25 mg/ kgbb selama 14 hari. 2

Malaria mix = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

2. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae

A. Malaria vivaks dan ovale

Lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale adalah seperti yang tertera

dibawah ini:

Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks dan malaria

ovale. 2

Klorokuin

Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb. 2

Primakuin

Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari dan diberikan

bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum, primakuin tidak boleh diberikan

kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. 2

Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin

18

Page 18: 02 Laporan Kasus Porto Milya

Lini kedua : Kina + Primakuin

Primakuin

Dosis Primakuin adalah 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti

pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada Ibu hamil, bayi

< 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.

*) Dosis kina adalah 30mg/kgbb/hari yang diberikan 3 kali per hari. Pemberian kina pada

anak usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.

Dosis dan cara pemberian primakuin adalah sama dengan cara pemberian primakuin pada

malaria vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb perhari selama 14 hari. 2

B. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya

hanya dosis perimakuin ditingkatkan Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari,

dengan dosis total 25 mg basa/kgbb dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5

mg/kgbb/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan memakai tabel dosis berdasarkan

golongan Umur penderita tabel III.2.3. 2

C. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-hari selama 3

hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan

golongan umur penderita tablel III.2.4. 2

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 19: 02 Laporan Kasus Porto Milya

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX, tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.

4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.

5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15.

6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 249-60.

7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.

8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.

20